PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yg dapat dilakukan buat mensugesti karakter murid. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yang disengaja buat membantu seorang sebagai akibatnya beliau bisa memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir serta berperilaku yang sebagai ciri spesial tiap individu buat hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, warga , bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri spesial yg dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri spesial tersebut merupakan asli serta mengakar dalam kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter merupakan kepribadian dicermati menurut titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seorang, serta umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi permanen (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yang keliru pada kurikulum pendidikan pada masa kemudian? Apakah kurikulum di masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan syarat dalam masanya.kurikulum yang berlaku pada masanya itu bisa dipandang telah memiliki kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi pada waktu itu serta memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yang berlaku pada persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg dianggap sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yg merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah sebagai perhatian banyak sekali negara dalam rangka mempersiapkan generasi yg berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu warga negara, tetapi pula buat rakyat rakyat secara holistik. Pendidikan karakter bisa diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (bisnis kita secara sengaja dari semua dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter bisa di lihat pada bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat supaya tujuan pendidikan bisa tercapai. Di antara metode pembelajaran yg sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian serta sanksi. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter murid di sekolah berarti berbagai upaya yang dilakukan sang sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan training adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yang dipilih sekolah adalah kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada istilah pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan di atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yg baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang bisa membentuk manusia berkualitas pada mana pun dan kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yang akan datang. Jika pendidikan karakter dikembangkan dengan metode doktrin serta pengajaran belaka, niscaya prilaku menyimpang yang terjadi pada masa yang akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yang silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter dapat ditumbuhkembangkan dimana saja murid berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan menurut orang dewasa. Apakah di sekolah, di rumah ataupun pada tengah lingkungan rakyat. Lingkungan rakyat luas jelas memiliki dampak besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika serta etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, berdasarkan Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yg dianutnya, mensugesti sikap dan cara pandang rakyat secara holistik. Apabila sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “sekarang dan pada sini”, maka upaya serta ambisinya terbatas pada kini serta pada sini jua.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu pada isi Sistem Pendidikan Nasional yg tadi pada atas kemudian dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya agak berlebihan. Karena pada pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yang sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik mempunyai sasaran dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, dan budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan dalam ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yg ditemui penulis merupakan di satu sisi pemerintah dengan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang pada kurikulum pada setiap jenjang pendidikan, tetapi system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak menggunakan menuntut keberhasilan pendidikan yang dinilai menurut keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah memiliki ketetapan bahwa bila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka oleh pendidik juga lebih menekankan dalam yang penting lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok menyeramkan oleh peserta didik, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat murid yg melakukan tindakan mencontek. Demikian juga pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya supaya siswa bisa lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah apabila diperkirakan nilai akademik anak didik dalam hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yang terdiri dari nilai sekolah serta nilai Ujian Nasional bisa mencapai baku kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu terdapat dalam setiap aktivitas pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yang lebih tampak misalnya slogan. Tetapi yang lebih penting lagi jika pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang SD. Dalam taraf pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan contoh-model serta kegiatan pribadi yang berhubungan dengan karakter. Lantaran pendidikan karakter anak akan terbentuk baik jika kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure serta contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, serta berpijak terhadap hal yg realistis dan tidak membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Apabila pendidikan karakter ini di usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, buat langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa jargon.

Pendidikan karakter sangat krusial dalam proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai menurut famili, sekolah sampai dalam lingkungan masyarakat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke dunia.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi apabila pendidikan karakter lebih ditekankan dalam tingkat pendidikan dasar. Sehingga murid lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yang telah mendogma pada setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan murid pada tingkat pendidikan selanjutnya sehingga tujuan pendidikan akan lebih tercapai.

