SEJARAH PENGERTIAN DAN DAKWAH TABLIGH

Sejarah, Pengertian Dan Dakwah Tabligh
Jama’ah Tabligh didirikan pada akhir dekade 1920-an oleh Maulana Muhammad Ilyas Kandhalawi pada Mewat, sebuah provinsi di India. Nama Jama'ah Tabligh hanyalah adalah sebutan bagi mereka yang acapkali membicarakan, sebenarnya usaha ini tidak memiliki nama namun relatif Islam saja nir terdapat yang lain. Bahkan Muhammad Ilyas mengatakan andai saja saya harus memberikan nama dalam usaha ini maka akan aku beri nama "gerakan iman". Ilham buat mengabdikan hidupnya total hanya buat Islam terjadi saat Maulana Ilyas melangsungkan Ibadah Haji ke 2-nya pada Hijaz dalam tahun1926. Maulana Ilyas menyerukan slogannya, ‘Aye Musalmano! Musalman bano’ (pada bahasa Urdu), yg ialah ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah (menunaikan semua rukun dan syari’ah misalnya yang dicontohkan Rasulullah)’. Tabligh resminya bukan adalah grup atau ikatan, tapi gerakan muslim untuk menjadi muslim yg menjalankan agamanya, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang nir memandang berasal-usul mahdzab atau genre pengikutnya. Dalam ketika kurang dari 2 dekade, Jamaah Tabligh berhasil berjalan pada Asia Selatan. Dengan dipimpin oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Ilyas sebagai amir/pimpinan yang ke 2, gerakan ini mulai berbagi aktivitasnya pada tahun 1946, dan pada saat 20 tahun, penyebarannya telah mencapai Asia Barat Daya dan Asia Tenggara, Afrika, Eropa, serta Amerika Utara. Sekali terbentuk dalam suatu negara, Jamaah Tablih mulai membaur dengan masyarakat lokal. Meskipun negara barat pertama yang berhasil dijangkau Tabligh merupakan Amerika Serikat, tapi fokus primer mereka adalah pada Britania Raya, mengacu pada populasi padat orang Asia Selatan disana yang datang pada tahun 1960-an serta 1970-an.

Jamaah ini mengklaim mereka tidak menerima bantuan dana menurut manapun untuk menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh pengikutnya. Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian menjadi markas besar Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka diklaim Amir atau Zamidaar atau Zumindaar.

Ada yg mengatakan bahwa jamaah tabligh adalah penganut khurafat karna pungkasnya kuburan maulana Ilyas pada Nizamudin di tawafkan padahal pada Nizamudin ada 2 masjid yg pertama merupakan masjid suatu gerombolan yang pada dalammya terdapat kuburan serta yang kedua adalah masjid yang didalamnya jangankan kuburan bahkan goresan pena pun bersih dan sudah dijadikan sentra penyebaran usaha da'wah Rasulullah Muhammad SAW yang kini sudah menyebar ke seluruh dunia. 

Usaha ini telah merubah banyak kalangan mulai menurut orang miskin, kaya, pemulung, pejabat, polisi, tentara, bahkan partikelir serta pembunuh bayaran.

a) Aktivitas Dakwah
Markas internasional sentra tabligh merupakan di Nizzamudin, India. Kemudian setiap negara jua memiliki markas pusat nasional, berdasarkan markas sentra dibagi markas-markas regional/wilayah yg dipimpin sang seorang Shura. Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yang dianggap Halaqah. Kegiatan di Halaqah merupakan musyawarah mingguan, serta sebulan sekali mereka khuruj selama tiga hari. Khuruj merupakan meluangkan saat untuk secara total berdakwah, yang umumnya berdasarkan masjid ke masjid dan dipimpin oleh seseorang Amir. Orang yang khuruj tidak boleh meninggalkan masjid tanpa seizin Amir khuruj. Tapi para karyawan diperbolehkan permanen bekerja, dan pribadi mengikuti aktivitas sepulang kerja.

Sewaktu khuruj, aktivitas diisi menggunakan ta'lim (membaca hadits atau kisah teman, umumnya berdasarkan kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria), jaulah (mengunjungi tempat tinggal -tempat tinggal di kurang lebih masjid tempat khuruj menggunakan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan, mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada amir), serta musyawarah. Selama masa khuruj, mereka tidur pada masjid. Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, tetapi umumnya hanya menangani khuruj dalam jangka saat 40 hari atau 4 bulan saja. Selain itu mereka pula mengadakan malam Ijtima' (berkumpul), dimana pada Ijtima' akan diisi dengan Bayan (ceramah agama) sang para ulama atau tamu dari luar negeri yang sedang khuruj disana, dan pula ta'lim wa ta'alum.

Setahun sekali, digelar Ijtima' generik di markas nasional pusat, yang umumnya dihadiri oleh puluhan ribu umat muslim menurut semua pelosok wilayah. Bagi umat muslim yg sanggup, mereka diperlukan buat khuruj ke poros markas sentra (India-Pakistan-Bangladesh/IPB) buat melihat suasana keagamaan yang kuat yang mempertebal iman mereka.

b) Asas 6 Sifat
1. Yakin terhadap kalimat Thoyyibah Laa ilaaha ilallah Muhammadur rasulullah.

Artinya: Tiada Tuhan selain Allah serta Nabi Muhammad utusan Allah.

· Laa ilaaha ilallah 
o Maksudnya: Mengeluarkan keyakinan pada makhluk berdasarkan dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada Allah di pada hati.

· Muhammadar rasulullah 
o Maksudnya: Mengakui bahwa satu-satunya jalan hidup buat menerima kejayaan dunia dan akhirat hanya menggunakan mengikuti cara hayati Rasulullah SAW.

2. Salat khusyu' serta khudu'. Artinya: Salat dengan konsentrasi batin serta rendah diri menggunakan mengikuti cara yg dicontohkan Rasulullah.
· Maksudnya: Membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam salat kedalam kehidupan sehari-hari.

3. Ilmu ma'adz dzikr
· Ilmu, Artinya: Semua petunjuk yg datang dari Allah melalui Baginda Rasulullah.
· Dzikir, Artinya: Mengingat Allah sebagaimana Agungnya Allah.

Melaksanakan perintah Allah pada setiap waktu serta keadaan dengan menghadirkan ke-Agungan Allah mengikuti cara Rasulullah.

4. Ikramul Muslimin, Artinya: Memuliakan sesama Muslim.
· Maksudnya: Menunaikan kewajiban dalam sesama muslim tanpa menuntut hak kita ditunaikannya.

5. Tashihun Niyah Artinya: Mengikhlaskan niat agar jauh menurut riya’ dan sum’ah (memperdengarkan amal kebaikan). Akan namun, mereka meninggalkan Sunnah serta mengikuti cara-cara tulus di pada tashawwuf.
· Maksudnya:Membersihkan niat dalam beramal, semata-mata karena Allah.

6. Dakwah dan tabligh. Dakwah, Artinya: Mengajak, sedangkan Tabligh, Artinya: Menyampaikan 

Maksudnya: 
  • Memperbaiki diri, yaitu memakai diri, harta, serta waktu seperti yang diperintahkan Allah.
  • Menghidupkan kepercayaan pada diri sendiri serta manusia di seluruh alam dengan memakai harta dan diri mereka

ANTARA SAINS DAN ORTODOKSI ISLAM

Antara Sains Dan Ortodoksi Islam
Seyyed Hossein Nasr adalah seseorang tokoh pemikir yang unik di dunia Islam. Keunikan langsung serta pemikiran Seyyed Hossein Nasr lantaran lahir menurut tradisi Sufi-Syi'ah yang dipadu menggunakan pemikiran Barat modern. Nasr lahir menurut keluarga berlatar belakang Sufi terkenal pada Persia yang mempunyai afiliasi-afiliasi menggunakan tarekat-tarkat sufi pada Persia. Persia, selama ini memang dikenal sebagai gudangnya ilmu, terutama khazanah ilmu-ilmu Islam klasik, semisal filsafat Islam klasik.

Dengan latar belakang misalnya itu, Nasr bisa mengapresiasi menggunakan baik khazanah keilmuan tradisional Islam misalnya karya Suhrawardi, ibn Arabi dan Mulla Sadra. Tokoh-tokoh tersebut bahkan kemudian menjadi model serta poly menghipnotis pemikirannya. Disamping itu, latar belakang pendidikan Baratnya yang relatif bertenaga membuatnya mampu mengapresiasi khazanah intelektual Barat.

Kombinasi latar belakang kultural dan intelektual Seyyed Hossein Nasr membuatnya menempati posisi spesifik pada berbicara serta berkarya, mempunyai otoritas pada berbicara tentang poly topik, terutama tentang perjumpaan Timur serta Barat, tradisi dan modernisasi. Ditambah lagi pergaulannya yang luas, baik menggunakan muslim maupun non-muslim, mengakibatkan Nasr menjadi figur yg langka dan jarang ada bandingannya.

Tulisan sederhana ini berusaha mendeskripsikan pemikiran Seyyed Hossein Nasr kaitannya dengan sains terkini. Tokoh ini dipilih karena diskusi-diskusi program doktor UIN Sunan Kalijaga angkatan tahun 2005 selama ini, dalam pengamatan saya belum terdapat yang mengangkat tokoh pemikir menurut kalangan ortodoksi Islam, misalnya Nasr. Tulisan ini diawali dengan menguraikan latar belakang sosiokultural serta karir inelektual Nasr, diikuti menggunakan uraian mengenai pokok-pokok pikiran Nasr yg dapat ditangkap dari 2 butir karyanya misalnya tertera pada sub judul di atas, baru kemudian dianalisis dengan dua "senter", yaitu contoh-contoh inegrasi sains dan kepercayaan dan trilogi rastorasionis, rekonstruksionis serta pragmatis. Kedua "senter' ini dimaksudkan buat mendapatkan peta pemikirann Nasr dalam kaitan dengan agama dan sains.

A. SETTING SOSIO-KULTURAL DAN KARIR INTELEKTUAL NASR
Seyyed Hossein Nasr terlahir pada tanggal 7 April 1933 dan dididik menjadi seorang Syi'ah Iran. Ia asal berdasarkan famili cendekiawan populer. Ayah dan kakeknya adalah fisikawan di kerajaan Iran, disamping keduanya juga populer di kalangan muslim Syi'ah menjadi tokoh sufi.

Seyyed Hossein Nasr saat kecil tidak banyak perbedaannya dengan anak-anak seusianya, ia belajar dalam sekolah menggunakan baku bangsa Persia. Ayahnyalah yg membuat Nasr kecil lebih banyak menaruh ide dan semangat. Virus semangat yg disuntikkan ayahnya membuat Nasr begitu antusias pulang ke Amerika ketika usianya masih 12 tahun. Ia masuk sekolah Peddie pada Haghtown, New Jersey, serta ketika tahun 1950 ia lulus berhasil memenagkan piala Wyclifte yg merupakan penghargaan tertinggi bagi murid berprestasi. Pada sekolah inilah Nasr bersemangat menghimpunpengetahuan mengenai sains, searah Amerika, peradaban Barat serta Kristologi.

Berbeda dengan saat beliau belajar dalam Sekolah Menengah di Peddie, dalam tahun kedua kuliah strata satu-nya pada jurusan ekamatra, beliau merasa tertekan serta bosan karena menurutnya terlalu hiperbola dalam mengagungkan sisi ilmiah serta cenderung positivisme. Ia menganggap poly pertanyaan mengenai masalah-perkara metafisik yang sebagai minatnya, nir mendapat loka pada jurusan ekamatra tadi. Oleh karena itu beliau mulai mencurigai apakah fisika dapat menghantarkan manusia pada hakekat ralitas fisik Satu-satunya orang yang sanggup sedikit memberikan jawaban terhadap kegelisahan Nasr adalah Bertnard Russell, filosof Inggris yg suka mengadakan diskusi menggunakan para mahasiswa pada loka Nasr menuntut ilmu.

Pengalaman getir Seyyed Hossein Nasr ketika studi S-1 membuatnya wajib merogoh keputusan merogoh bidang lain unuk studi lanjutnya. Ia mulai menekuni dan membaca secara intensif buku-kitab pada rumpun ilmu humaniora. Lebih-lebih ketika dia bertemu dengan professor Giorgio de Santillana, filosof sains serta sejarawan menurut Italia, Nasr poly memeriksa filsafat yunani, filsafat Eropa, Hinduisme serta pemikiran Barat Modern. Nasr lalu menekuni konsentrasi geologi serta geofisik dalam Program Pascasarjana pada Universitas Harvard. Setelah menerima gelar magister geologi dan geofisik tahun 1956, meneruskan studi guna memperoleh Ph.D pada bidang sejarah ilmu serta filsafat di Universitas Harvard. Selama studi di Harvard yang terakhir ini Nasr poly berhubungan dengan para penulis serta tokoh philosophia perennis misalnya Fritjof Schuon dan Titus Burckhardt, yg banyak memberikan sumbangan dan dampak bagi perkembangan intelektual serta spiritualnya. 

Ketika lulus serta menerima gelar Ph.D Nasr baru berusia 25 tahun. Disertasinya berjudul Conception of Nature in Islamic Thought, diterbitkan oleh Universitas Harvard menggunakan judul Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Masa-masa penulisan disertasi dipakai pula oleh Nasr buat menulis sebuah buku yang lalu diterbitkan menggunakan judul Science and Civilization in Islam, yang nanti akan kita lihat pada bab berikutnya. 

