PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi membuatkan serta membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya merupakan nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut oleh suatu masyarakat/bangsa dan mendasari konduite seseorang sebagai dirinya, anggota rakyat, dan warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang tentang sesuatu yang dipercaya benar, baik, dan indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk menurut nilai, moral, serta norma yg mendasari cara pandang, berfikir, sikap, serta cara bertindak seorang serta yg membedakan dirinya menurut orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seorang yg menjadi anggota rakyat bangsa tersebut. 

Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan pendidikan yang menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri siswa sebagai akibatnya menjadi dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak pada menyebarkan dirinya menjadi individu, anggota rakyat, serta warganegara. Nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg dimiliki siswa tersebut menjadikan mereka menjadi warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi siswa secara optimal. Usaha sadar tersebut nir boleh dilepaskan menurut lingkungan peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip tadi akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya menggunakan baik sehingga beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah beliau sebagai orang yg nir menyukainya budayanya.

Budaya yang mengakibatkan siswa tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut sang ummat manusia. Jika siswa sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tadi pada gilirannya maka beliau tidak mengenal dengan baik budaya bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar serta bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki kebiasaan dan nilai budaya nasional nya yg dapat digunakan menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tersebut. 

Semakin bertenaga dasar pertimbangan yang dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya untuk sebagai warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan serta nilai budaya tersebut akan sebagai norma dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan kasus yg sesuai dengan kebiasaan dan nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yang diamanatkan pada UU Sisdiknas yaitu “menyebarkan kemampuan dan menciptakan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yang kokoh buat membuatkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota rakyat serta bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yg berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui banyak sekali mata pelajaran yang ada pada kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, kepercayaan , pendidikan jasmani serta olahraga, seni serta ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa kesadaran akan siapa dirinya serta bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tersebut hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa menaruh kesadaran dan penerangan mengenai siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yang membuat dirinya serta bangsanya di masa kini . Selain itu pada pendidikan karakter bangsa harus terbangun jua kesadaran, pengetahuan, wawasan, serta nilai berkenaan dengan lingkungan pada mana dirinya serta bangsanya hayati (geografi), nilai yang hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yg demikian maka nilai dan karakter yang dikembangkan dalam diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki efek nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa serta bahkan ummat manusia. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yang sebagai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karenanya pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari menurut pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya serta karakter bangsa berfungsi menjadi:
  1. Perluasan pengembangan potensi peserta didik supaya mereka mempunyai kepeduliaan terhadap nilai-nilai yg mendasari kehidupan budaya serta karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab dalam pengembangan ranah yg lebih luas berdasarkan ranah kognitif.
  3. Wahana pada membuatkan potensi humanisme siswa sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai insan yg mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, jujur, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari dari agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan pada nilai-nilai serta kaedah yang asal menurut kepercayaan .
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yang dianggap Pancasila. Pancasila masih ada pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa sebagai warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik adalah warganegara yg menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warganegara.
  • Budaya adalah suatu kebenaran bahwa nir terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui warga tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar pada memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian krusial dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan di banyak sekali jenjang dan jalur. Di dalam tujuan pendidikan nasional masih ada banyak sekali nilai kemanusiaan yang wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka didapatkan sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu perilaku serta konduite yang patuh dalam melaksanakan ajaran kepercayaan yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
  • Jujur: konduite yang didasarkan pada kebenaran, menghindari konduite yang salah , dan mengakibatkan dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan dan sikap yg menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari pendapat, sikap, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yg wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu menggunakan saat yang tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yg dilakukan terselesaikan dalam waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membentuk suatu cara atau produk baru berdasarkan apa yang telah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri menggunakan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yang sama
  • Rasa ingin tahu: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui apa yg dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas pada berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, serta wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu perilaku yg menampakan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, serta politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yg bermanfaat bagi warga , dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yg menerangkan rasa senang berbicara, bergaul, dan berafiliasi menggunakan orang lain.
  • Cinta damai: suatu sikap serta tindakan yg selalu mengakibatkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yg selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan donasi untuk membantu orang lain serta rakyat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam di sekitarnya, serta menyebarkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yg sudah terjadi.

PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi berbagi dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa supaya sebagai insan yg beriman dan bertakwa pada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya adalah nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut sang suatu masyarakat/bangsa dan mendasari perilaku seorang sebagai dirinya, anggota warga , serta warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang mengenai sesuatu yang dianggap benar, baik, serta indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk dari nilai, moral, serta kebiasaan yang mendasari cara pandang, berfikir, perilaku, dan cara bertindak seseorang serta yg membedakan dirinya dari orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seseorang yg menjadi anggota masyarakat bangsa tadi. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah pendidikan yang membuatkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri peserta didik sehingga sebagai dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak dalam berbagi dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dimiliki siswa tadi mengakibatkan mereka sebagai warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan siswa berada terutama menurut lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg tidak dilandasi sang prinsip tersebut akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka nir akan mengenal budayanya menggunakan baik sebagai akibatnya beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang nir menyukainya budayanya.

Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut oleh ummat insan. Jika peserta didik sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tersebut pada gilirannya maka dia tidak mengenal menggunakan baik budaya bangsanya serta dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar dan bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi lantaran beliau nir mempunyai kebiasaan serta nilai budaya nasional nya yang bisa dipakai menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tadi. 

