POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN PETA MATERI PKN KELAS XI SEMESTER 12

Cara flexi-- Warga Belajar serta Siswa Sekalian,  Berikut ini merupakan utama Bahasan serta Sub utama bahasan yang menjadi peta materi PKn yg akan kita pelajari selama kalian pada Kelas XI ini. Peta Materi PKn Kelas XI Sekolah Menengah Atas baik Semester 1 dan Semester dua sebagai berikut :
Semester 1
1. Budaya Politik
A. Pengertian Budaya Politik
  • Pengertian Budaya Politik
  • Ciri-Ciri Budaya Politik
  • Macam-Macam Budaya Politik
  • Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik
  • Budaya Politik yg Berkembang di Masyarakat

B. Tipe-Tipe Budaya Politik yg Berkembang dalam Masyarakat Indonesia
  • Tipe-Tipe Budaya Politik
  • Tipe-Tipe Budaya Politik pada Indonesia
  • Budaya Politik pada Demokrasi Parlementer
  • Budaya Politik pada Demokrasi Terpimpin Orde Lama
  • Budaya Politik dalam Era Orde Baru
  • Budaya Politik pada Era Reformasi
  • Tipe budaya politik yang bisa menumbuhkan keberanian dalam mengemukakan pendapat serta siap menghadapi tantangan menggunakan penuh tanggung jawab

C. Pentingnya Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik
  • Makna Sosialisasi Politik
  • Mekanisme Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik
  • Fungsi Partai Politik

D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan
  • Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
  • Contoh Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
  • Menganalisis Budaya Demokrasi menuju Masyarakat Madani

2.  Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
A. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi
  • Pengertian Budaya Demokrasi
  • Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi
  • Prinsip-Prinsip Demokrasi
  • Perbedaan antara Demokrasi Liberal, Komunis dan Demokrasi Pancasila

B. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
  • Ciri-Ciri Masyarakat Madani
  • Proses Terbentuknya Masyarakat Madani
  • Tugas Generasi Muda pada Era Reformasi
C. Pelaksanaan Demokrasi pada Indonesia sejak orde usang, orde baru, serta reformasi
  • Kriteria Negara yg Menganut Sistem Pemerintahan Demokrasi
  • Pelaksanaan Demokrasi dalam masa orde lama (1959-1965), orde baru (1966-1998) serta dalam masa reformasi (1998-sekarang)
  • Menganalisis aplikasi demokrasi dalam masa orde usang, orde baru dan reformasi

D. Perilaku Budaya Demokrasi dalam Kehidupan Sehari-hari
  • Perilaku warga yang sesuai serta bertentangan dengan ketentuan hukum
  • Perilaku budaya demokrasi pada lingkungan keluarga, sekolah serta masyarakat
  • Perilaku budaya demokrasi pada lingkungan keluarga, sekolah serta masyarakat yang termasuk perilaku korupsi
  • Perilaku budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari yang nir termasuk perilaku korupsi

3. Sikap  Keterbukaan serta Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa serta Bernegara
A. Pengertian dan pentingnya keterbukaan serta keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
  • Pengertian Keterbukaan serta Keadilan
  • Macam-Macam Keadilan
  • Pentingnya keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
  • Ciri-Ciri Keterbukaan

B. Dampak penyelenggaraan pemerintahan yg nir transparan
  • Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang nir transparan
  • Dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan dalam masa orde lama
  • Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang nir transparan pada masa orde baru
  • Contoh konduite yg sesuai serta yang bertentangan menggunakan prinsip penyelenggaraan pemerintahan transparan dan bebas menurut perilaku korupsi

C. Sikap keterbukaan serta keadilan pada kehidupan berbangsa serta bernegara
  • Contoh sikap adil pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semester 2
4. Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional
A. Hubungan Internasional
  • Pengertian Hubungan Internasional
  • Subjek-Subjek Hubungan Internasional
  • Asas-Asas Hubungan Internasional
  • Pentingnya Hubungan Internasional
  • Landasan Hukum Hubungan Luar Negeri RI
  • Sarana-Sarana Hubungan Internasional

B. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional
  • Pengertian Perjanjian Internasional
  • Penggolongan Perjanjian Internasional
  • Asas-Asas Perjanjian Internasional
  • Istilah-Istilah Perjanjian Internasional
  • Pihak yang berwenang membuat perjanjian
  • Tahap-Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional
  • Jenis / Bentuk dan sifat Perjanjian Internasional
  • Pelaksanaan Perjanjian Internasional
  • Proses Ratifikasi Perjanjian Internasional
  • Ratifikasi Perjanjian Internasional pada Indonesia
  • Peranan Protocol Kyoto dalam mengendalikan laju Global Warming
  • Berlakunya perjanjian internasional dilihat menurut banyak sekali aspek
  • Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional
  • Batalnya Suatu Perjanjian Internasional

C. Fungsi Perwakilan Diplomatik
  • Pengertian Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler
  • Perbedaan Perwakilan Diplomatik menggunakan Perwakilan Konsuler
  • Perangkat atau Tingkatan Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler
  • Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik
  • Fungsi Perwakilan Diplomatik
  • Politik Luar Negeri Indonesia
D. Peranan Organisasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan Internasional
  • Pengertian Organisasi Internasional
  • Macam-Macam Organisasi Internasional
  • Organisasi Internasional yang diikuti Negara Indonesia
  • PBB
  • ASEAN
  • Gerakan Non Blok
  • OPEC
  • Konferensi Asia Afrika tahun 1955 serta KAA tahun 2005
  • Peranan Organisasi Internasional

E. Kerja Sama serta Perjanjian Internasional yang Bermanfaat bagi Indonesia
  • Kerja sama serta perjanjian internasional yang berguna bagi Indonesia
  • Sikap rakyat negara terhadap output pengesahan perjanjian internasional
  • Menganalisis Kerja Sama Internasional.

5. Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
A. Deskripsi Sistem Hukum serta Peradilan Internasional
  • Makna Hukum Internasional
  • Asas-Asas Hukum Internasional
  • Jenis serta Klasifikasi Hukum Internasional
  • Sumber-Sumber Hukum Internasional
  • Identifikasi Subjek-Subjek Hukum Internasional
  • Hubungan antara Hukum Internasional menggunakan Hukum Nasional
  • Ratifikasi Hukum Internasional sebagai Hukum Nasional
  • Peranan Lembaga Peradilan Internasional
  • Wewenang Mahkamah Internasional
  • Kendala Mahkamah Internasional menjadi Lembaga Peradilan Internasional

B. Penyebab Sengketa Internasional serta Cara Penyelesaiannya sang Mahkamah Internasional
  • Penyebab Timbulnya Sengketa Internasional
  • Cara-Cara Menyelesaikan Sengketa Internasional
  • Contoh Penyelesaian Sengketa Internasional

C. Menghargai putusan Mahkamah Internasional
  • Prosedur Mahkamah Internasional dalam Penyelesaian Masalah Internasional
  • Sistematika Keputusan Mahkamah Internasional
  • Dampak Negara yang tidak mematuhi Keputusan Mahkamah Internasional
  • Contoh Sikap menghargai Keputusan Mahkamah Internasional
  • Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai
  • Peranan RI pada Usaha Perdamaian Dunia.
* * *

SEDIKIT TIPS CARA MEMBUAT SOAL YANG BAIK

A. PENDAHULUAN
Sebagai  guru,  kita  dihadapkan  pada  dilema  bagaimana  kita  mengajar, bagaimana kita menguji serta bagaimana kita mengevaluasi/menilai kemampuan siswa. Namun  terdapat  satu  hal  lagi  yg  wajib   diingat,  yaitu  merenung.  Dalam  perenungan tadi ada beberapa pertanyaan, misalnya:
  • Berapa banyak murid yg lulus?
  • Soal nomor berapa yg semuanya dapat menjawab dengan benar?
  • Soal angka berapa yg semuanya nir dapat menjawab menggunakan benar?
  • Apakah 2 hal diatas terjadi karena soal terlalu gampang atau soal terlalu sulit?
Pertanyaan-pertanyaan  tersebut  berkaitan  erat  dengan  aspek  penilaian  yang menjadi galat satu bagian penting dalam tugas keseharian seorang pengajar. Penilaian merupakan  memberikan  nilai  tentang  kualitas  sesuatu.  Tidak  hanya  sekedar  mencari jawaban  terhadap  pertanyaan  tentang  apa,  tetapi  lebih  diarahkan  dalam  menjawab pertanyaan  mengenai  bagaimana  atau  seberapa  jauh  sesuatu  proses  atau  output  yg diperoleh  seorang  atau  suatu  program.  Dengan  demikan  penilaian  jua  diartikan sepadan dengan penilaian.
Penilaian  output  belajar  baru  dapat  dilakukan  dengan  baik  dan  benar  jika memakai  fakta  yang  diperoleh  melalui  pengukuran  hasil  belajar  yg menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Tentu saja tes hanya merupakan salah satu indera yg dapat dipakai. Dapat saja liputan mengenai hasil belajar itu diperoleh tanpa menggunakan tes menjadi instrumen ukurnya. Misalnya bisa digunakan indera ukur non tes, seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.
 
B. PERENCANAAN TES
Tes akan sebagai berarti bila tes tersebut terdiri menurut butir-buah soal yg menguji  tujuan  yang  krusial  dan  mewakili  ranah  pengetahuan,  kemampuan,  dan ketrampilan  secara  representatif.  Oleh  karena itu,  perencanaan  pada  pengujian memegang  peranan  yg  penting.  Tanpa  perencanaan  yang  jelas  serta  bisa dipertanggungjawabkan  tes  tersebut  bisa  sebagai  sia-sia,  bahkan  mungkin  akan mengganggu  proses  pencapaian  tujuan.  Setidaknya  terdapat  6  (enam)  hal  yg  wajib diperhatikan pada perencanaan tes:
1.  Pengambilan sampel serta pemilihan butir soal
Pemilihan  buah  soal  dilakukan  dari  pentingnya  konsep,  generalisasi, dalil,  atau  teori  yang  diuji  dalam  hubungannya  dengan  perannya  dalam  bidang studi tadi secara holistik. Biasanya bidang studi  dibagi sebagai beberapa pokok bahasan serta sub utama bahasan. Tidak ada batasan jumlah buah soal  buat satu  utama  bahasan/sub  pokok  bahasan,  tetapi  hendaknya  jumlah  buah  soal sebanding dengan luas dan pentingnya pokok bahsan/sub pokok bahasan tersebut.
 
2.  Tipe tes yg akan digunakan
Ada  tiga macam tes yg biasa digunakan,  yaitu: (1) esei, (2) objektif, dan (tiga) dilema  matematik.  Anggapan  yang  muncul  terkait  bahwa  suatu  tipe  tes  lebih baik daripada tipe tes lainnya dalam mengukur ranah kognitif eksklusif merupakan sutau kesalahpahaman.  Soal  esei  yang  baik  akan  dapat  mengukur  ranah  kognitif  yg manapun seperti  yg dapat diukur oleh soal obyektif  yg baik, demikian jua kebalikannya. Pemilihan tipe tes yang akan digunakan lebih banyak ditentukan sang kemampuan  dan  ketika  yg  tersedia  dalam  penyusun  tes  daripada  kemampuan peserta tes atau aspek yang ingin diukur.
 
3.  Aspek yg akan diuji
Ada  enam  tingkatan  kemampuan  yang  ingin  diuji,  yaitu  pengetahuan, pemahaman,  pelaksanaan,  analisis,  buatan,  serta  evaluasi,  atau  yg  lazim  diberi simbol  C1,  C2,  C3,  C4,  C5,  dan  C6.  Mengingat  bahwa  output  tes  saat  ini  lebih berorientasi dalam pengetahuan, pemahaman serta aplikasi, maka jumlah soal yang mewakili  3  level  pertama  diperlukan  lebih  poly  dibandingkan  jumlah  soal buat tiga level berikutnya yg bersifat pengembangan lebih lanjut.
 