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter bisa didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter anak didik. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan sang Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yg disengaja buat membantu seseorang sehingga dia dapat memahami, memperhatikan, serta melakukan nilai-nilai etika yg inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir dan berperilaku yg sebagai ciri spesial tiap individu untuk hayati serta bekerja sama, baik pada lingkup keluarga, rakyat, bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter merupakan karakteristik khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar dalam kepribadian benda atau individu tadi, serta adalah “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian dipandang berdasarkan titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seseorang, dan umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yg salah pada kurikulum pendidikan pada masa lalu? Apakah kurikulum pada masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah mempunyai karakter, sebagai akibatnya sanggup membangun karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan kondisi pada masanya.kurikulum yg berlaku pada masanya itu dapat dicermati sudah mempunyai kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi dalam waktu itu dan memiliki tujuan-tujuan ideal yang sudah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yg berlaku dalam persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang adalah implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah menjadi perhatian aneka macam negara pada rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu rakyat negara, tetapi juga buat warga rakyat secara holistik. Pendidikan karakter dapat diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja menurut seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah buat membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dapat pada lihat dalam bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yg tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sinkron merupakan metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian dan hukuman. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter anak didik di sekolah berarti berbagai upaya yg dilakukan oleh sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yg identik menggunakan pelatihan adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yg dipilih sekolah merupakan kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada kata pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan pada atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapat membangun manusia berkualitas pada mana pun serta kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yg akan tiba. Jika pendidikan karakter dikembangkan menggunakan metode doktrin dan pedagogi belaka, niscaya prilaku menyimpang yg terjadi pada masa yg akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yg silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter bisa ditumbuhkembangkan dimana saja anak didik berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan berdasarkan orang dewasa. Apakah pada sekolah, pada tempat tinggal ataupun di tengah lingkungan rakyat. Lingkungan masyarakat luas kentara mempunyai pengaruh akbar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan menggunakan sistem nilai yang dianutnya, mensugesti sikap serta cara pandang warga secara holistik. Jika sistem nilai serta pandangan mereka terbatas dalam “sekarang serta pada sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas dalam sekarang serta di sini pula.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu dalam isi Sistem Pendidikan Nasional yang tadi di atas lalu dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya relatif berlebihan. Karena dalam pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yg sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik memiliki target dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, serta budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan pada ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yang ditemui penulis merupakan pada satu sisi pemerintah menggunakan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan, namun system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak dengan menuntut keberhasilan pendidikan yg dinilai berdasarkan keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah mempunyai ketetapan bahwa apabila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka sang pendidik pula lebih menekankan dalam yg krusial lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok seram oleh siswa, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat siswa yg melakukan tindakan mencontek. Demikian pula pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya agar peserta didik dapat lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah bila diperkirakan nilai akademik siswa pada hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yg terdiri berdasarkan nilai sekolah dan nilai Ujian Nasional bisa mencapai standar kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu ada pada setiap kegiatan pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yg lebih tampak misalnya jargon. Tetapi yang lebih krusial lagi apabila pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang Sekolah Dasar. Dalam tingkat pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan model-contoh dan aktivitas langsung yang berhubungan dengan karakter. Karena pendidikan karakter anak akan terbentuk baik bila kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure dan contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, dan berpijak terhadap hal yg realistis dan nir membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Jika pendidikan karakter ini pada usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, untuk langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa slogan.

Pendidikan karakter sangat penting pada proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai berdasarkan famili, sekolah hingga pada lingkungan rakyat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke global.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi jika pendidikan karakter lebih ditekankan pada taraf pendidikan dasar. Sehingga siswa lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yg telah mendogma dalam setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan anak didik pada tingkat pendidikan selanjutnya sebagai akibatnya tujuan pendidikan akan lebih tercapai.

PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi berbagi dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa supaya sebagai insan yg beriman dan bertakwa pada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya adalah nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut sang suatu masyarakat/bangsa dan mendasari perilaku seorang sebagai dirinya, anggota warga , serta warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang mengenai sesuatu yang dianggap benar, baik, serta indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk dari nilai, moral, serta kebiasaan yang mendasari cara pandang, berfikir, perilaku, dan cara bertindak seseorang serta yg membedakan dirinya dari orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seseorang yg menjadi anggota masyarakat bangsa tadi. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah pendidikan yang membuatkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri peserta didik sehingga sebagai dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak dalam berbagi dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dimiliki siswa tadi mengakibatkan mereka sebagai warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan siswa berada terutama menurut lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg tidak dilandasi sang prinsip tersebut akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka nir akan mengenal budayanya menggunakan baik sebagai akibatnya beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang nir menyukainya budayanya.

Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut oleh ummat insan. Jika peserta didik sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tersebut pada gilirannya maka dia tidak mengenal menggunakan baik budaya bangsanya serta dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar dan bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi lantaran beliau nir mempunyai kebiasaan serta nilai budaya nasional nya yang bisa dipakai menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tadi. 

Semakin kuat dasar pertimbangan yg dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya buat menjadi warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, norma serta nilai budaya tersebut akan menjadi kebiasaan dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan masalah yang sinkron menggunakan norma serta nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu “berbagi kemampuan dan menciptakan tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karenanya anggaran dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yg kokoh buat menyebarkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota warga dan bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yg sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yang berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui aneka macam mata pelajaran yg ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni dan ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa pencerahan akan siapa dirinya serta bangsanya merupakan bagian yang teramat krusial. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tadi hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa memberikan pencerahan serta penjelasan tentang siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yg membuat dirinya serta bangsanya pada masa sekarang. Selain itu pada pendidikan karakter bangsa wajib terbangun juga kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan di mana dirinya dan bangsanya hidup (geografi), nilai yg hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, serta seni. Artinya, perlu terdapat upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yg sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian maka nilai dan karakter yg dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh serta mempunyai dampak nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa dan bahkan ummat insan. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yg menjadi dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari berdasarkan pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya dan karakter bangsa berfungsi sebagai:
  1. Perluasan pengembangan potensi siswa supaya mereka memiliki kepeduliaan terhadap nilai-nilai yang mendasari kehidupan budaya dan karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab pada pengembangan ranah yang lebih luas menurut ranah kognitif.
  3. Wahana pada mengembangkan potensi humanisme peserta didik menjadi individu, anggota warga , serta warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan serta warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yang aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, serta menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yg dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: rakyat Indonesia adalah warga beragama. Oleh karenanya kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan dalam nilai-nilai dan kaedah yang berasal menurut agama.
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yg dianggap Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang masih ada pada Undang-Undang Dasar 1945 tadi. Artinya, nilai-nilai yg terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, serta seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik merupakan warganegara yang menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya menjadi warganegara.
  • Budaya merupakan suatu kebenaran bahwa nir terdapat insan yg hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui warga tadi. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota rakyat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya serta karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas manusia Indonesia yang wajib dikembangkan sang banyak sekali satuan pendidikan pada berbagai jenjang dan jalur. Di pada tujuan pendidikan nasional masih ada berbagai nilai kemanusiaan yg wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan sumber yg paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka dihasilkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya serta karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu sikap serta konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk agama lain.
  • Jujur: perilaku yg didasarkan dalam kebenaran, menghindari konduite yg keliru, dan berakibat dirinya sebagai orang yg selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan serta perilaku yang menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yg tidak selaras dari pendapat, perilaku, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yang wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu memakai saat yg tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan terselesaikan pada waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membuat suatu cara atau produk baru menurut apa yang sudah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap serta tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yg sama
  • Rasa ingin tahu: suatu perilaku dan tindakan yg selalu berupaya buat mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam serta meluas dalam berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, dan wawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara pada atas kepentingan diri serta kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu sikap yg memperlihatkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yg tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap serta tindakan yang mendorong dirinya buat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat, serta mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yang memperlihatkan rasa bahagia berbicara, berteman, serta bekerjasama dengan orang lain.
  • Cinta tenang: suatu perilaku serta tindakan yang selalu mengakibatkan orang lain bahagia dan dirinya diterima menggunakan baik sang orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yang selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap serta tindakan yg selalu ingin menaruh donasi untuk membantu orang lain serta warga pada meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yg selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, serta mengembangkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yg telah terjadi.

PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi membuatkan serta membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya merupakan nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut oleh suatu masyarakat/bangsa dan mendasari konduite seseorang sebagai dirinya, anggota rakyat, dan warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang tentang sesuatu yang dipercaya benar, baik, dan indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk menurut nilai, moral, serta norma yg mendasari cara pandang, berfikir, sikap, serta cara bertindak seorang serta yg membedakan dirinya menurut orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seorang yg menjadi anggota rakyat bangsa tersebut. 

Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan pendidikan yang menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri siswa sebagai akibatnya menjadi dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak pada menyebarkan dirinya menjadi individu, anggota rakyat, serta warganegara. Nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg dimiliki siswa tersebut menjadikan mereka menjadi warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi siswa secara optimal. Usaha sadar tersebut nir boleh dilepaskan menurut lingkungan peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip tadi akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya menggunakan baik sehingga beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah beliau sebagai orang yg nir menyukainya budayanya.

Budaya yang mengakibatkan siswa tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut sang ummat manusia. Jika siswa sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tadi pada gilirannya maka beliau tidak mengenal dengan baik budaya bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar serta bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki kebiasaan dan nilai budaya nasional nya yg dapat digunakan menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tersebut. 

Semakin bertenaga dasar pertimbangan yang dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya untuk sebagai warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan serta nilai budaya tersebut akan sebagai norma dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan kasus yg sesuai dengan kebiasaan dan nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yang diamanatkan pada UU Sisdiknas yaitu “menyebarkan kemampuan dan menciptakan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yang kokoh buat membuatkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota rakyat serta bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yg berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui banyak sekali mata pelajaran yang ada pada kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, kepercayaan , pendidikan jasmani serta olahraga, seni serta ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa kesadaran akan siapa dirinya serta bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tersebut hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa menaruh kesadaran dan penerangan mengenai siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yang membuat dirinya serta bangsanya di masa kini . Selain itu pada pendidikan karakter bangsa harus terbangun jua kesadaran, pengetahuan, wawasan, serta nilai berkenaan dengan lingkungan pada mana dirinya serta bangsanya hayati (geografi), nilai yang hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yg demikian maka nilai dan karakter yang dikembangkan dalam diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki efek nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa serta bahkan ummat manusia. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yang sebagai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karenanya pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari menurut pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya serta karakter bangsa berfungsi menjadi:
  1. Perluasan pengembangan potensi peserta didik supaya mereka mempunyai kepeduliaan terhadap nilai-nilai yg mendasari kehidupan budaya serta karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab dalam pengembangan ranah yg lebih luas berdasarkan ranah kognitif.
  3. Wahana pada membuatkan potensi humanisme siswa sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai insan yg mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, jujur, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari dari agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan pada nilai-nilai serta kaedah yang asal menurut kepercayaan .
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yang dianggap Pancasila. Pancasila masih ada pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa sebagai warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik adalah warganegara yg menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warganegara.
  • Budaya adalah suatu kebenaran bahwa nir terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui warga tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar pada memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian krusial dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan di banyak sekali jenjang dan jalur. Di dalam tujuan pendidikan nasional masih ada banyak sekali nilai kemanusiaan yang wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka didapatkan sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu perilaku serta konduite yang patuh dalam melaksanakan ajaran kepercayaan yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
  • Jujur: konduite yang didasarkan pada kebenaran, menghindari konduite yang salah , dan mengakibatkan dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan dan sikap yg menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari pendapat, sikap, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yg wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu menggunakan saat yang tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yg dilakukan terselesaikan dalam waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membentuk suatu cara atau produk baru berdasarkan apa yang telah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri menggunakan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yang sama
  • Rasa ingin tahu: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui apa yg dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas pada berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, serta wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu perilaku yg menampakan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, serta politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yg bermanfaat bagi warga , dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yg menerangkan rasa senang berbicara, bergaul, dan berafiliasi menggunakan orang lain.
  • Cinta damai: suatu sikap serta tindakan yg selalu mengakibatkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yg selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan donasi untuk membantu orang lain serta rakyat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam di sekitarnya, serta menyebarkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yg sudah terjadi.

