SISTEM INFORMASI STRATEGIK

Sistem Informasi Strategik
Selama berabad-abad organisasi telah mengelola knowledge dan teknologi. Terutama dalam masa revolusi industri, terlihat jelas organisasi usaha mengalami pertumbuhan pesat dampak adopsi teknologi terbaru pada ketika itu. Di abad ini, selama lebih menurut 3 dasa warsa, sejak organisasi bisnis menggunakan personal komputer buat kebutuhan pemrosesan data, penggunaan teknologi liputan (TI) dalam organisasi usaha terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini didukung menggunakan timbulnya pemahaman generik bahwa penggunaan TI dalam organisasi akan mengurangi aneka macam porto akibat adanya efisiensi dan bahwa keberadaan TI akan menciptakan organisasi yg memilikinya akan mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing.

Sejak saat itu, organisasi bisnis terus melakukan investasi akbar-besaran dalam perangkat TI. Dari tahun 1996 hingga 2000 saja, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat membelanjakan hampir dua trilyun dolar pada hardware dan aplikasi untuk mengejar peningkatan efisiensi, produktifitas yang lebih tinggi dan penguatan laba. (Stiroh, 2001) Besarnya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut tentunya diikuti jua menggunakan besarnya ekspektasi akan output yang bisa diperoleh atas investasi tersebut. Investasi yang besar , diharapkan akan membawa peningkatan yang besar terhadap kinerja atau produktifitas bagi organisasi usaha tersebut. 

Namun demikian, belakangan disadari bahwa organisasi usaha yg merupakan top performer pada Amerika Serikat merupakan organisasi bisnis yg tergolong hemat dalam melakukan belanja perangkat TI. Studi yg dilakukan sang Forrester Research pada Maholtra (2005) menemukan bahwa perusahaan dengan performa terbaik yang diukur dengan pendapatan, Return on Assets (ROA) serta pertumbuhan cash flow memiliki belanja TI yg lebih rendah berdasarkan homogen-homogen perusahaan lain. Penelitian Collins pada Maholtra (2005) dalam perusahaan Amerika Serikat menggunakan performa terbaik selama 30 tahun membuat temuan yg serupa. Temuan tadi menjadi bertolak belakang menggunakan sejumlah penelitian, misalnya yg dilakukan oleh Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1991), Brynjolfsson dan Hitt (1994), ataupun Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)yang membuktikan adanya interaksi positif antara investasi perusahaan pada TI dengan kinerja. Tetapi tidak bertolak belakang menggunakan sejumlah penelitian lainnya yg gagal pertanda adanya hubungan antara TI menggunakan kinerja atau produktifitas Hal ini menyisakan pertanyaan apakah teknologi liputan benar-benar dapat menaruh manfaat bagi kinerja perusahaan? 

Sejumlah studi realitas tentang pengaruh TI bagi organisasi bisnis itu sendiri sebenarnya telah banyak dilakukan sejak pertengahan era 1980’an. Penelitian tentang imbas TI pada organisasi bisnis berakar pada topik penelitian mengenai information technology investment and firm performance yg selama bertahun-tahun telah sebagai perdebatan tentang apakah investasi pada TI memiliki dampak yg positif menggunakan berukuran-ukuran kinerja ataupun produktifitas. Penelitian yg dilakukan semenjak 2 dekade lalu membuat temuan yg mixed mengenai manfaat TI tersebut. Ketika TI diyakini memberi manfaat bagi organisasi bisnis yang memilikinya, sejumlah penelitian justru membuat temuan berupa ketiadaan hubungan antara investasi perusahaan pada TI menggunakan peningkatan produktifitas, suatu situasi yg dianggap sebagai productivity lawan asas (Dedrick, Gurbaxani & Kraemer, 2002) Penelitian yg dilakukan tadi, secara garis besar bisa dibagi menjadi dua, yaitu studi yang dilakukan dalam level perusahaan dan studi yang dilakukan dalam level negara. Hasil berdasarkan sejumlah penelitian tersebut bisa ditinjau pada tabel berikut, yg menunjukkan bahwa investasi perusahaan bagi TI tidaklah selalu diikuti menggunakan peningkatan kinerja/produktifitas

Tabel Studi Empiris tentang Dampak TI terhadap Kinerja/Produktifitas (Studi dalam perusahaan sektor jasa hingga Manufaktur)
Peneliti


Sumber Data

Temuan

Strassmann [1985]
Strassmann [1990]

Computerworld,
survei terhadap 38 perusahaan
Tidak ada hubungan antara  investasi pada  TI menggunakan berukuran-berukuran kinerja, semisal ROI
Bender [1986]
LOMA insurance data
Dari 132 perusahaan
Korelasi lemah antara TI dengan berbagai rasio kinerja
Franke [1987]
Data industri keuangan
Investasi dalam TI berhubungan dengan penurunan tajam pada capital productivity serta nir terdapat imbas dalam labor productivity
Dudley & Lasserre [1989]

TI serta komunikasi mengurangi biaya yang berkaitan menggunakan inventory
Parsons, Gottlieb dan
Denny  [1990]
perbankan
Dampak yang rendah berdasarkan teknologi informasi terhadap produktifitas
Alpar & Kim [1991]
perbankan
TI mengakibatkan pengurangan biaya . 10 %. Peningkatan pada investasi TI membawa efek dalam 1.9% penurunan total cost.
Harris & Katz [19 91]
40 perusahaan  anggota LOMA
Hubungan positif yang lemah antara TI dengan berbagai rasio kinerja
Barua, Kriebel &
Mukhopadhyay [1991]
manufaktur
Investasi pada TI herbi  sejumlah intermediate performance measure yang lalu herbi berukuran-berukuran kinerja yg lebih tinggi misalnya revenue, ROA & market share

Mahmood & Mann (1993)

Computerworld  data dalam 100 perusahaan
Investasi dalam TI mempunyai hubungan yg lemah dengan pencapaian  strategi organisasi serta kinerja secara ekonomi. Tetapi memiliki hubungan yg signifikan apabila diuji dengan canonical analysis yg bisa mengukur efek kombinasi dari variabel-variabel investasi TI
Diewert & Smith [1994]
Perusahaan ritel Kanada
Peningkatan produktifitas melalui pengelolaan inventory yg lebih baik dengan TI
Brynjolfsson & Hitt [1994]
IDG, Compustat, Bureau of Economics Analysis (BEA)
TI membawa impak pada peningkatan produktifitas dan membentuk value bagi customer
Loveman [1994]
 PIMS/MPIT
Invetasi pada TI tidak membawa efek apapun terhadap output
Kwon & Stoneman [1995]
UK Based survey
TI mempunyai pengaruh positif  terhadap hasil dan produktifitas.
Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)
Perusahaan yang tercantum dalam Fortune 500 serta  Fortune Service 500
Investasi pada TI memiliki hubungan positif menggunakan sejumlah berukuran kinerja, seperti penjualan, asset & ekuitas
Sumber: Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1995), Brynjolfsson &Yang (1996), Mahmood & Mann (2000),Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001) 

Pada studi level negara, pada Amerika Serikat, Oliner & Sichel (1994, 2000) menemukan bahwa penggunaan teknologi warta misalnya computer hardware, aplikasi serta perangkat komunikasi berkontribusi terhadap pesatnya pertumbuhan produktifitas pada era pertengahan tahun 90’an. Tetapi demikian, Gordon (2000) dalam Simon & Wardop (2002) mengemukakan bahwa teknologi liputan pada Alaihi Salam tidak membawa efek yg luas terhadap pertumbuhan output, sebagaimana yg ditimbulkan oleh gelombang inovasi akbar pada abad lalu misalnya ditemukannya listrik dan mesin menggunakan pembakaran internal. Di Australia sendiri, penelitian oleh Simon& Wardop (2002) memperlihatkan Australia mengalami peningkatan pertumbuhan output yg signifikan sehubungan menggunakan penggunaan teknologi berita dalam organisasi. Lebih jauh lagi Jorgenson (2004) mencoba buat melihat dampak TI pada pertumbuhan ekonomi negara-negara G7. Ia menyatakan bahwa semenjak 1995, masih ada investasi yang akbar terhadap perangkat TI pada negara-negara G7 dimana hal ini membawa donasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut. 

Penjelasan mengenai productivity lawan asas pernah dilakukan sang Brynjolfsson &Yang (1996) yang mengemukakan bahwa masih ada 4 aspek buat mengungkapkan terjadinya productivity paradoks Keempatnya adalah : (1) Kesalahan pengukuran. Terjadi dalam kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran input serta Output akibat masih digunakannya pendekatan tradisional pada pengukurannya.(dua) Adanya waktu tunda atau lags. Waktu tunda disini timbul dari disparitas ketika menurut analisa tentang payoff berdasarkan porto versus manfaat. (tiga) Redistribution: TI dipakai dalam aktifitas redistribusi antar perusahaan. Hal ini membuahkan TI berguna, namun manfaat ini tidak bisa diukur pada total output. (4). Mismanagement, kesalahan dalam pengelolaan TI bisa menciptakan TI terlihat nir produktif bila diukur secara statistik. Lebih lanjut, Ahadiat (2006) mencoba menyebutkan tentang hal tersebut dengan mengutip Bakos (1998) bahwa Investasi pada TI sendiri merupakan investasi pada sesuatu yang gampang menjadi usang (obsolete) sebagai akibatnya terdapat kesulitan buat menampakkan manfaatnya dalam skala pengukuran kinerja atau produktifitas yang sudah umum dipakai. 

INTANGIBLE BENEFIT DARI TEKNOLOGI INFORMASI 
Perkembangan terkini dari studi empiris mengenai pengaruh TI, waktu ini nir hanya mencoba buat mengkaitkan investasi TI menggunakan tangible benefit, namun pula intangible benefit. Hal ini terutama terus mengemuka sejalan menggunakan makin maraknya implementasi Knowledge Management (KM) pada sejumlah organisasi usaha. KM merupakan upaya organisasi dalam mengelola aktiva intelektual yg dimilikinya melalui praktek-praktek pendokumentasian dan sharing pengetahuan diantara anggota organisasi. Untuk melakukan pendokumentasian dan sharing pengetahuan ini diharapkan TI buat mewujudkannya, yaitu dalam bentuk pengembangan intranet, extranet dan perangkat pendukung lainnya berupa hardware, software dan telekomunikasi yang dikenal sebagai KM technology. Meski praktek KM diyakini bisa menaikkan intangible asset bagi organisasi, namun Maholtra (2005) mencoba menyoroti penggunaan kata knowledge management technology berdasarkan sisi lain, yaitu hanyalah sebagai perkembangan terbaru atau re-labelling yg dilakukan oleh para vendor TI selesainya selama dua dekade terakhir istilah teknologi warta telah poly dipakai. 