Semakin kuat dasar pertimbangan yg dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya buat menjadi warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, norma serta nilai budaya tersebut akan menjadi kebiasaan dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan masalah yang sinkron menggunakan norma serta nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu “berbagi kemampuan dan menciptakan tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karenanya anggaran dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yg kokoh buat menyebarkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota warga dan bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yg sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yang berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui aneka macam mata pelajaran yg ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni dan ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa pencerahan akan siapa dirinya serta bangsanya merupakan bagian yang teramat krusial. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tadi hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa memberikan pencerahan serta penjelasan tentang siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yg membuat dirinya serta bangsanya pada masa sekarang. Selain itu pada pendidikan karakter bangsa wajib terbangun juga kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan di mana dirinya dan bangsanya hidup (geografi), nilai yg hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, serta seni. Artinya, perlu terdapat upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yg sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian maka nilai dan karakter yg dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh serta mempunyai dampak nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa dan bahkan ummat insan. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yg menjadi dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari berdasarkan pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya dan karakter bangsa berfungsi sebagai:
  1. Perluasan pengembangan potensi siswa supaya mereka memiliki kepeduliaan terhadap nilai-nilai yang mendasari kehidupan budaya dan karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab pada pengembangan ranah yang lebih luas menurut ranah kognitif.
  3. Wahana pada mengembangkan potensi humanisme peserta didik menjadi individu, anggota warga , serta warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan serta warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yang aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, serta menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yg dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: rakyat Indonesia adalah warga beragama. Oleh karenanya kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan dalam nilai-nilai dan kaedah yang berasal menurut agama.
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yg dianggap Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang masih ada pada Undang-Undang Dasar 1945 tadi. Artinya, nilai-nilai yg terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, serta seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik merupakan warganegara yang menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya menjadi warganegara.
  • Budaya merupakan suatu kebenaran bahwa nir terdapat insan yg hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui warga tadi. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota rakyat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya serta karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas manusia Indonesia yang wajib dikembangkan sang banyak sekali satuan pendidikan pada berbagai jenjang dan jalur. Di pada tujuan pendidikan nasional masih ada berbagai nilai kemanusiaan yg wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan sumber yg paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka dihasilkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya serta karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu sikap serta konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk agama lain.
  • Jujur: perilaku yg didasarkan dalam kebenaran, menghindari konduite yg keliru, dan berakibat dirinya sebagai orang yg selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan serta perilaku yang menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yg tidak selaras dari pendapat, perilaku, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yang wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu memakai saat yg tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan terselesaikan pada waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membuat suatu cara atau produk baru menurut apa yang sudah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap serta tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yg sama
  • Rasa ingin tahu: suatu perilaku dan tindakan yg selalu berupaya buat mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam serta meluas dalam berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, dan wawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara pada atas kepentingan diri serta kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu sikap yg memperlihatkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yg tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap serta tindakan yang mendorong dirinya buat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat, serta mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yang memperlihatkan rasa bahagia berbicara, berteman, serta bekerjasama dengan orang lain.
  • Cinta tenang: suatu perilaku serta tindakan yang selalu mengakibatkan orang lain bahagia dan dirinya diterima menggunakan baik sang orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yang selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap serta tindakan yg selalu ingin menaruh donasi untuk membantu orang lain serta warga pada meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yg selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, serta mengembangkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yg telah terjadi.

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki banyak sekali tafsiran yg dirumuskan sang pakar-ahli dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi bhineka satu menggunakan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan dari ahli yg bersangkutan. Istilah kurikulum asal berdasarkan bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jarak yang wajib ditempuh oleh seorang pelari. Pada saat itu, pengertian kurikulum merupakan jangka waktu pendidikan yg wajib ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa sudah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap menjadi jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir dari suatu bepergian serta ditandai sang perolehan suatu ijazah tertentu.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun 5 puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yg memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama ialah dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut adalah.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari oleh anak didik buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dicermati menjadi pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan pada anak didik, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yg bermanfaat baginya. 

Kurikulum menjadi rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yg disediakan untuk membelajarkan murid. Dengan program itu para murid melakukan aneka macam kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan serta perkembangan tingkah laku anak didik, sesuai dengan tujuan pendidikan serta pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi murid yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tadi bisa tercapai. Kurikulum tidak terbatas dalam sejumlah mata pelajaran saja, melainkan mencakup segala sesuatu yg bisa mempengaruhi perkembangan anak didik, misalnya: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, serta lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan aktivitas yang akan serta perlu dilakukan sang anak didik direncanakan dalam suatu kurikulum. 

Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg agak berbeda menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu membuktikan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi jua kegiatan-aktivitas diluar kelas. Tidak terdapat pemisahan yg tegas antara intra serta ekstra kurikulum. Semua kegiatan yg memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi murid pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi maupun bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yg mempunyai tujuan eksklusif, yang diajarkan menggunakan cara eksklusif dan kemudian dilakukan penilaian. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 mengenai Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat planning serta pengaturan mengenai tujuan, isi, serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai menjadi panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta memiliki dampak terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan serta kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum nir dapat dilakukan secara asal-asalan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg kuat, yang didasarkan dalam output-output pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yg nir didasarkan pada landasan yang kuat bisa membuahkan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan insan.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya menggunakan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian, sinkron dengan jenis serta jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yang dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yg berlaku dalam rakyat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yg memilih dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hayati (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yg meliputi kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, aturan, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi yang sinkron dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tadi saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau keinginan warga . Berdasarkan harapan tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan adalah pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal utama, yakni (1). Cita-cita warga , dan (dua). Kebutuhan peserta didik yg hayati di rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan wajib dilaksanakan dalam konduite sehari-hari. Hal ini menerangkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan pada rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan sebagai asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau rakyat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa mengenai model manusia yang diharapakan sinkron menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu dan rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan wajib dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum serta obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus kentara serta nir boleh meragukan.
2) Konsisten dengan fenomena, berdasarkan penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten menggunakan pengalaman, yg sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya dan kepercayaan yg berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan kepercayaan tidaklah terlepas menurut kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh pada diri insan, khususnya menjadi peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian akbar ditentukan oleh hubungan sosial yang menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai dengan syarat lingkungan serta masyarakat lebih kurang. Agama yang membatasi tingkah laku kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap siswa niscaya memiliki karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yg memiliki disparitas dalam hal kemampuan mengikuti keadaan atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yg sesuai dengan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yg luas, lingkungan adalah suatu sistem yang dianggap ekosistem, yg mencakup holistik faktor lingkungan, yang tertuju dalam peningkatan mutu kehidupan pada atas bumi ini. Faktor-faktor pada ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi tanaman dan fauna
4) Lingkungan geografis, misalnya bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yg mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik pada jumlah maupun pada mutunya. Lingkungan sosial budaya adalah asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat menggunakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan utama pembangunan merupakan buat menumbuhkan sikap serta tekad kemandirian insan serta warga Indonesia pada rangka menaikkan kualitas asal daya insan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tadi, maka dilaksanakan proses pembangunan yang titik beratnya terletak dalam pembangunan ekonomi yg seiring dan didukung sang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yg bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos serta telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga dan lingkungan hayati (GBHN, 1993).

