SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Indonesia
Sejarah tidak ubahnya kacamata masa kemudian yang menjadi pijakan dan langkah setiap manusia pada masa mendatang. Hal ini berlaku juga bagi kita para mahasiswa UIN Sunan Kalijaga buat tidak hanya sekedar paham sains akan tetapi jua paham akan sejarah kebudayaan islam di masa kemudian untuk menganalisa dan merogoh ibrah berdasarkan setiap insiden yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui sehabis tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti juga sistem pemerintahan Islam dalam masa itu sebagai masa daulah, serta pada makalah ini akan tersaji sedikit mengenai masa daulah Abbasiyah. 

Dengan segala keterbatasan tim penulis, maka dalam makalah ini tidak akan dijabarkan satu persatu secara rinci, akan tetapi akan dibahas inti berdasarkan masa daulah Abbasiyah pada waktu itu, yaitu mengenai sub pokok bahasan seperti yg telah tertuang pada kata pengantar, meliputi:
  • Bagaimana kemunculan daulah Abbasiyah, dimana akan diuraikan bagaimana peralihan berdasarkan masa daulah Umayyah ke masa daulah. 
  • Masa kejayaaan daulah Abbasiyah, yaitu membahas mengenai dalam masa khalifah siapakah masa kejayaan itu terjadi serta prestasi apa saja yang pernah diraih. 
  • Runtuhnya daulah Abbasiyah, yaitu menyebutkan sebab-sebab mengapa daulah umayyah runtuh. 
Demikianlah sedikit gambaran tentang isi makalah ini yg tim penulis buat menggunakan metode literatur kaji pustaka terhadap kitab -kitab yg berhubungan dengan tema makalah yang kami buat.  
Dengan tumbangnya daulah Bani Umayyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah menerima loka penjelasan dalam masa kekhalifahan Islam waktu itu, dimana daulah Abbasiyah in sebelumnya telah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapid an terjadwal. Dan dalam makalah ini akan diurakan sesikit menganaiberdirinya masa kekhalifahan Abbasiyah, masa kejayaan dan prestasi apa saja yg pernah diraih serta apa saja penyebab runtuhnya daulah Abbasiyah.

Kelahiran Daulah Abbasiyah
Pemerintahan As-Saffah 
Khalifah abbasiyah yg pertama adalah Abu Abbas, dialah yang diberi agama kepada pamannya Abdullah pada perang melawan Marwan II, khalifah terakhir Bani Umayyah. Hingga akhir khalifah Abbas memberi kepercayaan kepada SalihBin Ali buat membunuhMarwan, yg kemudian kepala marwan dikirim ke khalifah Abbas.

Saffah lalu dipindah ke Anbar, dia memakai sebagian akbar dari masa pemerintahannya buat memeragi pemimpin-pemimpin arab yang membantu Umayyah. Dia mengusir mereka kecuali Abdurrahman yg tidak berapa usang lalu mendirikan dinasti Umayyah pada Spayol. Saffah juga menetapkan buat menghabisi nyawa beberapa orang pembantu bani Umayyah. Ia membunuh Abu Salama, dikenal sebagai menteri (Wadi’) dari famili Nabi Muhammad, seperti halnya dia membunuh Abu Hubayra, salahsatu berdasarkan pemimpin bani Umayyah zaman Marwan II sesudah memberi kebebasan kepadanya.

Kekhalifahan Saffah bertahan selama 4 tahun sembulan bulan. Dia wafat pada tahun 136 H di Anbar, satu kota yang sudah dijadikan menjadi tmpat kedudukan pemerinyahannya.

Sistem Kekhalifahan Abbasiyah 
Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur serta meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang menjadi system politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yg merasa bosan terhadap bani Umayyah pada pada perkara sosial ddan pilitik diskriminas. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang menggunakan gelar”Imam” pemimpinmasyarakat muslim buat menekankan artikeagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyahdi dalam mengumumkanlebih berdasarkan satu putra mahkota raja.

Mansur dipercaya sebagaipendiri kedua menurut Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya Baghdad dibagun sebagai ibukota DinastiAbbasiyah danmerupakan pusat perdaganganserta kebudayaan. Hingga Baghdad dipercaya menjadi kota terpenting pada global pada waktu itu yg kaya akan ilmu pengetahuan serta kesenian. Hingga beberapa dekade lalu dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.

Kejayaan Daulah Abbasiyah
1. Gerakan penerjemahan
Meski aktivitas penerjemahan telah dimulai semenjak Daulah Umayyah, upaya buat menerjemahkan serta menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani serta Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke daeah Bizantium buat mencari naskah-naskah yunanidalam aneka macam ilmu terutama filasafat serta kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia merupakan terutama dalam bidang tata Negara dan sastra.

Pelopor gerakan penerjemahan dalam awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang pula membentuk Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yg diterjemahkan terutama dalambidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudiannaskah-naskahfilsafat karya Aristoteles dan Plato pula diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang poly diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pramatis misalnya kedokteran. Naskah astronomi dan matematika pula diterjemahkan tetapi, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen serta sejarah jarang diterjemakan lantaran bidang ini dipercaya kurang bermanfa’at serta dalam hal bahasa,arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini telah sangat maju.

- Baitul hikmah
Baitul pesan yang tersirat merupakan perpustakaan yangberfungsi sebagai sentra pengembagan ilmu pengetahuan.

- Pada masa harun ar-rasyid
Institusi ini bernama Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

- Pada masa al-ma’mun
Lembaga ini dikembangkan dari tahun 815 M serta diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang digunakan secara lebihmaju yaitu sebagaitempatpenyimpanan kitab -buku antik yg didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dariEthiopia danIndia. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia serta ahli pahlewi, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan pula sebagai pusat aktivitas study dan riset astronomi serta matematika.

2. Dalam bidang filasafat
Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti akal, geometri, astronomi, serta musik yg dipergunakan untuk menyebutkan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerak dan su ibn Ishaq al-Kinemasa abbasiyah seperti Ya’kub ibn Ishaq al-Kinl-Farabi,Ibn Bajah, Ibnu Tufaildan Ibn Rushd mengungkapkan pemikiran-pemikirannya menggunakan memakai contoh, metamor, analogi, dan gambaranimajinatif.

3. Dalam bidang aturan Islam
Karya pertama yg diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M)yg berisi mengenai fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yg pertama merupakan Abu Hanifah (w.150/767).meskidiangap menjadi pendiri madzhab hanafi,karya-karyanya sendiri tidakada yg terselamatkan. Dua bukunya yg berjudul Fiqh alAkbar (terutama berisi artikel mengenai keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkankarena ditulis oleh para muridnya.

4. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan sang perdagangan. Sudah masih ada berbagai macamindustri sepertikain linen pada mesir, sutra darisyiria serta irak, kertas menurut samarkand, serta banyak sekali produk pertanian sepertigandum berdasarkan mesir serta kurma menurut iraq. Hasil-output industri serta pertanian ini diperdagangkan ke aneka macam wilayah kekuasaan Abbasiyahdan Negara lain.

Karena industralisasi yang timbul di perkotaan ini, urbanisasi tidak bisa dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang jua semarak. Emas yang ditambang menurut Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.

Perdagangan menggunakan wilayah-wilayah lain merupakan hal yg sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang pada Cina jua mengalami masa zenit kejayaan sehingga interaksi erdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

5. Dalam bidang Peradaban
Masa Abbasiyah sebagai tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno berdasarkan banyak sekali pusat peradaban sebelumnya buat lalu diterjemahkan, diadaptasi serta diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang pakar pada aneka macam ilmu pengetahuan baik kepercayaan maupun non kepercayaan pula ada dalam masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban jua didukung sang kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur serta barat. Stabilitas politik yang nisbi baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini jua sebagai pemicu kemajuan peradaban Islam

Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Sebab –sebab keruntuhan daulah Abbasyiah
Keruntuhan berdasarkan segi internal ( menurut pada ) 
Ø Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
Ø Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi sentra menggunakan wilayah sulit dilakukuan.
Ø Semakin kuatnya imbas keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia memberikan kecemburuan atas posisi mereka.
Ø Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah pada mereka sangat tinggi.
Ø Permusuhan antar grup suku serta gerombolan agama.

