PENGERTIAN SEJARAH MENURUT PARA AHLI

Pengertian Sejarah Menurut Para Ahli
Istilah “sejarah” dari dari bahasa Arab, yakni menurut kata Syajaratun yg memiliki arti “pohon kayu”. Pengertian pohon kayu disini menunjukan adanya suatu insiden, perkembangan atau pertumbuhan mengenai suatu hal atau insiden pada suatu transedental (kontinuitas) (Dadang Supardan, 2007: 341). Dalam bahasa lain, peristilahan sejarah dianggap juga histore (Perancis), geschite (Jerman), histoire atau geschiedenis (Belanda), dan history (inggris) (Dudung Abdurrahman, 1999: dua). Semuanya sama-sama mengandung pengertian yang sama, yaitu masa lampau umat insan. Sehingga menurut pengertian yang paling umum, istilah sejarah atau history berarti masa lampau umat manusia.

Menurut Abromowitz (Supardan, 2007: 342) bahwa”…history is a chronology of ivents”. Selanjutnya Costa (Supardan, 2007: 342) mendifinisikan sejarah sebagai “…record of the whole human experience”. Jadi menurut Costa bahwa sejarah dalam hakikatnnya adalah catatan semua pengalaman baik secara individu juga secara kolektif bangsa/ nation dimasa kemudian mengenai kehidupan umat insan. Selain itu dalam kamus generik bahasa Indonesia oleh W. J. S Poerwadarminta (Tamburaka, 2002: 32) disebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian, yaitu:
(1). Kesustraan usang; silsilah; dari-usul.
(dua). Kejadian dan insiden yang sahih-benar terjadi pada masa lampau.
(3). Ilmu pengetahuan, cerita pelajaran mengenai kejadian serta insiden yg sahih-sahih terjadi dalam masa lampau.

Dari beberapa kabar diatas, kentara pendapat mengenai perhatian terhadap insiden-insiden masa lalu berada dibawah ruang lingkup penulisan sejarah, yg muncul lambat laun selama berabad- abad. Tetapi buat lebih jelasnya perlu dikutif beberapa definisi sejarah menurut beberapa pakar antara lain:
1. Prof. Bernheim (Rustam E. Tamburaka: 2002) mendifinisikan sejarah sebagai “diegerchite ist de wisenchaft von die entwietlung der menrechen bettetiegung als soziele warssen”. Artinya sejarah merupakan pengetahuan yg menyelidiki mengenai perbuatan insan pada perkembangannya menjadi mahluk sosial.

2. James Hervey Robinson (Helius Sjamsuddin: 2007) mengungkapkan bahwa sejarah, pada arti yang luas merupakan seluruh yg kita ketaahui tentang setiap hal yang pernah manusia lakukan , atau pikirkan, atau rasakan. (“history in the brodes sense of the world, is all that we know everything than man ever done, or thought or felt”) 

3. R. G.kolingwood (rustam E. Tamburaka: 2007) damal bukunya yang berjudul “the of history”, menjadi orang dialis beliau menemukan dua dalil tentang sejarah yaitu: 

Pertama; sejarah mempunyai arti yg kokoh buat menilik alam pikiran manusia dan pengalaman-permgalamannya.

Kedua: sejarah bersipat unik, langsung dan dekat. Pengertian sejarah bisa menerobos hakikat yang mendalam menurut peristiwa yang sedang dipelajari serta bisa menghayati peristiwa yg sebenarnya dari alam. Mengerti sejarah berati menyelami untuk melihat menggunakan jelas pikiran pikiran yg didalamnya.

4 Prof. DR. Sartono Katordirdjo (Rusmen E. Tamburaka :2007) membagi sejarah sebagai dua pengertian yaitu: sejarah pada arti bsubjektif serta sejarah arti objektif. Sejarah pada arti subjektif adalah suatu kontrakjsi bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Sedangkan sejarah dalam arti yang objektif menujukkan pada kajian atau peristiwa itu sendiri, merupakan proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi dan nir dapat berulang balik .

Dari beberapa definisi sejarah menurut para hali di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sejarah adalah insiden masa lampau umat manusia yg hanya sekali terjadi (objektif) namun sanggup dikonstuksi pada penulisan sejarah sebagai manifestasi dari kehidupan insan baik dalam kehidupannya sekarang juga yang akan tiba.

Sejarah sosial
Sejalan dengan perkembangan ilmu sejarah sampai waktu ini sudah timbul aneka macam cabang ilmu sejarah dari teman-teman yang menaruh sifat atau karaktistik tertentu dalam berbagai ragam historiografi yang dihasilkan, diantara ada yang dikatagorikan sebagai sejarah sosial, sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah mentalitas, sejarah intelektual, sejarah demografi dan lain sebagainya, (helius sjamsuddin, 2007: 306). Sedangkan dalam goresan pena ini akan dibahas mengenai sejarah menggunakan mengunakan pendekatan sejarah sosial rakyat yang acapkali jugak dianggap sejarah sasyarakat yg terpinggirkan. Sehingga masyarakat pada penulisan sejarah tidak sebagai manusia-manusia tanpa sejarah.

Sebagai mana yg terkandung menurut tema sejarah yang pada usungnya yaitu sejarah sosial, maka sudah barang tentu didalamnya menelaah sejarah mengenai sejarah masyarakat (kemasyarakatan) (sjamsuddin, 2007: 307).

Adapun definisi sejarah sosial serta/atau sosiologi sejarah menjadi sejarah masyarakat, seringkali para sajarawan sendiri membuat definisi masing-masing yang tidak jauh tidak sama, tetapi maksudnya sama yaitu mempelajari masyarakat. Beberapaa definisi yg di makdud mengenai sejarah sosial memenurut beberapa ahli adalah sebabai berikut:
1. G. M. Trevrlan (sjamsuddin: 2007) menyebut sejarah warga menggunakan menghilangkan politiknya(the histoty of a people with the politics left out) 
2 Asa brings (sjamsuddin: 2007) menyebutkan bahwa sejarah sosial mengkaji sejarah berdasarkan orang-orang mikin atau kelas bawah, gerakan-gerakan sosial, menjadi aktivitas manusia misalnya tingkah laku , istiadat-adat, kehidupan sehari-hari , sejarah sosial pada interaksi dengan sejarah ekonomi
3. Desin smith (helius Sjamuddin:2007) mendefinisikan sejarah sosiah sebagai kajiaan tentang masa kemudian buat mengetahui bagaimana masyarakat-rakyat bekerja dan berubah .

Sehubungan menggunakan beberapa definisi sejarah sosial diatas, ada kalanya juga sejarah sosial juga diartikan menjadi sejarah aneka macam gerakan sosial, diantaranya menycakup gerakan petani, buruh, mahasiswa, proses sosial dan lain sebagainya (saartono katordirdjo, 1993: 158).

Dari bebeerapa pendapat pakar diatas bisa disimpulkan bahwasejarah sosial adalah sejarah menurut mayarakat bahwa dalam umumnya baik itu adalah aktivitas sehari-hari, kegiatan ekonomi, tata cara-tata cara, stratifikasi sosial serta lain sebagainya. Sekaligus mengkaji bagaimana warga -masyarakt tersebut pada kehidupan sosialnya, pekerjaannya maupun perubahannya dalam lintas sejarah…

Dengan mengunakan ilmu-ilmu sosial , sejarawan mempunyai kemampuan menerangkan yang lebih jelas, sekalipun kadang-kadang wajib terikat pada contoh teoritisnya. Dan pada akhirnya sejarah sosial dapat mengambil paktor sosial sebagai bahan kajiannya (kuntowijoyo, 2003: 41).

Salah satu tema pokok dari bidang sejarah sosial sudah barang tentu yialah perubahan dalam konteks sejarahnya, serta merupakan dalam satu konsep yang sangat luas cakupannya, sesungauhnya proses sejarah dalam keseluruhannya, apa apabila dikaji menurut perspektif sejarah sosialnya, merupakan proses perubahan sosial dalam berbagai dimensi atau aspeknya. 

Dipandang sebagainya proses modernisasi, prubahan sosial, yang kadang-kadang sebagai pertarungan sosial adalah adanya proses akulturasi. Artinya proses yang menycakup bisnis warga menghadapi efek kultur dari luar dengan mencari bentuk penyesuaian komuditi menurut syarat dari nilai atau itiologi baru, suatu penyesuaian berdasarkan kondisi, disposisi, dan reprensi cultural, yang kesemuanya adalah factor-faktor cultural yg menentukan sikap terhadap impak baru (Sartono Kartodirdji, 1993: 160).

Sehubungan menggunakan pendapat pada atas maka kehidupan sosial rakyat pada desa Jerowaru jua mengalami proses yang pada sebut menjadi proses perubahan ini, atau lebih tepat dikatakan terjadinya proses adaptasi dengan pengaruh luar dampak adanya hubungan sosial dalam masyarakt dan pada beberapa aspek kehidupan.

