ASOSIASI PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI APIO
Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APIO)
Relationship Marketing (RM) adalah pendekatan manajemen khususnya pada bidang pemasaran, utamanya pemasaran jasa (Berry 1995). RM yang juga acapkali diklaim relationship building merupakan kerangka berpikir baru menyusul mulai bergesernya paradigma manajemen bauran pemasaran (Gronroos 1994). Berry (1995) mengidentifikasi, terdapat empat hal yang mendorong berkembangnya konsep ini, yakni : adanya maturasi dalam pemasaran jasa, manfaat yang diterima sang perusahaan, manfaat yg diterima oleh pelanggan, dan adanya kemajuan tehnologi khususnya teknologi keterangan.
Secara khusus, masih ada 2 tujuan utama RM yaitu merancang interaksi jangka panjang dengan pelanggan buat menaikkan nilai bagi kedua belah pihak dan perluasan ilham hubungan jangka panjang yg dibangun menjadi kerjasama horisontal serta vertikal secara partnership (Juttner and Wehrli 1995 dalam Navin 19995. Jadi fokus interaksi pada RM tidak hanya dengan pengguna akhir saja, tetapi mampu dikembangkan menjadi interaksi jangka panjang antara organisasi, pemasok, pelanggan, karyawan serta bahkan dalam taraf tertentu dapat melakukan aliansi menggunakan pesaing sekalipun.
Sebagai keliru satu pendekatan manajemen, meskipun pada awal lahirnya lebih banyak diimplementasikan dalam organisasi yang berorientasi laba, pendekatan RM sebenarnya bisa pula diterapkan dalam organisasi tidak laba buat menaikkan keunggulan bersaing. Ini terbukti menurut mulai meningkatnya jumlah organisasi nirlaba di Amerika yang menerapkan RM untuk menarik serta mempertahankan anggotanya.
Kajian mengenai perspektif RM berdasarkan sudut pandang konduite organisasi masih nisbi terbatas. Sebagian besar kajian mengenai RM lebih banyak berdasarkan perpektif manajemen pemasaran. Padahal ini sangat penting agar terjadi kolaborasi multi disiplin yg akhirnya dapat menaruh pemahaman yg lebih menyeluruh mengenai suatu kajian. Dari sudut pandang manfaat pengembangan keilmuan, kajian mengenai peran RM bagi peningkatan keunggulan bersaing akan sangat berarti di tengah kompetisi organisasi dan lingkungan yg sangat turbulen. Banyak aspek perilaku yang menunjuk pada peningkatan kinerja individu serta organisasi dapat distimulasi menggunakan pendekatan ini. Suatu organisasi yang menerapkan RM akan mempunyai iklim yang khas dan kondusif bagi tumbuh serta berkembangnya komitmen, suatu syarat perilaku yg absolut wajib dikembangkan oleh organisasi agar berkembang dan mempunyai daya saing yang unggul. Bagi organisasi apapun, komitmen yang bertenaga dari para anggota absolut dibutuhkan. Adanya komitmen akan menaikkan kinerja serta mendorong individu aktif terlibat dalam aneka macam masalah penting pada organisasi. Keinginan buat berbagi kompetensi eksklusif yg bisa memberikan konstribusi berarti bagi organisasi akan ada jika individu punya komitmen yg bertenaga.
Makalah ini akan menyelidiki RM dari sudut pandang psikologi dan manajemen sumber daya insan dalam membangun komitmen organisasional. Pembahasan akan dibagi dalam empat bagian penting, yaitu: tinjauan teoritis mengenai RM serta ruang lingkupnya, komitmen organisasi, bagaimana membangun dan menaikkan komitmen individu pada organisasi melalui RM, dan implikasi manajemen.
Ruang Lingkup RM
Lebih lanjut Berry (1995) mengajukan lima elemen strategi buat mengimplementasikan RM pada suatu organisasi. Kelima elemen strategi tadi, meliputi :
- mengembangkan layanan inti buat membentuk interaksi baik dengan pelanggan;
- melakukan perlakuan khusus pada pelanggan individual;
- menambahkan manfaat tambahan dalam produk atau jasa inti organisasi;
- melakukan kebijakan harga buat mendorong loyalitas pelanggan; serta
- aktivitas pemasaran yg dilakukan kepada karyawan sehingga mereka akan bisa memperlakukan konsumen secara baik.