4.  Format buah soal
Ada banyak sekali format buat tes objektif juga esei.
a.  Tes objektif: (1) sahih keliru  (true false), (dua) menjodohkan  (matching), serta (3) pilihan ganda (multiple choice)
b.  Tes  esei:  (1)  pertanyaan  uraian  terbuka  serta  uraian  tertutup,  (2)  jawaban singkat (short answer), dan (tiga) isian (completion/fill in)

Perbedaan antara format butir soal tersebut tidak terletak dalam efektivitasnya mengukur level kemampuan, namun lebih poly pada aspek penerkaannya (dalam hal peserta tes kurang menguasai materi yang diteskan).
5.  Jumlah buah soal
Jumlah  butir  soal  bekerjasama  dengan  reliabilitas  tes  dan  representasi  isi bidang studi yg diteskan; semakin besar jumlah butir soal yg dipakai maka kemungkinan  semakin  tinggi  reliabilitasnya.  Dari  segi  jumlah,  tes  objektif mempunyai kekuatan lebih dibanding tes esei karena saat  yg dibutuhkan buat mengerjakan tes objektif lebih singkat sebagai akibatnya memungkinkan jumlah buah soal yg lebih banyak. Jumlah butir soal wajib direncanakan:  (a) jumlah keseluruhan, (b) jumlah  buat  setiap pokok bahasan/topik, (c) jumlah buat setiap format, (d) jumlah untuk setiap kategori tingkat kesulitan, (e) jumlah buat setiap aspek dalam ranah kognitif. Pertimbangan lain pada penetuan jumlah soal adalah waktu yg tersedia, porto yg ada, kompleksitas yang dituntut pada tes, dan saat ujian diadakan.
 
6.  Distribusi taraf kesukaran butir soal
Tes yg terbaik adalah tes yg sanggup membedakan antara grup yg baik  serta  kelompok  yang  kurang  belajar.  Salah  satunya  diindikasikan  menggunakan taraf kesukaran di titik sekitar 0,50. Selain itu, taraf kesukaran soal ditentukan sang  tujuan  tes  (buat  seleksi,  diagnostik,formatif,  sumatif).  Perlu  diperhatikan bahwa soal yg mempunyai tingkat kesukaran rendah hendaknya diletakkan pada awal tes,  sedangkan  soal  menggunakan  taraf  kesukaran  tinggi  dalam  akhir  tes.  Hal  ini
dimaksudkan  buat  menaruh  notivasi  supaya  peserta  tes  lebih  terdorong  buat mengerjakan semua buah soal.
Selain dari poin-poin yang disebutkan di atas, pada perencanaan tes, kita pula memerlukan  beberapa pertimbangan lain: (1)  apakah akan menggunakan open book atau closed book, (dua)  apakah frekuensi pelaksanaan tes seringkali atau jarang, (3) apakah aplikasi  tes  diumumkan  sebelumnya  atau  mendadak,  dan  (4)  bagaimana  mode penyajian tes.
 
Hal-hal yang wajib diperhatikan secara umum pada pengembangan tes :
  1. Kinerja yang akan diukur adalah kegiatan yang berharga
  2. Penilaian kinerja berguna sebagai pengalaman berharga
  3. Pernyataan tujuan dan target wajib kentara serta herbi keluaran yg terukur berdasarkan kinerja 
  4. Penilaian tidak mengukur variable eksogen serta yang nir diinginkan 
  5. Gunakan bahasa yang tepat, tidak sensitif serta bisa diterima oleh segala pihak.
  6. Hindari pertanyaan atau pernyataan yg memiliki dualisme respon.
  7. Hindari pertanyaan atau pernyataan yang multirespon
  8. Hindari  pertanyaan  atau  pernyataan  yg  mengharuskan  peserta  tes  merecall pulang pengetahuannya yg telah usang.
  9. Hindari pertanyaan atau pernyataan yang mengarahkan jawaban
  10. Hindari  pertanyaan  atau  pernyataan  yang  mengarahkan  lepada  munculnya perpecahan atau konflik
  11. Usahakan  panjang  kalimat  nir  lebih  menurut  20  istilah  atau  satu  baris  (Horst,  1968, Oppenheim, 1986 via Uma Sekaran, 1992)
  12. Berikanlah pengantar tes atau petunjuk pengerjaan tes
  13. Setiap item hanya mempunyai satu skill yang akan diukur
  14. Konsultasikan  dengan  ahli  bahasa  serta  ilmu  terkait  buat  meyakinkan  bahwa bahasa yang digunakan, soal, serta jawaban benar-benar meyakinkan.
 
C. PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF

Dalam rangka pembahasan mengenai Analisis Iteman ini, maka jenis soal yang akan kita bahas lebih lanjut merupakan soal objektif.  Soal objektif  merupakan buah soal yang telah  mengandung  kemungkinan  jawaban  yg  wajib   dipilih  atau  dikerjakan  sang peserta tes. Peserta hanya tinggal menentukan jawaban dari kemungkinan jawaban yg sudah disediakan sehingga inspeksi dan penskoran jawaban dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa.  Pemeriksaan ini bisa dilakukan, baik oleh secara pribadi oleh insan juga menggunakan memanfaatkan teknologi terbaru, yaitu mesin scanner.
 
Secara generik, soal tes objektif dibedakan menjadi:
1.  Tipe sahih-keliru (true false item)
2.  Tipe menjodohkan (matching)
3.  Tipe pilihan ganda (multiple choice)
      -  Pilihan ganda biasa
      -  Pilihan ganda analisis hubungan antar hal
      -  Pilihan ganda analisis kasus
      -  Pilihan ganda kompleks
      -  Pilihan ganda yang memakai diagram, grafik, tabel serta gambar.
1.  PENGEMBANGAN TES BENAR SALAH (TRUE FALSE ITEM)

a)  Pengertian
Butir  soal  benar  galat  merupakan  buah  soal  yg  terdiri  menurut  pernyataan  yg disertai  cara lain   jawaban,  yaitu  menyatakan  apakah  jawaban  itu  benar/galat, setuju/tidak  setujuu,  baik/tidak  baik,  atau  alternatif  jawaban  lain  yg  bersifat mutual eksklusif/ meniadakan.
 
b)  Tes contoh ini cocok untuk
     *  Pemahaman pada level pengetahuan
     *  Mengevaluasi pemahaman murid tentang miskonsepsi yang umum
     *  Konsep dengan dua respon logis
 
c)  Keunggulan
  • Mudah dikonstruksi
  • Perangkat soal bisa mewakili seluruh pokok bahasan
  • Mudah diskor
  • Alat yg baik buat mengukur keterangan dan hasil belajar eksklusif terutama yang berkaitan menggunakan ingatan.
  • Digunakan buat mengetes reaksi sebab akibat, atau miskonsepsi yg terjadi.
  • Siswa dapat menjawab tiga – 4 soal per menit
 
d)  Keterbatasan
  • Mendorong  peserta  buat  menebak  jawaban.  Siswa  mempunyai  kemungkinan menjawab sahih atau salah 50% dengan cara menebak
  • Sulit menyebarkan soal yang benar -betul objektif
  • Pernyataan  yang  ambigu  menyebabkan  kesulitan  pada  menjawab  dan menilai
  • Meminta respon peserta yg berbentuk evaluasi absolut 
  • Terlalu menekankan dalam ingatan
  • Soal terlalu mudah sehingga siswa kadang hanya menebak jawaban walaupun tidak memahami isinya
  • Sulit  membedakan  murid  yg  memahami  materi  dengan  yang  tidak tahu materi
  • Membutuhkan poly item buat menerima reliabilitas yg tinggi
e)  Tips menulis buah soal benar salah
  • Setiap  butir  soal  harus  menguji/mengukur  output  belajar  peserta  tes  yang penting dan bermakna, tidak menanyakan yang remeh/trivial.
  • Setiap  buah  soal  haruslah  menguji  pemahaman,  tidak  hanya  pengukuran terhadap daya ingat
  • Kunci jawaban yang dipengaruhi haruslah benar
  • Butir soal yang baik haruslah jelas jawabannya bagi seorang peserta tes yang belajar dan jawaban yang keliru kelihatan lebih seakan-akan sahih bagi peserta tes yang nir belajar menggunakan baik. 
  • Pernyataan pada butir soal wajib dinyatakan secara kentara dan memakai bahasa yang baik serta sahih.
  • Rumusannya  tidak  menyangsikan  sebagai akibatnya  bisa  dinyatakan  100%  benar  atau 100% salah
  • Diskusikan dengan pakar yg relavan (bahasa serta ilmu yang diteskan) untuk meyakinkan bahwa sisi bahasa dan kebenaran soal dan jawaban meyakinkan.
f)  Pertimbangan pada usaha peningkatan mutu soal
  • Jumlah  butir  soal  yang  kuncinya  S  (keliru)  usahakan  lebih  banyak  daripada butir soal yang kunci jawabannya B (benar).
  • Susunlah  kalimat  soal  sedemikian  rupa  sehingga  nalar  sederhana  akan cenderung mengarah ke jawaban yang keliru.
  • Susunlah  jawaban  yg  galat  sinkron  dengan  asumsi  generik  yg  salah mengenai suatu fenomena.
  • Pernyataan yg menggunakan kata “seluruh, selalu, nir pernah“ cenderung untuk  memiiki  kunci  jawaban  S  (salah ),  sedangkan  istilah  “kadang-kadang, seringkali“ cenderung buat memiliki kunci jawaban B (benar).
  • Pergunakan acum buat beberapa butir soal, contohnya dengan memakai teks atau gambar sebagai acum buat senarai butir soal.
  • Jangan  membuat  soal  dengan  pernyataan  negatif  yg  bisa  mengakibatkan interpretasi yg membingungkan. Misalnya Lucas Pacioli sebenarnya bukan tokoh pada ilmu akuntansi. B / S
  • Gunakan  kata-istilah  niscaya  atau  angka  niscaya  contohnya  100,  1000,  20%, setengahnya,  jangan  pakai  istilah-kata  kualitatif  yang  mewaspadai  misalnya belia, banyak, sedikit, mini , besar , dan sebagainya.
  • Hindari  kesamaan  penggunaan  pernyataan  dijawab  benar  (B)  bila panjang serta dijawab keliru (S) apabila pendek.
2.  PENGEMBANGAN TIPE TES MENJODOHKAN (MATCHING)
 
a)  Pengertian
Butir soal tipe menjodohkan ditulis pada dua kolom; kolom pertama merupakan pokok soal (premis), sedangkan kolom ke 2 merupakan kolom jawaban. Tugas peserta  tes  merupakan  menjodohkan  pernyataan  di  bawah  kolom  premis  menggunakan pernyataan yg terdapat di kolom jawaban.
b)  Keunggulan
  • Baik  buat  menguji  output  belajar  yg  berafiliasi  dengan  pengetahuan mengenai istilah, definisi, insiden atau almanak.
  • Dapat menguji kemampuan menghubungkan 2 hal baik yang bekerjasama eksklusif maupun tidak secara pribadi.
  • Mudah dikonstruksi.
  • Dapat mencakup seluruh bidang studi yg diujikan.
  • Mudah diskor.
 
c)  Keterbatasan
Terlalu  mengandalkan  dalam  pengujian  aspek  ingatan.  Untuk  menghindari kelemahan ini, maka konstruksi soal buah ini wajib disiapkan secara hati-hati.
 
d)  Konstruksi soal menjodohkan
  • Pernyataan  di  bawah  kolom  pertama  dan  di  bawah  kolom  ke 2,  masing-masing haruslah terdiri berdasarkan grup yang homogen.
  • Pernyataan  pada  bawah  kolom  ke 2  harus  lebih  poly  dari  pernyataan  pada bawah kelompok pertama.
3.  PENGEMBANGAN TES PILIHAN GANDA (MULTIPLE CHOICE ITEM)
a)  Pengertian
Butir  soal  pilihan  ganda  adalah  buah  soal  yg  alternatif  jawabannya  lebih  berdasarkan dua, umumnya berkisar antara 4 atau lima cara lain jawaban.  Ada dua bagian dalam tiap  buah  soal,  yaitu  bagian  pernyataan/pertanyaan  serta  bagian  pilihan/alternatif jawaban.
 
b)  Tes contoh ini cocok untuk : 
Level aplikasi, buatan, analisis, dan penilaian
 
c)  Jenis pertanyaan atau pernyataan :
  • Jawablah menggunakan benar ,
  • Lengkapilah kalimat ,
  • Pilihlah jawaban paling tepat
d)  Keunggulan
 