Mampat ilmu sejarah
Sejarah selalu dikaitkan dengan insiden atau peristiwa masa lampau umat insan, selaku sebuah cerita, sejarah menberikan suatu keadaan yg sebelumnya terjadi, tidak selaras dengan dongeng yg juga berbentuk cerita, tetapi hanya pelibur lara, sedangkan cerita sejarah, sumbernya adalah insiden masa lampau/ masa dilamberdasarkan peningalan sejarah. Peningalan tadi berupahasil perubahan insan sebagai mahluk sosial (Rustam E. Tamburaka 2007: 7). Dari pengalaman manuaia tersbut kita dapat bercermin dan pemiliki perubahan-perubahan nama yang dapat dijadikan ilham dan perbuatan serta tindakan mana yang seharusnya dihindari.

Dengan demikian, mamfaat yang bisa kita petik dengan mengetahui sejarah merupakan kita dapat lebih berhati-hati supaya kegagalan yg pernah perjadi nir terulang balik . Sehing tetaplah istilah kompuse, seorang filsof cina berkata “ sejarah mendidik kita supaya bertindak bijaksana. Selanjutnya Cicero (seorang pakar sejarah yunani) mengungkapkan “ history its magisstra vitae” merupakan sejarah bermamfaat sebagai guru yg baik (bijaksana). Sehingga terciptalah sebuah cerita sejarah yang berdasar pada fenomena, pada bentuk peningalan atau sumber sejarah (Rustam E.tamburaka, 2002: 7).

PENGERTIAN SEJARAH MENURUT PARA AHLI

Pengertian Sejarah Menurut Para Ahli
Istilah “sejarah” dari dari bahasa Arab, yakni dari istilah Syajaratun yang mempunyai arti “pohon kayu”. Pengertian pohon kayu disini mengambarkan adanya suatu kejadian, perkembangan atau pertumbuhan tentang suatu hal atau insiden pada suatu transedental (kontinuitas) (Dadang Supardan, 2007: 341). Dalam bahasa lain, peristilahan sejarah dianggap jua histore (Perancis), geschite (Jerman), histoire atau geschiedenis (Belanda), serta history (inggris) (Dudung Abdurrahman, 1999: 2). Semuanya sama-sama mengandung pengertian yg sama, yaitu masa lampau umat insan. Sehingga menurut pengertian yg paling generik, kata sejarah atau history berarti masa lampau umat insan.

Menurut Abromowitz (Supardan, 2007: 342) bahwa”…history is a chronology of ivents”. Selanjutnya Costa (Supardan, 2007: 342) mendifinisikan sejarah menjadi “…record of the whole human experience”. Jadi dari Costa bahwa sejarah pada hakikatnnya adalah catatan seluruh pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif bangsa/ nation dimasa lalu mengenai kehidupan umat manusia. Selain itu dalam kamus umum bahasa Indonesia oleh W. J. S Poerwadarminta (Tamburaka, 2002: 32) disebutkan bahwa sejarah mengandung 3 pengertian, yaitu:
(1). Kesustraan lama ; silsilah; dari-usul.
(dua). Kejadian serta peristiwa yang sahih-benar terjadi dalam masa lampau.
(tiga). Ilmu pengetahuan, cerita pelajaran tentang insiden serta peristiwa yang benar-sahih terjadi dalam masa lampau.

Dari beberapa keterangan diatas, jelas pendapat mengenai perhatian terhadap insiden-peristiwa masa lalu berada dibawah ruang lingkup penulisan sejarah, yg timbul lambat laun selama berabad- abad. Namun buat lebih jelasnya perlu dikutif beberapa definisi sejarah berdasarkan beberapa pakar diantaranya:
1. Prof. Bernheim (Rustam E. Tamburaka: 2002) mendifinisikan sejarah sebagai “diegerchite ist de wisenchaft von die entwietlung der menrechen bettetiegung als soziele warssen”. Artinya sejarah merupakan pengetahuan yg mengusut tentang perbuatan manusia dalam perkembangannya menjadi mahluk sosial.

2. James Hervey Robinson (Helius Sjamsuddin: 2007) mengungkapkan bahwa sejarah, pada arti yg luas merupakan seluruh yg kita ketaahui mengenai setiap hal yg pernah manusia lakukan , atau pikirkan, atau rasakan. (“history in the brodes sense of the world, is all that we know everything than man ever done, or thought or felt”) 

3. R. G.kolingwood (rustam E. Tamburaka: 2007) damal bukunya yg berjudul “the of history”, sebagai orang dialis beliau menemukan 2 dalil mengenai sejarah yaitu: 

Pertama; sejarah memiliki arti yg kokoh buat mengusut alam pikiran insan dan pengalaman-permgalamannya.

Kedua: sejarah bersipat unik, langsung dan dekat. Pengertian sejarah dapat menerobos hakikat yang mendalam menurut peristiwa yang sedang dipelajari serta dapat menghayati peristiwa yg sebenarnya menurut alam. Mengerti sejarah berati menyelami buat melihat menggunakan jelas pikiran pikiran yg didalamnya.

4 Prof. DR. Sartono Katordirdjo (Rusmen E. Tamburaka :2007) membagi sejarah menjadi dua pengertian yaitu: sejarah pada arti bsubjektif dan sejarah arti objektif. Sejarah pada arti subjektif adalah suatu kontrakjsi bangunan yg disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Sedangkan sejarah pada arti yg objektif menujukkan kepada kajian atau peristiwa itu sendiri, merupakan proses sejarah pada aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi dan tidak bisa berulang pulang.

Dari beberapa definisi sejarah dari para hali pada atas, bisa diambil suatu kesimpulan bahwa sejarah merupakan insiden masa lampau umat manusia yg hanya sekali terjadi (objektif) tetapi mampu dikonstuksi pada penulisan sejarah menjadi manifestasi berdasarkan kehidupan manusia baik pada kehidupannya kini juga yang akan datang.

Sejarah sosial
Sejalan menggunakan perkembangan ilmu sejarah sampai ketika ini sudah timbul banyak sekali cabang ilmu sejarah dari sahabat-sahabat yang menaruh sifat atau karaktistik eksklusif dalam aneka macam ragam historiografi yang didapatkan, diantara ada yg dikatagorikan sebagai sejarah sosial, sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah mentalitas, sejarah intelektual, sejarah demografi dan lain sebagainya, (helius sjamsuddin, 2007: 306). Sedangkan dalam goresan pena ini akan dibahas mengenai sejarah dengan mengunakan pendekatan sejarah sosial masyarakat yg acapkali jugak disebut sejarah sasyarakat yang terpinggirkan. Sehingga warga dalam penulisan sejarah tidak menjadi manusia-manusia tanpa sejarah.

Sebagai mana yang terkandung berdasarkan tema sejarah yg di usungnya yaitu sejarah sosial, maka sudah barang tentu didalamnya menelaah sejarah mengenai sejarah rakyat (kemasyarakatan) (sjamsuddin, 2007: 307).

Adapun definisi sejarah sosial dan/atau sosiologi sejarah menjadi sejarah masyarakat, seringkali para sajarawan sendiri membuat definisi masing-masing yg tidak jauh berbeda, namun maksudnya sama yaitu mengkaji rakyat. Beberapaa definisi yang pada makdud mengenai sejarah sosial memenurut beberapa pakar adalah sebabai berikut:
1. G. M. Trevrlan (sjamsuddin: 2007) menyebut sejarah rakyat dengan menghilangkan politiknya(the histoty of a people with the politics left out) 
2 Asa brings (sjamsuddin: 2007) mengungkapkan bahwa sejarah sosial menyelidiki sejarah berdasarkan orang-orang mikin atau kelas bawah, gerakan-gerakan sosial, sebagai kegiatan manusia misalnya tingkah laris, istiadat-tata cara, kehidupan sehari-hari , sejarah sosial pada interaksi menggunakan sejarah ekonomi
3. Desin smith (helius Sjamuddin:2007) mendefinisikan sejarah sosiah menjadi kajiaan mengenai masa lalu untuk mengetahui bagaimana rakyat-rakyat bekerja dan berubah .

Sehubungan dengan beberapa definisi sejarah sosial diatas, terdapat kalanya jua sejarah sosial pula diartikan sebagai sejarah banyak sekali gerakan sosial, antara lain menycakup gerakan petani, buruh, mahasiswa, proses sosial dan lain sebagainya (saartono katordirdjo, 1993: 158).