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Indonesia
Sejarah tidak ubahnya kacamata masa lalu yg sebagai pijakan dan langkah setiap manusia pada masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa UIN Sunan Kalijaga buat tidak hanya sekedar paham sains tapi pula paham akan sejarah kebudayaan islam di masa lalu buat menganalisa dan merogoh ibrah menurut setiap peristiwa yg pernah terjadi. Seperti yg kita ketahui sesudah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti jua sistem pemerintahan Islam pada masa itu sebagai masa daulah, dan pada makalah ini akan tersaji sedikit mengenai masa daulah Abbasiyah. 

Dengan segala keterbatasan tim penulis, maka dalam makalah ini tidak akan dijabarkan satu persatu secara rinci, tapi akan dibahas inti menurut masa daulah Abbasiyah dalam ketika itu, yaitu mengenai sub pokok bahasan seperti yang telah tertuang pada istilah pengantar, meliputi:
  • Bagaimana kemunculan daulah Abbasiyah, dimana akan diuraikan bagaimana peralihan berdasarkan masa daulah Umayyah ke masa daulah. 
  • Masa kejayaaan daulah Abbasiyah, yaitu membahas mengenai pada masa khalifah siapakah masa kejayaan itu terjadi serta prestasi apa saja yang pernah diraih. 
  • Runtuhnya daulah Abbasiyah, yaitu menyebutkan karena-karena mengapa daulah umayyah runtuh. 
Demikianlah sedikit citra tentang isi makalah ini yang tim penulis buat menggunakan metode literatur kaji pustaka terhadap buku-kitab yang berhubungan dengan tema makalah yg kami untuk.  
Dengan tumbangnya daulah Bani Umayyah maka eksistensi Daulah Bani Abbasiyah mendapatkan tempat penerangan pada masa kekhalifahan Islam waktu itu, dimana daulah Abbasiyah in sebelumnya sudah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapid an berkala. Dan dalam makalah ini akan diurakan sesikit menganaiberdirinya masa kekhalifahan Abbasiyah, masa kejayaan dan prestasi apa saja yang pernah diraih dan apa saja penyebab runtuhnya daulah Abbasiyah.

Kelahiran Daulah Abbasiyah
Pemerintahan As-Saffah 
Khalifah abbasiyah yg pertama adalah Abu Abbas, dialah yang diberi kepercayaan kepada pamannya Abdullah pada perang melawan Marwan II, khalifah terakhir Bani Umayyah. Hingga akhir khalifah Abbas memberi kepercayaan pada SalihBin Ali untuk membunuhMarwan, yang lalu kepala marwan dikirim ke khalifah Abbas.

Saffah kemudian dipindah ke Anbar, dia memakai sebagian akbar menurut masa pemerintahannya buat memeragi pemimpin-pemimpin arab yang membantu Umayyah. Dia mengusir mereka kecuali Abdurrahman yg tidak berapa usang kemudian mendirikan dinasti Umayyah pada Spayol. Saffah pula menetapkan buat menghabisi nyawa beberapa orang pembantu bani Umayyah. Ia membunuh Abu Salama, dikenal menjadi menteri (Wadi’) dari keluarga Nabi Muhammad, misalnya halnya dia membunuh Abu Hubayra, salahsatu dari pemimpin bani Umayyah zaman Marwan II selesainya memberi kebebasan kepadanya.

Kekhalifahan Saffah bertahan selama 4 tahun sembulan bulan. Dia wafat pada tahun 136 H pada Anbar, satu kota yang telah dijadikan menjadi tmpat kedudukan pemerinyahannya.

Sistem Kekhalifahan Abbasiyah 
Khalifah Abbasiyah ke 2 mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul menggunakan bantuan orang-orang Persia yg merasa bosan terhadap bani Umayyah pada dalam perkara sosial ddan pilitik diskriminas. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang menggunakan gelar”Imam” pemimpinmasyarakat muslim buat menekankan artikeagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyahdi pada mengumumkanlebih dari satu putra mahkota raja.

Mansur dianggap sebagaipendiri ke 2 berdasarkan Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibukota DinastiAbbasiyah danmerupakan sentra perdaganganserta kebudayaan. Hingga Baghdad dipercaya menjadi kota terpenting di dunia dalam ketika itu yang kaya akan ilmu pengetahuan serta kesenian. Hingga beberapa dekade lalu dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.

Kejayaan Daulah Abbasiyah
1. Gerakan penerjemahan
Meski aktivitas penerjemahan telah dimulai semenjak Daulah Umayyah, upaya buat menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke daeah Bizantium buat mencari naskah-naskah yunanidalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di wilayah timur seperti Persia adalah terutama pada bidang tata Negara serta sastra.

Pelopor gerakan penerjemahan dalam awal pemerintahan daulah Abbasiyah merupakan Khalifah Al-Mansyur yang jua membentuk Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yg diterjemahkan terutama dalambidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudiannaskah-naskahfilsafat karya Aristoteles serta Plato jua diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yg poly diterjemahkan mengenai ilmu-ilmu pramatis seperti kedokteran. Naskah astronomi serta matematika jua diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen serta sejarah jarang diterjemakan lantaran bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa,arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.

- Baitul hikmah
Baitul pesan tersirat merupakan perpustakaan yangberfungsi menjadi pusat pengembagan ilmu pengetahuan.

- Pada masa harun ar-rasyid
Institusi ini bernama Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi menjadi perpustakaan serta sentra penelitian.

- Pada masa al-ma’mun
Lembaga ini dikembangkan dari tahun 815 M dan diubah namanya sebagai Bait al-Hikmah, yg digunakan secara lebihmaju yaitu sebagaitempatpenyimpanan buku-kitab kuno yg didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dariEthiopia danIndia. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia dan ahli pahlewi, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini menjadi perpustakaan jua menjadi sentra aktivitas study serta riset astronomi serta matematika.

2. Dalam bidang filasafat
Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yg sangat luas seperti akal, geometri, astronomi, serta musik yang dipergunakan buat mengungkapkan pemikiran tak berbentuk, garis serta gambar, gerak dan su ibn Ishaq al-Kinemasa abbasiyah seperti Ya’kub ibn Ishaq al-Kinl-Farabi,Ibn Bajah, Ibnu Tufaildan Ibn Rushd menyebutkan pemikiran-pemikirannya menggunakan menggunakan model, metamor, analogi, dan gambaranimajinatif.

3. Dalam bidang hukum Islam
Karya pertama yg diketahui merupakan Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M)yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yg pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767).meskidiangap menjadi pendiri madzhab hanafi,karya-karyanya sendiri tidakada yg terselamatkan. Dua bukunya yg berjudul Fiqh alAkbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkankarena ditulis sang para muridnya.

4. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah masih ada banyak sekali macamindustri sepertikain linen pada mesir, sutra darisyiria dan irak, kertas berdasarkan samarkand, dan banyak sekali produk pertanian sepertigandum menurut mesir dan kurma menurut iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyahdan Negara lain.

Karena industralisasi yg timbul pada perkotaan ini, urbanisasi tidak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang jua semarak. Emas yg ditambang berdasarkan Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.

Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yg sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang pada Cina jua mengalami masa zenit kejayaan sebagai akibatnya interaksi erdagangan antara keduanya menambah semaraknya aktivitas perdagangan global.