  • Dapat  dikonstruksi  dan  dipakai  buat  mengukur  setiap  level  tujuan instruksional, mulai yang paling sederhana sampai paling kompleks.
  • Dapat memakai jumlah buah soal yg lebih banyak sehingga penarikan sampel  pokok  bahasan  yang  akan  diujikan  dapat  lebih  luas  dan  bisa mencakup hampir seluruh cakupan bidang studi.
  • Penskoran output kerja peserta tes dapat dilakukan secara objektif.
  • Tipe butir soal dapat dikonstruksi sebagai akibatnya menuntut kemampuan peserta tes buat membedakan berbagai strata kebenaran secara sekaligus.
  • Jumlah  opsi  jawaban  yg  disediakan  lebih  dari  dua  (empat  atau  lima) sehingga mengurangi kesempatan bagi peserta tes buat menebak.
  • Memungkinkan  dilakukannya  analisis  butir  soal  secara  baik  dengan melakukan uji coba terlebih dahulu.
  • Tingkat  kesukaran  butir  soal  bisa  dikendalikan  menggunakan  hanya  membarui tingkat homogenitas alternatif jawaban.
  • Informasi  yang  diberikan  lebih  bervariasi  terutama  jika  buah  soal  mempunyai homogenitas yang tinggi.
  • Lebih  fleksibel  digunakan  buat  menilai  hasil  belajar:  kemampuan,  pelaksanaan, analisis, síntesis, serta penilaian.
  • Siswa minimum menulis.
e)  Keterbatasan
  • Sulit mengkonstruk item tes yg baik.
  • Terdapat kecenderungan butir soal hanya menguji/mengukur aspek ingatan.
  • Sulit membuat pengecoh atau alternative jawaban yang baik.
  • Waktu lebih banyak diperlukan apabila opsi semakin banyak
  • Membutuhkan saat yg lebih lama untuk membuat soal pilihan ganda
  • Opsi  yg  ditampilkan  secara  otomatis  bisa  mengurangi  jumlah  soal  yang bisa dibentuk.
  • Semakin  terbiasa  seseorang  dengan  tes  tipe  pilihan  ganda  semakin  akbar kemungkinan dia akan memperoleh skor yang lebih baik.
f)  Tips menulis tes pilihan ganda
  • Setiap item mempunyai satu aspek kemampuan yang akan diukur Inti permasalahan harus dicantumkan dalam rumusan utama soal.
  • Hindari pengulangan istilah-istilah yg sama pada pilihan.hindari rumusan kata yg berlebihan
  • Jika pokok soal adalah pernyataan  yang belum lengkap, maka kata  atau kata-kata yg melengkapi wajib diletakkan dalam ujung pernyataan, bukan pada tengah-tengah kalimat.
  • Susunan alternatif jawaban dibentuk teratur dan sederhana.
  • Hindari  penggunaan  kata-istilah  teknis  atau  ilmiah  atau  kata  yang  aneh  atau berlebihan.
  • Semua  pilihan  jawaban  harus  homogen  dan  dimungkinkan  sebagai  jawaban yang  sahih.
  • Usahakan  jawaban  yg  benar  dan  pengecoh  dibuat  seperti  baik menurut sisi gramatikal maupun konsep teorinya.
  • Hindari keadaan dimana jawaban yg benar selalu ditulis lebih panjang menurut jawaban yang galat.
  • Hindari adanya petunjuk/indikator dalam jawaban yang sahih.
  • Hindari memakai pilihan yg berbunyi ”seluruh yg sahih di atas sahih” atau ”nir satupun yang di atas benar”
  • Gunakan tiga atau lebih cara lain pilihan.
  • Pokok  soal  diusahakan  tidak  memakai  ungkapan  atau  kata-istilah  yang bermakna nir tentu.
  • Pokok  soal  sedapat  mungkin  pada  pernyataan  atau  pertanyaan  positif.  apabila terpaksa  menggunakan  pernyataan  negatif,  maka  istilah  negatif  tadi usahakan digarisbawahi/ditulis tebal.
  • Hindari menggunakan pernyataan atau pertanyaan double negatives.  Misalnya “nir tidak sepakat”
  • Tempatkan  pilihan  jawaban  benar  secara  random.  (hindari  jawaban  A  yang umumnya lebih sering daripada jawaban lain)
  • Usahakan  setiap  item  tes  tidak  saling  tergantung  atau  bekerjasama  dengan item tes lain.
  • Buatlah  setiap  alternatif  jawaban  pada  baris  tidak sinkron,  menggunakan  spasi  atau pakai alfabet atau nomor buat memilah setiap cara lain jawaban.
  • Konsultasikan dengan pakar bahasa dan  ilmu  yang  terkait untuk meyakinkan bahwa bahasa yang dipakai, soal, serta jawaban sahih-sahih meyakinkan.

D.  Penutup

Kelemahan primer pengukuran hasil belajar siswa di forum pendidikan pada umumnya bukan terletak dalam bentuk serta tipe soal yg dipakai, tetapi terletak pada bentuk serta kemampuan  guru  buat mengkonstruksi butir soal menggunakan baik.
Di  samping  itu,  tes  sering  dianggap  bukan  menjadi  indera  ukur  melainkan  sebagai alat  pada  proses  pendidikan.  Padahal,  fungsi  primer  tes  hasil  belajar  merupakan mengukur  keberhasilan  belajar  seseorang  murid  ataupun  sekelompok  anak didik, bukannya proses pendidikan itu sendiri.
Terdapat 2 jenis tes yang paling tak jarang dipakai, yaitu tes uraian dan tes objektif. Tes objektif sendiri memiliki beberapa tipe, antara lain:  tipe salah sahih, tipe  menjodohkan,  serta  tipe  pilihan  ganda.  Masing-masing  memiliki  keunggulan juga  keterbatasan.  Ada  beberapa  hal  yg  wajib   ditinjau  terkait  menggunakan pembuatan  masing-masing  tipe  soal.  Dengan  uraian  yg  sudah  disampaikan sebelumnya,  dibutuhkan  bisa  menambah  atau  setidaknya  menyegarkan  ingatan
kita balik mengenai bagaimana menulis atau menyebarkan soal objektif yg baik. Semoga bermanfaat.
 
DAFTAR PUSTAKA
Zainul,  Asmawi  serta  Noehi  Nasution.  2005.  Penilaian  Hasil  Belajar.  Buku  1.15.
Pekerti. Depdiknas.

ANTARA SAINS DAN ORTODOKSI ISLAM

Antara Sains Dan Ortodoksi Islam
Seyyed Hossein Nasr adalah seseorang tokoh pemikir yang unik di dunia Islam. Keunikan langsung serta pemikiran Seyyed Hossein Nasr lantaran lahir menurut tradisi Sufi-Syi'ah yang dipadu menggunakan pemikiran Barat modern. Nasr lahir menurut keluarga berlatar belakang Sufi terkenal pada Persia yang mempunyai afiliasi-afiliasi menggunakan tarekat-tarkat sufi pada Persia. Persia, selama ini memang dikenal sebagai gudangnya ilmu, terutama khazanah ilmu-ilmu Islam klasik, semisal filsafat Islam klasik.

Dengan latar belakang misalnya itu, Nasr bisa mengapresiasi menggunakan baik khazanah keilmuan tradisional Islam misalnya karya Suhrawardi, ibn Arabi dan Mulla Sadra. Tokoh-tokoh tersebut bahkan kemudian menjadi model serta poly menghipnotis pemikirannya. Disamping itu, latar belakang pendidikan Baratnya yang relatif bertenaga membuatnya mampu mengapresiasi khazanah intelektual Barat.

Kombinasi latar belakang kultural dan intelektual Seyyed Hossein Nasr membuatnya menempati posisi spesifik pada berbicara serta berkarya, mempunyai otoritas pada berbicara tentang poly topik, terutama tentang perjumpaan Timur serta Barat, tradisi dan modernisasi. Ditambah lagi pergaulannya yang luas, baik menggunakan muslim maupun non-muslim, mengakibatkan Nasr menjadi figur yg langka dan jarang ada bandingannya.

Tulisan sederhana ini berusaha mendeskripsikan pemikiran Seyyed Hossein Nasr kaitannya dengan sains terkini. Tokoh ini dipilih karena diskusi-diskusi program doktor UIN Sunan Kalijaga angkatan tahun 2005 selama ini, dalam pengamatan saya belum terdapat yang mengangkat tokoh pemikir menurut kalangan ortodoksi Islam, misalnya Nasr. Tulisan ini diawali dengan menguraikan latar belakang sosiokultural serta karir inelektual Nasr, diikuti menggunakan uraian mengenai pokok-pokok pikiran Nasr yg dapat ditangkap dari 2 butir karyanya misalnya tertera pada sub judul di atas, baru kemudian dianalisis dengan dua "senter", yaitu contoh-contoh inegrasi sains dan kepercayaan dan trilogi rastorasionis, rekonstruksionis serta pragmatis. Kedua "senter' ini dimaksudkan buat mendapatkan peta pemikirann Nasr dalam kaitan dengan agama dan sains.

A. SETTING SOSIO-KULTURAL DAN KARIR INTELEKTUAL NASR
Seyyed Hossein Nasr terlahir pada tanggal 7 April 1933 dan dididik menjadi seorang Syi'ah Iran. Ia asal berdasarkan famili cendekiawan populer. Ayah dan kakeknya adalah fisikawan di kerajaan Iran, disamping keduanya juga populer di kalangan muslim Syi'ah menjadi tokoh sufi.

Seyyed Hossein Nasr saat kecil tidak banyak perbedaannya dengan anak-anak seusianya, ia belajar dalam sekolah menggunakan baku bangsa Persia. Ayahnyalah yg membuat Nasr kecil lebih banyak menaruh ide dan semangat. Virus semangat yg disuntikkan ayahnya membuat Nasr begitu antusias pulang ke Amerika ketika usianya masih 12 tahun. Ia masuk sekolah Peddie pada Haghtown, New Jersey, serta ketika tahun 1950 ia lulus berhasil memenagkan piala Wyclifte yg merupakan penghargaan tertinggi bagi murid berprestasi. Pada sekolah inilah Nasr bersemangat menghimpunpengetahuan mengenai sains, searah Amerika, peradaban Barat serta Kristologi.

Berbeda dengan saat beliau belajar dalam Sekolah Menengah di Peddie, dalam tahun kedua kuliah strata satu-nya pada jurusan ekamatra, beliau merasa tertekan serta bosan karena menurutnya terlalu hiperbola dalam mengagungkan sisi ilmiah serta cenderung positivisme. Ia menganggap poly pertanyaan mengenai masalah-perkara metafisik yang sebagai minatnya, nir mendapat loka pada jurusan ekamatra tadi. Oleh karena itu beliau mulai mencurigai apakah fisika dapat menghantarkan manusia pada hakekat ralitas fisik Satu-satunya orang yang sanggup sedikit memberikan jawaban terhadap kegelisahan Nasr adalah Bertnard Russell, filosof Inggris yg suka mengadakan diskusi menggunakan para mahasiswa pada loka Nasr menuntut ilmu.

Pengalaman getir Seyyed Hossein Nasr ketika studi S-1 membuatnya wajib merogoh keputusan merogoh bidang lain unuk studi lanjutnya. Ia mulai menekuni dan membaca secara intensif buku-kitab pada rumpun ilmu humaniora. Lebih-lebih ketika dia bertemu dengan professor Giorgio de Santillana, filosof sains serta sejarawan menurut Italia, Nasr poly memeriksa filsafat yunani, filsafat Eropa, Hinduisme serta pemikiran Barat Modern. Nasr lalu menekuni konsentrasi geologi serta geofisik dalam Program Pascasarjana pada Universitas Harvard. Setelah menerima gelar magister geologi dan geofisik tahun 1956, meneruskan studi guna memperoleh Ph.D pada bidang sejarah ilmu serta filsafat di Universitas Harvard. Selama studi di Harvard yang terakhir ini Nasr poly berhubungan dengan para penulis serta tokoh philosophia perennis misalnya Fritjof Schuon dan Titus Burckhardt, yg banyak memberikan sumbangan dan dampak bagi perkembangan intelektual serta spiritualnya. 

Ketika lulus serta menerima gelar Ph.D Nasr baru berusia 25 tahun. Disertasinya berjudul Conception of Nature in Islamic Thought, diterbitkan oleh Universitas Harvard menggunakan judul Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Masa-masa penulisan disertasi dipakai pula oleh Nasr buat menulis sebuah buku yang lalu diterbitkan menggunakan judul Science and Civilization in Islam, yang nanti akan kita lihat pada bab berikutnya. 

Seyyed Hossein Nasr sehabis purna studi kemudian pulang ke Iran, diangkat sebagai guru besar madya dalam bidang filsafat dan sejarah sains, hampir berbarengan waktunya menggunakan berlangsungnya pernikahannya menggunakan seseorang perempuan menurut keluarga terhormat. Pada usianya ke-30 Nasr sebagai orang termuda yg menyandang gelar profesor penuh dalam Universitas Teheran. Sesuatu yang baru ditawarkan sang Nasr pada lembaga ini, yakni bahwa dia menganggap pentingnya pentingnya pedagogi filsafat Islam yg berbasis sejarah serta perspektif Islam. Nasr berpendapat bahwa orang seyogyanya tidak mengharapkan dapat memahami dan mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri menurut sudut pandang orang lain, seperti pula tidak mungkinnya seseorang bisa melihat sesuau menggunakan mata orang lain. Nasr jua menumbuhkan pencerahan serta minat buat memeriksa filsafat Timur pada acara studi filsafat. Nasr pula terlibat pada acara doktor bidang bahasa serta sastera Persia bagi yg bahasa ibunya bukan Persia, banyak asuhan Nasr pada bidang ini yang sebagai cendekiawan penting diantaranya dari Amerika William Chittick, serta cendekiawati dari Jepang Sachiko Murata. 

