CONTOH PROGRAM KERJA KEPALA SEKOLAH SD SMP SMA SMK TERLENGKAP


Contoh Program Kerja Kepala Sekolah Sekolah Dasar SMP SMA SMK Terlengkap


Contoh Program Kerja Kepala Sekolah Sekolah Dasar SMP SMA SMK Terlengkap - Contoh Program Rencana Kerja Kepala Sekolah merupakan sebuah acara yang disusun serta dibentuk sang ketua sekolah selama masa jabatannay dalam menjalankan tugas serta kinerjanya. Program Kerja Kepala Sekolah ini biasa pada singkat menggunakan nama lain RKKS serta Format File berextensi/berbasis microsoft Words.doc agar gampang buat diedit pulang diadaptasi dengan sekolah masing-masing.

Dalam acara kerja ini mendasarkan dalam tugas serta fungsi kepala sekolah yang terbagi atas beberapa bidang yaitu Tugas Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Bidang Kepegawaian, Bidang Keuangan, Bidang Sarana Prasarana, Bidang Tata Usaha, dan Bidang Kesiswaan.

Sedikit arsip ini yang bisa saya bagikan kepada bapak/mak pengajar semua serta semoga bisa memberikan manfaat pada menyusun adminitrasi kelas. Jika bapak/bunda guru kesulitan dalam mendownload silahkan tinggalkan pesan di blog ini supaya nanti saya bisa memberi tahu cara download yang sahih.

Link Download :

CONTOH PROGRAM KERJA KEPALA LABORATORIUM IPA


Seorang pimpinan wajib bisa memilih program kerja yg menjadi prioritas primer pada sebuah organisasi yang menguntungkan buat organisasi, memilih sebuah kepanitiaan dan menentukan bidang-bidang yg diperlukan, memilih garis-garis besar dan tata cara aplikasi acara kerja dari tiap-tiap bidang, mengalokasikan sumberdaya serta mengotrol jalannya pelaksanaan.
Berikut Contoh Program Kerja Kepala Laboratorium IPA

PROGRAM KERJA KEPALA SEKOLAH SD/MI TAHUN 2018


Contoh Program Kerja Kepala Sekolah SD/MI Tahun 2017

Program Kerja Kepala Sekolah SD/MI Tahun 2017 - Selamat datang di situs blog kami berkasgurugaleri.blogspot.com semoga blog kami mampu menyebarkan ilmu serta pengetahuan pada bapak/ibu guru serta para mengunjung blog saya semua indonesia. Semoga para bapak/bunda pengajar dan para pengunjung blog aku pada beri kesehatan, keselamatan dan rejeki yg lancar oleh Allah SWT amin. Pada intinya blog ini akan membuatkan pengetahuan serta warta seputar pendidikan sekolah PAUT/Taman Kanak-kanak, SD/MI, SMP, SMA/SMK.

Sesuai dengan tujuan penyusunan “Program Kerja Tahunan” yaitu menaikkan mutu pendidikan, sehingga terciptanya sumber daya insan yang berkualitas, yang mempunyai derajat keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tinggi, dan mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi yg bisa digunakan menjadi bekal hidup bermasyarakat serta bernegara, maka acara kerja yang akan dilaksanakan setiap tahun sekali ini dapat pada gunakan menjadi laporan Kepala Sekolah.

Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah yg diselenggarakan proses belajar-mengajar atau tempat terjadi hubungan antara guru yg memberi pelajaran dan siswa yg mendapat pelajaran. Program kepala sekolah merupakan galat satu program penting penunjang tingkat keberhasilan proses pembelajaran disekolah. Untuk itu dengan adanya contoh acara kepala sekolah tadi semua aktivitas yang herbi program pendidikan akan berjalan lancar sinkron dengan tujuan pendidikan. Berikut ini merupakan model acara kepala sekolah SD/MI format lengkap gratis buat bapak serta mak pengajar. 

Jika bapak/mak ingin mengunduh arsip penting ini silahkan download dibawah gambar ini dan semoga file tersebut poly memberikan manfaat serta kegunaan bagi bapak/mak pengajar dan kawan - kawan pengunjung blog saya semuanya. Semoga arsip yg aku share tersebut berguna buat bapak/ibu guru dan berguna buat sekolah masing - masing. Apabila bapak/ibu pengajar kesulitan pada mendownload silahkan tinggalkan pesan pada blog ini agar nanti saya sanggup memberi memahami cara download yg sahih.

Link Download: Program Kerja Kepala Sekolah Sekolah Dasar/MI Tahun 2017

DOWNLOAD FILE

Itulah Program Kerja Kepala Sekolah SD/MI Tahun 2017, yg dapat kami bagikan, kurang lebihnya mohon maaf. Silahkan diunduh dan dibagikan.

PROGRAM KERJA SARANA PRASARANA SEKOLAH SD/MI FORMAT WORD


Program Kerja Sarana Prasarana Sekolah Sekolah Dasar/MI Format Word

//berkasgurugaleri.blogspot.com: Dengan adanya perkembangan zaman sekarang ini seorang pengajar tentunya wajib mampu mengikuti berbagai perkembangan tentunya pada dunia pendidikan agar nantinya bisa menunjang kinerja rekan – rekan pengajar semuanya dalam adminitrasi sekolah juga adminitrasi guru buat itu rekan – rekan guru seluruh harus paham benar dan harus sanggup mengoperasionalkan computer dan jangan di serahkan semuanya kepada operator sekolah akarena kasihan energi operator sekolah jika wajib mengurusi seluruh adminitrasi sekolah maupun adminitrasi kelas.

Menurut keputusan menteri P dan K No 079/ 1975, wahana pendididkan terdiri dari 3 grup akbar yaitu :

1. Bangunan dan perabot sekolah

2. Alat pelajaran yang terdiri dari pembukuan , alat-alat peraga serta laboratorium.

3. Media pendidikan yang dapat pada kelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan indera penampil serta media yg nir menggunaakan indera penampil. 

Untuk itu pengajar – pengajar mencoba serta selalu belajara supaya dapat memahami juga mengunduh arsip – arsip tentang pendidikan pada Indonesia karena dalam dasarnya pemberian keterangan mulai saat ini telah melalui internet jadi seorang guru harus paham dengan global internet atau paling gak mampu mengoperasionalkan computer, buat mencobanya silahkan mitra kawan semua mengunduh atau mendownload arsip yg sudah kami siapkan buat kawan – kawan semuanya mengenai Program Kerja Sarana Prasarana Sekolah Sekolah Dasar/MI Terlengkap

Dalam hal ini kami ingin memotivasi pengajar – guru agar bisa atau mampu menggunakan computer lantaran banyak sekali adminitrasi sekolah juga adminitrasi guru pada bentuk aplikasi atau arsip. Apabila hadiah file kami kurang berguna maka kami mengucapkan mohon maaf sebesar – besarnya kepada semua pengajar di semua Indonesia.

Silahkan Link Download Sudah kami sediakan ini dia:

DOWNLOAD FILE

Program Kerja Sarana Prasarana Sekolah Sekolah Dasar/MI Format Word - Itulah File yg bisa kami bagikan, semoga berguna. Silahkan di unduh serta dibagikan.

ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA PSG

Analisis Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) 
Berbicara mengenai kebutuhan akan sumber daya insan, tentunya sangat berkaitan dengan adanya tenaga terampil taraf menengah yg sangat diperlukan pada era industri dimasa yg akan tiba. Dalam PP 29 tahun 1990 pasal 2 ayat dua secara eksplisit disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan murid buat memasuki lapangan kerja serta membuatkan sikap profesionalisme murid. Seiring dengan itu Arikunto (1988) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan bisa diklasifikasikan dalam jenis pendidikan spesifik, sebab pendidikan yg disediakan hanya dipilih orang yang mempunyai minat khusus buat menyiapkan dirinya bagi lapangan kerja pada masa tiba.

Berdasarkan uraian pada atas pendidikan kejuruan dimaksudkan menjadi pendidikan spesifik yang bertujuan menyiapkan individu buat memasuki global kerja eksklusif. Pendidikan kejuruan meliputi ketrampilan atau keahlian, pengetahuan serta perilaku mental.

Wardiman (1994) dalam kaitannya dengan strategi pengembangan pendidikan di tanah air, sudah memunculkan satu termologi yaitu konsep link and match. Secara sederhana konsep ini diartikan sebagai upaya mengarahkan lembaga pendidikan untuk mengeluarkan output yang tidak sekedar tempat berbagi kemampuan dan keahliannya melainkan bisa memenuhi kebutuhan warga .

Keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara program pendidikan pada sekolah dengan kebutuhan warga , dipertanyakan balik khususnya dalam pengembangan pendidikan menengah kejuruan. Beberapa ahli menenggarai, acara pendidikan kejuruan saat ini kurang terkait serta kurang sesuai menggunakan kebutuhan ketenaga kerjaan di industri. Secara tajam Wardiman (1994) menyoroti keadaan pendidikan kejuruan yg demikian tadi sebagai pendidikan demi pendidikan. Dalam arti seakan-akan guru telah puas apabila telah melaksanakan proses belajar mengajar pada sekolah sesuai dengan program yg tercantum pada kurikulum, kemudian melaksanakan evaluasi serta menerbitkan STTB. Melihat pendidikan kejuruan yg demikian, Departemen Pendidikan serta Kebudayaan berusaha mengembangkan pendidikan kejuruan melalui program pendidikan sistem ganda. Melalui program sistem ganda diharapkan, keterkaitan antara program pendidikan kejuruan menggunakan kebutuhan tenaga kerja industri dapat dioptimalkan.

Menurut Soewarni, pada (Wena, 1996: 228) proses aplikasi Praktek Kerja Industri dilakukan sang murid pada industri, baik berupa industri besar , menengah maupun industri mini  atau industri rumah tangga. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Industri ini, proses langkahlangkah aplikasi praktek wajib tetap mengacu dalam desain pembelajaran yang sudah ditetapkan. Disamping itu, pelaksanaan praktek kerja industri bisa berupa “day release” atau berupa “block release” atau kombinasi keduanya.

Wena (1996: 228) menyampaikan bahwa pada dasarnya tahapan pelaksanaan Praktek Kerja Industri meliputi: 1) Perencanaan Praktek Kerja Industri. Dalam perencanaannya, Praktek Kerja Industri ini melibatkan beberapa pihak yaitu pihak sekolah, anak didik, orang tua murid, dan institusi pasangan (Dunia Usaha/Dunia industri). Dua) Pengorganisasian Praktek Kerja Industri Pengorganisasian Praktek Kerja Industri merupakan galat satu upaya buat mengoptimalkan asal daya yg terdapat di sekolah dan pada institusi pasangan (Dunia Usaha/Dunia industri). 3) Penyelenggaraan Praktek Kerja Industri. Menyiapkan anak didik buat memasuki lapangan kerja serta pengembangan perilaku proesional, menyiapkan anak didik agar mampu menentukan karir, berkompetensi serta membuatkan diri, menyiapkan energi kerja tingkat menengah buat mengisi kebutuhan global usaha dan dunia industri, menyiapkan tamatan supaya menjadi masyarakat negara yang produktif, aktif, serta kreatif.

Dalam rumusan pada atas, implisit bahwa Sekolah Menengah Kejuruan bertujuan nir hanya buat mencetak tenaga pencari kerja berdasarkan lapangan pekerjaan yg sudah ada saja, melainkan pula diperlukan aktif dan kreatif buat membuka atau membentuk lapangan kerja baru. Hal ini sejalan menggunakan pernyataan Mendikbud RI, seperti dikutip Mohammad Amien (1987), bahwa pemerintah selama ini terus berusaha menaikkan mutu Sekolah Menengah Kejuruan agar bisa membentuk tenaga kejuruan dan teknisi tingkat menengah yang lebih terlatih agar lebih memenuhi persyaratan kerja dalam bidang industri, perdagangan, serta jasa, dan sanggup berusaha sendiri buat membuka lapangan kerja dan bisnis baru. Dampak nyata PSG (Pendidikan Sistem Ganda) merupakan kiprah dan DU/DI terhadap sistem pendidikan, adanya kecendrungan menyusun serta menerapkan kurikulum serta materi pelajaran pada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan DU/DI. Hal ini sering diartikan menjadi pembiasan fungsi pendidikan, yaitu supaya tujuan pendidikan bisa mengarahkan peserta didiknya buat mempunyai kesiapan dalam bekerja. Pihak DU/DI menghendaki suatu metode pendidikan yg memungkinkan lulusan sekolah kejuruan sebagai energi kerja yang siap pakai.

Sebagaimana laporan Unesco 1995 bahwa negara-negara berkembang juga negaranegara maju berorientasi agar tamatan pendidikan kejuruan mempunyai kompetensi yang diperlukan sang global kerja buat menghadapi tantangan-tantangan SDM pada era globalisasi (Slamet, 1998:1). Seperti yang diungkapkan (Bhattacharya serta Mandke, 1992:126) buat mencapai tujuan PSG harus diciptakan keadaan yg saling menguntungkan dan interaksi triangular interaktif antara guru, siswa dan pihak industri. Keharusan buat melakukan kerjasama ini, mengharuskan masing-masing pihak harus saling tahu. SMK harus mengetahui tentang seluk-beluk kerja industri dan sebaliknya pihak industri tahu tentang kasus-masalah pembelajaran. Idealnya baik pelatih industri juga guru wajib  profresional pada bidang kejuruannya serta pernah dilatih sebagai pengajar (Hobart, 1985) Pelaksanaan Praktek Kerja Industri (prakrin) yg dulu tak jarang dianggap pendidikan sistem ganda di SMK sesuai menggunakan kegunaannya memiliki tanggung jawab menyelenggarakan acara pendidikan kejuruan, membekali ketrampilan dasar, serta pengetahuan kejuruan serta pengalaman kerja pada siswanya. 

Sedangkan global bisnis dan global industri mempunyai fungsi buat melatih anak didik dalam latihan kejuruan, agar siswa siap memasuki lapangan kerja dunia bisnis atau industri. Menurut Moss (1994) Sekolah Menengah Kejuruan melakukan proses belajar mengajar pada kelas buat mewujudkan tugasnya, sedangkan industri melakukan training dalam bentuk prakrin, pelatihan atau magang. Oleh karenanya, sekolah memberikan kesempatan dalam siswa buat belajar realita yang sebenarnya. Hanya dengan melalui PSG yg berkesinambungan siswa akan memahami kaitan antara teori yg dipelajari pada sekolah menggunakan materi praktek di industri. Lembaga pendidikan perlu berbagi kerjasama dengan industri dalam rangka pendidikan serta pelatihan. 

Pernyataan tersebut menampakan, bahwa antara dunia usaha atau industri dan sekolah menengah kejuruan bisa berafiliasi buat mencapai tujuan menaikkan kualitas lulusan. Tetapi pengalaman memberitahuakn bahwa pendidikan sistem ganda belum berjalan sebagaimana yang diperlukan. Sekolah Menengah Kejuruan yg terdapat belum secara optimal menjalankan misinya menggunakan baik. Ini dapat dipandang dari beberapa hasil temuan atau penelitian seperti yg diungkapkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (1996) menenggarai terdapat beberapa kendala pada aplikasi Prakrin (Praktek Kerja Industri), yaitu: 1) keragaman syarat geografis; 2) keragaman taraf kesiapan serta kemajuan SMK; 3) keragaman program Sekolah Menengah Kejuruan; 4) belum adanya alokasi biaya pengembangan asal daya insan di industri; 5) belum dimiliki struktur jabatan dan keahlian yang baku dalam industri; 8) belum dimilikinya persepsi bahwa PSG atau Praktek Kerja Industri bisa menguntungkan industri yg bersangkutan; dan 7) belum dimilikinya kesadaran sang industri tentang peningkatan efisiensi, keefektifan dan kualitas.

Dalam menaikkan kompetensi siswa, masih poly hambatan yang ikut menentukan, antara lain daya tampung anak didik pada DU/DI untuk menerima murid masih terbatas sebagai akibatnya tidak semua anak didik SMK dapat ditampung pada praktek kerja industri sesuai menggunakan bidangnya. 

Bila tempat praktek yang mereka peroleh, faktor instruktur belum mempunyai program sesuai dengan harapan kurikulum, serta kurangnya metodelogi yang dimiliki industri pada memberikan bimbingan tentang pengetahuan perilaku, serta prilaku kerja professional. Selain faktor DU/DI, hambatan pula bisa bersumber dari pihak sekolah diantaranya partisipasi ketua sekolah, guru pembimbing PSG atau prakrin, bimbingan penyuluhan kejuruan, motivasi siswa, komite sekolah, serta lingkungan sekolah, kurangnya pengetahuan dasar, penggunaan fasilitas praktek di sekolah, dana, orang tua, latar belakang anak didik, serta lingkungan siswa. Kesemuanya ini jika nir mendukung sinkron dengan target yg dibutuhkan akan bisa berpengaruh pribadi juga nir pribadi terhadap peningkatan kompetensi kejuruan lulusan SMK.

