SISTEM INFORMASI STRATEGIK

Sistem Informasi Strategik
Selama berabad-abad organisasi telah mengelola knowledge serta teknologi. Terutama dalam masa revolusi industri, terlihat jelas organisasi bisnis mengalami pertumbuhan pesat akibat adopsi teknologi terbaru pada waktu itu. Di abad ini, selama lebih berdasarkan 3 dekade, sejak organisasi usaha menggunakan personal komputer buat kebutuhan pemrosesan data, penggunaan teknologi warta (TI) dalam organisasi usaha terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini didukung menggunakan timbulnya pemahaman umum bahwa penggunaan TI dalam organisasi akan mengurangi berbagai porto dampak adanya efisiensi dan bahwa eksistensi TI akan membuat organisasi yang memilikinya akan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing.

Sejak waktu itu, organisasi usaha terus melakukan investasi akbar-besaran pada perangkat TI. Dari tahun 1996 sampai 2000 saja, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat membelanjakan hampir 2 trilyun dolar dalam hardware serta software buat mengejar peningkatan efisiensi, produktifitas yang lebih tinggi dan penguatan keuntungan. (Stiroh, 2001) Besarnya investasi yang dikeluarkan sang perusahaan-perusahaan tersebut tentunya diikuti pula dengan besarnya ekspektasi akan output yg bisa diperoleh atas investasi tadi. Investasi yang akbar, diperlukan akan membawa peningkatan yang akbar terhadap kinerja atau produktifitas bagi organisasi bisnis tadi. 

Namun demikian, belakangan disadari bahwa organisasi bisnis yang merupakan top performer di Amerika Serikat merupakan organisasi usaha yang tergolong irit pada melakukan belanja perangkat TI. Studi yg dilakukan oleh Forrester Research pada Maholtra (2005) menemukan bahwa perusahaan dengan performa terbaik yg diukur dengan pendapatan, Return on Assets (ROA) dan pertumbuhan cash flow memiliki belanja TI yg lebih rendah menurut homogen-homogen perusahaan lain. Penelitian Collins dalam Maholtra (2005) pada perusahaan Amerika Serikat dengan performa terbaik selama 30 tahun membuat temuan yang serupa. Temuan tadi menjadi bertolak belakang dengan sejumlah penelitian, seperti yang dilakukan oleh Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1991), Brynjolfsson serta Hitt (1994), ataupun Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)yang mengambarkan adanya interaksi positif antara investasi perusahaan dalam TI menggunakan kinerja. Tetapi tidak bertolak belakang dengan sejumlah penelitian lainnya yg gagal pertanda adanya interaksi antara TI dengan kinerja atau produktifitas Hal ini menyisakan pertanyaan apakah teknologi liputan benar-benar bisa menaruh manfaat bagi kinerja perusahaan? 

Sejumlah studi realitas tentang dampak TI bagi organisasi bisnis itu sendiri sebenarnya sudah banyak dilakukan sejak pertengahan era 1980’an. Penelitian mengenai imbas TI pada organisasi usaha berakar dalam topik penelitian mengenai information technology investment and firm performance yg selama bertahun-tahun sudah menjadi perdebatan tentang apakah investasi dalam TI memiliki impak yang positif menggunakan ukuran-berukuran kinerja ataupun produktifitas. Penelitian yg dilakukan sejak 2 dekade kemudian membuat temuan yg mixed tentang manfaat TI tersebut. Ketika TI diyakini memberi manfaat bagi organisasi bisnis yang memilikinya, sejumlah penelitian justru membentuk temuan berupa ketiadaan hubungan antara investasi perusahaan dalam TI menggunakan peningkatan produktifitas, suatu situasi yg disebut sebagai productivity paradoks (Dedrick, Gurbaxani & Kraemer, 2002) Penelitian yang dilakukan tersebut, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu studi yg dilakukan pada level perusahaan serta studi yang dilakukan dalam level negara. Hasil dari sejumlah penelitian tadi bisa dipandang pada tabel berikut, yang menerangkan bahwa investasi perusahaan bagi TI tidaklah selalu diikuti dengan peningkatan kinerja/produktifitas

Tabel Studi Empiris tentang Dampak TI terhadap Kinerja/Produktifitas (Studi dalam perusahaan sektor jasa hingga Manufaktur)
Peneliti


Sumber Data

Temuan

Strassmann [1985]
Strassmann [1990]

Computerworld,
survei terhadap 38 perusahaan
Tidak terdapat korelasi antara  investasi dalam  TI dengan berukuran-ukuran kinerja, semisal ROI
Bender [1986]
LOMA insurance data
Dari 132 perusahaan
Korelasi lemah antara TI dengan berbagai rasio kinerja
Franke [1987]
Data industri keuangan
Investasi pada TI berhubungan dengan penurunan tajam pada capital productivity serta tidak ada dampak dalam labor productivity
Dudley & Lasserre [1989]

TI serta komunikasi mengurangi biaya yg berkaitan menggunakan inventory
Parsons, Gottlieb dan
Denny  [1990]
perbankan
Dampak yg rendah berdasarkan teknologi warta terhadap produktifitas
Alpar & Kim [1991]
perbankan
TI menyebabkan pengurangan porto. 10 %. Peningkatan pada investasi TI membawa pengaruh dalam 1.9% penurunan total cost.
Harris & Katz [19 91]
40 perusahaan  anggota LOMA
Hubungan positif yg lemah antara TI dengan aneka macam rasio kinerja
Barua, Kriebel &
Mukhopadhyay [1991]
manufaktur
Investasi dalam TI herbi  sejumlah intermediate performance measure yang kemudian herbi ukuran-berukuran kinerja yang lebih tinggi seperti revenue, ROA & market share

Mahmood & Mann (1993)

Computerworld  data pada 100 perusahaan
Investasi pada TI mempunyai hubungan yg lemah dengan pencapaian  strategi organisasi serta kinerja secara ekonomi. Namun mempunyai hubungan yang signifikan jika diuji dengan canonical analysis yg dapat mengukur pengaruh kombinasi menurut variabel-variabel investasi TI
Diewert & Smith [1994]
Perusahaan ritel Kanada
Peningkatan produktifitas melalui pengelolaan inventory yang lebih baik menggunakan TI
Brynjolfsson & Hitt [1994]
IDG, Compustat, Bureau of Economics Analysis (BEA)
TI membawa pengaruh pada peningkatan produktifitas dan membangun value bagi customer
Loveman [1994]
 PIMS/MPIT
Invetasi pada TI tidak membawa dampak apapun terhadap output
Kwon & Stoneman [1995]
UK Based survey
TI mempunyai impak positif  terhadap hasil serta produktifitas.
Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)
Perusahaan yang tercantum dalam Fortune 500 serta  Fortune Service 500
Investasi pada TI mempunyai interaksi positif dengan sejumlah ukuran kinerja, seperti penjualan, asset & ekuitas
Sumber: Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1995), Brynjolfsson &Yang (1996), Mahmood & Mann (2000),Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001) 

Pada studi level negara, di Amerika Serikat, Oliner & Sichel (1994, 2000) menemukan bahwa penggunaan teknologi berita misalnya computer hardware, aplikasi serta perangkat komunikasi berkontribusi terhadap pesatnya pertumbuhan produktifitas dalam era pertengahan tahun 90’an. Tetapi demikian, Gordon (2000) dalam Simon & Wardop (2002) mengemukakan bahwa teknologi berita di AS nir membawa dampak yg luas terhadap pertumbuhan output, sebagaimana yang disebabkan oleh gelombang inovasi besar dalam abad lalu misalnya ditemukannya listrik dan mesin dengan pembakaran internal. Di Australia sendiri, penelitian oleh Simon& Wardop (2002) menunjukkan Australia mengalami peningkatan pertumbuhan output yang signifikan sehubungan menggunakan penggunaan teknologi fakta pada organisasi. Lebih jauh lagi Jorgenson (2004) mencoba buat melihat pengaruh TI pada pertumbuhan ekonomi negara-negara G7. Ia menyatakan bahwa sejak 1995, masih ada investasi yg akbar terhadap perangkat TI pada negara-negara G7 dimana hal ini membawa kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut. 

Penjelasan mengenai productivity lawan asas pernah dilakukan sang Brynjolfsson &Yang (1996) yg mengemukakan bahwa masih ada 4 aspek buat mengungkapkan terjadinya productivity lawan asas Keempatnya merupakan : (1) Kesalahan pengukuran. Terjadi pada kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran input serta Output akibat masih digunakannya pendekatan tradisional dalam pengukurannya.(2) Adanya waktu tunda atau lags. Waktu tunda disini muncul berdasarkan perbedaan ketika dari analisa mengenai payoff menurut porto versus manfaat. (3) Redistribution: TI dipakai dalam aktifitas redistribusi antar perusahaan. Hal ini menjadikan TI bermanfaat, namun manfaat ini nir bisa diukur dalam total hasil. (4). Mismanagement, kesalahan pada pengelolaan TI bisa menciptakan TI terlihat tidak produktif jika diukur secara statistik. Lebih lanjut, Ahadiat (2006) mencoba mengungkapkan tentang hal tadi menggunakan mengutip Bakos (1998) bahwa Investasi pada TI sendiri adalah investasi pada sesuatu yg gampang sebagai lama (obsolete) sehingga terdapat kesulitan untuk menampakkan keuntungannya pada skala pengukuran kinerja atau produktifitas yang sudah umum digunakan. 

INTANGIBLE BENEFIT DARI TEKNOLOGI INFORMASI 
Perkembangan modern dari studi realitas tentang impak TI, saat ini tidak hanya mencoba buat mengkaitkan investasi TI dengan tangible benefit, tetapi jua intangible benefit. Hal ini terutama terus mengemuka sejalan menggunakan makin maraknya implementasi Knowledge Management (KM) pada sejumlah organisasi usaha. KM merupakan upaya organisasi pada mengelola aktiva intelektual yang dimilikinya melalui praktek-praktek pendokumentasian serta sharing pengetahuan diantara anggota organisasi. Untuk melakukan pendokumentasian serta sharing pengetahuan ini dibutuhkan TI buat mewujudkannya, yaitu dalam bentuk pengembangan intranet, extranet serta perangkat pendukung lainnya berupa hardware, perangkat lunak serta telekomunikasi yang dikenal sebagai KM technology. Meski praktek KM diyakini bisa menaikkan intangible asset bagi organisasi, tetapi Maholtra (2005) mencoba menyoroti penggunaan kata knowledge management technology berdasarkan sisi lain, yaitu hanyalah menjadi perkembangan terkini atau re-labelling yang dilakukan sang para vendor TI selesainya selama dua dekade terakhir istilah teknologi warta sudah banyak digunakan. 

Pasar KM technology sendiri merupakan pasar yg menarik bagi para vendor TI. Pasar dunia KM diestimasikan sebanyak US$8.8 billion selama tahun 2005. Sedangkan pelaksanaan usaha yang digunakan untuk menunjang KM, misalnya CRM diproyeksikan buat bertumbuh sebanyak $148 billion dalam tahun 2006 (Maholtra, 2005) KM sendiri telah dimanfaatkan sang vendor TI buat memasarkan produk-produknya. Sehngga terlepas berdasarkan sisi positif implementasi KM bagi organisasi tetapi harus disadari bahwa vendor TI pun membutuhkan jargon baru buat memasarkan produk berupa perangkat yang dimilikinya melalui popularitas KM. Hal ini tentu jua melahirkan pertanyaan lanjutan, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? 

