IMPLEMENTASI SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN INTERNAL DI SEKOLAH MODEL

TUlisan ini merupakan pengalaman sekolah kami dalam melaksanakan program Sekolah Model yang dikembangkan LPMP  pada sistem penjaminan mutu internal (SPMI) tahun 2016. Sistem ini diatur pada peraturan mendikbud No 28 tahun 2016 mengenai Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah dan dijelaskan pada Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah contoh dibimbing secara tekhnis sang LPMP buat melaksanakan penjaminan mutu secara internal  serta selanjutnya pada tahun ke dua Sekolah model harus mengimbaskan aplikasi SPMI ke 5 sekolah efek pada sekitarnya.

Apa saja yg harus dilakukan sekolah contoh dalam pelaksanaan SPMI pada tahun pertama ini? 

Tugas primer sekolah model SPMI tahun pertama merupakan melaksanakan siklus penjaminan mutu dimulai dari pemetaan mutu pendidikan, perencanaan pemenuhan mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu, audit mutu serta perencanaan strategi peningkatan mutu sekolah. 
a. Pemetaan Mutu pendidikan
Pada siklus ini beberapa kegiatan yg wajib dilaksanakan sang TPMPS merupakan: 1) Pengisian Instrumen EDS, dua) Pengolahan hasil EDS sehinngga menjadi skala nilai , tiga) Menganalisis nilai raport EDS  dengan memakai format pemetaan mutu. 

Ada poly instrumen eds yang mampu digunakan, dan LPMP sendiri tidak menentukan instrumen yang harus dipakai, tergantung kebijakan sekolah masing-masing. Tetapi dari saya, menimbang dan memperhatikan kesesuaian antara indikator pada EDS serta indikator pada format pemetaan mutu, maka saya merekomendasikan buat menggunakan EDS yang dikeluarkan oleh LPMP yg pengisiannya secara online di alamat //pmp.dikdasmen.kemdikbud.go.id/ .dengan menggunakan EDS PMP, kita tidak perlu mengolah instrumen EDS sebagai nomor atau nilai lantaran sistem pada situs PMP Dikdasmen akan otomatis mengkonversi pengisian kuisioner sebagai nilai raport sekolah. Nilai raport itu mampu kita unduh di alamat pada atas dengan login memakai userid serta password dapodik. Selanjutnya nilai raport itu kita masukan ke dalam format buat keperluan pemetaan mutu sekolah. 


Contoh format pemetaan mutu yang digunakan tahun 2016 dapat dilihat di bawah.


Hasil akhir berdasarkan pemetaan mutu sekolah adalah rekomendasi terhadap indikator yg belum memenuhi SNP (indikator yang belum memenuhi SNP digambarkan dengan nilai raport kurang menurut 6,68) atau belum mencapai bintang 5)
b. Perencanaan Pemenuhan Mutu
Siklus pemetaan mutu membuat rekomendasi yang harus dilaksanakan sekolah agar indikator tersebut memenuhi SNP. Rekomendasi tadi selanjutnya dipindahkan ke Format penyusunan rencana pemenuhan Mutu.
Contoh format penyusunan planning pemenuhan
Penyusunan rencana pemenuhan mutu menghasilkan planning kegiatan yg akan dilaksanakan beserta biaya serta waktu pelaksanaan. Selanjutnya acara aktivitas yang direncanakan tadi harus masuk ke dalam RKAS sekolah sehingga pembiayaannya tercover sang BOS.

Setelah semua rekomendasi sudah direncakan pemenuhannya, selanjutnya TIM SPMI wajib membuat proposal planning aktivitas yg harus diajukan kepada ketua sekolah. Proposal aktivitas adalah acuan dalam pelaksanaan kegiatan pemenuhan SNP. Sementara itu, tim audit jua wajib membuat instrumen audit sesuai proposal yang dibuat tim pengembang.

c. Pemenuhan Mutu Pendidikan

Pada siklus ini, seluruh planning aktivitas yg sudah disusun dan disetujui kepala sekolah harus dilaksanakan. Pelaksanaan aktivitas tentu tidak bersamaan, tergantung jadwal yg telah dibentuk. Kegiatan pemenuhan mutu pendidikan dapat berupa workshop, KKG. KKKS, lokakarya, Seminar, IHT dan lain-lain.

d. Monitoring serta evaluasi

Tim monev bertugas buat memonitoring serta mengevaluasi aktivitas pemenuhan mutu, mulai dari perencanaan, aplikasi dan laporan aktivitas. Selanjutnya tim audit memberikan saran dan rekomndasi buat memperbaiki kekurangan dalam proses pemenuhan mutu.

FUNGSI SISTEM INFORMASI EDS

Fungsi Sistem Informasi EDS 
Berbicara tentang pengawas sekolah tentu nir akan terlepas menurut fungsi pengawas itu sendiri,hingga dimana ruang lingkup pengawas,dan,tugas serta tanggung jawabnya didalam melaksanakan dan mengimplementasikan acara serta aktivitas kepengawasan baik secara akademik juga secara manajerial.di satuan pendidikan. Adapun bidang supervisi sebagaimana yg dinyatakan dalam Permenegpan serta RB nomor 21 tahun 2010 terdiri atas supervisi taman kanak-kanak/raudhatul athfal, sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, supervisi rumpun mata pelajaran/mata pelajaran, pendidikan luar biasa, dan bimbingan konseling menggunakan beban kerja selama 37.5 jam perminggu.

Didalam melaksanakan tugas menggunakan beban kerja selama 37.5 jam per minggu sebagaimana yang disebutkan diatas, maka kewajiban pengawas sekolah pada melaksanakan tugas merupakan: 
a. Menyusun acara pengawasan, melaksanakan program supervisi, melaksakan penilaian output aplikasi acara supervisi serta membimbing dan melatih profesional pengajar; 
b. Menaikkan serta menyebarkan kualifikasi akademik serta kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 
c. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, nilai kepercayaan dan etika; dan 
d. Memelihara serta memupuk persatuan serta kesatuan bangsa 

Pada poin b diatas dinyatakan bahwa kewajiban pengawas sekolah adalah mempertinggi dan mengembangkan kualifikasi akademik serta kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal ini berarti, bahwa pengembangan kompetensi sang pengawas khususnya mengikuti perkembangan teknologi nir bisa ditawar-tawar lagi lantaran kedepan aneka macam acara yg sedang serta akan dilaksanakan sangat berkaitan dengan pemanfaatan kabar serta teknologi. 

Salah satu acara yg berkaitan dengan teknologi, warta serta komunikasi serta menggunakan pengawas menjadi ujung tombak di lapangan adalah program Evaluasi Diri Sekolah Tahun 2012. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa program EDS sebenarnya telah berjalan sejak tahun 2011 menggunakan jumlah satuan pendidikan yang menjadi sasaran di provinsi Sulawesi Selatan serta Barat adalah sebanyak 1475 satuan pendidikan mulai berdasarkan jenjang Sekolah Dasar/MI, Sekolah Menengah pertama/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK. 

Berbicara EDS tentu tidak akan terlepas berdasarkan peraturan atau regulasi yang melatarbelakanginya misalnya UU No.20 tahun 2003 mengenai Sisdiknas, PP Nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan serta Inpres nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan EDS.

Pada bab II Pasal tiga UU Sisdiknas Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi menyebarkan kemampuan serta membangun tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan buat berkembangnya potensi peserta didik supaya sebagai manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta sebagai rakyat negara yg demokratis dan bertanggung jawab. Dalam hal ini upaya peningkatan mutu di sekolah diperlukan sebagai penekanan perhatian berdasarkan aneka macam unsur atau instansi terkait pemerintah atau non pemerintah sebagai akibatnya peningkatan mutu pendidikan sahih-sahih dapat tercapai sebagaimana amanat UU Sisdiknas tahun 2003.

Pada UU Sisdinas bab IX pasal 35 ayat 1 dinyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, wahana serta prasarana, pengelolaan, pembiayaan, serta evaluasi pendidikan yg harus ditingkatkan secara berencana serta terjadwal. Pemenuhan atau pencapaian SNP sang sekolah sudah wajib segera diupayakan segera sehingga perlu diukur dan dianalisis buat dapat direkomendasi agar sekolah secara sedikit demi sedikit dapat mencapai pemenuhan akan SNP. Pada PP 19 tahun 2005 bab II pasal 2 juga dinyatakan bahwa buat penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai menggunakan Standar Nasional Pendidikan dilakukan penilaian, akreditasi, dan tunjangan profesi. Disinilah titik dasar program EDS dimana implementasi EDS ditujukan buat mengukur tingkat pemenuhan satuan pendidikan terhadap 8 SNP.

Didalam Permendiknas angka 63 tahun 2009 tentang SPMP dinyatakan bahwa tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan merupakan tingginya kecerdasan kehidupan manusia serta bangsa sebagaimana dicita-citakan sang Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui penerapan SPMP. Adapun tujuan antara penjaminan mutu pendidikan adalah:
a. Terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, serta/atau informal;
b. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas serta proporsional dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau acara pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah;
c. Ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal serta/atau nonformal;
d. Terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal serta nonformal yang dirinci dari provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau acara pendidikan;
e. Terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal serta nonformal berbasis teknologi warta dan komunikasi yg andal, terpadu, serta tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, serta Pemerintah.

Pelaksanaan instrumen EDS tahun 2012 dilaksanakan pada sekolah serta didampingi oleh pengawas. Instrumen EDS diisi oleh beberapa responden yang meliputi ketua sekolah, pengajar, komite sekolah, serta siswa. Di satu sekolah jumlah responden yg diperlukan merupakan: (1) buat ketua sekolah, satu orang, (dua) buat pengajar, minimum sama menggunakan jumlah mata pelajaran yg terdapat di sekolah itu serta maksimum 30 guru, (3) buat anak didik minimum 30 dan maksimum 60 siswa. Hal yg wajib diperhatikan adalah, siswa yg sebagai responden wajib murid yang mengikuti mata pelajaran atau guru yg dinilai/diberi masukan serta pada saat pengisian instrumen, murid didampingi oleh pengawas. Selain itu, di sekolah pula terdapat Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang bertugas memasukkan atau meng-entry data menurut responden ke acara excel EDS atau instrumen elektro EDS.

Untuk implementasi EDS tahun 2012, pengawas dituntut buat dapat berperan secara optimal lantaran bila kita meninjau kembali tugas utama pengawas pada Permenegpan serta RB angka 21 tahun 2010 pasal 5 bahwa tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan meliputi: 1) penyusunan acara supervisi, dua) aplikasi training, 3) pemantauan aplikasi 8 SNP, 4) penilaian, 5) pembimbingan serta pelatihan professional Pengajar, 6) evaluasi pelaksanaan acara pengawasan, dan 7) tugas kepengawasan pada daerah spesifik. Pada poin 3 jelas dinyatakan bahwa pemantauan pelaksanaan 8 SNP termasuk tugas pengawasan serta manajerial pengawas pada satuan pendidikan. Kaitannya dengan EDS, bahwa buat instrumen EDS tahun 2012, pengawas harus memiliki kompetensi serta keterampilan pada mendampingi satuan pendidikan buat mengisi instrumen EDS menggunakan sahih. Kompetensi-kompetensi tersebut adalah pengawas wajib mempunyai kemampuan membimbing, membina, mendampingi satuan pendidikan tentang 1) konsep EDS dan manual penjaminan mutu, 2) instrumen EDS, 3) desain profil sekolah, 4) penyusunan RKS/RKAS, lima) verifikasi instrumen serta 6) upload instrumen secara online. Poin enam ini mengisyaratkan bahwa pengawas wajib sanggup bukan hanya menggunakan komputer tetapi jua mampu mengirim data secara online. Kemampuan ini yg akan diajarkan pada sekolah sehingga pengawas harus dapat menaikkan kemampuannya dalam ber-IT karena mutu profesionalisme pengawas berbanding lurus menggunakan peningkatan kualitas pendidikan.