PENGERTIAN PENDIDIKAN

Cara flexi --- Pendidikan : (dalam arti sesungguhnya) adalah kata Pendidikan atau 'Edukasi' diambil menurut istilah 'education' atau 'pendidikan' pada bahasa Latin 'educo' yang berarti meng-'edusi', menarik keluar, menyebarkan menurut pada.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan asal berdasarkan kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ serta akhiran ‘an’, maka kata ini memiliki arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan perilaku dan rapikan laku seseorang atau grup orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran serta pelatihan.
Pada dasarnya pengertian Pendidikan adalah bisnis sadar buat menyiapkan peserta didik melalui aktivitas bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yg akan tiba. Menurut Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah bisnis sadar dan terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya peserta didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menyebutkan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hayati tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada dalam anak-anak itu, agar mereka menjadi insan dan sebagai anggota warga dapatlah mencapai keselamatan serta kebahagiaan dengan tinggi-tingginya.
Sedangkan pengertian pendidikan berdasarkan H. Horne, adalah proses yg terus menerus (kekal) berdasarkan penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk insan yang telah berkembang secara fisik dan mental, yg bebas dan sadar pada vtuhan, seperti termanifestasi pada alam kurang lebih intelektual, emosional serta humanisme menurut insan.
Dalam pengertian yg sederhana dan umum makna pendidikan adalah sebagai bisnis manusia buat menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani serta rokhani sesuai dengan nilai-nilai yg ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-bisnis yang dilakukan buat menanamkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan tersebut dan mewariskannya pada generasi berikutnya buat dikembangkan pada hayati dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Lantaran bagaimanapun peradaban suatu rakyat, pada dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan menjadi bisnis manusia buat melestarikan hidupnya. Atau dengan istilah lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasi peradaban bangsa yg dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan kebiasaan masyarakat) yg berfingsi menjadi filsafat pendidikannya atau menjadi hasrat dan pernyataan tujuan pendidikannya (Djumransyah Indar, 1994 : 16).

Dari beberapa pengertian pendidikan dari ahli tadi maka bisa disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan Bimbingan atau pertolongan yang diberikan sang orang dewasa kepada perkembangan anak buat mencapai kedewasaannya dengan tujuan supaya anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak menggunakan bantuan orang lain. 

Pengertian Pendidikan Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Dalam perspektif teoritik, pendidikan acapkali diartikan serta dimaknai orang secara majemuk, bergantung pada sudut pandang masing-masing serta teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan pada konteks akademik merupakan sesuatu yg masuk akal, bahkan bisa semakin memperkaya khazanah berfikir insan dan bermanfaat buat pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi buat kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan bisa dirumuskan secara jelas serta gampang dipahami sang semua pihak yg terkait menggunakan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat serta benar pada setiap praktik pendidikan.
Untuk mengatahui definisi pendidikan pada perspektif kebijakan, kita telah mempunyai rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
    Pendidikan merupakan usaha sadar serta terpola buat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif menyebarkan potensi dirinya buat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, warga , bangsa serta negara.
Berdasarkan definisi pada atas, saya menemukan tiga (tiga) utama pikiran utama yg terkandung di dalamnya, yaitu: (1) bisnis sadar serta bersiklus; (dua) mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya siswa aktif berbagi potensi dirinya; dan (3) mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, warga , bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tadi.
1. Usaha sadar dan bersiklus.
Pendidikan menjadi bisnis sadar dan terencana memperlihatkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses yg disengaja serta dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual). Oleh karenanya, di setiap level manapun, kegiatan pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik pada tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi serta kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) juga operasional (proses pembelajaran sang guru).
Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), dalam dasarnya setiap kegiatan pembelajaran pun wajib direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran mencakup penyusunan silabus dan rencana aplikasi pembelajaran (RPP) yg memuat bukti diri mata pelajaran, baku kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi saat, metode pembelajaran, aktivitas pembelajaran, penilaian output belajar, dan asal belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif menyebarkan potensi dirinya
Pada utama pikiran yg kedua ini aku melihat adanya pengerucutan kata pendidikan sebagai pembelajaran. Jika dipandang secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai pada setting pendidikan formal semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran ke 2 ini, aku menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki merupakan pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) serta humanis, yaitu berusaha membuatkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, aku juga melihat ada dua kegiatan (operasi) primer dalam pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.
a. Mewujudkan suasana belajar
Berbicara mengenai mewujudkan suasana pembelajaran, nir dapat dilepaskan menurut upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya meliputi: (a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang ketua sekolah, ruang pengajar, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kolaborasi, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, ketenangan, kebahagiaan serta aspek-aspek sosio–emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan siswa buat melakukan kegiatan belajar.
Baik lingkungan fisik juga lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan supaya peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan pengajar dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat krusial. Dan pada sini juga, tampak bahwa peran pengajar lebih diutamakan menjadi fasilitator belajar murid .
b. Mewujudkan proses pembelajaran
Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan buat menciptakan kondisi serta pra syarat agar murid belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi murid. Dalam konteks pembelajaran yg dilakukan guru, maka pengajar dituntut buat bisa mengelola pembelajaran (learning management), yg meliputi perencanaan, aplikasi, serta penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 mengenai Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan menjadi agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi pada hal ini saya lebih senang memakai istilah manajer pembelajaran, dimana pengajar bertindak sebagai seseorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun seyogyanya dirancang supaya siswa bisa secara aktif membuatkan segenap potensi yg dimilikinya, menggunakan mengedepankan pembelajaran yang berpusat dalam anak didik (student-centered) dalam bingkai contoh serta strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang sang peran guru sebagai fasilitator belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yg diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok pikiran yg ketiga ini, selain merupakan bagian berdasarkan definisi pendidikan sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita , yg berdasarkan hemat aku telah demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, eksklusif, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan juga pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yg mencari ekuilibrium diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, menggunakan melihat utama pikiran yang ketiga berdasarkan definisi pendidikan ini maka sesungguhnya pendidikan karakter telah tersirat dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan pada bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan pembelajaran yang dilaksanakan sang guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian pada atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya nir hanya sekedar mendeskripsikan apa pendidikan itu, namun memiliki makna dan implikasi yg luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa siswa (murid) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.