Seyyed Hossein Nasr sehabis purna studi kemudian pulang ke Iran, diangkat sebagai guru besar madya dalam bidang filsafat dan sejarah sains, hampir berbarengan waktunya menggunakan berlangsungnya pernikahannya menggunakan seseorang perempuan menurut keluarga terhormat. Pada usianya ke-30 Nasr sebagai orang termuda yg menyandang gelar profesor penuh dalam Universitas Teheran. Sesuatu yang baru ditawarkan sang Nasr pada lembaga ini, yakni bahwa dia menganggap pentingnya pentingnya pedagogi filsafat Islam yg berbasis sejarah serta perspektif Islam. Nasr berpendapat bahwa orang seyogyanya tidak mengharapkan dapat memahami dan mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri menurut sudut pandang orang lain, seperti pula tidak mungkinnya seseorang bisa melihat sesuau menggunakan mata orang lain. Nasr jua menumbuhkan pencerahan serta minat buat memeriksa filsafat Timur pada acara studi filsafat. Nasr pula terlibat pada acara doktor bidang bahasa serta sastera Persia bagi yg bahasa ibunya bukan Persia, banyak asuhan Nasr pada bidang ini yang sebagai cendekiawan penting diantaranya dari Amerika William Chittick, serta cendekiawati dari Jepang Sachiko Murata. 

Seyyed Hossein Nasr menjabat menjadi rektor Universitas Aryamehr, universitas sains serta teknik terkenal pada Iran, tahun 1972-1975. Shah Reza Pahlevi, penguasa Iran waktu itu, menginginkan supaya Nasr menyebarkan Universitas Aryamehr dengan model perguruan tinggi terkenal di Amerika tetapi memiliki dasar yang bertenaga dalam kebudayaan Iran. Nasr membawa perguruan tinggi ini membuka acara pascasarjana dengan bidang filsafat ilmu menggunakan landasan filsafat ilmu Islam, buat pertama kalinya pada global Islam, bahkan di global dalam umumnya. 

Seyyed Hossein Nasr di sela-sela kesibukannya masih sempat menimba ilmu hikmah, di bawah master-master otoritatif di Iran. Diantara pengajar-pengajar terhormat itu adalah Sayyid Muhammad Kazim Assar, seseorang alim yg mempunyai otoritas dalam bidang hokum Islam serta filsafat, yg adalah teman ayah Nasr, Allamah Sayyid Muhammad Husain Tabatabai dan Sayyid Abu Hasan Qazwin, ahli aturan Islam yg menguasai pula matematika, astronomi dan filsafat dengan baik. Terlihat bahwa Nasr telah menerima pendidikan Barat Modern serta dikombinasikan dengan pendidikan Timur Tradisional. Kombinasi langka ini mmbuat dirinya berada dalam posisi langka waktu berbicara serta menulis, yg menguasai poly berita yang terkait menggunakan perjumpaan Barat-Timur, tradisi dan modernitas.

Nasr juga menulis secara aktif saat berada pada Iran pada bahasa Inggris, Perancis serta Arab. Disertasinya ditulis pulang pada bahasa Persia yg lalu menerima penghargaan raja Iran. Nasr juga menulis kitab -kitab Suhrawardi dan Mulla Sadra pada bahasa Persia serta karya Ibnu Sina serta al-Biruni dalam bahasa Arab. 

Kiprah Seyyed Hossein Nasr tidak terbatas pada Iran saja tetapi merambah global "luar" baik tempat muslim juga bukan. Ia pernah sebagai direkrut Caultural Institute, dimana Iran, Pakistan dan Turki menjadi anggotanya. Di Beirut iamendirikan Aga Khan Chair of Islamic Studies pada Universitas Amerika di Beirut (1964-1965). Mskipun tinggal di Amerika, Nasr acapkali keluar serta herbi negara lain. Tahun 1977 dia membicarakan Kevorkian Lectures pada seni Islam di New York, ia berbicara tentang seni dan Islam. Pada tahun 1979, saat meletus Revolusi Iran, Nasr pindah ke Amerika, serta mulai aktif lagi menulis di sana. 

Tahun 1980 dia aktif menulis dan berdiskusi pada lembaga prestisius yg disebut Gifford Lectures, lantaran diikuti oleh para ilmuwan terkemuka, serta Nasr merupakan orang Timur dan orang Islam pertama yg menerima kesempatan berharga tadi. Karyanya Knowledge and The Sacred merupakan judul yang telah dipresentasikannya pada lembaga Gifford Lectures tersebut. Nasr mengungkapkan bahwa Knowledge and The Sacred adalah hadiah menurut langit karena penulisannya dapa diselesaikan pada ketika kurang menurut 3 bulan.

Sebenarnya poly sekali karya Seyyed Hossein Nasr selain yg disebutkan pada atas, tetapi karena mengingat berbagai keterbatasan, tidak mungkin diampilkan serta diulas semua di sini. Oleh karenanya dicukupkan disini agar sanggup lebih poly mengulas pemikiran Nasr di pada buku yang sebagai sentra perhatian artikel ini.

B. SAINS DAN ISLAM PERSPEKTIF SEYYED HOSSEIN NASR
Kaum modernis Islam umumnya memiliki kecenderungan ingin menunjukkan kesesuaian antara Islam dengan sains terkini. Dianara bukti yang mendukungya merupakan fenomena bahwa sains pernah berkembang di bumi Islam serta dapat mempertahankan kecemerlangannya selama hampir lima abad. Maka sering dijumpai konklusi kaum modernis bahwa Islam niscaya mendukung sains terbaru. Argumen kaum Islam modernis ini ditanggapi sang para pemikir Islam ortodoks, diantaranya merupakan Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh yang paling berpengaruh di kalangan ini.

Seyyed Hossein Nasr tidak putusan bulat menggunakan argumen umum kaum modernis tentang kesesuaian Islam menggunakan sains tadi. Menurutnya mereka secara sewenang-wenang membarui kepercayaan Islam supaya sinkron dengan tujuan akhir mereka sendiri. Dia dengan keras mencela:

tulisan-goresan pena apologetik kaum modernis Islam yang ingin berdamai menggunakan modernisme serta mau melakukan apa saja buat menunjukkan bahwa Islam bagaimanapun juga merupakan kepercayaan 'terkini' serta, berbda dengan Kristen, sama sekali nir bertentanagan menggunakan sains.

Menurut Nasr goresan pena-tulisan kaum Islam modernis yang menjamin Islam sesuai dengan sains terkini, yaitu sains yang dianggap dipelopori sang Galileo serta Newton, jelas-jelas mengandung stigma. Kesalahan mereka, menurut Nasr, merupakan bahwa ilm pada bahasa Arab yang berarti menuntut ilmu sinkron menggunakan kewajiban kepercayaan , sengaja diubah supaya sebagai sains dan pengetahuan sekuler. Nasr menduga keliru lantaran term ilm, tidak hanya menyangkut masalah duniawi teapi jua menyangkut pengetahuan mengenai Tuhan, dan lain-lain hal mistik lainnya. Jika mengikuti pandangan kaum Islam modernis, menurut Nasr, berarti menggerogoti tauhid.

Menurut Nasr seorang ilmuwan yg secara konsisten memakai peralaan serta eknik-teknik sains terbaru, jika tidak hati-hati akan menghancurkan struktur kepercayaan Islam. Masalahnya, sains terbaru hanya mengandalkan akal serta pengamatan sebagai wasit penentu kebenaran. Bagi ortodoksi Islam, sejenis Nasr, ini sama sekali tidak bisa diterima. Hal ini sangat tidak selaras menggunakan sains zaman dulu. Mengenai sains zaman dulu Nasr mempunayi pendapat yang baik:

tidak pernah sebagai tanangan bagi Islam seperti halnya sains terkini. Para pelajar Islam di madrasah-madrasah tradisional tidak berhenti melaksanakan shalat waktu mereka menyelidiki aljabar Khayyam atau risalat al-kimia dari Jabir ibn Hayyan. Tidak seperti pelajar-pelajar zaman kini yang begitu banyak kehilangan semangat beragama mereka setelah mempelajari matematika dan kimia terkini.

Jika kita ingat disparitas mendasar kerangka konseptual sains abad pertengahan dan abad terbaru, sesungguhnya pemikiran Syyed Hossein Nasr tadi tidaklah sulit dipahami. Ilmuwan abad pertengahan, baik yg Islam juga Kristen, bekerja dalam batas-batas, paradigma teologis. Sains harus menemukan perintah ketuhanan menurut alam semesta yg ciri-cirinya telah ditetapkan oleh apa yg diyakini sebagai wahyu. Secara umum., sains secara prinsip dicermati sebagai cara untuk mendeskripsikan kebenaran teologis. Maka sains, menjadi kaki tangan teologi, wajib mengambarkan bahwa iman didukung sang alasan serta faka-berita fisik. 

Sains terbaru dalam pandangan Nasr, terutama yg berkembang pada Barat, semenjak Renaissance sudah membangun bentuk dan kerangka berpikir baru yg adalah manifesasi corak pemikiran rasionalistis serta antroposentris serta sekularisasi kosmos. Ilmu pada konsepsi Barat seperti inilah yg disebut oleh Nasr sudah menempati mode spesifik, yaitu sama sekali nir herbi Kesucian.

Sekularisasi ilmu yg terjadi di Barat, antara lain dilatarbelakangi oleh pecahnya kesatuan gereja Kristen bersamaan menggunakan gelombang Renaissance. Gelombang sekularisasi tersebut menggempur peradaban Barat dalam saat itu sebagai akibatnya mistisisme Kristen, yg dimotori antara lain sang Lutherian, nir bisa mencegah dahsyatnya gelombang sekularisasi tersebut. Pemikiran yang bercorak rasional dan realitas jua ikut menymbangkan kiprah bagi proses sekularisasi ilmu pada Barat. Empirisme yang berkembang di Barat, terutama pada Inggris, membuat fungsi kudus intelek nir lagi berguna. Isaac Newton, bapak fisika klasik yg menulis Principia, ketika mempropagandakan rasionalisme ilmu pula turut berperan dalam proses desakralisasi ilmu. 

Menurut analisis Seyyed Hossein Nasr Descartes merupakan orang yg sangat banyak memberikan andil terhadap desakralisasi ilmu pada Barat. Ketika Descartes membuat basis baru bagi ilmu, menggunakan memunculkan pencerahan individu sebagai subjek berpikir, cogito ergo sum, dimaknai secara profan dan sama sekali nir meruuk kepada "Aku" tuhan. Menurut Nasr habitus baru yg dimunculkan Descartes ini berbeda jauh menggunakan tradisi para Sufi Islam yg menafikan poly hal profan serta muncullah "Aku" yang kuasa. Mengacu pada diri insan, yg mempunyai makna semu dalam pandangan orang arif. Descartes pada syarat ini, demikian Nasr, sudah menempatkan pengalaman serta pencerahan berpikir menjadi landasan onto

Kata "aku " dalam ucapan Descartes logi, epistemologi dan asal kepastian. Akibat menurut efek pikiran Descartes ini banyak orang yg membuahkan pikiran individu sebagai standar dan mengganti arah filsafat menjadi bentuk rasionalisme murni. Implikasi menurut bentuk pemikiran seperti ini sering obyek diketahui lain sama sekali menggunakan yg dikehendaki obyek tiu sendiri, dan sering jua poly masalah yang direduksi sekedar menjadi "it" atau "thing" dalam dunia yg mekanistik, padahal mungkin saja jika melihanya dari sudut pandang lain "it" atau "thing" trsebut sangat sarat menggunakan nilai-nilai sakral. 

Proses desakralisasi sesungguhnya telah terjadi jauh sebelum masa Renaissance dan masa Descartes, yakni semenjak masa Yunani antik. Pentingnya jiwa simbolis yang diserukan Plato, pengosongan kosmos dari unsur kudus pada agama Olympia yang membawa pada filsafat naturalistik, keluarnya rasionalisme serta transformasi lain, adalah beberapa bukti proses desakralisasi ilmu pada Barat ini.

Lebih mencolok lagi proses sekularisasi di Barat waktu kita melihat kasus ibnu Sina dan ibn Rusyd. Filsafat ibn Sina di global Islam menjadi basis penting bagi fokus balik sakralitas pengetahuan dan intelek misalnya versi Suhrawardi, namun ketika karya-karya ibn Sina hingga di Barat dia berupah hanya sekedar menjadi rabat-potongan pengetahuan yg bercorak rasionalistik. Begitu pula pada masalah ibn Rusyd, ia kelihatan lebih rasional dan sekuler di Barat ketimbang ibn Rusyd asli yang dibaca pada global Arab. 

Seyyed Hossein Nasr memandang proses desakralisasi ilmu pada Barat antara lain diandai dengan pereduksian intelek sebagai nalar (reason) serta intelligence dibatasi menggunakan sekedar cunning serta cleverness, yang seluruh itu menghambat teologi, termasuk teologi natural, baik pada kalangan Islam juga Kristen. Pencabutan pengathuan dari karakter sucinya dan menumbuhkan ilmu profan, menciptakan orang lupa akan keunggulan spiritual pada berbagai tradisi, maka ilmu pengetahuan Barat yang profan sebagai sentral sementara intuisi dan unsur-unsur yg bercorak tuhan sebagai periferal.