Gambaran mengenai proses serta tujuan pembangunan tadi pada atas sekaligus mendeskripsikan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana menaruh akibat tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan pada perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan asal daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota warga yang memiliki kemampuan keilmuan serta keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian hasrat nasional, yakni suatu warga yang maju, berdikari, serta sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan serta keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya rakyat berdikari, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif menggunakan training sumber daya manusia, pengembangan wahana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni untuk menaikkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, syarat sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut pada asas pemanfaatannya yang bisa menaruh pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang menyebarkan serta memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat serta mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama pada lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek buat disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama pada pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (dua) psikologis; (tiga) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, pada bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tadi.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan penting pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan dalam banyak sekali genre filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak dalam aliran – aliran filsafat tertentu, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), pada bawah ini diuraikan mengenai isi menurut-menurut masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta keindahan menurut warisan budaya dan dampak sosial eksklusif. Pengetahuan dipercaya lebih krusial dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan dalam kebenaran mutlak, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat serta ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar bisa sebagai anggota rakyat yg berguna. Matematika, sains serta mata pelajaran lainnya dipercaya menjadi dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hidup pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme jua lebih berorientasi dalam masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi sumber pengetahuan mengenai hayati serta makna. Untuk memahamu kehidupan seorang mesti tahu dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada global? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani disparitas individual, berpusat dalam siswa, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme adalah landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah penjelasan terperinci lanjut dari genre progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan mengenai disparitas individual misalnya dalam progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan masalah, berfikir kritis serta sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut genre ini menekankan pada output belajar dan proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme menaruh dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan pada Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat niscaya memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, pada praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan aneka macam kepentingan yg terkait menggunakan pendidikan. Meskipun demikian waktu ini, pada beberapa negara serta khususnya pada Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu menggunakan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan adalah ilmu yg mengusut tentang konduite individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji mengenai hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang menyelidiki tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar menyelidiki tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya pada belajar yg semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yg mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi adalah ”ciri fundamental dari seorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yg efektif serta atau penampilan yg terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan juga tentang lima tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan buat melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yg merespons secara konsisten aneka macam situasi atau informasi. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laku , nilai atau image seseorang. 
  • Pengetahuan; yaitu warta khusus yang dimiliki seseorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik juga mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat mudah terhadap perencanaan sumber daya insan atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan karakteristik-karakteristik seorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam dan merupakan pusat kepribadian seorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih gampang dikembangkan Pelatihan adalah hal sempurna buat menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit buat dikenali dan dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dicermati sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hayati, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik dari dari rakyat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal pada lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat juga. Kehidupan masyarakat, menggunakan segala ciri dan kekayaan budayanya sebagai landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – insan yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, namun justru melalui pendidikan diperlukan bisa lebih mengerti serta sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, juga proses pendidikan harus diubahsuaikan menggunakan kebutuhan, syarat, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yg ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting pada sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para rakyat rakyat. Nilai-nilai tersebut bisa bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan rakyat maka nilai-nilai yg ada dalam rakyat jua turut berkembang sebagai akibatnya menuntut setiap warga warga buat melakukan perubahan serta penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi di kurang lebih rakyat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa kemudian, turut dan dalam peradaban kini serta membuat peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya dalam suatu rakyat, baik dalam konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yg dimiliki insan masih nisbi sederhana, tetapi semenjak abad pertengahan mengalami perkembangan yg pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini serta dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yg nir mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia mampu menginjakkan kaki di Bulan, namun berkat kemajuan pada bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat pada Bulan dan Neil Amstrong adalah orang pertama yg berhasil menginjakkan kaki di Bulan. 

Kemajuan cepat global dalam bidang warta dan teknologi dalam dua dekade terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi serta politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yang berlaku dalam konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan kini ini, diharapkan masyarakat yg berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai rakyat sangat majemuk serta canggih, sebagai akibatnya diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi buat berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, dan menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama pada bidang transportasi serta komunikasi sudah bisa merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir serta mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi buat kemaslahatan serta kelangsungan hayati insan.

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” mempunyai berbagai tafsiran yang dirumuskan sang pakar-ahli pada bidang pengembangan kurikulum semenjak dulu hingga dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi berbeda-beda satu dengan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan menurut ahli yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jeda yang harus ditempuh sang seseorang pelari. Pada ketika itu, pengertian kurikulum ialah jangka saat pendidikan yg harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan buat memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, murid bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu loka ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan istilah lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir menurut suatu bepergian dan ditandai sang perolehan suatu ijazah eksklusif.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer dari tahun 5 puluhan, yg dipopulerkan sang mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang pada luar pendidikan. Sebelumnya yg lazim digunakan merupakan “rencana pelajaran” dalam hakikatnya kurikulum sama sama merupakan dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi serta bahan ajar. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari sang siswa buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dilihat sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pintar masa lampau, yg sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tadi mengisis materi pelajaran yg disampaikan kepada anak didik, sebagai akibatnya memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya. 

Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum merupakan suatu acara pendidikan yang disediakan buat membelajarkan anak didik. Dengan program itu para siswa melakukan banyak sekali kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laris murid, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yg menaruh kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum wajib disusun sedemikian rupa supaya maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum nir terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yg dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, seperti: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, page sekolah, serta lain-lain; yg dalam gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan serta aktivitas yg akan serta perlu dilakukan oleh murid direncanakan pada suatu kurikulum. 

Kurikulum menjadi pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg relatif tidak sama menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum adalah serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu menerangkan, bahwa aktivitas-kegiatan kurikulum nir terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi pula aktivitas-aktivitas diluar kelas. Tidak ada pemisahan yg tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua aktivitas yg menaruh pengalaman belajar/pendidikan bagi anak didik pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana serta pengaturan mengenai isi juga bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yg dipakai menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 mengenai Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum merupakan serangkaian mata ajar serta pengalaman belajar yang mempunyai tujuan eksklusif, yg diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari aneka macam macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi, dan bahan pelajaran dan cara yang dipakai sebagai panduan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta mempunyai pengaruh terhadap seluruh aktivitas pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan dan kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg bertenaga, yang didasarkan pada output-output pemikiran dan penelitian yg mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak berdasarkan dalam landasan yg bertenaga bisa menjadikan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat jua terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi serta kesenian, sinkron dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat serta pendidikan nasional yg dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yg dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yang berlaku dalam warga kita.
3. Perkembangan siswa, yg menunjuk dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), serta lingkungan hayati (bioekologi), dan lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan masyarakat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai serta kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau impian masyarakat. Berdasarkan keinginan tersebut masih ada landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan istilah lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup rakyat. Filsafat pendidikan sebagai landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh 2 hal pokok, yakni (1). Cita-cita warga , serta (2). Kebutuhan siswa yang hayati pada rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan pada konduite sehari-hari. Hal ini menampakan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan menjadi asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa tentang model insan yg diharapakan sesuai menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu serta rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan menurut kriteria yg bersifat generik dan obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan wajib kentara serta tidak boleh mewaspadai.
2) Konsisten menggunakan fenomena, dari penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya serta kepercayaan yg berlaku pada masyarakat
Keadaan sosial budaya serta agama tidaklah terlepas berdasarkan kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh dalam diri manusia, khususnya menjadi siswa. Sikap atau tingkah laku seorang sebagian besar dipengaruhi sang hubungan sosial yg menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai menggunakan syarat lingkungan serta masyarakat sekitar. Agama yg membatasi tingkah laris kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap peserta didik pasti memiliki karateristik yang tidak sinkron. Dengan keadaan siswa yg mempunyai perbedaan pada hal kemampuan beradaptasi atau dalan hal perkembangan, tentunya jua ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yang sinkron menggunakan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yang luas, lingkungan adalah suatu sistem yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yg mencakup tumbuhan dan fauna
4) Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat dipakai menjadi kapital atau kekuatan yang menghipnotis pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah juga dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi terdapat 3 asal daya yg terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan pokok pembangunan merupakan buat menumbuhkan perilaku dan tekad kemandirian insan serta masyarakat Indonesia dalam rangka menaikkan kualitas sumber daya manusia buat mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu warga yg maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses pembangunan yg titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring serta didukung sang pengembangan asal daya manusia yg berkualitas, dan upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini memilih pada kebutuhan pembangunan sesuai menggunakan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri, pertanian, energi kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, bisnis nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga serta lingkungan hidup (GBHN, 1993).

Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tadi di atas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan istilah lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya serta kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi serta pengembangan sumber daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota rakyat yg mempunyai kemampuan keilmuan dan keahlian, yg bersifat mendukung ketercapaian impian nasional, yakni suatu warga yang maju, mandiri, dan sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya warga mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka terdapat tiga hal yang dijadikan menjadi dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yg bergerak maju serta efektif dengan pembinaan sumber daya insan, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan dan rekayasa dan produksi barang serta jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni buat meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek wajib selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi serta efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut dalam asas pemanfaatannya yg bisa memberikan pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, serta pengembangan ilmupengetahuan serta tekhnologi dilaksanakan sang banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang berbagi serta memanfaatkan iptek buat menunjang pembangunan pada segala bidang.
2) Masyarakat, yg memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat dan mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, membuatkan iptek buat disumbangkan pada pembangunan.
4) Pengusaha, buat kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan primer dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; serta (4) ilmu pengetahuan serta tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan krusial pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti pada Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai genre filsafat, misalnya : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, serta rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada genre – aliran filsafat eksklusif, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yg dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan mengenai isi berdasarkan-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta estetika menurut warisan budaya serta impak sosial tertentu. Pengetahuan dipercaya lebih penting serta kurang memperhatikan aktivitas sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yg tidak terikat dalam loka dan ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa kemudian. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan serta keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota warga yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dipercaya sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hayati pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi asal pengetahuan tentang hayati dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada dunia? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat dalam peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar siswa aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah elaborasi lanjut menurut aliran progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang disparitas individual misalnya pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan kasus, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar serta proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yg mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing genre filsafat pasti memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan serta mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian ketika ini, dalam beberapa negara serta khususnya di Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan pada pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat 2 bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (dua) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang menyelidiki mengenai perilaku individu berkenaan menggunakan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang bekerjasama perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar adalah ilmu yg mempelajari mengenai perilaku individu pada konteks belajar. Psikologi belajar menelaah tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya dalam belajar yg semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan ”karakteristik fundamental berdasarkan seseorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yang efektif serta atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan jua tentang 5 tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan untuk melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yang merespons secara konsisten aneka macam situasi atau fakta. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laris, nilai atau image seorang. 
  • Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan serta pengetahuan cenderung lebih tampak dalam permukaan ciri-karakteristik seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi serta lebih mendalam serta adalah pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan serta keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan adalah hal tepat untuk mengklaim kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan serta motif jauh lebih sulit untuk dikenali serta dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dilihat menjadi suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum memilih aplikasi dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan adalah usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hidup, bekerja serta mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik asal menurut rakyat, menerima pendidikan baik formal juga informal dalam lingkungan masyarakat serta diarahkan bagi kehidupan warga jua. Kehidupan rakyat, menggunakan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan serta sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita nir mengharapkan muncul manusia – insan yang sebagai terasing berdasarkan lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karenanya, tujuan, isi, maupun proses pendidikan wajib diubahsuaikan dengan kebutuhan, kondisi, ciri, kekayaan dan perkembangan yang terdapat di masyakarakat.

