PENGERTIAN PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

Pengertian Psikologi Industri Dan Organisasi
Pengertian industri meliputi jua pengertian business (perusahaan).
Psikologi industri serta organisasi merupakan hasil perkembangan menurut psikologi umum, psikologi eksperimen dan psikologi spesifik.

Sekarang, konduite manusia pada kaitan dengan kegiatan indusatri serta organisasi dipelajari untuk pengembangan teori, aturan dan prinsip psikologi baru yg berlaku umum pada lingkup industri dan organisasi

Alat buat mengukur disparitas manusia jua tetap dikembangkan buat menaikkan kecermatan pada melaksanakan pemeriksaan psikologis buat tujuan seleksi, penempatan, sosialisasi diri, penyuluhan kejuruan dan pengembangan kariere.

Segi terapan menurut psikologi industri dan organisasi mengakibatkan tafsiran bahwa psikologi bermanfaat bagi manajemen, bagi pimpinan dan pemilik perusahaan serta merugikan para energi kerja dan konsumen.

Psikologi industri dan organisasi adalah suatu holistik pengetahuan (a body of knowledge) yang berisi informasi, aturan2 dan prinsip2 tentang konduite manusia dalam pekerjaan. Pengetahuan ini dapat disalah pakai sebagai akibatnya bisa membahayakan serta merugikan pihak2 yg terlibat. Penggunaan pengetahuan psikologi industri serta organisasi wajib ditujukan buat kepentingan serta kemanfaatan pihak2 yg terlibat, baik perusahaan menjadi organisasi maupun karyawannya.

Psikologi industri dan organisasi merupakan ilmu yang mengusut konduite manusia:
  • Dalam perannya menjadi energi kerja dan sebagai konsumen
  • Baik secara perorangan maupun secara grup, dengan maksud agar temuannya dapat diterapkan dalam industri serta organisasi buat kepentingan serta kemanfaatan manusianya serta organisasinya.
A. Psikologi industri dan organisasi menjadi ilmu
Masih menerapkan temuan2 menurut psikologi dalam umumnya, psikologi serta industri pada khususnya kedalam industri serta organisasi.

B. Psikologi industri serta organisasi menyelidiki 
Perilaku manusia. 
Yang dimaksudkan denagn perilaku insan ialah segala aktivitas yg dilakukan sang insan, baik yang secara eksklusif dapat diamati seperti berjalan, melompat, menulis, duduk, berbicara serta sebagainya maupun yg tidak bisa diamati secara eksklusif seperti berikir, perasaan, motivasi dan sebagainya..

Ilmu hanya menangani hingga menganalisis fakta2 yg dapat diamati, yang bisa ditinjau, didengar, diraba, diukur dan dilaporkan, yang semuanya adalah konduite yang terbuka.

Perilaku yangtertutup disimpulkan melalui ungkapan kedalam konduite yang terbuka.

Melalui observasi dari konduite terbuka kita kita menafsirkan mengenai erilaku yg tertutup.

C. Perilaku manusia dipelajari pada perannya
Sebagai energi kerja serta menjadi konsumen.
Manusia dipelajari dalam interaksi menggunakan pekerjaannya., menggunakan lingkungan fisik serta lingkungan psiko-sosialnya di pekerjaannya.

Sebagai energi kerja manusia sebagai anggota organisasi industri serta menjadi konsumen dia sebagai pengguna berdasarkan produk atau jasa menurut organisasi perusahaan.

D. Perilaku mabnuysia dipelajari secara perorangan serta secara kelompok.
Dalam organisasi ada unit kerja. Unit kerja yang akbar terdiri menurut unit2 kerja yang lebih kecil dan masing2 terdiri menurut unit kerja yg lebih mini lagi.

Dalam hubungan ini dipelajari bagaimana impak satu kelompok atau unit kerja terhadap konduite seorang tenaga kerja dan kebalikannya.

Juga dipelajari sejauh mana struktur, pola dan jenis organisasi mempengaruhi tenaga kerjanya, terhadap grup tenaga kerja serta terhadap seorang tenaga kerja.

Tentang konsumen dapat berbentuk, sejauh mana terdapat reaksi yg sama dari gerombolan konsumen menggunakan ciri2 tertentu terhadap iklan suatu produk.

Berdasarkan temuan dikembangkan teori aturan2 atau aturan dan prinsip2 yg dapat diterapkan balik kedalam kegiatan2 industri serta organisasi buat kepentingan tenaga kerja, konsumen dan organisasinya dan buat menguji ketepatannya.. Contohnya ditemukannya data mengenai perbedaan manager yg berhasil serta yg tidak.

Wawasan psikologi industri serta organisasi
Psikologi industri serta organisasi herbi industri serta organisasi.

Semula ilmu ini dinamakan psikologi industri yg fungsi utamanya menerapkan ilmu psikologi di industri.

Dengan berkembangnya psikologi industri menjadi ilmu yg berdikari maka namanya menjadi psikologi industri dan (psikologi) organisasi.

Dengan organisasi dimaksudkan organisasi formal yang meliputi organisasi yang mencari keuntungan, menghasilkan barang atau jasa, dan organisasi yang tujuan utamanya bukan mencari laba.

Organisasi dapat ditinjau sebagasi suatu sistim yang terbuka.
Kast dan rosenzweig mengartikan sistim sebagai suatu kesatuan holistik yang terorganisasi,yang terdiri dari 2 atau lebih bagian, komponen atau subsitem, yang saling tergantung, yang dipisahkan menurut suprasistim menjadi lingkungannya sang batas2 yang bisa ditemu kenali.

Sistim berinteraksi menggunakan siustim lainnya serta membangun suatu suprasistim.

Sistim juga terdiri berdasarkan 2 atau lebih subsistim yg saling berinteraksi, dan masing2 subsistim terdiri dari sistim yg lebih mini lagi yg saling berinteraksi dan seterusnya.

Dengan demikian dapat ditemukan suatu tata taraf berdasarkan sistim.
Organisasi sebagai suatu sistim terdiri menurut subsistim, yaitu satuan kerja yg yang besar misalnya devisi atau urusan. Satuan kerja yg besar ini terdiri berdasarkan satuan2 kerja yang lebih kecil (sub-subsistim) seperti bagian. Setiap bagian terdiri dari satuan kerja yg lebih mini lagi, misalnya seksi serta satuan kerja yg terkecil artinya tenaga kerja.

Organisasi industri berinteraksi dengan sistim lain dan masing2 unit memberi efek yg tersendiri pada lingkungannya.

Dengan demikian setiap sistim menciptakan organisasi industri sebagai sistim berada dalam proses pertukaran yg sambung menyambung menggunakan lingkungannya, yaity sistim terbuka.

Sistim juga mempunyai batas yang bisa berupa fisik maupun non-fisik
Batas sistim memiliki fungsi seleksi dan pengendalian terhadap macam serta banyaknya arus menurut masukan serta keluaran.

Obyek yang dipelajari oleh psikolog industri dan organisasi merupakan perilaku insan menjadi energi kerja dan menjadi konsumen dalam kaitan:

A. Fungsi batas sistim
Yaitu secara perorangan atau secara kelompok misalnya:
- Pelamar/calon energi kerja
- Tenaga kerja yg terlibat pada proses pengadaan serta seleksi energi kerja
- Tenaga kerja yang terlibat dalam proses pengendalian mutu, pemasaran serta penjualan
- Konsumen, perorangan maupun perusahaan

B. Proses produksi pada sistim seperti:
- Tenaga kerja pelaksana yang dikelola
- Tenaga kerja pengelola (manager).

Seleksi pembinaan serta pengembangan sasarannya supaya tenaga kerja diubahsuaikan dengan tuntutan lingkungan kerjanya.

Kondisi kerja dan psikologi kerekayasaan berusaha buat menyesuaikan lingkungan kerja fisik, mesin2, alat-alat serta lingkungan kerja psikologis dengan keterbatasan kemampuan para tenaga kerjanya, agar mereka dapat bekerja effisien.

Hubungan antar tenagas kerja bisa saja menyebabkan aneka macam kasus dan perseteruan yg memerlukan penyelesaian.

Pengembangan organisasi menggunakan aneka macam jenis teknik intervensi bisa mengatasi banyak sekali masalah sehingga organisasi bisa menaikkan efisiensi, efektivitas dan “kesehatannya".

A. Kaitan dengan konduite keorganisasian (organizational behavior).
Psikologi industri dan organisasi sangat erat hubungannya dengan konduite keorganisasian. Kesamaan pada bidang kajian terletak dalam memeriksa perilaku insan:
A. Dalam perannya menjadi energi kerja dan sebagai konsumen
B. Baik secara perorangan maupun secara grup.

Untuk kepentingan dan kemanfaatan manusianya serta organisasinya.
Sebagai tenaga kerja poerilaku dipelajari buat menemukenali kepribadian, kecakapan2, ketrampilan, sikap dan ciri2 kepribadian:
1. Dengan tujuan khusus untuk seleksi serta penempatan, untuk training dan pengembangan
2. Dalam hubungan dengan lingkungan fisiknya
3. Dalam hubungan menggunakan lingkungan sosialnya.

Perilaku organisasi lebih serius pada no. 3.

B. Kaitannya dengan manager sumber daya manusia
Di indonesia kebanyakan orang sukar dapat membedakan antara psikologi industri serta organisasi serta managemen sumber daya insan.

Obyek studinya artinya sama yaitu insan menjadi energi manusia.

Perbedaan primer terletak dalam kondisi dimana insan menjadi energi dipelajari kerja.
Pada managemen sumber daya insan, konduite manusia dipelajari pada kaitannya menggunakan managemen dan bagaimana insan menjadi tenaga kerja dapat dimanagemeni secara efektif sebagai utama bahasan.

Topik2 yang sama merupakan seleksi tenaga kerja, pembinaan, motivasi dan kepemimpinan, tetapi masaing2 ditangani menggunakan cara yg tidak sinkron.

Managemen sumber daya manusia bekerja dari effisiensi dan efektivitas kerja sedangkan psikologi industri menurut mencari ciri2 yg absah dalam insan.

PENGERTIAN PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

Pengertian Psikologi Industri Dan Organisasi
Pengertian industri mencakup jua pengertian business (perusahaan).
Psikologi industri serta organisasi adalah output perkembangan berdasarkan psikologi generik, psikologi eksperimen dan psikologi khusus.

Sekarang, perilaku insan dalam kaitan dengan kegiatan indusatri serta organisasi dipelajari buat pengembangan teori, aturan serta prinsip psikologi baru yg berlaku generik pada lingkup industri dan organisasi

Alat buat mengukur disparitas insan pula tetap dikembangkan buat menaikkan kecermatan dalam melaksanakan pemeriksaan psikologis untuk tujuan seleksi, penempatan, pengenalan diri, penyuluhan kejuruan serta pengembangan kariere.

Segi terapan dari psikologi industri dan organisasi menyebabkan tafsiran bahwa psikologi bermanfaat bagi manajemen, bagi pimpinan serta pemilik perusahaan dan merugikan para tenaga kerja serta konsumen.

Psikologi industri serta organisasi merupakan suatu keseluruhan pengetahuan (a body of knowledge) yang berisi keterangan, aturan2 serta prinsip2 tentang perilaku insan dalam pekerjaan. Pengetahuan ini bisa disalah gunakan sebagai akibatnya dapat membahayakan dan merugikan pihak2 yang terlibat. Penggunaan pengetahuan psikologi industri dan organisasi harus ditujukan buat kepentingan dan kemanfaatan pihak2 yg terlibat, baik perusahaan sebagai organisasi juga karyawannya.

Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari konduite manusia:
  • Dalam kiprahnya sebagai tenaga kerja serta sebagai konsumen
  • Baik secara perorangan maupun secara grup, dengan maksud agar temuannya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi buat kepentingan serta kemanfaatan manusianya dan organisasinya.
A. Psikologi industri dan organisasi sebagai ilmu
Masih menerapkan temuan2 dari psikologi dalam umumnya, psikologi dan industri dalam khususnya kedalam industri serta organisasi.

B. Psikologi industri serta organisasi menilik 
Perilaku insan. 
Yang dimaksudkan denagn konduite insan merupakan segala aktivitas yang dilakukan oleh insan, baik yang secara pribadi dapat diamati misalnya berjalan, melompat, menulis, duduk, berbicara serta sebagainya maupun yang nir dapat diamati secara pribadi misalnya berikir, perasaan, motivasi serta sebagainya..

Ilmu hanya menangani sampai menganalisis fakta2 yg dapat diamati, yang dapat ditinjau, didengar, diraba, diukur dan dilaporkan, yg semuanya adalah perilaku yg terbuka.

Perilaku yangtertutup disimpulkan melalui ungkapan kedalam konduite yang terbuka.

Melalui observasi dari perilaku terbuka kita kita menafsirkan tentang erilaku yg tertutup.

C. Perilaku insan dipelajari pada perannya
Sebagai tenaga kerja serta menjadi konsumen.
Manusia dipelajari dalam interaksi dengan pekerjaannya., menggunakan lingkungan fisik dan lingkungan psiko-sosialnya pada pekerjaannya.

Sebagai energi kerja manusia sebagai anggota organisasi industri serta sebagai konsumen dia sebagai pengguna dari produk atau jasa menurut organisasi perusahaan.

D. Perilaku mabnuysia dipelajari secara perorangan serta secara kelompok.
Dalam organisasi terdapat unit kerja. Unit kerja yg akbar terdiri dari unit2 kerja yg lebih mini serta masing2 terdiri berdasarkan unit kerja yg lebih kecil lagi.

Dalam hubungan ini dipelajari bagaimana efek satu kelompok atau unit kerja terhadap konduite seorang energi kerja dan kebalikannya.

Juga dipelajari sejauh mana struktur, pola serta jenis organisasi mempengaruhi energi kerjanya, terhadap grup energi kerja serta terhadap seseorang energi kerja.

Tentang konsumen bisa berbentuk, sejauh mana ada reaksi yg sama berdasarkan grup konsumen dengan ciri2 tertentu terhadap iklan suatu produk.

Berdasarkan temuan dikembangkan teori aturan2 atau aturan serta prinsip2 yg dapat diterapkan pulang kedalam kegiatan2 industri serta organisasi untuk kepentingan tenaga kerja, konsumen dan organisasinya serta buat menguji ketepatannya.. Contohnya ditemukannya data mengenai perbedaan manager yang berhasil serta yg nir.

Wawasan psikologi industri serta organisasi
Psikologi industri serta organisasi berhubungan dengan industri serta organisasi.

Semula ilmu ini dinamakan psikologi industri yg fungsi utamanya menerapkan ilmu psikologi pada industri.

Dengan berkembangnya psikologi industri menjadi ilmu yg mandiri maka namanya sebagai psikologi industri serta (psikologi) organisasi.

Dengan organisasi dimaksudkan organisasi formal yang meliputi organisasi yang mencari laba, memproduksi barang atau jasa, serta organisasi yg tujuan utamanya bukan mencari keuntungan.

Organisasi dapat ditinjau sebagasi suatu sistim yg terbuka.
Kast serta rosenzweig mengartikan sistim menjadi suatu kesatuan keseluruhan yg terorganisasi,yg terdiri berdasarkan dua atau lebih bagian, komponen atau subsitem, yang saling tergantung, yang dipisahkan dari suprasistim sebagai lingkungannya sang batas2 yang dapat ditemu kenali.

Sistim berinteraksi menggunakan siustim lainnya serta menciptakan suatu suprasistim.

Sistim pula terdiri dari 2 atau lebih subsistim yang saling berinteraksi, serta masing2 subsistim terdiri berdasarkan sistim yg lebih kecil lagi yg saling berinteraksi dan seterusnya.

Dengan demikian dapat ditemukan suatu tata taraf menurut sistim.
Organisasi menjadi suatu sistim terdiri menurut subsistim, yaitu satuan kerja yang yg besar seperti devisi atau urusan. Satuan kerja yang besar ini terdiri menurut satuan2 kerja yg lebih mini (sub-subsistim) misalnya bagian. Setiap bagian terdiri menurut satuan kerja yang lebih mini lagi, contohnya seksi dan satuan kerja yg terkecil ialah energi kerja.

Organisasi industri berinteraksi dengan sistim lain dan masing2 unit memberi imbas yang tersendiri pada lingkungannya.

Dengan demikian setiap sistim membuat organisasi industri sebagai sistim berada pada proses pertukaran yang sambung menyambung menggunakan lingkungannya, yaity sistim terbuka.

Sistim juga mempunyai batas yg bisa berupa fisik maupun non-fisik
Batas sistim memiliki fungsi seleksi serta pengendalian terhadap macam serta banyaknya arus berdasarkan masukan serta keluaran.

Obyek yg dipelajari sang psikolog industri serta organisasi merupakan konduite insan sebagai tenaga kerja serta menjadi konsumen dalam kaitan:

A. Fungsi batas sistim
Yaitu secara perorangan atau secara grup misalnya:
- Pelamar/calon energi kerja
- Tenaga kerja yang terlibat pada proses pengadaan dan seleksi tenaga kerja
- Tenaga kerja yang terlibat pada proses pengendalian mutu, pemasaran serta penjualan
- Konsumen, perorangan maupun perusahaan

B. Proses produksi pada sistim seperti:
- Tenaga kerja pelaksana yg dikelola
- Tenaga kerja pengelola (manager).

Seleksi training dan pengembangan sasarannya supaya tenaga kerja diubahsuaikan dengan tuntutan lingkungan kerjanya.

Kondisi kerja serta psikologi kerekayasaan berusaha buat menyesuaikan lingkungan kerja fisik, mesin2, alat-alat dan lingkungan kerja psikologis menggunakan keterbatasan kemampuan para energi kerjanya, agar mereka bisa bekerja effisien.

Hubungan antar tenagas kerja dapat saja mengakibatkan aneka macam masalah dan perseteruan yg memerlukan penyelesaian.

Pengembangan organisasi dengan banyak sekali jenis teknik intervensi bisa mengatasi aneka macam masalah sehingga organisasi dapat menaikkan efisiensi, efektivitas serta “kesehatannya".

A. Kaitan dengan konduite keorganisasian (organizational behavior).
Psikologi industri serta organisasi sangat erat hubungannya menggunakan perilaku keorganisasian. Kesamaan dalam bidang kajian terletak pada mengusut konduite insan:
A. Dalam kiprahnya sebagai tenaga kerja serta sebagai konsumen
B. Baik secara perorangan juga secara gerombolan .

Untuk kepentingan serta kemanfaatan manusianya serta organisasinya.
Sebagai tenaga kerja poerilaku dipelajari buat menemukenali kepribadian, kecakapan2, ketrampilan, perilaku dan ciri2 kepribadian:
1. Dengan tujuan khusus buat seleksi dan penempatan, untuk pembinaan serta pengembangan
2. Dalam hubungan menggunakan lingkungan fisiknya
3. Dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya.

Perilaku organisasi lebih berfokus dalam no. 3.

B. Kaitannya dengan manager asal daya manusia
Di indonesia kebanyakan orang sukar dapat membedakan antara psikologi industri dan organisasi dan managemen asal daya insan.

Obyek studinya merupakan sama yaitu insan menjadi energi manusia.

Perbedaan utama terletak pada syarat dimana insan sebagai energi dipelajari kerja.
Pada managemen sumber daya insan, konduite manusia dipelajari dalam kaitannya menggunakan managemen dan bagaimana manusia menjadi energi kerja bisa dimanagemeni secara efektif menjadi pokok bahasan.

Topik2 yg sama merupakan seleksi tenaga kerja, training, motivasi dan kepemimpinan, tetapi masaing2 ditangani menggunakan cara yang tidak selaras.

Managemen sumber daya manusia bekerja berdasarkan effisiensi serta efektivitas kerja sedangkan psikologi industri menurut mencari ciri2 yg sah dalam insan.

ASOSIASI PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI APIO

Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APIO)
Relationship Marketing (RM) adalah pendekatan manajemen khususnya pada bidang pemasaran, utamanya pemasaran jasa (Berry 1995). RM yang juga acapkali diklaim relationship building merupakan kerangka berpikir baru menyusul mulai bergesernya paradigma manajemen bauran pemasaran (Gronroos 1994). Berry (1995) mengidentifikasi, terdapat empat hal yang mendorong berkembangnya konsep ini, yakni : adanya maturasi dalam pemasaran jasa, manfaat yang diterima sang perusahaan, manfaat yg diterima oleh pelanggan, dan adanya kemajuan tehnologi khususnya teknologi keterangan. 

Secara khusus, masih ada 2 tujuan utama RM yaitu merancang interaksi jangka panjang dengan pelanggan buat menaikkan nilai bagi kedua belah pihak dan perluasan ilham hubungan jangka panjang yg dibangun menjadi kerjasama horisontal serta vertikal secara partnership (Juttner and Wehrli 1995 dalam Navin 19995. Jadi fokus interaksi pada RM tidak hanya dengan pengguna akhir saja, tetapi mampu dikembangkan menjadi interaksi jangka panjang antara organisasi, pemasok, pelanggan, karyawan serta bahkan dalam taraf tertentu dapat melakukan aliansi menggunakan pesaing sekalipun.

Sebagai keliru satu pendekatan manajemen, meskipun pada awal lahirnya lebih banyak diimplementasikan dalam organisasi yang berorientasi laba, pendekatan RM sebenarnya bisa pula diterapkan dalam organisasi tidak laba buat menaikkan keunggulan bersaing. Ini terbukti menurut mulai meningkatnya jumlah organisasi nirlaba di Amerika yang menerapkan RM untuk menarik serta mempertahankan anggotanya.

Kajian mengenai perspektif RM berdasarkan sudut pandang konduite organisasi masih nisbi terbatas. Sebagian besar kajian mengenai RM lebih banyak berdasarkan perpektif manajemen pemasaran. Padahal ini sangat penting agar terjadi kolaborasi multi disiplin yg akhirnya dapat menaruh pemahaman yg lebih menyeluruh mengenai suatu kajian. Dari sudut pandang manfaat pengembangan keilmuan, kajian mengenai peran RM bagi peningkatan keunggulan bersaing akan sangat berarti di tengah kompetisi organisasi dan lingkungan yg sangat turbulen. Banyak aspek perilaku yang menunjuk pada peningkatan kinerja individu serta organisasi dapat distimulasi menggunakan pendekatan ini. Suatu organisasi yang menerapkan RM akan mempunyai iklim yang khas dan kondusif bagi tumbuh serta berkembangnya komitmen, suatu syarat perilaku yg absolut wajib dikembangkan oleh organisasi agar berkembang dan mempunyai daya saing yang unggul. Bagi organisasi apapun, komitmen yang bertenaga dari para anggota absolut dibutuhkan. Adanya komitmen akan menaikkan kinerja serta mendorong individu aktif terlibat dalam aneka macam masalah penting pada organisasi. Keinginan buat berbagi kompetensi eksklusif yg bisa memberikan konstribusi berarti bagi organisasi akan ada jika individu punya komitmen yg bertenaga.

