Pengertian Dan Lingkup Pengendalian Hayati
Sejak istilah “pengendalian hayati” pertama kali digunakan oleh Harry S. Smith pada 1919, banyak pengertian diberikan terhadap istilah tersebut. Smith mula-mula menaruh pengertian kepada pengendalian hayati sebagai penggunaan musuh alami yg diintroduksi maupun yg dimanipulasi menurut musuh alami setempat buat mengendalikan serangga hama. Dari sudut pandang mudah, pengendalian biologi dapat dibedakan menjadi:
1) Introduksi musuh alami yang tidak masih ada pada wilayah yang terinfestasi hama
2) Peningkatan secara buatan jumlah individu musuh alami yg telah terdapat di wilayah yg terinfestasi hama menggunakan melakukan manipulasi sehingga musuh alami yg terdapat dapat mengakibatkan mortalitas yg lebih tinggi terhadap hama.
Pengertian pengendalian alami yang diberikan sang Smith tadi kemudian diperluas sang P. De Bach dalam 1964 menggunakan membedakan pengendalian alami serta pengendalian biologi:
1) Pengendalian alami adalah upaya untuk menjaga populasi organisme yang berfluktuasi pada batas atas dan batas bawah selama suatu jangka waktu eksklusif melalui efek faktor lingkungan abiotik juga biotik
2) Pengendalian hayati adalah kemampuan predator, parasitoid, maupun patogen pada menjaga padat populasi organisme lain lebih rendah daripada padat populasi dalam keadaan tanpa kehadiran predator, parasitoid, atau patogen.
De Bach membedakan pengendalian alami dari pengendalian biologi, namun wajib ditinjau bahwa:
1) Tidak kentara disparitas antara imbas faktor lingkungan biotik pada pengendalian alami menggunakan pengaruh predator, parasitoid, atau parasit pada pengendalian biologi
2) Pengendalian alami dari de Bach juga meliputi dampak faktor lingkungan abiotik
Pada 1962, Bosch dan kawan-kawan memodifikasi pengertian pengendalian alami dan pengendalian biologi yang dikemukakan de Bach menjadi:
1) Pengendalian biologi alami (natural biological control) sebagai pengendalian yg terjadi tanpa campur tangan manusia.
2) Pengendalian biologi terapan (applied biological control) sebagai manipulasi musuh alami sang manusia buat mengendalikan hama.
Bosch dan kawan-kawan membedakan tiga kategori pengendalian biologi terapan sebagai berikut:
1) Pengendalian hayati klasik melalui introduksi musuh alami buat mengendalikan hama
2) Augmentasi musuh alami melalui upaya buat menaikkan populasi atau impak menguntungkan yg diberikan oleh musuh alami
3) Konservasi musuh alami melalui upaya yg dilakukan dengan sengaja buat melindungi serta menjaga populasi musuh alami.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pengendalian hayati diperluas menjadi meliputi faktor-faktor seperti ketahanan tumbuhan, autosterilisasi, manipulasi genetik, pengendalian budidaya, dan bahkan penggunaan pestisida generasi ketiga semacam zat pengatur tumbuh serangga. Namun dalam perkembangan lebih lanjut, pengertian luas tersebut balik ditinggalkan dan yg digunakan merupakan pengertian berdasarkan Bosch serta mitra-mitra menggunakan perubahan kata pengendalian biologi alami menjadi pengendalian alami (natural control) serta pengendalian hayati terapan sebagai pengendalian biologi (biological control). Weeden dan kawan-mitra berdasarkan Universitas Cornell, Alaihi Salam, contohnya, menaruh pengendalian hayati sebagai penggunaan mahluk hidup semacam predator, parasitoid, serta patogen menggunakan melibatkan campur tangan insan untuk mengendalikan hama, penyakit, dan gulma. Universitas Negara Bagian Michigan, Alaihi Salam, menaruh pengertian yang kurang lebih sama, yaitu upaya yang dilakukan insan buat memanipulasi musuh alami yg terdiri atas predator, parasitoid, patogen, serta pesaing hama (pest competitor) atau sumberdayanya buat mendukung pengendalian hama pada arti luas
Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik (the Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan AS, Lembaga Keteknikan Alaihi Salam, serta Lembaga Kedokteran AS menganjurkan penggunaan definisi luas pengendalian hayati menjadi penggunaan organisme alami atau hasil rekayasa, gen, atau hasil rekayasa gen buat mengurangi impak negatif yang ditimbulkan oleh organisme hama serta dampak positif yang ditimbulkan oleh organisme bermanfaat misalnya tanaman , pohon hutan, ternak, dan serangga serta organisme bermanfaat lainnya. Definisi yg diperluas ini ditolak sang Divisi Pengendalian Hayati UCB lantaran nir bisa memberikan perbedaan yg kentara dengan metode pengendalian hama lainnya dalam hal karakteristik primer pengendalian yg bersifat self-sustaining tanpa wajib diberikan masukan secara terus menerus serta tergantung padat populasi dalam mekanismenya mengendalikan hama. Divisi Pengendalian Hayati UCB mempertahankan pengertian pengendalian biologi sebagaimana diberikan oleh DeBach sebagai kinerja parasitoid, predator, atau patogen dalam menekan padat populasi organisme lain pada tingkat yg lebih rendah daripada tanpa kehadiran musuh alami tersebut.
Pengertian pengendalian hayati yg dipakai dewasa ini serta gampang diingat adalah yg diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control, AS, yg mendefinisikan pengendalian biologi sebagai 3 gerombolan yang masing-masing terdiri atas tiga unsur (three sets of three). Ketiga grup yg dimaksudkan meliputi “siapa” (who), yaitu musuh alami yang digunakan menjadi agen pengendali, “apa” (what), yaitu tujuan pengendalian biologi, dan “bagaimana” (how), yaitu cara musuh alami digunakan buat mencapai tujuan pengendalian hayati. Kelompok “siapa” terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, dan patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi, dan penundaan, serta kelompok “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur importasi, augmentasi, serta konservasi. Sebagaimana akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya, pengertian three sets of three tadi tentu saja bukan merupakan harga meninggal, melainkan hanya buat mempermudah mengingat. Kelompok “apa” ternyata nir hanya terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, namun juga pemakan gulma (weed feeders) pada pengendalian biologi gulma dan berlawanan pada pengendalian hayati penyakit tanaman .
Lingkup Materi Kuliah Pengendalian Hayati
Sebelum memeriksa pengendalian biologi secara rinci sebagaimana akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya, terlebih dahulu perlu diperoleh citra sekilas (overview) tentang pengendalian biologi. Gambaran sekilas tadi diperlukan menjadi panduan buat mengaitkan satu bab menggunakan bab lain sehingga menggunakan menyelidiki secara rinci bab demi bab, citra utuh pengendalian biologi tidak sebagai kabur.
Pengendalian biologi yg akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya pada dasarnya adalah materi yg tersaji buat menaruh kompetensi dasar atau pengantar mengenai pengendalian hayati serangga hama, patogen, dan gulma pertanian dalam konteks menjadi galat satu komponen menurut Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Untuk memudahkan pemahaman dan mempertahankan keterkaitan antar topik, materi akan disajikan dalam bab-bab yang dikelompokkan sebagai bagian-bagian:
1) Pendahuluan dan dasar-dasar ekologis, yg berisi bab-bab yang akan menguraikan sejarah dan pengertian pengendalian hayati, dasar-dasar dinamika populasi, dinamika interaksi predator-mangsa serta hubungan parasitoid-inang, serta dinamika hubungan patogen-inang.
2) Pengenalan Agen Pengendali Hayati yang berisi bab-bab yang akan menguraikan pengenalan predator, sosialisasi parasitoid, pengenalan patogen dan antagonis, serta sosialisasi pemakan gulma.
3) Pengembangan dan penerapan pengendalian biologi yang berisi bab-bab yang akan menguraikan mekanisme pengembangan pengendalian biologi klasik, mekanisme pengembangan pestisida biologi, mekanisme perlindungan musuh alami, serta penerapan dan penilaian pengendalian hayati.
Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian pengertian serta lingkup pengendalian hayati, pengendalian hayati merupakan upaya manusia dalam memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama pada arti luas. Ini berarti bahwa pengendalian hayati merupakan tindakan manipulasi ekosistem pada kaitan dengan hubungan antara populasi musuh alami dengan populasi hama yg menjadi sasarannya. Interaksi tadi perlu dipahami menjadi dasar memahami cara kerja pengendalian hayati secara utuh.
Musuh alami meliputi seluruh mahluk hidup yang memanfaatkan mahluk hayati lain buat mengklaim kelangsungan hidupnya. Pengendalian alami berkaitan menggunakan peranan musuh alami tersebut dalam menekan populasi hama dalam arti luas sebagaimana adanya tanpa campur tangan insan. Musuh alami yg sama yg secara sengaja melalui importasi, augmentasi, dan perlindungan dimanfaatkan buat mengendalikan hama disebut agen pengendali biologi (biological control agent). Dalam kitab -kitab teks berbahasa Indonesia tentang pengendalian hayati, istilah biological control agent diindonesiakan menjadi “agensia pengendali hayati”. Tetapi pengindonesiaan istilah Inggris “agent” menjadi “agensia” nir sesuai dengan kaidah pembentukan istilah dalam bahasa Indonesia (“president” diindonesiakan menjadi “presiden” dan bukan “presidensia”, “antagonist” sebagai “berlawanan” dan bukan “antagonisia”). Istilah “agensi” pula tidak tepat lantaran dalam bahasa Inggris istilah “agency” memiliki makna yg tidak sinkron dengan istilah “agent” sebagaimana dipakai pada istilah biological control agents. Oleh karena itu, istilah yang selanjutnya akan dipakai untuk mengacu pada musuh alami yang digunakan secara sengaja untuk mengendalikan hama dalam arti luas adalah agen pengendali hayati.
Sebagaimana sudah diuraikan dalam sejarah pengendalian hayati, pengendalian biologi pertama-tama dipakai terhadap hewan hama. Dalam pengendalian binatang hama, agen pengendali yang lazim dipakai terdiri atas predator, parasitoid, dan patogen sehingga komponen “apa” pada pengertian pengendalian biologi yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control hanya terdiri atas 3 unsur. Kini pengendalian biologi sudah dilakukan terhadap binatang hama, penyakit tumbuhan, dan gulma sebagai akibatnya tiga unsur tadi wajib diperluas menggunakan antagonis serta pemakan gulma (weed feeder). Dengan pengendalian hayati yang kini mencakup pengendalian binatang hama, penyakit tumbuhan, dan gulma, agen pengendali biologi terdiri atas unsur-unsur:
1) Predator, yaitu mahluk hayati yg memakan mahluk hidup lain yang lebih kecil atau lebih lemah menurut dirinya. Mahluk hayati lain yang dimakan sang predator disebut mangsa (prey) dan proses pemakanannya disebut predasi.
2) Parasitoid, yaitu mahluk hayati parasitik yg hayati pada dalam atau pada permukaan tubuh serta pada akhirnya menyebabkan kematian mahluk lain yang ditumpanginya. Mahluk lain yang ditumpangi parasitoid diklaim inang (host) dan proses interaksinya diklaim parasitasi.
3) Patogen, yaitu mahluk hidup parasitik mikroskopik yang hayati pada pada atau di bagian atas tubuh serta dalam akhirnya menyebabkan kematian mahluk hidup lain yang diserangnya. Mahluk lain yang diserang patogen disebut inang (host).
4) Antagonis, yaitu mahluk hayati mikroskopik yang bisa menyebabkan pengaruh nir menguntungkan bagi mahluk hayati lain melalui kerusakan fisik, parasitasi, sekresi antibiotik, serta bentuk-bentuk penghambatan lain misalnya persaingan buat memperoleh hara dan ruang tumbuh.