5. Dalam bidang Peradaban
Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan menggunakan mendatangkan naskah-naskah antik berdasarkan berbagai pusat peradaban sebelumnya buat lalu diterjemahkan, disesuaikan dan diterapkan pada dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam banyak sekali ilmu pengetahuan baik agama juga non kepercayaan jua ada pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yg sebagai penghubung dunua timur serta barat. Stabilitas politik yang nisbi baik terutama dalam masa Abbasiyah awal ini jua menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam

Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Sebab –karena keruntuhan daulah Abbasyiah
Keruntuhan dari segi internal ( berdasarkan dalam ) 
Ø Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan eksklusif serta melalaikan tugas serta kewajiban mereka terhadap negara.
Ø Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat menggunakan daerah sulit dilakukuan.
Ø Semakin kuatnya efek keturunan Turki, menyebabkan grup Arab serta Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.
Ø Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah pada mereka sangat tinggi.
Ø Permusuhan antar grup suku dan gerombolan kepercayaan .

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia

Pendidikan pada Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu memang terkait menggunakan banyak sekali faktor menurut zamannya masing-masing, Pendidikan itu sudah ada sejak zaman kuno/tradisional yg dimulai dengan zaman impak agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, serta zaman merdeka (Pidarta, 2009.: 125).


A. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha 

Pengaruh pendidikan pada zaman Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme adalah dua kepercayaan yg tidak sinkron, tetapi di Indonesia keduanya memiliki kesamaan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Siva dengan Budha menjadi satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yg berarti berbeda-beda tetapi tetap satu yaitu Sang Maha Tunggal yaitu Tuhan , secara etimologis dari berdasarkan keyakinan tadi (Mudyahardjo, 2012: 215).
Pada zaman ini pendidikan memiliki tujuan yg sama yaitu pendidikan diarahkan dalam rangka penyebaran serta pelatihan kehidupan keberagamaan Hindu dan Budha (Mudyahardjo, 217), jua mencari petunjuk tentang apa yg diinginkan, baik buruknya, sampai pencapaiannya.

B. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)

Agama Islam mulai masuk ke Indonesia dalam akhir abad ke-13 serta meliputi sebagian besar Nusantara dalam abad ke-16. Perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia sejalan menggunakan perkembangan penyebaran Islam pada Nusantara, baik sebagai agama juga sebagai arus kebudayaan (Mudyahardjo.: 221). Pendidikan kepercayaan Islam dalam zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.



Tujuan menurut pendidikan agama Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya pada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan sang Nabi Muhammad S.A.W. Untuk mencapai kebahagiaan di global dan akhirat. (Mudyahardjo.: 121-223) Pendidikan agama Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, tetapi banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu serta terkoordinasi sang para wali pada Jawa, terutama Wali Sanga.


C. Zaman Kolonial Belanda

Saat Belanda menjajah Indonesia, pendidikan yg terdapat diawasi secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa melalui pendidikan, gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap keberadaan Belanda pada Indonesia pada sat itu dapat muncul dan menyulitkan Belanda waktu itu.

Tiga poin primer pada politik etis Belnada dalam masa itu merupakan irigasi, migrasi, serta edukasi. Dalam poin eduksi, peerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat buat kalangan pribumi. Akan namun eksistensi sekolah-sekolah ini ternyata nir sebagai wahana pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yg disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, dan menulis.


Pada masa ini jua, pendidikan pendidikan warga pula turut timbul. Sekolah sekolah warga misalnya Taman Siswa dan Muhammadiyah ada serta berkembang. Jadi bisa dikatakan dalam masa tersebut terdapat 3 tipe jalur pendidikan yang berbeda:

1)System pendidikan menurut masa islam yang diwakili menggunakan pondok pesantren
2)Pendidikan bergaya barat yang disediakan sang pemerintah Hindia-Belanda
3)Pendidikan “swasta pro-pribumi” seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah
Golongan baru inilah yg kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yg masih bersifat kedaerahan berubah menjadi usaha bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 serta semakin meningkat menggunakan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yg semuanya mendidik anak-anak agar mampu mandiri menggunakan jiwa merdeka (Pidarta, 2009: 125-33).

(Baca juga mengenai Taman Siswa di Sini !!).


D. Zaman Kolonial Jepang

Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Kolonial Jepang tetap berlanjut sampai asa buat merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah serta terus mengobarkan semangat 45 pada hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif berdasarkan penjajahan Jepang pada Indonesia.
Di bidang pendidikan, Jepang sudah menghapus dualisme pendidikan menurut penjajah Belanda dan menggantikannya menggunakan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang buat pada pakai pada forum-forum pendidikan, di kantor-kantor, serta pada pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia buat merealisasi Indonesia merdeka. Pada lepas 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia sebagai kenyataan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (Mudyahardjo, 2012:266-272).

Sejarah pendidikan yg akan diulas merupakan sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:tiga). Pendidikan dibentuk berjenjang, nir berlaku buat seluruh kalangan, dan dari taraf kelas. Pendidikan lebih diutamakan buat anak-anak Belanda, sedangkan buat anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi buat menyediakan tenaga kerja murah yg sangat dibutuhkan sang penguasa. Sarana pendidikan dibentuk dengan biaya yang rendah menggunakan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai kasus peperangan.


Kesulitan keuangan menurut Belanda dampak Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) dan perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yg mahal dan menelan poly korban. Belanda menciptakan siasat agar pengeluaran buat peperangan bisa ditutupi berdasarkan negara jajahan. Kerja paksa dipercaya cara yg paling digdaya buat memperoleh laba yg aporisma yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang simpel buat meraup keuntungan sebanyak-besarnya. Rakyat miskin selalu sebagai bagian yg dirugikan karena digunakan menjadi energi kerja murah. Rakyat miskin yg sebagian bekerja menjadi petani juga dimanfaatkan buat menambah kas negara penguasa.


Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan supaya bahasa Belanda sanggup diujarkan sang warga buat mempermudah komunikasi antara pribumi serta Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi kondisi Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut wajib dipenuhi para calon pegawai yg akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-anak kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak menurut kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, lantaran masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri menurut lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri masih ada golongan bangsawan dan orang kebanyakan.


Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan dari faktor ekonomi pada dalam maupun pada luar Indonesia, misalnya kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara terkini yang mampu menaklukkan Rusia, serta perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama menjadi indera perusahaan super besar yg bermotif ekonomis supaya upah kerja serendah mungkin buat mencapai keuntungan yg aporisma. Irigasi, transmigrasi, serta pendidikan yang dicanangkan menjadi kedok buat siasat meraup laba. Irigasi dibentuk supaya panen padi nir terancam gagal serta memperoleh output yg lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi buat penyebaran energi kerja, keliru satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan warga .


Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 serta terhambat karena krisis global, nir terkecuali menerpa Hindia Belanda yg dianggap mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan lembaga pendidikan. Lalu, forum pendidikan dibentuk menggunakan biaya yang lebih murah. Kebijakan yg dibuat termasuk penyediaan tenaga guru yg terdiri berdasarkan energi pengajar buat sekolah dasar yg tidak memiliki latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dipercaya layak menjadi pengajar. Masalah lain yg paling mendasar adalah penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu adalah beban yg berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibentuk buat indera penguasa, orang kebanyakan sebagai sasaran yang empuk diberi pengetahuan buat dijadikan energi kerja yang murah.




Pendidikan dibentuk sang Belanda mempunyai ciri-karakteristik eksklusif. Pertama, gradualisme yang luar biasa buat penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan nir begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibentuk terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada taraf bawah. Ketiga, kontrol yg sangat bertenaga.


Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yg menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, pengajar serta orang tua tidak memiliki pengeruh eksklusif politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna buat merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan buat mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan menjadi energi kerja yg murah. Kelima, prinsip konkordasi yg menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia nir berhak sekolah pada pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yg sistematis. Pendidikan menggunakan karakteristik-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang sanggup. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.


Pemerintah Belanda pula membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat buat mengeluarkan porto yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yg dipercaya paling cocok sang Gubernur Jendral Van Heutz menjadi sekolah murah serta nir mengasingkan menurut kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan menggunakan sekolah kelas 2, pemerintah takut penduduk nir bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan permanen menjadi energi kerja demi pengamankan output panen.