Setiap lingkungan rakyat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yg mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya merupakan tatanan nilai-nilai yg mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para masyarakat warga . Nilai-nilai tadi dapat bersumber berdasarkan agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan menggunakan perkembangan warga maka nilai-nilai yang terdapat pada warga juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga rakyat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi pada lebih kurang warga .

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan insan mengenal peradaban masa kemudian, turut serta dalam peradaban kini serta menciptakan peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya pada suatu rakyat, baik pada konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki insan masih relatif sederhana, tetapi sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yg sebelumnya merupakan sesuatu yg tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menduga mustahil bila insan sanggup menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan serta Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki pada Bulan. 

Kemajuan cepat dunia pada bidang fakta dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yg berlaku dalam konteks dunia dan lokal.

Selain itu, pada abad pengetahuan kini ini, diperlukan warga yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat serta baku mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang wajib dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sebagai akibatnya dibutuhkan kurikulum yang disertai menggunakan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, menentukan dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi serta komunikasi telah bisa merubah tatanan kehidupan insan. Oleh karenanya, kurikulum seyogyanya bisa mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi buat kemaslahatan dan kelangsungan hidup insan.

PENDIDIKAN KARAKTER APA MENGAPA DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PENDIDIKAN

Pendidikan Karakter : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya di Satuan Pendidikan 
Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga problem budaya dan karakter bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam warga terhadap pelaksanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Sorotan itu mengenai aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam goresan pena di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara pada media elektronika. Selain pada media masa, para pemuka rakyat, para pakar, dan para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara tentang masalah budaya dan karakter bangsa pada banyak sekali lembaga seminar, baik pada taraf lokal, nasional, juga internasional. Persoalan yang timbul pada rakyat misalnya korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yg konsumtif, kehidupn politik yg nir produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di aneka macam kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan misalnya peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan serta penerapan hukum yg lebih bertenaga. 

Alternatif lain yang poly dikemukakan buat mengatasi, paling nir mengurangi, masalah budaya serta karakter bangsa yang dibicarakan itu merupakan pendidikan. Pendidikan dianggap menjadi alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yg lebih baik. Sebagai cara lain yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan bisa mengembangkan kualitas generasi muda bangsa pada aneka macam aspek yang bisa memperkecil serta mengurangi penyebab berbagai kasus budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak lantaran pendidikan sesungguhnya merupakan transformasi budaya. Memang diakui bahwa hasil menurut pendidikan akan terlihat dampaknya pada ketika yg nir segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang bertenaga di masyarakat dalam saat yang relatif usang sehingga menciptakan pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini, menaruh perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, bepergian kurikulum pada Indonesia menurut tahun 1947 sampai dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

(1) pada tahun 1947 
• Perubahan terali pendidikan dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
• Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
• Baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tahun 1950
• Memuat 2 hal pokok: 
1. Daftar mata pelajaran; 
2. Garis-garis pedagogi 
• Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, pencerahan bernegara serta bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian thd kesenian serta pendidikan jasmani.

(2) Tahun 1952 : 
• Lebih merinci setiap mata pelajaran 
• Silabus lebih kentara, satu guru mengajar satu mapel 

(3) Tahun 1954 (kurikulum gaya usang):
• Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 

(4) Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
• Mempercepat pembangunan nasional 
• Membangun interaksi dengan bangsa-bangsa lain
• Menjalankan kebijakan luar negeri negara 

(5) Tahun 1964 
• Fokus dalam pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, serta moral (pancawardhana)
• Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 5 gerombolan bidang studi: 
1. Moral; 
2. Kecerdasan; 
3. Emosional/artistik; 
4. Keprigelan (ketrampilan); 
5. Jasmaniah 
• Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan aktivitas fungsional praktis 

(6) Tahun 1968 
• Merupakan revisi Kurikulum 1964, yang dicitrakan sebgai produk orde usang 
• Tujuan: membentuk insan Panca Sila seutuhnya. 
• Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: grup training Panca Sila, Pengetahuan Dasar, dan Kecakapan Khusus 
• Jumlah mata pelajaran : 9. 
• Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan dengan perseteruan faktual di lapangan 
• Titik berat: materi apa saja yg sempurna diberikan pada anak didik di tiap jenjang pendidikan

(7) Tahun 1975 
• Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif 
• Dipengaruhi sang konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
• Metode, materi, dan tujuan pedagogi dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
• Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan 
• Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, serta Evaluasi 
• Banyak dikritik lantaran pengajar poly dibentuk sibuk menulis rincian berdasarkan setiap aktivitas pembelajaran 

