PENGERTIAN PEMIMPIN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Pemimpin Menurut Para Ahli
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yg lebih dikenal menggunakan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat menurut banyaknya literatur yg mengkaji tentang kepemimpinan dengan aneka macam sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dicermati menurut bak saja, akan namun dapat dilihat menurut penyiapan sesuatu secara berencana serta dapat melatih calon-calon pemimpin.

Sejarah timbulnya kepemimpinan, sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi telah muncul beserta-sama menggunakan peradapan insan. Kerjasama tadi timbul pada tata kehidupan sosial rakyat atau gerombolan -grup insan dalam rangka buat mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang serta menghadapi alam sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tadi, terjadi kerjasama antar insan serta mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin menurut kelompok tersebut adalah orang-orang yg paling kuat dan bagak, sehingga terdapat anggaran yg disepakati secara beserta-sama contohnya seseorang pemimpin harus lahir menurut keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet , pandai , memiliki imbas serta lain-lain. Hingga hingga kini seorang pemimpin wajib memiliki kondisi-syarat yang nir ringan, karena pemimpin menjadi ujung tombak kelompok.

Kepemimpinan atau leadership adalah ilmu terapan menurut ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip serta rumusannya dibutuhkan bisa mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan insan (Moejiono, 2002). Ada poly definisi kepemimpinan yg dikemukakan sang para pakar dari sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tadi menunjukkan adanya beberapa kesamaan.

Definisi Kepemimpinan berdasarkan Tead; Terry; Hoyt (pada Kartono, 2003) merupakan kegiatan atau seni menghipnotis orang lain agar mau berhubungan yang didasarkan dalam kemampuan orang tersebut buat membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yg diinginkan grup. Kepemimpinan dari Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah serta jelas dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang mampu mendorong atau mengajak orang lain buat berbuat sesuatu yg dari penerimaan oleh kelompoknya, serta memiliki keahlian khusus yg tepat bagi situasi yg khusus.

Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tadi sebenarnya menjadi akibat efek satu arah, lantaran pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas eksklusif yang membedakan dirinya menggunakan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan menjadi pemaksaan atau pendesakan imbas secara nir langsung serta menjadi wahana buat membentuk grup sinkron menggunakan hasrat pemimpin (Moejiono, 2002).

PENGERTIAN PEMIMPIN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Pemimpin Menurut Para Ahli
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan menggunakan pertumbuhan manajemen ilmiah yg lebih dikenal dengan ilmu mengenai memimpin. Hal ini terlihat berdasarkan banyaknya literatur yang mengkaji mengenai kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan nir hanya dicermati berdasarkan bak saja, akan tetapi dapat dipandang menurut penyiapan sesuatu secara berencana serta dapat melatih calon-calon pemimpin.

Sejarah timbulnya kepemimpinan, semenjak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi sudah ada bersama-sama dengan peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata kehidupan sosial rakyat atau kelompok-grup manusia dalam rangka untuk mempertahankan hidupnya menentang kebuasan hewan serta menghadapi alam sekitarnya. Berangkat menurut kebutuhan bersama tadi, terjadi kerjasama antar insan serta mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yg ditunjuk sebagai pemimpin berdasarkan kelompok tadi ialah orang-orang yang paling bertenaga serta bagak, sehingga terdapat aturan yang disepakati secara bersama-sama contohnya seseorang pemimpin harus lahir berdasarkan keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet , pandai , mempunyai dampak serta lain-lain. Hingga sampai kini seseorang pemimpin harus memiliki syarat-kondisi yang tidak ringan, lantaran pemimpin menjadi ujung tombak kelompok.

Kepemimpinan atau leadership adalah ilmu terapan menurut ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip serta rumusannya diharapkan bisa mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan insan (Moejiono, 2002). Ada poly definisi kepemimpinan yg dikemukakan sang para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut memberitahuakn adanya beberapa kecenderungan.

Definisi Kepemimpinan dari Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) merupakan aktivitas atau seni menghipnotis orang lain agar mau berhubungan yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut buat membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yg diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (pada Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci menurut definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yg sanggup mendorong atau mengajak orang lain buat berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan sang kelompoknya, serta mempunyai keahlian spesifik yang sempurna bagi situasi yang khusus.

Dalam teori kepribadian dari Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai dampak impak satu arah, karena pemimpin mungkin mempunyai kualitas-kualitas eksklusif yang membedakan dirinya menggunakan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan menjadi pemaksaan atau pendesakan dampak secara tidak pribadi dan menjadi sarana buat membentuk grup sesuai dengan cita-cita pemimpin (Moejiono, 2002).

DEFINISI PEMIMPIN MENURUT PARA AHLI DAN DALAM BEBERAPA KAMUS MODERN

Definisi Pemimpin Menurut Para Ahli Dan Dalam Beberapa Kamus Modern
Ahmad Rusli pada kertas kerjanya Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999). Menyatakan pemimpin merupakan individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yg ditetapkan.

Miftha Thoha pada bukunya Prilaku Organisasi (1983: 255). Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mensugesti orang lain atau gerombolan tanpa mengindahkan bentuk sebab. 

Kartini Kartono (1994 : 33). Pemimpin adalah seorang pribadi yang mempunyai kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga beliau sanggup menghipnotis orang-orang lain buat beserta-sama melakukan kegiatan-aktivitas eksklusif, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

C.N. Cooley (1902). Pemimpin itu selalu adalah titik pusat menurut suatu kesamaan, serta dalam kesempatan lain, seluruh gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan ditemukan kesamaan yang mempunyai titik sentra.

Henry Pratt Faiechild pada Kartini Kartono (1994: 33). Pemimpin dalam pengertian adalah seorang yang menggunakan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol bisnis/upaya orang lain atau melalui martabat, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yg membimbing, memimpin menggunakan donasi kualitas-kualitas persuasifnya serta ekseptansi/penerimaan secara sukarela sang para pengikutnya.

Sam Walton. Pemimpin besar akan berusaha menanamkan rasa percaya diri dalam para pendukung. Apabila orang mempunyai percaya diri tinggi, maka kita akan terkejut pada output luar biasa yang akan mereka raih.

Rosalynn Carter. “Seorang pemimpin biasa membawa orang lain ke tempat yang ingin mereka tuju”. Seorang pemimpin yg luar biasa membawa para pendukung ke loka yang mungkin nir ingin mereka tuju, namun yang wajib mereka tuju. 

John Gage Alle. Leader…a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu artinya pemandu, penunjuk, penuntun; komandan).

Jim Collin. Mendefinisikan pemimpin mempunyai beberapa strata, terendah adalah pemimpin yg andal, kemudian pemimpin yang menjadi bagian dalam tim, lalu pemimpin yang memiliki visi, taraf yang paling tinggi merupakan pemimpin yang bekerja bukan dari ego eksklusif, namun buat kebaikan organisasi serta bawahannya.

Modern Dictionary Of Sociology (1996). Pemimpin (leader) adalah seorang yang menempati peranan sentral atau posisi mayoritas serta pengaruh pada kelompok (a person who occupies a central role or position of dominance and influence in a group).

C.N. Cooley pada “ The Man Nature and the Social Order’.
Pemimpin itu selalu merupakan titik sentra dari suatu kecenderungan, dan kebalikannya, semua gerakan sosial, bila diamat-amati secara cermat, akan ditemukan pada dalamnya kecenderungan-kesamaan yg memiliki titik pusat.

I . Redl pada “Group Emotion and Leadership”. Pemimpin merupakan seorang yang menjadi titik pusat yg mengintegrasikan grup.

J.L. Borwn dalam “Psychology and the Social Order”. Pemimpin nir dapat dipisahkan dengan kelompok, namun dapat ditinjau menjadi suatu posisi yang memiliki potensi yang tinggi dibidangnya.

Kenry Pratt Fairchild pada “Dictionary of Sociologi and Related Sciences”. Pemimpin bisa dibedakan pada dua arti; Pertama, pemimpin arti luas, sesorang yg memimpin menggunakan cara merogoh inisiatif tingkah laris masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi usaha-usaha orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan. Kedua, pemimpin arti sempit, seorang yg memimpin menggunakan alat-alat yang meyakinkan, sehingga para pengikut menerimanya secara senang rela.

Dr. Phil. Astrid S. Susanto. Pemimpin adalah orangyang dianggap memiliki efek terhadap sekelompok orang banyak.

Ensiklopedia Administrasi (disusun sang Staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada). Pemimpin (Leader) merupakan orang yang melakukan kegiatan atau proses menghipnotis orang lain dalam situasi eksklusif, melalui proses komunikasi, yg diarahkan guna mencapai tujuan/tujuan-tujuan eksklusif.

Pengertian Kepemimpinan
Secara sederhana, apabila berkumpul tiga orang atau lebih kemudian galat seseorang pada antara mereka “mengajak” sahabat-temannya buat melakukan sesuatu (Apakah: nonton film, bermain sepak bola, dan lain-lain). Pada pengertian yang sederhana orang tadi telah melakukan “aktivitas memimpin”, karena ada unsur “mengajak” dan mengkoordinasi, terdapat teman serta terdapat aktivitas dan sasarannya. Tetapi, dalam merumuskan batasan atau definisi kepemimpinan ternyata bukan merupakan hal yang mudah dan banyak definisi yg dikemukakan para pakar tentang kepemimpinan yg tentu saja berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut : 
  1. Koontz serta O’donnel, mendefinisikan kepemimpinan menjadi proses menghipnotis sekelompok orang sehingga mau bekerja menggunakan benar-benar-sungguh buat meraih tujuan kelompoknya. 
  2. Wexley dan Yuki (1977), kepemimpinan mengandung arti mensugesti orang lain untuk lebih berusaha mengarahkan energi, dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka. 
  3. Georger R. Terry, kepemimpinan merupakan kegiatan mensugesti orang-orang buat bersedia berusaha mencapai tujuan bersama. 
  4. Pendapat lain, kepemimpinan adalah suatu proses dengan aneka macam cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang. 
Dari keempat definisi tadi, bisa disimpulkan bahwa sudut pandang yg dicermati sang para ahli tersebut merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain buat mencapai tujuan beserta.