Sekolah desa dibuat menggunakan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yg memiliki kurikulum bersifat generik. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan generik. Cara tadi dianggap efektif, sehingga pemerintah nir usah menciptakan sekolah dan mengeluarkan porto (Nasution, 1987:80). Pengajar sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap bisa sebagai guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia buat mengajar di lingkungan desa.


Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan adalah catatan sejarah yang kelam. Penjajah menciptakan pendidikan sebagai alat buat meraup laba melalui energi kerja murah. Sekolah pula dibuat menggunakan biaya yang murah, supaya tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi nir etis pada pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yg sangat mendesak serta aneka macam masalah lain menjadi fenomena yg tercatat pada sejarah pendidikan masa Belanda.


Belanda digantikan sang kekuasaan Jepang. Jepang membawa wangsit kebangkitan Asia yg tidak kalah liciknya berdasarkan Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat buat menyediakan energi cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat sebagai indera kekuasaan Jepang buat kepentingan perang. Pendidikan dalam masa kekuasaan Jepang mempunyai landasan idiil hakko Iciu yg mengajak bangsa Indonesia berkerjasama buat mencapai kemakmuran beserta Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat.


Sejarah Belanda hingga Jepang dipahami menjadi alur penjelasan kalau pendidikan dipakai sebagai alat komoditas sang penguasa. Pendidikan dibentuk dan diajarkan buat melatih orang-orang sebagai tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang membuahkan pendidikan sebagai senjata digdaya buat menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yg akan dikembangkan buat membangun negara Indonesia sehabis merdeka.


Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat mendasar yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan pada kementrian pendidikan, pedagogi, dan kebudayaan agar cepat buat menyediakan serta mengusahakan pembaharuan pendidikan serta pedagogi sesuai dengan rencana pokok bisnis pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan acara pemberantasan buta alfabet . Program buta alfabet nir gampang dilaksanakan menggunakan aneka macam keterbatasan sumber daya, hambatan gedung sekolah serta pengajar. Kementrian PP dan K pula mengadakan usaha menambah pengajar melalui kursus selama 2 tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu niscaya(Mestoko dkk, 1985:161). Program tadi menerangkan jumlah orang yang buta alfabet seluruh Indonesia lebih kurang 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta alfabet pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud merupakan buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, kegiatan pemberantasan buta alfabet pada pedesaan yg diprogramkan sang pemerintah buat menanggulangi nomor buta aksara di Indonesia serta buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan sekitar tidak berdampak dalam tempat tinggal tangga kurang bisa.


Kemerdekaan Indonesia nir menciptakan nasib orang nir sanggup terutama menurut sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus mudah timbul kembali, model yang paling terkenal menggunakan dampak yang hampir serupa misalnya cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yg diadakan dalam tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong lantaran adalah bisnis gotong royong antara pemerintah dan partikelir (asing serta nasional) untuk meyelenggarakan intensifikasi pertanian menggunakan memakai metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya adalah buat menaikkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) lima serta PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit menurut Taiwan. Jadi, masyarakat dipaksakan mengikuti kemauan menurut pihak penguasa. Cara tadi lebih kurang sama menggunakan yang dilakukan sang pemerintah Indonesia menjadi cara buat membentuk panen yg lebih maksimal . Muller (1979:73) menyatakan dari penelitian yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup pada kemiskinan, paling-paling hanya sanggup memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir nir bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas hayati dalam kemewahan.


Pendidikan dalam masa Belanda, Jepang dan selesainya kemerdekaan sulit dicapai sang orang-orang menurut rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan serta diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan buat mencapai keuntungan yang aporisma. Setelah jaman kemerdekaan, warga dari rumah tangga kurang bisa terus menjadi sumber pemaksaan secara halus buat pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai indera penguasa buat membuatkan program yg dipercaya dapat mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.


Landasan Sejarah Pendidikan Di Masa Perjuangan Bangsa Indonesia, Masa Pembangunan Dan MasaReformasi.

A. Masa Perjuangan.

a. Zaman Kolonial Belanda

Didorong oleh kebutuhan mudah berkaitan menggunakan pekerjaan diberbagai bidang, Belanda mendirikan sekolah-sekolah buat masyarakat Indonesia menggunakan tujuan membuat pegawai-pegawai rendahan baik sebagai pegawai negeri maupun partikelir. Adapun kecenderungan pendidikan masa kolonial ini adalah:1) membiarkan terselengarakannya pendidikan islam tradisional serta membantu mendirikan madrasah Islam di Nusantara, 2) mendirikan sekolah Zending (mizionaris) yg bertujuan mengembangkan agama kristen. Adapun ciri spesial pendidikannya diantaranya: 1) dualistik diskriminatif, 2) sentralistik, tiga) tujuan pendidikan buat menghasilkan tamatan sebagai masyarakat negara Belanda kelas dua.

Kurikulum sekolah mengalami radikal dengan masuknya ilham-ilham liberal tadi yang bertujuan berbagi kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional serta sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan buat anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19. Setelah tahun 1848 dimuntahkan peraturan pemerintah yg menerangkan bahwa pemerintah lambat laun mendapat tanggung jawab yg lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia menjadi hasil perdebatan di parlemen Belanda serta mencerminkan perilaku liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia. Pda tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids, Ia menganjurkan supaya pemerintah lebih memajukan kesejahterran masyarakat Indonesia. Ekspresi ini lalu dikenal menggunakan Politik Etis. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dasa warsa. Pendidikan yg berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas buat beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanta merupakan pegawai pemerintah Belanda, sudah mengakibatkan elite intelektual baru.


Golongan baru inilah yg kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo dalam tahun 1908 serta semakin meningkat menggunakan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.


b. Zaman Kolonial Jepang

Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 yg dalam masa itu sedang terjadi Perang Dunia sebagai akibatnya berimbas pada pemerintahan Jepang yang bersifat militeristik. Dalam misinya menguasai Indonesia, Jepang banyak melakukan perubahan. Termasuk dibidang pendidikan, penyelenggaraannya ditujukan buat menghasilkan tentara yg siap memenangkan perang bagi Jepang. Selain itu, di bidang pendidikan secara luas ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang pada Indonesia antara lain: a) Jepang sudah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda serta menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang, b) pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan sang Jepang buat di pakai pada lembaga-lembaga pendidikan, pada tempat kerja-tempat kerja serta dalam pergaulan sehari-hari. Bahas Jepang menjadi bahasa kedua sedang bahasa Belanda dilarang, c) Jepang mendirikan sekolah guru dengan sistem pelatihan indoktrinasi mental ideologis, d) pembinaan anak didik dan para pemuda dilakukan menggunakan senam pagi (taiso).

c. Zaman Kemerdekaan

Meski belum mencapai suasana aman pada kehidupan pemerintahannya, akan namun pada bidang pendidikan pada awal kemerdekaan ini terus dilaksanakan dengan berpedoman pada UUD1945 pasal 31. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan pada era 1945-1950 yaitu :
  1. Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia mengusulkan perlunya pembaharuan pada bidang pendidikan
  2. Pembentukan pendidikan masyarakat yang bertujuan menciptakan rakyat adil dan makmur berdasar pancasila.
  3. Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran
  4. Menetapkan kurikulum awal menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan
  5. Pembaharuan kurikulum sebagai kurikulum SR 947

d. Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969) 

Pendidikan dan pedagogi sampai tahun 1945 pada selenggarakan sang kentor pengajaran yang terkenal dengan nama jepang Bunkyio Kyoku serta merupakan bagian menurut kantor penyelenggara urusan pamong praja yg dianggap menggunakan Naimubu. Setelah pada proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yg baru di bentuk memilih Ki Hajar Dewantara, pendiri taman murid, sebagai menteri pendidikan serta pedagogi mulai 19 Agustus hingga 14 November 1945, lalu diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia berdasarkan lepas 14 November 1945 hingga dengan 12 Maret 1946. Tidak lama lalu Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei berdasarkan 12 Maret 1946 hingga dengan 2 Oktober 1946. Karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, dalam dasarnya tidak banyak yang bisa diperbuat oleh para mentri tersebut.




1. Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan 

Dalam kurun ketika 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, lepas 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional dalam masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini bisa di pahami, lantaran dalam ketika itu bangsa Indonesia baru saja tanggal berdasarkan penjajah yg berlangsung ratusan tahun, serta terdapat gelagat bahwa Belanda ingin pulang menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara yg baru diproklamasikan.

Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 mengenai dasar-dasar pendidikan serta pedagogi pada sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran artinya membangun insan yang cukup dan warga negara yg demokaratis secara bertanggung jawab tentang kesejahtraan masyarakat dan tanah air”.


Kurikulum sekolah dalam masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan buat:

• menaikkan pencerahan bernegara dan bermasyarakat,
• mempertinggi pendidikan jasmani,
• mempertinggi pendidikan watak,
• menberikan perhatian terhafap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran menggunakan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.

Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yg gagal, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 mengenai Agama, Pendidikan, dan kebudayaan pada adakan perubahan pada rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia pancasilais sejati menurut ketentuan-ketentuan misalnya yg dikenhendaki sang pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”.


2. Sistem Persekolahan

Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan dalam dasarnya melanjutkan apa yg dikembangkan dalam zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud mencakup 3 tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi.
Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung 3 tahun memiliki beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (Sekolah Menengah pertama) menjadi sekolah menengah pertama generik; kemudian sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah pengajar B (SGB) serta sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung 3 tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) menjadi sekolah menengah generik, dan sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah pengajar kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) serta kursus guru.


3. Pedidikan pada Indonesia Selama PJP I (1969-1993)

Pembangunan jangka panjang mencakup lima pelita, yaitu pelita I-V yg dimulai pada tahun 1969/1970 hingga tahun 1993/1994, atau 25 tahun. Selama kurun tadi, pendidikan Indonesia Indonesia mengalami kemajuan. Hal ini terutama pada tandai sang semakin luasnya kesempatan buat memperoleh pendidikan pada seluruh jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; meningkatnya jumblah wahana dan prasarana pendidikan yg tersedia serta tenaga yang terlibat pada pendidikan; meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan menggunakan masa-masa sebelumnya; semakin mantapnya sistem pendidikan nasional dengan di sahkan undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 mengenai system pendidikan nasional bersama sejumblah peraturan pemerintah yang menyertainya.
Namun demikian, hingga berakhirnya pelita V, pendidikan nasional masi pada hadapkan dengan berbagai tantangan baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, tantangan yang di hadapi menyangkut pemerataan kesempatan buat mamperoleh pendidikan khususnya pendidikan dasar, sementara secara kualitatif tantangan yang di hadapi berkenan dengan upaya mutu pendidikan, peningkatan relefansi pendidikan menggunakan penbangunan, efektifitas serta efisiensi pendidikan.

B. Masa Pembangunan

Dalam rangka menyesuaikan segala bisnis untuk mewujudkan Manipol, melalui Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965 pendidikan nasional ditinjau menjadi indera revolusi. Pendidikan harus difungsikan atau harus mempunyai Lima Dharma Bhakti Pendidikan, yaitu: (1) Membina Manusia Indonesia Baru yg berakhlak tinggi (Moral Pancasila), (dua) Memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam segenap bidang serta tingkatnya (manpower), (3) Memajukan serta berbagi kebudayaan nasional, (4) Memajukan serta membuatkan ilmu engetahuan dan teknlogi, (5) Menggerakkan serta menyadarkan semua kekuatan masyarakat buat menciptakan warga serta manusia Indonesia baru. Selanjutnya dinyatakan bahwa asas pendidikan nasional adalah Pancasila – Manipol USDEK. Dengan demikian tujuan pendidikan nasional merupakan untuk melahirkan masyarakat negara-masyarakat negara sosialis Indonesia yg susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya rakyat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual juga material dan berjiwa Pancasila. Dalam hal ini, moral pendidikan nasional ialah Pancasila Manipol/USDEK, dan politik pendidikannya merupakan Manifesto Politik. Selanjutnya melalui Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila antra lain dirumuskan balik mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, dan politik nasional. Yang menarik pada rumusan-rumusan tersebut ditegaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan nasional Indonesia artinya menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom.

Banyak progam pembangunan yg sudah direncanakan dalam Pembangunan Nasional Semesta Berencana Thap Pertama (1961-1969). Rencana proyek pembangunan pada bidang pendidikan diantaranya berkenaan pengembangan pendidikan tinggi,diprioritaskannya pengembangan sekolah-sekolah kejuruan, kursus-kursus serta sebagainya. Tetapi demikian dampak pecahnya pemberontakan G-30S/PKI, maka rontoklah planning pembangunan nasional semesta berencana tadi. Setelah pemberontakan G30S/PKI bisa ditumpas, terjadi suatu keadaan peralihan rakyat Indonesia dari Orde Lama ke Orde Baru.


1. Pendidikan Pada Masa PJP I (Pembangunan Jangka Panjang)

Pelaksaan Pelita I PJP I dicanangkan mulai 1 April 1969, maka pada lepas 28-30 April 1969 pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan 100 orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung buat melakukan konferensi dalam rangka: 1) mengidentifikasi masalah-perkara pendidikan nasional, dan dua) menyusun suatu prioritas pemecahn berdasarkan berbagai maslah tersebut, serta mencari alternatif pemecahannya.


Didalam rumusan-rumusan kebijakan pkok pembangunan pendidikan selama PJP I masih ada beberapa kebijakan yang terus menerus dikemukakan, yaitu: 1) relevansi pendidikan, dua) pemerataan pendidikan, 3) peningkatan mutu gru atau tenaga kependidikan, 4) mutu pendidikan, dan lima) pendidikan kejuruan. Selain kebijakan utama tyersebut terdapat pula beberapa kebijakan yang perlu menerima perhatian kita. Pertama, kebijakan buat menaikkan partisipasi rakyat pada pada bidang pendidikan,. Kedua, pengembangan sistem pendidikan yag efisien dan efektif. Ketiga, dirumuskan serta disahkannya UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “ Sistem Pendidikan Nasional” menjadi pengganti UU pendidikan usang yg telah diundangkan dari tahun 1950.


Kurikulum Pendidikan pada PJP I sudah dilakukan 3 kali perubahan kurikulum pendidikan (sekolah), yaitu dikenal menjadi: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, dan Kurikulum 1984. Kurikulum Pendidikan Kejuruan, dalam Pelita I selain penyempurnaan sistem sekolah kejuruan jua ditingkatkan mutu pendidikannya terutama mutu pengajar dan laboratoriumnya. Dengan dana pinjaman Bank Dunia diadakan brbagai usah buat menaikkan pendidikan teknik menengah. Beberapa STM ditingkatkan, juga membentuk apa yang disebut Sekolah Teknik Menengah Pembangunan, diadakan bengkel-bengkel latihan sentra yang dapat digunakan beberapa STM termasuk STM partikelir. Usaha perbaikan kurikulum terus menerus, baik melalui dan pinjaman berdasarkan ADB juga donasi menurut negara-negar teman.


2. Masa Reformasi

Selama Orde Baru berlansung, rezim yg berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yg mereka ingunkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan serta perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat bertenaga yaitu partai Golkar yg adalah partai terbesar saat itu. Hampir nir ada kebebasan bagi rakyat buat melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara serta mengungkapkan pendapatnya.


Maraknya gerakan reformasi menyebabka tumbangnya kekuasaan orde baru. Implikasi dari insiden itu dapat dirasakan pada semua aspek kehidupan bernegara, termasuk bidang pendidikan. Dengan di berlakukannya UU No. 22/1999 serta UU No. 25/1999 maka sistem penyelengaraan pendidikan berubah ke swatantra pendidikan. Desentralisasi kekuasaan yg menitik beratkan pada partisipasi warga menuntut tersedianya tenaga-energi terampil dalam jumlah serta kualitas yg tnggi dan pemberdayaan forum-lembaga sosial di wilayah termasuk dalm bidang pendidikan. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan pada daerah akan menaruh implikasi pribadi dalam penyusunan kurikulum yang dewasa ini sangat sentalistis.