Bila di dua dasa warsa kemudian, waktu istilah productivity lawan asas mulai mengemuka, masih ada sebuah quote yg sangat populer yaitu: “You can see the computer everywhere but in the productivity statistics” (Robert Solow) maka kini Maholtra melanjutkannya menggunakan “One can see the impact of knowledge management everywhere but in the KM technology-performance statistics ’’ 

Bila ditinjau berdasarkan sisi definisi, Knowledge management sendiri mempunyai sejumlah definisi yg mengadung penekanan yang tidak sinkron. Definisi tadi diantaranya:

‘‘Knowledge management systems (KMS) refer to a group of information systems applied to managing organizational knowledge. That is, they are IT-based systems developed to support and enhance the organizational processes of knowledge creation, storage/retrieval, transfer, and application’’ (Alavi serta Leidner, 2001) 

Definisi yang berikutnya merupakan:
‘‘Knowledge Management refers to the critical issues of organizational adaptation, survival and competence against discontinuous environmental change. Essentially it embodies organizational processes that seek synergistic combination of data and information-processing capacity of information technologies, and the creative and innovative capacity of human beings’’ (Malhotra,2005)

Bila dicermati, pada kedua definisi tadi terdapat perbedaan yg esensial. Bila definisi yg pertama lebih poly menekankan dalam ketersediaan sistem berbasis TI buat mengelola knowledge, definisi yang kedua lebih menekankan dalam proses lanjutan yaitu daya kreatif dan penemuan manusia pada menggunakan data serta informasi.

Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa tersedianya intranets, extranets, hingga groupware tidak dan merta dapat menghantarkan pada kinerja perusahaan yang lebih baik. Teknologi ini, perlu diadopsi serta disesuaikan dengan insan menjadi user, diintegrasikan sesuai dengan konteks pekerjaan serta secara efektif digunakan sang organisai.

Sehingga sama halnya dengan pertanyaan pertama, yaitu apakah apakah teknologi liputan benar-benar bisa memberikan manfaat bagi kinerja organisasi? Pertanyaan ke 2, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? Membutuhkan kajian lebih lanjut buat menjawabnya. Tetapi satu hal yg telah niscaya bahwa investasi perusahaan pada perangkat TI atau yang sekarang jua diberi nama perangkat KM technology tidak akan dan merta memberikan manfaat yang terukur bagi organisasi yg memilikinya. Dibutuhkan sejumlah penataan selanjutnya buat menciptakan teknologi tersebut sebagai berdampak positif bagi organisasi bisnis.

MEREALISASIKAN DAMPAK POSTIF TI; PEOPLE, PROSES & BUSINESS MODEL.
Dengan mengamati praktek-praktek yg telah dilakukan sang organisasi bisnis yg berhasil dalam memanfaatkan TI, maka buat bisa merealisasikan pengaruh positif TI bagi organisasi usaha tadi, paling nir bisa dilakukan melalui 3 hal yaitu: people, proses & business contoh.

Dalam kaitannya dengan people, peranan dari TI telah tidak sama menggunakan peranan mesin pada era industri yang dipakai untuk menggantikan tenaga insan. Meski penggunaan yg mula-mula menurut komputer adalah diarahkan pada factor substitution, yaitu menggantikan low skill clerical worker melalui otomatisasi proses kerja. Dalam organisasi modern, TI nir semata-mata menggantikan kekuatan otot ataupun akal budi manusia. Dari hasil analisa makroekonomi multi tahun menurut ratusan perusahaan, Strassmann pada Malhotra (2005) menegaskan bahwa bukanlah personal komputer yg penting, namun apa yang dilakukan insan dengan komputer tersebut adalah yang terpenting. Sebagaimana bukanlah sebuah palu yang dapat mendirikan sebuah rumah yang baik, namun tergantung dalam ditangan siapakah palu itu dipegang, sebagai akibatnya dapat membuat sebuah tempat tinggal yang baik. Dari sini semakin kentara terlihat bahwa manfaat yg didapatkan sang teknologi, tidaklah semata asal menurut teknologi itu sendiri, tetapi berdasarkan apa yg dilakukan oleh insan dengan teknologi tersebut. 

Terkait menggunakan proses, manfaat yang didapatkan oleh organisasi bisnis berdasarkan TI terletak pada bagaimana organisasi tersebut menggunakannya nir sekedar buat otomatisasi, namun pula buat mentransformasi proses usaha, hingga mengganti atau membangun contoh bisnis yang sesuai manakala aktifitas kerja serta berbagai proses usaha telah didukung TI. Hammer & Champy pada Hartono (2005) mengidentifikasi kegagalan investasi TI buat menaruh pengaruh terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan lantaran implementasi TI dipercaya sekedar mengotomatisasi kegiatan tradisionil yg terdapat. Menurut Hammer, buat menaruh manfaat investasi TI harus dipakai buat mengubah secara revolusioner proses bisnis yang ada dalam organisasi. Pendekatan ini dianggap sebagai Business Process reengineering (BPR), dimana BPR ini bersifat fundamental, radikal, dramatis dan berorientasi pada proses.

Bila dipandang menurut perkembangan ilmu manajemen, dampak luar biasa berdasarkan inovasi teknologi misalnya listrik dan mesin-mesin dalam abad industri terhadap kemajuan industri tidaklah melulu disebabkan lantaran organisasi mempunyai mesin-mesin tersebut. Organisasi usaha dalam masa itu juga melakukan perubahan proses kerja buat dapat mewujudkan keunggulannya, contohnya melalui diterapkannya division of labor. Sehingga tidak heran pada abad fakta keilmuan manajemen memperkenalkan kata teamwork, interconnection, serta shared information sebagai suatu inovasi berdasarkan ilmu manajemen buat mengadopsi teknologi pada proses kerja. (Senn, 2004 ).

Carr dalam artikel kontroversialnya IT Doesn’t Matter yang dipublikasikan melalui Harvard Business Review (2003) menyoroti kemampuan TI buat mendeliver keunggulan kompetitif yg semakin memudar. Beberapa dasawarsa kemudian bank yg menerapkan online banking dapat mempunyai keunggulan kompetitif dan merebut hati nasabah. Namun ketika ini teknologi ini sudah dimiliki semua bank. Demikian pula dengan Reuters yg mempunyai sistem TI yg tidak dapat disaingi dalam dasawarsa lalu, namun sekarang bahkan surat berita lokal sekalipun pula bisa memiliki jaringan yang terkenal diseluruh dunia melalui teknologi internet.

Carr (2003) juga menyoroti kecenderungan organisasi usaha pada masa kini yang terlalu mengandalkan vendor software ataupun perangkat keras sampai konsultan TI agar organisasi usaha bisa tetap up to date dengan perkembangan TI, dibandingkan dengan berupaya untuk melakukan penemuan sendiri. Ketergantungan ini mengakibatkan setiap organisasi usaha cenderung mempunyai sistem serta teknologi yang seragam, sebagai akibatnya selama nir dilakukan penemuan maka tidak akan ada nilai lebih yg bisa ditampilkan sang suatu organiasi usaha jika dibandingkan menggunakan pesaingnya. Kondisi ini pula didukung dengan praktek organisasi bisnis selama ini dimana dari total pembelanjaannya pada TI, persentase terbesar adalah buat pengadaan komoditas berupa aneka macam perangkat dan hanya sedikit yang mengalokasikan dana buat upaya menemukan inovasi atau melakukan proses kreatif berdasarkan aneka macam perangkat tadi.

Satu hal lain yang perlu dicermati adalah pilihan akan contoh usaha. Perkembangan teknologi sudah memungkinkan organisasi buat membangun new business model yg baru dalam hal penawaran barang serta jasa ataupun baru pada hal cara mendelivernya ke konsumen (Hartono, 2005) Dalam kaitannya menggunakan contoh bisnis, peritel Wal Mart telah timbul menjadi sebuah organisasi bisnis yg besar karena berhasil memanfaatkan TI secara maksimal buat menjalankan model usaha yg dipilihnya. Wal-Mart juga terus mencari cara buat menaikkan efisiensi pada TI melalui pengelolaan rantai pasokan secara elektronis. Wal Mart mengarahkan seluruh pemasoknya buat memakai sistem pengadaan barang secara elektronis yg sesuai dengan miliknya, sebagai akibatnya mau tidak mau supplier yang ingin terus berhubungan menggunakan WalMart harus mengadopsi sistem tadi. (Maholtra, 2005) Lebih jauh tentang model usaha, Amazon, Google serta e-bay merupakan tiga nama besar pada dunia e-commerce yang menjalankan bisnisnya murni secara virtual atau hanya terdapat didunia maya. Siapapun sebenarnya dapat memulai bisnis pada internet, sebuah infrastruktur terbuka yang bisa digunakan oleh siapa saja serta sudah lazim diadopsi sang organisasi bisnis lainnya. Tetapi dengan kreatifitas para pendirinya, ketiganya menentukan suatu contoh bisnis yang dapat diterima oleh pengguna internet pada semua dunia. Amazon, pioner pada usaha ritel yg terus melengkapi diri dengan fitur-fitur baru serta kemudahan yang membuat pelanggan enggan berpaling. E-bay dalam bidang pelelangan yg membuat segala hal jadi mungkin buat dilelang serta seluruh orang pada semua dunia bisa sebagai peserta lelang asalkan mempunyai akses ke internet. Serta Google sebagai nomor satu dalam search engine yg menggunakan perangkat TI sederhana secara aporisma yaitu dengan membangun algoritma pemrograman yg memungkinkan user men-search ‘apapun’ secara lebih cepat dan teliti dibanding berdasarkan search engine manapun termasuk Yahoo. Masih banyak model lain, misalkan Encyclopedia Britannica yang pada abad liputan ini pula harus merubah contoh bisnisnya pada menjajakan berita akibat adanya internet dan keluarnya Wikipedia, suatu free ensiklopedia pada internet yg mempunyai lebih menurut 1,8 juta artikel dan dikerjakan oleh para sukarelawan berdasarkan semua global (Hammel, 2006)

Akhirnya, buat bisa mengukur impak TI pada organisasi, Luftman (2004) memaparkan sejumlah aspek yang dapat diukur selain aspek keuangan buat mengukur dampak positif TI menggunakan lebih terinci. Luftman menegaskan bahwa aspek-aspek yg dapat diukur untuk menilai manfaat bisa mencakup imbas terhadap usaha, interaksi pelanggan, impak dalam internal organisasi hingga value chain. Dicontohan jua, misalkan TI digunakan untuk memperbaiki order management, maka pengukuran bisa dilakukan dalam short order lead times, In-stock availability, order accuracy, access to order status information hingga response time to customer inquiries, sebagai akibatnya lebih jelasnya dari pengaruh positif tadi bisa lebih terlihat.

SISTEM INFORMASI STRATEGIK

Sistem Informasi Strategik
Selama berabad-abad organisasi telah mengelola knowledge dan teknologi. Terutama dalam masa revolusi industri, terlihat jelas organisasi usaha mengalami pertumbuhan pesat dampak adopsi teknologi terbaru pada ketika itu. Di abad ini, selama lebih menurut 3 dasa warsa, sejak organisasi bisnis menggunakan personal komputer buat kebutuhan pemrosesan data, penggunaan teknologi liputan (TI) dalam organisasi usaha terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini didukung menggunakan timbulnya pemahaman generik bahwa penggunaan TI dalam organisasi akan mengurangi aneka macam porto akibat adanya efisiensi dan bahwa keberadaan TI akan menciptakan organisasi yg memilikinya akan mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing.

Sejak saat itu, organisasi bisnis terus melakukan investasi akbar-besaran dalam perangkat TI. Dari tahun 1996 hingga 2000 saja, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat membelanjakan hampir dua trilyun dolar pada hardware dan aplikasi untuk mengejar peningkatan efisiensi, produktifitas yang lebih tinggi dan penguatan laba. (Stiroh, 2001) Besarnya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut tentunya diikuti jua menggunakan besarnya ekspektasi akan output yang bisa diperoleh atas investasi tersebut. Investasi yang besar , diharapkan akan membawa peningkatan yang besar terhadap kinerja atau produktifitas bagi organisasi usaha tersebut. 