Baca Selengkapnya !!

PENDIDIKAN KARAKTER APA MENGAPA DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PENDIDIKAN

Pendidikan Karakter : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya di Satuan Pendidikan 
Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga problem budaya dan karakter bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam warga terhadap pelaksanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Sorotan itu mengenai aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam goresan pena di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara pada media elektronika. Selain pada media masa, para pemuka rakyat, para pakar, dan para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara tentang masalah budaya dan karakter bangsa pada banyak sekali lembaga seminar, baik pada taraf lokal, nasional, juga internasional. Persoalan yang timbul pada rakyat misalnya korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yg konsumtif, kehidupn politik yg nir produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di aneka macam kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan misalnya peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan serta penerapan hukum yg lebih bertenaga. 

Alternatif lain yang poly dikemukakan buat mengatasi, paling nir mengurangi, masalah budaya serta karakter bangsa yang dibicarakan itu merupakan pendidikan. Pendidikan dianggap menjadi alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yg lebih baik. Sebagai cara lain yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan bisa mengembangkan kualitas generasi muda bangsa pada aneka macam aspek yang bisa memperkecil serta mengurangi penyebab berbagai kasus budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak lantaran pendidikan sesungguhnya merupakan transformasi budaya. Memang diakui bahwa hasil menurut pendidikan akan terlihat dampaknya pada ketika yg nir segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang bertenaga di masyarakat dalam saat yang relatif usang sehingga menciptakan pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini, menaruh perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, bepergian kurikulum pada Indonesia menurut tahun 1947 sampai dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

(1) pada tahun 1947 
• Perubahan terali pendidikan dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
• Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
• Baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tahun 1950
• Memuat 2 hal pokok: 
1. Daftar mata pelajaran; 
2. Garis-garis pedagogi 
• Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, pencerahan bernegara serta bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian thd kesenian serta pendidikan jasmani.

(2) Tahun 1952 : 
• Lebih merinci setiap mata pelajaran 
• Silabus lebih kentara, satu guru mengajar satu mapel 

(3) Tahun 1954 (kurikulum gaya usang):
• Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 

(4) Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
• Mempercepat pembangunan nasional 
• Membangun interaksi dengan bangsa-bangsa lain
• Menjalankan kebijakan luar negeri negara 

(5) Tahun 1964 
• Fokus dalam pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, serta moral (pancawardhana)
• Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 5 gerombolan bidang studi: 
1. Moral; 
2. Kecerdasan; 
3. Emosional/artistik; 
4. Keprigelan (ketrampilan); 
5. Jasmaniah 
• Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan aktivitas fungsional praktis 

(6) Tahun 1968 
• Merupakan revisi Kurikulum 1964, yang dicitrakan sebgai produk orde usang 
• Tujuan: membentuk insan Panca Sila seutuhnya. 
• Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: grup training Panca Sila, Pengetahuan Dasar, dan Kecakapan Khusus 
• Jumlah mata pelajaran : 9. 
• Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan dengan perseteruan faktual di lapangan 
• Titik berat: materi apa saja yg sempurna diberikan pada anak didik di tiap jenjang pendidikan

(7) Tahun 1975 
• Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif 
• Dipengaruhi sang konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
• Metode, materi, dan tujuan pedagogi dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
• Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan 
• Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, serta Evaluasi 
• Banyak dikritik lantaran pengajar poly dibentuk sibuk menulis rincian berdasarkan setiap aktivitas pembelajaran 

(8) Tahun 1984 
• Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg permanen menganggap krusial faktor tujuan 
• Sering jua diklaim ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
• Siswa diposisikan menjadi subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, sampai melaporkan). 
• Model pembelajaran ini diklaim CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
• Tokoh penting dibalik lahirnya Kur. 1984 merupakan Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), pula Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
• Konsep CBSA yang indah secara teori dan indah hasilnya ketika di sekolah-sekolah yang dujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi ketika dilaksanakan secara nasional.
• Yang menonjol hanyalah kegaduhan saat diskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar-gambar , pengajar tidak lagi mengajar contoh ceramah. 
• Banyak bermunculan penolakan thd CBSA

(9) Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
• Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan dan proses.
• Banyak mendapatkan kritik lantaran beban belajar anak didik terlalu berat, dari muatan nasional hingga muatan lokal. 
• Berbagai kepentingan grup-kelompok masyarakat mendesakkan agar info-berita tertentu masuk dalam kurikulum. 
• Menjelma menjadi kurikulum super padat 
• Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yg di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya kepada para guru

