PENGERTIAN PENDIDIKAN

Cara flexi --- Pendidikan : (dalam arti sesungguhnya) adalah kata Pendidikan atau 'Edukasi' diambil menurut istilah 'education' atau 'pendidikan' pada bahasa Latin 'educo' yang berarti meng-'edusi', menarik keluar, menyebarkan menurut pada.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan asal berdasarkan kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ serta akhiran ‘an’, maka kata ini memiliki arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan perilaku dan rapikan laku seseorang atau grup orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran serta pelatihan.
Pada dasarnya pengertian Pendidikan adalah bisnis sadar buat menyiapkan peserta didik melalui aktivitas bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yg akan tiba. Menurut Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah bisnis sadar dan terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya peserta didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menyebutkan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hayati tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada dalam anak-anak itu, agar mereka menjadi insan dan sebagai anggota warga dapatlah mencapai keselamatan serta kebahagiaan dengan tinggi-tingginya.
Sedangkan pengertian pendidikan berdasarkan H. Horne, adalah proses yg terus menerus (kekal) berdasarkan penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk insan yang telah berkembang secara fisik dan mental, yg bebas dan sadar pada vtuhan, seperti termanifestasi pada alam kurang lebih intelektual, emosional serta humanisme menurut insan.
Dalam pengertian yg sederhana dan umum makna pendidikan adalah sebagai bisnis manusia buat menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani serta rokhani sesuai dengan nilai-nilai yg ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-bisnis yang dilakukan buat menanamkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan tersebut dan mewariskannya pada generasi berikutnya buat dikembangkan pada hayati dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Lantaran bagaimanapun peradaban suatu rakyat, pada dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan menjadi bisnis manusia buat melestarikan hidupnya. Atau dengan istilah lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasi peradaban bangsa yg dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan kebiasaan masyarakat) yg berfingsi menjadi filsafat pendidikannya atau menjadi hasrat dan pernyataan tujuan pendidikannya (Djumransyah Indar, 1994 : 16).

Dari beberapa pengertian pendidikan dari ahli tadi maka bisa disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan Bimbingan atau pertolongan yang diberikan sang orang dewasa kepada perkembangan anak buat mencapai kedewasaannya dengan tujuan supaya anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak menggunakan bantuan orang lain. 

Pengertian Pendidikan Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Dalam perspektif teoritik, pendidikan acapkali diartikan serta dimaknai orang secara majemuk, bergantung pada sudut pandang masing-masing serta teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan pada konteks akademik merupakan sesuatu yg masuk akal, bahkan bisa semakin memperkaya khazanah berfikir insan dan bermanfaat buat pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi buat kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan bisa dirumuskan secara jelas serta gampang dipahami sang semua pihak yg terkait menggunakan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat serta benar pada setiap praktik pendidikan.
Untuk mengatahui definisi pendidikan pada perspektif kebijakan, kita telah mempunyai rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
    Pendidikan merupakan usaha sadar serta terpola buat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif menyebarkan potensi dirinya buat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, warga , bangsa serta negara.
Berdasarkan definisi pada atas, saya menemukan tiga (tiga) utama pikiran utama yg terkandung di dalamnya, yaitu: (1) bisnis sadar serta bersiklus; (dua) mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya siswa aktif berbagi potensi dirinya; dan (3) mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, warga , bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tadi.
1. Usaha sadar dan bersiklus.
Pendidikan menjadi bisnis sadar dan terencana memperlihatkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses yg disengaja serta dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual). Oleh karenanya, di setiap level manapun, kegiatan pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik pada tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi serta kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) juga operasional (proses pembelajaran sang guru).
Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), dalam dasarnya setiap kegiatan pembelajaran pun wajib direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran mencakup penyusunan silabus dan rencana aplikasi pembelajaran (RPP) yg memuat bukti diri mata pelajaran, baku kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi saat, metode pembelajaran, aktivitas pembelajaran, penilaian output belajar, dan asal belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif menyebarkan potensi dirinya
Pada utama pikiran yg kedua ini aku melihat adanya pengerucutan kata pendidikan sebagai pembelajaran. Jika dipandang secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai pada setting pendidikan formal semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran ke 2 ini, aku menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki merupakan pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) serta humanis, yaitu berusaha membuatkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, aku juga melihat ada dua kegiatan (operasi) primer dalam pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.
a. Mewujudkan suasana belajar
Berbicara mengenai mewujudkan suasana pembelajaran, nir dapat dilepaskan menurut upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya meliputi: (a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang ketua sekolah, ruang pengajar, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kolaborasi, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, ketenangan, kebahagiaan serta aspek-aspek sosio–emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan siswa buat melakukan kegiatan belajar.
Baik lingkungan fisik juga lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan supaya peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan pengajar dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat krusial. Dan pada sini juga, tampak bahwa peran pengajar lebih diutamakan menjadi fasilitator belajar murid .
b. Mewujudkan proses pembelajaran
Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan buat menciptakan kondisi serta pra syarat agar murid belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi murid. Dalam konteks pembelajaran yg dilakukan guru, maka pengajar dituntut buat bisa mengelola pembelajaran (learning management), yg meliputi perencanaan, aplikasi, serta penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 mengenai Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan menjadi agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi pada hal ini saya lebih senang memakai istilah manajer pembelajaran, dimana pengajar bertindak sebagai seseorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun seyogyanya dirancang supaya siswa bisa secara aktif membuatkan segenap potensi yg dimilikinya, menggunakan mengedepankan pembelajaran yang berpusat dalam anak didik (student-centered) dalam bingkai contoh serta strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang sang peran guru sebagai fasilitator belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yg diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok pikiran yg ketiga ini, selain merupakan bagian berdasarkan definisi pendidikan sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita , yg berdasarkan hemat aku telah demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, eksklusif, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan juga pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yg mencari ekuilibrium diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, menggunakan melihat utama pikiran yang ketiga berdasarkan definisi pendidikan ini maka sesungguhnya pendidikan karakter telah tersirat dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan pada bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan pembelajaran yang dilaksanakan sang guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian pada atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya nir hanya sekedar mendeskripsikan apa pendidikan itu, namun memiliki makna dan implikasi yg luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa siswa (murid) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.


Baca Selengkapnya !!

PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi membuatkan serta membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya merupakan nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut oleh suatu masyarakat/bangsa dan mendasari konduite seseorang sebagai dirinya, anggota rakyat, dan warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang tentang sesuatu yang dipercaya benar, baik, dan indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk menurut nilai, moral, serta norma yg mendasari cara pandang, berfikir, sikap, serta cara bertindak seorang serta yg membedakan dirinya menurut orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seorang yg menjadi anggota rakyat bangsa tersebut. 

Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan pendidikan yang menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri siswa sebagai akibatnya menjadi dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak pada menyebarkan dirinya menjadi individu, anggota rakyat, serta warganegara. Nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg dimiliki siswa tersebut menjadikan mereka menjadi warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi siswa secara optimal. Usaha sadar tersebut nir boleh dilepaskan menurut lingkungan peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip tadi akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya menggunakan baik sehingga beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah beliau sebagai orang yg nir menyukainya budayanya.

Budaya yang mengakibatkan siswa tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut sang ummat manusia. Jika siswa sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tadi pada gilirannya maka beliau tidak mengenal dengan baik budaya bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar serta bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki kebiasaan dan nilai budaya nasional nya yg dapat digunakan menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tersebut. 