Pemikiran sekuler yg terjadi pada desakralisasi ilmu tadi merambah uga dalam bidang-bidang lain. Bahkan hingga kepada bahasa pun terkena impak desakralisasi ini. Bahasa-bahasa yg berkembang pada Barat kehilangan ragam makna mendalam karena dampak desakralisasi ini.

Pandangan Nasr yg kritis terhadap perkembangan ilmu pada Barat, membawanya dalam evaluasi bahwa ilmu di Barat mengalami kritis yg, pada pandangannya, membawa ancaman berfokus sebagai dampak skularisasi. Nasr melihat sisi lemah sains di Barat menggunakan kacamata perennisnya, lalu buat penyelesaiannya ia memperlihatkan konstruksi ilmu Islam sebagai cara lain , yg dianggapnya mampu mengatasi krisis kemanusiaan yg diderita manusia modern.

Ilmu Islam dari Nasr bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja. Munculnya ilmu Islam merupakan persinggungan serta hubungan mendalam menggunakan pradaban lain seperti Yunani, Persia, India, Kalde, dan Cina. Ketika berjumpa dengan berbagai peradaban tadi umat Islam terbuka terhadap aneka macam perkembangan ilmu dan peradaban tetapi pula menyeleksinya dengan akurat sebagai akibatnya adonan berdasarkan keterbukaan dan daya selektif yg ketat itu melahirkan corpus baru yg unik. 

Secara ontologism ilmu Islam berdasarkan dalam metafisika simbolis. Alam yg terbentang luas ini, dalam pandangan Nasr, harus dipahami secara simbolis,sebagai akibatnya interaksi menggunakan empiris yg lebih tinggi tidak hilang. Alam semesta nir bisa direduksi menjadi sekedar berita empiris, tetapi lebih menurut itu wajib membantu intelektual manusia buat hingga kepada berbagai keberadaan, bukan hanya sebagai warta mati tetapi dia juga sebagai simbol, sebagai cermin yang memantulkan paras agung sang pencipta.

Dalam tataran epistemologi ilmu Islam berlandaskan pada iluminasi logika dan intelek. Intelek adalah alat, akal adalah aspek pasifnya serta refleksinya dalam diri manusia. Intelek adalah dasar nalar, logika perlu dilatih secara sehat buat dapat hingga kepada intelek. Itulah sebabnya ahli fisika muslim menyatakan bahwa ilmu rasional secara alamiah akan mmbimbing manusia sampai kepada yang dewa.

Intelek, dalam pandangan Nasr, merupakan kapasitas batin,namun acapkali dikaitkan dengan fungsi analitis pikiran sebagai akibatnya dipercaya nir terdapat sangkut pautnya dengan sifat kontemplatif. Pereduksian makna ini acapkali mengakibatkan semangat manusia untuk menaklukkan alam semesta. Padahal seharusnya, demikian Nasr, interaksi antara ilmuwan menggunakan alam bersifat intelektif, nir tak berbentuk, nir analitis serta tidak sentimental.

Terma intelek dalam pemahaman Nasr berkaitan dengan terma lain seperti qalb, fu'ad, dan bashirah. Qalb, sebagaimana fu'ad, mempunyai muatan makna yang identik dengan sesuatu indera untul tahu realitas dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek pada terminology Islam tidak selaras menggunakan reason, lantaran intelek dalam pengertian Islam tidak semata-mata berkaitan dengan rasionalisme tetapi juga bekerjasama erat menggunakan persoalan wahyu, sebagai akibatnya bagi seorang muslim kegiatan ilmiah tidaklah harus menjauhkan dirinya menurut ibadah dan Tuhan.

Struktur keilmuan seperti tadi di atas adalah pondasi yg paling kuat dan telah terbukti keampuhannya waktu berhadapan dengan peradaban-peradaban lain. Sesungguhnya konstruksi model ini juga tidak bertentangan dengan konstruksi peradaban lain yang berlandaskan wahyu, lantaran konstruksi keilmuan itu nerupakan "heart of all revelations".

Perbedaan mendasar konstruksi ilmu di Barat dengan Islam, apabila pada Barat sains identik menggunakan teknologi dan aplikasinya, kebalikannya sains dalam pandangan Islam, disamping bermakna seperti pengertian sains pada perspektif Barat jua bermakna pengetahuan yg berkaitan menggunakan apiritualitas. 

C. PETA PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR
Ada poly contoh yg diajukan orang buat integrasi sains dan agama. Model-contoh itu dapat diklasifikasikan menggunakan menghitung jumlah konsep dasar yg menjadi komponen utama contoh itu. Apabila hanya ada satu, contoh itu diklaim model monadic.apabila ada dua, 3, empat atau lima kompoonen, contoh itu masing-masingnya bisa dianggap menjadi contoh-model diadik, triadik, tetradik dan pentadik. Berikut ini akan dibahas secara singkat masing-masing model tersbut.

Model pertama yg popular pada kalangan fundamentalis, religius maupun sekuler. Fundamentalis religius memandang bahwa agama merupakan keseluruhan yang mengandung seluruh cabang ilmu dan kebudayaan. Sedangkan yg sekuler memandang bahwa kepercayaan menjadi keliru satu cabang kebudayaan. Dalam fundamentalisme religius, agama dipercaya menjadi satu-satunya kebenaran, sains hanyalah keliru satu cabang kebudayaan, sementara bagi fundamentalisme sekuler kebudayaanlah yang adalah ekspresi manusia pada mewujudkan kehidupan yg menurut sains menjadi satu-satunya kebenaran.

Dengan contoh monadik totalistik semacam ini tidak mungkin terjadi koeksistensi antara sains serta agama, lantaran keduanya menegasikan eksistensi atau kebenaran lainnya. Maka interaksi antara ke 2 sudut pandang ini, nir mampu tidak berupa pertarungan, seperti yg dikonsepsikan Barbour atau Haught mengenai hubungan sains serta kepercayaan .

Gambar Model Monadik Totalistik

Mengingat kelemahan model monadik tadi, diajukanlah contoh ke 2, yaitu contoh diadik. Ada beberapa varian model kedua ini. Varian pertama mengatakan bahwa sains serta agama merupakan 2 kebenaran yg setara. Sains mengungkapkan warta alamiah, sedangkan agama menyampaikan nilai-nilai ilahiah. Secara geometris dapat didiagramkan model ini menjadi dua buah lingkaran yang nir berpotongan. Model ini bisa disebut menjadi contoh diadik kompartementer.

Gambar Model Diadik Independen/kompartementer

Varian kedua model diadik ini mungkin bisa dinyatakan sang gambar sebuah lingkaran yang terbagi oleh sebuah garis lengkung menjadi dua bagian yg bentuk serta luasnya sama, misalnya dalam simbol Tao pada tradisi Cina. Berbeda dengan contoh interpendensi, pada varian ke 2 antara sains dan kepercayaan merupakan bagian yg tidak terpisahkan. Seorang tokoh yg patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah Fritjof Capra saat ia mengeluarkan sebuah ungkapan: "sains tidak membutuhkan mistisisme serta mistisisme takmembutuhkan sains. Akan namun,insan membutuhkan keduanya". Varian ke 2 ini merupakan model diadik komplementer.

Gambar Model Diadik Komplementer

Varian ketiga dapat dilukiskan secara diagram dengan 2 buah bundar sama besar yang saling berpotongan. Apabila ke 2 lingkaran itu mendeskripsikan sains dan kepercayaan , akan terdapat sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yang merupakan bahan obrolan antara sains serta agama. Misalnya Maurice Buccaille mnemukan sejumlah data ilmiah pada dalam kitab suci Al-Qur'an. Atau para ilmuawan yang menemukan sebuah bagian pada otak yang dianggap menjadi "The God Spot" yg dipandang sebagai pusat pencerahan religius manusia. Model ini dapat disebut menjadi contoh diadik dialogis.

Gambar Model Diadik Dialogis

Model ketiga adalah contoh triadik sebagai koreksi terhadap contoh diadik independent. Dalam contoh triadik ada unsur ketiga yang menjembatani sains serta agama. Jembatan itu merupakan filsafat. Model ini diajukan oleh para kaum teosofis yang bersemboyan "There is no religion higher than Truth". Kebenaran atau "Truth" merupakan kecenderungan antara sains, filsafat dan agama.

Model ketiga ini adalah perluasan saja dari model diadik komplementer menggunakan memasukkan filsafat menjadi komponen ketiga yang letaknya diantara sains serta kepercayaan .

Sebagai koreksi terhadap contoh diadik serta triadik komplementer, telah dikembangkan sebuah contoh tetradik. Salah satu interpretasi dari model diadik komplementer merupakan identifikasi komplementasi "sains/agama" menggunakan komplementasi "luar/pada". Pemilahan "luar/pada" identik menggunakan pemilahan "objek/subjek" pada perspektif epistemology. Menurut Wilber, pemilahan ini tidak mencukupi lagi buat memahami fenomena budaya.

Wilber lalu memasukkan komplementasi baru buat melengkapi komplementasi-komplementasi modernis terdahulu. Komplementasi itu merupakan komplementasi "satu/poly", yang sang Wilber diklaim "individual/sosial". Dengan adanya 2 komplementasi, yang usang serta yg baru, maka realitas budaya dibagi sebagai empat kuadran dimana satu bundar dipecah sang 2 butir sumbe komplementasi yg saling tegal lurus satu sama lainnya: horizontal serta vertikal. Pada diagram empat kuadran Wilber ini sumbu individual/sosial diletakkan secara horizontal, dengan individualitas pada sebelah kiri dan sosialitas di sebelah kanan, dan sumbu interior/eksterior dalam arah vertical menggunakan interioritas pada sedelah kiri dan eksterioritas pada sebelah kanan.

Menurut Wilber kuadran kiri atas bwerkaitan dengan subjektivitas, yg sebagai topic bagi psikologi Barat serta mistisisme Timur, serta kuadran kanan atas berkaitan menggunakan objektivitas yang menjadi topic bagi ilmu-ilmu kealaman atau sains. Sedangkan kiri bawah berkaitan dengan intersubjektivitas yg menjadi topic bahasan humaniora atau kebudayaan. Sementara itu, kuadtran kanan bawah menmyangkut interobjektivitas yang menilik gabungan objek-objek yang diklaim Wilber sebagai warga atau teknologi. Dengan demikian, ada empat kuadran keilmuan, yaitu ilmu-ilmu kealaman (kanan atas), ilmu-ilmu keagamaan (kiri atas), ilmu-ilmu kebudayaan (kiri bawah) serta ilmu-ilmu keteknikan (kanan bawah). 

Jika dipandang dengan ketiga contoh pada atas pemikiran Seyyed Hossein Nasr kelihatannya cenderung masuk dalam kategori contoh perama. Bagi Nasr kepercayaan , yang diwakili oleh eologi, adalah segala-galanya. Sains serta ilmu-ilmu lain nir boleh keluar dari kerangka serta pada rangka membela teologi. 

"Senter" kedua damai trilogi Restorasionis, Rekonstruktionis serta Pragmatis perlu dikemukakan di sini buat melihat formulasi pemikiran Nasr. Konstruksi trilogi yang digunakan merupakan apa yang sudah dibangun oleh Pervev Hoodbhoy.

Pertumbuhan pesat sains terkini mengundang anggapan dari banyak pihak, termasuk umat Islam. Beberapa diantara tanggapan itu ada yang masuk pada kategori restorasionis, rekonstruktionis serta pragmatis. Ketiga kategori grup tanggapan terhadap sains tersebut dilihat secara sepintas pada tulisan ini buat "menyorot" pemikiran Seyyed Hossein Nasr, sebagai akibatnya peta pemikirannya dalam hal sains terbaru mudah dipahami.

Pertama, Kaum Restorasionis. Kaum restorasionis adalah kelompok yg paling bersemangat mengembalikan kejayaan Islam pada masa lampau. Kelompok ini jua berargumen bahwa kemunduran umat Islam ketika ini lantaran mereka tidak sanggup memegang fikrah serta thariqah Islam secara istiqamah. Menjamurnya gerakan fundamenalis pada sekita tahun 1970-1980-an merupakan manifestasi yang paling nyata berdasarkan gerakan kaum restorasionis ini. 

Salah satu contoh gerakan kaum restorasionis adalah gerakan Jemaat-e Islami pada Pakistan, suatu grup politik-agama yang menerima dukungan menurut warga urban kelas menengah dan para mahasiswa. Walaupun belum pernah menerima kemenangan dalam pemilu pada Pakistan namun impak gerombolan ini sangat bertenaga pada Pakistan. Maryam Jameelah, seorang Yahudi Amerika yg masuk Islam, adalah juru bicara Jemaat-e Islami yang paling cakap tentang masalah-kasus sains dan modernias. Jameelah berpandangan bahwa seluruh ideology modernis dicirikan menggunakan pemujaan manusia. Pemujaan insan paling tak jarang ada di bawah kedok sains. Kepada modernis ditayangkan bahwa kemajuan dalam sains pada akhirnya akan menganugerahkan dalam mereka kekuatan tuhan. Bagi Maryam Jameelah umat Islam seyogyanya nir perlu "mengejar Barat" karena sifat sains Barat dursila serta nir bertuhan. Masa lampau Islam jauh lebih baik, ad interim modernitas nir membuat apapun kecuali kerusakan.