(10) Tahun 2004 
• Juga dikenal menggunakan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
• Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yang mesti dicapai. 
• Muncul kerancuan apabila dikaitkan dengan indera ukur kompetensi anak didik, yaitu ujian!, baik yang berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah menggunakan soal pilihan ganda. 
• Mestinya lebih poly pada praktek serta soal uraian terbuka buat mengukur tingkat kompetensi anak didik.
• Banyak pengajar juga belum memahami esensi menurut KBK
• Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam tingkat uji coba 

(11)KTSP 
• Ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh anak didik dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
• Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yang paling tampak adalah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sinkron dg kondisi murid dan syarat sekolah berada. 
• Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya tetapkan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
• Selebihnya, (indikator, materi, juga penilaiannya) diserahkan pada para guru & satuan pendidikan pada bawah koordinasi serta pengawasan pemerintah kab./kota. 

Uraian di atas menampakan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran pada satuan pendidikan yg bisa merespon pendidikan sebagai transformasi budaya yang pada akhirnya membuat luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan asal daya manusia pengelolah satuan pendidikan mempunyai kualitas yg memadai.

Pengawas sekolah yang merupakan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab serta kewenangan buat melaksanakan aktivitas pengawasan akademik dan manajerial dalam satuan pendidikan (Permenpan serta RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang kiprah yg stragis untuk membantu satuan pendidikan pada pengelolaan buat mewujudkan luaran satuan pendidikan yg berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

Pengertian Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi serta tujuan pendidikan nasional yang harus dipakai dalam mengembangkan upaya pendidikan pada Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas mengungkapkan, “Pendidikan nasional berfungsi berbagi serta membentuk tabiat dan peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu adalah rumusan tentang kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan tentang arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian kata budaya, karakter bangsa, serta pendidikan. Pengertian yg dikemukakan pada sini dikemukakan secara teknis serta digunakan dalam membuatkan panduan ini. Pengajar-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang kata-istilah itu sebagai pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, permanen mempunyai kebebasan sepenuhnya membahas serta berargumentasi mengenai kata-istilah tadi secara akademik.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan (belief) insan yang didapatkan rakyat. Sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan itu merupakan hasil berdasarkan hubungan manusia menggunakan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan pada kehidupan manusia dan membuat sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan , sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia menjadi makhluk sosial sebagai produsen sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan; akan namun juga pada hubungan dengan sesama insan serta alam kehidupan, manusia diatur sang sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan yg sudah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yg berkembang sesungguhnya merupakan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem agama, ilmu, teknologi, dan seni. Pendidikan adalah upaya bersiklus dalam mengembangkan potensi siswa, sebagai akibatnya mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yg diwariskan masyarakatnya dan menyebarkan warisan tersebut ke arah yg sesuai buat kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi aneka macam kebajikan (virtues) yang diyakini dan dipakai sebagai landasan buat cara pandang, berpikir, bersikap, serta bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, serta kebiasaan, seperti amanah, berani bertindak, dapat dipercaya, serta hormat pada orang lain. Interaksi seseorang menggunakan orang lain menumbuhkan karakter rakyat dan karakter bangsa. Oleh karenanya, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hayati pada ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya bisa dilakukan dalam lingkungan sosial serta budaya yg berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya bisa dilakukan pada suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, serta budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa merupakan Pancasila; jadi pendidikan budaya serta karakter bangsa haruslah menurut nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya serta karakter bangsa merupakan berbagi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa melalui pendidikan hati, otak, serta fisik. 

Pendidikan merupakan suatu bisnis yang sadar serta sistematis dalam membuatkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu bisnis warga serta bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan rakyat serta bangsa yang lebih baik pada masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya serta karakter yang telah dimiliki masyarakat serta bangsa. Oleh karenanya, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda serta juga proses pengembangan budaya serta karakter bangsa buat peningkatan kualitas kehidupan warga dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif siswa membuatkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, serta penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka pada bergaul pada masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, dan membuatkan kehidupan bangsa yang bermartabat. 

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa pada masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yg sesuai, serta metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah bisnis beserta sekolah; oleh karena itu harus dilakukan secara bersama oleh seluruh guru dan pemimpin sekolah, melalui seluruh mata pelajaran, dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan berdasarkan budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar buat membuatkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan berdasarkan lingkungan siswa berada, terutama dari lingkungan budayanya, lantaran peserta didik hidup tidak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sinkron menggunakan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip itu akan mengakibatkan siswa tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka nir akan mengenal budayanya dengan baik sehingga beliau menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan merupakan dia sebagai orang yang nir menyukai budayanya.

Budaya, yg mengakibatkan peserta didik tumbuh serta berkembang, dimulai berdasarkan budaya pada lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yg dianut sang ummat manusia. Jika peserta didik menjadi asing berdasarkan budaya terdekat maka beliau nir mengenal menggunakan baik budaya bangsa serta dia nir mengenal dirinya menjadi anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap impak budaya luar serta bahkan cenderung buat mendapat budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena beliau nir memiliki kebiasaan serta nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). 

Semakin kuat seorang mempunyai dasar pertimbangan, semakin kuat juga kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat negara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan dan nilai budaya secara kolektif pada taraf makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi masyarakat negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, serta cara menuntaskan perkara sinkron dengan kebiasaan serta nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai menggunakan fungsi utama pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan menciptakan watak serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yg mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yg kokoh buat berbagi keseluruhan potensi diri seorang sebagai anggota rakyat serta bangsa.

