PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK PEMBANGUNAN

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk Pembangunan 
Prioritas pembangunan nasional diletakkan dalam bidang ekonomi seiring menggunakan peningkatan kualitas asal daya insan (SDM), terlebih dalam menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di daerah ASEAN 2003 dan pada daerah Asia-Pasifik 2020, yg diwarnai menggunakan persaingan yang ketat dan memilih jati diri suatu bangsa pada antara bangsa-bangsa maju lainnya pada global. Dalam mengisi swatantra daerah, peningkatan kualitas SDM mutlak dibutuhkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya dibuka program-program pendidikan lanjutan misalnya Pascasarjana (S2/S3) pada banyak sekali bidang studi yg pada tahun 1990-an hanya ada di bunda kota (Jakarta) serta kota-kota akbar di pulau Jawa.

Era globalisasi membuka mata kita buat melihat ke masa depan yang penuh tantangan dan persaingan. Era kesejagatan yang tidak dibatasi ketika dan tempat membuat SDM yg terdapat selalu ingin menaikkan kualitas dirinya supaya nir tertinggal menurut yang lain.

Kebijakan pembangunan nasional dengan berpegang pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah membawa perubahan strategik dalam kualitas SDM yang diharapkan setiap daerah buat dapat bersaing secara positif dengan wilayah lain di Indonesia. Berbagai upaya perlu dilakukan buat mewujudkan kualitas SDM. Pendidikan merupakan galat satu upaya primer buat mengimplikasikan hasrat tadi, tetapi juga memerlukan saat yang cukup usang serta biaya yg besar . Berbagai jenis serta jenjang pendidikan ditawarkan sang pemerintah. Peningkatan kualitas SDM adalah tanggung jawab seluruh pihak. Dengan demikian, pembangunan pada bidang pendidikan merupakan galat satu keberhasilan suatu negara/wilayah.

Pemerintah, khususnya Depdiknas, semenjak PJP I telah mengatur strategi dasar dalam pengembangan SDM melalui pemerataan, relevansi, dan kualitas serta manajemen pendidikan. Ditambah menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Daerah bagi Propinsi Daerah spesial Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), diatur setiap lini menggunakan kurikulum yang bernuansa Islami, mulai berdasarkan jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Dengan demikian, diperlukan kualitas SDM akan meningkat, baik segi intelektual, moral, maupun spiritual.

Beberapa argumentasi pada atas, pada menghadapi kesejagatan liberalisasi ekonomi dalam awal abad ke-21, khususnya kawasan ASEAN 2003 serta Asia-Pasifik 2020, menyambut Otonomi Daerah 1999 dan Otonomi Khusus 2001, memberi pertanda bahwa telah saatnya kualitas pendidikan memperoleh fokus yang lebih berfokus pada rangka peningkatan kualitas SDM. 

Artikel ini mencoba menyampaikan pemikiran yang memberikan konsep-konsep peningkatan kualitas SDM pada memasuki era globalisasi serta mengisi era swatantra wilayah. Pemikiran konseptual ini akan bisa diimplikasikan secara kontekstual sehabis diadakan penelitian yang mendalam dan objektif.

Kajian Teori
Pendidikan adalah keliru satu wahana untuk menaikkan kualias SDM. Untuk menaikkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan. Berkaitan dengan kasus ini, Engkoswara (2001:lima) mengungkapkan bahwa “Manajemen Pendidikan yg diharapkan menghasilkan pendidikan yg produktif, yaitu efektif dan efisien, memerlukan analisis kebudayaan atau nilai-nilai serta gagasan vital dalam berbagai dimensi kehidupan yang berlaku buat kurun ketika yang cukup pada mana manusia hayati.”

Kualitas pendidikan bisa dipandang dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan, baik produk dan jasa juga pelayanan yg bisa bersaing pada lapangan kerja yg ada dan yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Sehubungan menggunakan perkara ini, Supriadi (1996:54) mengemukakan bahwa “Agar pendidikan dapat memainkan perannya maka wajib terkait dengan global kerja, merupakan lulusan pendidikan semestinya mempunyai kemampuan dan keterampilan yg relevan dengan tuntutan dunia kerja. Hanya dengan cara ini, pendidikan memiliki kontribusi terhadap ekonomi.” 

Mengenai relevansi pendidikan pada arti adanya kesepadanan sebagaimana ditawarkan Djoyonegoro (1995:5) dalam bentuk link and match, pada kenyataannya pendidikan sudah sinkron dengan keperluan masyarakat yg sedang membentuk. Pendidikan sampai saat ini dianggap sebagai unsur utama pada pengembangan SDM. SDM lebih bernilai bila mempunyai perilaku, perilaku, wawasan, kemampuan, keahlian dan keterampilan yang sinkron dengan kebutuhan berbagai bidang serta sektor. Pendidikan adalah salah satu indera untuk menghasilkan perubahan dalam diri manusia. Manusia akan bisa mengetahui segala sesuatu yg tidak atau belum diketahui sebelumnya. Pendidikan adalah hak seluruh umat insan. Hak buat memperoleh pendidikan wajib diikuti oleh kesempatan dan kemampuan dan kemauannya. Dengan demikian, dapat dicermati menggunakan kentara betapa pentingnya peranan pendidikan dalam menaikkan kualitas SDM supaya sejajar menggunakan manusia lain, baik secara regional (otonomi daerah), nasional, maupun internasional (dunia).

Berbagai kenyataan kehidupan pada segala dimensi, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik yang terjadi pada sekitar kita menerangkan citra yang semakin jelas bahwa sesungguhnya apa yg kita miliki akhirnya akan menjadi nir berarti jika kita tidak sanggup memanfaatkannya. Hal ini bermula berdasarkan problem rendahnya kualitas SDM.

Tinggi rendahnya kualitas SDM diantaranya ditandai menggunakan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan menggunakan output kerja atau kinerja yg baik secara perorangan atau kelompok. Konflik ini akan bisa diatasi jika SDM mampu menampilkan output kerja produktif secara rasional serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yg biasanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Dengan demikian, pendidikan merupakan galat satu solusi buat menaikkan kualitas SDM.

Sanusi (1998:7) mengemukakan ”apabila abad silam diklaim abad kualitas produk/jasa, maka masa yang akan datang merupakan abad kualitas SDM. SDM yg berkualitas serta pengembangan kualitas SDM bukan lagi merupakan informasi atau tema-tema retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan dan ujian setiap individu, grup, golongan masyarakat, serta bahkan setiap bangsa.”

Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yg meliputi aneka macam bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Apabila dipandang dari sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, serta teknologi yang diperlukan sang dunia kerja dalam upaya peningkatan efisiensi serta efektivitas proses produksi dan mempertahankan ekuilibrium ekonomi.

Sehubungan dengan pengembangan SDM buat peningkatan kualitas, Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “Pengembangan SDM berkualitas adalah proses kontekstual, sebagai akibatnya pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan insan yg menguasai pengetahuan serta keterampilan yg cocok menggunakan global kerja dalam ketika ini, melainkan jua insan yang sanggup, mau, serta siap belajar sepanjang hayat.”

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberi manfaat pada organisasi berupa produktivitas, moral, efisiensi, efektivitas, dan stabilitas organisasi pada mengantisipasi lingkungan, baik dari dalam maupun ke luar organisasi yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Perencanaan SDM yg berkualitas, pada Malaysia’s 2020 (1995), sebagaimana yg dikutip Kartadinata (1997:7) merumuskan beberapa kesamaan yg terjadi dalam masyarakat dunia yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan kualitas SDM. Kecenderungan tersebut adalah: (1) Dibandingkan menggunakan dasawarsa 1970-an serta 1980-an, 3 dasawarsa mendatang diperkirakan akan terjadi eksplosi yang hebat, terutama yang menyangkut teknologi fakta dan bioteknologi. Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, implikasi yg dapat diangkat adalah para ilmuwan wajib bekerja dalam pendekatan multidisipliner dan adanya program pendidikan berkelanjutan (S2/S3), serta (2) Eksplosi teknologi komunikasi yang semakin sophisticated dapat mempersingkat jeda serta meningkatkan kecepatan bepergian. Hal ini akan membuat bangsa yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan yg relevan dan menguasai teknologi baru secara substantif bisa menaikkan produktivitasnya.

Hasil pemikitan pada atas menghadapkan kita dalam arah, tantangan, dan tuntutan umum pendidikan pada kehidupan abad ke-21 sebagai masa depan suatu forum. Sehubungan menggunakan masalah ini, UPI (dulu IKIP Bandung 1997:9) membuat kajian mengenai arah, tantangan, dan tuntutan abad ke-21 pada peningkatan kualitas SDM. Hasil menurut kajian tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan bangsa yg terarah dalam upaya memberdayakan semua potensi insan Indonesia, baik yg menyangkut nilai-nilai intrinsik, instrumental juga kesinambungan; (dua) Pendidikan meliputi target khalayak yang amat luas yang mengandung target, tujuan, serta kepentingan yg bhineka dan menuntut suasana yg bervariasi serta multymethods serta multymedia; (tiga) Fungsi pendidikan akan terarah pada upaya mendorong orang buat belajar aktif dan memberdayakan seluruh potensi yg terdapat dalam dirinya; (4) Produk pendidikan yg berwujud SDM harus menampilkan kualitas yang berdikari serta mengandung keunggulan, baik komparatif juga kompetitif, baik di taraf lokal, nasional maupun internasional; (lima) Kualitas organisasi (forum), kualitas manajemen, serta kualitas kepemimpinan sebagai tuntutan yang semakin luas, terbuka, serta menghendaki ketertiban dalam seluruh unsur yang terarah untuk mencapai pendidikan yg berkualitas pada gilirannya akan mencapai kualitas SDM yang makin baik serta merata; serta (6) Pengembangan sikap sadar teknologi serta sains serta peningkatan kualitas diri para pendidik serta staf adalah hal yang absolut perlu ditanamkan dan akan dipakai menjadi wahana pada menyiapkan SDM yg berwawasan teknologi serta memiliki kesiapan belajar sepanjang hayat.

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat dalam lembaga berupa produktivitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas forum pada mengantisipasi lingkungan, baik berdasarkan dalam maupun ke luar forum yang bersangkutan. Fungsi dan orientasi pendidikan dalam peningkatan kualitas SDM sudah dibentuk pada suatu kebijakan Depdiknas (2001:5) dalam tiga taktik pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu: (1) pemerataan kesempatan pendidikan, (dua) peningkatan relevansi serta kualitas pendidikan, serta (tiga) peningkatan kualitas manajemen pendidikan. Untuk melaksanakan ketiga taktik utama pembangunan pendidikan tadi di atas, seyogianya ditinjau bagian-bagian sistem pendidikan nasional pada kaitannya dengan orientasi masing-masing serta dijabarkan dalam rencana serta prioritas pembangunan pendidikan.