Semakin bertenaga dasar pertimbangan yang dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya untuk sebagai warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan serta nilai budaya tersebut akan sebagai norma dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan kasus yg sesuai dengan kebiasaan dan nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yang diamanatkan pada UU Sisdiknas yaitu “menyebarkan kemampuan dan menciptakan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yang kokoh buat membuatkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota rakyat serta bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yg berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui banyak sekali mata pelajaran yang ada pada kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, kepercayaan , pendidikan jasmani serta olahraga, seni serta ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa kesadaran akan siapa dirinya serta bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tersebut hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa menaruh kesadaran dan penerangan mengenai siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yang membuat dirinya serta bangsanya di masa kini . Selain itu pada pendidikan karakter bangsa harus terbangun jua kesadaran, pengetahuan, wawasan, serta nilai berkenaan dengan lingkungan pada mana dirinya serta bangsanya hayati (geografi), nilai yang hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yg demikian maka nilai dan karakter yang dikembangkan dalam diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki efek nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa serta bahkan ummat manusia. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yang sebagai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karenanya pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari menurut pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya serta karakter bangsa berfungsi menjadi:
  1. Perluasan pengembangan potensi peserta didik supaya mereka mempunyai kepeduliaan terhadap nilai-nilai yg mendasari kehidupan budaya serta karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab dalam pengembangan ranah yg lebih luas berdasarkan ranah kognitif.
  3. Wahana pada membuatkan potensi humanisme siswa sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai insan yg mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, jujur, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari dari agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan pada nilai-nilai serta kaedah yang asal menurut kepercayaan .
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yang dianggap Pancasila. Pancasila masih ada pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa sebagai warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik adalah warganegara yg menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warganegara.
  • Budaya adalah suatu kebenaran bahwa nir terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui warga tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar pada memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian krusial dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan di banyak sekali jenjang dan jalur. Di dalam tujuan pendidikan nasional masih ada banyak sekali nilai kemanusiaan yang wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka didapatkan sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu perilaku serta konduite yang patuh dalam melaksanakan ajaran kepercayaan yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
  • Jujur: konduite yang didasarkan pada kebenaran, menghindari konduite yang salah , dan mengakibatkan dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan dan sikap yg menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari pendapat, sikap, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yg wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu menggunakan saat yang tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yg dilakukan terselesaikan dalam waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membentuk suatu cara atau produk baru berdasarkan apa yang telah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri menggunakan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yang sama
  • Rasa ingin tahu: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui apa yg dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas pada berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, serta wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu perilaku yg menampakan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, serta politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yg bermanfaat bagi warga , dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yg menerangkan rasa senang berbicara, bergaul, dan berafiliasi menggunakan orang lain.
  • Cinta damai: suatu sikap serta tindakan yg selalu mengakibatkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yg selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan donasi untuk membantu orang lain serta rakyat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam di sekitarnya, serta menyebarkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yg sudah terjadi.

PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi berbagi dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa supaya sebagai insan yg beriman dan bertakwa pada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya adalah nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut sang suatu masyarakat/bangsa dan mendasari perilaku seorang sebagai dirinya, anggota warga , serta warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang mengenai sesuatu yang dianggap benar, baik, serta indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk dari nilai, moral, serta kebiasaan yang mendasari cara pandang, berfikir, perilaku, dan cara bertindak seseorang serta yg membedakan dirinya dari orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seseorang yg menjadi anggota masyarakat bangsa tadi. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah pendidikan yang membuatkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri peserta didik sehingga sebagai dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak dalam berbagi dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dimiliki siswa tadi mengakibatkan mereka sebagai warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan siswa berada terutama menurut lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg tidak dilandasi sang prinsip tersebut akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka nir akan mengenal budayanya menggunakan baik sebagai akibatnya beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang nir menyukainya budayanya.

Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut oleh ummat insan. Jika peserta didik sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tersebut pada gilirannya maka dia tidak mengenal menggunakan baik budaya bangsanya serta dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar dan bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi lantaran beliau nir mempunyai kebiasaan serta nilai budaya nasional nya yang bisa dipakai menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tadi. 

Semakin kuat dasar pertimbangan yg dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya buat menjadi warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, norma serta nilai budaya tersebut akan menjadi kebiasaan dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan masalah yang sinkron menggunakan norma serta nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu “berbagi kemampuan dan menciptakan tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karenanya anggaran dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yg kokoh buat menyebarkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota warga dan bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yg sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yang berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui aneka macam mata pelajaran yg ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni dan ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa pencerahan akan siapa dirinya serta bangsanya merupakan bagian yang teramat krusial. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tadi hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa memberikan pencerahan serta penjelasan tentang siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yg membuat dirinya serta bangsanya pada masa sekarang. Selain itu pada pendidikan karakter bangsa wajib terbangun juga kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan di mana dirinya dan bangsanya hidup (geografi), nilai yg hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, serta seni. Artinya, perlu terdapat upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yg sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian maka nilai dan karakter yg dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh serta mempunyai dampak nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa dan bahkan ummat insan. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yg menjadi dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari berdasarkan pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya dan karakter bangsa berfungsi sebagai:
  1. Perluasan pengembangan potensi siswa supaya mereka memiliki kepeduliaan terhadap nilai-nilai yang mendasari kehidupan budaya dan karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab pada pengembangan ranah yang lebih luas menurut ranah kognitif.
  3. Wahana pada mengembangkan potensi humanisme peserta didik menjadi individu, anggota warga , serta warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan serta warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yang aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, serta menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yg dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: rakyat Indonesia adalah warga beragama. Oleh karenanya kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan dalam nilai-nilai dan kaedah yang berasal menurut agama.
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yg dianggap Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang masih ada pada Undang-Undang Dasar 1945 tadi. Artinya, nilai-nilai yg terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, serta seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik merupakan warganegara yang menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya menjadi warganegara.
  • Budaya merupakan suatu kebenaran bahwa nir terdapat insan yg hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui warga tadi. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota rakyat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya serta karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas manusia Indonesia yang wajib dikembangkan sang banyak sekali satuan pendidikan pada berbagai jenjang dan jalur. Di pada tujuan pendidikan nasional masih ada berbagai nilai kemanusiaan yg wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan sumber yg paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka dihasilkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya serta karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu sikap serta konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk agama lain.
  • Jujur: perilaku yg didasarkan dalam kebenaran, menghindari konduite yg keliru, dan berakibat dirinya sebagai orang yg selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan serta perilaku yang menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yg tidak selaras dari pendapat, perilaku, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yang wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu memakai saat yg tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan terselesaikan pada waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membuat suatu cara atau produk baru menurut apa yang sudah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap serta tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yg sama
  • Rasa ingin tahu: suatu perilaku dan tindakan yg selalu berupaya buat mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam serta meluas dalam berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, dan wawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara pada atas kepentingan diri serta kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu sikap yg memperlihatkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yg tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap serta tindakan yang mendorong dirinya buat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat, serta mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yang memperlihatkan rasa bahagia berbicara, berteman, serta bekerjasama dengan orang lain.
  • Cinta tenang: suatu perilaku serta tindakan yang selalu mengakibatkan orang lain bahagia dan dirinya diterima menggunakan baik sang orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yang selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap serta tindakan yg selalu ingin menaruh donasi untuk membantu orang lain serta warga pada meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yg selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, serta mengembangkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yg telah terjadi.

PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ISTILAHISTILAH PENDIDIKAN

Pengertian Pendidikan Islam Dan Istilah-Istilah Pendidikan
Secara umum pendidikan dalam Islam diungkapkan pada beberapa kata, yakni: ta’dib, ta’lim, dan tarbiyah. Pada bagian ini akan dibahas secara rinci menurut masing-masing istilah tadi, sebagaimana akan didiskripsikan di bawah ini. 

Pendidikan itu sendiri berasal dari istilah didik kemudian kata ini mendapat imbuhan me- sehingga menjadi mendidik, ialah memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran.[1]

Pendidikan dalam hakikatnya mempunyai jangkauan makna yg luas dan, pada rangka mencapai kesempurnaannya, memerlukan ketika serta tenaga yg nir mini . Dalam khazanah keagamaan dikenal ungkapan Minal mahdi ilal lahdi (berdasarkan buaian sampai liang lahad atau pendidikan seumur hayati), sebagaimana dikenal pula pernyataan ilmu pada siswa: “Berilah saya seluruh yang engkau miliki, maka akan kuberikan kepadamu sebagian yang aku punyai.”[2] 

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) masih ada penjelasan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan perilaku dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam bisnis mendewasakan manusia melalui upaya pedagogi serta latihan. Sedang mendidik diartikan menggunakan memelihara serta memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak serta kecerdasan pikiran. 

