PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PKN MENURUT PARA AHLI

Cara flexi-----Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Para Ahli

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan itu Berawal berdasarkan istilah “Civic Education” diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan akhirnya sebagai Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah “Pendidikan Kewargaan” diwakili sang Azra dan Tim ICCE (Indonesia Center for Civic Education) berdasarkan Universitas Islam Negeri Jakarta, menjadi pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi. Penggunaan kata ”Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili sang Winaputa dkk menurut Tim CICED (Center Indonesia for Civic Education), Tim ICCE (2005: 6) 

Menurut Kerr, citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning ) in that preparatory process. (Winataputra serta Budimansyah, 2007: 4) 

Dari definisi Kerr tadi dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas yang mencakup proses penyiapan generasi muda buat mengambil peran serta tanggung jawab menjadi rakyat negara, dan secara spesifik, peran pendidikan termasuk pada dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, pada proses penyiapan rakyat negara tadi. 

Menurut Azis Wahab, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah media pengajaran yg meng-Indonesiakan para anak didik secara sadar, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Lantaran itu, program PKn memuat konsep-konsep generik ketatanegaraan, politik serta aturan negara, serta teori umum yg lain yg cocok dengan target tersebut (Cholisin, 2004:18) 

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi buat Satuan Pendidikan Dasar serta Menengah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan dalam pembentukan masyarakat negara yang tahu dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya buat menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, serta berkarakter yg diamanatkan sang Pancasila dan UUD 1945. 

Berbeda dengan pendapat pada atas pendidikan kewarganegaraan diartikan sebagai penyiapan generasi belia (siswa) buat menjadi rakyat negara yg mempunyai pengetahuan, kecakapan, serta nilai-nilai yg diperlukan buat berpartisipasi aktif pada masyarakatnya (Samsuri, 2011: 28). 

Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) pengertian pendidikan kewarganegaraaan adalah: “Pendidikan demokrasi yg bertujuan buat mempersiapkan rakyat rakyat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui kegiatan menanamkan kesadaran pada generasi baru, bahwa demokrasi merupakan bentuk kehidupan rakyat yang paling menjamin hak-hak rakyat warga ”. 

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan dalam pembentukan masyarakat negara yg tahu serta bisa melaksanakan hak-hak serta kewajiban buat menjadi masyarakat negara Indonesia yg cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 (Depdiknas, 2006:49).

Pendapat lain, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha buat membekali siswa menggunakan pengetahuan serta kemampuan dasar berkenan dengan interaksi antar masyarakat negara menggunakan negara dan pendidikan pendahuluan bela negara menjadi rakyat negara supaya dapat diandalkan oleh bangsa serta negara (Somantri, 2001: 154) 

Pendidikan Kewarganegaraan bisa diharapkan mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat negara yang mempunyai komitmen yang bertenaga serta konsisten buat mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat NKRI merupakan negara kesatuan terkini. Negara kebangsaan adalah negara yg pembentuknya didasarkan pada pembentukan semangat kebangsaan dan nasionalisme yaitu dalam tekad suatu masyarakt buat menciptakan masa depan beserta dibawah satu negara yang sama. Walaupun warga masyarakaat itu bhineka kepercayaan , ras, etnik, atau golongannya. 

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, penulis menyimpulkan pengertian pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu mata pelajaran yang adalah satu rangkaian proses buat mengarahkan siswa menjadi masyarakat negara yg berkarakter bangsa Indonesia, cerdas, terampil, dan bertanggungjawab sehingga bisa berperan aktif pada masyarakat sinkron ketentuan Pancasila dan UUD 1945.

Referensi :

Winataputra serta Budimansyah, 2007. Civic Education. Bandung, Program Pascasarjana UPI.
Branson,  Margaret  S,  dkk.  (1999).  Belajar  Civic  Education  menurut  Amerika.  Yogyakarta  : Kerjasama LKIS serta The Asia Foundation.
Broad Based Education.(2001).  Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup  (Life Skill Education). Jakarta : Tim Broad Based Education – Departemen Pendidikan Nasional.center for Civic Education (1994). National Standards for Civics and Government. Calabasas : CCE.
Center for Indonesian Civic Education. (2000).  A Needs Assesment for New Indonesian Civic Education  :  A  National  Survey  1999  –  2000.  Bandung  :  Conducted  by  CICED  in Collaboration with United States Information Agency/Service USIA/USIS.
Cholisin  (2004).  PPKn  Paradigma  Baru  dan  Pengembangannya  pada  KBK,  Jurnal  Racmi,

PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ISTILAHISTILAH PENDIDIKAN

Pengertian Pendidikan Islam Dan Istilah-Istilah Pendidikan
Secara umum pendidikan dalam Islam diungkapkan pada beberapa kata, yakni: ta’dib, ta’lim, dan tarbiyah. Pada bagian ini akan dibahas secara rinci menurut masing-masing istilah tadi, sebagaimana akan didiskripsikan di bawah ini. 

Pendidikan itu sendiri berasal dari istilah didik kemudian kata ini mendapat imbuhan me- sehingga menjadi mendidik, ialah memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran.[1]

Pendidikan dalam hakikatnya mempunyai jangkauan makna yg luas dan, pada rangka mencapai kesempurnaannya, memerlukan ketika serta tenaga yg nir mini . Dalam khazanah keagamaan dikenal ungkapan Minal mahdi ilal lahdi (berdasarkan buaian sampai liang lahad atau pendidikan seumur hayati), sebagaimana dikenal pula pernyataan ilmu pada siswa: “Berilah saya seluruh yang engkau miliki, maka akan kuberikan kepadamu sebagian yang aku punyai.”[2] 

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) masih ada penjelasan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan perilaku dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam bisnis mendewasakan manusia melalui upaya pedagogi serta latihan. Sedang mendidik diartikan menggunakan memelihara serta memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak serta kecerdasan pikiran. 

Secara terminologis, pengertian pendidikan yg masih ada pada Ensiklopedia Pendidikan mendefinisikan bahwa pendidikan dalam arti yang luas meliputi seluruh perbuatan dan bisnis berdasarkan generasi tua buat mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya supaya bisa memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.[3] 

Dalam undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan merupakan bisnis sadar serta terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya siswa secara aktif membuatkan potensi dirinya buat mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yg diperlukan dirinya, rakyat, bangsa serta negara.[4] 

Sedangkan pengertian pendidikan dari kata Psikologi merupakan proses menumbuh kembangkan semua kemampuan dan konduite manusia melalui pedagogi. Adanya istilah pengajaran ini berarti terdapat suatu proses perubahan tingkah laris menjadi output interaksi menggunakan lingkungan yg diklaim dengan belajar.[5]

Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Pembahasan pendidikan berdasarkan Islam terutama berdasarkan atas Al-Qur’an serta Al-Hadits, kadang-kadang diambil jua pendapat para pakar pendidikan Islam.[6] 

Menurut M. Athoullah Ahmad pada tulisannya menyampaikan, Islam merupakan forum (dustur) Islam, barang siapa yg membenarkan Islam adalah berdasarkan Allah, beriman secara global dan terperinci, maka disebut Mu’min, serta iman dalam pengertian ini tidak bisa dipandang kecuali hanya sang Allah SWT, lantaran insan tak pernah membedah hati seorang serta tidak mengetahui apa pada dalamnya.[7] 

Menurut Muhammad Thalib, Islam merupakan kepercayaan yg Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad saw., yang mengajarkan segala aspek tatanan kehidupan yg diharapkan sang insan, termasuk pada dalamnya aspek pendidikan.[8]

Pendapat lain mengatakan, kata Islam berasal berdasarkan bahasa Arab “aslama”. Bila dipandang menurut segi bahasa, Islam memiliki beberapa arti:
  1. Islam berarti taat/patuh dan berserah diri kepada Allah SWT.
  2. Islam berarti damai dan afeksi. Maksudnya, kepercayaan Islam mengajarkan perdamaian serta kasih-sayang bagi umat manusia tanpa memandang rona kulit, kepercayaan , dan status sosial.
  3. Islam berarti selamat, maksudnya Islam merupakan petunjuk buat memperoleh keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak Itulah sebabnya salam bagi umat Islam merupakan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” (semoga Allah melimpahkan keselamatan serta kesejahteraan-Nya padamu).[9]
Dalam Tafsir Al-Mishbah yg ditulis oleh M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Islam merupakan ketundukan makhluk pada Tuhan Yang Maha Esa pada ajaran yang dibawa oleh para rasul, yang didukung sang karamah serta bukti-bukti yang meyakinkan.