Sebagai pendekatan baru, RM akan bersifat jangka panjang, dimana transaction marketing adalah lebih berorientasi jangka pendek (Gronroos 1995). Tujuan menurut transaction marketing merupakan buat menerima pelanggan, sedangkan tujuan berdasarkan RM merupakan untuk menerima serta mempertahankan pelanggan. RM umumnya aplikatip untuk bisnis jasa, sedang transaction marketing akan lebih aplikatip buat perusahaan yg membuat produk konsumsi. Tetapi sebenarnya pendekatan pemasaran yg terdapat dapat ditinjau menjadi satu kontinum yaitu RM pada satu sisi serta transaction marketing disisi yg lain. Secara lebih detail disparitas keduanya dapat dicermati dalam Tabel.
Model aktivitas atau instrumen yang dapat dilakukan dalam rangka tujuan RM ini telah poly dikaji. Dimana kegiatan RM merupakan mengarah dalam kegiatan yg dilakukan sang pemasar guna menaruh manfaat kepada pelanggan atau konsumennya dengan mengharap akan terjadi hubungan jangka panjang yg saling menguntungkan. Hal itu berlaku baik bagi pelanggan eksternal maupun pelanggan internal. Pelanggan eksternal merupakan pembeli produk, pemasok, regulator serta sebagainya. Sedangkan pelanggan internal merupakan karyawan atau anggota organisasi.
Kegiatan yang terkait menggunakan RM terdiri menurut 5 kegiatan. Kelima kegiatan tadi merupakan :
- core service performance, yaitu perencanaan serta penyampaian atas jasa pokok organisasi,
- recognition for contributions, yaitu pengakuan organisasi dalam anggota yang berkontribusi atas donasi mereka;
- member interdependence enhancement, yaitu sejauh mana organisasi memberikan motivasi, peluang serta kemampuan dalam anggota buat bertukar nilai dengan anggota lainnya;
- dissemination of organizational knowledge, yaitu pendistribusian fakta kepada anggota tentang beberapa hal yaitu tujuan organisasi, budaya; serta politik, proses serta personal;
- relience on external membership requirements, yaitu aktivitas organisasi buat mencoba mempersuasi mediator supaya memakai kewenangannya mendorong individu dibawah kewenangannya agar bergabung dan memelihara keberadaannya pada organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000).
Tabel Kontinum Strategi Pemasaran
Kontinum Strategi
Transaksional Marketing
Relationship Marketing
Perpektip waktu
Fokus jangka pendek
Fokus jangka panjang
Fokus aktivitas
Penjualan
Memelihara pelanggan
Orientasi
Karakteristik Produk
Nilai-nilai pelanggan
Komitmen dengan pelanggan
Dibatasi
Relatip nir membatasi
Dominasi fungsi pemasaran
Bauran Pemasaran
Pemasaran Interaktip (didukung oleh aktivitas bauran pemasaran)
Elastisitas harga
Pelenggan cenderung lebih sensitip terhadap harga
Pelanggan kurang sensitip terhadap harga
Dominasi dimensi kualitas
Kualitas output (dimensi kualitas tehnis) mendominasi
Kualitas menyeluruh dimana kualitas interaksi (dimensi kualitas fungsi) sebagai krusial serta bahkan sebagai mendominasi.
Pengukuran kepuasan pelanggan
Memonitor market share (pendekatan nir eksklusif)
Mengelola data pelanggan (pendekatan pribadi)
Sistem liputan pelanggan
Survei kepuasan pelanggan secara ad-hoc
Real-time customer feedback system
Ketergantungan antara pemasaran, operasional, dan personalia.
Terbatas
Substantif
Peran pemasaran internal
Tidak ada atau terbatas
Substantif
Kontinum produk
Consumer packaged goods
Consumer durable
Industrial goods
Services
Sumber : Gronroos (1993), Payne (1995).