Makalah ini akan menyelidiki RM dari sudut pandang psikologi dan manajemen sumber daya insan dalam membangun komitmen organisasional. Pembahasan akan dibagi dalam empat bagian penting, yaitu: tinjauan teoritis mengenai RM serta ruang lingkupnya, komitmen organisasi, bagaimana membangun dan menaikkan komitmen individu pada organisasi melalui RM, dan implikasi manajemen. 

Ruang Lingkup RM 
Terminologi RM, sebagai konsep dalam praktek pemasaran, pertama kali diperkenalkan sang Berry dalam tahun 1983 (Berry 1995; Bitner 1995). Dinyatakan bahwa RM merupakan pendekatan manajemen, utamanya pemasaran jasa yg tujuannya adalah buat menarik, memelihara, dan meningkatkan interaksi dengan pelanggan (Berry 1995; Morgan dan Hunt 1994). Konsep ini berkembang lantaran pendekatan-pendekatan yang ada sebelumnya hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek yg kurang menguntungkan bagi kelangsungan organisasi dalam jangka panjang. Merujuk pada aksioma mendasar dalam RM, tujuan utama RM adalah bagaimana anggota organisasi sebagai loyal pada jangka panjang pada suatu organisasi serta tidak berpaling pada organisasi lain sejenis (Sheth and Parvatiyar 1995).

Lebih lanjut Berry (1995) mengajukan lima elemen strategi buat mengimplementasikan RM pada suatu organisasi. Kelima elemen strategi tadi, meliputi : 
  1. mengembangkan layanan inti buat membentuk interaksi baik dengan pelanggan; 
  2. melakukan perlakuan khusus pada pelanggan individual; 
  3. menambahkan manfaat tambahan dalam produk atau jasa inti organisasi; 
  4. melakukan kebijakan harga buat mendorong loyalitas pelanggan; serta 
  5. aktivitas pemasaran yg dilakukan kepada karyawan sehingga mereka akan bisa memperlakukan konsumen secara baik.
Sebagai pendekatan baru, RM akan bersifat jangka panjang, dimana transaction marketing adalah lebih berorientasi jangka pendek (Gronroos 1995). Tujuan menurut transaction marketing merupakan buat menerima pelanggan, sedangkan tujuan berdasarkan RM merupakan untuk menerima serta mempertahankan pelanggan. RM umumnya aplikatip untuk bisnis jasa, sedang transaction marketing akan lebih aplikatip buat perusahaan yg membuat produk konsumsi. Tetapi sebenarnya pendekatan pemasaran yg terdapat dapat ditinjau menjadi satu kontinum yaitu RM pada satu sisi serta transaction marketing disisi yg lain. Secara lebih detail disparitas keduanya dapat dicermati dalam Tabel.

Model aktivitas atau instrumen yang dapat dilakukan dalam rangka tujuan RM ini telah poly dikaji. Dimana kegiatan RM merupakan mengarah dalam kegiatan yg dilakukan sang pemasar guna menaruh manfaat kepada pelanggan atau konsumennya dengan mengharap akan terjadi hubungan jangka panjang yg saling menguntungkan. Hal itu berlaku baik bagi pelanggan eksternal maupun pelanggan internal. Pelanggan eksternal merupakan pembeli produk, pemasok, regulator serta sebagainya. Sedangkan pelanggan internal merupakan karyawan atau anggota organisasi.

Kegiatan yang terkait menggunakan RM terdiri menurut 5 kegiatan. Kelima kegiatan tadi merupakan : 
  1. core service performance, yaitu perencanaan serta penyampaian atas jasa pokok organisasi, 
  2. recognition for contributions, yaitu pengakuan organisasi dalam anggota yang berkontribusi atas donasi mereka; 
  3. member interdependence enhancement, yaitu sejauh mana organisasi memberikan motivasi, peluang serta kemampuan dalam anggota buat bertukar nilai dengan anggota lainnya; 
  4. dissemination of organizational knowledge, yaitu pendistribusian fakta kepada anggota tentang beberapa hal yaitu tujuan organisasi, budaya; serta politik, proses serta personal; 
  5. relience on external membership requirements, yaitu aktivitas organisasi buat mencoba mempersuasi mediator supaya memakai kewenangannya mendorong individu dibawah kewenangannya agar bergabung dan memelihara keberadaannya pada organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000).
Tabel Kontinum Strategi Pemasaran
Kontinum Strategi

Transaksional Marketing

Relationship Marketing

Perpektip waktu
Fokus jangka pendek
Fokus jangka panjang
Fokus aktivitas
Penjualan
Memelihara pelanggan
Orientasi
Karakteristik Produk
Nilai-nilai pelanggan
Komitmen dengan pelanggan
Dibatasi
Relatip nir membatasi
Dominasi fungsi pemasaran
Bauran Pemasaran
Pemasaran Interaktip (didukung oleh aktivitas bauran pemasaran)
Elastisitas harga
Pelenggan cenderung lebih sensitip terhadap harga
Pelanggan kurang sensitip terhadap harga
Dominasi dimensi kualitas
Kualitas output (dimensi kualitas tehnis) mendominasi
Kualitas menyeluruh dimana kualitas interaksi (dimensi kualitas fungsi) sebagai krusial serta bahkan sebagai mendominasi.
Pengukuran kepuasan pelanggan
Memonitor market share (pendekatan nir eksklusif)
Mengelola data pelanggan (pendekatan pribadi)
Sistem liputan pelanggan
Survei kepuasan pelanggan secara ad-hoc
Real-time customer feedback system

Ketergantungan antara pemasaran, operasional, dan personalia.
Terbatas
Substantif
Peran pemasaran internal
Tidak ada atau terbatas
Substantif
Kontinum produk
Consumer packaged goods

Consumer durable

Industrial goods

Services





Sumber : Gronroos (1993), Payne (1995).

Organisasi yang menerapkan RM menggunakan baik dibutuhkan akan mempunyai anggota yg berperilaku positif. Terdapat 3 indikator penting menurut konduite positif yg dibutuhkan muncul menurut sudut pandang RM, yaitu retention, participation, and coproduction. Definisi masing-masing merupakan, menjadi berikut :

Retention. Organisasi yang menerapkan RM diharapkan akan memiliki anggota yang betah bertahan. Indikator untuk hal ini bisa diukur dari retention rate, yang dapat dicermati dari persentase keanggotaan yg memperbaharui keanggotaannya dalam tahun keanggotaan hingga tahun keanggotaan berikutnya (Gruen, Summers dan Acito 2000). Terminologi ini sebenarnya serupa dengan beberapa terminologi pada beberapa studi dalam tema RM. Battacharya (1998) dalam studi pada organisasi tidak laba menyebut terminologi ini menggunakan kata lapsing behavior atau hazard of lapsing membership, yang diukur menurut tingkat resiko yang diterima apabila anggota akan meninggalkan keanggotaan suatu organisasi. Lebih lanjut studi tadi mengungkapkan bahwa lapsing behavior ditentukan oleh joining characteristics, affiliation characteristics, serta helping behaviors. Kumar, Scheer, and Steenkamp (1995a) dalam studi tentang dealer attitude memberikan kata yang serupa dengan retention rate dengan terminologi expectation of continuity. Terminologi ini menampakan persepsi atas cita-cita ke 2 partner untuk mempertahankan interaksi relasional. Terminologi lain merupakan customer defections (Reichheld serta Sasser 1990), duration with continuous service providers (Bolton 1998 dalam Gruen, Summers serta Acito 2000), serta customer retention (Rust serta Zahorik 1993). Meskipun memiliki beberapa disparitas dalam hal seting serta beberapa atribut lain, namun holistik terminologi tersebut mempunyai konotasi pada sejauh mana anggota secara sukarela mempertahankan keanggotaanya dalam suatu organisasi. 

Participation. Organisasi yg menerapkan RM dibutuhkan memiliki anggota yg aktif memanfaatkan jasa maupun layanan yg ditawarkan. Participation diukur dari tingkat sejauh mana anggota mengkonsumsi layanan atau jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). 

Coproduction. Organisasi yang menerapkan RM diharapkan memiliki anggota yang aktif terlibat pada membuat jasa juga pelayanan dan pemasaran organisasi. Indikator buat mengukur coproduction dapat dilihat berdasarkan seberapa tinggi anggota dilibatkan pada menghasilkan produk, jasa atau dalam pemasaran organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Konsep ini serupa dengan terminologi consumer involvement (Sheth dan Parvatiyar 1995). Nicholson (1978 dalam Kelloway dan Barling 1993) menganalogikan esensi coproduction menggunakan istilah partisipasi, yg pada tingkatannya bervariasi secara kontinum, yaitu berdasarkan kiprah eksklusif pada kepemimpinan organisasi secara aktif hingga partisipasi pasip dalam bentuk membaca berita organisasi serta membayar iuran anggota. 

Komitmen Individu Pada Organisasi
Komitmen bisa didefinisikan sebagai jaminan dan janji baik secara eksplisit maupun implisit berdasarkan keberlangsungan interaksi antara patner dalam pertukaran (dwyer, schurr, dan oh 1987 dalam gunlach 1995). Komitmen jua berarti hasrat yang abadi buat memelihara interaksi yang bernilai (moorman, zaltman, serta dashpande 1992). Selanjutnya komitmen keanggotaan secara generik bisa didefinisikan sebagai taraf keterlibatan psikologis anggota dalam organisasi tertentu (gruen, summers dan acito 2000). Keterlibatan psikologis ini akan tercermin dalam tingkat aktivitas seseorang tersebut pada suatu organisasi dan buat kepentingan organisasi. 

Dalam kaitan dengan komitmen organisasional Mayer serta Allen (1990) mengidentifikasi 3 tema tidak selaras pada mendefinisikan komitmen. Ketiga tema tersebut merupakan komitmen menjadi keterikatan afektif pada organisasi (affective commitment), komitmen sebagai biaya yg wajib ditanggung bila meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitment), dan komitmen menjadi kewajiban buat permanen pada organisasi (normative commitment). 

Continuance commitment. Continuance commitment bisa didefinisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis dalam organisasi karena biaya yang beliau tanggung menjadi konsekuensi keluar organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Dalam kaitan dengan ini anggota akan mengkalkulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan dalam atau sebagai anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung mempunyai daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan bila penggorbanan dampak keluar organisasi semakin tinggi.

Normative commitment. Normative commitment adalah keterikatan anggota secara psikologis menggunakan organisasi lantaran kewajiban moral buat memelihara interaksi menggunakan organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota buat permanen berada dan menaruh sumbangan pada eksistensi suatu organisasi ,baik materi maupun non materi, adalah adanya kewajiban moral, yg mana seseorang akan merasa tidak nyaman serta bersalah apabila nir melakukan sesuatu.

Affective Commitment merupakan taraf keterikatan secara psikologis dengan organisasi berdasar seberapa baik perasaan mengenai organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Komitmen dalam jenis ini ada serta berkembang sang dorongan adanya ketenangan, keamanan dan manfaat lain yang dirasakan pada suatu organisasi yang tidak diperolehnya berdasarkan loka atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaat yg dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.