Dari bebeerapa pendapat pakar diatas bisa disimpulkan bahwasejarah sosial adalah sejarah menurut mayarakat bahwa pada umumnya baik itu adalah aktivitas sehari-hari, aktivitas ekonomi, istiadat-tata cara, stratifikasi sosial dan lain sebagainya. Sekaligus menelaah bagaimana rakyat-masyarakt tersebut dalam kehidupan sosialnya, pekerjaannya maupun perubahannya pada lintas sejarah…

Dengan mengunakan ilmu-ilmu sosial , sejarawan memiliki kemampuan memperlihatkan yang lebih kentara, sekalipun kadang-kadang harus terikat dalam model teoritisnya. Dan pada akhirnya sejarah sosial dapat merogoh paktor sosial menjadi bahan kajiannya (kuntowijoyo, 2003: 41).

Salah satu tema utama berdasarkan bidang sejarah sosial sudah barang tentu yialah perubahan pada konteks sejarahnya, dan merupakan dalam satu konsep yang sangat luas cakupannya, sesungauhnya proses sejarah dalam keseluruhannya, apa apabila dikaji menurut perspektif sejarah sosialnya, merupakan proses perubahan sosial dalam banyak sekali dimensi atau aspeknya. 

Dipandang sebagainya proses modernisasi, prubahan sosial, yg kadang-kadang sebagai konflik sosial merupakan adanya proses akulturasi. Artinya proses yang menycakup bisnis rakyat menghadapi dampak kultur menurut luar menggunakan mencari bentuk penyesuaian komuditi menurut kondisi menurut nilai atau itiologi baru, suatu penyesuaian berdasarkan syarat, disposisi, serta reprensi cultural, yg kesemuanya adalah factor-faktor cultural yg memilih sikap terhadap imbas baru (Sartono Kartodirdji, 1993: 160).

Sehubungan menggunakan pendapat pada atas maka kehidupan sosial masyarakat pada desa Jerowaru pula mengalami proses yang di sebut menjadi proses perubahan ini, atau lebih tepat dikatakan terjadinya proses adaptasi dengan efek luar akibat adanya hubungan sosial dalam masyarakt serta pada beberapa aspek kehidupan.

Mampat ilmu sejarah
Sejarah selalu dikaitkan dengan insiden atau insiden masa lampau umat manusia, selaku sebuah cerita, sejarah menberikan suatu keadaan yang sebelumnya terjadi, tidak sinkron dengan dongeng yg pula berbentuk cerita, tetapi hanya pelibur lara, sedangkan cerita sejarah, sumbernya adalah insiden masa lampau/ masa dilamberdasarkan peningalan sejarah. Peningalan tersebut berupahasil perubahan insan menjadi mahluk sosial (Rustam E. Tamburaka 2007: 7). Dari pengalaman manuaia tersbut kita bisa bercermin dan pemiliki perubahan-perubahan nama yg bisa dijadikan ide serta perbuatan serta tindakan mana yg seharusnya dihindari.

Dengan demikian, mamfaat yang bisa kita petik dengan mengetahui sejarah merupakan kita bisa lebih berhati-hati agar kegagalan yg pernah perjadi tidak terulang kembali. Sehing tetaplah kata kompuse, seorang filsof cina berkata “ sejarah mendidik kita supaya bertindak bijaksana. Selanjutnya Cicero (seseorang ahli sejarah yunani) menyampaikan “ history its magisstra vitae” merupakan sejarah bermamfaat sebagai guru yg baik (bijaksana). Sehingga terciptalah sebuah cerita sejarah yang berdasar pada kenyataan, pada bentuk peningalan atau sumber sejarah (Rustam E.tamburaka, 2002: 7).

PENGERTIAN PEMIMPIN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Pemimpin Menurut Para Ahli
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yg lebih dikenal menggunakan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat menurut banyaknya literatur yg mengkaji tentang kepemimpinan dengan aneka macam sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dicermati menurut bak saja, akan namun dapat dilihat menurut penyiapan sesuatu secara berencana serta dapat melatih calon-calon pemimpin.

Sejarah timbulnya kepemimpinan, sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi telah muncul beserta-sama menggunakan peradapan insan. Kerjasama tadi timbul pada tata kehidupan sosial rakyat atau gerombolan -grup insan dalam rangka buat mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang serta menghadapi alam sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tadi, terjadi kerjasama antar insan serta mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin menurut kelompok tersebut adalah orang-orang yg paling kuat dan bagak, sehingga terdapat anggaran yg disepakati secara beserta-sama contohnya seseorang pemimpin harus lahir menurut keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet , pandai , memiliki imbas serta lain-lain. Hingga hingga kini seorang pemimpin wajib memiliki kondisi-syarat yang nir ringan, karena pemimpin menjadi ujung tombak kelompok.

Kepemimpinan atau leadership adalah ilmu terapan menurut ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip serta rumusannya dibutuhkan bisa mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan insan (Moejiono, 2002). Ada poly definisi kepemimpinan yg dikemukakan sang para pakar dari sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tadi menunjukkan adanya beberapa kesamaan.

Definisi Kepemimpinan berdasarkan Tead; Terry; Hoyt (pada Kartono, 2003) merupakan kegiatan atau seni menghipnotis orang lain agar mau berhubungan yang didasarkan dalam kemampuan orang tersebut buat membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yg diinginkan grup. Kepemimpinan dari Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah serta jelas dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang mampu mendorong atau mengajak orang lain buat berbuat sesuatu yg dari penerimaan oleh kelompoknya, serta memiliki keahlian khusus yg tepat bagi situasi yg khusus.

Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tadi sebenarnya menjadi akibat efek satu arah, lantaran pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas eksklusif yang membedakan dirinya menggunakan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan menjadi pemaksaan atau pendesakan imbas secara nir langsung serta menjadi wahana buat membentuk grup sinkron menggunakan hasrat pemimpin (Moejiono, 2002).

PENGERTIAN PEMIMPIN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Pemimpin Menurut Para Ahli
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan menggunakan pertumbuhan manajemen ilmiah yg lebih dikenal dengan ilmu mengenai memimpin. Hal ini terlihat berdasarkan banyaknya literatur yang mengkaji mengenai kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan nir hanya dicermati berdasarkan bak saja, akan tetapi dapat dipandang menurut penyiapan sesuatu secara berencana serta dapat melatih calon-calon pemimpin.

Sejarah timbulnya kepemimpinan, semenjak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi sudah ada bersama-sama dengan peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata kehidupan sosial rakyat atau kelompok-grup manusia dalam rangka untuk mempertahankan hidupnya menentang kebuasan hewan serta menghadapi alam sekitarnya. Berangkat menurut kebutuhan bersama tadi, terjadi kerjasama antar insan serta mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yg ditunjuk sebagai pemimpin berdasarkan kelompok tadi ialah orang-orang yang paling bertenaga serta bagak, sehingga terdapat aturan yang disepakati secara bersama-sama contohnya seseorang pemimpin harus lahir berdasarkan keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet , pandai , mempunyai dampak serta lain-lain. Hingga sampai kini seseorang pemimpin harus memiliki syarat-kondisi yang tidak ringan, lantaran pemimpin menjadi ujung tombak kelompok.

Kepemimpinan atau leadership adalah ilmu terapan menurut ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip serta rumusannya diharapkan bisa mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan insan (Moejiono, 2002). Ada poly definisi kepemimpinan yg dikemukakan sang para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut memberitahuakn adanya beberapa kecenderungan.

Definisi Kepemimpinan dari Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) merupakan aktivitas atau seni menghipnotis orang lain agar mau berhubungan yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut buat membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yg diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (pada Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci menurut definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yg sanggup mendorong atau mengajak orang lain buat berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan sang kelompoknya, serta mempunyai keahlian spesifik yang sempurna bagi situasi yang khusus.

Dalam teori kepribadian dari Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai dampak impak satu arah, karena pemimpin mungkin mempunyai kualitas-kualitas eksklusif yang membedakan dirinya menggunakan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan menjadi pemaksaan atau pendesakan dampak secara tidak pribadi dan menjadi sarana buat membentuk grup sesuai dengan cita-cita pemimpin (Moejiono, 2002).

PENGERTIAN LITERASI LENGKAP HASIL SEMINAR PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA


Cara flexi----Literasi secara etimologi dari berdasarkan bahasa latin Littera yg mempunyai pengertian melibatkan sistem goresan pena yang menyertainya. Literasi adalah hak asasi manusia yg fundamental dan pondasi buat belajar sepanjang hayat. Hal ini penting sepenuhnya buat pembangunan sosial dan manusia dalam kemampuannya buat mengubah kehidupan (UNESCO, 2015). Sebagai ulasan lebih lanjut dalam goresan pena ini, akan menaruh pengertian literasi atau arti literasi secara sempit dan luas berdasarkan para ahli.