Organisasi yang menerapkan RM menggunakan baik dibutuhkan akan mempunyai anggota yg berperilaku positif. Terdapat 3 indikator penting menurut konduite positif yg dibutuhkan muncul menurut sudut pandang RM, yaitu retention, participation, and coproduction. Definisi masing-masing merupakan, menjadi berikut :
Retention. Organisasi yang menerapkan RM diharapkan akan memiliki anggota yang betah bertahan. Indikator untuk hal ini bisa diukur dari retention rate, yang dapat dicermati dari persentase keanggotaan yg memperbaharui keanggotaannya dalam tahun keanggotaan hingga tahun keanggotaan berikutnya (Gruen, Summers dan Acito 2000). Terminologi ini sebenarnya serupa dengan beberapa terminologi pada beberapa studi dalam tema RM. Battacharya (1998) dalam studi pada organisasi tidak laba menyebut terminologi ini menggunakan kata lapsing behavior atau hazard of lapsing membership, yang diukur menurut tingkat resiko yang diterima apabila anggota akan meninggalkan keanggotaan suatu organisasi. Lebih lanjut studi tadi mengungkapkan bahwa lapsing behavior ditentukan oleh joining characteristics, affiliation characteristics, serta helping behaviors. Kumar, Scheer, and Steenkamp (1995a) dalam studi tentang dealer attitude memberikan kata yang serupa dengan retention rate dengan terminologi expectation of continuity. Terminologi ini menampakan persepsi atas cita-cita ke 2 partner untuk mempertahankan interaksi relasional. Terminologi lain merupakan customer defections (Reichheld serta Sasser 1990), duration with continuous service providers (Bolton 1998 dalam Gruen, Summers serta Acito 2000), serta customer retention (Rust serta Zahorik 1993). Meskipun memiliki beberapa disparitas dalam hal seting serta beberapa atribut lain, namun holistik terminologi tersebut mempunyai konotasi pada sejauh mana anggota secara sukarela mempertahankan keanggotaanya dalam suatu organisasi.
Participation. Organisasi yg menerapkan RM dibutuhkan memiliki anggota yg aktif memanfaatkan jasa maupun layanan yg ditawarkan. Participation diukur dari tingkat sejauh mana anggota mengkonsumsi layanan atau jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000).
Coproduction. Organisasi yang menerapkan RM diharapkan memiliki anggota yang aktif terlibat pada membuat jasa juga pelayanan dan pemasaran organisasi. Indikator buat mengukur coproduction dapat dilihat berdasarkan seberapa tinggi anggota dilibatkan pada menghasilkan produk, jasa atau dalam pemasaran organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Konsep ini serupa dengan terminologi consumer involvement (Sheth dan Parvatiyar 1995). Nicholson (1978 dalam Kelloway dan Barling 1993) menganalogikan esensi coproduction menggunakan istilah partisipasi, yg pada tingkatannya bervariasi secara kontinum, yaitu berdasarkan kiprah eksklusif pada kepemimpinan organisasi secara aktif hingga partisipasi pasip dalam bentuk membaca berita organisasi serta membayar iuran anggota.
Komitmen Individu Pada Organisasi
Komitmen bisa didefinisikan sebagai jaminan dan janji baik secara eksplisit maupun implisit berdasarkan keberlangsungan interaksi antara patner dalam pertukaran (dwyer, schurr, dan oh 1987 dalam gunlach 1995). Komitmen jua berarti hasrat yang abadi buat memelihara interaksi yang bernilai (moorman, zaltman, serta dashpande 1992). Selanjutnya komitmen keanggotaan secara generik bisa didefinisikan sebagai taraf keterlibatan psikologis anggota dalam organisasi tertentu (gruen, summers dan acito 2000). Keterlibatan psikologis ini akan tercermin dalam tingkat aktivitas seseorang tersebut pada suatu organisasi dan buat kepentingan organisasi.
Dalam kaitan dengan komitmen organisasional Mayer serta Allen (1990) mengidentifikasi 3 tema tidak selaras pada mendefinisikan komitmen. Ketiga tema tersebut merupakan komitmen menjadi keterikatan afektif pada organisasi (affective commitment), komitmen sebagai biaya yg wajib ditanggung bila meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitment), dan komitmen menjadi kewajiban buat permanen pada organisasi (normative commitment).
Continuance commitment. Continuance commitment bisa didefinisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis dalam organisasi karena biaya yang beliau tanggung menjadi konsekuensi keluar organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Dalam kaitan dengan ini anggota akan mengkalkulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan dalam atau sebagai anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung mempunyai daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan bila penggorbanan dampak keluar organisasi semakin tinggi.
Normative commitment. Normative commitment adalah keterikatan anggota secara psikologis menggunakan organisasi lantaran kewajiban moral buat memelihara interaksi menggunakan organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota buat permanen berada dan menaruh sumbangan pada eksistensi suatu organisasi ,baik materi maupun non materi, adalah adanya kewajiban moral, yg mana seseorang akan merasa tidak nyaman serta bersalah apabila nir melakukan sesuatu.