Pasar KM technology sendiri merupakan pasar yg menarik bagi para vendor TI. Pasar global KM diestimasikan sebesar US$8.8 billion selama tahun 2005. Sedangkan pelaksanaan usaha yang digunakan buat menunjang KM, misalnya CRM diproyeksikan buat bertumbuh sebanyak $148 billion dalam tahun 2006 (Maholtra, 2005) KM sendiri telah dimanfaatkan sang vendor TI buat memasarkan produk-produknya. Sehngga terlepas berdasarkan sisi positif implementasi KM bagi organisasi namun wajib disadari bahwa vendor TI pun membutuhkan slogan baru buat memasarkan produk berupa perangkat yang dimilikinya melalui popularitas KM. Hal ini tentu jua melahirkan pertanyaan lanjutan, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? 

Bila di dua dekade lalu, waktu kata productivity paradoks mulai mengemuka, terdapat sebuah quote yg sangat populer yaitu: “You can see the computer everywhere but in the productivity statistics” (Robert Solow) maka kini Maholtra melanjutkannya dengan “One can see the impact of knowledge management everywhere but in the KM technology-performance statistics ’’ 

Bila ditinjau berdasarkan sisi definisi, Knowledge management sendiri mempunyai sejumlah definisi yg mengadung penekanan yang tidak selaras. Definisi tadi diantaranya:

‘‘Knowledge management systems (KMS) refer to a class of information systems applied to managing organizational knowledge. That is, they are IT-based systems developed to support and enhance the organizational processes of knowledge creation, storage/retrieval, transfer, and application’’ (Alavi dan Leidner, 2001) 

Definisi yg berikutnya adalah:
‘‘Knowledge Management refers to the critical issues of organizational adaptation, survival and competence against discontinuous environmental change. Essentially it embodies organizational processes that seek synergistic combination of data and information-processing capacity of information technologies, and the creative and innovative capacity of human beings’’ (Malhotra,2005)

Bila ditinjau, dalam kedua definisi tersebut terdapat perbedaan yg esensial. Jika definisi yang pertama lebih poly menekankan pada ketersediaan sistem berbasis TI buat mengelola knowledge, definisi yang ke 2 lebih menekankan dalam proses lanjutan yaitu daya kreatif dan inovasi manusia pada memakai data serta warta.

Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa tersedianya intranets, extranets, hingga groupware tidak dan merta bisa menghantarkan dalam kinerja perusahaan yang lebih baik. Teknologi ini, perlu diadopsi dan disesuaikan dengan manusia sebagai user, diintegrasikan sinkron dengan konteks pekerjaan dan secara efektif dipakai oleh organisai.

Sehingga sama halnya menggunakan pertanyaan pertama, yaitu apakah apakah teknologi liputan sungguh dapat memberikan manfaat bagi kinerja organisasi? Pertanyaan ke 2, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? Membutuhkan kajian lebih lanjut untuk menjawabnya. Namun satu hal yang sudah pasti bahwa investasi perusahaan dalam perangkat TI atau yg sekarang juga diberi nama perangkat KM technology nir akan serta merta memberikan manfaat yg terukur bagi organisasi yg memilikinya. Dibutuhkan sejumlah penataan selanjutnya untuk membuat teknologi tersebut sebagai berdampak positif bagi organisasi bisnis.

MEREALISASIKAN DAMPAK POSTIF TI; PEOPLE, PROSES & BUSINESS MODEL.
Dengan mengamati praktek-praktek yg telah dilakukan oleh organisasi usaha yg berhasil pada memanfaatkan TI, maka buat bisa merealisasikan pengaruh positif TI bagi organisasi bisnis tersebut, paling nir bisa dilakukan melalui tiga hal yaitu: people, proses & business contoh.

Dalam kaitannya dengan people, peranan dari TI sudah tidak selaras menggunakan peranan mesin pada era industri yg digunakan buat menggantikan tenaga manusia. Meski penggunaan yang mula-mula menurut komputer adalah diarahkan pada factor substitution, yaitu menggantikan low skill clerical worker melalui otomatisasi proses kerja. Dalam organisasi modern, TI tidak semata-mata menggantikan kekuatan otot ataupun kepandaian insan. Dari hasil analisa makroekonomi multi tahun dari ratusan perusahaan, Strassmann pada Malhotra (2005) menegaskan bahwa bukanlah komputer yang penting, tetapi apa yg dilakukan insan dengan personal komputer tadi adalah yg terpenting. Sebagaimana bukanlah sebuah palu yg dapat mendirikan sebuah rumah yg baik, tetapi tergantung dalam ditangan siapakah palu itu dipegang, sebagai akibatnya dapat membuat sebuah rumah yang baik. Dari sini semakin jelas terlihat bahwa manfaat yg dihasilkan sang teknologi, tidaklah semata dari berdasarkan teknologi itu sendiri, namun dari apa yang dilakukan oleh insan menggunakan teknologi tadi. 

Terkait menggunakan proses, manfaat yg dihasilkan sang organisasi bisnis berdasarkan TI terletak pada bagaimana organisasi tersebut menggunakannya nir sekedar buat otomatisasi, tetapi pula untuk mentransformasi proses bisnis, hingga mengubah atau membangun contoh bisnis yang sesuai manakala aktifitas kerja dan aneka macam proses bisnis sudah didukung TI. Hammer & Champy dalam Hartono (2005) mengidentifikasi kegagalan investasi TI buat memberikan impak terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan lantaran implementasi TI dianggap sekedar mengotomatisasi aktivitas tradisionil yang ada. Menurut Hammer, buat memberikan manfaat investasi TI wajib dipakai buat mengubah secara revolusioner proses bisnis yg ada dalam organisasi. Pendekatan ini diklaim sebagai Business Process reengineering (BPR), dimana BPR ini bersifat mendasar, radikal, dramatis dan berorientasi dalam proses.

Bila ditinjau berdasarkan perkembangan ilmu manajemen, efek luar biasa menurut inovasi teknologi misalnya listrik dan mesin-mesin pada abad industri terhadap kemajuan industri tidaklah melulu ditimbulkan karena organisasi mempunyai mesin-mesin tadi. Organisasi bisnis dalam masa itu juga melakukan perubahan proses kerja buat bisa mewujudkan keunggulannya, misalnya melalui diterapkannya division of labor. Sehingga nir heran di abad berita keilmuan manajemen memperkenalkan kata teamwork, interconnection, serta shared information menjadi suatu penemuan menurut ilmu manajemen buat mengadopsi teknologi pada proses kerja. (Senn, 2004 ).

Carr pada artikel kontroversialnya IT Doesn’t Matter yg dipublikasikan melalui Harvard Business Review (2003) menyoroti kemampuan TI untuk mendeliver keunggulan kompetitif yg semakin memudar. Beberapa dasawarsa kemudian bank yg menerapkan online banking bisa mempunyai keunggulan kompetitif serta merebut hati nasabah. Tetapi saat ini teknologi ini sudah dimiliki seluruh bank. Demikian pula menggunakan Reuters yang mempunyai sistem TI yang tidak dapat disaingi pada dasawarsa kemudian, tetapi sekarang bahkan surat kabar lokal sekalipun juga bisa memiliki jaringan yang terkenal diseluruh dunia melalui teknologi internet.

Carr (2003) juga menyoroti kesamaan organisasi usaha dalam masa sekarang yang terlalu mengandalkan vendor aplikasi ataupun perangkat keras sampai konsultan TI agar organisasi bisnis bisa tetap up to date dengan perkembangan TI, dibandingkan dengan berupaya buat melakukan penemuan sendiri. Ketergantungan ini menyebabkan setiap organisasi bisnis cenderung mempunyai sistem dan teknologi yg seragam, sebagai akibatnya selama nir dilakukan inovasi maka nir akan terdapat nilai lebih yang bisa ditampilkan sang suatu organiasi usaha jika dibandingkan dengan pesaingnya. Kondisi ini juga didukung menggunakan praktek organisasi bisnis selama ini dimana berdasarkan total pembelanjaannya dalam TI, persentase terbesar adalah buat pengadaan komoditas berupa berbagai perangkat serta hanya sedikit yg mengalokasikan dana buat upaya menemukan inovasi atau melakukan proses kreatif dari aneka macam perangkat tersebut.

Satu hal lain yang perlu ditinjau adalah pilihan akan contoh bisnis. Perkembangan teknologi telah memungkinkan organisasi untuk membangun new business model yang baru pada hal penawaran barang serta jasa ataupun baru dalam hal cara mendelivernya ke konsumen (Hartono, 2005) Dalam kaitannya dengan contoh bisnis, peritel Wal Mart telah muncul menjadi sebuah organisasi bisnis yang akbar lantaran berhasil memanfaatkan TI secara maksimal buat menjalankan model usaha yang dipilihnya. Wal-Mart juga terus mencari cara buat meningkatkan efisiensi pada TI melalui pengelolaan rantai pasokan secara elektronis. Wal Mart mengarahkan seluruh pemasoknya untuk memakai sistem pengadaan barang secara elektronis yg sesuai menggunakan miliknya, sehingga mau tak mau supplier yang ingin terus berhubungan dengan WalMart harus mengadopsi sistem tadi. (Maholtra, 2005) Lebih jauh mengenai model usaha, Amazon, Google serta e-bay merupakan tiga nama akbar pada dunia e-commerce yg menjalankan bisnisnya murni secara impian atau hanya ada didunia maya. Siapapun sebenarnya bisa memulai usaha di internet, sebuah infrastruktur terbuka yg bisa dipakai sang siapa saja dan sudah lazim diadopsi sang organisasi bisnis lainnya. Tetapi menggunakan kreatifitas para pendirinya, ketiganya menentukan suatu model usaha yang bisa diterima sang pengguna internet di seluruh dunia. Amazon, pioner pada usaha ritel yg terus melengkapi diri menggunakan fitur-fitur baru dan kemudahan yang membuat pelanggan enggan berpaling. E-bay pada bidang pelelangan yg membuat segala hal jadi mungkin buat dilelang dan seluruh orang di seluruh dunia dapat menjadi peserta lelang asalkan memiliki akses ke internet. Serta Google sebagai angka satu pada search engine yang menggunakan perangkat TI sederhana secara aporisma yaitu dengan menciptakan prosedur pemecahan pemrograman yang memungkinkan user men-search ‘apapun’ secara lebih cepat dan teliti dibanding berdasarkan search engine manapun termasuk Yahoo. Masih banyak model lain, misalkan Encyclopedia Britannica yg pada abad keterangan ini jua wajib merubah model bisnisnya pada menjajakan keterangan akibat adanya internet dan munculnya Wikipedia, suatu free ensiklopedia di internet yg mempunyai lebih menurut 1,8 juta artikel dan dikerjakan sang para sukarelawan berdasarkan semua dunia (Hammel, 2006)

Akhirnya, buat dapat mengukur dampak TI dalam organisasi, Luftman (2004) memaparkan sejumlah aspek yg bisa diukur selain aspek keuangan buat mengukur impak positif TI menggunakan lebih naratif. Luftman menegaskan bahwa aspek-aspek yang bisa diukur buat menilai manfaat bisa mencakup pengaruh terhadap bisnis, interaksi pelanggan, impak pada internal organisasi hingga value chain. Dicontohan juga, misalkan TI digunakan buat memperbaiki order management, maka pengukuran dapat dilakukan dalam short order lead times, In-stock availability, order accuracy, access to order status information sampai response time to customer inquiries, sebagai akibatnya lebih jelasnya berdasarkan efek positif tersebut bisa lebih terlihat.