5) Pemakan gulma, yaitu mahluk hayati pemakan gulma tetapi nir mamakan flora lain yang bermanfaat.
Dalam kitab -kitab teks pengendalian biologi, acapkali pula digunakan kata “parasit” buat mengacu pada parasitoid. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa penggunaan parasit hanya buat mengacu kepada parasitoid dapat menimbulkan kebingungan lantaran terdapat parasit yang merupakan patogen atau bahkan antagonis. Istilah “patogen” dalam pengendalian hayati mencakup patogen terhadap binatang hama, terhadap patogen penyebab penyakit flora, dan terhadap gulma.
Mengingat pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan mahluk hidup lain buat mengendalikan hama dalam arti luas maka poly kalangan menduga pengendalian biologi sebagai metode pengendalian yang sekali dilakukan maka akan berlangsung terus menggunakan sendirinya sehingga biayanya murah. Dalam kenyataannya, pengertian murah pada pengendalian hayati bersifat sangat nisbi serta kontekstual.
Meskipun demikian, pengendalian biologi memang memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan metode pengendalian lainnya. Kelebihan tersebut merupakan sebagai berikut:
1) Dalam skala pelaksanaan sang petani, pengendalian biologi (khususnya pengendalian biologi klasik) merupakan metode pengendalian yang relatif murah. Tetapi pengembangan pengendalian hayati pada biasanya klasik memerlukan porto dan sumberdaya lain dalam jumlah yang sangat besar .
2) Pengendalian hayati adalah metode pengendalian yang aman bagi lingkungan dan bagi kesehatan manusia. Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena nir berbahaya bagi mahluk hidup bukan sasaran sehingga nir menimbulkan resurgensi hama juga ledakan hama kedua. Pengendalian biologi aman bagi kesehatan manusia lantaran mahluk hidup yang digunakan bukan merupakan mahluk hidup yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
3) Pengendalian hayati tidak mendorong terjadinya hama, patogen penyakit flora, maupun gulma yang resisten misalnya halnya yg dapat terjadi dalam pengendalian kimiawi.
Selain kelebihan tersebut, pengendalian biologi jua memiliki keterbatasan. Keterbatasan yg krusial merupakan sebagai berikut:
1) Pengendalian biologi tidak mungkin dilakukan buat mengeradikasi hama sasarannya sebab kelangsungan hidup agen pengendali hayati, khususnya pengendalian hayati klasik, tergantung dalam ketersediaan hama sasarannya sebagai bahan makanan bagi kelangsungan hidupnya
2) Efektivitas pengendalian hayati umumnya memerlukan ketika yang lama dan bersifat relatif pada kaitan dengan ambang ekonomi yang wajib ditetapkan terlebih dahulu.
3) Pengembangan pengendalian hayati adalah pekerjaan yang memerlukan dukungan sumberdaya yg besar dalam bentuk energi ahli, fasilitas, dana, dan waktu tanpa ada agunan keberhasilan.
Pengendalian biologi modern adalah salah satu metode pengendalian yang masih reltif baru. Sebagai metode pengendalian yg nisbi masih baru, penerapannya seringkali menghadapi poly hambatan, baik teknis juga non-teknis. Tetapi menjadi metode yg relatif masih baru, pengendalian hayati adalah metode pengendalian yang poly dibicarakan serta poly tersedia sumberdayanya di internet. Hampir seluruh universitas pada Alaihi Salam menyediakan situs spesifik mengenai pengendalian hayati, selain pula situs yg disediakan sang organisasi pengendalian hayati. Situs-situs internet tadi dapat dimanfaatkan sebagai sumber fakta tambahan buat dapat lebih tahu segala sesuatu yg berkaitan dengan pengendalian biologi.
Pengendalian hayati: Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Filosofi pengendalian alami serta hayati
Pada awalnya, insan memahami bahwa setiap jenis organisme akan memiliki musuh alami yg secara alamiah akan mengendalikan populasi organisme tadi. Fakta ini lalu diistilahkan oleh insan, pengendalian alami (Natural Control). Bagaimana menggunakan pengendalian hayati? Samakah merupakan?