Pendidikan merupakan suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai serta prestasi itu merupakan pujian bangsa serta berakibat bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga mempunyai fungsi untuk menyebarkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu sebagai nilai-nilai budaya bangsa yg sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yg akan datang, serta berbagi prestasi baru yang sebagai karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah inti menurut suatu proses pendidikan. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan yg terintegrasi disetiap mata pelajaran yg ada pada satuan pendidikan sehingga wajib ditegaskan implentasinya pada kurikulum taraf satuan pendidikan yg selanjutnya dituangkan dalam silabus serta rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang sebagai nilai dasar budaya serta karakter bangsa. Kebajikan yg sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg asal menurut etos atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. 

Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik buat menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yg telah memiliki perilaku dan perilaku yang mencerminkan budaya serta karakter bangsa; 
2. Pemugaran: memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
3. Penyaring: buat menyaring budaya bangsa sendiri serta budaya bangsa lain yg tidak sesuai menggunakan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg bermartabat.

Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya serta karakter bangsa;
2. Menyebarkan norma dan konduite peserta didik yang terpuji dan sejalan menggunakan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4. Berbagi kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Berbagi lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut adalah.
1. Agama: rakyat Indonesia adalah rakyat beragama. Oleh karenanya, kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan serta kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yg asal menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yg berasal berdasarkan agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yg disebut Pancasila. Pancasila masih ada dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yg masih ada pada UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai rakyat negara yg lebih baik, yaitu rakyat negara yang mempunyai kemampuan, kemauan, serta menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya sebagai rakyat negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui rakyat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar pada anugerah makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antaranggota warga itu. Posisi budaya yg demikian krusial pada kehidupan rakyat mengharuskan budaya menjadi asal nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang wajib dimiliki setiap masyarakat negara Indonesia, dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan pada aneka macam jenjang serta jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat banyak sekali nilai humanisme yang wajib dimiliki rakyat negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai ini dia. 

Tabel Nilai serta Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama  yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
2. Jujur
Perilaku yang berdasarkan pada upaya berakibat dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan  tindakan yg menghargai disparitas agama, suku, etnis, pendapat, perilaku, serta tindakan orang lain yang tidak selaras berdasarkan dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yg memperlihatkan perilaku tertib serta patuh pada berbagai ketentuan serta peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yg memberitahuakn upaya sungguh-benar-benar pada mengatasi aneka macam hambatan belajar dan tugas, dan merampungkan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu buat menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan  sesuatu yg telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap serta perilaku yang nir mudah tergantung dalam orang lain dalam merampungkan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, serta bertindak yg menilai sama  hak dan kewajiban dirinya serta orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui lebih mendalam dan meluas berdasarkan sesuatu yang dipelajarinya, dicermati, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri serta kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yg menerangkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap serta tindakan yg mendorong dirinya buat membuat sesuatu yang bermanfaat bagi warga , serta mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
       Komuniktif
Tindakan yang menunjukkan rasa bahagia berbicara, bergaul, serta bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yg menyebabkan orang lain merasa bahagia dan kondusif atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan ketika buat membaca berbagai bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, dan membuatkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi donasi dalam orang lain dan rakyat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap serta perilaku seorang buat melaksanakan tugas serta kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial serta budaya), negara serta Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip serta Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Pada prinsipnya, pengembangan budaya serta karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan namun terintegrasi ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah. Oleh karena itu, guru serta sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yg dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa ke pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus serta Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. 

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan supaya siswa mengenal serta mendapat nilai-nilai budaya serta karakter bangsa sebagai milik mereka serta bertanggung jawab atas keputusan yg diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, memilih pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai menggunakan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk menyebarkan kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas sosial serta mendorong peserta didik buat melihat diri sendiri menjadi makhluk sosial. 

Berikut prinsip-prinsip yg dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal siswa masuk hingga terselesaikan berdasarkan suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama serta berlangsung paling nir sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada SMA adalah kelanjutan dari proses yang sudah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, serta pada setiap kegiatan kurikuler serta ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini menerangkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pengembangan nilai budaya serta karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yg sudah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan menjadi berikut ini.

Gambar Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran

3. Nilai nir diajarkan akan tetapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya serta karakter bangsa bukanlah materi ajar biasa; adalah, nilai-nilai itu nir dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan misalnya halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun kabar seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani serta kesehatan, seni, dan ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan menjadi bahan atau media untuk berbagi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengajar tidak perlu mengganti pokok bahasan yg sudah ada, tetapi memakai materi utama bahasan itu buat menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru nir wajib mengembangkan proses belajar khusus buat menyebarkan nilai. Suatu hal yg selalu wajib diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat dipakai untuk menyebarkan kemampuan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya serta karakter bangsa tidak ditanyakan pada ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian berdasarkan suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan dalam diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi nir tahu dan nir paham makna nilai itu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan sang guru. Pengajar menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap konduite yg ditunjukkan siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan pada suasana belajar yang menimbulkan rasa bahagia serta tidak indoktrinatif.