SISTEM INFORMASI STRATEGIK

Sistem Informasi Strategik
Selama berabad-abad organisasi telah mengelola knowledge serta teknologi. Terutama dalam masa revolusi industri, terlihat jelas organisasi bisnis mengalami pertumbuhan pesat akibat adopsi teknologi terbaru pada waktu itu. Di abad ini, selama lebih berdasarkan 3 dekade, sejak organisasi usaha menggunakan personal komputer buat kebutuhan pemrosesan data, penggunaan teknologi warta (TI) dalam organisasi usaha terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini didukung menggunakan timbulnya pemahaman umum bahwa penggunaan TI dalam organisasi akan mengurangi berbagai porto dampak adanya efisiensi dan bahwa eksistensi TI akan membuat organisasi yang memilikinya akan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing.

Sejak waktu itu, organisasi usaha terus melakukan investasi akbar-besaran pada perangkat TI. Dari tahun 1996 sampai 2000 saja, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat membelanjakan hampir 2 trilyun dolar dalam hardware serta software buat mengejar peningkatan efisiensi, produktifitas yang lebih tinggi dan penguatan keuntungan. (Stiroh, 2001) Besarnya investasi yang dikeluarkan sang perusahaan-perusahaan tersebut tentunya diikuti pula dengan besarnya ekspektasi akan output yg bisa diperoleh atas investasi tadi. Investasi yang akbar, diperlukan akan membawa peningkatan yang akbar terhadap kinerja atau produktifitas bagi organisasi bisnis tadi. 

Namun demikian, belakangan disadari bahwa organisasi bisnis yang merupakan top performer di Amerika Serikat merupakan organisasi usaha yang tergolong irit pada melakukan belanja perangkat TI. Studi yg dilakukan oleh Forrester Research pada Maholtra (2005) menemukan bahwa perusahaan dengan performa terbaik yg diukur dengan pendapatan, Return on Assets (ROA) dan pertumbuhan cash flow memiliki belanja TI yg lebih rendah menurut homogen-homogen perusahaan lain. Penelitian Collins dalam Maholtra (2005) pada perusahaan Amerika Serikat dengan performa terbaik selama 30 tahun membuat temuan yang serupa. Temuan tadi menjadi bertolak belakang dengan sejumlah penelitian, seperti yang dilakukan oleh Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1991), Brynjolfsson serta Hitt (1994), ataupun Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)yang mengambarkan adanya interaksi positif antara investasi perusahaan dalam TI menggunakan kinerja. Tetapi tidak bertolak belakang dengan sejumlah penelitian lainnya yg gagal pertanda adanya interaksi antara TI dengan kinerja atau produktifitas Hal ini menyisakan pertanyaan apakah teknologi liputan benar-benar bisa menaruh manfaat bagi kinerja perusahaan? 

Sejumlah studi realitas tentang dampak TI bagi organisasi bisnis itu sendiri sebenarnya sudah banyak dilakukan sejak pertengahan era 1980’an. Penelitian mengenai imbas TI pada organisasi usaha berakar dalam topik penelitian mengenai information technology investment and firm performance yg selama bertahun-tahun sudah menjadi perdebatan tentang apakah investasi dalam TI memiliki impak yang positif menggunakan ukuran-berukuran kinerja ataupun produktifitas. Penelitian yg dilakukan sejak 2 dekade kemudian membuat temuan yg mixed tentang manfaat TI tersebut. Ketika TI diyakini memberi manfaat bagi organisasi bisnis yang memilikinya, sejumlah penelitian justru membentuk temuan berupa ketiadaan hubungan antara investasi perusahaan dalam TI menggunakan peningkatan produktifitas, suatu situasi yg disebut sebagai productivity paradoks (Dedrick, Gurbaxani & Kraemer, 2002) Penelitian yang dilakukan tersebut, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu studi yg dilakukan pada level perusahaan serta studi yang dilakukan dalam level negara. Hasil dari sejumlah penelitian tadi bisa dipandang pada tabel berikut, yang menerangkan bahwa investasi perusahaan bagi TI tidaklah selalu diikuti dengan peningkatan kinerja/produktifitas

Tabel Studi Empiris tentang Dampak TI terhadap Kinerja/Produktifitas (Studi dalam perusahaan sektor jasa hingga Manufaktur)
Peneliti


Sumber Data

Temuan

Strassmann [1985]
Strassmann [1990]

Computerworld,
survei terhadap 38 perusahaan
Tidak terdapat korelasi antara  investasi dalam  TI dengan berukuran-ukuran kinerja, semisal ROI
Bender [1986]
LOMA insurance data
Dari 132 perusahaan
Korelasi lemah antara TI dengan berbagai rasio kinerja
Franke [1987]
Data industri keuangan
Investasi pada TI berhubungan dengan penurunan tajam pada capital productivity serta tidak ada dampak dalam labor productivity
Dudley & Lasserre [1989]

TI serta komunikasi mengurangi biaya yg berkaitan menggunakan inventory
Parsons, Gottlieb dan
Denny  [1990]
perbankan
Dampak yg rendah berdasarkan teknologi warta terhadap produktifitas
Alpar & Kim [1991]
perbankan
TI menyebabkan pengurangan porto. 10 %. Peningkatan pada investasi TI membawa pengaruh dalam 1.9% penurunan total cost.
Harris & Katz [19 91]
40 perusahaan  anggota LOMA
Hubungan positif yg lemah antara TI dengan aneka macam rasio kinerja
Barua, Kriebel &
Mukhopadhyay [1991]
manufaktur
Investasi dalam TI herbi  sejumlah intermediate performance measure yang kemudian herbi ukuran-berukuran kinerja yang lebih tinggi seperti revenue, ROA & market share

Mahmood & Mann (1993)

Computerworld  data pada 100 perusahaan
Investasi pada TI mempunyai hubungan yg lemah dengan pencapaian  strategi organisasi serta kinerja secara ekonomi. Namun mempunyai hubungan yang signifikan jika diuji dengan canonical analysis yg dapat mengukur pengaruh kombinasi menurut variabel-variabel investasi TI
Diewert & Smith [1994]
Perusahaan ritel Kanada
Peningkatan produktifitas melalui pengelolaan inventory yang lebih baik menggunakan TI
Brynjolfsson & Hitt [1994]
IDG, Compustat, Bureau of Economics Analysis (BEA)
TI membawa pengaruh pada peningkatan produktifitas dan membangun value bagi customer
Loveman [1994]
 PIMS/MPIT
Invetasi pada TI tidak membawa dampak apapun terhadap output
Kwon & Stoneman [1995]
UK Based survey
TI mempunyai impak positif  terhadap hasil serta produktifitas.
Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)
Perusahaan yang tercantum dalam Fortune 500 serta  Fortune Service 500
Investasi pada TI mempunyai interaksi positif dengan sejumlah ukuran kinerja, seperti penjualan, asset & ekuitas
Sumber: Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1995), Brynjolfsson &Yang (1996), Mahmood & Mann (2000),Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001) 

Pada studi level negara, di Amerika Serikat, Oliner & Sichel (1994, 2000) menemukan bahwa penggunaan teknologi berita misalnya computer hardware, aplikasi serta perangkat komunikasi berkontribusi terhadap pesatnya pertumbuhan produktifitas dalam era pertengahan tahun 90’an. Tetapi demikian, Gordon (2000) dalam Simon & Wardop (2002) mengemukakan bahwa teknologi berita di AS nir membawa dampak yg luas terhadap pertumbuhan output, sebagaimana yang disebabkan oleh gelombang inovasi besar dalam abad lalu misalnya ditemukannya listrik dan mesin dengan pembakaran internal. Di Australia sendiri, penelitian oleh Simon& Wardop (2002) menunjukkan Australia mengalami peningkatan pertumbuhan output yang signifikan sehubungan menggunakan penggunaan teknologi fakta pada organisasi. Lebih jauh lagi Jorgenson (2004) mencoba buat melihat pengaruh TI pada pertumbuhan ekonomi negara-negara G7. Ia menyatakan bahwa sejak 1995, masih ada investasi yg akbar terhadap perangkat TI pada negara-negara G7 dimana hal ini membawa kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut. 

Penjelasan mengenai productivity lawan asas pernah dilakukan sang Brynjolfsson &Yang (1996) yg mengemukakan bahwa masih ada 4 aspek buat mengungkapkan terjadinya productivity lawan asas Keempatnya merupakan : (1) Kesalahan pengukuran. Terjadi pada kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran input serta Output akibat masih digunakannya pendekatan tradisional dalam pengukurannya.(2) Adanya waktu tunda atau lags. Waktu tunda disini muncul berdasarkan perbedaan ketika dari analisa mengenai payoff menurut porto versus manfaat. (3) Redistribution: TI dipakai dalam aktifitas redistribusi antar perusahaan. Hal ini menjadikan TI bermanfaat, namun manfaat ini nir bisa diukur dalam total hasil. (4). Mismanagement, kesalahan pada pengelolaan TI bisa menciptakan TI terlihat tidak produktif jika diukur secara statistik. Lebih lanjut, Ahadiat (2006) mencoba mengungkapkan tentang hal tadi menggunakan mengutip Bakos (1998) bahwa Investasi pada TI sendiri adalah investasi pada sesuatu yg gampang sebagai lama (obsolete) sehingga terdapat kesulitan untuk menampakkan keuntungannya pada skala pengukuran kinerja atau produktifitas yang sudah umum digunakan. 

INTANGIBLE BENEFIT DARI TEKNOLOGI INFORMASI 
Perkembangan modern dari studi realitas tentang impak TI, saat ini tidak hanya mencoba buat mengkaitkan investasi TI dengan tangible benefit, tetapi jua intangible benefit. Hal ini terutama terus mengemuka sejalan menggunakan makin maraknya implementasi Knowledge Management (KM) pada sejumlah organisasi usaha. KM merupakan upaya organisasi pada mengelola aktiva intelektual yang dimilikinya melalui praktek-praktek pendokumentasian serta sharing pengetahuan diantara anggota organisasi. Untuk melakukan pendokumentasian serta sharing pengetahuan ini dibutuhkan TI buat mewujudkannya, yaitu dalam bentuk pengembangan intranet, extranet serta perangkat pendukung lainnya berupa hardware, perangkat lunak serta telekomunikasi yang dikenal sebagai KM technology. Meski praktek KM diyakini bisa menaikkan intangible asset bagi organisasi, tetapi Maholtra (2005) mencoba menyoroti penggunaan kata knowledge management technology berdasarkan sisi lain, yaitu hanyalah menjadi perkembangan terkini atau re-labelling yang dilakukan sang para vendor TI selesainya selama dua dekade terakhir istilah teknologi warta sudah banyak digunakan. 

Pasar KM technology sendiri merupakan pasar yg menarik bagi para vendor TI. Pasar dunia KM diestimasikan sebanyak US$8.8 billion selama tahun 2005. Sedangkan pelaksanaan usaha yang digunakan untuk menunjang KM, misalnya CRM diproyeksikan buat bertumbuh sebanyak $148 billion dalam tahun 2006 (Maholtra, 2005) KM sendiri telah dimanfaatkan sang vendor TI buat memasarkan produk-produknya. Sehngga terlepas berdasarkan sisi positif implementasi KM bagi organisasi tetapi harus disadari bahwa vendor TI pun membutuhkan jargon baru buat memasarkan produk berupa perangkat yang dimilikinya melalui popularitas KM. Hal ini tentu jua melahirkan pertanyaan lanjutan, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? 

Bila di dua dasa warsa kemudian, waktu istilah productivity lawan asas mulai mengemuka, masih ada sebuah quote yg sangat populer yaitu: “You can see the computer everywhere but in the productivity statistics” (Robert Solow) maka kini Maholtra melanjutkannya menggunakan “One can see the impact of knowledge management everywhere but in the KM technology-performance statistics ’’ 

Bila ditinjau berdasarkan sisi definisi, Knowledge management sendiri mempunyai sejumlah definisi yg mengadung penekanan yang tidak sinkron. Definisi tadi diantaranya:

‘‘Knowledge management systems (KMS) refer to a group of information systems applied to managing organizational knowledge. That is, they are IT-based systems developed to support and enhance the organizational processes of knowledge creation, storage/retrieval, transfer, and application’’ (Alavi serta Leidner, 2001) 

Definisi yang berikutnya merupakan:
‘‘Knowledge Management refers to the critical issues of organizational adaptation, survival and competence against discontinuous environmental change. Essentially it embodies organizational processes that seek synergistic combination of data and information-processing capacity of information technologies, and the creative and innovative capacity of human beings’’ (Malhotra,2005)

Bila dicermati, pada kedua definisi tadi terdapat perbedaan yg esensial. Bila definisi yg pertama lebih poly menekankan dalam ketersediaan sistem berbasis TI buat mengelola knowledge, definisi yang kedua lebih menekankan dalam proses lanjutan yaitu daya kreatif dan penemuan manusia pada menggunakan data serta informasi.

Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa tersedianya intranets, extranets, hingga groupware tidak dan merta dapat menghantarkan pada kinerja perusahaan yang lebih baik. Teknologi ini, perlu diadopsi serta disesuaikan dengan insan menjadi user, diintegrasikan sesuai dengan konteks pekerjaan serta secara efektif digunakan sang organisai.

Sehingga sama halnya dengan pertanyaan pertama, yaitu apakah apakah teknologi liputan benar-benar bisa memberikan manfaat bagi kinerja organisasi? Pertanyaan ke 2, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? Membutuhkan kajian lebih lanjut buat menjawabnya. Tetapi satu hal yg telah niscaya bahwa investasi perusahaan pada perangkat TI atau yang sekarang jua diberi nama perangkat KM technology tidak akan dan merta memberikan manfaat yang terukur bagi organisasi yg memilikinya. Dibutuhkan sejumlah penataan selanjutnya buat menciptakan teknologi tersebut sebagai berdampak positif bagi organisasi bisnis.

MEREALISASIKAN DAMPAK POSTIF TI; PEOPLE, PROSES & BUSINESS MODEL.
Dengan mengamati praktek-praktek yg telah dilakukan sang organisasi bisnis yg berhasil dalam memanfaatkan TI, maka buat bisa merealisasikan pengaruh positif TI bagi organisasi usaha tadi, paling nir bisa dilakukan melalui 3 hal yaitu: people, proses & business contoh.

Dalam kaitannya dengan people, peranan dari TI telah tidak sama menggunakan peranan mesin pada era industri yang dipakai untuk menggantikan tenaga insan. Meski penggunaan yg mula-mula menurut komputer adalah diarahkan pada factor substitution, yaitu menggantikan low skill clerical worker melalui otomatisasi proses kerja. Dalam organisasi modern, TI nir semata-mata menggantikan kekuatan otot ataupun akal budi manusia. Dari hasil analisa makroekonomi multi tahun menurut ratusan perusahaan, Strassmann pada Malhotra (2005) menegaskan bahwa bukanlah personal komputer yg penting, namun apa yang dilakukan insan dengan komputer tersebut adalah yang terpenting. Sebagaimana bukanlah sebuah palu yang dapat mendirikan sebuah rumah yang baik, namun tergantung dalam ditangan siapakah palu itu dipegang, sebagai akibatnya dapat membuat sebuah tempat tinggal yang baik. Dari sini semakin kentara terlihat bahwa manfaat yg didapatkan sang teknologi, tidaklah semata asal menurut teknologi itu sendiri, tetapi berdasarkan apa yg dilakukan oleh insan dengan teknologi tersebut. 

Terkait menggunakan proses, manfaat yang didapatkan oleh organisasi bisnis berdasarkan TI terletak pada bagaimana organisasi tersebut menggunakannya nir sekedar buat otomatisasi, namun pula buat mentransformasi proses usaha, hingga mengganti atau membangun contoh bisnis yang sesuai manakala aktifitas kerja serta berbagai proses usaha telah didukung TI. Hammer & Champy pada Hartono (2005) mengidentifikasi kegagalan investasi TI buat menaruh pengaruh terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan lantaran implementasi TI dipercaya sekedar mengotomatisasi kegiatan tradisionil yg terdapat. Menurut Hammer, buat menaruh manfaat investasi TI harus dipakai buat mengubah secara revolusioner proses bisnis yang ada dalam organisasi. Pendekatan ini dianggap sebagai Business Process reengineering (BPR), dimana BPR ini bersifat fundamental, radikal, dramatis dan berorientasi pada proses.

Bila dipandang menurut perkembangan ilmu manajemen, dampak luar biasa berdasarkan inovasi teknologi misalnya listrik dan mesin-mesin dalam abad industri terhadap kemajuan industri tidaklah melulu disebabkan lantaran organisasi mempunyai mesin-mesin tersebut. Organisasi usaha dalam masa itu juga melakukan perubahan proses kerja buat dapat mewujudkan keunggulannya, contohnya melalui diterapkannya division of labor. Sehingga tidak heran pada abad fakta keilmuan manajemen memperkenalkan kata teamwork, interconnection, serta shared information sebagai suatu inovasi berdasarkan ilmu manajemen buat mengadopsi teknologi pada proses kerja. (Senn, 2004 ).

Carr dalam artikel kontroversialnya IT Doesn’t Matter yang dipublikasikan melalui Harvard Business Review (2003) menyoroti kemampuan TI buat mendeliver keunggulan kompetitif yg semakin memudar. Beberapa dasawarsa kemudian bank yg menerapkan online banking dapat mempunyai keunggulan kompetitif dan merebut hati nasabah. Namun ketika ini teknologi ini sudah dimiliki semua bank. Demikian pula dengan Reuters yg mempunyai sistem TI yg tidak dapat disaingi dalam dasawarsa lalu, namun sekarang bahkan surat berita lokal sekalipun pula bisa memiliki jaringan yang terkenal diseluruh dunia melalui teknologi internet.

Carr (2003) juga menyoroti kecenderungan organisasi usaha pada masa kini yang terlalu mengandalkan vendor software ataupun perangkat keras sampai konsultan TI agar organisasi usaha bisa tetap up to date dengan perkembangan TI, dibandingkan dengan berupaya untuk melakukan penemuan sendiri. Ketergantungan ini mengakibatkan setiap organisasi usaha cenderung mempunyai sistem serta teknologi yang seragam, sebagai akibatnya selama nir dilakukan penemuan maka tidak akan ada nilai lebih yg bisa ditampilkan sang suatu organiasi usaha jika dibandingkan menggunakan pesaingnya. Kondisi ini pula didukung dengan praktek organisasi bisnis selama ini dimana dari total pembelanjaannya pada TI, persentase terbesar adalah buat pengadaan komoditas berupa aneka macam perangkat dan hanya sedikit yang mengalokasikan dana buat upaya menemukan inovasi atau melakukan proses kreatif berdasarkan aneka macam perangkat tadi.

Satu hal lain yang perlu dicermati adalah pilihan akan contoh usaha. Perkembangan teknologi sudah memungkinkan organisasi buat membangun new business model yg baru dalam hal penawaran barang serta jasa ataupun baru pada hal cara mendelivernya ke konsumen (Hartono, 2005) Dalam kaitannya menggunakan contoh bisnis, peritel Wal Mart telah timbul menjadi sebuah organisasi bisnis yg besar karena berhasil memanfaatkan TI secara maksimal buat menjalankan model usaha yg dipilihnya. Wal-Mart juga terus mencari cara buat menaikkan efisiensi pada TI melalui pengelolaan rantai pasokan secara elektronis. Wal Mart mengarahkan seluruh pemasoknya buat memakai sistem pengadaan barang secara elektronis yg sesuai dengan miliknya, sebagai akibatnya mau tidak mau supplier yang ingin terus berhubungan menggunakan WalMart harus mengadopsi sistem tadi. (Maholtra, 2005) Lebih jauh tentang model usaha, Amazon, Google serta e-bay merupakan tiga nama besar pada dunia e-commerce yang menjalankan bisnisnya murni secara virtual atau hanya terdapat didunia maya. Siapapun sebenarnya dapat memulai bisnis pada internet, sebuah infrastruktur terbuka yang bisa digunakan oleh siapa saja serta sudah lazim diadopsi sang organisasi bisnis lainnya. Tetapi dengan kreatifitas para pendirinya, ketiganya menentukan suatu contoh bisnis yang dapat diterima oleh pengguna internet pada semua dunia. Amazon, pioner pada usaha ritel yg terus melengkapi diri dengan fitur-fitur baru serta kemudahan yang membuat pelanggan enggan berpaling. E-bay dalam bidang pelelangan yg membuat segala hal jadi mungkin buat dilelang serta seluruh orang pada semua dunia bisa sebagai peserta lelang asalkan mempunyai akses ke internet. Serta Google sebagai nomor satu dalam search engine yg menggunakan perangkat TI sederhana secara aporisma yaitu dengan membangun algoritma pemrograman yg memungkinkan user men-search ‘apapun’ secara lebih cepat dan teliti dibanding berdasarkan search engine manapun termasuk Yahoo. Masih banyak model lain, misalkan Encyclopedia Britannica yang pada abad liputan ini pula harus merubah contoh bisnisnya pada menjajakan berita akibat adanya internet dan keluarnya Wikipedia, suatu free ensiklopedia pada internet yg mempunyai lebih menurut 1,8 juta artikel dan dikerjakan oleh para sukarelawan berdasarkan semua global (Hammel, 2006)

Akhirnya, buat bisa mengukur impak TI pada organisasi, Luftman (2004) memaparkan sejumlah aspek yang dapat diukur selain aspek keuangan buat mengukur dampak positif TI menggunakan lebih terinci. Luftman menegaskan bahwa aspek-aspek yg dapat diukur untuk menilai manfaat bisa mencakup imbas terhadap usaha, interaksi pelanggan, impak dalam internal organisasi hingga value chain. Dicontohan jua, misalkan TI digunakan untuk memperbaiki order management, maka pengukuran bisa dilakukan dalam short order lead times, In-stock availability, order accuracy, access to order status information hingga response time to customer inquiries, sebagai akibatnya lebih jelasnya dari pengaruh positif tadi bisa lebih terlihat.

BALANCED SCORECARD UNTUK ORGANISASI PEMERINTAH

Balanced Scorecard Untuk Organisasi Pemerintah
Balanced scorecard adalah metoda yg dikembangkan Kaplan dan Norton buat mengukur setiap aktivitas yang dilakukan sang suatu perusahaan pada rangka merealisasikan tujuan perusahaan tadi. Balanced scorecard semula merupakan kegiatan tersendiri yang terkait menggunakan penentuan sasaran, namun lalu diintegrasikan menggunakan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard bahkan dikembangkan lebih lanjut menjadi sarana buat berkomunkasi menurut aneka macam unit pada suatu organisasi. Balanced scorecard juga dikembangkan sebagai alat bagi organisasi buat berfokus dalam strategi. Bagaimana balanced scorecard diterapkan bagi organisasi pemerintah merupakan tujuan menurut penulisan artikel ini. Diskusi tentang hal itu dimulai dengan pembahasan mengenai sistem manajemen strategis.

Sistem Manajemen Strategis
Sistem manajemen strategis adalah proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Strategi merupakan pola tindakan terpilih buat mencapai tujuan eksklusif. Pada mulanya, sistem manajemen strategis bercirikan: mengandalkan aturan tahunan, berjangka panjang serta serius dalam kinerja keuangan. Penerapan sistem manajemen strategis yg demikian pada banyak perusahaan swasta mengalami kegagalan. Sebab-sebabnya antara lain: hanya 25% manajer yang mempunyai insentif yg terhubung ke taktik, 60% perusahaan tidak menghubungkan anggarannya ke strategi, 85% menurut tim eksekutif menghabiskan saat kurang menurut satu jam buat membahas taktik tiap bulan, serta hanya 5% pegawai yg tahu strategi.

Namun sistem manajemen strategis tetap diharapkan karena perusahaan dituntut buat berkembang secara bersiklus dan terukur, sebagai akibatnya memerlukan peta bepergian menghadapi masa depan yg nir pasti, memerlukan langkah-langkah strategis, serta perlu mengarahkan kemampuan serta komitmen SDM buat mewujudkan tujuan perusahaan. Balanced scorecard yang dikembangkan oleh Norton serta Kaplan menaruh solusi terhadap tuntutan ini. Peran balanced scorecard pada sistem manajemen strategis merupakan: memperluas perspektif pada setiap termin sistem manajemen strategis, membuat penekanan manajemen menjadi seimbang, mengaitkan berbagai sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara kuantitatif.

Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahan partikelir ditujukan buat membuat proses yang produktif dan cost effective, membuat financial return yang berlipat ganda serta berjangka panjang, berbagi asal daya insan yg produktif serta berkomitmen, mewujudkan produk serta jasa yang mampu membentuk value terbaik bagi customer/pelanggan.

Balanced scorecard diyakini bisa membarui taktik sebagai tindakan, berakibat taktik sebagai pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yg lebih baik antar karyawan dan manajemen, mempertinggi mutu pengambilan keputusan serta menaruh keterangan peringatan dini, dan membarui budaya kerja. Potensi buat mengganti budaya kerja terdapat lantaran menggunakan balanced scorecard, perusahaan lebih transparan, keterangan bisa diakses menggunakan gampang, pembelajaran organisasi dipercepat, umpan kembali menjadi obyektif, bersiklus, dan sempurna buat organisasi dan individu; dan membangun sikap mencari konsensus lantaran adanya perbedaan awal pada menentukan target, langkah-langkah strategis yg diambil, ukuran yg dipakai, dll.

Kelebihan sistem manajemen strategis berbasis balanced scorecard dibandingkan konsep manajemen yg lain merupakan bahwa dia menerangkan indikator outcome dan output yg kentara, indikator internal dan eksternal, indikator keuangan serta non-keuangan, dan indikator sebab dan akibat. Balanced scorecard paling tepat disusun dalam ketika-ketika tertentu, misalnya waktu terdapat merjer atau akuisisi, ketika terdapat tekanan menurut pemegang saham, waktu akan melaksanakan strategi besar serta ketika organisasi berubah haluan atau akan mendorong proses perubahan. Balanced scorecard juga diterapkan pada situasi-situasi yang rutin, diantaranya: dalam waktu menyusun planning alokasi anggaran, menyusun manajemen kinerja, melakukan pengenalan terhadap kebijakan baru, memperoleh umpan balik , menaikkan kapasitas staf.

Adakah kemungkinan kegagalan pada menerapkan balanced scorecard? Menyusun balanced scorecard bukanlah pekerjaan yg gampang. Banyak organisasi gagal membuat balanced scorecard lantaran aneka macam karena. Sebab-sebab itu diantaranya: nir terdapat komitmen pimpinan, terlalu sedikit staf terlibat, scorecard disimpan saja, proses penyusunan yg lama dan sekali jadi, menganggap balanced scorecard menjadi sebuah proyek, kesalahan memilih konsultan, atau memakai balanced scorecard hanya buat keperluan hadiah kompensasi. 

Siapa yang memakai balanced scorecard? Banyak organisasi swasta, pemerintah dan nirlaba yang telah menggunakan balanced scorecard 60% menurut 1000 organisasi dalam Fortune menggunakan balanced scorecard. Balanced scorecard semakin banyak diadopsi pada Eropa, Australia serta Asia sang organisasi akbar, menengah serta mini . Industri pengguna balanced scorecard sendiri terdiri berdasarkan banyak sekali macam perusahaan, misalnya bank, konstruksi, jasa konsultansi, IT, perminyakan, farmasi, penerbangan, premi, manufacturing, perusahaan dagang dan distribusi. Perusahaan yg memberitahuakn keberhasilan luar biasa sehabis menerapkan balanced scorecard merupakan antara lain: MOBIL Oil yang pada tahun 1993 menempati posisi ke 6 pada provitability, lalu menjadi angka satu dalam periode 1995–1998; CIGNA dalam tahun 1993 rugi $275 M, tahun 1994: sebagai laba sebesar $15 M dan tahun 1997 sebesar $98 M; BROWN & ROOT ENG. Tahun 1993 rugi tetapi tahun 1996 menjadi nomor satu pada pertumbuhan profit.

Konsepsi Balanced Scorecard
Kemunculan gagasan balanced scorecard berawal dari temuan riset Kaplan serta Norton (dari Harvard Business School) pada awal tahun 1990an. Konsep awal balanced scorecard berdasarkan riset tersebut ditulis dalam tahun 1992 di majalah prestisius Harvard Business Review. Pada tahun 1996 Norton dan Kaplan menerbitkan buku The Balanced Scorecard – Translating Strategy into Action, dari pengalaman mereka dalam menerapkan balanced scorecard pada banyak perusahaan di Amerika. Buku ini semakin mempopulerkan balanced scorecard, hingga ke negara-negara di Eropa, Australia dan Asia. Belum usang ini mereka menerbitkan kitab The Strategy Focused Organisation – How BSC Companies Thrive in the New Business Environment (2001). Para penemu serta rekan-rekannya membentuk sebuah lembaga Balanced Scorecard Collaboration buat mempopulerkan penggunaan balanced scorecard dalam aneka macam institusi pada banyak sekali negara. Secara teratur Norton dan Kaplan menyelenggarakan konferensi pada banyak sekali negara buat memperkenalkan serta membahas konsep-konsep terkini mereka. Disayangkan Indonesia hingga saat ini belum bisa menghadirkan pencetus ide balanced scorecard ini, tetapi kursus-kursus dan kitab -kitab mengenai balanced scorecard sudah terdapat, walau masih bersifat terbatas.

Balanced scorecard secara singkat merupakan suatu sistem manajemen buat mengelola implementasi taktik, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi serta sasaran pada stakeholders. Kata balanced pada balanced scorecard merujuk pada konsep ekuilibrium antara aneka macam perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada planning kinerja organisasi serta bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.

Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi pada beberapa cara:
  • menjelaskan visi organisasi
  • menyelaraskan organisasi buat mencapai visi itu
  • mengintegrasikan perencanaan strategis serta alokasi sumber daya
  • meningkatkan efektivitas manajemen menggunakan menyediakan informasi yg sempurna untuk mengarahkan perubahan
Selanjutnya pada menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya 5 prinsip utama berikut:
(1) menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke pada terminologi operasional sebagai akibatnya semua orang dapat tahu 
(dua) menghubungkan dan menyelaraskan organisasi menggunakan taktik itu. Ini buat menaruh arah menurut eksekutif pada staf garis depan 
(3) menciptakan strategi merupakan pekerjaan bagi seluruh orang melalui donasi setiap orang dalam implementasi strategis
(4) menciptakan taktik suatu proses terus menerus melalui pembelajaran serta adaptasi organisasi dan 
(lima) melaksanakan rencana perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.

Penggunaan Balanced Scorecard
Balanced scorecard dipakai pada hampir holistik proses penyusunan planning. Tahapan penyusunan planning dalam dasarnya meliputi enam kegiatan berikut: perumusan taktik, perencanaan strategis, penyusunan acara, penyusunan anggaran, implementasi dan pemantauan.

1. Perumusan Strategi
Tahap ini ditujukan buat membuat misi, visi, keyakinan dan nilai dasar, serta tujuan institusi. Proses perumusan strategi dilakukan secara bertahap, yaitu: analisis eksternal, analisis internal, penentuan jati diri, dan perumusan taktik itu sendiri.