Pengendalian biologi (Biological Control) sifatnya lebih dekat menggunakan kepentingan manusia. Artinya, pengendalian organisme yg mengganggu insan dengan musuh alaminya disebut pengendalian hayati. Di pada definisi ini terkandung dua istilah penting, yaitu hama serta insan. Artinya, apabila organisme tersebut tidak “mengganggu” atau “merugikan” manusia, maka setiap musuh alami yg menyerang dan makan padanya nir diklaim menjadi agensia pengendali hayati, tetapi agensia pengendali alami. Di pada pengendalian biologi juga terjadi campur tangan manusia, meliputi manipulasi jenis, keragaman, dan kemelimpahan musuh alami yang cocok.
Sejarah pengendalian hayati
Sejarah pengendalian hayati hampir sama tuanya menggunakan upaya awal insan buat bercocok tanam. Misalnya, dalam tahun 300-an M tercatat bangsa Cina sudah memakai semut rangrang (Oecophylla smaragdina) buat melindungi tumbuhan jeruk Mandarin menurut hama. Di dunia Barat, kesuksesan praktek pengendalian biologi dicapai dalam akhir abad ke-19, yaitu dengan kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi.
Selanjutnya, semenjak awal abad ke-20, upaya pengendalian biologi sudah mulai memperhatikan sisi ekologis serta irit menurut agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh alami, sehingga kekuatan fokus dalam organisme pengganggu sebagai berkurang. Penelitian terbaru pula membicarakan kompleksitas hubungan antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yang dapat mempengaruhi keberhasilan fokus populasi organisme pengganggu sang musuh alami.
Rodolia cardinalis, pemangsa kutu Icerya purchasi
Bagaimana memanfaatkan musuh alami buat mengendalikan organisme pengganggu?
Pada aras teknis, ada sebuah pertanyaan: Bagaimana memanfaatkan musuh alami secara efektif?
Pemanfaatan organisme musuh alami dapat dilakukan menggunakan teknik pemasukan (importasi) dari loka lain (disebut juga introduksi), perlindungan (menjaga potensi musuh alami pada satu wilayah), dan augmentasi (penambahan jumlah individu musuh alami yg sudah ada pada satu wilayah). Teknik augmentasi dapat berupa inokulatif (menambahkan sejumlah musuh alami), inundasi (menambahkan musuh alami pada jumlah sangat poly buat memperkuat tekanan terhadap organisme pengganggu), atau suplemen, apabila musuh alami sahih-benar sangat rendah populasinya.
Untung-rugi pengendalian hayati
Definisi pengendalian hayati merupakan pemanfaatan jenis musuh alami eksklusif buat mengendalikan jenis organisme pengganggu tertentu. Jenis musuh alami yg dipilih tadi sanggup berupa pemangsa (predator), parasitoid, juga patogen yang menyerang organisme pengganggu. Beberapa ahli juga memasukkan pemanfaatan “pestisida” yg tidak berbahaya bagi organisme berguna hingga penggunaan musuh alami, termasuk patogen yg seringkali diformulasikan sebagai pestisida (hayati).
Pengendalian hayati dianggap oleh poly kalangan menjadi galat satu komponen pengelolaan organisme pengganggu yg kondusif dan efektif. Tetapi benarkah demikian?
Seperti disebutkan di atas, bahwa organisme musuh alami jua mempunyai sifat bioekologi yg relatif rumit. Misalnya, kesamaan organisme karnivora buat memangsa organisme karnivora yg lain, dibandingkan dengan memangsa organisme herbivora, atau sifat polifaga dari organisme musuh alami, atau bahkan kanibalisme. Sifat-sifat ini dalam kondisi eksklusif akan menurunkan taraf kemempanannya selaku organisme pengendali hayati.