Pada pelaksanaan EDS ini, kompetensi teknologi kabar dan komunikasi sangat penting sehingga syarat pengawas yg terlibat harus memiliki kemampuan IT yang baik. Dalam implementasinya, Ada 4 level akun yaitu admin LPMP, Operator LPMP, Operator Pengawas, Operator Sekolah.

Operator pengawas bertanggungjawab buat mendampingi sekolah baik pada hal pengisian instrumen e-EDS, download format file EDS maupun upload arsip EDS. Operator pengawas dapat melakukan download arsip EDS dan upload file EDS buat sekolah binaannya, serta bertanggungjawab memonitoring perkembangan upload file EDS.

Berikut ini akan disampaikan, kompetensi-kompetensi seperti apa yang diharapkan berdasarkan pengawas sekolah di dalam implementasi EDS tahun 2012. Kompetensi tadi mencakup kemampuan pengawas melakukan pendampingan pada Tim Pengembang Sekolah (TPS) pada satuan pendidikan yg adalah binaannya dan atau sekolah yang menjadi tanggung jawabnya dalam program EDS.

Pendampingan yg harus dilakukan oleh pengawas dalam acara EDS tahun 2012 merupakan:
1) pembimbingan tentang konsep EDS 
2) pembimbingan manual penjaminan mutu, 
3) pembimbingan sosialisasi dan cara mengisi instrumen EDS tahun 2012
4) pembimbingan tentang desain profil,
5) pembimbingan tentang penyusunan RKS/RKAS, 
6) Memverifikasi instrumen 
7) serta pembimbingan tentang cara mengupload instrumen secara online

Ketujuh pembimbingan ini mesti dilakukan sang pengawas dalam satuan pendidikan yang merupakan binaannya ataukah tanggung jawabnya pada program EDS tahun 2012. Selain membimbing pengawas sekolah jua mendampingi TPS pada memverifikasi instrumen dan mengupload instrumen dan bersama-sama menyusun RKS serta RKAS

Pengawas mesti memahami apa itu EDS yg didalamnya mencakup konsep, regulasi serta kebijakan EDS. Pengawas mesti memahami manual mutu buat setiap baku sinkron jenjang sekolah binaannya. Sehingga dibutuhkan, implementasi EDS pada sekolah berjalan sesuai asa termasuk penyediaan data oleh sekolah yang benar-benar objektif lantaran sudah diverifikasi sebelumnya oleh pengawas. 

FUNGSI SISTEM INFORMASI EDS

Fungsi Sistem Informasi EDS 
Berbicara tentang pengawas sekolah tentu nir akan terlepas berdasarkan fungsi pengawas itu sendiri,sampai dimana ruang lingkup pengawas,serta,tugas dan tanggung jawabnya didalam melaksanakan dan mengimplementasikan program dan kegiatan kepengawasan baik secara akademik juga secara manajerial.pada satuan pendidikan. Adapun bidang supervisi sebagaimana yg dinyatakan pada Permenegpan dan RB angka 21 tahun 2010 terdiri atas pengawasan taman kanak-kanak/raudhatul athfal, sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, supervisi rumpun mata pelajaran/mata pelajaran, pendidikan luar biasa, serta bimbingan konseling menggunakan beban kerja selama 37.5 jam perminggu.

Didalam melaksanakan tugas dengan beban kerja selama 37.lima jam per minggu sebagaimana yg disebutkan diatas, maka kewajiban pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas merupakan: 
a. Menyusun program pengawasan, melaksanakan acara pengawasan, melaksakan evaluasi hasil aplikasi program pengawasan serta membimbing dan melatih profesional guru; 
b. Menaikkan dan mengembangkan kualifikasi akademik serta kompetensi secara berkelanjutan sejalan menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 
c. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, nilai kepercayaan dan etika; serta 
d. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa 

Pada poin b diatas dinyatakan bahwa kewajiban pengawas sekolah merupakan meningkatkan serta mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal ini berarti, bahwa pengembangan kompetensi sang pengawas khususnya mengikuti perkembangan teknologi nir bisa ditawar-tawar lagi karena kedepan banyak sekali acara yang sedang serta akan dilaksanakan sangat berkaitan dengan pemanfaatan kabar serta teknologi. 

Salah satu program yg berkaitan menggunakan teknologi, liputan dan komunikasi serta menggunakan pengawas sebagai ujung tombak di lapangan merupakan program Evaluasi Diri Sekolah Tahun 2012. Sebagaimana kita ketahui beserta bahwa program EDS sebenarnya sudah berjalan sejak tahun 2011 menggunakan jumlah satuan pendidikan yang menjadi sasaran di provinsi Sulawesi Selatan dan Barat merupakan sebanyak 1475 satuan pendidikan mulai dari jenjang Sekolah Dasar/MI, Sekolah Menengah pertama/MTs, Sekolah Menengah Atas/MA dan Sekolah Menengah Kejuruan/MAK. 

Berbicara EDS tentu nir akan terlepas dari peraturan atau regulasi yang melatarbelakanginya misalnya UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP Nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan serta Inpres nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan EDS.

Pada bab II Pasal tiga UU Sisdiknas Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi menyebarkan kemampuan dan membangun tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yg bertujuan buat berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan menjadi warga negara yg demokratis dan bertanggung jawab. Dalam hal ini upaya peningkatan mutu pada sekolah diperlukan menjadi fokus perhatian berdasarkan banyak sekali unsur atau instansi terkait pemerintah atau non pemerintah sebagai akibatnya peningkatan mutu pendidikan sahih-sahih bisa tercapai sebagaimana amanat UU Sisdiknas tahun 2003.

Pada UU Sisdinas bab IX pasal 35 ayat 1 dinyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan terdiri atas baku isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yg wajib ditingkatkan secara berencana dan terjadwal. Pemenuhan atau pencapaian SNP sang sekolah sudah harus segera diupayakan segera sebagai akibatnya perlu diukur dan dianalisis buat dapat direkomendasi agar sekolah secara bertahap dapat mencapai pemenuhan akan SNP. Pada PP 19 tahun 2005 bab II pasal dua pula dinyatakan bahwa untuk penjaminan serta pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, serta sertifikasi. Disinilah titik dasar acara EDS dimana implementasi EDS ditujukan buat mengukur tingkat pemenuhan satuan pendidikan terhadap 8 SNP.

Didalam Permendiknas angka 63 tahun 2009 mengenai SPMP dinyatakan bahwa tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan kehidupan insan dan bangsa sebagaimana dicita-citakan sang Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui penerapan SPMP. Adapun tujuan antara penjaminan mutu pendidikan adalah:
a. Terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, serta/atau informal;
b. Pembagian tugas dan tanggung jawab yg kentara dan proporsional dalam penjaminan mutu pendidikan formal serta/atau nonformal dalam satuan atau acara pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, serta Pemerintah;
c. Ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal;
d. Terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal serta nonformal yg dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau acara pendidikan;
e. Terbangunnya sistem liputan mutu pendidikan formal serta nonformal berbasis teknologi informasi serta komunikasi yg andal, terpadu, serta tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, serta Pemerintah.

Pelaksanaan instrumen EDS tahun 2012 dilaksanakan pada sekolah serta didampingi oleh pengawas. Instrumen EDS diisi oleh beberapa responden yang mencakup kepala sekolah, guru, komite sekolah, serta siswa. Di satu sekolah jumlah responden yang diperlukan adalah: (1) buat kepala sekolah, satu orang, (2) buat pengajar, minimum sama menggunakan jumlah mata pelajaran yg terdapat pada sekolah itu dan maksimum 30 pengajar, (3) buat siswa minimum 30 serta maksimum 60 anak didik. Hal yg harus diperhatikan adalah, anak didik yang sebagai responden wajib anak didik yg mengikuti mata pelajaran atau guru yang dievaluasi/diberi masukan dan dalam ketika pengisian instrumen, murid didampingi oleh pengawas. Selain itu, di sekolah juga terdapat Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang bertugas memasukkan atau meng-entry data dari responden ke program excel EDS atau instrumen elektro EDS.

Untuk implementasi EDS tahun 2012, pengawas dituntut buat dapat berperan secara optimal lantaran jika kita meninjau pulang tugas utama pengawas dalam Permenegpan dan RB nomor 21 tahun 2010 pasal lima bahwa tugas supervisi akademik dan manajerial dalam satuan pendidikan meliputi: 1) penyusunan acara supervisi, dua) pelaksanaan pembinaan, tiga) pemantauan aplikasi 8 SNP, 4) evaluasi, lima) pembimbingan dan pembinaan professional Guru, 6) evaluasi aplikasi program supervisi, serta 7) tugas kepengawasan pada wilayah spesifik. Pada poin 3 jelas dinyatakan bahwa pemantauan aplikasi 8 SNP termasuk tugas pengawasan serta manajerial pengawas pada satuan pendidikan. Kaitannya menggunakan EDS, bahwa buat instrumen EDS tahun 2012, pengawas wajib memiliki kompetensi dan keterampilan dalam mendampingi satuan pendidikan buat mengisi instrumen EDS menggunakan sahih. Kompetensi-kompetensi tadi adalah pengawas wajib memiliki kemampuan membimbing, membina, mendampingi satuan pendidikan tentang 1) konsep EDS serta manual penjaminan mutu, 2) instrumen EDS, 3) desain profil sekolah, 4) penyusunan RKS/RKAS, 5) verifikasi instrumen serta 6) upload instrumen secara online. Poin enam ini mengisyaratkan bahwa pengawas harus mampu bukan hanya menggunakan personal komputer namun pula mampu mengirim data secara online. Kemampuan ini yg akan diajarkan pada sekolah sebagai akibatnya pengawas harus dapat mempertinggi kemampuannya pada ber-IT lantaran mutu profesionalisme pengawas berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan.

Pada pelaksanaan EDS ini, kompetensi teknologi informasi dan komunikasi sangat krusial sebagai akibatnya kondisi pengawas yang terlibat wajib mempunyai kemampuan IT yang baik. Dalam implementasinya, Ada 4 level akun yaitu admin LPMP, Operator LPMP, Operator Pengawas, Operator Sekolah.

Operator pengawas bertanggungjawab buat mendampingi sekolah baik dalam hal pengisian instrumen e-EDS, download format arsip EDS maupun upload arsip EDS. Operator pengawas bisa melakukan download file EDS serta upload file EDS buat sekolah binaannya, dan bertanggungjawab memonitoring perkembangan upload file EDS.

