SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia

Pendidikan pada Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu memang terkait menggunakan banyak sekali faktor menurut zamannya masing-masing, Pendidikan itu sudah ada sejak zaman kuno/tradisional yg dimulai dengan zaman impak agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, serta zaman merdeka (Pidarta, 2009.: 125).


A. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha 

Pengaruh pendidikan pada zaman Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme adalah dua kepercayaan yg tidak sinkron, tetapi di Indonesia keduanya memiliki kesamaan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Siva dengan Budha menjadi satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yg berarti berbeda-beda tetapi tetap satu yaitu Sang Maha Tunggal yaitu Tuhan , secara etimologis dari berdasarkan keyakinan tadi (Mudyahardjo, 2012: 215).
Pada zaman ini pendidikan memiliki tujuan yg sama yaitu pendidikan diarahkan dalam rangka penyebaran serta pelatihan kehidupan keberagamaan Hindu dan Budha (Mudyahardjo, 217), jua mencari petunjuk tentang apa yg diinginkan, baik buruknya, sampai pencapaiannya.

B. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)

Agama Islam mulai masuk ke Indonesia dalam akhir abad ke-13 serta meliputi sebagian besar Nusantara dalam abad ke-16. Perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia sejalan menggunakan perkembangan penyebaran Islam pada Nusantara, baik sebagai agama juga sebagai arus kebudayaan (Mudyahardjo.: 221). Pendidikan kepercayaan Islam dalam zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.



Tujuan menurut pendidikan agama Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya pada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan sang Nabi Muhammad S.A.W. Untuk mencapai kebahagiaan di global dan akhirat. (Mudyahardjo.: 121-223) Pendidikan agama Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, tetapi banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu serta terkoordinasi sang para wali pada Jawa, terutama Wali Sanga.


C. Zaman Kolonial Belanda

Saat Belanda menjajah Indonesia, pendidikan yg terdapat diawasi secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa melalui pendidikan, gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap keberadaan Belanda pada Indonesia pada sat itu dapat muncul dan menyulitkan Belanda waktu itu.

Tiga poin primer pada politik etis Belnada dalam masa itu merupakan irigasi, migrasi, serta edukasi. Dalam poin eduksi, peerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat buat kalangan pribumi. Akan namun eksistensi sekolah-sekolah ini ternyata nir sebagai wahana pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yg disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, dan menulis.


Pada masa ini jua, pendidikan pendidikan warga pula turut timbul. Sekolah sekolah warga misalnya Taman Siswa dan Muhammadiyah ada serta berkembang. Jadi bisa dikatakan dalam masa tersebut terdapat 3 tipe jalur pendidikan yang berbeda:

1)System pendidikan menurut masa islam yang diwakili menggunakan pondok pesantren
2)Pendidikan bergaya barat yang disediakan sang pemerintah Hindia-Belanda
3)Pendidikan “swasta pro-pribumi” seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah
Golongan baru inilah yg kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yg masih bersifat kedaerahan berubah menjadi usaha bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 serta semakin meningkat menggunakan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yg semuanya mendidik anak-anak agar mampu mandiri menggunakan jiwa merdeka (Pidarta, 2009: 125-33).

(Baca juga mengenai Taman Siswa di Sini !!).


D. Zaman Kolonial Jepang

Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Kolonial Jepang tetap berlanjut sampai asa buat merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah serta terus mengobarkan semangat 45 pada hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif berdasarkan penjajahan Jepang pada Indonesia.
Di bidang pendidikan, Jepang sudah menghapus dualisme pendidikan menurut penjajah Belanda dan menggantikannya menggunakan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang buat pada pakai pada forum-forum pendidikan, di kantor-kantor, serta pada pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia buat merealisasi Indonesia merdeka. Pada lepas 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia sebagai kenyataan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (Mudyahardjo, 2012:266-272).

Sejarah pendidikan yg akan diulas merupakan sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:tiga). Pendidikan dibentuk berjenjang, nir berlaku buat seluruh kalangan, dan dari taraf kelas. Pendidikan lebih diutamakan buat anak-anak Belanda, sedangkan buat anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi buat menyediakan tenaga kerja murah yg sangat dibutuhkan sang penguasa. Sarana pendidikan dibentuk dengan biaya yang rendah menggunakan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai kasus peperangan.


Kesulitan keuangan menurut Belanda dampak Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) dan perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yg mahal dan menelan poly korban. Belanda menciptakan siasat agar pengeluaran buat peperangan bisa ditutupi berdasarkan negara jajahan. Kerja paksa dipercaya cara yg paling digdaya buat memperoleh laba yg aporisma yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang simpel buat meraup keuntungan sebanyak-besarnya. Rakyat miskin selalu sebagai bagian yg dirugikan karena digunakan menjadi energi kerja murah. Rakyat miskin yg sebagian bekerja menjadi petani juga dimanfaatkan buat menambah kas negara penguasa.


Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan supaya bahasa Belanda sanggup diujarkan sang warga buat mempermudah komunikasi antara pribumi serta Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi kondisi Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut wajib dipenuhi para calon pegawai yg akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-anak kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak menurut kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, lantaran masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri menurut lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri masih ada golongan bangsawan dan orang kebanyakan.


Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan dari faktor ekonomi pada dalam maupun pada luar Indonesia, misalnya kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara terkini yang mampu menaklukkan Rusia, serta perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama menjadi indera perusahaan super besar yg bermotif ekonomis supaya upah kerja serendah mungkin buat mencapai keuntungan yg aporisma. Irigasi, transmigrasi, serta pendidikan yang dicanangkan menjadi kedok buat siasat meraup laba. Irigasi dibentuk supaya panen padi nir terancam gagal serta memperoleh output yg lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi buat penyebaran energi kerja, keliru satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan warga .


Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 serta terhambat karena krisis global, nir terkecuali menerpa Hindia Belanda yg dianggap mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan lembaga pendidikan. Lalu, forum pendidikan dibentuk menggunakan biaya yang lebih murah. Kebijakan yg dibuat termasuk penyediaan tenaga guru yg terdiri berdasarkan energi pengajar buat sekolah dasar yg tidak memiliki latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dipercaya layak menjadi pengajar. Masalah lain yg paling mendasar adalah penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu adalah beban yg berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibentuk buat indera penguasa, orang kebanyakan sebagai sasaran yang empuk diberi pengetahuan buat dijadikan energi kerja yang murah.




Pendidikan dibentuk sang Belanda mempunyai ciri-karakteristik eksklusif. Pertama, gradualisme yang luar biasa buat penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan nir begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibentuk terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada taraf bawah. Ketiga, kontrol yg sangat bertenaga.


Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yg menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, pengajar serta orang tua tidak memiliki pengeruh eksklusif politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna buat merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan buat mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan menjadi energi kerja yg murah. Kelima, prinsip konkordasi yg menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia nir berhak sekolah pada pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yg sistematis. Pendidikan menggunakan karakteristik-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang sanggup. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.


Pemerintah Belanda pula membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat buat mengeluarkan porto yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yg dipercaya paling cocok sang Gubernur Jendral Van Heutz menjadi sekolah murah serta nir mengasingkan menurut kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan menggunakan sekolah kelas 2, pemerintah takut penduduk nir bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan permanen menjadi energi kerja demi pengamankan output panen.


Sekolah desa dibuat menggunakan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yg memiliki kurikulum bersifat generik. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan generik. Cara tadi dianggap efektif, sehingga pemerintah nir usah menciptakan sekolah dan mengeluarkan porto (Nasution, 1987:80). Pengajar sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap bisa sebagai guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia buat mengajar di lingkungan desa.


Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan adalah catatan sejarah yang kelam. Penjajah menciptakan pendidikan sebagai alat buat meraup laba melalui energi kerja murah. Sekolah pula dibuat menggunakan biaya yang murah, supaya tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi nir etis pada pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yg sangat mendesak serta aneka macam masalah lain menjadi fenomena yg tercatat pada sejarah pendidikan masa Belanda.


Belanda digantikan sang kekuasaan Jepang. Jepang membawa wangsit kebangkitan Asia yg tidak kalah liciknya berdasarkan Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat buat menyediakan energi cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat sebagai indera kekuasaan Jepang buat kepentingan perang. Pendidikan dalam masa kekuasaan Jepang mempunyai landasan idiil hakko Iciu yg mengajak bangsa Indonesia berkerjasama buat mencapai kemakmuran beserta Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat.


Sejarah Belanda hingga Jepang dipahami menjadi alur penjelasan kalau pendidikan dipakai sebagai alat komoditas sang penguasa. Pendidikan dibentuk dan diajarkan buat melatih orang-orang sebagai tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang membuahkan pendidikan sebagai senjata digdaya buat menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yg akan dikembangkan buat membangun negara Indonesia sehabis merdeka.


Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat mendasar yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan pada kementrian pendidikan, pedagogi, dan kebudayaan agar cepat buat menyediakan serta mengusahakan pembaharuan pendidikan serta pedagogi sesuai dengan rencana pokok bisnis pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan acara pemberantasan buta alfabet . Program buta alfabet nir gampang dilaksanakan menggunakan aneka macam keterbatasan sumber daya, hambatan gedung sekolah serta pengajar. Kementrian PP dan K pula mengadakan usaha menambah pengajar melalui kursus selama 2 tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu niscaya(Mestoko dkk, 1985:161). Program tadi menerangkan jumlah orang yang buta alfabet seluruh Indonesia lebih kurang 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta alfabet pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud merupakan buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, kegiatan pemberantasan buta alfabet pada pedesaan yg diprogramkan sang pemerintah buat menanggulangi nomor buta aksara di Indonesia serta buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan sekitar tidak berdampak dalam tempat tinggal tangga kurang bisa.


Kemerdekaan Indonesia nir menciptakan nasib orang nir sanggup terutama menurut sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus mudah timbul kembali, model yang paling terkenal menggunakan dampak yang hampir serupa misalnya cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yg diadakan dalam tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong lantaran adalah bisnis gotong royong antara pemerintah dan partikelir (asing serta nasional) untuk meyelenggarakan intensifikasi pertanian menggunakan memakai metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya adalah buat menaikkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) lima serta PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit menurut Taiwan. Jadi, masyarakat dipaksakan mengikuti kemauan menurut pihak penguasa. Cara tadi lebih kurang sama menggunakan yang dilakukan sang pemerintah Indonesia menjadi cara buat membentuk panen yg lebih maksimal . Muller (1979:73) menyatakan dari penelitian yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup pada kemiskinan, paling-paling hanya sanggup memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir nir bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas hayati dalam kemewahan.


Pendidikan dalam masa Belanda, Jepang dan selesainya kemerdekaan sulit dicapai sang orang-orang menurut rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan serta diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan buat mencapai keuntungan yang aporisma. Setelah jaman kemerdekaan, warga dari rumah tangga kurang bisa terus menjadi sumber pemaksaan secara halus buat pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai indera penguasa buat membuatkan program yg dipercaya dapat mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.


Landasan Sejarah Pendidikan Di Masa Perjuangan Bangsa Indonesia, Masa Pembangunan Dan MasaReformasi.

A. Masa Perjuangan.

a. Zaman Kolonial Belanda

Didorong oleh kebutuhan mudah berkaitan menggunakan pekerjaan diberbagai bidang, Belanda mendirikan sekolah-sekolah buat masyarakat Indonesia menggunakan tujuan membuat pegawai-pegawai rendahan baik sebagai pegawai negeri maupun partikelir. Adapun kecenderungan pendidikan masa kolonial ini adalah:1) membiarkan terselengarakannya pendidikan islam tradisional serta membantu mendirikan madrasah Islam di Nusantara, 2) mendirikan sekolah Zending (mizionaris) yg bertujuan mengembangkan agama kristen. Adapun ciri spesial pendidikannya diantaranya: 1) dualistik diskriminatif, 2) sentralistik, tiga) tujuan pendidikan buat menghasilkan tamatan sebagai masyarakat negara Belanda kelas dua.

Kurikulum sekolah mengalami radikal dengan masuknya ilham-ilham liberal tadi yang bertujuan berbagi kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional serta sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan buat anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19. Setelah tahun 1848 dimuntahkan peraturan pemerintah yg menerangkan bahwa pemerintah lambat laun mendapat tanggung jawab yg lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia menjadi hasil perdebatan di parlemen Belanda serta mencerminkan perilaku liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia. Pda tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids, Ia menganjurkan supaya pemerintah lebih memajukan kesejahterran masyarakat Indonesia. Ekspresi ini lalu dikenal menggunakan Politik Etis. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dasa warsa. Pendidikan yg berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas buat beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanta merupakan pegawai pemerintah Belanda, sudah mengakibatkan elite intelektual baru.