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan pelaksanaan PSG pada SMK N dua Seririt sangat krusial dinilai. Banyak model Study evaluasi yg dapat digunakan melakukan sebuah pengkajian Evaluasi antara lain: (1) Stake,s contoh; (2) Discrevancy contoh atau kesenjangan; (3) Sriven, smodel; (4) CSE model dan (lima) Adversary contoh serta; (6) Model CIPP (Conteks, Infut, Process, dan Product) Dari contoh studi penilaian yg dipakai model CIPP menggunakan harapan bisa mempelajari seberapa efektivitasnya komponen konteks, input, proses, serta produk efektif keberhasilannya pada melaksanakan Program PSG tersebut. Di samping itu penelitian ini juga buat mengetahui faktor-faktor yg menjadi hambatan dalam aplikasi PSG, serta upaya yg dilakukan dalam pemugaran-pemugaran pelaksanaan acara PSG pada SMK Negeri dua Seririt Namun apakah seluruh sekolah memiliki kecenderungan yang sama? Pertanyaan diatas mendorong perlunya dilakukan evaluasi atas pelaksanaan PSG tersebut. Penelitian dilakukan di Sekolah Tehnik Menengah/Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dua Seririt pada Kabupaten Buleleng, karena merupakan keliru satu SMK Negeri yang baru beberapa kali melaksanakan PSG, sehingga merupakan momentum yg sangat baik buat mendorong serta memberikan masukan melalui penelitian ini pada efektifitas aplikasi sistem ganda. Untuk itu analisis dilakukan.

Agar penelitian ini tidak mengalami disparitas yang luas, maka perlu buat membatasi diri. Batasan-batasan konseptual mencakup pada persoalan esensial yang berhubungan eksklusif dengan penyelenggaraan acara pendidikan sistem ganda meliputi: Konteks, input, proses serta produk. Kemudian batasan objek penelitian ini dilaksanakan pada sebuah Sekolah Menengah Kejuruan yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (Sekolah Menengah Kejuruan) SMKN 2 Seririt Program Keahlian Multimedia (MM) pada Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali yang adalah galat satu sekolah yang melaksanakan program pendidikan sistem ganda dari tahun 2007 sampai kini .

Tujuan penelitian ini bisa ditetapkan menjadi berikut : 1) Untuk mempelajari efekivitas aplikasi acara pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N dua Seririt ditinjau dari komponen konteks.dua) Untuk mengkaji efektivitas pelaksanaan acara pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N dua Seririt dipandang berdasarkan komponen input.3) Untuk menyelidiki efektivitas aplikasi pendidikan sistem ganda (PSG) pada SMK N dua Seririt dilihat berdasarkan komponen proses. 4) Untuk mempelajari efektivitas pelaksanaan acara pendidikan sistem ganda (PSG) pada SMK N 2 Seririt dicermati menurut komponen produk. Lima)Untuk menelaah faktor faktor penghambat pelaksanaan acara pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt. 6)Untuk mengkaji solusi yg dilakukan sehingga pendidikan sistem ganda di SMK Negeri dua Seririt lebih efektif.

Hasil penelitian ini dibutuhkan berguna bagi pendidikan kejuruan baik secara teoretis sebagai penambah wawasan kajian kedepan tentang donasi pendidikan sistem ganda terhadap kualitas pada rangka memajukan pendidikan nasional jua diperlukan bermanfaat sebagai bahan buat memperjelas konsepsi mengenai acara Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

Manfaat praktis menjadi galat satu bahan informasi kepada pihak pengambil keputusan pada menyelenggarakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yaitu: (a) Kepala SMKN 2 Seririt menjadi penyelenggara acara pendidikan sistem ganda (PSG), (b) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali melalui Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng.

ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA PSG

Analisis Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) 
Berbicara tentang kebutuhan akan sumber daya manusia, tentunya sangat berkaitan dengan adanya tenaga terampil tingkat menengah yang sangat diperlukan dalam era industri dimasa yg akan tiba. Dalam PP 29 tahun 1990 pasal dua ayat 2 secara eksplisit disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan anak didik buat memasuki lapangan kerja serta mengembangkan perilaku profesionalisme siswa. Seiring menggunakan itu Arikunto (1988) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan dapat diklasifikasikan dalam jenis pendidikan khusus, sebab pendidikan yang disediakan hanya dipilih orang yg mempunyai minat khusus buat menyiapkan dirinya bagi lapangan kerja pada masa datang.

Berdasarkan uraian pada atas pendidikan kejuruan dimaksudkan menjadi pendidikan spesifik yg bertujuan menyiapkan individu buat memasuki global kerja eksklusif. Pendidikan kejuruan meliputi ketrampilan atau keahlian, pengetahuan serta perilaku mental.

Wardiman (1994) dalam kaitannya dengan strategi pengembangan pendidikan di tanah air, telah memunculkan satu termologi yaitu konsep link and match. Secara sederhana konsep ini diartikan menjadi upaya mengarahkan forum pendidikan buat mengeluarkan hasil yang tidak sekedar loka mengembangkan kemampuan dan keahliannya melainkan dapat memenuhi kebutuhan warga .

Keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara acara pendidikan di sekolah dengan kebutuhan rakyat, dipertanyakan pulang khususnya dalam pengembangan pendidikan menengah kejuruan. Beberapa pakar menenggarai, program pendidikan kejuruan ketika ini kurang terkait dan kurang sinkron menggunakan kebutuhan ketenaga kerjaan pada industri. Secara tajam Wardiman (1994) menyoroti keadaan pendidikan kejuruan yang demikian tadi menjadi pendidikan demi pendidikan. Dalam arti seakan-akan pengajar sudah puas apabila telah melaksanakan proses belajar mengajar pada sekolah sesuai dengan acara yg tercantum dalam kurikulum, lalu melaksanakan penilaian serta menerbitkan STTB. Melihat pendidikan kejuruan yg demikian, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berusaha berbagi pendidikan kejuruan melalui acara pendidikan sistem ganda. Melalui program sistem ganda dibutuhkan, keterkaitan antara acara pendidikan kejuruan dengan kebutuhan tenaga kerja industri bisa dioptimalkan.

Menurut Soewarni, pada (Wena, 1996: 228) proses pelaksanaan Praktek Kerja Industri dilakukan sang murid pada industri, baik berupa industri besar , menengah maupun industri kecil atau industri rumah tangga. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Industri ini, proses langkahlangkah aplikasi praktek harus tetap mengacu dalam desain pembelajaran yang sudah ditetapkan. Disamping itu, aplikasi praktek kerja industri dapat berupa “day release” atau berupa “block release” atau kombinasi keduanya.

Wena (1996: 228) menyampaikan bahwa dalam dasarnya tahapan aplikasi Praktek Kerja Industri meliputi: 1) Perencanaan Praktek Kerja Industri. Dalam perencanaannya, Praktek Kerja Industri ini melibatkan beberapa pihak yaitu pihak sekolah, anak didik, orang tua murid, serta institusi pasangan (Dunia Usaha/Dunia industri). 2) Pengorganisasian Praktek Kerja Industri Pengorganisasian Praktek Kerja Industri merupakan galat satu upaya buat mengoptimalkan asal daya yang ada pada sekolah serta pada institusi pasangan (Dunia Usaha/Dunia industri). Tiga) Penyelenggaraan Praktek Kerja Industri. Menyiapkan siswa buat memasuki lapangan kerja serta pengembangan sikap proesional, menyiapkan siswa agar sanggup memilih karir, berkompetensi dan menyebarkan diri, menyiapkan tenaga kerja taraf menengah untuk mengisi kebutuhan global bisnis dan global industri, menyiapkan tamatan supaya menjadi masyarakat negara yg produktif, aktif, dan kreatif.

Dalam rumusan pada atas, implisit bahwa Sekolah Menengah Kejuruan bertujuan tidak hanya buat mencetak tenaga pencari kerja menurut lapangan pekerjaan yang telah terdapat saja, melainkan jua diharapkan aktif dan kreatif untuk membuka atau membentuk lapangan kerja baru. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mendikbud RI, misalnya dikutip Mohammad Amien (1987), bahwa pemerintah selama ini terus berusaha menaikkan mutu SMK agar bisa membuat energi kejuruan serta teknisi tingkat menengah yang lebih terlatih agar lebih memenuhi persyaratan kerja pada bidang industri, perdagangan, serta jasa, dan sanggup berusaha sendiri buat membuka lapangan kerja dan bisnis baru. Dampak nyata PSG (Pendidikan Sistem Ganda) adalah peran dan DU/DI terhadap sistem pendidikan, adanya kecendrungan menyusun dan menerapkan kurikulum serta bahan ajar di sekolah supaya sesuai menggunakan kebutuhan DU/DI. Hal ini seringkali diartikan sebagai pembiasan fungsi pendidikan, yaitu supaya tujuan pendidikan bisa mengarahkan peserta didiknya buat mempunyai kesiapan pada bekerja. Pihak DU/DI menghendaki suatu metode pendidikan yang memungkinkan lulusan sekolah kejuruan sebagai tenaga kerja yg siap pakai.