Secara terminologis, pengertian pendidikan yg masih ada pada Ensiklopedia Pendidikan mendefinisikan bahwa pendidikan dalam arti yang luas meliputi seluruh perbuatan dan bisnis berdasarkan generasi tua buat mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya supaya bisa memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.[3] 

Dalam undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan merupakan bisnis sadar serta terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya siswa secara aktif membuatkan potensi dirinya buat mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yg diperlukan dirinya, rakyat, bangsa serta negara.[4] 

Sedangkan pengertian pendidikan dari kata Psikologi merupakan proses menumbuh kembangkan semua kemampuan dan konduite manusia melalui pedagogi. Adanya istilah pengajaran ini berarti terdapat suatu proses perubahan tingkah laris menjadi output interaksi menggunakan lingkungan yg diklaim dengan belajar.[5]

Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Pembahasan pendidikan berdasarkan Islam terutama berdasarkan atas Al-Qur’an serta Al-Hadits, kadang-kadang diambil jua pendapat para pakar pendidikan Islam.[6] 

Menurut M. Athoullah Ahmad pada tulisannya menyampaikan, Islam merupakan forum (dustur) Islam, barang siapa yg membenarkan Islam adalah berdasarkan Allah, beriman secara global dan terperinci, maka disebut Mu’min, serta iman dalam pengertian ini tidak bisa dipandang kecuali hanya sang Allah SWT, lantaran insan tak pernah membedah hati seorang serta tidak mengetahui apa pada dalamnya.[7] 

Menurut Muhammad Thalib, Islam merupakan kepercayaan yg Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad saw., yang mengajarkan segala aspek tatanan kehidupan yg diharapkan sang insan, termasuk pada dalamnya aspek pendidikan.[8]

Pendapat lain mengatakan, kata Islam berasal berdasarkan bahasa Arab “aslama”. Bila dipandang menurut segi bahasa, Islam memiliki beberapa arti:
  1. Islam berarti taat/patuh dan berserah diri kepada Allah SWT.
  2. Islam berarti damai dan afeksi. Maksudnya, kepercayaan Islam mengajarkan perdamaian serta kasih-sayang bagi umat manusia tanpa memandang rona kulit, kepercayaan , dan status sosial.
  3. Islam berarti selamat, maksudnya Islam merupakan petunjuk buat memperoleh keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak Itulah sebabnya salam bagi umat Islam merupakan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” (semoga Allah melimpahkan keselamatan serta kesejahteraan-Nya padamu).[9]
Dalam Tafsir Al-Mishbah yg ditulis oleh M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Islam merupakan ketundukan makhluk pada Tuhan Yang Maha Esa pada ajaran yang dibawa oleh para rasul, yang didukung sang karamah serta bukti-bukti yang meyakinkan.

Hanya saja, kata Islam buat ajaran para nabi yg kemudian merupakan sifat, sedang umat Nabi Muhammad saw. Memiliki keistimewaan dari kesinambungan berdasarkan sifat itu bagi agama umat Muhammad, sekaligus menjadi pertanda dan nama baginya.[10] 

Setelah tadi diungkapkan antara pengertian pendidikan serta Islam secara terpisah, maka apabila dipandang berdasarkan sudut pandang bahasa, pendidikan Islam berasal dari khazanah bahasa Arab yg diterjemahkan, mengingat dalam bahasa itulah ajaran Islam diturunkan. Seperti yang implisit pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, dua sumber utama ajaran Islam, kata yang dipergunakan dan dianggap relevan sehingga menggambarkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam itu ada tiga, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, dan At-Ta’dib, ketiga kata ini direkomendasikan dalam Konferensi Internasional pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 menjadi berikut:

”The meaning of education in Islam totality in the context of Islam inherent in the connotation of three each these term conveys conserning man his society and environment in relation to God Islam related to ten other, and together they represent the scope of education in Islam both formal and non formal.” 

“Yang dimaksud totalitas pendidikan dalam konteks Islam artinya yg nir bisa dipisahkan pada konotasi tiga kata pendidikan mengenai manusia, lingkungan serta masyarakatnya serta dalam hubungannya dengan Tuhan, jua yang herbi sepuluh lainnya, dan bersama-sama membangun lingkup pendidikan Islam baik formal dan non formal”.[11]

Dari hasil rekomendasi dalam konferensi pertama di atas, terdapat beberapa istilah mengenai pendidikan, yaitu: At-Ta’dib, At-Ta’lim,serta At-Tarbiyah.

A. At-Ta’dib
Pendidikan diistilahkan menggunakan istilah At-Ta’dib, istilah ini sebetulnya tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, tetapi pada Al-Hadits dinyatakan, yaitu: 

أَدَّبــَنِـيْ رَبــِّيْ فَــأَحْسَنَ تــَـأْدِ يـْبـــِيْ ( رواه السمعـــانى ) 

“Tuhanku telah mendidikku, maka Ia baguskan pendidikanku” (HR. As-Sam’ani).[12]

Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, kata ta’dib inilah yg berarti pendidikan. Menurutnya ta’dib memiliki arti yang sama serta ditemukan rekanan konseptualnya pada pada kata ta’lim, walaupun diakui bahwa cakupan istilah ta’dib menurut Al-Attas lebih luas dari yang dicakup kata ta’lim. Dalam ialah yang orisinil dan mendasar addaba (fi’il madhi) adalah the inviting to a banquet (undangan kepada suatu perjamuan). Gagasan mengenai suatu perjamuan rakyat bahwa tuan tempat tinggal adalah orang yg mulia, sementara hadirin adalah yang diperkirakan pantas menerima penghormatan buat diundang, oleh lantaran mereka adalah orang-orang yg bermutu dan berpendidikan serta bisa menyesuaikan diri, baik tingkah laris maupun keadaannya, sebagai akibatnya konsep ta’dib jika diaplikasikan secara sederhana dari persepsi Bloom, “bukan sekedar meliputi aspek kasih sayang (afektif), melainkan mencakup pula aspek kognitif serta psikomotorik, kendatipun aspek yg pertama lebih dominan”.[13] 

Beliau mendasarkan analisisnya atas konsep semantik dan hadits Rasulullah SAW. Riwayat Ibn Mas’ud saat Al-Qur’an digambarkan menjadi undangan Allah buat menghadiri suatu perjamuan di atas bumi, serta kita sangat dianjurkan buat mengambil bagian menggunakan cara mempunyai pengetahuan yg benar mengenai-Nya disabda Rasulullah SAW. Menjadi berikut:

إِنَّّ هَـذَا الْقُـرْأَنَ مَـأْدَبـَةُ اللهِ فِى الأَرْضِ فَـتـــَعَـلَـّمُوْا مِنْ مَـأْدَ بَــتـِهِ ( رواه ابن مسعود) 

“Sesungguhnya Al-Quran adalah sajian Allah di atas bumi, maka barang siapa yang mempelajarinya, berarti beliau belajar berdasarkan hidangannya” (HR. Ibn Mas’ud).[14] 

Oleh karenanya istilah ta’dib adalah kata yg paling relevan dibandingkan menggunakan istilah ta’lim serta tarbiyah.
Sedangkan konsekuensi akibat tidak dikembangkannya kata ta’dib pada konsep serta aktifitas pendidikan Islam berpengaruh pada 3 hal penting, pertama, kebiasaan dan kesalahan dalam ilmu pengetahuan, yg dalam gilirannya akan menciptakan kondisi yang kedua, yakni gilirannya adab dalam umat, kondisi yg timbul dampak yang pertama dan kedua merupakan konsekuensi yg ketiga, berupa bangkitnya pimpinan yg nir memenuhi syarat kepemimpinan yang absah pada kalangan umat, lantaran nir memenuhi standar moral, intelektual dan spiritual yg tinggi, yang diperlukan bagi suatu kepemimpinan pengendalian yg berkelanjutan atas urusan-urusan umat oleh pemimpin-pemimpin seperti mereka yang menguasai semua bidang kehidupan.[15]

B. At-Ta’lim
Menurut Fattah Jalal, Istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yg sebenarnya berlaku hanya buat pendidikan anak mini . Yang dimaksudkan sebagai proses persiapan serta pengusahaan dalam fase pertama pertumbuhan insan (yg sang Lanqeveld disebut pendidikan pendahuluan), atau dari kata yg terkenal diklaim fase bayi serta kanak-kanak. 