Titik tolak pemikiran tentang orientasi pendidikan nasional adalah: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) mempersiapkan SDM yg berkualitas, terampil, dan ahli yang dibutuhkan dalam proses memasuki era globalisasi serta swatantra daerah, serta (tiga) membina serta berbagi dominasi banyak sekali cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Dalam membicarakan peningkatan kualitas SDM dewasa ini, ada 2 sisi yang perlu ditinjau secara lebih khusus, yaitu peningkatan kualitas SDM pada era globalisasi serta peningkatan kualitas SDM di era swatantra daerah.

Peningkatan Kualitas SDM Era Globalisasi
Dalam rakyat terkini misalnya kini ini, terlebih lagi dalam menuju era globalisasi, kita dituntut agar mampu menghadapi persaingan yg makin kompetitif, baik pada dalam maupun di luar negeri. Salah satu cara buat mengantisipasi persaingan yang makin kompetitif tadi merupakan melalui peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.

Pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM secara konseptual. Hal ini dituangkan pada GBHN 1998 yang berbunyi “Peningkatan kualitas SDM menjadi pelaku utama pembangunan yg mempunyai kemampuan memanfaatkan, menyebarkan, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi serta permanen dilandasi sang motivasi dan kendali keimanan serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Globalisasi makin mendorong peluang terbukanya pasar internasional; bagi produk barang dan jasa (pendidikan).”

Selanjutnya, Siagian (1998:96) mengemukakan bahwa SDM abad ke-21 ditandai oleh “Salah satu segi kehidupan yang muncul ke permukaan dewasa ini menggunakan gaung yang lebih kuat dibandingkan masa lalu adalah peningkatan kualitas hidup umat manusia. Kualitas hayati dalam dasarnya bermuara pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia.”

Setelah menyelidiki beberapa uraian pada atas, jelaslah bahwa buat melaksanakan tugas pada masa depan diharapkan SDM yg berkualitas. Hal ini sesuai menggunakan ungkapan Kartadinata (1997:4) berikut adalah, yaitu “SDM berkualitas yg wajib disiapkan untuk memasuki abad ke-21 merupakan SDM yg mampu melakukan life long learning.” Hal ini tampak dengan jelas pada sebagian SDM kita yang terus-menerus menimba ilmu menggunakan nir memikirkan usia. Makin tua usia SDM tadi, makin matang pula cara berpikirnya, ini dibantu oleh pengalaman yg poly, baik di dalam juga di luar dinas.

Peningkatan Kualitas SDM Era Otonomi Daerah 
Otonomi wilayah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini pada setiap daerah. Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka swatantra wilayah menggunakan swatantra khusus, yg berarti relatif berbeda menggunakan wilayah lain di Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang gampang karena memerlukan penanganan yg profesional berdasarkan SDM yang ada pada wilayah. Timbul pertanyaan, apakah wilayah yang diberi otonomi khusus ini telah siap pada pengertian yg luas, terutama SDM-nya?

Otonomi khusus buat NAD diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang dianggap dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh diklaim dengan Daerah Istimewa, yg nir ada bedanya menggunakan daerah lain pada Indonesia. Dalam swatantra khusus ini, hal yg tidak sama merupakan tentang biaya pendidikan. Hal ini dimuat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (dua) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 % pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) alfabet (a), ayat (4) serta ayat (5) dialokasikan buat biaya pendidikan di NAD”. Dengan adanya peningkatan/kenaikan porto pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka dibutuhkan peningkatan kualitas bisa dilaksanakan dengan mudah. Hal ini masih adalah harapan seluruh pihak, tetapi kenyataannya belum bisa diketahui (memerlukan penelitian yg seksama serta berlanjut). 

Fattah (2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari 2 dimensi, yaitu dimensi kualitatif serta dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi energi kerja yang memasuki dunia kerja pada jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif meliputi berbagai potensi yang terkandung pada setiap insan, diantaranya pikiran (wangsit), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan insan buat melaksanakan pekerjaan yang produktif. Apabila pengeluaran untuk menaikkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan membuat nilai pulang (rate of return) yang positif.

Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
  1. Pendekatan Religius. Dalam mengisi swatantra spesifik NAD, sudah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi menggunakan kurikulum yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah yg bernuansa Islami, menggunakan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan output yang Islami jua. Output pendidikan yg Islami akan melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yg terdapat pada NAD, sehingga dibutuhkan setiap lini akan membuat pekerjaan yg Islami, yaitu pekerjaan yg sinkron menggunakan firman Allah swt pada Al Qur’an yg adalah “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah engkau ke pada Islam keseluruhannya, serta jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208). Dari ayat pada atas jelaslah bahwa SDM Islam wajib melaksanakan segala segi kehidupan menggunakan pekerjaan yang Islami, nir boleh sepotong-potong (masuklah ke pada Islam secara kaffah/keseluruhan) lantaran segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yg diturunkan buat manusia. Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat pada atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) merupakan sebaik-baik umat dalam menjalankan misinya menjadi khalifah pada muka bumi. Dalam ayat itu ditegaskan jua SDM harus mengerjakan yg disuruh serta meninggalkan yang tidak boleh oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yg tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Apabila ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sesuai menggunakan anggaran yg berlaku. Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut menggunakan perilaku tidak peduli atau ditanggapi menggunakan rasa tanggung jawab yg tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw menurut Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan serta sesungguhnya kebaikan membawa kepada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yang menyampaikan benar sampai dia menjadi orang yang dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa pada neraka. Dan sesungguhnya seorang yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seseorang pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari hadis pada atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur pada pekerjaan, lantaran resiko seorang (SDM) berdusta pada kehidupannya adalah neraka. Setiap umat Islam akan sangat takut pada neraka. Untuk melahirkan SDM yg Islami, wajib dididik oleh pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, telah siapkan SDM yg Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan beranjak pada bidangnya pada bentuk kualitas yg tinggi buat melaksanakan tanggung jawabnya yang besar .
  2. Pendekatan Politik. Telah umum diketahui bahwa terlepas berdasarkan sistem politik yg dianut oleh suatu negara, keliru satu tujuan negara adalah buat menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan warga tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran ekonomi yang semakin merata, namun pula kesejahteraan mental spiritual. Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini acapkali dikaitkan dengan kualitas hidup umat manusia sinkron dengan harkat serta martabatnya yang nir hanya diikuti, akan tetapi pula dijunjung tinggi.
  3. Pendekatan Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan serta seakan-akan tak kunjung reda di negara kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota rakyat (SDM) yang adalah aset suatu negara tidak bisa melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi lantaran ketidakmampuan ekonominya. Hal ini akan bisa diatasi jika pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif serta bijaksana pada mengelola porto pendidikan yang tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yg betul-benar membutuhkan, sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yg tidak membutuhkan bantuan (SDM yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) jua memperoleh atau bahkan menginginkan donasi tersebut. Ironis sekali bukan?
  4. Pendekatan Hukum. Salah satu indikator kehidupan rakyat modern adalah makin tingginya kesadaran anggota warga akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing. Instrumen primer buat menjamin keseimbangan tadi adalah kepastian aturan. Kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan mematuhi hukum-aturan yg berlaku di negaranya. Dengan mematuhi hukum termasuk peraturan-peraturan pada loka ia bekerja, sebagai akibatnya pelanggaran sporadis terjadi atau bahkan nir terjadi, kualitas SDM akan meningkat. 
  5. Pendekatan Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya memilih baik atau jelek serta sahih atau salah . Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural adalah suatu faktor yg sangat krusial buat diperhatikan. Seseorang (SDM) akan membuat malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya serta bahkan mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yg berbenturan menggunakan istiadat tata cara (budaya) suatu kelompok. Oleh sebab itu, budaya memalukan itu perlu dipupuk. Peningkatan kualitas nir bisa dilakukan apabila nir ada yang mengikutinya.
  6. Pendekatan Administratif/Manajerial. Salah satu karakteristik yg menonjol di abad ini adalah terciptanya banyak sekali jenis organisasi. Oleh sebab itu, manusia modern tak jarang diklaim insan organisasional yang menjadi fokus administratif/manajerial. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan dapat dicapai dengan gampang. Dengan demikian, kualitas pun akan semakin tinggi. Di pada proses manajemen diharapkan perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan. Jika ketiga proses ini diikuti menggunakan sahih, peningkatan kualitas akan bisa dicapai. Salah satu filsafat manajemen merupakan mengurangi ketidakpastian. Jika memang itu benar, kualitas akan dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan merupakan suatu ilmu yg memeriksa bagaimana menata sumber daya, baik SDM juga sumber daya lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diharapkan pada mencapai kualitas pendidikan yang akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.

PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK PEMBANGUNAN

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk Pembangunan 
Prioritas pembangunan nasional diletakkan dalam bidang ekonomi seiring menggunakan peningkatan kualitas asal daya manusia (SDM), terlebih pada menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di tempat ASEAN 2003 serta di tempat Asia-Pasifik 2020, yang diwarnai dengan persaingan yg ketat dan memilih jati diri suatu bangsa pada antara bangsa-bangsa maju lainnya pada dunia. Dalam mengisi otonomi wilayah, peningkatan kualitas SDM mutlak diperlukan. Hal ini terbukti dengan banyaknya dibuka program-acara pendidikan lanjutan seperti Pascasarjana (S2/S3) dalam berbagai bidang studi yang dalam tahun 1990-an hanya terdapat pada mak kota (Jakarta) dan kota-kota besar di pulau Jawa.

Era globalisasi membuka mata kita buat melihat ke masa depan yang penuh tantangan serta persaingan. Era kesejagatan yang nir dibatasi ketika dan tempat membuat SDM yang terdapat selalu ingin menaikkan kualitas dirinya agar nir tertinggal dari yg lain.

Kebijakan pembangunan nasional menggunakan berpegang pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah membawa perubahan strategik pada kualitas SDM yang diharapkan setiap wilayah buat dapat bersaing secara positif dengan wilayah lain pada Indonesia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mewujudkan kualitas SDM. Pendidikan merupakan salah satu upaya primer untuk mengimplikasikan asa tersebut, namun pula memerlukan ketika yg relatif lama serta biaya yg besar . Berbagai jenis dan jenjang pendidikan ditawarkan sang pemerintah. Peningkatan kualitas SDM merupakan tanggung jawab seluruh pihak. Dengan demikian, pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu keberhasilan suatu negara/wilayah.

Pemerintah, khususnya Depdiknas, sejak PJP I telah mengatur strategi dasar pada pengembangan SDM melalui pemerataan, relevansi, serta kualitas dan manajemen pendidikan. Ditambah menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Daerah bagi Propinsi Daerah spesial Aceh menjadi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), diatur setiap lini menggunakan kurikulum yg bernuansa Islami, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Dengan demikian, diperlukan kualitas SDM akan semakin tinggi, baik segi intelektual, moral, maupun spiritual.

Beberapa argumentasi di atas, pada menghadapi kesejagatan liberalisasi ekonomi dalam awal abad ke-21, khususnya tempat ASEAN 2003 serta Asia-Pasifik 2020, menyambut Otonomi Daerah 1999 serta Otonomi Khusus 2001, memberi indikasi bahwa sudah saatnya kualitas pendidikan memperoleh fokus yang lebih berfokus pada rangka peningkatan kualitas SDM. 