Definisi lain, para ahli kepemimpinan merumuskan definisi, sebagai berikut: 1) Fiedler (1967), kepemimpinan dalam dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yg memakai kewenangan dan pengaruhnya terhadap grup orang supaya bekerja bersama-sama buat mencapai tujuan. Dua) John Pfiffner, kepemimpinan merupakan kemampuan mengkoordinasikan dan memotivasi orang-orang serta kelompok untuk mencapai tujuan yg pada kehendaki. Tiga) Davis (1977), mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan buat mengajak orang lain mencapai tujuan yang telah dipengaruhi dengan penuh semangat. 4) Ott (1996), kepemimpinan dapat didefinisikan menjadi proses interaksi antar pribadi yang pada dalamnya seorang mensugesti sikap, kepercayaan , dan khususnya konduite orang lain. 5) Locke et.al. (1991), mendefinisikan kepemimpinan adalah proses membujuk orang lain buat mengambil langkah menuju suatu sasaran beserta Dari kelima definisi ini, para ahli ada yg meninjau menurut sudut pandang dari pola interaksi, kemampuan mengkoordinasi, memotivasi, kemampuan mengajak, membujuk dan mensugesti orang lain. 

Dari beberapa definisi pada atas, ada beberapa unsur utama yang mendasari atau sudut pandang serta sifat-sifat dasar yang ada pada merumuskan definisi kepemimpinan, yaitu:

a. Unsur-unsur yang mendasari
Unsur-unsur yg mendasari kepemimpinan menurut definisi-definisi yang dikemukakan di atas, merupakan: (1) Kemampuan mempengaruhi orang lain (grup/bawahan). (dua) Kemampuan mengarahkan atau memotivasi tingkah laris orang lain atau kelompok. (tiga) adanya unsur kolaborasi buat mencapai tujuan yg diinginkan.

b. Sifat dasar kepemimpinan
Sifat-sifat yg mendasari kepemimpinan merupakan kecakapan memimpin. Paling tidak, bisa dikatakan bahwa kecakapan memimpin meliputi tiga unsur kecakapan pokok, yaitu: 
  1. Kecakapan tahu individual, adalah mengetahui bahwa setiap insan mempunyai daya motivasi yang tidak sinkron pada banyak sekali waktu dan keadaan yang berlainan. 
  2. Kemampuan untuk menggugah semangat dan memberi ilham. 
  3. Kemampuan buat melakukan tindakan pada suatu cara yang dapat membuatkan suasana (iklim) yang bisa memenuhi serta sekaligus mengakibatkan dan mengendalikan motivasi-motivasi (Tatang M. Amirin, 1983:15). Pendapat lain, menyatakan bahwa kecakapan memimpin meliputi 3 unsur utama yg mendasarinya, yaitu : 
  • Seseorang pemimpin wajib memiliki kemampuan persepsi sosial [sosial perception]. 
  • Kemampuan berpikir tak berbentuk [abilitiy in abstrakct thinking]. 
  • Memiliki kestabilan emosi [emosional stability].
Kemudian dari definisi Locke, yg dikemukakan di atas, dapat mengkategorikan kepemimpinan menjadi tiga [tiga] elemen dasar, yaitu: 
  1. Kepemimpinan adalah suatu konsep rekanan [relation consept], ialah kepemimpinan hanya ada dalam rekanan menggunakan orang lain, maka bila tiadak terdapat pengikut atau bawahan, tak ada pemimpin. Dalam defines Locke, implisit premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan ilham dan berelasi menggunakan para pengikut mereka. 
  2. Kepemimpinan adalah suatu proses, adalah proses kepemimpinan lebih berdasarkan sekedar menduduki suatu otoritas atau posisi jabatan saja, karena dipandang tidak cukup memadai buat membuat seseorang sebagai pemimpin, ialah seorang pemimpin harus melakukan sesuatu. Maka menurut Burns (1978), bahwa untuk menjadi pemimpin seorang wajib bisa mengembangkan motivasi pengikut secara terus menerus serta mengubah perilaku mereka sebagai responsif.
  3. Kepemimpinan berarti mempengaruhi orang-orang lain buat merogoh tindakan, artinya seorang pemimpin harus berusaha mensugesti pengikutnya menggunakan aneka macam cara, seperti memakai otoritas yg terlegitimasi, menciptakan contoh (sebagai teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan serta hukuman, restrukrisasi organisasi, serta mengkomunikasikan sebuah visi. Dengan demikian, seorang pemimpin dapat dicermati efektif bila bisa membujuk para pengikutnya buat meninggalkan kepentingan eksklusif mereka demi keberhasilan organisasi (Bass, 1995. Locke et.al., 1991., pada Mochammad Teguh, dkk., 2001:69).
Dari definisi-definisi di atas, paling tidak bisa ditarik konklusi yg sama , yaitu perkara kepemimpinan merupakan kasus sosial yg pada dalamnya terjadi hubungan antara pihak yg memimpin dengan pihak yg dipimpin buat mencapai tujuan beserta, baik menggunakan cara mempengaruhi, membujuk, memotivasi serta mengkoordinasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tugas utama seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya nir hanya terbatas pada kemampuannya dalam melaksanakan program-acara saja, namun lebih berdasarkan itu yaitu pemimpin harus mempu melibatkan seluruh lapisan organisasinya, anggotanya atau masyarakatnya buat ikut berperan aktif sehingga mereka bisa menaruh donasi yg posetif pada bisnis mencapai tujuan.

Teori Kelahiran Pemimpin
Para ahli teori kepemimpinan sudah mengemukakan beberapa teori tentang timbulnya Seorang Pemimpin. Dalam hal ini terdapat 3 (3) teori yg menonjol (Sunindhia serta Ninik Widiyanti, 1988:18), yaitu:

a. Teori Genetik
Penganut teori ini beropini bahwa, “pemimpin itu dilahirkan serta bukan dibuat”. Pandangan terori ini bahwa, seorang akan sebagai pemimpin lantaran “keturunan” atau dia telah dilahirkan dengan “membawa bakat” kepemimpinan. Teori keturunan ini, bisa saja terjadi, lantaran seorang dilahirkan sudah “mempunyai potensi” termasuk “memiliki potensi atau bakat” buat memimpin dan inilah yang diklaim dengan faktor “dasar”. Dalam empiris, teori keturunan ini umumnya bisa terjadi pada kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja, karena orang tuanya menjadi raja maka seorang anak yang lahir dalam keturunan tadi akan diangkan sebagai raja.

b. Teori Sosial
Penganut teori ini berpendapat bahwa, seorang yang sebagai pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan (Leaders are made and not born). Penganut teori berkeyakinan bahwa semua orang itu sama serta mempunyai potensi buat menjadi pemimpin. Tiap orang memiliki potensi atau talenta untuk menjadi pemimpin, hanya saja paktor lingkungan atau faktor pendukung yang mengakibatkan potensi tadi teraktualkan atau tersalurkan dengan baik dan inilah yang dianggap menggunakan faktor “ajar” atau “latihan”.

Pandangan penganut teori ini bahwa, setiap orang dapat dididik, diajar, dan dilatih buat menjadi pemimpin. Intinya, bahwa setiap orang mempunyai potensi buat menjadi pemimpin, meskipun dia bukan merupakan atau asal menurut keturunan dari seorang pemimpin atau seorang raja, asalkan bisa dididik, diajar dan dilatih untuk menjadi pemimpin.

c. Teori Ekologik
Penganut teori ini beropini bahwa, seorang akan menjadi pemimpin yang baik “manakala dilahirkan” telah memiliki talenta kepemimpinan. Kemudian bakat tadi dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan buat menyebarkan lebih lanjut talenta-bakat yg sudah dimiliki.

Jadi, inti berdasarkan teori ini yaitu seseorang yang akan sebagai pemimpin adalah kumpulan antara faktor keturunan, talenta, serta lingkungan yaitu faktor pendidikan, latihan dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan bakat tersebut dapat teraktualisasi menggunakan baik.

Selain ketiga teori tersebut, ada pula teori keempat yaitu Teori Kontigensi atau Teori Tiga Dimensi. Penganut teori ini berpendapat bahwa, terdapat 3 faktor yg turut berperan pada proses perkembangan seseorang menjadi pemimpin atau nir, yaitu: 
  1. Bakat kepemimpinan yg dimilikinya. 
  2. Pengalaman pendidikan, latihan kepemimpinan yg pernah diperolehnya, serta 
  3. Kegiatan sendiri buat menyebarkan bakat kepemimpinan tersebut. 
Teori ini diklaim menggunakan teori serba kemungkinan dan bukan sesuatu yang niscaya, merupakan seseorang dapat sebagai pemimpin apabila mempunyai bakat, lingkungan yg membentuknya, kesempatan serta kepribadian, motivasi serta minat yg memungkinkan buat sebagai pemimpin.

Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seseorang pemimpin, karana : (1) Membentuk diri sendiri (self constituded leader, self mademan, born leader). (dua) Dipilih sang golongan, ialah dia sebagai pemimpin lantaran jasa-jasanya, lantaran kecakapannya, keberaniannya serta sebagainya terhadap organisasi. (3) Ditunjuk berdasarkan atas, adalah ia sebagai pemimpin karena dipercaya dan disetujui oleh pihak atasannya (Imam Mujiono, 2002: 18).

Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat akbar artinya buat mengkaji sejauh mana kepemimpinan pada suatu organisasi sudah bisa dilaksanakan secara efektif dan menunjang pada produktifitas organisasi secara holistik. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan supaya nantinya memiliki referensi pada menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

1. Teori Kepemimpinan Sifat (Trait Theory)
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali pada Yunani Kuno serta Romawi yg beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yg lalu teori ini dikenal “The Greatma Theory”. Dalam perkembangannya, teori ini mendapat impak menurut aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan namun pula dapat dicapai melalui pendidikan serta pengalaman. Sifat-sifat itu antara lain: sifat fisik, mental dan kepribadian.

Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yg berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain:

a) Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yg mempunyai kecerdasan yg tinggi pada atas kecerdasan rat-rata berdasarkan pengikutnya akan memiliki kesempatan berhasil yang lebih tinggi juga. Lantaran pemimpin dalam umumnya memiliki tingkat kecerdasan yg lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.

b) Kedewasaan serta keluasan interaksi sosial
Umumnya pada dalam melakukan hubungan sosial menggunakan lingkungan internal maupun eksternal, seseorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang serta stabil. Hal ini membuat pemimpin nir mudah panic serta goyah pada mempertahankan pendirian yg diyakini kebenarannya.

c) Motivasi diri dan dorongan berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya mempunyai motivasi diri yang tinggi dan dorongan buat berprestasi. Dorongan yg bertenaga ini lalu tercermin pada kinerja yg optimal, efektif dan efisien.

d) Sikap interaksi kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya bisa berpihak kepadanya.

2. Teori Kepemimpinan Perilaku serta Situasi
Berdasarkan penelitian, konduite seseorang pemimpin yg mendasarkan teori ini memiliki kecenderungan kearah dua hal, yaitu:
  • Pertama yang diklaim dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seseorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab menggunakan bawahan. Contoh tanda-tanda yang ada dalam hal ini misalnya : membela bawahan, memberi masukan pada bawahan serta bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
  • Kedua dianggap Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan pada bawahan. Contoh yg bisa dicermati , bawahan mendapat instruksi pada pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yg akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seseorang pemimpin yg baik merupakan bagaimana seseorang pemimpin yang memiliki perhatian yg tinggi kepada bawahan dan terhadap output yang tinggi juga.

3. Teori kewibawaan pemimpin
Kewibawaan adalah faktor krusial pada kehidupan kepemimpinan, karena dengan faktor itu seseorang pemimpin akan bisa mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun gerombolan sebagai akibatnya orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yg dikehendaki sang pemimpin.

4. Teori kepemimpinan situasi
Seorang pemimpin harus adalah seorang pendiagnosa yg baik serta harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan taraf kedewasaan bawahan.

5. Teori kelompok
Agar tujuan grup (organisasi) bisa tercapai, harus ada pertukaran yg positif antara pemimpin menggunakan pengikutnya.

Tipe serta Gaya Kepemimpinan
Kartini Kartono mengungkapkan bahwa tipe kepemimpinan terbagi atas:

1. Tipe Kharismatik
Tipe ini memiliki daya tarik dan pembawaan yg luar biasa, sehingga mereka memiliki pengikut yg jumlahnya besar . Kesetiaan serta kepatuhan pengikutnya ada berdasarkan agama terhadap pemimpin itu. Pemimpin dipercaya mempunyai kemampuan yang diperoleh menurut kekuatan

Yang Maha Kuasa.

2. Tipe Paternalistik
Tipe Kepemimpinan dengan sifat-sifat antara lain;
a. Menganggap bawahannya belum dewasa
b. Bersikap terlalu melindungi
c. Jarang memberi kesempatan bawahan buat merogoh keputusan
d. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

3. Tipe Otoriter
Pemimpin tipe otoriter mempunyai sifat menjadi berikut:
a. Pemimipin organisasi sebagai miliknnya
b. Pemimpin bertindak sebagai dictator
c. Cara menggerakkan bawahan menggunakan paksaan serta ancaman.

4. Tipe Militeristik
Dalam tipe ini pemimpin memiliki siafat sifat:
a. Menuntut kedisiplinan yg keras dan kaku
b. Lebih banyak menggunakan system perintah
c. Menghendaki keputusan absolut berdasarkan bawahan
d. Formalitas yang berlebih-lebihan
e. Tidak menerima saran dan kritik dari bawahan
f. Sifat komunikasi hanya sepihak

5. Tipe Demokrasi
Tipe demokrasi mengutamkan kasus kerja sama sebagai akibatnya masih ada koordinasi pekerjaan berdasarkan seluruh bawahan. Kepemimpinan demokrasi menghadapi potensi sikap individu, mau mendengarkan saran dan kritik yang sifatnya membentuk. Jadi pemimpin menitik beratkan pada aktifitas setiap anggota gerombolan , sebagai akibatnya semua unsure organisasi dilibatkan pada akatifitas, yg dimulai penentuan tujuan,, pembuatan planning keputusan, disiplin.

Syarat-syarat Kepemimpinan
Ada 3 hal penting dalam konsepsi kepemimpinan antara lain:

1. Kekuasaan
Kekuasaaan merupakan otorisasi dan legalitas yg menaruh kewenangan kepada pemimpin buat mempengaruhi dan menggerakkan bawahan buat berbuat sesuatu dalam rangka penyelesaian tugas eksklusif.

2. Kewibawaan
Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan, keutamaan sehingga pemimpin mampu mengatur orang lain serta patuh padanya.

3. Kemampuan
Kemampuan merupakan asal daya kekuatan, kesanggupan dan kecakapan secara teknis juga social, yang melebihi dari anggota biasa. Sementara itu Stodgill yang dikutip James A. Lee menyatakan pemimpin itu harus mempunyai kelebihan sebagai persyaratan, antara lain:
1. Kepastian, kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, kemampuan menilai.
2. Prestasi, gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dalam bidang eksklusif.
3. Tangggung jawab, berani, tekun, berdikari, kreatif, giat, percaya diri, militan.
4. Partisipasi aktif, memiliki stabilitas tinmggi, kooperatif, sanggup berteman.
5. Status, kedudukan social ekonomi cukup tinggidan tenar.

Ciri-karakteristik Kepemimpinan Yang Baik
WA. Gerungan mengungkapkan bahwa seseorang pemimpin paling tidak wajib mempunyai tiga karakteristik, yaitu:

1. Penglihatan Sosial
Artinya suatu kemampuan buat melihat dan mengerti gejala-gejala yg muncul dalam masyarakat sehari-hari.

2. Kecakapan Berfikir Abstrak
Dalam arti seorang pemimpin harus mempunyai otak yang cerdas, intelegensi yang tingggi. Jadi seorang pemimpin wajib dapat menganalisa serta mumutuskan adanya tanda-tanda yang terjadi pada kelompoknya, sehingga berguna pada tujuan organisasi.

3. Keseimbangan Emosi
Orang yang mudah naik darah, menciptakan ribut menandakan emosinya belum mantap serta tidak memililki ekuilibrium emosi. Orang yang demikian tidak bisa jadi pemimpin sebab seseorang pemimpin harus mampu menciptakan suasana tenang dan senang . Maka seseorang pemimpin harus memiliki ekuilibrium emosi.

Pemimpin serta Pimpinan Indonesia
1. Kepemimpinan Pancasila
Dalam rangka menjalankan tugas kewajibannya seorang pemimpin harus dapat menjaga kewibawaannya. Lebih-lebih dalam kemerdekaan dan pembangunan. Berhasilnya pembangunan nasional tergantung kiprah aktif rakyat Indonesia, dengan sikap mental, tekad semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas kewajibannya. Dengan demikian perlu dikembangkan motivasi membentuk dikalangan masyarakat luas serta motivasi pengorbanan pengabdian dalam unsur kepemimpinannya. Norma-norma yg tercakup dalam Pancasila itu sekaligus merupakan sistem nilai yang harus dihayati serta diamalkan sang setiap masyarakat Negara, khususnya para pemimpin. Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan yang selalu menggambarkan nilai-nilai serta norma-norma Pancasila.

Sumber-sumber kepemimpinan Pancasila:
a. Nilai-nilai positif dan modernisme
b. Refleksi hakekat hidup dan tujuan hidup bangsa pada era pembangunan serta zaman terbaru.
c. Intisari warisan pusaka berupa nilai-nilai serta norma-kebiasaan kepemimpinan yang ditulis para nenek moyang, pujangga, raja.

Ada beberapa azas kepemimpinan Pancasila yg digali berdasarkan nilai-nilai kepemimpinan Indonesia:
a. Ing ngarsa sung tulada
b. Ing madya mangun karsa
c. Tut wuri Handayani
d. Taqwa kepada Tuhan Ynag Maha Esa
e. Waspada purwa wasesa
f. Ambeg para marta
g. Prasaja
h. Satya
i. Gemi nastiti
j. Blaka
k. Legawa

2. Kepemimpinan Pembangunan
Dalam pembangunan nasional dalam hakekatnya adalah pembangunan insan seutuhnya serta membentuk seluruh warga Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pembangunan merupakan rangkaian upaya pembangunan serta perubahan yg dilangsungkan secara sadar, sengaja, berencana yang menuju kepada modernitas dan taraf hidup yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan pembangunan tadi dibutuhkan tipe kepimimpinan yg bisa mengelola pembangunan yaitu tipe kepemimpinan “Administrator serta Sosio teknokrat”. Pemimpin Administrator pembangunan bertugas buat melakukan rentetan bisnis bersama menggunakan warga buat mengadakan pemugaran, peningkatan rapikan kehidupan dan wahana kehidupan sosial demi pencapaian kesejahteraan manusia, kebaikan serta keadilan yg merata. Sosio teknokrat adalah seorang yg bertugas mengelola aspek-aspek teknik administratif dan mahir membimbing serta membentuk manusianya.