Golongan baru inilah yg kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo dalam tahun 1908 serta semakin meningkat menggunakan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.


b. Zaman Kolonial Jepang

Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 yg dalam masa itu sedang terjadi Perang Dunia sebagai akibatnya berimbas pada pemerintahan Jepang yang bersifat militeristik. Dalam misinya menguasai Indonesia, Jepang banyak melakukan perubahan. Termasuk dibidang pendidikan, penyelenggaraannya ditujukan buat menghasilkan tentara yg siap memenangkan perang bagi Jepang. Selain itu, di bidang pendidikan secara luas ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang pada Indonesia antara lain: a) Jepang sudah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda serta menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang, b) pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan sang Jepang buat di pakai pada lembaga-lembaga pendidikan, pada tempat kerja-tempat kerja serta dalam pergaulan sehari-hari. Bahas Jepang menjadi bahasa kedua sedang bahasa Belanda dilarang, c) Jepang mendirikan sekolah guru dengan sistem pelatihan indoktrinasi mental ideologis, d) pembinaan anak didik dan para pemuda dilakukan menggunakan senam pagi (taiso).

c. Zaman Kemerdekaan

Meski belum mencapai suasana aman pada kehidupan pemerintahannya, akan namun pada bidang pendidikan pada awal kemerdekaan ini terus dilaksanakan dengan berpedoman pada UUD1945 pasal 31. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan pada era 1945-1950 yaitu :
  1. Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia mengusulkan perlunya pembaharuan pada bidang pendidikan
  2. Pembentukan pendidikan masyarakat yang bertujuan menciptakan rakyat adil dan makmur berdasar pancasila.
  3. Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran
  4. Menetapkan kurikulum awal menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan
  5. Pembaharuan kurikulum sebagai kurikulum SR 947

d. Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969) 

Pendidikan dan pedagogi sampai tahun 1945 pada selenggarakan sang kentor pengajaran yang terkenal dengan nama jepang Bunkyio Kyoku serta merupakan bagian menurut kantor penyelenggara urusan pamong praja yg dianggap menggunakan Naimubu. Setelah pada proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yg baru di bentuk memilih Ki Hajar Dewantara, pendiri taman murid, sebagai menteri pendidikan serta pedagogi mulai 19 Agustus hingga 14 November 1945, lalu diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia berdasarkan lepas 14 November 1945 hingga dengan 12 Maret 1946. Tidak lama lalu Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei berdasarkan 12 Maret 1946 hingga dengan 2 Oktober 1946. Karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, dalam dasarnya tidak banyak yang bisa diperbuat oleh para mentri tersebut.




1. Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan 

Dalam kurun ketika 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, lepas 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional dalam masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini bisa di pahami, lantaran dalam ketika itu bangsa Indonesia baru saja tanggal berdasarkan penjajah yg berlangsung ratusan tahun, serta terdapat gelagat bahwa Belanda ingin pulang menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara yg baru diproklamasikan.

Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 mengenai dasar-dasar pendidikan serta pedagogi pada sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran artinya membangun insan yang cukup dan warga negara yg demokaratis secara bertanggung jawab tentang kesejahtraan masyarakat dan tanah air”.


Kurikulum sekolah dalam masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan buat:

• menaikkan pencerahan bernegara dan bermasyarakat,
• mempertinggi pendidikan jasmani,
• mempertinggi pendidikan watak,
• menberikan perhatian terhafap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran menggunakan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.

Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yg gagal, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 mengenai Agama, Pendidikan, dan kebudayaan pada adakan perubahan pada rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia pancasilais sejati menurut ketentuan-ketentuan misalnya yg dikenhendaki sang pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”.


2. Sistem Persekolahan

Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan dalam dasarnya melanjutkan apa yg dikembangkan dalam zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud mencakup 3 tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi.
Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung 3 tahun memiliki beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (Sekolah Menengah pertama) menjadi sekolah menengah pertama generik; kemudian sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah pengajar B (SGB) serta sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung 3 tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) menjadi sekolah menengah generik, dan sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah pengajar kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) serta kursus guru.


3. Pedidikan pada Indonesia Selama PJP I (1969-1993)

Pembangunan jangka panjang mencakup lima pelita, yaitu pelita I-V yg dimulai pada tahun 1969/1970 hingga tahun 1993/1994, atau 25 tahun. Selama kurun tadi, pendidikan Indonesia Indonesia mengalami kemajuan. Hal ini terutama pada tandai sang semakin luasnya kesempatan buat memperoleh pendidikan pada seluruh jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; meningkatnya jumblah wahana dan prasarana pendidikan yg tersedia serta tenaga yang terlibat pada pendidikan; meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan menggunakan masa-masa sebelumnya; semakin mantapnya sistem pendidikan nasional dengan di sahkan undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 mengenai system pendidikan nasional bersama sejumblah peraturan pemerintah yang menyertainya.
Namun demikian, hingga berakhirnya pelita V, pendidikan nasional masi pada hadapkan dengan berbagai tantangan baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, tantangan yang di hadapi menyangkut pemerataan kesempatan buat mamperoleh pendidikan khususnya pendidikan dasar, sementara secara kualitatif tantangan yang di hadapi berkenan dengan upaya mutu pendidikan, peningkatan relefansi pendidikan menggunakan penbangunan, efektifitas serta efisiensi pendidikan.

B. Masa Pembangunan

Dalam rangka menyesuaikan segala bisnis untuk mewujudkan Manipol, melalui Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965 pendidikan nasional ditinjau menjadi indera revolusi. Pendidikan harus difungsikan atau harus mempunyai Lima Dharma Bhakti Pendidikan, yaitu: (1) Membina Manusia Indonesia Baru yg berakhlak tinggi (Moral Pancasila), (dua) Memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam segenap bidang serta tingkatnya (manpower), (3) Memajukan serta berbagi kebudayaan nasional, (4) Memajukan serta membuatkan ilmu engetahuan dan teknlogi, (5) Menggerakkan serta menyadarkan semua kekuatan masyarakat buat menciptakan warga serta manusia Indonesia baru. Selanjutnya dinyatakan bahwa asas pendidikan nasional adalah Pancasila – Manipol USDEK. Dengan demikian tujuan pendidikan nasional merupakan untuk melahirkan masyarakat negara-masyarakat negara sosialis Indonesia yg susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya rakyat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual juga material dan berjiwa Pancasila. Dalam hal ini, moral pendidikan nasional ialah Pancasila Manipol/USDEK, dan politik pendidikannya merupakan Manifesto Politik. Selanjutnya melalui Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila antra lain dirumuskan balik mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, dan politik nasional. Yang menarik pada rumusan-rumusan tersebut ditegaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan nasional Indonesia artinya menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom.

Banyak progam pembangunan yg sudah direncanakan dalam Pembangunan Nasional Semesta Berencana Thap Pertama (1961-1969). Rencana proyek pembangunan pada bidang pendidikan diantaranya berkenaan pengembangan pendidikan tinggi,diprioritaskannya pengembangan sekolah-sekolah kejuruan, kursus-kursus serta sebagainya. Tetapi demikian dampak pecahnya pemberontakan G-30S/PKI, maka rontoklah planning pembangunan nasional semesta berencana tadi. Setelah pemberontakan G30S/PKI bisa ditumpas, terjadi suatu keadaan peralihan rakyat Indonesia dari Orde Lama ke Orde Baru.


1. Pendidikan Pada Masa PJP I (Pembangunan Jangka Panjang)

Pelaksaan Pelita I PJP I dicanangkan mulai 1 April 1969, maka pada lepas 28-30 April 1969 pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan 100 orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung buat melakukan konferensi dalam rangka: 1) mengidentifikasi masalah-perkara pendidikan nasional, dan dua) menyusun suatu prioritas pemecahn berdasarkan berbagai maslah tersebut, serta mencari alternatif pemecahannya.


Didalam rumusan-rumusan kebijakan pkok pembangunan pendidikan selama PJP I masih ada beberapa kebijakan yang terus menerus dikemukakan, yaitu: 1) relevansi pendidikan, dua) pemerataan pendidikan, 3) peningkatan mutu gru atau tenaga kependidikan, 4) mutu pendidikan, dan lima) pendidikan kejuruan. Selain kebijakan utama tyersebut terdapat pula beberapa kebijakan yang perlu menerima perhatian kita. Pertama, kebijakan buat menaikkan partisipasi rakyat pada pada bidang pendidikan,. Kedua, pengembangan sistem pendidikan yag efisien dan efektif. Ketiga, dirumuskan serta disahkannya UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “ Sistem Pendidikan Nasional” menjadi pengganti UU pendidikan usang yg telah diundangkan dari tahun 1950.


Kurikulum Pendidikan pada PJP I sudah dilakukan 3 kali perubahan kurikulum pendidikan (sekolah), yaitu dikenal menjadi: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, dan Kurikulum 1984. Kurikulum Pendidikan Kejuruan, dalam Pelita I selain penyempurnaan sistem sekolah kejuruan jua ditingkatkan mutu pendidikannya terutama mutu pengajar dan laboratoriumnya. Dengan dana pinjaman Bank Dunia diadakan brbagai usah buat menaikkan pendidikan teknik menengah. Beberapa STM ditingkatkan, juga membentuk apa yang disebut Sekolah Teknik Menengah Pembangunan, diadakan bengkel-bengkel latihan sentra yang dapat digunakan beberapa STM termasuk STM partikelir. Usaha perbaikan kurikulum terus menerus, baik melalui dan pinjaman berdasarkan ADB juga donasi menurut negara-negar teman.


2. Masa Reformasi

Selama Orde Baru berlansung, rezim yg berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yg mereka ingunkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan serta perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat bertenaga yaitu partai Golkar yg adalah partai terbesar saat itu. Hampir nir ada kebebasan bagi rakyat buat melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara serta mengungkapkan pendapatnya.


Maraknya gerakan reformasi menyebabka tumbangnya kekuasaan orde baru. Implikasi dari insiden itu dapat dirasakan pada semua aspek kehidupan bernegara, termasuk bidang pendidikan. Dengan di berlakukannya UU No. 22/1999 serta UU No. 25/1999 maka sistem penyelengaraan pendidikan berubah ke swatantra pendidikan. Desentralisasi kekuasaan yg menitik beratkan pada partisipasi warga menuntut tersedianya tenaga-energi terampil dalam jumlah serta kualitas yg tnggi dan pemberdayaan forum-lembaga sosial di wilayah termasuk dalm bidang pendidikan. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan pada daerah akan menaruh implikasi pribadi dalam penyusunan kurikulum yang dewasa ini sangat sentalistis.


Disamping itu kesejahteraan energi kependidikan perlahan-huma semakin tinggi. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, contohnya MBS (Manajemen Berbasi Sekolah), Life Skill (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality

Manajement).

Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini;

1. Harus belajar pendidikan dasar sembilan tahun

Pada tanggal 2 mei 1994 harus belajar pendidikan dasar 9 tahun buat taraf SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sabelumnya, tepatnya pada tanggal dua mei 1984, Indonesia pula memulai harus belajar 6 tahun buat taraf Sekolah Dasar, bersamaan dengan pelantikan berdirinya Universitas terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2tujuan primer yang berkaitan satu sama lain. Pertama, menaikkan pemerataan kesempatan buat memperoleh pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15 tahun. Kedua buat menaikkan mutu sumberdaya manusia Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun.


Sasaran-sasaran harus belajar pendidikan dasar 9 tahun pada pelita VI adalah, pertama, menaikkan nomor partisipasi kasar (APK) taraf SLTP sebagai 66,19% menurut keadaan padaawal pelita V yg mencapai 52,67%. Kedua, meningkatkan jumblah lulusan SD/MI yg tertampung di SLTP dan MTs sebanyak 5400.000, yaitu menurut 2,56 juta pad tahun 1993/1994 sebagai 3,10 juta pada tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumblah pengajar SD yang minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, pengajar SLYP berkualifikasi D-III sekitar 70%. Tantangan yg di hadapi sang program wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun memang lebih akbar apabila dibandikan menggunakan harus belajar 6 tahun. Alasnya diantaranya, pertama, dalam waktu dimulainya wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun, baru skitar separuh menurut grup umur 13-15 tahun yg berada disekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, sarana, serta tenaga yg dimiliki oleh Indonesia buat melaksanakan wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebesar dalam saat dilaksanakan harus belajar 6 tahun. Misalnya, pembangunan Sekolah Dasar dalam jumblah besar melalui inpres. Ketiga, guna menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun pada SLTP dibutuhkan wahana, porto, dan energi yg nir sedikit. Sejak di mulai pada tahun 1994, program wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat membuktikan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan menggunakan semakin bertambahnya ruang belajar, jumblah guru, dan fasilitas belajar lainnya .


2. Pelaksanaan kurikulum 1994

Kurikulum 1994 di berlakukan secara sedikit demi sedikit mulai tahun ajaran 1994/1995. Kurikulum 1994 disusun dengan maksud supaya proses pendidikan dapat selalu menyesuakan diri menggunakan tantangan yg terus barkembang, sebagai akibatnya mutu pendidikan akan semakin meningkat. Kurikulum 1984 yg telah berjalan 10 tahun ditinjau perlu buat diperbaharui lantaran menurut hasil-hasil pengkajian, ditemikan adanya materi kurikulum yg tmpang tindih dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi PMP, Sejarah Nasional, serta PSPB yg dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih di sederhanakan. Disahkannya UU No dua/1989 tentang system Pendididkan Nasional yang diikuti sang banyak sekali peraturan pemerintah mempuyai implikasi dalam perlunya kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya kabar, dilakukan kembali revisi atas kurikilum 1994 dengan menata kembali struktur programnya yang lalu dikenal dengan kurikulum 1994 yang disempurnakan.