Penelitian penulis dalam hubungan antar jenis afidofaga (pemakan kutu afid), yaitu kumbang koksi serta lalat syrphid, menyebutkan bahwa ke 2 jenis afidofaga ini saling berkompetisi serta saling memangsa (diistilahkan dengan Intraguild Predation atau pemangsaan di dalam satu guild). Artinya, jika pada pada agroekosistem yg kita kelola terdapat sekian poly jenis organisme musuh alami, tidak secara otomatis akan mengklaim keberlangsungan pengendalian biologi karena masing-masing jenis sanggup jadi saling berkompetisi atau memangsa, serta tidak berperan menjadi pemangsa pada organisme pengganggu yg seharusnya dilakukannya.
Jika teknik introduksi digunakan untuk mengendalikan jenis organisme pengganggu, terutama jenis baru yg belum mempunyai kompleks musuh alami, maka harus didahului dengan kajian yg sangat teliti buat meminimalkan potensi kerusakan ekosistem oleh spesies invasif.
Bagaimana memutuskan untuk memakai musuh alami?
Sebenarnya, jika ekosistem pertanian relatif baik, maka kemungkinan buat memanfaatkan musuh alami cukup akbar. Artinya, ekosistem yang nir “dipadati” sang bahan-bahan kimia-sintetik semacam pestisida serta pupuk menaruh lingkungan yg “nyaman” bagi musuh alami buat berkembang biak dan mencari pakan. Di dalam hal ini, pada syarat populasi organisme pengganggu nir cukup mengkuatirkan, maka menyerahkan nasib mereka pada musuh alami adalah tindakan yg paling masuk akal.
Namun, bagaimana bila populasi organisme pengganggu datang-datang meledak? Apakah musuh alami berguna? Dalam syarat yg semacam itu, musuh alami memang dipercaya tidak efektif lagi. Jadi, upaya lain harus dilakukan untuk menurunkan populasi organisme pengganggu.
Bagaimana menggunakan upaya augmentasi inundasi? Cukupkah untuk melawan populasi organisme pengganggu yg menggila? Cara inipun dilihat tidak relatif kuat, karena cara ini dilakukan hanya jika proses fokus sang musuh alami sudah berjalan, namun belum relatif cepat. Nah, fungsi augmentasi merupakan menambah daya tekan musuh alami terhadap organisme. Tetapi, jika telah terlanjur terjadi ledakan, maka musuh alami tidak akan sanggup berperan poly.
Mempersiapkan musuh alami
Pada upaya konservasi, populasi musuh alami dapat dipertahankan dengan cara menanam tanaman atau flora yg membentuk pakan cara lain (nektar serta serbuk sari) serta mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa meracun dan membunuh musuh alami.
Pada upaya augmentasi, pembiakan massal serangga adalah upaya yang poly dilakukan. Perlu dicatat, bahwa pembiakan massal merupakan sebuah upaya yang relatif sulit, mahal, dan membutuhkan saat cukup usang. Oleh karenanya, pengendalian hayati kadang-kadang dianggap mahal di awal, meskipun murah pada akhir proses, terutama bila proses fokus organisme pengganggu oleh musuh alami berjalan dengan efektif.
Parasitoid telur, tawon Trichogramma sp. (asal: //ampest.typepad.com)
Larva Chrysoperla carnea (foto: Erick Steinert, 2004)
Evaluasi kemapanan serta potensi dampak negatif musuh alami
Salah satu kelemahan dalam bidang aplikasi pengendalian hayati adalah evaluasi terhadap (1) kemapanan atau adaptasi musuh alami, serta (dua) evaluasi dampak negatif musuh alami. Evaluasi pertama dapat dilakukan pada lapangan pada bentuk survei terhadap eksistensi semenjak pertama kali dilepaskan sampai menggunakan saat tertentu, misalnya setahun atau 2 tahun. Evaluasi ke 2 dapat dilakukan baik di lapangan atau di laboratorium, dan mencakup kajian sifat interaksi jenis musuh alami yang dilepaskan dengan jenis musuh alami yang lain yang terdapat di lapangan, terutama jenis-jenis lokal. Penelitian sederhana pada laboratorium cukup menarik dilakukan, misalnya menggunakan menggunakan uji predasi atau IGP.