Seyyed Hossein Nasr menjabat menjadi rektor Universitas Aryamehr, universitas sains serta teknik terkenal pada Iran, tahun 1972-1975. Shah Reza Pahlevi, penguasa Iran waktu itu, menginginkan supaya Nasr menyebarkan Universitas Aryamehr dengan model perguruan tinggi terkenal di Amerika tetapi memiliki dasar yang bertenaga dalam kebudayaan Iran. Nasr membawa perguruan tinggi ini membuka acara pascasarjana dengan bidang filsafat ilmu menggunakan landasan filsafat ilmu Islam, buat pertama kalinya pada global Islam, bahkan di global dalam umumnya. 

Seyyed Hossein Nasr di sela-sela kesibukannya masih sempat menimba ilmu hikmah, di bawah master-master otoritatif di Iran. Diantara pengajar-pengajar terhormat itu adalah Sayyid Muhammad Kazim Assar, seseorang alim yg mempunyai otoritas dalam bidang hokum Islam serta filsafat, yg adalah teman ayah Nasr, Allamah Sayyid Muhammad Husain Tabatabai dan Sayyid Abu Hasan Qazwin, ahli aturan Islam yg menguasai pula matematika, astronomi dan filsafat dengan baik. Terlihat bahwa Nasr telah menerima pendidikan Barat Modern serta dikombinasikan dengan pendidikan Timur Tradisional. Kombinasi langka ini mmbuat dirinya berada dalam posisi langka waktu berbicara serta menulis, yg menguasai poly berita yang terkait menggunakan perjumpaan Barat-Timur, tradisi dan modernitas.

Nasr juga menulis secara aktif saat berada pada Iran pada bahasa Inggris, Perancis serta Arab. Disertasinya ditulis pulang pada bahasa Persia yg lalu menerima penghargaan raja Iran. Nasr juga menulis kitab -kitab Suhrawardi dan Mulla Sadra pada bahasa Persia serta karya Ibnu Sina serta al-Biruni dalam bahasa Arab. 

Kiprah Seyyed Hossein Nasr tidak terbatas pada Iran saja tetapi merambah global "luar" baik tempat muslim juga bukan. Ia pernah sebagai direkrut Caultural Institute, dimana Iran, Pakistan dan Turki menjadi anggotanya. Di Beirut iamendirikan Aga Khan Chair of Islamic Studies pada Universitas Amerika di Beirut (1964-1965). Mskipun tinggal di Amerika, Nasr acapkali keluar serta herbi negara lain. Tahun 1977 dia membicarakan Kevorkian Lectures pada seni Islam di New York, ia berbicara tentang seni dan Islam. Pada tahun 1979, saat meletus Revolusi Iran, Nasr pindah ke Amerika, serta mulai aktif lagi menulis di sana. 

Tahun 1980 dia aktif menulis dan berdiskusi pada lembaga prestisius yg disebut Gifford Lectures, lantaran diikuti oleh para ilmuwan terkemuka, serta Nasr merupakan orang Timur dan orang Islam pertama yg menerima kesempatan berharga tadi. Karyanya Knowledge and The Sacred merupakan judul yang telah dipresentasikannya pada lembaga Gifford Lectures tersebut. Nasr mengungkapkan bahwa Knowledge and The Sacred adalah hadiah menurut langit karena penulisannya dapa diselesaikan pada ketika kurang menurut 3 bulan.

Sebenarnya poly sekali karya Seyyed Hossein Nasr selain yg disebutkan pada atas, tetapi karena mengingat berbagai keterbatasan, tidak mungkin diampilkan serta diulas semua di sini. Oleh karenanya dicukupkan disini agar sanggup lebih poly mengulas pemikiran Nasr di pada buku yang sebagai sentra perhatian artikel ini.

B. SAINS DAN ISLAM PERSPEKTIF SEYYED HOSSEIN NASR
Kaum modernis Islam umumnya memiliki kecenderungan ingin menunjukkan kesesuaian antara Islam dengan sains terkini. Dianara bukti yang mendukungya merupakan fenomena bahwa sains pernah berkembang di bumi Islam serta dapat mempertahankan kecemerlangannya selama hampir lima abad. Maka sering dijumpai konklusi kaum modernis bahwa Islam niscaya mendukung sains terbaru. Argumen kaum Islam modernis ini ditanggapi sang para pemikir Islam ortodoks, diantaranya merupakan Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh yang paling berpengaruh di kalangan ini.

Seyyed Hossein Nasr tidak putusan bulat menggunakan argumen umum kaum modernis tentang kesesuaian Islam menggunakan sains tadi. Menurutnya mereka secara sewenang-wenang membarui kepercayaan Islam supaya sinkron dengan tujuan akhir mereka sendiri. Dia dengan keras mencela:

tulisan-goresan pena apologetik kaum modernis Islam yang ingin berdamai menggunakan modernisme serta mau melakukan apa saja buat menunjukkan bahwa Islam bagaimanapun juga merupakan kepercayaan 'terkini' serta, berbda dengan Kristen, sama sekali nir bertentanagan menggunakan sains.

Menurut Nasr goresan pena-tulisan kaum Islam modernis yang menjamin Islam sesuai dengan sains terkini, yaitu sains yang dianggap dipelopori sang Galileo serta Newton, jelas-jelas mengandung stigma. Kesalahan mereka, menurut Nasr, merupakan bahwa ilm pada bahasa Arab yang berarti menuntut ilmu sinkron menggunakan kewajiban kepercayaan , sengaja diubah supaya sebagai sains dan pengetahuan sekuler. Nasr menduga keliru lantaran term ilm, tidak hanya menyangkut masalah duniawi teapi jua menyangkut pengetahuan mengenai Tuhan, dan lain-lain hal mistik lainnya. Jika mengikuti pandangan kaum Islam modernis, menurut Nasr, berarti menggerogoti tauhid.

Menurut Nasr seorang ilmuwan yg secara konsisten memakai peralaan serta eknik-teknik sains terbaru, jika tidak hati-hati akan menghancurkan struktur kepercayaan Islam. Masalahnya, sains terbaru hanya mengandalkan akal serta pengamatan sebagai wasit penentu kebenaran. Bagi ortodoksi Islam, sejenis Nasr, ini sama sekali tidak bisa diterima. Hal ini sangat tidak selaras menggunakan sains zaman dulu. Mengenai sains zaman dulu Nasr mempunayi pendapat yang baik:

tidak pernah sebagai tanangan bagi Islam seperti halnya sains terkini. Para pelajar Islam di madrasah-madrasah tradisional tidak berhenti melaksanakan shalat waktu mereka menyelidiki aljabar Khayyam atau risalat al-kimia dari Jabir ibn Hayyan. Tidak seperti pelajar-pelajar zaman kini yang begitu banyak kehilangan semangat beragama mereka setelah mempelajari matematika dan kimia terkini.

Jika kita ingat disparitas mendasar kerangka konseptual sains abad pertengahan dan abad terbaru, sesungguhnya pemikiran Syyed Hossein Nasr tadi tidaklah sulit dipahami. Ilmuwan abad pertengahan, baik yg Islam juga Kristen, bekerja dalam batas-batas, paradigma teologis. Sains harus menemukan perintah ketuhanan menurut alam semesta yg ciri-cirinya telah ditetapkan oleh apa yg diyakini sebagai wahyu. Secara umum., sains secara prinsip dicermati sebagai cara untuk mendeskripsikan kebenaran teologis. Maka sains, menjadi kaki tangan teologi, wajib mengambarkan bahwa iman didukung sang alasan serta faka-berita fisik. 

Sains terbaru dalam pandangan Nasr, terutama yg berkembang pada Barat, semenjak Renaissance sudah membangun bentuk dan kerangka berpikir baru yg adalah manifesasi corak pemikiran rasionalistis serta antroposentris serta sekularisasi kosmos. Ilmu pada konsepsi Barat seperti inilah yg disebut oleh Nasr sudah menempati mode spesifik, yaitu sama sekali nir herbi Kesucian.

Sekularisasi ilmu yg terjadi di Barat, antara lain dilatarbelakangi oleh pecahnya kesatuan gereja Kristen bersamaan menggunakan gelombang Renaissance. Gelombang sekularisasi tersebut menggempur peradaban Barat dalam saat itu sebagai akibatnya mistisisme Kristen, yg dimotori antara lain sang Lutherian, nir bisa mencegah dahsyatnya gelombang sekularisasi tersebut. Pemikiran yang bercorak rasional dan realitas jua ikut menymbangkan kiprah bagi proses sekularisasi ilmu pada Barat. Empirisme yang berkembang di Barat, terutama pada Inggris, membuat fungsi kudus intelek nir lagi berguna. Isaac Newton, bapak fisika klasik yg menulis Principia, ketika mempropagandakan rasionalisme ilmu pula turut berperan dalam proses desakralisasi ilmu. 

Menurut analisis Seyyed Hossein Nasr Descartes merupakan orang yg sangat banyak memberikan andil terhadap desakralisasi ilmu pada Barat. Ketika Descartes membuat basis baru bagi ilmu, menggunakan memunculkan pencerahan individu sebagai subjek berpikir, cogito ergo sum, dimaknai secara profan dan sama sekali nir meruuk kepada "Aku" tuhan. Menurut Nasr habitus baru yg dimunculkan Descartes ini berbeda jauh menggunakan tradisi para Sufi Islam yg menafikan poly hal profan serta muncullah "Aku" yang kuasa. Mengacu pada diri insan, yg mempunyai makna semu dalam pandangan orang arif. Descartes pada syarat ini, demikian Nasr, sudah menempatkan pengalaman serta pencerahan berpikir menjadi landasan onto

Kata "aku " dalam ucapan Descartes logi, epistemologi dan asal kepastian. Akibat menurut efek pikiran Descartes ini banyak orang yg membuahkan pikiran individu sebagai standar dan mengganti arah filsafat menjadi bentuk rasionalisme murni. Implikasi menurut bentuk pemikiran seperti ini sering obyek diketahui lain sama sekali menggunakan yg dikehendaki obyek tiu sendiri, dan sering jua poly masalah yang direduksi sekedar menjadi "it" atau "thing" dalam dunia yg mekanistik, padahal mungkin saja jika melihanya dari sudut pandang lain "it" atau "thing" trsebut sangat sarat menggunakan nilai-nilai sakral. 

Proses desakralisasi sesungguhnya telah terjadi jauh sebelum masa Renaissance dan masa Descartes, yakni semenjak masa Yunani antik. Pentingnya jiwa simbolis yang diserukan Plato, pengosongan kosmos dari unsur kudus pada agama Olympia yang membawa pada filsafat naturalistik, keluarnya rasionalisme serta transformasi lain, adalah beberapa bukti proses desakralisasi ilmu pada Barat ini.

Lebih mencolok lagi proses sekularisasi di Barat waktu kita melihat kasus ibnu Sina dan ibn Rusyd. Filsafat ibn Sina di global Islam menjadi basis penting bagi fokus balik sakralitas pengetahuan dan intelek misalnya versi Suhrawardi, namun ketika karya-karya ibn Sina hingga di Barat dia berupah hanya sekedar menjadi rabat-potongan pengetahuan yg bercorak rasionalistik. Begitu pula pada masalah ibn Rusyd, ia kelihatan lebih rasional dan sekuler di Barat ketimbang ibn Rusyd asli yang dibaca pada global Arab. 

Seyyed Hossein Nasr memandang proses desakralisasi ilmu pada Barat antara lain diandai dengan pereduksian intelek sebagai nalar (reason) serta intelligence dibatasi menggunakan sekedar cunning serta cleverness, yang seluruh itu menghambat teologi, termasuk teologi natural, baik pada kalangan Islam juga Kristen. Pencabutan pengathuan dari karakter sucinya dan menumbuhkan ilmu profan, menciptakan orang lupa akan keunggulan spiritual pada berbagai tradisi, maka ilmu pengetahuan Barat yang profan sebagai sentral sementara intuisi dan unsur-unsur yg bercorak tuhan sebagai periferal.