3 Implikasi Landasan Sejarah Pendidikan Terhadap Pendidikan.


  • Masa lampau memperjelas pemahaman kita pada masa sekarang. Sistem pendidikan yang kita terapkan masa kini merupakan output perkembangan pendidikan yang tumbuh pada sejarah pengalaman bangsa kita dalam masa lampau. Hal ini telah terbukti menggunakan adanya kemajuan perkembangan pada segala bidang, misalnya; ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial serta budaya. Berikut pembahasan tetntang akibat landasan sejarah terhadap konsep pendidikan ;
  • Tujuan pendidikan diharapkan bertujuan serta bisa menyebarkan banyak sekali macam potensi peserta didik. Serta menyebarkan kepribadian mereka secara lebih serasi. Tujuan pendidikan pula diarahkan buat pengembangkan segala aspek langsung yg terdapat dalam individu peserta didik, baik pada aspek keagamaan ataupun kemandirian. Dengan mengetahui landasan sejarah pendidikan kita dapat mengetahui betapa pentingnya konsep tujuan menurut pendidikan yg seiring menggunakan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Proses Pendidikan terutama proses belajar- mengajar dan bahan ajar harus diadaptasi denagn tingkat perkembangan siswa, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, membuatkan kemandirian dan kerjasama siwa dalam pembelajaran, menegmbangkan pelajaran dalam lintas disiplin ilmu, demokratisasi pada pendidikan, serat pengembangan ilmu serta teknologi.
  • Kebudayaan nasional, Sejarah membawa perubahan kebudayaan. Dari zaman dahulu dahulu hingga waktu ini, adanya perubahan budaya lantaran pengalaman sejarah melalui penemuan baru, pertukaran budaya akibat penjajahan bangsa asing sehingga sejarah membawa imbas perubahan peradaban kebudayaan melalui peranan pendidikan.pendidikan harus jua memajukan kebudayaan nasional. Pidarta (2008:149) mengungkapkan bahwa kebudayaan nasional merupakan zenit-zenit budaya daerah serta menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya dunia.
  • Inovasi-inovasi Pendidikan. Inovasi-inovasi harus berumber berdasarkan output hasil penelitian pendidikan pada indonesia, sehingga dibutuhkan dalam akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yg bercirikan indonesia.


Sumber: Dirangkum menurut berbagai sumber !
Referensi:

Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Pustaka Jaya. Jakarta.


Munandar, Agus Aris. 1990. Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci pada Jawa Timur Abad 14—15. Tesis Magister Humaniora. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.


Santiko, Hariani. 1986. “Mandala (Kedwaguruan) Pada Masyarakat Majapahit,” pada Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, buku IIb Aspek Sosial Budaya, Cipanas, tiga—9 Maret 1986. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, page 304—18.


Winarno, Agung. 2014. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.


Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan pada indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.


Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.jakarta: Rineka Cipta.


Suardi. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT INDEKS.


//tyarmahutasoitregb.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html


//ikadekartajaya.wordpress.com/2013/09/21/landasan-sejarah-pendidikan-di-indonesia/


//dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-pada-indonesia/.

ISU PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA

Cara flexi--Mutu pendidikan merupakan hal yg sangat penting serta tak sanggup ditawar-tawar lagi buat terus ditingkatkan. Lantaran suatu negara yang dikatakan maju merupakan negara yang mempunyai mutu pendidikan yang baik. Kualitas insan suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya, karenanya merupakan sangat masuk akal jika mereka berlomba-lomba menaikkan kualitas dan mutu pendidikan dalam rangka memajukan kualitas sumber daya insan yg lebih baik lagi. 

Isu mengenai peningkatan mutu pendidikan merupakan perkara pada masa ini yg akan terus dijadikan dasar pemikiran dan perumusan kebijakan pada bidang pendidikan. Mengapa demikian? Karena tugas filsafat pendidikan merupakan memberikan landasan supaya pendidikan menaruh yg terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan contoh pendidikan yang bermutu. Di samping itu, filsafat pendidikan juga sanggup merespon dinamika dan tuntutan warga dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang keguruan dan pendidikan. Masalah kontemporer pendidikan pada Indonesia seperti terungkap dalam Rembuk Nasional pendidikan tanggal 4 Februari 2008 yg menyelidiki serta membahas info-info seputar permasalahan pendidikan misalnya bagaimana meningkatkan pemerataan dan ekspansi akses pendidikan, bagaimana peningkatan mutu pendidikan, bagaimana peningkatan relevansi pendidikan, bagaimana menaikkan daya saing, bagaimana meningkatkan serta penguatan tata kelola (governance), serta bagaimana peningkatan akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.

Berdasarkan Rembuk Nasional tersebut, maka info krusial yang dijadikan dasar pemecahan masalah pendidikan di Indonesia adalah (1) pemerataan serta perluasan akses, (2) peningkatan mutu, relevansi, serta daya saing, serta (3) penguatan tata kelola (governance), akuntabilitas, dan citra warga pendidikan. Hal tersebut diidentifikasi adalah gosip-informasi pendidikan pada masa ini yang selanjutnya akan dijadikan dasar buat merumuskan aneka macam kebijakan serta acara pemerintah pada pembangunan pendidikan nasional.


Posisi Mutu Pendidikan Indonesia

Untuk menambah wawasan kita tentang info-isu pada masa ini pendidika nasional, sebaiknya perhatikan juga tentang mutu pendidikan lantaran info peningkatan mutu pendidikan masih sebagai sentra perhatian rakyat serta pemerintah. Bagaimana posisi mutu pendidikan  Indonesia pada antara negara ASEAN? Apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, mutu pendidikan pada Indonesia masih rendah sebagaimana dilaporkan Human Development Indek (HDI). Laporan tahun 2003 membuktikan bahwa Indonesia pada posisi ke-112 (0,682) dari 175 negara. Posisi ini jauh pada bawah Singapura yang berada di posisi ke-28 (0,888), Brunei Darussalam pada posisi ke-31 (0,872), Malaysia pada posisi ke-58 (0,790), Thailand pada posisi ke-74 (0,768), serta Filipina di posisi ke-85 (0,751). Kendati laporan HDI tadi bukan hanya mengukur status pendidikan saja, tetapi juga ekonomi serta kesehatan, namun laporan tadi bisa dijadikan dokumen acum yg valid guna melihat tingkat kemajuan pembangunan pendidikan pada suatu negara. Kondisi mutu pendidikan ini terkait pula dengan kualitas guru serta tenaga kependidikan misalnya pengelola pembelajaran, materi ajar, media dan alat bantu pembelajaran. Semua unsur saling terkait dan sangat memilih mutu pendidikan. Dengan demikian, isu peningkatan mutu pendidikan perlu memperhatikan mutu menurut setiap unsur tadi. Oleh karenanya berita peningkatan mutu bukanlah hal yg sederhana. Namun, pengajar tetap merupakan faktor deteminan pada menentukan tinggi-rendahnya mutu pendidikan.

Perlu kita pahami jua bahwa mutu pengajar akan poly ditentukan oleh kualitas lembaga pendidikan pengajar. Yang menjadi dilema adalah bagaimana menciptakan sistem pendidikan pengajar yg berkualitas. Seperti diketahui, jumlah total pengajar buat jenjang Taman Kanak-kanak-SD-Sekolah Menengah pertama waktu ini lebih kurang 2,4 juta orang, dimana sebagian akbar berlatar belakang pendidikan SLTA dan D-3 serta sebagian mini tamatan S-1 buat jenjang SLTA. Tentu saja hal ini akan berpengaruh pada kemampuan mengajar karena kemampuan tadi diukur berdasarkan tingkat dominasi materi pembelajaran serta metodologi pengajaran. Selain itu, masih banyak guru yang mengajar di luar bidang keahliannya atau secara teknis diklaim mismatch. Contoh ekstrem merupakan guru sejarah yang mengajar matematika atau IPA. Hal ini terutama banyak dijumpai pada Madrasah (MI, MTS, dan MA) guru mismatch ini jelas tidak memiliki kompetensi serta keahlian yg memadai buat mengajar mata pelajaran yg bukan bidang keahliannya lantaran bisa menurunkan mutu pembelajaran. Dengan demikian, upaya peningkatan mutu pengajar mutlak diharapkan,  yaitu melalui program tunjangan profesi serta penyetaraan D-tiga dan S-1 berdasarkan bidang studi yang relevan. Tetapi upaya ini jua harus disertai jua dengan peningkatan kesejateraan pengajar melalui hadiah bonus. Hal ini sangat krusial supaya motivasi pengajar dalam mengajar makin kuat dan semangat darma menjalankan tugas mulia sebagai pendidik kian bergelora. 

Demikian artikel singkat mengenai informasi peningkatan pendidikan di Indonesia, semoga artikel ini berguna buat menambah wawasan kita pada bidang pendidikan dalam umumnya serta filsafat pendidikan dalam khususnya. Terimakasih.   

Sumber: Dirangkum menurut banyak sekali asal!!

SEJARAH GERAKAN PRAMUKA


AWAL KEPRAMUKAAN DI INDONESIA
Masa Hindia Belanda
Kenyataan sejarah memperlihatkan bahwa pemudaIndonesia memiliki saham akbar pada pergerakan usaha kemerdekaanIndonesia dan ada serta berkembangnya pendidikan kepramukaan nasionalIndonesia. Dalam perkembangan pendidikan kepramukaan itu tampak adanya dorongandan semangat untuk manunggal, namun masih ada tanda-tanda adanya berorganisasi yangBhinneka.
Organisasi kepramukaan di Indonesia dimulaioleh adanya cabang "Nederlandse Padvinders Organisatie" (NPO) padatahun 1912, yg dalam ketika pecahnya Perang Dunia I mempunyai kwartir besarsendiri serta lalu berganti nama sebagai "Nederlands-IndischePadvinders Vereeniging" (NIPV) pada tahun 1916.
Organisasi Kepramukaan yang diprakarsai olehbangsa Indonesia adalah "Javaanse Padvinders Organisatie" (JPO);berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada tahun 1916.
Kenyataan bahwa kepramukaan itu senapas denganpergerakan nasional, seperti tersebut di atas dapat diperhatikan dalam adanya"Padvinder Muhammadiyah" yang pada 1920 berganti nama sebagai"Hisbul Wathon" (HW); "Nationale Padvinderij" yangdidirikan sang Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan "Syarikat IslamAfdeling Padvinderij" yg lalu diganti menjadi "Syarikat IslamAfdeling Pandu" dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale IslamietishePadvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan IndonesischNationale Padvinders Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat manunggal bagi organisasi kepramukaanIndonesia saat itu tampak mulai menggunakan terbentuknya PAPI yaitu "PersaudaraanAntara Pandu Indonesia" adalah federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO,SIAP, NATIPIJ serta PPS pada lepas 23 Mei 1928.
Federasi ini nir dapat bertahan lama , karenaniat adanya fusi, akibatnya pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia(KBI) yg dirintis oleh tokoh berdasarkan Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan(JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).
PAPI lalu berkembang sebagai Badan PusatPersaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) dalam bulan April 1938.
Antara tahun 1928-1935 bermuncullah gerakankepramukaan Indonesia baik yg bernafas primer kebangsaan juga bernafasagama. Kepramukaan yang bernafas kebangsaan bisa dicatat Pandu Indonesia (PI),Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita(SPK) serta Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernafas agama PanduAnsor, Al Wathoni, Hizbul Wathon, Kepanduan Islam Indonesia (KII), IslamitischePadvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katholik Indonesia(KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya buat menggalang kesatuan danpersatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan"All Indonesian Jamboree". Rencana ini mengalami beberapa perubahanbaik pada saat pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang lalu disepakatidiganti menggunakan "Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkatPERKINO serta dilaksanakan dalam lepas 19-23 Juli 1941 pada Yogyakarta.
Masa Bala Tentara Dai Nippon
"Dai Nippon" ! Itulah nama yangdipakai buat menyebut Jepang dalam saat itu. Pada masa Perang Dunia II, balatentara Jepang mengadakan penyerangan serta Belanda meninggalkan Indonesia.partai serta organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan kepramukaan, dilarangberdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II permanen dilakukan. Bukan hanyaitu, semangat kepramukaan tetap menyala di dada para anggotanya.
Masa Republik Indonesia
Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaanRepublik Indonesia, beberapa tokoh kepramukaan berkumpul di Yogyakarta danbersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatupanitia kerja, memberitahuakn pembentukan satu wadah organisasi kepramukaan untukseluruh bangsa Indonesia serta segera mengadakan Konggres Kesatuan KepanduanIndonesia.
Kongres yang dimaksud, dilaksanakan padatanggal 27-29 Desember 1945 pada Surakarta menggunakan output terbentuknya Pandu RakyatIndonesia. Perkumpulan ini didukung sang segenap pimpinan dan tokoh sertadikuatkan menggunakan "Janji Ikatan Sakti", lalu pemerintah RI mengakuisebagai satu-satunya organisasi kepramukaan yg ditetapkan menggunakan keputusanMenteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1Februari 1947.
Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu RakyatIndonesia karena serbuan Belanda. Bahkan dalam peringatan kemerdekaan 17 Agustus1948 saat diadakan barah unggun di laman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta,senjata Belanda mengancam serta memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagaiPandu, menjadi patriot yg menunjukan cintanya dalam negara, tanah air danbangsanya. Di daerah yg diduduki Belanda, Pandu Rakyat tidak boleh berdiri,.keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan PuteraIndonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan bersenjata untukmempertahankan negeri tercinta adalah darma jua bagi para anggotapergerakan kepramukaan di Indonesia, lalu berakhirlah periode perjuanganbersenjata buat menegakkan serta mempertahakan kemerdekaan itu, pada waktuinilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II pada Yogyakarta dalam tanggal20-22 Januari 1950.
Kongres ini antara lain tetapkan untukmenerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan spesifik untukmenghidupakan pulang bekas organisasinya masing-masing serta terbukalah suatukesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasikepramukaan pada Indonesia dengan keputusan Menteri PP serta K nomor 2344/Kab.tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu RakyatIndonesia merupakan satu-satunya wadah kepramukaan pada Indonesia, jadi keputusannomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah.
Mungkin agak aneh pula bila direnungi, sebabsepuluh hari setelah keputusan Menteri No. 2334/Kab. Itu keluar, makawakil-wakil organi-sasi kepramukaan menga-dakan konfersensi pada Ja-karta. Padasaat inilah tepatnya lepas 16 September 1951 diputuskan berdirinya IkatanPandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada 1953 Ipindo berhasil sebagai anggota kepramukaansedunia
Ipindo merupakan federasi bagi organisasikepramukaan putera, sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua federasiyaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (PersatuanOrganisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini pernah bersama-samamenyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan keAustralia.
Dalam peringatan Hari Proklamasi KemerdekaanRI yg ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat pada Ragunan,Pasar Minggu dalam tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo menjadi wadah pelaksana aktivitas kepramukaan merasa perlumenyelenggarakan seminar agar bisa citra upaya untuk menjamin kemurnian dankelestarian hidup kepramukaan. Seminar ini diadakan pada Tugu, Bogor pada bulanJanuari 1957.
Seminar Tugu ini meng-hasilkan suatu rumusanyang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepramukaan diIndonesia. Dengan demikian diperlukan ke-pramukaan yang terdapat bisa dipersatukan.setahun kemudian dalam bulan Novem-ber 1958, Pemerintah RI, dalam hal iniDepartemen PP serta K mengadakan seminar pada Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengantopik "Penasionalan Kepanduan".
Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan diRagunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untukputeri yg diklaim Desa Semanggi bertempat pada Ciputat. Desa Semanggi ituterlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini pula Ipindo mengirimkan kontingennyake Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.