Pandangan beliau didasarkan dalam 2 ayat sebagaimana firman Allah:

ﻮﻗﻞ ﺭﺐ ﺍ ﺮﺣﻣﻬﻣﺎ ﻛﻣﺎ ﺭﺑﻳﻧﻰ ﺼﻐﻳﺭﺍ

“…Dan ucapkanlah: Ya Rabbi, kasihanilah mereka berdua sebagaimana (kasihnya) mereka berdua mendidik aku saat kecil” (QS. Al-Isra’: 24).[16]

Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mendidikmu pada pada keluarga kami waktu engkau masih kanak-kanak, serta kamu tinggal beserta kami beberapa tahun menurut umurmu” (QS. Asy-Syu’ara: 18).[17] 

Kalimat ta’lim dari Abdul Fattah Jalal merupakan proses yg terus menerus diusahakan insan semenjak lahir, sehingga satu segi sudah meliputi aspek kognisi dan pada segi lain nir mengabaikan aspek affeksi dan psikomotorik. Beliau pula mendasarkan pandangan tadi dalam argumentasi, bahwa Rasulullah SAW. Diutus sebagai mu’allim, sebagai pendidik, hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya, QS. Al-Baqarah: 151 yang ialah sebagai berikut:

”Sebagaimana Kami telah mengutus pada kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian, mensucikan kalian dan mengajarkan kalian al-Kitab serta al-Hikmah, dan mengajarkan pada kalian apa yang belum diketahui” (QS. Al-Baqarah: 151).[18]

Ayat pada atas didukung pula sang ayat yang lain yg terdapat pada QS. Al-Jumu’ah: 2, yaitu:
”Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta alfabet seseorang Rosul pada antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Akitab serta Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-sahih pada kesesatan yg nyata” (QS. Al-Jumu’ah: dua).[19]

Kata menyucikan dalam ayat pada atas dapat diidentikan menggunakan mendidik, sedang mengajar nir lain kecuali mengisi benak murid menggunakan pengetahuan berkaitan menggunakan alam metafísika serta físika.[20] 

Menurut Fattah Jalal, Islam dicerminkan sang ayat 151 surat Al-Baqarah tadi memandang proses ta’lim sebagai lebih menurut universal menurut tarbiyah. Sebab, saat mengajarkan tilawah Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW. Tidak sekedar terbatas dalam mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai perenungan mengenai pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan penanaman amanah. Dari membaca semacam itu Rasulullah SAW. Membawa mereka kepada tazkiyah, yakni penyucian dan pembersihan diri insan dari segala kotoran serta menjadikan diri itu berada pada suasana yang memungkinkannya dapat mendapat nasihat, menyelidiki segala yang nir diketahui serta yg berguna. Al-Hikmah nir bisa dipelajari secara parsial dan sederhana, tetapi harus mencakup keseluruhan ilmu secara integral. Kata Al-Hikmah asal menurut Al-Ihkam, yang dari Fattah Jalal berarti “keunggulan pada pada ilmu, amal, perbuatan serta atau pada pada semuanya itu”.[21] 

Kata hikmah juga mempunyai arti bisa menangkap gejala dan hakikat pada balik sebuah insiden. Mereka nir hanya melihat apa yang tampak, namun dengan mata bathinnya (bashirah), mereka bisa mengenal apa yang berada pada kembali yang tampak tersebut. “Inilah yang dimaksudkan menggunakan hikmah yang nir lain diartikan menjadi kearifan (the man of wisdom)”.[22] 

C. At-Tarbiyah
Jika diamati lebih intens, tampak kata tarbiyah yg sudah sekian abad digunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam dibandingkan sorotan dalam istilah ta’lim dan ta’dib. Hal tersebut dapat dimaklumi, lantaran istilah tarbiyah itulah yg dikembangkan secara umum dikuasai para ahli disepanjang sejarah.[23]

Tetapi yg lebih menarik buat disimak ádalah bagaimana argumentasi pokok yang menjamin kata tarbiyah menjadi yg lebih relevan pada menggambarkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam.

Athiyyah Al-Abrasyi serta Mahmud Yunus menyatakan bahwa kata tarbiyah serta ta’lim berdasarkan segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki disparitas fundamental, mengingat berdasarkan segi makna, istilah tarbiyah berarti “mendidik, sedangkan ta’lim berarti mengajar, 2 kata yg secara substansial nir bisa disamakan”.[24]

Perbedaan mendidik serta mengajar berdasarkan kedua ahli pada atas sangat mendasar sekali. Mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara, supaya dapat mempergunakan energi dan bakatnya dengan baik, sebagai akibatnya mencapai kehidupan yang sempurna di pada rakyat. Oleh sebab itu, tarbiyah meliputi pendidikan jasmani, pendidikan ‘aql, perasaan, keindahan serta kemasyarakatan. Sementara ta’lim adalah keliru satu dari pendidikan yg bermacam-macam itu.

Dalam ta’lim, guru mentransfer ilmu, pandangan atau pikiran kepada siswa menurut metode yg disukai, sedangkan pada tarbiyah siswa turut terlihat membahas, memeriksa, mengupas, serta memikirkan soal-soal yang sulit serta mencari solusi buat mengatasi kesulitan itu menggunakan energi dan pikirannya sendiri. Oleh karena itu, ta’lim sebenarnya adalah tarbiyah ‘aql, bagian dari tarbiyah menggunakan tujuan supaya peserta didik menerima ilmu pengetahuan atau kemampuan berpikir. Sedangkan tarbiyah mengarahkan siswa supaya hidup berilmu, beramal, bekerja, bertubuh sehat, ber’aql cerdas, berakhlak mulia serta pintar pada tengah-tengah masyarakat.

Para pakar pendidikan nampaknya menemui kesulitan dalam menaruh rumusan definisi pendidikan, kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yg akan dibina. Bahkan konferensi internasional pertama tentang pendidikan Islam ternyata nir berhasil menyusun suatu definisi pendidikan Islam yg disepakati semua pihak. Jadi sangat tidak mungkin menciptakan suatu definisi pendidikan Islam yg singkat tetapi meliputi wilayah binaan yang luas. Lantaran, pendidikan merupakan bisnis mengembangkan diri pada segala aspeknya. 

Demikian juga kerancuan pemakaian dan pemahaman ketiga istilah itu, sebenarnya nir perlu terjadi bila konsep yg dikandung oleh ketiga kata tersebut kita aplikasikan pada lingkup forum pendidikan jalur sekolah. Namun demikian, kita dituntut bersikap selektif tanpa melakukan deskreditasi pada kata-kata yg dianggap kurang relevan dikembangkan, apalagi bila ketiganya ditampilkan secara konfrontatif, lantaran dalam ketiganya masih ada kelebihan disamping kekurangannya.

Kelebihan masing-masing istilah itulah yang perlu dirumuskan serta diantisipasi lebih mencerminkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam, sebagai akibatnya pada terapannya sebagai:
a. Istilah tarbiyah kiranya mampu digunakan buat dikembangkan, mengingat kandungan kata tersebut lebih mencakup serta lebih luas dibanding menggunakan kedua istilah lain (ta’lim dan ta’dib).
b. Dalam proses belajar mengajar, konsep ta’lim bagaimanapun tidak sanggup diabaikan, mengingat keliru satu cara atau metode mencapai tujuan tarbiyah merupakan dengan melalui proses ta’lim tersebut.
c. Ta’lim dan tarbiyah dalam konsep ta’dib pada perumusan arah dan tujuan aktifitas, tetapi menggunakan modifikasi, sehingga tujuannya nir sekedar dirumuskan menggunakan istilah singkat Al-Fadlilah, tetapi rumusan tujuan pendidikan Islam yang lebih menaruh porsi primer pengembangan pada pertumbuhan dan training keimanan, keIslaman serta keihsanan disamping nir mengabaikan pertumbuhan serta pengembangan kemampuan intelektual siswa.[25]

Dengan demikian kata pendidikan yg relevan menggunakan rekanan konsep bahasa Arabnya ádalah istilah At-tarbiyah, sebagai akibatnya kata pendidikan Islam akan menjadi At-tarbiyah Al-Islamiyah, bukan At-ta’lim al-Islamiy atau At-ta’dib Al-Islamy.[26]

Selain pendapat-pendapat tentang definisi pendidikan Islam di atas, berikut adalah definisi pendidikan Islam dari beberapa pakar:
1. Menurut Burhan Somad, pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan buat membentuk individu sebagai makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi berdasarkan ukuran Allah. Secara rinci beliau mengemukakan pendidikan itu baru dapat disebut pendidikan Islam jika mempunyai 2 ciri khas, yaitu:
a. Tujuannya buat membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi dari hukum Al-Qur’an.
b Isi pendidikannya ajaran Allah yg tercantum menggunakan lengkap pada pada Al-Qur’an dan pelaksanaannya dalam praktek kehidupan sehari-hari, sebagaimana yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[27]

2. Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) diartikan menjadi proses pemeliharaan, pengembangan serta pelatihan, jua adalah upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan semua potensi diri manusia, sesuai fitrahnya serta proteksi menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya.[28]

3. Menurut Abdur Rahman Nahlawi:

أَلتـــَّرْبــِيَّة ُاْلإ ِسْلا َمِيَّة ُهِيَ التـــَّنْظِــيْمُ الْمُنْفَسِيُّ وَاْلإِجْتِمَاعِيُّ الَّذِيْ يــُؤْدِيْ إِلىَ اعْتِنَاقِ اْلإ ِسْلا َمِ وَتــَطْبِيْقَةٍ كُلِّــيًّافِى حَيَاةِ الْفَرْدِوَالْجَمَاعَةِ