Artikel ini mencoba menyampaikan pemikiran yang menunjukkan konsep-konsep peningkatan kualitas SDM dalam memasuki era globalisasi dan mengisi era otonomi daerah. Pemikiran konseptual ini akan bisa diimplikasikan secara kontekstual selesainya diadakan penelitian yg mendalam serta objektif.

Kajian Teori
Pendidikan merupakan salah satu sarana buat menaikkan kualias SDM. Untuk menaikkan efektivitas serta efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan. Berkaitan dengan kasus ini, Engkoswara (2001:5) mengungkapkan bahwa “Manajemen Pendidikan yang dibutuhkan membuat pendidikan yang produktif, yaitu efektif serta efisien, memerlukan analisis kebudayaan atau nilai-nilai dan gagasan vital pada banyak sekali dimensi kehidupan yang berlaku buat kurun waktu yang relatif pada mana insan hayati.”

Kualitas pendidikan dapat dicermati dari nilai tambah yang dihasilkan sang forum pendidikan, baik produk dan jasa maupun pelayanan yg bisa bersaing pada lapangan kerja yg ada dan yang diharapkan. Peningkatan kualitas SDM bisa dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Sehubungan dengan perkara ini, Supriadi (1996:54) mengemukakan bahwa “Agar pendidikan bisa memainkan perannya maka harus terkait menggunakan dunia kerja, adalah lulusan pendidikan semestinya mempunyai kemampuan dan keterampilan yang relevan dengan tuntutan dunia kerja. Hanya menggunakan cara ini, pendidikan memiliki kontribusi terhadap ekonomi.” 

Mengenai relevansi pendidikan pada arti adanya kesepadanan sebagaimana ditawarkan Djoyonegoro (1995:5) pada bentuk link and match, pada kenyataannya pendidikan sudah sesuai dengan keperluan warga yg sedang menciptakan. Pendidikan sampai ketika ini dipercaya menjadi unsur utama dalam pengembangan SDM. SDM lebih bernilai apabila memiliki sikap, perilaku, wawasan, kemampuan, keahlian dan keterampilan yg sesuai menggunakan kebutuhan banyak sekali bidang dan sektor. Pendidikan adalah keliru satu alat buat menghasilkan perubahan dalam diri manusia. Manusia akan dapat mengetahui segala sesuatu yg tidak atau belum diketahui sebelumnya. Pendidikan merupakan hak seluruh umat insan. Hak buat memperoleh pendidikan wajib diikuti sang kesempatan dan kemampuan serta kemauannya. Dengan demikian, dapat dipandang menggunakan jelas betapa pentingnya peranan pendidikan dalam menaikkan kualitas SDM agar sejajar menggunakan insan lain, baik secara regional (swatantra wilayah), nasional, maupun internasional (dunia).

Berbagai fenomena kehidupan dalam segala dimensi, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik yang terjadi di sekitar kita menunjukkan citra yang semakin kentara bahwa sesungguhnya apa yang kita miliki akhirnya akan menjadi tidak berarti jika kita nir sanggup memanfaatkannya. Hal ini bermula berdasarkan problem rendahnya kualitas SDM.

Tinggi rendahnya kualitas SDM diantaranya ditandai menggunakan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yg direalisasikan dengan output kerja atau kinerja yang baik secara perorangan atau gerombolan . Permasalahan ini akan bisa diatasi apabila SDM mampu menampilkan output kerja produktif secara rasional serta mempunyai pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan yg umumnya bisa diperoleh melalui pendidikan. Dengan demikian, pendidikan adalah galat satu solusi buat menaikkan kualitas SDM.

Sanusi (1998:7) mengemukakan ”Jika abad silam diklaim abad kualitas produk/jasa, maka masa yang akan tiba merupakan abad kualitas SDM. SDM yg berkualitas dan pengembangan kualitas SDM bukan lagi adalah gosip atau tema-tema retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan serta ujian setiap individu, gerombolan , golongan masyarakat, serta bahkan setiap bangsa.”

Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yg meliputi aneka macam bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Jika dicermati berdasarkan sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yg dibutuhkan sang global kerja pada upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi dan mempertahankan keseimbangan ekonomi.

Sehubungan menggunakan pengembangan SDM buat peningkatan kualitas, Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “Pengembangan SDM berkualitas merupakan proses kontekstual, sehingga pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan insan yg menguasai pengetahuan dan keterampilan yg cocok menggunakan global kerja pada ketika ini, melainkan jua manusia yang sanggup, mau, dan siap belajar sepanjang hayat.”

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberi manfaat pada organisasi berupa produktivitas, moral, efisiensi, efektivitas, dan stabilitas organisasi dalam mengantisipasi lingkungan, baik menurut dalam maupun ke luar organisasi yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Perencanaan SDM yang berkualitas, dalam Malaysia’s 2020 (1995), sebagaimana yang dikutip Kartadinata (1997:7) merumuskan beberapa kecenderungan yg terjadi pada masyarakat global yg perlu sebagai bahan pertimbangan pada pengembangan kualitas SDM. Kecenderungan tersebut adalah: (1) Dibandingkan dengan dasawarsa 1970-an serta 1980-an, tiga dasawarsa mendatang diperkirakan akan terjadi eksplosi yang hebat, terutama yang menyangkut teknologi kabar serta bioteknologi. Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, implikasi yg bisa diangkat merupakan para ilmuwan harus bekerja dalam pendekatan multidisipliner serta adanya program pendidikan berkelanjutan (S2/S3), serta (2) Eksplosi teknologi komunikasi yang semakin canggih dapat mempersingkat jarak serta meningkatkan kecepatan bepergian. Hal ini akan membuat bangsa yg mempunyai kemampuan dan pengetahuan yg relevan dan menguasai teknologi baru secara substantif sanggup menaikkan produktivitasnya.

Hasil pemikitan pada atas menghadapkan kita dalam arah, tantangan, serta tuntutan umum pendidikan pada kehidupan abad ke-21 sebagai masa depan suatu lembaga. Sehubungan menggunakan masalah ini, UPI (dulu IKIP Bandung 1997:9) menciptakan kajian mengenai arah, tantangan, dan tuntutan abad ke-21 dalam peningkatan kualitas SDM. Hasil menurut kajian tadi adalah menjadi berikut: (1) Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan bangsa yang terarah pada upaya memberdayakan semua potensi manusia Indonesia, baik yang menyangkut nilai-nilai intrinsik, instrumental maupun kesinambungan; (2) Pendidikan mencakup sasaran khalayak yang amat luas yg mengandung target, tujuan, dan kepentingan yg bhineka serta menuntut suasana yg bervariasi serta multymethods dan multymedia; (tiga) Fungsi pendidikan akan terarah pada upaya mendorong orang buat belajar aktif serta memberdayakan semua potensi yang terdapat pada dirinya; (4) Produk pendidikan yang berwujud SDM harus menampilkan kualitas yang mandiri serta mengandung keunggulan, baik komparatif juga kompetitif, baik pada tingkat lokal, nasional juga internasional; (lima) Kualitas organisasi (lembaga), kualitas manajemen, dan kualitas kepemimpinan sebagai tuntutan yg semakin luas, terbuka, dan menghendaki ketertiban pada seluruh unsur yang terarah buat mencapai pendidikan yang berkualitas dalam gilirannya akan mencapai kualitas SDM yg makin baik serta merata; serta (6) Pengembangan sikap sadar teknologi serta sains serta peningkatan kualitas diri para pendidik serta staf merupakan hal yg absolut perlu ditanamkan serta akan digunakan menjadi sarana pada menyiapkan SDM yang berwawasan teknologi serta memiliki kesiapan belajar sepanjang hayat.

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat dalam lembaga berupa produktivitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas lembaga pada mengantisipasi lingkungan, baik menurut pada juga ke luar lembaga yg bersangkutan. Fungsi serta orientasi pendidikan dalam peningkatan kualitas SDM telah dibentuk pada suatu kebijakan Depdiknas (2001:5) pada tiga strategi utama pembangunan pendidikan nasional, yaitu: (1) pemerataan kesempatan pendidikan, (2) peningkatan relevansi dan kualitas pendidikan, dan (tiga) peningkatan kualitas manajemen pendidikan. Untuk melaksanakan ketiga strategi pokok pembangunan pendidikan tersebut pada atas, seyogianya dicermati bagian-bagian sistem pendidikan nasional pada kaitannya menggunakan orientasi masing-masing dan dijabarkan dalam planning dan prioritas pembangunan pendidikan.

Titik tolak pemikiran tentang orientasi pendidikan nasional merupakan: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) mempersiapkan SDM yg berkualitas, terampil, dan pakar yang dibutuhkan dalam proses memasuki era globalisasi dan swatantra daerah, dan (tiga) membina serta menyebarkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Dalam mengungkapkan peningkatan kualitas SDM dewasa ini, ada dua sisi yg perlu dicermati secara lebih spesifik, yaitu peningkatan kualitas SDM di era globalisasi dan peningkatan kualitas SDM pada era swatantra daerah.

Peningkatan Kualitas SDM Era Globalisasi
Dalam warga modern seperti kini ini, terlebih lagi pada menuju era globalisasi, kita dituntut supaya sanggup menghadapi persaingan yg makin kompetitif, baik di pada maupun pada luar negeri. Salah satu cara buat mengantisipasi persaingan yg makin kompetitif tersebut adalah melalui peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.

Pemerintah Republik Indonesia pada menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM secara konseptual. Hal ini dituangkan dalam GBHN 1998 yg berbunyi “Peningkatan kualitas SDM menjadi pelaku primer pembangunan yg mempunyai kemampuan memanfaatkan, menyebarkan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta tetap dilandasi sang motivasi serta kendali keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Globalisasi makin mendorong peluang terbukanya pasar internasional; bagi produk barang serta jasa (pendidikan).”

Selanjutnya, Siagian (1998:96) mengemukakan bahwa SDM abad ke-21 ditandai oleh “Salah satu segi kehidupan yang timbul ke permukaan dewasa ini dengan gaung yang lebih kuat dibandingkan masa kemudian adalah peningkatan kualitas hayati umat insan. Kualitas hidup dalam dasarnya bermuara pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia.”

Setelah menyelidiki beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa buat melaksanakan tugas pada masa depan diperlukan SDM yg berkualitas. Hal ini sinkron dengan ungkapan Kartadinata (1997:4) berikut adalah, yaitu “SDM berkualitas yg harus disiapkan buat memasuki abad ke-21 merupakan SDM yg mampu melakukan life long learning.” Hal ini tampak dengan kentara pada sebagian SDM kita yang terus-menerus menimba ilmu dengan nir memikirkan usia. Makin tua usia SDM tersebut, makin matang juga cara berpikirnya, ini dibantu oleh pengalaman yg poly, baik pada pada juga di luar dinas.

Peningkatan Kualitas SDM Era Otonomi Daerah 
Otonomi daerah merupakan dambaan rakyat Indonesia dewasa ini di setiap daerah. Masyarakat NAD memperoleh pemberian dalam rangka swatantra daerah dengan otonomi khusus, yg berarti agak berbeda menggunakan daerah lain di Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang gampang karena memerlukan penanganan yang profesional dari SDM yg ada pada daerah. Timbul pertanyaan, apakah daerah yg diberi otonomi khusus ini telah siap dalam pengertian yg luas, terutama SDM-nya?