DEFINISI PEMIMPIN MENURUT PARA AHLI DAN DALAM BEBERAPA KAMUS MODERN

Definisi Pemimpin Menurut Para Ahli Dan Dalam Beberapa Kamus Modern
Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999). Menyatakan pemimpin merupakan individu insan yg diamanahkan memimpin diskriminasi (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.

Miftha Thoha pada bukunya Prilaku Organisasi (1983: 255). Pemimpin adalah seorang yg mempunyai kemampuan memimpin, ialah memiliki kemampuan untuk mensugesti orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya adalah. 

Kartini Kartono (1994 : 33). Pemimpin adalah seorang eksklusif yg mempunyai kecakapan serta kelebihan khususnya kecakapan serta kelebihan disatu bidang, sebagai akibatnya dia bisa mensugesti orang-orang lain buat beserta-sama melakukan kegiatan-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

C.N. Cooley (1902). Pemimpin itu selalu adalah titik pusat menurut suatu kesamaan, dan dalam kesempatan lain, semua gerakan sosial jika diamati secara cermat akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat.

Henry Pratt Faiechild pada Kartini Kartono (1994: 33). Pemimpin pada pengertian adalah seseorang yang menggunakan jalan memprakarsai tingkah laris sosial menggunakan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol bisnis/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin artinya seseorang yang membimbing, memimpin menggunakan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan ekseptansi/penerimaan secara sukarela sang para pengikutnya.

Sam Walton. Pemimpin akbar akan berusaha menanamkan rasa percaya diri pada para pendukung. Apabila orang memiliki percaya diri tinggi, maka kita akan terkejut pada output luar biasa yg akan mereka raih.

Rosalynn Carter. “Seorang pemimpin biasa membawa orang lain ke tempat yg ingin mereka tuju”. Seorang pemimpin yang luar biasa membawa para pendukung ke tempat yang mungkin tidak ingin mereka tuju, namun yang wajib mereka tuju. 

John Gage Alle. Leader…a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu artinya pemandu, penunjuk, penuntun; komandan).

Jim Collin. Mendefinisikan pemimpin memiliki beberapa tingkatan, terendah merupakan pemimpin yang tangguh, lalu pemimpin yg menjadi bagian dalam tim, kemudian pemimpin yang memiliki visi, taraf yang paling tinggi adalah pemimpin yg bekerja bukan berdasarkan ego eksklusif, tetapi buat kebaikan organisasi dan bawahannya.

Modern Dictionary Of Sociology (1996). Pemimpin (leader) merupakan seorang yg menempati peranan sentral atau posisi dominan serta pengaruh pada grup (a person who occupies a central role or position of dominance and influence in a group).

C.N. Cooley pada “ The Man Nature and the Social Order’.
Pemimpin itu selalu adalah titik sentra berdasarkan suatu kecenderungan, dan kebalikannya, seluruh gerakan sosial, jikalau diamat-amati secara cermat, akan ditemukan pada dalamnya kecenderungan-kecenderungan yg memiliki titik sentra.

I . Redl dalam “Group Emotion and Leadership”. Pemimpin adalah seseorang yg sebagai titik pusat yg mengintegrasikan grup.

J.L. Borwn pada “Psychology and the Social Order”. Pemimpin tidak dapat dipisahkan menggunakan gerombolan , tetapi dapat dipandang menjadi suatu posisi yg memiliki potensi yg tinggi dibidangnya.

Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociologi and Related Sciences”. Pemimpin bisa dibedakan pada dua arti; Pertama, pemimpin arti luas, sesorang yang memimpin dengan cara mengambil inisiatif tingkah laris warga secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi bisnis-bisnis orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan. Kedua, pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-indera yang meyakinkan, sehingga para pengikut menerimanya secara suka rela.

Dr. Phil. Astrid S. Susanto. Pemimpin merupakan orangyang dianggap memiliki pengaruh terhadap sekelompok orang poly.

Ensiklopedia Administrasi (disusun oleh Staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada). Pemimpin (Leader) adalah orang yang melakukan kegiatan atau proses mensugesti orang lain dalam situasi eksklusif, melalui proses komunikasi, yg diarahkan guna mencapai tujuan/tujuan-tujuan tertentu.

Pengertian Kepemimpinan
Secara sederhana, apabila berkumpul tiga orang atau lebih kemudian galat seorang pada antara mereka “mengajak” teman-temannya buat melakukan sesuatu (Apakah: nonton film, bermain sepak bola, serta lain-lain). Pada pengertian yg sederhana orang tersebut telah melakukan “aktivitas memimpin”, lantaran terdapat unsur “mengajak” dan mengkoordinasi, ada sahabat dan ada kegiatan dan sasarannya. Tetapi, dalam merumuskan batasan atau definisi kepemimpinan ternyata bukan adalah hal yang gampang serta poly definisi yg dikemukakan para pakar mengenai kepemimpinan yang tentu saja menurut sudut pandangnya masing-masing. Beberapa definisi yg dikemukakan sang para pakar sebagai berikut : 
  1. Koontz dan O’donnel, mendefinisikan kepemimpinan menjadi proses menghipnotis sekelompok orang sehingga mau bekerja menggunakan benar-benar-benar-benar untuk meraih tujuan kelompoknya. 
  2. Wexley dan Yuki (1977), kepemimpinan mengandung arti mensugesti orang lain untuk lebih berusaha mengarahkan energi, pada tugasnya atau merubah tingkah laris mereka. 
  3. Georger R. Terry, kepemimpinan merupakan aktivitas mempengaruhi orang-orang buat bersedia berusaha mencapai tujuan beserta. 
  4. Pendapat lain, kepemimpinan merupakan suatu proses dengan banyak sekali cara mensugesti orang atau sekelompok orang. 
Dari keempat definisi tersebut, bisa disimpulkan bahwa sudut pandang yg dilihat oleh para ahli tersebut adalah kemampuan mensugesti orang lain buat mencapai tujuan bersama.

Definisi lain, para pakar kepemimpinan merumuskan definisi, sebagai berikut: 1) Fiedler (1967), kepemimpinan dalam dasarnya merupakan pola interaksi antara individu-individu yg memakai wewenang dan pengaruhnya terhadap gerombolan orang supaya bekerja bersama-sama buat mencapai tujuan. Dua) John Pfiffner, kepemimpinan adalah kemampuan mengkoordinasikan serta memotivasi orang-orang serta gerombolan buat mencapai tujuan yg di kehendaki. Tiga) Davis (1977), mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan buat mengajak orang lain mencapai tujuan yang sudah dipengaruhi menggunakan penuh semangat. 4) Ott (1996), kepemimpinan dapat didefinisikan menjadi proses interaksi antar eksklusif yang pada dalamnya seorang menghipnotis sikap, kepercayaan , dan khususnya konduite orang lain. Lima) Locke et.al. (1991), mendefinisikan kepemimpinan adalah proses membujuk orang lain buat merogoh langkah menuju suatu target bersama Dari kelima definisi ini, para pakar terdapat yang meninjau menurut sudut pandang dari pola hubungan, kemampuan mengkoordinasi, memotivasi, kemampuan mengajak, membujuk serta mensugesti orang lain. 

Dari beberapa definisi pada atas, ada beberapa unsur utama yang mendasari atau sudut pandang serta sifat-sifat dasar yang ada dalam merumuskan definisi kepemimpinan, yaitu:

a. Unsur-unsur yg mendasari
Unsur-unsur yang mendasari kepemimpinan berdasarkan definisi-definisi yg dikemukakan pada atas, merupakan: (1) Kemampuan mensugesti orang lain (kelompok/bawahan). (2) Kemampuan mengarahkan atau memotivasi tingkah laris orang lain atau gerombolan . (3) adanya unsur kolaborasi buat mencapai tujuan yg diinginkan.