Hanya saja, kata Islam buat ajaran para nabi yg kemudian merupakan sifat, sedang umat Nabi Muhammad saw. Memiliki keistimewaan dari kesinambungan berdasarkan sifat itu bagi agama umat Muhammad, sekaligus menjadi pertanda dan nama baginya.[10] 

Setelah tadi diungkapkan antara pengertian pendidikan serta Islam secara terpisah, maka apabila dipandang berdasarkan sudut pandang bahasa, pendidikan Islam berasal dari khazanah bahasa Arab yg diterjemahkan, mengingat dalam bahasa itulah ajaran Islam diturunkan. Seperti yang implisit pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, dua sumber utama ajaran Islam, kata yang dipergunakan dan dianggap relevan sehingga menggambarkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam itu ada tiga, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, dan At-Ta’dib, ketiga kata ini direkomendasikan dalam Konferensi Internasional pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 menjadi berikut:

”The meaning of education in Islam totality in the context of Islam inherent in the connotation of three each these term conveys conserning man his society and environment in relation to God Islam related to ten other, and together they represent the scope of education in Islam both formal and non formal.” 

“Yang dimaksud totalitas pendidikan dalam konteks Islam artinya yg nir bisa dipisahkan pada konotasi tiga kata pendidikan mengenai manusia, lingkungan serta masyarakatnya serta dalam hubungannya dengan Tuhan, jua yang herbi sepuluh lainnya, dan bersama-sama membangun lingkup pendidikan Islam baik formal dan non formal”.[11]

Dari hasil rekomendasi dalam konferensi pertama di atas, terdapat beberapa istilah mengenai pendidikan, yaitu: At-Ta’dib, At-Ta’lim,serta At-Tarbiyah.

A. At-Ta’dib
Pendidikan diistilahkan menggunakan istilah At-Ta’dib, istilah ini sebetulnya tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, tetapi pada Al-Hadits dinyatakan, yaitu: 

أَدَّبــَنِـيْ رَبــِّيْ فَــأَحْسَنَ تــَـأْدِ يـْبـــِيْ ( رواه السمعـــانى ) 

“Tuhanku telah mendidikku, maka Ia baguskan pendidikanku” (HR. As-Sam’ani).[12]

Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, kata ta’dib inilah yg berarti pendidikan. Menurutnya ta’dib memiliki arti yang sama serta ditemukan rekanan konseptualnya pada pada kata ta’lim, walaupun diakui bahwa cakupan istilah ta’dib menurut Al-Attas lebih luas dari yang dicakup kata ta’lim. Dalam ialah yang orisinil dan mendasar addaba (fi’il madhi) adalah the inviting to a banquet (undangan kepada suatu perjamuan). Gagasan mengenai suatu perjamuan rakyat bahwa tuan tempat tinggal adalah orang yg mulia, sementara hadirin adalah yang diperkirakan pantas menerima penghormatan buat diundang, oleh lantaran mereka adalah orang-orang yg bermutu dan berpendidikan serta bisa menyesuaikan diri, baik tingkah laris maupun keadaannya, sebagai akibatnya konsep ta’dib jika diaplikasikan secara sederhana dari persepsi Bloom, “bukan sekedar meliputi aspek kasih sayang (afektif), melainkan mencakup pula aspek kognitif serta psikomotorik, kendatipun aspek yg pertama lebih dominan”.[13] 

Beliau mendasarkan analisisnya atas konsep semantik dan hadits Rasulullah SAW. Riwayat Ibn Mas’ud saat Al-Qur’an digambarkan menjadi undangan Allah buat menghadiri suatu perjamuan di atas bumi, serta kita sangat dianjurkan buat mengambil bagian menggunakan cara mempunyai pengetahuan yg benar mengenai-Nya disabda Rasulullah SAW. Menjadi berikut:

إِنَّّ هَـذَا الْقُـرْأَنَ مَـأْدَبـَةُ اللهِ فِى الأَرْضِ فَـتـــَعَـلَـّمُوْا مِنْ مَـأْدَ بَــتـِهِ ( رواه ابن مسعود) 

“Sesungguhnya Al-Quran adalah sajian Allah di atas bumi, maka barang siapa yang mempelajarinya, berarti beliau belajar berdasarkan hidangannya” (HR. Ibn Mas’ud).[14] 

Oleh karenanya istilah ta’dib adalah kata yg paling relevan dibandingkan menggunakan istilah ta’lim serta tarbiyah.
Sedangkan konsekuensi akibat tidak dikembangkannya kata ta’dib pada konsep serta aktifitas pendidikan Islam berpengaruh pada 3 hal penting, pertama, kebiasaan dan kesalahan dalam ilmu pengetahuan, yg dalam gilirannya akan menciptakan kondisi yang kedua, yakni gilirannya adab dalam umat, kondisi yg timbul dampak yang pertama dan kedua merupakan konsekuensi yg ketiga, berupa bangkitnya pimpinan yg nir memenuhi syarat kepemimpinan yang absah pada kalangan umat, lantaran nir memenuhi standar moral, intelektual dan spiritual yg tinggi, yang diperlukan bagi suatu kepemimpinan pengendalian yg berkelanjutan atas urusan-urusan umat oleh pemimpin-pemimpin seperti mereka yang menguasai semua bidang kehidupan.[15]

B. At-Ta’lim
Menurut Fattah Jalal, Istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yg sebenarnya berlaku hanya buat pendidikan anak mini . Yang dimaksudkan sebagai proses persiapan serta pengusahaan dalam fase pertama pertumbuhan insan (yg sang Lanqeveld disebut pendidikan pendahuluan), atau dari kata yg terkenal diklaim fase bayi serta kanak-kanak. 

Pandangan beliau didasarkan dalam 2 ayat sebagaimana firman Allah:

ﻮﻗﻞ ﺭﺐ ﺍ ﺮﺣﻣﻬﻣﺎ ﻛﻣﺎ ﺭﺑﻳﻧﻰ ﺼﻐﻳﺭﺍ

“…Dan ucapkanlah: Ya Rabbi, kasihanilah mereka berdua sebagaimana (kasihnya) mereka berdua mendidik aku saat kecil” (QS. Al-Isra’: 24).[16]

Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mendidikmu pada pada keluarga kami waktu engkau masih kanak-kanak, serta kamu tinggal beserta kami beberapa tahun menurut umurmu” (QS. Asy-Syu’ara: 18).[17] 

Kalimat ta’lim dari Abdul Fattah Jalal merupakan proses yg terus menerus diusahakan insan semenjak lahir, sehingga satu segi sudah meliputi aspek kognisi dan pada segi lain nir mengabaikan aspek affeksi dan psikomotorik. Beliau pula mendasarkan pandangan tadi dalam argumentasi, bahwa Rasulullah SAW. Diutus sebagai mu’allim, sebagai pendidik, hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya, QS. Al-Baqarah: 151 yang ialah sebagai berikut:

”Sebagaimana Kami telah mengutus pada kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian, mensucikan kalian dan mengajarkan kalian al-Kitab serta al-Hikmah, dan mengajarkan pada kalian apa yang belum diketahui” (QS. Al-Baqarah: 151).[18]

Ayat pada atas didukung pula sang ayat yang lain yg terdapat pada QS. Al-Jumu’ah: 2, yaitu:
”Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta alfabet seseorang Rosul pada antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Akitab serta Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-sahih pada kesesatan yg nyata” (QS. Al-Jumu’ah: dua).[19]

Kata menyucikan dalam ayat pada atas dapat diidentikan menggunakan mendidik, sedang mengajar nir lain kecuali mengisi benak murid menggunakan pengetahuan berkaitan menggunakan alam metafísika serta físika.[20] 

Menurut Fattah Jalal, Islam dicerminkan sang ayat 151 surat Al-Baqarah tadi memandang proses ta’lim sebagai lebih menurut universal menurut tarbiyah. Sebab, saat mengajarkan tilawah Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW. Tidak sekedar terbatas dalam mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai perenungan mengenai pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan penanaman amanah. Dari membaca semacam itu Rasulullah SAW. Membawa mereka kepada tazkiyah, yakni penyucian dan pembersihan diri insan dari segala kotoran serta menjadikan diri itu berada pada suasana yang memungkinkannya dapat mendapat nasihat, menyelidiki segala yang nir diketahui serta yg berguna. Al-Hikmah nir bisa dipelajari secara parsial dan sederhana, tetapi harus mencakup keseluruhan ilmu secara integral. Kata Al-Hikmah asal menurut Al-Ihkam, yang dari Fattah Jalal berarti “keunggulan pada pada ilmu, amal, perbuatan serta atau pada pada semuanya itu”.[21] 

Kata hikmah juga mempunyai arti bisa menangkap gejala dan hakikat pada balik sebuah insiden. Mereka nir hanya melihat apa yang tampak, namun dengan mata bathinnya (bashirah), mereka bisa mengenal apa yang berada pada kembali yang tampak tersebut. “Inilah yang dimaksudkan menggunakan hikmah yang nir lain diartikan menjadi kearifan (the man of wisdom)”.[22] 

C. At-Tarbiyah
Jika diamati lebih intens, tampak kata tarbiyah yg sudah sekian abad digunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam dibandingkan sorotan dalam istilah ta’lim dan ta’dib. Hal tersebut dapat dimaklumi, lantaran istilah tarbiyah itulah yg dikembangkan secara umum dikuasai para ahli disepanjang sejarah.[23]

Tetapi yg lebih menarik buat disimak ádalah bagaimana argumentasi pokok yang menjamin kata tarbiyah menjadi yg lebih relevan pada menggambarkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam.