Sebagaimana laporan Unesco 1995 bahwa negara-negara berkembang juga negaranegara maju berorientasi agar tamatan pendidikan kejuruan memiliki kompetensi yang diharapkan oleh dunia kerja buat menghadapi tantangan-tantangan SDM pada era globalisasi (Slamet, 1998:1). Seperti yang diungkapkan (Bhattacharya serta Mandke, 1992:126) buat mencapai tujuan PSG wajib diciptakan keadaan yang saling menguntungkan dan interaksi triangular interaktif antara pengajar, siswa serta pihak industri. Keharusan untuk melakukan kerjasama ini, mengharuskan masing-masing pihak harus saling memahami. SMK wajib mengetahui mengenai seluk-beluk kerja industri dan sebaliknya pihak industri memahami tentang perkara-kasus pembelajaran. Idealnya baik pelatih industri juga guru harus profresional pada bidang kejuruannya serta pernah dilatih sebagai guru (Hobart, 1985) Pelaksanaan Praktek Kerja Industri (prakrin) yg dulu acapkali diklaim pendidikan sistem ganda pada SMK sesuai dengan fungsinya memiliki tanggung jawab menyelenggarakan program pendidikan kejuruan, membekali ketrampilan dasar, serta pengetahuan kejuruan dan pengalaman kerja pada siswanya. 

Sedangkan dunia bisnis dan global industri mempunyai fungsi buat melatih anak didik pada latihan kejuruan, supaya anak didik siap memasuki lapangan kerja dunia bisnis atau industri. Menurut Moss (1994) SMK melakukan proses belajar mengajar di kelas buat mewujudkan tugasnya, sedangkan industri melakukan pelatihan dalam bentuk prakrin, training atau magang. Oleh karena itu, sekolah memberikan kesempatan dalam siswa buat belajar realita yg sebenarnya. Hanya menggunakan melalui PSG yg berkesinambungan peserta didik akan memahami kaitan antara teori yang dipelajari pada sekolah dengan materi praktek di industri. Lembaga pendidikan perlu berbagi kerjasama dengan industri pada rangka pendidikan dan training. 

Pernyataan tersebut memperlihatkan, bahwa antara global bisnis atau industri dan sekolah menengah kejuruan bisa berhubungan buat mencapai tujuan menaikkan kualitas lulusan. Tetapi pengalaman memperlihatkan bahwa pendidikan sistem ganda belum berjalan sebagaimana yg dibutuhkan. SMK yang terdapat belum secara optimal menjalankan misinya dengan baik. Ini bisa dicermati dari beberapa hasil temuan atau penelitian seperti yang diungkapkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (1996) menenggarai masih ada beberapa kendala pada aplikasi Prakrin (Praktek Kerja Industri), yaitu: 1) keragaman kondisi geografis; dua) keragaman tingkat kesiapan serta kemajuan Sekolah Menengah Kejuruan; 3) keragaman acara Sekolah Menengah Kejuruan; 4) belum adanya alokasi porto pengembangan sumber daya manusia pada industri; lima) belum dimiliki struktur jabatan dan keahlian yg standar dalam industri; 8) belum dimilikinya persepsi bahwa PSG atau Praktek Kerja Industri dapat menguntungkan industri yg bersangkutan; serta 7) belum dimilikinya kesadaran oleh industri mengenai peningkatan efisiensi, keefektifan dan kualitas.

Dalam menaikkan kompetensi siswa, masih poly hambatan yg ikut memilih, diantaranya daya tampung anak didik dalam DU/DI buat mendapat murid masih terbatas sebagai akibatnya nir semua anak didik Sekolah Menengah Kejuruan bisa ditampung dalam praktek kerja industri sesuai dengan bidangnya. 

Bila tempat praktek yg mereka peroleh, faktor instruktur belum mempunyai program sesuai dengan harapan kurikulum, dan kurangnya metodelogi yg dimiliki industri pada memberikan bimbingan tentang pengetahuan sikap, dan prilaku kerja professional. Selain faktor DU/DI, kendala jua bisa bersumber menurut pihak sekolah antara lain partisipasi ketua sekolah, pengajar pembimbing PSG atau prakrin, bimbingan penyuluhan kejuruan, motivasi murid, komite sekolah, dan lingkungan sekolah, kurangnya pengetahuan dasar, penggunaan fasilitas praktek pada sekolah, dana, orang tua, latar belakang murid, serta lingkungan siswa. Kesemuanya ini jika nir mendukung sesuai dengan target yg diharapkan akan dapat berpengaruh eksklusif maupun tidak pribadi terhadap peningkatan kompetensi kejuruan lulusan SMK.

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan pelaksanaan PSG dalam Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt sangat penting dievaluasi. Banyak model Study evaluasi yang bisa dipakai melakukan sebuah pengkajian Evaluasi diantaranya: (1) Stake,s model; (dua) Discrevancy model atau kesenjangan; (3) Sriven, smodel; (4) CSE model dan (5) Adversary contoh serta; (6) Model CIPP (Conteks, Infut, Process, serta Product) Dari contoh studi evaluasi yang dipakai contoh CIPP dengan asa bisa menyelidiki seberapa efektivitasnya komponen konteks, input, proses, serta produk efektif keberhasilannya pada melaksanakan Program PSG tersebut. Di samping itu penelitian ini pula buat mengetahui faktor-faktor yg menjadi kendala dalam pelaksanaan PSG, serta upaya yg dilakukan pada perbaikan-perbaikan pelaksanaan program PSG pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Seririt Tetapi apakah seluruh sekolah mempunyai kesamaan yg sama? Pertanyaan diatas mendorong perlunya dilakukan evaluasi atas pelaksanaan PSG tersebut. Penelitian dilakukan di Sekolah Tehnik Menengah/SMK Negeri dua Seririt pada Kabupaten Buleleng, lantaran adalah keliru satu SMK Negeri yang baru beberapa kali melaksanakan PSG, sebagai akibatnya merupakan momentum yg sangat baik buat mendorong serta menaruh masukan melalui penelitian ini dalam efektifitas pelaksanaan sistem ganda. Untuk itu analisis dilakukan.

Agar penelitian ini nir mengalami disparitas yang luas, maka perlu untuk membatasi diri. Batasan-batasan konseptual mencakup dalam dilema esensial yang berhubungan pribadi dengan penyelenggaraan acara pendidikan sistem ganda meliputi: Konteks, input, proses serta produk. Kemudian batasan objek penelitian ini dilaksanakan dalam sebuah Sekolah Menengah Kejuruan yaitu SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) SMKN dua Seririt Program Keahlian Multimedia (MM) pada Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali yang merupakan salah satu sekolah yang melaksanakan acara pendidikan sistem ganda sejak tahun 2007 sampai kini .

Tujuan penelitian ini dapat ditetapkan menjadi berikut : 1) Untuk menyelidiki efekivitas pelaksanaan acara pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt dipandang berdasarkan komponen konteks.2) Untuk mempelajari efektivitas aplikasi program pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N dua Seririt dicermati berdasarkan komponen input.3) Untuk mengkaji efektivitas pelaksanaan pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt dilihat menurut komponen proses. 4) Untuk mengkaji efektivitas aplikasi program pendidikan sistem ganda (PSG) di Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt dipandang berdasarkan komponen produk. Lima)Untuk mengkaji faktor faktor penghambat pelaksanaan acara pendidikan sistem ganda (PSG) di SMK N dua Seririt. 6)Untuk menyelidiki solusi yg dilakukan sehingga pendidikan sistem ganda di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Seririt lebih efektif.

Hasil penelitian ini diperlukan berguna bagi pendidikan kejuruan baik secara teoretis sebagai penambah wawasan kajian kedepan mengenai kontribusi pendidikan sistem ganda terhadap kualitas dalam rangka memajukan pendidikan nasional juga dibutuhkan berguna menjadi bahan buat memperjelas konsepsi mengenai program Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

Manfaat simpel menjadi keliru satu bahan kabar kepada pihak pengambil keputusan dalam menyelenggarakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yaitu: (a) Kepala SMKN dua Seririt menjadi penyelenggara program pendidikan sistem ganda (PSG), (b) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali melalui Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng.

POS USBN DAN UN TAHUN 2018

POS USBN serta UN Tahun 2018

POS USBN serta UN Tahun 2018 - Prosedur Operasional Standar (POS) USBN telah barang tentu POS yg bisa jua dipergunakan mulai menurut jenjang SD (Sekolah Dasar), sedangkan POS Ujian Nasional dipastikan digunakan menjadi pedoman bagi jenjang SMP dan yang sederajad serta menengah ke atas. Namun pada jenjang sekolah menengah ke atas berlaku USBN dan UN.
Dan berikut cuplikan singkatnya, sedangkan kelengkapannya masih ada dalam akhir penerangan ini.

Dalam Prosedur Operasional Standar ini yg dimaksud menggunakan:
  1. Kementerian adalah Kementerian Pendidikan serta Kebudayaan, dan Kementerian Agama Republik Indonesia.
  2. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya diklaim BSNP merupakan badan berdikari dan profesional yg bertugas menyelenggarakan USBN.
  3. Sekolah adalah satuan pendidikan dasar dan menengah yg meliputi SD (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), SD Teologi Kristen (SDTK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), SMP (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), SMA (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Agama Kristen (SMAK), Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK), Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), SMA Luar Biasa (SMALB), SMK (SMK), Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK), dan forum pendidikan yg menyelenggarakan Program Paket A/Ula, Paket B/Wustha, serta Program Paket C/Ulya.
  4. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya diklaim LPMP merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di bawah dan bertanggungjawab pada Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
  5. Ujian Sekolah Berstandar Nasional yang selanjutnya diklaim USBN adalah aktivitas pengukuran capaian kompetensi peserta didik yg dilakukan Satuan Pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar.
  6. Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Sekolah Berstandar Nasional yang selanjutnya diklaim POS USBN adalah ketentuan yang mengatur penyelenggaraan serta teknis pelaksanaan USBN.
  7. Standar Nasional Pendidikan yg selanjutnya disebut SNP adalah kriteria minimal mengenai sistem pendidikan di semua wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  8. Kisi-kisi USBN adalah acuan buat berbagi serta merakit naskah soal USBN yg disusun berdasarkan kriteria pencapaian Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, serta kurikulum yg berlaku.
  9. Pendidikan kepercayaan adalah pendidikan yang menaruh pengetahuan dan menciptakan perilaku, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yg dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran dalam seluruh jalur, jenjang, serta jenis pendidikan.
  10. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yg mempersiapkan siswa untuk bisa menjalankan peranan yg menuntut dominasi pengetahuan mengenai ajaran agama dan/atau sebagai ahli ilmu kepercayaan dan mengamalkan ajaran agamanya.
  11. Paket naskah soal USBN adalah variasi perangkat tes yang paralel, terdiri atas sejumlah buah soal yang dirakit sinkron menggunakan kisi-kisi USBN.
  12. Lembar Jawaban Ujian Sekolah Berstandar Nasional yg selanjutnya dianggap LJUSBN merupakan lembaran kertas yang digunakan peserta buat menjawab soal USBN.
  13. Bahan USBN adalah bahan yg dipakai dalam penyelenggaraan USBN yg mencakup naskah soal, LJUSBN, kabar acara, daftar hadir, amplop, tata tertib, serta pakta integritas.
  14. Dokumen USBN adalah berkas output pelaksanaan USBN yang bersifat misteri, terdiri atas naskah soal, jawaban peserta ujian, daftar hadir yg sudah diisi peserta, kabar acara yg sudah diisi dan ditandatangani oleh pengawas ujian baik dalam bentuk hard copy maupun softcopy.
  15. Musyawarah Kerja Kepala Sekolah yang selanjutnya disebut MKKS serta yg sejenisnya adalah gerombolan kepala sekolah pada tingkat Kabupaten/Kota dalam jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs.), Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Atas (Sekolah Menengah Atas), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), Sekolah Menengah Agama Kristen (SMAK), Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), serta Pondok Pesantren Salafiah (PPS).
  16. Kelompok Kerja Kepala Sekolah yang selanjutnya disebut KKKS serta sejenisnya adalah grup kepala sekolah di tingkat Kabupaten/Kota dalam jenjang Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), SD Teologi Kristen (SDTK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), SMP Luar Biasa (SMPLB), dan SMA Luar Biasa (SMALB).
  17. Musyawarah Guru Mata Pelajaran yang selanjutnya disebut MGMP dan sejenisnya adalah kelompok guru mata pelajaran homogen di taraf Kabupaten/Kota dalam jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs.), Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Atas (Sekolah Menengah Atas), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), Sekolah Menengah Agama Kristen (SMAK), Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK), Sekolah Menengah Kejuruan (Sekolah Menengah Kejuruan), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
  18. Forum Tutor Pendidikan Kesetaraan merupakan gerombolan tutor mata pelajaran sejenis dalam Program Paket A, Paket B, dan Paket C di taraf Kabupaten/Kota.
  19. Kelompok Kerja Pengajar Pondok Pesantren Salafiyah yg selanjutnya disingkat Pokja-PPS adalah gerombolan guru mata pelajaran sejenis dalam acara Ula, Wustha, dan Ulya dalam Pondok Pesantren Salafiyah pada taraf Kabupaten/Kota.
  20. Kelompok Kerja Pengajar yg selanjutnya dianggap KKG merupakan kelompok guru mata pelajaran sejenis pada tingkat Kabupaten/Kota pada jenjang Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Dasar Teologi Kristen (SDTK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).

Baca pula link berikut ini:

Baca lebih lanjut silahkan download pada bawah ini:


Semoga POS USBN serta UN Tahun 2018 ini bisa berguna, mohon maaf apabila materi ini terlambat, namun minimal dapat dijadikan sebagai pengayaan materi atau file pada satuan pendidikan.

PENGERTIAN TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

Pengertian Tenaga Kependidikan Profesional 
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan diklaim dengan nama atau kata yg berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan kata personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut menggunakan kata ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut menggunakan kata personel, lalu Makmun (1996) menyebut dengan istilah energi kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yg mengatur mengenai energi kependidikan di Indonesia, serta Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya dengan kata tenaga kependidikan. 

Dari banyak sekali kata yg berkaitan menggunakan tenaga kependidikan tersebut secara konseptual dan teoritik semuanya memang benar pada arti bisa diterima, lebih-lebih istilah energi kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 sepertinya akan lebih sempurna. Namun perlu diketahui bahwa pada manajemen pula dikenal serta digunakan istilah secara lebih generik, yaitu kata sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan goresan pena di kitab ini, maka kata yang digunakan barangkali serta bisa jadi istilah-kata tadi akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya merupakan sama saja.

Persoalannya yg timbul serta perlu dibahas merupakan siapakah yang dimaksud menggunakan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan generik Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (lima) tenaga kependidikan yang dimaksud merupakan anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tadi jua dijelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi menjadi pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yg sinkron dengan kekhususannya, serta partisipasi pada menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (lima) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tadi dapatlah diketahui bahwa energi kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yg jauh lebih luas berdasarkan pendidik. Bisa jadi yg dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut pada samping pendidik, misalnya pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah pula termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, penguji serta yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya insan atau energi kependidikan tersebut krusial buat dibahas pada kajian ini lantaran sangat bermanfaat tidak saja buat kepentingan pada pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yg lebih penting merupakan untuk kepentingan mudah pada rangka dapat mengkontribusi aplikasi pengembangan energi kependidikan khususnya kepala sekolah yang dipercaya ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya insan tersebut dalam segala fungsi serta kiprahnya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya insan yang dilandasi sang suatu persepsi, kajian teori yang galat, dan galat, yg dijadikan dasar pada mengelola seluruh faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, serta fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan sebagai signifikan dan determinan pada mencapai tujuan pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya insan akan sangat menentukan keberhasilanya, serta memang agak tidak selaras menggunakan mengelola material yang berupa mesin-mesin atau teknologi yang sophisticated dimana mesin-mesin tersebut walaupun pula menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tadi tidak akan bisa mengeluh, nir mampu melawan perintah, nir akan mangkir pada melaksanakan tugas, nir akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam permasalahan-pertarungan seperti insan, nir akan bisa mengajukan tuntutan pemugaran nasib, serta perbuatan-perbuatan negatif yg lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tadi, maka pada penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan serta menempati posisi kunci pada sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yg memiliki kualitas kemampuan yang profesional serta kinerja yg baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yg dihasilkan, melainkan jua berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan pada pembangunan, yang dalam gilirannya lalu akan berpengaruh pada kualitas peradaban serta martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian pula buat lebih bisa memahami kajian mengenai profesi kependidikan ini secara konseptual serta teoritik, lebih empirik serta simpel, maka kajiannya akan difokuskan dalam energi kependidikan tetentu saja, khususnya ketua sekolah saja, lantaran jabatan ketua sekolah tersebut adalah adalah pengembangan jabatan menurut guru. Kepala sekolah menjadi jabatan atau tugas tambahan dari guru cukup menarik buat dibahas karena pada dalam diri ketua sekolah tadi pada samping berfungsi sebagai pendidik pula disebutkan berfungsi menjadi manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator serta mativator, sehingga jabatan ketua sekolah tersebut acapkali diakronimkan sebagai Emaslim. Dengan mengkhu-suskan penekanan kajiannya dalam kepala sekolah pula akan lebih gampang pada menaruh berbagai gambaran, model-model, pendalaman juga pada pengayaannya. 