Berikut ini akan disampaikan, kompetensi-kompetensi misalnya apa yang dibutuhkan dari pengawas sekolah pada dalam implementasi EDS tahun 2012. Kompetensi tadi meliputi kemampuan pengawas melakukan pendampingan kepada Tim Pengembang Sekolah (TPS) pada satuan pendidikan yang adalah binaannya serta atau sekolah yang sebagai tanggung jawabnya dalam acara EDS.

Pendampingan yg wajib dilakukan sang pengawas dalam program EDS tahun 2012 adalah:
1) pembimbingan tentang konsep EDS 
2) pembimbingan manual penjaminan mutu, 
3) pembimbingan pengenalan serta cara mengisi instrumen EDS tahun 2012
4) pembimbingan tentang desain profil,
5) pembimbingan mengenai penyusunan RKS/RKAS, 
6) Memverifikasi instrumen 
7) dan pembimbingan tentang cara mengupload instrumen secara online

Ketujuh pembimbingan ini mesti dilakukan sang pengawas dalam satuan pendidikan yang adalah binaannya ataukah tanggung jawabnya dalam program EDS tahun 2012. Selain membimbing pengawas sekolah juga mendampingi TPS pada memverifikasi instrumen dan mengupload instrumen dan beserta-sama menyusun RKS dan RKAS

Pengawas mesti memahami apa itu EDS yg didalamnya meliputi konsep, regulasi serta kebijakan EDS. Pengawas mesti memahami manual mutu buat setiap standar sinkron jenjang sekolah binaannya. Sehingga diperlukan, implementasi EDS pada sekolah berjalan sesuai harapan termasuk penyediaan data sang sekolah yg benar-sahih objektif lantaran telah diverifikasi sebelumnya oleh pengawas. 

PENINGKATAN SDM MENGHADAPI ACFTA

Peningkatan SDM Menghadapi ACFTA 
Era perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yg sekarang sebagai pusat perhatian pemerintah serta warga , khususnya para pengusaha sebenarnya bukan barang baru lantaran Indonesia merupakan negara yg terpengaruh atau menjadi negara yang ikut dalam perdagangan bebas pada bentuk AFTA atau WTO.

Di Indonesia, para pendukung Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China melihat aplikasi kesepakatan perdagangan itu akan bermakna akbar bagi kepentingan geostrategis dan hemat Indonesia serta Asia Tenggara secara holistik. Pertumbuhan perekonomian China yang nisbi pesat saat itu, mengakibatkan Negara Tirai Bambu itu galat satu aktor politik dan ekonomi yg patut diperhitungkan Indonesia serta Negara – Negara ASEAN. Sebaliknya, mereka yang berpendapat kritis terhadap konvensi perdagangan ini melihat potensi ambruknya industri domestik pada Indonesia yg akan kesulitan menghadapi tantangan menurut banjirnya impor produk murah dari China. Kekhawatiran tesebut memang cukup beralasan. Data statistik Kementrian Perdagangan RI, misalnya menunjukkan, walaupun jumlah total perdangan RI dan China semakin tinggi relatif drastis menurut 8,7 milyar dollar Alaihi Salam dalam tahun 2004 menjadi 26,8 milyar dollar AS pada tahun 2008, Indonesia yang umumnya mencatat surplus dalam perdagangan menggunakan China, belakangan ini mulai menampakan defisit. Tahun 2008, sebanyak tiga,6 miliar dollar Alaihi Salam. 

Permintaan sejumlah aktor negara serta pengusaha lokal Indonesia buat menunda aplikasi penuh ACFTA sebenarnya kurang beralasan. Terdapat beberapa alasan, Pertama , Indonesia, seperti Negara Asia Tenggara lainnya, sudah diberikan tenggat lima tahun buat mempersiapkan diri. Kedua, Pemerintah China sebenarnya telah memberikan konsesi ekonomi cukup akbar terhadap ASEAN pada proses pelaksaan menuju ACFTA. Pemerintah China menaruh fasilitas yg dikenal dengan Early Harvest Programme , yaitu negara-negara ASEAN bisa mengekspor sejumlah hasil pertanian mereka tanpa dikenakan tarif apa pun ke China mulai tajun 2004 sampai awal 2010. Ketiga, Walaupun wajib berhati-hati terhadap kesepakatan perdagangan bebas apa pun, kebijakan proteksionisme berlebihan, khususnya saat global mengalami resesi global, tak akan menguntungkan Indonesia. Indonesia seharusnya dapat mengambil kesempatan sebagai satu dari segelintir negara di dunia yang sanggup bertahan selama krisis global.keempat, Indonesia bisa memainkan peranan penting diantara negara-negara ASEAN dalam aplikasi perdagangan bebas, antara lain Jakarta dapat mempengaruhi Beijing buat melakukan usaha perdagangan dan penanaman modal yang bermoral, demokratis, mempertimbangkan faktor lingkungan, dan menjunjung tinggi HAM.

POSISI DAN TINGKAT PERSAINGAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
Jika kita perhatikan indikator Human Development Index (HDI), Indonesia masih sangat memprihatinkan, pada tahun 2002 nilainya 0,684 berada pada rangking 110. Pada tahun 2003 HDI Indoneia semakin memburuk menduduki peringkat 112 di bawah Vietnam (109), Thailand (74) dan Brunei Darusalam (31), Korea (30), serta Singapura (28). Selanjutnya pada tahun 2004 dan 2005 HDI Indonesia secara berturut-turut berada pada peringkat 111 dan 110. Menurut “The 2006 Global Economic Forum of Global Competiveness Index (GCI)” yg di-release World Economic Forum (WEF), daya saing dunia Indonesia kini berada pada poisi yg terpuruk.

Untuk mempertajam pembahasan posisi energi kerja dipasar tenaga kerja. Biro Pusat Statistik pada bulan Februari 2009, jumlah penduduk yang bekerja dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan mengalami kenaikan untuk hampir semua golongan pendidikan apabila dibandingkan keadaan Agustus 2008, kecuali buat pekerja menggunakan pendidikan diploma yg mengalami penurunan sebesar 100 ribu orang. Begitu pula jika dibandingkan menggunakan keadaan setahun yg kemudian, dimana penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yg ditamatkan mengalami kenaikan untuk hampir seluruh golongan pendidikan, kecuali pekerja dengan pendidikan Sekolah Dasar ke bawah yang menurun sebanyak 190 ribu orang. Meskipun secara rata-homogen masih ada kenaikan taraf pendidikan pekerja di Indonesia, namun jumlah pekerja pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar ke bawah masih tetap tinggi, pada Februari 2009 jumlahnya masih sekitar 55,43 juta orang (53,05 persen). Pekerja dengan pendidikan tinggi secara mutlak jumlahnya masih nisbi kecil, pekerja dengan pendidikan Diploma I/II/III hanya sebesar 2,68 juta orang (2,56 %) dan pekerja menggunakan pendidikan sarjana hanya sebanyak 4,22 juta orang (4,04 %). Berikut data penduduku yang bekerja berdasarkan pendidikan :

Tabel 
Penduduk Yang Bekerja Menurut Pendidikan
Periode Agustus 2007 – Februari 2009 (dlm Juta Orang)
Pendidikan

2007

2008

2009

Agustus

Februari

Agustus

Februari

SD Kebawah

56,37

55,62

55,33

55,43

Sekolah Menengah Pertama

18,83

19,39

19,04

19,48

Sekolah Menengah Atas

12,75

13,90

14,39

15,13

Sekolah Menengah Kejuruan

5,79

6,71

6,76

7,19

Diploma I/II/III

2,60

2,66

2,87

2,68

Sarjana

3,60

3,77

4,15

4,22

Sumber : Biro Pusat Statistik

Sedangkan jumlah pengangguran pada Februari 2009 mencapai 9,26 juta orang atau 8,14 persen berdasarkan total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) total cenderung menurun dibanding TPT Agustus 2008 sebesar 8,39 %, dan TPT Februari 2008 sebesar 8,46 persen. Jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008, TPT buat sebagian akbar tingkat pendidikan mengalami penurunan, kecuali TPT buat pendidikan diploma serta universitas yang mengalami kenaikan. Antara Agustus 2008 ke Februari 2009 TPT untuk pendidikan diploma semakin tinggi menurut 11,21 % sebagai 15,38 %, dan TPT untuk pendidikan universitas naik berdasarkan 12,59 % sebagai 12,94 persen. Pada semester ini TPT buat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan merupakan yg tertinggi yaitu sebesar 15,69 persen. Jumlah pengangguran dalam Februari 2009 mencapai 9,26 juta orang atau 8,14 persen berdasarkan total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) total cenderung menurun dibanding TPT Agustus 2008 sebesar 8,39 %, serta TPT Februari 2008 sebanyak 8,46 %. Apabila dibandingkan menggunakan keadaan Agustus 2008, TPT buat sebagian akbar taraf pendidikan mengalami penurunan, kecuali TPT buat pendidikan diploma dan universitas yang mengalami kenaikan. Antara Agustus 2008 ke Februari 2009 TPT buat pendidikan diploma meningkat berdasarkan 11,21 % menjadi 15,38 persen, serta TPT buat pendidikan universitas naik dari 12,59 % sebagai 12,94 persen. Pada semester ini TPT buat pendidikan SMK adalah yang tertinggi yaitu sebesar 15,69 %. Penyebab meningkatnya pengangguran dalam masa kini , berdasarkan pengamat ketenaga kerjaan lebih cenderung ditimbulkan sang kesiapan para lulusan memasuki dunia kerja, baik menurut aspek kompetensi maupun profesionalisme taraf nasional juga internasional.

PERAN PEMERINTAH DALAM PROSES PENDIDIKAN TINGGI
Peningkatan daya saing SDM masih dihadapkan dalam besarnya jumlah angkatan kerja, jumlah pengangguran (setengah pengangguran atau sementara tidak bekerja), rendahnya budaya unggul, tingkat pendidikan, kemiskinan, komitmen pemerintah, administrasi pemerintahan, segmentasi layanan pendidikan yg kurang berkeadilan serta ragam dan luasnya wilayah yang harus dilayani. Untuk menciptakan energi kerja berpengetahuan, memiliki values serta berketrampilan, akan sangat bergantung dalam kualitas pendidikan serta pembinaan yg dimilikinya. Secara nasional kita telah mempunyai 82 PTN dengan 3051 program studi; serta 2561 PTS dengan 10287 acara studi.

Seharusnya tenaga kerja lulusan perguruan tinggi sebesar itu akan dapat menaikkan nilai tambah produk serta layanan yg didapatkan. Hal itu ditandai menggunakan peningkatan kualitas hasil kerja, peningkatan produktivitasnya baik secara total serta/parsiil, pengurangan biaya produksi, ketika kerja yg lebih cepat, serta lebih efisien. Hal itu sangat mungkin jika para lulusan PT memang bermutu: sudah terlatih, terampil serta produktif. Produktivitas adalah penentu primer tingkat ROI (Return on Invesment) serta agregasi pertumbuhan ekonomi. Kondisi pertarungan di Indonesia yg multikompleks bukanya tidak terdapat jalan keluar; Daya saing bangsa dapat kita capai dengan mempertinggi kualitas SDM, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai, pemugaran syarat ekonomi mikro dan makro dan pemugaran kualitas lembaga publik.

