ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA PSG

Analisis Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) 
Berbicara tentang kebutuhan akan sumber daya manusia, tentunya sangat berkaitan dengan adanya tenaga terampil tingkat menengah yang sangat diperlukan dalam era industri dimasa yg akan tiba. Dalam PP 29 tahun 1990 pasal dua ayat 2 secara eksplisit disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan anak didik buat memasuki lapangan kerja serta mengembangkan perilaku profesionalisme siswa. Seiring menggunakan itu Arikunto (1988) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan dapat diklasifikasikan dalam jenis pendidikan khusus, sebab pendidikan yang disediakan hanya dipilih orang yg mempunyai minat khusus buat menyiapkan dirinya bagi lapangan kerja pada masa datang.

Berdasarkan uraian pada atas pendidikan kejuruan dimaksudkan menjadi pendidikan spesifik yg bertujuan menyiapkan individu buat memasuki global kerja eksklusif. Pendidikan kejuruan meliputi ketrampilan atau keahlian, pengetahuan serta perilaku mental.

Wardiman (1994) dalam kaitannya dengan strategi pengembangan pendidikan di tanah air, telah memunculkan satu termologi yaitu konsep link and match. Secara sederhana konsep ini diartikan menjadi upaya mengarahkan forum pendidikan buat mengeluarkan hasil yang tidak sekedar loka mengembangkan kemampuan dan keahliannya melainkan dapat memenuhi kebutuhan warga .

Keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara acara pendidikan di sekolah dengan kebutuhan rakyat, dipertanyakan pulang khususnya dalam pengembangan pendidikan menengah kejuruan. Beberapa pakar menenggarai, program pendidikan kejuruan ketika ini kurang terkait dan kurang sinkron menggunakan kebutuhan ketenaga kerjaan pada industri. Secara tajam Wardiman (1994) menyoroti keadaan pendidikan kejuruan yang demikian tadi menjadi pendidikan demi pendidikan. Dalam arti seakan-akan pengajar sudah puas apabila telah melaksanakan proses belajar mengajar pada sekolah sesuai dengan acara yg tercantum dalam kurikulum, lalu melaksanakan penilaian serta menerbitkan STTB. Melihat pendidikan kejuruan yg demikian, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berusaha berbagi pendidikan kejuruan melalui acara pendidikan sistem ganda. Melalui program sistem ganda dibutuhkan, keterkaitan antara acara pendidikan kejuruan dengan kebutuhan tenaga kerja industri bisa dioptimalkan.

Menurut Soewarni, pada (Wena, 1996: 228) proses pelaksanaan Praktek Kerja Industri dilakukan sang murid pada industri, baik berupa industri besar , menengah maupun industri kecil atau industri rumah tangga. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Industri ini, proses langkahlangkah aplikasi praktek harus tetap mengacu dalam desain pembelajaran yang sudah ditetapkan. Disamping itu, aplikasi praktek kerja industri dapat berupa “day release” atau berupa “block release” atau kombinasi keduanya.

Wena (1996: 228) menyampaikan bahwa dalam dasarnya tahapan aplikasi Praktek Kerja Industri meliputi: 1) Perencanaan Praktek Kerja Industri. Dalam perencanaannya, Praktek Kerja Industri ini melibatkan beberapa pihak yaitu pihak sekolah, anak didik, orang tua murid, serta institusi pasangan (Dunia Usaha/Dunia industri). 2) Pengorganisasian Praktek Kerja Industri Pengorganisasian Praktek Kerja Industri merupakan galat satu upaya buat mengoptimalkan asal daya yang ada pada sekolah serta pada institusi pasangan (Dunia Usaha/Dunia industri). Tiga) Penyelenggaraan Praktek Kerja Industri. Menyiapkan siswa buat memasuki lapangan kerja serta pengembangan sikap proesional, menyiapkan siswa agar sanggup memilih karir, berkompetensi dan menyebarkan diri, menyiapkan tenaga kerja taraf menengah untuk mengisi kebutuhan global bisnis dan global industri, menyiapkan tamatan supaya menjadi masyarakat negara yg produktif, aktif, dan kreatif.