Nah, masa-masa kemudianadalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.

MAZHAB SUMBER DAN TOKOH FILSAFAT INDONESIA

Mazhab, Sumber, Dan Tokoh Filsafat Indonesia 
Kini tibalah pada tempatnya buat membahas cabang-cabang menurut ‘Filsafat Indonesia’ dan tokoh-tokoh kunci yg menguasai cabang itu. Di sini penulis membagi Filsafat Indonesia ke dalam 6 mazhab akbar, berdasarkan dalam asal-asal inspirasinya: Filsafat Etnik, Filsafat Timur, Filsafat Barat, Filsafat Islam, Filsafat Kristen, dan Filsafat Paska-Soeharto.

A. Filsafat Etnik
Jakob Sumardjo sudah menyebutkan di muka, bahwa yang dimaksud menggunakan ‘Filsafat Etnik’ merupakan ‘…pemikiran primordial…’ atau ‘…pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ menurut suatu grup etnik di Indonesia. Maka, bila disebut ‘Filsafat Etnik Jawa’, itu ialah:

filsafat…  terbaca pada cara rakyat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk tempat tinggal Jawanya, dari kitab -kitab sejarah serta sastra yang ditulisnya…

‘Filsafat Etnik’ merupakan filsafat orisinil menurut Indonesia, yg diproduksi sang local genius primitif sebelum kedatangan impak filsafat asing. Di era neolitikum, lebih kurang tahun 3500–2500 SM, penduduk Indonesia orisinil telah menciptakan komunitas berupa desa-desa mini yg sudah mengenal sistem pertanian, sistem irigasi sederhana, sistem peternakan, pembuatan bahtera, sistem pelayaran sederhana, serta seni bertenun. Mereka juga telah mulai berspekulasi tentang segala yang mereka perhatikan menurut alam, sebagai akibatnya merekapun sudah memproduksi filsafat, sekalipun pada bentuk yang sangat sederhana. Mitologi-mitologi filosofis yg diproduksi suku-suku etnis Indonesia sekarang sudah poly yg dibukukan, sebagai akibatnya para peneliti Filsafat Indonesia kini bisa membacanya, baik dalam Bahasa Indonesia juga pada bahasa asing. Misalnya, mitologi filosofis suku Dayak-Benuaq telah dibukukan dan diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh Michael Hopes, Madras & Karaakng menggunakan judul Temputn: Myths of The Benuaq and Tunjung Dayak (Jakarta: Puspa Swara & Rio Tinto Foundation, 1997). 

Kajian ‘Filsafat Etnik’ sudah poly dilakukan sang filosof Indonesia. M. Nasroen merupakan orang pertama yang memelopori kajian ‘Filsafat Etnik’ dalam dekade 60-an, kemudian Sunoto, yang melakukan kajian serius mengenai Filsafat Etnik Jawa. R. Pramono mengkaji Filsafat Etnik Jawa, Batak, Minangkabau, serta Bugis. Sedangkan Jakob Sumardjo, pada karyanya Arkeologi Budaya Indonesia dan Mencari Sukma Indonesia, membahas Filsafat Etnik Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, dan lain-lain. Franz Magnis-Suseno juga mempelajari Filsafat Etnik Jawa, misalnya karya-karyanya yang berjudul Kita dan Wayang (Jakarta, 1984), Etika Jawa dalam Tantangan, dan Etika Jawa: sebuah Analisa Filsafat mengenai Kebijaksanaan Hidup Jawa. I Made Swasthawa Dharmayuda mengkaji Filsafat Bali yg terkandung pada tata cara-tata cara suku Bali dalam karyanya Filsafat Adat Bali. P.J. Zoetmulder menelaah Filsafat Etnik Jawa berdasarkan segi kesusastraannya dalam buku Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang serta Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme serta Monisme pada Sastra Suluk Jawa. Nian S. Djoemena mempelajari Filsafat Etnik Jawa menurut tradisi luriknya pada kitab Lurik: Garis-garis Bertuah (The Magic Stripes). Soewardi Endraswara menelaah Filsafat Etnik Jawa dari tradisi peribahasanya pada buku Mutiara Wicara Jawa. Purwadi menelaah Filsafat Etnik Jawa terutama kearifan tokoh Semar dalam pewayangan Jawa dalam karyanya Semar: Jagad Mistik Jawa serta Woro Aryandini mengkaji kearifan tokoh Bima pada karyanya Citra Bima pada Kebudayaan Jawa. Suwardi Endraswara membahas Filsafat Hidup yg dipahami khas orang Jawa pada karyanya Filsafat Hidup Jawa, dan masih poly lagi filosof Indonesia yg menyelidiki Filsafat Etnik, bahkan hingga detik ini. 

B. Filsafat Timur
Yang dimaksud menggunakan ‘Filsafat Timur’ merupakan tradisi filsafat yang dikembangkan sang orang-orang ‘Timur’, sebagai kebalikan berdasarkan orang ‘Barat’. Istilah ini kentara saja diberikan oleh bangsa Barat buat bangsa Timur. Pada kenyataannya, tidak semua bangsa Timur filsafatnya dikenal baik oleh bangsa Barat. Yang tradisii filsafatnya dikenal baik hanya sebagian saja, yakni, ‘Filsafat Cina’, ‘Filsafat Jepang’, serta ‘Filsafat India’. 

‘Filsafat Cina’ baru-baru ini saja dipelajari menggunakan berfokus oleh filosof Indonesia, walaupun nyatanya orang Cina telah menetap di Indonesia lebih menurut 30 abad yg kemudian! ‘Filsafat Cina Klasik’, seperti Filsafat Lao Tzu (605-531 SM), Konfusius (551-479 SM), serta Chuang Tzu (w.360 SM), kini menggunakan penuh antusias dikaji-ulang dan ditafsir-ulang. Indra Widjaja menyelidiki Filsafat Chuang Tzu dalam karyanya Filsafat Perang Sun Tzu, sedangkan Anand Krishna menafsir-ulang Filsafat Lao Tzu untuk dipahami secara modern pada karyanya Mengikuti Irama Kehidupan: Tao Teh Ching bagi Orang Modern. Soejono Soemargono membuat ikhtisar sejarah Filsafat Cina pada karyanya yang pionir Sejarah Ringkas Filsafat Tiongkok.

‘Filsafat Cina Modern’ telah mulai dikaji sang filosof Indonesia semenjak abad 19 M. Sun Yat-Senisme sudah dikaji oleh Kwee Kek Beng (1900-1974) lewat terjemahan karya Sun Yat Sen Djalan Ke Kemerdekaan berdasarkan bahasa Cina ke bahasa Melayu, Filsafat Anti-Konfusianisme dikaji oleh Kwee Hing Tjiat (1891-1939), Filsafat Marxisme-Leninisme dan Maoisme dikaji sang Oey Gee Hoat serta Siauw Giok Tjhan, Tan Ling Djie, Wang Jen Shu, Ong Eng Djie, Lie A Tjong, Lien Tiong Hien, Lie Wie Tjung, dll. Tetapi, karya Leo Suryadinata yg berjudul Mencari Identitas Nasional: Dari Tjoe Bou San sampai Yap Thiam Hien (Jakarta: LP3ES, 1990) serta Politik Tionghoa Peranakan pada Jawa (Jakarta: Sinar Harapan, 1994) memuat menggunakan jenial ikhtisar sejarah filsafat politik Cina Modern yang dipahami filosof Indonesia menurut etnik Cina. 

‘Filsafat India’ juga masih sedikit yang mempelajari. Dari survei, penulis hanya menemukan satu karya saja yg menelaah ‘Filsafat India Klasik’, itupun hanya sebatas ikhtisar sejarah, seperti karya Harun Hadiwidjono yang berjudul Sari Filsafat India. Sedangkan yg mengkaji ‘Filsafat India Modern’ telah relatif banyak, pada antaranya ialah R. Wahana Wegig yg mempelajari Filsafat Etika dari Mahatma Gandhi dalam karyanya Dimensi Etis Ajaran Gandhi.

Yang relatif menarik dipelajari adalah karya asli output dari blending antara Filsafat Etnik Indonesia dengan Filsafat India atau output menurut blending antara Buddhisme serta Hinduisme, yg saya namakan ‘Filsafat India-Indonesia’. Filsafat ini adalah output eksperimen filosofis menurut beberapa filosof kreatif berdasarkan Indonesia, yang membuat corak filosofis yg menarik dan asli. Sambhara Suryawarana, seorang penulis buku suci Buddhisme yang hidup di kerajaan Medang Hindu di lebih kurang tahun 929-947, memuji-muji raja Sindok yg Hinduist di pada kitab kudus Buddhist yg dikarangnya, Sang Hyang Kamahayanikan. Mpu Prapanca (1335-1380) menulis buku Negarakertagama dan Ramayana Kakawin. Ramayana Kakawin adalah terjemahan epik Hindu-India yg diadaptasi dengan alam pikiran Indonesia primitif, sementara Negarakertagama merupakan karya puisi epik berbahasa Jawa Kuno yg mengungkapkan filsafat yang dianut Kertanagara (1268-1292), seseorang raja terbesar berdasarkan Dinasti Singhasari, yang memadukan filsafat Siwaisme-Hindu menggunakan Buddhisme. Sedangkan Mpu Tantular, seseorang pengarang yang hayati pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), menulis buku Sutasoma, yg memadukan filsafat Buddhisme dengan Syiwaisme-Hindu. 

Raja Dharmawangsa (991-1006) pernah memerintahkan penerjemahan Mahabharata ke bahasa Jawa Kuno tindakan yang memungkinkan masuknya alam pikiran primitif Jawa ke dalam epik Hinduisme-India itu. Juga raja Jayabaya (1130-1160), yg memerintahkan penyaduran Bharatayudha versi India sebagai versi Jawa, buat menggambarkan perang saudara antara Jayabaya (sebagai Pandawa) dengan sepupunya Jenggala (sebagai Kurawa). Bahkan, raja Indra (782-812) berdasarkan Sailendra menciptakan Candi Borobudur yang bertingkat 9, buat memuja arwah 9 keluarga moyangnya pada bepergian mereka menuju Nirvana.

‘Filsafat Jepang’ masih jarang dikaji. Dari survei, penulis hanya menemukan 2 karya yg ditulis filosof Indonesia tentang cabang filsafat ini: pertama, karya Tun Sri Lanang yg berjudul Busido, serta ke 2, karya Irmansyah Effendi yg berjudul Rei Ki: Teknik Efektif buat Membangkitkan Kemampuan Penyembuhan Luarbiasa Secara Seketika.

C. Filsafat Barat
‘Filsafat Barat’ atau Western Philosophy artinya tradisi filsafat yang dikembangkan bangsa Barat sejak masa klasik (abad 5 SM-5 M), pertengahan (6 M-14 M), serta masa modern (15 M-kini ), yg diproduksi di negara-negara Barat seperti Yunani, Italia, Perancis, Jerman, Inggris, Amerika, dan lain-lain. Sekarang kajian Western Philosophy dipecah-pecah sebagai banyak cabang, misalnya Analytic Philosophy, Continental Philosophy, German Philosophy, dan lain-lain. 

‘Filsafat Barat’ yang cabang-cabangnya amat poly itu telah banyak dikaji sang filosof Indonesia, bahkan sanggup dikatakan menjadi filsafat yg paling banyak dikaji serta yang paling dikuasai oleh mereka. Sejak abad 19 M, saat kolonialis Belanda menerapkan ‘Politik Etis’ menggunakan berdirinya sekolah-sekolah ala Barat serta gereja-gereja Protestan yg mengajarkan peradaban Barat Modern pada tengah-tengah pribumi Indonesia, ‘Filsafat Barat’ mulai dipelajari pelajar-pelajar pribumi. Hingga proklamasi kemerdekaan RI pun, ‘Filsafat Barat’ sering dijadikan counter-culture terhadap ‘Filsafat Etnik’ oleh para filosof Indonesia yang telah Western-minded.

‘Sejarah Filsafat Barat’, terutama sejarah Filsafat Barat abad 20, sudah dikajii sang K. Bertens dalam karyanya Filsafat Barat Abad XX serta Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman. ‘Filsafat Barat Klasik’, misalnya Filsafat Yunani-Kuno sejak Thales sampai Plotinus, telah dikaji sang Mohammad Hatta (keliru satu founding father kita) pada bukunya Alam Pikiran Yunani.

‘Filsafat Barat Modern’ merupakan cabang yg paling poly dikaji, lantaran hampir seluruh lembaga sosial-politik Indonesia poly yang terinspirasi darinya. Bentuk pemerintahan Republik, konstitusi negara terbaru, forum perwakilan masyarakat, distribusi kekuasaan yg sejalan menggunakan Trias Politica, partai politik, serta ideologi partai tersebut benar-benar-benar-benar cerminan efek alam pikiran Barat. 