Pengertian Literasi

Literasi adalah suatu bentuk kemampuan yang dimiliki seorang buat menulis, membaca serta menganalisis kenyataan sosial dengan ilmu pengetahuan yg mendalam. Sedangkan pengertian budaya literasi adalah melakukan norma berfikir yang disertai dengan proses membaca, menulis, hingga akhirnya apa yg dilakukan pada segala proses aktivitas literasi akan membangun karya konkret yang bermanfaat bagi rakyat.

Literasi ini sangatlah krusial buat dilakukan, karena menggunakan literasi ilmu pengetahuan akan lebih diketahui fungsi serta manfaat yg diberikan. Tanpa adanya literasi apa yg dituliskan oleh seseorang akan menjadi ambigu serta hanya dianggap sebagai opini semata (tanpa dasar). Selengkapnya, baca; Pengertian Opini, Jenis serta Struktur Teks Opini Lengkap


Jenis-Jenis Literasi

Adapun dilihat pada bentuknya, jenis dan macam literasi ini sendiri antara lain merupakan sebagai berikut;

Literasi Dasar

Jenis pertama adalah literasi dasar yg mampu diartikan menjadi bentuk literasi rakyat dan masyarakat umum dengan di dapatkannya menurut proses belajar memabaca, menulis, serta menghitung jumlah rumus tertentu buat merampungkan masalah-masalah.
Literasi Perpusataan

Macam ke 2 adalah literasi perpusatakaan yg mampu dilakukan secara mendalam pada sebuah artikel ilmiah buat memperjelas serta menemukan teori-teori yang mendukung. Litarsi ini tinggatannya lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan literasi dasar. 

Literasi Sains

Jenis kedua merupakan bentuk literasi sains. Pengertian literasi sains adalah suatu penggambaran literasi  pada masyarakat dengan diperoleh berdasarkan bentuk-bentuk ilmu sains, menggunakan mengunakan pendekatan serta kajian pada pendidikan.


Pengertian Literasi berdasarkan Para Ahli

Pengertian Literasi adalah kemampuan seseorang pada mengolah serta tahu warta saat melakukan proses membaca dan menulis. Dalam perkembangannya, definisi literasi selalu berevolusi sinkron dengan tantangan zaman. Jika dulu definisi literasi adalah kemampuan membaca serta menulis. Saat ini, kata Literasi sudah mulai dipakai pada arti yg lebih luas. Dan sudah merambah pada praktik kultural yg berkaitan menggunakan duduk perkara sosial serta politik.

Definisi baru berdasarkan literasi menunjukkan kerangka berpikir baru pada upaya memaknai literasi dan pembelajaran nya. Kini ungkapan literasi memiliki banyak variasi, misalnya Literasi media, literasi personal komputer , literasi sains, literasi sekolah, serta lain sebagainya. Hakikat ber-literasi secara kritis pada warga demokratis diringkas dalam 5 verba: memahami, melibati, memakai, menganalisis, serta mentransformasi teks. Kesemuanya merujuk pada kompetensi atau kemampuan yang lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis.

Sedangkan pengertian para ahli mengenai arti literasi diantaranya sebagai berikut;

Goody (1999)

Menurutnya, pengertian literasi pada arti sempit adalah kemampuan buat membaca dan menulis yg dilakukan seseorang dalam menggambar fenomana sosial secara ilmiah. Bisa pada manfaatnya dengan mencantumkan sumber pusata yg relefan dalam sebuah penelitian. Selengkapnya, baca; Pengertian Penelitian, Kegunaan, Syarat, Cara Berfikir, serta Sikapnya Menurut Ahli

Alberta (2009)

Menurutnya, arti literasi bukan hanya sekedar kemampuan buat membaca serta menulis namun menambah pengetahuan, keterampilan serta kemampuan yg dapat menciptakan seorang mempunyai kepandaian kritis, mampu memecahkan masalah dalam berbagai konteks, mampu berkomunikasi secara efektif dan sanggup membuatkan potensi serta berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat).

Kern (2000)

Menurut Kern, Pada dasarnya terdapat tujuh prinsip pendidikan yang dipergunakan para ilmuan buat memperjelas literasi. Prinsip ini sendiri diantaranya: literasi melibatkan interpretasi, kerja sama, konvensi,pengetahuan kultural, pemecahan masalah, releksi serta refleksi diri, dan penggunaan bahasa.

Cordon (2003)

Mengungkapkan, definisi literasi merupakan asal ilmu pengetahuan yang menyenangkan yang sanggup membentuk imajinasi ilmuan lainnya buat menjelajah dunia serta ilmu pengetahuan secara luas berdasarkan dalam refrensi yg memberi arti.

Wells (1987)

Berpendapat bahwa pengertian literasi merupakan umenyatakan masih ada empat tingkatan pada literasi yaitu: literasi performatif (literacy performative), literasi fungsional (literacy functional). Literasi kabar (Literacy informational) dan literasi epistemik (literacy epictemic).

Jeanne R et al (2007)

Menurutnya, bahwa ada tiga tahapan yang bisa diamati pada perkembangan literasi seseorang. Perkembangan ini muncul lantaran faktor motivasi instrinsik peserta didik yaitu: memilih membaca dan menulis, menemukan kesenangan pada melakukan aktivitas yang berkaitan menggunakan literasi, sadar menerapkan pengetahuan buat lebih pada memahami serta menulis teks.

Irene dan Gay (2001)

Mengatakan bahwa nilai-nilai literasi yg berkualitas tergambar dari ketika siswa berhasil menerapkan apa yang telah mereka pelajari dan dituangkan kedalam goresan pena mereka sendiri. Siswa secara eksklusif dalam mengenal dunia pendidikan sudah tahu kata ini.
National Literacy Forum (2014)

Menyatakan bahwa ada empat  cara yg harus dilakukan dalam membangun literasi yg universal yaitu: meningkatkan kemampuan bahasa semenjak dini pada rumah serta dalam pendidikan non formal, lebih  mengefektifkan pembelajaran yg dapat menumbuhkan keterampilan membaca serta menulis di sekolah.

Seperti menggunakan adanya akses buat membaca serta acara yang membuat anak merasa bahagia melakukan aktivitas literasi, membangun kerjasama antara sekolah, lingkungan, keluarga serta lingkungan kerja untuk dapat mendukung budaya literasi.

NAEYC (1998)

Menurutnya, literasi adalah suatu aktivitas yang mampu mendorong anak-anak berkembang sebagai pembaca dan penulis sebagai akibatnya hal ini sangat membutuhkan interaksi dengan seorang yg menguasai literasi.

Dari 9 pengertian literasi dari para pakar diatas bisa dikatakan apabila dalam menumbuhkan motivasi anak buat menyayangi kegiatan literasi diperlukan dukungan pendidik pada hal ini pengajar, orangtua dan masyarakat yang berkolaborasi menjadi satu.

Hal ini sejajalan dengan Schelling (2003) yg menyatakan pendidik wajib menjadi semakin sadar akan pentingnya memberikan motivasi keaksaraan, khususnya yg berkaitan dengan kemajuan anak didik pada membuatkan taraf tinggi kemahiran literasi mereka.

Menurut kamus online Merriam-Webster, Literasi dari menurut kata latin ‘literature‘ dan bahasa inggris ‘letter‘. Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek alfabet /aksara yg di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Tetapi lebih menurut itu, makna literasi pula meliputi melek visual yg artinya “kemampuan buat mengenali serta memahami pandangan baru-ilham yg disampaikan secara visual (adegan, video, gambar).”

National Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai “kemampuan individu buat membaca, menulis, berbicara, menghitung serta memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, famili dan rakyat.” Definisi ini memaknai Literasi menurut perspektif yg lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna bahwa definisi Literasi tergantung pada keterampilan yang diharapkan dalam lingkungan tertentu.

Education Development Center (EDC) menyatakan bahwa Literasi lebih menurut sekedar kemampuan baca tulis. Tetapi lebih menurut itu, Literasi merupakan kemampuan individu buat menggunakan segenap potensi dan skill yg dimiliki pada hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca istilah dan membaca dunia.

Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, serta juga pengalaman. Pemahaman yg paling umum menurut literasi merupakan seperangkat keterampilan nyata – khususnya keterampilan kognitif membaca serta menulis – yg terlepas menurut konteks pada mana keterampilan itu diperoleh serta dari siapa memperolehnya.

UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi adalah hak setiap orang serta adalah dasar untuk belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi bisa memberdayakan dan menaikkan kualitas individu, keluarga, masyarakat. Lantaran sifatnya yg “multiple Effect” atau bisa menaruh impak buat ranah yg sangat luas, kemampuan literasi membantu memberantas kemiskinan, mengurangi nomor kematian anak, pertumbuhan penduduk, serta menjamin pembangunan berkelanjutan, dan terwujudnya perdamaian. Buta alfabet , bagaimanapun, merupakan kendala buat kualitas hidup yg lebih baik.
Tujuh Dimensi Pengertian Literasi



Literasi mempunyai tujuh dimensi yang berurusan menggunakan penggunaan bahasa.