Dalam rumusan pada atas, implisit bahwa Sekolah Menengah Kejuruan bertujuan tidak hanya buat mencetak tenaga pencari kerja menurut lapangan pekerjaan yang telah terdapat saja, melainkan jua diharapkan aktif dan kreatif untuk membuka atau membentuk lapangan kerja baru. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mendikbud RI, misalnya dikutip Mohammad Amien (1987), bahwa pemerintah selama ini terus berusaha menaikkan mutu SMK agar bisa membuat energi kejuruan serta teknisi tingkat menengah yang lebih terlatih agar lebih memenuhi persyaratan kerja pada bidang industri, perdagangan, serta jasa, dan sanggup berusaha sendiri buat membuka lapangan kerja dan bisnis baru. Dampak nyata PSG (Pendidikan Sistem Ganda) adalah peran dan DU/DI terhadap sistem pendidikan, adanya kecendrungan menyusun dan menerapkan kurikulum serta bahan ajar di sekolah supaya sesuai menggunakan kebutuhan DU/DI. Hal ini seringkali diartikan sebagai pembiasan fungsi pendidikan, yaitu supaya tujuan pendidikan bisa mengarahkan peserta didiknya buat mempunyai kesiapan pada bekerja. Pihak DU/DI menghendaki suatu metode pendidikan yang memungkinkan lulusan sekolah kejuruan sebagai tenaga kerja yg siap pakai.

Sebagaimana laporan Unesco 1995 bahwa negara-negara berkembang juga negaranegara maju berorientasi agar tamatan pendidikan kejuruan memiliki kompetensi yang diharapkan oleh dunia kerja buat menghadapi tantangan-tantangan SDM pada era globalisasi (Slamet, 1998:1). Seperti yang diungkapkan (Bhattacharya serta Mandke, 1992:126) buat mencapai tujuan PSG wajib diciptakan keadaan yang saling menguntungkan dan interaksi triangular interaktif antara pengajar, siswa serta pihak industri. Keharusan untuk melakukan kerjasama ini, mengharuskan masing-masing pihak harus saling memahami. SMK wajib mengetahui mengenai seluk-beluk kerja industri dan sebaliknya pihak industri memahami tentang perkara-kasus pembelajaran. Idealnya baik pelatih industri juga guru harus profresional pada bidang kejuruannya serta pernah dilatih sebagai guru (Hobart, 1985) Pelaksanaan Praktek Kerja Industri (prakrin) yg dulu acapkali diklaim pendidikan sistem ganda pada SMK sesuai dengan fungsinya memiliki tanggung jawab menyelenggarakan program pendidikan kejuruan, membekali ketrampilan dasar, serta pengetahuan kejuruan dan pengalaman kerja pada siswanya. 

Sedangkan dunia bisnis dan global industri mempunyai fungsi buat melatih anak didik pada latihan kejuruan, supaya anak didik siap memasuki lapangan kerja dunia bisnis atau industri. Menurut Moss (1994) SMK melakukan proses belajar mengajar di kelas buat mewujudkan tugasnya, sedangkan industri melakukan pelatihan dalam bentuk prakrin, training atau magang. Oleh karena itu, sekolah memberikan kesempatan dalam siswa buat belajar realita yg sebenarnya. Hanya menggunakan melalui PSG yg berkesinambungan peserta didik akan memahami kaitan antara teori yang dipelajari pada sekolah dengan materi praktek di industri. Lembaga pendidikan perlu berbagi kerjasama dengan industri pada rangka pendidikan dan training. 

Pernyataan tersebut memperlihatkan, bahwa antara global bisnis atau industri dan sekolah menengah kejuruan bisa berhubungan buat mencapai tujuan menaikkan kualitas lulusan. Tetapi pengalaman memperlihatkan bahwa pendidikan sistem ganda belum berjalan sebagaimana yg dibutuhkan. SMK yang terdapat belum secara optimal menjalankan misinya dengan baik. Ini bisa dicermati dari beberapa hasil temuan atau penelitian seperti yang diungkapkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (1996) menenggarai masih ada beberapa kendala pada aplikasi Prakrin (Praktek Kerja Industri), yaitu: 1) keragaman kondisi geografis; dua) keragaman tingkat kesiapan serta kemajuan Sekolah Menengah Kejuruan; 3) keragaman acara Sekolah Menengah Kejuruan; 4) belum adanya alokasi porto pengembangan sumber daya manusia pada industri; lima) belum dimiliki struktur jabatan dan keahlian yg standar dalam industri; 8) belum dimilikinya persepsi bahwa PSG atau Praktek Kerja Industri dapat menguntungkan industri yg bersangkutan; serta 7) belum dimilikinya kesadaran oleh industri mengenai peningkatan efisiensi, keefektifan dan kualitas.

Dalam menaikkan kompetensi siswa, masih poly hambatan yg ikut memilih, diantaranya daya tampung anak didik dalam DU/DI buat mendapat murid masih terbatas sebagai akibatnya nir semua anak didik Sekolah Menengah Kejuruan bisa ditampung dalam praktek kerja industri sesuai dengan bidangnya. 