Filsafat Marxisme-Leninisme pernah dikaji oleh Tan Malaka dalam bukunya Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika serta D.N. Aidit dalam bukunya Tentang Marxisme, Problems of The Indonesian Revolution, dan Kibarkan Tinggi Pandji Revolusi!. Semaoen mengkaji organisasi buruh komunis pada bukunya Toentoenan Kaoem Boeroeh. Filsafat Sosialisme-Demokrat pernah dikaji sang Sutan Syahrir dalam tulisannya Sosialisme di Eropah Barat dan Masa Depan Sosialisme Kerakyatan. Filsafat Politik Republik pernah dikaji sang Tan Malaka dalam kitab Naar de ‘Republiek Indonesia’ dan perkembangan Kapitalisme pada Indonesia jua dibahas pada bukunya Massa Actie. Soekarno, ‘si penyambung pengecap masyarakat’, pernah membahas Filsafat Nasionalisme dalam bukunya Mencapai Indonesia Merdeka. Filsafat Fasisme Jerman pernah mencuat dalam pidato Soepomo di Rapat BPUPKI menjelang kemerdekaan serta Filsafat Modernisasi mengisi hampir seluruh ihwal sosial-politik di era Orde Baru Soeharto. 

Di era Soeharto, yakni era ‘filsafat menjadi candu’, poly sekali cabang filsafat Barat yang dikaji oleh filosof Indonesia. Filsafat Estetika dikaji oleh Jakob Sumardjo dalam bukunya Filsafat Seni. Juga sang Wajid Anwar L. Pada ke 2 bukunya Filsafat Estetika dan Filsafat Estetika (Sebuah Pengantar). Filsafat Etika dikaji oleh K. Bertens dalam beberapa karyanya seperti Keprihatinan Moral, Telaah atas Masalah Etika, Perspektif Etika, Kajian atas Masalah-Masalah Aktual, serta Aborsi menjadi Masalah Etika. Juga dikaji oleh W. Poespoprodjo pada bukunya Filsafat Moral, serta I.R. Poedjawijatna pada bukunya Etika Filsafat Tingkah Laku. Rosady Ruslan menelaah Filsafat Etika yg diterapkan dalam bidang Kehumasan dalam karyanya Etika Kehumasan, sedangkan M. Dawam Rahardjo mengkaji Filsafat Etika yg diterapkan pada bidang Ekonomi dan Manajemen pada bukunya Etika Ekonomi serta Manajemen. 

Filsafat Epistemologi Barat dikaji SJ. Sudarminta dalam bukunya Epistemologi Dasar, Pengantar ke Beberapa Masalah Pokok Filsafat Pengetahuan serta M. Ghozi Badrie dalam karyanya Filsafat Umum: Aspek Epistemologi. Sedangkan Widoyo Alfandi mempelajari Filsafat Epistemologi yg diterapkan dalam bidang Geografi pada karyanya Epistemologi Geografi. Filsafat Logika dikaji sang I.R. Poedjawijatna pada karyanya Logika: Filsafat Berpikir dan Burhanuddin Salam dalam bukunya Logika Formal. Filsafat Kosmologi dikaji sang Moertono dalam karyanya Filsafat Kosmologi/Filsafat Alam Semesta: Filsafat Teori Kejadian-Kejadian Factual, Dihampiri secara Manusiawi Filsafat.

Filsafat Semiotika pada perspektif Roland Barthes dikaji oleh Kurniawan pada bukunya Semiologi Roland Barthes, sedangkan Filsafat Hukum dikaji oleh Soetikno pada bukunya Filsafat Hukum, Suhadi dalam bukunya Filsafat Hukum, Lili Rasjidi pada kedua karyanya Filsafat Hukum: Apakah Hukum itu? Dan Filsafat Hukum Mazhab serta Refleksinya. Juga oleh Moertono pada bukunya Filsafat Hukum: Metodik Penelitian Ilmu Desisi. Filsafat Politik dikaji oleh J.H. Rapar dalam beberapa karyanya seperti Filsafat Pemikiran Politik, Filsafat Politik Aristoteles, Filsafat Politik Agustinus, Filsafat Politik Machiavelli, dan Filsafat Politik Plato. Franz Magnis-Suseno jua punya concern pada Filsafat Politik, sebagaimana terlihat pada bukunya Filsafat Kebudayaan Politik. 

Filsafat Sejarah dikaji oleh beberapa filosof, misalnya H.R.E Tamburaka pada bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Kunto Wijoyo dalam bukunya Metodologi Sejarah, dan Purwo Husodo dalam karyanya Filsafat Sejarah Oswald Spengler. Filsafat Agama dikaji oleh Tom Jacobs, SJ dalam bukunya Paham Allah, pada Filsafat, Agama-Agama dan Teologi, Hamzah Ya’qub dalam karyanya Filsafat Agama, Hamka pada bukunya Filsafat Ketuhanan, H.M. Rasjidi dalam karya terjemahannya Filsafat Agama, serta Louis Leahy pada bukunya Filsafat Ketuhanan Kontemporer. 

Filsafat Ilmu dikaji sang Djohansjah dalam bukunya Budaya Ilmiah serta Filsafat Ilmu, Jujun Suriasumantri dalam 2 buku masterpiece-nya Ilmu dalam Perspektif serta Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Burhanuddin Salam dalam 2 karyanya Logika Materiil, Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Hartono Kasmadi pada bukunya Filsafat Ilmu, M. Solly Lubis pada bukunya Filsafat Ilmu dan Penelitian, Hidanul I Harun dalam bukunya Filsafat Ilmu Pengetahuan, dan Chairul Arifin pada karyanya Filsafat Ilmu Pengetahuan: Suatu Pengantar. Filsafat Pendidikan dikaji oleh Redja Mudyahardjo dalam karyanya Filsafat Ilmu Pendidikan, Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, serta Paul Suparno pada bukunya Filsafat Konstruktivisme pada Pendidikan. 

Filsafat Manusia dikaji oleh Zainal Abidin pada bukunya Filsafat Manusia, Burhanuddin Salam pada bukunya Filsafat Manusia: Antropologi Metafisika, Kasmiran Wuryo Sanadji pada bukunya Filsafat Manusia, N. Drijarkara dalam karyanya Filsafat Manusia, serta Moertono dalam karyanya Filsafat Manusia/Antropologi Kefilsafatan: Potensi Penanganan Masalah. Filsafat Kebebasan dikaji sang satu-satunya filosof Nico Syukur Dister dalam karyanya Filsafat Kebebasan. Sedangkan Filsafat Analitik dikaji sang 2 orang filosof, yakni Rizal Mustansyir pada karyanya Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya dan Kaelan dalam karyanya Filsafat Analitis dari Ludwig Wittgenstein. Filsafat Sastra dan Budaya pula dikaji satu-satunya sang FX. Mudji Sutrisno pada karyanya Filsafat Sastra dan Budaya. Juga Filsafat Matematika yg cuma dikaji oleh The Liang Gie dalam karyanya Filsafat Matematika. Filsafat Ekonomi jua dikaji satu-satunya oleh Save M. Dagun pada karyanya Pengantar Filsafat Ekonomi, sedangkan Filsafat Desain dan Supervisi dikaji oleh Ir. Hamid Shahab dalam bukunya Filosofi Desain & Supervisi. Demikian jua Filsafat Administrasi yg dikaji hanya sang Sondang P. Siagian pada kitab Filsafat Administrasi. 

Filsafat Barat Paska-terbaru jua sempat mampir pada Indonesia, yang dikaji oleh Budi Hardiman F. Pada karyanya Melampaui Positivisme serta Modernitas, Onno W. Purbo dalam karyanya Filsafat Naif Dunia Cyber, serta Ridwan Makassary pada karyanya Kematian Manusia Modern.

Yang cukup menarik buat dibahas disini ialah Filsafat Barat yang diadaptasikan menggunakan situasi kongkrit Indonesia, yang aku namakan ‘Filsafat Barat-Indonesia’ atau ‘Adaptasionisme Barat’. Cabang filsafat ini adalah aliran filosofis yg corak Baratnya sudah sejauh mungkin dirubah, untuk diubahsuaikan dengan situasi historis kongkrit di Indonesia. Tokoh-tokoh berdasarkan cabang filsafat ini antara lain artinya Tan Malaka, Soekarno, Toety Heraty, Mohammad Hatta, M. Dawam Rahardjo, Sri-Edi Swasono, Kris Budiman, dan S.C. Utami Munandar. Tan Malaka menelaah ‘teori gerilya’ berdasarkan Filsafat Komunisme buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia pada karyanya Gerpolek (Gerilya Politik-Ekonomi). Soekarno mempelajari komunitas Proletar dari Filsafat Komunisme buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia, sebagaimana terlihat pada goresan pena-tulisannya yg dikumpulkan serta diterbitkan oleh Penerbit Grasindo dengan judul Bung Karno mengenai Marhaen. Adaptasionisme juga dilakukan Moh. Hatta, ketika beliau berbicara tentang demokrasi Barat modern untuk diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia pada bukunya Mohammad Hatta: Beberapa Pokok Pikiran serta dalam perpaduan tulisannya yg diterbitkan Tim LP3ES menggunakan judul Karya Lengkap Bung Hatta. Juga pengkajian demokrasi Barat yg diterapkan Sjahrir dalam situasi kongkrit Indonesia pada karyanya Pemikiran Politik Sjahrir. Filsafat Feminisme yg diterapkan dalam mengkaji kaum wanita Indonesia dilakukan oleh Soekarno dalam bukunya Sarinah: Keajaiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia, Kris Budiman pada bukunya Feminis Laki-Laki dan Wacana Gender, S.C. Utami Munandar pada bukunya Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia dan Toety Heraty dalam bukunya Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki. M. Dawam Rahardjo menelaah ‘Teori Ketergantungan Dunia Ketiga’ buat diterapkan pada mempelajari Ekonomi Indonesia pada bukunya Transformasi Pertanian, Industrialisasi serta Kesempatan Kerja. Sedangkan Sri-Edi Swasono menyelidiki pemikiran adaptasionisme Hatta pada bukunya Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipasi v.S.konsentrasi Ekonomi serta Satu Abad Bung Hatta. 

D. Filsafat Islam
‘Filsafat Islam’ adalah filsafat yg lahir di daerah kuasa Islam serta diproduksi sang komunitas religius Islam yg menetap di daerah itu. Selain ‘Filsafat Barat’ dan ‘Filsafat Timur’, ‘Filsafat Islam’ pula adalah keliru satu cabang yg seringkali dikaji serta yg paling dikuasai sang filosof Indonesia, apalagi saat ini komunitas Islam pada Indonesia menempati posisi menjadi dominan. ‘Filsafat Islam’ kini bisa dipecah ke dalam banyak cabang, misalnya Filsafat Sufisme, Filsafat Pendidikan, Filsafat Kebudayaan, Filsafat Hukum, Filsafat Politik, Filsafat Epistemologi, dan Filsafat Pembebasan (Liberasionisme). Pembagian Filsafat Islam pada kategori regional pula cukup menarik, seperti ‘Filsafat Islam Arab’ dan ‘Filsafat Islam Persia’, lantaran kedua cabang itu, walaupun sama-sama bersifat ‘Islam’ akan tetapi keduanya memiliki corak yang tidak selaras. Bahkan, sekarang jua bisa dibangun ‘Filsafat Islam Indonesia’, karena masalah filosofis yang dihadapi pada situasi historis kongkrit oleh filosof Islam di Indonesia berbeda menggunakan yg dihadapi sang filosof Islam di Arab atau pada Persia. 

Filsafat Sufisme dikaji oleh Alwi Shihab dalam karyanya Islam Sufistik, K. Permadi pada bukunya Pengantar Ilmu Tasawwuf, M. Solichin dalam karyanya Kamus Tasawuf, Sukardi Kd. Pada bukunya Salat dalam Perspektif Sufi, Meison Amir Siregar dalam karyanya Rumi: Cinta dan Tasawuf serta oleh Asep Salahuddin dalam karyanya Ziarah Sufistik. 

Filsafat Pendidikan Islam dikaji oleh Hamdani Ihsan pada karyanya Filsafat Pendidikan Islam, Abdurrahman S. Abdullah dalam bukunya Teori Pendidikan menurut Al-Quran, H.M. Arifin pada Filsafat Pendidikan Islam, Zuhairini pada Filsafat Pendidikan Islam, Jalaluddin & Usman Said pada Filsafat Pendidikan Islam, serta sang Imam Barnadib pada karyanya Filsafat Pendidikan Islam. Sedangkan Filsafat Kebudayaan Islam dikaji sang satu-satunya pengkaji, yakni, Musa Asya’arie pada bukunya Filsafat Islam: Tentang Kebudayaan.

Filsafat Hukum Islam dikaji oleh Zaini Dahlan dalam karyanya Filsafat Hukum Islam, Ishak Farid pada Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Falsafah Hukum Islam, serta sang Ismail Muhammad Syah dalam karyanya Filsafat Hukum Islam. Sedangkan Filsafat Politik Islam dikaji sang A. Munawwir Sadzali dalam karyanya yang monumental Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran dan Kamaruzzaman pada buku Relasi Islam dan Negara.

Teori pengetahuan berdasarkan mazhab Islam dikaji oleh Imam Syafi’i pada karyanya Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Quran serta sang Mohammad Miska Amien pada bukunya Epistemologi Islam. Sedangkan Filsafat Pembebasan (Liberasionisme) dikaji oleh Muh. Hanif Dhakiri dalam 2 bukunya Islam serta Pembebasan serta Paulo Freire, Islam serta Pembebasan. Juga oleh Fachrizal A. Halim pada karyanya Beragama dalam Belenggu Kapitalisme.

Karya-karya pengantar Filsafat Islam pula banyak ditulis oleh filosof Islam Indonesia misalnya sang Abdul Aziz Dahlan dengan judul Pemikiran Falsafi dalam Islam, Soedarsono dalam karyanya Filsafat Islam, Oemar Amin Hoesin dalam dua bukunya yang amat klasik Filsafat Islam dan Filsafat Islam: Sedjarah dan Perkembangannya pada Dunia Internasional, H. Musa Asya’arie pada karyanya Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif, serta oleh J.W.M. Bakker dalam karyanya yang klasik Pengantar Filsafat Islam.