”Pendidikan Islam merupakan pengaturan langsung serta rakyat yg karena itu dapatlah memeluk Islam secara logis dan sinkron secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif”.[29]

Dari uraian tadi bisa diambil konklusi bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan dilakukan sang seorang dewasa pada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia mempunyai kepribadian muslim. Dan lantaran ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku langsung pada rakyat, menuju kesejahteraan hayati perseorangan dan beserta, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu serta pendidikan rakyat. [30]


Sumber-Sumber Artikel Di Atas :

[1]. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. VI, h.10 
[2]. M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 1994, Cet. XXIX, h. 272
[3] Baihaqi A.K. Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakata: Darul Ulum Press, 2003, Cet. Ke-tiga, h. 1
[4] UU RI No. 20, Th 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan UU RI No.14 Th. 2005 tentang pengajar dan dosen, Jakarta: Visimedia, 2007, Cet. I, h. 2.
[5]. //dewilenys.wordpress.com/2008/04/15/pendidikan-anak-dari-Islam
[6].ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan pada Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke IV, h. 24.
[7].M. Athoullah Ahmad, Pendidikan Agama Islam, Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah, 1997, Cet, ke-1, h.4
[8]. Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2001, Cet. I, h. 10. 
[9]. Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam, 2001, Cet. X, h. 2.
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VI, hal.41 
[11] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia 2002, h. 2 
[12]. Ibid. H. 3
[13]. Ibid., h. 4
[14]. Ibid., h. 3
[15]. Ibid. H. 4
[16] Hasbi Ash-Shiddieqy, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 284 
[17] Ibid, h. 367
[18] Ibid, h. 23
[19]. Ibid, h. 553
[20]. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992 Cet. Ke-I, h. 172
[21].abdul Halim Soebahar,Op. Cit., h. 6.
[22].toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah ( Transcendental Intelligence), Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke II, 
[23]. Abdul Halim Soebahar, Loc. Cit. H. 6
[24]. Ibid, h. 7
[25]. Ibid, h. 8 
[26] Ibid, h. 12
[27]. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h. 10
[28]. M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Yayasan Karsa Utama serta PB Mathla’ul Anwar, 1998, Cet. Ke 1, h. 3
[29]. Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 9
[30] . Ibid, h. 12

PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ISTILAHISTILAH PENDIDIKAN

Pengertian Pendidikan Islam Dan Istilah-Istilah Pendidikan
Secara generik pendidikan pada Islam diungkapkan pada beberapa istilah, yakni: ta’dib, ta’lim, dan tarbiyah. Pada bagian ini akan dibahas secara rinci dari masing-masing istilah tadi, sebagaimana akan didiskripsikan pada bawah ini. 

Pendidikan itu sendiri berasal berdasarkan istilah didik kemudian istilah ini mendapat imbuhan me- sehingga sebagai mendidik, ialah memelihara serta memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan dibutuhkan adanya ajaran, tuntunan serta pimpinan tentang akhlaq serta kecerdasan pikiran.[1]

Pendidikan dalam hakikatnya mempunyai jangkauan makna yang luas dan, pada rangka mencapai kesempurnaannya, memerlukan saat dan energi yang tidak kecil. Dalam khazanah keagamaan dikenal ungkapan Minal mahdi ilal lahdi (berdasarkan buaian sampai liang lahad atau pendidikan seumur hidup), sebagaimana dikenal juga pernyataan ilmu pada siswa: “Berilah aku semua yang kamu miliki, maka akan kuberikan kepadamu sebagian yang saya punyai.”[2] 

Di pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) masih ada penerangan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan perilaku serta tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedang mendidik diartikan menggunakan memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak serta kecerdasan pikiran. 

Secara terminologis, pengertian pendidikan yang masih ada pada Ensiklopedia Pendidikan mendefinisikan bahwa pendidikan pada arti yg luas mencakup semua perbuatan dan usaha berdasarkan generasi tua buat mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan keterampilannya pada generasi belia menjadi usaha menyiapkannya supaya bisa memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah juga rohaniah.[3] 

Dalam undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan adalah bisnis sadar dan terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar siswa secara aktif menyebarkan potensi dirinya buat mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yg diperlukan dirinya, rakyat, bangsa serta negara.[4] 

Sedangkan pengertian pendidikan berdasarkan kata Psikologi merupakan proses menumbuh kembangkan semua kemampuan dan konduite manusia melalui pedagogi. Adanya kata pedagogi ini berarti ada suatu proses perubahan tingkah laris menjadi hasil hubungan menggunakan lingkungan yg dianggap dengan belajar.[5]

Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukan rona pendidikan eksklusif, yaitu pendidikan yang berwarna Islam. Pembahasan pendidikan berdasarkan Islam terutama berdasarkan atas Al-Qur’an dan Al-Hadits, kadang-kadang diambil pula pendapat para pakar pendidikan Islam.[6] 

Menurut M. Athoullah Ahmad dalam tulisannya berkata, Islam merupakan lembaga (dustur) Islam, barang siapa yang membenarkan Islam adalah menurut Allah, beriman secara global dan terang, maka disebut Mu’min, serta iman dalam pengertian ini tak bisa ditinjau kecuali hanya sang Allah SWT, karena manusia tidak pernah membedah hati seorang serta nir mengetahui apa pada dalamnya.[7] 

Menurut Muhammad Thalib, Islam adalah kepercayaan yg Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad saw., yg mengajarkan segala aspek tatanan kehidupan yg dibutuhkan sang manusia, termasuk di dalamnya aspek pendidikan.[8]

Pendapat lain mengungkapkan, istilah Islam asal menurut bahasa Arab “aslama”. Bila dipandang dari segi bahasa, Islam memiliki beberapa arti:
  1. Islam berarti taat/patuh dan berserah diri kepada Allah SWT.
  2. Islam berarti hening serta kasih sayang. Maksudnya, kepercayaan Islam mengajarkan perdamaian dan kasih-sayang bagi umat insan tanpa memandang rona kulit, agama, serta status sosial.
  3. Islam berarti selamat, maksudnya Islam merupakan petunjuk untuk memperoleh keselamatan hidup baik di global juga di akhirat kelak Itulah sebabnya salam bagi umat Islam adalah “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” (semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan-Nya padamu).[9]
Dalam Tafsir Al-Mishbah yg ditulis oleh M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Islam merupakan ketundukan makhluk pada Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran yang dibawa oleh para rasul, yang didukung sang karamah dan bukti-bukti yg meyakinkan.

Hanya saja, kata Islam buat ajaran para nabi yang lalu adalah sifat, sedang umat Nabi Muhammad saw. Mempunyai keistimewaan dari transedental berdasarkan sifat itu bagi agama umat Muhammad, sekaligus sebagai pertanda serta nama baginya.[10] 

Setelah tadi diungkapkan antara pengertian pendidikan serta Islam secara terpisah, maka jika dipandang menurut sudut pandang bahasa, pendidikan Islam asal dari khazanah bahasa Arab yang diterjemahkan, mengingat dalam bahasa itulah ajaran Islam diturunkan. Seperti yang tersirat pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, dua asal primer ajaran Islam, kata yg digunakan dan dianggap relevan sebagai akibatnya menggambarkan konsep serta aktifitas pendidikan Islam itu ada tiga, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, dan At-Ta’dib, ketiga kata ini direkomendasikan dalam Konferensi Internasional pertama mengenai pendidikan Islam di Makkah dalam tahun 1977 sebagai berikut:

”The meaning of education in Islam totality in the context of Islam inherent in the connotation of three each these term conveys conserning man his society and environment in relation to God Islam related to ten other, and together they represent the scope of education in Islam both formal and non formal.” 

“Yang dimaksud totalitas pendidikan pada konteks Islam ialah yg nir mampu dipisahkan pada konotasi 3 kata pendidikan mengenai manusia, lingkungan dan masyarakatnya dan pada hubungannya dengan Tuhan, jua yg berhubungan dengan sepuluh lainnya, serta beserta-sama membentuk lingkup pendidikan Islam baik formal dan non formal”.[11]

Dari hasil rekomendasi pada konferensi pertama di atas, terdapat beberapa kata tentang pendidikan, yaitu: At-Ta’dib, At-Ta’lim,dan At-Tarbiyah.