Otonomi spesifik buat NAD diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang diklaim dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh dianggap menggunakan Daerah Istimewa, yang nir ada bedanya dengan wilayah lain di Indonesia. Dalam otonomi khusus ini, hal yang tidak sinkron merupakan tentang biaya pendidikan. Hal ini dimuat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (2) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 % pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (tiga) huruf (a), ayat (4) dan ayat (5) dialokasikan buat biaya pendidikan pada NAD”. Dengan adanya peningkatan/kenaikan biaya pendidikan yg mencukupi kebutuhan, maka dibutuhkan peningkatan kualitas dapat dilaksanakan dengan gampang. Hal ini masih merupakan harapan seluruh pihak, namun kenyataannya belum dapat diketahui (memerlukan penelitian yang akurat dan berlanjut). 

Fattah (2000:6) mengungkapkan bahwa “SDM terdiri menurut 2 dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif merupakan terdiri atas prestasi tenaga kerja yg memasuki global kerja pada jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif mencakup banyak sekali potensi yg terkandung dalam setiap manusia, antara lain pikiran (wangsit), pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yg memberi dampak terhadap kapasitas kemampuan insan buat melaksanakan pekerjaan yang produktif. Jika pengeluaran buat meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tadi akan membentuk nilai pulang (rate of return) yg positif.

Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
  1. Pendekatan Religius. Dalam mengisi otonomi spesifik NAD, sudah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi dengan kurikulum yang bernuansa Islami yg diatur dalam perda Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah yg bernuansa Islami, menggunakan proses pendidikan yg Islami, akan dihasilkan output yg Islami pula. Output pendidikan yg Islami akan melahirkan SDM yg Islami serta bisa mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yg ada pada NAD, sehingga diperlukan setiap lini akan membuat pekerjaan yang Islami, yaitu pekerjaan yg sinkron menggunakan firman Allah swt dalam Al Qur’an yang adalah “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke pada Islam keseluruhannya, serta jangan engkau mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yg nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208). Dari ayat pada atas jelaslah bahwa SDM Islam wajib melaksanakan segala segi kehidupan dengan pekerjaan yang Islami, nir boleh sepotong-pangkas (masuklah ke dalam Islam secara kaffah/keseluruhan) karena segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu merupakan sebaik-baik umat yg diturunkan buat manusia. Kamu mengajak yg makruf serta melarang yang mungkar serta beriman pada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) merupakan sebaik-baik umat pada menjalankan misinya menjadi khalifah pada muka bumi. Dalam ayat itu ditegaskan pula SDM wajib mengerjakan yang disuruh serta meninggalkan yg dihentikan oleh agama apabila ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yang nir ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Jika ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sinkron menggunakan aturan yg berlaku. Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) buat menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut dengan perilaku tidak peduli atau ditanggapi menggunakan rasa tanggung jawab yg tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw berdasarkan Abdullah yg meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan dan sesungguhnya kebaikan membawa pada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yg berkata sahih hingga beliau menjadi orang yg dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seorang yang berdusta sampai dia ditetapkan di sisi Allah menjadi seorang pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari hadis di atas jelaslah pada kita bahwa seorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur dalam pekerjaan, lantaran resiko seseorang (SDM) berdusta pada kehidupannya merupakan neraka. Setiap umat Islam akan sangat takut kepada neraka. Untuk melahirkan SDM yg Islami, harus dididik oleh pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, telah siapkan SDM yg Islami buat mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan serta ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan beranjak pada bidangnya dalam bentuk kualitas yang tinggi buat melaksanakan tanggung jawabnya yang akbar.
  2. Pendekatan Politik. Telah umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yg dianut oleh suatu negara, galat satu tujuan negara adalah untuk menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan rakyat nir lagi dibatasi dalam kesejahteraan fisik yg terwujud pada kemakmuran ekonomi yg semakin merata, tetapi pula kesejahteraan mental spiritual. Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini acapkali dikaitkan menggunakan kualitas hidup umat insan sesuai menggunakan harkat dan martabatnya yg tidak hanya diikuti, akan namun pula dijunjung tinggi.
  3. Pendekatan Ekonomi. Krisis ekonomi yg berkepanjangan serta seakan-akan tidak kunjung reda di negara kita berdampak sangat tidak baik bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota warga (SDM) yang adalah aset suatu negara nir dapat melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya. Hal ini akan bisa diatasi bila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif dan bijaksana pada mengelola porto pendidikan yg tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yang benar -betul membutuhkan, sebagai akibatnya donasi itu sangat berguna. Pada kenyataannya, SDM yg tidak membutuhkan bantuan (SDM yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi) jua memperoleh atau bahkan menginginkan donasi tersebut. Ironis sekali bukan?
  4. Pendekatan Hukum. Salah satu indikator kehidupan warga terbaru adalah makin tingginya pencerahan anggota rakyat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing. Instrumen utama buat mengklaim ekuilibrium tersebut adalah kepastian hukum. Kualitas SDM bisa ditingkatkan menggunakan mematuhi aturan-hukum yg berlaku pada negaranya. Dengan mematuhi aturan termasuk peraturan-peraturan di loka beliau bekerja, sebagai akibatnya pelanggaran jarang terjadi atau bahkan nir terjadi, kualitas SDM akan semakin tinggi. 
  5. Pendekatan Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya menentukan baik atau jelek dan sahih atau keliru. Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural merupakan suatu faktor yg sangat penting buat diperhatikan. Seseorang (SDM) akan memalukan berbuat jelek lantaran rakyat akan menilainya serta bahkan mengucilkannya apabila seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan norma istiadat (budaya) suatu kelompok. Oleh karena itu, budaya memalukan itu perlu dipupuk. Peningkatan kualitas nir bisa dilakukan apabila nir ada yg mengikutinya.
  6. Pendekatan Administratif/Manajerial. Salah satu ciri yang menonjol di abad ini merupakan terciptanya berbagai jenis organisasi. Oleh karena itu, manusia terkini tak jarang disebut manusia organisasional yg menjadi fokus administratif/manajerial. Jika suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan bisa dicapai dengan gampang. Dengan demikian, kualitas pun akan meningkat. Di dalam proses manajemen diharapkan perencanaan, aplikasi, serta supervisi. Jika ketiga proses ini diikuti dengan benar, peningkatan kualitas akan dapat dicapai. Salah satu filsafat manajemen adalah mengurangi ketidakpastian. Apabila memang itu sahih, kualitas akan dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan merupakan suatu ilmu yang mengusut bagaimana menata asal daya, baik SDM juga asal daya lain buat mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diperlukan pada mencapai kualitas pendidikan yg akan berdampak positif dalam peningkatan kualitas SDM.

ANALISIS PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Analisis Pengeluaran Pendidikan serta Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 
Pendidikan mempunyai kiprah krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar buat setiap insan sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, lantaran melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan. Pendidikan menghipnotis secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (wilayah). Hal ini bukan saja lantaran pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, namun juga akan berpengaruh fertilitas rakyat. Pendidikan dapat berakibat asal daya insan lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.

Hampir seluruh negara berkembang menghadapi perkara kualitas serta kuantitas asal daya insan yang diakibatkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan sang adanya taraf melek alfabet yang rendah, pemerataan pendidikan yg rendah, dan baku proses pendidikan yang relatif kurang memenuhi kondisi. 

Padahal kita memahami, bahwa pendidikan adalah suatu pintu buat membuat sumber daya insan yang berkualitas. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya insan absolut wajib dilakukan. Lantaran dengan kualitas asal daya insan yang berkualitas dapat menaruh multiplier efect terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.

Pendidikan merupakan bentuk investasi sumber daya insan yg wajib lebih diprioritaskan sejajar menggunakan investasi modal fisik karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Di mana nilai balik berdasarkan investasi pendidikan (return on investment = ROI) nir dapat langsung dinikmati sang investor ketika ini, melainkan akan dinikmati di masa yg akan tiba.

Mengingat modal fisik, energi kerja (SDM), serta kemajuan teknologi adalah 3 faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Maka semakin akbar jumlah energi kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi) semakin akbar pendapatan nasional serta semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya, apakah ada efek pendidikan terhadap petumbuhan ekonomi? Bagaimana cara pendidikan menghipnotis pertumbuhan ekonomi, serta bagaimana syarat atau realitas pada Indonesia?

Pengaruh Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Isu mengenai asal daya manusia (human capital) menjadi input pembangunan ekonomi sebenarnya sudah dimunculkan sang Adam Smith dalam tahun 1776, yang mencoba menyebutkan penyebab kesejahteraan suatu negara, dengan mengisolasi 2 faktor, yaitu; 1) pentingnya skala ekonomi; dan 2) pembentukan keahlian serta kualitas manusia. Faktor yang kedua inilah yg sampai saat ini telah sebagai informasi utama tentang pentingnya pendidikan pada menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut Solow (1958) juga sudah melakukan analisa dari temuannya tentang residual pada penerangan tentang pertumbuhan ekonomi. Kemudian Romer (1986), Krugman (1987), dan Gupta (1999) jua menyebutkan bahwa residual itu menujukkan taraf pendidikan (educational rate) dan sumber daya mansusia. Hubungan sumber daya manusia serta pertumbuhan ekonomi tersebut menerangkan suatu keharusan bahwa kebijakan publik memperhatikan pengembangan pendidikan, kenaikan pangkat keahlian, serta pelayanan kesehatan. 

Hal ini dikatakan pula oleh Lim (1996) bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Jepang serta Korea Selatan besar kemungkinan ditimbulkan sang sumber daya manusia yang berkualitas, hal ini terlihat berdasarkan taraf melek huruf (literacy rate) yang tinggi, sebagai akibatnya tenaga kerja gampang menyerap serta mengikuti keadaan menggunakan perubahan teknologi dan ekonomi yg terjadi. 

Kasus lain misalnya yg dikemukkan oleh Al-Samarai serta Zaman (2002) di Malawi, pada rangka peningkatan sumber daya insan, pemerintah sudah melakukan beberapa program diantaranya dengan menghapuskan porto untuk Sekolah Dasar dan memperbesar pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan. Dampak berdasarkan acara ini adalah meningkatnya taraf enrollment rate ratio pendidikan dasar. Namun demikian masalah yang harus diperhatikan lebih lanjut sang pemerintah adalah distribusi pendidikan yang tidak merata. 

Hubungan investasi asal daya manusia (pendidikan) dengan pertumbuhan ekonomi adalah 2 mata rantai. Namun demikian, pertumbuhan tidak akan bisa tumbuh dengan baik walaupun peningkatan mutu pendidikan atau mutu asal daya manusia dilakukan, jika nir terdapat acara yg jelas mengenai peningkatan mutu pendidikan serta acara ekonomi yg jelas.