(8) Tahun 1984 
• Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg permanen menganggap krusial faktor tujuan 
• Sering jua diklaim ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
• Siswa diposisikan menjadi subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, sampai melaporkan). 
• Model pembelajaran ini diklaim CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
• Tokoh penting dibalik lahirnya Kur. 1984 merupakan Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), pula Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
• Konsep CBSA yang indah secara teori dan indah hasilnya ketika di sekolah-sekolah yang dujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi ketika dilaksanakan secara nasional.
• Yang menonjol hanyalah kegaduhan saat diskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar-gambar , pengajar tidak lagi mengajar contoh ceramah. 
• Banyak bermunculan penolakan thd CBSA

(9) Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
• Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan dan proses.
• Banyak mendapatkan kritik lantaran beban belajar anak didik terlalu berat, dari muatan nasional hingga muatan lokal. 
• Berbagai kepentingan grup-kelompok masyarakat mendesakkan agar info-berita tertentu masuk dalam kurikulum. 
• Menjelma menjadi kurikulum super padat 
• Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yg di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya kepada para guru

(10) Tahun 2004 
• Juga dikenal menggunakan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
• Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yang mesti dicapai. 
• Muncul kerancuan apabila dikaitkan dengan indera ukur kompetensi anak didik, yaitu ujian!, baik yang berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah menggunakan soal pilihan ganda. 
• Mestinya lebih poly pada praktek serta soal uraian terbuka buat mengukur tingkat kompetensi anak didik.
• Banyak pengajar juga belum memahami esensi menurut KBK
• Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam tingkat uji coba 

(11)KTSP 
• Ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh anak didik dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
• Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yang paling tampak adalah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sinkron dg kondisi murid dan syarat sekolah berada. 
• Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya tetapkan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
• Selebihnya, (indikator, materi, juga penilaiannya) diserahkan pada para guru & satuan pendidikan pada bawah koordinasi serta pengawasan pemerintah kab./kota. 

Uraian di atas menampakan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran pada satuan pendidikan yg bisa merespon pendidikan sebagai transformasi budaya yang pada akhirnya membuat luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan asal daya manusia pengelolah satuan pendidikan mempunyai kualitas yg memadai.

Pengawas sekolah yang merupakan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab serta kewenangan buat melaksanakan aktivitas pengawasan akademik dan manajerial dalam satuan pendidikan (Permenpan serta RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang kiprah yg stragis untuk membantu satuan pendidikan pada pengelolaan buat mewujudkan luaran satuan pendidikan yg berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

Pengertian Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi serta tujuan pendidikan nasional yang harus dipakai dalam mengembangkan upaya pendidikan pada Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas mengungkapkan, “Pendidikan nasional berfungsi berbagi serta membentuk tabiat dan peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu adalah rumusan tentang kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan tentang arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian kata budaya, karakter bangsa, serta pendidikan. Pengertian yg dikemukakan pada sini dikemukakan secara teknis serta digunakan dalam membuatkan panduan ini. Pengajar-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang kata-istilah itu sebagai pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, permanen mempunyai kebebasan sepenuhnya membahas serta berargumentasi mengenai kata-istilah tadi secara akademik.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan (belief) insan yang didapatkan rakyat. Sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan itu merupakan hasil berdasarkan hubungan manusia menggunakan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan pada kehidupan manusia dan membuat sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan , sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia menjadi makhluk sosial sebagai produsen sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan; akan namun juga pada hubungan dengan sesama insan serta alam kehidupan, manusia diatur sang sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan yg sudah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yg berkembang sesungguhnya merupakan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem agama, ilmu, teknologi, dan seni. Pendidikan adalah upaya bersiklus dalam mengembangkan potensi siswa, sebagai akibatnya mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yg diwariskan masyarakatnya dan menyebarkan warisan tersebut ke arah yg sesuai buat kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi aneka macam kebajikan (virtues) yang diyakini dan dipakai sebagai landasan buat cara pandang, berpikir, bersikap, serta bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, serta kebiasaan, seperti amanah, berani bertindak, dapat dipercaya, serta hormat pada orang lain. Interaksi seseorang menggunakan orang lain menumbuhkan karakter rakyat dan karakter bangsa. Oleh karenanya, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hayati pada ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya bisa dilakukan dalam lingkungan sosial serta budaya yg berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya bisa dilakukan pada suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, serta budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa merupakan Pancasila; jadi pendidikan budaya serta karakter bangsa haruslah menurut nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya serta karakter bangsa merupakan berbagi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa melalui pendidikan hati, otak, serta fisik. 

Pendidikan merupakan suatu bisnis yang sadar serta sistematis dalam membuatkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu bisnis warga serta bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan rakyat serta bangsa yang lebih baik pada masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya serta karakter yang telah dimiliki masyarakat serta bangsa. Oleh karenanya, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda serta juga proses pengembangan budaya serta karakter bangsa buat peningkatan kualitas kehidupan warga dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif siswa membuatkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, serta penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka pada bergaul pada masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, dan membuatkan kehidupan bangsa yang bermartabat. 

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa pada masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yg sesuai, serta metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah bisnis beserta sekolah; oleh karena itu harus dilakukan secara bersama oleh seluruh guru dan pemimpin sekolah, melalui seluruh mata pelajaran, dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan berdasarkan budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar buat membuatkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan berdasarkan lingkungan siswa berada, terutama dari lingkungan budayanya, lantaran peserta didik hidup tidak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sinkron menggunakan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip itu akan mengakibatkan siswa tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka nir akan mengenal budayanya dengan baik sehingga beliau menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan merupakan dia sebagai orang yang nir menyukai budayanya.