Kedua, Kaum Rekonstruksionis. Posisi kaum rekonstruksionis sangat sangat bertentangan dengan posisi ortodoks yg sangat anti-sains serta anti modernisme. Rekonstruksionis secara esensial menafsirkan kembali keimanan buat mendamaikan tuntuan peradaban terbaru menggunakan ajaran serta tradisi Islam. Kelompok ini berpandangan bahwa Islam di masa Nabi serta masa khulafa' al-Rasyidin adalah Islam yg progersif, revolusioner, liberal dan rasional. Maka kelompok yg dogmatis reaksioner dianggap taqlid serta menolak inovasi (ijtihad).

Diantara tokoh kaum rekonstruksionis adalah Syed Ahmad Khan (1817-1898) serta Syed Ameer Ali (1849-1924). Ahmad Khan beropini bahwa Al-Qur'an harus ditafsirkan ulang berkaitan dengan empiris yang berubah. Sementara Ameer Ali berpendapat bahwa Islam adalah agama revolusioner, rasional dan berorientasi maju. 

Ketiga, Kaum Pragmatis. Kaum pragmatis sesungguhnya merupakan juml;ah terbesar menurut umat Islam, namun grup ini lebih poly memilih bungkam terhadap masalah modernitas serta sains. Merekalebih suka memperlakukan persyaratan-persayaratan agama dan keimanan sebagai sesuatu yg secara esensial nir langsung berkaitan menggunakan perkara kehidupan politik ekonomi, atau dengan sains dan pengetahuan secular lainnya. Kaum pragmatis merasa puas menggunakan keyakinan samara bahwa Islam dan modernitas tidak bertentangan, tetapi mereka enggan menguji masalah-perkara tersebut menggunakan lebih mendalam. Salah satu model tokoh pro modernis serta pro sains adalah Jamaluddin al-Afghani (1838-1897).

Jika dilihat menggunakan snter trilogi ersebut pada atas tampak bahwa pemikiran Seyyed Hossein Nasr berada pada kategori perama, yaitu grup restorianis. Hal ini lumrah saja mengingat Nasr adalah tokoh terkemuka ortodoksi Islam, sehingga sangat mudah dipahami apabila pola berpikirnya berada pada frame restorianis.

PANDUAN ILMU CAHAYA KITABULLAH

Panduan Ilmu Cahaya Kitabullah
Untuk mencapai suatu tujuan hidup sejak awal dibutuhkan niat lapang dada yg dirumuskan dengan kentara, do’a khusu’ yang dekat ijabah dan tunggangan pembawa baraqah yang mampu menerbangkan amal ibadah keharibaan ridhoNya. 

Pengalaman, ilmu serta wawasan diperlukan buat menyederhanakan permasalahan agar nir terulang kesalahan yg sama serta terbukanya kemampuan melihat kemungkinan berkembangnya kreativitas dan akselerasi solusi. Kesemuanya itu tiada lain adalah rahmah, baraqah dan innayah Allah swt. Yg dilimpahkan kepada manusia yang berkembang menjadi menjadi holistik ni’mah panduan berupa jalan lurus, tunggangan pembawa, cahaya penerang jalan dan rambu-rambu penyelamat perjalanan. Kebahagiaan hidup di global menyimpan berbagai kasus, ujian, cobaan dan kesenangan fana. Substansi senang akan bermetamorfosis sebagai kebahagiaan hakiki dunia – akhirat manakala manusia menempuh jalan yang sudah ditetapkanNya ‘dinnul haq – sirathal mustaqim’ yang diterangi cahaya kebenaran, dilengkapi dengan frekuwensi-frekuwensi pedoman keselamatan yg masih ada di pada Al Qur’anul Karim dan Sunnah Rasulullah saw.

Dalam Kata Sambutan terbitnya terjemahan kitab “Irsyadul Ibaad Ilaa Sabilir Rasyaad”, Dr. KH. Ali Yafie diantaranya menulis: “Tiap orang menempuh jalan hidupnya mulai saat beliau lahir berdasarkan kandungan ibunya sampai waktu dia tutup usia. Ia akan selamat pada perjalanannya itu bila ia berhati-hati dan mematuhi peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sang pencipta kehidupn itu (Al Khaliq ‘Azza wa Jalla) yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia sudah mengungkapkan dalam Al Qur’an, Surah Al An’am, ayat 153:

“Dan sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus, maka itulah yang kamu ikuti dan jangan mengikuti jalan-jalan yang lain sebagai akibatnya mencerai-beraikan kalian (menyimpang menurut jalan lurus itu). Yang demikian itu diwasiatkan kepada kalian semoga kalian senantiasa berhati-hati”.

Islam itulah jalan yg lurus menuju keselamatan tak pernah mati serta kebahagiaan yg kekal. Islam telah menaruh kepada manusia panduan yg lengkap bagaimana kita wajib menempuh jalan kehidupan pada global ini agar selamat dan seterusnya selamat serta bahagia pada kehidupan yg kekal abadi di akhirat”.

Irsyadul Ibaad Ilaa Sabiilir Rasyaad berisi ajaran Ilmu Taukhid dan banyak sekali pertarungan Fiqih (Masailul Fiqhiyah) yang disertai model peristiwa melalui daya tarik Hikayat. Walaupun nampak agak fantastis, kisah-kisah yang tersaji akan membantu pencapaian taraf penghayatan yg diharapkan buat memandu kearah pengamalan ajaran atau menghindari kemungkinan sesat jalan; sehingga tepat bila diterjemahkan sebagai Panduan ke Jalan Kebenaran.

Menurut Imam Al Ghazali dalam “Ihya Ulumiddin” dikatakan bahwa formasi kebagusan akhlak serta tawadlu’ itu merupakan bepergian hayati (sirah) Nabi saw. Maka seyogianyalah diikuti (teladan) Nabi Muhammad saw. Dan berdasarkan padanyalah seyogianya dipelajari.

Abu Umamah Al Bahili ra. Mengatakan: “tatkala Muhammad saw. Diutus, kemudian iblis mendatangkan tentaranya, lalu tentara itu menyampaikan: “Sesungguhnya sudah diutus seorang Nabi serta telah timbul suatu ummat”. Iblis bertanya: “Mereka itu mencintai global?”

Mereka menjawab: “Ya!”
Lalu Iblis menyambung: “Jikalau benar mereka itu menyayangi global, niscaya saya nir hiraukan (tidak jadi perkara) walaupun mereka nir menyembah berhala. Sesungguhnya aku akan tiba pada mereka (dalam saat) pagi serta sore dengan 3 kasus: mengambil harta berdasarkan bukan haknya; membelanjakan harta pada bukan haknya; serta menunda harta menurut haknya. Dan semua kejahatan timbul dari yang tiga ini!”

Ummat membutuhkan Panduan Ilmu.
Karunia Allah dibagikan pada ummat manusia sesuai amanah yang diembannya. Sama halnya menggunakan amanah kekayaan harta benda, amanah ilmu tidak diterima persis sama antara seorang dengan seorang lainnya, terdapat yg diberi kemampuan besar pada menyerap serta menganalisis pertarungan terdapat yang diberi kemampuan sedang atau mini . Besar kecilnya kemampuan intelektual berhubungan dengan tingginya taraf kecerdasan yg diamanatkan Allah pada seorang. Semakin cerdas seseorang semakin akbar pertanggungan jawabnya pada yaumal hisab kelak, dalam memandu ummat sinkron ilmu yang diharapkan. Pertanyaan akan berkembang dari kesungguhan upaya mencari ilmu, menyerap dan menganalisis serta membagikannya dalam yg lain sehingga bisnis mengimplementasikannya bagi kepentingan ummat menjadi semakin sederhana dan mudah. Semakin poly harta benda dan semakin tinggi tumpukan ilmu yg tersimpan menjadi hasanah pujian dan kebakhilan eksklusif akan sebagai beban berat yg bisa menggagalkan keberhasilan pada ujian penentu yaumal akhir. Naudzubillah min dzalik(a)!

Para pakar tafsir beropini bahwa substansi ayat-ayat Al Qur’an disamping mencakup aspek Akidah, Ibadah, Akhlak dan Sejarah juga mengandung isyarat-isyarat Ilmu Pengetahuan yang memberi amanat kepada ilmuwan serta ulama buat melakukan studi serta eksperimen. Sebagian akbar dari padanya berkaitan menggunakan alam semesta mulai dari kejadiannya, komponen materinya, ukuran kuantumnya, kecepatan mobilitasnya hingga dalam keberadaan dan misterinya dimana logika manusia serta perangkat penelitian tidak mungkin lagi menjangkaunya.

Dalam pengetahuan kepercayaan , ilmu yg membahas alam semesta baik dari sudut dari materi maupun proses kejadiannya dikenal sebagai Ilmu Kauniah, yg secara etimologis berarti keadaan atau alam semesta. Di dalam Kitab Sucial Qur’an terdapat tidak kurang menurut 750 ayat yang berkaitan menggunakan atau membahas alam semesta, dimana alam terbagi 2 kategori yakni as samawat yg berarti langit dan al ard yang berarti bumi.

Manusia pertama yg mendapat pelajaran mengenai langit dan bumi adalah Nabi Adam as. Yang lalu diwariskan dalam generasi-generasi penerus ummat insan berikutnya.

Ilmu yang berkaitan menggunakan as samawat secara garis besar terdiri berdasarkan ilmu astronomi serta ilmu metafisika, sedangkan ilmu al ard terdiri berdasarkan ilmu al ulum al insaniyyah (insan dan humanisme), al ulum al hayawaniyyah (kehidupan hewan /fauna) dan al ulum an nabatiyyah (kehidupan tumbuh-tanaman /flora).

Ayat-ayat yg berkaitan menggunakan dari kejadian alam semesta hingga berakhirnya pada yaumal kiyamah tercantum pada kitab suci Al Qur’an, diantaranya surat Fushilat ayat 11 yg berbunyi:

“Kemudian Dia menuju pada (penciptaan) langit, serta langit itu (masih merupakan) asap, lalu Dia menyampaikan kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah engkau berdua (dari perintahKu) menggunakan senang hati atau menggunakan terpaksa”. Keduanya mengatakan:”Kami tiba dengan senang hati”.

Betapa kepatuhan alam semesta pada Allah swt. Yg ditunjukkan pada ayat tersebut, dimana dalam ketika itu planet-planet masih berujud asap, lalu membangun galaxy menggunakan masing-masing solar system (tata mentari ) yang terdiri menurut planet-planet dan asteroids. Planet pada tata mentari kita memiliki sembilan planet termasuk bumi dimana planet yg paling dekat menggunakan surya (solar) disebut merkurius serta yg terjauh bernama pluto.

Apabila posisi keberadaan planet bumi ditinjau dari keseluruhan galaksi-galaksi yang terdapat pada ruang jagad-raya (macrocosmos), maka bumi akan nampak sebagai sebutir debu yang berada diantara billiunan butir debu lainnya. Allahu Akbar.

Ilmu pengetahuan pertama kali menyebutkan proses insiden alam semesta melalui teori Kabut dari Kant dan Laplace dan teori Big Bang yg menggemparkan para ilmuwan dalam saat itu. Bukannya tidak mungkin teori ini terinspirasi sang ayat-ayat pada Al Qur’an, mengingat teori ini bersandar dalam perkiraan dan penelitian yg nisbi terbatas, sedangkan obyeknya berada pada masa tidak terhingga.

Dalam surat Anbiyaa ayat 30, Allah swt. Berfirman:

“Apakah orang-orang kafir itu tidak melihat bahwasanya langit dan bumi itu keduanya (dahulu) adalah berpadu (sebagai satu) kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan Kami jadikan berdasarkan air segala sesuatu yg hayati. Maka apakah mereka tidak beriman?”

Mengembangkan Ilmu menuntut Kesabaran Penelitian dan Eksperimen.
Untuk memenuhi perubahan kebutuhan serta kemajuan peradaban dibutuhkan semangat serta usaha benar-benar-sungguh dalam berbagi ilmu pengetahuan. Upaya ini nir hanya menuntut daya intelektualitas serta penyediaan dana dan peralatan yang memadai, tapi juga menghendaki sikap tekun, kerja keras dan tidak kenal menyerah, yg pada bahasa agama disebut menjadi sikap sabar. Proses kemajuan ilmu pengetahuan hanya bisa beranjak bila didalamnya cukup tersedia tenaga pengabdian yg bisa menggerakkan proses penelitian, pengembangan serta eksperimentasi. Para pelaku yg kurang memiliki research dedication tidak mungkin terlibat dalam prosedur penelitian yang sebenarnya, jangkauan terjauh yang mungkin dicapai merupakan predikat-predikat yg diharapkan pada upaya pengakuan keberadaan dan pengkayaan kemajemukan ‘artificial layers’. 