Pemikiran sekuler yg terjadi pada desakralisasi ilmu tadi merambah uga dalam bidang-bidang lain. Bahkan hingga kepada bahasa pun terkena impak desakralisasi ini. Bahasa-bahasa yg berkembang pada Barat kehilangan ragam makna mendalam karena dampak desakralisasi ini.

Pandangan Nasr yg kritis terhadap perkembangan ilmu pada Barat, membawanya dalam evaluasi bahwa ilmu di Barat mengalami kritis yg, pada pandangannya, membawa ancaman berfokus sebagai dampak skularisasi. Nasr melihat sisi lemah sains di Barat menggunakan kacamata perennisnya, lalu buat penyelesaiannya ia memperlihatkan konstruksi ilmu Islam sebagai cara lain , yg dianggapnya mampu mengatasi krisis kemanusiaan yg diderita manusia modern.

Ilmu Islam dari Nasr bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja. Munculnya ilmu Islam merupakan persinggungan serta hubungan mendalam menggunakan pradaban lain seperti Yunani, Persia, India, Kalde, dan Cina. Ketika berjumpa dengan berbagai peradaban tadi umat Islam terbuka terhadap aneka macam perkembangan ilmu dan peradaban tetapi pula menyeleksinya dengan akurat sebagai akibatnya adonan berdasarkan keterbukaan dan daya selektif yg ketat itu melahirkan corpus baru yg unik. 

Secara ontologism ilmu Islam berdasarkan dalam metafisika simbolis. Alam yg terbentang luas ini, dalam pandangan Nasr, harus dipahami secara simbolis,sebagai akibatnya interaksi menggunakan empiris yg lebih tinggi tidak hilang. Alam semesta nir bisa direduksi menjadi sekedar berita empiris, tetapi lebih menurut itu wajib membantu intelektual manusia buat hingga kepada berbagai keberadaan, bukan hanya sebagai warta mati tetapi dia juga sebagai simbol, sebagai cermin yang memantulkan paras agung sang pencipta.

Dalam tataran epistemologi ilmu Islam berlandaskan pada iluminasi logika dan intelek. Intelek adalah alat, akal adalah aspek pasifnya serta refleksinya dalam diri manusia. Intelek adalah dasar nalar, logika perlu dilatih secara sehat buat dapat hingga kepada intelek. Itulah sebabnya ahli fisika muslim menyatakan bahwa ilmu rasional secara alamiah akan mmbimbing manusia sampai kepada yang dewa.

Intelek, dalam pandangan Nasr, merupakan kapasitas batin,namun acapkali dikaitkan dengan fungsi analitis pikiran sebagai akibatnya dipercaya nir terdapat sangkut pautnya dengan sifat kontemplatif. Pereduksian makna ini acapkali mengakibatkan semangat manusia untuk menaklukkan alam semesta. Padahal seharusnya, demikian Nasr, interaksi antara ilmuwan menggunakan alam bersifat intelektif, nir tak berbentuk, nir analitis serta tidak sentimental.

Terma intelek dalam pemahaman Nasr berkaitan dengan terma lain seperti qalb, fu'ad, dan bashirah. Qalb, sebagaimana fu'ad, mempunyai muatan makna yang identik dengan sesuatu indera untul tahu realitas dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek pada terminology Islam tidak selaras menggunakan reason, lantaran intelek dalam pengertian Islam tidak semata-mata berkaitan dengan rasionalisme tetapi juga bekerjasama erat menggunakan persoalan wahyu, sebagai akibatnya bagi seorang muslim kegiatan ilmiah tidaklah harus menjauhkan dirinya menurut ibadah dan Tuhan.

Struktur keilmuan seperti tadi di atas adalah pondasi yg paling kuat dan telah terbukti keampuhannya waktu berhadapan dengan peradaban-peradaban lain. Sesungguhnya konstruksi model ini juga tidak bertentangan dengan konstruksi peradaban lain yang berlandaskan wahyu, lantaran konstruksi keilmuan itu nerupakan "heart of all revelations".

Perbedaan mendasar konstruksi ilmu di Barat dengan Islam, apabila pada Barat sains identik menggunakan teknologi dan aplikasinya, kebalikannya sains dalam pandangan Islam, disamping bermakna seperti pengertian sains pada perspektif Barat jua bermakna pengetahuan yg berkaitan menggunakan apiritualitas. 

C. PETA PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR
Ada poly contoh yg diajukan orang buat integrasi sains dan agama. Model-contoh itu dapat diklasifikasikan menggunakan menghitung jumlah konsep dasar yg menjadi komponen utama contoh itu. Apabila hanya ada satu, contoh itu diklaim model monadic.apabila ada dua, 3, empat atau lima kompoonen, contoh itu masing-masingnya bisa dianggap menjadi contoh-model diadik, triadik, tetradik dan pentadik. Berikut ini akan dibahas secara singkat masing-masing model tersbut.

Model pertama yg popular pada kalangan fundamentalis, religius maupun sekuler. Fundamentalis religius memandang bahwa agama merupakan keseluruhan yang mengandung seluruh cabang ilmu dan kebudayaan. Sedangkan yg sekuler memandang bahwa kepercayaan menjadi keliru satu cabang kebudayaan. Dalam fundamentalisme religius, agama dipercaya menjadi satu-satunya kebenaran, sains hanyalah keliru satu cabang kebudayaan, sementara bagi fundamentalisme sekuler kebudayaanlah yang adalah ekspresi manusia pada mewujudkan kehidupan yg menurut sains menjadi satu-satunya kebenaran.

Dengan contoh monadik totalistik semacam ini tidak mungkin terjadi koeksistensi antara sains serta agama, lantaran keduanya menegasikan eksistensi atau kebenaran lainnya. Maka interaksi antara ke 2 sudut pandang ini, nir mampu tidak berupa pertarungan, seperti yg dikonsepsikan Barbour atau Haught mengenai hubungan sains serta kepercayaan .

Gambar Model Monadik Totalistik

Mengingat kelemahan model monadik tadi, diajukanlah contoh ke 2, yaitu contoh diadik. Ada beberapa varian model kedua ini. Varian pertama mengatakan bahwa sains serta agama merupakan 2 kebenaran yg setara. Sains mengungkapkan warta alamiah, sedangkan agama menyampaikan nilai-nilai ilahiah. Secara geometris dapat didiagramkan model ini menjadi dua buah lingkaran yang nir berpotongan. Model ini bisa disebut menjadi contoh diadik kompartementer.

Gambar Model Diadik Independen/kompartementer

Varian kedua model diadik ini mungkin bisa dinyatakan sang gambar sebuah lingkaran yang terbagi oleh sebuah garis lengkung menjadi dua bagian yg bentuk serta luasnya sama, misalnya dalam simbol Tao pada tradisi Cina. Berbeda dengan contoh interpendensi, pada varian ke 2 antara sains dan kepercayaan merupakan bagian yg tidak terpisahkan. Seorang tokoh yg patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah Fritjof Capra saat ia mengeluarkan sebuah ungkapan: "sains tidak membutuhkan mistisisme serta mistisisme takmembutuhkan sains. Akan namun,insan membutuhkan keduanya". Varian ke 2 ini merupakan model diadik komplementer.

Gambar Model Diadik Komplementer

Varian ketiga dapat dilukiskan secara diagram dengan 2 buah bundar sama besar yang saling berpotongan. Apabila ke 2 lingkaran itu mendeskripsikan sains dan kepercayaan , akan terdapat sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yang merupakan bahan obrolan antara sains serta agama. Misalnya Maurice Buccaille mnemukan sejumlah data ilmiah pada dalam kitab suci Al-Qur'an. Atau para ilmuawan yang menemukan sebuah bagian pada otak yang dianggap menjadi "The God Spot" yg dipandang sebagai pusat pencerahan religius manusia. Model ini dapat disebut menjadi contoh diadik dialogis.

Gambar Model Diadik Dialogis

Model ketiga adalah contoh triadik sebagai koreksi terhadap contoh diadik independent. Dalam contoh triadik ada unsur ketiga yang menjembatani sains serta agama. Jembatan itu merupakan filsafat. Model ini diajukan oleh para kaum teosofis yang bersemboyan "There is no religion higher than Truth". Kebenaran atau "Truth" merupakan kecenderungan antara sains, filsafat dan agama.

Model ketiga ini adalah perluasan saja dari model diadik komplementer menggunakan memasukkan filsafat menjadi komponen ketiga yang letaknya diantara sains serta kepercayaan .

Sebagai koreksi terhadap contoh diadik serta triadik komplementer, telah dikembangkan sebuah contoh tetradik. Salah satu interpretasi dari model diadik komplementer merupakan identifikasi komplementasi "sains/agama" menggunakan komplementasi "luar/pada". Pemilahan "luar/pada" identik menggunakan pemilahan "objek/subjek" pada perspektif epistemology. Menurut Wilber, pemilahan ini tidak mencukupi lagi buat memahami fenomena budaya.

Wilber lalu memasukkan komplementasi baru buat melengkapi komplementasi-komplementasi modernis terdahulu. Komplementasi itu merupakan komplementasi "satu/poly", yang sang Wilber diklaim "individual/sosial". Dengan adanya 2 komplementasi, yang usang serta yg baru, maka realitas budaya dibagi sebagai empat kuadran dimana satu bundar dipecah sang 2 butir sumbe komplementasi yg saling tegal lurus satu sama lainnya: horizontal serta vertikal. Pada diagram empat kuadran Wilber ini sumbu individual/sosial diletakkan secara horizontal, dengan individualitas pada sebelah kiri dan sosialitas di sebelah kanan, dan sumbu interior/eksterior dalam arah vertical menggunakan interioritas pada sedelah kiri dan eksterioritas pada sebelah kanan.

Menurut Wilber kuadran kiri atas bwerkaitan dengan subjektivitas, yg sebagai topic bagi psikologi Barat serta mistisisme Timur, serta kuadran kanan atas berkaitan menggunakan objektivitas yang menjadi topic bagi ilmu-ilmu kealaman atau sains. Sedangkan kiri bawah berkaitan dengan intersubjektivitas yg menjadi topic bahasan humaniora atau kebudayaan. Sementara itu, kuadtran kanan bawah menmyangkut interobjektivitas yang menilik gabungan objek-objek yang diklaim Wilber sebagai warga atau teknologi. Dengan demikian, ada empat kuadran keilmuan, yaitu ilmu-ilmu kealaman (kanan atas), ilmu-ilmu keagamaan (kiri atas), ilmu-ilmu kebudayaan (kiri bawah) serta ilmu-ilmu keteknikan (kanan bawah). 

Jika dipandang dengan ketiga contoh pada atas pemikiran Seyyed Hossein Nasr kelihatannya cenderung masuk dalam kategori contoh perama. Bagi Nasr kepercayaan , yang diwakili oleh eologi, adalah segala-galanya. Sains serta ilmu-ilmu lain nir boleh keluar dari kerangka serta pada rangka membela teologi. 

"Senter" kedua damai trilogi Restorasionis, Rekonstruktionis serta Pragmatis perlu dikemukakan di sini buat melihat formulasi pemikiran Nasr. Konstruksi trilogi yang digunakan merupakan apa yang sudah dibangun oleh Pervev Hoodbhoy.

Pertumbuhan pesat sains terkini mengundang anggapan dari banyak pihak, termasuk umat Islam. Beberapa diantara tanggapan itu ada yang masuk pada kategori restorasionis, rekonstruktionis serta pragmatis. Ketiga kategori grup tanggapan terhadap sains tersebut dilihat secara sepintas pada tulisan ini buat "menyorot" pemikiran Seyyed Hossein Nasr, sebagai akibatnya peta pemikirannya dalam hal sains terbaru mudah dipahami.

Pertama, Kaum Restorasionis. Kaum restorasionis adalah kelompok yg paling bersemangat mengembalikan kejayaan Islam pada masa lampau. Kelompok ini jua berargumen bahwa kemunduran umat Islam ketika ini lantaran mereka tidak sanggup memegang fikrah serta thariqah Islam secara istiqamah. Menjamurnya gerakan fundamenalis pada sekita tahun 1970-1980-an merupakan manifestasi yang paling nyata berdasarkan gerakan kaum restorasionis ini. 