Disamping itu kesejahteraan energi kependidikan perlahan-huma semakin tinggi. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, contohnya MBS (Manajemen Berbasi Sekolah), Life Skill (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality

Manajement).

Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini;

1. Harus belajar pendidikan dasar sembilan tahun

Pada tanggal 2 mei 1994 harus belajar pendidikan dasar 9 tahun buat taraf SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sabelumnya, tepatnya pada tanggal dua mei 1984, Indonesia pula memulai harus belajar 6 tahun buat taraf Sekolah Dasar, bersamaan dengan pelantikan berdirinya Universitas terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2tujuan primer yang berkaitan satu sama lain. Pertama, menaikkan pemerataan kesempatan buat memperoleh pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15 tahun. Kedua buat menaikkan mutu sumberdaya manusia Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun.


Sasaran-sasaran harus belajar pendidikan dasar 9 tahun pada pelita VI adalah, pertama, menaikkan nomor partisipasi kasar (APK) taraf SLTP sebagai 66,19% menurut keadaan padaawal pelita V yg mencapai 52,67%. Kedua, meningkatkan jumblah lulusan SD/MI yg tertampung di SLTP dan MTs sebanyak 5400.000, yaitu menurut 2,56 juta pad tahun 1993/1994 sebagai 3,10 juta pada tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumblah pengajar SD yang minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, pengajar SLYP berkualifikasi D-III sekitar 70%. Tantangan yg di hadapi sang program wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun memang lebih akbar apabila dibandikan menggunakan harus belajar 6 tahun. Alasnya diantaranya, pertama, dalam waktu dimulainya wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun, baru skitar separuh menurut grup umur 13-15 tahun yg berada disekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, sarana, serta tenaga yg dimiliki oleh Indonesia buat melaksanakan wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebesar dalam saat dilaksanakan harus belajar 6 tahun. Misalnya, pembangunan Sekolah Dasar dalam jumblah besar melalui inpres. Ketiga, guna menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun pada SLTP dibutuhkan wahana, porto, dan energi yg nir sedikit. Sejak di mulai pada tahun 1994, program wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat membuktikan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan menggunakan semakin bertambahnya ruang belajar, jumblah guru, dan fasilitas belajar lainnya .


2. Pelaksanaan kurikulum 1994

Kurikulum 1994 di berlakukan secara sedikit demi sedikit mulai tahun ajaran 1994/1995. Kurikulum 1994 disusun dengan maksud supaya proses pendidikan dapat selalu menyesuakan diri menggunakan tantangan yg terus barkembang, sebagai akibatnya mutu pendidikan akan semakin meningkat. Kurikulum 1984 yg telah berjalan 10 tahun ditinjau perlu buat diperbaharui lantaran menurut hasil-hasil pengkajian, ditemikan adanya materi kurikulum yg tmpang tindih dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi PMP, Sejarah Nasional, serta PSPB yg dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih di sederhanakan. Disahkannya UU No dua/1989 tentang system Pendididkan Nasional yang diikuti sang banyak sekali peraturan pemerintah mempuyai implikasi dalam perlunya kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya kabar, dilakukan kembali revisi atas kurikilum 1994 dengan menata kembali struktur programnya yang lalu dikenal dengan kurikulum 1994 yang disempurnakan.





3 Implikasi Landasan Sejarah Pendidikan Terhadap Pendidikan.


  • Masa lampau memperjelas pemahaman kita pada masa sekarang. Sistem pendidikan yang kita terapkan masa kini merupakan output perkembangan pendidikan yang tumbuh pada sejarah pengalaman bangsa kita dalam masa lampau. Hal ini telah terbukti menggunakan adanya kemajuan perkembangan pada segala bidang, misalnya; ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial serta budaya. Berikut pembahasan tetntang akibat landasan sejarah terhadap konsep pendidikan ;
  • Tujuan pendidikan diharapkan bertujuan serta bisa menyebarkan banyak sekali macam potensi peserta didik. Serta menyebarkan kepribadian mereka secara lebih serasi. Tujuan pendidikan pula diarahkan buat pengembangkan segala aspek langsung yg terdapat dalam individu peserta didik, baik pada aspek keagamaan ataupun kemandirian. Dengan mengetahui landasan sejarah pendidikan kita dapat mengetahui betapa pentingnya konsep tujuan menurut pendidikan yg seiring menggunakan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Proses Pendidikan terutama proses belajar- mengajar dan bahan ajar harus diadaptasi denagn tingkat perkembangan siswa, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, membuatkan kemandirian dan kerjasama siwa dalam pembelajaran, menegmbangkan pelajaran dalam lintas disiplin ilmu, demokratisasi pada pendidikan, serat pengembangan ilmu serta teknologi.
  • Kebudayaan nasional, Sejarah membawa perubahan kebudayaan. Dari zaman dahulu dahulu hingga waktu ini, adanya perubahan budaya lantaran pengalaman sejarah melalui penemuan baru, pertukaran budaya akibat penjajahan bangsa asing sehingga sejarah membawa imbas perubahan peradaban kebudayaan melalui peranan pendidikan.pendidikan harus jua memajukan kebudayaan nasional. Pidarta (2008:149) mengungkapkan bahwa kebudayaan nasional merupakan zenit-zenit budaya daerah serta menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya dunia.
  • Inovasi-inovasi Pendidikan. Inovasi-inovasi harus berumber berdasarkan output hasil penelitian pendidikan pada indonesia, sehingga dibutuhkan dalam akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yg bercirikan indonesia.


Sumber: Dirangkum menurut berbagai sumber !
Referensi:

Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Pustaka Jaya. Jakarta.


Munandar, Agus Aris. 1990. Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci pada Jawa Timur Abad 14—15. Tesis Magister Humaniora. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.


Santiko, Hariani. 1986. “Mandala (Kedwaguruan) Pada Masyarakat Majapahit,” pada Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, buku IIb Aspek Sosial Budaya, Cipanas, tiga—9 Maret 1986. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, page 304—18.


Winarno, Agung. 2014. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.


Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan pada indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.


Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.jakarta: Rineka Cipta.


Suardi. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT INDEKS.


//tyarmahutasoitregb.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html


//ikadekartajaya.wordpress.com/2013/09/21/landasan-sejarah-pendidikan-di-indonesia/


//dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-pada-indonesia/.

FILSAFAT DAN METODOLOGI ILMU DALAM ISLAM DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Filsafat Dan Metodologi Ilmu Dalam Islam Dan Penerapannya Di Indonesia
Islam sudah menjadi kajian yang menarik minat banyak kalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam nir lagi dipahami hanya pada pengertian historis serta doktriner, tetapi sudah sebagai fenomena yg kompleks. Islam nir hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal mengenai bagaimana seseorang individu harus memaknai kehidupannya. Islam sudah sebagai sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi serta bagian sah dari perkembangan global. Mengkaji dan mendekati Islam, nir lagi mungkin hanya berdasarkan satu aspek, karenanya diperlukan metode dan pendekatan interdisipliner.

Kajian agama, termasuk Islam, misalnya disebutkan pada atas dilakukan sang sarjana Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial dan humanities, sebagai akibatnya muncul sejarah kepercayaan , psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan rakyat Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun jua warga di negara-negara berkembang, yang lalu memunculkan orientalisme.

Sarjana Barat sebenarnya sudah lebih dahulu serta lebih lama melakukan kajian terhadap kenyataan Islam menurut pelbagai aspek: sosiologis, kultural, konduite politik, doktrin, ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan kesehatan, perkembangan minat serta kajian intelektual, serta seterusnya.

Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan pada kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui banyak sekali sudut pandang. Islam khususnya, sebagai kepercayaan yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan poly banyak kasus yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan juga empiris sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudut pandang yg dapat dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu merupakan pendekatan sejarah. Berdasarkan sudut pandang tersebut, Islam dapat dipahami pada banyak sekali dimensinya. Betapa banyak dilema umat Islam sampai dalam perkembangannya kini , bisa dipelajari dengan berkaca pada insiden-insiden masa lampau, sebagai akibatnya segala kearifan masa lalu itu memungkinkan buat dijadikan cara lain rujukan di dalam menjawab problem-masalah masa sekarang. Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat Islam dalam khususnya, apakah sejarah sebagai pengetahuan ataukah dia dijadikan pendekatan didalam mempelajari kepercayaan .

Bila sejarah dijadikan menjadi sesuatu pendekatan buat mempelajari agama, maka sudut pandangnya akan bisa membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau. Sebab sejarah menjadi suatu metodologi menekankan perhatiannya pada pemahaman aneka macam gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas pada pada pendekatan sejarah. Lantaran itu penelitian terhadap tanda-tanda-gejala kepercayaan menurut pendekatan ini haruslah dipandang segi-segi prosesnya serta perubahan-perubahannya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan dan keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa, melainkan jua mampu memahami tanda-tanda-gejala struktural yg menyertai insiden. Inilah pendekatan sejarah yg sesungguhnya perlu dikembangkan pada pada penelitian masalahmasalah kepercayaan .

Makalah ini berusaha membahas mengenai karakteristik pendekatan sejarah sebagai galat satu pendekatan pada pada Studi Islam menggunakan didahului pembahasan seputar aspek Studi Islam.

A. Studi Islam menjadi Disiplin Ilmu
Munculnya istilah Studi Islam, yang di global Barat dikenal menggunakan kata Islamic Studies, pada global Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya telah didahului sang adanya perhatian akbar terhadap disiplin ilmu agama yang terjadi pada abad ke sembilan belas di global Barat. Perhatian ini pada tandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: kitab Intruduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller menurut Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis mempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) serta sebagainya. Amirika membuat tokoh misalnya William James (1842-1910) yang dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) berdasarkan Polandia, Mircea Elaide menurut Rumania. Itulah sebagian nama yg dikenal dalam global ilmu agama, walaupun nir seluruhnya dapat penulis sebutkan di sini.

Tidak hanya pada Barat, pada Asia pun ada beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepang muncul J. Takakusu yang berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abad kesembilan belas serta T. Suzuki dengan sederaetan karya ilmiahnya mengenai Zen Budhisme. India mempunyai S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupun filsafat India, Moses D. Granaprakasam, Religious Truth an relation between Religions (1950), serta P. D. Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yang diterbitkan pada London pada 1959. Serta filsafat analitis.

Berbeda dengan global Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di global Islam telah lama timbul. Dalam global Islam dikenal beberapa tokoh pada banyak sekali disiplin ilmu. Dalam bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti Abu Hanifah, Al-Syafi’I, Malik, serta Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenal tokoh misalnya Al-Thabary, Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, serta sebagainya dalam lebih kurang abad kedua dan keempat hijriyah. Dan akhirnya timbul tokoh-tokoh abad kesembilan belas seperti: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, serta Abad kedua puluh misalnya Musthafa al-Maraghy, penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun timbul tokh-tokoh akbar berdasarkan banyak sekali aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, serta Mu’tazilah. Penulis bidang ini diantaranya; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughny dan Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan tokoh-tokoh misalnya al-qusyairi yang populer dengan Kitabnya Al-Risalah al-Qusyairiyah (w. 456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’, Al-Kalabadzi, penulis al-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, dan sebagainya.

Walaupun secara realitas studi ilmu kepercayaan (baca: studi Islam [agama]) keberadaannya tidak terbantahkan, namun dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan di kurang lebih permasalahan apakah dia (Studi Islam) dapat dimasukkan ke pada bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat serta karakteristik antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan tidak selaras. Pembahasan di lebih kurang perseteruan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah contohnya menyampaikan apabila penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di kelas, kemudian apa bedanya menggunakan kegiatan pengajian dan dakwah yg telah ramai diselenggarakan pada luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tadi menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope daerah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar dalam kesukaran seorang agamawan buat membedakan antara yang bersifat normative serta histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas bila dikatakan menjadi disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.

Tidak hanya kesukaran yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkan dosen serta pengajar juga mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang pengajar atau dosen yang tidak mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Sehingga poly anak didik atau mahasiswa yang nir tahu apa yg mereka pelajari, benar-benar ironis.

Pada tataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani sang misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, serta apologis, sebagai akibatnya kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, realitas, terutama pada mempelajari teks-teks atau naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali pada lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.

Dengan demikian secara sederhana bisa ditemukan jawabannya bahwa ditinjau menurut segi normatif sebagaimana yg terdapat dalam al-Qur’an serta Hadits, maka Islam lebih merupakan agama yang nir bisa diberlakukan kepadanya paradigma ilmu ilmu pengetahuan yaitu kerangka berpikir analitis, kiritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Sedangkan jika dilihat menurut segi historis, yakni Islam pada arti yang dipraktekkan sang insan serta tumbuh serta berkembang dalam kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan menjadi sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah. 

Perbedaan pada melihat Islam yg demikian itu dapat mengakibatkan perbedaan pada mengungkapkan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam adalah kepercayaan yg di dalamnya berisi ajaran Tuhan yg berkaitan menggunakan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dicermati menurut sudut histories atau sebagaimana yang nampak pada rakyat, maka Islam tampil menjadi sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).

Selanjutnya studi Islam sebagaimana yang dikemukakan di atas, tidak sama jua menggunakan apa yang diklaim menjadi Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yang dikemukakan sang Sayyed Husen Nasr merupakan sains yg dikembangkan sang kaum muslimin semenjak abad kedua hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, serta lain sebagainya.

Dengan demikian sains Islam meliputi aneka macam pengetahuan terbaru yang dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam merupakan pengetahuan yg dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedangkan pengetahuan kepercayaan merupakan pengetahuan yg sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah serta Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi sang sejarah, misalnya ajaran tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an serta akhlak.

Berdasarkan uraian di atas, berkenaan menggunakan Studi Islam menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan duduk perkara metode serta pendekatan yang akan dipakai dalam melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yg sebagai topik utama pada kajian makalah ini. 

Metode serta pendekatan pada Studi Islam mulai diperkenalkan oleh para pemikir Muslim Indonesia sekita tahun 1998 serta menjadi mejadi matakuliah baru menggunakan nama Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.

B. Pertumbuhan dan Obyek Studi Islam
Studi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi dan sahabat, dilakukan di Masjid. Pusat-pusat studi Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan Islam pada masa ini, berada di Hijaz berpusat Makkah serta Madinah; Irak berpusat di Basrah dan Kufah dan Damaskus. Masing-masing daerah diwakili sang sahabat ternama.

Pada masa keemasan Islam, dalam masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam di pusatkan pada Baghdad, Bait al-Hikmah. Sedangkan pada pemerintahan Islam pada Spanyol pada pusatkan pada Universitas Cordova dalam pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar Al-Dahil. Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yg didirikan oleh Dinasti Fathimiyah berdasarkan kalangan Syi’ah.

Studi Islam sekarang berkembang hampir pada seluruh negara di dunia, baik Islam maupun yg bukan Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN. Ada juga sejumlah PTS yg menyelengggarakan Studi Islam seperti Unissula (Semarang) dan Unisba (Bandung).

Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan pada beberapa negara, diantaranya di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch University India, Studi Islam pada bagi mnjadi 2: Islam sebagai doktrin di kaji di Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah serta Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam menurut Aspek sejarah di kaji di Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program pada kaji pada Fakultas Humaniora yang membawahi pula Arabic Studies, Persian Studies, serta Political Science.

Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan pada Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada pada bawah Pusat Studi Timur Tengah serta Jurusan Bahasa, dan Kebudayaan Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian mengenai pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.

Di Amirika, studi Islam dalam umumnya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra serta ilmu-ilmu social. Studi Islam di Amirika berada pada bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.

Di UCLA, studi Islam dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin serta sejarah Islam; kedua, bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu social, sejarah, serta sosiologi. Di London, studi Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika) yang mempunyai berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan pada Asia serta Afrika.