Untuk mencapai keberhasilan suatu ‘Problem Solving Technique’ dibutuhkan Operation Research yang mempunyai taraf originalitas, validitas relatif memadai serta memenuhi persyaratan realitas menjadi ‘acceptable implementation research’. Keberhasilan rangkaian proses ini dalam akhirnya bergantung dalam kemampuan tim peneliti dan komunikasi menggunakan sumber liputan dan rasa tanggung jawab dari mereka yang berkewajiban dalam implementasi output penelitian serta eksperimentasi yg direkomendasikan.

Komunitas yang amanah dan berdedikasi akan menikmati keuntungan menurut adanya komitmen tinggi yg dibangun diatas jaring-jaring interaktif Sektor Riil dengan Dunia Ilmu Pengetahuan. Perkembangan Sektor Riil poly bergantung dalam keberhasilan Dunia Ilmu Pengetahuan pada menyumbangkan hasil penelitian (terapan) yang berkualitas serta applikatip, sedangkan kemajuan pendidikan dan penelitian sangat memerlukan donasi tenaga menurut benefit yg diperoleh Sektor Riil selaku pengguna (users) hasil proses penelitian dan percobaan-percobaan ilmiah sempurna gunakan. Kedua peran jaring interaktif, Dunia Ilmu Pengetahuan serta Sektor Riil akan lebih diharapkan manfaat kehadirannya pada menaikkan kualitas hayati dan memacu produktivitas komunitas ummat sehingga tercapai keuntungan timbal pulang (‘reciprocal benefit’) serta kemaslahatan bersama.

Dalam bidang ilmu terapan seseorang ilmuwan bernama Hamdy A Taha (“Operations Research” An Introduction) menyatakan: 

“As a persoalan-solving technique, OR must be viewed as both a science and as art. The science aspect lies in providing mathematical techniques and algorithms for solving appropriate decisions problems. Operations research is an art because success in all the phases that precede and succeed the solution of a mathematical contoh depends largely on the creativity and personal abilities of the decision-makin analysts. Thus gathering of the data for contoh construction, validation of the contoh, and implementation of the obtained solution will depend on the ability of the OR team to establish good lines of communication with the source of information as well as with the individuals responsible for implementing recommended solutions”.

Kiranya relatif bagus serta sangat berguna rintisan sains yang dilakukan ilmuwan-ilmuwan muslim beberapa abad yg kemudian, dimana sejarah ilmu pengetahuan sudah mencatat penelitian dan penemuan-inovasi yg dilakukan sang Ibnu Haitam, Al Kindi, Al Farabi, Al Biruni, Ibnu Sina, Al Mas’udi, Ibnu Rusydi, Al Kazwini serta masih banyak lagi yang beranjak pada disiplin ilmu masing-masing yg melandasi serta memberi sumbangan besar pada perkembangan sains terkini misalnya ilmu matematika, ekamatra, optika, kimia, kedokteran, astronomi, geografi, sejarah, bahasa, sastera, ekonomi (syari’ah) dan sebagainya.

Seorang ahli fisika abad pertengahan bernama Ibnu Haitam yg lahir di Basra pada tahun 354H/965M mengawali lahirnya teori-teori fisika, matematika serta astronomi, disamping mengembangkan pemikiran-pemikiran dibidang filsafat dan menjadi perintis ilmu baru optika sebagai akibatnya menjadi studi yg teratur menggunakan rumus-rumus yang kentara. Hasil inovasi dan pemikirannya hampir semuanya diterjemahkan kedalam aneka macam bahasa Eropa terutama ilmu matematika dan fisika, sehingga menggunakan gampang menyebar ke seluruh dunia dalam memberi sumbangan bagi perkembangan teori dan penelaahan, banyak sekali pelaksanaan serta contoh penelitian dari kedua disiplin ilmu tersebut.

Ibnu Haitam banyak menyumbangkan pemikiran baru melalui kombinasi rumus matematis dengan contoh fisik eksperimen agar gampang dimengerti, sebagai akibatnya beliau dijuluki ahli ekamatra teoritis -eksperimental. Berbagai percobaan ilmiah dilakukannya diantaranya 

menentukan gerak rektilinier cahaya, sifat bayangan, penggunaan lensa camera obscura, dan banyak sekali fenomena optika lainnya. Dia jua yg poly mempraktekkan pembuatan lensa serta cermin lengkung dengan menggunakan mesin bubut yang dimilikinya.

Penemuannya yg cantik para ilmuwan saat itu merupakan bahwa cahaya yg bergerak di udara berjalan di atas garis lengkung (melengkung), sehingga beliau berkesimpulan kita bisa melihat cahaya bulan dan mentari sebelum keduanya sahih-benar timbul di cakrawala, dan sebaliknya kita masih mampu melihatnya walaupun keduanya sudah terbenam pada kaki langit.

Perjalanan karir Ibnu Haitam menjadi cendekiawan fisika nir selamanya menyenangkan, tatkala beliau mendapat tawaran penguasa Fatimiah di Mesir yg bernama Al Hakim bin Amirillah (386H – 411 H) buat mengendalikan banjir Sungai Nil dengan ilmu pengetahun yg dimilikinya. Kedatangannya disambut secara meriah dengan upacara kebesaran. Namun beliau nir berhasil menyusun proposal pengendalian banjir yg dibutuhkan dapat memperbaiki sistim irigasi dan pertanian Mesir. Untuk menghindari kemarahan penguasa Fatimiah, Ibnu Haitam meninggalkan tempat kerjanya dengan berpura-pura sakit ingatan. Untuk ketika lama tidak diketahui eksistensi ilmuwan itu, hingga suatu saat dia pulang ke Cairo menjadi pengajar ilmu matematika sampai akhir hayatnya pada tahun 430 H dalam keadaan sangat sederhana. Meskipun demikian global ilmu pengetahuan menerima warisan scientific heritage yg sangat bernilai berupa hampir 200 karya ilmiah bidang ekamatra, matematika, astronomi dan filsafat output pemikiran, penelitian dan eksperimen ilmuwan besar Islam yang bernama Ibnu Haitam.

Ilmuwan muslim berikutnya yg menarik buat diketengahkan bernama Al Biruni kelahiran Khawarizmi,Turkmenistan tahun 362H serta wafat pada Ghazna pada usia 86 tahun. Ketika tinggal di Jurjan kehidupan Al Biruni terbilang beruntung karena penguasa setempat sangat tertarik pada ilmu pengetahuan sebagai akibatnya Al Biruni menerima perhatian serta penghormatan tersendiri.

Ketika pindah ke Ghazna sebuah kota pada sebelah selatan Kabul, Al Biruni tinggal pada istana Mahmud Gaznawi, bahkan mendapat kesempatan mengunjungi negeri-negeri Hindu beberapa kali pada rangka wisata ilmiah. Disana dia mengadakan penelitian sejarah, kebudayaan serta kepercayaan , serta berhasil meluncurkan sebuah buku ilmiah berjudul Al Hind, dimana sebelumnya dia harus menguasai bahasa Sanskerta buat mendukung keberhasilan penelitiannya.

Untuk menyebarkan kemampuannya menguasai banyak sekali ilmu, Al Biruni berusaha menilik beberapa bahasa antara lain Arab, Persia, Sanskerta, Yunani, Ibrani dan Suryani. Bidang yang paling ditekuninya merupakan fisika, ilmu falak dan filsafat, dimana buat memperluas wawasannya dalam bidang fisika paripatetik dan ilmu falak dia sering berkirim surat pada sahabatnya seorang pakar filsafat dan kedokteran yang hidup semasa dengannya yakni Ibnu Sina. Seperti tertera dalam suratnya yg ditujukan kepada Ibnu Sina, beliau menyatakan bahwa mobilitas eliptis lebih mungkin daripada mobilitas melingkar dalam konvoi planet-planet.

Dalam bidang filsafat Al Biruni poly terpengaruh oleh pemikiran tokoh-tokoh filsafat Islam terkemuka seperti Al Farabi, Al Kindi serta Al Mas’udi.

Meskipun beliau seorang ilmuwan multi disiplin, penguasaannya pada bidang fisika cukup bertenaga, sehingga ditinjau sebagai seseorang sarjana ekamatra yg terkemuka dalam periode sejarah Islam, disamping kemampuannya dalam bidang geografi, matematika, mineralogi, astronomi, astrologi serta sejarah. Bahkan karyanya dalam elemen astrologi mendapat tempat terhormat diantara gugusan literatur-literatur ilmiah, dimana selama beberapa abad permanen digunakan menjadi referensi standard sang perguruan-perguruan tinggi.

Dapat diketengahkan jua disini apa yang dilakukan sang seorang ilmuwan Islam Klasik, keturunan Arab bernama Al Kazwini dari berdasarkan Kufah Irak Persia, yg hidup berdasarkan tahun 600 H – 682 H / 1203 M – 1283 M. Seorang scientist yg menguasai banyak sekali bidang sains awal serta mengabdikan hidupnya pada Allah swt. Melalui banyak sekali penelitian serta percobaan ilmiah, seperti ilmu falak, geografi, geologi, mineralogi, nabati, zoologi dan etnografi.

Buku Al Kazwini yang paling terkenal berjudul “Ajaib al Makhluqat wa Garaib al Maujudat” (Keajaiban Mahluk serta Keanehan Alam) yang pada bagian pertama menguraikan tentang ruang angkasa yg berisi benda-benda langit seperti mentari , bulan serta bintang dan penghuninya yaitu para malaikat. Bagian ini dilengkapi dengan perhitungan ketika dan penanggalan Arab Suriah.

Pembahasan tentang alam ekamatra yang terdiri dari empat unsur yakni udara, air, tanah serta api) dan materi lainnya berupa meteor, angin, iklim, laut serta sungai menempati bagian ke 2 menurut karyanya tersebut. Selain itu beliau menguraikan struktur deretan pegunungan serta lembah dan karena-sebab terjadinya gempa bumi. Dikemukakannya bahwa makhluk terbagi dalam 3 kategori yakni alam mineral, alam tanaman (tumbuhan) dan alam makhluk yg bernyawa yakni manusia serta binatang. Dalam menguraikan insan Al Kazwini melengkapi diskripsinya menggunakan illustrasi anatomi yang artistik disamping gambar tumbuh-tumbuhan serta hewan; nir luput berdasarkan imajinsinya adalah kehidupan mahkluk hayati lain yakni jin serta iblis. Semua uraiannya diperkaya dengan tabel-tabel geometri dan perspektif illustrasi yang menarik sebagai akibatnya memudahkan penelusuran pemikiran teori-teorinya.

Tidak mengherankan jikalau kitab -bukunya poly menaruh sumbangan pemikiran serta wangsit bagi pengembangan ilmu falak selanjutnya, lantaran dicermati paling komprehensip serta sistimatis. Ia telah berhasil pada menghimpun aneka macam teori dan fakta ilmu falak sebelumnya serta memadukannya dalam tatanan dan penyajian yang lebih bermutu serta mudah dicerna walaupun seringkali ada ketidak orisinalitasnya.

SEJARAH PENGERTIAN DAN DAKWAH TABLIGH

Sejarah, Pengertian Dan Dakwah Tabligh
Jama’ah Tabligh didirikan dalam akhir dasa warsa 1920-an oleh Maulana Muhammad Ilyas Kandhalawi di Mewat, sebuah provinsi di India. Nama Jama'ah Tabligh hanyalah merupakan sebutan bagi mereka yg sering membicarakan, sebenarnya bisnis ini tidak memiliki nama tetapi cukup Islam saja nir ada yg lain. Bahkan Muhammad Ilyas mengungkapkan saya harus memberikan nama pada usaha ini maka akan saya beri nama "gerakan iman". Ilham buat mengabdikan hidupnya total hanya buat Islam terjadi ketika Maulana Ilyas melangsungkan Ibadah Haji ke 2-nya pada Hijaz dalam tahun1926. Maulana Ilyas menyerukan slogannya, ‘Aye Musalmano! Musalman bano’ (dalam bahasa Urdu), yang adalah ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah (menunaikan seluruh rukun dan syari’ah seperti yang dicontohkan Rasulullah)’. Tabligh resminya bukan merupakan grup atau ikatan, akan tetapi gerakan muslim buat sebagai muslim yang menjalankan agamanya, serta hanya satu-satunya gerakan Islam yang nir memandang dari-usul mahdzab atau aliran pengikutnya. Dalam saat kurang menurut dua dekade, Jamaah Tabligh berhasil berjalan di Asia Selatan. Dengan dipimpin sang Maulana Yusuf, putra Maulana Ilyas sebagai amir/pimpinan yg ke 2, gerakan ini mulai menyebarkan aktivitasnya dalam tahun 1946, serta pada ketika 20 tahun, penyebarannya sudah mencapai Asia Barat Daya dan Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Sekali terbentuk pada suatu negara, Jamaah Tablih mulai membaur menggunakan warga lokal. Meskipun negara barat pertama yg berhasil dijangkau Tabligh adalah Amerika Serikat, tapi fokus utama mereka merupakan di Britania Raya, mengacu pada populasi padat orang Asia Selatan disana yg datang dalam tahun 1960-an dan 1970-an.

Jamaah ini mengklaim mereka nir menerima bantuan dana menurut manapun buat menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh didanai sendiri oleh pengikutnya. Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang lalu menjadi markas akbar Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka diklaim Amir atau Zamidaar atau Zumindaar.