Salah satu contoh gerakan kaum restorasionis adalah gerakan Jemaat-e Islami pada Pakistan, suatu grup politik-agama yang menerima dukungan menurut warga urban kelas menengah dan para mahasiswa. Walaupun belum pernah menerima kemenangan dalam pemilu pada Pakistan namun impak gerombolan ini sangat bertenaga pada Pakistan. Maryam Jameelah, seorang Yahudi Amerika yg masuk Islam, adalah juru bicara Jemaat-e Islami yang paling cakap tentang masalah-kasus sains dan modernias. Jameelah berpandangan bahwa seluruh ideology modernis dicirikan menggunakan pemujaan manusia. Pemujaan insan paling tak jarang ada di bawah kedok sains. Kepada modernis ditayangkan bahwa kemajuan dalam sains pada akhirnya akan menganugerahkan dalam mereka kekuatan tuhan. Bagi Maryam Jameelah umat Islam seyogyanya nir perlu "mengejar Barat" karena sifat sains Barat dursila serta nir bertuhan. Masa lampau Islam jauh lebih baik, ad interim modernitas nir membuat apapun kecuali kerusakan.

Kedua, Kaum Rekonstruksionis. Posisi kaum rekonstruksionis sangat sangat bertentangan dengan posisi ortodoks yg sangat anti-sains serta anti modernisme. Rekonstruksionis secara esensial menafsirkan kembali keimanan buat mendamaikan tuntuan peradaban terbaru menggunakan ajaran serta tradisi Islam. Kelompok ini berpandangan bahwa Islam di masa Nabi serta masa khulafa' al-Rasyidin adalah Islam yg progersif, revolusioner, liberal dan rasional. Maka kelompok yg dogmatis reaksioner dianggap taqlid serta menolak inovasi (ijtihad).

Diantara tokoh kaum rekonstruksionis adalah Syed Ahmad Khan (1817-1898) serta Syed Ameer Ali (1849-1924). Ahmad Khan beropini bahwa Al-Qur'an harus ditafsirkan ulang berkaitan dengan empiris yang berubah. Sementara Ameer Ali berpendapat bahwa Islam adalah agama revolusioner, rasional dan berorientasi maju. 

Ketiga, Kaum Pragmatis. Kaum pragmatis sesungguhnya merupakan juml;ah terbesar menurut umat Islam, namun grup ini lebih poly memilih bungkam terhadap masalah modernitas serta sains. Merekalebih suka memperlakukan persyaratan-persayaratan agama dan keimanan sebagai sesuatu yg secara esensial nir langsung berkaitan menggunakan perkara kehidupan politik ekonomi, atau dengan sains dan pengetahuan secular lainnya. Kaum pragmatis merasa puas menggunakan keyakinan samara bahwa Islam dan modernitas tidak bertentangan, tetapi mereka enggan menguji masalah-perkara tersebut menggunakan lebih mendalam. Salah satu model tokoh pro modernis serta pro sains adalah Jamaluddin al-Afghani (1838-1897).

Jika dilihat menggunakan snter trilogi ersebut pada atas tampak bahwa pemikiran Seyyed Hossein Nasr berada pada kategori perama, yaitu grup restorianis. Hal ini lumrah saja mengingat Nasr adalah tokoh terkemuka ortodoksi Islam, sehingga sangat mudah dipahami apabila pola berpikirnya berada pada frame restorianis.

ANTARA SAINS DAN ORTODOKSI ISLAM

Antara Sains Dan Ortodoksi Islam
Seyyed Hossein Nasr merupakan seseorang tokoh pemikir yg unik pada dunia Islam. Keunikan eksklusif dan pemikiran Seyyed Hossein Nasr karena lahir berdasarkan tradisi Sufi-Syi'ah yg dipadu menggunakan pemikiran Barat modern. Nasr lahir dari famili berlatar belakang Sufi populer di Persia yang mempunyai afiliasi-afiliasi dengan tarekat-tarkat sufi pada Persia. Persia, selama ini memang dikenal sebagai gudangnya ilmu, terutama khazanah ilmu-ilmu Islam klasik, semisal filsafat Islam klasik.

Dengan latar belakang misalnya itu, Nasr sanggup mengapresiasi dengan baik khazanah keilmuan tradisional Islam seperti karya Suhrawardi, ibn Arabi dan Mulla Sadra. Tokoh-tokoh tersebut bahkan kemudian menjadi model serta poly menghipnotis pemikirannya. Disamping itu, latar belakang pendidikan Baratnya yg cukup bertenaga membuatnya sanggup mengapresiasi khazanah intelektual Barat.

Kombinasi latar belakang kultural dan intelektual Seyyed Hossein Nasr membuatnya menempati posisi spesifik dalam berbicara dan berkarya, mempunyai otoritas dalam berbicara tentang poly topik, terutama tentang perjumpaan Timur serta Barat, tradisi serta modernisasi. Ditambah lagi pergaulannya yang luas, baik menggunakan muslim juga non-muslim, menjadikan Nasr menjadi figur yg langka serta sporadis terdapat bandingannya.

Tulisan sederhana ini berusaha mendeskripsikan pemikiran Seyyed Hossein Nasr kaitannya dengan sains terkini. Tokoh ini dipilih lantaran diskusi-diskusi acara doktor UIN Sunan Kalijaga angkatan tahun 2005 selama ini, dalam pengamatan saya belum ada yg mengangkat tokoh pemikir dari kalangan ortodoksi Islam, seperti Nasr. Tulisan ini diawali dengan menguraikan latar belakang sosiokultural dan karir inelektual Nasr, diikuti menggunakan uraian tentang pokok-utama pikiran Nasr yang bisa ditangkap berdasarkan dua butir karyanya seperti tertera pada sub judul pada atas, baru lalu dianalisis dengan 2 "senter", yaitu contoh-model inegrasi sains serta kepercayaan serta trilogi rastorasionis, rekonstruksionis dan pragmatis. Kedua "senter' ini dimaksudkan untuk menerima peta pemikirann Nasr pada kaitan menggunakan agama dan sains.

A. SETTING SOSIO-KULTURAL DAN KARIR INTELEKTUAL NASR
Seyyed Hossein Nasr terlahir pada lepas 7 April 1933 serta dididik menjadi seorang Syi'ah Iran. Ia dari berdasarkan famili cendekiawan populer. Ayah serta kakeknya adalah fisikawan pada kerajaan Iran, disamping keduanya jua populer pada kalangan muslim Syi'ah menjadi tokoh sufi.

Seyyed Hossein Nasr saat mini nir poly perbedaannya dengan anak-anak seusianya, ia belajar dalam sekolah menggunakan baku bangsa Persia. Ayahnyalah yang membuat Nasr kecil lebih poly menaruh wangsit serta semangat. Virus semangat yg disuntikkan ayahnya membuat Nasr begitu antusias pergi ke Amerika saat usianya masih 12 tahun. Ia masuk sekolah Peddie pada Haghtown, New Jersey, dan waktu tahun 1950 ia lulus berhasil memenagkan piala Wyclifte yang adalah penghargaan tertinggi bagi murid berprestasi. Pada sekolah inilah Nasr bersemangat menghimpunpengetahuan mengenai sains, searah Amerika, peradaban Barat serta Kristologi.

Berbeda menggunakan saat ia belajar dalam Sekolah Menengah pada Peddie, pada tahun kedua kuliah tingkatan satu-nya pada jurusan fisika, dia merasa stress serta bosan lantaran menurutnya terlalu hiperbola dalam mengagungkan sisi ilmiah dan cenderung positivisme. Ia menganggap poly pertanyaan mengenai perkara-masalah metafisik yg sebagai minatnya, nir menerima tempat pada jurusan ekamatra tadi. Oleh karenanya dia mulai mewaspadai apakah fisika bisa menghantarkan manusia pada hakekat ralitas fisik Satu-satunya orang yang mampu sedikit menaruh jawaban terhadap kegelisahan Nasr adalah Bertnard Russell, filosof Inggris yg senang mengadakan diskusi dengan para mahasiswa pada loka Nasr menuntut ilmu.

Pengalaman getir Seyyed Hossein Nasr waktu studi S-1 membuatnya wajib mengambil keputusan mengambil bidang lain unuk studi lanjutnya. Ia mulai menekuni serta membaca secara intensif kitab -buku dalam rumpun ilmu humaniora. Lebih-lebih saat beliau bertemu dengan professor Giorgio de Santillana, filosof sains dan sejarawan berdasarkan Italia, Nasr poly mempelajari filsafat yunani, filsafat Eropa, Hinduisme dan pemikiran Barat Modern. Nasr lalu menekuni konsentrasi geologi serta geofisik pada Program Pascasarjana pada Universitas Harvard. Setelah mendapatkan gelar magister geologi dan geofisik tahun 1956, meneruskan studi guna memperoleh Ph.D dalam bidang sejarah ilmu serta filsafat pada Universitas Harvard. Selama studi di Harvard yang terakhir ini Nasr poly berhubungan dengan para penulis dan tokoh philosophia perennis misalnya Fritjof Schuon serta Titus Burckhardt, yg poly menaruh sumbangan serta efek bagi perkembangan intelektual dan spiritualnya. 

Ketika lulus serta menerima gelar Ph.D Nasr baru berusia 25 tahun. Disertasinya berjudul Conception of Nature in Islamic Thought, diterbitkan sang Universitas Harvard dengan judul Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Masa-masa penulisan disertasi digunakan juga sang Nasr buat menulis sebuah kitab yg lalu diterbitkan dengan judul Science and Civilization in Islam, yang nanti akan kita lihat dalam bab berikutnya. 

Seyyed Hossein Nasr setelah purna studi kemudian balik ke Iran, diangkat sebagai pengajar besar madya dalam bidang filsafat serta sejarah sains, hampir berbarengan waktunya dengan berlangsungnya pernikahannya menggunakan seorang perempuan dari keluarga terhormat. Pada usianya ke-30 Nasr menjadi orang termuda yg menyandang gelar profesor penuh dalam Universitas Teheran. Sesuatu yang baru ditawarkan sang Nasr dalam forum ini, yakni bahwa beliau menganggap pentingnya pentingnya pedagogi filsafat Islam yang berbasis sejarah serta perspektif Islam. Nasr berpendapat bahwa orang seyogyanya tidak mengharapkan dapat memahami serta mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri dari sudut pandang orang lain, misalnya juga tidak mungkinnya seorang bisa melihat sesuau menggunakan mata orang lain. Nasr jua menumbuhkan kesadaran serta minat buat mempelajari filsafat Timur dalam program studi filsafat. Nasr jua terlibat pada acara doktor bidang bahasa dan sastera Persia bagi yg bahasa ibunya bukan Persia, poly asuhan Nasr di bidang ini yg menjadi cendekiawan krusial diantaranya menurut Amerika William Chittick, dan cendekiawati menurut Jepang Sachiko Murata. 

Seyyed Hossein Nasr menjabat menjadi rektor Universitas Aryamehr, universitas sains dan teknik populer pada Iran, tahun 1972-1975. Shah Reza Pahlevi, penguasa Iran saat itu, menginginkan agar Nasr membuatkan Universitas Aryamehr menggunakan contoh perguruan tinggi populer di Amerika tetapi memiliki dasar yg bertenaga dalam kebudayaan Iran. Nasr membawa perguruan tinggi ini membuka acara pascasarjana menggunakan bidang filsafat ilmu menggunakan landasan filsafat ilmu Islam, buat pertama kalinya pada global Islam, bahkan di global dalam umumnya. 

Seyyed Hossein Nasr di sela-sela kesibukannya masih sempat menimba ilmu nasihat, pada bawah master-master otoritatif pada Iran. Diantara pengajar-pengajar terhormat itu merupakan Sayyid Muhammad Kazim Assar, seorang alim yang memiliki otoritas dalam bidang hokum Islam dan filsafat, yang adalah sahabat ayah Nasr, Allamah Sayyid Muhammad Husain Tabatabai serta Sayyid Abu Hasan Qazwin, pakar aturan Islam yg menguasai juga matematika, astronomi serta filsafat dengan baik. Terlihat bahwa Nasr telah mendapatkan pendidikan Barat Modern dan dikombinasikan dengan pendidikan Timur Tradisional. Kombinasi langka ini mmbuat dirinya berada dalam posisi langka ketika berbicara serta menulis, yang menguasai banyak info yg terkait dengan perjumpaan Barat-Timur, tradisi serta modernitas.

Nasr pula menulis secara aktif waktu berada pada Iran pada bahasa Inggris, Perancis serta Arab. Disertasinya ditulis balik pada bahasa Persia yang kemudian mendapat penghargaan raja Iran. Nasr juga menulis buku-kitab Suhrawardi dan Mulla Sadra dalam bahasa Persia serta karya Ibnu Sina serta al-Biruni pada bahasa Arab. 