1.dimensi geografis mencakup wilayah lokal, nasional, regional, dan internasional. Literasi ini bergantung pada taraf pendidikan dan jejaring sosial.

2. Dimensi bidang mencakup pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan lain sebagainya. Literasi ini mencirikan tingkat kualitas bangsa dibidang pendidikan, komunikasi, militer, serta lain sebagainya.

3. Dimensi ketrampilan mencakup membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Literasi ini bersifat individu dicermati berdasarkan sepertinya aktivitas membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Dalam teradisi orang barat, ada 3 ketrampilan 3R yg lazim diutamakan seperti reading, writing, serta arithmetic.

4. Dimensi fungsi, literasi buat memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, berbagi pengetahuan, dan berbagi potensi diri.

5. Dimensi media, (teks, cetak, visual, digital) sesuai dengan perkembangan teknologi yg sangat pesat, begitu juga teknologi pada media literasi.

6. Dimensi jumlah, kemampuan ini tumbuh karena proses pendidikanyang berkualitas tinggi. Literasi misalnya halnya kemampuan berkomunikasi bersifat relative.

7. Dimensi bahasa, (etnis, lokal, internasional) literasi singular dan plural, hal ini yg berakibat monolingual, bilingual, dan multilingual. Ketika seorang menulis serta berlitersi dengan bahasa dearah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, maka dia disebut seorang yang multilingual.

Literasi, Bahasa, dan Pendidikan

Seseorang melek huruf (mampu baca-tulis) sanggup tahu seluruh bentuk komunikasi yg lain. Implikasi berdasarkan kemampuan literasi yg dia miliki ialah dalam pikirannya. Literasi melibatkan berbagai dasar-dasar kompleks tentang bahasa seperti fonologi (melibatkan kemampuan buat mendengar dan menginterpretasikan bunyi), arti istilah, tata bahasa dan kelancaran dalam setidaknya satu bahasa komunikasi. Keterampilan ini memilih taraf yang dicapai sang seseorang individu.

Literasi memang tidak bisa dilepaskan berdasarkan bahasa. Seseorang dikatakan memiliki kemampuan literasi jika dia sudah memperoleh kemampuan dasar berbahasa yaitu membaca serta menulis. Jadi, makna dasar literasi sebagai kemampuan baca-tulis merupakan pintu utama bagi pengembangan makna literasi secara lebih luas. Dan cara yg digunakan buat memperoleh literasi adalah melalui PENDIDIKAN.

Pendidikan dan kemampuan literasi merupakan 2 hal yg sangat krusial pada hidup kita. Kemajuan suatu negara secara langsung tergantung dalam taraf melek huruf di negara tersebut. Orang berpendidikan diharapkan buat melakukan tugasnya dengan baik.

Secara historis, Menurut Prof. Dr. Tarwotjo M.sc sebagaimana dikutip oleh Asul Wiyanto dalam pengantar bukunya yg berjudul “Terampil Menulis Paragraf”, produk menurut kegiatan Literasi berupa tulisan, adalah sebuah warisan intelektual yang nir akan kita temukan pada zaman prasejarah. Dengan kata lain, apabila nir terdapat tulisan, sama saja kita berada di zaman prasejarah. Tulisan merupakan bentuk rekaman sejarah yg dapat diwariskan menurut generari ke generasi, bahkan sampai berabad-abad lamanya.

Literasi, Tulisan dan Pendidikan

Sebagai aktivitas Literasi, menulis adalah sebuah aktivitas menyampaikan ilham atau gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan menulis disebut dengan penulis. Sedangkan hasil aktivitas menulis tersebut dinamakan goresan pena. Sejarah mencatat bahwa yang sebagai benang merah antara zaman pra-sejarah menggunakan zaman sejarah adalah goresan pena. Zaman pra-sejarah adalah zaman di mana saat itu belum ada goresan pena, sebagai akibatnya segala peristiwa dan kenyataan yg terjadi kala itu nir bisa diketahui sang generasi selanjutnya. Ditemukannya goresan pena sebagai bukti adanya peradaban Literasi di masa lampau adalah babak baru dimulainya zaman sejarah.

Tulisan merupakan bukti dari jejak rekam sejarah peradaban insan yg berupa insiden, pengalaman, pengetahuan, pemikiran, dan ilmu pengetahuan. Tulisan bisa menembus dan menelusuri lorong-lorong ruang serta waktu pada masa lampau. Seandainya saja di zaman ini tidak ada lagu goresan pena atau orang yang mau menulis, pasti kita akan pulang ke zaman pra-sejarah. Tetapi fakta nya, justru peradaban kita ketika ini bisa dikatakan sebagai peradaban goresan pena atau peradaban teks. Terbukti menurut banjir kabar yg kita terima setiap hari dari banyak sekali media baik cetak maupun elektro, sebagian besar berbentuk teks atau goresan pena. Singkat istilah, tulisan sudah mengisi seluruh ruang kehidupan manusia terbaru di era globalisasi seperti waktu ini.

Dalam global pendidikan khususnya, goresan pena absolut diharapkan. Buku-buku pelajaran juga buku bacaan yg lainnya merupakan wahana buat belajar para siswa pada forum-forum sekolah mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Tanpa goresan pena dan membaca, proses transformasi ilmu pengetahuan nir akan sanggup berjalan. Hal ini memberitahuakn betapa pentingnya goresan pena, budaya membaca, dan menulis di kalangan masyarakat. Oleh karenanya, kita harus terus berupaya mendorong serta membimbing para generasi muda termasuk pelajar serta mahasiswa untuk membudayakan kegiatan Literasi.


Demikianlah ulasan tentang pengertian literasi, semoga dengan adanya pemahaman lebih mengenai literasi ini dapat menaruh wawasan sekaligus pengetahuan bagi setiap pembaca yang sedang mencari referensi tentang arti literasi. Trimakasih.

Sumber: Dirangkum dari Materi Diskusi/Seminar Literasi Safari Gerakan Nasional Pembudayaan Kegemaran Membaca pada Propinsi serta Kabupaten Kota. Puspenas Tahun 2018

Referensi:
//www.unesco.org/new/en/education/themes/education-building-blocks/literacy/
//www.unesco.org/education/GMR2006/full/chapt6_eng.pdf
//www.edc.org/newsroom/articles/what_literacy
//ezinearticles.com/?The-Need-For-Literacy&id=6945882

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat bisa dijabarkan menurut perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta serta istilah “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yang mendalam. Perkataan ini berasal menurut bahasa Yunani yang berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras dan Socrates-lah yang mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar dalam saat yg menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih suka menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, ialah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka beliau tak mau mengungkapkan bahwa beliau mempunyai, memiliki atau menguasai.

Oleh lantaran luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan dapat menguasai dengan sempurna dan orang nir akan pernah mengungkapkan terselesaikan belajar. 

Sudut simpel yang sesungguhnya mengenai arti dan nilai hidup itu, arti dan nilai manusia itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat menjadi berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg mengusut karena-karena yg pertama atau prinsip-prinsip yg tertinggi dari segala sesuatu yg dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, jelas yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yg dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-karena yang terdalam berdasarkan segala sesuatu, hingga kepada penyebab yg nir ditimbulkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) merupakan Allah itu sendiri.

Mengenai “ada” yg tidak mutlak adalah segala kreasi Tuhan, sewaktu-ketika sanggup punah pada muka bumi ini bila telah terdapat saatnya sesuai dengan hukum alamatau aturan Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut karena pertama, gejala pengetahuan serta kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri menggunakan teori pembagian ilmu, metode yg dipakai pada ilmu, mengenai dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan yg tidak termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan adalah tugas filsafat.
3. Ontologi, tak jarang diklaim metafisika generik atau filsafat pertama merupakan filsafat mengenai seluruh kenyataan atau segala sesuatu sejauh itu ”ada”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) tentang theos (Tuhan) berdasarkan ajaran dan agama.
5. Kosmologi, membicarakan mengenai kosmos atau alam semesta hal ihwal serta evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat manusia menyelidiki insan sebagai insan, menguraikan apa atau siapa insan menurut adanya yang terdalam, sejauh sanggup diketahui mulai dengan logika budinya yg murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yang memeriksa tindakan insan. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan insan, melainkan bagaimana insan seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, sering juga disebut filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dianggap paling penting pada periode tertentu, dan genre besar yg menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian khusus atau cabang-cabang khusus filsafat yang terdiri berdasarkan cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat tentang:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan sebagai berikut:
1. Objek filsafat artinya segala sesuatu yg ada
2. Sudut pandangaannya artinya karena-sebab yang terdalam
3. Sifat filsafat artinya sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat adalah metode perenungan (contemplation) yg spekulatif
5. Jalan filsafat dalam usaha mencari serta menemukan jawaban atas segala pertanyaan hayati dan kehidupan insan adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta nir menurut pada wahyu Allah atau pertolongan istimewa menurut kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari dari bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yang berarti memahami/mengetahui. Pengertian ilmu yg masih ada dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem berdasarkan metode eksklusif, yg bisa dipakai buat menampakan tanda-tanda-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara berkata ilmu merupakan any organized knowledge. Ilmu serta sains menurutnya tidak tidak sinkron, terutama sebelum abad ke-19, tetapi selesainya itu sains lebih terbatas dalam bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian menjadi berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut banyak sekali pengetahuan yg masing-masing sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas eksklusif, hingga menjadi kesatuan. Suatu sistem berdasarkan aneka macam pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil inspeksi-pemeriksaan yg dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode tertentu.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada satu golongan masalah yg sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak menurut luar maupun dari bangunnya menurut dalam.”

Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yg dihadapi insan. Dalam keadaan yg demikian, lahirlah apa yg disebut ilmu-ilmu pengetahuan spesifik. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu insan dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau buat mensejahterakan manusia. Disegi lain, bisa juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan buat tujuan perang dengan menciptakan senjata terkini.

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat dapat dijabarkan dari perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta dan kata “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yg mendalam. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yg berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras serta Socrates-lah yg mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar pada waktu yang menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih senang menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, adalah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka ia tidak mau mengatakan bahwa dia mempunyai, mempunyai atau menguasai.

Oleh karena luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan bisa menguasai dengan sempurna dan orang tidak akan pernah berkata selesai belajar. 

Sudut simpel yg sesungguhnya mengenai arti dan nilai hayati itu, arti dan nilai insan itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat sebagai berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg memeriksa sebab-karena yang pertama atau prinsip-prinsip yang tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, kentara yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yang dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-sebab yang terdalam menurut segala sesuatu, sampai kepada penyebab yang tidak disebabkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) ialah Allah itu sendiri.

Mengenai “terdapat” yang tidak mutlak adalah segala ciptaan Tuhan, sewaktu-ketika mampu punah pada muka bumi ini jika sudah ada saatnya sinkron menggunakan hukum alamatau hukum Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala pengetahuan dan kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, merupakan cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan teori pembagian ilmu, metode yang dipakai pada ilmu, tentang dasar kepastian serta jenis berita yg diberikan yang nir termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan merupakan tugas filsafat.
3. Ontologi, seringkali diklaim metafisika umum atau filsafat pertama adalah filsafat tentang seluruh fenomena atau segala sesuatu sejauh itu ”terdapat”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) mengenai theos (Tuhan) dari ajaran serta agama.
5. Kosmologi, menyampaikan tentang kosmos atau alam semesta hal wacana dan evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat insan menyelidiki manusia menjadi manusia, menguraikan apa atau siapa manusia menurut adanya yg terdalam, sejauh bisa diketahui mulai menggunakan logika budinya yang murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yg mengusut tindakan manusia. Etika dibedakan berdasarkan semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, seringkali pula diklaim filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dipercaya paling penting dalam periode eksklusif, serta aliran besar yang menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian spesifik atau cabang-cabang spesifik filsafat yg terdiri menurut cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat mengenai:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan menjadi berikut:
1. Objek filsafat merupakan segala sesuatu yang ada
2. Sudut pandangaannya ialah sebab-sebab yg terdalam
3. Sifat filsafat ialah sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat artinya metode perenungan (contemplation) yang spekulatif
5. Jalan filsafat pada bisnis mencari dan menemukan jawaban atas segala pertanyaan hidup dan kehidupan manusia adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta tidak dari kepada wahyu Allah atau pertolongan istimewa dari kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari menurut bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yg berarti tahu/mengetahui. Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengungkapkan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya nir tidak selaras, terutama sebelum abad ke-19, namun setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, misalnya metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut berbagai pengetahuan yang masing-masing sesuatu lapangan pengalaman eksklusif, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas tertentu, hingga sebagai kesatuan. Suatu sistem dari banyak sekali pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil pemeriksaan-inspeksi yang dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode eksklusif.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan aturan kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar maupun dari bangunnya menurut pada.”

Sejalan menggunakan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati insan, dan semakin berkembangnya kehidupan terkini maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam keadaan yang demikian, lahirlah apa yg dianggap ilmu-ilmu pengetahuan khusus. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (contohnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yg lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia dalam mempermudah aplikasi kehidupannya atau buat mensejahterakan insan. Disegi lain, dapat juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan insan, bila ilmu dan teknologi itu digunakan untuk tujuan perang dengan membangun senjata mutakhir.

PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ISTILAHISTILAH PENDIDIKAN

Pengertian Pendidikan Islam Dan Istilah-Istilah Pendidikan
Secara umum pendidikan dalam Islam diungkapkan pada beberapa kata, yakni: ta’dib, ta’lim, dan tarbiyah. Pada bagian ini akan dibahas secara rinci menurut masing-masing istilah tadi, sebagaimana akan didiskripsikan di bawah ini. 

Pendidikan itu sendiri berasal dari istilah didik kemudian kata ini mendapat imbuhan me- sehingga menjadi mendidik, ialah memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran.[1]

Pendidikan dalam hakikatnya mempunyai jangkauan makna yg luas dan, pada rangka mencapai kesempurnaannya, memerlukan ketika serta tenaga yg nir mini . Dalam khazanah keagamaan dikenal ungkapan Minal mahdi ilal lahdi (berdasarkan buaian sampai liang lahad atau pendidikan seumur hayati), sebagaimana dikenal pula pernyataan ilmu pada siswa: “Berilah saya seluruh yang engkau miliki, maka akan kuberikan kepadamu sebagian yang aku punyai.”[2] 

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) masih ada penjelasan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan perilaku dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam bisnis mendewasakan manusia melalui upaya pedagogi serta latihan. Sedang mendidik diartikan menggunakan memelihara serta memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak serta kecerdasan pikiran. 

Secara terminologis, pengertian pendidikan yg masih ada pada Ensiklopedia Pendidikan mendefinisikan bahwa pendidikan dalam arti yang luas meliputi seluruh perbuatan dan bisnis berdasarkan generasi tua buat mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya supaya bisa memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.[3] 

Dalam undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan merupakan bisnis sadar serta terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya siswa secara aktif membuatkan potensi dirinya buat mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yg diperlukan dirinya, rakyat, bangsa serta negara.[4] 

Sedangkan pengertian pendidikan dari kata Psikologi merupakan proses menumbuh kembangkan semua kemampuan dan konduite manusia melalui pedagogi. Adanya istilah pengajaran ini berarti terdapat suatu proses perubahan tingkah laris menjadi output interaksi menggunakan lingkungan yg diklaim dengan belajar.[5]

Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Pembahasan pendidikan berdasarkan Islam terutama berdasarkan atas Al-Qur’an serta Al-Hadits, kadang-kadang diambil jua pendapat para pakar pendidikan Islam.[6] 

Menurut M. Athoullah Ahmad pada tulisannya menyampaikan, Islam merupakan forum (dustur) Islam, barang siapa yg membenarkan Islam adalah berdasarkan Allah, beriman secara global dan terperinci, maka disebut Mu’min, serta iman dalam pengertian ini tidak bisa dipandang kecuali hanya sang Allah SWT, lantaran insan tak pernah membedah hati seorang serta tidak mengetahui apa pada dalamnya.[7] 

Menurut Muhammad Thalib, Islam merupakan kepercayaan yg Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad saw., yang mengajarkan segala aspek tatanan kehidupan yg diharapkan sang insan, termasuk pada dalamnya aspek pendidikan.[8]

Pendapat lain mengatakan, kata Islam berasal berdasarkan bahasa Arab “aslama”. Bila dipandang menurut segi bahasa, Islam memiliki beberapa arti:
  1. Islam berarti taat/patuh dan berserah diri kepada Allah SWT.
  2. Islam berarti damai dan afeksi. Maksudnya, kepercayaan Islam mengajarkan perdamaian serta kasih-sayang bagi umat manusia tanpa memandang rona kulit, kepercayaan , dan status sosial.
  3. Islam berarti selamat, maksudnya Islam merupakan petunjuk buat memperoleh keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak Itulah sebabnya salam bagi umat Islam merupakan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” (semoga Allah melimpahkan keselamatan serta kesejahteraan-Nya padamu).[9]
Dalam Tafsir Al-Mishbah yg ditulis oleh M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Islam merupakan ketundukan makhluk pada Tuhan Yang Maha Esa pada ajaran yang dibawa oleh para rasul, yang didukung sang karamah serta bukti-bukti yang meyakinkan.