Sekalipun secara nasional kita memiliki 82 PTN menggunakan 3051 program studi; serta 2561 Perguruan Tinggi Swasta dengan 10287 acara studi, ternyata sangat sedikit acara studi yang bermutu, dalam arti bisa mencetak sarjana yg sahih-sahih kualified dan bisa sebagai pioneer di bidangnya. Semua itu terjadi lantaran perguruan tinggi telah mengabaikan tugas utamanya sebagai institusi yang mengajarkan kebanaran, menemukan kebenaran dan membentuk nilai-nilai baru.

Menurut hasil Studi Political and Economical Risk Consultancy (PERC) tahun 2005, mencerminkan betapa rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ketika ini. Derajat pendidikan di Indoensia di urutan ke-12 menurut 12 negara pada Asia. Indonesia berada dalam posisi paling buncit. Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, serta Filipina, berada pada atas Indonesia.

Upaya Pemerintah pada merespon tuntutan pasar energi kerja baik skala nasional juga internasional, merupakan dengan mempertinggi kualitas pendidikan tinggi Indonesia. Keseriusan Pemerintah terlihat terlihat kentara dengan diterbitkannya Perundangan dan Peraturan Pemerintah yg merupakan kesatuan tujuan buat mengklaim mutu pendidikan tinggi, antara lain UU No.20 Tahun 2003 mengenai Sisdiknas, UU No.14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen, UU No. 9 Tahun 2009 tentang BHP, RPP tentang Penyelenggaraan dan Penyelenggaraan Pendidikan, PP No.19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan serta HELTS ( Higher Education Long Strategy) 2003-2010.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan, yg menyatakan bahwa : (1) Setiap Satuan Pendidikan formal serta non formal harus melakukan Penjaminan Mutu Pendidikan, (dua) Penjaminan Mutu pada ayat (1) bertujuan buat memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, (tiga) Penjaminan Mutu dalam ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematik, serta terjadwal dalam suatu program penjaminan mutu yang mempunyai sasaran serta kerangka saat yg jelas.

Tujuan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi: adalah untuk memelihara serta menaikkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan (continous improvement), yg dijalankan oleh perguruan tinggi secara internal buat mewujudkan visi serta misinya, serta memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi.

Penjaminan Mutu adalah proses penetapan serta pemenuhan baku mutu pengelolaan secara konsisten sebagai akibatnya konsumen serta produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Dalam konteks perguruan tinggi, penjaminan mutu dimaksudkan supaya kepuasan dapat dirasakan mahasiswa, orangtua, global kerja, pemerintah, dosen, energi penunjang, serta pihak lain yg berkepentungan.

Pendidikan tinggi dianggap bermutu atau berkualitas jika bisa memutuskan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya, dan sanggup memenuhi kebutuhan stakeholders berupa kebutuhan rakyat (societal needs), kebutuhan global kerja (industrial needs), dan kebutuhan profesional (profesional needs).

Wujud perhatian pemerintah lainnya merupakan :Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) beserta Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sepakat berbagi kurikulum berbasis kompetensi yg diadaptasi dengan kebutuhan global usaha dan pasar kerja.

Menakertrans sendiri mengakui sudah melakukan pertemuan secara khusus dengan Menteri Pendidikan Nasional buat membahas penerapan konsep link and match pada rangka peningkatan SDM serta energi kerja. Pembahasan yg terdapat fokus buat mencari titik temu atara Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional serta UU Nomor 13 Tahun 2008 mengenai Ketenagakerjaan.

Ke depan, Depnakertrans serta Depdiknas pula setuju buat mengupayakan komposisi/perbandingan antara sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tadinya 60 % dan 40 % sebagai lebih banyak jumlah SMK. Sedangkan buat perguruan tinggi, sistem pendidikan dan kurikulum wajib disesuaikan menggunakan potensi keunggulan komparatif sumber daya alam dan potensi ekonomi di setiap provinsi masing-masing.

Terkait upaya menanggulangi pengangguran berstatus lulusan diploma serta perguruan tinggi (D-l sampai S-1), Depnakertrans menggulirkan program pusat layanan ketenagakerjaan (Employment Service Center/ESC) di beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta. Implementasinya, ESC adalah bursa kerja secara online yg menyajikan berita peluang dan lowongan kerja yg disediakan perusahaan, lengkap menggunakan data kualifikasi yg diinginkan.

Sementara itu, bagi lulusan pendidikan atau pencari kerja yang ingin menaikkan kompetensi mampu mendatangi balai latihan kerja (BLK) yang dilengkapi acara Kios tiga in 1 atau mengusung acara training, sertifikasi, serta penempatan. Saat ini terdapat 11 BLK yang dikelola pemerintah sentra serta 171 BLK yg dikelola pemerintah wilayah pada semua Indonesia.

Tersedianya SDM yang menguasai ipteks pada jumlah, mutu dan mempunyai daya beli yang memadai output dari lembaga-lembaga pendidikan akan mendorong tumbuhnya lembaga, global serta industri berbasis ilmu pengetahuan yg dapat menyerap energi kerja produktif, yang dapat menghasilkan barang, jasa serta produk-produk yg berdaya saing tinggi. Asumsinya merupakan buat mendapatkan energi kerja yang berkualitas harus ditinjau dari kualitas sistem pendidikan yang ada di suatu negara. Artinya, apabila suatu negara memiliki sistem pendidikan yg baik, maka sistem itu akan sanggup melahirkan energi kerja yang baik.

Pengembangan kelembagan dan infrastruktur IPTEK pada implementasinya bukan hal yg gampang. Membangun keterkaitan, jejaring, dan sinergi menggunakan pemangku kepentingan kunci, termasuk rakyat kurang lebih, merupakan hal yg sangat penting. Lantaran itu rencana peningkatan daya saing harus seiring sejalan dengan penguatan kohesi sosial. Hal lain adalah semakin mendesaknya kebutuhan akan terintegrasinya liputan serta komunikasi pengetahuan/ teknologi yg memudahkan baik pihak penyedia maupun pengguna. Ini yang acapkali dianggap menggunakan kiprah Technology Clearing House (TCH). Dengan THC, dibutuhkan aset intelektual yg berkembang bisa dikelola menggunakan lebih baik, diakses sang masyarakat yang membutuhkan (termasuk kemungkinan komersialisasi) serta didifungsikan dengan lebih efektif serta efisien. THC berpotensi menjadi salah satu “simpul” peningkatan sinergi poly pihak. Bagaimana arah dan pengelolaan implementasi TCH pada tataran ”Pusat” dan ”Daerah” tentu perlu dirumuskan dengan baik supaya sahih-benar berguna bagi warga .

Dengan demikian, peran Perguruan Tinggi menjadi krusial menjadi basis produksi, diseminasi, serta aplikasi ilmu pengetahuan dan penemuan teknologi. PT berperan strategis dalam konteks pembangunan kapasitas dan peningkatan keahlian, kompetensi profesional, dan kemahiran teknikal. Bangsa yg mempunyai poly manusia terdidik, berpengetahuan, dan menguasai teknologi pasti mempunyai daya saing kuat dalam kompetisi ekonomi global. Daya saing nasional amat dipengaruhi sang kemampuan bangsa bersangkutan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, melakukan inovasi teknologi, serta mendorong program riset dan pengembangan buat melahirkan aneka macam penemuan baru.

Untuk itu, hubungan segi tiga antara ilmu pengetahuan, dunia industri, serta universitas (triple helix of knowledge-industry-university) sebagai tak terelakkan. Selain menjadi sentra pengembangan ilmu pengetahuan serta inovasi teknologi, PT menyediakan energi profesional yg diperlukan global industri. PT jua dapat melakukan kegiatan litbang yang memberi manfaat bagi perkembangan industri serta pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dunia industri bisa mengalokasikan dana untuk menopang kegiatan litbang di universitas. Sangat jelas, dinamika interaksi segi 3 ini akan memberi sumbangan besar pada peningkatan produktivitas nasional yang dalam gilirannya meningkatkan daya saing bangsa.

Dalam hal ini, pendidikan tinggi wajib diarahkan juga buat meningkatkan daya saing bangsa. Sehingga sanggup menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya untuk kemandirian bangsa. Pengembangan unggulan diarahkan dalam bidang-bidang yg relevan terhadap kepentingan rakyat dan bangsa. Khususnya yang bisa menaruh nilai tambah dalam output asal daya alam secara berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan menurut pihak luar. Karena itu, sekali lagi, pemerintah harus membuatkan sistem yg dapat mengklaim kesetaraan akses dalam pendidikan yang berkualitas. Lapangan kerja yang terus berubah serta globalisasi mengharuskan penyelenggaraan sistem pendidikan yang mampu mewujudkan warga belajar sepanjang hayat.

PENINGKATAN SDM MENGHADAPI ACFTA

Peningkatan SDM Menghadapi ACFTA 
Era perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yang sekarang sebagai pusat perhatian pemerintah serta rakyat, khususnya para pengusaha sebenarnya bukan barang baru lantaran Indonesia adalah negara yang terpengaruh atau menjadi negara yg ikut dalam perdagangan bebas pada bentuk AFTA atau WTO.

Di Indonesia, para pendukung Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China melihat aplikasi kesepakatan perdagangan itu akan bermakna besar bagi kepentingan geostrategis dan ekonomis Indonesia dan Asia Tenggara secara holistik. Pertumbuhan perekonomian China yang relatif pesat saat itu, mengakibatkan Negara Tirai Bambu itu salah satu aktor politik dan ekonomi yg patut diperhitungkan Indonesia serta Negara – Negara ASEAN. Sebaliknya, mereka yang beropini kritis terhadap kesepakatan perdagangan ini melihat potensi ambruknya industri domestik di Indonesia yang akan kesulitan menghadapi tantangan menurut banjirnya impor produk murah dari China. Kekhawatiran tesebut memang relatif beralasan. Data statistik Kementrian Perdagangan RI, misalnya menunjukkan, walaupun jumlah total perdangan RI dan China semakin tinggi relatif drastis berdasarkan 8,7 milyar dollar Alaihi Salam dalam tahun 2004 menjadi 26,8 milyar dollar AS dalam tahun 2008, Indonesia yang umumnya mencatat surplus pada perdagangan menggunakan China, belakangan ini mulai memperlihatkan defisit. Tahun 2008, sebanyak tiga,6 miliar dollar AS. 

Permintaan sejumlah aktor negara dan pengusaha lokal Indonesia buat menahan aplikasi penuh ACFTA sebenarnya kurang beralasan. Terdapat beberapa alasan, Pertama , Indonesia, seperti Negara Asia Tenggara lainnya, sudah diberikan tenggat 5 tahun buat mempersiapkan diri. Kedua, Pemerintah China sebenarnya sudah menaruh konsesi ekonomi cukup besar terhadap ASEAN dalam proses pelaksaan menuju ACFTA. Pemerintah China menaruh fasilitas yg dikenal dengan Early Harvest Programme , yaitu negara-negara ASEAN bisa mengekspor sejumlah output pertanian mereka tanpa dikenakan tarif apa pun ke China mulai tajun 2004 sampai awal 2010. Ketiga, Walaupun harus berhati-hati terhadap konvensi perdagangan bebas apa pun, kebijakan proteksionisme berlebihan, khususnya waktu global mengalami resesi dunia, tidak akan menguntungkan Indonesia. Indonesia seharusnya bisa mengambil kesempatan menjadi satu berdasarkan segelintir negara di global yg bisa bertahan selama krisis global.keempat, Indonesia bisa memainkan peranan penting diantara negara-negara ASEAN dalam pelaksanaan perdagangan bebas, antara lain Jakarta dapat menghipnotis Beijing buat melakukan usaha perdagangan serta penanaman modal yg bermoral, demokratis, mempertimbangkan faktor lingkungan, serta menjunjung tinggi HAM.