Athiyyah Al-Abrasyi serta Mahmud Yunus menyatakan bahwa kata tarbiyah serta ta’lim berdasarkan segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki disparitas fundamental, mengingat berdasarkan segi makna, istilah tarbiyah berarti “mendidik, sedangkan ta’lim berarti mengajar, 2 kata yg secara substansial nir bisa disamakan”.[24]

Perbedaan mendidik serta mengajar berdasarkan kedua ahli pada atas sangat mendasar sekali. Mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara, supaya dapat mempergunakan energi dan bakatnya dengan baik, sebagai akibatnya mencapai kehidupan yang sempurna di pada rakyat. Oleh sebab itu, tarbiyah meliputi pendidikan jasmani, pendidikan ‘aql, perasaan, keindahan serta kemasyarakatan. Sementara ta’lim adalah keliru satu dari pendidikan yg bermacam-macam itu.

Dalam ta’lim, guru mentransfer ilmu, pandangan atau pikiran kepada siswa menurut metode yg disukai, sedangkan pada tarbiyah siswa turut terlihat membahas, memeriksa, mengupas, serta memikirkan soal-soal yang sulit serta mencari solusi buat mengatasi kesulitan itu menggunakan energi dan pikirannya sendiri. Oleh karena itu, ta’lim sebenarnya adalah tarbiyah ‘aql, bagian dari tarbiyah menggunakan tujuan supaya peserta didik menerima ilmu pengetahuan atau kemampuan berpikir. Sedangkan tarbiyah mengarahkan siswa supaya hidup berilmu, beramal, bekerja, bertubuh sehat, ber’aql cerdas, berakhlak mulia serta pintar pada tengah-tengah masyarakat.

Para pakar pendidikan nampaknya menemui kesulitan dalam menaruh rumusan definisi pendidikan, kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yg akan dibina. Bahkan konferensi internasional pertama tentang pendidikan Islam ternyata nir berhasil menyusun suatu definisi pendidikan Islam yg disepakati semua pihak. Jadi sangat tidak mungkin menciptakan suatu definisi pendidikan Islam yg singkat tetapi meliputi wilayah binaan yang luas. Lantaran, pendidikan merupakan bisnis mengembangkan diri pada segala aspeknya. 

Demikian juga kerancuan pemakaian dan pemahaman ketiga istilah itu, sebenarnya nir perlu terjadi bila konsep yg dikandung oleh ketiga kata tersebut kita aplikasikan pada lingkup forum pendidikan jalur sekolah. Namun demikian, kita dituntut bersikap selektif tanpa melakukan deskreditasi pada kata-kata yg dianggap kurang relevan dikembangkan, apalagi bila ketiganya ditampilkan secara konfrontatif, lantaran dalam ketiganya masih ada kelebihan disamping kekurangannya.

Kelebihan masing-masing istilah itulah yang perlu dirumuskan serta diantisipasi lebih mencerminkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam, sebagai akibatnya pada terapannya sebagai:
a. Istilah tarbiyah kiranya mampu digunakan buat dikembangkan, mengingat kandungan kata tersebut lebih mencakup serta lebih luas dibanding menggunakan kedua istilah lain (ta’lim dan ta’dib).
b. Dalam proses belajar mengajar, konsep ta’lim bagaimanapun tidak sanggup diabaikan, mengingat keliru satu cara atau metode mencapai tujuan tarbiyah merupakan dengan melalui proses ta’lim tersebut.
c. Ta’lim dan tarbiyah dalam konsep ta’dib pada perumusan arah dan tujuan aktifitas, tetapi menggunakan modifikasi, sehingga tujuannya nir sekedar dirumuskan menggunakan istilah singkat Al-Fadlilah, tetapi rumusan tujuan pendidikan Islam yang lebih menaruh porsi primer pengembangan pada pertumbuhan dan training keimanan, keIslaman serta keihsanan disamping nir mengabaikan pertumbuhan serta pengembangan kemampuan intelektual siswa.[25]

Dengan demikian kata pendidikan yg relevan menggunakan rekanan konsep bahasa Arabnya ádalah istilah At-tarbiyah, sebagai akibatnya kata pendidikan Islam akan menjadi At-tarbiyah Al-Islamiyah, bukan At-ta’lim al-Islamiy atau At-ta’dib Al-Islamy.[26]

Selain pendapat-pendapat tentang definisi pendidikan Islam di atas, berikut adalah definisi pendidikan Islam dari beberapa pakar:
1. Menurut Burhan Somad, pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan buat membentuk individu sebagai makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi berdasarkan ukuran Allah. Secara rinci beliau mengemukakan pendidikan itu baru dapat disebut pendidikan Islam jika mempunyai 2 ciri khas, yaitu:
a. Tujuannya buat membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi dari hukum Al-Qur’an.
b Isi pendidikannya ajaran Allah yg tercantum menggunakan lengkap pada pada Al-Qur’an dan pelaksanaannya dalam praktek kehidupan sehari-hari, sebagaimana yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[27]

2. Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) diartikan menjadi proses pemeliharaan, pengembangan serta pelatihan, jua adalah upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan semua potensi diri manusia, sesuai fitrahnya serta proteksi menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya.[28]

3. Menurut Abdur Rahman Nahlawi:

أَلتـــَّرْبــِيَّة ُاْلإ ِسْلا َمِيَّة ُهِيَ التـــَّنْظِــيْمُ الْمُنْفَسِيُّ وَاْلإِجْتِمَاعِيُّ الَّذِيْ يــُؤْدِيْ إِلىَ اعْتِنَاقِ اْلإ ِسْلا َمِ وَتــَطْبِيْقَةٍ كُلِّــيًّافِى حَيَاةِ الْفَرْدِوَالْجَمَاعَةِ

”Pendidikan Islam merupakan pengaturan langsung serta rakyat yg karena itu dapatlah memeluk Islam secara logis dan sinkron secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif”.[29]

Dari uraian tadi bisa diambil konklusi bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan dilakukan sang seorang dewasa pada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia mempunyai kepribadian muslim. Dan lantaran ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku langsung pada rakyat, menuju kesejahteraan hayati perseorangan dan beserta, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu serta pendidikan rakyat. [30]


Sumber-Sumber Artikel Di Atas :

[1]. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. VI, h.10 
[2]. M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 1994, Cet. XXIX, h. 272
[3] Baihaqi A.K. Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakata: Darul Ulum Press, 2003, Cet. Ke-tiga, h. 1
[4] UU RI No. 20, Th 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan UU RI No.14 Th. 2005 tentang pengajar dan dosen, Jakarta: Visimedia, 2007, Cet. I, h. 2.
[5]. //dewilenys.wordpress.com/2008/04/15/pendidikan-anak-dari-Islam
[6].ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan pada Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke IV, h. 24.
[7].M. Athoullah Ahmad, Pendidikan Agama Islam, Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah, 1997, Cet, ke-1, h.4
[8]. Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2001, Cet. I, h. 10. 
[9]. Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam, 2001, Cet. X, h. 2.
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VI, hal.41 
[11] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia 2002, h. 2 
[12]. Ibid. H. 3
[13]. Ibid., h. 4
[14]. Ibid., h. 3
[15]. Ibid. H. 4
[16] Hasbi Ash-Shiddieqy, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 284 
[17] Ibid, h. 367
[18] Ibid, h. 23
[19]. Ibid, h. 553
[20]. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992 Cet. Ke-I, h. 172
[21].abdul Halim Soebahar,Op. Cit., h. 6.
[22].toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah ( Transcendental Intelligence), Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke II, 
[23]. Abdul Halim Soebahar, Loc. Cit. H. 6
[24]. Ibid, h. 7
[25]. Ibid, h. 8 
[26] Ibid, h. 12
[27]. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h. 10
[28]. M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Yayasan Karsa Utama serta PB Mathla’ul Anwar, 1998, Cet. Ke 1, h. 3
[29]. Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 9
[30] . Ibid, h. 12

PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ISTILAHISTILAH PENDIDIKAN

Pengertian Pendidikan Islam Dan Istilah-Istilah Pendidikan
Secara generik pendidikan pada Islam diungkapkan pada beberapa istilah, yakni: ta’dib, ta’lim, dan tarbiyah. Pada bagian ini akan dibahas secara rinci dari masing-masing istilah tadi, sebagaimana akan didiskripsikan pada bawah ini. 

Pendidikan itu sendiri berasal berdasarkan istilah didik kemudian istilah ini mendapat imbuhan me- sehingga sebagai mendidik, ialah memelihara serta memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan dibutuhkan adanya ajaran, tuntunan serta pimpinan tentang akhlaq serta kecerdasan pikiran.[1]

Pendidikan dalam hakikatnya mempunyai jangkauan makna yang luas dan, pada rangka mencapai kesempurnaannya, memerlukan saat dan energi yang tidak kecil. Dalam khazanah keagamaan dikenal ungkapan Minal mahdi ilal lahdi (berdasarkan buaian sampai liang lahad atau pendidikan seumur hidup), sebagaimana dikenal juga pernyataan ilmu pada siswa: “Berilah aku semua yang kamu miliki, maka akan kuberikan kepadamu sebagian yang saya punyai.”[2] 

Di pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) masih ada penerangan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan perilaku serta tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedang mendidik diartikan menggunakan memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak serta kecerdasan pikiran. 