Studi yg dilakukan Prof ekonomi berdasarkan Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) dalam ekonomi Amerika Serikat dengan rentang ketika 1948-79 misalnya memperlihatkan bahwa 46 % pertumbuhan ekonomi merupakan disebabkan pembentukan modal (capital formation), 31 persen ditimbulkan pertumbuhan energi kerja dan modal manusia dan 24 % disebabkan kemajuan teknologi.selanjutnya, Suryadi (2001) menegaskan berdasarkan output penelitiannya jua memperlihatkan bahwa pendidikan bisa berfungsi sebagai kesadaran sosial politik serta budaya, dan memacu dominasi serta eksploitasi teknologi buat kemajuan peradaban serta kesejahteraan sosial. 

Meski modal manusia memegang peranan penting pada pertumbuhan penduduk, para pakar mulai menurut ekonomi, politik, sosiologi bahkan engineering lebih menaruh prioritas dalam faktor kapital fisik dan kemajuan teknologi. Ini beralasan karena melihat data Alaihi Salam misalnya, total kombinasi kedua faktor ini menyumbang sekitar 65 % pertumbuhan ekonomi Alaihi Salam pada periode 1948-79. 

Namun, sesungguhnya faktor teknologi serta modal fisik tidak independen dari faktor manusia. Suatu bangsa bisa mewujudkan kemajuan teknologi, termasuk ilmu pengetahuan dan manajemen, dan modal fisik seperti bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya bila negara tersebut mempunyai modal insan yang bertenaga dan berkualitas. Jika demikian, secara tidak langsung kontribusi faktor kapital insan dalam pertumbuhan penduduk seharusnya lebih tinggi menurut angka 31 %. 

Perhatian terhadap faktor insan sebagai sentral akhir-akhir ini berkaitan menggunakan perkembangan pada ilmu ekonomi pembangunan serta sosiologi. Para ahli pada ke 2 bidang tadi umumnya sepakat pada satu hal yakni modal insan berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia tersebut nir hanya menyangkut kuantitas, tetapi yg jauh lebih krusial adalah dari segi kualitas.

Buku terakhir William Schweke, Smart Money: Education and Economic Development (2004), sekali lagi memberi afirmasi atas tesis ilmiah para scholars terdahulu, bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya insan (SDM) berkualitas, memiliki pengetahuan serta keterampilan dan menguasai teknologi, tetapi pula dapat menumbuhkan iklim usaha yang sehat serta aman bagi pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, namun jua bagi komunitas usaha serta masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada seluruh level niscaya akan menaikkan pendapatan dan produktivitas rakyat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan serta pencapaian kesejahteraan sosial serta ekonomi. Sedangkan kegagalan menciptakan pendidikan akan melahirkan banyak sekali problem penting: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, serta welfare dependency yg sebagai beban sosial politik bagi pemerintah.

Lalu pertanyaannya, apakah berukuran yang dapat memilih kualitas manusia? Ada banyak sekali aspek yg dapat menyebutkan hal ini seperti aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara serta lain sebagainya. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap mempunyai peranan paling penting pada menentukan kualitas manusia. Lewat pendidikan, insan dipercaya akan memperoleh pengetahuan, serta dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun eksistensi hidupnya dengan lebih baik.

Dari berbagai studi tadi sangat kentara dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki imbas terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berkembangnya kesempatan buat menaikkan kesehatan, pengetahuan, dan ketarmpilan, keahlian, serta wawasan mereka supaya mampu lebih bekerja secara produktif, baik secara perorangan juga gerombolan . Implikasinya, meningkat pendidikan, hayati manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya menggunakan perekonomian secara generik (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, meningkat taraf pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. 

Bagaimana Kondisi di Indonesia?
Di Indonesia, pendidikan masih belum mendapatkan tempat yang primer menjadi prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah aturan pendidikan yang masih jauh dari amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal pada UU tersebut, sudah mengamanatkan mengenai besarnya aturan pendidikan di aneka macam level pemerintahan minimal 20%. 

Anggaran pendidikan menurut APBN 2006 saja baru mencapai 9% atau Rp 36,7 triliun, sedangkan dalam tahun 2007 diperkirakan jumlah aturan pendidikan baru berkisar 11%. Rendahnya pemenuhan aturan pendidikan dapat mengakibatkan mutu pendidikan dan perluasan akses pendidikan sebagai terhambat. Akibatnya peningkatan pengetahuan, keterampilan, serta dominasi teknologi juga terpasung. 

Indikasi lain yg perlu menjadi perhatian lebih buat menjadikan pendidikan sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi adalah tingkat melek alfabet serta nomor partisipasi pendidikan. Berdasarkan laporan menurut Dirjen PLS tentang tingkat pemberantasan buta aksara secara nasional di Indonesia telah mengalami penurunan tahun 2006 hingga menjadi sekitar 13 juta orang yang masih buta alfabet . 

Jumlah tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2004 yg berjumlah 15,4 juta orang, serta menurun sebagai 14,6 juta orang pada tahun 2005. Apabila ditinjau persentase selama 2004 s/d 2006 telah terjadi penurunan 16,15%. Bahkan dari Ace Suryadi (2006) diperlukan pada tahun 2015 pemberantasan buta aksara telah mampu tuntas menggunakan perkiraan pengurangan setiap tahun 1,6 juta orang.

Sementara taraf partisipasi pendidikan berdasarkan data Susenas 2004, APS penduduk usia 7 s/d 12 tahun semakin tinggi berdasarkan 92,83% pada 1993 sebagai 96,775 dalam 2004. Dalam rentang waktu yg sama APS penduduk usia 13 – 15 tahun meningkat dari 68,74% sebagai 83,49%. Sedangkan APS penduduk usia 16 – 18 tahun meningkat berdasarkan 40,23% sebagai 53,48%. Data tadi menunjukkan adanya kasus kesenjangan partisipasi pendidikan, sehingga pemerintah perlu mempertinggi alokasi aturan pendidikan supaya rakyat lebih poly lagi yang mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan.

Yang kentara, kondisi pada atas akan memunculkan kenyataan tersendiri bagi pengembangan asal daya insan di Indonesia, diantaranya kesenjangan pendapatan, ketertinggalan pendidikan, kemiskinan, serta kemakmuran masyarakat. Sylwester (2002) sudah merekomendasikan menurut hasil kajiannya yang menampakan bahwa negara yang mencurahkan banyak perhatian terhadap public education (dipandang menurut persentase GNP terhadap pendidikan) mempunyai taraf kesenjangan yg rendah.

Akan namun, pada Indonesia, investasi kapital fisik masih dipercaya menjadi satu-satunya faktor utama pada pengembangan serta percepatan usaha. Untuk memenuhi kebutuhan kapital manusianya, di Indonesia cenderung mendatangkan energi kerja dari luar negeri. Dalam jangka pendek cara ini mungkin ada benarnya, karena diperlukan dapat memberikan impak multiplier terhadap energi kerja pada Indonesia. Namun, dalam jangka panjang tentu sangat tidak relevan, apalagi buat sebuah bisnis berskala besar atau yg sudah konglomerasi, akibatnya poly energi kerja sendiri tersingkirkan.

Bila ditinjau berdasarkan besarnya investasi di bidang riset dan pengembangan, syarat ini tidak lebih baik pada banding China serta Singapura, Indonesia jauh lebih kecil. Demikian pula menurut besarnya investasi pendidikan yang dilakukan di luar negeri. Singapura, yang berpenduduk tidak hingga 1/2 penduduk Jakarta, mengirim mahasiswa ke AS hampir 1/2 jumlah mahasiswa Indonesia pada AS. 

Sesuai dengan berbagai konvensi regional dan internasional di bidang ekonomi, Indonesia dihadapkan menggunakan situasi persaingan yg amat ketat. Dalam situasi ini, daya saing kompetitif produk/komoditi tidak mungkin dikembangkan jika tidak diimbangi daya saing kompetitif sumberdaya manusia. Dalam arti, mengandalkan keunggulan komparatif sumber daya manusia yg melimpah serta murah telah kurang relevan.

Dengan demikian, peningkatan investasi di bidang pendidikan, penelitian serta pengembangan nir sanggup dihindarkan lagi, baik sang pemerintah juga kalangan swasta. Sebenarnya, setiap tahun pemerintah sudah menaikkan anggaran sektor pendidikan. Masalahnya, nomor serta peningkatan ini secara absolut nisbi sangat kecil, sehingga masih jauh apabila dibanding negara-negara tetangga yg sangat berfokus dalam pengembangan sumberdaya manusia. Persentase investasi pendidikan 20 % dari total aturan pemerintah wajib segera dipenuhi sinkron menggunakan amanat undang-undang.

Demikian juga sektor partikelir, selama ini belum terdapat anggaran yg menggariskan berapa persen porto pengembangan sumberdaya insan dan penelitian dan pengembangan berdasarkan struktur biaya perusahaan dalam industri nasional. Di sektor perbankan sempat terdapat ketentuan yg menetapkan porto pengembangan sumberdaya insan lima persen berdasarkan profit. Akan namun, nomor ini nisbi sangat mini , lantaran porto pengembangan tersebut dibebankan dalam profit, nir sebagai beban input (Tobing, 1994). 

ANALISIS PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Analisis Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 
Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya menciptakan asal daya insan yg berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar buat setiap insan sebagai akibatnya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, lantaran melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan. Pendidikan mensugesti secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (wilayah). Hal ini bukan saja lantaran pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi jua akan berpengaruh fertilitas masyarakat. Pendidikan bisa berakibat sumber daya insan lebih cepat mengerti serta siap pada menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.

Hampir semua negara berkembang menghadapi kasus kualitas serta kuantitas asal daya insan yg diakibatkan sang rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan sang adanya tingkat melek alfabet yg rendah, pemerataan pendidikan yang rendah, dan standar proses pendidikan yang relatif kurang memenuhi syarat. 

Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu buat membuat asal daya manusia yg berkualitas. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya insan mutlak wajib dilakukan. Lantaran dengan kualitas asal daya insan yang berkualitas dapat menaruh multiplier efect terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.

Pendidikan adalah bentuk investasi asal daya manusia yg harus lebih diprioritaskan sejajar dengan investasi kapital fisik lantaran pendidikan adalah investasi jangka panjang. Di mana nilai pulang menurut investasi pendidikan (return on investment = ROI) tidak bisa langsung dinikmati sang investor waktu ini, melainkan akan dinikmati pada masa yg akan tiba.

Mengingat kapital fisik, tenaga kerja (SDM), dan kemajuan teknologi adalah tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Maka semakin akbar jumlah energi kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi) semakin besar pendapatan nasional serta meningkat pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya, apakah terdapat dampak pendidikan terhadap petumbuhan ekonomi? Bagaimana cara pendidikan mensugesti pertumbuhan ekonomi, dan bagaimana kondisi atau realitas di Indonesia?