POSISI DAN TINGKAT PERSAINGAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
Jika kita perhatikan indikator Human Development Index (HDI), Indonesia masih sangat memprihatinkan, dalam tahun 2002 nilainya 0,684 berada dalam rangking 110. Pada tahun 2003 HDI Indoneia semakin memburuk menduduki peringkat 112 pada bawah Vietnam (109), Thailand (74) dan Brunei Darusalam (31), Korea (30), dan Singapura (28). Selanjutnya dalam tahun 2004 dan 2005 HDI Indonesia secara berturut-turut berada pada peringkat 111 serta 110. Menurut “The 2006 Global Economic Forum of Global Competiveness Index (GCI)” yang pada-release World Economic Forum (WEF), daya saing global Indonesia sekarang berada dalam poisi yg terpuruk.

Untuk mempertajam pembahasan posisi tenaga kerja dipasar tenaga kerja. Biro Pusat Statistik dalam bulan Februari 2009, jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan mengalami kenaikan buat hampir semua golongan pendidikan apabila dibandingkan keadaan Agustus 2008, kecuali buat pekerja menggunakan pendidikan diploma yg mengalami penurunan sebesar 100 ribu orang. Begitu pula apabila dibandingkan menggunakan keadaan setahun yang kemudian, dimana penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yg ditamatkan mengalami kenaikan buat hampir seluruh golongan pendidikan, kecuali pekerja menggunakan pendidikan Sekolah Dasar ke bawah yang menurun sebesar 190 ribu orang. Meskipun secara homogen-homogen masih ada kenaikan taraf pendidikan pekerja di Indonesia, tetapi jumlah pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih permanen tinggi, dalam Februari 2009 jumlahnya masih sekitar 55,43 juta orang (53,05 %). Pekerja menggunakan pendidikan tinggi secara absolut jumlahnya masih nisbi kecil, pekerja dengan pendidikan Diploma I/II/III hanya sebesar 2,68 juta orang (2,56 persen) serta pekerja dengan pendidikan sarjana hanya sebanyak 4,22 juta orang (4,04 persen). Berikut data penduduku yg bekerja menurut pendidikan :

Tabel 
Penduduk Yang Bekerja Menurut Pendidikan
Periode Agustus 2007 – Februari 2009 (dlm Juta Orang)
Pendidikan

2007

2008

2009

Agustus

Februari

Agustus

Februari

SD Kebawah

56,37

55,62

55,33

55,43

Sekolah Menengah Pertama

18,83

19,39

19,04

19,48

Sekolah Menengah Atas

12,75

13,90

14,39

15,13

Sekolah Menengah Kejuruan

5,79

6,71

6,76

7,19

Diploma I/II/III

2,60

2,66

2,87

2,68

Sarjana

3,60

3,77

4,15

4,22

Sumber : Biro Pusat Statistik

Sedangkan jumlah pengangguran pada Februari 2009 mencapai 9,26 juta orang atau 8,14 persen dari total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) total cenderung menurun dibanding TPT Agustus 2008 sebanyak 8,39 %, dan TPT Februari 2008 sebesar 8,46 persen. Apabila dibandingkan menggunakan keadaan Agustus 2008, TPT buat sebagian akbar taraf pendidikan mengalami penurunan, kecuali TPT buat pendidikan diploma dan universitas yg mengalami kenaikan. Antara Agustus 2008 ke Februari 2009 TPT buat pendidikan diploma meningkat berdasarkan 11,21 persen menjadi 15,38 persen, dan TPT untuk pendidikan universitas naik dari 12,59 % menjadi 12,94 %. Pada semester ini TPT buat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan merupakan yg tertinggi yaitu sebanyak 15,69 persen. Jumlah pengangguran pada Februari 2009 mencapai 9,26 juta orang atau 8,14 persen menurut total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) total cenderung menurun dibanding TPT Agustus 2008 sebanyak 8,39 persen, serta TPT Februari 2008 sebesar 8,46 %. Jika dibandingkan menggunakan keadaan Agustus 2008, TPT buat sebagian akbar taraf pendidikan mengalami penurunan, kecuali TPT buat pendidikan diploma serta universitas yang mengalami kenaikan. Antara Agustus 2008 ke Februari 2009 TPT buat pendidikan diploma meningkat dari 11,21 persen sebagai 15,38 %, serta TPT untuk pendidikan universitas naik dari 12,59 % sebagai 12,94 persen. Pada semester ini TPT buat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan merupakan yg tertinggi yaitu sebanyak 15,69 %. Penyebab meningkatnya pengangguran dalam masa kini , dari pengamat ketenaga kerjaan lebih cenderung disebabkan oleh kesiapan para lulusan memasuki global kerja, baik berdasarkan aspek kompetensi maupun profesionalisme taraf nasional juga internasional.

PERAN PEMERINTAH DALAM PROSES PENDIDIKAN TINGGI
Peningkatan daya saing SDM masih dihadapkan dalam besarnya jumlah angkatan kerja, jumlah pengangguran (1/2 pengangguran atau ad interim nir bekerja), rendahnya budaya unggul, tingkat pendidikan, kemiskinan, komitmen pemerintah, administrasi pemerintahan, segmentasi layanan pendidikan yg kurang berkeadilan dan ragam serta luasnya daerah yg wajib dilayani. Untuk menciptakan energi kerja berpengetahuan, memiliki values serta berketrampilan, akan sangat bergantung dalam kualitas pendidikan serta pembinaan yang dimilikinya. Secara nasional kita telah mempunyai 82 Perguruan Tinggi Negeri menggunakan 3051 acara studi; serta 2561 Perguruan Tinggi Swasta dengan 10287 program studi.

Seharusnya energi kerja lulusan perguruan tinggi sebesar itu akan dapat meningkatkan nilai tambah produk serta layanan yg didapatkan. Hal itu ditandai menggunakan peningkatan kualitas hasil kerja, peningkatan produktivitasnya baik secara total serta/parsiil, pengurangan porto produksi, waktu kerja yg lebih cepat, dan lebih efisien. Hal itu sangat mungkin jika para lulusan PT memang bermutu: sudah terlatih, terampil dan produktif. Produktivitas adalah penentu primer taraf ROI (Return on Invesment) serta agregasi pertumbuhan ekonomi. Kondisi pertarungan pada Indonesia yang multikompleks bukanya nir ada jalan keluar; Daya saing bangsa dapat kita capai dengan meningkatkan kualitas SDM, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sinkron, perbaikan kondisi ekonomi mikro dan makro serta pemugaran kualitas lembaga publik.

Sekalipun secara nasional kita mempunyai 82 PTN menggunakan 3051 program studi; dan 2561 Perguruan Tinggi Swasta menggunakan 10287 program studi, ternyata sangat sedikit acara studi yang bermutu, dalam arti mampu mencetak sarjana yang benar-benar kualified serta mampu menjadi pioneer pada bidangnya. Semua itu terjadi karena perguruan tinggi sudah mengabaikan tugas utamanya menjadi institusi yg mengajarkan kebanaran, menemukan kebenaran dan membentuk nilai-nilai baru.

Menurut hasil Studi Political and Economical Risk Consultancy (PERC) tahun 2005, mencerminkan betapa rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ketika ini. Derajat pendidikan pada Indoensia di urutan ke-12 menurut 12 negara pada Asia. Indonesia berada dalam posisi paling buncit. Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, serta Filipina, berada pada atas Indonesia.

Upaya Pemerintah dalam merespon tuntutan pasar energi kerja baik skala nasional juga internasional, merupakan menggunakan menaikkan kualitas pendidikan tinggi Indonesia. Keseriusan Pemerintah terlihat terlihat kentara menggunakan diterbitkannya Perundangan dan Peraturan Pemerintah yang adalah kesatuan tujuan untuk menjamin mutu pendidikan tinggi, antara lain UU No.20 Tahun 2003 mengenai Sisdiknas, UU No.14 Tahun 2005 mengenai Pengajar serta Dosen, UU No. 9 Tahun 2009 mengenai BHP, RPP tentang Penyelenggaraan serta Penyelenggaraan Pendidikan, PP No.19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan dan HELTS ( Higher Education Long Strategy) 2003-2010.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan, yg menyatakan bahwa : (1) Setiap Satuan Pendidikan formal serta non formal wajib melakukan Penjaminan Mutu Pendidikan, (2) Penjaminan Mutu pada ayat (1) bertujuan buat memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, (3) Penjaminan Mutu pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematik, serta bersiklus dalam suatu program penjaminan mutu yg memiliki sasaran serta kerangka saat yang kentara.

Tujuan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi: adalah buat memelihara dan menaikkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan (continous improvement), yg dijalankan oleh perguruan tinggi secara internal buat mewujudkan visi dan misinya, serta memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi.

Penjaminan Mutu merupakan proses penetapan serta pemenuhan baku mutu pengelolaan secara konsisten sehingga konsumen dan pembuat, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Dalam konteks perguruan tinggi, penjaminan mutu dimaksudkan supaya kepuasan dapat dirasakan mahasiswa, orangtua, dunia kerja, pemerintah, dosen, energi penunjang, dan pihak lain yg berkepentungan.

Pendidikan tinggi dianggap bermutu atau berkualitas apabila bisa memutuskan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya, dan mampu memenuhi kebutuhan stakeholders berupa kebutuhan warga (societal needs), kebutuhan dunia kerja (industrial needs), dan kebutuhan profesional (profesional needs).

Wujud perhatian pemerintah lainnya merupakan :Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) bersama Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) setuju berbagi kurikulum berbasis kompetensi yg disesuaikan dengan kebutuhan global bisnis dan pasar kerja.

Menakertrans sendiri mengakui sudah melakukan pertemuan secara khusus dengan Menteri Pendidikan Nasional buat membahas penerapan konsep link and match dalam rangka peningkatan SDM serta tenaga kerja. Pembahasan yg ada penekanan buat mencari titik temu atara Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional serta UU Nomor 13 Tahun 2008 mengenai Ketenagakerjaan.

Ke depan, Depnakertrans dan Depdiknas jua sepakat buat mengupayakan komposisi/perbandingan antara sekolah menengah atas (SMA) serta sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tadinya 60 % dan 40 persen sebagai lebih poly jumlah Sekolah Menengah Kejuruan. Sedangkan buat perguruan tinggi, sistem pendidikan dan kurikulum wajib diubahsuaikan menggunakan potensi keunggulan komparatif asal daya alam dan potensi ekonomi pada setiap provinsi masing-masing.

Terkait upaya menanggulangi pengangguran berstatus lulusan diploma serta perguruan tinggi (D-l sampai S-1), Depnakertrans menggulirkan acara pusat layanan ketenagakerjaan (Employment Service Center/ESC) pada beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta. Implementasinya, ESC merupakan bursa kerja secara online yg menyajikan berita peluang dan lowongan kerja yg disediakan perusahaan, lengkap menggunakan data kualifikasi yang diinginkan.