Membangun komitmen melalui RM
Organisasi yang menerapkan RM serta berakibat pendekatan ini sebagai budaya organisasi akan memiliki ciri khas dalam pengelolaannya. Organisasi yang menerapkan RM akan memandang bahwa anggota merupakan patner dan merupakan internal customer yg betul-benar wajib dilayani kebutuhan dan keinginannya.

Sebagai organisasi yg memiliki visi memuaskan anggotanya, aktivitas pada organisasi nir terlepas pada upaya-upaya yang menunjuk pada hal tadi. Organisasi akan senantiasa mencari keterangan mengenai apa yg diperlukan dan diinginkan anggotanya, aktif melakukan intelijensi mengenai apa yang dilakukan organisasi pesaing, serta unsur-unsur lain yg terkait menggunakan lingkungan organisasinya supaya bisa memberikan yg terbaik bagi anggotanya (Jaworski serta Kohli, 1996).

Menurut Gruen, Summers dan Acito (2000), organisasi yang menerapkan RM akan banyak diwarnai dengan aktivitas yg mengarah dalam usaha mempertinggi kualitas dan kuantitas perencanaan serta penyampaian jasa yg ditawarkan organisasi (core services performance) kepada anggotanya. Agar kegiatan ini berlangsung baik, maka kunci utamanya merupakan mengetahui kualitas jasa yang diperlukan oleh anggotanya. Sebagai contoh, suatu organisasi profesi akan dapat menaruh apa yang diperlukan serta diinginkan anggotanya secara tepat apabila memahami secara pasti apa yang diperlukan anggotanya, kapan mereka membutuhkan serta apa harapannya atas kegiatan, suasana serta lain-lain yg diberikan organisasi kepadanya.

Unsur core services performance ini krusial kiprahnya dalam membangun komitmen afektif serta partisipasi anggota (Wilson serta Mummalaneni 1986; Ferguson serta Brown 1991). Sesuai dengan Echange Theory, anggota akan mengembangkan perasaan positif serta memberikan partisipasinya jika dirinya merasa menerima sesuatu yg dianggapnya bernilai dan jika hal ini berlangsung secara terus menerus, maka akan menaikkan komitmen afektif yg sangat berarti bagi organisasi. Seperti yang dinyatakan George serta Jones (2002: 97), komitmen afektif ini akan lebih bisa bertahan serta merupakan pendorong bagi anggota buat loyal pada organisasi.

Selain kegiatan yg mengarah pada core services performance, kegiatan lain yang poly dilakukan pada organisasi yg menerapkan RM merupakan aktivitas yang menunjuk dalam pengakuan atas konstribusi anggota dalam organisasi (recognition for contribution). Pengakuan atas sesuatu yang dipercaya bernilai sang anggota serta disumbangkan kepada organisasi merupakan krusial lantaran ini adalah kebutuhan dasar sebagaimana yang dinyatakan dalam teori hierarchy of needs dari Maslow. Menurut Gruen, Summers serta Acito (2000) pengakuan ini merupakan extrinsic reward yang nantinya akan berpengaruh dalam pembentukan komitmen afektif dan continuance commitment serta usaha anggota dalam membangun jasa-jasa yg ditawarkan organisasi kepada anggota. Bagi organisasi, ini sangat berarti karena berdasarkan sinilah akan muncul banyak sekali kreasi aneka jasa yang bisa menciptakan anggota lebih puas.

Aktivitas ketiga, yang banyak berlangsung dalam organisasi yang menerapkan RM merupakan kegiatan yang menunjuk dalam peningkatan interdepensi antar anggota (Gruen, Summers serta Acito 2000). Jika anggota merasa saling membutuhkan, maka akan rugi baginya buat meninggalkan organisasi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi yg menerapkan RM akan diciptakan banyak sekali aktivitas yg bisa mendorong anggota buat saling membuatkan atas apa yg dianggapnya bernilai bagi dirinya serta bagi rekan-rekan anggota lainnya. Situasi semacam ini bisa mempertinggi komitmen normatif karena anggota merasa bahwa sine qua non sesuatu yg dapat diberikan kepada rekannya serta kelompoknya sebagai akibatnya hal ini akan mengukuhkan keyakinannya bahwa mereka wajib permanen berada sebagai anggota organisasi tadi (Ashforth dan Mael, 1989).

Aktivitas keempat yang sebagai ciri spesial dalam organisasi yg menerapkan RM merupakan upaya memberikan berita tentang organisasi pada anggota. Aspek-aspek yg berkenaan menggunakan proses organisasional, utamnya mengenai jasa yg ditawarkan pada anggota dan bagaimana mendapatkannya krusial disosialisasikan kepada anggota. Caho, et al. (1994) menyatakan bahwa organisasi yg mendasarkan dalam RM perlu mengkomunikasikan nilai, tujuan, proses, politik serta perkara-kasus yang berkenaan dengan personel kepada anggota. Pengetahuan tadi akan memberikan imbas positif bagi komitmen normatif (Hacket, Bycio dan Hausdorf, 1994).

Aktivitas kelima yg banyak dilakukan dalam organisasi yg menerapkan RM adalah melakukan persuasi kepada para perantara organisasi buat menggunakan kewenangannya dalam mendorong anggota tetap bertahan serta bergabung dalam organisasi. Keberhasilan kegiatan ini sangat tergantung dalam sejauhmana organisasi mampu membangun situasi yang dapat mendorong para perantara secara sukarela mau aktif ikut mempromosikan, bahkan mempersuasi agar para anggota loyal. Tentunya, upaya ini tidak mudah karena memerlukan bukti konkrit yg menunjukkan bahwa memang organisasi sanggup memenuhi kebutuhan dan asa anggota.

Apabila kelima kegiatan tersebut sudah berlangsung baik dan bahkan sudah mengakar sebagai budaya dalam organisasi, maka diperlukan komitmen anggota terhadap organisasi akan semakin tinggi. Selain itu, anggota jua akan merasa puas dan konsekuensinya anggota akan loyal, senang buat permanen menjadi anggota organisasi, terlibat dalam aktivitas produksi (coproduction) serta berpartisipasi pada setiap aktivitas organisasi. Perilaku serta perilaku yg positif ini akan sebagai asal keunggulan bersaing yang menciptakan organisasi bisa bersaing dengan organisasi lain misalnya yang ditunjukkan dalam Gambar 1. 

Gambar Pengaruh RM terhadap Komitmen Individu dalam Organisasi serta Perannya dalam Meningkatkan Daya Saing Organisasi

Sumber Teori serta Penelitian sebelumnya :
Gruen, Summers serta Acito (2000). 
Galbarino dan Johnson (1999) 
Day dan Wensley (1988)

Implikasi Manajemen
Menerapkan RM memang tidak gampang lantaran menyangkut sistem organisasional secara menyeluruh. Namun, bila dilihat menurut manfaat yang bisa dipetik dalam upaya membentuk komitmen anggota, hal tadi sangatlah besar keuntungannya. Oleh karenanya, langkah awal penting yg perlu ditempuh organisasi dalam menerapkan RM merupakan kesadaran semua pengelola organisasi, utamanya pimpinan buat terlibat secara penuh pada berbagi kegiatan tersebut baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.

Fourner, Dobscha serta Mick (1998) menyatakan bahwa paradigma pada memandang anggota organisasi wajib sudah saatnya diubah. Anggota jangan dicermati sebagai konsumen semata, yg memanfaatkan jasa organisasi namun harus ditinjau sebagai patner. Hubungan antara pengelola organisasi menggunakan anggota organisasi merupakan seperti hubungan persahabatan (partnership). Liking and closed with member (customer kata Day, 1994) barangkali merupakan prinsip yang wajib menjadi dasar hubungan antara pengelola organisasi dengan anggota. Hubungan persahabatan ini akan bisa berlangsung secara berkesinambungan bila dibangun atas dasar nilai-nilai beserta, adanya tujuan yg jelas pada interaksi tadi dan adanya dukungan penuh menurut pengelola organisasi buat melakukan aktivitas dalam RM (Maning serta Barry, 1998).

Jadi langkah awal pada menerapkan RM seperti yang digambarkan pada Gambar 1, di atas dan tetap melakukannya secara terencana dalam proses penerapan RM merupakan kunci krusial bagi keberhasilan RM. Selain itu, aspek lain yang menyangkut 5 kegiatan dalam RM perlu selalu dikembangkan dan diperbaharui sinkron dengan perkembangan perubahan kesukaan kebutuhan dan harapan anggota agar anggota memiliki komitmen yang bertenaga dalam organisasi.

ASOSIASI PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI APIO

Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APIO)
Relationship Marketing (RM) adalah pendekatan manajemen khususnya pada bidang pemasaran, utamanya pemasaran jasa (Berry 1995). RM yang juga acapkali diklaim relationship building merupakan paradigma baru menyusul mulai bergesernya kerangka berpikir manajemen bauran pemasaran (Gronroos 1994). Berry (1995) mengidentifikasi, masih ada empat hal yang mendorong berkembangnya konsep ini, yakni : adanya maturasi dalam pemasaran jasa, manfaat yg diterima oleh perusahaan, manfaat yang diterima sang pelanggan, serta adanya kemajuan tehnologi khususnya teknologi fakta. 

Secara spesifik, masih ada 2 tujuan primer RM yaitu merancang hubungan jangka panjang menggunakan pelanggan buat menaikkan nilai bagi kedua belah pihak serta perluasan wangsit hubungan jangka panjang yang dibangun menjadi kerjasama horisontal dan vertikal secara partnership (Juttner and Wehrli 1995 pada Navin 19995. Jadi fokus interaksi pada RM tidak hanya dengan pengguna akhir saja, namun sanggup dikembangkan menjadi hubungan jangka panjang antara organisasi, pemasok, pelanggan, karyawan serta bahkan dalam tingkat eksklusif bisa melakukan aliansi menggunakan pesaing sekalipun.

Sebagai galat satu pendekatan manajemen, meskipun dalam awal lahirnya lebih poly diimplementasikan pada organisasi yg berorientasi laba, pendekatan RM sebenarnya dapat jua diterapkan pada organisasi tidak laba untuk mempertinggi keunggulan bersaing. Ini terbukti menurut mulai meningkatnya jumlah organisasi nirlaba di Amerika yang menerapkan RM untuk menarik serta mempertahankan anggotanya.

Kajian mengenai perspektif RM menurut sudut pandang konduite organisasi masih nisbi terbatas. Sebagian besar kajian tentang RM lebih poly menurut perpektif manajemen pemasaran. Padahal ini sangat krusial supaya terjadi kerja sama multi disiplin yg akhirnya bisa menaruh pemahaman yang lebih menyeluruh tentang suatu kajian. Dari sudut pandang manfaat pengembangan keilmuan, kajian tentang kiprah RM bagi peningkatan keunggulan bersaing akan sangat berarti pada tengah kompetisi organisasi dan lingkungan yang sangat turbulen. Banyak aspek perilaku yang mengarah dalam peningkatan kinerja individu serta organisasi dapat distimulasi menggunakan pendekatan ini. Suatu organisasi yang menerapkan RM akan mempunyai iklim yang khas serta kondusif bagi tumbuh serta berkembangnya komitmen, suatu syarat sikap yg mutlak wajib dikembangkan oleh organisasi supaya berkembang serta memiliki daya saing yg unggul. Bagi organisasi apapun, komitmen yang bertenaga berdasarkan para anggota mutlak diperlukan. Adanya komitmen akan menaikkan kinerja serta mendorong individu aktif terlibat pada banyak sekali kasus penting pada organisasi. Keinginan buat menyebarkan kompetensi pribadi yg bisa menaruh konstribusi berarti bagi organisasi akan muncul apabila individu punya komitmen yg kuat.