Namun demikian, belakangan disadari bahwa organisasi usaha yg merupakan top performer pada Amerika Serikat merupakan organisasi bisnis yg tergolong hemat dalam melakukan belanja perangkat TI. Studi yg dilakukan sang Forrester Research pada Maholtra (2005) menemukan bahwa perusahaan dengan performa terbaik yang diukur dengan pendapatan, Return on Assets (ROA) serta pertumbuhan cash flow memiliki belanja TI yg lebih rendah berdasarkan homogen-homogen perusahaan lain. Penelitian Collins pada Maholtra (2005) dalam perusahaan Amerika Serikat menggunakan performa terbaik selama 30 tahun membuat temuan yg serupa. Temuan tadi menjadi bertolak belakang menggunakan sejumlah penelitian, misalnya yg dilakukan oleh Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1991), Brynjolfsson dan Hitt (1994), ataupun Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)yang membuktikan adanya interaksi positif antara investasi perusahaan pada TI dengan kinerja. Tetapi tidak bertolak belakang menggunakan sejumlah penelitian lainnya yg gagal pertanda adanya hubungan antara TI menggunakan kinerja atau produktifitas Hal ini menyisakan pertanyaan apakah teknologi liputan benar-benar dapat menaruh manfaat bagi kinerja perusahaan? 

Sejumlah studi realitas tentang pengaruh TI bagi organisasi bisnis itu sendiri sebenarnya telah banyak dilakukan sejak pertengahan era 1980’an. Penelitian tentang imbas TI pada organisasi bisnis berakar pada topik penelitian mengenai information technology investment and firm performance yg selama bertahun-tahun telah sebagai perdebatan tentang apakah investasi pada TI memiliki dampak yg positif menggunakan berukuran-ukuran kinerja ataupun produktifitas. Penelitian yg dilakukan semenjak 2 dekade lalu membuat temuan yg mixed mengenai manfaat TI tersebut. Ketika TI diyakini memberi manfaat bagi organisasi bisnis yang memilikinya, sejumlah penelitian justru membuat temuan berupa ketiadaan hubungan antara investasi perusahaan pada TI menggunakan peningkatan produktifitas, suatu situasi yg dianggap sebagai productivity lawan asas (Dedrick, Gurbaxani & Kraemer, 2002) Penelitian yg dilakukan tadi, secara garis besar bisa dibagi menjadi dua, yaitu studi yang dilakukan dalam level perusahaan dan studi yang dilakukan dalam level negara. Hasil berdasarkan sejumlah penelitian tersebut bisa ditinjau pada tabel berikut, yg menunjukkan bahwa investasi perusahaan bagi TI tidaklah selalu diikuti menggunakan peningkatan kinerja/produktifitas

Tabel Studi Empiris tentang Dampak TI terhadap Kinerja/Produktifitas (Studi dalam perusahaan sektor jasa hingga Manufaktur)
Peneliti


Sumber Data

Temuan

Strassmann [1985]
Strassmann [1990]

Computerworld,
survei terhadap 38 perusahaan
Tidak ada hubungan antara  investasi pada  TI menggunakan berukuran-berukuran kinerja, semisal ROI
Bender [1986]
LOMA insurance data
Dari 132 perusahaan
Korelasi lemah antara TI dengan berbagai rasio kinerja
Franke [1987]
Data industri keuangan
Investasi dalam TI berhubungan dengan penurunan tajam pada capital productivity serta nir terdapat imbas dalam labor productivity
Dudley & Lasserre [1989]

TI serta komunikasi mengurangi biaya yang berkaitan menggunakan inventory
Parsons, Gottlieb dan
Denny  [1990]
perbankan
Dampak yang rendah berdasarkan teknologi informasi terhadap produktifitas
Alpar & Kim [1991]
perbankan
TI mengakibatkan pengurangan biaya . 10 %. Peningkatan pada investasi TI membawa efek dalam 1.9% penurunan total cost.
Harris & Katz [19 91]
40 perusahaan  anggota LOMA
Hubungan positif yang lemah antara TI dengan berbagai rasio kinerja
Barua, Kriebel &
Mukhopadhyay [1991]
manufaktur
Investasi pada TI herbi  sejumlah intermediate performance measure yang lalu herbi berukuran-berukuran kinerja yg lebih tinggi misalnya revenue, ROA & market share

Mahmood & Mann (1993)

Computerworld  data dalam 100 perusahaan
Investasi dalam TI mempunyai hubungan yg lemah dengan pencapaian  strategi organisasi serta kinerja secara ekonomi. Tetapi memiliki hubungan yg signifikan apabila diuji dengan canonical analysis yg bisa mengukur efek kombinasi dari variabel-variabel investasi TI
Diewert & Smith [1994]
Perusahaan ritel Kanada
Peningkatan produktifitas melalui pengelolaan inventory yg lebih baik dengan TI
Brynjolfsson & Hitt [1994]
IDG, Compustat, Bureau of Economics Analysis (BEA)
TI membawa impak pada peningkatan produktifitas dan membentuk value bagi customer
Loveman [1994]
 PIMS/MPIT
Invetasi pada TI tidak membawa efek apapun terhadap output
Kwon & Stoneman [1995]
UK Based survey
TI mempunyai pengaruh positif  terhadap hasil dan produktifitas.
Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001)
Perusahaan yang tercantum dalam Fortune 500 serta  Fortune Service 500
Investasi pada TI memiliki hubungan positif menggunakan sejumlah berukuran kinerja, seperti penjualan, asset & ekuitas
Sumber: Barua, Kriebel & Mukhopadhyay (1995), Brynjolfsson &Yang (1996), Mahmood & Mann (2000),Sircar, Turnbow & Bordoloi (2001) 

Pada studi level negara, pada Amerika Serikat, Oliner & Sichel (1994, 2000) menemukan bahwa penggunaan teknologi warta misalnya computer hardware, aplikasi serta perangkat komunikasi berkontribusi terhadap pesatnya pertumbuhan produktifitas pada era pertengahan tahun 90’an. Tetapi demikian, Gordon (2000) dalam Simon & Wardop (2002) mengemukakan bahwa teknologi liputan pada Alaihi Salam tidak membawa efek yg luas terhadap pertumbuhan output, sebagaimana yg ditimbulkan oleh gelombang inovasi akbar pada abad lalu misalnya ditemukannya listrik dan mesin menggunakan pembakaran internal. Di Australia sendiri, penelitian oleh Simon& Wardop (2002) memperlihatkan Australia mengalami peningkatan pertumbuhan output yg signifikan sehubungan menggunakan penggunaan teknologi berita dalam organisasi. Lebih jauh lagi Jorgenson (2004) mencoba buat melihat dampak TI pada pertumbuhan ekonomi negara-negara G7. Ia menyatakan bahwa semenjak 1995, masih ada investasi yang akbar terhadap perangkat TI pada negara-negara G7 dimana hal ini membawa donasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut. 

Penjelasan mengenai productivity lawan asas pernah dilakukan sang Brynjolfsson &Yang (1996) yang mengemukakan bahwa masih ada 4 aspek buat mengungkapkan terjadinya productivity paradoks Keempatnya adalah : (1) Kesalahan pengukuran. Terjadi dalam kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran input serta Output akibat masih digunakannya pendekatan tradisional pada pengukurannya.(dua) Adanya waktu tunda atau lags. Waktu tunda disini timbul dari disparitas ketika menurut analisa tentang payoff berdasarkan porto versus manfaat. (tiga) Redistribution: TI dipakai dalam aktifitas redistribusi antar perusahaan. Hal ini membuahkan TI berguna, namun manfaat ini tidak bisa diukur pada total output. (4). Mismanagement, kesalahan dalam pengelolaan TI bisa menciptakan TI terlihat nir produktif bila diukur secara statistik. Lebih lanjut, Ahadiat (2006) mencoba menyebutkan tentang hal tersebut dengan mengutip Bakos (1998) bahwa Investasi pada TI sendiri merupakan investasi pada sesuatu yang gampang menjadi usang (obsolete) sebagai akibatnya terdapat kesulitan buat menampakkan manfaatnya dalam skala pengukuran kinerja atau produktifitas yang sudah umum dipakai. 

INTANGIBLE BENEFIT DARI TEKNOLOGI INFORMASI 
Perkembangan terkini dari studi empiris mengenai pengaruh TI, waktu ini nir hanya mencoba buat mengkaitkan investasi TI menggunakan tangible benefit, namun pula intangible benefit. Hal ini terutama terus mengemuka sejalan menggunakan makin maraknya implementasi Knowledge Management (KM) pada sejumlah organisasi usaha. KM merupakan upaya organisasi dalam mengelola aktiva intelektual yg dimilikinya melalui praktek-praktek pendokumentasian dan sharing pengetahuan diantara anggota organisasi. Untuk melakukan pendokumentasian dan sharing pengetahuan ini diharapkan TI buat mewujudkannya, yaitu dalam bentuk pengembangan intranet, extranet dan perangkat pendukung lainnya berupa hardware, software dan telekomunikasi yang dikenal sebagai KM technology. Meski praktek KM diyakini bisa menaikkan intangible asset bagi organisasi, namun Maholtra (2005) mencoba menyoroti penggunaan kata knowledge management technology berdasarkan sisi lain, yaitu hanyalah sebagai perkembangan terbaru atau re-labelling yg dilakukan oleh para vendor TI selesainya selama dua dekade terakhir istilah teknologi warta telah poly dipakai. 

Pasar KM technology sendiri merupakan pasar yg menarik bagi para vendor TI. Pasar global KM diestimasikan sebesar US$8.8 billion selama tahun 2005. Sedangkan pelaksanaan usaha yang digunakan buat menunjang KM, misalnya CRM diproyeksikan buat bertumbuh sebanyak $148 billion dalam tahun 2006 (Maholtra, 2005) KM sendiri telah dimanfaatkan sang vendor TI buat memasarkan produk-produknya. Sehngga terlepas berdasarkan sisi positif implementasi KM bagi organisasi namun wajib disadari bahwa vendor TI pun membutuhkan slogan baru buat memasarkan produk berupa perangkat yang dimilikinya melalui popularitas KM. Hal ini tentu jua melahirkan pertanyaan lanjutan, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? 

Bila di dua dekade lalu, waktu kata productivity paradoks mulai mengemuka, terdapat sebuah quote yg sangat populer yaitu: “You can see the computer everywhere but in the productivity statistics” (Robert Solow) maka kini Maholtra melanjutkannya dengan “One can see the impact of knowledge management everywhere but in the KM technology-performance statistics ’’ 

Bila ditinjau berdasarkan sisi definisi, Knowledge management sendiri mempunyai sejumlah definisi yg mengadung penekanan yang tidak selaras. Definisi tadi diantaranya:

‘‘Knowledge management systems (KMS) refer to a class of information systems applied to managing organizational knowledge. That is, they are IT-based systems developed to support and enhance the organizational processes of knowledge creation, storage/retrieval, transfer, and application’’ (Alavi dan Leidner, 2001) 

Definisi yg berikutnya adalah:
‘‘Knowledge Management refers to the critical issues of organizational adaptation, survival and competence against discontinuous environmental change. Essentially it embodies organizational processes that seek synergistic combination of data and information-processing capacity of information technologies, and the creative and innovative capacity of human beings’’ (Malhotra,2005)

Bila ditinjau, dalam kedua definisi tersebut terdapat perbedaan yg esensial. Jika definisi yang pertama lebih poly menekankan pada ketersediaan sistem berbasis TI buat mengelola knowledge, definisi yang ke 2 lebih menekankan dalam proses lanjutan yaitu daya kreatif dan inovasi manusia pada memakai data serta warta.

Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa tersedianya intranets, extranets, hingga groupware tidak dan merta bisa menghantarkan dalam kinerja perusahaan yang lebih baik. Teknologi ini, perlu diadopsi dan disesuaikan dengan manusia sebagai user, diintegrasikan sinkron dengan konteks pekerjaan dan secara efektif dipakai oleh organisai.

Sehingga sama halnya menggunakan pertanyaan pertama, yaitu apakah apakah teknologi liputan sungguh dapat memberikan manfaat bagi kinerja organisasi? Pertanyaan ke 2, yaitu apakah KM technology berguna bagi organisasi? Membutuhkan kajian lebih lanjut untuk menjawabnya. Namun satu hal yang sudah pasti bahwa investasi perusahaan dalam perangkat TI atau yg sekarang juga diberi nama perangkat KM technology nir akan serta merta memberikan manfaat yg terukur bagi organisasi yg memilikinya. Dibutuhkan sejumlah penataan selanjutnya untuk membuat teknologi tersebut sebagai berdampak positif bagi organisasi bisnis.

MEREALISASIKAN DAMPAK POSTIF TI; PEOPLE, PROSES & BUSINESS MODEL.
Dengan mengamati praktek-praktek yg telah dilakukan oleh organisasi usaha yg berhasil pada memanfaatkan TI, maka buat bisa merealisasikan pengaruh positif TI bagi organisasi bisnis tersebut, paling nir bisa dilakukan melalui tiga hal yaitu: people, proses & business contoh.

Dalam kaitannya dengan people, peranan dari TI sudah tidak selaras menggunakan peranan mesin pada era industri yg digunakan buat menggantikan tenaga manusia. Meski penggunaan yang mula-mula menurut komputer adalah diarahkan pada factor substitution, yaitu menggantikan low skill clerical worker melalui otomatisasi proses kerja. Dalam organisasi modern, TI tidak semata-mata menggantikan kekuatan otot ataupun kepandaian insan. Dari hasil analisa makroekonomi multi tahun dari ratusan perusahaan, Strassmann pada Malhotra (2005) menegaskan bahwa bukanlah komputer yang penting, tetapi apa yg dilakukan insan dengan personal komputer tadi adalah yg terpenting. Sebagaimana bukanlah sebuah palu yg dapat mendirikan sebuah rumah yg baik, tetapi tergantung dalam ditangan siapakah palu itu dipegang, sebagai akibatnya dapat membuat sebuah rumah yang baik. Dari sini semakin jelas terlihat bahwa manfaat yg dihasilkan sang teknologi, tidaklah semata dari berdasarkan teknologi itu sendiri, namun dari apa yang dilakukan oleh insan menggunakan teknologi tadi. 

Terkait menggunakan proses, manfaat yg dihasilkan sang organisasi bisnis berdasarkan TI terletak pada bagaimana organisasi tersebut menggunakannya nir sekedar buat otomatisasi, tetapi pula untuk mentransformasi proses bisnis, hingga mengubah atau membangun contoh bisnis yang sesuai manakala aktifitas kerja dan aneka macam proses bisnis sudah didukung TI. Hammer & Champy dalam Hartono (2005) mengidentifikasi kegagalan investasi TI buat memberikan impak terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan lantaran implementasi TI dianggap sekedar mengotomatisasi aktivitas tradisionil yang ada. Menurut Hammer, buat memberikan manfaat investasi TI wajib dipakai buat mengubah secara revolusioner proses bisnis yg ada dalam organisasi. Pendekatan ini diklaim sebagai Business Process reengineering (BPR), dimana BPR ini bersifat mendasar, radikal, dramatis dan berorientasi dalam proses.

Bila ditinjau berdasarkan perkembangan ilmu manajemen, efek luar biasa menurut inovasi teknologi misalnya listrik dan mesin-mesin pada abad industri terhadap kemajuan industri tidaklah melulu ditimbulkan karena organisasi mempunyai mesin-mesin tadi. Organisasi bisnis dalam masa itu juga melakukan perubahan proses kerja buat bisa mewujudkan keunggulannya, misalnya melalui diterapkannya division of labor. Sehingga nir heran di abad berita keilmuan manajemen memperkenalkan kata teamwork, interconnection, serta shared information menjadi suatu penemuan menurut ilmu manajemen buat mengadopsi teknologi pada proses kerja. (Senn, 2004 ).

Carr pada artikel kontroversialnya IT Doesn’t Matter yg dipublikasikan melalui Harvard Business Review (2003) menyoroti kemampuan TI untuk mendeliver keunggulan kompetitif yg semakin memudar. Beberapa dasawarsa kemudian bank yg menerapkan online banking bisa mempunyai keunggulan kompetitif serta merebut hati nasabah. Tetapi saat ini teknologi ini sudah dimiliki seluruh bank. Demikian pula menggunakan Reuters yang mempunyai sistem TI yang tidak dapat disaingi pada dasawarsa kemudian, tetapi sekarang bahkan surat kabar lokal sekalipun juga bisa memiliki jaringan yang terkenal diseluruh dunia melalui teknologi internet.

Carr (2003) juga menyoroti kesamaan organisasi usaha dalam masa sekarang yang terlalu mengandalkan vendor aplikasi ataupun perangkat keras sampai konsultan TI agar organisasi bisnis bisa tetap up to date dengan perkembangan TI, dibandingkan dengan berupaya buat melakukan penemuan sendiri. Ketergantungan ini menyebabkan setiap organisasi bisnis cenderung mempunyai sistem dan teknologi yg seragam, sebagai akibatnya selama nir dilakukan inovasi maka nir akan terdapat nilai lebih yang bisa ditampilkan sang suatu organiasi usaha jika dibandingkan dengan pesaingnya. Kondisi ini juga didukung menggunakan praktek organisasi bisnis selama ini dimana berdasarkan total pembelanjaannya dalam TI, persentase terbesar adalah buat pengadaan komoditas berupa berbagai perangkat serta hanya sedikit yg mengalokasikan dana buat upaya menemukan inovasi atau melakukan proses kreatif dari aneka macam perangkat tersebut.

Satu hal lain yang perlu ditinjau adalah pilihan akan contoh bisnis. Perkembangan teknologi telah memungkinkan organisasi untuk membangun new business model yang baru pada hal penawaran barang serta jasa ataupun baru dalam hal cara mendelivernya ke konsumen (Hartono, 2005) Dalam kaitannya dengan contoh bisnis, peritel Wal Mart telah muncul menjadi sebuah organisasi bisnis yang akbar lantaran berhasil memanfaatkan TI secara maksimal buat menjalankan model usaha yang dipilihnya. Wal-Mart juga terus mencari cara buat meningkatkan efisiensi pada TI melalui pengelolaan rantai pasokan secara elektronis. Wal Mart mengarahkan seluruh pemasoknya untuk memakai sistem pengadaan barang secara elektronis yg sesuai menggunakan miliknya, sehingga mau tak mau supplier yang ingin terus berhubungan dengan WalMart harus mengadopsi sistem tadi. (Maholtra, 2005) Lebih jauh mengenai model usaha, Amazon, Google serta e-bay merupakan tiga nama akbar pada dunia e-commerce yg menjalankan bisnisnya murni secara impian atau hanya ada didunia maya. Siapapun sebenarnya bisa memulai usaha di internet, sebuah infrastruktur terbuka yg bisa dipakai sang siapa saja dan sudah lazim diadopsi sang organisasi bisnis lainnya. Tetapi menggunakan kreatifitas para pendirinya, ketiganya menentukan suatu model usaha yang bisa diterima sang pengguna internet di seluruh dunia. Amazon, pioner pada usaha ritel yg terus melengkapi diri menggunakan fitur-fitur baru dan kemudahan yang membuat pelanggan enggan berpaling. E-bay pada bidang pelelangan yg membuat segala hal jadi mungkin buat dilelang dan seluruh orang di seluruh dunia dapat menjadi peserta lelang asalkan memiliki akses ke internet. Serta Google sebagai angka satu pada search engine yang menggunakan perangkat TI sederhana secara aporisma yaitu dengan menciptakan prosedur pemecahan pemrograman yang memungkinkan user men-search ‘apapun’ secara lebih cepat dan teliti dibanding berdasarkan search engine manapun termasuk Yahoo. Masih banyak model lain, misalkan Encyclopedia Britannica yg pada abad keterangan ini jua wajib merubah model bisnisnya pada menjajakan keterangan akibat adanya internet dan munculnya Wikipedia, suatu free ensiklopedia di internet yg mempunyai lebih menurut 1,8 juta artikel dan dikerjakan sang para sukarelawan berdasarkan semua dunia (Hammel, 2006)

Akhirnya, buat dapat mengukur dampak TI dalam organisasi, Luftman (2004) memaparkan sejumlah aspek yg bisa diukur selain aspek keuangan buat mengukur impak positif TI menggunakan lebih naratif. Luftman menegaskan bahwa aspek-aspek yang bisa diukur buat menilai manfaat bisa mencakup pengaruh terhadap bisnis, interaksi pelanggan, impak pada internal organisasi hingga value chain. Dicontohan juga, misalkan TI digunakan buat memperbaiki order management, maka pengukuran dapat dilakukan dalam short order lead times, In-stock availability, order accuracy, access to order status information sampai response time to customer inquiries, sebagai akibatnya lebih jelasnya berdasarkan efek positif tersebut bisa lebih terlihat.

PENYEBARAN INFORMASI MELALUI FASILITAS TEKNOLOGI

Penyebaran Informasi melalui Fasilitas Teknologi 
Informasi Elektronik didefinisikan menjadi satu atau sekumpulan data elektro, termasuk namun nir terbatas dalam tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronika (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, alfabet , indikasi, angka, Kode Akses, simbol, atau perlubangan yang sudah diolah yang mempunyai arti atau bisa dipahami sang orang yang bisa memahaminya. Sistem Informasi secara umum mempunyai beberapa peranan pada institusi, diantaranya sebagai berikut: 

Minimize risk; Setiap usaha mempunyai risiko, terutama berkaitan dengan faktor-faktor keuangan. Pada umumnya risiko asal berdasarkan ketidakpastian pada banyak sekali hal serta aspek-aspek eksternal lain yang berada diluar control institusi.. Saat ini berbagai jenis aplikasi telah tersedia buat mengurangi risiko-risiko yg kerap dihadapi sang usaha misalnya forecasting, financial advisory, planning expert serta lain-lain. Kehadiran teknologi kabar selain wajib bisa membantu institusi mengurangi risiko bisnis yang terdapat, perlu jua sebagai sarana buat membantu manajemen dalam mengelola risiko yg dihadapi. 

Reduce costs; Peranan teknologi warta sebagai katalisator dalam aneka macam usaha pengurangan porto-biaya operasional institusi dalam akhirnya akan berpengaruh terhadap profitabilitas institusi. Sehubungan dengan hal tadi umumnya ada empat cara yg ditawarkan teknologi informasi untuk mengurangi biaya -biaya kegiatan operasional yaitu: 

1. Eliminasi proses Implementasi berbagai komponen teknologi kabar akan mampu menghilangkan atau mengeliminasi proses-proses yg dirasa tidak perlu. Contoh call center buat menggantikan fungsi layanan pelanggan dalam menghadapi keluhan pelanggan.

2. Simplifikasi proses: Berbagai proses yang panjang dan berbelit-belit (birokratis) umumnya dapat disederhanakan dengan mengimplementasikan aneka macam komponen teknologi keterangan. Contoh order bisa dilakukan melalui situs institusi tanpa perlu tiba ke bagian pelayanan order.

3. Integrasi proses; Teknologi keterangan jua bisa melakukan pengintegrasian beberapa proses sebagai satu sebagai akibatnya terasa lebih cepat dan simpel (secara pribadi akan menaikkan kepuasan pelanggan jua).

4. Otomatisasi proses; Mengubah proses manual menjadi otomatis adalah tawaran klasik berdasarkan teknologi warta. 

Added Value; Peranan selanjutnya menurut teknologi warta merupakan untuk menciptakan value bagi pelanggan institusi. Tujuan akhir dari penciptaan value tidak sekedar buat memuaskan pelanggan, tetapi lebih jauh lagi buat membentuk loyalitas sebagai akibatnya pelanggan tadi bersedia selalu menjadi konsumennya buat jangka panjang. 

Create new realities; Perkembangan teknologi keterangan terakhir yang ditandai dengan pesatnya teknologi internet telah sanggup menciptakan suatu arena bersaing baru bagi institusi, yaitu di dunia maya. Berbagai konsep e-business semacan e-commerce, e-procurement, e-customer, e-loyalty, serta lain-lainnya pada dasarnya merupakan cara pandang baru dalam menanggapi mekanisme bisnis di era globalisasi warta. 

Bagi beberapa institusi, sebuah strategi TI tidak selalu dalam kasus yang formal. Walaupun dinamakan perencanaan Sistem Informasi (IS) “Strategic”, arsitektur pelaksanaan, data, teknologi serta proses manajemen IS, yg terdiri berdasarkan standar pengembangan dan pelaporan, semuanya tersaji menggunakan planning, proses dan kebutuhan dari usaha yg terdapat saat ini. Tidak terdapat acuan atau philosofi buat kegunaan teknologi pada institusi serta nir terkesan adanya anggaran yg signifikan pada menentukan strategi mana yang lebih efektif, menguntungkan dan bisa dikerjakan dengan gampang.

Dalam lingkungan konvensional, interaksi antara taktik kompetitif institusi dan manfaat penggunaan TI dikembangkan melalui beberapa lapisan; dari perencanaan, analisa dan perancangan. Dapat dipahami jika pada ligkungan sseperti ini TI memiliki imbas yg mini terhadap strategi kompetitif institusi. Sejalan menggunakan semakin luasnya pemanfaatan TI pada lingkungan usaha, semakin terlihat nir terdapat lagi pemisahan antara TI serta Strategi kompetitif institusi, lantaran semua taktik kompetitif harus mempunyai TI sama halnya dengan mempunyai marketing, produsen serta keuangan.

Strategi TI membantu manager buat mendefinisikan batasan pembuatan keputusan buat tindakan berikutnya, tapi menghentikan menggunakan singkat dalam menentukan tindakan buat dirinya sendiri. Hal ini adalah disparitas mendasar antara Strategi TI serta perencanaan IT. Strategi TI merupakan gugusan prioritas yg menguasai pembuatan keputusan bagi user dan proses data profesional. Hal itu adalah bentuk aturan framework buat kegunaan TI dalam institusi, dan mengungkapkan bagaimana seorang eksekutif senior pada institusi akan bekerjasama pada infrastruktur IT. Perencanaan TI dalam hal lain, memfokuskan pada aplikasi berdasarkan Strategi IT.

Perencanaan Strategis Sistem Informasi diharapkan agar sebuah organisasi bisa mengenali target terbaik buat melakukan pembelian dan penerapan sistem berita manajemen dan menolong buat memaksimalkan output berdasarkan investasi dalam bidang teknologi warta. Sebuah sistem informasi yang dibentuk menurut Perancangan Startegis Sistem Informasi yg baik, akan membantu sebuah organisasi dalam pengambilan keputusan buat melakukan rencana bisnisnya serta merealisasikan pencapian bisnisnya. Dalam global bisnis saat ini, penerapan dari teknologi kabar buat menentukan taktik institusi merupakan salah satu cara yang paling efektif buat meningkatkan performa bisnis. Strategi TI dibutuhkan buat 
Pengetahuan tentang teknologi baru 
Dilibatkan dalam perencanaan taktis dan strategis 
Dibahas dalam diskusi institusi 
Memahami kelebihan dan kekurangan teknologi 

Dengan semakin berkembangnya peranan teknologi informasi dalam dunia bisnis, maka menuntut manajemen SI/TI untuk membuat Sistem Informasi yang layak serta mendukung aktivitas bisnis. Untuk itu, dituntut sebuah perubahan dalam bidang manajemen SI/TI. Perubahan yg terjadi adalah dengan diterapkannya Perancangan Strategis Sistem Informasi buat memenuhi tuntutan membentuk SI yang mendukung kegiatan usaha suatu organisasi. Seiring dengan perkembangan zaman dan global usaha, peningkatan Perencanaan Strategis Sistem Informasi sebagai tantangan serius bagi pihak manajemen SI/TI.

SI/TI sebagai Enabler, Organisasi/institusi dituntut buat mengaplikasikan teknologi bukan hanya buat menjaga eksistensi bisnisnya melainkan juga buat membangun peluang pada persaingan. Pemahaman mengenai kiprah pengembangan teknologi dan sistem liputan diperlukan buat mengelola teknologi serta sistem warta pada organisasi itu sendiri. TI mendukung institusi/organisasi pada level Strategik, yaitu Relevan menggunakan sasaran pencapaian jangka panjang dan usaha secara keseluruhan: Taktis Diperlukan buat mencapai planning serta tujuan strategis dalam rangka melakukan perubahan menuju sukses. Operasional Proses dan aksi yg wajib dilakukan sehari-hari buat menjaga kinerja

PENYEBARAN INFORMASI MELALUI FASILITAS TEKNOLOGI

Penyebaran Informasi melalui Fasilitas Teknologi 
Informasi Elektronik didefinisikan sebagai satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk namun tidak terbatas dalam goresan pena, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronika (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, alfabet , indikasi, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yg sudah diolah yang memiliki arti atau bisa dipahami sang orang yang bisa memahaminya. Sistem Informasi secara umum mempunyai beberapa peranan dalam institusi, antara lain sebagai berikut: 

Minimize risk; Setiap usaha memiliki risiko, terutama berkaitan menggunakan faktor-faktor keuangan. Pada umumnya risiko asal berdasarkan ketidakpastian pada berbagai hal serta aspek-aspek eksternal lain yg berada diluar control institusi.. Saat ini aneka macam jenis pelaksanaan sudah tersedia untuk mengurangi risiko-risiko yg kerap dihadapi oleh bisnis seperti forecasting, financial advisory, planning expert serta lain-lain. Kehadiran teknologi fakta selain harus bisa membantu institusi mengurangi risiko bisnis yg terdapat, perlu jua menjadi wahana buat membantu manajemen pada mengelola risiko yang dihadapi. 

Reduce costs; Peranan teknologi warta sebagai katalisator dalam berbagai bisnis pengurangan porto-porto operasional institusi dalam akhirnya akan berpengaruh terhadap profitabilitas institusi. Sehubungan menggunakan hal tadi umumnya ada empat cara yg ditawarkan teknologi liputan buat mengurangi porto-porto aktivitas operasional yaitu: 

1. Eliminasi proses Implementasi berbagai komponen teknologi keterangan akan mampu menghilangkan atau mengeliminasi proses-proses yg dirasa tidak perlu. Contoh call center buat menggantikan fungsi layanan pelanggan dalam menghadapi keluhan pelanggan.

2. Simplifikasi proses: Berbagai proses yang panjang dan berbelit-belit (birokratis) biasanya bisa disederhanakan dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi liputan. Contoh order dapat dilakukan melalui situs institusi tanpa perlu tiba ke bagian pelayanan order.

3. Integrasi proses; Teknologi liputan pula bisa melakukan pengintegrasian beberapa proses menjadi satu sehingga terasa lebih cepat dan simpel (secara langsung akan menaikkan kepuasan pelanggan pula).

4. Otomatisasi proses; Mengubah proses manual sebagai otomatis merupakan tawaran klasik berdasarkan teknologi warta. 

Added Value; Peranan selanjutnya dari teknologi keterangan adalah untuk menciptakan value bagi pelanggan institusi. Tujuan akhir menurut penciptaan value nir sekedar buat memuaskan pelanggan, tetapi lebih jauh lagi buat membangun loyalitas sehingga pelanggan tersebut bersedia selalu menjadi konsumennya buat jangka panjang. 

Create new realities; Perkembangan teknologi berita terakhir yang ditandai dengan pesatnya teknologi internet sudah sanggup menciptakan suatu arena bersaing baru bagi institusi, yaitu di dunia maya. Berbagai konsep e-business semacan e-commerce, e-procurement, e-customer, e-loyalty, serta lain-lainnya dalam dasarnya merupakan cara pandang baru dalam menanggapi prosedur bisnis pada era globalisasi informasi. 

Bagi beberapa institusi, sebuah strategi TI nir selalu dalam masalah yang formal. Walaupun dinamakan perencanaan Sistem Informasi (IS) “Strategic”, arsitektur pelaksanaan, data, teknologi serta proses manajemen IS, yg terdiri dari baku pengembangan serta pelaporan, semuanya disajikan dengan rencana, proses serta kebutuhan dari bisnis yang ada waktu ini. Tidak terdapat acuan atau philosofi buat kegunaan teknologi di institusi serta nir terkesan adanya aturan yg signifikan pada memilih taktik mana yg lebih efektif, menguntungkan dan bisa dikerjakan dengan mudah.

Dalam lingkungan konvensional, hubungan antara taktik kompetitif institusi serta manfaat penggunaan TI dikembangkan melalui beberapa lapisan; menurut perencanaan, analisa serta perancangan. Dapat dipahami bila pada ligkungan sseperti ini TI mempunyai impak yang mini terhadap strategi kompetitif institusi. Sejalan menggunakan semakin luasnya pemanfaatan TI pada lingkungan bisnis, semakin terlihat tidak ada lagi pemisahan antara TI serta Strategi kompetitif institusi, lantaran seluruh taktik kompetitif wajib memiliki TI sama halnya menggunakan mempunyai marketing, produsen serta keuangan.

Strategi TI membantu manager untuk mendefinisikan batasan pembuatan keputusan buat tindakan berikutnya, akan tetapi menghentikan dengan singkat pada menentukan tindakan buat dirinya sendiri. Hal ini adalah disparitas fundamental antara Strategi TI serta perencanaan IT. Strategi TI adalah kumpulan prioritas yang menguasai pembuatan keputusan bagi user serta proses data profesional. Hal itu merupakan bentuk aturan framework untuk kegunaan TI dalam institusi, serta mengungkapkan bagaimana seorang eksekutif senior dalam institusi akan berafiliasi pada infrastruktur IT. Perencanaan TI dalam hal lain, memfokuskan pada aplikasi berdasarkan Strategi IT.

Perencanaan Strategis Sistem Informasi diharapkan agar sebuah organisasi dapat mengenali sasaran terbaik buat melakukan pembelian dan penerapan sistem liputan manajemen serta menolong buat memaksimalkan hasil dari investasi dalam bidang teknologi berita. Sebuah sistem warta yang dibuat berdasarkan Perancangan Startegis Sistem Informasi yang baik, akan membantu sebuah organisasi dalam pengambilan keputusan buat melakukan planning bisnisnya dan merealisasikan pencapian bisnisnya. Dalam dunia usaha ketika ini, penerapan dari teknologi keterangan buat menentukan taktik institusi adalah galat satu cara yg paling efektif buat mempertinggi performa usaha. Strategi TI dibutuhkan untuk 
Pengetahuan tentang teknologi baru 
Dilibatkan pada perencanaan taktis serta strategis 
Dibahas pada diskusi institusi 
Memahami kelebihan dan kekurangan teknologi 

Dengan semakin berkembangnya peranan teknologi keterangan dalam dunia usaha, maka menuntut manajemen SI/TI buat membentuk Sistem Informasi yg layak serta mendukung aktivitas usaha. Untuk itu, dituntut sebuah perubahan dalam bidang manajemen SI/TI. Perubahan yg terjadi adalah dengan diterapkannya Perancangan Strategis Sistem Informasi buat memenuhi tuntutan membuat SI yang mendukung aktivitas usaha suatu organisasi. Seiring menggunakan perkembangan zaman serta global usaha, peningkatan Perencanaan Strategis Sistem Informasi menjadi tantangan berfokus bagi pihak manajemen SI/TI.

SI/TI menjadi Enabler, Organisasi/institusi dituntut buat mengaplikasikan teknologi bukan hanya buat menjaga eksistensi bisnisnya melainkan jua buat membentuk peluang dalam persaingan. Pemahaman mengenai peran pengembangan teknologi dan sistem fakta dibutuhkan buat mengelola teknologi dan sistem fakta dalam organisasi itu sendiri. TI mendukung institusi/organisasi di level Strategik, yaitu Relevan menggunakan target pencapaian jangka panjang dan bisnis secara holistik: Taktis Diperlukan buat mencapai planning serta tujuan strategis dalam rangka melakukan perubahan menuju sukses. Operasional Proses serta aksi yg harus dilakukan sehari-hari buat menjaga kinerja

MANFAAT DAN APLIKASI MODEL PENERIMAAN TEKNOLOGI PADA KEPUTUSAN OUTSOURCING TI

Manfaat serta Aplikasi Model Penerimaan Teknologi Pada Keputusan Outsourcing TI
Perkembangan outsourcing ketika ini semakin tinggi menggunakan cepat, baik sifat maupun fokusnya. Secara historis outsourcing poly dilakukan dalam industri manufaktur, serta sekarang kegiatan outsourcing telah mulai berkembang pesat dalam industri jasa. Baik pada industri manufaktur maupun jasa, outsourcing telah semakin tinggi melewati batas nasional serta global. Sifat outsourcing jua majemuk. Beberapa perusahaan kini melakukan outsourcing dalam aktifitas produksi inti secara ekstensif sebagai akibatnya mereka nir lagi terlibat dalam produksi (Globerman serta Vining, 2004). Inbound dan outbound logistic pula mulai di-outsource secara luas. Perusahaan lain melakukan outsourcing secara luas terhadap aktifitas rantai nilai ke 2 seperti teknologi informasi, sistem akuntansi, distribusi, aspek-aspek manajemen asal daya insan dan R&D (Johnson dan Schneider, 1995).

Outsourcing teknologi warta bukanlah kenyataan baru, dimulai dengan jasa profesional dan jasa manajemen fasilitas di bidang keuangan serta operasi dalam tahun 1960-an serta 1970 (Lee, 2003). Fokus outsourcing teknologi liputan telah berkembang mulai berdasarkan perangkat keras personal komputer , perangkat lunak, standarisasi perangkat keras dan perangkat lunak, sampai dalam solusi total yang mengacu pada manajemen aktiva (Xue et al., 2005).

Meskipun kepentingan terhadap outsourcing semakin tinggi, tetapi masih banyak perusahaan belum mempunyai pemahaman yg kentara mengenai manfaat dan biaya menurut kegiatan outsourcing. Sasaran strategik dari pembuatan keputusan outsourcing harus mampu memaksimumkan manfaat bersih menurut outsourcing tersebut pada aktifitas rantai nilai pada perusahaan. Dalam prakteknya dari Globerman serta Vining (2004) hal ini diwujudkan dalam bentuk meminimumkan porto total dalam kualitas serta kuantitas tertentu berdasarkan aktifitas atau barang-barang yang pada-outsource.

Artikel ini secara generik mencoba menguraikan beberapa aspek krusial terkait dengan pengambilan keputusan outsourcing teknologi liputan, ditinjau menurut sudut pandang manfaat, resiko dan porto outsourcing. Analisis terhadap manfaat, resiko serta porto outsourcing akan memilih keputusan perusahaan buat melakukan outsourcing. Pada akhir tulisan ini penulis mengusulkan sebuah proposisi menggunakan mengadopsi teori penerimaan teknologi (Technology Acceptance Model) pada penentuan keputusan outsourcing.

DEFENISI DAN JENIS OUTSOURCING
Outsourcing teknologi fakta (TI) adalah pemindahan seluruh atau sebagian fungsi atau proses TI perusahaan dalam pihak luar (Benamati dan Rajkumar, 2002). Sementara Aalders (2002) menyatakan outsourcing adalah mengontrak/menyewa pihak ketiga buat mengelola sebuah proses usaha lebih efisien serta efektif daripada yang sanggup dilakukan di dalam perusahaan sendiri. Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa outsourcing menyebabkan terciptanya interaksi usaha antara perusahaan dan suplier berdasarkan luar. Penggunaan suplier luar buat melaksanakan aktifitas bisnis dimaksudkan buat mencapai efisiensi serta manfaat-manfaat lainnya. Sebuah planning outsourcing diharapkan akan membuat produktifitas yang lebih tinggi dengan membiarkan setiap grup lebih memfokuskan bisnis dan modalnya dalam kompetensi inti.

Teknologi warta waktu ini berperan penting dalam strategi organisasi sebagai akibatnya poly organisasi yg menggantungkan kesuksesannya pada teknologi keterangan yang dimiliki. Perkembangan dan perubahan teknologi yang sangat cepat telah mengakibatkan kesulitan pada mengelola asal daya penting tadi. Dengan outsourcing semua atau beberapa fungsi teknologi fakta, menaruh cara lain buat mengelola bidang organisasi yang sangat kompleks ini. Menurut Benamati serta Rajkumar (2002), outsourcing teknologi keterangan melibatkan divestasi kendali atas asal daya organisasi yang penting pada pihak ekternal. Oleh karenanya pemilihan fungsi teknologi keterangan yang paling tepat dan kelompok ketiga yang terbaik akan sebagai sangat kompleks. Lebih lanjut McFarlan serta Norlan, (1995) menjelaskan banyak sekali fungsi teknologi keterangan yg seringkali pada-outsource seperti operasi sentra data, manajemen network, pemeliharaan/akuisisi hardware, technical support, pembinaan/pendidikan serta pengembangan pelaksanaan. Outsourcing mampu dilaksanakan pada pada perusahaan (onshore), namun acapkali pula dilakukan di luar perusahaan (offshore).

ALASAN/MOTIVASI OUTSOURCING
Pada dasa warsa terakhir ini perkembangan teknologi warta demikian pesatnya dan sebagai faktor penentu pada mencapai keberhasilan. Ketepatan serta kecepatan liputan sebagai faktor krusial bagi organisasi pada memenangkan persaingan. Kebutuhan organisasi akan teknologi informasi sudah nir diragukan lagi, serta outsourcing mampu menjadi indera yg efektif serta efisien buat memenuhi permintaan terhadap teknologi warta tersebut. 

Keputusan perusahaan buat melakukan outsourcing ditentukan sang poly faktor. Lee et al. (2000) dalam Benamati serta Rajkumar (2002) mengemukakan bahwa sejumlah akbar keputusan outsourcing didorong sang kasus mendasar misalnya ekonomi, strategi serta teknis. Selanjutnya Lee (2004) menemukan beberapa perusahaan melakukan outsource untuk mencapai fleksibilitas produksi yg lebih tinggi, buat berbagi kapasitas, atau supaya lebih penekanan pada kompetensi inti. Tetapi mayoritas perusahaan melakukan outsource terhadap aktifitas produksi untuk mengurangi porto atau meningkatkan kualitas produk menggunakan memakai keahlian dari supplier mereka. Microsoft adalah keliru satu perusahaan yg menggunakan outsourcing buat memungkinkan teknologi informasinya bisa mempertinggi kapabilitas supply chain mereka (Bardhan et al., 2006). Melalui outsourcing Microsoft sanggup membentuk 360 game video dan sistem hiburan di akhir tahun 2005 dengan mempercayakan pada jaringan kontraktor serta supplier untuk mengungkapkan komponen-komponen serta layanan-layanan primer yg krusial bagi produk mereka. 

Banyak yang berpendapat bahwa porto adalah motivasi primer pada melakukan outsourcing (Hurley serta Schaumann, 1997). Permintaan terhadap keahlian teknologi kabar sangat tinggi serta mahal. Seringkali dianggap lebih murah menyewa seorang tenaga pakar daripada mengembangkannya sendiri. Selain itu sumber daya eksternal jua lebih siap buat ditambah atau dikurangi dibanding staf permanen. Tetapi dari Aalders (2002), generasi pertama yang melakukan outsourcing semata-mata lantaran dorongan porto sering menemui kegagalan. 

Faktor motivator lain berdasarkan Hurley serta Schaumann (1997) adalah memperbaharui fokus dalam kompetensi inti bagi organisasi atau bagi staf teknologi fakta pada pada perusahaan. Tidak semua organisasi mempunyai asal daya untuk menyebarkan teknologi informasi yg berkualitas tinggi. Usaha mereka lebih baik dipergunakan buat fokus secara strategik pada sisi bersaingnya. Selain itu organisasi teknologi fakta yg nir efisien pula bisa memotivasi penggunaan outsourcing. Banyak perusahaan yang menggunakan outsourcing buat mengatasi perkara seperti tidak tersedianya keahlian di dalam perusahaan, kualitas yang buruk atau produktifitas yang rendah, permintaan yang sifatnya ad interim atas keahlian eksklusif, atau siklus hidup pengembangan produk yg panjang. Namun dibalik seluruh motivasi tersebut, keputusan buat meng-outsource wajib dibentuk menurut perspektif yg strategis dan memiliki tujuan serta sasaran yang jelas supaya perusahaan benar-benar menerima manfaat menurut keputusan yg diambil.

MANFAAT OUTSOURCING
Pertumbuhan yg sangat akbar pada outsourcing sistem kabar dibuktikan sang banyaknya outsourcing yang dilakukan sang perusahaan-perusahaan akbar seperti Boeing, Bank One serta Xerox (Kim dan Chung, 2003). Tren outsourcing ini masih terus berlanjut hingga ketika ini. International Data Corporation (IDC) memprediksi bahwa pasar outsourcing diseluruh dunia tumbuh dari $100 milyar di tahun 1998 menjadi $151 milyar dalam tahun 2003 (Kim dan Chung, 2003). Alasan yang mendasari fenomena ini beragam, tetapi poly yg percaya bahwa outsourcing sistem atau teknologi liputan akan menghasilkan poly manfaat meliputi penghematan biaya , meningkatnya kualitas layanan, akses terhadap teknologi yang up-to-date, fleksibilitas operasi dan fokus dalam kompetensi inti (Slaughter serta Ang, 1996; Smith et al., 1998 dalam Kim dan Chung, 2003). 

Manfaat lain yang diperoleh berdasarkan outsourcing adalah peningkatan terhadap nilai perusahaan (Hayes et al., 2000). Peningkatan terhadap nilai perusahaan ini ditimbulkan sang empat faktor. Pertama, skala ekonomis (economic of scale and scope). Penyedia jasa outsourcing tak jarang memiliki taraf keahlian dan pengetahuan sistem liputan yg lebih tinggi dalam aneka macam masalah serta pengalaman, dan mereka mencurahkan seluruh kemampuan buat menyediakan layanan sistem fakta (Grover et al., 1996; Huff 1991; Loh dan Venkatraman, 1992; Poppo serta Zenger, 1998; Quinn et al., 1990, pada Hayes et al., 2000). Kombinasi ke 2 hal tersebut menyebabkan provider layanan mampu menawarkan skala irit serta ruang lingkup operasi yang lebih besar yg mampu didapat oleh perusahaan.