A. At-Ta’dib
Pendidikan diistilahkan menggunakan kata At-Ta’dib, kata ini sebetulnya nir dijumpai pada Al-Qur’an, tetapi dalam Al-Hadits dinyatakan, yaitu: 

أَدَّبــَنِـيْ رَبــِّيْ فَــأَحْسَنَ تــَـأْدِ يـْبـــِيْ ( رواه السمعـــانى ) 

“Tuhanku sudah mendidikku, maka Ia baguskan pendidikanku” (HR. As-Sam’ani).[12]

Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, kata ta’dib inilah yang berarti pendidikan. Menurutnya ta’dib memiliki arti yang sama serta ditemukan relasi konseptualnya di pada kata ta’lim, walaupun diakui bahwa cakupan kata ta’dib berdasarkan Al-Attas lebih luas menurut yang dicakup kata ta’lim. Dalam ialah yang orisinil serta fundamental addaba (fi’il madhi) adalah the inviting to a banquet (undangan kepada suatu perjamuan). Gagasan tentang suatu perjamuan masyarakat bahwa tuan tempat tinggal merupakan orang yang mulia, sementara hadirin merupakan yang diperkirakan pantas menerima penghormatan buat diundang, sang karena mereka merupakan orang-orang yg bermutu serta berpendidikan serta sanggup mengikuti keadaan, baik tingkah laku maupun keadaannya, sehingga konsep ta’dib bila diaplikasikan secara sederhana menurut persepsi Bloom, “bukan sekedar mencakup aspek afeksi (afektif), melainkan meliputi juga aspek kognitif serta psikomotorik, kendatipun aspek yg pertama lebih mayoritas”.[13] 

Beliau mendasarkan analisisnya atas konsep semantik dan hadits Rasulullah SAW. Riwayat Ibn Mas’ud ketika Al-Qur’an digambarkan menjadi undangan Allah untuk menghadiri suatu perjamuan pada atas bumi, serta kita sangat dianjurkan buat mengambil bagian menggunakan cara memiliki pengetahuan yg sahih tentang-Nya disabda Rasulullah SAW. Menjadi berikut:

إِنَّّ هَـذَا الْقُـرْأَنَ مَـأْدَبـَةُ اللهِ فِى الأَرْضِ فَـتـــَعَـلَـّمُوْا مِنْ مَـأْدَ بَــتـِهِ ( رواه ابن مسعود) 

“Sesungguhnya Al-Quran adalah hidangan Allah di atas bumi, maka barang siapa yg mempelajarinya, berarti beliau belajar dari hidangannya” (HR. Ibn Mas’ud).[14] 

Oleh karenanya istilah ta’dib adalah kata yg paling relevan dibandingkan dengan kata ta’lim serta tarbiyah.
Sedangkan konsekuensi akibat tidak dikembangkannya istilah ta’dib pada konsep dan aktifitas pendidikan Islam berpengaruh dalam tiga hal penting, pertama, kebiasaan dan kesalahan pada ilmu pengetahuan, yg pada gilirannya akan membangun syarat yg ke 2, yakni gilirannya adab pada umat, syarat yg muncul akibat yg pertama serta kedua merupakan konsekuensi yg ketiga, berupa bangkitnya pimpinan yg tidak memenuhi syarat kepemimpinan yang sah pada kalangan umat, karena tidak memenuhi standar moral, intelektual serta spiritual yg tinggi, yang diharapkan bagi suatu kepemimpinan pengendalian yg berkelanjutan atas urusan-urusan umat sang pemimpin-pemimpin misalnya mereka yg menguasai semua bidang kehidupan.[15]

B. At-Ta’lim
Menurut Fattah Jalal, Istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yang sebenarnya berlaku hanya buat pendidikan anak mini . Yang dimaksudkan menjadi proses persiapan serta pengusahaan pada fase pertama pertumbuhan manusia (yang oleh Lanqeveld diklaim pendidikan pendahuluan), atau berdasarkan istilah yg populer disebut fase bayi serta kanak-kanak. 

Pandangan dia berdasarkan pada dua ayat sebagaimana firman Allah:

ﻮﻗﻞ ﺭﺐ ﺍ ﺮﺣﻣﻬﻣﺎ ﻛﻣﺎ ﺭﺑﻳﻧﻰ ﺼﻐﻳﺭﺍ

“…Dan ucapkanlah: Ya Rabbi, kasihanilah mereka berdua sebagaimana (kasihnya) mereka berdua mendidik aku saat mini ” (QS. Al-Isra’: 24).[16]

Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mendidikmu pada pada famili kami waktu kamu masih kanak-kanak, dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu” (QS. Asy-Syu’ara: 18).[17] 

Kalimat ta’lim berdasarkan Abdul Fattah Jalal adalah proses yang terus menerus diusahakan insan sejak lahir, sehingga satu segi sudah meliputi aspek kognisi dan pada segi lain nir mengabaikan aspek affeksi serta psikomotorik. Beliau juga mendasarkan pandangan tadi pada argumentasi, bahwa Rasulullah SAW. Diutus menjadi mu’allim, sebagai pendidik, hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya, QS. Al-Baqarah: 151 yg ialah sebagai berikut:

”Sebagaimana Kami sudah mengutus pada kalian yg membacakan ayat-ayat Kami pada kalian, mensucikan kalian serta mengajarkan kalian al-Kitab serta al-Hikmah, dan mengajarkan kepada kalian apa yg belum diketahui” (QS. Al-Baqarah: 151).[18]

Ayat di atas didukung juga oleh ayat yang lain yg masih ada dalam QS. Al-Jumu’ah: dua, yaitu:
”Dialah yg mengutus pada kaum yang buta alfabet seseorang Rosul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka serta mengajarkan kepada mereka Akitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya sahih-sahih pada kesesatan yg nyata” (QS. Al-Jumu’ah: 2).[19]

Kata menyucikan pada ayat pada atas bisa diidentikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak murid dengan pengetahuan berkaitan menggunakan alam metafísika serta físika.[20] 

Menurut Fattah Jalal, Islam dicerminkan oleh ayat 151 surat Al-Baqarah tersebut memandang proses ta’lim sebagai lebih berdasarkan universal dari tarbiyah. Sebab, ketika mengajarkan tilawah Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW. Tidak sekedar terbatas pada mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai perenungan tentang pengertian, pemahaman, tanggung jawab serta penanaman amanah. Dari membaca semacam itu Rasulullah SAW. Membawa mereka kepada tazkiyah, yakni penyucian dan pembersihan diri insan berdasarkan segala kotoran serta berakibat diri itu berada dalam suasana yg memungkinkannya dapat menerima pesan tersirat, mengusut segala yg tidak diketahui serta yang berguna. Al-Hikmah nir bisa dipelajari secara parsial serta sederhana, namun wajib mencakup holistik ilmu secara integral. Kata Al-Hikmah berasal dari Al-Ihkam, yg dari Fattah Jalal berarti “keunggulan di pada ilmu, amal, perbuatan serta atau pada dalam semuanya itu”.[21] 

Kata nasihat pula memiliki arti mampu menangkap tanda-tanda dan hakikat pada balik sebuah peristiwa. Mereka nir hanya melihat apa yg tampak, tetapi menggunakan mata bathinnya (bashirah), mereka bisa mengenal apa yg berada di balik yang tampak tadi. “Inilah yang dimaksudkan dengan nasihat yg tidak lain diartikan sebagai kearifan (the man of wisdom)”.[22] 

C. At-Tarbiyah
Jika diamati lebih intens, tampak istilah tarbiyah yg sudah sekian abad dipergunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam dibandingkan sorotan pada kata ta’lim serta ta’dib. Hal tersebut bisa dimaklumi, karena istilah tarbiyah itulah yang dikembangkan lebih banyak didominasi para ahli disepanjang sejarah.[23]

Tetapi yg lebih menarik buat disimak ádalah bagaimana argumentasi utama yang mengklaim istilah tarbiyah sebagai yg lebih relevan pada mendeskripsikan konsep dan aktifitas pendidikan Islam.

Athiyyah Al-Abrasyi serta Mahmud Yunus menyatakan bahwa kata tarbiyah serta ta’lim dari segi makna kata maupun aplikasinya mempunyai perbedaan fundamental, mengingat dari segi makna, istilah tarbiyah berarti “mendidik, sedangkan ta’lim berarti mengajar, dua kata yg secara substansial nir mampu disamakan”.[24]

Perbedaan mendidik serta mengajar dari kedua ahli di atas sangat mendasar sekali. Mendidik berarti mempersiapkan peserta didik menggunakan segala macam cara, supaya dapat mempergunakan energi serta bakatnya dengan baik, sehingga mencapai kehidupan yang sempurna di dalam rakyat. Oleh sebab itu, tarbiyah meliputi pendidikan jasmani, pendidikan ‘aql, perasaan, keindahan serta kemasyarakatan. Sementara ta’lim merupakan galat satu dari pendidikan yg bermacam-macam itu.