Jenis-jenis dan Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian serta penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan telah bisa dimengerti secara jelas yang dimaksud menggunakan energi kependidikan tadi adalah anggota rakyat yg mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelenggaraan pendidikan misalnya guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, serta fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi pula termasuk semua pengelola yayasan pada forum-forum pendidikan partikelir, serta seluruh pengambil kebijakan pada birokrasi dan stafnya pada tingkat sentra, wilayah provinsi, kabupaten/kota, taraf keca-matan, serta di tingkat desa.

Kalau dilema jenis-jenis energi kependidikan dan energi pendidikan telah tampak dalam pembahasan teruraikan menggunakan sedikit lebih jelas, yang sebagai dilema lebih lanjut adalah kasus bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan ketua sekolah tersebut. Secara teoritik dan mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tadi dapat dibedakan sebagai energi pendidik, energi manajemen kependidikan, energi penunjang teknis kependidikan, energi penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi. 1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas berdasarkan masing-masing kualifikasi energi kependidikan tadi, menggunakan penjelasannya yg lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah. 

Kualifikasi tenaga pendidik merupakan energi kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya secara eksklusif memberikan pelayanan teknis kependidikan pada peserta didik. Sesungguhnya pada hubungan ini alam sudah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua pada tempat tinggal , para guru/dosen, pembimbing dan instruktur pada sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para pelatih atau fasilitator, pamong belajar dalam pusat-pusat atau balai pembinaan serta kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada banyak sekali serikat atau sanggar atau pedepokan dan organisasi yang melatih serta membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz serta pembina di pondok pesantren serta majelis-majelis taklim atau pengajian pada surau serta langgar, para penyiar TV serta Radio yg mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, kitab bacaan, kitab pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah juga oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tersebut bisa secara tatap muka secara langsung di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, serta aneka macam bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa perkara kualifikasi akademik energi pendidik tadi adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru bisa diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi acara sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (dua) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seseorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan didapatkan sang perguruan tinggi. Demikian pula pada PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa pengajar SD/MI/SDLB wajib berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru Sekolah Menengah pertama/MTs/ SMPLB wajib berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sinkron menggunakan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yg diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tadi, sepertinya kualifikasi pengajar misalnya menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seseorang guru tersebut merupakan sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian bila makna suara pasal-pasal yang diatur serta terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang pengajar, serta PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa buat sebagai guru pada Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 berdasarkan program studi yang relevan, misalnya untuk sebagai guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang buat dapat diangkat menjadi pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB dipersyaratkan wajib lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika Sekolah Menengah pertama/MTS/ SMPLB atau Sekolah Menengah Atas/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi pengajar ini adalah suatu lompatan yg cukup signifikan dalam upaya menaikkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). 

Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara nir pribadi kepada energi teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua kegiatan penyelenggaraan pengelolaan acara aktivitas kependidikan pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, hingga pada tingkat operasional. Sehubungan fungsi energi manajemen tersebut, maka yg sanggup dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan merupakan: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat sentra hingga taraf operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para ketua sekolah, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para penghasil kebijakan atau keputusan. 

Kualifikasi energi penunjang teknis kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya menyiapkan kelengkapan wahana dan fasilitas teknis kependidikan berikut menaruh pelayanan teknis pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan menggunakan fungsi tenaga penunjang teknis yg dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran pada laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi sumber belajar pada studio, teknisi sumber belajar pada PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi energi penunjang administrasi kependidikan, energi kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan serta menyiapkan sarana serta prasarana kependidikan dan menaruh layanan jasa administratif pada pihak tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, serta tenaga teknis fungsional, dan penunjang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan menggunakan tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, diantaranya bisa disebut seperti tenaga admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi energi peneliti, pengembang, serta konsultan kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya nir terlibat secara eksklusif pada teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada energi penunjang administratif kependidikan, namun hanya menyiapkan banyak sekali perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal serta konsultansi pada seluruh pihak yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan bertang-gunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan serta pembuatan keputusan mengenai kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya pada perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya dalam suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki aneka macam sentra penelitian, banyak sekali sentra pengembangan, maupun banyak sekali pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan pada uraian mengenai aneka macam jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut kentara kepala sekolah merupakan termasuk energi kependidikan yg memiliki kualifikasi menjadi tenaga manajemen pendidik, lantaran secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada energi teknis kependidikan, merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan menaruh pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan pada taraf persekolahan. Sehingga pada pada Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, buat dapat seseorang guru diberikan tugas tambahan sebagai ketua sekolah merupakan seseorang guru apabila sudah memenuhi persyaratan kualifikasi secara umum, dan kualifikasi khusus ketua sekolah. Persyaratan kualifikasi generik yang dimaksudkan adalah menjadi berikut: (a) memiliki kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan dalam perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) dalam ketika diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c) mempunyai penga-halaman mengajar sekuarang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di TK/Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak/RA) memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya tiga tahun pada Taman Kanak-kanak/RA, dan (d) mempunyai pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan menggunakan kepangkatan yg dimuntahkan oleh yayasan atau forum yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang guru untuk dapat diangkat menjadi kepala sekolah tersebut sangan tergantung dalam jenis dan jenjang persekolahan tadi, maka barangkali sebagai contoh dapat dikutifkan persyaratan kualifikasi khusus Kepala SMA/Madrsah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut: (1) bersetatus menjadi pengajar SMA/MA, (2) memiliki sertifikat pendidik menjadi guru SMA/MA, dan (3) memiliki sertifikat kepla sekolah Sekolah Menengah Atas/MA yg diterbitkan oleh forum yg ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan ketua sekolah merupakan tugas tambahan dari guru, maka secara fungsional tugas kepala sekolah masih permanen menjadi energi kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara langsung jua menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada siswa, dan sebagai tenaga manajemen pendidikan melakukan layanan secara nir eksklusif pada energi teknis kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam tingkat persekolahan. Jadi pada jabatan kepala sekolah tadi termasuk dua kualifikasi yaitu sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendidikan dan energi pendidik. Untuk ketua sekolah sebagai kualifikasi energi manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan kepala sekolah akan dibahas secara lebih teoritikal, lebih pada, dan lebih luas pada pembahasan bab-bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah sebagai kualifikasi energi pendidik akan dibahas pada uraian selanjutnya.

Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di dalam uraian tentang jenis serta kualifikasi energi kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah merupakan jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik juga fungsional kepala sekolah jua disebutkan termasuk tenaga pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai Sistem pendidikan Nasional pada pasal 39 (dua) berbunyi pendidik merupakan tenaga profesional yg bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan serta pembinaan, dan melakukan penelitian dan darma pada rakyat, terutama bagi pendidik dalam perguruan tinggi. Kemudian pada Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 1 (1) berbunyi pengajar merupakan pendidik professional dengan tugas primer mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi ketua sekolah sebagai tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka ketua sekolah jua melaksanakan tugas menjadi pendidik, yaitu mendidik. Mendidik berdasarkan Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecer-dasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan perilaku dan tata laku seseorang atau sekelompok orang pada usaha mendewasakan manusia melalui upaya pedagogi dan latihan. Demikian jua dalam perkembangan selanjutnya istilah pendidikan dipersamakan dengan istilah-kata pengajaran. 

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga diselenggarakan pada luar sekolah, yaitu keluarga serta rakyat. Lebih jauh bisa pula dipahami bahwa seseorang pendidik tersebut harus sahih-benar mengetahui teori-teori dan metode pada pendidikan tersebut. Kepala sekolah menjadi seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan serta menaikkan paling nir empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin serta tabiat insan, (2) nilai moral yang berkaitan menggunakan hal-hal ajaran baik dan buruk tentang perbuatan, perilaku serta kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, serta kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan menggunakan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan insan terhadap seni serta estetika. 

Kepala sekolah sebagai pendidik juga harus memperhatikan 2 konflik utama, yaitu pertama merupakan sasarannya, serta yang ke 2 adalah cara dalam melaksanakan perannya menjadi pendidik. 