Faktor ke 2 merupakan kepentingan kompetensi inti (importance of core competency). Peningkatan nilai perusahaan didapat melalui transfer sumber daya berdasarkan fungsi staf yg nir memiliki nilai tambah menjadi fungsi kompetensi inti yang memiliki nilai tambah. Bettis et al. (1992) pada Hayes et al. (2000) menandakan bahwa outsourcing seharusnya dipandang menjadi sebuah strategi bisnis yang proaktif, dan outsourcing terhadap fungsi-fungsi usaha yg bukan inti mampu menghemat asal daya sebagai akibatnya perusahaan dapat berbagi taktik usaha jangka panjang. Hal yg sama diungkapkan sang Pandey dan Bansal (2003), outsourcing teknologi warta menyebabkan perusahaan sanggup lebih mempertinggi fokus dalam kompetensi inti, sebagai akibatnya perusahaan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah menurut kompetensi pada dasarnya tadi.

Ketiga, fleksibilitas (flexibility). Menurut Hayes et al. (2000) perusahaan yg melakukan outsourcing bisa terhindar berdasarkan keusangan teknologi yg selalu berubah cepat, lantaran mereka nir perlu menginvestasikan modal serta sumber daya manusia yang akbar pada teknologi. Perusahaan mampu meningkatkan fleksibilitasnya dengan mengarahkan kontrak teknologi warta secara terus menerus untuk memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan fakta mereka. Faktor keempat yaitu pengurangan biaya (cost reduction). Peningkatan nilai perusahaan sanggup didapat dengan memasukkan acara pengurangan porto yg didisain buat memelihara atau menaikkan posisi besaing perusahaan (Bettis et al., 1992; Huff 1991; Loh dan Venkatraman, 1992, pada Hayes et al., 2000). 

Perusahaan sanggup menurunkan harga pembelian beberapa input dengan mengambil laba menurut biaya supplier yang lebih rendah, atau menaikkan kualitas input menggunakan pembelian beberapa kapabilitas superior berdasarkan supplier luar (Globerman serta Vining, 2004). Penghematan porto pula mampu dihasilkan menurut perubahan kewajiban yg dihadapi oleh perusahaan dibawah hukum pemerintah dan peraturan atau konvensi dengan perkumpulan buruh, misalnya kewajiban membayar porto kesehatan bagi pekerja full-time (Abraham dan Taylor, 1996 pada Globerman dan Vining, 2004). Aktifitas outsourcing memungkinkan perusahaan buat mendapatkan pekerja yang sama menurut supplier luar sebagai karyawan ad interim.

Menurut Hayes et al. (2000) dorongan buat memotong biaya menyebabkan perusahaan secara asal-asalan menentukan fungsi teknologi atau sistem informasi yang akan di-outsource, yg berarti perusahaan tidak memisahkan fungsi sistem informasi yang nir memiliki nilai tambah menurut fungsi kompetensi inti sistem informasi yg mempunyai nilai tambah. Oleh karenanya, keputusan untuk melakukan outsource seharusnya tidak hanya didorong semata-mata sang cita-cita buat mengurangi porto, tetapi juga dimotivasi oleh manfaat strategis jangka panjang yang didapat dari outsourcing (Quinn et al.,1990 dalam Hayes et al., 2000)

Kapabilitas eksklusif yang dimiliki perusahaan adalah faktor penggerak bagi suksesnya persaingan. Kapabilitas yg sulit buat ditiru adalah kunci keunggulan bersaing yg terus menerus (Barney, 1991 dalam Globerman dan Vining, 2004). Untuk kapabilitas yang sulit ditiru, perusahaan bisa mendapatkannya melalui outsourcing. Bukti menunjukkan bahwa pengurangan biaya untuk menerima kapabilitas yg sulit ditiru merupakan galat satu manfaat yang diharapkan menurut aktivitas outsourcing disamping menaikkan fleksibilitas, kualitas dan kontrol.

KESULITAN DALAM MELAKUKAN OUTSOURCING
Meskipun poly perusahaan yg merasa puas dengan outsourcing, namun poly perangkap yang bila nir dipersiapkan menggunakan baik akan menciptakan perusahaan yang melakukan outsourcing terjatuh ke dalamnya. Menurut Barthelemy (2001), dari kuesioner terhadap 50 perusahaan, lebih kurang 14% operasi outsourcing mengalami kegagalan. Selama proses transisi, perusahaan berkecimpung menurut lingkungan in-sourced menuju lingkungan outsouced, perusahaan harus berhadapan dengan banyak sekali perubahan proses dan perubahan budaya (Aalder, 2001; Lanser, 2003). Perubahan ini, terutama perubahan budaya, bukanlah hal yang gampang lantaran terdapat sebuah perubahan pada budaya perusahaan yg sebagai dasar bagi semua proses kerja serta kebiasaan karyawan. Untuk mengatasi masalah yang berkaitan menggunakan outsourcing teknologi berita, poly penelitian yg dilaksanakan buat menaruh pemahaman tentang topik tersebut. 

Teirlynck (1998) menyatakan pengembangan taktik outsourcing bisa dibagi ke dalam empat tahap. Pertama, termin persiapan. Pada tahap ini perusahaan harus memilih keahlian inti dan bukan inti yg dimilikinya, menilai kinerja saat ini, mengevaluasi peluang outsourcing buat yang bukan keahlian inti, menguraikan implikasi outsourcing bagi organisasi, serta memilih contoh hubungan untuk membangun hubungan dengan penyedia (provider) outsourcing. Kedua, melakukan seleksi. Tahap ini merupakan penentuan kriteria penilaian bagi provider, menyaring provider, serta mengevaluasi proposal berdasarkan provider. Ketiga adalah tahap perundingan , mencakup audit terhadap calon yang terdaftar, pemilihan prioritas calon, penentuan ruang lingkup dan struktur kontrak, serta transfer rincian perencanaan dalam provider. Sedangkan tahap keempat merupakan termin implementasi, meliputi re-engineering mediator, penyesuaian internal organisasi, dan penetapan sistem pengukuran provider. Xue et al. (2005) menyatakan bahwa kesuksesan outsourcing teknologi berita terutama yg dilakukan diluar perusahaan (offshore), bekerjasama erat menggunakan kinerja impian team. Oleh lantaran perusahaan yang melakukan outsourcing dan provider outsourcing bekerja sama pada jeda yang jauh, diperlukan kerja sama menurut seluruh anggota virtual team yang terdistribusi secara geografis.

RESIKO DAN BIAYA OUTSOURCING
Resiko diidentifikasi menjadi salah satu faktor krusial pada keputusan outsourcing, yang mana jika diabaikan akan menaikkan kemungkinan gagalnya proyek yg pada-outsource (Benamati dan Rajkumar, 2002). Manajer sistem fakta mungkin mempercayai bahwa outsourcing akan mengurangi timbulnya resiko karena beliau dapat menyediakan personel atau keahlian yang diharapkan oleh organisasi, namun outsourcing pula bisa memunculkan resiko-resiko baru misalnya biaya yang tersembunyi, perkara penurunan moral staff, dan kehilangan kendali atas posisi/sumber daya tertentu. O’Keeffe dan Vanlandingham (2007) menjelaskan, strategi outsourcing telah terbukti efektif, akan tetapi diikuti oleh resiko yang wajib disadari serta dikelola menggunakan baik. Dalam outsourcing, perusahaan mempercayakan orang lain buat menjalankan fungsi usaha eksklusif. Jika nir dikelola secara baik, mungkin akan berpengaruh negatif dalam operasi dan konsumen perusahaan. Produk serta jasa bisa di-outsource, namun resiko tidak.

Aubert et al. (1998) menyatakan istilah resiko mengacu dalam 2 konsep yang berbeda. Pertama, resiko kadang-kadang digunakan sebagai sebuah ungkapan umum yg mengacu dalam output negatif, misalnya porto yang tersembunyi (hidden cost), penurunan pada kinerja sistem, atau hilangnya kemampuan inovatif. Kedua, istilah resiko mengacu pada faktor-faktor yg menyebabkan hasil negatif, misalnya kurangnya komitmen berdasarkan manajemen taraf atas, staf yg nir berpengalaman, atau ketidakpastian usaha waktu mendiskusikan outsourcing teknologi informasi (Earl, 1996).

Jenis resiko pertama berupa output negatif, merupakan konsekuensi yang nir diinginkan dari outsourcing dan berhubungan dengan biaya yg tersembunyi, yg mana kadang-kadang dikatakan menjadi masalah outsourcing teknologi keterangan yg paling besar (Lacity et al., 1995). Biaya tersebut mencakup porto transisi (misalnya porto set up, porto relokasi dsb) dan biaya manajemen sumber daya insan yang harus ditempatkan untuk mengelola kontrak outsourcing. Dalam mendiskusikan aspek porto-manfaat keputusan akuisisi aplikasi, Nelson et al. (1996) mengidentifikasi jenis porto lain yg sanggup dimasukkan ke dalam porto transisi dan porto manajemen, yaitu porto kontrak yg meliputi porto-biaya yg herbi pencarian dan penilaian vendor yg sinkron, benchmark layanan yg ditawarkan, penentuan kontrak secara aturan, menegosiasikan kontrak serta penyelesaian perselisihan.

Aubert et al. (1998) merangkum resiko-resiko berupa konsekuensi yg tidak diinginkan berdasarkan outsourcing teknologi fakta misalnya terlihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1

Konsekuensi yang tidak diinginkan berdasarkan outsourcing teknologi informasi
Biaya tersembunyi
Biaya transisi yg tersembunyi serta biaya manajemen
Biaya layanan yg tersembunyi
Kesulitan dalam kontrak
Biaya amandemen kontrak
Perselisihan dan pengajuan perkara
Kesulitan dalam menegosiasikan lagi kontrak
Penurunan nilai layanan
Berkurangnya kualitas layanan
Meningkatnya porto layanan
Hilangnya kompetensi organisasi
Hilangnya keahlian IT
Hilangnya kemampuan inovatif
Hilangnya kendali terhadap aktifitas
Hilangnya keunggulan bersaing
Konsekuensi yang tidak diinginkan berdasarkan outsourcing pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor resiko yang bisa dilihat dari tiga perspektif yaitu agen (provider), principal, dan transaksi outsourcing itu sendiri. Menurut Aubert et al. (1998), faktor resiko yang ditinjau dari ketiga perspektif tersebut antara lain: perilaku opportunis agen (provider), kurangnya pengalaman dan keahlian dengan aktifitas yang di-outsource, kurangnya pengalaman dan keahlian dalam mengelola kontrak outsourcing, jumlah supplier/vendor outsourcing yang terbatas/sedikit, ketidakpastian kebutuhan di waktu yang akan datang, tingkat ketergantungan aktifitas yang di-outsource, serta kedekatan dengan kompetensi inti. Tabel berikut memperlihatkan hubungan antara faktor resiko dan konsekuensi yang tidak diinginkan dari outsourcing teknologi informasi. Tabel 1 di atas memperlihatkan beberapa hasil negatif yang ditimbulkan dari aktifitas outsourcing teknologi informasi. Disamping konsekuensi di atas, outsourcing juga menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan dengan staf. Menurut Grover et al.(1994) seringkali staf memandang outsourcing sebagai ancaman bagi posisi kerja mereka seperti pemecatan atau dipindahkan ke bagian lain perusahaan. Situasi yang tidak pasti ini menciptakan kegelisahan dan perasaan tidak aman yang mungkin akan menyebabkan menurunnya produktifitas karyawan selama periode menuju penandatanganan kontrak atau bahkan setelah kontrak ditandatangani. 
Tabel 2

Kaitan antara konsekuensi yang nir diinginkandan faktor resiko
Konsekuensi yang tidak diinginkan
Faktor resiko
Transisi yang nir dibutuhkan serta porto manajemen
·Kurangnya pengalaman dan keahlian dari principal mengenai aktifitas
Lock-in

·Ketegasan transaksi
·Jumlah supplier/vendor yg sedikit
Biaya perubahan kontrak
·Ketidakpastian
·Teknologi yang terputus
Perselisihan dan sengketa
·Masalah pengukuran
·Kurangnya pengalaman serta keahlian dari principal dan agen mengenai kontrak outsourcing
Penurunan layanan
·Ketergantungan aktifitas
·Kurangnya pengalaman serta keahlian agen mengenai aktifitas
·Ukuran supplier
·Stabilitas keuangan supplier
Meningkatnya porto layanan
·Perilaku opportunis agen
·Kurangnya pengalaman dan keahlian berdasarkan principal tentang manajemen kontrak
Hilangnya kompetensi organisasi
·Kedekatan menggunakan kompetensi inti
Tabel 2 mengklasifikasikan beberapa hasil negatif dari outsourcing berdasarkan faktor penyebabnya. Meskipun motivasi primer melakukan outsourcing adalah buat memotong biaya , tetapi apabila nir diantisipasi menggunakan baik outsourcing sanggup memunculkan porto-biaya baru seperti porto manajemen, porto perubahan kontrak, serta meningkatnya porto layanan kepada konsumen. Outsourcing jua sanggup mengakibatkan hilangnya kompetensi perusahaan apabila pemilihan fungsi sistem fakta yg akan pada-outsource dilakukan secara sembarangan. Upaya buat meminimalkan resiko outsourcing dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor yang menjadi penyebab timbulnya konsekuensi yang nir diinginkan tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa cara lain mengelola resiko outsourcing.

MENGELOLA RESIKO OUTSOURCING
Aktifitas outsourcing membawa sejumlah resiko yang signifikan. Resiko akan lebih besar jika perusahaan menentukan buat melakukan outsourcing total. Banyak perusahaan yang menyadari resiko ini serta merespon dengan mengadopsi proses analisis resiko secara menyeluruh yang digabungkan dengan menjalankan manajemen resiko agar sanggup mengurangi resiko outsourcing secara efektif. Manajer sistem informasi pula harus mempertimbangkan cara lain -altenatif lain seperti melakukan outsourcing melalui banyak penawaran (multiple bidders)(Yost dan Harmon, 2002; Currie, 1998). Dengan outsourcing yang selektif, perusahaan bisa mempertahankan pengetahuan internal yg diperlukan untuk menangani outsourcing provider. Dengan pilihan multiple bidders, perusahaan dapat menegosiasikan kontrak outsourcing menggunakan banyak vendor yang tidak selaras kompetensi, pengalaman serta posisi pasarnya. Namun strategi ini juga memiliki resiko, Cross (1995) menyatakan sulit buat mengelola dan mengkoordinasikan kerja dari beberapa provider. Sementara Loh serta Venkatraman (1992) menjelaskan bahwa tidak gampang memilih tanggung jawab masing-masing provider terutama apabila aktifitas yang pada-outsource saling tergantung satu sama lain.

Pandey serta Bansal (2003) menyatakan buat meminimalkan resiko maka perusahaan harus mempertimbangkan aktifitas-aktifitas perusahaan yang dilihat paling kritis dalam memutuskan apakah akan melakukan outsourcing teknologi fakta atau nir. Ada empat aktifitas yg dicermati paling kritis, yaitu perencanaan kebutuhan bahan (MRP/Material Requirement Planning), keuangan, manajemen sumber daya insan (seperti pembayaran gaji), dan pengembangan serta pemeliharaan website. Disamping itu perusahaan sebaiknya jua menyewa seseorang konsultan buat membuat keputusan outsourcing, serta ikut mempertimbangkan demam isu yang sedang berlaku pada pasar.

O’Keeffe dari forum konsultan resiko independen Protiviti menjelaskan buat menanggulangi resiko pada kontrak outsourcing perusahaan sebaiknya membuatkan sebuah planning kontrak dan mendokumentasikan seluruh aspek-aspek konvensi yg mencakup konvensi tentang taraf pelayanan (service level), spesifikasi produk, persyaratan perubahan, peran serta tanggung jawab serta hal-hal yg dikecualikan. Pengelolaan terhadap resiko outsourcing sudah harus dimulai dalam waktu perencanaan kontrak dilakukan, termin negosiasi serta tahap selesainya kontrak disepakati. Mekanisme umpan kembali kinerja yang efektif wajib diikuti menggunakan supervisi terhadap kontrak dan kinerja secara bersiklus. Disamping itu kejelasan tentang kiprah serta tanggung jawab masing-masing pihak akan mendukung pencapaian efisiensi serta tujuan pengendalian menurut suplier dan kontrak menajemen. Dengan mekanisme supervisi yg baik dan kejelasan mengenai konvensi kontrak akan bisa meminimalkan resiko sehubungan menggunakan aktifitas outsourcing. 

Untuk mengatasi resiko hilangnya kompetensi perusahaan menurut Hayes et al. (2000), perusahaan harus memisahkan fungsi sistem fakta yang nir memiliki nilai tambah berdasarkan fungsi kompetensi inti sistem informasi yg memiliki nilai tambah. Dengan demikian outsourcing sistem keterangan akan menghasilkan manfaat strategis jangka panjang.

MODEL PENERIMAAN TEKNOLOGI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN OUTSOURCING
Model penerimaan teknologi atau technology acceptance model (TAM) adalah model yang bisa mengungkapkan secara akurat penerimaan sistim warta oleh pemakainya. TAM sendiri diadopsi menurut teori tindakan yang dipertimbangkan (theory of reasoned action) yg dikemukakan sang Ajzen dan Fishbein pada tahun 1980, dan diperkenalkan pertama kali oleh Davis pada tahun 1989 (Lee et al., 2004). TAM menghipotesiskan bahwa perilaku pengguna terhadap teknologi dipengaruhi sang persepsi mereka mengenai kegunaan yang dirasakan atau perceived of usefulness (PU) serta kemudahan yang dirasakan pada penggunaan atau perceived ease of use (PEOU) dalam teknologi dan sikap ini akan mensugesti niat mereka untuk memakai teknologi tersebut (Intention to use). TAM juga menyatakan bahwa perceived ease of use (PEOU) mempengaruhi perceived of usefulness (PU), lantaran sesuatu yang lebih mudah dipakai dipersepsikan akan lebih bermanfaat. Niat untuk memakai teknologi ditentukan sang poly variabel eksternal. Persepsi tentang kegunaan serta kemudahan teknologi memediasi impak variabel eksternal tadi pada perilaku dan niat buat menggunakan teknologi.

Hubungan antara perceived ease of use, perceived usefulness dan penerimaan individu dapat dilihat pada gambar berikut: 

Gambar 1. Technology Acceptance Model (Davis, et al. 1989)

TAM merupakan model yang menerima banyak perhatian dalam penelitian pada bidang teknologi warta. Hal ini disebabkan lantaran penerimaan teknologi sang pemakai teknologi fakta sangat krusial dalam pengembangan teknologi fakta. Oleh karena itu TAM banyak dirujuk dalam penelitian yang terkait dengan penerimaan teknologi fakta oleh pemakainya. 

Keputusan perusahaan buat melakukan outsourcing teknologi warta dapat dipandang menggunakan memakai contoh penerimaan teknologi tersebut. Benamati serta Rajkumar (2002) memakai TAM buat mengetahui faktor yg menghipnotis pengambilan keputusan outsourcing pada pengembangan aplikasi. Dengan memakai metode kualitatif, hasil penelitian tadi menyarankan bahwa keputusan outsourcing ditentukan sang variabel eksternal seperti lingkungan luar, hubungan outsourcing terdahulu, serta resiko berdasarkan outsourcing. Variabel eksternal ini selanjutnya menghipnotis kegunaan yg dirasakan menurut keputusan outsourcing serta kemudahan yang dirasakan pada penggunaan.

Artikel ini mengusulkan model penerimaan teknologi TAM dalam pengambilan keputusan outsourcing ditinjau dari persepsi pengambil keputusan tentang manfaat, resiko dan biaya yg ditimbulkan berdasarkan aktifitas outsourcing. Seperti dijelaskan sebelumnya, outsourcing tidak hanya mendatangkan manfaat, namun jua memunculkan resiko-resiko baru seperti biaya tersembunyi, masalah moral staf, serta hilangnya kontrol atas aktifitas tertentu. Resiko-resiko tersebut bila diabaikan akan menaikkan kemungkinan kegagalan proyek. Hal ini memiliki akibat bahwa manfaat berdasarkan outsourcing dipengaruhi sang persepsi resiko tentang outsourcing tadi. Persepsi terhadap resiko akan mensugesti sikap para pengambil keputusan terhadap outsourcing dan selanjutnya akan mempengaruhi niatnya buat melakukan outsourcing. 

Menurut Keil et al (1998), pengambil keputusan akan mempersepsikan resiko menjadi sesuatu yang lebih krusial bila mereka nir memiliki kontrol terhadap resiko-resiko tersebut. Makin besar resiko outsourcing, maka makin akbar juga biaya yg disebabkan, menggunakan demikian terdapat hubungan positif antara resiko menggunakan biaya outsourcing. Sebaliknya, persepsi mengenai manfaat outsourcing akan berpengaruh positif terhadap keputusan outsourcing teknologi keterangan. Analisis terhadap manfaat yg diperoleh dan porto yang disebabkan berdasarkan outsourcing, dan pertimbangan tentang resiko yang akan dihadapi akan menghipnotis niat pengambil keputusan buat melakukan outsourcing teknologi berita. Dari uraian tadi penulis mengajukan proposisi sebagai berikut: 
Proposisi 1: Persepsi mengenai manfaat yg dirasakan menurut outsourcing memiliki interaksi positif menggunakan sikap terhadap outsourcing serta selanjutnya akan menghipnotis niat buat melakukan outsourcing.
Proposisi dua: Persepsi mengenai resiko yang dirasakan berdasarkan outsourcing mempunyai interaksi negatif menggunakan sikap terhadap outsourcing serta selanjutnya akan mensugesti niat buat melakukan outsourcing.
Proposisi tiga: Persepsi mengenai resiko yg dirasakan berdasarkan outsourcing mempunyai interaksi negatiff menggunakan persepsi mengenai manfaat yg dirasakan berdasarkan aktivitas outsourcing, serta seterusnya akan berhubungan positif menggunakan sikap terhadap outsourcing.
Proposisi 4: Persepsi mengenai resiko yang dirasakan dari outsourcing mempunyai hubungan positif dengan persepsi mengenai porto yg dirasakan berdasarkan kegiatan outsourcing, dan seterusnya akan berafiliasi negatif menggunakan sikap terhadap outsourcing.
Proposisi 5: Persepsi tentang biaya yg dirasakan dari outsourcing akan berafiliasi negatif dengan perilaku terhadap outsourcing dan seterusnya akan menghipnotis niat buat melakukan outsourcing.

Dari kelima proposisi tadi dapat digambarkan model penerimaan keputusan outsourcing menjadi berikut:

Gambar 2 : Model penerimaan keputusan outsourcing