Filsafat Islam Regional seperti ‘Filsafat Arab Klasik’, misalnya, dikaji sang Harun Nasution pada karyanya Teologi Islam, Hasan Asari dalam bukunya Nukilan Pemikiran Islam Klasik, serta oleh Ilhamuddin dalam kitab Pemikiran Kalam Baqillani. ‘Filsafat Arab Modern’ dikaji, umpamanya, oleh H.A. Mukti Ali pada bukunya Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, A. Munir dalam bukunya Aliran Modern pada Islam, H.A. Mukti Ali pada buku Islam dan Sekularisme di Turki Modern dan sang Harun Nasution pada karyanya Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah. ‘Filsafat Islam Persia’ juga banyak yang menelaah, terutama selesainya Syi’isme disebarluas sang cendekiawan Syi’ah Indonesia seperti Jalaluddin Rachmat serta Haidar Bagir. Amroeni Drajat menyelidiki Filsafat Yahya Al-Suhrawardi pada karyanya Filsafat Illuminasi: Sebuah Kajian terhadap Konsep ‘Cahaya’ Suhrawardi. 

Suatu ‘Filsafat Islam Regional’ lainnya, misalnya ‘Filsafat Islam Indonesia’, sudah banyak yang membahas, terutama tentang mazhab-mazhab misalnya ‘Tradisionalisme’, ‘Modernisme’, ‘Revivalisme’, ‘Neo-modernisme’, ‘’Transformasionisme’, ‘Liberalisme’, serta ‘Perenialisme’, sebagai akibatnya tak perlu dibahas lagi di sini. Hanya saja, terdapat kesamaan baru saat ini yg penulis namakan ‘sesatisme’ atau ‘murtadisme’, yg mulai menyuarakan pandangan-pandangan mereka pada kitab -buku tebal yg dipublikasikan secara luas. Walaupun belum layak dianggap menjadi suatu mazhab filsafat, pandangan mereka mulai diterima luas sang rakyat Islam Indonesia. Pendasaran argumentasi mereka pada terjemahan Al-Quran berbahasa Indonesia atau ‘terjemahan sewenang-wenang’ mereka sendiri atas ayat Al-Quran—ini keunikan tersendiri berdasarkan mereka, yg sekaligus juga adalah bukti ketololan mereka akan tata-bahasa bahasa Arab—relatif pertanda bahwa mereka mempunyai sandaran filosofis yg kentara. Yang mereka pegang bukanlah Al-Quran, akan tetapi terjemahannya atau ‘tafsir bebas’ nya. Dan terjemah atau ‘tafsir bebas’ merupakan sejenis filsafat. Hartono Ahmad Jaiz bisa dimasukkan pada mazhab ini. Dalam bukunya Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Jaiz mengritik menjadi ‘sesat’ beberapa mazhab ‘Filsafat Islam’ yg pernah terdapat sebelumnya, yakni, mazhab-mazhab ‘Liberalisme’, ‘Modernisme’ dan ‘Neo-modernisme’. Bukunya yg lain Ada Pemurtadan pada IAIN, mengritik beberapa dosen UIN/IAIN yang bercorak liberal, terbaru, dan neo-terbaru. 

E. Filsafat Kristen
Seperti Filsafat Islam, Filsafat Kristen (Christian Philosophy) merupakan filsafat yang lahir di daerah kuasa Kristen dan diproduksi sang komunitas religius Kristen yg menetap di daerah itu. Selain ‘Filsafat Barat’, ‘Filsafat Kristen’ pula merupakan bidang yang amat dikuasai oleh filosof-filosof Kristen Indonesia. ‘Filsafat Kristen’ terbagi pada beberapa cabang: ‘Filsafat Kristen Awal’, ‘Filsafat Kristen Helenistik’, ‘Filsafat Kristen Pertengahan’ (yang diklaim jua menggunakan sebutan ‘Filsafat Skolastik’), ‘Filsafat Kristen Renaisans serta Reformasi’, dan ‘Filsafat Kristen Modern serta Kontemporer’. Di samping pembagian itu, ‘Filsafat Kristen’ pun dapat dikaji secara regional, seperti ‘Filsafat Kristen Jerman’, ‘Filsafat Kristen Amerika’, ‘Filsafat Kristen Amerika Latin’, ‘Filsafat Kristen Filipina’, bahkan ‘Filsafat Kristen Indonesia’, lantaran situasi kongkrit yang harus diresponi umat Kristen di negara-negara itu nir mesti sama.

‘Filsafat Kristen Awal’, dikaji oleh Nico Syukur Dister pada karyanya Filsafat Agama Kristiani: Mempertanggungjawabkan Iman akan Wahyu Allah pada Yesus Kristus. ‘Filsafat Skolastik’, semenjak Santo Anselmus hingga Santo Thomas Aquinas, telah dikaji oleh A. Hanafi pada bukunya Filsafat Skolastik. ‘Filsafat Kristen Modern serta Kontemporer’, misalnya, dikaji oleh Thomas Hidya Tjaya dalam bukunya Kosmos: Tanda Keagungan Allah, Refleksi berdasarkan Louis Bouyer. 

Yang tidak kalah menariknya ialah ‘Filsafat Kristen Indonesia’, yakni sistem filsafat yang diadaptasikan dengan situasi riel yg dialami filosof Kristen pada Indonesia. ‘Filsafat Kristen Indonesia’ bisa dibagi pada 4 cabang seperti ‘Transformasionisme’, ‘Pribumisme’, ‘Liberasionisme’, serta ‘Feminisme’. ‘Transformasionisme’ dikaji sang JB. Banawiratma dalam karyanya 10 Agenda Pastoral Transformatif, HAM, serta Lingkungan Hidup. Sedangkan ‘Pribumisme’ dikaji sang Robert J. Hardawiryana pada bukunya Cara Baru Menggereja pada Indonesia: Umat Kristen Mempribumi. ‘Liberasionisme’ relatif banyak yg mempelajari sejak era Soeharto, misalnya yg dilakukan sang J.B. Mangunwijaya, Franz Magnis-Suseno, Wahono Nitiprawiro, J.B. Banawiratma, A. Suryawasita, I. Suharyo, C. Putranta, R. Hardawiryana, AL. Purwahadiwardaya, TH. Sumartana, Greg Soetomo, dan Budi Purnomo. Sedangkan ‘Feminisme’ dikaji secara Kristiani oleh Smita Notosusanto, seperti kajiannya dalam kitab Perempuan serta Pemberdayaan dan St. Darmawijaya pada bukunya Perempuan pada Perjanjian Lama. 

F. Filsafat Paska-Soehartoisme
‘Filsafat Paska-Soehartoisme’ berarti filsafat yg lahir buat mengritik paham dan praxis Soehartoisme—modernisasi yang dianut Soeharto ‘si Bapak Pembangunan’ itu—dan hendak menghapus segala residu-residunya dengan cara merubahnya dengan paham cara lain . Kritik terhadap Soehartoisme telah mulai merebak semenjak dasawarsa 1970-an menurut kampus ITB Bandung (1973) dan Peristiwa Malari pada Jakarta (1974), tapi seluruh kritikan itu tidak didengar. Sejak dasawarsa 1990-an menjelang lengser Soeharto, pulang kritikan dilancarkan oleh beberapa filsuf baru. Merekalah cikal-bakal tokoh filsafat yang kemudian dinamakan filsafat paska-Soeharto. Yang termasuk pelopor filsafat ini ialah Sri-Bintang Pamungkas, Budiman Sudjatmiko, Muchtar Pakpahan, Sri-Edi Swasono, dan Pius Lustrilanang. Sri-Bintang Pamungkas mengritik Soehartoisme dalam karyanya Sri Bintang: ‘Saya Musuh Politik Soeharto’, Dari Orde Baru ke Indonesian Baru Lewat Reformasi Total, Dari Orde Baru ke Indonesia Baru, serta Dibalik Jeruji: Menggugat Dakwaan Subversif. Sedangkan Budiman Sudjatmiko mengritik Soehartoisme lewat pidato resmi partainya PRD. Muchtar Pakpahan mengritik Soehartoisme lewat bukunya Menarik Pelajaran menurut Kedung Ombo (1990), Menuju Perubahan Sistem Politik (1994), DPR RI Semasa Orde Baru (1994), serta Rakyat Menggugat (1996). Filsafat paska-Soehartoisme yg dianut Pius Lustrilanang dikaji sang Sihol Siagian dalam karyanya Menolak Bungkam: Pius Lustrilanang. 

Setelah Soeharto lengser, rupanya Soehartoisme nir bersama-sama tumbang. Soehartoisme masih bertahan, beradaptasi dengan situasi Indonesia baru, bahkan sampai ketika ini. Soehartoisme tetap bertahan, yg terjadi hanyalah pemugaran-pemugaran tambal-sulam yang kerap disebut ‘Reformasi’, yang dilakukan eksponen-eksponen Soehartoist yang masih selamat dari kritik warga . Hal itulah yg menggelisahkan Sri-Edi Swasono, saudara tertua kandung dari Sri-Bintang, sebagai akibatnya dia khawatir bahwa yg terjadi malah ‘deformasi’ (pembekuan), bukannya perubahan keadaan generik Indonesia yang signifikan. Kekhawatiran itu diungkap pada karyanya Dari Daulat Tuanku ke Daulat Rakyat dan Dari Lengser ke Lengser.

PEMBANGUNAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI INDONESIA TANTANGAN DAN PELUANG

Pembangunan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Indonesia, Tantangan Dan Peluang
Sejarah Peradaban Manusia mencatat bahwa 50 tahun terakhir peran teknologi kabar dan komunikasi sudah sebagai bagian utama penentu mobilitas peradaban umat insan. Sebutlah bidang kemanusiaan apa yg ketika ini tidak tersentuh sang teknologi liputan dan komunikasi ini. Bidang ekonomi, perdagangan, pertahanan keamanan, bidang sosial, pendidikan tidak ada satupun yg tidak tersentuh sang teknologi fakta serta komunikasi.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sudah berkembang sangat jauh waktu ini serta telah merevolusi cara hayati kita, baik terhadap cara berkomunikasi, cara belajar, cara bekerja, cara berbisnis, dan lain sebagainya. Era kabar menaruh ruang lingkup yg sangat besar buat mengorganisasikan segala kegiatan melalui cara baru, inovatif, instan, transparan, seksama, sempurna saat, lebih baik, menaruh kenyamanan yang lebih dalam mengelola serta menikmati kehidupan.

Dengan teknologi informasi serta komunikasi semua proses kerja serta konten akan ditransformasikan dari fisik dan statis menjadi digital, mobile, impian serta personal. Akibatnya kecepatan kinerja usaha meningkat dengan cepat. Kecepatan proses semakin tinggi sangat tajam pada poly kegiatan terkini manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa poly aktivitas yg berubah sebagai sangat cepat, proses Analisa perdagangan (trading analytics) contohnya, yang dahulu membutuhkan waktu 30 mnt sekarang hanya membutuhkan lima dtk; Operasional penerbangan (airline operation), yg dahulu 20 mnt kini hanya 30 dtk; Pertanyaan-pertanyaan yg diterima oleh call center (call center inquiries), yg dahulu membutuhkan waktu 8 jam, menggunakan donasi expert information system kini hanya membutuhkan saat 10 dtk; Penelusuran posisi keuangan (track financial position), yg dahulu membutuhkan saat 1 hari penuh, sekarang hanya 5 mnt; Supply chain updates, yang dahulu 1 hari sekarang hanya 15 mnt; Transfer dokumen (document transfer) yg dahulu 3 hari, sekarang hanya 45 dtk; Aktifasi telepon (phone activation) yg dahulu 3 hari kini hanya 1 jam; Pemulihan gudang data (refresh data warehouse) yg dahulu 1 bulan sekarang hanya 1 jam; Penyelesaian dagang (trade settlement) yg dahulu 3 hari, kini hanya 1 hari; Pemesanan PC (build to order PC) yg dahulu 6 hari, sekarang hanya 24 jam.

Bagaimana memanfaatkan Teknologi ini buat menaikkan daya saing Nasional misalnya menjadi tugas yang nir ringan1. Sampai dua tahun yang lalu daya saing Indonesia masih menempati urutan ke-58 berdasarkan 60 negara di dunia. Posisi ini balik turun. Kurang berdasarkan dua pekan menurut hari ini kembali kita mendengarkan adanya pengumuman ranking daya saing Indonesia yg balik diturunkan peringkatnya menjadi negara yang memiliki daya saing yg rendah di dunia. 

Human Development Index Indonesia dalam Tahun 2004 masih menempati urutan ke-111 berdasarkan 177 negara dan urutan ke-5 berdasarkan negara ASEAN, E-Readiness Indonesia (kesiapan infrastruktur teknologi kabar dan komunikasi, dan kebijakan lingkungan usaha serta sosial yang mendukung) pada tahun 2005 menempati urutan ke-59 menurut 64 negara.

Realitas syarat ini memberikan kesempatan yang luas bagi Tekonologi Informasi dan komunikasi buat berperan lebih luas. Ruang perkembangan yg sangat luas inilah yg menaruh kesempatan bagi semua rakyat negara, bahkan termasuk para Lulusan Jurusan Ilmu Komputer Unika Parahyangan ini buat ikut berperan mengisinya. Itulah mengapa topik Keynote Speech saya saat ini berkaitan dengan tantangan dan peluang bagi para lulusan Jurusan Ilmu Komputer.