Kiprah Seyyed Hossein Nasr tidak terbatas dalam Iran saja tetapi merambah global "luar" baik tempat muslim juga bukan. Ia pernah sebagai direkrut Caultural Institute, dimana Iran, Pakistan dan Turki menjadi anggotanya. Di Beirut iamendirikan Aga Khan Chair of Islamic Studies pada Universitas Amerika pada Beirut (1964-1965). Mskipun tinggal pada Amerika, Nasr sering keluar serta berhubungan dengan negara lain. Tahun 1977 beliau menyampaikan Kevorkian Lectures pada seni Islam pada New York, beliau berbicara tentang seni dan Islam. Pada tahun 1979, ketika meletus Revolusi Iran, Nasr pindah ke Amerika, serta mulai aktif lagi menulis di sana. 

Tahun 1980 dia aktif menulis serta berdiskusi pada lembaga prestisius yang disebut Gifford Lectures, karena diikuti sang para ilmuwan terkemuka, serta Nasr merupakan orang Timur dan orang Islam pertama yang menerima kesempatan berharga tadi. Karyanya Knowledge and The Sacred adalah judul yg sudah dipresentasikannya di lembaga Gifford Lectures tersebut. Nasr mengungkapkan bahwa Knowledge and The Sacred merupakan hibah berdasarkan langit lantaran penulisannya dapa diselesaikan pada ketika kurang menurut tiga bulan.

Sebenarnya poly sekali karya Seyyed Hossein Nasr selain yang disebutkan di atas, namun karena mengingat berbagai keterbatasan, nir mungkin diampilkan serta diulas seluruh pada sini. Oleh karenanya dicukupkan disini supaya bisa lebih poly mengulas pemikiran Nasr di pada buku yg menjadi pusat perhatian artikel ini.

B. SAINS DAN ISLAM PERSPEKTIF SEYYED HOSSEIN NASR
Kaum modernis Islam umumnya mempunyai kesamaan ingin menerangkan kesesuaian antara Islam menggunakan sains modern. Dianara bukti yang mendukungya merupakan kenyataan bahwa sains pernah berkembang pada bumi Islam serta bisa mempertahankan kecemerlangannya selama hampir 5 abad. Maka acapkali dijumpai konklusi kaum modernis bahwa Islam niscaya mendukung sains terkini. Argumen kaum Islam modernis ini ditanggapi sang para pemikir Islam ortodoks, antara lain merupakan Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh yang paling berpengaruh di kalangan ini.

Seyyed Hossein Nasr nir setuju menggunakan argumen umum kaum modernis tentang kesesuaian Islam dengan sains tersebut. Menurutnya mereka secara sewenang-wenang membarui kepercayaan Islam supaya sesuai dengan tujuan akhir mereka sendiri. Dia menggunakan keras mencela:

tulisan-goresan pena apologetik kaum modernis Islam yg ingin berdamai dengan modernisme serta mau melakukan apa saja untuk menampakan bahwa Islam bagaimanapun jua merupakan kepercayaan 'modern' serta, berbda menggunakan Kristen, sama sekali tidak bertentanagan dengan sains.

Menurut Nasr tulisan-goresan pena kaum Islam modernis yg menjamin Islam sesuai menggunakan sains modern, yaitu sains yang dipercaya dipelopori sang Galileo serta Newton, kentara-kentara mengandung stigma. Kesalahan mereka, menurut Nasr, merupakan bahwa ilm pada bahasa Arab yg berarti menuntut ilmu sesuai menggunakan kewajiban kepercayaan , sengaja diubah agar menjadi sains dan pengetahuan sekuler. Nasr menganggap galat lantaran term ilm, tidak hanya menyangkut masalah duniawi teapi pula menyangkut pengetahuan tentang Tuhan, serta lain-lain hal gaib lainnya. Jika mengikuti pandangan kaum Islam modernis, dari Nasr, berarti menggerogoti tauhid.

Menurut Nasr seseorang ilmuwan yang secara konsisten memakai peralaan dan eknik-teknik sains terkini, bila nir hati-hati akan menghancurkan struktur agama Islam. Masalahnya, sains terbaru hanya mengandalkan nalar dan pengamatan sebagai wasit penentu kebenaran. Bagi ortodoksi Islam, sejenis Nasr, ini sama sekali nir dapat diterima. Hal ini sangat berbeda menggunakan sains zaman dulu. Mengenai sains zaman dulu Nasr mempunayi pendapat yang baik:

tidak pernah menjadi tanangan bagi Islam misalnya halnya sains terbaru. Para pelajar Islam pada madrasah-madrasah tradisional nir berhenti melaksanakan shalat ketika mereka menyelidiki aljabar Khayyam atau risalat al-kimia menurut Jabir ibn Hayyan. Tidak misalnya pelajar-pelajar zaman sekarang yang begitu banyak kehilangan semangat beragama mereka setelah menilik matematika serta kimia terbaru.

Jika kita jangan lupa disparitas mendasar kerangka konseptual sains abad pertengahan dan abad terkini, sesungguhnya pemikiran Syyed Hossein Nasr tadi tidaklah sulit dipahami. Ilmuwan abad pertengahan, baik yg Islam juga Kristen, bekerja dalam batas-batas, paradigma teologis. Sains harus menemukan perintah ketuhanan dari alam semesta yang karakteristik-cirinya sudah ditetapkan sang apa yg diyakini sebagai wahyu. Secara umum., sains secara prinsip ditinjau menjadi cara untuk menggambarkan kebenaran teologis. Maka sains, sebagai kaki tangan teologi, harus pertanda bahwa iman didukung oleh alasan serta faka-warta fisik. 

Sains terbaru dalam pandangan Nasr, terutama yang berkembang di Barat, sejak Renaissance sudah membangun bentuk dan paradigma baru yg adalah manifesasi corak pemikiran rasionalistis serta antroposentris serta sekularisasi kosmos. Ilmu dalam konsepsi Barat misalnya inilah yg disebut oleh Nasr sudah menempati mode spesifik, yaitu sama sekali tidak herbi Kesucian.

Sekularisasi ilmu yang terjadi pada Barat, diantaranya dilatarbelakangi sang pecahnya kesatuan gereja Kristen bersamaan menggunakan gelombang Renaissance. Gelombang sekularisasi tersebut menggempur peradaban Barat dalam ketika itu sehingga mistisisme Kristen, yang dimotori diantaranya sang Lutherian, tidak dapat mencegah dahsyatnya gelombang sekularisasi tadi. Pemikiran yg bercorak rasional serta empiris juga ikut menymbangkan peran bagi proses sekularisasi ilmu pada Barat. Empirisme yg berkembang di Barat, terutama di Inggris, menciptakan fungsi kudus intelek nir lagi berguna. Isaac Newton, bapak ekamatra klasik yang menulis Principia, saat mempropagandakan rasionalisme ilmu pula turut berperan dalam proses desakralisasi ilmu. 

Menurut analisis Seyyed Hossein Nasr Descartes merupakan orang yang sangat banyak memberikan andil terhadap desakralisasi ilmu pada Barat. Ketika Descartes menciptakan basis baru bagi ilmu, dengan memunculkan pencerahan individu sebagai subjek berpikir, cogito ergo sum, dimaknai secara profan serta sama sekali nir meruuk kepada "Aku" tuhan. Menurut Nasr habitus baru yg dimunculkan Descartes ini tidak sinkron jauh dengan tradisi para Sufi Islam yang menafikan poly hal profan serta muncullah "Aku" yang kuasa. Mengacu pada diri manusia, yang mempunyai makna semu dalam pandangan orang arif. Descartes dalam kondisi ini, demikian Nasr, sudah menempatkan pengalaman serta pencerahan berpikir sebagai landasan onto

Kata "saya" dalam ucapan Descartes logi, epistemologi serta sumber kepastian. Akibat dari dampak pikiran Descartes ini banyak orang yg mengakibatkan pikiran individu sebagai baku dan membarui arah filsafat sebagai bentuk rasionalisme murni. Implikasi berdasarkan bentuk pemikiran misalnya ini tak jarang obyek diketahui lain sama sekali dengan yg dikehendaki obyek tiu sendiri, serta tak jarang pula poly duduk perkara yang direduksi sekedar sebagai "it" atau "thing" pada global yg mekanistik, padahal mungkin saja apabila melihanya berdasarkan sudut pandang lain "it" atau "thing" trsebut sangat sarat dengan nilai-nilai sakral. 

Proses desakralisasi sesungguhnya sudah terjadi jauh sebelum masa Renaissance serta masa Descartes, yakni semenjak masa Yunani kuno. Pentingnya jiwa simbolis yang diserukan Plato, pengosongan kosmos berdasarkan unsur kudus pada kepercayaan Olympia yg membawa pada filsafat naturalistik, munculnya rasionalisme dan transformasi lain, adalah beberapa bukti proses desakralisasi ilmu di Barat ini.

Lebih mencolok lagi proses sekularisasi di Barat ketika kita melihat kasus ibnu Sina dan ibn Rusyd. Filsafat ibn Sina di dunia Islam sebagai basis penting bagi penekanan balik sakralitas pengetahuan dan intelek misalnya versi Suhrawardi, tetapi waktu karya-karya ibn Sina sampai di Barat dia berupah hanya sekedar menjadi rabat-rabat pengetahuan yang bercorak rasionalistik. Begitu juga pada perkara ibn Rusyd, ia kelihatan lebih rasional dan sekuler pada Barat ketimbang ibn Rusyd asli yang dibaca pada dunia Arab. 

Seyyed Hossein Nasr memandang proses desakralisasi ilmu di Barat diantaranya diandai menggunakan pereduksian intelek sebagai logika (reason) serta intelligence dibatasi dengan sekedar cunning serta cleverness, yg seluruh itu merusak teologi, termasuk teologi natural, baik pada kalangan Islam maupun Kristen. Pencabutan pengathuan berdasarkan karakter sucinya serta menumbuhkan ilmu profan, membuat orang lupa akan keunggulan spiritual dalam aneka macam tradisi, maka ilmu pengetahuan Barat yg profan menjadi sentral sementara bisikan hati serta unsur-unsur yang bercorak ilahi sebagai periferal.

Pemikiran sekuler yg terjadi dalam desakralisasi ilmu tadi merambah uga pada bidang-bidang lain. Bahkan hingga pada bahasa pun terkena imbas desakralisasi ini. Bahasa-bahasa yang berkembang di Barat kehilangan ragam makna mendalam lantaran impak desakralisasi ini.

Pandangan Nasr yg kritis terhadap perkembangan ilmu pada Barat, membawanya dalam penilaian bahwa ilmu di Barat mengalami kritis yang, pada pandangannya, membawa ancaman berfokus menjadi dampak skularisasi. Nasr melihat sisi lemah sains pada Barat menggunakan kacamata perennisnya, lalu buat solusinya beliau memberikan konstruksi ilmu Islam menjadi alternatif, yg dianggapnya mampu mengatasi krisis humanisme yg diderita manusia terbaru.

Ilmu Islam dari Nasr bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja. Munculnya ilmu Islam adalah persinggungan dan hubungan mendalam menggunakan pradaban lain seperti Yunani, Persia, India, Kalde, dan Cina. Ketika berjumpa dengan berbagai peradaban tadi umat Islam terbuka terhadap banyak sekali perkembangan ilmu dan peradaban tetapi pula menyeleksinya dengan akurat sebagai akibatnya adonan dari keterbukaan serta daya selektif yg ketat itu melahirkan corpus baru yg unik. 

Secara ontologism ilmu Islam didasarkan dalam metafisika simbolis. Alam yang terbentang luas ini, pada pandangan Nasr, wajib dipahami secara simbolis,sehingga hubungan dengan realitas yg lebih tinggi nir hilang. Alam semesta tidak mampu direduksi sebagai sekedar fakta empiris, namun lebih berdasarkan itu harus membantu intelektual insan untuk sampai pada banyak sekali eksistensi, bukan hanya menjadi fakta meninggal namun beliau juga menjadi simbol, sebagai cermin yang memantulkan paras agung oleh pencipta.

Dalam tataran epistemologi ilmu Islam berlandaskan pada iluminasi akal serta intelek. Intelek adalah indera, akal adalah aspek pasifnya dan refleksinya pada diri manusia. Intelek adalah dasar logika, akal perlu dilatih secara sehat untuk bisa hingga pada intelek. Itulah sebabnya ahli ekamatra muslim menyatakan bahwa ilmu rasional secara alamiah akan mmbimbing insan sampai kepada yang yang kuasa.

Intelek, pada pandangan Nasr, merupakan kapasitas batin,namun tak jarang dikaitkan menggunakan fungsi analitis pikiran sebagai akibatnya dianggap nir terdapat sangkut pautnya dengan sifat kontemplatif. Pereduksian makna ini acapkali menimbulkan semangat insan buat menaklukkan alam semesta. Padahal seharusnya, demikian Nasr, interaksi antara ilmuwan menggunakan alam bersifat intelektif, tidak abstrak, tidak analitis serta nir sentimental.