Ada yg menyampaikan bahwa jamaah tabligh adalah penganut khurafat karna ucapnya kuburan maulana Ilyas di Nizamudin pada tawafkan padahal pada Nizamudin terdapat dua masjid yang pertama merupakan masjid suatu gerombolan yg di dalammya terdapat kuburan dan yang ke 2 adalah masjid yg didalamnya jangankan kuburan bahkan tulisan pun bersih serta telah dijadikan sentra penyebaran bisnis da'wah Rasulullah Muhammad SAW yg kini sudah menyebar ke semua global. 

Usaha ini telah merubah poly kalangan mulai menurut orang miskin, kaya, pemulung, pejabat, polisi, tentara, bahkan preman dan pembunuh bayaran.

a) Aktivitas Dakwah
Markas internasional pusat tabligh adalah di Nizzamudin, India. Kemudian setiap negara pula mempunyai markas sentra nasional, dari markas pusat dibagi markas-markas regional/wilayah yang dipimpin oleh seorang Shura. Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yg disebut Halaqah. Kegiatan di Halaqah adalah musyawarah mingguan, serta sebulan sekali mereka khuruj selama tiga hari. Khuruj merupakan meluangkan waktu buat secara total berdakwah, yang umumnya dari masjid ke masjid dan dipimpin sang seorang Amir. Orang yg khuruj tidak boleh meninggalkan masjid tanpa seizin Amir khuruj. Tapi para karyawan diperbolehkan tetap bekerja, dan pribadi mengikuti aktivitas sepulang kerja.

Sewaktu khuruj, kegiatan diisi menggunakan ta'lim (membaca hadits atau kisah sahabat, biasanya berdasarkan buku Fadhail Amal karya Maulana Zakaria), jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj menggunakan tujuan mengajak balik dalam Islam yg kaffah), bayan, mudzakarah (menghafal) 6 sifat teman, karkuzari (memberi laporan harian dalam amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka tidur pada masjid. Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun umumnya hanya menangani khuruj pada jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja. Selain itu mereka jua mengadakan malam Ijtima' (berkumpul), dimana pada Ijtima' akan diisi dengan Bayan (ceramah kepercayaan ) sang para ulama atau tamu berdasarkan luar negeri yg sedang khuruj disana, serta jua ta'lim wa ta'alum.

Setahun sekali, digelar Ijtima' generik pada markas nasional sentra, yg umumnya dihadiri sang puluhan ribu umat muslim berdasarkan semua pelosok wilayah. Bagi umat muslim yang bisa, mereka dibutuhkan buat khuruj ke poros markas sentra (India-Pakistan-Bangladesh/IPB) buat melihat suasana keagamaan yang bertenaga yg mempertebal iman mereka.

b) Asas 6 Sifat
1. Yakin terhadap kalimat Thoyyibah Laa ilaaha ilallah Muhammadur rasulullah.

Artinya: Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah.

· Laa ilaaha ilallah 
o Maksudnya: Mengeluarkan keyakinan pada makhluk berdasarkan pada hati serta memasukkan keyakinan hanya kepada Allah pada pada hati.

· Muhammadar rasulullah 
o Maksudnya: Mengakui bahwa satu-satunya jalan hidup buat mendapatkan kejayaan global dan akhirat hanya menggunakan mengikuti cara hayati Rasulullah SAW.

2. Salat khusyu' dan khudu'. Artinya: Salat dengan konsentrasi batin serta rendah diri dengan mengikuti cara yg dicontohkan Rasulullah.
· Maksudnya: Membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah pada salat kedalam kehidupan sehari-hari.

3. Ilmu ma'adz dzikr
· Ilmu, Artinya: Semua petunjuk yang tiba menurut Allah melalui Baginda Rasulullah.
· Dzikir, Artinya: Mengingat Allah sebagaimana Agungnya Allah.

Melaksanakan perintah Allah dalam setiap waktu serta keadaan menggunakan menghadirkan ke-Agungan Allah mengikuti cara Rasulullah.

4. Ikramul Muslimin, Artinya: Memuliakan sesama Muslim.
· Maksudnya: Menunaikan kewajiban pada sesama muslim tanpa menuntut hak kita ditunaikannya.

5. Tashihun Niyah Artinya: Mengikhlaskan niat supaya jauh berdasarkan riya’ serta sum’ah (memperdengarkan amal kebaikan). Akan tetapi, mereka meninggalkan Sunnah serta mengikuti cara-cara nrimo pada dalam tashawwuf.
· Maksudnya:Membersihkan niat pada beramal, semata-mata lantaran Allah.

6. Dakwah dan tabligh. Dakwah, Artinya: Mengajak, sedangkan Tabligh, Artinya: Menyampaikan 

Maksudnya: 
  • Memperbaiki diri, yaitu menggunakan diri, harta, serta ketika seperti yg diperintahkan Allah.
  • Menghidupkan kepercayaan dalam diri sendiri serta insan pada semua alam menggunakan memakai harta dan diri mereka

ANTARA SAINS DAN ORTODOKSI ISLAM

Antara Sains Dan Ortodoksi Islam
Seyyed Hossein Nasr merupakan seseorang tokoh pemikir yg unik pada dunia Islam. Keunikan eksklusif dan pemikiran Seyyed Hossein Nasr karena lahir berdasarkan tradisi Sufi-Syi'ah yg dipadu menggunakan pemikiran Barat modern. Nasr lahir dari famili berlatar belakang Sufi populer di Persia yang mempunyai afiliasi-afiliasi dengan tarekat-tarkat sufi pada Persia. Persia, selama ini memang dikenal sebagai gudangnya ilmu, terutama khazanah ilmu-ilmu Islam klasik, semisal filsafat Islam klasik.

Dengan latar belakang misalnya itu, Nasr sanggup mengapresiasi dengan baik khazanah keilmuan tradisional Islam seperti karya Suhrawardi, ibn Arabi dan Mulla Sadra. Tokoh-tokoh tersebut bahkan kemudian menjadi model serta poly menghipnotis pemikirannya. Disamping itu, latar belakang pendidikan Baratnya yg cukup bertenaga membuatnya sanggup mengapresiasi khazanah intelektual Barat.

Kombinasi latar belakang kultural dan intelektual Seyyed Hossein Nasr membuatnya menempati posisi spesifik dalam berbicara dan berkarya, mempunyai otoritas dalam berbicara tentang poly topik, terutama tentang perjumpaan Timur serta Barat, tradisi serta modernisasi. Ditambah lagi pergaulannya yang luas, baik menggunakan muslim juga non-muslim, menjadikan Nasr menjadi figur yg langka serta sporadis terdapat bandingannya.

Tulisan sederhana ini berusaha mendeskripsikan pemikiran Seyyed Hossein Nasr kaitannya dengan sains terkini. Tokoh ini dipilih lantaran diskusi-diskusi acara doktor UIN Sunan Kalijaga angkatan tahun 2005 selama ini, dalam pengamatan saya belum ada yg mengangkat tokoh pemikir dari kalangan ortodoksi Islam, seperti Nasr. Tulisan ini diawali dengan menguraikan latar belakang sosiokultural dan karir inelektual Nasr, diikuti menggunakan uraian tentang pokok-utama pikiran Nasr yang bisa ditangkap berdasarkan dua butir karyanya seperti tertera pada sub judul pada atas, baru lalu dianalisis dengan 2 "senter", yaitu contoh-model inegrasi sains serta kepercayaan serta trilogi rastorasionis, rekonstruksionis dan pragmatis. Kedua "senter' ini dimaksudkan untuk menerima peta pemikirann Nasr pada kaitan menggunakan agama dan sains.

A. SETTING SOSIO-KULTURAL DAN KARIR INTELEKTUAL NASR
Seyyed Hossein Nasr terlahir pada lepas 7 April 1933 serta dididik menjadi seorang Syi'ah Iran. Ia dari berdasarkan famili cendekiawan populer. Ayah serta kakeknya adalah fisikawan pada kerajaan Iran, disamping keduanya jua populer pada kalangan muslim Syi'ah menjadi tokoh sufi.

Seyyed Hossein Nasr saat mini nir poly perbedaannya dengan anak-anak seusianya, ia belajar dalam sekolah menggunakan baku bangsa Persia. Ayahnyalah yang membuat Nasr kecil lebih poly menaruh wangsit serta semangat. Virus semangat yg disuntikkan ayahnya membuat Nasr begitu antusias pergi ke Amerika saat usianya masih 12 tahun. Ia masuk sekolah Peddie pada Haghtown, New Jersey, dan waktu tahun 1950 ia lulus berhasil memenagkan piala Wyclifte yang adalah penghargaan tertinggi bagi murid berprestasi. Pada sekolah inilah Nasr bersemangat menghimpunpengetahuan mengenai sains, searah Amerika, peradaban Barat serta Kristologi.

Berbeda menggunakan saat ia belajar dalam Sekolah Menengah pada Peddie, pada tahun kedua kuliah tingkatan satu-nya pada jurusan fisika, dia merasa stress serta bosan lantaran menurutnya terlalu hiperbola dalam mengagungkan sisi ilmiah dan cenderung positivisme. Ia menganggap poly pertanyaan mengenai perkara-masalah metafisik yg sebagai minatnya, nir menerima tempat pada jurusan ekamatra tadi. Oleh karenanya dia mulai mewaspadai apakah fisika bisa menghantarkan manusia pada hakekat ralitas fisik Satu-satunya orang yang mampu sedikit menaruh jawaban terhadap kegelisahan Nasr adalah Bertnard Russell, filosof Inggris yg senang mengadakan diskusi dengan para mahasiswa pada loka Nasr menuntut ilmu.

Pengalaman getir Seyyed Hossein Nasr waktu studi S-1 membuatnya wajib mengambil keputusan mengambil bidang lain unuk studi lanjutnya. Ia mulai menekuni serta membaca secara intensif kitab -buku dalam rumpun ilmu humaniora. Lebih-lebih saat beliau bertemu dengan professor Giorgio de Santillana, filosof sains dan sejarawan berdasarkan Italia, Nasr poly mempelajari filsafat yunani, filsafat Eropa, Hinduisme dan pemikiran Barat Modern. Nasr lalu menekuni konsentrasi geologi serta geofisik pada Program Pascasarjana pada Universitas Harvard. Setelah mendapatkan gelar magister geologi dan geofisik tahun 1956, meneruskan studi guna memperoleh Ph.D dalam bidang sejarah ilmu serta filsafat pada Universitas Harvard. Selama studi di Harvard yang terakhir ini Nasr poly berhubungan dengan para penulis dan tokoh philosophia perennis misalnya Fritjof Schuon serta Titus Burckhardt, yg poly menaruh sumbangan serta efek bagi perkembangan intelektual dan spiritualnya. 

Ketika lulus serta menerima gelar Ph.D Nasr baru berusia 25 tahun. Disertasinya berjudul Conception of Nature in Islamic Thought, diterbitkan sang Universitas Harvard dengan judul Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Masa-masa penulisan disertasi digunakan juga sang Nasr buat menulis sebuah kitab yg lalu diterbitkan dengan judul Science and Civilization in Islam, yang nanti akan kita lihat dalam bab berikutnya. 

Seyyed Hossein Nasr setelah purna studi kemudian balik ke Iran, diangkat sebagai pengajar besar madya dalam bidang filsafat serta sejarah sains, hampir berbarengan waktunya dengan berlangsungnya pernikahannya menggunakan seorang perempuan dari keluarga terhormat. Pada usianya ke-30 Nasr menjadi orang termuda yg menyandang gelar profesor penuh dalam Universitas Teheran. Sesuatu yang baru ditawarkan sang Nasr dalam forum ini, yakni bahwa beliau menganggap pentingnya pentingnya pedagogi filsafat Islam yang berbasis sejarah serta perspektif Islam. Nasr berpendapat bahwa orang seyogyanya tidak mengharapkan dapat memahami serta mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri dari sudut pandang orang lain, misalnya juga tidak mungkinnya seorang bisa melihat sesuau menggunakan mata orang lain. Nasr jua menumbuhkan kesadaran serta minat buat mempelajari filsafat Timur dalam program studi filsafat. Nasr jua terlibat pada acara doktor bidang bahasa dan sastera Persia bagi yg bahasa ibunya bukan Persia, poly asuhan Nasr di bidang ini yg menjadi cendekiawan krusial diantaranya menurut Amerika William Chittick, dan cendekiawati menurut Jepang Sachiko Murata. 

Seyyed Hossein Nasr menjabat menjadi rektor Universitas Aryamehr, universitas sains dan teknik populer pada Iran, tahun 1972-1975. Shah Reza Pahlevi, penguasa Iran saat itu, menginginkan agar Nasr membuatkan Universitas Aryamehr menggunakan contoh perguruan tinggi populer di Amerika tetapi memiliki dasar yg bertenaga dalam kebudayaan Iran. Nasr membawa perguruan tinggi ini membuka acara pascasarjana menggunakan bidang filsafat ilmu menggunakan landasan filsafat ilmu Islam, buat pertama kalinya pada global Islam, bahkan di global dalam umumnya. 