Marilah kita berjalan-jalan melihat seluruh wilayah negeri ini. Marilah kita melihat-lihat garis pantai yg bahkan lebarnyapun akan jauh lebih panjang dibandingkan menggunakan panjang benua Eropa. Negeri kita mempunyai garis pantai terpanjang di semua global. Apa yang dapat dilakukan oleh TIK terhadap kharakter spesial alam negeri ini? Apa yg menjadi kelebihan dari garis pantai yang lebar, apa yg menjadi kekurangannya, apa yg menjadi kelemahan serta kekuatannya ?

Baru-baru ini kita mendengar keberhasilan Polisi Republik Indonesia membongkar penyelundupan 1 Ton narkoba yg dikirim oleh para pengedar obat terlarang ini menurut galat satu lokasi pantai dari ribuan kilometer garis pantai yg kita miliki. Dengan garis pantai yang ribuan kilometer yg kita miliki ini, sebenarnya membuat negeri ini sebagai sangat terbuka. Hampir nir mungkin buat mengendalikan serta mengontrol semua kegiatan yang dilakukan pada titik-titik pantai di perairan laut yang kita miliki. Bagaimana TIK berperan dalam memecahkan kasus misalnya itu ? Ada kesempatan yang luar biasa besar bagi TIK buat ikut membenahi masalah-perkara seperti ini. Yang berarti terbuka peluang yg sangat luas bagi para lulusan ilmu komputer buat ikut berperan langsung.

Marilah kita lihat kini kekayaan alam laut yang kita miliki. Bangsa kita ini mempunyai asal daya alam yang paling banyak ragamnya di muka bumi ini. Belum pernah ada sebuah lokasi yang mempunyai keragaman kekayaan alam laut sebanyak yang diberikan oleh Tuhan kepada Bangsa ini.

Ada sebuah data menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (Data September 2005) yang mengungkapkan bahwa di tahun 2005 ada sekitar 5 juta orang penduduk pada Pulau General Santos Filipina yang menikmati output bahari Indonesia menurut sebanyak 250 kapal ikan Filipina yang menangkap ikan pada Indonesia secara resmi. Data ini membuat ijin menangkap ikan yg tadinya diberikan terpaksa dihentikan dalam tahun itu, lantaran diperkirakan masih ada jutaan ton ikan per tahun yang diangkut ke negara tetangga itu tanpa terdapat bagi output menggunakan Indonesia.

Dari data yg dimiliki sang Departemen yg sama misalnya ketika ini masih ada potensi lestari ikan laut sebesar 6,2 juta ton ikan yang baru tereksploitasi lebih kurang sebesar 3,5 juta ton ikan saja (kurang menurut 56 %).

Sebanyak 65 % potensi ikan tuna global ternyata dimiliki oleh Indonesia. Sisanya 35 % dibagibagi di banyak perairan bahari lain di muka bumi. Data yg luar biasa ini memberikan keterangan pada kita bahwa negeri ini sangat kaya raya. Jutaan dollar potensi hasil bahari yang kita miliki bisa kita pendayagunaan buat menyediakan dana yang relatif bagi kesejahteraan negeri. Jutaan dollar potensi laut yg kita miliki akan menaruh dana yg cukup bagi puluhan juta famili miskin serta jutaan pengangguran yang ada pada Indonesia ini contohnya. Di sinilah kiprah krusial TIK pada Indonesia. Peran penting TIK adalah membantu mengidentifikasi kekayaan yang dimiliki oleh negeri, membantu proses eksploitasi serta pemanfaataannya, dan membantu mengarahkan kelebihan yang dimiliki sang kekayaan alam yg melimpah ruah ini untuk memecahkan aneka macam kasus yang dihadapi sang negeri.

Dalam kegiatan pengembangan embrio usaha dikenal kata technopreneurship. Sebuah kegiatan pengembangan usaha yang mengedepankan kemandirian dalam bidang permodalan kerja dan berorientasi dalam utilitas dan penggunaan keunggulan teknologi termasuk teknologi keterangan. Kita melihat dengan konkret bukti dari technopreneurship ini pada Lembah Silicon. 

Hampir 80 % usaha industri yang waktu ini mendominasi dunia dibangun dari lembah silicon dengan pendekatan technopreneurship ini. Marilah kita lihat fenomena Google yang ketika ini memiliki nilai bisnis lebih dari 120 milyar dollar yang mengungguli pendahulunya Yahoo yg waktu ini mempunyai nilai usaha hanya 60 milyar dollar. Bandingkan nilai bisnis ini dengan contohnya nilai Bisnis PT Telkom Tbk. Yg baru mencapai kurang berdasarkan 1/2 dari nilai bisnis Yahoo. Nilai usaha akbar yang dicapai sang perusahaan-perusahaan berbasis TIK ini ternyata dibangun pada awalnya sang pengembangan nilai-nilai technopreneurship di lembah silicon. 

Kita mampu mengusung konteks technopreneurship ini dalam pemanfaatan keunggulan TIK di Indonesia terhadap berlimpahnya sumber daya alam yg ada pada Indonesia. Di sini dan pada konteks yg sama para lulusan jurusan Ilmu Komputer dapat menemukan kiprah penting serta peluang yg sangat akbar untuk tumbuh serta berkembang.

Terkait dengan hal ini pula perlu saya ingatkan lingkungan industri buat memperhatikan sektor riset dan development. Panduan normal buat alokasi dana Riset serta Pengembangan merupakan sebesar 5 % s.D. 25 % berdasarkan total nilai penjualan yang dimiliki sang perusahaan. Besarnya nilai yang diinvestasikan buat aktivitas R&D ini akan menjadi salah satu pendorong keluarnya aktivitas terkait technopreneurship2. Pengalokasian dana lebih besar buat aktivitas R& D ini akan mendorong lebih cepat technopreneurship.

Sebelum mengurai lebih lanjut betapa luasnya manfaat teknologi Informasi dalam kehidupan kita marilah kita melihat sebentar apa yang sudah terjadi dalam bangsa ini beberapa waktu yg kemudian, serta apa peran Teknologi Informasi serta Komunikasi pada sana.

Baru-baru ini waktu terjadi rangkaian bala Tsunami serta gempa bumi akbar pada Pantai Selatan Pulau Jawa, Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam teknologi keterangan serta komunikasi hadir membantu remediasi semua kehidupan rakyat korban bala. Ratusan ribu korban yg berguguran menciptakan aktivitas penanganan pasca bala wajib dilakukan dengan sangat cepat. Rusaknya infrastruktur jalan, jaringan telekomunikasi, instalasi listrik, perumahan, dan aneka macam sarana penunjang kegiatan sosial lain menciptakan penanganan korban sebagai sangat tidak gampang.

Teknologi kabar dan komunikasi hadir serta menaruh poly kemudahan dalam proses pengungsian terbesar dalam sejarah Republik ini. Dengan perangkat telepon satelit yg mini serta mudah dibawa; proses evakuasi korban, hadiah bantuan, serta pemantauan keadaan korban bala menjadi gampang dilakukan. Tidak terbayangkan apa yang terjadi di NAD serta Sumatera Utara, Pantai Selatan Pulau Jawa, serta Yogyakarta pasca bala Tsunami serta gempa tanpa donasi teknologi warta dan komunikasi.

Di Nagroe Aceh Darussalam diakui atau nir bencana Tsunami sudah menyebabkan sebuah periode sejarah peradaban manusia Indonesia musnah dari Bhumi Serambi Mekah itu. Demikian juga di Yogyakarta, serta wilayah-daerah pantai pesisir selatan Pulau Jawa.

Selain musnahnya jiwa serta harta, terdapat tak terhitung data dan informasi yang hancur pasca bala tadi. Informasi yg dikumpulkan selama ratusan tahun di Bhumi Aceh misalnya hilang beserta dengan seratus ribu lebih jiwa. Bahkan hingga ketika ini Kita nir memahami warta krusial apa saja yang telah hilang dampak bala besar itu. Informasi itu mungkin sangat dibutuhkan pada masa yg akan datang, dan sampai waktu ini kita juga nir mengetahui bagian Dunia masa depan merupakan global yg dipenuhi jalinan berita masa lalu dan masa sekarang yg rumit. Sebuah bangsa akan kehilangan jati dirinya jika ada setitik jalinan informasi ini yg hilang. Sampai waktu ini ilmu pengetahuan masih belum mengetahui paras integral kondisi masa kemudian peradaban serta kehidupan yang ada pada dunia. Banyak rahasia tak terpecahkan yang timbul lantaran adanya missing link warta. Dan missing link yg timbul ini terbukti poly membuat manusia terbaru malah kehilangan jati dirinya, tidak mengerti arah serta tujuan berkembangnya peradaban. Dan di masa sekarang missing link informasi ini sanggup berarti keluarnya poly kerusakan besar di global.

Tugas kita yg hayati pasca bencana Tsunami yang baru kemudian adalah bagaimana memanfaatkan keunggulan Teknologi Informasi ini buat melindungi keterangan pada seluruh Indonesia, supaya jika ada bala atau kerusakan besar yang melanda, nir lagi ada kemusnahan berita massal yg menciptakan bangsa ini kehilangan jati dirinya.

Puluhan ribu bahkan seratus ribu lebih yg gugur pasca rangkaian bala tadi, memberikan pesan kepada kita yg masih hidup supaya memanfaatkan teknologi fakta buat menjaga kabar berharga pada lebih kurang kita, buat bekal kehidupan bangsa ini pada masa depan. 

Dengan nasabah yang masih berupa lembaran-lembaran kertas, bagaimana menyelamatkan obligasi, surat-surat berharga, yang ketika ini sebagaian besar terbuat dari lembaran kertas. Dalam dunia pendidikan seratus ribu lebih file ijazah sekolah musnah. Dan jutaan data nilai output pendidikan ratusan ribu anak didik pada NAD juga hilang tersapu bala. Bagaimana melalui proses legalisasi pendidikan bila data mengenai output pendidikan bertahun-tahun hilang misalnya ini? Bukankah proses legalisasi pendidikan pada Republik ini masih mengedepankan peranan lembaran kertas yg terlegalisasi ? Bagaimana nasib puluhan ribu lulusan pendidikan yang akan masuk global kerja tanpa adanya legalisasi output pendidikan ?

Bencana beruntun yg terjadi itu kita pulang diingatkan bahwa negeri kita berada di lokasi ring of fire, sebuah negeri yg paling banyak memiliki potensi terkena guncangan gempa.

Tidak mampu kita bayangkan betapa lebih hancurnya Bangsa Indonesia, apabila bala-bencana ini terjadi di Ibu Kota Jakarta, contohnya. Sebuah kota yang memuat lebih menurut 99 % informasi tentang hidup dan kehidupan Bangsa Indonesia. Betapa poly keterangan vital Bangsa yg hancur bila bencana seperti ini terjadi pada Jakarta.

Sungguh Tuhan masih mencintai bangsa Indonesia. Tanah serambi Aceh, Yogyakarta, pantai selatan Pulau Jawa, serta beberapa lokasi negeri ini, buat kesekian kalinya telah memposisikan diri sebagai penyelamat semua Bangsa. Dengan bersedia mendapat rangkaian bencana ini dari Tuhan, maka sebenarnya semua Bangsa Indonesia akan terselamatkan.

Bencana-bencana akbar yg melanda, pada hakekatnya adalah keliru satu bentuk kecintaan Tuhan Yang Maha Esa pada bangsa Indonesia, buat menaruh ruang pembelajaran akbar bagi Bangsa ini terutama terhadap pengelolaan warta. Hanya saja mampukah kita seluruh ketika ini menarik pesan tersirat besar dari peristiwa ini ?

Itulah sekelumit peran besar Teknologi Informasi dalam menyelamatkan Bangsa ini. Contoh kasus penanganan bala yang terjadi di beberapa lokasi bala menggunakan donasi Teknologi Informasi dan Komunikasi sebenarnya telah menunjukkan paras dan kiprah krusial Teknologi ini bagi bangsa kita pada masa sekarang serta masa-masa yang akan datang.

Transformasi telah terjadi di seluruh bidang hidup insan dampak Teknologi Informasi. Sampai pertengahan 2006 yg kemudian contohnya Time Magazine mencatat nomor usaha biro jodoh pada internet mencapai lebih 500 juta dollar atau sekitar lima Trilyun rupiah. Di dalam negeri akhir Maret 2006 yg kemudian lebih berdasarkan 1 juta orang nasabah perbankan sudah memakai mobile banking berbasis sms (sms-banking) pada 17 bank Nasional. Bisnis dan bahkan kegiatan personal ketika ini dapat dilakukan dengan sangat efisien menggunakan donasi Teknologi ini.

Sebagai citra betapa besarnya nilai transaksi yang berkait menggunakan kegiatan berbasis online ini misalnya dapat dicermati dari transaksi keuangan yang waktu ini dilakukan Bank Indonesia menggunakan sistem RTGS (real time gross settlement). Volume transaksi yang dilakukan sang sistem yang dibangun sang Bank Indonesia ketika ini telah mencapai rata-homogen Rp 111 triliun rupiah sehari berdasarkan sekitar 18.900 transaksi (bandingkan dengan kliring harian sebanyak 300.000 warkat menggunakan jumlah rata-homogen Rp.4,9 triliun)4? Aktivitas transaksi elektro yg berasal dari kartu kredit, mesin ATM, transaksi elektro antar perusahaan sudah mencapai 81 Trilyun per hari.