Dengan demikian obyek studi Islam bisa dikelompokkan sebagai beberapa bagian, yaitu, asal-sumber Islam, doktrin Islam, ritual serta institusi Islam, Sejarah Islam, aliran serta pemikiran tokoh, studi daerah, dan bahasa.

C. Metode serta Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Jika disepakati bahwa Studi Islam (Islamic Studies) sebagai disiplin ilmu tersendiri. Maka telebih dahulu wajib di bedakan antara fenomena, pengetahuan, serta ilmu. 

Setidaknya terdapat dua kenyataan yg dijumpai dalam hidup ini. Pertama, kenyataan yang disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dipercaya konkret karena kita bersepakat menetapkannya menjadi kenyataan; fenomena yg dialami orang lain dan kita akui menjadi fenomena. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis fenomena itu, pegetahuan pun terbagi menjadi 2 macam; pengetahuan yg diperoleh melalui persetujuan serta pengetahuan yg diperoleh melalui pengalaman langsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh menggunakan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.

Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, namun terdapat satu hal yg mesti diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) supaya orang membentuk apa yang diketahui menjadi sesuatu yg benar (valid) atau benar (true).

Kesahihan pengetahuan benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yg kita peroleh melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumber tradisi merupakan pengetahuan yg diperoleh melalui warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan kedua merupakan autoritas (authority), yaitu pengetahuan yg didapatkan melalui inovasi-penemuan baru sang mereka yang memiliki kewenangan serta keahlian di bidangnya. Penerimaan autoritas menjadi pengetahuan bergantung dalam status orang yang menemukannya atau menyampaikannya.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu dalam arti science menunjukkan 2 bentuk pendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed reality maupun experienced reality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus buat menemukan kenyataan itu. Ilmu menunjukkan pendekatan khusus yg diklaim metodologi, yaitu ilmu buat mengetahui. 

Metode terbaik buat memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk tahu metode ini terlebih dahulu wajib dipahami pengertian ilmu. Ilmu pada arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu merupakan pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya menurut pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak menilik wacana surga maupun neraka karena keduanya berada diluar jangkauan pengalaman insan. Demikian juga tentang keadaan sebelum dan setelah mangkat , tidak sebagai obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal misalnya ini menjadi kajian agama. Tetapi demikian, pengetahuan agama yg telah tersusun secara sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, bisa juga dinyatakan sebagai ilmu kepercayaan .

Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi’ serta matbu’. Ilmu yang memiliki sifat yang pertama merupakan ilmu yang keberadaan obyeknya nir memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang eksistensi obyek tadi. Sifat ilmu yg kedua, artinya ilmu yg keberadaan obyeknya bergantung dalam pengetahuan serta asa si subyek. 

Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu pada bagi pada dua cabang akbar. Pertama ilmu tentang Tuhan, dan kedua ilmu mengenai makhluk-makhluk kreasi Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu kalam atau teology, serta ilmu ke 2 melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh, serta metodologi dalam arti generik. Ilmu-ilmu kealaman dengan menggunakan metode ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.

Ilmu pada kategori kedua, menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan menggunakan ilmu berdasarkan pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas mekanisme metode ilmiah serta kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode di sini merupakan cara mengetahui sesuatu menggunakan langkah-langkah yg sistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah dalam metode tadi disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah tak jarang dikenal sebagai proses logico-hipotetico-verifikasi yang merupakan adonan menurut metode deduktif serta induktif. Dalam kontek inilah ilmu kepercayaan dalam Studi Islam (Islamic Studies) yg menjadi disiplin ilmu tersendiri, harus dipelajari dengan memakai mekanisme ilmiah. Yakni harus menggunakan metode serta pendekatan yg sistematis, terukur berdasarkan kondisi-syarat ilmiah.

Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yang dipergunakan dalam tahu Islam. Penguasaan serta ketepatan pemilihan metode tidak dapat dipercaya sepele. Lantaran dominasi metode yang tepat bisa menyebabkan seorang dapat berbagi ilmu yg dimilikinya. Sebaliknya mereka yg tidak menguasai metode hanya akan sebagai konsumen ilmu, dan bukan menjadi pembuat. Oleh karena itu disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya bisa dikembangkan.

Diantara metode studi Islam yg pernah terdapat pada sejarah, secara garis besar bisa dibagi sebagai dua. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara tahu agama dengan membandingkan semua aspek yg ada dalam agama Islam tadi dengan kepercayaan lainnya. Dengan cara yg demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh. Kedua metode buatan, yaitu suatu cara tahu Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan buat memahami Islam yg nampak dalam kenyataan histories, realitas, dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan buat tahu Islam yang terkandung pada kitab kudus. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dari meyakini Islam menjadi kepercayaan kepercayaan yg mutlak sahih. Hal ini di dasarkan kerena agama berasal menurut Tuhan, serta apa yang asal dari Tuhan absolut benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan banyak sekali aspek kehidupan insan yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.

Metode-metode yg digunakan buat tahu Islam itu suatu saat mungkin dpandang nir relatif lagi, sehingga dibutuhkan adanya pendekatan baru yg harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, serta teknik penelitian. Terdapat poly pendekatan yg digunakan dalam memahami kepercayaan . Diantaranya merupakan pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, serta pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yg dimaksud di sini (bukan pada konteks penelitian), merupakan cara pandang atau paradigma yang masih ada dalam satu bidang ilmu yg selanjutnya digunakan pada tahu kepercayaan . Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa agama dapat diteliti menggunakan memakai berbagai kerangka berpikir. Realitas keagamaan yg diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sinkron menggunakan kerangka paradigmanya. Lantaran itu tidak terdapat persoalan apakah penelitian kepercayaan itu penelitian ilmu social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.

Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis nir akan menguraikan secara keseluruhan pendekatan yang terdapat, melaikan hanya pendekatan histories sinkron menggunakan judul pada atas, yakni pendekatan histories.

Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yg pada dalamnya dibahas berbagai peristiwa menggunakan memperhatikan unsure loka, waktu, obyek, latar belakang, serta pelaku menurut peristiwa tadi. Menurut ilmu ini segala insiden dapat dilacak menggunakan melihat kapan insiden itu terjadi, pada mana, apa sebabnya, siapa yg terlibat pada insiden tersebut.

Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik menurut alam idealis ke alam yang bersifat emiris serta mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yg masih ada dalam alam idealis menggunakan yang ada pada alam realitas serta histories.

Pendekatan kesejarahan ini amat diperlukan dalam memahami agama, lantaran gama itu sendiri turun pada situasi yg konkret bahkan berkaitan menggunakan kondisi social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yg mendalam terhadap agama yg pada hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mengusut al-Qur’an dia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi sebagai dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian ke 2 berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.

Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati poly sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yg khusus, doktrin-doktrin etik, anggaran-anggaran legal, serta ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-kata atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat menurut konsep-konsep yang telah dikenal sang warga Arab dalam waktu al-Qur’an, atau bias jadi adalah kata-kata baru yang dibentuk buat mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian dintegrasikan ke pada pandangan global al-Qur’an, dan dengan demikian, lalu sebagai onsep-konsep yg otentik.

Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat tak berbentuk maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, serta sebagainya merupakan termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep mengenai fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.

Selanjutnya, apabila dalam bagian yg berisi konsep, al-Qur’an bermaksud membangun pemahaman yang komprehensif tentang nilai-nilai Islam, maka pada bagian yg ke 2 yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan buat memperoleh nasihat. Melalui pendekatan sejarah ini seorang diajak untuk memasuki keadaan yg sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar menurut konteks historisnya. Seseorang yang ingin tahu al-Qur’an secara sahih misalnya, yg bersangkutan harus memahami sejarah turunnya al-Qur’an atau peristiwa-insiden yg mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya dianggap dengan ilmu asbab al-nuzul yg dalam intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan bisa mengetahui nasihat yg terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan aturan tertentu, serta ditujukan buat memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.