Seyyed Hossein Nasr di sela-sela kesibukannya masih sempat menimba ilmu nasihat, pada bawah master-master otoritatif pada Iran. Diantara pengajar-pengajar terhormat itu merupakan Sayyid Muhammad Kazim Assar, seorang alim yang memiliki otoritas dalam bidang hokum Islam dan filsafat, yang adalah sahabat ayah Nasr, Allamah Sayyid Muhammad Husain Tabatabai serta Sayyid Abu Hasan Qazwin, pakar aturan Islam yg menguasai juga matematika, astronomi serta filsafat dengan baik. Terlihat bahwa Nasr telah mendapatkan pendidikan Barat Modern dan dikombinasikan dengan pendidikan Timur Tradisional. Kombinasi langka ini mmbuat dirinya berada dalam posisi langka ketika berbicara serta menulis, yang menguasai banyak info yg terkait dengan perjumpaan Barat-Timur, tradisi serta modernitas.

Nasr pula menulis secara aktif waktu berada pada Iran pada bahasa Inggris, Perancis serta Arab. Disertasinya ditulis balik pada bahasa Persia yang kemudian mendapat penghargaan raja Iran. Nasr juga menulis buku-kitab Suhrawardi dan Mulla Sadra dalam bahasa Persia serta karya Ibnu Sina serta al-Biruni pada bahasa Arab. 

Kiprah Seyyed Hossein Nasr tidak terbatas dalam Iran saja tetapi merambah global "luar" baik tempat muslim juga bukan. Ia pernah sebagai direkrut Caultural Institute, dimana Iran, Pakistan dan Turki menjadi anggotanya. Di Beirut iamendirikan Aga Khan Chair of Islamic Studies pada Universitas Amerika pada Beirut (1964-1965). Mskipun tinggal pada Amerika, Nasr sering keluar serta berhubungan dengan negara lain. Tahun 1977 beliau menyampaikan Kevorkian Lectures pada seni Islam pada New York, beliau berbicara tentang seni dan Islam. Pada tahun 1979, ketika meletus Revolusi Iran, Nasr pindah ke Amerika, serta mulai aktif lagi menulis di sana. 

Tahun 1980 dia aktif menulis serta berdiskusi pada lembaga prestisius yang disebut Gifford Lectures, karena diikuti sang para ilmuwan terkemuka, serta Nasr merupakan orang Timur dan orang Islam pertama yang menerima kesempatan berharga tadi. Karyanya Knowledge and The Sacred adalah judul yg sudah dipresentasikannya di lembaga Gifford Lectures tersebut. Nasr mengungkapkan bahwa Knowledge and The Sacred merupakan hibah berdasarkan langit lantaran penulisannya dapa diselesaikan pada ketika kurang menurut tiga bulan.

Sebenarnya poly sekali karya Seyyed Hossein Nasr selain yang disebutkan di atas, namun karena mengingat berbagai keterbatasan, nir mungkin diampilkan serta diulas seluruh pada sini. Oleh karenanya dicukupkan disini supaya bisa lebih poly mengulas pemikiran Nasr di pada buku yg menjadi pusat perhatian artikel ini.

B. SAINS DAN ISLAM PERSPEKTIF SEYYED HOSSEIN NASR
Kaum modernis Islam umumnya mempunyai kesamaan ingin menerangkan kesesuaian antara Islam menggunakan sains modern. Dianara bukti yang mendukungya merupakan kenyataan bahwa sains pernah berkembang pada bumi Islam serta bisa mempertahankan kecemerlangannya selama hampir 5 abad. Maka acapkali dijumpai konklusi kaum modernis bahwa Islam niscaya mendukung sains terkini. Argumen kaum Islam modernis ini ditanggapi sang para pemikir Islam ortodoks, antara lain merupakan Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh yang paling berpengaruh di kalangan ini.

Seyyed Hossein Nasr nir setuju menggunakan argumen umum kaum modernis tentang kesesuaian Islam dengan sains tersebut. Menurutnya mereka secara sewenang-wenang membarui kepercayaan Islam supaya sesuai dengan tujuan akhir mereka sendiri. Dia menggunakan keras mencela:

tulisan-goresan pena apologetik kaum modernis Islam yg ingin berdamai dengan modernisme serta mau melakukan apa saja untuk menampakan bahwa Islam bagaimanapun jua merupakan kepercayaan 'modern' serta, berbda menggunakan Kristen, sama sekali tidak bertentanagan dengan sains.

Menurut Nasr tulisan-goresan pena kaum Islam modernis yg menjamin Islam sesuai menggunakan sains modern, yaitu sains yang dipercaya dipelopori sang Galileo serta Newton, kentara-kentara mengandung stigma. Kesalahan mereka, menurut Nasr, merupakan bahwa ilm pada bahasa Arab yg berarti menuntut ilmu sesuai menggunakan kewajiban kepercayaan , sengaja diubah agar menjadi sains dan pengetahuan sekuler. Nasr menganggap galat lantaran term ilm, tidak hanya menyangkut masalah duniawi teapi pula menyangkut pengetahuan tentang Tuhan, serta lain-lain hal gaib lainnya. Jika mengikuti pandangan kaum Islam modernis, dari Nasr, berarti menggerogoti tauhid.

Menurut Nasr seseorang ilmuwan yang secara konsisten memakai peralaan dan eknik-teknik sains terkini, bila nir hati-hati akan menghancurkan struktur agama Islam. Masalahnya, sains terbaru hanya mengandalkan nalar dan pengamatan sebagai wasit penentu kebenaran. Bagi ortodoksi Islam, sejenis Nasr, ini sama sekali nir dapat diterima. Hal ini sangat berbeda menggunakan sains zaman dulu. Mengenai sains zaman dulu Nasr mempunayi pendapat yang baik:

tidak pernah menjadi tanangan bagi Islam misalnya halnya sains terbaru. Para pelajar Islam pada madrasah-madrasah tradisional nir berhenti melaksanakan shalat ketika mereka menyelidiki aljabar Khayyam atau risalat al-kimia menurut Jabir ibn Hayyan. Tidak misalnya pelajar-pelajar zaman sekarang yang begitu banyak kehilangan semangat beragama mereka setelah menilik matematika serta kimia terbaru.

Jika kita jangan lupa disparitas mendasar kerangka konseptual sains abad pertengahan dan abad terkini, sesungguhnya pemikiran Syyed Hossein Nasr tadi tidaklah sulit dipahami. Ilmuwan abad pertengahan, baik yg Islam juga Kristen, bekerja dalam batas-batas, paradigma teologis. Sains harus menemukan perintah ketuhanan dari alam semesta yang karakteristik-cirinya sudah ditetapkan sang apa yg diyakini sebagai wahyu. Secara umum., sains secara prinsip ditinjau menjadi cara untuk menggambarkan kebenaran teologis. Maka sains, sebagai kaki tangan teologi, harus pertanda bahwa iman didukung oleh alasan serta faka-warta fisik. 

Sains terbaru dalam pandangan Nasr, terutama yang berkembang di Barat, sejak Renaissance sudah membangun bentuk dan paradigma baru yg adalah manifesasi corak pemikiran rasionalistis serta antroposentris serta sekularisasi kosmos. Ilmu dalam konsepsi Barat misalnya inilah yg disebut oleh Nasr sudah menempati mode spesifik, yaitu sama sekali tidak herbi Kesucian.

Sekularisasi ilmu yang terjadi pada Barat, diantaranya dilatarbelakangi sang pecahnya kesatuan gereja Kristen bersamaan menggunakan gelombang Renaissance. Gelombang sekularisasi tersebut menggempur peradaban Barat dalam ketika itu sehingga mistisisme Kristen, yang dimotori diantaranya sang Lutherian, tidak dapat mencegah dahsyatnya gelombang sekularisasi tadi. Pemikiran yg bercorak rasional serta empiris juga ikut menymbangkan peran bagi proses sekularisasi ilmu pada Barat. Empirisme yg berkembang di Barat, terutama di Inggris, menciptakan fungsi kudus intelek nir lagi berguna. Isaac Newton, bapak ekamatra klasik yang menulis Principia, saat mempropagandakan rasionalisme ilmu pula turut berperan dalam proses desakralisasi ilmu. 

Menurut analisis Seyyed Hossein Nasr Descartes merupakan orang yang sangat banyak memberikan andil terhadap desakralisasi ilmu pada Barat. Ketika Descartes menciptakan basis baru bagi ilmu, dengan memunculkan pencerahan individu sebagai subjek berpikir, cogito ergo sum, dimaknai secara profan serta sama sekali nir meruuk kepada "Aku" tuhan. Menurut Nasr habitus baru yg dimunculkan Descartes ini tidak sinkron jauh dengan tradisi para Sufi Islam yang menafikan poly hal profan serta muncullah "Aku" yang kuasa. Mengacu pada diri manusia, yang mempunyai makna semu dalam pandangan orang arif. Descartes dalam kondisi ini, demikian Nasr, sudah menempatkan pengalaman serta pencerahan berpikir sebagai landasan onto

Kata "saya" dalam ucapan Descartes logi, epistemologi serta sumber kepastian. Akibat dari dampak pikiran Descartes ini banyak orang yg mengakibatkan pikiran individu sebagai baku dan membarui arah filsafat sebagai bentuk rasionalisme murni. Implikasi berdasarkan bentuk pemikiran misalnya ini tak jarang obyek diketahui lain sama sekali dengan yg dikehendaki obyek tiu sendiri, serta tak jarang pula poly duduk perkara yang direduksi sekedar sebagai "it" atau "thing" pada global yg mekanistik, padahal mungkin saja apabila melihanya berdasarkan sudut pandang lain "it" atau "thing" trsebut sangat sarat dengan nilai-nilai sakral. 

Proses desakralisasi sesungguhnya sudah terjadi jauh sebelum masa Renaissance serta masa Descartes, yakni semenjak masa Yunani kuno. Pentingnya jiwa simbolis yang diserukan Plato, pengosongan kosmos berdasarkan unsur kudus pada kepercayaan Olympia yg membawa pada filsafat naturalistik, munculnya rasionalisme dan transformasi lain, adalah beberapa bukti proses desakralisasi ilmu di Barat ini.

Lebih mencolok lagi proses sekularisasi di Barat ketika kita melihat kasus ibnu Sina dan ibn Rusyd. Filsafat ibn Sina di dunia Islam sebagai basis penting bagi penekanan balik sakralitas pengetahuan dan intelek misalnya versi Suhrawardi, tetapi waktu karya-karya ibn Sina sampai di Barat dia berupah hanya sekedar menjadi rabat-rabat pengetahuan yang bercorak rasionalistik. Begitu juga pada perkara ibn Rusyd, ia kelihatan lebih rasional dan sekuler pada Barat ketimbang ibn Rusyd asli yang dibaca pada dunia Arab. 

Seyyed Hossein Nasr memandang proses desakralisasi ilmu di Barat diantaranya diandai menggunakan pereduksian intelek sebagai logika (reason) serta intelligence dibatasi dengan sekedar cunning serta cleverness, yg seluruh itu merusak teologi, termasuk teologi natural, baik pada kalangan Islam maupun Kristen. Pencabutan pengathuan berdasarkan karakter sucinya serta menumbuhkan ilmu profan, membuat orang lupa akan keunggulan spiritual dalam aneka macam tradisi, maka ilmu pengetahuan Barat yg profan menjadi sentral sementara bisikan hati serta unsur-unsur yang bercorak ilahi sebagai periferal.

Pemikiran sekuler yg terjadi dalam desakralisasi ilmu tadi merambah uga pada bidang-bidang lain. Bahkan hingga pada bahasa pun terkena imbas desakralisasi ini. Bahasa-bahasa yang berkembang di Barat kehilangan ragam makna mendalam lantaran impak desakralisasi ini.

Pandangan Nasr yg kritis terhadap perkembangan ilmu pada Barat, membawanya dalam penilaian bahwa ilmu di Barat mengalami kritis yang, pada pandangannya, membawa ancaman berfokus menjadi dampak skularisasi. Nasr melihat sisi lemah sains pada Barat menggunakan kacamata perennisnya, lalu buat solusinya beliau memberikan konstruksi ilmu Islam menjadi alternatif, yg dianggapnya mampu mengatasi krisis humanisme yg diderita manusia terbaru.

Ilmu Islam dari Nasr bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja. Munculnya ilmu Islam adalah persinggungan dan hubungan mendalam menggunakan pradaban lain seperti Yunani, Persia, India, Kalde, dan Cina. Ketika berjumpa dengan berbagai peradaban tadi umat Islam terbuka terhadap banyak sekali perkembangan ilmu dan peradaban tetapi pula menyeleksinya dengan akurat sebagai akibatnya adonan dari keterbukaan serta daya selektif yg ketat itu melahirkan corpus baru yg unik. 

Secara ontologism ilmu Islam didasarkan dalam metafisika simbolis. Alam yang terbentang luas ini, pada pandangan Nasr, wajib dipahami secara simbolis,sehingga hubungan dengan realitas yg lebih tinggi nir hilang. Alam semesta tidak mampu direduksi sebagai sekedar fakta empiris, namun lebih berdasarkan itu harus membantu intelektual insan untuk sampai pada banyak sekali eksistensi, bukan hanya menjadi fakta meninggal namun beliau juga menjadi simbol, sebagai cermin yang memantulkan paras agung oleh pencipta.

Dalam tataran epistemologi ilmu Islam berlandaskan pada iluminasi akal serta intelek. Intelek adalah indera, akal adalah aspek pasifnya dan refleksinya pada diri manusia. Intelek adalah dasar logika, akal perlu dilatih secara sehat untuk bisa hingga pada intelek. Itulah sebabnya ahli ekamatra muslim menyatakan bahwa ilmu rasional secara alamiah akan mmbimbing insan sampai kepada yang yang kuasa.