Secara terminologis, pengertian pendidikan yang masih ada pada Ensiklopedia Pendidikan mendefinisikan bahwa pendidikan pada arti yg luas mencakup semua perbuatan dan usaha berdasarkan generasi tua buat mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan keterampilannya pada generasi belia menjadi usaha menyiapkannya supaya bisa memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah juga rohaniah.[3] 

Dalam undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan adalah bisnis sadar dan terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar siswa secara aktif menyebarkan potensi dirinya buat mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yg diperlukan dirinya, rakyat, bangsa serta negara.[4] 

Sedangkan pengertian pendidikan berdasarkan kata Psikologi merupakan proses menumbuh kembangkan semua kemampuan dan konduite manusia melalui pedagogi. Adanya kata pedagogi ini berarti ada suatu proses perubahan tingkah laris menjadi hasil hubungan menggunakan lingkungan yg dianggap dengan belajar.[5]

Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukan rona pendidikan eksklusif, yaitu pendidikan yang berwarna Islam. Pembahasan pendidikan berdasarkan Islam terutama berdasarkan atas Al-Qur’an dan Al-Hadits, kadang-kadang diambil pula pendapat para pakar pendidikan Islam.[6] 

Menurut M. Athoullah Ahmad dalam tulisannya berkata, Islam merupakan lembaga (dustur) Islam, barang siapa yang membenarkan Islam adalah menurut Allah, beriman secara global dan terang, maka disebut Mu’min, serta iman dalam pengertian ini tak bisa ditinjau kecuali hanya sang Allah SWT, karena manusia tidak pernah membedah hati seorang serta nir mengetahui apa pada dalamnya.[7] 

Menurut Muhammad Thalib, Islam adalah kepercayaan yg Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad saw., yg mengajarkan segala aspek tatanan kehidupan yg dibutuhkan sang manusia, termasuk di dalamnya aspek pendidikan.[8]

Pendapat lain mengungkapkan, istilah Islam asal menurut bahasa Arab “aslama”. Bila dipandang dari segi bahasa, Islam memiliki beberapa arti:
  1. Islam berarti taat/patuh dan berserah diri kepada Allah SWT.
  2. Islam berarti hening serta kasih sayang. Maksudnya, kepercayaan Islam mengajarkan perdamaian dan kasih-sayang bagi umat insan tanpa memandang rona kulit, agama, serta status sosial.
  3. Islam berarti selamat, maksudnya Islam merupakan petunjuk untuk memperoleh keselamatan hidup baik di global juga di akhirat kelak Itulah sebabnya salam bagi umat Islam adalah “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” (semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan-Nya padamu).[9]
Dalam Tafsir Al-Mishbah yg ditulis oleh M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Islam merupakan ketundukan makhluk pada Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran yang dibawa oleh para rasul, yang didukung sang karamah dan bukti-bukti yg meyakinkan.

Hanya saja, kata Islam buat ajaran para nabi yang lalu adalah sifat, sedang umat Nabi Muhammad saw. Mempunyai keistimewaan dari transedental berdasarkan sifat itu bagi agama umat Muhammad, sekaligus sebagai pertanda serta nama baginya.[10] 

Setelah tadi diungkapkan antara pengertian pendidikan serta Islam secara terpisah, maka jika dipandang menurut sudut pandang bahasa, pendidikan Islam asal dari khazanah bahasa Arab yang diterjemahkan, mengingat dalam bahasa itulah ajaran Islam diturunkan. Seperti yang tersirat pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, dua asal primer ajaran Islam, kata yg digunakan dan dianggap relevan sebagai akibatnya menggambarkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam itu ada tiga, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, dan At-Ta’dib, ketiga kata ini direkomendasikan dalam Konferensi Internasional pertama mengenai pendidikan Islam di Makkah dalam tahun 1977 sebagai berikut:

”The meaning of education in Islam totality in the context of Islam inherent in the connotation of three each these term conveys conserning man his society and environment in relation to God Islam related to ten other, and together they represent the scope of education in Islam both formal and non formal.” 

“Yang dimaksud totalitas pendidikan pada konteks Islam ialah yg nir mampu dipisahkan pada konotasi 3 kata pendidikan mengenai manusia, lingkungan dan masyarakatnya dan pada hubungannya dengan Tuhan, jua yg berhubungan dengan sepuluh lainnya, serta beserta-sama membentuk lingkup pendidikan Islam baik formal dan non formal”.[11]

Dari hasil rekomendasi pada konferensi pertama di atas, terdapat beberapa kata tentang pendidikan, yaitu: At-Ta’dib, At-Ta’lim,dan At-Tarbiyah.

A. At-Ta’dib
Pendidikan diistilahkan menggunakan kata At-Ta’dib, kata ini sebetulnya nir dijumpai pada Al-Qur’an, tetapi dalam Al-Hadits dinyatakan, yaitu: 

أَدَّبــَنِـيْ رَبــِّيْ فَــأَحْسَنَ تــَـأْدِ يـْبـــِيْ ( رواه السمعـــانى ) 

“Tuhanku sudah mendidikku, maka Ia baguskan pendidikanku” (HR. As-Sam’ani).[12]

Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, kata ta’dib inilah yang berarti pendidikan. Menurutnya ta’dib memiliki arti yang sama serta ditemukan relasi konseptualnya di pada kata ta’lim, walaupun diakui bahwa cakupan kata ta’dib berdasarkan Al-Attas lebih luas menurut yang dicakup kata ta’lim. Dalam ialah yang orisinil serta fundamental addaba (fi’il madhi) adalah the inviting to a banquet (undangan kepada suatu perjamuan). Gagasan tentang suatu perjamuan masyarakat bahwa tuan tempat tinggal merupakan orang yang mulia, sementara hadirin merupakan yang diperkirakan pantas menerima penghormatan buat diundang, sang karena mereka merupakan orang-orang yg bermutu serta berpendidikan serta sanggup mengikuti keadaan, baik tingkah laku maupun keadaannya, sehingga konsep ta’dib bila diaplikasikan secara sederhana menurut persepsi Bloom, “bukan sekedar mencakup aspek afeksi (afektif), melainkan meliputi juga aspek kognitif serta psikomotorik, kendatipun aspek yg pertama lebih mayoritas”.[13] 

Beliau mendasarkan analisisnya atas konsep semantik dan hadits Rasulullah SAW. Riwayat Ibn Mas’ud ketika Al-Qur’an digambarkan menjadi undangan Allah untuk menghadiri suatu perjamuan pada atas bumi, serta kita sangat dianjurkan buat mengambil bagian menggunakan cara memiliki pengetahuan yg sahih tentang-Nya disabda Rasulullah SAW. Menjadi berikut:

إِنَّّ هَـذَا الْقُـرْأَنَ مَـأْدَبـَةُ اللهِ فِى الأَرْضِ فَـتـــَعَـلَـّمُوْا مِنْ مَـأْدَ بَــتـِهِ ( رواه ابن مسعود) 

“Sesungguhnya Al-Quran adalah hidangan Allah di atas bumi, maka barang siapa yg mempelajarinya, berarti beliau belajar dari hidangannya” (HR. Ibn Mas’ud).[14] 

Oleh karenanya istilah ta’dib adalah kata yg paling relevan dibandingkan dengan kata ta’lim serta tarbiyah.
Sedangkan konsekuensi akibat tidak dikembangkannya istilah ta’dib pada konsep dan aktifitas pendidikan Islam berpengaruh dalam tiga hal penting, pertama, kebiasaan dan kesalahan pada ilmu pengetahuan, yg pada gilirannya akan membangun syarat yg ke 2, yakni gilirannya adab pada umat, syarat yg muncul akibat yg pertama serta kedua merupakan konsekuensi yg ketiga, berupa bangkitnya pimpinan yg tidak memenuhi syarat kepemimpinan yang sah pada kalangan umat, karena tidak memenuhi standar moral, intelektual serta spiritual yg tinggi, yang diharapkan bagi suatu kepemimpinan pengendalian yg berkelanjutan atas urusan-urusan umat sang pemimpin-pemimpin misalnya mereka yg menguasai semua bidang kehidupan.[15]

B. At-Ta’lim
Menurut Fattah Jalal, Istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yang sebenarnya berlaku hanya buat pendidikan anak mini . Yang dimaksudkan menjadi proses persiapan serta pengusahaan pada fase pertama pertumbuhan manusia (yang oleh Lanqeveld diklaim pendidikan pendahuluan), atau berdasarkan istilah yg populer disebut fase bayi serta kanak-kanak. 