Ada tiga gerombolan yang menjadi target berdasarkan ketua sekolah dalam melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama merupakan peserta didik atau anak didik, yang ke 2 adalah pegawai administrasi, serta yg ketiga adalah guru-pengajar. Ketiga kelompok ini menjadi sasaran pada pendidikan yg dilakukan sang ketua sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara grup yang satu menggunakan gerombolan yang lainnya mempunyai perbedaan-disparitas yg sangat prinsip, yang secara generik dapat ditinjau pada banyak sekali gejala serta konduite yg ditunjukannya misalnya misalnya dalam tingkat kematangannya, latar belakang sosial yang tidak sinkron, motivasi yang berbeda, taraf kesadaran pada bertanggungjawab, dan lain sebagainya. Konsekwensi menggunakan adanya disparitas-disparitas tersebut adalah kepala sekolah di pada melaksanakan tugas mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yang berkaitan menggunakan perilaku bathin serta tabiat insan, (dua) nilai moral yang brkaitan dengan hal-hal ajaran baik serta jelek mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (tiga) nilai fisik hal-hal yg berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan insan secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan menggunakan kepekaan insan terhadap seni serta estetika, pula seharusnya dengan menggunakan cara atau pendekatan yang berbeda-beda terhadap setiap target didiknya, tidak mampu dilakukan dengan pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang sanggup dipakai oleh ketua sekolah terhadap kelompok sasaran dalam melaksanakan pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, dan pengajar-gurunya. Pertama dengan memakai pendekatan atau taktik persuasi. Persuasi yg dimaksudkan pada sini adalah mampu meyakinkan secara halus sehingga para siswa, staf pegawai administrasi dan pengajar-guru konfiden akan kebenaran, merasa perlu serta menduga krusial nilai-nilai yang terkandung pada nilai-nilai aspek mental, moral, fisik, serta estetika ke pada kehidupan mereka. Persuasi bisa dilakukan secara individu juga secara grup.

Kedua dengan pendekatan dan setrategi keteladanan, adalah hal yg patut, baik dan perlu untuk dicontoh yg disampaikan oleh kepala sekolah melalui perilaku, perbuatan, perilaku termasuk penampilan kerja serta penampilan fisik. 

Sudah tentunya ketua sekolah pada memakai pendekatan dan strategi persuasi serta keteladanan terhadap muridnya, staf pegawai, dan pengajar-pengajar tadi harus tetap berpijak dan menghormati kebiasaan-kebiasaan dan etika-etika yg berlaku dimasyarakat khususnya di global pendidikan. Secara lebih khusus bagaimana ketua sekolah seharusnya memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya harus memahami bahwa pengertian pendidikan tadi tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi jua adalah menjadi bimbingan, serta yang lebih penting juga merupakan bagaimana pada mengaplikasikannya proses bimbingan tadi. Tampaknya pada interaksi dengan pemaknaan terhadap bimbingan tadi tidak bisa dilepaskan berdasarkan pengertian pembimbingan yg dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dalam sistem among tersebut merupakan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat tersebut memiliki arti bahwa pendidikan wajib bisa memberi model, wajib bisa memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis Kosasi, 1999). Sebagai ketua sekolah wajib bisa membentuk dan menum-buhkan kodisi yg aman yang dapat memberi dan membiarkan anak didiknya menuruti talenta dan kondratnya ad interim ketua sekolah memperhatikannya, dan mem-pengaruhinya pada arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti pada bersikap memilih ke arah pembentukan kemana murid mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

Kepala sekolah menjadi seorang pemimpin pada sekolah harus bersikap positif terha-dap guru-pengajar dan pegawai administrasi lainnya pada melaksanakan tugasnya untuk pencapai tujuan sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu buat bisa kerjasama, mam-pu buat memberi arahan, serta memberi petunjuk, kepala sekolah diperlukan jua bisa mendapat banyak sekali tambahkan, serta kritik dari guru-pengajar. Kepala sekolah jua bisa membina, mendidik, melatih seluruh pengajar dan pesonil sinkron dengan bidang tugasnya masing-masing dalam bisnis tambahan pengetahuan keterampilan dan pengalaman juga perubahan sikap yang lebih positif terhadap pelakasanaan tugas.

EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA

Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 
Berbagai pertarungan yang timbul dalam sistem pendidikan kita. Antara lain merupakan: pertama, rendahnya kualitas atau mutu pendidikan. Kedua, merupakan belum adanya pemerataan pada memperoleh akses pada bidang pendidikan. Ketiga, merupakan tidak adanya efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. 

Disamping itu persoalan yg keempat adalah belum adanya demokratisasi pendidikan. Peran dan warga pada dunia pendidikan masih sangat terbatas. Khusus buat sekolah kejuruan, duduk perkara yg dirasakan sangat penting berkaitan dengan ketidakmampuan lulusan dalam memasuki lapangan kerja. Hal itu ditimbulkan lantaran kualitas lulusan yang memang jauh menurut kehendak pasar. Disamping itu juga adanya ketidaksesuaian antara ”supply” lulusan menggunakan kecilnya “demand”. 

Salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan sang Pemerintah buat mengantisipasi hal itu merupakan Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (dual system). Sistem ini berusaha mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan menggunakan dunia industri. Tujuannya adalah buat meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), baik pengetahuan, ketrampilan juga etos kerja yg sinkron menggunakan tuntutan lapangan kerja, sebagai akibatnya siap masuk ke pasaran kerja Melalui PSG diperlukan terdapat kesesuaian antara mutu serta kemampuan yang dimiliki lulusan, dengan tuntutan dunia kerja. 

Pendidikan Sistem Ganda yang diselenggarakan dalam sekolah menengah kejuruan merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan “link and match” antara global pendidikan dengan dunia kerja. Bentuk penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda menekankan pada pendidikan keahlian profesional yg memadukan secara sitematik serta sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program keahlian yg diperoleh eksklusif pada perusahaan. 

Hasil kajian yang dilakukan sang Mardi Rasyid (dalam Ruchiat, 2002: lima), menemukan adanya perkara pokok yang dialami pada melaksanakan PSG merupakan: 1) Industri yang menjadi kawan sekolah belum sanggup ikut merencanakan kegiatan belajar anak didik pada membangun profesionalisme anak didik, 2) Sekolah harus bisa mempersiapkan siswa untuk memperoleh ketrampilan yang sesuai menggunakan bidang yang ditekuni, 3) Visi dan misi acara PSG dalam pelaksanaannya masih sangat bervariasi, termasuk didalamnya persepsi menurut para guru, instruktur dan kepala sekolahnya. 

Erwin Kurniadi (1995) berhasil mengidentifikasi empat hambatan utama aplikasi PSG antara lain: 1) Umumnya peserta belum mempunyai kemampuan dasar yg memadai, 2) Mentalitas peserta masih belum siap buat memasuki dunia kerja, khususnya pada hal budaya kerja dan disiplin kerja, tiga) Terlalu banyaknya energi dan pikiran yg dimuntahkan buat tahu padatnya modul yg disediakan oleh sekolah, 4) Sarana yang disediakan pihak sekolah belum mampu mengikuti perkembangan IPTEK di global usaha. 

Jaringan Penelitian Depdikbud Jawa tengah tahun 1995, menemukan beberapa permasalahan pada aplikasi acara PSG diantaranya adalah: 1) Ketidaksiapan instansi atau perusahaan yg sebagai partner kerjasama pada menyediakan peralatan, jenis pekerjaan serta teknologi yg sesuai menggunakan sekolah menengah kejuruan, 2) Ketidaksiapan sekolah pada merencanakan kurikulum, guru, pelaralatan, waktu serta dana yg tersedia, tiga) Kurang tersosialisasikannya program PSG dalam pemerintah wilayah serta masyarakat. 

Badan Litbang Depdikbud (Kompas, 20 Nopember 1995) dalam penelitiannya jua mengidentifikasi sejumlah kendala yaitu: 1) Tidak seragamnya kualitas anak didik sebagai akibatnya sering mengakibatkan perusahaan tak bisa menggali potensi maksimal siswa serta menciptakan pekerjaan yg dihadapi siswa kurang memberikan nilai tambah, dua) Keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia di perusahaan pada memantau jumlah siswa, sehingga penilaiannya menjadi kurang seksama, 3) Muatan kurikulum SMK yg cenderung sarat menggunakan aneka macam materi yg dianggap bagus dan krusial menurut pertimbangan disiplin keilmuan akan tetapi tidak kentara kaitannya menggunakan pembentukan keahlian yg harus dikuasai anak didik, 4) Sistem pembelajaran yg terjadi masih sangat berorientasi kepada pemenuhan tuntutan formal acara kurikulum sekolah, 5) Orientasi acara Pendidikan Sistem Ganda (PSG) lebih berat dalam perusahaan besar dibanding dalam perusahaan mini serta menengah. 