Bila tempat praktek yg mereka peroleh, faktor instruktur belum mempunyai program sesuai dengan harapan kurikulum, dan kurangnya metodelogi yg dimiliki industri pada memberikan bimbingan tentang pengetahuan sikap, dan prilaku kerja professional. Selain faktor DU/DI, kendala jua bisa bersumber menurut pihak sekolah antara lain partisipasi ketua sekolah, pengajar pembimbing PSG atau prakrin, bimbingan penyuluhan kejuruan, motivasi murid, komite sekolah, dan lingkungan sekolah, kurangnya pengetahuan dasar, penggunaan fasilitas praktek pada sekolah, dana, orang tua, latar belakang murid, serta lingkungan siswa. Kesemuanya ini jika nir mendukung sesuai dengan target yg diharapkan akan dapat berpengaruh eksklusif maupun tidak pribadi terhadap peningkatan kompetensi kejuruan lulusan SMK.

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan pelaksanaan PSG dalam Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt sangat penting dievaluasi. Banyak model Study evaluasi yang bisa dipakai melakukan sebuah pengkajian Evaluasi diantaranya: (1) Stake,s model; (dua) Discrevancy model atau kesenjangan; (3) Sriven, smodel; (4) CSE model dan (5) Adversary contoh serta; (6) Model CIPP (Conteks, Infut, Process, serta Product) Dari contoh studi evaluasi yang dipakai contoh CIPP dengan asa bisa menyelidiki seberapa efektivitasnya komponen konteks, input, proses, serta produk efektif keberhasilannya pada melaksanakan Program PSG tersebut. Di samping itu penelitian ini pula buat mengetahui faktor-faktor yg menjadi kendala dalam pelaksanaan PSG, serta upaya yg dilakukan pada perbaikan-perbaikan pelaksanaan program PSG pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Seririt Tetapi apakah seluruh sekolah mempunyai kesamaan yg sama? Pertanyaan diatas mendorong perlunya dilakukan evaluasi atas pelaksanaan PSG tersebut. Penelitian dilakukan di Sekolah Tehnik Menengah/SMK Negeri dua Seririt pada Kabupaten Buleleng, lantaran adalah keliru satu SMK Negeri yang baru beberapa kali melaksanakan PSG, sebagai akibatnya merupakan momentum yg sangat baik buat mendorong serta menaruh masukan melalui penelitian ini dalam efektifitas pelaksanaan sistem ganda. Untuk itu analisis dilakukan.

Agar penelitian ini nir mengalami disparitas yang luas, maka perlu untuk membatasi diri. Batasan-batasan konseptual mencakup dalam dilema esensial yang berhubungan pribadi dengan penyelenggaraan acara pendidikan sistem ganda meliputi: Konteks, input, proses serta produk. Kemudian batasan objek penelitian ini dilaksanakan dalam sebuah Sekolah Menengah Kejuruan yaitu SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) SMKN dua Seririt Program Keahlian Multimedia (MM) pada Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali yang merupakan salah satu sekolah yang melaksanakan acara pendidikan sistem ganda sejak tahun 2007 sampai kini .

Tujuan penelitian ini dapat ditetapkan menjadi berikut : 1) Untuk menyelidiki efekivitas pelaksanaan acara pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt dipandang berdasarkan komponen konteks.2) Untuk mempelajari efektivitas aplikasi program pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N dua Seririt dicermati berdasarkan komponen input.3) Untuk mengkaji efektivitas pelaksanaan pendidikan sistem ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt dilihat menurut komponen proses. 4) Untuk mengkaji efektivitas aplikasi program pendidikan sistem ganda (PSG) di Sekolah Menengah Kejuruan N 2 Seririt dipandang berdasarkan komponen produk. Lima)Untuk mengkaji faktor faktor penghambat pelaksanaan acara pendidikan sistem ganda (PSG) di SMK N dua Seririt. 6)Untuk menyelidiki solusi yg dilakukan sehingga pendidikan sistem ganda di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Seririt lebih efektif.

Hasil penelitian ini diperlukan berguna bagi pendidikan kejuruan baik secara teoretis sebagai penambah wawasan kajian kedepan mengenai kontribusi pendidikan sistem ganda terhadap kualitas dalam rangka memajukan pendidikan nasional juga dibutuhkan berguna menjadi bahan buat memperjelas konsepsi mengenai program Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

Manfaat simpel menjadi keliru satu bahan kabar kepada pihak pengambil keputusan dalam menyelenggarakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yaitu: (a) Kepala SMKN dua Seririt menjadi penyelenggara program pendidikan sistem ganda (PSG), (b) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali melalui Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng.

Comments