Dalam ta’lim, guru mentransfer ilmu, pandangan atau pikiran kepada peserta didik dari metode yang disukai, sedangkan pada tarbiyah peserta didik turut terlihat membahas, menilik, mengupas, serta memikirkan soal-soal yg sulit serta mencari solusi untuk mengatasi kesulitan itu menggunakan energi serta pikirannya sendiri. Oleh karena itu, ta’lim sebenarnya merupakan tarbiyah ‘aql, bagian berdasarkan tarbiyah menggunakan tujuan supaya peserta didik mendapat ilmu pengetahuan atau akal budi. Sedangkan tarbiyah mengarahkan peserta didik supaya hidup berilmu, beramal, bekerja, bertubuh sehat, ber’aql cerdas, berakhlak mulia dan pandai pada tengah-tengah warga .

Para pakar pendidikan nampaknya menemui kesulitan dalam memberikan rumusan definisi pendidikan, kesulitan itu antara lain ditimbulkan oleh banyaknya jenis aktivitas serta aspek kepribadian yg akan dibina. Bahkan konferensi internasional pertama mengenai pendidikan Islam ternyata nir berhasil menyusun suatu definisi pendidikan Islam yg disepakati seluruh pihak. Jadi sangat tidak mungkin menciptakan suatu definisi pendidikan Islam yang singkat tetapi meliputi wilayah binaan yg luas. Karena, pendidikan merupakan usaha berbagi diri dalam segala aspeknya. 

Demikian pula kerancuan pemakaian serta pemahaman ketiga istilah itu, sebenarnya tidak perlu terjadi apabila konsep yg dikandung oleh ketiga istilah tadi kita aplikasikan pada lingkup lembaga pendidikan jalur sekolah. Namun demikian, kita dituntut bersikap selektif tanpa melakukan deskreditasi dalam kata-istilah yang dipercaya kurang relevan dikembangkan, apalagi apabila ketiganya ditampilkan secara konfrontatif, karena pada ketiganya terdapat kelebihan disamping kekurangannya.

Kelebihan masing-masing istilah itulah yg perlu dirumuskan dan diantisipasi lebih mencerminkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam, sehingga pada terapannya menjadi:
a. Istilah tarbiyah kiranya bisa dipakai buat dikembangkan, mengingat kandungan istilah tersebut lebih meliputi serta lebih luas dibanding dengan kedua istilah lain (ta’lim serta ta’dib).
b. Dalam proses belajar mengajar, konsep ta’lim bagaimanapun nir mampu diabaikan, mengingat galat satu cara atau metode mencapai tujuan tarbiyah adalah menggunakan melalui proses ta’lim tadi.
c. Ta’lim dan tarbiyah dalam konsep ta’dib dalam perumusan arah serta tujuan aktifitas, tetapi dengan modifikasi, sehingga tujuannya tidak sekedar dirumuskan menggunakan kata singkat Al-Fadlilah, namun rumusan tujuan pendidikan Islam yg lebih menaruh porsi primer pengembangan pada pertumbuhan dan training keimanan, keIslaman dan keihsanan disamping tidak mengabaikan pertumbuhan dan pengembangan kemampuan intelektual peserta didik.[25]

Dengan demikian istilah pendidikan yang relevan menggunakan rekanan konsep bahasa Arabnya ádalah istilah At-tarbiyah, sehingga istilah pendidikan Islam akan menjadi At-tarbiyah Al-Islamiyah, bukan At-ta’lim al-Islamiy atau At-ta’dib Al-Islamy.[26]

Selain pendapat-pendapat mengenai definisi pendidikan Islam di atas, berikut adalah definisi pendidikan Islam berdasarkan beberapa pakar:
1. Menurut Burhan Somad, pendidikan Islam merupakan pendidikan yg bertujuan buat menciptakan individu sebagai makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi dari ukuran Allah. Secara rinci dia mengemukakan pendidikan itu baru dapat dianggap pendidikan Islam apabila memiliki dua ciri spesial , yaitu:
a. Tujuannya untuk membentuk individu sebagai bercorak diri tertinggi dari hukum Al-Qur’an.
b Isi pendidikannya ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap pada pada Al-Qur’an dan pelaksanaannya pada praktek kehidupan sehari-hari, sebagaimana yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[27]

2. Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) diartikan menjadi proses pemeliharaan, pengembangan dan pembinaan, pula merupakan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh potensi diri manusia, sesuai fitrahnya dan proteksi menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya.[28]

3. Menurut Abdur Rahman Nahlawi:

أَلتـــَّرْبــِيَّة ُاْلإ ِسْلا َمِيَّة ُهِيَ التـــَّنْظِــيْمُ الْمُنْفَسِيُّ وَاْلإِجْتِمَاعِيُّ الَّذِيْ يــُؤْدِيْ إِلىَ اعْتِنَاقِ اْلإ ِسْلا َمِ وَتــَطْبِيْقَةٍ كُلِّــيًّافِى حَيَاةِ الْفَرْدِوَالْجَمَاعَةِ

”Pendidikan Islam adalah pengaturan eksklusif dan warga yg karena itu dapatlah memeluk Islam secara logis serta sinkron secara holistik baik dalam kehidupan individu maupun kolektif”.[29]

Dari uraian tersebut dapat diambil konklusi bahwa pendidikan Islam artinya bimbingan dilakukan sang seorang dewasa pada terdidik dalam masa pertumbuhan agar beliau mempunyai kepribadian muslim. Dan lantaran ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi di masyarakat, menuju kesejahteraan hayati perseorangan dan beserta, maka pendidikan Islam merupakan pendidikan individu serta pendidikan warga . [30]


Sumber-Sumber Artikel Di Atas :

[1]. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. VI, h.10 
[2]. M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 1994, Cet. XXIX, h. 272
[3] Baihaqi A.K. Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakata: Darul Ulum Press, 2003, Cet. Ke-tiga, h. 1
[4] UU RI No. 20, Th 2003 mengenai sistem pendidikan nasional serta UU RI No.14 Th. 2005 mengenai guru dan dosen, Jakarta: Visimedia, 2007, Cet. I, h. 2.
[5]. //dewilenys.wordpress.com/2008/04/15/pendidikan-anak-berdasarkan-Islam
[6].ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan pada Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke IV, h. 24.
[7].M. Athoullah Ahmad, Pendidikan Agama Islam, Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah, 1997, Cet, ke-1, h.4
[8]. Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2001, Cet. I, h. 10. 
[9]. Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam, 2001, Cet. X, h. 2.
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. Dua, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VI, hal.41 
[11] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia 2002, h. 2 
[12]. Ibid. H. 3
[13]. Ibid., h. 4
[14]. Ibid., h. 3
[15]. Ibid. H. 4
[16] Hasbi Ash-Shiddieqy, dkk., Al-Qur’an serta Terjemahnya, h. 284 
[17] Ibid, h. 367
[18] Ibid, h. 23
[19]. Ibid, h. 553
[20]. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992 Cet. Ke-I, h. 172
[21].abdul Halim Soebahar,Op. Cit., h. 6.
[22].toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah ( Transcendental Intelligence), Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke II, 
[23]. Abdul Halim Soebahar, Loc. Cit. H. 6
[24]. Ibid, h. 7
[25]. Ibid, h. 8 
[26] Ibid, h. 12
[27]. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h. 10
[28]. M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Yayasan Karsa Utama serta PB Mathla’ul Anwar, 1998, Cet. Ke 1, h. 3
[29]. Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 9
[30] . Ibid, h. 12

PENGERTIAN DAN FAKTORFAKTOR PENDIDIKAN

Pengertian Dan Faktor-Faktor Pendidikan 
A. Pengertian Pendidikan 
  1. Pendidikan dalam arti yang sederhana merupakan suatu usaha buat membina keperibadiannya sinkron dengan nilai-nilai dalam rakyat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yg diberikan dengan sengaja sang orang dewasa agar dia menjadi dewasa. 
  2. Pendidikan merupakan usaha yg dijalankan sang seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. 
  3. Langeveld: pendidikan adalah usaha, impak, proteksi serta donasi yang diberikan pada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih sempurna membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. 
  4. John Dewey: pendidikan merupakan proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam serta sesama manusia. 
  5. J.J. Rousseau: pendidikan memberi kita perbekalan yg tidak terdapat pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada saat dewasa. 
  6. Driyarkara: pendidikan merupakan pemanusian insan belia atau pengangkatan insan belia ke taraf insani. 
  7. Carter V. Good: 
a. Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching. 
b. The systematized learning or intructioan concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance; largely replaced by the term education. 