Budaya, yg mengakibatkan peserta didik tumbuh serta berkembang, dimulai berdasarkan budaya pada lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yg dianut sang ummat manusia. Jika peserta didik menjadi asing berdasarkan budaya terdekat maka beliau nir mengenal menggunakan baik budaya bangsa serta dia nir mengenal dirinya menjadi anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap impak budaya luar serta bahkan cenderung buat mendapat budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena beliau nir memiliki kebiasaan serta nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). 

Semakin kuat seorang mempunyai dasar pertimbangan, semakin kuat juga kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat negara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan dan nilai budaya secara kolektif pada taraf makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi masyarakat negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, serta cara menuntaskan perkara sinkron dengan kebiasaan serta nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai menggunakan fungsi utama pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan menciptakan watak serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yg mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yg kokoh buat berbagi keseluruhan potensi diri seorang sebagai anggota rakyat serta bangsa.

Pendidikan merupakan suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai serta prestasi itu merupakan pujian bangsa serta berakibat bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga mempunyai fungsi untuk menyebarkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu sebagai nilai-nilai budaya bangsa yg sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yg akan datang, serta berbagi prestasi baru yang sebagai karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah inti menurut suatu proses pendidikan. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan yg terintegrasi disetiap mata pelajaran yg ada pada satuan pendidikan sehingga wajib ditegaskan implentasinya pada kurikulum taraf satuan pendidikan yg selanjutnya dituangkan dalam silabus serta rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang sebagai nilai dasar budaya serta karakter bangsa. Kebajikan yg sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg asal menurut etos atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. 

Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik buat menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yg telah memiliki perilaku dan perilaku yang mencerminkan budaya serta karakter bangsa; 
2. Pemugaran: memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
3. Penyaring: buat menyaring budaya bangsa sendiri serta budaya bangsa lain yg tidak sesuai menggunakan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg bermartabat.

Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya serta karakter bangsa;
2. Menyebarkan norma dan konduite peserta didik yang terpuji dan sejalan menggunakan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4. Berbagi kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Berbagi lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut adalah.
1. Agama: rakyat Indonesia adalah rakyat beragama. Oleh karenanya, kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan serta kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yg asal menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yg berasal berdasarkan agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yg disebut Pancasila. Pancasila masih ada dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yg masih ada pada UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai rakyat negara yg lebih baik, yaitu rakyat negara yang mempunyai kemampuan, kemauan, serta menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya sebagai rakyat negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui rakyat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar pada anugerah makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antaranggota warga itu. Posisi budaya yg demikian krusial pada kehidupan rakyat mengharuskan budaya menjadi asal nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang wajib dimiliki setiap masyarakat negara Indonesia, dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan pada aneka macam jenjang serta jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat banyak sekali nilai humanisme yang wajib dimiliki rakyat negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai ini dia. 

Tabel Nilai serta Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama  yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
2. Jujur
Perilaku yang berdasarkan pada upaya berakibat dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan  tindakan yg menghargai disparitas agama, suku, etnis, pendapat, perilaku, serta tindakan orang lain yang tidak selaras berdasarkan dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yg memperlihatkan perilaku tertib serta patuh pada berbagai ketentuan serta peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yg memberitahuakn upaya sungguh-benar-benar pada mengatasi aneka macam hambatan belajar dan tugas, dan merampungkan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu buat menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan  sesuatu yg telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap serta perilaku yang nir mudah tergantung dalam orang lain dalam merampungkan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, serta bertindak yg menilai sama  hak dan kewajiban dirinya serta orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui lebih mendalam dan meluas berdasarkan sesuatu yang dipelajarinya, dicermati, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri serta kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yg menerangkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap serta tindakan yg mendorong dirinya buat membuat sesuatu yang bermanfaat bagi warga , serta mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
       Komuniktif
Tindakan yang menunjukkan rasa bahagia berbicara, bergaul, serta bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yg menyebabkan orang lain merasa bahagia dan kondusif atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan ketika buat membaca berbagai bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, dan membuatkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi donasi dalam orang lain dan rakyat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap serta perilaku seorang buat melaksanakan tugas serta kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial serta budaya), negara serta Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip serta Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Pada prinsipnya, pengembangan budaya serta karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan namun terintegrasi ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah. Oleh karena itu, guru serta sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yg dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa ke pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus serta Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. 

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan supaya siswa mengenal serta mendapat nilai-nilai budaya serta karakter bangsa sebagai milik mereka serta bertanggung jawab atas keputusan yg diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, memilih pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai menggunakan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk menyebarkan kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas sosial serta mendorong peserta didik buat melihat diri sendiri menjadi makhluk sosial. 

Berikut prinsip-prinsip yg dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal siswa masuk hingga terselesaikan berdasarkan suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama serta berlangsung paling nir sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada SMA adalah kelanjutan dari proses yang sudah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, serta pada setiap kegiatan kurikuler serta ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini menerangkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pengembangan nilai budaya serta karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yg sudah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan menjadi berikut ini.

Gambar Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran

3. Nilai nir diajarkan akan tetapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya serta karakter bangsa bukanlah materi ajar biasa; adalah, nilai-nilai itu nir dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan misalnya halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun kabar seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani serta kesehatan, seni, dan ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan menjadi bahan atau media untuk berbagi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengajar tidak perlu mengganti pokok bahasan yg sudah ada, tetapi memakai materi utama bahasan itu buat menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru nir wajib mengembangkan proses belajar khusus buat menyebarkan nilai. Suatu hal yg selalu wajib diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat dipakai untuk menyebarkan kemampuan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya serta karakter bangsa tidak ditanyakan pada ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian berdasarkan suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan dalam diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi nir tahu dan nir paham makna nilai itu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan sang guru. Pengajar menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap konduite yg ditunjukkan siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan pada suasana belajar yang menimbulkan rasa bahagia serta tidak indoktrinatif.