Affective Commitment merupakan taraf keterikatan secara psikologis dengan organisasi berdasar seberapa baik perasaan mengenai organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Komitmen dalam jenis ini ada serta berkembang sang dorongan adanya ketenangan, keamanan dan manfaat lain yang dirasakan pada suatu organisasi yang tidak diperolehnya berdasarkan loka atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaat yg dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.
Membangun komitmen melalui RM
Organisasi yang menerapkan RM serta berakibat pendekatan ini sebagai budaya organisasi akan memiliki ciri khas dalam pengelolaannya. Organisasi yang menerapkan RM akan memandang bahwa anggota merupakan patner dan merupakan internal customer yg betul-benar wajib dilayani kebutuhan dan keinginannya.
Sebagai organisasi yg memiliki visi memuaskan anggotanya, aktivitas pada organisasi nir terlepas pada upaya-upaya yang menunjuk pada hal tadi. Organisasi akan senantiasa mencari keterangan mengenai apa yg diperlukan dan diinginkan anggotanya, aktif melakukan intelijensi mengenai apa yang dilakukan organisasi pesaing, serta unsur-unsur lain yg terkait menggunakan lingkungan organisasinya supaya bisa memberikan yg terbaik bagi anggotanya (Jaworski serta Kohli, 1996).
Menurut Gruen, Summers dan Acito (2000), organisasi yang menerapkan RM akan banyak diwarnai dengan aktivitas yg mengarah dalam usaha mempertinggi kualitas dan kuantitas perencanaan serta penyampaian jasa yg ditawarkan organisasi (core services performance) kepada anggotanya. Agar kegiatan ini berlangsung baik, maka kunci utamanya merupakan mengetahui kualitas jasa yang diperlukan oleh anggotanya. Sebagai contoh, suatu organisasi profesi akan dapat menaruh apa yang diperlukan serta diinginkan anggotanya secara tepat apabila memahami secara pasti apa yang diperlukan anggotanya, kapan mereka membutuhkan serta apa harapannya atas kegiatan, suasana serta lain-lain yg diberikan organisasi kepadanya.
Unsur core services performance ini krusial kiprahnya dalam membangun komitmen afektif serta partisipasi anggota (Wilson serta Mummalaneni 1986; Ferguson serta Brown 1991). Sesuai dengan Echange Theory, anggota akan mengembangkan perasaan positif serta memberikan partisipasinya jika dirinya merasa menerima sesuatu yg dianggapnya bernilai dan jika hal ini berlangsung secara terus menerus, maka akan menaikkan komitmen afektif yg sangat berarti bagi organisasi. Seperti yang dinyatakan George serta Jones (2002: 97), komitmen afektif ini akan lebih bisa bertahan serta merupakan pendorong bagi anggota buat loyal pada organisasi.
Selain kegiatan yg mengarah pada core services performance, kegiatan lain yang poly dilakukan pada organisasi yg menerapkan RM merupakan aktivitas yang menunjuk dalam pengakuan atas konstribusi anggota dalam organisasi (recognition for contribution). Pengakuan atas sesuatu yang dipercaya bernilai sang anggota serta disumbangkan kepada organisasi merupakan krusial lantaran ini adalah kebutuhan dasar sebagaimana yang dinyatakan dalam teori hierarchy of needs dari Maslow. Menurut Gruen, Summers serta Acito (2000) pengakuan ini merupakan extrinsic reward yang nantinya akan berpengaruh dalam pembentukan komitmen afektif dan continuance commitment serta usaha anggota dalam membangun jasa-jasa yg ditawarkan organisasi kepada anggota. Bagi organisasi, ini sangat berarti karena berdasarkan sinilah akan muncul banyak sekali kreasi aneka jasa yang bisa menciptakan anggota lebih puas.
Aktivitas ketiga, yang banyak berlangsung dalam organisasi yang menerapkan RM merupakan kegiatan yang menunjuk dalam peningkatan interdepensi antar anggota (Gruen, Summers serta Acito 2000). Jika anggota merasa saling membutuhkan, maka akan rugi baginya buat meninggalkan organisasi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi yg menerapkan RM akan diciptakan banyak sekali aktivitas yg bisa mendorong anggota buat saling membuatkan atas apa yg dianggapnya bernilai bagi dirinya serta bagi rekan-rekan anggota lainnya. Situasi semacam ini bisa mempertinggi komitmen normatif karena anggota merasa bahwa sine qua non sesuatu yg dapat diberikan kepada rekannya serta kelompoknya sebagai akibatnya hal ini akan mengukuhkan keyakinannya bahwa mereka wajib permanen berada sebagai anggota organisasi tadi (Ashforth dan Mael, 1989).