Makalah ini akan menelaah RM menurut sudut pandang psikologi serta manajemen sumber daya manusia dalam membentuk komitmen organisasional. Pembahasan akan dibagi pada empat bagian krusial, yaitu: tinjauan teoritis mengenai RM serta ruang lingkupnya, komitmen organisasi, bagaimana membangun serta meningkatkan komitmen individu pada organisasi melalui RM, serta implikasi manajemen. 

Ruang Lingkup RM 
Terminologi RM, menjadi konsep dalam praktek pemasaran, pertama kali diperkenalkan oleh Berry dalam tahun 1983 (Berry 1995; Bitner 1995). Dinyatakan bahwa RM adalah pendekatan manajemen, utamanya pemasaran jasa yang tujuannya adalah buat menarik, memelihara, serta meningkatkan interaksi menggunakan pelanggan (Berry 1995; Morgan dan Hunt 1994). Konsep ini berkembang lantaran pendekatan-pendekatan yang ada sebelumnya hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek yg kurang menguntungkan bagi kelangsungan organisasi dalam jangka panjang. Merujuk dalam aksioma mendasar pada RM, tujuan utama RM merupakan bagaimana anggota organisasi menjadi loyal dalam jangka panjang pada suatu organisasi dan tidak berpaling dalam organisasi lain homogen (Sheth and Parvatiyar 1995).

Lebih lanjut Berry (1995) mengajukan 5 elemen strategi buat mengimplementasikan RM pada suatu organisasi. Kelima elemen strategi tersebut, meliputi : 
  1. mengembangkan layanan inti buat membangun interaksi baik menggunakan pelanggan; 
  2. melakukan perlakuan khusus pada pelanggan individual; 
  3. menambahkan manfaat tambahan pada produk atau jasa inti organisasi; 
  4. melakukan kebijakan harga buat mendorong loyalitas pelanggan; serta 
  5. aktivitas pemasaran yg dilakukan kepada karyawan sehingga mereka akan bisa memperlakukan konsumen secara baik.
Sebagai pendekatan baru, RM akan bersifat jangka panjang, dimana transaction marketing adalah lebih berorientasi jangka pendek (Gronroos 1995). Tujuan menurut transaction marketing merupakan untuk menerima pelanggan, sedangkan tujuan dari RM merupakan buat mendapatkan dan mempertahankan pelanggan. RM umumnya aplikatip buat usaha jasa, sedang transaction marketing akan lebih aplikatip buat perusahaan yang membentuk produk konsumsi. Tetapi sebenarnya pendekatan pemasaran yang ada dapat dicermati sebagai satu kontinum yaitu RM pada satu sisi dan transaction marketing disisi yang lain. Secara lebih detail perbedaan keduanya bisa dicermati dalam Tabel.

Model aktivitas atau instrumen yg bisa dilakukan dalam rangka tujuan RM ini telah poly dikaji. Dimana aktivitas RM adalah menunjuk pada aktivitas yg dilakukan oleh pemasar guna menaruh manfaat pada pelanggan atau konsumennya dengan mengharap akan terjadi hubungan jangka panjang yg saling menguntungkan. Hal itu berlaku baik bagi pelanggan eksternal juga pelanggan internal. Pelanggan eksternal merupakan pembeli produk, pemasok, regulator serta sebagainya. Sedangkan pelanggan internal adalah karyawan atau anggota organisasi.

Kegiatan yang terkait dengan RM terdiri berdasarkan lima aktivitas. Kelima kegiatan tadi adalah : 
  1. core service performance, yaitu perencanaan dan penyampaian atas jasa utama organisasi, 
  2. recognition for contributions, yaitu pengakuan organisasi pada anggota yang berkontribusi atas donasi mereka; 
  3. member interdependence enhancement, yaitu sejauh mana organisasi memberikan motivasi, peluang dan kemampuan pada anggota buat bertukar nilai dengan anggota lainnya; 
  4. dissemination of organizational knowledge, yaitu pendistribusian berita pada anggota mengenai beberapa hal yaitu tujuan organisasi, budaya; dan politik, proses serta personal; 
  5. relience on external membership requirements, yaitu kegiatan organisasi buat mencoba mempersuasi mediator supaya memakai kewenangannya mendorong individu dibawah kewenangannya agar bergabung serta memelihara keberadaannya pada organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000).
Tabel Kontinum Strategi Pemasaran
Kontinum Strategi

Transaksional Marketing

Relationship Marketing

Perpektip waktu
Fokus jangka pendek
Fokus jangka panjang
Fokus aktivitas
Penjualan
Memelihara pelanggan
Orientasi
Karakteristik Produk
Nilai-nilai pelanggan
Komitmen dengan pelanggan
Dibatasi
Relatip nir membatasi
Dominasi fungsi pemasaran
Bauran Pemasaran
Pemasaran Interaktip (didukung oleh aktivitas bauran pemasaran)
Elastisitas harga
Pelenggan cenderung lebih sensitip terhadap harga
Pelanggan kurang sensitip terhadap harga
Dominasi dimensi kualitas
Kualitas hasil (dimensi kualitas tehnis) mendominasi
Kualitas menyeluruh dimana kualitas interaksi (dimensi kualitas fungsi) sebagai penting serta bahkan sebagai mendominasi.
Pengukuran kepuasan pelanggan
Memonitor market share (pendekatan nir pribadi)
Mengelola data pelanggan (pendekatan eksklusif)
Sistem fakta pelanggan
Survei kepuasan pelanggan secara ad-hoc
Real-time customer feedback system

Ketergantungan antara pemasaran, operasional, serta personalia.
Terbatas
Substantif
Peran pemasaran internal
Tidak ada atau terbatas
Substantif
Kontinum produk
Consumer packaged goods

Consumer durable

Industrial goods

Services





Sumber : Gronroos (1993), Payne (1995).

Organisasi yg menerapkan RM menggunakan baik diharapkan akan memiliki anggota yg berperilaku positif. Terdapat tiga indikator krusial berdasarkan perilaku positif yang diharapkan timbul berdasarkan sudut pandang RM, yaitu retention, participation, and coproduction. Definisi masing-masing adalah, sebagai berikut :

Retention. Organisasi yg menerapkan RM dibutuhkan akan memiliki anggota yg betah bertahan. Indikator buat hal ini dapat diukur dari retention rate, yang bisa ditinjau menurut persentase keanggotaan yang memperbaharui keanggotaannya pada tahun keanggotaan sampai tahun keanggotaan berikutnya (Gruen, Summers serta Acito 2000). Terminologi ini sebenarnya serupa dengan beberapa terminologi dalam beberapa studi dalam tema RM. Battacharya (1998) pada studi dalam organisasi nir keuntungan menyebut terminologi ini dengan kata lapsing behavior atau hazard of lapsing membership, yg diukur berdasarkan taraf resiko yang diterima bila anggota akan meninggalkan keanggotaan suatu organisasi. Lebih lanjut studi tersebut menjelaskan bahwa lapsing behavior ditentukan oleh joining characteristics, affiliation characteristics, dan helping behaviors. Kumar, Scheer, and Steenkamp (1995a) dalam studi tentang dealer attitude menaruh istilah yg serupa menggunakan retention rate dengan terminologi expectation of continuity. Terminologi ini menampakan persepsi atas cita-cita kedua partner buat mempertahankan hubungan relasional. Terminologi lain merupakan customer defections (Reichheld dan Sasser 1990), duration with continuous service providers (Bolton 1998 dalam Gruen, Summers serta Acito 2000), dan customer retention (Rust serta Zahorik 1993). Meskipun memiliki beberapa disparitas dalam hal seting dan beberapa atribut lain, tetapi holistik terminologi tersebut mempunyai konotasi pada sejauh mana anggota secara sukarela mempertahankan keanggotaanya pada suatu organisasi. 

Participation. Organisasi yg menerapkan RM diharapkan memiliki anggota yang aktif memanfaatkan jasa juga layanan yg ditawarkan. Participation diukur menurut taraf sejauh mana anggota mengkonsumsi layanan atau jasa yang dihasilkan sang suatu organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). 

Coproduction. Organisasi yg menerapkan RM diharapkan mempunyai anggota yang aktif terlibat dalam membuat jasa juga pelayanan dan pemasaran organisasi. Indikator buat mengukur coproduction dapat dilihat dari seberapa tinggi anggota dilibatkan pada menghasilkan produk, jasa atau dalam pemasaran organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Konsep ini serupa menggunakan terminologi consumer involvement (Sheth dan Parvatiyar 1995). Nicholson (1978 pada Kelloway serta Barling 1993) menganalogikan esensi coproduction dengan kata partisipasi, yg pada tingkatannya bervariasi secara kontinum, yaitu menurut kiprah langsung dalam kepemimpinan organisasi secara aktif sampai partisipasi pasip pada bentuk membaca keterangan organisasi serta membayar iuran anggota. 

Komitmen Individu Pada Organisasi
Komitmen dapat didefinisikan sebagai agunan serta janji baik secara eksplisit maupun implisit dari keberlangsungan hubungan antara patner dalam pertukaran (dwyer, schurr, serta oh 1987 pada gunlach 1995). Komitmen jua berarti hasrat yg abadi buat memelihara hubungan yang bernilai (moorman, zaltman, serta dashpande 1992). Selanjutnya komitmen keanggotaan secara generik dapat didefinisikan sebagai tingkat keterlibatan psikologis anggota dalam organisasi tertentu (gruen, summers dan acito 2000). Keterlibatan psikologis ini akan tercermin dalam tingkat kegiatan seorang tersebut dalam suatu organisasi serta buat kepentingan organisasi. 

Dalam kaitan menggunakan komitmen organisasional Mayer serta Allen (1990) mengidentifikasi 3 tema tidak selaras pada mendefinisikan komitmen. Ketiga tema tadi adalah komitmen menjadi keterikatan afektif dalam organisasi (affective commitment), komitmen menjadi porto yang harus ditanggung jika meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitment), dan komitmen sebagai kewajiban buat permanen pada organisasi (normative commitment). 

Continuance commitment. Continuance commitment dapat didefinisikan menjadi keterikatan anggota secara psikologis dalam organisasi lantaran biaya yang dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Dalam kaitan menggunakan ini anggota akan mengkalkulasi manfaat serta pengorbanan atas keterlibatan dalam atau sebagai anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung mempunyai daya tahan atau komitmen yang tinggi pada keanggotaan bila penggorbanan dampak keluar organisasi meningkat.

Normative commitment. Normative commitment adalah keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi lantaran kewajiban moral buat memelihara interaksi menggunakan organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota buat tetap berada serta memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi ,baik materi juga non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seorang akan merasa tidak nyaman serta bersalah jika tidak melakukan sesuatu.

Affective Commitment merupakan tingkat keterikatan secara psikologis menggunakan organisasi berdasar seberapa baik perasaan mengenai organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Komitmen dalam jenis ini ada dan berkembang oleh dorongan adanya ketenangan, keamanan serta manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yg nir diperolehnya menurut loka atau organisasi yang lain. Semakin nyaman serta tinggi manfaat yg dirasakan oleh anggota, meningkat komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.

