PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat dapat dijabarkan dari perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta dan kata “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yg mendalam. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yg berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras serta Socrates-lah yg mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar pada waktu yang menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih senang menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, adalah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka ia tidak mau mengatakan bahwa dia mempunyai, mempunyai atau menguasai.

Oleh karena luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan bisa menguasai dengan sempurna dan orang tidak akan pernah berkata selesai belajar. 

Sudut simpel yg sesungguhnya mengenai arti dan nilai hayati itu, arti dan nilai insan itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat sebagai berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg memeriksa sebab-karena yang pertama atau prinsip-prinsip yang tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, kentara yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yang dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-sebab yang terdalam menurut segala sesuatu, sampai kepada penyebab yang tidak disebabkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) ialah Allah itu sendiri.

Mengenai “terdapat” yang tidak mutlak adalah segala ciptaan Tuhan, sewaktu-ketika mampu punah pada muka bumi ini jika sudah ada saatnya sinkron menggunakan hukum alamatau hukum Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala pengetahuan dan kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, merupakan cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan teori pembagian ilmu, metode yang dipakai pada ilmu, tentang dasar kepastian serta jenis berita yg diberikan yang nir termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan merupakan tugas filsafat.
3. Ontologi, seringkali diklaim metafisika umum atau filsafat pertama adalah filsafat tentang seluruh fenomena atau segala sesuatu sejauh itu ”terdapat”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) mengenai theos (Tuhan) dari ajaran serta agama.
5. Kosmologi, menyampaikan tentang kosmos atau alam semesta hal wacana dan evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat insan menyelidiki manusia menjadi manusia, menguraikan apa atau siapa manusia menurut adanya yg terdalam, sejauh bisa diketahui mulai menggunakan logika budinya yang murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yg mengusut tindakan manusia. Etika dibedakan berdasarkan semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, seringkali pula diklaim filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dipercaya paling penting dalam periode eksklusif, serta aliran besar yang menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian spesifik atau cabang-cabang spesifik filsafat yg terdiri menurut cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat mengenai:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan menjadi berikut:
1. Objek filsafat merupakan segala sesuatu yang ada
2. Sudut pandangaannya ialah sebab-sebab yg terdalam
3. Sifat filsafat ialah sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat artinya metode perenungan (contemplation) yang spekulatif
5. Jalan filsafat pada bisnis mencari dan menemukan jawaban atas segala pertanyaan hidup dan kehidupan manusia adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta tidak dari kepada wahyu Allah atau pertolongan istimewa dari kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari menurut bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yg berarti tahu/mengetahui. Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengungkapkan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya nir tidak selaras, terutama sebelum abad ke-19, namun setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, misalnya metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut berbagai pengetahuan yang masing-masing sesuatu lapangan pengalaman eksklusif, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas tertentu, hingga sebagai kesatuan. Suatu sistem dari banyak sekali pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil pemeriksaan-inspeksi yang dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode eksklusif.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan aturan kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar maupun dari bangunnya menurut pada.”

Sejalan menggunakan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati insan, dan semakin berkembangnya kehidupan terkini maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam keadaan yang demikian, lahirlah apa yg dianggap ilmu-ilmu pengetahuan khusus. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (contohnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yg lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia dalam mempermudah aplikasi kehidupannya atau buat mensejahterakan insan. Disegi lain, dapat juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan insan, bila ilmu dan teknologi itu digunakan untuk tujuan perang dengan membangun senjata mutakhir.

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat bisa dijabarkan menurut perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta serta istilah “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yang mendalam. Perkataan ini berasal menurut bahasa Yunani yang berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras dan Socrates-lah yang mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar dalam saat yg menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih suka menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, ialah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka beliau tak mau mengungkapkan bahwa beliau mempunyai, memiliki atau menguasai.

Oleh lantaran luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan dapat menguasai dengan sempurna dan orang nir akan pernah mengungkapkan terselesaikan belajar. 

Sudut simpel yang sesungguhnya mengenai arti dan nilai hidup itu, arti dan nilai manusia itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat menjadi berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg mengusut karena-karena yg pertama atau prinsip-prinsip yg tertinggi dari segala sesuatu yg dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, jelas yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yg dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-karena yang terdalam berdasarkan segala sesuatu, hingga kepada penyebab yg nir ditimbulkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) merupakan Allah itu sendiri.

Mengenai “ada” yg tidak mutlak adalah segala kreasi Tuhan, sewaktu-ketika sanggup punah pada muka bumi ini bila telah terdapat saatnya sesuai dengan hukum alamatau aturan Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut karena pertama, gejala pengetahuan serta kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri menggunakan teori pembagian ilmu, metode yg dipakai pada ilmu, mengenai dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan yg tidak termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan adalah tugas filsafat.
3. Ontologi, tak jarang diklaim metafisika generik atau filsafat pertama merupakan filsafat mengenai seluruh kenyataan atau segala sesuatu sejauh itu ”ada”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) tentang theos (Tuhan) berdasarkan ajaran dan agama.
5. Kosmologi, membicarakan mengenai kosmos atau alam semesta hal ihwal serta evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat manusia menyelidiki insan sebagai insan, menguraikan apa atau siapa insan menurut adanya yang terdalam, sejauh sanggup diketahui mulai dengan logika budinya yg murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yang memeriksa tindakan insan. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan insan, melainkan bagaimana insan seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, sering juga disebut filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dianggap paling penting pada periode tertentu, dan genre besar yg menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian khusus atau cabang-cabang khusus filsafat yang terdiri berdasarkan cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat tentang:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan sebagai berikut:
1. Objek filsafat artinya segala sesuatu yg ada
2. Sudut pandangaannya artinya karena-sebab yang terdalam
3. Sifat filsafat artinya sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat adalah metode perenungan (contemplation) yg spekulatif
5. Jalan filsafat dalam usaha mencari serta menemukan jawaban atas segala pertanyaan hayati dan kehidupan insan adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta nir menurut pada wahyu Allah atau pertolongan istimewa menurut kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari dari bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yang berarti memahami/mengetahui. Pengertian ilmu yg masih ada dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem berdasarkan metode eksklusif, yg bisa dipakai buat menampakan tanda-tanda-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara berkata ilmu merupakan any organized knowledge. Ilmu serta sains menurutnya tidak tidak sinkron, terutama sebelum abad ke-19, tetapi selesainya itu sains lebih terbatas dalam bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian menjadi berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut banyak sekali pengetahuan yg masing-masing sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas eksklusif, hingga menjadi kesatuan. Suatu sistem berdasarkan aneka macam pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil inspeksi-pemeriksaan yg dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode tertentu.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada satu golongan masalah yg sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak menurut luar maupun dari bangunnya menurut dalam.”

Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yg dihadapi insan. Dalam keadaan yg demikian, lahirlah apa yg disebut ilmu-ilmu pengetahuan spesifik. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu insan dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau buat mensejahterakan manusia. Disegi lain, bisa juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan buat tujuan perang dengan menciptakan senjata terkini.

HUBUNGAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN ILMU

Hubungan serta Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Pada awalnya yg pertama muncul merupakan filsafat serta ilmu-ilmu spesifik merupakan bagian berdasarkan filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau mak dari semua ilmu (mater scientiarum). Lantaran objek material filsafat bersifat generik yaitu seluruh fenomena, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu menurut filsafat.

Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri berdasarkan filsafat, ini nir berarti interaksi filsafat dengan ilmu-ilmu spesifik menjadi terputus. Dengan karakteristik kekhususan yg dimiliki setiap ilmu, hal ini mengakibatkan batas-batas yg tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain nir ada bidang pengetahuan yg menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi serta merumuskan suatu pandangan hidup yg berdasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.

Ada hubungan timbal pulang antara ilmu dengan filsafat. Banyak kasus filsafat yang memerlukan landasan dalam pengetahuan ilmiah jika pembahasannya nir ingin dikatakan dangkal dan galat. Ilmu dewasa ini bisa menyediakan bagi filsafat sejumlah akbar bahan yg berupa keterangan-kabar yang sangat penting bagi perkembangan ide-inspirasi filsafati yg sempurna sebagai akibatnya sejalan menggunakan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dilihat menjadi induk dan sumber ilmu, tetapi sudah adalah bagian berdasarkan ilmu itu sendiri, yg juga mengalami spesialisasi. Dalam tingkat peralihan ini filsafat nir mencakup keseluruhan, tetapi telah sebagai sektoral. Contohnya filsafat kepercayaan , filsafat aturan, serta filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan perkembangan filsafat yg sudah sebagai sektoral serta terkotak dalam satu bidang eksklusif. Dalam konteks inilah lalu ilmu menjadi kajian filsafat sangat relevan buat dikaji serta didalami (Bakhtiar, 2005).

Hubungan filsafat menggunakan ilmu bisa dirumuskan menjadi berikut:
1. Filsafat mempunyai objek yg lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu objeknya terbatas, spesifik lapangannya saja.
2. Filsafat hendak menaruh pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan memberitahuakn sebab-karena yang terakhir. Sedangkan ilmu juga memberitahuakn karena-karena, tetapi yang tidak begitu mendalam. Dengan satu kalimat bisa dikatakan:
- Ilmu berkata “bagaimana” barang-barang itu (to know ..., technical know how, managerial know how ..., secundary causes, and proximate explanation)
- Filsafat mengatakan “apa” barang-barang itu (to know `what` and `why` ..., first causes, highest principles, and ultimate explanation)
3. Filsafat menaruh sintesis kepada ilmu-ilmu yg khusus, mempersatukan, serta mengkoordinasikannya.
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu, namun sudut pandangnya berlainan. Jadi, adalah dua pengetahuan yang tersendiri.

Keduanya (filsafat serta ilmu) penting, dan saling melengkapi, pula saling menghormati dan mengakui batas-batas dan sifatnya masing-masing. Inilah yg seringkali dilupakan sehingga terdapat ilmuan yang ingin sebagai tuan tanah atas kavling pengetahuan lain. Misalnya, bila ada seseorang dokter mengungkapkan, “Setiap aku mengoperasi seseorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya. Jadi manusia itu nir mempunyai jiwa.” Maka dokter itu menginjak ke lapangan lain menurut lapangan ilmu ke lapangan filsafat, sehingga kesimpulannya nir benar lagi.

Untuk melihat interaksi antara filsafat serta ilmu, terdapat baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan pada bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu
Filsafat
Segi-segi yang dipelajari dibatasi supaya dihasilkan rumusan-rumusan yg pasti




Obyek penelitian yg terbatas

Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai eksklusif.