Diawali menggunakan perkenalan terhadap pengertian nilai yg dikembangkan maka pengajar menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa pengajar berkata kepada siswa bahwa mereka harus aktif, tapi pengajar merencanakan aktivitas belajar yang mengakibatkan siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari asal kabar, dan mengumpulkan kabar dari sumber, memasak kabar yg telah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan output rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri mereka melalui aneka macam kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, serta tugas-tugas pada luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Perencanaan serta aplikasi pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan sang kepala sekolah, pengajar, tenaga kependidikan (konselor) secara beserta-sama menjadi suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal ini dia.

1. Program Pengembangan Diri
Dalam acara pengembngan diri, perencanaan dan aplikasi pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke pada kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus serta konsisten setiap waktu. Contoh kegiatan ini adalah upacara dalam hari akbar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah beserta atau shalat beserta setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa ketika mulai serta terselesaikan pelajaran, mengucap salam bila bertemu pengajar, energi kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yg dilakukan secara impulsif pada ketika itu juga. Kegiatan ini dilakukan umumnya pada waktu pengajar serta tenaga kependidikan yg lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik berdasarkan peserta didik yg harus dikoreksi pada saat itu jua. Apabila guru mengetahui adanya konduite serta sikap yang kurang baik maka dalam ketika itu juga guru wajib melakukan koreksi sebagai akibatnya siswa nir akan melakukan tindakan yg buruk itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah nir pada tempatnya, berteriak-teriak sebagai akibatnya mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.

Kegiatan impulsif berlaku buat konduite dan perilaku siswa yg jelek dan yg baik sebagai akibatnya perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi konduite teman yg tidak terpuji.

c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku serta perilaku guru dan energi kependidikan yang lain pada menaruh contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diperlukan menjadi panutan bagi peserta didik buat mencontohnya. Jika pengajar serta tenaga kependidikan yg lain menghendaki supaya siswa berperilaku dan bersikap sinkron dengan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa maka pengajar dan tenaga kependidikan yg lain adalah orang yg pertama serta primer memberikan contoh berperilaku serta bersikap sesuai menggunakan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, tiba tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap siswa, jujur, menjaga kebersihan.

d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa maka sekolah wajib dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yg selalu bersih, bak sampah terdapat pada banyak sekali tempat serta selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi serta alat belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian pada mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan pada setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan pada silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara ini dia:
a. Menelaah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi (SI) buat memilih apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg tercantum itu telah tercakup di dalamnya;
b. Memakai tabel 1 yg memberitahuakn keterkaitan antara SK serta KD dengan nilai dan indikator buat menentukan nilai yg akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; 
d. Mencantumkan nilai-nilai yg telah tertera dalam silabus ke pada RPP; 
e. Mengembangkan proses pembelajaran siswa secara aktif yg memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya pada perilaku yang sesuai; dan memberikan donasi pada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai juga buat menunjukkannya dalam konduite.

3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, aktivitas kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses merogoh keputusan, kebijakan juga interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa berinteraksi dengan sesamanya, guru menggunakan guru, konselor menggunakan sesamanya, pegawai administrasi menggunakan sesamanya, serta antaranggota grup masyarakat sekolah. Interaksi internal gerombolan dan antarkelompok terikat oleh banyak sekali aturan, norma, moral dan etika beserta yang berlaku pada suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan pada budaya sekolah.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa dalam budaya sekolah meliputi kegiatan-aktivitas yang dilakukan kepala sekolah, pengajar, konselor, energi administrasi saat berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya serta karakter bangsa memakai pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat dalam anak; dilakukan melalui aneka macam aktivitas pada kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau aktivitas yang didesain sedemikian rupa. Setiap aktivitas belajar menyebarkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan aktivitas belajar spesifik buat mengembangkan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, amanah, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta gemar membaca bisa melalui aktivitas belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin memahami, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan buat memunculkan perilaku yang menampakan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yg diikuti semua siswa, guru, ketua sekolah, serta energi administrasi pada sekolah itu, direncanakan semenjak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik serta yg dilakukan sehari-hari menjadi bagian berdasarkan budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke pada program sekolah merupakan lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya serta karakter bangsa, pagelaran bertema budaya serta karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran output karya peserta didik bertema budaya serta karakter bangsa, pameran foto hasil karya siswa bertema budaya serta karakter bangsa, lomba menciptakan goresan pena, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan menggunakan budaya serta karakter bangsa, mengundang banyak sekali narasumber buat berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang herbi budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui aktivitas ekstrakurikuler serta kegiatan lain yg diikuti sang semua atau sebagian siswa, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke loka-loka yg menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian warga buat menumbuhkan kepedulian serta kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan loka-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

Penilaian Hasil Belajar 
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya serta karakter didasarkan pada indikator. Sebagai model, indikator buat nilai amanah pada suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan menggunakan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang ditinjau, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka pengajar mengamati (melalui aneka macam cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu amanah mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara ekspresi tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja mempunyai gradasi menurut perasaan yg tidak berbeda dengan perasaan generik teman sekelasnya hingga bahkan kepada yg bertentangan dengan perasaan generik teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap waktu guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat pengajar saat melihat adanya konduite yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu bisa dipakai guru. Selain itu, pengajar bisa pula menaruh tugas yg berisikan suatu dilema atau peristiwa yg menaruh kesempatan pada peserta didik buat memperlihatkan nilai yang dimilikinya. Sebagai model, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan donasi terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial hingga pada hal yang dapat mengundang permasalahan dalam dirinya.