Membangun komitmen melalui RM
Organisasi yg menerapkan RM dan membuahkan pendekatan ini menjadi budaya organisasi akan memiliki ciri khas pada pengelolaannya. Organisasi yg menerapkan RM akan memandang bahwa anggota merupakan patner serta merupakan internal customer yang benar -betul wajib dilayani kebutuhan serta keinginannya.

Sebagai organisasi yg memiliki visi memuaskan anggotanya, kegiatan pada organisasi tidak terlepas pada upaya-upaya yg menunjuk dalam hal tadi. Organisasi akan senantiasa mencari liputan tentang apa yang dibutuhkan serta diinginkan anggotanya, aktif melakukan intelijensi mengenai apa yang dilakukan organisasi pesaing, serta unsur-unsur lain yg terkait menggunakan lingkungan organisasinya agar bisa menaruh yang terbaik bagi anggotanya (Jaworski dan Kohli, 1996).

Menurut Gruen, Summers dan Acito (2000), organisasi yang menerapkan RM akan banyak diwarnai dengan kegiatan yang mengarah dalam bisnis menaikkan kualitas serta kuantitas perencanaan serta penyampaian jasa yg ditawarkan organisasi (core services performance) pada anggotanya. Agar kegiatan ini berlangsung baik, maka kunci utamanya adalah mengetahui kualitas jasa yg diharapkan sang anggotanya. Sebagai contoh, suatu organisasi profesi akan bisa menaruh apa yg dibutuhkan serta diinginkan anggotanya secara tepat bila tahu secara niscaya apa yang diperlukan anggotanya, kapan mereka membutuhkan serta apa harapannya atas aktivitas, suasana dan lain-lain yg diberikan organisasi kepadanya.

Unsur core services performance ini penting kiprahnya dalam menciptakan komitmen afektif dan partisipasi anggota (Wilson serta Mummalaneni 1986; Ferguson dan Brown 1991). Sesuai menggunakan Echange Theory, anggota akan menyebarkan perasaan positif dan menaruh partisipasinya apabila dirinya merasa menerima sesuatu yang dianggapnya bernilai serta jika hal ini berlangsung secara terus menerus, maka akan meningkatkan komitmen afektif yg sangat berarti bagi organisasi. Seperti yang dinyatakan George dan Jones (2002: 97), komitmen afektif ini akan lebih bisa bertahan dan adalah pendorong bagi anggota buat loyal dalam organisasi.

Selain aktivitas yg mengarah pada core services performance, aktivitas lain yang poly dilakukan dalam organisasi yg menerapkan RM adalah kegiatan yg mengarah pada pengakuan atas konstribusi anggota pada organisasi (recognition for contribution). Pengakuan atas sesuatu yang dianggap bernilai sang anggota serta disumbangkan pada organisasi adalah krusial lantaran ini merupakan kebutuhan dasar sebagaimana yg dinyatakan pada teori hierarchy of needs menurut Maslow. Menurut Gruen, Summers dan Acito (2000) pengakuan ini adalah extrinsic reward yang nantinya akan berpengaruh dalam pembentukan komitmen afektif serta continuance commitment dan bisnis anggota pada menciptakan jasa-jasa yang ditawarkan organisasi pada anggota. Bagi organisasi, ini sangat berarti lantaran berdasarkan sinilah akan timbul banyak sekali ciptaan aneka jasa yang dapat menciptakan anggota lebih puas.

Aktivitas ketiga, yg banyak berlangsung dalam organisasi yg menerapkan RM adalah aktivitas yg mengarah dalam peningkatan interdepensi antar anggota (Gruen, Summers dan Acito 2000). Jika anggota merasa saling membutuhkan, maka akan rugi baginya buat meninggalkan organisasi tadi. Oleh karena itu dalam organisasi yang menerapkan RM akan diciptakan aneka macam aktivitas yang dapat mendorong anggota buat saling menyebarkan atas apa yg dianggapnya bernilai bagi dirinya dan bagi rekan-rekan anggota lainnya. Situasi semacam ini bisa menaikkan komitmen normatif karena anggota merasa bahwa harus ada sesuatu yg bisa diberikan kepada rekannya serta kelompoknya sehingga hal ini akan mengukuhkan keyakinannya bahwa mereka wajib tetap berada sebagai anggota organisasi tersebut (Ashforth dan Mael, 1989).

Aktivitas keempat yg sebagai ciri khas dalam organisasi yang menerapkan RM merupakan upaya memberikan keterangan tentang organisasi pada anggota. Aspek-aspek yang berkenaan menggunakan proses organisasional, utamnya tentang jasa yang ditawarkan pada anggota dan bagaimana mendapatkannya penting disosialisasikan pada anggota. Caho, et al. (1994) menyatakan bahwa organisasi yang mendasarkan dalam RM perlu mengkomunikasikan nilai, tujuan, proses, politik serta perkara-masalah yg berkenaan menggunakan personel pada anggota. Pengetahuan tersebut akan menaruh impak positif bagi komitmen normatif (Hacket, Bycio serta Hausdorf, 1994).

Aktivitas kelima yg poly dilakukan dalam organisasi yg menerapkan RM adalah melakukan persuasi pada para perantara organisasi buat menggunakan kewenangannya dalam mendorong anggota tetap bertahan serta bergabung dalam organisasi. Keberhasilan aktivitas ini sangat tergantung pada sejauhmana organisasi mampu membentuk situasi yg dapat mendorong para perantara secara sukarela mau aktif ikut mempromosikan, bahkan mempersuasi supaya para anggota loyal. Tentunya, upaya ini nir mudah karena memerlukan bukti konkrit yang menerangkan bahwa memang organisasi bisa memenuhi kebutuhan dan asa anggota.

Apabila kelima aktivitas tadi sudah berlangsung baik serta bahkan telah mengakar menjadi budaya dalam organisasi, maka dibutuhkan komitmen anggota terhadap organisasi akan meningkat. Selain itu, anggota pula akan merasa puas serta konsekuensinya anggota akan loyal, bahagia buat permanen sebagai anggota organisasi, terlibat dalam aktivitas produksi (coproduction) dan berpartisipasi pada setiap kegiatan organisasi. Perilaku serta sikap yg positif ini akan sebagai sumber keunggulan bersaing yg menciptakan organisasi bisa bersaing dengan organisasi lain seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. 

Gambar Pengaruh RM terhadap Komitmen Individu pada Organisasi serta Perannya pada Meningkatkan Daya Saing Organisasi

Sumber Teori serta Penelitian sebelumnya :
Gruen, Summers dan Acito (2000). 
Galbarino serta Johnson (1999) 
Day serta Wensley (1988)

Implikasi Manajemen
Menerapkan RM memang tidak mudah karena menyangkut sistem organisasional secara menyeluruh. Tetapi, bila ditinjau dari manfaat yang bisa dipetik pada upaya menciptakan komitmen anggota, hal tersebut sangatlah akbar keuntungannya. Oleh karenanya, langkah awal penting yang perlu ditempuh organisasi pada menerapkan RM adalah kesadaran semua pengelola organisasi, utamanya pimpinan untuk terlibat secara penuh dalam membuatkan kegiatan tersebut baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.

Fourner, Dobscha serta Mick (1998) menyatakan bahwa kerangka berpikir pada memandang anggota organisasi wajib sudah saatnya diubah. Anggota jangan dicermati sebagai konsumen semata, yg memanfaatkan jasa organisasi namun harus dicermati sebagai patner. Hubungan antara pengelola organisasi dengan anggota organisasi adalah misalnya hubungan persahabatan (partnership). Liking and closed with member (customer istilah Day, 1994) barangkali adalah prinsip yang wajib menjadi dasar interaksi antara pengelola organisasi dengan anggota. Hubungan persahabatan ini akan dapat berlangsung secara berkesinambungan apabila dibangun atas dasar nilai-nilai beserta, adanya tujuan yg kentara dalam interaksi tersebut serta adanya dukungan penuh dari pengelola organisasi buat melakukan kegiatan pada RM (Maning serta Barry, 1998).

Jadi langkah awal dalam menerapkan RM seperti yang digambarkan dalam Gambar 1, di atas dan tetap melakukannya secara terencana dalam proses penerapan RM adalah kunci penting bagi keberhasilan RM. Selain itu, aspek lain yg menyangkut 5 kegiatan pada RM perlu selalu dikembangkan dan diperbaharui sinkron dengan perkembangan perubahan kesukaan kebutuhan dan impian anggota agar anggota memiliki komitmen yg bertenaga dalam organisasi.

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU MAUPUN MANAJEMEN SEBAGAI SENI

Manajemen Sebagai Ilmu Maupun Manajemen Sebagai Seni
Perkembangan Teori Ilmu Manajemen
Banyak model yg dapat kita lihat sebagai bukti bahwa orang-orang dahulu sudah menerapkan manajemen dalam kehidupannya. Alexander The Great telah menerapkan konsep staf organisasi pada melakukan kampanye militernya. Menara Pissa pada Italia, Candi Borobudur di Indonesia, hingga banyak sekali bukti sejarah lainnya yang nir bisa disebutkan satu per satu.

Kesemua bukti tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya manajemen bukan adalah ilmu baru, bahkan dalam konsep yang paling tradisional sekalipun, sudah dikenal serta dijalankan oleh orang-orang terdahulu.

Terdapat 3 aliran pemikiran manajemen yg terdapat : genre klasik (yg akan dibagi menjadi 2 genre, manaje­men ilmiah dan teori organisasi klasik), genre hubungan manusiawi (seringkali disebut aliran neoklasik), dan aliran manajemen terbaru. Juga akan dibicarakan dua pendekatan manajemen yg berkembang akhir-akhir ini - pendekatan sistem serta pendekatan kontingen (con­tingency approach) - yang bermaksud buat mengintegrasikan ber­macam-macam teori manajemen yang terdapat.


Kelompok Pertama: Manajemen Klasik
Sebelum sejarah yg dianggap zaman manajemen ilmiah timbul, telah terjadi revolusi industri pada abad ke 19, yg menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen yg sistematik. Usaha-usaha pengembangan manajemen lalu dilaku­kan oleh para teoritisi. Pembahasan perkembangan teori-teori darn prinsip-prinsip manajemen selanjutnya akan dilakukan menggunakan me­nguraikan para tokoh dan gagasan-gagasan mereka.

Perkembangan Awal Teori Manajemen
Ada dua tokoh manajemen, yang mengawali keluarnya manaje­men ilmiah, yang akan dibahas disini, yaitu Robert Owen (1771-1858) dan Charles Babbage (1792-1871).

Robert Owen (1771 - 1858). Pada permulaan tahun 1800 an Robert Owen, seseorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas pada New Lanark Skotlandia, menekankan pentingnya unsur insan pada produksi. Dia membuat perbaikan-pemugaran pada syarat kerja, se­perti pengurangan hari kerja standar, restriksi anak-anak dibawah umur yg bekerja, membangun perumahan yg lebih baik bagi kar­yawan serta mengoperasikan toko perusahaan yang menjual barang-ba­rang dengan murah. Dia mengemukakan bahwa melalui perbaikan syarat karyawanlah yg akan meningkatkan produksi dan keuntung­an (keuntungan), serta investasi yg paling menguntungkan merupakan dalam kar­yawan atau "penting machmes". Disamping itu Owen menyebarkan sejumlah prosedur kerja yang jua memungkinkan peningkatan pro­duktivitas.