Diawali menggunakan perkenalan terhadap pengertian nilai yg dikembangkan maka pengajar menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa pengajar berkata kepada siswa bahwa mereka harus aktif, tapi pengajar merencanakan aktivitas belajar yang mengakibatkan siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari asal kabar, dan mengumpulkan kabar dari sumber, memasak kabar yg telah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan output rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri mereka melalui aneka macam kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, serta tugas-tugas pada luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Perencanaan serta aplikasi pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan sang kepala sekolah, pengajar, tenaga kependidikan (konselor) secara beserta-sama menjadi suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal ini dia.

1. Program Pengembangan Diri
Dalam acara pengembngan diri, perencanaan dan aplikasi pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke pada kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus serta konsisten setiap waktu. Contoh kegiatan ini adalah upacara dalam hari akbar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah beserta atau shalat beserta setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa ketika mulai serta terselesaikan pelajaran, mengucap salam bila bertemu pengajar, energi kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yg dilakukan secara impulsif pada ketika itu juga. Kegiatan ini dilakukan umumnya pada waktu pengajar serta tenaga kependidikan yg lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik berdasarkan peserta didik yg harus dikoreksi pada saat itu jua. Apabila guru mengetahui adanya konduite serta sikap yang kurang baik maka dalam ketika itu juga guru wajib melakukan koreksi sebagai akibatnya siswa nir akan melakukan tindakan yg buruk itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah nir pada tempatnya, berteriak-teriak sebagai akibatnya mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.

Kegiatan impulsif berlaku buat konduite dan perilaku siswa yg jelek dan yg baik sebagai akibatnya perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi konduite teman yg tidak terpuji.

c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku serta perilaku guru dan energi kependidikan yang lain pada menaruh contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diperlukan menjadi panutan bagi peserta didik buat mencontohnya. Jika pengajar serta tenaga kependidikan yg lain menghendaki supaya siswa berperilaku dan bersikap sinkron dengan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa maka pengajar dan tenaga kependidikan yg lain adalah orang yg pertama serta primer memberikan contoh berperilaku serta bersikap sesuai menggunakan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, tiba tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap siswa, jujur, menjaga kebersihan.

d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa maka sekolah wajib dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yg selalu bersih, bak sampah terdapat pada banyak sekali tempat serta selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi serta alat belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian pada mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan pada setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan pada silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara ini dia:
a. Menelaah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi (SI) buat memilih apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg tercantum itu telah tercakup di dalamnya;
b. Memakai tabel 1 yg memberitahuakn keterkaitan antara SK serta KD dengan nilai dan indikator buat menentukan nilai yg akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; 
d. Mencantumkan nilai-nilai yg telah tertera dalam silabus ke pada RPP; 
e. Mengembangkan proses pembelajaran siswa secara aktif yg memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya pada perilaku yang sesuai; dan memberikan donasi pada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai juga buat menunjukkannya dalam konduite.

3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, aktivitas kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses merogoh keputusan, kebijakan juga interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa berinteraksi dengan sesamanya, guru menggunakan guru, konselor menggunakan sesamanya, pegawai administrasi menggunakan sesamanya, serta antaranggota grup masyarakat sekolah. Interaksi internal gerombolan dan antarkelompok terikat oleh banyak sekali aturan, norma, moral dan etika beserta yang berlaku pada suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan pada budaya sekolah.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa dalam budaya sekolah meliputi kegiatan-aktivitas yang dilakukan kepala sekolah, pengajar, konselor, energi administrasi saat berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya serta karakter bangsa memakai pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat dalam anak; dilakukan melalui aneka macam aktivitas pada kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau aktivitas yang didesain sedemikian rupa. Setiap aktivitas belajar menyebarkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan aktivitas belajar spesifik buat mengembangkan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, amanah, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta gemar membaca bisa melalui aktivitas belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin memahami, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan buat memunculkan perilaku yang menampakan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yg diikuti semua siswa, guru, ketua sekolah, serta energi administrasi pada sekolah itu, direncanakan semenjak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik serta yg dilakukan sehari-hari menjadi bagian berdasarkan budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke pada program sekolah merupakan lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya serta karakter bangsa, pagelaran bertema budaya serta karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran output karya peserta didik bertema budaya serta karakter bangsa, pameran foto hasil karya siswa bertema budaya serta karakter bangsa, lomba menciptakan goresan pena, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan menggunakan budaya serta karakter bangsa, mengundang banyak sekali narasumber buat berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang herbi budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui aktivitas ekstrakurikuler serta kegiatan lain yg diikuti sang semua atau sebagian siswa, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke loka-loka yg menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian warga buat menumbuhkan kepedulian serta kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan loka-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

Penilaian Hasil Belajar 
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya serta karakter didasarkan pada indikator. Sebagai model, indikator buat nilai amanah pada suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan menggunakan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang ditinjau, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka pengajar mengamati (melalui aneka macam cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu amanah mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara ekspresi tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja mempunyai gradasi menurut perasaan yg tidak berbeda dengan perasaan generik teman sekelasnya hingga bahkan kepada yg bertentangan dengan perasaan generik teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap waktu guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat pengajar saat melihat adanya konduite yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu bisa dipakai guru. Selain itu, pengajar bisa pula menaruh tugas yg berisikan suatu dilema atau peristiwa yg menaruh kesempatan pada peserta didik buat memperlihatkan nilai yang dimilikinya. Sebagai model, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan donasi terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial hingga pada hal yang dapat mengundang permasalahan dalam dirinya.