b. Sifat dasar kepemimpinan
Sifat-sifat yg mendasari kepemimpinan adalah kecakapan memimpin. Paling nir, bisa dikatakan bahwa kecakapan memimpin mencakup tiga unsur kecakapan pokok, yaitu: 
  1. Kecakapan memahami individual, artinya mengetahui bahwa setiap manusia memiliki daya motivasi yg berbeda pada banyak sekali ketika dan keadaan yg berlainan. 
  2. Kemampuan untuk menggugah semangat dan memberi ilham. 
  3. Kemampuan buat melakukan tindakan dalam suatu cara yg bisa mengembangkan suasana (iklim) yg bisa memenuhi dan sekaligus menyebabkan dan mengendalikan motivasi-motivasi (Tatang M. Amirin, 1983:15). Pendapat lain, menyatakan bahwa kecakapan memimpin mencakup 3 unsur utama yang mendasarinya, yaitu : 
  • Seseorang pemimpin harus mempunyai kemampuan persepsi sosial [sosial perception]. 
  • Kemampuan berpikir tak berbentuk [abilitiy in abstrakct thinking]. 
  • Memiliki kestabilan emosi [emosional stability].
Kemudian dari definisi Locke, yang dikemukakan pada atas, bisa dikategorikan kepemimpinan menjadi tiga [tiga] elemen dasar, yaitu: 
  1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi [relation consept], adalah kepemimpinan hanya terdapat dalam rekanan dengan orang lain, maka jika tiadak terdapat pengikut atau bawahan, tidak ada pemimpin. Dalam defines Locke, tersirat premis bahwa para pemimpin yg efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan wangsit dan berelasi menggunakan para pengikut mereka. 
  2. Kepemimpinan merupakan suatu proses, adalah proses kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas atau posisi jabatan saja, karena dilihat tidak cukup memadai buat menciptakan seorang sebagai pemimpin, artinya seseorang pemimpin harus melakukan sesuatu. Maka menurut Burns (1978), bahwa buat menjadi pemimpin seseorang wajib bisa menyebarkan motivasi pengikut secara terus menerus dan mengubah konduite mereka sebagai responsif.
  3. Kepemimpinan berarti mensugesti orang-orang lain buat mengambil tindakan, ialah seseorang pemimpin harus berusaha menghipnotis pengikutnya menggunakan aneka macam cara, misalnya menggunakan otoritas yg terlegitimasi, membentuk contoh (sebagai teladan), penetapan target, memberi imbalan serta sanksi, restrukrisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi. Dengan demikian, seorang pemimpin dapat dilihat efektif jika dapat membujuk para pengikutnya buat meninggalkan kepentingan langsung mereka demi keberhasilan organisasi (Bass, 1995. Locke et.al., 1991., dalam Mochammad Teguh, dkk., 2001:69).
Dari definisi-definisi di atas, paling nir bisa ditarik kesimpulan yg sama , yaitu perkara kepemimpinan adalah masalah sosial yang pada dalamnya terjadi hubungan antara pihak yang memimpin menggunakan pihak yang dipimpin buat mencapai tujuan bersama, baik dengan cara mempengaruhi, membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tugas utama seseorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya nir hanya terbatas pada kemampuannya pada melaksanakan program-acara saja, namun lebih dari itu yaitu pemimpin wajib mempu melibatkan seluruh lapisan organisasinya, anggotanya atau masyarakatnya buat ikut berperan aktif sehingga mereka bisa menaruh donasi yg posetif dalam bisnis mencapai tujuan.

Teori Kelahiran Pemimpin
Para pakar teori kepemimpinan sudah mengemukakan beberapa teori mengenai timbulnya Seorang Pemimpin. Dalam hal ini masih ada 3 (tiga) teori yg menonjol (Sunindhia serta Ninik Widiyanti, 1988:18), yaitu:

a. Teori Genetik
Penganut teori ini berpendapat bahwa, “pemimpin itu dilahirkan serta bukan dibentuk”. Pandangan terori ini bahwa, seorang akan sebagai pemimpin lantaran “keturunan” atau beliau telah dilahirkan menggunakan “membawa bakat” kepemimpinan. Teori keturunan ini, dapat saja terjadi, karena seseorang dilahirkan telah “mempunyai potensi” termasuk “memiliki potensi atau bakat” buat memimpin dan inilah yg diklaim menggunakan faktor “dasar”. Dalam empiris, teori keturunan ini umumnya dapat terjadi di kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja, lantaran orang tuanya menjadi raja maka seorang anak yg lahir pada keturunan tadi akan diangkan menjadi raja.

b. Teori Sosial
Penganut teori ini beropini bahwa, seseorang yg menjadi pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan (Leaders are made and not born). Penganut teori berkeyakinan bahwa semua orang itu sama dan mempunyai potensi buat menjadi pemimpin. Tiap orang memiliki potensi atau talenta buat sebagai pemimpin, hanya saja paktor lingkungan atau faktor pendukung yang mengakibatkan potensi tersebut teraktualkan atau tersalurkan dengan baik serta inilah yg dianggap menggunakan faktor “ajar” atau “latihan”.

Pandangan penganut teori ini bahwa, setiap orang bisa dididik, diajar, serta dilatih untuk menjadi pemimpin. Intinya, bahwa setiap orang mempunyai potensi buat sebagai pemimpin, meskipun beliau bukan merupakan atau asal menurut keturunan menurut seorang pemimpin atau seorang raja, asalkan bisa dididik, diajar serta dilatih buat menjadi pemimpin.

c. Teori Ekologik
Penganut teori ini berpendapat bahwa, seorang akan menjadi pemimpin yg baik “manakala dilahirkan” sudah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian talenta tadi dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yg memungkinkan buat mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.

Jadi, inti dari teori ini yaitu seorang yang akan menjadi pemimpin merupakan gugusan antara faktor keturunan, bakat, dan lingkungan yaitu faktor pendidikan, latihan serta pengalaman-pengalaman yang memungkinkan bakat tersebut dapat teraktualisasi menggunakan baik.

Selain ketiga teori tadi, ada pula teori keempat yaitu Teori Kontigensi atau Teori Tiga Dimensi. Penganut teori ini beropini bahwa, ada tiga faktor yang turut berperan pada proses perkembangan seorang sebagai pemimpin atau tidak, yaitu: 
  1. Bakat kepemimpinan yang dimilikinya. 
  2. Pengalaman pendidikan, latihan kepemimpinan yang pernah diperolehnya, serta 
  3. Kegiatan sendiri buat membuatkan talenta kepemimpinan tersebut. 
Teori ini diklaim menggunakan teori serba kemungkinan serta bukan sesuatu yang niscaya, merupakan seorang dapat sebagai pemimpin bila memiliki talenta, lingkungan yg membentuknya, kesempatan serta kepribadian, motivasi dan minat yg memungkinkan buat sebagai pemimpin.

Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seseorang pemimpin, karana : (1) Membentuk diri sendiri (self constituded leader, self mademan, born leader). (2) Dipilih sang golongan, ialah beliau sebagai pemimpin lantaran jasa-jasanya, karena kecakapannya, keberaniannya serta sebagainya terhadap organisasi. (3) Ditunjuk menurut atas, adalah dia sebagai pemimpin lantaran dipercaya serta disetujui sang pihak atasannya (Imam Mujiono, 2002: 18).

Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat akbar adalah buat mengkaji sejauh mana kepemimpinan pada suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif dan menunjang pada produktifitas organisasi secara holistik. Dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai teori dan gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin harus mengerti mengenai teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi pada menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan diantaranya :

1. Teori Kepemimpinan Sifat (Trait Theory)
Analisis ilmiah mengenai kepemimpinan berangkat menurut pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali pada Yunani Kuno dan Romawi yg beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yg lalu teori ini dikenal “The Greatma Theory”. Dalam perkembangannya, teori ini mendapat pengaruh menurut genre konduite pemikir psikologi yg berpandangan bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan serta pengalaman. Sifat-sifat itu diantaranya: sifat fisik, mental dan kepribadian.

Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, diantaranya:

a) Kecerdasan
Berdasarkan output penelitian, pemimpin yang memiliki kecerdasan yang tinggi pada atas kecerdasan rat-homogen dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi jua. Karena pemimpin dalam umumnya mempunyai taraf kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.

b) Kedewasaan dan keluasan interaksi sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seseorang pemimpin yg berhasil memiliki emosi yg matang serta stabil. Hal ini menciptakan pemimpin tidak mudah panic dan goyah dalam mempertahankan pendirian yg diyakini kebenarannya.

c) Motivasi diri serta dorongan berprestasi
Seorang pemimpin yg berhasil biasanya mempunyai motivasi diri yang tinggi dan dorongan buat berprestasi. Dorongan yang kuat ini lalu tercermin dalam kinerja yg optimal, efektif dan efisien.

d) Sikap interaksi kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya bisa berpihak kepadanya.

2. Teori Kepemimpinan Perilaku serta Situasi
Berdasarkan penelitian, konduite seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kesamaan kearah 2 hal, yaitu:
  • Pertama yg disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yg menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh tanda-tanda yang terdapat dalam hal ini misalnya : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
  • Kedua diklaim Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seseorang pemimpin yg menaruh batasan pada bawahan. Contoh yg bisa dicermati , bawahan menerima instruksi pada aplikasi tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, serta output yg akan dicapai.
Jadi, dari teori ini, seorang pemimpin yg baik merupakan bagaimana seorang pemimpin yg mempunyai perhatian yg tinggi pada bawahan dan terhadap output yg tinggi jua.

3. Teori kewibawaan pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, karena dengan faktor itu seseorang pemimpin akan bisa menghipnotis konduite orang lain baik secara perorangan juga grup sebagai akibatnya orang tadi bersedia buat melakukan apa yg dikehendaki sang pemimpin.

4. Teori kepemimpinan situasi
Seorang pemimpin wajib merupakan seseorang pendiagnosa yg baik serta harus bersifat fleksibel, sesuai menggunakan perkembangan serta tingkat kedewasaan bawahan.

5. Teori kelompok
Agar tujuan grup (organisasi) dapat tercapai, sine qua non pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.

Tipe serta Gaya Kepemimpinan
Kartini Kartono mengungkapkan bahwa tipe kepemimpinan terbagi atas:

1. Tipe Kharismatik
Tipe ini mempunyai daya tarik serta pembawaan yg luar biasa, sebagai akibatnya mereka memiliki pengikut yg jumlahnya besar . Kesetiaan serta kepatuhan pengikutnya ada berdasarkan kepercayaan terhadap pemimpin itu. Pemimpin dipercaya mempunyai kemampuan yang diperoleh dari kekuatan

Yang Maha Kuasa.

2. Tipe Paternalistik
Tipe Kepemimpinan menggunakan sifat-sifat diantaranya;
a. Menganggap bawahannya belum dewasa
b. Bersikap terlalu melindungi
c. Jarang memberi kesempatan bawahan buat mengambil keputusan
d. Selalu bersikap maha tahu serta maha sahih.

3. Tipe Otoriter
Pemimpin tipe otoriter memiliki sifat sebagai berikut:
a. Pemimipin organisasi menjadi miliknnya
b. Pemimpin bertindak menjadi dictator
c. Cara menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman.