Charles Babbage (1792 - 1871). Charles Babbage, seorang profesor matematika dari Inggris, mencurahkan banyak waktunya untukk membuat operasi-operasi pabrik sebagai lebih efisien. Dia percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menaik­kan produktifitas ian menurunkan biaya . Babbage adalah promotor pertama prinsip pembagian kerja me­lalui spesialisasi. Setiap tenaga kerja wajib diberi latihan ketrampilan yg sesuai menggunakan setiap operasi pabrik. Lini perakitan modern yg banyak dijumpai kini , dimana setiap karyawan bertanggung ja­wab atas pekerjaan tertentu yang berulang. Babbage menganjurkan kerjasama yg sa­ling menguntungkan antara kepentingan karyawan dan pemilik pa­brik, serta merencanakan skema pembagian laba.

Manajemen Ilmiah
Aliran manajemen ilmiah (scientific management) ditandai kon­tribusi-donasi berdasarkan Frederick W. Taylor, Frank serta Lillian Gil­breth, Hemy L. Gantt, serta Harrington Emerson, yg akan diuraikan satu persatu.

Frederick W. Tayor (1856 - 1915). Manajemen ilmiah mula-mula dikembangkan sang Frederick Winslow Taylor sekitar tahun 1900-an.taylor disebut menjadi "bapak manajemen ilmiah". Dalam kitab -kitab literatur, manajemen ilmiah tak jarang diarti­kan berbeda. Arti pertama, manajemen ilmiah merupakan penerapan metoda ilmiah dalam studi, analisa, serta pemecahan masalah-masalah organisasi. Sedangkan arti ke 2, manajemen ilmiah adalah seperang­kat mekanisme-prosedur atau teknik-teknik - "a bag of tricks" - buat menaikkan efisiensi kerja organisasi. Taylor menuangkan gagasan-gagasannya dalam 3 judul ma­kalah, yaitu Shop Management, The Principle of Scientific Manage­ment, dan Testimony Before the Special House Committee, yg di­rangkum pada sebuah kitab yg berjudul Scientific Management. Taylor telah memberikan prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen, serta menyebarkan sejumlah teknik-tekniknya buat mencapai efisiensi. Empat prinsip dasar ter­sebut merupakan :
Pengembangan metoda-metoda ilmiah pada manajemen, metoda yg paling baik buat aplikasi se­tiap pekerjaan dapat ditentukan. 

Seleksi ilmiah buat karyawan, agar setiap karyawan dapat di­berikan tanggung jawab atas sesuatu tugas sesuai dengan ke­mampuannya. 
Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan.
Kerjasama yg baik antara manajemen serta tenaga kerja.

Frank Bunker Gilbreth dan Lillian Gil­breth. Frank Gilbreth, seseorang pelopor pengembangan studi gerak dan waktu, membentuk berbagai teknik manajemen yg diilhami Taylor. Dia sangat tertarik terhadap perkara efisiensi, terutama un­tuk menemukan "cara terbaik pengerjaan suatu tugas". Sedangkan Lilian Gilbreth lebih tertarik dalam aspek-aspek ma­nusia pada kerja, misalnya seleksi, penempatan dan latihan personalia. Dia mengemukakan gagasannya dalam bukunya yang bexjudul The Psychology of Management. Baginya, manajemen ilmiah mempu­nyai satu tujuan akhir : membantu para karyawan mencapai seluruh potensinya menjadi mahluk hidup.

Hemy L. Gantt (1861 - 1919). Seperti Taylor, Hemy L. Gantt me­ngemukakan gagasan-gagasan (1) kerjasama yang saling menguntung­kan antara tenaga kerja dan manajemen, (dua) seleksi ilmiah tenaga kerja, (3) sistem bonus (insentif) buat merangsang produktivitas, serta (4) penggunaan instruksi-instruksi kerja yg jelas. Kontribusinya yg terbesar adalah penggunaan metoda grafik, yang dikenal sebagai "bagan Gantt" ( Gantt Chart ), buat perenca­naan, koordinasi serta supervisi produksi. Teknik-teknik scheduling modern dikembangkan atas dasar metoda scheduling produksi dari Grant.

Harrington Emerson (1853 - 1931). Pemborosan dan ketidak-efi­sienan merupakan perkara-kasus yang dipandang Emerson sebagai penyakit sistem industri. Oleh karena itu Emerson mengemukakan 12 (dua be­las) prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal, yg secara ring­kas adalah sebagai berikut :
1. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan kentara.
2. Kegiatan yg dilakukan masuk akal
3. Adanya staf yang cakap.
4. Disiplin.
5. Balas jasa yang adil.
6. Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat, sis­tem liputan dan akuntansi.
7. Pemberian perintah - perencanaan serta pengurutan kerja.
8. Adanya standar-standar, skedul-skedul, metoda serta ketika setiap aktivitas.
9. Kondisi yg distandardisasi. 
10. Operasi yg distandardisasi.
11. Instruksi-instruksi praktis tertulis yg baku. 
12. Balas jasa efisiensi - planning bonus.

Kebaikan serta kekurangan Manajemen Ilmiah
Metoda-metoda manajemen ilmiah sudah poly diterapkan pa­da beragam kegiatan organisasi, terutama pada bisnis pe­ningkatan produktivitas. Teknik-teknik efisiensi manajemen ilmiah, misalnya studi gerak serta ketika, telah menyebabkan aktivitas dapat pada­laksanakan lebih efisien. Gagasan seleksi serta pengembangan ilmiah para karyawan menimbulkan kesadaran akan pentingnya kemampu­an dan latihan buat menaikkan efektivitas karyawan. Akhirnya, manajemen ilmiah yang sudah mengemukakan pentingnya disain kerja, mendorong manajer buat mencari "cara terbaik" aplikasi tugas. Jadi, manajemen ilmiah tidak hanya berbagi pende­katan rasional buat pemecahan perkara-kasus organisasi tetapi pula meletakkan dasar profesionalisasi manajemen.

Setelah "revolusi mental" yg dicanangkan Taylor terjadi da­lam praktek, ada kasus-masalah sebagai keterbatasan penerap­an manajemen ilmiah. Kenaikan produktivitas seringkali nir diikuti ke­naikan pendapatan. Perilaku insan yang bermacam-macam menja­di kendala. Pendekatan "rasional" hanya memuaskan kebutuhan­kebutuhan hemat dan phisik, tidak memuaskan kebutuhan-kebu­tuhan sosial karyawan. Manajemen ilmiah pula mengabaikan keingin­an manusia buat kepuasan kerja. Beberapa keterbatasan ini yang menyebabkan bisnis-usaha para ahli manajemen berikutnya untuk melengkapi contoh manajemen ilmiah.

Teori Organisasi Klasik
Hemi Fayol (1841 - 1925). Hemi Fayol, seorang industrialis Peran­cis, mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi menjadi pe­doman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yang kompleks pada bukunya yg terkenal, Administration Industrielle et Generale(Ad­ministrasi Industri serta Umum). Dalam teori administrasinya Fayol memerinci manajemen menjadi lima unsur, yaitu perencanaan, peng­organisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian serta supervisi. Pembagian aktivitas manajemen (administrasi) atas fungsi-fungsi ini dikenal sebagai fungsionalisme Fayol.

Fayol membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam ke­giatan, yg semuanya saling tergantung satu menggunakan yang lain. Ke­giatan-kegiatan tadi merupakan (1) teknik - produksi dan manu­facturing produk, (2) komersial : pembelian bahan standar dan pen­jualan produk (3) keuangan (finansial) : perolehan serta penggunaan modal, (4) keamanan : proteksi karyawan dan kekayaan, (lima) akuntansi : pelaporan, dan pencatatan porto; laba serta hutang, pem­protesis neraca, dan pengumpulan data statistik, dan (6) manajerial.

Disamping itu Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip­-prinsip manajemen yang secara ringkas adalah sebagai berikut :

Pembagian kerja : spesialisasi akan menaikkan efisi­ensi pelaksanaan kerja. 

2. Wewenang : hak buat memberi perintah dan dipatuhi.
Disiplin : respek serta ketaatan dalam peranan:peranan dan tujuan:tujuan organisasi. 
Kesatuan perintah : setiap karyawan hanya mendapat instruk­si tentang kegiatan eksklusif dari hanya seorang atasan. 
Kesatuan pengarahan : operasi-operasi pada organisasi yang memiliki tujuan yg sama wajib diarahkan oleh seseorang ma­najer menggunakan penggunaan satu planning. 
Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum : kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepen­tingan organisasi. 
Balas jasa : kompensasi buat pekerjaan yg dilaksanakan wajib adil baik bagi karyawan juga pemilik. 
Sentralisasi : adanya ekuilibrium yang sempurna antara sentrali­sasi dan desentralisasi. 
Rantai skalar (garis wewenang) : garis wewenang serta perintah yang jelas. 
Order : bahan:bahan (material) dan orang:orang harus ada pada tempat dan waktu yang sempurna. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada posisi:posisi atau pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok buat mereka. 

11. Keadilan : harus ada kesamaan perlakuan pada organisasi.
Stabilitas staf organisasi : taraf perputaran energi kerja yang tinggi tidak baik bagi aplikasi fungsi-fungsi organisasi. 
Inisiatif : bawahan wajib diberi kebebasan buat menjalankan serta menuntaskan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi. 
Esprit de Corps (semangat korps. : "kesatuan adalah kekuat­an", aplikasi operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan serta rasa memiliki menurut para anggota yang tercermin pada semangat korps. 

James D. Mooney. Mooney, eksekutif General Motors, mengkatego­rikan prinsip-prinsip dasar manajemen eksklusif. Dia mendefinisikan organisasi sebagai sekelompok, dua atau lebih, orang yang bergabung untuk tujuan tertentu. Menurut mooney, untuk merancang organisasi perlu diperhatikan empat kaidah dasar, yaitu (1) koordinasi : syarat­-syarat adanya koordinasi meliputi wewenang, saling melayani, dok­triri (perumusan tujuan) dan disiplin, (dua) prinsip skalar : proses ska­lar mempunya.I prinsip, prospek dan imbas sendiri yang tercermin menurut kepemimpinan, delegasi serta definisi fungsional, (tiga) prinsip fung­sional : adanya fungsionalisme bermacam-macam tugas yg berbe­da, serta (4) prinsip staf : kejelasan perbedaan antara staf serta lini.

Mary Parker Follett (1868 - 1933). Follett serta Barnard bertindak sebagai "jembatan" antara teori klasik dan hubungan manusiawi, ka­rena pemikiran mereka berdasarkan kerangka klasik, namun memper­kenalkan beberapa unsur-unsur baru tentang aspek-aspek hubungan manusiawi. Follett merupakan ahli ilmu pengetahuan sosial pertama yang me­nerapkan psikologi dalam perusahaan, industri dan pemerintah. Dia memberikan sumbangan besar dalam bidang manajemen melalui apli­kasi praktik ilmu-ilmu sosial dalam administrasi perusahaan. Dia me­nulis panjang lebar mengenai kreatifitas, kerjasama antara manajer serta bawahan, koordinasi serta p'emecahan pertarungan. Follett percaya bahwa perseteruan bisa dibuat konstruktif dengan penggunaan proses integrasi dimana orang-orang yang terlibat mencari jalan pemecahan beserta disparitas-disparitas diantara mereka. Dia pula menguraikan suatu pola organisasi yang ideal di mana manajer mencapai koordinasi me­lalui komunikasi yg terkendali menggunakan para karyawan.