Pandangan dia berdasarkan pada dua ayat sebagaimana firman Allah:

ﻮﻗﻞ ﺭﺐ ﺍ ﺮﺣﻣﻬﻣﺎ ﻛﻣﺎ ﺭﺑﻳﻧﻰ ﺼﻐﻳﺭﺍ

“…Dan ucapkanlah: Ya Rabbi, kasihanilah mereka berdua sebagaimana (kasihnya) mereka berdua mendidik aku saat mini ” (QS. Al-Isra’: 24).[16]

Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mendidikmu pada pada famili kami waktu kamu masih kanak-kanak, dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu” (QS. Asy-Syu’ara: 18).[17] 

Kalimat ta’lim berdasarkan Abdul Fattah Jalal adalah proses yang terus menerus diusahakan insan sejak lahir, sehingga satu segi sudah meliputi aspek kognisi dan pada segi lain nir mengabaikan aspek affeksi serta psikomotorik. Beliau juga mendasarkan pandangan tadi pada argumentasi, bahwa Rasulullah SAW. Diutus menjadi mu’allim, sebagai pendidik, hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya, QS. Al-Baqarah: 151 yg ialah sebagai berikut:

”Sebagaimana Kami sudah mengutus pada kalian yg membacakan ayat-ayat Kami pada kalian, mensucikan kalian serta mengajarkan kalian al-Kitab serta al-Hikmah, dan mengajarkan kepada kalian apa yg belum diketahui” (QS. Al-Baqarah: 151).[18]

Ayat di atas didukung juga oleh ayat yang lain yg masih ada dalam QS. Al-Jumu’ah: dua, yaitu:
”Dialah yg mengutus pada kaum yang buta alfabet seseorang Rosul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka serta mengajarkan kepada mereka Akitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya sahih-sahih pada kesesatan yg nyata” (QS. Al-Jumu’ah: 2).[19]

Kata menyucikan pada ayat pada atas bisa diidentikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak murid dengan pengetahuan berkaitan menggunakan alam metafísika serta físika.[20] 

Menurut Fattah Jalal, Islam dicerminkan oleh ayat 151 surat Al-Baqarah tersebut memandang proses ta’lim sebagai lebih berdasarkan universal dari tarbiyah. Sebab, ketika mengajarkan tilawah Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW. Tidak sekedar terbatas pada mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai perenungan tentang pengertian, pemahaman, tanggung jawab serta penanaman amanah. Dari membaca semacam itu Rasulullah SAW. Membawa mereka kepada tazkiyah, yakni penyucian dan pembersihan diri insan berdasarkan segala kotoran serta berakibat diri itu berada dalam suasana yg memungkinkannya dapat menerima pesan tersirat, mengusut segala yg tidak diketahui serta yang berguna. Al-Hikmah nir bisa dipelajari secara parsial serta sederhana, namun wajib mencakup holistik ilmu secara integral. Kata Al-Hikmah berasal dari Al-Ihkam, yg dari Fattah Jalal berarti “keunggulan di pada ilmu, amal, perbuatan serta atau pada dalam semuanya itu”.[21] 

Kata nasihat pula memiliki arti mampu menangkap tanda-tanda dan hakikat pada balik sebuah peristiwa. Mereka nir hanya melihat apa yg tampak, tetapi menggunakan mata bathinnya (bashirah), mereka bisa mengenal apa yg berada di balik yang tampak tadi. “Inilah yang dimaksudkan dengan nasihat yg tidak lain diartikan sebagai kearifan (the man of wisdom)”.[22] 

C. At-Tarbiyah
Jika diamati lebih intens, tampak istilah tarbiyah yg sudah sekian abad dipergunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam dibandingkan sorotan pada kata ta’lim serta ta’dib. Hal tersebut bisa dimaklumi, karena istilah tarbiyah itulah yang dikembangkan lebih banyak didominasi para ahli disepanjang sejarah.[23]

Tetapi yg lebih menarik buat disimak ádalah bagaimana argumentasi utama yang mengklaim istilah tarbiyah sebagai yg lebih relevan pada mendeskripsikan konsep dan aktifitas pendidikan Islam.

Athiyyah Al-Abrasyi serta Mahmud Yunus menyatakan bahwa kata tarbiyah serta ta’lim dari segi makna kata maupun aplikasinya mempunyai perbedaan fundamental, mengingat dari segi makna, istilah tarbiyah berarti “mendidik, sedangkan ta’lim berarti mengajar, dua kata yg secara substansial nir mampu disamakan”.[24]

Perbedaan mendidik serta mengajar dari kedua ahli di atas sangat mendasar sekali. Mendidik berarti mempersiapkan peserta didik menggunakan segala macam cara, supaya dapat mempergunakan energi serta bakatnya dengan baik, sehingga mencapai kehidupan yang sempurna di dalam rakyat. Oleh sebab itu, tarbiyah meliputi pendidikan jasmani, pendidikan ‘aql, perasaan, keindahan serta kemasyarakatan. Sementara ta’lim merupakan galat satu dari pendidikan yg bermacam-macam itu.

Dalam ta’lim, guru mentransfer ilmu, pandangan atau pikiran kepada peserta didik dari metode yang disukai, sedangkan pada tarbiyah peserta didik turut terlihat membahas, menilik, mengupas, serta memikirkan soal-soal yg sulit serta mencari solusi untuk mengatasi kesulitan itu menggunakan energi serta pikirannya sendiri. Oleh karena itu, ta’lim sebenarnya merupakan tarbiyah ‘aql, bagian berdasarkan tarbiyah menggunakan tujuan supaya peserta didik mendapat ilmu pengetahuan atau akal budi. Sedangkan tarbiyah mengarahkan peserta didik supaya hidup berilmu, beramal, bekerja, bertubuh sehat, ber’aql cerdas, berakhlak mulia dan pandai pada tengah-tengah warga .

Para pakar pendidikan nampaknya menemui kesulitan dalam memberikan rumusan definisi pendidikan, kesulitan itu antara lain ditimbulkan oleh banyaknya jenis aktivitas serta aspek kepribadian yg akan dibina. Bahkan konferensi internasional pertama mengenai pendidikan Islam ternyata nir berhasil menyusun suatu definisi pendidikan Islam yg disepakati seluruh pihak. Jadi sangat tidak mungkin menciptakan suatu definisi pendidikan Islam yang singkat tetapi meliputi wilayah binaan yg luas. Karena, pendidikan merupakan usaha berbagi diri dalam segala aspeknya. 

Demikian pula kerancuan pemakaian serta pemahaman ketiga istilah itu, sebenarnya tidak perlu terjadi apabila konsep yg dikandung oleh ketiga istilah tadi kita aplikasikan pada lingkup lembaga pendidikan jalur sekolah. Namun demikian, kita dituntut bersikap selektif tanpa melakukan deskreditasi dalam kata-istilah yang dipercaya kurang relevan dikembangkan, apalagi apabila ketiganya ditampilkan secara konfrontatif, karena pada ketiganya terdapat kelebihan disamping kekurangannya.

Kelebihan masing-masing istilah itulah yg perlu dirumuskan dan diantisipasi lebih mencerminkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam, sehingga pada terapannya menjadi:
a. Istilah tarbiyah kiranya bisa dipakai buat dikembangkan, mengingat kandungan istilah tersebut lebih meliputi serta lebih luas dibanding dengan kedua istilah lain (ta’lim serta ta’dib).
b. Dalam proses belajar mengajar, konsep ta’lim bagaimanapun nir mampu diabaikan, mengingat galat satu cara atau metode mencapai tujuan tarbiyah adalah menggunakan melalui proses ta’lim tadi.
c. Ta’lim dan tarbiyah dalam konsep ta’dib dalam perumusan arah serta tujuan aktifitas, tetapi dengan modifikasi, sehingga tujuannya tidak sekedar dirumuskan menggunakan kata singkat Al-Fadlilah, namun rumusan tujuan pendidikan Islam yg lebih menaruh porsi primer pengembangan pada pertumbuhan dan training keimanan, keIslaman dan keihsanan disamping tidak mengabaikan pertumbuhan dan pengembangan kemampuan intelektual peserta didik.[25]

Dengan demikian istilah pendidikan yang relevan menggunakan rekanan konsep bahasa Arabnya ádalah istilah At-tarbiyah, sehingga istilah pendidikan Islam akan menjadi At-tarbiyah Al-Islamiyah, bukan At-ta’lim al-Islamiy atau At-ta’dib Al-Islamy.[26]

Selain pendapat-pendapat mengenai definisi pendidikan Islam di atas, berikut adalah definisi pendidikan Islam berdasarkan beberapa pakar:
1. Menurut Burhan Somad, pendidikan Islam merupakan pendidikan yg bertujuan buat menciptakan individu sebagai makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi dari ukuran Allah. Secara rinci dia mengemukakan pendidikan itu baru dapat dianggap pendidikan Islam apabila memiliki dua ciri spesial , yaitu:
a. Tujuannya untuk membentuk individu sebagai bercorak diri tertinggi dari hukum Al-Qur’an.
b Isi pendidikannya ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap pada pada Al-Qur’an dan pelaksanaannya pada praktek kehidupan sehari-hari, sebagaimana yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[27]

2. Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) diartikan menjadi proses pemeliharaan, pengembangan dan pembinaan, pula merupakan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh potensi diri manusia, sesuai fitrahnya dan proteksi menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya.[28]

3. Menurut Abdur Rahman Nahlawi:

أَلتـــَّرْبــِيَّة ُاْلإ ِسْلا َمِيَّة ُهِيَ التـــَّنْظِــيْمُ الْمُنْفَسِيُّ وَاْلإِجْتِمَاعِيُّ الَّذِيْ يــُؤْدِيْ إِلىَ اعْتِنَاقِ اْلإ ِسْلا َمِ وَتــَطْبِيْقَةٍ كُلِّــيًّافِى حَيَاةِ الْفَرْدِوَالْجَمَاعَةِ

”Pendidikan Islam adalah pengaturan eksklusif dan warga yg karena itu dapatlah memeluk Islam secara logis serta sinkron secara holistik baik dalam kehidupan individu maupun kolektif”.[29]

Dari uraian tersebut dapat diambil konklusi bahwa pendidikan Islam artinya bimbingan dilakukan sang seorang dewasa pada terdidik dalam masa pertumbuhan agar beliau mempunyai kepribadian muslim. Dan lantaran ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi di masyarakat, menuju kesejahteraan hayati perseorangan dan beserta, maka pendidikan Islam merupakan pendidikan individu serta pendidikan warga . [30]


Sumber-Sumber Artikel Di Atas :

[1]. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. VI, h.10 
[2]. M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 1994, Cet. XXIX, h. 272
[3] Baihaqi A.K. Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakata: Darul Ulum Press, 2003, Cet. Ke-tiga, h. 1
[4] UU RI No. 20, Th 2003 mengenai sistem pendidikan nasional serta UU RI No.14 Th. 2005 mengenai guru dan dosen, Jakarta: Visimedia, 2007, Cet. I, h. 2.
[5]. //dewilenys.wordpress.com/2008/04/15/pendidikan-anak-berdasarkan-Islam
[6].ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan pada Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke IV, h. 24.
[7].M. Athoullah Ahmad, Pendidikan Agama Islam, Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah, 1997, Cet, ke-1, h.4
[8]. Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2001, Cet. I, h. 10. 
[9]. Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam, 2001, Cet. X, h. 2.
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. Dua, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VI, hal.41 
[11] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia 2002, h. 2 
[12]. Ibid. H. 3
[13]. Ibid., h. 4
[14]. Ibid., h. 3
[15]. Ibid. H. 4
[16] Hasbi Ash-Shiddieqy, dkk., Al-Qur’an serta Terjemahnya, h. 284 
[17] Ibid, h. 367
[18] Ibid, h. 23
[19]. Ibid, h. 553
[20]. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992 Cet. Ke-I, h. 172
[21].abdul Halim Soebahar,Op. Cit., h. 6.
[22].toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah ( Transcendental Intelligence), Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke II, 
[23]. Abdul Halim Soebahar, Loc. Cit. H. 6
[24]. Ibid, h. 7
[25]. Ibid, h. 8 
[26] Ibid, h. 12
[27]. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h. 10
[28]. M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Yayasan Karsa Utama serta PB Mathla’ul Anwar, 1998, Cet. Ke 1, h. 3
[29]. Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 9
[30] . Ibid, h. 12

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter bisa didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter anak didik. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan sang Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yg disengaja buat membantu seseorang sehingga dia dapat memahami, memperhatikan, serta melakukan nilai-nilai etika yg inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir dan berperilaku yg sebagai ciri spesial tiap individu untuk hayati serta bekerja sama, baik pada lingkup keluarga, rakyat, bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter merupakan karakteristik khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar dalam kepribadian benda atau individu tadi, serta adalah “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian dipandang berdasarkan titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seseorang, dan umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yg salah pada kurikulum pendidikan pada masa lalu? Apakah kurikulum pada masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah mempunyai karakter, sebagai akibatnya sanggup membangun karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan kondisi pada masanya.kurikulum yg berlaku pada masanya itu dapat dicermati sudah mempunyai kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi dalam waktu itu dan memiliki tujuan-tujuan ideal yang sudah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yg berlaku dalam persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang adalah implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah menjadi perhatian aneka macam negara pada rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu rakyat negara, tetapi juga buat warga rakyat secara holistik. Pendidikan karakter dapat diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja menurut seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah buat membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dapat pada lihat dalam bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yg tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sinkron merupakan metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian dan hukuman. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter anak didik di sekolah berarti berbagai upaya yg dilakukan oleh sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yg identik menggunakan pelatihan adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yg dipilih sekolah merupakan kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada kata pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan pada atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapat membangun manusia berkualitas pada mana pun serta kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yg akan tiba. Jika pendidikan karakter dikembangkan menggunakan metode doktrin dan pedagogi belaka, niscaya prilaku menyimpang yg terjadi pada masa yg akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yg silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter bisa ditumbuhkembangkan dimana saja anak didik berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan berdasarkan orang dewasa. Apakah pada sekolah, pada tempat tinggal ataupun di tengah lingkungan rakyat. Lingkungan masyarakat luas kentara mempunyai pengaruh akbar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan menggunakan sistem nilai yang dianutnya, mensugesti sikap serta cara pandang warga secara holistik. Jika sistem nilai serta pandangan mereka terbatas dalam “sekarang serta pada sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas dalam sekarang serta di sini pula.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu dalam isi Sistem Pendidikan Nasional yang tadi di atas lalu dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya relatif berlebihan. Karena dalam pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yg sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik memiliki target dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, serta budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan pada ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yang ditemui penulis merupakan pada satu sisi pemerintah menggunakan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan, namun system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak dengan menuntut keberhasilan pendidikan yg dinilai berdasarkan keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah mempunyai ketetapan bahwa apabila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka sang pendidik pula lebih menekankan dalam yg krusial lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok seram oleh siswa, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat siswa yg melakukan tindakan mencontek. Demikian pula pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya agar peserta didik dapat lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah bila diperkirakan nilai akademik siswa pada hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yg terdiri berdasarkan nilai sekolah dan nilai Ujian Nasional bisa mencapai standar kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu ada pada setiap kegiatan pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yg lebih tampak misalnya jargon. Tetapi yang lebih krusial lagi apabila pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang Sekolah Dasar. Dalam tingkat pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan model-contoh dan aktivitas langsung yang berhubungan dengan karakter. Karena pendidikan karakter anak akan terbentuk baik bila kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure dan contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, dan berpijak terhadap hal yg realistis dan nir membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Jika pendidikan karakter ini pada usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, untuk langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa slogan.

Pendidikan karakter sangat penting pada proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai berdasarkan famili, sekolah hingga pada lingkungan rakyat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke global.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi jika pendidikan karakter lebih ditekankan pada taraf pendidikan dasar. Sehingga siswa lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yg telah mendogma dalam setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan anak didik pada tingkat pendidikan selanjutnya sebagai akibatnya tujuan pendidikan akan lebih tercapai.

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA ANTARA CITA DAN FAKTA

Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita Dan Fakta
Pendidikan di era globalisasi ketika ini sedang menghadapi tantangan akbar, terutama jika dikaitkan dengan konstribusinya terhadap terbentuknya peradaban serta budaya modern yang relevan menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Pada dimensi ini, pendidikan (pendidikan Islam khususnya) mengalami kemunduran fungsi (degradasi fungsional) lantaran pendidikan Islam lebih berorientasi pada aspek batiniah daripada aspek lahiriah. Dengan demikian, pendidikan Islam menyebabkan terjadinya kemandulan pada berpikir.

Banyak pendapat yang berkata bahwa pendidikan Islam hanya bisa menyesuaikan diri menggunakan pendidikan yg berorientasi dalam materialistik (simpel dan pragmatis) sehingga tidak bisa menentukan langkahnya menggunakan independen. Hal ini terjadi menjadi dampak pendidikan Islam kalah bersaing pada kebudayaan di tingkat global.

Dengan demikian, secara makro syarat pendidikan Islam ketika ini sudah ketinggalan jaman (out of dead) lantaran kalah berpacu menggunakan perkembangan serta perubahan sosial budaya. Konservatisme pendidikan adalah galat satu sebab yg dirasakan menjadi “kendala” sehingga komoditi yang diproduksi pendidikan Islam selalu kalah bersaing menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi, misalnya, yg mendorong pertumbuhan industry komunikasi dan berita yang sedikit poly sudah membarui pergeseran nilai dan budaya yang ada pada masyarakat. Lebih “celaka” lagi, pendidikan menjadi galat satu sistem sosial telah terbelenggu sang aneka macam aturan serta kebijakan pemegang kekuasaan yg mengakibatkan pendidikan menjadi “mandul”, tidak efektif, serta nir fleksibel dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi di tengah kehidupan rakyat.