Bertugas memberikan jawaban
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, nir membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara generik dan keseluruhan

Keseluruhan yg ada



Menilai obyek renungan menggunakan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.

Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu

Kita telah mengadakan perenungan mengenai pengertian yg sedalam-dalamnya berdasarkan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) yaitu ilmu serta filsafat. Berikutnya kita akan melihat bagaimana hubungan keduanya menggunakan kepercayaan , menjadi berikut :
1. Ketiganya baik ilmu, filsafat maupun kepercayaan merupakan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
2. Dalam pencarian kebenaran (obyektivitas) ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing mempunyai metode, sistem dan mengolah obyeknya selengkapnya hingga habis-habisan.
3. Ilmu bertujuan mencari kebenaran mikrokosmos (manusia), makro-kosmos (alam) serta eksistensi Tuhan/Allah.

Agama bertujuan buat kebahagiaan umat insan dunia akhirat dengan menampakan kebenaran asasi dan absolut itu, baik mengenai mikro-kosmos (insan), makro-kosmos (alam) juga Tuhan/Allah itu sendiri.

2. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
Selain memiliki hubungan, filsafat dan ilmu jua mempunyai disparitas. Perbedaan tersebut bisa pada lihat menurut berbagai objek, yakni:

v Obyek material 
Filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yg terdapat [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus dalam disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat nir terkotak-kotak pada disiplin tertentu.

v Obyek formal 
  • Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian menurut segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara pandangan baru-inspirasi insan itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
  • Filsafat dilaksanakan pada suasana pengetahuan yg menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan supervisi, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak dalam kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul berdasarkan nilainnya.
  • Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman empiris sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai menurut tidak tahu menjadi tahu.
  • Filsafat memberikan penerangan yg terakhri, yg absolut, dan mendalam sampai fundamental [primary cause] sedangkan ilmu menerangkan karena-sebab yg nir begitu mendalam, yg lebih dekat, yg sekunder [secondary cause]
  • Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa ada eksperimen. Sedangkan ilmu selalu menggunakan eksperiman buat menemukan jawaban menurut pertanyaannya.

1. Pengaruh Filsafat Terhadap Perkembangan Ilmu
Bagaimana filsafat dapat mempengaruhi perkembangan ilmu? Ada beberapa alasan yg mengacu pada pertanyaan ini, yakni untuk mendapatkan ilmu, seorang hendaknya berada atau ikut andil pada proses mengenyam ilmu pada global pendidikan. Dalam proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan ini sangat kontras dengan “proses berfikir”.

Ketika seseorang siswa bertanya pada gurunya mengenai bagaimana proses terjadinya tetesan-tetesan air yang jatuh berdasarkan langit yg telah dikenal sang semua orang dengan sebutan hujan? Kenapa ikan hanya sanggup berenang di pada air dengan sirip-sirip mini mereka, sementara burung dengan kedua sayapnya bisa terbang tinggi pada angkasa? Kedua pertanyaan ini sangat kontras menggunakan cara dan proses berfikir mereka. Lalu seseorang pengajar tersebut akan mulai berfikir buat menemukan jawaban menurut pertanyaan-pertanyaan siswanya.

Dari sini, guru tadi akan mencoba mengungkapkan teori yg berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan itu dan menghubungkannya dengan kekuasaan Yang Maha Esa, kemudian mengajak para siswanya buat berfikir mengenai hal itu secara nalar. Nah, secara tidak langsung mereka telah berfilsafat. Sesuai menggunakan pengertian dasar filsafat yakni “berfikir buat mencari kebenaran”. Jadi, walaupun mereka nir menyadari bahwa mereka sudah terjun pada berfikir secara filsafat, namun sesungguhnya mereka telah berfilsafat.

Begitu pula menggunakan sistem pedagogi pada global pendidikan yg kini tidak sama menggunakan sistem pedagogi di masa yg kemudian. Inilah bukti bahwa ilmu telah mengalami perkembangan yang signifikan. Apabila di masa yg lalu pengajar dituntut buat lebih aktif pada mengajari para siswanya, sehingga setiap pertanyaan yg diajukan sang para siswa terfokus dalam jawaban pengajar tadi. Dapat dikatakan bahwa setiap pertanyaan tadi mutlak akan dijawab sang pengajar. 

Tetapi sistem pedagogi di zaman sekarang telah sangat tidak selaras dan mengalami perkembangan. Pihak-pihak yang berperan krusial dalam dunia pendidikan telah berfikir kefilsafatan sebagai akibatnya muncullah pandangan baru-pandangan baru baru yang lebih efektif pada proses belajar mengajar di dunia pendidikan yang kini . Jika di masa yg kemudian pengajar absolut menjawab segala pertanyaan murid, di zaman kini siswa dituntut buat lebih aktif. Jika ada siswa yang mengajukan pertanyaan, maka guru akan mengembalikan pertanyaan tadi pada anak didik yang lain lagi buat menjawabnya. Apabila nir ada satupun berdasarkan semua anak didik yang bisa menjawab, maka barulah pengajar tadi mengambil alih pertanyaan tadi kemudian menjawabnya, namun permanen dituntut untuk memancing pendapat para siswanya buat lebih mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Di sinilah proses berfikir secara filsafat dapat kita temukan lagi. Jadi, dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat telah menaruh imbas yg cukup besar terhadap perkembangan ilmu pada dunia pendidikan.

HUBUNGAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN ILMU

Hubungan serta Perbedaan Filsafat menggunakan Ilmu
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Pada awalnya yang pertama timbul merupakan filsafat serta ilmu-ilmu spesifik adalah bagian menurut filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau ibu menurut seluruh ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan, dalam hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat.

Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri menurut filsafat, ini nir berarti interaksi filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yg tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain nir terdapat bidang pengetahuan yg menjadi penghubung ilmu-ilmu yg terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat merupakan mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu etos yg didasarkan atas pengalaman kemanusian yg luas.

Ada interaksi timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak kasus filsafat yang memerlukan landasan dalam pengetahuan ilmiah jika pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal serta galat. Ilmu dewasa ini bisa menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yg berupa berita-fakta yg sangat krusial bagi perkembangan wangsit-wangsit filsafati yang sempurna sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan berikutnya, filsafat nir saja dipandang sebagai induk serta asal ilmu, tetapi telah adalah bagian dari ilmu itu sendiri, yg jua mengalami spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat nir mencakup holistik, tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian berdasarkan perkembangan filsafat yg telah sebagai sektoral dan terkotak dalam satu bidang eksklusif. Dalam konteks inilah lalu ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan buat dikaji serta didalami (Bakhtiar, 2005).

Hubungan filsafat menggunakan ilmu bisa dirumuskan menjadi berikut:
1. Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih pada menggunakan memberitahuakn karena-sebab yg terakhir. Sedangkan ilmu pula menunjukkan sebab-sebab, namun yg tak begitu mendalam. Dengan satu kalimat dapat dikatakan:
- Ilmu mengungkapkan “bagaimana” barang-barang itu (to know ..., technical know how, managerial know how ..., secundary causes, and proximate explanation)
- Filsafat mengatakan “apa” barang-barang itu (to know `what` and `why` ..., first causes, highest principles, and ultimate explanation)
3. Filsafat menaruh sintesis kepada ilmu-ilmu yg khusus, mempersatukan, dan mengkoordinasikannya.
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu, namun sudut pandangnya berlainan. Jadi, adalah dua pengetahuan yang tersendiri.

Keduanya (filsafat dan ilmu) krusial, dan saling melengkapi, pula saling menghormati dan mengakui batas-batas serta sifatnya masing-masing. Inilah yg sering dilupakan sehingga ada ilmuan yg ingin menjadi tuan tanah atas kavling pengetahuan lain. Misalnya, jika terdapat seseorang dokter mengatakan, “Setiap aku mengoperasi seseorang pasien belum pernah aku melihat jiwanya. Jadi manusia itu tidak mempunyai jiwa.” Maka dokter itu menginjak ke lapangan lain dari lapangan ilmu ke lapangan filsafat, sehingga kesimpulannya nir sahih lagi.

Untuk melihat interaksi antara filsafat serta ilmu, terdapat baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat pada bagan di bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu
Filsafat
Segi-segi yg dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yg niscaya




Obyek penelitian yg terbatas

Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai eksklusif.

Bertugas memberikan jawaban
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan

Keseluruhan yang ada



Menilai obyek renungan menggunakan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.

Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu

Kita telah mengadakan perenungan mengenai pengertian yg sedalam-dalamnya berdasarkan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) yaitu ilmu dan filsafat. Berikutnya kita akan melihat bagaimana interaksi keduanya dengan agama, menjadi berikut :
1. Ketiganya baik ilmu, filsafat juga agama merupakan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
2. Dalam pencarian kebenaran (obyektivitas) ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing mempunyai metode, sistem dan memasak obyeknya selengkapnya sampai habis-habisan.
3. Ilmu bertujuan mencari kebenaran mikrokosmos (insan), makro-kosmos (alam) dan keberadaan Tuhan/Allah.

Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia dunia akhirat dengan menunjukkan kebenaran asasi serta absolut itu, baik tentang mikro-kosmos (insan), makro-kosmos (alam) juga Tuhan/Allah itu sendiri.

2. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
Selain mempunyai hubungan, filsafat dan ilmu juga mempunyai disparitas. Perbedaan tadi bisa pada lihat menurut banyak sekali objek, yakni:

v Obyek material 
Filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yg terdapat [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat spesifik dan realitas. Artinya, ilmu hanya terfokus dalam disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat nir terkotak-kotak pada disiplin eksklusif.

v Obyek formal 
  • Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian berdasarkan segala sesuatu yg terdapat itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, khusus, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yg berarti bahwa cara inspirasi-wangsit insan itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
  • Filsafat dilaksanakan pada suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, serta pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak dalam kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat ada dari nilainnya.
  • Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh serta lebih mendalam dari pada pengalaman empiris sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak memahami sebagai tahu.
  • Filsafat menaruh penerangan yg terakhri, yg mutlak, serta mendalam hingga mendasar [primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yg nir begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder [secondary cause]
  • Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa ada eksperimen. Sedangkan ilmu selalu dengan eksperiman buat menemukan jawaban dari pertanyaannya.

1. Pengaruh Filsafat Terhadap Perkembangan Ilmu
Bagaimana filsafat dapat mensugesti perkembangan ilmu? Ada beberapa alasan yang mengacu pada pertanyaan ini, yakni buat menerima ilmu, seseorang hendaknya berada atau ikut andil dalam proses mengenyam ilmu dalam dunia pendidikan. Dalam proses belajar mengajar dalam global pendidikan ini sangat paradoksal menggunakan “proses berfikir”.

Ketika seorang murid bertanya pada gurunya tentang bagaimana proses terjadinya tetesan-tetesan air yg jatuh dari langit yg sudah dikenal oleh semua orang dengan sebutan hujan? Kenapa ikan hanya mampu berenang di dalam air dengan sirip-sirip kecil mereka, sementara burung dengan kedua sayapnya sanggup terbang tinggi pada angkasa? Kedua pertanyaan ini sangat paradoksal menggunakan cara serta proses berfikir mereka. Lalu seseorang guru tadi akan mulai berfikir buat menemukan jawaban berdasarkan pertanyaan-pertanyaan siswanya.

Dari sini, guru tadi akan mencoba menjelaskan teori yg berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan itu serta menghubungkannya menggunakan kekuasaan Yang Maha Esa, kemudian mengajak para siswanya untuk berfikir mengenai hal itu secara nalar. Nah, secara nir eksklusif mereka sudah berfilsafat. Sesuai menggunakan pengertian dasar filsafat yakni “berfikir buat mencari kebenaran”. Jadi, walaupun mereka nir menyadari bahwa mereka sudah terjun pada berfikir secara filsafat, tetapi sesungguhnya mereka sudah berfilsafat.

Begitu jua dengan sistem pengajaran pada dunia pendidikan yang kini tidak sama menggunakan sistem pengajaran di masa yg kemudian. Inilah bukti bahwa ilmu telah mengalami perkembangan yg signifikan. Apabila di masa yang kemudian pengajar dituntut buat lebih aktif pada mengajari para siswanya, sebagai akibatnya setiap pertanyaan yang diajukan sang para anak didik terfokus pada jawaban guru tersebut. Dapat dikatakan bahwa setiap pertanyaan tersebut absolut akan dijawab sang pengajar. 

Tetapi sistem pengajaran pada zaman kini sudah sangat tidak sama dan mengalami perkembangan. Pihak-pihak yg berperan krusial dalam global pendidikan sudah berfikir kefilsafatan sehingga muncullah ide-pandangan baru baru yang lebih efektif pada proses belajar mengajar pada dunia pendidikan yang kini . Apabila di masa yang lalu guru mutlak menjawab segala pertanyaan siswa, di zaman kini anak didik dituntut buat lebih aktif. Jika terdapat siswa yang mengajukan pertanyaan, maka guru akan mengembalikan pertanyaan tersebut pada murid yang lain lagi buat menjawabnya. Apabila nir ada satupun berdasarkan semua murid yg dapat menjawab, maka barulah guru tersebut merogoh alih pertanyaan tersebut kemudian menjawabnya, tetapi tetap dituntut buat memancing pendapat para siswanya buat lebih menyebarkan kemampuan berfikir mereka. Di sinilah proses berfikir secara filsafat bisa kita temukan lagi. Jadi, dari pemaparan pada atas dapat disimpulkan bahwa filsafat telah memberikan efek yang cukup akbar terhadap perkembangan ilmu pada dunia pendidikan.

GEOGRAFI DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU

Geografi Dalam Perspektif Filsafat Ilmu 
Pengetahuan tentang filsafat ilmu biasanya diberikan pada mahasiswa pascasarjana khususnya program doktor menjadi pondasi pada tahu filosofi bidang ilmunya dalam ketika para mahasiswa melakukan kegiatan penelitian ilmiah atau seminar ilmiah. Manfaat sehabis memperoleh pengetahuan filsafat ilmu adalah semakin menaikkan kesadaran kita pada meletakkan hakekat “kebenaran” mengenai suatu hal pada loka yg tepat. Kita semakin menyadari bahwa kebenaran pada ilmu pengetahuan yang kita peroleh ternyata bersifat relative (nir bersifat absolute). Dalam konteks inilah latar belakang tulisan ini dihadapkan dalam dilema bagaimana perkembangan ilmu geografi (pada Indonesia) ketika ini. Masalah yang dibahas tampak sederhana tetapi dari ekonomis penulis hal yang sederhana tersebut justru memiliki implikasi yg sangat luas serta mendalam.

Paling nir ada 2 pendapat terhadap perkembangan bidang ilmu geografi ketika ini. Pendapat pertama menganut faham geografi menjadi ilmu yg bersifat generalis yg tidak memerlukan bidang spesialisasi. Pendapat ke 2 mempunyai pemikiran bahwa geografi bisa dikembangkan pada spesialisasi spesialisasi (cabang atau bahkan ranting) eksklusif. Ke dua pendapat tersebut mengetengahkan kebenaran masing masing menjadi dasar pertimbangan. 

Tulisan ini disusun dengan maksud buat menyegarkan kembali pemikiran kita tentang global ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu geografi. Proses penyegaran pulang ini perlu dilakukan karena kita ingin tetap memposisikan ilmu geografi sebagai bidang ilmu yang diakui dan selalu relevan dengan dinamika perkembangan sains serta teknologi dewasa ini. Dalam goresan pena ini, berdasarkan berbagai kitab pustaka, akan ditelaah tentang apa sebenarnya substansi pengetahuan filsafat ilmu menjadi pengantar utama bahasan. Selanjutnya akan dielaborasi 2 definisi geografi sebagai titik tolak jajak geografi menjadi bidang ilmu, metode keilmuan bersama asumsi asumsinya serta selanjutnya disampaikan beberapa pemikiran menurut hasil telaah inti goresan pena ini sebagai penutup .

Dalam tulisan ini juga akan ditunjukkan posisi pengetahuan mengenai teknik mutakhir seperti teknologi penginderaan jauh (remote sensing) serta sistem warta geografi (GIS) menjadi sarana analisis pada studi geografi sebagai akibatnya diperoleh kejelasan perbedaan antara metode (keilmuan) serta teknik analisis penelitian.

Sudah semestinya bahwa output pemikiran pada goresan pena ini memerlukan kritik sebagai akibatnya bisa membentuk kesamaan pandangan serta berguna bagi perkembangan bidang ilmu geografi pada Indonesia. Pada akhirnya, aneka macam pemikiran yg dihasilkan pada seminar tentang filsafat ilmu geografi ini seyogyanya ditindaklanjuti sang pengelola program pendidikan khususnya pendidikan geografi pada Indonesia sebagai bahan buat meninjau kembali kurikulum baik pada program Sarjana sampai program Doktor. Tulisan ini sepenuhnya sebagai tanggung jawab penulis.

APRESIASI TEORI
Haggett (2001) pada bukunya: “Geography. A Global Synthesis” menjelaskan berbagai definisi geografi (p. 763) serta galat satunya merupakan “ Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments” yg dirumuskan sang American Geographical Society tahun 1994. Dalam definisi tadi implisit pengertian yg jelas bahwa geografi adalah disiplin ilmu bersifat integratif yg mempelajari obyek studi (penduduk, tempat dan lingkungannya) dalam dimensi fisik serta insan. Sementara I Made Sandy (1973) mengetengahkan sebuah definisi geografi sebagai bidang ilmu yang menyelidiki berbagai tanda-tanda di bagian atas bumi dalam perspektif keruangan. Sandy ingin menekankan bahwa gejala apapun bisa menjadi bidang telaah geografi bila ditinjau berdasarkan sudut pandang keruangan.

Berdasarkan dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa geografi adalah bidang ilmu yang bersifat integratif yg mempelajari gejala gejala yg terjadi pada muka bumi (dalam dimensi fisik serta dimensi manusia) dengan menggunakan perspektif keruangan (spatial perspective). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “aspek keruangan”lah yang menjadi karakteristik pembeda bidang geografi menggunakan bidang ilmu lain.

Menurut pengertian pada atas maka tidaklah sukar buat menyebutkan makna filosofis diagram Fenneman (Jensen, 1980 p.4) maupun diagram Haggett (2001 p. 766) yang dalam prinsipnya menunjukkan keterkaitan serta pendekatan bidang kajian geografi dengan bidang kajian ilmu ilmu lainnya. Gejala sosial yang berlangsung di muka bumi jika ditelaah melalui perspektif keruangan membangun bidang kajian geografi sosial. Melalui proses yg sama lahir bidang kajian geografi ekonomi, geografi politik, geografi budaya serta lain lain. Bagian bidang ilmu alam misalnya geologi difokuskan pada pengetahuan geomorfologi, klimatologi dari meteorologi, biogeografi dari biologi serta seterusnya.

Gambar  Lingkungan lebih kurang bidang ilmu Geografi (modifikasi Fenneman 1919 pada Jensen, 1980).

Interkoneksi berbagai bidang ilmu menggunakan bidang geografi menampakan kenyataan pada mana perkembangan bidang ilmu geografi bisa dikatakan sangat ditentukan sang kemampuan geograf pada memperoleh informasi perkembangan bidang ilmu lainnya. Hasil riset bidang ilmu lain akan memperkaya (proliferate) cakupan penelitian geografi. Demikian jua, output riset geografi mengenai topik tertentu (secara terbatas) dapat memicu perkembangan bidang ilmu lainnya. Dalam konteks ini maka terbuka ruang terbentuknya tanda-tanda divergensi bidang ilmu (termasuk geografi) dalam berbagai cabang ilmu yang bersifat lebih khusus (spesialisasi). Tetapi demikian, spesialisasi pada bidang ilmu geografi tidaklah semudah misalnya membentuk spesialisasi anak, spesialisasi tht anak atau anak tht (?) dalam bidang ilmu kedokteran atau lainnya.

Dalam perspektif keilmuan, pada dasarnya seluruh ilmu memiliki kesamaan filosofi yg disebut menggunakan metode keilmuan. Masing masing ilmu mempunyai cara yang sama buat mencari pengetahuan diantaranya melalui paradigma rasionalisme dan empirisme. Perlu disampaikan pulang pemikiran para ahli seperti, John Dewey (1859-1952) menyusun formulasi perkawinan cara berpikir rasionalisme serta empirisme yang sudah digunakan sang Galileo, Newton juga Charles Darwin dalam era sebelumnya (Suriasumantri, 1983 p. 28). Secara ringkas dijelaskan bahwa rasionalisme adalah kerangka pemikiran yang koheren dan logis, sedang empirisme adalah kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran pengetahuan sah secara keilmuan. 

Falsafah ilmu
Mengutip pendapat Montello (2006) bahwa tidak terdapat jawaban yg tepat dari pertanyaan apa yg dimaksud menggunakan scientific approach. Salah satu pengertian tentang ilmu merupakan “Science is a personal and social human endeavor in which ideas and empirical evidence are logically applied to create and evaluate knowledge about reality”. Selanjutnya, yang dimaksud dengan “empirical evidence” pada pengertian pada atas merupakan sesuatu yg diturunkan dari kegiatan observasi suatu masalah secara sistematis melalui penalaran yang seringkali menggunakan indera bantu teknologi. Montello berpendapat bahwa secara filosofis, makna empirisme nir selalu berupa pengalaman insan semenjak lahir. Empirisme ilmu berusaha buat bisa diulang, dapat diakumulasikan dan secara generik bisa diobservasi. Ilmu menganut prinsip prinsip nalar formal serta informal dan paling tidak mengikuti prinsip (1) wajib menghindari kontradiksi (2) meningkat tingkat keyakinan terhadap suatu tanda-tanda seiring semakin tingginya observasi yg dilakukan (3) pola keteraturan suatu kejadian dalam masa lalu memiliki peluang terjadi pada masa yang akan tiba. 

Suriasumatri (1983) menyatakan bahwa kegiatan ilmu merupakan suatu proses berpikir buat memperoleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek yg diamati belum tentu sama dengan pengetahuan yang diperoleh orang lain yang mengamati obyek yg sama jika dilakukan pancaindra insan dalam skala observasi atau pada medium yang tidak sinkron melalui perspektif yang tidak sama. Sebuah pohon kelapa tampak sangat tinggi bila diamati dalam jeda dekat serta tampak pendek apabila diamati dalam kejauhan atau sebuah tongkat lurus akan tampak melengkung jika berada di pada air, merupakan sekedar contoh sederhana. 

Para ahli filsafat ilmu menyatakan bahwa pada lingkungan keilmuan, kebenaran secara keilmuan bersifat nir mutlak. Sifat tidak absolut tersebut pula terjadi bila kebenaran keilmuan dihadapkan pada kebenaran dari agama, kebenaran menurut seni atau kebenaran dari filosofinya. Kebenaran teknologi cloning hingga ketika ini misalnya nir diakui sebagai kebenaran berdasarkan agama. Lukisan wanita telanjang menjadi kebenaran seni dalam umumnya nir dapat dibenarkan oleh kepercayaan atau dibuktikan secara keilmuan. Gambar menyebutkan sebuah skema sederhana menurut proses berpikir insan dalam kehidupan sehari hari.

Gambar  Kebenaran berdasarkan perspektif proses berpikir manusia.

Mengingat nir terdapat kebenaran yang bersifat absolut maka dapat diduga dari tulisan ini akan timbul banyak pendapat atau pandangan yang tidak sama. Berdasarkan judul di atas, buat mengurangi beda pendapat, dalam goresan pena ini penulis membatasi pengertian filsafat dari Socrates (470-399 SM) pada Suriasumantri (1983 p.4) menjadi berikut: “filsafat diartikan menjadi suatu cara berpikir yg radikal serta menyeluruh yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya”. Radikal, menyeluruh serta sedalam-dalamnya mengandung makna membutuhkan waktu yg panjang buat memperoleh suatu pengetahuan yang menyeluruh dan mendalam.

Selanjutnya dikatakan bahwa ilmu adalah formasi pengetahuan yang memiliki karakteristik eksklusif. Bidang ilmu yang satu dapat dibedakan dari bidang ilmu lainnya berdasarkan pada jawaban atas ke 3 pertanyaan pokok menjadi karakteristik ilmunya yaitu (1) dasar ontologi ilmu, (2) dasar epistemologi ilmu dan (3) dasar axiologi ilmu. Apa yang ingin diketahui atau apa yang menjadi bidang jajak ilmu adalah pertanyaan dasar ontologi. Bagaimana pengetahuan tersebut diperoleh merupakan dasar pertanyaan epistemologi (teori pengetahuan). Sedangkan apa kegunaan ilmu adalah pertanyaan menurut segi axiologinya (teori mengenai nilai). Jawaban dari ke 3 pertanyaan dasar tadi adalah rangkaian yg nir bisa dipisahkan satu menggunakan lainnya.

Tidak jarang dijumpai keadaan pada mana suatu penelitian belum menjelaskan kegunaan output penelitian menjadi jawaban pertanyaan dasar yg ke tiga, walaupun kasus (apa yang ingin diketahui) serta metodenya (bagaimana cara`memperoleh pengetahuan) dituliskan secara jelas. Pengetahuan yg diperoleh menurut aktivitas penelitian seyogyanya adalah pengetahuan yang mendalam dan bisa dibuktikan memenuhi kaidah keilmuan (dikatakan sah secara keilmuan). 

Penelitian ilmiah
Pengetahuan yg diperoleh melalui proses berpikir yang teratur serta sistematis dikenal sebagai produk aktivitas penelitian ilmiah atau penelitian yang memenuhi kondisi keilmuan. Kegiatan berpikir teratur serta sistematis mengantar kita pada memasuki global keilmuan. Sebuah tanda-tanda di muka bumi misalnya, menjadi sebuah berita, terjadi secara beraturan serta nir terjadi secara kebetulan lantaran dapat dijelaskan dalam kerangka konsep keilmuan. Siklus hidrologi adalah contoh tanda-tanda alam yang berlangsung secara teratur serta sistematis. 

Dalam konteks aktivitas penelitian, mengenali sebuah warta, merumuskan masalah, menyusun hipotesa, melakukan analisis serta menarik konklusi merupakan model proses berpikir teratur dan sistematis. Menurut Sandy (1973) hal tersebut merupakan ciri sebuah ilmu termasuk ilmu geografi. Sebuah konklusi penelitian mencerminkan “pengetahuan” yg dihasilkan menurut rasa “ingin tahu” (curiousity) yg diungkap dalam kalimat pertanyaan penelitian (research question).

Para peneliti, pada instansi pertama biasanya menghadapi dilema bagaimana merumuskan pertanyaan penelitian yg sahih supaya memperoleh pengetahuan baru yg bermakna. Sebagian besar saat (hampir 50%) dihabiskan buat merumuskan masalah, selebihnya untuk mengumpulkan data, melakukan analisis dan menarik konklusi. Apabila rumusan pertanyaannya benar maka akan diperoleh jawaban yang benar, jika cara yang digunakan buat menjawab benar. Sebaliknya, bila pertanyaan penelitiannya diungkap dalam kalimat yg tidak kentara maka jawabannya pasti sulit diperoleh atau bahkan tidak akan ditemukan, bagaimanapun caranya meneliti. Hal yang sama bila dikaitkan dengan kebenaran data yg dipakai pada penelitian (garbage in garbage out).

Dalam upaya menjawab perkara, ada 3 pilihan metode yang dapat dipakai yaitu metode deduktif, metode induktif dan adonan metode deduktif dan induktif. Tetapi demikian waktu ini adonan ke 2 metode deduktif dan metode induktif sebagai pilihan banyak peneliti dalam memutuskan metode penelitiannya. Pilihan ini dilandasi dalam pemikiran bahwa apa yg diteliti merupakan bisnis untuk memperkuat konsep atau teori yang sudah terdapat serta adanya cita-cita untuk membentuk konsep atau teori baru.

Metode metode yg dimaksud adalah pembagian terstruktur mengenai konsep berpikir epistemologis pada upaya menjawab pertanyaan yang diajukan. Sehubungan menggunakan hal itu terdapat perbedaan pilihan metode pada penelitian bidang pengetahuan alam dan bidang pengetahuan sosial terkait dengan karakteristik masalah dan jumlah variable penelitian. Sebuah dalil ekamatra misalnya teori gravitasi misalnya, akan berlaku kapanpun serta dimanapun. Di sisi lain, teori sosial yang berlaku pada Negara maju tidak selalu tepat dipakai buat mengatasi kasus sosial di Negara berkembang lantaran ciri kasus serta variable yg terkait tidak sinkron. 

Sebagaimana sudah diuraikan, walaupun terdapat perbedaan namun setiap bidang ilmu memiliki kesamaan metode keilmuan yaitu kerangka berpikir rasional dan realitas. Oleh karena itu adanya konsep dan landasan teori yg bertenaga dan dengan dukungan data atau liputan empirislah kekuatan suatu penelitian ditentukan., apapun bidang ilmunya. Hasil berdasarkan penelitian demikianlah kita bisa memperoleh pengetahuan baru yang sangat berguna. Salah satu prasyarat yang wajib dipenuhi untuk memperoleh pengetahuan baru tersebut merupakan digunakannya perkiraan perkiraan yang tepat.

Dalam mengenali obyek empiris pada ranah keilmuan kita memerlukan arah serta landasan analisis yg dikenal sebagai perkiraan. Suriasumantri (1983 p.8) menyatakan bahwa terdapat 3 asumsi dasar agar pengetahuan baru yg dihasilkan diakui kebenarannya yaitu:
(1) bahwa obyek eksklusif memiliki keserupaan satu sama lain. 
(2) bahwa suatu benda nir mengalami perubahan pada jangka waktu tertentu. 
(3) bahwa tiap tanda-tanda bukan adalah suatu kejadian yang bersifat kebetulan.

Asumsi pertama berkaitan menggunakan metode keilmuan yg paling sederhana yaitu penerapan konsep penjabaran. Asumsi ke 2 berkaitan dengan konsep kelestarian yang bersifat relatif artinya suatu benda akan berubah dalam ketika singkat dan terdapat yg berubah pada jangka waktu panjang. Asumsi ke 3 berkaitan dengan konsep determinisme adalah setiap gejala memiliki pola eksklusif yg bersifat permanen menggunakan urutan kejadian yg sama. 

FILSAFAT ILMU GEOGRAFI
Berdasarkan hal hal yg telah diuraikan sebelumnya sampailah kita pada pertanyaan bagaimana mengungkapkan geografi sebagai bidang ilmu yg dapat disejajarkan menggunakan bidang bidang ilmu lainnya? Untuk menjawab hal itu maka akan ditelaah secara singkat bagaimana ilmu geografi menjawab ke 3 pertanyaan dasar ontologi ilmu, epistemologi ilmu dan axiologi ilmu.

Ontologi ilmu geografi
Mengacu pengertian geografi yang telah disampaikan di atas maka bisa dijelaskan bahwa apa yg ingin diketahui ilmu geografi merupakan “berbagai tanda-tanda keruangan berdasarkan penduduk, loka beraktifitas dan lingkungannya baik pada dimensi fisik maupun dimensi manusia”. Perbedaan dan persamaan pola keruangan (spatial pattern) berdasarkan struktur, proses serta perkembangannya adalah penjelasan lebih lanjut berdasarkan apa yg ingin diketahui bidang ilmu geografi. 

Sebagai galat satu penjelasan lebih rinci, pola keruangan berdasarkan tanda-tanda yg berlangsung pada muka bumi umumnya tersaji pada contoh simbolik (pada bentuk peta). Peta region misalnya, mendeskripsikan fakta keruangan atau kabar geografis pada strata kelas (klasifikasi) berdasarkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi dari suatu obyek. Di samping liputan kuantitatif, peta tersebut juga bisa menaruh keterangan arah serta laju perubahannya. Fakta spasial suatu gejala eksklusif bisa dianalisis lebih jauh buat menghasilkan keterangan keterkaitannya menggunakan gejala lainnya. 

Obyek material studi geografi mencakup lapisan atmosfer, lapisan litosfer, lapisan hidrosfer serta lapisan biosfer (pengetahuan ini telah dijadikan bahan ajar geografi pada tingkat SLTP/SLTA). Pengetahuan pengetahuan tersebut sangat diharapkan dalam menjelaskan banyak sekali gejala keruangan berdasarkan suatu obyek yang diteliti buat bisa memenuhi sifat integratif sebagaimana telah didefinisikan di atas. Berikut disampaikan model sederhana elaborasi hasil penelitian yang memperlihatkan sifat integratif. 

Fakta penelitian yg menerangkan pola kerusakan bangunan semakin besar jika jarak lokasi bangunan ke sentra gempa semakin dekat bisa dijelaskan dari pengetahuan geologi dan ekamatra yang menyatakan bahwa besaran enersi yang didifusikan semakin kecil apabila semakin jauh menurut sentra gempa lantaran mengalami hambatan struktur batuan yang dilewatinya menjadi media difusi. 

Penelitian mengenai bentang alam (geomorfologi) pada suatu daerah menunjukkan hubungannya dengan aktivitas penduduk di mana ada kesamaan aktivitas penduduk terkonsentrasi di wilayah dataran alluvial dibanding unit bentang alam lainnya. Hal ini dapat dijelaskan antara lain berdasarkan teori ekonomi (efisiensi porto dan aksesibilitas). Teori pusat (central place theory) Christaller menggunakan model hexagonalnya yang populer menggunakan salah satu perkiraan yaitu hanya berlaku pada wilayah yang memiliki bentang alam homogin. 

Faktor fisik menentukan disparitas pola spasial migrasi penduduk, contohnya di daerah dataran serta pada daerah pegunungan, pada samping bisa dijelaskan berdasarkan teori gravitasi atau push-pull factor. 

Pengetahuan mengenai banyak sekali tanda-tanda (fisik maupun sosial) yg berlangsung pada muka bumi yang direpresentasikan menjadi tanda-tanda keruangan (spatial phenomena) suatu obyek tertentu (yang dapat diamati oleh panca indra manusia) adalah jawaban dari “apa yg ingin diketahui” ilmu geografi. Persoalan selanjutnya merupakan “ bagaimana ilmu geografi menjawab pertanyaan tadi”. Berkenaan menggunakan itu secara singkat akan ditelaah tentang epistemology ilmu geografi.

Epistemologi ilmu geografi
Seperti bidang bidang ilmu lainnya, bidang ilmu geografi bisa memakai metode deduktif, metode induktif atau adonan ke dua metode tersebut, tergantung problem yang ingin dijawab. Sebagai model sederhana, bila ingin mengetahui hubungan antara bentuk bentang alam serta pola sebaran pemukiman penduduk maka yg pertama wajib dilakukan merupakan menjawab pertanyaan pertanyaan berikut:
  • Apakah terdapat hubungan logis antara bentuk bentang alam serta pola pemukiman? 
  • Jika ya, apakah hubungannya bersifat satu arah atau dua arah? 
  • Selanjutnya, apakah hal tersebut pernah diteliti serta teori apa yg digunakan peneliti peneliti sebelumnya?
Apabila kerangka berpikir rasionalisme terpenuhi maka sebagai seseorang peneliti kita wajib bisa menunjukan sendiri bagaimana interaksi menurut gejala gejala tadi dengan menggunakan paradigma empirisme. Artinya, adanya dukungan teori dasar buat meneliti dan ketersediaan data realitas merupakan hal yg utama buat menemukan jawaban yang benar menurut pertanyaan yg diajukan. Selanjutnya, peneliti harus tetapkan metode apa yg akan dipakai : 
  • Apabila sudah ada konsep serta teori yg secara rasional dapat mengungkapkan interaksi logis ke dua variable tadi, maka dapat dipilih metode deduktif buat memperkuat suatu teori yang telah ada. 
  • Apabila ingin mengetahui pola generik interaksi ke 2 gejala tadi di suatu wilayah yg lebih luas (contohnya buat Indonesia) maka dapat memakai metode induktif – deduktif. Perlu dicatat, data yg dibutuhkan dalam penggunaan metode induktif merupakan data sampling pada statistik inferensial. 
Dalam paragraph di atas dapat dicermati bahwa buah 1 membentuk verifikasi teori eksklusif buat memperkuat atau jika memenuhi kondisi eksklusif dapat menaikkan teori menjadi hukum yang bersifat universal (axioma). Sedangkan contoh buah dua menghasilkan pembuktian inovasi teori baru berdasarkan teori sebelumnya, contohnya menghasilkan model prediksi. Mungkin kita perlu merenung, selama ini penelitian apa yang telah kita lakukan buat berbagi ilmu geografi ? Apakah kita baru sebatas menerapkan konsep serta teori yang telah terdapat atau sudah ada teori baru yg kita hasilkan?

Metode atau teknik?
Setelah metode dipilih selanjutnya ditetapkan cara atau teknik apa yg akan digunakan pada pengumpulan data, pengolahan serta analisis data penelitian. Metode induktif misalnya, nir bisa mengabaikan peranan statistik pada pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sampai di sini kita wajib bisa membedakan makna metode dan teknik atau cara penelitian. Overlay atau superimposed peta dapat dicermati menjadi sebuah teknik analisis dan bukan metode analisis.

Menjadi lebih menarik bila selanjutnya ditelaah mengenai pemanfaatan teknologi warta yang semakin intens di lingkungan penelitian geografi. Misalnya penggunaan GIS (sebagai sebuah sistem) atau penggunaan data gambaran, sebagai upaya buat memperoleh data realitas menggunakan memanfaatkan sarana teknologi satelit. Sementara ini kita putusan bulat bahwa ketersediaan sistem dan tekonologi tersebut sangat membantu (mempermudah serta meningkatkan kecepatan) penelitian geografi pada kegiatan pengumpulan hingga analisis data hasil penelitian, sebagaimana kita menggunakan cara statistik. 

Jelas kiranya bahwa pada konteks penelitian geografi, teknologi RS serta GIS adalah sebuah pilihan cara atau teknik pada kita mengumpulkan data geografi, mengolah serta menganalisis data. Pilihannya terletak pada sarana atau alat buat analisis, yg dievaluasi lebih baik dibanding teknik sebelumnya.

Sampai ketika ini kita mengetahui bahwa teknologi penginderaan jauh serta teknologi GIS adalah produk menurut R&D bidang ilmu teknik telekomunikasi, personal komputer dan informatika. Bidang geografi lebih berperan dalam melakukan interpretasi secara lebih cepat (karena memiliki bekal cukup pengetahuan fisik permukaan bumi) atau paling jauh membuat pemodelan aplikasinya. Teknik teknik interpretasinyapun merupakan output pengembangan para pakar bidang ilmu lain seperti fisika. Gambar di bawah ini secara sederhana ingin menampakan posisi pengetahuan PJ serta GIS dalam proses berpikir keilmuan geografi. 

  Proses berpikir komperhensif      Proses menetapkan pilihan metode,   Proses penarikan  

I======================èI=======================èI==========èI  
   pada menyusun proposal          cara/teknik meneliti, proseskumpul,      kesimpulan

         penelitian                               olah dananalisis data

                                                            PJ serta GIS


Gambar Posisi pengetahuan PJ serta GIS dalam konsep keilmuan geografi.

Geografi merupakan bukan bidang ilmu mengenai semua hal yg ada dalam kehidupan insan, walaupun ada yang beropini bahwa geografi adalah mothers of science atau ilmu yg bersifat generalis. Sebuah kalimat yang tak jarang diungkapkan adalah bahwa “semua hal sanggup di-geografi-kan sepanjang masih dapat dianalisis secara spasial”. Kalimat ini sangat sederhana namun memiliki akibat yg sangat luas terutama bagi para geograf yang kritis. Pertanyaan kritis yg kemudian bisa dikemukakan merupakan “apakah bisa dibuktikan bahwa semua hal dapat dianalisis pada perspektif spasial?”.

Oleh lantaran begitu banyak hal dapat digeografikan maka timbul bisnis usaha membuat spesialisasi geografi. Upaya untuk memikirkan spesialisasi pada bidang ilmu geografi layak untuk diapresiasi. Tetapi, cabang atau ranting ilmu yg dirumuskan hendaknya memenuhi kaidah kaidah yg sahih sehingga tidak menyimpang berdasarkan pohon ilmunya. Salah satu model adalah pohon ilmu geografi jelas berbeda dengan pohon ilmu informatika yang penekanan pada rekayasa teknik system pengolahan data sebagai liputan. Demikian jua pohon ilmu geografi kentara tidak sinkron menggunakan pohon ilmu psikologi yang penekanan dalam konduite (behaviour) insan. Sampai ketika ini belum terdapat yang mampu buat mengspasialkan sebuah persepsi serta menyajikan dan menjelaskannya dalam perspektif keruangan.

Axiologi ilmu geografi
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, peta dikatakan menjadi satu satunya wahana buat bisa menyajikan informasi geografi yang memenuhi pola berpikir keruangan, secara cepat dan mudah dipahami. Dari sebuah peta bisa dikenali banyak sekali elemen ukuran sebuah tanda-tanda misalnya titik, garis, area, arah, jarak, luas, kepadatan, kerapatan dan lainnya sebagai satuan ukuran lantaran bidang ilmu geografi wajib dapat terukur. Dari skala peta bisa dinilai strata informasinya, dari yg bersifat generik hingga informasi yang lebih rinci berdasarkan sebuah populasi. 

Bidang ilmu geografi hingga waktu ini masih eksis karena memang mempunyai nilai kegunaan bagi umat manusia baik buat pengembangan keilmuannya maupun terapannya buat peningkatan kesejahteraan. Oleh karena ilmu bersifat netral maka pengetahuan yang didapatkan apakah bermanfaat atau bahkan mengakibatkan bencana bagi umat insan dalam dasarnya dipengaruhi sang para ilmuwan itu sendiri.

Sebuah peta yang tersaji secara sengaja buat menyesatkan pihak lain adalah sebuah bencana bagi penggunanya lantaran informasinya tidak sempurna, seksama dan lengkap. Akibatnya, pengguna peta nir menemukan kabar yang diharapkan sehabis menghabiskan sumberdaya yg tidak sedikit. Dalam sebuah peperangan, peta dapat sebagai senjata tangguh buat mengakali dan mengalahkan musuh lantaran legenda peta sengaja diubah sebagai akibatnya senjata musuh tidak mengenai sasaran.

Dalam kaitan ini suatu aktivitas analisis gambaran satelit yg dilakukan tanpa ground-check yg cermat akan membuat peta citra satelit yg menyesatkan. Apalagi bila secara mentah mentah data citra digital digunakan buat membuat pemodelan maka akan bisa diduga keterangan hasil interpretasi gambaran yg dihasilkan sulit dibuktikan kebenarannya. Oleh karenanya, apapun kelemahan yang ada menggunakan memakai wahana gambaran satelit perlu dikemukakan selengkapnya, bukan hanya keunggulannya. Di sini menyangkut dasar epistemologisnya dimana “apabila putih katakan putih” atau “jika terdapat kelemahan katakan kelemahannya menggunakan jujur”.

Esensi dasar axiology ilmu geografi erat kaitannya menggunakan ontologinya serta karenanya sebaik-baiknya pengetahuan yang dihasilkan sangat tergantung dari yang memiliki pengetahuan tadi. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa moral pemilik ilmu tadi adalah factor yang menentukan apa sebenarnya nilai manfaat pengetahuan yang dimiliki bagi umat manusia.

GEOGRAFI DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU

Geografi Dalam Perspektif Filsafat Ilmu 
Pengetahuan mengenai filsafat ilmu biasanya diberikan pada mahasiswa pascasarjana khususnya acara doktor menjadi pondasi dalam tahu filosofi bidang ilmunya dalam waktu para mahasiswa melakukan aktivitas penelitian ilmiah atau seminar ilmiah. Manfaat sesudah memperoleh pengetahuan filsafat ilmu adalah semakin menaikkan pencerahan kita pada meletakkan hakekat “kebenaran” tentang suatu hal pada loka yang tepat. Kita semakin menyadari bahwa kebenaran pada ilmu pengetahuan yang kita peroleh ternyata bersifat relative (tidak bersifat absolute). Dalam konteks inilah latar belakang goresan pena ini dihadapkan pada dilema bagaimana perkembangan ilmu geografi (di Indonesia) ketika ini. Masalah yang dibahas tampak sederhana namun dari ekonomis penulis hal yg sederhana tersebut justru memiliki implikasi yg sangat luas dan mendalam.

Paling tidak terdapat 2 pendapat terhadap perkembangan bidang ilmu geografi saat ini. Pendapat pertama menganut faham geografi menjadi ilmu yang bersifat generalis yang tidak memerlukan bidang spesialisasi. Pendapat kedua mempunyai pemikiran bahwa geografi bisa dikembangkan dalam spesialisasi spesialisasi (cabang atau bahkan ranting) eksklusif. Ke dua pendapat tersebut mengetengahkan kebenaran masing masing sebagai dasar pertimbangan. 

Tulisan ini disusun menggunakan maksud buat menyegarkan balik pemikiran kita tentang global ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu geografi. Proses penyegaran kembali ini perlu dilakukan karena kita ingin permanen memposisikan ilmu geografi menjadi bidang ilmu yg diakui dan selalu relevan menggunakan dinamika perkembangan sains dan teknologi dewasa ini. Dalam tulisan ini, berdasarkan berbagai buku pustaka, akan ditelaah tentang apa sebenarnya substansi pengetahuan filsafat ilmu menjadi pengantar pokok bahasan. Selanjutnya akan dielaborasi dua definisi geografi sebagai titik tolak telaah geografi sebagai bidang ilmu, metode keilmuan bersama perkiraan asumsinya serta selanjutnya disampaikan beberapa pemikiran dari hasil jajak inti goresan pena ini sebagai penutup .

Dalam goresan pena ini jua akan ditunjukkan posisi pengetahuan tentang teknik mutakhir seperti teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem berita geografi (GIS) menjadi wahana analisis pada studi geografi sehingga diperoleh kejelasan perbedaan antara metode (keilmuan) serta teknik analisis penelitian.

Sudah semestinya bahwa hasil pemikiran dalam tulisan ini memerlukan kritik sebagai akibatnya dapat membuat kesamaan pandangan dan berguna bagi perkembangan bidang ilmu geografi di Indonesia. Pada akhirnya, berbagai pemikiran yang didapatkan dalam seminar mengenai filsafat ilmu geografi ini seyogyanya ditindaklanjuti sang pengelola acara pendidikan khususnya pendidikan geografi pada Indonesia sebagai bahan buat meninjau kembali kurikulum baik dalam acara Sarjana hingga program Doktor. Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

APRESIASI TEORI
Haggett (2001) pada bukunya: “Geography. A Global Synthesis” mengungkapkan aneka macam definisi geografi (p. 763) dan keliru satunya adalah “ Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments” yg dirumuskan oleh American Geographical Society tahun 1994. Dalam definisi tadi tersirat pengertian yang jelas bahwa geografi merupakan disiplin ilmu bersifat integratif yg menilik obyek studi (penduduk, tempat serta lingkungannya) dalam dimensi fisik dan insan. Sementara I Made Sandy (1973) mengetengahkan sebuah definisi geografi menjadi bidang ilmu yang mengusut berbagai gejala di bagian atas bumi pada perspektif keruangan. Sandy ingin menekankan bahwa tanda-tanda apapun dapat sebagai bidang jajak geografi apabila dicermati menurut sudut pandang keruangan.

Berdasarkan 2 definisi tadi bisa disimpulkan bahwa geografi merupakan bidang ilmu yang bersifat integratif yg mempelajari gejala tanda-tanda yang terjadi pada muka bumi (pada dimensi fisik serta dimensi insan) menggunakan memakai perspektif keruangan (spatial perspective). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa “aspek keruangan”lah yg menjadi karakteristik pembeda bidang geografi dengan bidang ilmu lain.

Menurut pengertian pada atas maka tidaklah sukar untuk menyebutkan makna filosofis diagram Fenneman (Jensen, 1980 p.4) juga diagram Haggett (2001 p. 766) yang pada prinsipnya memberitahuakn keterkaitan dan pendekatan bidang kajian geografi menggunakan bidang kajian ilmu ilmu lainnya. Gejala sosial yg berlangsung di muka bumi jika ditelaah melalui perspektif keruangan membangun bidang kajian geografi sosial. Melalui proses yg sama lahir bidang kajian geografi ekonomi, geografi politik, geografi budaya serta lain lain. Bagian bidang ilmu alam misalnya geologi difokuskan pada pengetahuan geomorfologi, klimatologi dari meteorologi, biogeografi berdasarkan hayati serta seterusnya.

Gambar  Lingkungan lebih kurang bidang ilmu Geografi (modifikasi Fenneman 1919 dalam Jensen, 1980).

Interkoneksi berbagai bidang ilmu dengan bidang geografi menunjukkan fenomena di mana perkembangan bidang ilmu geografi bisa dikatakan sangat dipengaruhi sang kemampuan geograf dalam memperoleh warta perkembangan bidang ilmu lainnya. Hasil riset bidang ilmu lain akan memperkaya (proliferate) cakupan penelitian geografi. Demikian jua, output riset geografi mengenai topik eksklusif (secara terbatas) dapat memicu perkembangan bidang ilmu lainnya. Dalam konteks ini maka terbuka ruang terbentuknya tanda-tanda divergensi bidang ilmu (termasuk geografi) pada aneka macam cabang ilmu yang bersifat lebih khusus (spesialisasi). Tetapi demikian, spesialisasi di bidang ilmu geografi tidaklah semudah seperti membangun spesialisasi anak, spesialisasi tht anak atau anak tht (?) pada bidang ilmu kedokteran atau lainnya.

Dalam perspektif keilmuan, dalam dasarnya seluruh ilmu memiliki kesamaan filosofi yang diklaim dengan metode keilmuan. Masing masing ilmu memiliki cara yang sama buat mencari pengetahuan diantaranya melalui kerangka berpikir rasionalisme serta empirisme. Perlu disampaikan pulang pemikiran para pakar misalnya, John Dewey (1859-1952) menyusun formulasi perkawinan cara berpikir rasionalisme dan empirisme yang sudah dipakai oleh Galileo, Newton maupun Charles Darwin dalam era sebelumnya (Suriasumantri, 1983 p. 28). Secara ringkas dijelaskan bahwa rasionalisme merupakan kerangka pemikiran yg koheren dan logis, sedang empirisme merupakan kerangka pengujian pada memastikan suatu kebenaran pengetahuan absah secara keilmuan. 

Falsafah ilmu
Mengutip pendapat Montello (2006) bahwa tidak terdapat jawaban yg tepat berdasarkan pertanyaan apa yang dimaksud menggunakan scientific approach. Salah satu pengertian tentang ilmu adalah “Science is a personal and social human endeavor in which ideas and empirical evidence are logically applied to create and evaluate knowledge about reality”. Selanjutnya, yang dimaksud menggunakan “empirical evidence” dalam pengertian di atas merupakan sesuatu yang diturunkan menurut kegiatan observasi suatu kasus secara sistematis melalui penalaran yg tak jarang memakai alat bantu teknologi. Montello berpendapat bahwa secara filosofis, makna empirisme tidak selalu berupa pengalaman manusia semenjak lahir. Empirisme ilmu berusaha buat dapat diulang, dapat diakumulasikan dan secara generik bisa diobservasi. Ilmu menganut prinsip prinsip akal formal serta informal serta paling tidak mengikuti prinsip (1) harus menghindari pertentangan (2) meningkat tingkat keyakinan terhadap suatu gejala seiring semakin tingginya observasi yang dilakukan (3) pola keteraturan suatu peristiwa dalam masa kemudian memiliki peluang terjadi dalam masa yg akan datang. 

Suriasumatri (1983) menyatakan bahwa kegiatan ilmu merupakan suatu proses berpikir buat memperoleh pengetahuan. Pengetahuan seorang terhadap suatu obyek yang diamati belum tentu sama menggunakan pengetahuan yg diperoleh orang lain yg mengamati obyek yg sama apabila dilakukan pancaindra insan pada skala observasi atau pada medium yg tidak selaras melalui perspektif yang tidak sinkron. Sebuah pohon kelapa tampak sangat tinggi jika diamati dalam jarak dekat serta tampak pendek bila diamati dalam kejauhan atau sebuah tongkat lurus akan tampak melengkung apabila berada pada pada air, merupakan sekedar model sederhana. 

Para pakar filsafat ilmu menyatakan bahwa dalam lingkungan keilmuan, kebenaran secara keilmuan bersifat nir absolut. Sifat tidak mutlak tersebut juga terjadi jika kebenaran keilmuan dihadapkan dalam kebenaran dari agama, kebenaran dari seni atau kebenaran menurut filosofinya. Kebenaran teknologi cloning hingga ketika ini misalnya tidak diakui sebagai kebenaran dari kepercayaan . Lukisan perempuan telanjang sebagai kebenaran seni dalam umumnya tidak bisa dibenarkan sang agama atau dibuktikan secara keilmuan. Gambar mengungkapkan sebuah skema sederhana dari proses berpikir manusia pada kehidupan sehari hari.

Gambar  Kebenaran berdasarkan perspektif proses berpikir manusia.

Mengingat tidak ada kebenaran yang bersifat absolut maka dapat diduga berdasarkan goresan pena ini akan ada poly pendapat atau pandangan yg tidak sama. Berdasarkan judul pada atas, buat mengurangi beda pendapat, pada goresan pena ini penulis membatasi pengertian filsafat menurut Socrates (470-399 SM) pada Suriasumantri (1983 p.4) menjadi berikut: “filsafat diartikan menjadi suatu cara berpikir yang radikal serta menyeluruh yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya”. Radikal, menyeluruh serta sedalam-dalamnya mengandung makna membutuhkan saat yang panjang buat memperoleh suatu pengetahuan yg menyeluruh serta mendalam.

Selanjutnya dikatakan bahwa ilmu merupakan deretan pengetahuan yg memiliki ciri eksklusif. Bidang ilmu yg satu dapat dibedakan berdasarkan bidang ilmu lainnya didasarkan pada jawaban atas ke 3 pertanyaan utama menjadi karakteristik ilmunya yaitu (1) dasar ontologi ilmu, (2) dasar epistemologi ilmu serta (tiga) dasar axiologi ilmu. Apa yang ingin diketahui atau apa yang sebagai bidang telaah ilmu adalah pertanyaan dasar ontologi. Bagaimana pengetahuan tersebut diperoleh merupakan dasar pertanyaan epistemologi (teori pengetahuan). Sedangkan apa kegunaan ilmu adalah pertanyaan menurut segi axiologinya (teori mengenai nilai). Jawaban dari ke tiga pertanyaan dasar tadi adalah rangkaian yang nir dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Tidak sporadis dijumpai keadaan di mana suatu penelitian belum mengungkapkan kegunaan output penelitian sebagai jawaban pertanyaan dasar yang ke tiga, walaupun masalah (apa yang ingin diketahui) serta metodenya (bagaimana cara`memperoleh pengetahuan) dituliskan secara jelas. Pengetahuan yang diperoleh menurut aktivitas penelitian seyogyanya adalah pengetahuan yang mendalam serta bisa dibuktikan memenuhi kaidah keilmuan (dikatakan sah secara keilmuan). 

Penelitian ilmiah
Pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir yang teratur serta sistematis dikenal menjadi produk kegiatan penelitian ilmiah atau penelitian yg memenuhi kondisi keilmuan. Kegiatan berpikir teratur dan sistematis mengantar kita pada memasuki dunia keilmuan. Sebuah gejala di muka bumi contohnya, menjadi sebuah warta, terjadi secara beraturan dan tidak terjadi secara kebetulan karena dapat dijelaskan pada kerangka konsep keilmuan. Siklus hidrologi merupakan model tanda-tanda alam yang berlangsung secara teratur serta sistematis. 

Dalam konteks aktivitas penelitian, mengenali sebuah berita, merumuskan kasus, menyusun hipotesa, melakukan analisis dan menarik konklusi adalah contoh proses berpikir teratur dan sistematis. Menurut Sandy (1973) hal tadi adalah ciri sebuah ilmu termasuk ilmu geografi. Sebuah konklusi penelitian mencerminkan “pengetahuan” yg didapatkan berdasarkan rasa “ingin memahami” (curiousity) yang diungkap dalam kalimat pertanyaan penelitian (research question).

Para peneliti, pada instansi pertama biasanya menghadapi problem bagaimana merumuskan pertanyaan penelitian yang sahih supaya memperoleh pengetahuan baru yg bermakna. Sebagian besar ketika (hampir 50%) dihabiskan buat merumuskan kasus, selebihnya buat mengumpulkan data, melakukan analisis serta menarik kesimpulan. Apabila rumusan pertanyaannya sahih maka akan diperoleh jawaban yang sahih, jika cara yang dipakai buat menjawab sahih. Sebaliknya, jika pertanyaan penelitiannya diungkap pada kalimat yg nir kentara maka jawabannya pasti sulit diperoleh atau bahkan tidak akan ditemukan, bagaimanapun caranya meneliti. Hal yang sama jika dikaitkan dengan kebenaran data yang digunakan pada penelitian (garbage in garbage out).

Dalam upaya menjawab kasus, terdapat 3 pilihan metode yang bisa digunakan yaitu metode deduktif, metode induktif dan adonan metode deduktif dan induktif. Tetapi demikian ketika ini adonan ke 2 metode deduktif serta metode induktif sebagai pilihan poly peneliti dalam menetapkan metode penelitiannya. Pilihan ini dilandasi pada pemikiran bahwa apa yang diteliti adalah bisnis buat memperkuat konsep atau teori yang sudah terdapat serta adanya cita-cita buat membentuk konsep atau teori baru.

Metode metode yg dimaksud merupakan pembagian terstruktur mengenai konsep berpikir epistemologis dalam upaya menjawab pertanyaan yg diajukan. Sehubungan dengan hal itu ada disparitas pilihan metode pada penelitian bidang pengetahuan alam serta bidang pengetahuan sosial terkait dengan ciri masalah serta jumlah variable penelitian. Sebuah dalil ekamatra seperti teori gravitasi contohnya, akan berlaku kapanpun dan dimanapun. Di sisi lain, teori sosial yang berlaku pada Negara maju tidak selalu sempurna dipakai buat mengatasi perkara sosial di Negara berkembang lantaran ciri masalah serta variable yg terkait tidak sinkron. 

Sebagaimana sudah diuraikan, walaupun terdapat disparitas tetapi setiap bidang ilmu mempunyai kesamaan metode keilmuan yaitu kerangka berpikir rasional serta empiris. Oleh karenanya adanya konsep serta landasan teori yang kuat dan dengan dukungan data atau informasi empirislah kekuatan suatu penelitian ditentukan., apapun bidang ilmunya. Hasil menurut penelitian demikianlah kita bisa memperoleh pengetahuan baru yang sangat berguna. Salah satu prasyarat yg wajib dipenuhi buat memperoleh pengetahuan baru tadi merupakan digunakannya perkiraan asumsi yang sempurna.

Dalam mengenali obyek realitas pada ranah keilmuan kita memerlukan arah serta landasan analisis yang dikenal menjadi asumsi. Suriasumantri (1983 p.8) menyatakan bahwa ada 3 asumsi dasar agar pengetahuan baru yg dihasilkan diakui kebenarannya yaitu:
(1) bahwa obyek eksklusif mempunyai keserupaan satu sama lain. 
(2) bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka saat eksklusif. 
(3) bahwa tiap gejala bukan adalah suatu kejadian yang bersifat kebetulan.

Asumsi pertama berkaitan dengan metode keilmuan yg paling sederhana yaitu penerapan konsep penjabaran. Asumsi ke 2 berkaitan dengan konsep kelestarian yang bersifat relatif adalah suatu benda akan berubah pada ketika singkat dan ada yang berubah dalam jangka waktu panjang. Asumsi ke tiga berkaitan menggunakan konsep determinisme adalah setiap gejala memiliki pola tertentu yg bersifat permanen dengan urutan peristiwa yg sama. 

FILSAFAT ILMU GEOGRAFI
Berdasarkan hal hal yang sudah diuraikan sebelumnya sampailah kita dalam pertanyaan bagaimana mengungkapkan geografi menjadi bidang ilmu yang bisa disejajarkan dengan bidang bidang ilmu lainnya? Untuk menjawab hal itu maka akan ditelaah secara singkat bagaimana ilmu geografi menjawab ke tiga pertanyaan dasar ontologi ilmu, epistemologi ilmu serta axiologi ilmu.

Ontologi ilmu geografi
Mengacu pengertian geografi yang sudah disampaikan pada atas maka dapat dijelaskan bahwa apa yang ingin diketahui ilmu geografi adalah “aneka macam gejala keruangan berdasarkan penduduk, tempat beraktifitas serta lingkungannya baik dalam dimensi fisik juga dimensi insan”. Perbedaan dan persamaan pola keruangan (spatial pattern) berdasarkan struktur, proses serta perkembangannya adalah penjelasan lebih lanjut menurut apa yg ingin diketahui bidang ilmu geografi. 

Sebagai keliru satu penjelasan lebih rinci, pola keruangan dari tanda-tanda yg berlangsung pada muka bumi umumnya disajikan pada model simbolik (pada bentuk peta). Peta region misalnya, mendeskripsikan berita keruangan atau liputan geografis dalam strata kelas (pembagian terstruktur mengenai) menurut mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi berdasarkan suatu obyek. Di samping liputan kuantitatif, peta tersebut pula dapat memberikan kabar arah serta laju perubahannya. Fakta spasial suatu tanda-tanda tertentu bisa dianalisis lebih jauh buat membuat berita keterkaitannya dengan tanda-tanda lainnya. 

Obyek material studi geografi mencakup lapisan atmosfer, lapisan litosfer, lapisan hidrosfer serta lapisan biosfer (pengetahuan ini telah dijadikan materi ajar geografi di tingkat SLTP/SLTA). Pengetahuan pengetahuan tadi sangat diperlukan pada menjelaskan banyak sekali gejala keruangan berdasarkan suatu obyek yang diteliti buat dapat memenuhi sifat integratif sebagaimana telah didefinisikan pada atas. Berikut disampaikan model sederhana elaborasi hasil penelitian yang memperlihatkan sifat integratif. 

Fakta penelitian yg menunjukkan pola kerusakan bangunan semakin akbar jika jeda lokasi bangunan ke pusat gempa semakin dekat dapat dijelaskan berdasarkan pengetahuan geologi serta ekamatra yg menyatakan bahwa besaran enersi yg didifusikan semakin mini bila semakin jauh menurut pusat gempa lantaran mengalami kendala struktur batuan yg dilewatinya menjadi media difusi. 