Chaster L.barnard (1886 - 1961), Chester Barnard, presiden perusa­haan Bell Telephone di New Jersey, menulis bermacam-macam su­byek manajemen dalam bukunya The Functions of the Executive yg ditulis dalam tahun 1938. Dia memandang organisasi sebagai sistem aktivitas yg diarahkan dalam tujuan. Fungsi-fungsi utama ma­najemen, dari pandangan Barnard, merupakan perumusan tujuan dan pengadaan sumber daya-sumber daya yg dibutuhkan buat menca­pai tujuan.

Barnard menekankan pentingnya peralatan k,omunikasi, buat pencapaian tujuan kelompok. Dia jua mengemukakan teori peneri­maan dalam kewenangan. Menurut teorinya, bawahan akan menerima perintah hanya jika mereka memahami dan sanggup serta berke­inginan buat menuruti atasan (lihat bab 10). Barnard adalah pelo­por dalam penggunaan "pendekatan sistem" buat pengelolaan orga­nisasi.

Aliran Hubungan Manusiawi
Aliran hubungan manusiawi (konduite manusia atau neoklasik) timbul lantaran ketidak puasan bahwa yg dikemukakan pendekatan klasik nir sepenuhnya membuat efisiensi produksi serta kehar­monisan kerja. Para manajer masih menghadapi kesulitan-kesulitan serta putus harapan karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yg rasional. Sehingga pembahasan "sisi konduite insan" da­lam organisasi sebagai krusial. Beberapa pakar mencoba melengkapi teori organisasi klasik dengan pandangan sosiologi dan psikologi.

Hugo Munsterberg (1863 - 1916). Sebagai pencetus psikologi in­dustri, Hugo Munsterberg acapkali dianggap "bapak psikologi indus­tri". Dalam bukunya Psikology and Industrial Efficiency, dia banyak menguraikan penerapan peralatan-alat-alat psikologi buat membantu pencapaian tujuan produktifitas. Dia mengemukakan bahwa buat mencapai peningkatan produktifitas dapat dilakukan menggunakan melalui 3 cara, (1) inovasi best possible person, (2) penciptaan best possible work, dan (tiga) penggunaan best posible effect untuk memotivasi karyawan. Munsterberg menyarankan penggunaan teknik-teknik yang di­ambil dari psikologi eksperimen. Sebagai model, aneka macam metoda mengenai psikologi dapat dipakai buat menentukan ciri ter­tentu yang cocok menggunakan kebutuhan suatu jabatan. Riset belajar da­pat mengarahkan pengembangan metoda latihan. Dan studi perilaku insan bisa membantu perumusan teknik-teknik psikologi buat memotivasi karyawan. Sebagai tambahan, Munsterberg mengingatkan adanya pengaruh faktor-faktor sosial serta budaya terhadap organisasi.

Elton Mayo (1880 - 1949) dan Percobaan percobaan Hawthorne. "Hubungan manusiawi" tak jarang digunakan menjadi kata umum buat menggambarkan cara pada mana manajer berinteraksi menggunakan bawahan­nya. Jika "manajemen personalia" mendorong lebih banyak serta lebih baik dalam kerja, interaksi manusiawi dalam organisasi adalah "baik". Jika moral dan efisiensi memburuk hubungan manusiawi da­lam organisasi adalah "tidak baik". Untuk membangun interaksi manu­siawi yang baik, manajer harus mengerti mengapa karyawan bertin­dak misalnya yang mereka lakukan serta faktor-faktor sosial dan psiko­logi apa yang memotivasi mereka. Elton Mayo, dan asisten risemya Fritz J. Roethlisberger serta William J. Dickson, mengadakan suatu studi tentang perilaku manu­sia dalam bermacam situasi kerja yg sangat terkenal pada pabrik Howthorne milik perusahaan Western Electric menurut tahun 1927 hingga 1932. Mereka sudah membagi karyawan menjadi grup peneliti­an. Percobaan pertama dilakukan buat meneliti pengaruh syarat penjelasan terhadap produktivitas. Ketika syarat penerangan di­naikkan, produktivitas juga naik seperti yang diperkirakan. Tetapi saat kondisi penerangan dikurangi sampai misalnya bila hanya meng­pakai sinar mentari , ternyata produktivitas tetap naik. Usaha-usa­ha percobaan selanjutnya buat memecahkan perkara "misterius" ini merupakan era baru interaksi manusiawi.

Dalam percobaan selanjutnya, Mayo serta kawan-kawannya me­nempatkan dua grup yang masing-masing terdiri enam karyawa­ti pada ruang terpisah. Dalam keliru satu ruang kondisi diubah-ubah secara periodik, dan ruang lainnya tidak. Sejumlah variabel-variabel dicoba : upah dinaikkan; periode istirahat serta jam makan siang la­manya di ubah-ubah, hari kerja dan minggu kerja diperpendek; pe­neliti yang bertindak menjadi atasan mengikuti gerombolan urtuk me­milih periode istirahatnya sendiri dan memberikan kesempatan un­tuk mengajukan usul perubahan.

Sekali lagi, keluaran pada ke 2 ruang ternyata sama-sama mening­kat. Mayo serta kawan-kawan bisa mengesampingkan bahwa insentif keuangan bukan penyebab kenaikan produktivitas, lantaran skedul pembayaran kelompok yg diteliti dipertahankan sama. Mereka menyimpulkan bahwa rantai reaksi emosional yg kompleks sudah mempengaruhi peningkatan produktivitas. Hubungan manusiawi pada antara anggota kelompok terpilih, maupun menggunakan peneliti (pengawas) lebih penting pada menentukan produktivitas daripada perubahan­perubahan syarat kerja di atas. Perhatian simpatik dari pengawas Yang mereka terima sudah mendorong peningkatan motivasi mereka.

Percobaan ini mengarahkan Mayo buat inovasi penting lain­nya bahwa perhatian khusus misalnya perasaan terpilih sebagai parti­sipan pada studi yang dilakukan manajemen zenit) sangat mempe­ngaruhi usaha-usaha mereka. Phenomena ini dikenal menjadi Haw­ thorne effect.

Penemuan lainnya merupakan bahwa gerombolan kerja informal lingkungan sosial karyawan juga memiliki efek akbar dalam produktifitas. Kemudan, konsep "mahluk sosial" dimotivasi oleh kebutuhan sosial, cita-cita akan hubungan timbal pulang pada pe­kerjaan, serta lebih responsif terhadap dorongan grup kerja supervisi manajemen sudah menggantikan konsep "ma­khluk rasional" yang dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan phisik manusia. 

Kebaikan dan kekurangan Pendekatan Hubungan Manusiawi
Penekanan kebutuhan-kebutuhan sosial pada genre hubungan manusiawi melengkapi pendekatan klasik, menjadi usaha buat me­ningkatkan produktivitas. Aliran hubungan manusiawi mengutarakan bahwa perhatian terhadap para karyawan akan memberikan keun­tungan. Sebagai tambahan, Mayo menekankan pentingnya gaya ma­najer dan oleh karenanya organisasi perlu merubah latihan manajemennya. Di samping itu, manajer diingatkan pentingnya perhatian terhadap proses grup untuk melengkapi perhatian terhadap ma­sing-masing karyawan secara individual.

Teori interaksi manusiawi ini mengilhami para ilmuwan peri­laku manusia misalnya Argyris, Maslow, serta McGregor buat memba­has lebih lanjut motivasi insan. Konsep "mahluk sosial" tidak mendeskripsikan secara lengkap individu-individu pada tempatnya bekerja. Hal ini merupakan keliru satu keterbatasan teori interaksi manusiawi. Disamping itu perbaik­an-perbaikan kondisi ke:ja serta kepuasan karyawan tidak menghasil­kan peningkatan produktivitas yg dramatik misalnya yg diharap­kan. Juga, lingkungan sosial di tempat kerja hanya salah satu berdasarkan­beberapa faktor yg saling berinteraksi yang mensugesti produk­tivitas. Tingkat upah, seberapa jauh pekerjaan itu menarik, struktur organisasi dan hubungan perburuhan jua memainkan peranan. Jadi, produktivitas dan kepuasan kerja sebagai semakin kompleks dari yang dipikirkan semula.

Aliran Manajemen Modern
Manajemen terbaru berkembang melalui 2 jalur yg berbeda. Jalur pertama merupakan pengembangan dari aliran hu­bungan manusiawi yang dikenal menjadi konduite organisasi, dan yang lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah, dikenal menjadi genre kuantitatif (operation research serta management science atau manaje­men operasi). 

Perilaku Organisasi
Perkembangan aliran perilaku organisasi ditandai menggunakan pan­dangan dan pendapat baru tentang perilaku manusia dan sistem so­naas. Tokoh-tokoh genre ini diantaranya :
Abraham Maslow yg mengemukakan adanya "hirarki ke­butuhan" pada penjelasannya tentang perilaku insan dan dinamika proses motivasi. 

2. Douglas McGregor menggunakan teori X serta teori Y nya.
Frederick Herzberg yg menguraikan teori motivasi bersih atau teori 2 faktor. 
Robert Blake dan Jane Mouton yg membahas 5 gaya ke­pemimpinan menggunakan terali manajerial (managerial grid). 
Rensis Likert yg sudah mengidentifikasi serta melakukan pene­litiannya secara ekstensif mengenai empat sistem manajemen, dari sistem 1: exploitif-otoritatif hingga sistem 4 : partisipatif kelompok. 
Fred Fiedler yang menyarankan pendekatan contingency pada studi kepefnimpinan. 
Chris A. Yang memandang organisasi sebagai sistem sosial atau sistem antar interaksi budaya. . 
Edgar Schein yang poly meneliti dinamika grup dalam organisasi, serta lain-lainnya. 
Hampir seluruh gagasan yang dikemukakan tokoh-tokoh di atas akan dibahas lebih jelas pada bab-bab selanjutnya di belakang. 

Prinsip-Prinsip Dasar Perilaku Organisasi
Prinsip dasar berdasarkan pendapat para tokoh manajemen terbaru merupakan menjadi berikut : 
Manajemen nir dapat ditinjau menjadi suatu proses teknik secara ketat (peranan, mekanisme, prinsip). 
3. Manajemen wajib sistematik, serta pendekatan yang dipakai wajib dengan pertimbangan secara hati-hati.
4. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual buat supervisi harus sesuai dengan situasi.
5. Pendekatan motivasional yang membuat komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat diharapkan.

Sebagai tambahan beberapa gagasan yang lebih khusus dari ber­bagai riset perilaku adalah :
1. Unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kega­galan pencapaian tujuan organisasi.
2. Manajer masa sekarang harus diberi latihan dalam pemahaman prin­sip-prinsip serta konsep-konsep manajemen.
Organisasi harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesem­patan bagi karyawan buat memuaskan seluruh kebutuhan me­reka. 
4. Komitmen dapat dikembangkan melalui partisipasi serta keterli­batan para karyawan.
5. Pekerjaan setiap karyawan harus disusun yg memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri berdasarkan pekerjaan tadi.
Pola-pola pengawasan serta manajemen supervisi wajib diba­ngun atas dasar pengertian positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan.