EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA

Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 
Berbagai pertarungan yang timbul dalam sistem pendidikan kita. Antara lain merupakan: pertama, rendahnya kualitas atau mutu pendidikan. Kedua, merupakan belum adanya pemerataan pada memperoleh akses pada bidang pendidikan. Ketiga, merupakan tidak adanya efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. 

Disamping itu persoalan yg keempat adalah belum adanya demokratisasi pendidikan. Peran dan warga pada dunia pendidikan masih sangat terbatas. Khusus buat sekolah kejuruan, duduk perkara yg dirasakan sangat penting berkaitan dengan ketidakmampuan lulusan dalam memasuki lapangan kerja. Hal itu ditimbulkan lantaran kualitas lulusan yang memang jauh menurut kehendak pasar. Disamping itu juga adanya ketidaksesuaian antara ”supply” lulusan menggunakan kecilnya “demand”. 

Salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan sang Pemerintah buat mengantisipasi hal itu merupakan Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (dual system). Sistem ini berusaha mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan menggunakan dunia industri. Tujuannya adalah buat meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), baik pengetahuan, ketrampilan juga etos kerja yg sinkron menggunakan tuntutan lapangan kerja, sebagai akibatnya siap masuk ke pasaran kerja Melalui PSG diperlukan terdapat kesesuaian antara mutu serta kemampuan yang dimiliki lulusan, dengan tuntutan dunia kerja. 

Pendidikan Sistem Ganda yang diselenggarakan dalam sekolah menengah kejuruan merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan “link and match” antara global pendidikan dengan dunia kerja. Bentuk penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda menekankan pada pendidikan keahlian profesional yg memadukan secara sitematik serta sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program keahlian yg diperoleh eksklusif pada perusahaan. 

Hasil kajian yang dilakukan sang Mardi Rasyid (dalam Ruchiat, 2002: lima), menemukan adanya perkara pokok yang dialami pada melaksanakan PSG merupakan: 1) Industri yang menjadi kawan sekolah belum sanggup ikut merencanakan kegiatan belajar anak didik pada membangun profesionalisme anak didik, 2) Sekolah harus bisa mempersiapkan siswa untuk memperoleh ketrampilan yang sesuai menggunakan bidang yang ditekuni, 3) Visi dan misi acara PSG dalam pelaksanaannya masih sangat bervariasi, termasuk didalamnya persepsi menurut para guru, instruktur dan kepala sekolahnya. 

Erwin Kurniadi (1995) berhasil mengidentifikasi empat hambatan utama aplikasi PSG antara lain: 1) Umumnya peserta belum mempunyai kemampuan dasar yg memadai, 2) Mentalitas peserta masih belum siap buat memasuki dunia kerja, khususnya pada hal budaya kerja dan disiplin kerja, tiga) Terlalu banyaknya energi dan pikiran yg dimuntahkan buat tahu padatnya modul yg disediakan oleh sekolah, 4) Sarana yang disediakan pihak sekolah belum mampu mengikuti perkembangan IPTEK di global usaha. 

Jaringan Penelitian Depdikbud Jawa tengah tahun 1995, menemukan beberapa permasalahan pada aplikasi acara PSG diantaranya adalah: 1) Ketidaksiapan instansi atau perusahaan yg sebagai partner kerjasama pada menyediakan peralatan, jenis pekerjaan serta teknologi yg sesuai menggunakan sekolah menengah kejuruan, 2) Ketidaksiapan sekolah pada merencanakan kurikulum, guru, pelaralatan, waktu serta dana yg tersedia, tiga) Kurang tersosialisasikannya program PSG dalam pemerintah wilayah serta masyarakat. 

Badan Litbang Depdikbud (Kompas, 20 Nopember 1995) dalam penelitiannya jua mengidentifikasi sejumlah kendala yaitu: 1) Tidak seragamnya kualitas anak didik sebagai akibatnya sering mengakibatkan perusahaan tak bisa menggali potensi maksimal siswa serta menciptakan pekerjaan yg dihadapi siswa kurang memberikan nilai tambah, dua) Keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia di perusahaan pada memantau jumlah siswa, sehingga penilaiannya menjadi kurang seksama, 3) Muatan kurikulum SMK yg cenderung sarat menggunakan aneka macam materi yg dianggap bagus dan krusial menurut pertimbangan disiplin keilmuan akan tetapi tidak kentara kaitannya menggunakan pembentukan keahlian yg harus dikuasai anak didik, 4) Sistem pembelajaran yg terjadi masih sangat berorientasi kepada pemenuhan tuntutan formal acara kurikulum sekolah, 5) Orientasi acara Pendidikan Sistem Ganda (PSG) lebih berat dalam perusahaan besar dibanding dalam perusahaan mini serta menengah. 

Namun apakah semua sekolah mempunyai kesamaan yg sama? 
Pertanyaan diatas mendorong perlunya dilakukan penilaian atas pelaksanaan PSG tadi. Penelitian dilakukan di Sekolah Tehnik Menengah/ SMK Negeri 2 di Kabupaten Klaten, lantaran adalah galat satu SMK negeri yang dianggap berhasil di Kabupaten Klaten, sebagai akibatnya seringkali dijadikan barometer bagi sekolah kejuruan yg lainnya. Untuk itu maka evaluasi dilakukan.

Evaluasi Implementasi kebijakan 
Evaluasi kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses buat menilai seberapa jauh suatu kebijakan mengakibatkan output yaitu menggunakan membandingkan antara hasil yang diperoleh menggunakan tujuan atau target kebijakan yg ditentukan (Darwin, 1994: 34). Evaluasi merupakan evaluasi terhadap suatu dilema yang umumnya memilih baik buruknya duduk perkara tadi. Dalam kaitannya menggunakan suatu program umumnya evaluasi dilakukan dalam rangka mengukur efek suatu program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. (Hanafi & Guntur, 1984: 16). 

Evaluasi kebijakan dilakukan buat mengetahui 4 aspek yaitu: 1) Proses pembuatan kebijakan, dua) Proses implementasi kebijakan, 3) Konsekuensi kebijakan, 4) Efektivitas impak kebijakan (Wibowo, 1994: 9). Sementara itu Pall (1987: 52) membagi penilaian kebijakan kedalam empat kategori, yaitu: 1) Planning and need evaluations, 2) Process evaluations, 3) Impact evaluations, 4) Efficiency evaluations, Menurut Ripley (Riyanto, 1997: 35), evaluasi implementasi kebijakan adalah penilaian yg dirumuskan sebagai berikut : 
1. Ditujukan untuk melakukan penilaian terhadap proses 
2. Dilaksanakan dengan menambah pada perspektif apa yg terjadi selain kepatuhan 
3. Dilakukan buat mengevaluasi impak jangka pendek. 

Mengenai konsep implementasi sendiri, Presman dan Wildavsky (pada Wahab (2002: 60) mengartikannya, sebagai “to carry out, accomplish, fulfill, produce, complete”. Sedangkan Van Horn dan Van Meter (1975: 447) mengartikan menjadi ”Those action by public an private individual (or groups) that are directed at the achiefment of objectives set fort in prior policy decisions”.

Dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan adalah sesuatu yang krusial, bahkan jauh lebih krusial daripada pembuatan kebijakan Udoji (pada Abdul Wahab, 1991: 45). Implementasi kebijakan merupakan jembatan yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan. Menurut Anderson (1979: 68), ada 4 aspek yang perlu dikaji pada implementasi kebijakan yaitu: 1) siapa yg mengimplementasikan, 2) hakekat dari proses administrasi, 3) kepatuhan, serta 4) dampak berdasarkan pelaksanaan kebijakan. 

Sementara itu menurut Ripley & Franklin(1986,54) terdapat dua hal yang sebagai fokus perhatian pada implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan What”s happening ? (Apa yg terjadi ). Kepatuhan memilih pada apakah para implementor patuh terhadap mekanisme atau standard anggaran yg telah ditetapkan. Sementara buat “what’s happening” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yg timbul, apa yg berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya. 

Guna melihat keberhasilan implementasi, dikenal beberapa model implementasi, diantaranya contoh yang dikembangkan Mazmanian dan Sabatier yang menyatakan bahwa Implementasi kebijakan adalah fungsi dari 3 variabel, yaitu 1) Karakteristik masalah, dua) Struktur manajemen acara yang tercermin dalam aneka macam macam peraturan yg mengoperasionalkan kebijakan, tiga) Faktor-faktor di luar peraturan.(Wibowo dkk, 1994: 25) Karakterisitik perkara berkaitan menggunakan gampang tidaknya masalah yg akan digarap dikendalikan. Semakin gampang suatu kasus digarap serta dikendalikan maka akan diperlukan menggunakan mudah tercapai efektivitas pada implementasinya. Struktur manajemen acara tercermin dalam kemampuan keputusan kebijakan buat menstrukturkan secara tepat proses implementasinya. 

Sementara itu sejumlah variabel diluar peraturan yang mensugesti proses implementasi, diantaranya: 1) Kondisi sosial, ekonomi dan teknologi, 2) Dukungan publik, 3) Sikap serta asal-asal yg dimiliki grup-grup, 4) Dukungan dari pejabat atasan, 5) Komitmen serta kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana. 

Pemikiran Sabatier serta Mazmanian ini menduga bahwa suatu Implementasi akan efektif jika birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk aplikasi, petunjuk teknis). Oleh karenanya contoh ini diklaim top down. 

Sementara itu Van Horn dan Van Meter (1975: 447), dengan modelnya merumuskan sejumlah faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan adalah; 1) baku serta target eksklusif yang wajib dicapai oleh para pelaksana kebijakan, 2) tersedianya sumber daya, baik yang berupa dana, tehnologi, wahana juga prasarana lainnya, tiga) komunikasi antara organisasi yang baik ,4) karakteristik birokrasi pelaksana, lima) kondisi sosial, ekonomi, serta politik Sementara itu dari Grindle (1980), implementasi dipengaruhi oleh isi (content) kebijakan dan konteks implementasinya. Dalam hal ini, Isi kebijakan meliputi: 1) Kepentingan yg termakan sang kebijakan, dua) Jenis manfaat yang akan didapatkan, tiga) Derajat perubahan yang diinginkan, 4) Kedudukan produsen kebijakan, lima) Siapa pelaksana acara, 6) Sumber daya yg dikerahkan. Sementara itu Konteks kebijakan meliputi: 1)Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yg terlibat, 2) Karakteristik forum dan penguasa, 3) Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana. 

Dalam penelitian ini nir mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang menghipnotis keberhasilan implementasi akan namun lebih mengacu bagaimana proses itu berlangsung, apakah telah sinkron dengan anggaran pelaksanaannya, hasil apa yg sudah diperoleh selama proses implementasi, bagaimana perilaku pelaksananya, bagaimana sejumlah asal dipakai buat proses implementasi. Dengan demikian evaluasi implementasi dititikberatkan dalam evalusi kinerja proses implementasi kebijakannya. Konsep yang dipilih merupakan menurut Ripley (1985).

Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 
Kebijakan pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan konsep dual system pada Jerman, yaitu suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yg memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan pada sekolah dan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, menggunakan tujuan untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional eksklusif. Tujuan penyelenggaran Pendidikan Sistem Ganda merupakan: 1) menghasilkan tenaga kerja yg memiliki keahlian profesional, 2) Memperkokoh link and match antara sekolah dengan dunia usaha, tiga) Meningkatkan efisiensi proses pendidikan serta pembinaan energi kerja, 4) Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja menjadi bagian berdasarkan proses pendidikan. 

Dalam aplikasi PSG dalam sekolah menengah kejuruan, isi pendidikan serta pelatihan meliputi : 
a. Komponen pendidikan umum (normatif), meliputi : Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Agama, Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Sejarah Nasional serta Sejarah Umum.
b. Komponen pendidikan dasar meliputi : Matematika, Bahasa Inggris, Biologi, Fisika dan Kimia. 
c. Komponen kejuruan, yaitu mencakup pelajaran teori-teori kejuruan dalam lingkup suatu program studi eksklusif buat membekali pengetahuan mengenai tehnis dasar keahlian. 
d. Komponen Praktek Dasar Profesi, berupa latihan kerja buat menguasai teknik bekerja secara benar sinkron tuntutan profesi. 
e. Komponen Praktik Keahlian profesi yaitu berupa kegiatan bekerja secara terprogram dalam situasi sebenarnya uanutk mencapai taraf keahlian serta perilaku profesional. 

Untuk pengelolaan aktivitas belajar mengajar dalam pendidikan system ganda ini ada beberapa prinsip dasar yaitu : 
a. Ada keterkaitan antara apa yg dilakukan di sekolah serta apa yg dilakukan di institusi pasangan sebagai suatu rangkaian yg utuh 
b. Praktek keahlian di institusi pasangan merupakan proses belajar yg utuh, bermakna dan sarat nilai untuk mencapai kompetesi lulusan. 
c. Ada transedental proses belajar menggunakan saat yg sesuai pada mencapai taraf kompetensi yg dibutuhkan. 
d. Berorientasi pada proses disamping berorientasi kepada produk dalam mencapai kompetensi lulusan secara optimal.

EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA

Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 
Berbagai perseteruan yang ada pada sistem pendidikan kita. Diantaranya adalah: pertama, rendahnya kualitas atau mutu pendidikan. Kedua, merupakan belum adanya pemerataan dalam memperoleh akses pada bidang pendidikan. Ketiga, merupakan nir adanya efisiensi pada penyelenggaraan pendidikan. 

Disamping itu duduk perkara yang keempat adalah belum adanya demokratisasi pendidikan. Peran dan rakyat pada global pendidikan masih sangat terbatas. Khusus buat sekolah kejuruan, persoalan yg dirasakan sangat penting berkaitan menggunakan ketidakmampuan lulusan dalam memasuki lapangan kerja. Hal itu disebabkan lantaran kualitas lulusan yang memang jauh menurut kehendak pasar. Disamping itu pula adanya ketidaksesuaian antara ”supply” lulusan dengan kecilnya “demand”. 

Salah satu bentuk kebijakan yg dimuntahkan oleh Pemerintah buat mengantisipasi hal itu merupakan Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (dual system). Sistem ini berusaha mengintegrasikan kepentingan global pendidikan dengan global industri. Tujuannya adalah buat mempertinggi kualitas pendidikan, khususnya SMK (SMK), baik pengetahuan, ketrampilan juga pandangan hidup kerja yang sinkron menggunakan tuntutan lapangan kerja, sehingga siap masuk ke pasaran kerja Melalui PSG diperlukan ada kesesuaian antara mutu dan kemampuan yang dimiliki lulusan, dengan tuntutan dunia kerja. 

Pendidikan Sistem Ganda yg diselenggarakan dalam sekolah menengah kejuruan adalah keliru satu bentuk implementasi kebijakan “link and match” antara global pendidikan menggunakan global kerja. Bentuk penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda menekankan dalam pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sitematik serta sesuai antara acara pendidikan pada sekolah dengan acara keahlian yang diperoleh eksklusif di perusahaan. 

Hasil kajian yg dilakukan oleh Mardi Rasyid (pada Ruchiat, 2002: lima), menemukan adanya masalah utama yang dialami dalam melaksanakan PSG merupakan: 1) Industri yg sebagai mitra sekolah belum bisa ikut merencanakan kegiatan belajar anak didik dalam membangun profesionalisme siswa, 2) Sekolah harus dapat mempersiapkan murid untuk memperoleh ketrampilan yang sinkron dengan bidang yg ditekuni, tiga) Visi dan misi acara PSG pada pelaksanaannya masih sangat bervariasi, termasuk didalamnya persepsi menurut para pengajar, instruktur serta kepala sekolahnya. 

Erwin Kurniadi (1995) berhasil mengidentifikasi empat kendala utama pelaksanaan PSG antara lain: 1) Umumnya peserta belum mempunyai kemampuan dasar yang memadai, 2) Mentalitas peserta masih belum siap buat memasuki global kerja, khususnya dalam hal budaya kerja dan disiplin kerja, tiga) Terlalu banyaknya tenaga serta pikiran yg dimuntahkan buat tahu padatnya modul yg disediakan sang sekolah, 4) Sarana yang disediakan pihak sekolah belum bisa mengikuti perkembangan IPTEK pada global bisnis. 

Jaringan Penelitian Depdikbud Jawa tengah tahun 1995, menemukan beberapa konflik pada aplikasi program PSG diantaranya merupakan: 1) Ketidaksiapan instansi atau perusahaan yang menjadi partner kerjasama dalam menyediakan peralatan, jenis pekerjaan serta teknologi yang sinkron menggunakan sekolah menengah kejuruan, dua) Ketidaksiapan sekolah pada merencanakan kurikulum, pengajar, pelaralatan, saat dan dana yang tersedia, tiga) Kurang tersosialisasikannya acara PSG dalam pemerintah wilayah dan rakyat. 

Badan Litbang Depdikbud (Kompas, 20 Nopember 1995) pada penelitiannya jua mengidentifikasi sejumlah kendala yaitu: 1) Tidak seragamnya kualitas siswa sehingga acapkali membuahkan perusahaan tak bisa menggali potensi maksimal murid serta membuat pekerjaan yg dihadapi siswa kurang memberikan nilai tambah, dua) Keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia di perusahaan pada memantau jumlah siswa, sebagai akibatnya penilaiannya menjadi kurang akurat, 3) Muatan kurikulum SMK yang cenderung sarat dengan berbagai materi yg dipercaya mengagumkan serta penting dari pertimbangan disiplin keilmuan akan tetapi tak kentara kaitannya dengan pembentukan keahlian yg harus dikuasai murid, 4) Sistem pembelajaran yg terjadi masih sangat berorientasi kepada pemenuhan tuntutan formal program kurikulum sekolah, 5) Orientasi program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) lebih berat dalam perusahaan besar dibanding pada perusahaan kecil serta menengah. 

Namun apakah semua sekolah mempunyai kecenderungan yg sama? 
Pertanyaan diatas mendorong perlunya dilakukan penilaian atas aplikasi PSG tadi. Penelitian dilakukan pada Sekolah Tehnik Menengah/ Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dua di Kabupaten Klaten, lantaran merupakan keliru satu SMK negeri yg dianggap berhasil pada Kabupaten Klaten, sebagai akibatnya seringkali dijadikan barometer bagi sekolah kejuruan yg lainnya. Untuk itu maka penilaian dilakukan.

Evaluasi Implementasi kebijakan 
Evaluasi kebijakan pada dasarnya adalah suatu proses buat menilai seberapa jauh suatu kebijakan mengakibatkan output yaitu dengan membandingkan antara output yang diperoleh dengan tujuan atau sasaran kebijakan yg ditentukan (Darwin, 1994: 34). Evaluasi adalah penilaian terhadap suatu duduk perkara yang umumnya memilih baik buruknya persoalan tersebut. Dalam kaitannya menggunakan suatu program umumnya evaluasi dilakukan dalam rangka mengukur impak suatu program pada mencapai tujuan yang ditetapkan. (Hanafi & Guntur, 1984: 16). 

Evaluasi kebijakan dilakukan buat mengetahui 4 aspek yaitu: 1) Proses pembuatan kebijakan, dua) Proses implementasi kebijakan, tiga) Konsekuensi kebijakan, 4) Efektivitas dampak kebijakan (Wibowo, 1994: 9). Sementara itu Pall (1987: 52) membagi penilaian kebijakan kedalam empat kategori, yaitu: 1) Planning and need evaluations, dua) Process evaluations, tiga) Impact evaluations, 4) Efficiency evaluations, Menurut Ripley (Riyanto, 1997: 35), penilaian implementasi kebijakan adalah penilaian yg dirumuskan menjadi berikut : 
1. Ditujukan untuk melakukan penilaian terhadap proses 
2. Dilaksanakan dengan menambah pada perspektif apa yg terjadi selain kepatuhan 
3. Dilakukan buat mengevaluasi dampak jangka pendek. 

Mengenai konsep implementasi sendiri, Presman dan Wildavsky (pada Wahab (2002: 60) mengartikannya, sebagai “to carry out, accomplish, fulfill, produce, complete”. Sedangkan Van Horn dan Van Meter (1975: 447) mengartikan sebagai ”Those action by public an private individual (or groups) that are directed at the achiefment of objectives set fort in prior policy decisions”.

Dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan adalah sesuatu yang krusial, bahkan jauh lebih krusial daripada pembuatan kebijakan Udoji (dalam Abdul Wahab, 1991: 45). Implementasi kebijakan merupakan jembatan yg menghubungkan formulasi kebijakan dengan output (outcome) kebijakan yang dibutuhkan. Menurut Anderson (1979: 68), ada 4 aspek yang perlu dikaji pada implementasi kebijakan yaitu: 1) siapa yg mengimplementasikan, 2) hakekat menurut proses administrasi, tiga) kepatuhan, serta 4) efek menurut aplikasi kebijakan. 

Sementara itu menurut Ripley & Franklin(1986,54) ada dua hal yg sebagai fokus perhatian pada implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) serta What”s happening ? (Apa yg terjadi ). Kepatuhan menunjuk pada apakah para implementor patuh terhadap prosedur atau standard aturan yang telah ditetapkan. Sementara untuk “what’s happening” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yg ada, apa yg berhasil dicapai, mengapa serta sebagainya. 

Guna melihat keberhasilan implementasi, dikenal beberapa contoh implementasi, diantaranya contoh yg dikembangkan Mazmanian serta Sabatier yg menyatakan bahwa Implementasi kebijakan adalah fungsi dari tiga variabel, yaitu 1) Karakteristik kasus, dua) Struktur manajemen acara yang tercermin pada aneka macam macam peraturan yg mengoperasionalkan kebijakan, 3) Faktor-faktor di luar peraturan.(Wibowo dkk, 1994: 25) Karakterisitik masalah berkaitan menggunakan gampang tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan. Semakin gampang suatu kasus digarap serta dikendalikan maka akan diharapkan menggunakan mudah tercapai efektivitas dalam implementasinya. Struktur manajemen acara tercermin pada kemampuan keputusan kebijakan buat menstrukturkan secara tepat proses implementasinya. 

Sementara itu sejumlah variabel diluar peraturan yang menghipnotis proses implementasi, antara lain: 1) Kondisi sosial, ekonomi serta teknologi, 2) Dukungan publik, tiga) Sikap serta asal-asal yg dimiliki kelompok-grup, 4) Dukungan dari pejabat atasan, 5) Komitmen serta kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana. 

Pemikiran Sabatier dan Mazmanian ini menganggap bahwa suatu Implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis). Oleh karenanya model ini diklaim top down. 

Sementara itu Van Horn serta Van Meter (1975: 447), menggunakan modelnya merumuskan sejumlah faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan adalah; 1) standar serta sasaran eksklusif yg harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, dua) tersedianya sumber daya, baik yg berupa dana, tehnologi, sarana maupun prasarana lainnya, 3) komunikasi antara organisasi yg baik ,4) ciri birokrasi pelaksana, lima) syarat sosial, ekonomi, serta politik Sementara itu dari Grindle (1980), implementasi dipengaruhi sang isi (content) kebijakan dan konteks implementasinya. Dalam hal ini, Isi kebijakan meliputi: 1) Kepentingan yang tergoda oleh kebijakan, dua) Jenis manfaat yang akan didapatkan, tiga) Derajat perubahan yg diinginkan, 4) Kedudukan pembuat kebijakan, lima) Siapa pelaksana acara, 6) Sumber daya yg dikerahkan. Sementara itu Konteks kebijakan mencakup: 1)Kekuasaan, kepentingan dan taktik aktor yg terlibat, dua) Karakteristik lembaga serta penguasa, 3) Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana. 

Dalam penelitian ini nir mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi keberhasilan implementasi akan namun lebih mengacu bagaimana proses itu berlangsung, apakah telah sesuai menggunakan aturan pelaksanaannya, hasil apa yang sudah diperoleh selama proses implementasi, bagaimana sikap pelaksananya, bagaimana sejumlah sumber digunakan buat proses implementasi. Dengan demikian penilaian implementasi dititikberatkan dalam evalusi kinerja proses implementasi kebijakannya. Konsep yg dipilih adalah dari Ripley (1985).

Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 
Kebijakan pendidikan sistem ganda dikembangkan menurut konsep dual system pada Jerman, yaitu suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan pada sekolah serta penguasaan keahlian yg diperoleh melalui aktivitas bekerja pribadi pada dunia kerja, menggunakan tujuan buat mencapai suatu taraf keahlian profesional tertentu. Tujuan penyelenggaran Pendidikan Sistem Ganda merupakan: 1) membuat energi kerja yang mempunyai keahlian profesional, 2) Memperkokoh link and match antara sekolah menggunakan global usaha, tiga) Meningkatkan efisiensi proses pendidikan serta pelatihan energi kerja, 4) Memberi pengakuan serta penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian menurut proses pendidikan. 

Dalam aplikasi PSG pada sekolah menengah kejuruan, isi pendidikan dan pembinaan mencakup : 
a. Komponen pendidikan generik (normatif), mencakup : Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Agama, Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Jasmani serta Kesehatan, Sejarah Nasional serta Sejarah Umum.
b. Komponen pendidikan dasar mencakup : Matematika, Bahasa Inggris, Biologi, Fisika dan Kimia. 
c. Komponen kejuruan, yaitu meliputi pelajaran teori-teori kejuruan pada lingkup suatu acara studi eksklusif buat membekali pengetahuan tentang tehnis dasar keahlian. 
d. Komponen Praktek Dasar Profesi, berupa latihan kerja untuk menguasai teknik bekerja secara sahih sesuai tuntutan profesi. 
e. Komponen Praktik Keahlian profesi yaitu berupa kegiatan bekerja secara terprogram dalam situasi sebenarnya uanutk mencapai taraf keahlian serta perilaku profesional. 

Untuk pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan system ganda ini ada beberapa prinsip dasar yaitu : 
a. Ada keterkaitan antara apa yang dilakukan pada sekolah serta apa yang dilakukan di institusi pasangan menjadi suatu rangkaian yang utuh 
b. Praktek keahlian pada institusi pasangan adalah proses belajar yg utuh, bermakna dan sarat nilai buat mencapai kompetesi lulusan. 
c. Ada transedental proses belajar dengan ketika yang sesuai dalam mencapai taraf kompetensi yg diperlukan. 
d. Berorientasi pada proses disamping berorientasi pada produk pada mencapai kompetensi lulusan secara optimal.