Aktivitas keempat yang sebagai ciri spesial dalam organisasi yg menerapkan RM merupakan upaya memberikan berita tentang organisasi pada anggota. Aspek-aspek yg berkenaan menggunakan proses organisasional, utamnya mengenai jasa yg ditawarkan pada anggota dan bagaimana mendapatkannya krusial disosialisasikan kepada anggota. Caho, et al. (1994) menyatakan bahwa organisasi yg mendasarkan dalam RM perlu mengkomunikasikan nilai, tujuan, proses, politik serta perkara-kasus yang berkenaan dengan personel kepada anggota. Pengetahuan tadi akan memberikan imbas positif bagi komitmen normatif (Hacket, Bycio dan Hausdorf, 1994).
Aktivitas kelima yg banyak dilakukan dalam organisasi yg menerapkan RM adalah melakukan persuasi kepada para perantara organisasi buat menggunakan kewenangannya dalam mendorong anggota tetap bertahan serta bergabung dalam organisasi. Keberhasilan kegiatan ini sangat tergantung dalam sejauhmana organisasi mampu membangun situasi yang dapat mendorong para perantara secara sukarela mau aktif ikut mempromosikan, bahkan mempersuasi agar para anggota loyal. Tentunya, upaya ini tidak mudah karena memerlukan bukti konkrit yg menunjukkan bahwa memang organisasi sanggup memenuhi kebutuhan dan asa anggota.
Apabila kelima kegiatan tersebut sudah berlangsung baik dan bahkan sudah mengakar sebagai budaya dalam organisasi, maka diperlukan komitmen anggota terhadap organisasi akan semakin tinggi. Selain itu, anggota jua akan merasa puas dan konsekuensinya anggota akan loyal, senang buat permanen menjadi anggota organisasi, terlibat dalam aktivitas produksi (coproduction) serta berpartisipasi pada setiap aktivitas organisasi. Perilaku serta perilaku yg positif ini akan sebagai asal keunggulan bersaing yang menciptakan organisasi bisa bersaing dengan organisasi lain misalnya yang ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar Pengaruh RM terhadap Komitmen Individu dalam Organisasi serta Perannya dalam Meningkatkan Daya Saing Organisasi
Sumber Teori serta Penelitian sebelumnya :
Gruen, Summers serta Acito (2000).
Galbarino dan Johnson (1999)
Day dan Wensley (1988)
Implikasi Manajemen
Menerapkan RM memang tidak gampang lantaran menyangkut sistem organisasional secara menyeluruh. Namun, bila dilihat menurut manfaat yang bisa dipetik dalam upaya membentuk komitmen anggota, hal tadi sangatlah besar keuntungannya. Oleh karenanya, langkah awal penting yg perlu ditempuh organisasi dalam menerapkan RM merupakan kesadaran semua pengelola organisasi, utamanya pimpinan buat terlibat secara penuh pada berbagi kegiatan tersebut baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.
Fourner, Dobscha serta Mick (1998) menyatakan bahwa paradigma pada memandang anggota organisasi wajib sudah saatnya diubah. Anggota jangan dicermati sebagai konsumen semata, yg memanfaatkan jasa organisasi namun harus ditinjau sebagai patner. Hubungan antara pengelola organisasi menggunakan anggota organisasi merupakan seperti hubungan persahabatan (partnership). Liking and closed with member (customer kata Day, 1994) barangkali merupakan prinsip yang wajib menjadi dasar hubungan antara pengelola organisasi dengan anggota. Hubungan persahabatan ini akan bisa berlangsung secara berkesinambungan bila dibangun atas dasar nilai-nilai beserta, adanya tujuan yg jelas pada interaksi tadi dan adanya dukungan penuh menurut pengelola organisasi buat melakukan aktivitas dalam RM (Maning serta Barry, 1998).
Jadi langkah awal pada menerapkan RM seperti yang digambarkan pada Gambar 1, di atas dan tetap melakukannya secara terencana dalam proses penerapan RM merupakan kunci krusial bagi keberhasilan RM. Selain itu, aspek lain yang menyangkut 5 kegiatan dalam RM perlu selalu dikembangkan dan diperbaharui sinkron dengan perkembangan perubahan kesukaan kebutuhan dan harapan anggota agar anggota memiliki komitmen yang bertenaga dalam organisasi.
Comments
Post a Comment