Pengaruh Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Isu mengenai asal daya insan (human capital) sebagai input pembangunan ekonomi sebenarnya sudah dimunculkan oleh Adam Smith dalam tahun 1776, yg mencoba menyebutkan penyebab kesejahteraan suatu negara, menggunakan mengisolasi dua faktor, yaitu; 1) pentingnya skala ekonomi; dan dua) pembentukan keahlian serta kualitas insan. Faktor yang ke 2 inilah yang hingga waktu ini sudah menjadi gosip primer mengenai pentingnya pendidikan dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut Solow (1958) juga sudah melakukan analisa berdasarkan temuannya mengenai residual pada penerangan mengenai pertumbuhan ekonomi. Kemudian Romer (1986), Krugman (1987), dan Gupta (1999) jua menyebutkan bahwa residual itu menujukkan taraf pendidikan (educational rate) dan sumber daya mansusia. Hubungan asal daya manusia dan pertumbuhan ekonomi tersebut menerangkan suatu keharusan bahwa kebijakan publik memperhatikan pengembangan pendidikan, promosi keahlian, serta pelayanan kesehatan. 

Hal ini dikatakan pula sang Lim (1996) bahwa pertumbuhan ekonomi yg tinggi pada Jepang dan Korea Selatan akbar kemungkinan disebabkan oleh asal daya insan yg berkualitas, hal ini terlihat berdasarkan taraf melek alfabet (literacy rate) yg tinggi, sehingga tenaga kerja gampang menyerap serta menyesuaikan diri menggunakan perubahan teknologi dan ekonomi yang terjadi. 

Kasus lain seperti yg dikemukkan oleh Al-Samarai dan Zaman (2002) di Malawi, dalam rangka peningkatan asal daya insan, pemerintah telah melakukan beberapa program diantaranya dengan menghapuskan biaya buat SD serta memperbesar pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan. Dampak menurut program ini adalah meningkatnya taraf enrollment rate ratio pendidikan dasar. Namun demikian kasus yang wajib diperhatikan lebih lanjut oleh pemerintah adalah distribusi pendidikan yg nir merata. 

Hubungan investasi sumber daya manusia (pendidikan) dengan pertumbuhan ekonomi merupakan dua mata rantai. Tetapi demikian, pertumbuhan tidak akan mampu tumbuh dengan baik walaupun peningkatan mutu pendidikan atau mutu sumber daya insan dilakukan, jika tidak terdapat acara yg kentara mengenai peningkatan mutu pendidikan serta acara ekonomi yang kentara.

Studi yg dilakukan Prof ekonomi menurut Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) dalam ekonomi Amerika Serikat menggunakan rentang saat 1948-79 misalnya menerangkan bahwa 46 % pertumbuhan ekonomi adalah ditimbulkan pembentukan modal (capital formation), 31 persen disebabkan pertumbuhan energi kerja dan modal manusia serta 24 persen disebabkan kemajuan teknologi.selanjutnya, Suryadi (2001) menegaskan dari output penelitiannya jua memperlihatkan bahwa pendidikan bisa berfungsi menjadi kesadaran sosial politik dan budaya, serta memacu penguasaan serta eksploitasi teknologi untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan sosial. 

Meski kapital manusia memegang peranan krusial dalam pertumbuhan penduduk, para pakar mulai dari ekonomi, politik, sosiologi bahkan engineering lebih memberikan prioritas dalam faktor modal fisik serta kemajuan teknologi. Ini beralasan lantaran melihat data Alaihi Salam misalnya, total kombinasi ke 2 faktor ini menyumbang lebih kurang 65 persen pertumbuhan ekonomi Alaihi Salam pada periode 1948-79. 

Namun, sesungguhnya faktor teknologi dan modal fisik nir independen berdasarkan faktor manusia. Suatu bangsa bisa mewujudkan kemajuan teknologi, termasuk ilmu pengetahuan serta manajemen, dan kapital fisik misalnya bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya bila negara tersebut mempunyai modal manusia yang bertenaga serta berkualitas. Jika demikian, secara nir eksklusif kontribusi faktor kapital insan dalam pertumbuhan penduduk seharusnya lebih tinggi dari nomor 31 persen. 

Perhatian terhadap faktor insan sebagai sentral akhir-akhir ini berkaitan menggunakan perkembangan pada ilmu ekonomi pembangunan serta sosiologi. Para ahli pada ke 2 bidang tadi umumnya setuju dalam satu hal yakni kapital insan berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal insan tadi nir hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi kualitas.

Buku terakhir William Schweke, Smart Money: Education and Economic Development (2004), sekali lagi memberi afirmasi atas tesis ilmiah para scholars terdahulu, bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, mempunyai pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun jua dapat menumbuhkan iklim usaha yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, tetapi jua bagi komunitas usaha serta rakyat umum. Pencapaian pendidikan dalam semua level pasti akan menaikkan pendapatan dan produktivitas warga . Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan serta pencapaian kesejahteraan sosial serta ekonomi. Sedangkan kegagalan membentuk pendidikan akan melahirkan aneka macam masalah penting: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.

Lalu pertanyaannya, apakah berukuran yg bisa menentukan kualitas manusia? Ada banyak sekali aspek yang bisa menyebutkan hal ini misalnya aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain sebagainya. Di antara aneka macam aspek ini, pendidikan dianggap mempunyai peranan paling penting pada memilih kualitas manusia. Lewat pendidikan, manusia dipercaya akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya insan diperlukan dapat membangun eksistensi hidupnya menggunakan lebih baik.

Dari aneka macam studi tersebut sangat kentara dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berkembangnya kesempatan buat menaikkan kesehatan, pengetahuan, serta ketarmpilan, keahlian, serta wawasan mereka supaya bisa lebih bekerja secara produktif, baik secara perorangan maupun kelompok. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup insan akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara generik (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. 

Bagaimana Kondisi di Indonesia?
Di Indonesia, pendidikan masih belum menerima tempat yg utama sebagai prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah anggaran pendidikan yang masih jauh berdasarkan amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal pada UU tersebut, telah mengamanatkan tentang besarnya anggaran pendidikan pada banyak sekali level pemerintahan minimal 20%. 

Anggaran pendidikan berdasarkan APBN 2006 saja baru mencapai 9% atau Rp 36,7 triliun, sedangkan pada tahun 2007 diperkirakan jumlah aturan pendidikan baru berkisar 11%. Rendahnya pemenuhan anggaran pendidikan dapat menyebabkan mutu pendidikan dan perluasan akses pendidikan menjadi terhambat. Akibatnya peningkatan pengetahuan, keterampilan, serta penguasaan teknologi jua terpasung. 

Indikasi lain yang perlu sebagai perhatian lebih buat mengakibatkan pendidikan sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi merupakan tingkat melek alfabet serta angka partisipasi pendidikan. Berdasarkan laporan menurut Dirjen PLS mengenai tingkat pemberantasan buta aksara secara nasional di Indonesia sudah mengalami penurunan tahun 2006 sampai menjadi sekitar 13 juta orang yang masih buta huruf. 

Jumlah tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2004 yg berjumlah 15,4 juta orang, dan menurun menjadi 14,6 juta orang dalam tahun 2005. Apabila dipandang persentase selama 2004 s/d 2006 telah terjadi penurunan 16,15%. Bahkan dari Ace Suryadi (2006) diperlukan pada tahun 2015 pemberantasan buta aksara sudah mampu tuntas menggunakan asumsi pengurangan setiap tahun 1,6 juta orang.

Sementara taraf partisipasi pendidikan dari data Susenas 2004, APS penduduk usia 7 s/d 12 tahun meningkat menurut 92,83% pada 1993 sebagai 96,775 dalam 2004. Dalam rentang waktu yg sama APS penduduk usia 13 – 15 tahun meningkat berdasarkan 68,74% sebagai 83,49%. Sedangkan APS penduduk usia 16 – 18 tahun meningkat menurut 40,23% sebagai 53,48%. Data tadi memperlihatkan adanya masalah kesenjangan partisipasi pendidikan, sehingga pemerintah perlu menaikkan alokasi aturan pendidikan supaya rakyat lebih poly lagi yang mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan.

Yang jelas, kondisi pada atas akan memunculkan kenyataan tersendiri bagi pengembangan sumber daya manusia pada Indonesia, diantaranya kesenjangan pendapatan, ketertinggalan pendidikan, kemiskinan, dan kemakmuran rakyat. Sylwester (2002) sudah merekomendasikan menurut hasil kajiannya yang menampakan bahwa negara yang mencurahkan banyak perhatian terhadap public education (dipandang menurut persentase GNP terhadap pendidikan) memiliki taraf kesenjangan yg rendah.

Akan tetapi, di Indonesia, investasi kapital fisik masih dianggap sebagai satu-satunya faktor utama pada pengembangan dan akselerasi usaha. Untuk memenuhi kebutuhan kapital manusianya, di Indonesia cenderung mendatangkan energi kerja menurut luar negeri. Dalam jangka pendek cara ini mungkin ada benarnya, karena diharapkan dapat menaruh impak multiplier terhadap tenaga kerja pada Indonesia. Namun, pada jangka panjang tentu sangat nir relevan, apalagi buat sebuah usaha berskala besar atau yang sudah konglomerasi, akibatnya banyak tenaga kerja sendiri tersingkirkan.

Bila ditinjau dari besarnya investasi pada bidang riset dan pengembangan, kondisi ini nir lebih baik pada banding China dan Singapura, Indonesia jauh lebih mini . Demikian jua berdasarkan besarnya investasi pendidikan yg dilakukan di luar negeri. Singapura, yang berpenduduk tidak sampai 1/2 penduduk Jakarta, mengirim mahasiswa ke AS hampir 1/2 jumlah mahasiswa Indonesia di Alaihi Salam. 

Sesuai menggunakan berbagai konvensi regional dan internasional di bidang ekonomi, Indonesia dihadapkan dengan situasi persaingan yg amat ketat. Dalam situasi ini, daya saing kompetitif produk/komoditi nir mungkin dikembangkan apabila tidak diimbangi daya saing kompetitif sumberdaya manusia. Dalam arti, mengandalkan keunggulan komparatif asal daya insan yang melimpah dan murah telah kurang relevan.

Dengan demikian, peningkatan investasi di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan nir mampu dihindarkan lagi, baik sang pemerintah maupun kalangan partikelir. Sebenarnya, setiap tahun pemerintah telah mempertinggi aturan sektor pendidikan. Masalahnya, nomor dan peningkatan ini secara mutlak relatif sangat kecil, sehingga masih jauh jika dibanding negara-negara tetangga yg sangat serius pada pengembangan sumberdaya manusia. Persentase investasi pendidikan 20 % berdasarkan total aturan pemerintah wajib segera dipenuhi sesuai menggunakan amanat undang-undang.

Demikian pula sektor swasta, selama ini belum terdapat aturan yg menggariskan berapa % porto pengembangan sumberdaya manusia serta penelitian serta pengembangan dari struktur porto perusahaan pada industri nasional. Di sektor perbankan sempat terdapat ketentuan yg menetapkan biaya pengembangan sumberdaya manusia 5 % berdasarkan profit. Akan tetapi, nomor ini relatif sangat mini , lantaran porto pengembangan tadi dibebankan dalam profit, nir menjadi beban input (Tobing, 1994). 