Pendidikan formal (sekolah) tidak lagi adaptif, bahkan berada pada status-quo, pada mana hasil pendidikan formal nir bisa memenuhi tuntutan masyarakat, yang dalam akhirnya pendidikan hanya mampu membuat “pengangguran terdidik” karena nir tersedianya lapangan kerja yang sinkron. Hal tadi merupakan empiris sosial (social reality)yg kita hadapi waktu ini.untuk memecahkan aneka macam permasalahan pada atas, dalam makalah ini penulis memberikan solusi buat ikut mengurai benang kusut yang menimpa global pendidikan kita. Penulis memberi wacana baru mengenai taktik pendidikan Islam pada menghadapi kemajuan Iptek dengan cakupan kajian yang meliputi; problematika pendidikan Islam pada menghadapi kemajuan Iptek; efek apa saja yang ada dari kemajuan Iptek; dan bagaimana strategi pendidikan Islam menghadapi kemajuan Iptek.

Pengertian Pendidikan Islam 
Pendidikan adalah suatu proses pada rangka mendewasakan insan. Oleh karena itu, pendidikan tidak terbatas dalam ruang serta saat. Pendidikan dapat terjadi kapan saja serta pada mana saja, bahkan dari pandangan Islam pendidikan dimulai sejak manusia berada dalam ayunan hingga insan itu masuk ke liang lahat.

Namun demikian, apabila kita berbicara tentang pendidikan Islam, tidak dapat terlepas dari pembicaraan tentang pengertian pendidikan secara generik. Hal ini lantaran ada faktor keterkaitan (relation factor) antara pengertian pendidikan Islam menggunakan pendidikan secara generik. Dengan demikian, penulis memaparkan definisi pendidikan secara generik terlebih dahulu.

Dalam menaruh definisi tentang pendidikan, para ahli tidak sama pendapat sesuai menggunakan paradigma masing-masing, pada antaranya adalah menjadi berikut.
1. Ahmad D. Marimba berkata bahwa pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar sang si pendidik terhadap perkembangan jasmani serta ruhani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yg utama.
2. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan pendidikan adalah usaha yang dilakukan menggunakan penuh keinsyafan yg ditujukan buat keselamatan dan kebahagiaan manusia. Menurutnya, pendidikan berarti usaha berkebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hayati agar menaikkan derajat humanisme.
3. Soegarda Poerbakawatja menjelaskan pendidikan meliputi segala bisnis serta perbuatan berdasarkan generasi tua buat mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, dan keterampilannya kepada generasi belia buat melakukan fungsi hidupnya pada pergaulan beserta sebaik-baiknya. Definisi ini sejalan menggunakan definisi yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara.

Dari beberapa definisi pada atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan yg dilakukan dengan sengaja, akurat, berkala, dan bertujuan, yang dilaksanakan oleh orang dewasa pada arti mempunyai bekal ilmu pengetahuan serta keterampilan (profesional) mengungkapkan kepada murid secara sedikit demi sedikit. Begitu pula apa yg diberikan pada murid itu sedapat mungkin dapat menolong tugas dan perannya di masyarakat, pada mana kelak beliau hayati (termasuk buat meningkatkan derajat kemanusiaan).

Pendidikan Islam sebagaimana dikatakan oleh Sayid Sabiq adalah suatu aktivitas yg memiliki tujuan mempersiapkan anak didik berdasarkan segi jasmani, logika, dan ruhaninya sebagai akibatnya nantinya mereka sebagai anggota masyarakat yang bermanfaat, baik bagi dirinya juga umatnya (masyarakatnya).

Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany mendefinisikan pendidikan Islam menjadi proses membarui tingkah-laris yg terjadi pada diri individu juga masyarakat.9 Dengan demikian, pendidikan merupakan sebuah proses, bukan kegiatan yg bersifat instant. 

Dalam definisi lain, dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah upaya menyeimbangkan, mendorong, serta mengajak manusia buat lebih maju dengan menurut nilai-nilai yang luhur serta kehidupan yang mulia sebagai akibatnya terbentuk langsung yang lebih paripurna, baik yg berkaitan menggunakan akal, perasaan, maupun perbuatan.

Uraian tentang pengertian pendidikan serta pendidikan Islam di atas memberikan citra bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi belia buat menjalankan kehidupan serta memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif serta efisien. Di samping itu, keduanya sama-sama bertujuan membangun insan yg dalam akhirnya, pada samping mempunyai kualitas yg tinggi secara individual atau personal (kesalehan individual), jua mempunyai kualitas yg tinggi secara impersonal atau sosial (kesalehan sosial).

Pengertian Iptek
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Memberi pengertian mengenai ilmu bukanlah hal yg gampang lantaran kata ilmu (science) adalah suatu perkataan yang ambiguitas, yaitu mengandung lebih dari satu arti. Oleh karenanya, di pada pemakaian istilah ilmu seseorang seharusnya menjelaskan makna yg dimaksud.

Secara etimologi, kata “ilmu” merupakan menjadi arti berdasarkan kata science (bahasa Inggris), yg berarti pengetahuan. Kata ini berasal dari bahasa latin, scientia yg diturunkan menurut kata scire yg berarti mengetahui (to know) serta belajar (to learn).

Secara terminologi, pengertian ilmu sekurang-kurangnya meliputi 3 hal, yaitu pengetahuan, kegiatan, serta metode buat mendapatkan pemahaman terhadap pengertian ilmu.

Sementara itu, pengetahuan, dari Jujun Surya Sumantri digolongkan menjadi 3 macam, yaitu etika (pengetahuan mengenai baik serta buruk), estetika (pengetahuan mengenai latif serta jelek), serta akal (pengetahuan mengenai benar serta galat).

Ilmu serta pengetahuan merupakan 2 istilah yg nir dapat dipisahkan, tetapi tidak selamanya bahwa pengetahuan itu sebagai ilmu, melainkan pengetahuan yg diperoleh dengan cara-cara eksklusif menurut kesepakatan para ilmuwan.

Ilmu menjadi pengetahuan (knowledge) adalah pengertian ilmu pada umumnya. Ilmu dikatakan sebagai aktivitas (activity) adalah serangkaian aktivitas atau aktivitas yg dilaksanakan insan sebagaimana dikatakan sang Charles Singer, ilmu adalah proses yg menciptakan pengetahuan. Istilah ilmu juga merupakan suatu metode buat memperoleh pengetahuan yg objektif dan bisa diperiksa kebenarannya.

Tiga aspek tadi adalah satu kesatuan yg menampakan satu pemahaman bahwa ilmu terbentuk oleh aktivitas (activity) manusia yg dilakukan dengan cara atau metode tertentu sebagai akibatnya dalam akhirnya membentuk suatu pengetahuan yg sistematis. Untuk mendapatkan pengetahuan yg sistematis, maka wajib dilakukan sang insan yg memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif (berkaitan menggunakan pengetahuan) dan mempunyai tujuan keilmuan.

Ilmu adalah serangkaian aktivitas manusia yang rasional serta kognitif, dilakukan menggunakan beberapa metode berupa prosedur sebagai akibatnya membentuk pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala alam, masyarakat, atau manusia menggunakan tujuan buat menerima kebenaran, pemahaman, menaruh penerangan atau melakukan penerapan. Singkatnya, ilmu adalah rangkaian aktivitas berpikir yang bersifat sistematis, objektif, bermetode agar membentuk pengetahuan yang objektif jua.

Pengertian Teknologi Secara etimologis, kata teknologi dari menurut kata techne serta logos. Techne berarti serangkaian prinsip atau metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu objek atau kecakapan eksklusif, sedangkan logosmengacu pada istilah logi yang mengacu pada makna rapikan pikir.

Secara terminologi, teknologi memiliki arti kemampuan insan (masyarakat) buat memanfaatkan kekuatan-kekuatan alam guna kepentingan hidupnya. Dalam memanfaatkan kekuatan alam tersebut dilakukan menggunakan membangun alat-indera.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi merupakan pelaksanaan berdasarkan kreativitas insan berkaitan menggunakan indera serta bahan, dan diwujudkan dalam bentuk materi yang digunakan buat membantu tercapainya kebutuhan manusia.

Dampak Kemajuan Iptek terhadap Pendidikan Islam
Dampak berdasarkan perkembangan serta kemajuan Iptek telah mulai bermunculan, yang dalam prinsipnya berkekuatan melemahkan daya mental spiritual. Permasalahan baru yang sepertinya wajib segera dipecahkan sang pendidikan Islam pada khususnya adalah dehumanisasi pendidikan serta netralisasi nilai-nilai agama. Terjadinya benturan antara nilai-nilai sekuler menggunakan absolutisme menurut Tuhan. Akibat rentannya pola pikir manusia teknologis yg bersifat pragmatis-relativistismenuntut pendidikan Islam harus menerangkan kemampuannya dalam mengendalikan dan menangkal dampak negatif dari Iptek terhadap nilai-nilai etika keagamaan Islam serta nilai-nilai moral pada kehidupan individual serta sosial.

Perubahan serta perkembangan Iptek dengan majemuk kemajuan yang dibawanya bersifat fasilitatif terhadap kehidupan manusia lantaran Iptek akan membawa pengaruh positif (positive) dan negative (negative).