Hanya saja, kata Islam buat ajaran para nabi yg kemudian merupakan sifat, sedang umat Nabi Muhammad saw. Memiliki keistimewaan dari kesinambungan berdasarkan sifat itu bagi agama umat Muhammad, sekaligus menjadi pertanda dan nama baginya.[10] 

Setelah tadi diungkapkan antara pengertian pendidikan serta Islam secara terpisah, maka apabila dipandang berdasarkan sudut pandang bahasa, pendidikan Islam berasal dari khazanah bahasa Arab yg diterjemahkan, mengingat dalam bahasa itulah ajaran Islam diturunkan. Seperti yang implisit pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, dua sumber utama ajaran Islam, kata yang dipergunakan dan dianggap relevan sehingga menggambarkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam itu ada tiga, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, dan At-Ta’dib, ketiga kata ini direkomendasikan dalam Konferensi Internasional pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 menjadi berikut:

”The meaning of education in Islam totality in the context of Islam inherent in the connotation of three each these term conveys conserning man his society and environment in relation to God Islam related to ten other, and together they represent the scope of education in Islam both formal and non formal.” 

“Yang dimaksud totalitas pendidikan dalam konteks Islam artinya yg nir bisa dipisahkan pada konotasi tiga kata pendidikan mengenai manusia, lingkungan serta masyarakatnya serta dalam hubungannya dengan Tuhan, jua yang herbi sepuluh lainnya, dan bersama-sama membangun lingkup pendidikan Islam baik formal dan non formal”.[11]

Dari hasil rekomendasi dalam konferensi pertama di atas, terdapat beberapa istilah mengenai pendidikan, yaitu: At-Ta’dib, At-Ta’lim,serta At-Tarbiyah.

A. At-Ta’dib
Pendidikan diistilahkan menggunakan istilah At-Ta’dib, istilah ini sebetulnya tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, tetapi pada Al-Hadits dinyatakan, yaitu: 

أَدَّبــَنِـيْ رَبــِّيْ فَــأَحْسَنَ تــَـأْدِ يـْبـــِيْ ( رواه السمعـــانى ) 

“Tuhanku telah mendidikku, maka Ia baguskan pendidikanku” (HR. As-Sam’ani).[12]

Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, kata ta’dib inilah yg berarti pendidikan. Menurutnya ta’dib memiliki arti yang sama serta ditemukan rekanan konseptualnya pada pada kata ta’lim, walaupun diakui bahwa cakupan istilah ta’dib menurut Al-Attas lebih luas dari yang dicakup kata ta’lim. Dalam ialah yang orisinil dan mendasar addaba (fi’il madhi) adalah the inviting to a banquet (undangan kepada suatu perjamuan). Gagasan mengenai suatu perjamuan rakyat bahwa tuan tempat tinggal adalah orang yg mulia, sementara hadirin adalah yang diperkirakan pantas menerima penghormatan buat diundang, oleh lantaran mereka adalah orang-orang yg bermutu dan berpendidikan serta bisa menyesuaikan diri, baik tingkah laris maupun keadaannya, sebagai akibatnya konsep ta’dib jika diaplikasikan secara sederhana dari persepsi Bloom, “bukan sekedar meliputi aspek kasih sayang (afektif), melainkan mencakup pula aspek kognitif serta psikomotorik, kendatipun aspek yg pertama lebih dominan”.[13] 

Beliau mendasarkan analisisnya atas konsep semantik dan hadits Rasulullah SAW. Riwayat Ibn Mas’ud saat Al-Qur’an digambarkan menjadi undangan Allah buat menghadiri suatu perjamuan di atas bumi, serta kita sangat dianjurkan buat mengambil bagian menggunakan cara mempunyai pengetahuan yg benar mengenai-Nya disabda Rasulullah SAW. Menjadi berikut:

إِنَّّ هَـذَا الْقُـرْأَنَ مَـأْدَبـَةُ اللهِ فِى الأَرْضِ فَـتـــَعَـلَـّمُوْا مِنْ مَـأْدَ بَــتـِهِ ( رواه ابن مسعود) 

“Sesungguhnya Al-Quran adalah sajian Allah di atas bumi, maka barang siapa yang mempelajarinya, berarti beliau belajar berdasarkan hidangannya” (HR. Ibn Mas’ud).[14] 

Oleh karenanya istilah ta’dib adalah kata yg paling relevan dibandingkan menggunakan istilah ta’lim serta tarbiyah.
Sedangkan konsekuensi akibat tidak dikembangkannya kata ta’dib pada konsep serta aktifitas pendidikan Islam berpengaruh pada 3 hal penting, pertama, kebiasaan dan kesalahan dalam ilmu pengetahuan, yg dalam gilirannya akan menciptakan kondisi yang kedua, yakni gilirannya adab dalam umat, kondisi yg timbul dampak yang pertama dan kedua merupakan konsekuensi yg ketiga, berupa bangkitnya pimpinan yg nir memenuhi syarat kepemimpinan yang absah pada kalangan umat, lantaran nir memenuhi standar moral, intelektual dan spiritual yg tinggi, yang diperlukan bagi suatu kepemimpinan pengendalian yg berkelanjutan atas urusan-urusan umat oleh pemimpin-pemimpin seperti mereka yang menguasai semua bidang kehidupan.[15]

B. At-Ta’lim
Menurut Fattah Jalal, Istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yg sebenarnya berlaku hanya buat pendidikan anak mini . Yang dimaksudkan sebagai proses persiapan serta pengusahaan dalam fase pertama pertumbuhan insan (yg sang Lanqeveld disebut pendidikan pendahuluan), atau dari kata yg terkenal diklaim fase bayi serta kanak-kanak. 

Pandangan beliau didasarkan dalam 2 ayat sebagaimana firman Allah:

ﻮﻗﻞ ﺭﺐ ﺍ ﺮﺣﻣﻬﻣﺎ ﻛﻣﺎ ﺭﺑﻳﻧﻰ ﺼﻐﻳﺭﺍ

“…Dan ucapkanlah: Ya Rabbi, kasihanilah mereka berdua sebagaimana (kasihnya) mereka berdua mendidik aku saat kecil” (QS. Al-Isra’: 24).[16]

Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mendidikmu pada pada keluarga kami waktu engkau masih kanak-kanak, serta kamu tinggal beserta kami beberapa tahun menurut umurmu” (QS. Asy-Syu’ara: 18).[17] 

Kalimat ta’lim dari Abdul Fattah Jalal merupakan proses yg terus menerus diusahakan insan semenjak lahir, sehingga satu segi sudah meliputi aspek kognisi dan pada segi lain nir mengabaikan aspek affeksi dan psikomotorik. Beliau pula mendasarkan pandangan tadi dalam argumentasi, bahwa Rasulullah SAW. Diutus sebagai mu’allim, sebagai pendidik, hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya, QS. Al-Baqarah: 151 yang ialah sebagai berikut:

”Sebagaimana Kami telah mengutus pada kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian, mensucikan kalian dan mengajarkan kalian al-Kitab serta al-Hikmah, dan mengajarkan pada kalian apa yang belum diketahui” (QS. Al-Baqarah: 151).[18]

Ayat pada atas didukung pula sang ayat yang lain yg terdapat pada QS. Al-Jumu’ah: 2, yaitu:
”Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta alfabet seseorang Rosul pada antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Akitab serta Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-sahih pada kesesatan yg nyata” (QS. Al-Jumu’ah: dua).[19]

Kata menyucikan dalam ayat pada atas dapat diidentikan menggunakan mendidik, sedang mengajar nir lain kecuali mengisi benak murid menggunakan pengetahuan berkaitan menggunakan alam metafísika serta físika.[20] 

Menurut Fattah Jalal, Islam dicerminkan sang ayat 151 surat Al-Baqarah tadi memandang proses ta’lim sebagai lebih menurut universal menurut tarbiyah. Sebab, saat mengajarkan tilawah Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW. Tidak sekedar terbatas dalam mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai perenungan mengenai pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan penanaman amanah. Dari membaca semacam itu Rasulullah SAW. Membawa mereka kepada tazkiyah, yakni penyucian dan pembersihan diri insan dari segala kotoran serta menjadikan diri itu berada pada suasana yang memungkinkannya dapat mendapat nasihat, menyelidiki segala yang nir diketahui serta yg berguna. Al-Hikmah nir bisa dipelajari secara parsial dan sederhana, tetapi harus mencakup keseluruhan ilmu secara integral. Kata Al-Hikmah asal menurut Al-Ihkam, yang dari Fattah Jalal berarti “keunggulan pada pada ilmu, amal, perbuatan serta atau pada pada semuanya itu”.[21] 

Kata hikmah juga mempunyai arti bisa menangkap gejala dan hakikat pada balik sebuah insiden. Mereka nir hanya melihat apa yang tampak, namun dengan mata bathinnya (bashirah), mereka bisa mengenal apa yang berada pada kembali yang tampak tersebut. “Inilah yang dimaksudkan menggunakan hikmah yang nir lain diartikan menjadi kearifan (the man of wisdom)”.[22] 

C. At-Tarbiyah
Jika diamati lebih intens, tampak kata tarbiyah yg sudah sekian abad digunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam dibandingkan sorotan dalam istilah ta’lim dan ta’dib. Hal tersebut dapat dimaklumi, lantaran istilah tarbiyah itulah yg dikembangkan secara umum dikuasai para ahli disepanjang sejarah.[23]

Tetapi yg lebih menarik buat disimak ádalah bagaimana argumentasi pokok yang menjamin kata tarbiyah menjadi yg lebih relevan pada menggambarkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam.

Athiyyah Al-Abrasyi serta Mahmud Yunus menyatakan bahwa kata tarbiyah serta ta’lim berdasarkan segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki disparitas fundamental, mengingat berdasarkan segi makna, istilah tarbiyah berarti “mendidik, sedangkan ta’lim berarti mengajar, 2 kata yg secara substansial nir bisa disamakan”.[24]

Perbedaan mendidik serta mengajar berdasarkan kedua ahli pada atas sangat mendasar sekali. Mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara, supaya dapat mempergunakan energi dan bakatnya dengan baik, sebagai akibatnya mencapai kehidupan yang sempurna di pada rakyat. Oleh sebab itu, tarbiyah meliputi pendidikan jasmani, pendidikan ‘aql, perasaan, keindahan serta kemasyarakatan. Sementara ta’lim adalah keliru satu dari pendidikan yg bermacam-macam itu.

Dalam ta’lim, guru mentransfer ilmu, pandangan atau pikiran kepada siswa menurut metode yg disukai, sedangkan pada tarbiyah siswa turut terlihat membahas, memeriksa, mengupas, serta memikirkan soal-soal yang sulit serta mencari solusi buat mengatasi kesulitan itu menggunakan energi dan pikirannya sendiri. Oleh karena itu, ta’lim sebenarnya adalah tarbiyah ‘aql, bagian dari tarbiyah menggunakan tujuan supaya peserta didik menerima ilmu pengetahuan atau kemampuan berpikir. Sedangkan tarbiyah mengarahkan siswa supaya hidup berilmu, beramal, bekerja, bertubuh sehat, ber’aql cerdas, berakhlak mulia serta pintar pada tengah-tengah masyarakat.

Para pakar pendidikan nampaknya menemui kesulitan dalam menaruh rumusan definisi pendidikan, kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yg akan dibina. Bahkan konferensi internasional pertama tentang pendidikan Islam ternyata nir berhasil menyusun suatu definisi pendidikan Islam yg disepakati semua pihak. Jadi sangat tidak mungkin menciptakan suatu definisi pendidikan Islam yg singkat tetapi meliputi wilayah binaan yang luas. Lantaran, pendidikan merupakan bisnis mengembangkan diri pada segala aspeknya. 

Demikian juga kerancuan pemakaian dan pemahaman ketiga istilah itu, sebenarnya nir perlu terjadi bila konsep yg dikandung oleh ketiga kata tersebut kita aplikasikan pada lingkup forum pendidikan jalur sekolah. Namun demikian, kita dituntut bersikap selektif tanpa melakukan deskreditasi pada kata-kata yg dianggap kurang relevan dikembangkan, apalagi bila ketiganya ditampilkan secara konfrontatif, lantaran dalam ketiganya masih ada kelebihan disamping kekurangannya.

Kelebihan masing-masing istilah itulah yang perlu dirumuskan serta diantisipasi lebih mencerminkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam, sebagai akibatnya pada terapannya sebagai:
a. Istilah tarbiyah kiranya mampu digunakan buat dikembangkan, mengingat kandungan kata tersebut lebih mencakup serta lebih luas dibanding menggunakan kedua istilah lain (ta’lim dan ta’dib).
b. Dalam proses belajar mengajar, konsep ta’lim bagaimanapun tidak sanggup diabaikan, mengingat keliru satu cara atau metode mencapai tujuan tarbiyah merupakan dengan melalui proses ta’lim tersebut.
c. Ta’lim dan tarbiyah dalam konsep ta’dib pada perumusan arah dan tujuan aktifitas, tetapi menggunakan modifikasi, sehingga tujuannya nir sekedar dirumuskan menggunakan istilah singkat Al-Fadlilah, tetapi rumusan tujuan pendidikan Islam yang lebih menaruh porsi primer pengembangan pada pertumbuhan dan training keimanan, keIslaman serta keihsanan disamping nir mengabaikan pertumbuhan serta pengembangan kemampuan intelektual siswa.[25]

Dengan demikian kata pendidikan yg relevan menggunakan rekanan konsep bahasa Arabnya ádalah istilah At-tarbiyah, sebagai akibatnya kata pendidikan Islam akan menjadi At-tarbiyah Al-Islamiyah, bukan At-ta’lim al-Islamiy atau At-ta’dib Al-Islamy.[26]

Selain pendapat-pendapat tentang definisi pendidikan Islam di atas, berikut adalah definisi pendidikan Islam dari beberapa pakar:
1. Menurut Burhan Somad, pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan buat membentuk individu sebagai makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi berdasarkan ukuran Allah. Secara rinci beliau mengemukakan pendidikan itu baru dapat disebut pendidikan Islam jika mempunyai 2 ciri khas, yaitu:
a. Tujuannya buat membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi dari hukum Al-Qur’an.
b Isi pendidikannya ajaran Allah yg tercantum menggunakan lengkap pada pada Al-Qur’an dan pelaksanaannya dalam praktek kehidupan sehari-hari, sebagaimana yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[27]

2. Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) diartikan menjadi proses pemeliharaan, pengembangan serta pelatihan, jua adalah upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan semua potensi diri manusia, sesuai fitrahnya serta proteksi menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya.[28]

3. Menurut Abdur Rahman Nahlawi:

أَلتـــَّرْبــِيَّة ُاْلإ ِسْلا َمِيَّة ُهِيَ التـــَّنْظِــيْمُ الْمُنْفَسِيُّ وَاْلإِجْتِمَاعِيُّ الَّذِيْ يــُؤْدِيْ إِلىَ اعْتِنَاقِ اْلإ ِسْلا َمِ وَتــَطْبِيْقَةٍ كُلِّــيًّافِى حَيَاةِ الْفَرْدِوَالْجَمَاعَةِ

”Pendidikan Islam merupakan pengaturan langsung serta rakyat yg karena itu dapatlah memeluk Islam secara logis dan sinkron secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif”.[29]

Dari uraian tadi bisa diambil konklusi bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan dilakukan sang seorang dewasa pada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia mempunyai kepribadian muslim. Dan lantaran ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku langsung pada rakyat, menuju kesejahteraan hayati perseorangan dan beserta, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu serta pendidikan rakyat. [30]


Sumber-Sumber Artikel Di Atas :

[1]. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. VI, h.10 
[2]. M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 1994, Cet. XXIX, h. 272
[3] Baihaqi A.K. Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakata: Darul Ulum Press, 2003, Cet. Ke-tiga, h. 1
[4] UU RI No. 20, Th 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan UU RI No.14 Th. 2005 tentang pengajar dan dosen, Jakarta: Visimedia, 2007, Cet. I, h. 2.
[5]. //dewilenys.wordpress.com/2008/04/15/pendidikan-anak-dari-Islam
[6].ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan pada Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke IV, h. 24.
[7].M. Athoullah Ahmad, Pendidikan Agama Islam, Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah, 1997, Cet, ke-1, h.4
[8]. Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2001, Cet. I, h. 10. 
[9]. Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam, 2001, Cet. X, h. 2.
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VI, hal.41 
[11] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia 2002, h. 2 
[12]. Ibid. H. 3
[13]. Ibid., h. 4
[14]. Ibid., h. 3
[15]. Ibid. H. 4
[16] Hasbi Ash-Shiddieqy, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 284 
[17] Ibid, h. 367
[18] Ibid, h. 23
[19]. Ibid, h. 553
[20]. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992 Cet. Ke-I, h. 172
[21].abdul Halim Soebahar,Op. Cit., h. 6.
[22].toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah ( Transcendental Intelligence), Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke II, 
[23]. Abdul Halim Soebahar, Loc. Cit. H. 6
[24]. Ibid, h. 7
[25]. Ibid, h. 8 
[26] Ibid, h. 12
[27]. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h. 10
[28]. M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Yayasan Karsa Utama serta PB Mathla’ul Anwar, 1998, Cet. Ke 1, h. 3
[29]. Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 9
[30] . Ibid, h. 12