Sementara itu, bagi lulusan pendidikan atau pencari kerja yg ingin menaikkan kompetensi sanggup mendatangi balai latihan kerja (BLK) yg dilengkapi program Kios 3 in 1 atau mengusung program pelatihan, tunjangan profesi, dan penempatan. Saat ini masih ada 11 BLK yang dikelola pemerintah pusat dan 171 BLK yg dikelola pemerintah wilayah pada semua Indonesia.

Tersedianya SDM yang menguasai ipteks pada jumlah, mutu serta memiliki daya beli yang memadai output berdasarkan lembaga-lembaga pendidikan akan mendorong tumbuhnya lembaga, global dan industri berbasis ilmu pengetahuan yg bisa menyerap tenaga kerja produktif, yg bisa membuat barang, jasa serta produk-produk yang berdaya saing tinggi. Asumsinya merupakan buat menerima energi kerja yg berkualitas harus dipandang berdasarkan kualitas sistem pendidikan yang ada pada suatu negara. Artinya, jika suatu negara mempunyai sistem pendidikan yg baik, maka sistem itu akan sanggup melahirkan tenaga kerja yang baik.

Pengembangan kelembagan dan infrastruktur IPTEK dalam implementasinya bukan hal yang mudah. Membangun keterkaitan, jejaring, serta sinergi dengan pemangku kepentingan kunci, termasuk masyarakat kurang lebih, adalah hal yg sangat penting. Karena itu agenda peningkatan daya saing wajib seiring sejalan menggunakan penguatan kohesi sosial. Hal lain adalah semakin mendesaknya kebutuhan akan terintegrasinya warta serta komunikasi pengetahuan/ teknologi yg memudahkan baik pihak penyedia juga pengguna. Ini yg sering dianggap dengan kiprah Technology Clearing House (TCH). Dengan THC, dibutuhkan aset intelektual yg berkembang dapat dikelola menggunakan lebih baik, diakses oleh rakyat yg membutuhkan (termasuk kemungkinan komersialisasi) serta didifungsikan menggunakan lebih efektif serta efisien. THC berpotensi menjadi keliru satu “simpul” peningkatan sinergi poly pihak. Bagaimana arah dan pengelolaan implementasi TCH pada tataran ”Pusat” serta ”Daerah” tentu perlu dirumuskan dengan baik agar benar-sahih berguna bagi warga .

Dengan demikian, kiprah Perguruan Tinggi menjadi penting sebagai basis produksi, diseminasi, serta aplikasi ilmu pengetahuan serta inovasi teknologi. PT berperan strategis dalam konteks pembangunan kapasitas dan peningkatan keahlian, kompetensi profesional, serta kemahiran teknikal. Bangsa yg mempunyai poly insan terdidik, berpengetahuan, serta menguasai teknologi pasti mempunyai daya saing bertenaga dalam kompetisi ekonomi dunia. Daya saing nasional amat dipengaruhi sang kemampuan bangsa bersangkutan dalam membuatkan ilmu pengetahuan, melakukan inovasi teknologi, serta mendorong program riset serta pengembangan untuk melahirkan berbagai inovasi baru.

Untuk itu, hubungan segi tiga antara ilmu pengetahuan, global industri, serta universitas (triple helix of knowledge-industry-university) sebagai tak terelakkan. Selain menjadi sentra pengembangan ilmu pengetahuan dan penemuan teknologi, PT menyediakan energi profesional yg dibutuhkan dunia industri. PT jua dapat melakukan kegiatan litbang yang memberi manfaat bagi perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan global industri bisa mengalokasikan dana buat menopang kegiatan litbang di universitas. Sangat jelas, dinamika interaksi segi tiga ini akan memberi sumbangan akbar pada peningkatan produktivitas nasional yang pada gilirannya meningkatkan daya saing bangsa.

Dalam hal ini, pendidikan tinggi wajib diarahkan juga buat mempertinggi daya saing bangsa. Sehingga sanggup membentuk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya buat kemandirian bangsa. Pengembangan unggulan diarahkan pada bidang-bidang yg relevan terhadap kepentingan warga dan bangsa. Khususnya yg dapat memberikan nilai tambah pada hasil sumber daya alam secara berkelanjutan serta mengurangi ketergantungan dari pihak luar. Karena itu, sekali lagi, pemerintah harus mengembangkan sistem yg bisa mengklaim kesetaraan akses pada pendidikan yang berkualitas. Lapangan kerja yang terus berubah serta globalisasi mengharuskan penyelenggaraan sistem pendidikan yang sanggup mewujudkan masyarakat belajar sepanjang hayat.

REFORMASI PENDIDIKAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH

Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah 
Telah kita ketahui pada abad milinium ini karakteristik utamanya adalah terjadinya globalisasi pada setiap aspek kehidupan. Globalisasi mengandung arti terjadinya keterbukaan, kesejagatan, dimana batas-batas negara nir lagi menjadi krusial. Salah satu yg sebagai isu terkini serta merupakan ciri globalisasi adalah adanya persamaan hak. Dalam konteks pendidikan, persamaan hak itu tentunya berarti bahwa setiap individu berhak mendapat pendidikan yg dengan tinggi-tingginya dan sebaik-baiknya tanpa memandang bangsa, ras, latar belakang ekonomi, maupun jenis kelamin. Dengan adanya kesamaan hak ini, terjadi kehidupan yg penuh menggunakan persaingan karena dunia telah sebagai sangat kompetitif. Karena itu, mau nir mau setiap orang mesti berusaha buat menguasai ilmu dan teknologi supaya bisa ikut pada persaingan, dan apabila nir, maka akan ditinggalkan. 

Terkait menggunakan itu, pendidikan mesti bisa menjawab tantangan tadi. Dengan istilah lain, pendidikan wajib menyediakan kesempatan bagi setiap peserta didik buat memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai sebagai bekal mereka memasuki persaingan global yang kian hari semakin ketat itu. Di samping kesempatan yg seluas-luasnya disediakan, namun yg penting juga adalah menaruh pendidikan yg bermakna (meaningful learning). Lantaran, hanya dengan pendidikan yang bermakna peserta didik dapat dibekali keterampilan hayati, sedangkan pendidikan yang nir bermakna (meaningless learning) hanya akan sebagai beban hayati.

Sehubungan dengan itu, beberapa perseteruan krusial yang perlu dikaji antara lain : pertama, bagaimana pendidikan yg dapat menjawab tantangan di atas dapat didesain?, dan ke 2, menggunakan adanya persamaan hak pada mendapatkan pendidikan yg terbaik, bagaimanakah upaya-upaya pendidikan yg bisa mengakomodasi aneka macam dimensi pembaharuan, sebagai akibatnya siswa menerima kesempatan pendidikan yg berkualitas dalam era dunia ini?

1. Paradigma Pendidikan Masa Depan
Pendidikan berwawasan masa depan diartikan sebagai pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa depan, yaitu suatu proses yang dapat melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk hidup dan berkiprah dalam era globalisasi. 

Komisi Internasional bagi Pendidikan Abad ke 21 yg dibentuk oleh UNESCO melaporkan bahwa pada era dunia ini pendidikan dilaksanakan dengan bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors, 1996). Dalam learning to know siswa belajar pengetahuan yg krusial sesuai dengan jenjang pendidikan yg diikuti. Dalam learning to do peserta didik berbagi keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang dikuasai dengan latihan (law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan yg memungkinkan peserta didik memecahkan kasus serta tantangan kehidupan. Dalam learning to be, peserta didik belajar menjadi individu yang utuh, memahami arti hayati dan memahami apa yg terbaik serta sebaiknya dilakukan, agar bisa hayati menggunakan baik. Dalam learning to live together, peserta didik bisa tahu arti hayati menggunakan orang lain, dengan jalan saling menghormati, saling menghargai, serta tahu mengenai adanya saling ketergantungan (interdependency). Dengan demikian, melalui keempat pilar pendidikan ini diharapkan peserta didik tumbuh menjadi individu yang utuh, yg menyadari segala hak serta kewajiban, dan menguasai ilmu serta teknologi untuk bekal hidupnya.

Dalam Jalal dan Supriadi (2001) disebutkan tiga acuan dasar pengembangan pendidikan pada Indonesia pada era reformasi buat menjawab tantangan global, yaitu acuan filosofis, acuan nilai kultural, serta acuan lingkungan strategis.

Acuan filosofis, berdasarkan pada abstraksi acuan aturan serta kajian realitas mengenai syarat sekarang serta idealisasi masa depan. Secara filosofis pendidikan perlu mempunyai karakteristik: (a) bisa menyebarkan kreativitas, kebudayaan, serta peradaban; (b) mendukung diseminasi serta nilai keunggulan, (c) mengembangkan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan dan keagamaan; serta (d) berbagi secara berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral. Kesemua ini nir terlepas dari harapan pembentukan masyarakat Indonesia Baru, yakni apa yg dianggap dengan warga madani.

Pendidikan kita wajib jua mempunyai acuan nilai kultural dalam penataan aspek sah. Tata nilai itu sendiri bersifat kompleks dan berjenjang mulai dari jenjang nilai ideal, nilai fragmental, sampai dalam nilai operasional. Pada taraf ideal, acuan pendidikan adalah pemberdayaan buat kemandirian dan keunggulan. Pada tingkat fragmental, nilai-nilai yang penting perlu dikembangkan melalui pendidikan merupakan swatantra, kecakapan, pencerahan berdemokrasi, kreativitas, daya saing, estetika, kearifan, moral, harkat, prestise serta pujian. Pada tingkat operasional, pendidikan wajib menanamkan pentingnya kerja keras, sportifitas, kesiapan bersaing, dan sekaligus bekerjasama dan disiplin diri. 

Acuan lingkungan strategis mencakup lingkungan nasional serta lingkungan global. Lingkungan nasional ditandai dengan 2 hal yg substansial yaitu: masih berlanjutnya krisis dimensional yang menerpa bangsa ini, serta tuntutan reformasi secara total yg belum berjalan secara baik serta optimal. Lingkungan nasional mencakup perubahan demografis termasuk didalamnya penyebaran penduduk yg tidak merata serta keberhasilan KB, efek ekonomi yg tidak merata sehingga penduduk yg berada pada bawah garis kemiskinan meningkat, efek sumber kekayaan alam yg pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan yang baik, pengaruh nilai sosial budaya pada era dunia ini, dimana keluarnya nilai-nilai baru pada warga seperti kerja keras, keunggulan, serta ketepatan saat, pengaruh politik yg sejak era reformasi terasa sangat labil, serta dampak ideologi dimana pendidikan ideologi perlu terkait menggunakan yang universal. Lingkungan nasional yg waktu ini masih pada situasi reformasi, bertujuan untuk mempertinggi tingkat hidup rakyat. Secara nasional acuan strategis ini mengandung arti bahwa pendidikan kita wajib dapat menjawab tantangan reformasi serta membawa negeri ini keluar menurut banyak sekali krisis. 

Lingkungan global ditandai diantaranya dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi sebagai akibatnya kita nir bisa menjadi warga lokal serta nasional saja, tetapi jua masyarakat global.lingkungan strategis sangat berpengaruh bagaimana pendidikan masa depan tadi hendaknya dibuat.