Apabila kita sanggup memanfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya, maka kita tidak akan terbawa arus dan hanyut ke pada perkembangan Iptek. Namun, bila kita nir bisa memanfaatkan kecanggihan Iptek, maka kita akan terjerumus ke pada imbas yang negatif.

Pendidikan Islam Berwawasan Iptek 
Pada hakikatnya, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah output karya menurut potensi nalar manusia.
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi waktu ini berlangsung sangat cepat dan mencakup seluruh sektor kehidupan insan. Sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, pendidikan sebagai bagian pada kebudayaan insan tidak akan lepas berdasarkan banyak sekali tantangan. Adapun yg menjadi titik sentral dilema modernisasi adalah standar kehidupan yang berpijak pada materialisme serta sekularisme. Hal ini mendorong manusia buat memusatkan diri pada perkembangan ilmu pengetahuan serta informasinya menjadi sumber strategis pada pembaharuan. Oleh karena itu nir terpenuhinya kebutuhan ini akan mengakibatkan depersonalisasi dan keterasingan oleh dunia terbaru.

Untuk menghadapi berbagai tantangan dan efek pada atas, maka pendidikan Islam harus bisa buat meminimalisir imbas negatif berdasarkan kemajuan Iptek, pada antaranya menggunakan cara pemugaran kembali konsep dan sistem pendidikan yg terdapat. Konsep tersebut perlu disesuaikan dengan kehidupan terkini; merumuskan kembali konsep sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam; menyusun kembali kurikulum; serta para pendidik perlu dilatih kembali sebagai akibatnya mereka sanggup menanamkan nilai-nilai serta menyebarkan kemampuan intelektual menggunakan metode pengajaran yang efektif. Dengan demikian, pendidikan Islam akan menjadi pendidikan yg sejati.

Chabib Thoha berpendapat, terdapat dua taktik pendidikan Islam pada menghadapi kemajuan Iptek, yaitu strategi global serta taktik sektoral. Pertama, strategi global mempunyai 2 pendekatan, yakni pendekatan sistemik dan proses. Pendekatan sistemik pada bidang pendidikan, yaitu diperlukannya keputusan politik, karena karena negara Indonesia sebagai negara kesatuan sebagai akibatnya perlu disusun sistem nasional pada aneka macam bidang, misalnya sistem politik nasional, sistem ekonomi nasional, sistem demokrasi nasional, termasuk juga sistem pendidikan nasional. Di antara keputusan politik dalam pendekatan ini adalah masuknya pendidikan Islam dalam subsistem pendidikan nasional. Apabila seluruh kegiatan dan kelembagaan pendidikan Islam menempatkan dirinya pada luar sistem pendidikan nasional, maka pendidikan akan termarjinalisasi berdasarkan peraturan politik nasional. Hal ini berarti pendidikan Islam akan kehilangan peluangnya buat berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.

Pendekatan proses, ialah menaikkan makna sistem pendidikan nasional melalui pendidikan yg berwawasan nilai. Adapun tujuan pendidikan yang berwawasan nilai adalah pendidikan yang hingga pada hakikat ilmu serta teknologi. Praktik pendidikan pada Indonesia belum hingga pendidikan yang berwawasan nilai. Penekanannya sampai ketika ini hanyalah berkisar dalam pengenalan teori buat masukan-masukan aspek kognitif tingkat rendah. Dengan demikian, peserta didik belum bisa menempatkan diri menjadi subjek belajar. Kedua, strategi sektoral. Strategi ini bersifat temporal serta kondisional, maksudnya pendekatan-pendekatan yg ditawarkan tidak bisa diterapkan dalam setiap syarat serta saat. Adapun pendekatan yg ditawarkan merupakan islamisasi ilmuwan, islamisasi Iptek, dan dominasi teknologi informasi serta komunikasi.

Berdasarkan beberapa pendekatan di atas, maka yang menjadi titik tolak yang baik bagi pembaharuan sistem pendidikan Islam dan merupakan solusi supaya pendidikan Islam dapat mengikuti modernisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dengan permanen berpegang teguh pada kendali normative, yaitu al-Qur’an serta al-Hadis. Oleh karena dalam pendidikan Islam terdapat dua tujuan yg harus dicapai, yaitu tujuan jangka panjang (kebahagiaan ukhrawiah) dan tujuan jangka pendek (kebahagiaan duniawiah).

Pendekatan ini jua sebagai reaksi terhadap maraknya suatu pendapat yg menyatakan bahwa kurang lebih abad ke-13 M sampai abad ke-19 M menurut segi keagamaan. Pada ketika itu Islam sudah membeku (semi mati), dalam arti permanen berada dalam bentuk-bentuk yang telah diciptakan oleh para ulama, qadi (hakim agama), mujtahid, dan tokoh sufi pada masa-masa pembentukannya serta seandainya terdapat perubahan hanya menjurus pada kemunduran bukan pada kemajuan.

Demikian gambaran singkat mengenai Pendidikan Islam serta kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi. Menurut penulis, semua ini terjadi karena prinsip-prinsip serta nilai-nilai yg terdapat dalam agama Islam itu bukan hanya berlaku buat satu masa eksklusif serta buat satu golongan tertentu jua, namun berlaku buat sepanjang jaman serta buat seluruh umat manusia (rahmatan lil ‘alamiin).

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yg dapat dilakukan buat mensugesti karakter murid. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yang disengaja buat membantu seorang sebagai akibatnya beliau bisa memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir serta berperilaku yang sebagai ciri spesial tiap individu buat hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, warga , bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri spesial yg dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri spesial tersebut merupakan asli serta mengakar dalam kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter merupakan kepribadian dicermati menurut titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seorang, serta umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi permanen (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yang keliru pada kurikulum pendidikan pada masa kemudian? Apakah kurikulum di masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan syarat dalam masanya.kurikulum yang berlaku pada masanya itu bisa dipandang telah memiliki kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi pada waktu itu serta memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yang berlaku pada persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg dianggap sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yg merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah sebagai perhatian banyak sekali negara dalam rangka mempersiapkan generasi yg berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu warga negara, tetapi pula buat rakyat rakyat secara holistik. Pendidikan karakter bisa diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (bisnis kita secara sengaja dari semua dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter bisa di lihat pada bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat supaya tujuan pendidikan bisa tercapai. Di antara metode pembelajaran yg sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian serta sanksi. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter murid di sekolah berarti berbagai upaya yang dilakukan sang sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan training adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yang dipilih sekolah adalah kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada istilah pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan di atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yg baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang bisa membentuk manusia berkualitas pada mana pun dan kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yang akan datang. Jika pendidikan karakter dikembangkan dengan metode doktrin serta pengajaran belaka, niscaya prilaku menyimpang yang terjadi pada masa yang akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yang silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter dapat ditumbuhkembangkan dimana saja murid berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan menurut orang dewasa. Apakah di sekolah, di rumah ataupun pada tengah lingkungan rakyat. Lingkungan rakyat luas jelas memiliki dampak besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika serta etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, berdasarkan Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yg dianutnya, mensugesti sikap dan cara pandang rakyat secara holistik. Apabila sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “sekarang dan pada sini”, maka upaya serta ambisinya terbatas pada kini serta pada sini jua.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu pada isi Sistem Pendidikan Nasional yg tadi pada atas kemudian dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya agak berlebihan. Karena pada pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yang sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik mempunyai sasaran dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, dan budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan dalam ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yg ditemui penulis merupakan di satu sisi pemerintah dengan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang pada kurikulum pada setiap jenjang pendidikan, tetapi system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak menggunakan menuntut keberhasilan pendidikan yang dinilai menurut keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah memiliki ketetapan bahwa bila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka oleh pendidik juga lebih menekankan dalam yang penting lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok menyeramkan oleh peserta didik, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat murid yg melakukan tindakan mencontek. Demikian juga pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya supaya siswa bisa lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah apabila diperkirakan nilai akademik anak didik dalam hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yang terdiri dari nilai sekolah serta nilai Ujian Nasional bisa mencapai baku kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu terdapat dalam setiap aktivitas pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yang lebih tampak misalnya slogan. Tetapi yang lebih penting lagi jika pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang SD. Dalam taraf pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan contoh-model serta kegiatan pribadi yang berhubungan dengan karakter. Lantaran pendidikan karakter anak akan terbentuk baik jika kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure serta contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, serta berpijak terhadap hal yg realistis dan tidak membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Apabila pendidikan karakter ini di usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, buat langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa jargon.

Pendidikan karakter sangat krusial dalam proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai menurut famili, sekolah sampai dalam lingkungan masyarakat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke dunia.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi apabila pendidikan karakter lebih ditekankan dalam tingkat pendidikan dasar. Sehingga murid lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yang telah mendogma pada setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan murid pada tingkat pendidikan selanjutnya sehingga tujuan pendidikan akan lebih tercapai.