Namun apakah semua sekolah mempunyai kesamaan yg sama? 
Pertanyaan diatas mendorong perlunya dilakukan penilaian atas pelaksanaan PSG tadi. Penelitian dilakukan di Sekolah Tehnik Menengah/ SMK Negeri 2 di Kabupaten Klaten, lantaran adalah galat satu SMK negeri yang dianggap berhasil di Kabupaten Klaten, sebagai akibatnya seringkali dijadikan barometer bagi sekolah kejuruan yg lainnya. Untuk itu maka evaluasi dilakukan.

Evaluasi Implementasi kebijakan 
Evaluasi kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses buat menilai seberapa jauh suatu kebijakan mengakibatkan output yaitu menggunakan membandingkan antara hasil yang diperoleh menggunakan tujuan atau target kebijakan yg ditentukan (Darwin, 1994: 34). Evaluasi merupakan evaluasi terhadap suatu dilema yang umumnya memilih baik buruknya duduk perkara tadi. Dalam kaitannya menggunakan suatu program umumnya evaluasi dilakukan dalam rangka mengukur efek suatu program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. (Hanafi & Guntur, 1984: 16). 

Evaluasi kebijakan dilakukan buat mengetahui 4 aspek yaitu: 1) Proses pembuatan kebijakan, dua) Proses implementasi kebijakan, 3) Konsekuensi kebijakan, 4) Efektivitas impak kebijakan (Wibowo, 1994: 9). Sementara itu Pall (1987: 52) membagi penilaian kebijakan kedalam empat kategori, yaitu: 1) Planning and need evaluations, 2) Process evaluations, 3) Impact evaluations, 4) Efficiency evaluations, Menurut Ripley (Riyanto, 1997: 35), evaluasi implementasi kebijakan adalah penilaian yg dirumuskan sebagai berikut : 
1. Ditujukan untuk melakukan penilaian terhadap proses 
2. Dilaksanakan dengan menambah pada perspektif apa yg terjadi selain kepatuhan 
3. Dilakukan buat mengevaluasi impak jangka pendek. 

Mengenai konsep implementasi sendiri, Presman dan Wildavsky (pada Wahab (2002: 60) mengartikannya, sebagai “to carry out, accomplish, fulfill, produce, complete”. Sedangkan Van Horn dan Van Meter (1975: 447) mengartikan menjadi ”Those action by public an private individual (or groups) that are directed at the achiefment of objectives set fort in prior policy decisions”.

Dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan adalah sesuatu yang krusial, bahkan jauh lebih krusial daripada pembuatan kebijakan Udoji (pada Abdul Wahab, 1991: 45). Implementasi kebijakan merupakan jembatan yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan. Menurut Anderson (1979: 68), ada 4 aspek yang perlu dikaji pada implementasi kebijakan yaitu: 1) siapa yg mengimplementasikan, 2) hakekat dari proses administrasi, 3) kepatuhan, serta 4) dampak berdasarkan pelaksanaan kebijakan. 

Sementara itu menurut Ripley & Franklin(1986,54) terdapat dua hal yang sebagai fokus perhatian pada implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan What”s happening ? (Apa yg terjadi ). Kepatuhan memilih pada apakah para implementor patuh terhadap mekanisme atau standard anggaran yg telah ditetapkan. Sementara buat “what’s happening” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yg timbul, apa yg berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya. 

Guna melihat keberhasilan implementasi, dikenal beberapa model implementasi, diantaranya contoh yang dikembangkan Mazmanian dan Sabatier yang menyatakan bahwa Implementasi kebijakan adalah fungsi dari 3 variabel, yaitu 1) Karakteristik masalah, dua) Struktur manajemen acara yang tercermin dalam aneka macam macam peraturan yg mengoperasionalkan kebijakan, tiga) Faktor-faktor di luar peraturan.(Wibowo dkk, 1994: 25) Karakterisitik perkara berkaitan menggunakan gampang tidaknya masalah yg akan digarap dikendalikan. Semakin gampang suatu kasus digarap serta dikendalikan maka akan diperlukan menggunakan mudah tercapai efektivitas pada implementasinya. Struktur manajemen acara tercermin dalam kemampuan keputusan kebijakan buat menstrukturkan secara tepat proses implementasinya. 

Sementara itu sejumlah variabel diluar peraturan yang mensugesti proses implementasi, diantaranya: 1) Kondisi sosial, ekonomi dan teknologi, 2) Dukungan publik, 3) Sikap serta asal-asal yg dimiliki grup-grup, 4) Dukungan dari pejabat atasan, 5) Komitmen serta kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana. 

Pemikiran Sabatier serta Mazmanian ini menduga bahwa suatu Implementasi akan efektif jika birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk aplikasi, petunjuk teknis). Oleh karenanya contoh ini diklaim top down. 

Sementara itu Van Horn dan Van Meter (1975: 447), dengan modelnya merumuskan sejumlah faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan adalah; 1) baku serta target eksklusif yang wajib dicapai oleh para pelaksana kebijakan, 2) tersedianya sumber daya, baik yang berupa dana, tehnologi, wahana juga prasarana lainnya, tiga) komunikasi antara organisasi yang baik ,4) karakteristik birokrasi pelaksana, lima) kondisi sosial, ekonomi, serta politik Sementara itu dari Grindle (1980), implementasi dipengaruhi oleh isi (content) kebijakan dan konteks implementasinya. Dalam hal ini, Isi kebijakan meliputi: 1) Kepentingan yg termakan sang kebijakan, dua) Jenis manfaat yang akan didapatkan, tiga) Derajat perubahan yang diinginkan, 4) Kedudukan produsen kebijakan, lima) Siapa pelaksana acara, 6) Sumber daya yg dikerahkan. Sementara itu Konteks kebijakan meliputi: 1)Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yg terlibat, 2) Karakteristik forum dan penguasa, 3) Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana. 

Dalam penelitian ini nir mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang menghipnotis keberhasilan implementasi akan namun lebih mengacu bagaimana proses itu berlangsung, apakah telah sinkron dengan anggaran pelaksanaannya, hasil apa yg sudah diperoleh selama proses implementasi, bagaimana perilaku pelaksananya, bagaimana sejumlah asal dipakai buat proses implementasi. Dengan demikian evaluasi implementasi dititikberatkan dalam evalusi kinerja proses implementasi kebijakannya. Konsep yang dipilih merupakan menurut Ripley (1985).

Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 
Kebijakan pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan konsep dual system pada Jerman, yaitu suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yg memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan pada sekolah dan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, menggunakan tujuan untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional eksklusif. Tujuan penyelenggaran Pendidikan Sistem Ganda merupakan: 1) menghasilkan tenaga kerja yg memiliki keahlian profesional, 2) Memperkokoh link and match antara sekolah dengan dunia usaha, tiga) Meningkatkan efisiensi proses pendidikan serta pembinaan energi kerja, 4) Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja menjadi bagian berdasarkan proses pendidikan. 

Dalam aplikasi PSG dalam sekolah menengah kejuruan, isi pendidikan serta pelatihan meliputi : 
a. Komponen pendidikan umum (normatif), meliputi : Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Agama, Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Sejarah Nasional serta Sejarah Umum.
b. Komponen pendidikan dasar meliputi : Matematika, Bahasa Inggris, Biologi, Fisika dan Kimia. 
c. Komponen kejuruan, yaitu mencakup pelajaran teori-teori kejuruan dalam lingkup suatu program studi eksklusif buat membekali pengetahuan mengenai tehnis dasar keahlian. 
d. Komponen Praktek Dasar Profesi, berupa latihan kerja buat menguasai teknik bekerja secara benar sinkron tuntutan profesi. 
e. Komponen Praktik Keahlian profesi yaitu berupa kegiatan bekerja secara terprogram dalam situasi sebenarnya uanutk mencapai taraf keahlian serta perilaku profesional. 

Untuk pengelolaan aktivitas belajar mengajar dalam pendidikan system ganda ini ada beberapa prinsip dasar yaitu : 
a. Ada keterkaitan antara apa yg dilakukan di sekolah serta apa yg dilakukan di institusi pasangan sebagai suatu rangkaian yg utuh 
b. Praktek keahlian di institusi pasangan merupakan proses belajar yg utuh, bermakna dan sarat nilai untuk mencapai kompetesi lulusan. 
c. Ada transedental proses belajar menggunakan saat yg sesuai pada mencapai taraf kompetensi yg dibutuhkan. 
d. Berorientasi pada proses disamping berorientasi kepada produk dalam mencapai kompetensi lulusan secara optimal.