Sebagai akibat menurut globalisasi dan reformasi tadi, terjadi perubahan dalam paradigma pendidikan. Perubahan tadi menyangkut, pertama: kerangka berpikir proses pendidikan yang berorientasi pada pedagogi dimana guru lebih sebagai pusat informasi, bergeser pada proses pendidikan yang berorientasi dalam pembelajaran dimana peserta didik sebagai sumber (student center). Dengan banyaknya sumber belajar alternatif yang bisa menggantikan fungsi serta peran guru, maka kiprah guru berubah sebagai fasilitator. Kedua, paradigma proses pendidikan tradisional yg berorientasi pada pendekatan klasikal serta format di dalam kelas, bergeser ke contoh pembelajaran yang lebih fleksibel, misalnya pendidikan dengan sistem jeda jauh. Ketiga, mutu pendidikan sebagai prioritas (berarti kualitas menjadi internasional). Keempat, semakin populernya pendidikan seumur hidup dan makin mencairnya batas antara pendidikan di sekolah serta di luar sekolah. 

Kondisi ini mengharuskan pendidikan menerapkan banyak sekali prinsip yg sangat fundamental misalnya penerapan baku mutu sebagai akibatnya kita bisa bersaing menggunakan dunia dunia, dan penggunaan banyak sekali cara belajar menggunakan mendayagunakan sumber belajar. Bila kita cermati ketiga acuan pada atas merupakan dasar hukum dan operasional pengembangan pendidikan masa depan. Dalam pembangunan pendidikan ke depan ini, ketiga acuan itu adalah dasar pada mengembangkan cetat biru (blueprint) pendidikan nasional.

2. Kajian Konsepsional mengenai Penjaminan mutu pendidikan
Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional sudah ditetapkan visi, misi dan taktik pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan tersebut merupakan terwujudnya sistem pendidikan menjadi pranata sosial yang kuat serta berwibawa untuk memberdayakan semua rakyat negara Indonesia berkembang sebagai manusia yg berkualitas sehingga bisa dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait menggunakan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. 

Salah satu prinsip tersebut merupakan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yg berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tadi harus ada pendidik yang memberikan keteladanan serta mampu membangun kemauan, dan menyebarkan potensi serta kreativitas siswa. Implikasi dari prinsip ini merupakan pergeseran kerangka berpikir proses pendidikan, yaitu menurut paradigma pedagogi ke paradigma pembelajaran. 

Paradigma pengajaran yg telah berlangsung sejak usang lebih menitikberatkan peran pendidik pada mentransfer pengetahuan pada peserta didik. Seperti sudah disebutkan dalam pendahuluan , dewasa ini kerangka berpikir tersebut sudah bergeser menuju paradigma pembelajaran yang memberikan kiprah lebih banyak pada siswa buat berbagi keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, rakyat, bangsa dan negara. Untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang berdasarkan kerangka berpikir baru tersebut, diharapkan acuan dasar bagi setiap satuan pendidikan yang meliputi serangkaian kriteria dan kriteria minimal menjadi panduan, yang saat ini dikenal menggunakan delapan baku mutu nasional pendidikan. 

Tujuan standar mutu pendidikan ditetapkan adalah buat menjamin mutu proses transpormasi, mutu instrumental dan mutu kelulusan, yang meliputi : (1) standar isi, (2) baku proses, (tiga) baku kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) baku wahana serta prasarana, (6) baku pengelolaan, (7) standar pembiayaan, serta (8) baku evaluasi pendidikan. (Bab IX UUSPN). Konsep tadi di atas bisa diwujudkan dalam diagram berikut:

Gambar Keterkaitan antara Aspek-Aspek Standar Mutu

Dalam kaitan menggunakan itu, Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, dari tahun 1920an telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan memanusiakan manusia. Untuk itu suasana yang diharapkan dalam global pendidikan merupakan suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih serta penghargaan terhadap masing-masing anggotanya, nir terdapat pendidikan tanpa dasar cinta kasih. Dengan demikian pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, serta menjadi anggota warga yg berguna. Manusia merdeka merupakan seorang yang mampu berkembang secara utuh serta selaras menurut segala aspek kemanusiannya serta mampu menghargai serta menghormati humanisme setiap orang. Metode pendidikan yang paling tepat adalah sistem among yaitu metode pembelajaran yg berdasarkan dalam asih, asah dan asuh. Sementara itu prinsip penyelenggaraan pendidikan perlu berdasarkan pada “Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”. 

Mengingat bahwa pendidikan itu adalah suatu sistem menggunakan komponen-komponen yang saling berkaitan, maka keseluruhan sistem wajib sinkron dengan ketentuan yg dibutuhkan atau standar. Untuk itu masing-masing komponen pada sistem harus pula sesuai menggunakan baku yang ditentukan beserta. Hal ini mesti dilakukan dalam kaitan terjadinya penjaminan mutu pendidikan itu sendiri, karena; penjaminan mutu merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sebagai akibatnya konsumen, produsen, serta pihak lain yg berkepentingan memperoleh kepuasan. Jika dikaitkan dengan pengelolaan pendidikan, penjaminan mutu yang dimaksud merupakan proses penetapan serta pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten serta berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Untuk itu, dalam PP 19/2005 delapan baku tadi di atas merupakan aspek-aspek yg wajib memenuhi baku mutu dalam kaitan dengan penjaminan mutu suatu lembaga. Kualifikasi pendidik adalah keliru satu Standard yg wajib dipenuhi sinkron dengan PP 19/2005. Dengan terpenuhinya kualifikasi pendidik diharapkan pengelolaan proses pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif, inspiratif, menantang, memotivasi serta menyenangkan (I2M3).

3. Implementasi Kebijakan Pendidikan Berwawasan Masa Depan
Terjadinya pergeseran kerangka berpikir pendidikan nasional seperti telah dikupas pada depan, mengakibatkan adanya banyak sekali kebijakan pendidikan yang relevan menggunakan itu. Beberapa kebijakan yg menonjol, diantaranya pada bidang menajeman pendidikan yaitu desentralisasi pendidikan (melalui acara menajemen pendidikan berbasis sekolah), dalam bidang kurikulum yaitu kurikulum taraf satuan pendidikan yg berbasis kompetensi (KTSP), dalam proses pembelajaran terdapat acara akselerasi belajar (learning accelleration). Kebijakan-kebijakan baru ini perlu menerima perhatian yang serius sampai dalam tataran guru menjadi ujung tombak.

a. Menajemen Pendidikan Berbasis Sekolah
Hasil studi yg dilakukan Bank Dunia, yg diberi judul Education in Indonesia: from Crisis to Recovery (1998) diantaranya menghasilkan simpulan bahwa terdapat tiga faktor penyebab ketidakefisienan manajemen sekolah, yaitu: (1) pada umumnya ketua sekolah, terutama sekolah negeri memiliki swatantra yg sangat terbatas dalam menajemen sekolah dan dalam tetapkan alokasi sumber-sumber, (2) poly kepala sekolah yg memiliki keterampilan yang terbatas dalam menajemen sekolah, (3) partisipasi rakyat dalam menajemen sekolah sangat terbatas, hal ini diantaranya dapat dipandang menurut ketidakmampuan kepala sekolah dalam memobilisasi dukungan warga .

Sehubungan dengan itu, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS), yang dicanangkan sejak tahun 2000 adalah respon terhadap kebutuhan penyesuaian terhadap konsep demokrasi serta otonomi. Inti dari MPBS adalah pemberdayaan rakyat sebagai komponen yang penting pada penyelenggaraan pendidikan. Jika sebelumnya sekolah seolah-olah merupakan milik pemerintah dalam artian bahwa semua tanggungjawab penyelenggaraannya menjadi beban pemerintah, kini masyarakat sebagai komponen krusial pada tanggung jawab itu. Dengan pelibatan masyarakat, diharapkan muncul suatu kesadaran bahwa keberhasilan pendidikan adalah tanggung jawab semua komponen rakyat serta pemerintah. Sharing ini diantaranya telah diwujudkan dalam bentuk Komite Sekolah, dimana didalamnya terlibat penyelenggara sekolah, orangtua anak didik, maupun komponen masyarakat lainnya. Dalam perjalanannya hingga saat ini, Komite Sekolah telah mulai menjalankan manfaatnya tetapi belum optimal, dan selanjutnya diperlukan berkontribusi yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. MPBS dibutuhkan bukan hanya membuatkan pada fungís sebagai penyandang dana, tetapi pelibatan orangtua serta masyarakat diharapkan pula terjadi. Di negara-negara maju seperti AS, MPBS sudah lama dilakukan, kerjasama sekolah dengan orangtua serta masyarakat juga dilakukan pada proses pembelajaran. Kedatangan orangtua ke sekolah buat membantu pengajar pada PBM, dokter yang memberi masukan pada suatu proyek dalam pelajaran hayati misalnya, bukanlah pemandangan yg aneh.

b. Kuríkulum Tingkat Satuan Pendidikan
Penggunaan Kuríkulum 1994 pada lapangan mengalami aneka macam paradoks, diantaranya menyangkut universalisasi pendidikan disatu pihak, serta tuntutan akan mutu yang tinggi dipihak lain. Setelah itu, ada upaya pembaharuan kurikulum, serta galat satu upaya merupakan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Dengan kurikulum yg berbasis kompetensi ini, berukuran terpenting keberhasilan siswa merupakan dominasi mereka terhadap standar kompetensi. Pendekatan kurikulum berbasis kompetensi ini (waktu ini terkenal menggunakan KTSP), dilakukan melalui identifikasi dan penentuan kemampuan dasar lulusan/ Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yg dijabarkan menjadi Standar Isi (SI) yang memuat, Standar Kompetensi (SK) serta Kompetensi Dasar (KD). Berdasarkan SI tadi masing-masing Satuan Pendidikan menyusun kurikulumnya menggunakan menjabarkan menjadi Materi, Pengalaman Belajar, Indikator. Terdapat peluang yang sangat akbar sekolah/guru berbagi kurikulumnya sendiri (berorientasi dalam SI yang sudah ditetapkan dalam Permen Diknas, juga mengembangkan dan memasukkan keunggulan lokal sinkron dengan kebutuhan masyarakatnya). 

c. Program Anak Berbakat/Percepatan Belajar
Dalam rangka realisasi pendidikan yg berwawasan masa depan, perhatian wajib diprioritaskan dalam pengklasifikasian siswa sesuai dengan kemampuan, bakat, juga minat mereka. Ini sangat krusial supaya pendidikan yang diikuti sahih-sahih bermakna. Beberapa progam sudah dilakukan terkait dengan syarat siswa yang variatif ini, yaitu melalui sistem akreditasi, sistem sekolah unggulan, maupun acara generik plus seperti program akselerasi belajar.

Diketahui bahwa forum pendidikan yg terdapat merupakan pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pada jenjang sekolah menengah atas, pendidikan formal dibedakan antara SMA serta Sekolah Menengah Kejuruan. Pada hakekatnya pada jenjang SMA peserta didik diberikan pengalaman belajar pada rangka dominasi sains, teknologi, dan pengalaman belajar yang bisa membekali mereka melanjutkan pendidikannya ke PT. Sedangkan dalam jenjang SMK siswa diarahkan dalam penguasaan keterampilan baik yang bersifat jangka pendek juga jangka panjang, sebagai akibatnya tamatan SMK dibutuhkan langsung dapat masuk ke global kerja.