Intelek, pada pandangan Nasr, merupakan kapasitas batin,namun tak jarang dikaitkan menggunakan fungsi analitis pikiran sebagai akibatnya dianggap nir terdapat sangkut pautnya dengan sifat kontemplatif. Pereduksian makna ini acapkali menimbulkan semangat insan buat menaklukkan alam semesta. Padahal seharusnya, demikian Nasr, interaksi antara ilmuwan menggunakan alam bersifat intelektif, tidak abstrak, tidak analitis serta nir sentimental.

Terma intelek dalam pemahaman Nasr berkaitan menggunakan terma lain seperti qalb, fu'ad, dan bashirah. Qalb, sebagaimana fu'ad, mempunyai muatan makna yang identik dengan sesuatu alat untul memahami empiris dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek dalam terminology Islam tidak sinkron dengan reason, lantaran intelek pada pengertian Islam tidak semata-mata berkaitan menggunakan rasionalisme tetapi jua berhubungan erat dengan problem wahyu, sehingga bagi seseorang muslim aktivitas ilmiah tidaklah harus menjauhkan dirinya dari ibadah dan Tuhan.

Struktur keilmuan misalnya tadi di atas merupakan pondasi yg paling kuat serta telah terbukti keampuhannya saat berhadapan dengan peradaban-peradaban lain. Sesungguhnya konstruksi contoh ini pula tidak bertentangan menggunakan konstruksi peradaban lain yang berlandaskan wahyu, karena konstruksi keilmuan itu nerupakan "heart of all revelations".

Perbedaan fundamental konstruksi ilmu di Barat dengan Islam, bila pada Barat sains identik menggunakan teknologi dan aplikasinya, sebaliknya sains pada pandangan Islam, disamping bermakna seperti pengertian sains pada perspektif Barat jua bermakna pengetahuan yang berkaitan menggunakan apiritualitas. 

C. PETA PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR
Ada banyak model yg diajukan orang buat integrasi sains dan agama. Model-model itu bisa diklasifikasikan menggunakan menghitung jumlah konsep dasar yg menjadi komponen utama contoh itu. Apabila hanya ada satu, model itu disebut contoh monadic.jika terdapat dua, tiga, empat atau 5 kompoonen, contoh itu masing-masingnya bisa disebut sebagai contoh-contoh diadik, triadik, tetradik serta pentadik. Berikut ini akan dibahas secara singkat masing-masing model tersbut.

Model pertama yang popular pada kalangan fundamentalis, religius maupun sekuler. Fundamentalis religius memandang bahwa kepercayaan adalah holistik yg mengandung semua cabang ilmu dan kebudayaan. Sedangkan yang sekuler memandang bahwa kepercayaan sebagai keliru satu cabang kebudayaan. Dalam fundamentalisme religius, agama dianggap menjadi satu-satunya kebenaran, sains hanyalah galat satu cabang kebudayaan, sementara bagi fundamentalisme sekuler kebudayaanlah yg merupakan ekspresi manusia dalam mewujudkan kehidupan yang menurut sains menjadi satu-satunya kebenaran.

Dengan contoh monadik totalistik semacam ini nir mungkin terjadi koeksistensi antara sains serta agama, lantaran keduanya menegasikan keberadaan atau kebenaran lainnya. Maka interaksi antara ke 2 sudut pandang ini, nir bisa tidak berupa permasalahan, seperti yg dikonsepsikan Barbour atau Haught tentang hubungan sains dan agama.

Gambar Model Monadik Totalistik

Mengingat kelemahan model monadik tersebut, diajukanlah contoh kedua, yaitu model diadik. Ada beberapa varian model ke 2 ini. Varian pertama mengatakan bahwa sains dan kepercayaan adalah 2 kebenaran yang setara. Sains menyampaikan keterangan alamiah, sedangkan agama membicarakan nilai-nilai ilahiah. Secara geometris dapat didiagramkan model ini menjadi dua buah lingkaran yang nir berpotongan. Model ini dapat diklaim sebagai contoh diadik kompartementer.

Gambar Model Diadik Independen/kompartementer

Varian ke 2 model diadik ini mungkin dapat dinyatakan sang gambar sebuah bulat yang terbagi sang sebuah garis lengkung sebagai 2 bagian yang bentuk serta luasnya sama, seperti dalam simbol Tao pada tradisi Cina. Berbeda dengan model interpendensi, pada varian ke 2 antara sains dan kepercayaan adalah bagian yang tak terpisahkan. Seorang tokoh yg patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah Fritjof Capra saat dia mengeluarkan sebuah ungkapan: "sains tidak membutuhkan mistisisme dan mistisisme takmembutuhkan sains. Akan namun,insan membutuhkan keduanya". Varian kedua ini merupakan model diadik komplementer.

Gambar Model Diadik Komplementer

Varian ketiga bisa dilukiskan secara diagram dengan dua buah bulat sama akbar yang saling berpotongan. Apabila kedua bundar itu mendeskripsikan sains serta agama, akan masih ada sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yg adalah bahan obrolan antara sains dan kepercayaan . Misalnya Maurice Buccaille mnemukan sejumlah data ilmiah pada dalam buku kudus Al-Qur'an. Atau para ilmuawan yang menemukan sebuah bagian pada otak yang dianggap sebagai "The God Spot" yang ditinjau menjadi pusat pencerahan religius manusia. Model ini bisa disebut sebagai contoh diadik dialogis.

Gambar Model Diadik Dialogis

Model ketiga adalah model triadik sebagai koreksi terhadap contoh diadik independent. Dalam model triadik terdapat unsur ketiga yang menjembatani sains dan agama. Jembatan itu adalah filsafat. Model ini diajukan sang para kaum teosofis yg bersemboyan "There is no religion higher than Truth". Kebenaran atau "Truth" merupakan kesamaan antara sains, filsafat dan kepercayaan .

Model ketiga ini merupakan perluasan saja menurut contoh diadik komplementer dengan memasukkan filsafat sebagai komponen ketiga yang letaknya diantara sains serta agama.

Sebagai koreksi terhadap contoh diadik dan triadik komplementer, sudah dikembangkan sebuah model tetradik. Salah satu interpretasi menurut contoh diadik komplementer merupakan identifikasi komplementasi "sains/agama" menggunakan komplementasi "luar/dalam". Pemilahan "luar/dalam" identik dengan pemilahan "objek/subjek" dalam perspektif epistemology. Menurut Wilber, pemilahan ini nir mencukupi lagi untuk tahu kenyataan budaya.

Wilber lalu memasukkan komplementasi baru buat melengkapi komplementasi-komplementasi modernis terdahulu. Komplementasi itu merupakan komplementasi "satu/poly", yang oleh Wilber diklaim "individual/sosial". Dengan adanya dua komplementasi, yg lama dan yang baru, maka realitas budaya dibagi menjadi empat kuadran dimana satu lingkaran dipecah sang 2 buah sumbe komplementasi yang saling tegal lurus satu sama lainnya: horizontal dan vertikal. Pada diagram empat kuadran Wilber ini sumbu individual/sosial diletakkan secara horizontal, menggunakan individualitas di sebelah kiri serta sosialitas pada sebelah kanan, serta sumbu interior/eksterior pada arah vertical menggunakan interioritas pada sedelah kiri serta eksterioritas pada sebelah kanan.

Menurut Wilber kuadran kiri atas bwerkaitan dengan subjektivitas, yang menjadi topic bagi psikologi Barat serta mistisisme Timur, dan kuadran kanan atas berkaitan dengan objektivitas yg menjadi topic bagi ilmu-ilmu kealaman atau sains. Sedangkan kiri bawah berkaitan menggunakan intersubjektivitas yg menjadi topic bahasan humaniora atau kebudayaan. Sementara itu, kuadtran kanan bawah menmyangkut interobjektivitas yang mengusut adonan objek-objek yg disebut Wilber sebagai rakyat atau teknologi. Dengan demikian, ada empat kuadran keilmuan, yaitu ilmu-ilmu kealaman (kanan atas), ilmu-ilmu keagamaan (kiri atas), ilmu-ilmu kebudayaan (kiri bawah) serta ilmu-ilmu keteknikan (kanan bawah). 

Jika ditinjau menggunakan ketiga contoh pada atas pemikiran Seyyed Hossein Nasr kelihatannya cenderung masuk dalam kategori contoh perama. Bagi Nasr agama, yg diwakili sang eologi, adalah segala-galanya. Sains dan ilmu-ilmu lain nir boleh keluar berdasarkan kerangka dan dalam rangka membela teologi. 

"Senter" kedua hening trilogi Restorasionis, Rekonstruktionis dan Pragmatis perlu dikemukakan pada sini buat melihat formulasi pemikiran Nasr. Konstruksi trilogi yang dipakai merupakan apa yang telah dibangun oleh Pervev Hoodbhoy.

Pertumbuhan pesat sains modern mengundang asumsi menurut poly pihak, termasuk umat Islam. Beberapa diantara tanggapan itu terdapat yg masuk pada kategori restorasionis, rekonstruktionis serta pragmatis. Ketiga kategori gerombolan tanggapan terhadap sains tersebut dipandang secara sepintas pada goresan pena ini buat "menyorot" pemikiran Seyyed Hossein Nasr, sebagai akibatnya peta pemikirannya dalam hal sains terkini gampang dipahami.

Pertama, Kaum Restorasionis. Kaum restorasionis adalah grup yang paling bersemangat mengembalikan kejayaan Islam pada masa lampau. Kelompok ini juga berargumen bahwa kemunduran umat Islam ketika ini karena mereka nir bisa memegang fikrah serta thariqah Islam secara istiqamah. Menjamurnya gerakan fundamenalis pada sekita tahun 1970-1980-an adalah manifestasi yg paling konkret dari gerakan kaum restorasionis ini. 

Salah satu model gerakan kaum restorasionis merupakan gerakan Jemaat-e Islami pada Pakistan, suatu grup politik-agama yang menerima dukungan berdasarkan rakyat urban kelas menengah dan para mahasiswa. Walaupun belum pernah menerima kemenangan dalam pemilu di Pakistan namun imbas grup ini sangat bertenaga pada Pakistan. Maryam Jameelah, seorang Yahudi Amerika yg masuk Islam, adalah juru bicara Jemaat-e Islami yang paling cakap tentang perkara-perkara sains dan modernias. Jameelah berpandangan bahwa seluruh ideology modernis dicirikan dengan pemujaan manusia. Pemujaan manusia paling seringkali ada di bawah kedok sains. Kepada modernis ditayangkan bahwa kemajuan pada sains pada akhirnya akan menganugerahkan dalam mereka kekuatan dewa. Bagi Maryam Jameelah umat Islam seyogyanya tidak perlu "mengejar Barat" lantaran sifat sains Barat jahat serta tidak bertuhan. Masa lampau Islam jauh lebih baik, sementara modernitas nir membentuk apapun kecuali kerusakan.

Kedua, Kaum Rekonstruksionis. Posisi kaum rekonstruksionis sangat sangat bertentangan menggunakan posisi ortodoks yang sangat anti-sains dan anti modernisme. Rekonstruksionis secara esensial menafsirkan pulang keimanan buat mendamaikan tuntuan peradaban terbaru dengan ajaran dan tradisi Islam. Kelompok ini berpandangan bahwa Islam pada masa Nabi dan masa khulafa' al-Rasyidin adalah Islam yang progersif, revolusioner, liberal dan rasional. Maka grup yg dogmatis reaksioner dianggap taqlid serta menolak inovasi (ijtihad).

Diantara tokoh kaum rekonstruksionis adalah Syed Ahmad Khan (1817-1898) dan Syed Ameer Ali (1849-1924). Ahmad Khan berpendapat bahwa Al-Qur'an harus ditafsirkan ulang berkaitan menggunakan realitas yang berubah. Sementara Ameer Ali berpendapat bahwa Islam adalah agama revolusioner, rasional dan berorientasi maju. 

Ketiga, Kaum Pragmatis. Kaum pragmatis sesungguhnya merupakan juml;ah terbesar dari umat Islam, namun gerombolan ini lebih poly menentukan bungkam terhadap kasus modernitas dan sains. Merekalebih senang memperlakukan persyaratan-persayaratan agama dan keimanan menjadi sesuatu yg secara esensial nir eksklusif berkaitan dengan perkara kehidupan politik ekonomi, atau menggunakan sains serta pengetahuan secular lainnya. Kaum pragmatis merasa puas dengan keyakinan samara bahwa Islam dan modernitas tidak bertentangan, namun mereka enggan menguji masalah-kasus tersebut menggunakan lebih mendalam. Salah satu model tokoh pro modernis dan pro sains adalah Jamaluddin al-Afghani (1838-1897).

Jika dilihat menggunakan snter trilogi ersebut pada atas tampak bahwa pemikiran Seyyed Hossein Nasr berada dalam kategori perama, yaitu gerombolan restorianis. Hal ini lumrah saja mengingat Nasr merupakan tokoh terkemuka ortodoksi Islam, sehingga sangat gampang dipahami jika pola berpikirnya berada pada frame restorianis.