4. Tipe Militeristik
Dalam tipe ini pemimpin mempunyai siafat sifat:
a. Menuntut kedisiplinan yg keras serta kaku
b. Lebih poly menggunakan system perintah
c. Menghendaki keputusan absolut menurut bawahan
d. Formalitas yg berlebih-lebihan
e. Tidak mendapat saran serta kritik menurut bawahan
f. Sifat komunikasi hanya sepihak

5. Tipe Demokrasi
Tipe demokrasi mengutamkan perkara kolaborasi sebagai akibatnya terdapat koordinasi pekerjaan menurut seluruh bawahan. Kepemimpinan demokrasi menghadapi potensi perilaku individu, mau mendengarkan saran serta kritik yang sifatnya membentuk. Jadi pemimpin menitik beratkan dalam aktifitas setiap anggota kelompok, sebagai akibatnya seluruh unsure organisasi dilibatkan pada akatifitas, yang dimulai penentuan tujuan,, pembuatan planning keputusan, disiplin.

Syarat-syarat Kepemimpinan
Ada 3 hal penting dalam konsepsi kepemimpinan diantaranya:

1. Kekuasaan
Kekuasaaan adalah otorisasi dan legalitas yg menaruh wewenang kepada pemimpin buat mempengaruhi dan menggerakkan bawahan buat berbuat sesuatu pada rangka penyelesaian tugas tertentu.

2. Kewibawaan
Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan, keutamaan sehingga pemimpin sanggup mengatur orang lain dan patuh padanya.

3. Kemampuan
Kemampuan adalah sumber daya kekuatan, kesanggupan dan kecakapan secara teknis maupun social, yg melebihi menurut anggota biasa. Sementara itu Stodgill yg dikutip James A. Lee menyatakan pemimpin itu wajib memiliki kelebihan sebagai persyaratan, antara lain:
1. Kepastian, kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, kemampuan menilai.
2. Prestasi, gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dalam bidang eksklusif.
3. Tangggung jawab, berani, tekun, mandiri, kreatif, ulet , percaya diri, agresif.
4. Partisipasi aktif, mempunyai stabilitas tinmggi, kooperatif, mampu berteman.
5. Status, kedudukan social ekonomi cukup tinggidan tenar.

Ciri-ciri Kepemimpinan Yang Baik
WA. Gerungan menjelaskan bahwa seorang pemimpin paling tidak harus memiliki 3 ciri, yaitu:

1. Penglihatan Sosial
Artinya suatu kemampuan buat melihat dan mengerti tanda-tanda-tanda-tanda yang muncul pada masyarakat sehari-hari.

2. Kecakapan Berfikir Abstrak
Dalam arti seorang pemimpin harus mempunyai otak yang cerdas, intelegensi yang tingggi. Jadi seseorang pemimpin harus dapat menganalisa dan mumutuskan adanya gejala yang terjadi pada kelompoknya, sehingga bermanfaat dalam tujuan organisasi.

3. Keseimbangan Emosi
Orang yg gampang naik darah, membuat ribut menandakan emosinya belum mantap serta tidak memililki ekuilibrium emosi. Orang yg demikian tidak sanggup jadi pemimpin karena seorang pemimpin harus sanggup menciptakan suasana tenang serta bahagia. Maka seorang pemimpin harus mempunyai ekuilibrium emosi.

Pemimpin serta Pimpinan Indonesia
1. Kepemimpinan Pancasila
Dalam rangka menjalankan tugas kewajibannya seseorang pemimpin harus bisa menjaga kewibawaannya. Lebih-lebih pada kemerdekaan serta pembangunan. Berhasilnya pembangunan nasional tergantung kiprah aktif warga Indonesia, menggunakan sikap mental, tekad semangat, ketaatan dan disiplin nasional pada menjalankan tugas kewajibannya. Dengan demikian perlu dikembangkan motivasi menciptakan dikalangan masyarakat luas dan motivasi pengorbanan darma pada unsur kepemimpinannya. Norma-kebiasaan yang tercakup dalam Pancasila itu sekaligus adalah sistem nilai yang harus dihayati dan diamalkan oleh setiap warga Negara, khususnya para pemimpin. Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan yang selalu menggambarkan nilai-nilai serta kebiasaan-norma Pancasila.

Sumber-sumber kepemimpinan Pancasila:
a. Nilai-nilai positif dan modernisme
b. Refleksi hakekat hayati serta tujuan hayati bangsa dalam era pembangunan serta zaman terkini.
c. Intisari warisan pusaka berupa nilai-nilai serta norma-norma kepemimpinan yang ditulis para nenek moyang, pujangga, raja.

Ada beberapa azas kepemimpinan Pancasila yg digali berdasarkan nilai-nilai kepemimpinan Indonesia:
a. Ing ngarsa sung tulada
b. Ing madya mangun karsa
c. Tut wuri Handayani
d. Taqwa kepada Tuhan Ynag Maha Esa
e. Waspada purwa wasesa
f. Ambeg para marta
g. Prasaja
h. Satya
i. Gemi nastiti
j. Blaka
k. Legawa

2. Kepemimpinan Pembangunan
Dalam pembangunan nasional dalam hakekatnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan membentuk semua rakyat Indonesia, yg berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pembangunan merupakan rangkaian upaya pembangunan serta perubahan yang dilangsungkan secara sadar, sengaja, berencana yg menuju pada modernitas dan taraf hidup yg lebih tinggi. Untuk mewujudkan pembangunan tersebut diharapkan tipe kepimimpinan yang bisa mengelola pembangunan yaitu tipe kepemimpinan “Administrator dan Sosio teknokrat”. Pemimpin Administrator pembangunan bertugas buat melakukan rentetan bisnis bersama menggunakan rakyat buat mengadakan perbaikan, peningkatan rapikan kehidupan serta wahana kehidupan sosial demi pencapaian kesejahteraan insan, kebaikan dan keadilan yg merata. Sosio teknokrat merupakan seseorang yang bertugas mengelola aspek-aspek teknik administratif dan mahir membimbing dan membangun manusianya.

PENGERTIAN BIROKRASI MENURUT BEBERAPA PAKAR

Pengertian Birokrasi Menurut Beberapa Pakar 
1. Max Weber
Pada dasarnya, Max Weber tidak pernah secara definitif menjelaskan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini kemudian menganalisis ciri-karakteristik apa yg seharusnya inheren dalam birokrasi. Gejala birokrasi yg dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di saat hayati Weber, yaitu birokrasi yg dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia. 

Birokrasi tersebut dipercaya oleh Weber sebagai nir rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yg “galat-urus” atau nir mencapai output secara aporisma. Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber lalu membuatkan apa yg seharusnya (ideal typhus) inheren di sebuah birokrasi. Weber terkenal dengan konsepsinya tentang tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas sah dapat diselenggarakan, yaitu :
a. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar anggaran yg berkesinambungan;
b. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yg tidak sinkron sesuai dengan fungsi-fungsinya, yg masing-masing dilengkapi menggunakan syarat otoritas serta hukuman-hukuman;
c. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint);
d. Anggaran-aturan yg sesuai menggunakan pekerjaan diarahkan baik secara teknis juga secara legal. Dalam ke 2 kasus tersebut, manusia yang terlatih sebagai diperlukan;
e. Anggota sebagai sumber daya organisasi tidak sama menggunakan anggota sebagai individu eksklusif;
f. Pemegang jabatan tidaklah sama menggunakan jabatannya; 
g. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis serta hal ini cenderung berakibat tempat kerja (biro) sebagai sentra organisasi terbaru; dan
h. Sistem-sistem otoritas sah dapat merogoh poly bentuk, tetapi dicermati pada bentuk aslinya, sistem tadi permanen berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Bagi Weber, bila ke-8 sifat di atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi tadi dapat dikatakan bercorak sah-rasional. 

Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) pada organisasi yang sah-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional merupakan sebagai berikut :
a. Para anggota staf bersifat bebas secara eksklusif, pada arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka;
b. Terdapat girarki jabatan yang kentara;
c. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;
d. Para pejabat diangkat menurut suatu kontrak;
e. Para pejabat dipilih dari kualifikasi profesional, idealnya berdasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian;
f. Para pejabat mempunyai gaji dan umumnya juga dilengkapi hak-hak purna tugas. Gaji bersifat berjenjang berdasarkan kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan pada keadaan-keadaan tertentu, pejabat jua bisa diberhentikan;
g. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang utama bagi para pejabat;
h. Suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta dari pertimbangan keunggulan (superior);
i. Pejabat sangat mungkin nir sinkron menggunakan pos jabatannya maupun dengan asal-asal yg tersedia di pos terbut, serta;
j. Pejabat tunduk pada sisstem disiplin dan kontrol yg seragam

Weber jua menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, pada mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber jua memasukkan birokrasi menjadi sistem legal-rasional. Legal oleh karena tunduk pada anggaran-aturan tertulis serta dapat disimak oleh siapa pun pula. Rasional merupakan dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan karena-akibatnya.

Khususnya, Weber memperhatikan kenyataan kontrol superordinat atas diskriminasi. Kontrol ini, bila nir dilakukan pembatasan, membuahkan pada akumulasi kekuatan mutlak pada tangan superordinat. Akibatnya, organisasi nir lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka.

Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada pada dalam birokrasi, yg meliputi point-point berikut : 

Kolegialitas. 
Kolegialitas merupakan suatu prinsip pelibatan orang lain pada pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa dalam birokrasi, satu atasan merogoh satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan. 

Pemisahan Kekuasaan. 
Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, buat menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, dari Weber, tidaklah stabil namun bisa membatasi akumulasi kekuasaan. 