Terma intelek dalam pemahaman Nasr berkaitan menggunakan terma lain seperti qalb, fu'ad, dan bashirah. Qalb, sebagaimana fu'ad, mempunyai muatan makna yang identik dengan sesuatu alat untul memahami empiris dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek dalam terminology Islam tidak sinkron dengan reason, lantaran intelek pada pengertian Islam tidak semata-mata berkaitan menggunakan rasionalisme tetapi jua berhubungan erat dengan problem wahyu, sehingga bagi seseorang muslim aktivitas ilmiah tidaklah harus menjauhkan dirinya dari ibadah dan Tuhan.

Struktur keilmuan misalnya tadi di atas merupakan pondasi yg paling kuat serta telah terbukti keampuhannya saat berhadapan dengan peradaban-peradaban lain. Sesungguhnya konstruksi contoh ini pula tidak bertentangan menggunakan konstruksi peradaban lain yang berlandaskan wahyu, karena konstruksi keilmuan itu nerupakan "heart of all revelations".

Perbedaan fundamental konstruksi ilmu di Barat dengan Islam, bila pada Barat sains identik menggunakan teknologi dan aplikasinya, sebaliknya sains pada pandangan Islam, disamping bermakna seperti pengertian sains pada perspektif Barat jua bermakna pengetahuan yang berkaitan menggunakan apiritualitas. 

C. PETA PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR
Ada banyak model yg diajukan orang buat integrasi sains dan agama. Model-model itu bisa diklasifikasikan menggunakan menghitung jumlah konsep dasar yg menjadi komponen utama contoh itu. Apabila hanya ada satu, model itu disebut contoh monadic.jika terdapat dua, tiga, empat atau 5 kompoonen, contoh itu masing-masingnya bisa disebut sebagai contoh-contoh diadik, triadik, tetradik serta pentadik. Berikut ini akan dibahas secara singkat masing-masing model tersbut.

Model pertama yang popular pada kalangan fundamentalis, religius maupun sekuler. Fundamentalis religius memandang bahwa kepercayaan adalah holistik yg mengandung semua cabang ilmu dan kebudayaan. Sedangkan yang sekuler memandang bahwa kepercayaan sebagai keliru satu cabang kebudayaan. Dalam fundamentalisme religius, agama dianggap menjadi satu-satunya kebenaran, sains hanyalah galat satu cabang kebudayaan, sementara bagi fundamentalisme sekuler kebudayaanlah yg merupakan ekspresi manusia dalam mewujudkan kehidupan yang menurut sains menjadi satu-satunya kebenaran.

Dengan contoh monadik totalistik semacam ini nir mungkin terjadi koeksistensi antara sains serta agama, lantaran keduanya menegasikan keberadaan atau kebenaran lainnya. Maka interaksi antara ke 2 sudut pandang ini, nir bisa tidak berupa permasalahan, seperti yg dikonsepsikan Barbour atau Haught tentang hubungan sains dan agama.

Gambar Model Monadik Totalistik

Mengingat kelemahan model monadik tersebut, diajukanlah contoh kedua, yaitu model diadik. Ada beberapa varian model ke 2 ini. Varian pertama mengatakan bahwa sains dan kepercayaan adalah 2 kebenaran yang setara. Sains menyampaikan keterangan alamiah, sedangkan agama membicarakan nilai-nilai ilahiah. Secara geometris dapat didiagramkan model ini menjadi dua buah lingkaran yang nir berpotongan. Model ini dapat diklaim sebagai contoh diadik kompartementer.

Gambar Model Diadik Independen/kompartementer

Varian ke 2 model diadik ini mungkin dapat dinyatakan sang gambar sebuah bulat yang terbagi sang sebuah garis lengkung sebagai 2 bagian yang bentuk serta luasnya sama, seperti dalam simbol Tao pada tradisi Cina. Berbeda dengan model interpendensi, pada varian ke 2 antara sains dan kepercayaan adalah bagian yang tak terpisahkan. Seorang tokoh yg patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah Fritjof Capra saat dia mengeluarkan sebuah ungkapan: "sains tidak membutuhkan mistisisme dan mistisisme takmembutuhkan sains. Akan namun,insan membutuhkan keduanya". Varian kedua ini merupakan model diadik komplementer.

Gambar Model Diadik Komplementer

Varian ketiga bisa dilukiskan secara diagram dengan dua buah bulat sama akbar yang saling berpotongan. Apabila kedua bundar itu mendeskripsikan sains serta agama, akan masih ada sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yg adalah bahan obrolan antara sains dan kepercayaan . Misalnya Maurice Buccaille mnemukan sejumlah data ilmiah pada dalam buku kudus Al-Qur'an. Atau para ilmuawan yang menemukan sebuah bagian pada otak yang dianggap sebagai "The God Spot" yang ditinjau menjadi pusat pencerahan religius manusia. Model ini bisa disebut sebagai contoh diadik dialogis.

Gambar Model Diadik Dialogis

Model ketiga adalah model triadik sebagai koreksi terhadap contoh diadik independent. Dalam model triadik terdapat unsur ketiga yang menjembatani sains dan agama. Jembatan itu adalah filsafat. Model ini diajukan sang para kaum teosofis yg bersemboyan "There is no religion higher than Truth". Kebenaran atau "Truth" merupakan kesamaan antara sains, filsafat dan kepercayaan .

Model ketiga ini merupakan perluasan saja menurut contoh diadik komplementer dengan memasukkan filsafat sebagai komponen ketiga yang letaknya diantara sains serta agama.

Sebagai koreksi terhadap contoh diadik dan triadik komplementer, sudah dikembangkan sebuah model tetradik. Salah satu interpretasi menurut contoh diadik komplementer merupakan identifikasi komplementasi "sains/agama" menggunakan komplementasi "luar/dalam". Pemilahan "luar/dalam" identik dengan pemilahan "objek/subjek" dalam perspektif epistemology. Menurut Wilber, pemilahan ini nir mencukupi lagi untuk tahu kenyataan budaya.

Wilber lalu memasukkan komplementasi baru buat melengkapi komplementasi-komplementasi modernis terdahulu. Komplementasi itu merupakan komplementasi "satu/poly", yang oleh Wilber diklaim "individual/sosial". Dengan adanya dua komplementasi, yg lama dan yang baru, maka realitas budaya dibagi menjadi empat kuadran dimana satu lingkaran dipecah sang 2 buah sumbe komplementasi yang saling tegal lurus satu sama lainnya: horizontal dan vertikal. Pada diagram empat kuadran Wilber ini sumbu individual/sosial diletakkan secara horizontal, menggunakan individualitas di sebelah kiri serta sosialitas pada sebelah kanan, serta sumbu interior/eksterior pada arah vertical menggunakan interioritas pada sedelah kiri serta eksterioritas pada sebelah kanan.

Menurut Wilber kuadran kiri atas bwerkaitan dengan subjektivitas, yang menjadi topic bagi psikologi Barat serta mistisisme Timur, dan kuadran kanan atas berkaitan dengan objektivitas yg menjadi topic bagi ilmu-ilmu kealaman atau sains. Sedangkan kiri bawah berkaitan menggunakan intersubjektivitas yg menjadi topic bahasan humaniora atau kebudayaan. Sementara itu, kuadtran kanan bawah menmyangkut interobjektivitas yang mengusut adonan objek-objek yg disebut Wilber sebagai rakyat atau teknologi. Dengan demikian, ada empat kuadran keilmuan, yaitu ilmu-ilmu kealaman (kanan atas), ilmu-ilmu keagamaan (kiri atas), ilmu-ilmu kebudayaan (kiri bawah) serta ilmu-ilmu keteknikan (kanan bawah). 

Jika ditinjau menggunakan ketiga contoh pada atas pemikiran Seyyed Hossein Nasr kelihatannya cenderung masuk dalam kategori contoh perama. Bagi Nasr agama, yg diwakili sang eologi, adalah segala-galanya. Sains dan ilmu-ilmu lain nir boleh keluar berdasarkan kerangka dan dalam rangka membela teologi. 

"Senter" kedua hening trilogi Restorasionis, Rekonstruktionis dan Pragmatis perlu dikemukakan pada sini buat melihat formulasi pemikiran Nasr. Konstruksi trilogi yang dipakai merupakan apa yang telah dibangun oleh Pervev Hoodbhoy.

Pertumbuhan pesat sains modern mengundang asumsi menurut poly pihak, termasuk umat Islam. Beberapa diantara tanggapan itu terdapat yg masuk pada kategori restorasionis, rekonstruktionis serta pragmatis. Ketiga kategori gerombolan tanggapan terhadap sains tersebut dipandang secara sepintas pada goresan pena ini buat "menyorot" pemikiran Seyyed Hossein Nasr, sebagai akibatnya peta pemikirannya dalam hal sains terkini gampang dipahami.

Pertama, Kaum Restorasionis. Kaum restorasionis adalah grup yang paling bersemangat mengembalikan kejayaan Islam pada masa lampau. Kelompok ini juga berargumen bahwa kemunduran umat Islam ketika ini karena mereka nir bisa memegang fikrah serta thariqah Islam secara istiqamah. Menjamurnya gerakan fundamenalis pada sekita tahun 1970-1980-an adalah manifestasi yg paling konkret dari gerakan kaum restorasionis ini. 

Salah satu model gerakan kaum restorasionis merupakan gerakan Jemaat-e Islami pada Pakistan, suatu grup politik-agama yang menerima dukungan berdasarkan rakyat urban kelas menengah dan para mahasiswa. Walaupun belum pernah menerima kemenangan dalam pemilu di Pakistan namun imbas grup ini sangat bertenaga pada Pakistan. Maryam Jameelah, seorang Yahudi Amerika yg masuk Islam, adalah juru bicara Jemaat-e Islami yang paling cakap tentang perkara-perkara sains dan modernias. Jameelah berpandangan bahwa seluruh ideology modernis dicirikan dengan pemujaan manusia. Pemujaan manusia paling seringkali ada di bawah kedok sains. Kepada modernis ditayangkan bahwa kemajuan pada sains pada akhirnya akan menganugerahkan dalam mereka kekuatan dewa. Bagi Maryam Jameelah umat Islam seyogyanya tidak perlu "mengejar Barat" lantaran sifat sains Barat jahat serta tidak bertuhan. Masa lampau Islam jauh lebih baik, sementara modernitas nir membentuk apapun kecuali kerusakan.

Kedua, Kaum Rekonstruksionis. Posisi kaum rekonstruksionis sangat sangat bertentangan menggunakan posisi ortodoks yang sangat anti-sains dan anti modernisme. Rekonstruksionis secara esensial menafsirkan pulang keimanan buat mendamaikan tuntuan peradaban terbaru dengan ajaran dan tradisi Islam. Kelompok ini berpandangan bahwa Islam pada masa Nabi dan masa khulafa' al-Rasyidin adalah Islam yang progersif, revolusioner, liberal dan rasional. Maka grup yg dogmatis reaksioner dianggap taqlid serta menolak inovasi (ijtihad).

Diantara tokoh kaum rekonstruksionis adalah Syed Ahmad Khan (1817-1898) dan Syed Ameer Ali (1849-1924). Ahmad Khan berpendapat bahwa Al-Qur'an harus ditafsirkan ulang berkaitan menggunakan realitas yang berubah. Sementara Ameer Ali berpendapat bahwa Islam adalah agama revolusioner, rasional dan berorientasi maju. 

Ketiga, Kaum Pragmatis. Kaum pragmatis sesungguhnya merupakan juml;ah terbesar dari umat Islam, namun gerombolan ini lebih poly menentukan bungkam terhadap kasus modernitas dan sains. Merekalebih senang memperlakukan persyaratan-persayaratan agama dan keimanan menjadi sesuatu yg secara esensial nir eksklusif berkaitan dengan perkara kehidupan politik ekonomi, atau menggunakan sains serta pengetahuan secular lainnya. Kaum pragmatis merasa puas dengan keyakinan samara bahwa Islam dan modernitas tidak bertentangan, namun mereka enggan menguji masalah-kasus tersebut menggunakan lebih mendalam. Salah satu model tokoh pro modernis dan pro sains adalah Jamaluddin al-Afghani (1838-1897).

Jika dilihat menggunakan snter trilogi ersebut pada atas tampak bahwa pemikiran Seyyed Hossein Nasr berada dalam kategori perama, yaitu gerombolan restorianis. Hal ini lumrah saja mengingat Nasr merupakan tokoh terkemuka ortodoksi Islam, sehingga sangat gampang dipahami jika pola berpikirnya berada pada frame restorianis.