Penelitian mengenai bentang alam (geomorfologi) di suatu wilayah menerangkan hubungannya dengan aktivitas penduduk pada mana ada kecenderungan kegiatan penduduk terkonsentrasi di wilayah dataran alluvial dibanding unit bentang alam lainnya. Hal ini bisa dijelaskan antara lain berdasarkan teori ekonomi (efisiensi porto serta aksesibilitas). Teori pusat (central place theory) Christaller dengan model hexagonalnya yg populer memakai salah satu asumsi yaitu hanya berlaku pada daerah yg memiliki bentang alam homogin. 

Faktor fisik memilih perbedaan pola spasial migrasi penduduk, misalnya pada daerah dataran serta pada wilayah pegunungan, di samping dapat dijelaskan berdasarkan teori gravitasi atau push-pull factor. 

Pengetahuan mengenai berbagai tanda-tanda (fisik juga sosial) yg berlangsung di muka bumi yg direpresentasikan menjadi gejala keruangan (spatial phenomena) suatu obyek eksklusif (yg dapat diamati oleh panca indra manusia) adalah jawaban berdasarkan “apa yg ingin diketahui” ilmu geografi. Persoalan selanjutnya merupakan “ bagaimana ilmu geografi menjawab pertanyaan tersebut”. Berkenaan dengan itu secara singkat akan ditelaah mengenai epistemology ilmu geografi.

Epistemologi ilmu geografi
Seperti bidang bidang ilmu lainnya, bidang ilmu geografi bisa memakai metode deduktif, metode induktif atau adonan ke 2 metode tadi, tergantung masalah yg ingin dijawab. Sebagai model sederhana, bila ingin mengetahui hubungan antara bentuk bentang alam serta pola sebaran pemukiman penduduk maka yg pertama wajib dilakukan adalah menjawab pertanyaan pertanyaan berikut:
  • Apakah masih ada interaksi logis antara bentuk bentang alam serta pola pemukiman? 
  • Jika ya, apakah hubungannya bersifat satu arah atau 2 arah? 
  • Selanjutnya, apakah hal tadi pernah diteliti dan teori apa yang dipakai peneliti peneliti sebelumnya?
Apabila paradigma rasionalisme terpenuhi maka menjadi seseorang peneliti kita wajib bisa pertanda sendiri bagaimana interaksi dari tanda-tanda gejala tadi dengan menggunakan kerangka berpikir empirisme. Artinya, adanya dukungan teori dasar untuk meneliti serta ketersediaan data realitas adalah hal yang pokok buat menemukan jawaban yg sahih dari pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya, peneliti harus menetapkan metode apa yg akan dipakai : 
  • Apabila sudah terdapat konsep serta teori yg secara rasional dapat menyebutkan hubungan logis ke 2 variable tersebut, maka dapat dipilih metode deduktif buat memperkuat suatu teori yang sudah terdapat. 
  • Apabila ingin mengetahui pola generik hubungan ke 2 tanda-tanda tadi pada suatu wilayah yg lebih luas (contohnya buat Indonesia) maka bisa memakai metode induktif – deduktif. Perlu dicatat, data yg dibutuhkan pada penggunaan metode induktif adalah data sampling pada statistik inferensial. 
Dalam paragraph pada atas dapat dipandang bahwa buah 1 membentuk verifikasi teori tertentu buat memperkuat atau apabila memenuhi syarat eksklusif bisa menaikkan teori menjadi hukum yg bersifat universal (axioma). Sedangkan contoh butir 2 membuat verifikasi penemuan teori baru dari teori sebelumnya, misalnya membentuk model prediksi. Mungkin kita perlu merenung, selama ini penelitian apa yang sudah kita lakukan buat menyebarkan ilmu geografi ? Apakah kita baru sebatas menerapkan konsep dan teori yg sudah ada atau sudah terdapat teori baru yg kita hasilkan?

Metode atau teknik?
Setelah metode dipilih selanjutnya ditetapkan cara atau teknik apa yang akan dipakai dalam pengumpulan data, pengolahan serta analisis data penelitian. Metode induktif misalnya, tidak bisa mengabaikan peranan statistik pada pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sampai pada sini kita wajib dapat membedakan makna metode dan teknik atau cara penelitian. Overlay atau superimposed peta bisa ditinjau sebagai sebuah teknik analisis serta bukan metode analisis.

Menjadi lebih menarik apabila selanjutnya ditelaah mengenai pemanfaatan teknologi informasi yang semakin intens di lingkungan penelitian geografi. Misalnya penggunaan GIS (menjadi sebuah sistem) atau penggunaan data citra, sebagai upaya buat memperoleh data realitas menggunakan memanfaatkan sarana teknologi satelit. Sementara ini kita setuju bahwa ketersediaan sistem dan tekonologi tadi sangat membantu (mempermudah dan mempercepat) penelitian geografi pada aktivitas pengumpulan sampai analisis data output penelitian, sebagaimana kita menggunakan cara statistik. 

Jelas kiranya bahwa dalam konteks penelitian geografi, teknologi RS dan GIS merupakan sebuah pilihan cara atau teknik pada kita mengumpulkan data geografi, mengolah dan menganalisis data. Pilihannya terletak pada wahana atau indera buat analisis, yang dinilai lebih baik dibanding teknik sebelumnya.

Sampai waktu ini kita mengetahui bahwa teknologi penginderaan jauh serta teknologi GIS adalah produk menurut R&D bidang ilmu teknik telekomunikasi, komputer serta informatika. Bidang geografi lebih berperan dalam melakukan interpretasi secara lebih cepat (karena memiliki bekal relatif pengetahuan fisik permukaan bumi) atau paling jauh menciptakan pemodelan aplikasinya. Teknik teknik interpretasinyapun merupakan hasil pengembangan para ahli bidang ilmu lain seperti ekamatra. Gambar di bawah ini secara sederhana ingin memperlihatkan posisi pengetahuan PJ serta GIS pada proses berpikir keilmuan geografi. 

  Proses berpikir komperhensif      Proses menetapkan pilihan metode,   Proses penarikan  

I======================èI=======================èI==========èI  
   dalam menyusun proposal          cara/teknik meneliti, proseskumpul,      kesimpulan

         penelitian                               olah dananalisis data

                                                            PJ serta GIS


Gambar Posisi pengetahuan PJ serta GIS dalam konsep keilmuan geografi.

Geografi adalah bukan bidang ilmu mengenai semua hal yang terdapat dalam kehidupan insan, walaupun ada yang berpendapat bahwa geografi adalah mothers of science atau ilmu yang bersifat generalis. Sebuah kalimat yang seringkali diungkapkan merupakan bahwa “seluruh hal sanggup pada-geografi-kan sepanjang masih bisa dianalisis secara spasial”. Kalimat ini sangat sederhana tetapi mempunyai implikasi yang sangat luas terutama bagi para geograf yg kritis. Pertanyaan kritis yg kemudian dapat dikemukakan adalah “apakah dapat dibuktikan bahwa semua hal bisa dianalisis dalam perspektif spasial?”.

Oleh karena begitu poly hal bisa digeografikan maka muncul bisnis bisnis membuat spesialisasi geografi. Upaya buat memikirkan spesialisasi di bidang ilmu geografi layak buat diapresiasi. Namun, cabang atau ranting ilmu yang dirumuskan hendaknya memenuhi kaidah kaidah yg benar sebagai akibatnya nir menyimpang dari pohon ilmunya. Salah satu contoh merupakan pohon ilmu geografi kentara tidak sama dengan pohon ilmu informatika yang penekanan dalam rekayasa teknik system pengolahan data menjadi berita. Demikian jua pohon ilmu geografi kentara tidak sinkron menggunakan pohon ilmu psikologi yg fokus dalam perilaku (behaviour) insan. Sampai saat ini belum ada yang mampu untuk mengspasialkan sebuah persepsi dan menyajikan dan menjelaskannya pada perspektif keruangan.

Axiologi ilmu geografi
Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, peta dikatakan sebagai satu satunya sarana buat bisa menyajikan keterangan geografi yg memenuhi pola berpikir keruangan, secara cepat dan mudah dipahami. Dari sebuah peta bisa dikenali banyak sekali elemen berukuran sebuah tanda-tanda misalnya titik, garis, area, arah, jeda, luas, kepadatan, kerapatan dan lainnya sebagai satuan berukuran karena bidang ilmu geografi harus dapat terukur. Dari skala peta bisa dinilai tingkatan informasinya, dari yang bersifat umum hingga informasi yang lebih rinci dari sebuah populasi. 

Bidang ilmu geografi sampai saat ini masih eksis lantaran memang mempunyai nilai kegunaan bagi umat manusia baik untuk pengembangan keilmuannya maupun terapannya buat peningkatan kesejahteraan. Oleh karena ilmu bersifat netral maka pengetahuan yg dihasilkan apakah berguna atau bahkan mengakibatkan bencana bagi umat insan dalam dasarnya dipengaruhi oleh para ilmuwan itu sendiri.

Sebuah peta yang tersaji secara sengaja untuk menyesatkan pihak lain adalah sebuah bala bagi penggunanya karena informasinya tidak tepat, akurat serta lengkap. Akibatnya, pengguna peta tidak menemukan fakta yg diperlukan sehabis menghabiskan sumberdaya yang tidak sedikit. Dalam sebuah peperangan, peta dapat sebagai senjata andal buat mengakali serta mengalahkan musuh karena legenda peta sengaja diubah sehingga senjata musuh tidak tentang sasaran.

Dalam kaitan ini suatu aktivitas analisis citra satelit yg dilakukan tanpa ground-check yg cermat akan membentuk peta citra satelit yg menyesatkan. Apalagi apabila secara mentah mentah data citra digital digunakan buat menciptakan pemodelan maka akan bisa diduga kabar output interpretasi gambaran yang didapatkan sulit dibuktikan kebenarannya. Oleh karenanya, apapun kelemahan yg terdapat dengan memakai sarana gambaran satelit perlu dikemukakan selengkapnya, bukan hanya keunggulannya. Di sini menyangkut dasar epistemologisnya dimana “jika putih katakan putih” atau “jika terdapat kelemahan katakan kelemahannya menggunakan amanah”.

Esensi dasar axiology ilmu geografi erat kaitannya dengan ontologinya serta karenanya sebaik-baiknya pengetahuan yg dihasilkan sangat tergantung menurut yang mempunyai pengetahuan tadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa moral pemilik ilmu tadi merupakan factor yg memilih apa sebenarnya nilai manfaat pengetahuan yang dimiliki bagi umat manusia.