Analisis Eksternal dan Internal
ANALISIS EKSTERNAL terdiri dari analisis lingkungan makro serta mikro. Analisis lingkungan makro bertujuan mengidentifiksasi peluang dan ancaman makro yang berdampak terhadap value yang dihasilkan organisasi pada pelanggan. Obyek pengamatan pada analisis ini adalah diantaranya: kekuatan politik serta hukum, kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan sosial, faktor demografi. 

Analisis eksternal mikro diterapkan pada lingkungan yang lebih dekat menggunakan institusi yang bersangkutan. Dalam global perusahaan, lingkungan tersebut adalah industri di mana suatu perusahaan termasuk di dalamnya. Analisis yang dilakukan bisa memakai teori Porter tentang persaingan, yaitu: kekuatan tawar pemasok, ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pembeli, ancaman produk atau jasa pengganti.

ANALISIS INTERNAL ditujukan buat merumuskan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan suatu perusahaan diantaranya: kompetensi yg unik, sumberdaya keuangan yang memadai, keterampilan yang unggul, citra yang baik, keunggulan biaya , kemampuan penemuan tinggi, dll. Sedangkan kelemahan perusahaan diantaranya: nir ada arah taktik yg jelas, posisi persaingan yg kurang baik, fasilitas yg ‘lama ’, kesenjangan kemampuan manajerial, lini produk yang sempit, citra yang kurang baik, dll.

Penentuan Jati Diri
Penentuan jati diri organisasi terdiri menurut perumusan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar serta tujuan organisasi. 

MISI mengungkapkan lingkup, maksud atau batas usaha organisasi, yaitu kebutuham pelanggan apa yg akan dipenuhi sang organisasi, siapa serta pada mana; serta produk inti apa yg dihasilkan, menggunakan teknologi inti serta kompetensi inti apa. Misi ditulis sederhana, ringkas, terfokus. Unsur-unsur misi mencakup produk inti, kompetensi inti, serta teknologi inti. Yang dimaksud dengan produk inti adalah barang atau jasa yg dipersepsi bernilai tinggi sang pelanggan, berupa komponen kunci dilindungi hak paten serta menghasilkan keuntungan terbesar. Kompetensi inti merupakan kemampuan kunci yg dimiliki organisasi pada membentuk produk inti. Sedang teknologi inti adalah know-how, perangkat keras serta software yg menjadi basis kompetensi inti.

Beberapa contoh misi adalah sebagai berikut.
“To engineer, produce, and market the world’s finest automobiles, known for uncompromised levels of distinctiveness, comfort, convenience, and refined performance.” (Cadillac Motor Co.)

“To produce outstanding financial returns by providing totally reliable, competitively superior global air-ground transportation of high priority goods and document that require rapid, time-sensitive delivery.” (FedEx).

VISI mendeskripsikan akan menjadi apa suatu organisasi pada masa depan. Ia bersifat sederhana, menumbuhkan rasa wajib , memberikan tantangan, mudah dan realistik, dan ditulis pada satu kalimat pendek. Contoh-contoh visi merupakan:

“We will be an outstanding company by exceeding pelanggan expectations through empowered people, guided by shared values.” (PepsiCo.)

“From managing a world-group port, we shall grow into world-class corporation with network of perts, logistics and related businesses throughout the world. We shall be recognized everywhere for quality and value.” (Otoritas Pelabuhan Singapore).

“Menjadi perusahaan jasa konsultan perencana angka satu di Jakarta.”

“Menjadi BPR terbesar, andal dan dihargai di Cianjur Selatan.”

Visi perlu diperinci dalam banyak sekali perspektif. Dalam perspektif finansial, misalnya: “Kami akan menyerahkan nilai superior jangka panjang secara konsisten pada pemegang saham”. Dalam perspektif pelanggan: “Kami akan menaruh nilai terbaik dalam setiap penawaran yang memenuhi kebutuhan pelanggan pada pasar yang dipilih buat dilayani.” Dalam perspektif proses internal: “Kami akan meningkatkan nilai pelanggan melalui berfikir pulang, menaikkan serta memperlancar (mengefisienkan) proses bisnis kami.” Dalam perspektif pembelajaran serta pertumbuhan: “Kami akan selalu berfikir tentang pelanggan serta bangga sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap pelanggan.”

KEYAKINAN DASAR merupakan pernyataan yg perlu dipegang direksi dan karyawan pada menghadapi kendala serta ketidakpastian. Pernyataan ini buat mendorong semangat manajemen dan karyawan dalam menghadapi kendala dan ketidakpastian. Contoh: “We believe that customer service and satisfaction are mendasar to any succesful long-term partnership. We shall provide our customers with service of high quality and at the right price.” (PSA Co.)

NILAI DASAR adalah buat membimbing manajemen serta karyawan dalam menetapkan pilihan yang bisa muncul setiap saat. Contoh: nilai dasar PepsiCo merupakan: Diversity – menghargai disparitas setiap orang, Integrity – melakukan apa yg dikatakan, Honesty – berbicara terbuka serta bekerja keras tahu serta menyelesaikan kasus, Teamwork – bekerja untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, Accountability – kesungguhan memenuhi asa, Balance – menghargai keputusan seorang buat mencapai ekuilibrium dalam hidup.

TUJUAN merupakan pernyataan tentang apa yang akan diwujudkan menjadi pembagian terstruktur mengenai visi organisasi. Tujuan dijabarkan pada empat perpektif juga: Apa tujuan yg berkaitan dengan perspektif pelanggan? Apa tujuan yg berkaitan dengan perspektif finansial ? Apa proses bisnis internal yang akan mendukung pencapaian tujuan pelanggan serta finansial? Apa tujuan yang berkaitan menggunakan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan? 

Contoh-model pernyataan tujuan merupakan: “Menjadi perusahaan jasa konstruksi paling menguntungkan pada Indonesia pada tahun 2005 dari keunggulan pada manajemen, teknologi, serta sumber daya manusia.” ”Mencapai oplah 100.000 eksemplar pada tahun 2006.” “Membangun 15.000 unit RSS per tahun sejak tahun 2007 dengan contoh yang paling diminati, didukung teknologi terbaik, dilaksanakan oleh pekerja bangunan yg handal serta berkomitmen.” 

Perumusan Strategi
Strategi dibentuk pada beberapa strata: tingkat organisasi, taraf unit bisnis, serta taraf fungsional. Dalam memilih taktik perlu dikenali penghalang intern yg dihadapi, antara lain management barrier: pada mana management system didisain secara tradisional buat pengawasan aplikasi aktivitas dan terkait dengan anggaran, bukan taktik, vision barrier: dimana taktik sering tidak dimengerti oleh mereka yang wajib menerapkannya, operational barrier: dimana proses-proses krusial tidak dibuat buat menggerakkan taktik, dan people barrier: dimana tujuan orang per orang, peningkatan kemampuan serta pengetahuan karyawan nir terkait menggunakan implementasi strategi organisasi.

Strategi yg baik umumnya mengikuti kriteria menjadi berikut: konsisten secara intern, realistik, berfokus dalam pencarian peluang serta penyelesaian akar kasus, menaikkan customer value, menonjolkan keunggulan kompetitif, fleksibel, gampang dilaksanakan pada perusahaan, serta tanggap terhadap lingkungan eksternal.

2. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis mencakup proses penentuan target, tolok ukur, sasaran dan inisiatif.
SASARAN merupakan syarat masa depan yg dituju. Sasaran bersifat komprehensif: sesuai menggunakan tujuan serta taktik, merumuskan sasaran secara koheren, seimbang dan saling mendukung. Beberapa pedoman dalam menentukan target adalah: sasaran harus menentukan hasil tunggal terukur yg wajib dicapai, target wajib memilih sasaran tunggal atau rentang waktu buat penyelesaian, target harus memilih faktor-faktor porto maksimum, target harus sedapat mungkin khusus dan kuantitatif (serta sang karena itu sanggup diukur dan dapat diuji), target harus menentukan hanya apa dan kapan; harus menghindari spekulasi kata mengapa dan bagaimana, target harus dalam arah mendukung, atau sesuai dengan, planning strategis organisasi serta planning tingkat tinggi lainnya, dan sasaran harus realistik dan bisa dicapai, namun tetap mendeskripsikan tantangan yang berat. Antara visi, tujuan dan sasaran harus saling terkait dalan alur logikanya kentara. 

Sasaran pula wajib dijabarkan dalam berbagai perspektif. Contoh: Perspektif finansial: “Kami akan mencapai suatu output total yg secara konsisten akan menempatkan perusahaan kami diantara 125 organisasi zenit yang terdaftar pada the S&P 500”. Perspektif pelanggan: “Kami akan secara terus-menerus menaikkan persepsi pelanggan mengenai nilai-nilai yg ditawarkan perusahaan kami sehingga jumlah pelanggan yg tidak memberikan nilai “sangat baik” akan menurun sebesar 40% ketika melakukan survei pelanggan dalam tahun 1998”. Perspektif proses internal: “Pada tahun 1998, rasio porto total operasional kami akan turun sepertiga (33,33%)”. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran: “Sasaran kami adalah peningkatan tahunan pada skor yang ditetapkan sang survei benchmark. Selain itu, kami akan memantau kemajuan kami melalu pengumpulan opini karyawan, baik secara formal juga non-formal, secara periodik”.

TOLOK UKUR merupakan alat buat mengukur kemajuan sasaran. Tolok ukur terdiri berdasarkan dua jenis: tolok ukur output (lag indicator) dan tolok ukur pemacu kinerja (lead indicator). Keduanya merupakan key performance indicators. Indikator kinerja kunci wajib adalah faktor-faktor yang mampu diukur, masuk secara logis dalam area output kunci tertentu yg sasarannya kentara, mengidentifikasi apa yang akan diukur, bukan berapa poly atau ke arah mana, adalah faktor-faktor yg dapat ditelusuri asalnya (tracked) secara monoton sampai tingkat yang memungkinkan. 

Jika outcome indicator serius dalam hasil-hasil kinerja pada akhir periode saat atau aktivitas serta merefleksikan keberhasilan masa kemudian atau kegiatan-kegiatan serta keputusan-keputusan yang sudah dilaksanakan, maka hasil indicator mengukur proses-proses serta aktivitas-kegiatan antara dan hipotesis menurut interaksi karena-akibat strategik. Contoh ukuran hasil pada konteks peningkatan profit: pertumbuhan pendapatan, sedang ukuran pemacunya: revenue mix. Dalam konteks mempertinggi agama pelanggan, ukuran output: persentase pendapatan dari pelanggan baru, sedang berukuran pemacu: pertumbuhan pelanggan baru.

TARGET berfungsi menaruh usaha tambahan namun nir bersifat melemahkan semangat, berjangka waktu dua sampai 5 tahun agar memberikan banyak waktu buat melakukan terobosan, membatasi banyak target, berfokus pada terobosan dalam satu atau 2 area kunci, tergantung pada nilai (value), kesenjangan (gap), ketepatan ketika (timeliness), hasrat/harapan (appetite), keterampilan (skill). Target dapat ditentukan dengan memakai hasil benchmarking. Benchmarking adalah buat menerima liputan praktek terbaik, buat membentuk suatu masalah yg jelas guna mengkomunikasikan betapa pentingnya mencapai target-target itu. 

INISIATIF adalah langkah-langkah jangka panjang buat mencapai tujuan. Inisiatif nir wajib spesifik dalam satu bagian, namun dapat bersifat lintas fungsi/bagian, mengindentifikasi hal-hal krusial yang harus dilakukan oleh organisasi supaya mencapai tujuan, harus kentara agar manajer dan karyawan dapat memilih planning yg diperlukan, dan memperkirakan sumberdaya yg diharapkan buat mendukung pencapaian taktik secara keseluruhan.

3. Penyusunan Program
Proses penyusunan program merupakan: menjabarkan inisiatif sebagai beberapa program yg akan dilaksanakan beberapa tahun yad., memperkirakan investasi yang dibutuhkan buat setiap acara, menghitung perkiraan penerimaan yang dapat diperoleh dan menghitung asumsi keuntungan/output yg akan diperoleh.

4. Penyusunan Anggaran
Penyusunan aturan bertujuan buat memilih kegiatan tahun berikutnya serta asal daya yg diperlukan. Anggaran disusun berdasarkan iniatif yang telah dirumuskan. Anggaran yg baik merupakan: adalah planning tindakan jelas, adalah planning satu-2 tahunan, menguraikan porto yg diharapkan, mengidentifikasi pencapaian terpenting aktivitas tsb., menjelaskan siapa yg akan bertanggung jawab, menjadi referensi menyusun planning kinerja individual, ditulis secara singkat namun lengkap, alat buat memantau kinerja dan diperbarui jika terjadi perubahan-perubahan. Dengan sdemikian balanced scorecard mendukung suatu sistem manajemen yang lengkap menggunakan mengkaitkan strategi jangka panjang ke penganggaran tahunan.

PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK PEMBANGUNAN

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk Pembangunan 
Prioritas pembangunan nasional diletakkan dalam bidang ekonomi seiring menggunakan peningkatan kualitas asal daya insan (SDM), terlebih dalam menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di daerah ASEAN 2003 dan pada daerah Asia-Pasifik 2020, yg diwarnai menggunakan persaingan yang ketat dan memilih jati diri suatu bangsa pada antara bangsa-bangsa maju lainnya pada global. Dalam mengisi swatantra daerah, peningkatan kualitas SDM mutlak dibutuhkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya dibuka program-program pendidikan lanjutan misalnya Pascasarjana (S2/S3) pada banyak sekali bidang studi yg pada tahun 1990-an hanya ada di bunda kota (Jakarta) serta kota-kota akbar di pulau Jawa.

Era globalisasi membuka mata kita buat melihat ke masa depan yang penuh tantangan dan persaingan. Era kesejagatan yang tidak dibatasi ketika dan tempat membuat SDM yg terdapat selalu ingin menaikkan kualitas dirinya supaya nir tertinggal menurut yang lain.

Kebijakan pembangunan nasional dengan berpegang pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah membawa perubahan strategik dalam kualitas SDM yang diharapkan setiap daerah buat dapat bersaing secara positif dengan wilayah lain di Indonesia. Berbagai upaya perlu dilakukan buat mewujudkan kualitas SDM. Pendidikan merupakan galat satu upaya primer buat mengimplikasikan hasrat tadi, tetapi juga memerlukan saat yang cukup usang serta biaya yg besar . Berbagai jenis serta jenjang pendidikan ditawarkan sang pemerintah. Peningkatan kualitas SDM adalah tanggung jawab seluruh pihak. Dengan demikian, pembangunan pada bidang pendidikan merupakan galat satu keberhasilan suatu negara/wilayah.

Pemerintah, khususnya Depdiknas, semenjak PJP I telah mengatur strategi dasar dalam pengembangan SDM melalui pemerataan, relevansi, dan kualitas serta manajemen pendidikan. Ditambah menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Daerah bagi Propinsi Daerah spesial Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), diatur setiap lini menggunakan kurikulum yang bernuansa Islami, mulai berdasarkan jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Dengan demikian, diperlukan kualitas SDM akan meningkat, baik segi intelektual, moral, maupun spiritual.

Beberapa argumentasi pada atas, pada menghadapi kesejagatan liberalisasi ekonomi dalam awal abad ke-21, khususnya kawasan ASEAN 2003 serta Asia-Pasifik 2020, menyambut Otonomi Daerah 1999 dan Otonomi Khusus 2001, memberi pertanda bahwa telah saatnya kualitas pendidikan memperoleh fokus yang lebih berfokus pada rangka peningkatan kualitas SDM. 

Artikel ini mencoba menyampaikan pemikiran yang memberikan konsep-konsep peningkatan kualitas SDM pada memasuki era globalisasi serta mengisi era swatantra wilayah. Pemikiran konseptual ini akan bisa diimplikasikan secara kontekstual sehabis diadakan penelitian yang mendalam dan objektif.

Kajian Teori
Pendidikan adalah keliru satu wahana untuk menaikkan kualias SDM. Untuk menaikkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan. Berkaitan dengan kasus ini, Engkoswara (2001:lima) mengungkapkan bahwa “Manajemen Pendidikan yg diharapkan menghasilkan pendidikan yg produktif, yaitu efektif dan efisien, memerlukan analisis kebudayaan atau nilai-nilai serta gagasan vital dalam berbagai dimensi kehidupan yang berlaku buat kurun ketika yang cukup pada mana manusia hayati.”

Kualitas pendidikan bisa dipandang dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan, baik produk dan jasa juga pelayanan yg bisa bersaing pada lapangan kerja yg ada dan yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Sehubungan menggunakan perkara ini, Supriadi (1996:54) mengemukakan bahwa “Agar pendidikan dapat memainkan perannya maka wajib terkait dengan global kerja, merupakan lulusan pendidikan semestinya mempunyai kemampuan dan keterampilan yg relevan dengan tuntutan dunia kerja. Hanya dengan cara ini, pendidikan memiliki kontribusi terhadap ekonomi.” 

Mengenai relevansi pendidikan pada arti adanya kesepadanan sebagaimana ditawarkan Djoyonegoro (1995:5) dalam bentuk link and match, pada kenyataannya pendidikan sudah sinkron dengan keperluan masyarakat yg sedang membentuk. Pendidikan sampai saat ini dianggap sebagai unsur utama pada pengembangan SDM. SDM lebih bernilai bila mempunyai perilaku, perilaku, wawasan, kemampuan, keahlian dan keterampilan yang sinkron dengan kebutuhan berbagai bidang serta sektor. Pendidikan adalah salah satu indera untuk menghasilkan perubahan dalam diri manusia. Manusia akan bisa mengetahui segala sesuatu yg tidak atau belum diketahui sebelumnya. Pendidikan adalah hak seluruh umat insan. Hak buat memperoleh pendidikan wajib diikuti oleh kesempatan dan kemampuan dan kemauannya. Dengan demikian, dapat dicermati menggunakan kentara betapa pentingnya peranan pendidikan dalam menaikkan kualitas SDM supaya sejajar menggunakan manusia lain, baik secara regional (otonomi daerah), nasional, maupun internasional (dunia).

Berbagai kenyataan kehidupan pada segala dimensi, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik yang terjadi pada sekitar kita menerangkan citra yang semakin jelas bahwa sesungguhnya apa yg kita miliki akhirnya akan menjadi nir berarti jika kita tidak sanggup memanfaatkannya. Hal ini bermula berdasarkan problem rendahnya kualitas SDM.

Tinggi rendahnya kualitas SDM diantaranya ditandai menggunakan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan menggunakan output kerja atau kinerja yg baik secara perorangan atau kelompok. Konflik ini akan bisa diatasi jika SDM mampu menampilkan output kerja produktif secara rasional serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yg biasanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Dengan demikian, pendidikan merupakan galat satu solusi buat menaikkan kualitas SDM.

Sanusi (1998:7) mengemukakan ”apabila abad silam diklaim abad kualitas produk/jasa, maka masa yang akan datang merupakan abad kualitas SDM. SDM yg berkualitas serta pengembangan kualitas SDM bukan lagi merupakan informasi atau tema-tema retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan dan ujian setiap individu, grup, golongan masyarakat, serta bahkan setiap bangsa.”

Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yg meliputi aneka macam bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Apabila dipandang dari sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, serta teknologi yang diperlukan sang dunia kerja dalam upaya peningkatan efisiensi serta efektivitas proses produksi dan mempertahankan ekuilibrium ekonomi.

Sehubungan dengan pengembangan SDM buat peningkatan kualitas, Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “Pengembangan SDM berkualitas adalah proses kontekstual, sebagai akibatnya pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan insan yg menguasai pengetahuan serta keterampilan yg cocok menggunakan global kerja dalam ketika ini, melainkan jua insan yang sanggup, mau, serta siap belajar sepanjang hayat.”

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberi manfaat pada organisasi berupa produktivitas, moral, efisiensi, efektivitas, dan stabilitas organisasi pada mengantisipasi lingkungan, baik dari dalam maupun ke luar organisasi yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Perencanaan SDM yg berkualitas, pada Malaysia’s 2020 (1995), sebagaimana yg dikutip Kartadinata (1997:7) merumuskan beberapa kesamaan yg terjadi dalam masyarakat dunia yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan kualitas SDM. Kecenderungan tersebut adalah: (1) Dibandingkan menggunakan dasawarsa 1970-an serta 1980-an, 3 dasawarsa mendatang diperkirakan akan terjadi eksplosi yang hebat, terutama yang menyangkut teknologi fakta dan bioteknologi. Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, implikasi yg dapat diangkat adalah para ilmuwan wajib bekerja dalam pendekatan multidisipliner dan adanya program pendidikan berkelanjutan (S2/S3), serta (2) Eksplosi teknologi komunikasi yang semakin sophisticated dapat mempersingkat jeda serta meningkatkan kecepatan bepergian. Hal ini akan membuat bangsa yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan yg relevan dan menguasai teknologi baru secara substantif bisa menaikkan produktivitasnya.

Hasil pemikitan pada atas menghadapkan kita dalam arah, tantangan, dan tuntutan umum pendidikan pada kehidupan abad ke-21 sebagai masa depan suatu forum. Sehubungan menggunakan masalah ini, UPI (dulu IKIP Bandung 1997:9) membuat kajian mengenai arah, tantangan, dan tuntutan abad ke-21 pada peningkatan kualitas SDM. Hasil menurut kajian tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan bangsa yg terarah dalam upaya memberdayakan semua potensi insan Indonesia, baik yg menyangkut nilai-nilai intrinsik, instrumental juga kesinambungan; (dua) Pendidikan meliputi target khalayak yang amat luas yang mengandung target, tujuan, serta kepentingan yg bhineka dan menuntut suasana yg bervariasi serta multymethods serta multymedia; (tiga) Fungsi pendidikan akan terarah pada upaya mendorong orang buat belajar aktif dan memberdayakan seluruh potensi yg terdapat dalam dirinya; (4) Produk pendidikan yg berwujud SDM harus menampilkan kualitas yang berdikari serta mengandung keunggulan, baik komparatif juga kompetitif, baik di taraf lokal, nasional maupun internasional; (lima) Kualitas organisasi (forum), kualitas manajemen, serta kualitas kepemimpinan sebagai tuntutan yang semakin luas, terbuka, serta menghendaki ketertiban dalam seluruh unsur yang terarah untuk mencapai pendidikan yg berkualitas pada gilirannya akan mencapai kualitas SDM yang makin baik serta merata; serta (6) Pengembangan sikap sadar teknologi serta sains serta peningkatan kualitas diri para pendidik serta staf adalah hal yang absolut perlu ditanamkan dan akan dipakai menjadi wahana pada menyiapkan SDM yg berwawasan teknologi serta memiliki kesiapan belajar sepanjang hayat.

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat dalam lembaga berupa produktivitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas forum pada mengantisipasi lingkungan, baik berdasarkan dalam maupun ke luar forum yang bersangkutan. Fungsi dan orientasi pendidikan dalam peningkatan kualitas SDM sudah dibentuk pada suatu kebijakan Depdiknas (2001:5) dalam tiga taktik pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu: (1) pemerataan kesempatan pendidikan, (dua) peningkatan relevansi serta kualitas pendidikan, serta (tiga) peningkatan kualitas manajemen pendidikan. Untuk melaksanakan ketiga taktik utama pembangunan pendidikan tadi di atas, seyogianya ditinjau bagian-bagian sistem pendidikan nasional pada kaitannya dengan orientasi masing-masing serta dijabarkan dalam rencana serta prioritas pembangunan pendidikan.

Titik tolak pemikiran tentang orientasi pendidikan nasional adalah: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) mempersiapkan SDM yg berkualitas, terampil, dan ahli yang dibutuhkan dalam proses memasuki era globalisasi serta swatantra daerah, serta (tiga) membina serta berbagi dominasi banyak sekali cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Dalam membicarakan peningkatan kualitas SDM dewasa ini, ada 2 sisi yang perlu ditinjau secara lebih khusus, yaitu peningkatan kualitas SDM pada era globalisasi serta peningkatan kualitas SDM di era swatantra daerah.

Peningkatan Kualitas SDM Era Globalisasi
Dalam rakyat terkini misalnya kini ini, terlebih lagi dalam menuju era globalisasi, kita dituntut agar mampu menghadapi persaingan yg makin kompetitif, baik pada dalam maupun di luar negeri. Salah satu cara buat mengantisipasi persaingan yang makin kompetitif tadi merupakan melalui peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.

Pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM secara konseptual. Hal ini dituangkan pada GBHN 1998 yang berbunyi “Peningkatan kualitas SDM menjadi pelaku utama pembangunan yg mempunyai kemampuan memanfaatkan, menyebarkan, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi serta permanen dilandasi sang motivasi dan kendali keimanan serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Globalisasi makin mendorong peluang terbukanya pasar internasional; bagi produk barang dan jasa (pendidikan).”

Selanjutnya, Siagian (1998:96) mengemukakan bahwa SDM abad ke-21 ditandai oleh “Salah satu segi kehidupan yang muncul ke permukaan dewasa ini menggunakan gaung yang lebih kuat dibandingkan masa lalu adalah peningkatan kualitas hidup umat manusia. Kualitas hayati dalam dasarnya bermuara pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia.”

Setelah menyelidiki beberapa uraian pada atas, jelaslah bahwa buat melaksanakan tugas pada masa depan diharapkan SDM yg berkualitas. Hal ini sesuai menggunakan ungkapan Kartadinata (1997:4) berikut adalah, yaitu “SDM berkualitas yg wajib disiapkan untuk memasuki abad ke-21 merupakan SDM yg mampu melakukan life long learning.” Hal ini tampak dengan jelas pada sebagian SDM kita yang terus-menerus menimba ilmu menggunakan nir memikirkan usia. Makin tua usia SDM tadi, makin matang pula cara berpikirnya, ini dibantu oleh pengalaman yg poly, baik di dalam juga di luar dinas.

Peningkatan Kualitas SDM Era Otonomi Daerah 
Otonomi wilayah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini pada setiap daerah. Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka swatantra wilayah menggunakan swatantra khusus, yg berarti relatif berbeda menggunakan wilayah lain di Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang gampang karena memerlukan penanganan yg profesional berdasarkan SDM yang ada pada wilayah. Timbul pertanyaan, apakah wilayah yang diberi otonomi khusus ini telah siap pada pengertian yg luas, terutama SDM-nya?

Otonomi khusus buat NAD diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang dianggap dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh diklaim dengan Daerah Istimewa, yg nir ada bedanya menggunakan daerah lain pada Indonesia. Dalam swatantra khusus ini, hal yg tidak sama merupakan tentang biaya pendidikan. Hal ini dimuat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (dua) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 % pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) alfabet (a), ayat (4) serta ayat (5) dialokasikan buat biaya pendidikan di NAD”. Dengan adanya peningkatan/kenaikan porto pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka dibutuhkan peningkatan kualitas bisa dilaksanakan dengan mudah. Hal ini masih adalah harapan seluruh pihak, tetapi kenyataannya belum bisa diketahui (memerlukan penelitian yg seksama serta berlanjut). 

Fattah (2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari 2 dimensi, yaitu dimensi kualitatif serta dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi energi kerja yang memasuki dunia kerja pada jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif meliputi berbagai potensi yang terkandung pada setiap insan, diantaranya pikiran (wangsit), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan insan buat melaksanakan pekerjaan yang produktif. Apabila pengeluaran untuk menaikkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan membuat nilai pulang (rate of return) yang positif.

Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
  1. Pendekatan Religius. Dalam mengisi swatantra spesifik NAD, sudah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi menggunakan kurikulum yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah yg bernuansa Islami, menggunakan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan output yang Islami jua. Output pendidikan yg Islami akan melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yg terdapat pada NAD, sehingga dibutuhkan setiap lini akan membuat pekerjaan yg Islami, yaitu pekerjaan yg sinkron menggunakan firman Allah swt pada Al Qur’an yg adalah “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah engkau ke pada Islam keseluruhannya, serta jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208). Dari ayat pada atas jelaslah bahwa SDM Islam wajib melaksanakan segala segi kehidupan menggunakan pekerjaan yang Islami, nir boleh sepotong-potong (masuklah ke pada Islam secara kaffah/keseluruhan) lantaran segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yg diturunkan buat manusia. Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat pada atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) merupakan sebaik-baik umat dalam menjalankan misinya menjadi khalifah pada muka bumi. Dalam ayat itu ditegaskan jua SDM harus mengerjakan yg disuruh serta meninggalkan yang tidak boleh oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yg tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Apabila ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sesuai menggunakan anggaran yg berlaku. Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut menggunakan perilaku tidak peduli atau ditanggapi menggunakan rasa tanggung jawab yg tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw menurut Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan serta sesungguhnya kebaikan membawa kepada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yang menyampaikan benar sampai dia menjadi orang yang dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa pada neraka. Dan sesungguhnya seorang yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seseorang pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari hadis pada atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur pada pekerjaan, lantaran resiko seorang (SDM) berdusta pada kehidupannya adalah neraka. Setiap umat Islam akan sangat takut pada neraka. Untuk melahirkan SDM yg Islami, wajib dididik oleh pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, telah siapkan SDM yg Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan beranjak pada bidangnya pada bentuk kualitas yg tinggi buat melaksanakan tanggung jawabnya yang besar .
  2. Pendekatan Politik. Telah umum diketahui bahwa terlepas berdasarkan sistem politik yg dianut oleh suatu negara, keliru satu tujuan negara adalah buat menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan warga tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran ekonomi yang semakin merata, namun pula kesejahteraan mental spiritual. Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini acapkali dikaitkan dengan kualitas hidup umat manusia sinkron dengan harkat serta martabatnya yang nir hanya diikuti, akan tetapi pula dijunjung tinggi.
  3. Pendekatan Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan serta seakan-akan tak kunjung reda di negara kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota rakyat (SDM) yang adalah aset suatu negara tidak bisa melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi lantaran ketidakmampuan ekonominya. Hal ini akan bisa diatasi jika pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif serta bijaksana pada mengelola porto pendidikan yang tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yg betul-benar membutuhkan, sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yg tidak membutuhkan bantuan (SDM yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) jua memperoleh atau bahkan menginginkan donasi tersebut. Ironis sekali bukan?
  4. Pendekatan Hukum. Salah satu indikator kehidupan rakyat modern adalah makin tingginya kesadaran anggota warga akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing. Instrumen primer buat menjamin keseimbangan tadi adalah kepastian aturan. Kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan mematuhi hukum-aturan yg berlaku di negaranya. Dengan mematuhi hukum termasuk peraturan-peraturan pada loka ia bekerja, sebagai akibatnya pelanggaran sporadis terjadi atau bahkan nir terjadi, kualitas SDM akan meningkat. 
  5. Pendekatan Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya memilih baik atau jelek serta sahih atau salah . Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural adalah suatu faktor yg sangat krusial buat diperhatikan. Seseorang (SDM) akan membuat malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya serta bahkan mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yg berbenturan menggunakan istiadat tata cara (budaya) suatu kelompok. Oleh sebab itu, budaya memalukan itu perlu dipupuk. Peningkatan kualitas nir bisa dilakukan apabila nir ada yang mengikutinya.
  6. Pendekatan Administratif/Manajerial. Salah satu karakteristik yg menonjol di abad ini adalah terciptanya banyak sekali jenis organisasi. Oleh sebab itu, manusia modern tak jarang diklaim insan organisasional yang menjadi fokus administratif/manajerial. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan dapat dicapai dengan gampang. Dengan demikian, kualitas pun akan semakin tinggi. Di pada proses manajemen diharapkan perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan. Jika ketiga proses ini diikuti menggunakan sahih, peningkatan kualitas akan bisa dicapai. Salah satu filsafat manajemen merupakan mengurangi ketidakpastian. Jika memang itu benar, kualitas akan dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan merupakan suatu ilmu yg memeriksa bagaimana menata sumber daya, baik SDM juga sumber daya lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diharapkan pada mencapai kualitas pendidikan yang akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.