Aktivitas E-Commerce dunia berbasis web juga sudah mencapai nilai yang nir kalah akbar. Sebagai gambaran lain tentang besarnya pasar dan aktivitas manusia yang telah terhubung dengan kegiatan e-commerce adalah statistis jumlah pengguna internet di dunia dan gambaran kecepatan perkembangannya6. Pada tahun 1994 jumlah pengguna internet dunia hanya 3 juta orang. Jumlah ini berkembang menggunakan pesat dan dalam ketika 4 tahun pada tahun 1998 jumlahnya sudah mencapai 100 juta pengguna7. Setiap hari jumlah pengguna internet sudah berkembang sebanyak 600 ribu orang per hari8, sebesar 1000 situs per hari tampil di internet pada tahun 2006 ini. Bandingkan jua data ini dengan data berdasarkan DFC Intelligent yang menyampaikan penjualan game on line dunia mencapai nilai lebih dari 3 milyar dollar dalam tahun 2006 serta diperkirakan akan mencapai 13 milyar dollar pada tahun 20119.

Pada tahun 2006 jumlah pengguna internet diperkirakan mencapai jumlah lebih berdasarkan 1 Milyar orang di semua dunia. Karakter pasar raksasa ini tidak sama menggunakan pasar konvensional yang dibatasi oleh koridor ruang serta waktu. Pasar super besar internet ini merupakan pasar tunggal menggunakan karakter sangat terbuka. Tanpa melihat posisi negara yang tidak sinkron dan tanpa melihat dan mengikutsertakan karakter pembuat dan konsumen, maka pasar internet secara hakikat merupakan pasar terbesar yang pernah dibangun sang umat insan.

Pada tahun 1996 penerimaan yg diperoleh dari konsumen e-commerce mencapai nilai sebanyak 1,8 milyar dollar Amerika. Pada tahun 2002 mencapai nilai 26 milyar dollar Amerika.

Pada tahun 2002 jumlah ini berkembang dalam kisaran 42,2 milyar dollar Amerika10. Besarnya nilai transaksi inilah yang menciptakan pengamat seperti Amy Harmon menjuluki E-Commerce menjadi the next big thing11, ad interim internet sendiri menjadi infrastruktur utama ECommerce ketika ini disebut-sebut menjadi the mainstream budaya waktu ini.

Data pertengahan tahun 2006 ini menerangkan industri terkait teknologi kabar berkembang sebesar 6,9 %. Industri jasa berkembang paling besar dengan taraf perkembangan 10,4 %, disusul dengan industri pelaksanaan telematika 8,7 %, hardware 6,lima % dan perangkat komunikasi 7,8 %12.

Teknologi Informasi dan Komunikasi menjanjikan banyak keunggulan yg sebagai tugas kita bersama buat terus mengelaborasinya. Ada tiga bagian primer pembangun teknologi berita yang dirumuskan sang para pakar menjadi kerja sama dari tiga domain C (Computer, Communication, dan Content). Pakar teknologi keterangan komunikasi yang lain merumuskan komponen pembangun itu dengan lebih sederhana yaitu terdiri berdasarkan komponen komponen Hardware, Software, dan Firmware.

Komponen Hardware sungguhpun terlihat kasat mata bentuknya, akan namun ternyata hanya adalah kurang 30 % persen menurut semua bagian sistem yang membentuk Teknologi Informasi serta Komunikasi. Lebih menurut 70 % komponen pembangun Teknologi Informasi serta  Komunikasi adalah aplikasi atau pelaksanaan (Data CITRAS Indonesia).

Artinya tanpa ada pelaksanaan maka sebuah mikro personal komputer , desktop personal komputer , LAP Top atau sebuah Palm Top, ataupun sebuah Super Computer hanyalah onggokan logam tersusun yang nir dapat diambil manfaatnya selain oleh para pencari logam bekas. Sebuah komputer atau bahkan perangkat telekomunikasi seharga 300 juta dollar US misalnya satelit hanyalah sebuah logam bersusun yg tidak bisa dipakai tanpa adanya pelaksanaan atau software yg menjalankannya, susunan logam tersebut hanya akan sebagai sebuah tubuh jiwa. Sesungguhnya JIWA berdasarkan Teknologi Informasi dan Komunikasi ternyata merupakan aplikasi atau softwarenya.

Sama seperti manusia sesungguhnya yg paling berarti dan memberi makna kehidupan manusia adalah JIWAnya. Lantaran betatapun sentosa dan kuat fisiknya akan namun tanpa JIWA beliau jauh beda menggunakan SEONGGOK BATU.

Sedemikian pentingnya sisi software berdasarkan Teknologi Informasi serta Komunikasi membuat pemerintah memutuskan membentuk Direktorat Aplikasi Telematika di bawah Departemen komunikasi dan informatika. Pembentukan Departemen Komunikasi dan Informatika dan khususnya Dirjen Aplikasi Telematika ini memang ditujukan untuk mendayagunakan kelebihan Teknologi Informasi buat kemajuan bangsa.

Deretan angka ini masih ditambah menggunakan belum siapnya semua komponen Teknologi liputan dan komunikasi buat digelar di seluruh Indonesia. Teledensitas, sebuah angka buat mengukur penetrasi infrastruktur teknologi liputan misalnya masih memperlihatkan nomor 11 – 25% buat kota besar , ad interim buat pedesaan baru mencapai 0.2%. Masih terdapat ± 43.022 desa tanpa akses telepon (64.4% dari 66.778 desa). Penetrasi infrastruktur telekomunikasi, 7.82 juta fixed line (±tiga% penduduk), ± 24 juta telepon selular (5.lima% penduduk). Pelanggan Internet tahun 2004 pada-estimasi sebesar 1.tiga juta. Pengguna Internet tahun 2004 di-estimasi sebanyak 12 juta. Sementara itu 80 % penggunaan bandwith internet waktu ini masih buat game online dan akses-akses non produktif lainnya.

Sementara pada sisi lain kita dituntut sang warga internasional buat segera menyelesaikan persiapan awal menuju Masyarakat Informasi Global.

WSIS – (World Summit on the Information Society) yg adalah lembaga teknologi berita serta komunikasi dunia pada bawah badan PBB ITU (International Telecommunication Union) sepakat buat mencanangkan dalam Tahun 2015, planning-planning aksi menjadi berikut :
1. Menghubungkan Desa dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta membentuk Community Access Point;
2. Menghubungkan Universitas, Akademi, taraf SMU serta SMP, tingkat SD menggunakan Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK);
3. Menghubungkan Pusat Ilmu dan Penelitian menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
4. Menghubungkan Perpustakaan Umum, Pusat Kebudayaan, Museum, Kantor Pos dan Kearsipan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
5. Menghubungkan Pusat Kesehatan serta Rumah Sakit menggunakan Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK);
6. Menghubungkan semua instansi pemerintah sentra serta daerah dan menciptakan website dan alamat e-mail;
7. Mengadopsi semua kurikulum sekolah dasar dan menengah dalam menghadapi tantangan warga keterangan, wajib diperhitungkan pada tingkat nasional;
8. Memastikan bahwa semua populasi di dunia mempunyai akses buat pelayanan televisi dan radio;
9. Mendorong pengembangan konten dan menempatkan dalam tempatnya syarat secara teknis dalam rangka memfasilitasi keadaan terbaru serta penggunaan seluruh bahasa pada dunia pada Internet;
10. Memastikan bahwa lebih menurut 1/2 penduduk global memiliki akses menggunakan Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK).

Paling tidak sampai dengan tahun ini ketentuan PBB melalui WSIS tersebut belum mampu kita penuhi menggunakan baik. Dari sinilah arti penting serta kegiatan pembangunan yang dilakukan dimulai sang setiap bangsa di seluruh global.

Di pada negeri perkembangan pasar peranti lunak selama ini masih sebagai sasaran pasar bukan pemain. Dengan menjadi target pasar-pun, konsumsi Teknologi Informasi (TI) secara keseluruhan nisbi masih sangat rendah terhadap konsumsi TI di negara-negara tetangga misalnya Malaysia dan Singapura.

Konsumsi TI pada Indonesia per-2005 hanya mencapai US$ 1,9 miliar, dimana 80% masih didominasi sang peranti keras. Sementara itu, produk peranti lunak hanya mencapai 8% serta 12% diraih berdasarkan penjualan layanan peranti lunak. Jika peranti lunak digabung menggunakan layanannya, total sebagai 20% atau lebih kurang US$380 juta.

Sementara itu, berdasarkan riset dari Forrester Research, pasar peranti lunak secara global mencapai US$207 miliar. Jika diproyeksikan terhadap PDB, maka angka konsumsi TI Indonesia di atas hanya lebih kurang 0,7%. Sementara itu, konsumsi TI di India sudah mencapai tiga% terhadap PDB negara tadi. Di India, konsumsi TI tahun lalu mencapai US$18 miliar, sedangkan konsumsi pada Amerika Serikat telah mencapai US$346 miliar. Mestinya Indonesia sanggup mencapai US$tiga miliar (nomor ideal konsumsi TI Indonesia). Di lihat dari syarat perkembangan TI kini , potensi TI Indonesia sebenarnya besar , tetapi pula menyimpan tantangan yang tinggi.
Sementara itu Peta Aktivitas Pengembang Aplikasi pada Indonesia memberitahuakn animo perkembangan menjadi berikut :
1. Jumlah Pengembangan Tingkat menengah ke atas terdapat 200 ISV (Independent Software Vendor); 15 go international
2. Konsentrasi terbesar ada pada Jabotabek (>60%)
3. Anggota ASPILUKI: 94 ISV, perkembangan di daerah2: Jambi, Bali, Jogyakarta
4. Pertumbuhan di daerah2: Bali, Jabar, Jateng, Sumut, Jatim dst.
5. Terdapat Inisiatif pengembangan ‘software development centers

# Pemerintah & partikelir: RICE – Regional IT Center of Excellence; ada 3 lokasi ketika ini:
* RICE PT Inti pada Bandung
* RICE Trisakti pada Jakarta
* RICE Dinas Departemen Perindustrian dan Perdagangan di Bali

# Universitas & swasta: BHTV, SalatigaCamp, Bogor Cyber Park, Cimahi Cyber City, TobaTech dsb.
Peta syarat pada negeri ini di sisi lain bercerita betapa besarnya peluang buat menciptakan industri aplikasi pada negeri. Sampai 25 tahun yang akan datang Industri Software akan sebagai industri yang paling penting pada seluruh global(McFarlan et al). Peran software menjadi menjadi ‘key enablers’ buat industri-industri yang lain (dari entertainment misalnya film hingga menggunakan property, manufacturing, process, e-governement).

Sementara di sisi lain hasil informasi lapangan Global menunjukkan animo umum bahwa negara dengan pertumbuhan TIK yang cepat memiliki pertumbuhan ekonomi yg cepat juga. Sementara pertumbuhan TI dalam informasi lapangan yang sama ditentukan sang akbar pembelanjaan yg tepat dalam bidang aplikasi serta layanan TIK.

Dari penurunan hasil informasi lapangan Global tadi dapat diambil kesimpulan tumbuhnya industri dan pasar sah software lokal akan mendorong nir hanya pasar TIK akan tetapi jua pertumbuhan ekonomi yg lebih baik.

Pemerintah bersama semua stake holder Bangsa berupaya keras mencapai target besaranbesaran Masyarakat Informasi Indonesia ini.

Berikut ini adalah sasaran primer pengembangan industri software yg akan dibangun di pada negeri. Bersama menggunakan rakyat, dunia bisnis, serta industri target ini akan diraih bersamasama.

Di samping target terbangunnya industri TIK tadi pemerintah ketika ini sedang memperjuangkan dengan keras proses pembangunan Regulasi yang akan memberikan kepastian hukum yg lebih baik pada para pengguna TIK pada Indonesia. RUU Informasi serta Transaksi Elektronik (ITE) waktu ini sedang dalam pembahasan yang serius pada lingkungan Pansus RUU ITE DPR-RI untuk dapatnya disahkan sebagai Undang-Undang.

Penggelaran aktivitas elektronik ini di Indonesia masih mengalami kendala berdasarkan sisi aspek legalitas dan dasar hukum bagi pelaksanaan serta pengembangan aktivitasnya. Kendala dari sisi aturan ini menjadi sisi terlemah berdasarkan penggelaran aktivitas berbasis TIK pada Indonesia. Sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi nilai hukum syarat ini tidak dapat diterima begitu saja pada Indonesia.

Di hampir semua negara pada dunia perkara ini memang masih menjadi perkara yang rumit buat dipecahkan. Di Amerika Serikat jauhnya jarak pemahaman aturan menggunakan pemahaman digital atau pemahaman cyber melahirkan lusinan regulasi transaksi elektronik yg rumit dan teknis. Pemahaman aspek inti teknis yg rumit dari transaksi elektro ini ternyata menyeret lusinan regulasi yang sangat teknis ke dalam domain aturan.

Akan tetapi rendahnya pemahaman mengenai domain TIK dari para penentu regulasi (legislatif dan pula eksekutif) tidak wajib membuat kita nir mempunyai landasan regulasi yang cukup buat melakukan kegiatan yg legal pada pengelaran TIK. Kita doakan pada beberapa ketika yang akan datang kita akan mempunyai Undang-undang ITE yang akan mewadahi secara sah semua aspek kegiatan berbasis TIK yg terdapat pada Indonesia.

Muara menurut semua kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah adalah tercapainya Masyarakat Informasi Indonesia pada tahun 2015 (MII 2015) yang akan tiba. Masyarakat Informasi Indonesia ini adalah masyarakat yang sanggup memanfaatkan keunggulan TIK pada semua sektor menjadi sebuah faktor enabler bagi sektor tersebut. Masyarakat Informasi Indonesia 2015 pula akan memfasilitasi jalan tercapainya bangsa Indonesia yang maju menggunakan Teknologi Informasi.

Mengutip pesan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam sebuah pidatonya mengenai peran Teknologi Informasi serta Komunikasi, bahwa telah selayaknyalah pemanafaatan Teknologi informasi bisa memberikan nilai tambah bagi rakyat luas, mendorong partisipasi rakyat pada dalam pemanfaatan Teknologi Informasi sebagai akibatnya terwujud masyarakat yg cerdas yang selanjutnya akan mampu menaikkan daya saing bangsa.