Administrasi Amatir. 
Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah nir bisa membayar orang-orang buat mengerjakan tugas birokrasi, bisa saja direkrut warganegara yang bisa melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap TPS, mak -mak rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor . Tentu saja, pejabat KPU terdapat yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tadi. 

Demokrasi Langsung. 
Demokrasi langsung bermanfaat pada menciptakan orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski adalah prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus pada-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada warga secara holistik. 

Representasi. 
Representasi berdasarkan pengertian seorang pejabat yg diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik bisa diandalkan pada mengawasi kinerja pejabat serta staf birokrasi. Ini dampak pengertian tak langsung bahwa anggota DPR berdasarkan partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.

Hingga sekarang, pengertian orang tentang birokrasi sangat ditentukan sang pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi serta penolakan pada sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

2. Martin Albrow
Martin Albrow adalah sosiolog menurut Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan para ahli seputar konsep birokrasi Weber. Akhirnya, ia sendiri mengajukan beberapa konsepsinya seputar birokrasi. 

Albrow membagi 7 cara pandang mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini dipergunakan menjadi pisau analisa guna menganalisis fenomena birokrasi yg poly dipraktekkan pada era modern. Ketujuh konsepsi birokrasi Albrow adalah :

a. Birokrasi menjadi organisasi rasional
Birokrasi menjadi organisasi rasional sebagian besar mengikut pada pemahaman Weber. Namun, rasional di sini patut dipahami bukan menjadi segalanya terukur secara pasti serta jelas. Kajian sosial tidap pernah menghasilkan sesuatu yang pasti berdasarkan hipotesis yg diangkat. 

Birokrasi bisa dikatakan sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi pada administrasi. Secara teknis, birokrasi pula mengacu dalam mode pengorganisasian dengan tujuan utamanya menjaga stabilitas serta efisiensi pada organisasi-organisasi yg akbar serta kompleks. Birokrasi juga mengacu dalam susunan aktivitas yg rasional yang diarahkan buat pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 

Perbedaan menggunakan Weber merupakan, apabila Weber memaklumkan birokrasi sebagai “organisasi rasional”, Albrow memaksudkan birokrasi sebagai “organisasi yg di dalamnya manusia menerapkan kriteria rasionalitas terhadap tindakan mereka.”

b. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi
Birokrasi adalah antitesis (perlawanan) dari dari vitalitas administratif dan kretivitas manajerianl. Birokrasi pula dinyatakan sebagai susunan manifestasi kelembagaan yang cenderung ke arah infleksibilitas serta depersonalisasi. Selain itu, birokrasi juga mengacu pada ketidaksempurnaan pada struktur dan fungsi dalam organisasi-organisasi akbar.

Birokrasi terlalu percaya pada preseden (anggaran yang dibentuk sebelumnya), kurang inisiatif, penundaan (lamban dalam berbagai urusan), berkembangbiaknya formulir (terlalu poly formalitas), duplikasi bisnis, serta departementalisme. Birokrasi juga adalah organisasi yg tidak bisa memperbaiki perilakunya menggunakan cara belajar dari kesalahannya. Aturan-anggaran di dalam birokrasi cenderung digunakan para anggotanya buat kepentingan diri sendiri.

c. Birokrasi sebagai kekuasaan yg dijalankan sang pejabat.
Birokrasi adalah pelaksanaan kekuasaan oleh para administrator yang profesional. Atau, birokrasi adalah pemerintahan sang para pejabat. Dalam pengertian ini, pejabat memiliki kekuasaan buat mengatur serta melakukan sesuatu. Juga, tak jarang dikatakan birokrasi merupakan kekuasaan para elit pejabat. 

d. Birokrasi menjadi administrasi negara (publik)
Birokrasi merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik. Ia mencakup seluruh pegawai pemerintah. Birokrasi adalah sistem administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang serta jasa pada suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan negara diimplementasikan.

e. Birokrasi menjadi administrasi yang dijalankan pejabat.
Birokrasi dianggap menjadi sebuah struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf administrasi yg menjalankan otoritas keseharian sebagai bagian krusial. Staf-staf itu terdiri menurut orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yg dianggap birokrasai-birokrasi. Fungsi berdasarkan orang-orang itu disebut menjadi administrasi.

f. Birokrasi sebagai suatu organisasi
Birokrasi adalah suatu bentuk organisasi berskala besar , formal, serta terbaru. Suatu organisasi dapat diklaim birokrasi atau bukan mengikut dalam ciri-karakteristik yg telah disebut

g. Birokrasi sebagai warga modern
Birokrasi menjadi warga terbaru, mengacu pada suatu kondisi di mana warga tunduk pada aturan-anggaran yg diselenggarakan oleh birokrasi. Untuk itu, tidak dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun birokrasi negara. Selama warga tunduk pada aturan-aturan yg terdapat di 2 tipe birokrasi tadi, maka dikatakan bahwa masyarakat tersebut dikatakan terbaru.

Reformasi Birokrasi
Birokrasi bisa memicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada warga tanpa subordinat. Birokrasi demikian dapat terwujud jika terbentuk suatu sistem pada mana terjadi prosedur Birokrasi yg efisien serta efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif pada antara pemerintah, sektor swasta serta rakyat.

Saat ini posisi, wewenang dan peranan Birokrasi masih sangat bertenaga, baik pada mobilisasi asal daya pembangunan, perencanaan, juga aplikasi pemerintahan dan pembangunan yg masih terkesan sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi buat mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial serta politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipative.

Birokrasi yang terjadi pada Indonesia saat ini masih belum efisien, yang diantaranya ditandai menggunakan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi, struktur, norma, nilai,serta regulasi yang ada juga masih berorientasi pada kekuasaan, budaya birokrasi yang masih bersifat “dilayani” daripada “melayani”, dan jua banyaknya posisi-posisi terpenting dalam forum birokrasi kita yang nir diisi oleh orang-orang yang berkompeten. Padahal, birokrasi dalam suatu negara merupakan suatu forum penting yang merupakan indera negara dalam melayani warga . Oleh karenanya, suatu perubahan pada birokrasi kita wajib dilaksanakan, atau biasa yang dikenal dengan reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi, merupakan salah satu cara buat membentuk kepercayaan warga . Pengertian reformasi birokrasi sendiri merupakan, suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku , dan eksistensi atau norma yang sudah lama . Reformasi birokrasi ruang lingkupnya nir hanya terbatas dalam proses serta mekanisme, namun juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur serta perilaku serta tingkah laris. Hal ini herbi menggunakan perseteruan yg bersinggungan menggunakan authority atau formal power (kekuasaan).

Menurut Prof. Eko Prasojo, guru akbar sekaligus pakar administrasi negara berdasarkan FISIP UI, buat terwujudnya reformasi birokrasi, maka diharapkan taktik-taktik reformasi birokrasi, yaitu :
  • Level kebijakan, wajib diciptakan berbagai kebijakan yg mendorong Birokrasi yang berorientasi dalam pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian aturan, batas ketika, mekanisme, partisipasi, pengaduan, somasi).
  • Level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan serta latihan yang sensitif terhadap kepentingan warga , penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim serta Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
  • Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality mencakup dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance serta emphaty.
  • Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan 
Selain memerlukan strategi-taktik, dipelukan jua tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu menaikkan pelayanan publik guna mendapatkan balik agama masyarakat, pelayanan publik yg berorientasi dalam pemberdayaan warga , dan perbaikan taraf kesejahteraan pegawai.

Reformasi birokrasi menjadi bisnis mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi rakyat dan negara. Secara konkret, perlu usaha-usaha berfokus agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar serta berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh buat menuju reformasi birokrasi.

PENGERTIAN BIROKRASI MENURUT BEBERAPA PAKAR

Pengertian Birokrasi Menurut Beberapa Pakar 
1. Max Weber
Pada dasarnya, Max Weber tidak pernah secara definitif mengungkapkan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu menganalisis karakteristik-karakteristik apa yg seharusnya melekat dalam birokrasi. Gejala birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung pada ketika hayati Weber, yaitu birokrasi yg dikembangkan dalam Dinasti Hohenzollern pada Prussia. 

Birokrasi tadi dipercaya oleh Weber menjadi nir rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya poly pekerjaan negara yg “salah -urus” atau nir mencapai output secara maksimal . Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber lalu mengembangkan apa yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi. Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :
a. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan;
b. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yg tidak sama sesuai dengan fungsi-fungsinya, yg masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-hukuman;
c. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yg disertai dengan rincian hak-hak kontrol serta pengaduan (complaint);
d. Anggaran-aturan yg sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua perkara tersebut, insan yang terlatih sebagai diharapkan;
e. Anggota sebagai sumber daya organisasi tidak sinkron menggunakan anggota menjadi individu eksklusif;
f. Pemegang jabatan tidaklah sama menggunakan jabatannya; 
g. Administrasi berdasarkan dalam dokumen-dokumen tertulis serta hal ini cenderung membuahkan tempat kerja (biro) sebagai sentra organisasi terbaru; dan
h. Sistem-sistem otoritas sah bisa merogoh poly bentuk, tetapi ditinjau pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada pada suatu staf administrasi birokratik.

Bagi Weber, jika ke-8 sifat pada atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi tadi dapat dikatakan bercorak legal-rasional. 

Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi sah-rasional adalah sebagai berikut :
a. Para anggota staf bersifat bebas secara eksklusif, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai menggunakan jabatan mereka;
b. Masih ada girarki jabatan yg jelas;
c. Fungsi-fungsi jabatan dipengaruhi secara tegas;
d. Para pejabat diangkat menurut suatu kontrak;
e. Para pejabat dipilih dari kualifikasi profesional, idealnya berdasarkan pada suatu diploma (ijazah) yg diperoleh melalui ujian;
f. Para pejabat mempunyai gaji serta umumnya jua dilengkapi hak-hak purna tugas. Gaji bersifat berjenjang dari kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan eksklusif, pejabat pula bisa diberhentikan;
g. Pos jabatan merupakan lapangan kerja yg utama bagi para pejabat;
h. Suatu struktur karir dn kenaikan pangkat dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta berdasarkan pertimbangan keunggulan (superior);
i. Pejabat sangat mungkin nir sinkron dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber yg tersedia pada pos terbut, dan;
j. Pejabat tunduk pada sisstem disiplin serta kontrol yang seragam

Weber jua menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, pada mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan dalam aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi menjadi sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-anggaran tertulis dan bisa disimak sang siapa pun juga. Rasional adalah dapat dipahami, dipelajari, serta jelas penerangan sebab-akibatnya.

Khususnya, Weber memperhatikan kenyataan kontrol superordinat atas subordinat. Kontrol ini, bila nir dilakukan pembatasan, mengakibatkan pada akumulasi kekuatan absolut pada tangan superordinat. Akibatnya, organisasi nir lagi berjalan secara rasional melainkan sinkron keinginan pemimpin belaka.

Bagi Weber, perlu dilakukan restriksi atas setiap kekuasaan yang ada pada pada birokrasi, yg mencakup point-point berikut : 

Kolegialitas. 
Kolegialitas merupakan suatu prinsip pelibatan orang lain pada pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa pada birokrasi, satu atasan merogoh satu keputusan sendiri. Tetapi, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan. 

Pemisahan Kekuasaan. 
Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara 2 badan atau lebih. Misalnya, buat menyepakati aturan negara, perlu keputusan beserta antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, dari Weber, tidaklah stabil namun dapat membatasi akumulasi kekuasaan. 

Administrasi Amatir. 
Administrasi amatir diperlukan tatkala pemerintah tidak bisa membayar orang-orang buat mengerjakan tugas birokrasi, bisa saja direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat bunyi bagi tiap TPS, mak -ibu tempat tinggal tangga diberi kesempatan menghitung serta diberi gaji. Tentu saja, pejabat KPU terdapat yang mendampingi selama aplikasi tugas tadi. 

Demokrasi Langsung. 
Demokrasi eksklusif bermanfaat dalam membuat orang bertanggung jawab pada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test sang DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yg diangkat merasa bertanggung jawab pada masyarakat secara holistik. 

Representasi. 
Representasi didasarkan pengertian seseorang pejabat yg diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat serta staf birokrasi. Ini dampak pengertian tidak eksklusif bahwa anggota DPR menurut partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.

Hingga sekarang, pengertian orang mengenai birokrasi sangat ditentukan sang pandangan-pandangan Max Weber pada atas. Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

2. Martin Albrow
Martin Albrow adalah sosiolog menurut Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan para ahli seputar konsep birokrasi Weber. Akhirnya, beliau sendiri mengajukan beberapa konsepsinya seputar birokrasi. 

Albrow membagi 7 cara pandang mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini digunakan menjadi pisau analisa guna menganalisis kenyataan birokrasi yg banyak dipraktekkan pada era terkini. Ketujuh konsepsi birokrasi Albrow adalah :

a. Birokrasi menjadi organisasi rasional
Birokrasi sebagai organisasi rasional sebagian besar mengikut dalam pemahaman Weber. Tetapi, rasional di sini patut dipahami bukan sebagai segalanya terukur secara pasti dan kentara. Kajian sosial tidap pernah membuat sesuatu yg niscaya menurut hipotesis yg diangkat. 

Birokrasi dapat dikatakan sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi dalam administrasi. Secara teknis, birokrasi jua mengacu dalam mode pengorganisasian menggunakan tujuan utamanya menjaga stabilitas serta efisiensi pada organisasi-organisasi yang akbar dan kompleks. Birokrasi juga mengacu dalam susunan aktivitas yg rasional yang diarahkan buat pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 

Perbedaan menggunakan Weber merupakan, bila Weber memaklumkan birokrasi sebagai “organisasi rasional”, Albrow memaksudkan birokrasi menjadi “organisasi yang di dalamnya manusia menerapkan kriteria rasionalitas terhadap tindakan mereka.”

b. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi
Birokrasi adalah antitesis (perlawanan) berdasarkan menurut vitalitas administratif serta kretivitas manajerianl. Birokrasi pula dinyatakan menjadi susunan manifestasi kelembagaan yang cenderung ke arah infleksibilitas dan depersonalisasi. Selain itu, birokrasi juga mengacu dalam ketidaksempurnaan pada struktur dan fungsi dalam organisasi-organisasi akbar.

Birokrasi terlalu percaya pada preseden (anggaran yang dibuat sebelumnya), kurang inisiatif, penundaan (lamban pada banyak sekali urusan), berkembangbiaknya formulir (terlalu poly formalitas), duplikasi usaha, dan departementalisme. Birokrasi jua adalah organisasi yang nir dapat memperbaiki perilakunya menggunakan cara belajar dari kesalahannya. Aturan-aturan pada pada birokrasi cenderung digunakan para anggotanya buat kepentingan diri sendiri.

c. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat.
Birokrasi merupakan pelaksanaan kekuasaan sang para administrator yang profesional. Atau, birokrasi adalah pemerintahan oleh para pejabat. Dalam pengertian ini, pejabat memiliki kekuasaan untuk mengatur dan melakukan sesuatu. Juga, tak jarang dikatakan birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat. 

d. Birokrasi sebagai administrasi negara (publik)
Birokrasi merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik. Ia mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi adalah sistem administrasi, yaitu struktur yg mengalokasikan barang dan jasa pada suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan negara diimplementasikan.

e. Birokrasi sebagai administrasi yg dijalankan pejabat.
Birokrasi dianggap sebagai sebuah struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf administrasi yang menjalankan otoritas keseharian sebagai bagian krusial. Staf-staf itu terdiri dari orang-orang yg diangkat. Mereka inilah yang dianggap birokrasai-birokrasi. Fungsi berdasarkan orang-orang itu disebut sebagai administrasi.

f. Birokrasi sebagai suatu organisasi
Birokrasi adalah suatu bentuk organisasi berskala akbar, formal, serta terbaru. Suatu organisasi bisa disebut birokrasi atau bukan mengikut dalam karakteristik-ciri yg telah disebut

g. Birokrasi sebagai warga modern
Birokrasi menjadi rakyat modern, mengacu pada suatu kondisi pada mana masyarakat tunduk pada aturan-aturan yg diselenggarakan oleh birokrasi. Untuk itu, nir dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun birokrasi negara. Selama rakyat tunduk pada anggaran-anggaran yang terdapat di 2 tipe birokrasi tadi, maka dikatakan bahwa masyarakat tersebut dikatakan terbaru.

Reformasi Birokrasi
Birokrasi bisa memicu pemberdayaan masyarakat, serta mengutamakan pelayanan pada warga tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud jika terbentuk suatu sistem pada mana terjadi prosedur Birokrasi yg efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif pada antara pemerintah, sektor swasta dan rakyat.

Saat ini posisi, kewenangan serta peranan Birokrasi masih sangat bertenaga, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun aplikasi pemerintahan serta pembangunan yg masih terkesan sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi buat mengantisipasi tuntutan perkembangan warga tentang perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yg seharusnya menjadi pelayan rakyat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipative.

Birokrasi yg terjadi di Indonesia waktu ini masih belum efisien, yg diantaranya ditandai menggunakan adanya tumpang tindih aktivitas antar instansi, struktur, kebiasaan, nilai,dan regulasi yang ada pula masih berorientasi dalam kekuasaan, budaya birokrasi yang masih bersifat “dilayani” daripada “melayani”, serta juga banyaknya posisi-posisi terpenting dalam forum birokrasi kita yang tidak diisi sang orang-orang yg berkompeten. Padahal, birokrasi dalam suatu negara merupakan suatu forum krusial yg merupakan alat negara pada melayani warga . Oleh karena itu, suatu perubahan dalam birokrasi kita wajib dilaksanakan, atau biasa yang dikenal dengan reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi, adalah keliru satu cara buat menciptakan kepercayaan warga . Pengertian reformasi birokrasi sendiri artinya, suatu bisnis perubahan pokok dalam suatu sistem yg tujuannya mengubah struktur, tingkah laku , serta eksistensi atau kebiasaan yg sudah lama . Reformasi birokrasi ruang lingkupnya nir hanya terbatas dalam proses dan prosedur, namun juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap dan tingkah laku . Hal ini berhubungan dengan menggunakan pertarungan yg bersinggungan dengan authority atau formal power (kekuasaan).

Menurut Prof. Eko Prasojo, guru akbar sekaligus ahli administrasi negara dari FISIP UI, buat terwujudnya reformasi birokrasi, maka diharapkan strategi-taktik reformasi birokrasi, yaitu :
  • Level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yg mendorong Birokrasi yg berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil masyarakat (kepastian aturan, batas waktu, mekanisme, partisipasi, pengaduan, gugatan).
  • Level organisational, dilakukan melalui pemugaran proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yg sensitif terhadap kepentingan warga , penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
  • Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
  • Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan pemugaran 
Selain memerlukan taktik-taktik, dipelukan pula tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu menaikkan pelayanan publik guna mendapatkan kembali agama rakyat, pelayanan publik yg berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, dan perbaikan tingkat kesejahteraan pegawai.

Reformasi birokrasi menjadi bisnis mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat serta negara. Secara nyata, perlu bisnis-bisnis serius supaya pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin ini dia adalah langkah-langkah yg perlu ditempuh buat menuju reformasi birokrasi.