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui SMK 
Perkembangan global pendidikan waktu ini sedang memasuki era yang ditandai menggunakan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan global kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan insan dalam arti mengaktualisasikan seluruh potensi yg dimilikinya sebagai kemampuan yang bisa dimanfaatkan pada kehidupan sehari-hari pada masyarakat luas. Hari Sudrajat (2003) mengemukakan bahwa : “Muara menurut suatu proses pendidikan, apakah itu pendidikan yg bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sektor formal juga sektor non formal”.

Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia pada segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa pada mengoptimalkan serta memaksimalkan perkembangan seluruh asal daya manusia yg dimiliki. Upaya tadi bisa dilakukan serta ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu forum dalam jalur pendidikan formal yang menyiapkan lulusannya buat mempunyai keunggulan di dunia kerja, diantaranya melalui jalur pendidikan kejuruan. 

Pendidikan kejuruan yg dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), didesain buat menyiapkan siswa atau lulusan yg siap memasuki dunia kerja dan sanggup membuatkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diperlukan sebagai individu yg produktif yang mampu bekerja sebagai tenaga kerja menengah serta mempunyai kesiapan buat menghadapi persaingan kerja. Kehadiran Sekolah Menengah Kejuruan sekarang ini semakin didambakan warga ; khususnya masyarakat yang beranjak pribadi dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang memiliki kualifikasi menjadi (calon) energi kerja yang mempunyai keterampilan vokasional tertentu sinkron dengan bidang keahliannya.

Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan berdasarkan Finch dan Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas dari berukuran sekolah atau in-school success standards dan kualitas menurut berukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yg telah diorientasikan dalam tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria ke 2, mencakup keberhasilan peserta didik yg tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai menggunakan baku kompetensi nasional ataupun internasional sesudah mereka berada pada lapangan kerja yang sebenarnya.

Upaya buat mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan global kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dibuat serta dikembangkan dengan prinsip kesesuaian dengan kebutuhan stakeholders. Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik mempunyai karakter yg menunjuk pada pembentukan kecakapan lulusan yg berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan tertentu. Kecakapan tadi sudah diakomodasi dalam kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan yg mencakup kelompok Normatif, Adaptif serta kelompok Produktif. 

Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang dimulai dari berpikir tentang ide kurikulum hingga bagaimana pelaksanaannya di sekolah. Hasan (1988) menyampaikan bahwa, aspek-aspek dalam prosedur pengembangan kurikulum merupakan aspek-aspek aktivitas kurikulum yg terdiri atas empat dimensi yg saling berhubungan satu terhadap yang lain, yaitu : (1) Kurikulum sebagai suatu wangsit atau konsepsi, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, (tiga) Kurikulum menjadi suatu aktivitas (proses) dan (4) Kurikulum menjadi suatu hasil belajar.

Kurikulum yg diimplementasikan pada Sekolah Menengah Kejuruan ketika ini, khusus buat kelompok produktif masih memakai kurikulum tahun 2004, sedangkan buat kelompok normatif dan adaptif sudah memakai contoh pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Pada tataran implementasi kurikulum ini mauntut kreativitas pengajar pada pada menaruh pengalaman belajar yang bisa menaikkan kompetensi peserta didik, karena betapapun baiknya kurikulum yg sudah direncanakan pada akhirnya berhasil atau tidaknya sangat tergantung pada sentuhan aktivitas dan kreativitas guru menjadi ujung tombak implementasi suatu kurikulum. 

Pendidikan serta pelatihan di Sekolah Menengah Kejuruan; khusnya dalam program produktif yg sinkron menggunakan bidang keahlian, secara ideal dituntut buat menerapkan pendekatan pembelajaran yang mampu menaruh pengalaman belajar pada siswa di dalam dominasi kompetensi atau kemampuan kerja sesuai menggunakan tuntutan global bisnis serta industri. Pendekatan pembelajaran tadi terdiri berdasarkan : Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training), Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training) serta Pelatihan Berbasis Industri. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran ini dibutuhkan mampu menaruh pengalaman belajar pada siswa pada pada penguasaan semua kompetensi yang harus dikuasai sesuai Standar Kompetensi Nasional, sehingga mereka mampu mengikuti uji level pada setiap akhir semester untuk Kelas X dan XI serta uji kompetensi buat kelas XII yg dilaksanakan sang pihak industri sebagai inatitusi pasangan.

Karakteristik Dan Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan
A. Karakteristik Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan mempunyai ciri yg tidak sinkron dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tadi bisa dikaji berdasarkan tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan serta lulusannya. 

1. Tujuan pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan bertujuan buat menaikkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik buat hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sinkron dengan program kejuruannya. Dari tujuan pendidikan kejuruan tadi mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan di samping menyiapkan tenaga kerja yg profesional pula mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yg lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian.

Berdasarkan dalam tujuan pendidikan kejuruan pada atas, maka buat tahu filosofi pendidikan kejuruan perlu dikaji berdasarkan landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan menjadi berikut :

a. Asumsi mengenai anak didik
Pendidikan kejuruan harus memandang siswa sebagai individu yg selalu dalam proses buat mengembangkan langsung serta segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut proses yg terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi lebih dewasa, sebagai lebih pintar, menjadi lebih matang, yg menyangkut proses perubahan akibat efek eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan akibat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.

Pendidikan kejuruan adalah upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar buat membantu mereka dalam berbagi diri dan potensinya. Oleh karenanya, keunikan tiap individu pada berinteraksi menggunakan global luar melalui pengalaman belajar merupakan upaya terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak didik secara optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan “learning by doing”, dengan kurikulum yang berorientasi dalam dunia kerja.

b. Konteks sosial pendidikan kejuruan
Tujuan serta isi pendidikan kejuruan senantiasa dibentuk sang kebutuhan masyarakat yg berubah begitu pesat, sekaligus jua harus berperan aktif dalam ikut serta menentukan tingkat serta arah perubahan masyarakat pada bidang kejuruannya tersebut.

Pendidikan kejuruan berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur pekerjaan menggunakan organisasi, pembagian kiprah atau tugas, dan konduite yang berkaitan menggunakan pemilihan, perolehan serta pemantapan karir. Institusi sosial yg kedua, berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.

c. Dimensi ekonomi pendidikan kejuruan
Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara konseptual bisa dijelaskan berdasarkan kerangka investasi dan nilai balikan (value of return) dari output pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, baik partikelir juga pemerintah semestinya pendidikan kejuruan memiliki konsekuensi investasi lebih akbar daripada pendidikan generik. Di samping itu, output pendidikan kejuruan seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate of return) lebih cepat dibandingkan dengan pendidikan generik. Kondisi tadi dimungkinkan karena tujuan serta isi pendidikan kejuruan dirancang sejalan dengan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan juga pengembangan karir peserta didik. 

Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan siswa menjadi insan produktif, buat mengisi kebutuhan terhadap kiprah-kiprah yg berkaitan menggunakan peningkatan nilai tambah ekonomi warga . Dalam kerangka ini, dapat dikatakan bahwa lulusan pendidikan kejuruan seharusnya memiliki nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.

d. Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan 
Pendidikan kejuruan wajib lebih memfokuskan usahanya dalam komponen pendidikan dan pembinaan yg bisa berbagi potensi insan secara optimal. Meskipun pada dasarnya interaksi antara pendidikan kejuruan serta kebijakan ketenagakerjaan merupakan interaksi yang didasari sang kepentingan hemat, tetapi harus selalu diingat bahwa hubungan penyelenggraan pendidikan kejuruan nir semata-mata ditentukan sang kepentingan ekonomi. 

Dalam konteks ini diartikan bahwa pendidikan kejuruan, menggunakan dalih kepentingan ekonomi, nir seharusnya hanya mendidik siswa dengan seperangkat skill atau kemampuan khusus buat pekerjaan eksklusif saja, karena keadaan ini tidak memperhatikan anak didik menjadi suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik secara terpisah dari totalitas eksklusif anak didik, berarti memberikan bekal yg sangat terbatas bagi masa depannya sebagai energi kerja.

2. Peserta didik
Peserta didik dalam SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) lebih dikhususkan bagi anak yang berkeinginan memiliki kemampuan vokatif. Harapan mereka selesainya lulus bisa langsung bekerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi dengan merogoh bidang profesional atau bidang akademik. Usia peserta didik secara generik dalam rentang 15/16 – 18/19 tahun, atau siswa berada pada masa remaja.

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak menggunakan dewasa. Pada masa ini umumnya terjadi gejolak atau kemelut yang berkenaan menggunakan segi afektif, sosial, intelektual dan moral. Kondisi ini terjadi lantaran adanya perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis yg sangat cepat yg mengganggu kestabilan kepribadian anak. Oleh karena itu, pada pada merancang pembelajaran bagi anak yang berusia remaja ini seyogianya memperhatikan tugas-tugas perkembangan yg harus diselesaikan para remaja. Beberapa tugas perkembangan remaja yang disarikan berdasarkan Sukmadinata (2001), yaitu : 
a. Mampu menjalin hubungan yg lebih matang menggunakan sebaya serta jenis kelamin lain. Belajar bekerja menggunakan orang lain buat mencapai tujuan tertentu, sanggup melepaskan perasaan langsung serta sanggup memimpin tanpa mendominasi.

b. Mampu melakukan kiprah-kiprah sosial menjadi pria serta wanita. Mampu menghargai, mendapat serta melakukan peran-peran sosial menjadi pria dan perempuan dewasa.

c. Menerima syarat jasmaninya serta dapat menggunakannya secara efektif. Remaja dituntut buat menyenangi serta menerima menggunakan lumrah kondisi badannya, bisa menghargai atau menghormati syarat badan orang lain, dapat memelihara serta menjaga kondisi badannya.

d. Memiliki keberdirisendirian emosional dari orang tua serta orang dewasa lainnya. Remaja diperlukan sudah lepas menurut ketergantungan sebagai kanak-kanak berdasarkan orang tuanya, dapat mencintai orang tua, menghargai orang tua atau orang dewasa lainnya tanpa tergantung pada mereka.

e. Memiliki perasaan sanggup berdiri sendiri dalam bidang ekonomi. Terutama pada anak laki-laki , lalu berangsur-angsur jua tumbuh dalam anak wanita, perasaan bisa untuk mencari nafkah sendiri.

f. Mampu memilih dan mempersiapkan diri buat suatu pekerjaan. Anak telah mampu membuat perencanaan karir, memilih pekerjaan yang cocok dan sanggup beliau kerjakan, membuat persiapan-persiapan yang sesuai.

g. Belajar mempersiapkan diri buat perkawinan serta hayati berkeluarga. Memiliki sikap yg positif terhadap hayati berkeluarga serta punya anak. 

h. Mengembangkan konsep-konsep serta keterampilan intelektual buat hidup bermasyarakat. Mengembangkan konsep-konsep tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, institusi sosial yang cocok bagi kehidupan terbaru, menyebarkan keterampilan berpikir serta berbahasa buat bisa memecahkan problema-problema masyarakat modern.

i. Memiliki perilaku sosial seperti yang diperlukan warga . Dapat berpartisipasi dengan rasa tanggung jawab bagi kemajuan serta kesejahteraan rakyat.

j. Memiliki seperangkat nilai yang sebagai pedoman bagi perbuatannya. Telah mempunyai seperangkat nilai yang mampu diterapkan dalam kehidupan, ada kemauan dan usaha buat merealisasikannya. 