Dalam arti :
a. Seni, praktik atau profesi sebagai pengajar,
b. Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang herbi prinsip serta metode-metode mengajar, pengawasan serta binbingan siswa; dalam arti luas digantikan menggunakan kata pendidikan. 
Ahmad D. Marimba. Pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar sang si pendidik terhadap perkembangan jasmani serta rohani si terdidik menuju terbentuknya keperibadian yg primer. 

Unsur-unsur pada pendidikan adalah:
  1. Usaha (kegiatan), bisnis itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) serta dilakukan secara sadar;
  2. Ada pendidik, pembimbing;atau penolong;
  3. Ada yang didik
  4. Bimbingan itu mempunyai dasar serta tujuan;
Dalam bisnis itu tentu terdapat indera-indera yg dipergunakan. 
  • Ki Hajar Dewantara. Pendidikan merupakan tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. 
  • Menurut undang-undang no dua th 1989. Pendidikan merupakan bisnis sadar buat menyiapkan pesdik melalui kegiatan bimbingan, pedagogi serta latihan bagi peranannya di masa yg akan datang. 
  • menurut UU no 20 th 2003. Pendidikan merupakan bisnis sadar serta bersiklus buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar pesdik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memili kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yg diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, serta negara. 
Beberapa pengertian dasar batasan-batasan pendidikan yg perlu dipahami sebagai berikut: 
  • pendidikan adalah suatu proses terhadap murid berlansung terus sampai siswa mencapai eksklusif dewasa susila. 
  • pendidikan adalah perbuatan manusiawi. 
  • pendidikan merupakan hubungan antar eksklusif pendidik serta anak didik. 
  • tindakan atau perbuatan mendidik menuntun murid mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan hal ini tanpak pada perubahan-perubahan dalam diri murid. 

Pendidikan lebih tua dibandingkan ilmu pendidikan, sebab pendidikan sudah terdapat sebelum ilmu pengetahuan. 

Pengertian ilmu pendidikan:
Prof. Dr. N. Driyarkara; pemikiran ilmiah tentang realitas yang disebut pendidikan (mendidik dan dididik). 
Prof. M. J. Langeveld; Paedogogic atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu yg bukan saja mempelajari objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari juga betapa hendaknya bertindak. 

Dr. Sutari Imam Barnadib; ilmmu pendidikan menilik suasana serta proses-proses pendidikan. 

Prof. Brodjonegoro; ilmu pendidikan adalah teori pendidikan, perenungan, mengenai pendidikan. 

B. Faktor-faktor Pendidikan
Dalam proses perkembangan pemikiran pendidikan pada dunia barat, kegiatan pendidikan berkembang menurut konsep paedagogi yang adalah kegiatan pendidikan ditujukan hanya pada anak yanng belum dewasa, sebagai andragogi yg merupakan istilah dasar andro artinya laki-laki yang rupanya misalnya wanita, selanjutnya education yg berfungsi ganda, yakni “transfer of khnowledge” di satu sisi menggunakan “making scientific attitude” dalam sisi yang lain.

Menurut Sutari Imam Barnadib, bahwa perbuatan mendidik serta dididik memuat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan; 
  • Adanya tujuan yg hendak di capai 
  • Adanya subjek manusia 
  • Yang hidup bersama pada linkungan hayati eksklusif 
  • Yang memakai indera-indera eksklusif buat mencapai tujuan. 
1. Faktor tujuan; “ mencerdaskan kehidupan bangsa serta membuatkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yg beriman serta bertaqwa terhadap Tuhan YME serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yg mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan. 

Fungsi Tujuan bagi Pendidikan; 
  • Sebagai arah pendidikan 
  • Tujuan sebagai titik akhir 
  • Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujujan lain 
  • Memberi nilai pada usaha yg dilakukan 
Macam-macam Tujuan Pendidikan 
  • Tujuan generik, yang menjiwai pekerjaan mendidik dalam segala ketika serta keadaan, dirumuskan menggunakan memperhatikan hakikat kemannusian yg univesal. 
  • Tujuan khusus, antara lain: terhadap disparitas individu siswa, disparitas lingkungan keluarga dan masyarakat, disparitas yg berhubungan dengan tugas forum pendidikan, perbedaan yang berhubungan dengan pandangan atau falsafah hidup suatu bangsa. 
  • Tujuan tak lengkap, yg adalah tujujan yan g hanya mencangkup satu aspek tujuan saja 
  • Tujuan sementara, tujjuan pertingkat sesuai denga jenjang pendidikan 
  • Tujuan insidentil, tujuan yang bersifat sesaat lantaran adanya situasi yang terjadi secara kebetuilan, kendatipun demikian tujuan ini tak terlepas berdasarkan tujuan umum. 
  • Tujuan intermedier; tujuan perantara 
Kemudian, pada hubungannya dengan hierarki tujuan pendidikan, dibedakan macam-macam tujuan yaitu; nasional, institusional, kurikuler dan instruksional.

2. Faktor Pendidik
Pendidik adalah orang yg memikul pertanggungjawaban buat mendidik. Dwi Nugroho Hidayanto menginventarisasi bahwa pengertian pendidik ini mencakup: a, orang dewasa, b, orang tua, c, pengajar, d, pemimpin warga , e, pemimpin kepercayaan . Karakteristik pribadi dewasa susila, yaitu; memiliki individualitas yang utuh, mempunyai sosialitas yang utuh, mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusian, bertindak sinkron menggunakan kebiasaan dan nilai-nilai atas tanggung jawab sendiri demi kebahagian dirinyya serta kebahagian masyarakat atau orang lain. 

Orang dewasa bisa disifati secara umum melalui gejala-gejala kepribadiannya, yaitu; a, telah bisa berdikari, b, dapat mengambil keputusan batin sendiri atas perbuatannya, c, memilki etos, dan prinsip hayati yang niscaya dan tetap, d, kesanggupan buat ikut serta secara konstruktif pada matra sosio kultural; e, kesadaran akan norma-kebiasaan; f, menunjjukkan interaksi langsung dengan kebiasaan-kebiasaan. 

Beberapa Karakteristik Pendidik. 
Kematangan diri stabil 
kematangan sosial yg stabil, 
kematangan profisional, 

Guru menjadi Pendidik Formal.
Di dalam UU Pokok Pendidikan No.4 tahun 1950 Pasal 15 ditetapkan bahwa: syarat-syarat menjadi guru, selain ijazah, dan syarat-yarat yg mengenai kesehatan jasmani dan rohani, artinya sifat yg perlu untuk bisa menaruh pendidikan dan pedagogi, yaitu: kondisi profisional (ijazah), syarat biologis (Kesehatan jasmani), syarat psikologis (kesehatan mental); kondisi paedagogis-didaktis (pendidikan dan pedagogi). Persyaratan langsung adalah: berbudi pekerti luhur, kecerdasan yang relatif, temperamen yang tenang dan kestabilan dan kematangan emosional. Persyaratan jabatan pengetahuan tentang manusia dan rakyat, dasar mendasar jabatan profesi, keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan, dalam kepemimpinan, filsafat pendidikan yang pasti.

3. Faktor Anak Didik
Karakteristiknya adalah: belum mempunyai langsung dewasa, masih menyempurnakan aspek kedewasaannya, mempunyai sifat-sifat dasar yang sedang dia kembangkan secara terpadu. 

4. Faktor Alat Pendidikan 
Alat pendidikan merupakan suatu tindakan atau situasi yg sengaja diadakan buat tercapainya pendidikan eksklusif. 
Macam-macam indera pendidikan menurut segi wujud: perbuatan pendidik serta benda-benda. Dari 3 sudut pandang: impak terhadap tinngkah laris murid, akibat tindakan terhadap perasaan anak didik dan bersifat melindungi anak didik. 
Dasar-dasar Pertimbangan penggunaan indera merupakan tujuan yg ingin dicapai, orang yang memakai alat, buat siapa alat itu digunakan, efektifitas penggunaan indera tersebut dengan tidak melahirkan pengaruh tambahan yang merugikan. 
Penggunaan alat pendidikan,tampak pada bentuk tindakan: teladan, anjuran, suruhan serta perintah, embargo, kebanggaan serta hibah, teguran, peringatan dan ancaman, hukuman didasari tiga prinsip kenapa diadakan; karena adanya pelanggaran, adanya kesalahan yang diperbuat, dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran. 

5. Faktor Lingkungan, berdasarkan Sartain (pakar Psikologi Amerika), lingkungan (environment) mencakup kondisi serta alam dunia yang menggunakan cara-cara eksklusif menghipnotis tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau llife processes. Pada dasarnya meliputi tempat, kebudayaan dan gerombolan hidup beserta