Perkiraan Ward (pada Semiawan, 1997) pada Indonesia masih ada 1,57 % anak yg berbakat tinggi (highly gifted), dan 10 % yang berbakat sedang (moderately gifted). Kedua kelompok anak ini berbakat akademik (akademic talented) atau keberbakatan intelektual. Anak-anak berbakat ini merupakan aset nasional yg sangat penting, karena mereka mempunyai interes intelektual dan perspektif masa depan yg jauh lebih baik dari anak kebanyakan, baik secara genetis maupun pada kecepatan tindakan. Dengan kelebihan ini, diperlukan energi dan pikiran mereka dapat membawa aneka macam pembaharuan pada bidang keilmuan, juga perubahan kearah perbaikan kehidupan masyarakat, seperti apa yang telah dilakukan Edison (sang penemu listrik) yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Sesuai menggunakan keberadaan ke 2 gerombolan ini sebagai gerombolan yg ”berbeda” dengan anak normal lainnya, dan sesuai pula menggunakan misi pendidikan buat menaruh kesempatan pendidikan yg sebaik-baiknya bagi mereka, maka grup ini perlu mendapatkan pendidikan yg bisa mengakomodasi kelebihan mereka. Program buat mereka dapat berupa pendidikan spesifik, atau pendidikan generik buat anak berbakat (saat ini dikenal dengan acara kelas percepatan). Berkaitan dengan itu, beberapa perkiraan yg mendasari alasan kenapa anak berbakat perlu mendapatkan pendidikan yg tidak selaras dengan anak-anak lainnya, merupakan : (a) anak berbakat secara kualitatif tidak sama menggunakan anak lainnya, (b) pendidikan khusus bagi mereka sangat menguntungkan, karena sinkron menggunakan kemampuan mereka, (c) suatu acara wajib dilaksanakan menurut model instruksional yg terarah, (d) acara anak berbakat harus lebih menekankan perkembangan kreativitas dan proses berpikir tingkat tinggi, (e) metode pembelajaran bagi anak berbakat lebih berorientasi pada pendekatan induktif.

Pendidikan anak berbakat wajib diwarnai sang penekanan dalam aktivitas intelektual, kecepatan dan tingkat kompleksitas sinkron dengan kemampuan yang tinggi. Sehubungan dengan itu, bila anak-anak berbakat ditangani menggunakan acara akselerasi, maka ada 2 hal krusial yg harus diperhitungkan, yaitu: (a) pada acara percepatan, beban belajar yg sang anak-anak biasa dapat diselesaikan pada tiga tahun, maka oleh anak-anak berbakat ini hanya diperlukan waktu dua tahun. Ini berarti terjadi proses akselerasi pada belajar, (b) percepatan ini jua harus mengandung arti kualitatif, yaitu bahwa aktivitas belajar mereka ditekankan pada kegiatan intelektual tinggi. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa, pada perilaku intelektual, aspek teoretis dan taraf abstraksi anak-anak berbakat menunjukkan karakteristik mental yg baik pada melihat hubungan yg bermakna, tanggap mengaitkan asosiasi logis, mudah mengadaptasikan prinsip abstrak kesituasi nyata, serta sanggup menggeneralisasikan. 

Metode belajar yg relevan adalah metode penemuan (discovery learning) seperti yang dikembangkan oleh Piaget dan Bruner, dan metode induktif. Dalam discovery learning aspek kognitif berkembang melalui penemuan dan pengembangan hipotesis, bukan menggunakan cara duduk, membisu, dengar, dan catat. Discovery learning menaruh tantangan bagi kemampuan berpikir abstrak yg tinggi, serta pelibatan secara aktif pada menemukan jawaban dan tantangan tadi. Dengan cara ini, terjadilah penanjakan bergerak maju berdasarkan kehidupan mental yang dianggap eskalasi (Semiawan,1997).


Pembelajaran kognitif induktif dideskripsikan melalui empat istilah, yaitu: (a) inquiry, (b) masalah solving, (c) discovery learning, serta (d) scientific method. Pembelajaran induktif mempunyai rasional yang kuat buat menaikkan: (a) penggunaan inteligensia secara optimal menggunakan memanfaatkan fungsi kedua belahan otak secara penuh, (b) kemampuan murid buat mengarahkan diri dan tanggungjawab buat memperoleh kemajuan pada mencapai target jangka panjang serta jangka pendek, (c) kemampuan buat mensintesiskan keterangan, konsep, dan membuat generalisasi, serta (d) kemampuan mentransper belajar dalam situasi tidak selaras.

d. Pembelajaran Berpusat Pada Siswa dan Pembelajaran yg Konstruktivis
Menurut sejarahnya, pembelajaran yang berpusat pada siswa (untuk selanjutnya, dianggap jua Student-Centered Learning, disingkat SCL) lahir pada awal abad ke-20, yaitu pada waktu orang-orang mulai meyakini bahwa pendidikan harus memperhitungkan siswa menjadi unsur aktif pada proses inkuiri, yaitu proses memecahkan perkara yang dihadapinya sendiri. Di bawah dampak perspektif pendidikan yg diklaim Progressive Education (lahir pada Amerika Serikat) yg meyakini bahwa pengalaman eksklusif merupakan inti dari belajar, para pendukung Progressive Education menentang pembelajaran yang menduga bahwa peserta didik sebagai kantong kosong yg baru berisi apabila diisi sang guru (teori Tabula Rasa). Bagi pendidikan progresif, peran pengajar merupakan sebagai fasilitator dan pemandu dalam proses pemecahan masalah siswa.

John Dewey adalah pelopor pandangan progresif ini. Dia menegaskan bahwa kelas adalah laboratorium yg memotret kehidupan yang sebenarnya. Dia mengajak pengajar untuk menggunakan perkara riil sehari-hari buat dipecahkan oleh murid, sebagai bahan pembelajaran. Dewey menekankan bahwa pembelajaran yg bermakna adalah pembelajaran yg memuat kasus-masalah nyata yang sedang dihadapi, nir tentang hal-hal yg abstrak bagi siswa. Dewey dikenal dengan filosofi pendidikan learning by doing. Ciri-ciri pembelajaran progresif diantaranya, ruang kelas yg diatur secara fleksibel, keleluasaan bagi peserta didik buat bekerja gerombolan maupun individual sinkron dengan kebutuhannya, siswa ikut berperan pada memilih anggaran kelas, dan materi pembelajaran yg kaya dan variatif.

Selain impak pendidikan progresif, juga ada impak perspektif open classroom yang meyakini bahwa siswa memiliki motivasi intrinsik buat belajar, dan dorongan menurut dalam ini hanya mampu dipuaskan melalui aktivitas eksplorasi dan pemecahan kasus (masalah solving). Pada akhir tahun 70an, di bawah imbas psikologi kognitif, berkembang perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran.

Konstruktivisme berarti bahwa peserta didik membentuk (to construct) pemahamannya mengenai dunia. Berbicara mengenai konstruktivisme bukanlah berbicara mengenai suatu teknik tertentu dalam pembelajaran, melainkan kita berfikir mengenai proses perolehan pengetahuan dan asesmennya. Ada 2 istilah kunci pada konstruktivisme, yaitu murid aktif (active) serta memperoleh makna (meaning) (Elliott, dkk, 2000); dimana pembelajaran konstruktivis tadi digambarkan sebagai berikut: Peserta didik nir semata-mata merekam atau mengingat materi yang dipelajari, melainkan mengkonstruksi suatu representasi mental yang unik tentang materi tersebut, tugas yang akan dipentaskan, menentukan liputan yang dianggapnya relevan, serta tahu informasi tersebut dari pengetahuan yg ada padanya, serta kebutuhannya. Peserta didik menambahkan kabar yg diperlukannya tidak selalu berdasarkan materi yg disediakan pengajar/pengajar. Ini adalah suatu proses yang aktif karena peserta didik harus melakukan banyak sekali aktivitas kognitif, afektif, dan psikomotorik agar kabar tadi bermakna bagi dirinya (Elliott, 2000; p. 15).

Belakangan, aneka macam interpretasi muncul tentang bagaimana konstruksi pengetahuan itu terwujud dalam siswa; terdapat yang berkata bahwa peserta didik itu sendiri bisa membangunnya, akan tetapi ada jua yg menyampaikan bahwa konstruksi pengetahuan terjadi pada hubungan sosial misalnya teman sebaya, serta famili. Yang pertama diwakili sang J. Piaget, yang berkata bahwa konstruksi makna terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan akuisisi pengetahuan yg sesuai dengan yang sudah terdapat sebelumnya; dan akomodasi merupakan proses akuisisi terhadap hal-hal baru yg belum terdapat pada skema (pengetahuan yg tersimpan dibenak) yang bersangkutan. Di lain pihak, Vygotsky mengatakan bahwa konstruksi pengetahuan terjadi melalui proses interaksi sosial dengan orang lain yg lebih mampu (pada istilah Vygotsky: skilled individuals). Diyakini bahwa konstruksi makna akan terjadi apabila proses akuisisi pengetahuan dilakukan pada lingkungan sosial budaya yang sesuai.

Dibawah pengaruh perspektif konstruktivis, pembelajaran yg dipercaya dapat menjawab tantangan pendidikan dunia kini ini (pendidikan yg bermakna, bukan pendidikan yg membebani hayati) merupakan pembelajaran yg berpusat pada siswa. Berdasarkan hakikat SCL tersebut pada atas, maka bisa dilihat perbedaan antara SCL dengan pembelajaran yg berpusat pada pengajar serta berorientasi pencapaian materi (Teacher-centered, content-oriented/TCCO), menjadi berikut:

Teacher Centered

Student-Centered Learning


Pengetahuan ditransfer menurut guru ke siswa
Siswa secara aktif membuatkan pengetahuan serta keterampilan yg dipelajarinya

Siswa menerima pengetahuan secara pasif
Siswa secara aktif terlibat didalam mengelola pengetahuannya

Lebih menekankan pada penguasaan materi
Penguasaan materi dan jua menyebarkan karakter murid (life-long learning)

Biasanya memanfaatkan media tunggal
Multimedia

Fungsi pengajar menjadi pensuplai liputan utama serta evaluator
Guru sebagai fasilitator, evaluasi dilakukan beserta dengan siswa

Proses pembelajaran dan asesmen dilakukan secara terpisah
Terpadu serta berkesinambungan

Menekankan dalam jawaban yg sahih saja
Menekankan pada pengembangan pengetahuan. Kesalahan memperlihatkan proses belajar dan bisa digunakan sebagai salahsatu sumber belajar

Cocok buat pengembangan ilmu dalam satu disiplin saja
Untuk pengembangan ilmu interdisipliner

Iklim belajar lebih individual serta kompetitif
Iklim yang tercipta lebih bersifat kolaboratif, suportif, dan kooperatif

Proses pembelajaran hanya terjadi pada siswa
Siswa dan guru belajar bersama dalam mengembangkan, konsep, dan keterampilan

Pelajaran mengambil porsi waktu terbanyak
Pelajaran serta aneka macam kegiatan lain pada proses belajar

Penekanan dalam ketuntasan materi
Penekanan pada pencapaian sasaran kompetensi

Penekanan pada cara pembelajaran yg dilakukan oleh guru
Penekanan dalam bagaimana cara murid belajar. Penekanan pada duduk perkara-based learning dan skill competency