3. Substansi pendidikan kejuruan
Substansi menurut pendidikan kejuruan wajib menampilkan ciri pendidikan kejuruan yg tercermin dalam aspek-aspek yang erat dengan perencanaan kurikulum, yaitu :

a. Orientasi (Orientation) 
Kurikulum pendidikan kejuruan sudah berorientasi pada proses serta hasil atau lulusan. Keberhasilan utama kurikulum pendidikan kejuruan nir hanya diukur menggunakan keberhasilan pendidikan siswa pada sekolah saja, namun juga menggunakan output prestasi kerja pada dunia kerja. Finch serta Crunkilton (1984 : 12) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi terhadap proses (pengalaman serta aktivitas dalam lingkungan sekolah) serta output (pengaruh pengalaman dan kegiatan tersebut dalam peserta didik).

b. Dasar kebenaran/Justifikasi (Justification)
Pengembangan acara pendidikan kejuruan perlu adanya alasan atau justifikasi yg kentara. Justifikasi buat acara pendidikan kejuruan merupakan adanya kebutuhan konkret energi kerja di lapangan kerja atau pada dunia usaha serta industri. Dasar kebenaran/justifikasi pendidikan kejuruan dari Finch dan Crunkilton (1984 : 12), meluas hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika kurikulum berorientasi pada siswa, maka dukungan bagi kurikulum tersebut dari dari peluang kerja yang tersedia bagi para lulusan.

c. Fokus (Focus)
Fokus kurikulum dalam pendidikan kejuruan tidak terlepas pada pengembangan pengetahuan mengenai suatu bidang eksklusif, namun harus secara simultan mempersiapkan peserta didik yang produktif. Finch dan Crunkilton (1984 : 13) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan bekerjasama langsung menggunakan membantu murid buat membuatkan suatu taraf pengetahuan, keahlian, perilaku dan nilai yang luas. Setiap aspek tadi akhirnya bertambah dalam beberapa kemampuan kerja lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan mengupayakan pada pada mengembangkan pengetahuan peserta didik, keahlian meniru, perilaku serta nilai serta penggabungan aspek-aspek tadi serta aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang sebenarnya.

Seluruh kemampuan tadi di atas, dapat dikuasai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar yang diberikan, yaitu berupa rangsangan yg diaplikasikan baik dalam situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mengajar di sekolah maupun situasi kerja yg sebenarnya dalam dunia usaha atau industri (pembelajaran di dunia kerja). Dari hasil belajar atau kemampuan yg telah dikuasai dibutuhkan dapat menaruh kontribusi dalam pengembangan diri peserta didik, sebagai akibatnya mereka bisa bekerja sinkron menggunakan tuntutan global bisnis dan industri.

d. Standar keberhasilan pada sekolah (In-school success standards)
Kriteria buat memilih keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan diukur dari keberhasilan peserta didik pada sekolah, tentang beberapa aspek yang akan beliau masuki. Penilaian keberhasilan dalam peserta didik pada sekolah harus pada evaluasi sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Dengan istilah lain bahwa pada standar keberhasilan sekolah wajib berhubungan erat menggunakan keberhasilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan, menggunakan kriteria yg dipakai sang guru dengan mengacu dalam baku atau prosedur kerja yg sudah dipengaruhi sang global kerja (global usaha dan dunia industri).

e. Standar keberhasilan di luar sekolah (Out-of school success standards) 
Penentu keberhasilan nir terbatas pada apa yg terjadi di lingkungan sekolah. Standar keberhasilan di luar sekolah berkaitan menggunakan pekerjaan atau kemampuan kerja yg umumnya dilakukan sang dunia usaha atau dunia industri. Menurut Starr (1975), bahwa : Walaupun standar keberhasilan beragam antar sekolah serta antar Negara, tetapi keberhasilan tadi sering merogoh bentuk kepuasan pegawai menggunakan keahlian lulusan, suatu persentase tinggi lulusan yang menerima pekerjaan pada bidang persiapan atau pada bidang yg bekerjasama, kepuasan kerja lulusan, kemajuan yang dialami lulusan. 

Sebagai contoh, buat menentukan keberhasilan di luar sekolah yang sudah dilakukan dalam SMK adalah menggunakan dilaksanakannya uji level buat kelas X dan XI, serta uji kompetensi buat kelas XII yang dilakukan oleh dunia usaha atau industri menurut baku kompetensi nasional sinkron bidang keahlian.

Standar kelulusan pada luar sekolah (out-of school success standards) dilakukan oleh dunia usaha serta industri yg mengacu pada baku kompetensi sinkron bidang keahlian atau produk yang dihasilkan sang masing-masing industri.

f. Hubungan kolaborasi menggunakan warga (School-community relationships)
Suatu usaha pendidikan harus herbi rakyat, demikian juga menggunakan pendidikan kejuruan mempunyai tanggung jawab di dalam mempertahankan hubungan yang bertenaga menggunakan aneka macam bidang keahlian yang berkembang pada warga .

Pengertian msyarakat yg dimakasud adalah global usaha dan global industri. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus relevan menggunakan tuntutan kerja pada global bisnis atau industri, maka masalah interaksi antara lembaga pendidikan menggunakan global usaha atau industri adalah suatu ciri karakteristik yg krusial bagi pendidikan kejuruan.

Perwujudan hubungan timbal pulang berupa kesediaan dunia bisnis atau industri, menampung peserta didik buat menerima kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja atau industri, merpakan bentuk kerjasama yg saling menguntungkan.

g. Keterlibatan pemerintah sentra (Federal involvement) 
Keterlibatan pemerintah sentra ini berkaitan menggunakan dana pendidikan yg akan dialokasikan, lantaran hal ini akan mempengaruhi kurikulum. Misalnya : Ketentuan jam pedagogi kejuruan eksklusif serta jenis perlengkapan eksklusif yg dipakai pada bengkel atau laboratorium bisa membantu perkembangan suatu tingkat kualitas yg lebih tinggi.

h. Kepekaan (Responsivenenss)
Komitmen yg tinggi untuk selalu berorientasi ke global kerja, pendidikan kejuruan harus memiliki karakteristik berupa kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan masyarakat dalam umumnya, serta global kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu serta teknologi, inovasi dan inovasi-penemuan baru pada bidang produksi serta jasa, besar pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan kejuruan. Untuk itulah pendidikan kejuruan wajib bersifat responsif agresif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir peserta didik dalam jangka panjang.

i. Logistik
Kurikulum pendidikan kejuruan dalam implementasi aktivitas pembelajaran perlu didukung sang fasilitas beajar yang memadai, karena buat mewujudkan situasi belajar yg dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis serta edukatif, dibutuhkan banyak perlengkapan, sarana serta perbekalan logistik. Bengkel kerja dan laboratorium merupakan kelengkapan primer dalam sekolah kejuruan yang sine qua non sebagai fasilitas bagi siswa pada dalam membuatkan kemampuan kerja sesuai menggunakan tuntutan global usaha serta industri.

Kebutuhan buat koordinasi program kejuruan yg bekerja sama menggunakan industri di masyarakat, berafiliasi erat buat menjalin dan mempertahankan sentra kerja bagi siswa memberitahuakn suatu susunan unit konflik logistik.

j. Pengeluaran (Expense)
Pengeluaran rutin menjadi biaya pendidikan pada pendidikan kejuruan yg menunjang kegiatan pembelajaran, mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan serta penggantian peralatan, biaya transportasi ke lokasi/industri (loka praktek kerja/magang) yg jauh menurut sekolah. Di samping itu, peralatan harus diperbaharui secara periodik pula pengajar berharap buat memberikan pengalaman belajar yg sebenarnya bagi peserta didik sebagaimana layaknya di industri, maka ini sanggup menjadi mahal. Yang terakhir yang pula wajib menjadi perhatian adalah pembelian bahan habis menjadi bahan praktikum yang dipakai secara rutin sesuai dengan program keahlian yang dikembangkan dalam SMK masing-masing.

Dari uraian tentang karakteristik pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1984) di atas, dapat dijadikan acuan pada pada pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan pada Indonesia. Kurikulum pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indoneisa seyogianya mengacu dalam karakteristik menjadi berikut :
1) Pendidikan kejuruan diarahkan buat mempersiapkan siswa memasuki lapangan kerja 
2) Pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan global kerja
3) Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, perilaku dan nilai-nilai yg diharapkan sang global kerja.
4) Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus dalam “hands-on” atau performance pada global kerja 
5) Hubungan yang erat dengan dunia kerja adalah kunci keberhasilan pendidikan kejuruan
6) Pendidikan kejuruan yang baik merupakan responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi
7) Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” 
8) Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yg terkini untuk praktek sinkron menggunakan tuntutan global usaha dan industri

B. Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan
Perkembangan teknologi menuntut adanya perkembangan juga pada pendidikan kejuruan, karena waktu ini tatanan kehidupan pada umumnya dan tatanan perekonomian pada khususnya sedang mengalami pergeseran kerangka berpikir ke arah dunia. Pergeseran ini akan membuka peluang kerja sama antar Negara semakin terbuka serta pada sisi lain, persaingan antar Negara semakin ketat. Untuk meningkatkan kemampuan persaingan dalam perdagangan bebas, diharapkan serangkaian kekuatan daya saing yg tangguh, diantaranya kemampuan manajemen, teknologi serta sumber daya insan. Sumber daya manusia merupakan sumber daya aktif yg bisa menentukan kelangsungan hidup serta kemenangan dalam persaingan suatu bangsa.

Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis pada mewujudkan sumber daya insan yg tangguh buat menghadapi persaingan bebas. Termasuk pendidikan kejuruan yang menyiapkan peserta didik atau sumber daya insan yg memiliki kemampuan kerja sebagai tenaga kerja menengah sesuai menggunakan tuntutan global usaha dan dunia industri. Oleh karena itu sinkron dengan tuntutan perkembangan pendidikan kejuruan, maka perlu adanya pembaharuan pendidikan dan pembinaan kejuruan pada SMK buat masa depan.

1. Tuntutan peserta didik 
Pendidikan kejuruan memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik agar siap bekerja, baik bekerja secara berdikari (wiraswasta) juga mengisi lowongan pekerjaan yg ada. SMK sebagai salah satu institusi yang menyiapkan energi kerja, dituntut bisa membuat lulusan sebagaimana yang diperlukan dunia kerja. Tenaga kerja yang diharapkan merupakan asal daya insan yg memiliki kompetensi sinkron dengan bidang pekerjaannya, memiliki daya adaptasi serta daya saing yg tinggi. Atas dasar itu, pengembangan kurikulum pada rangka penyempurnaan pendidikan menengah kejuruan wajib diadaptasi dengan syarat dan kebutuhan global kerja. 

Tuntutan peserta didik serta lulusan yang sesuai menggunakan kebutuhan dunia kerja perlu dijadikan asal pijakan di dalam merumuskan tujuan pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penerangan Pasal 15 UU SISDIKNAS, adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa terutama buat bekerja dalam bidang eksklusif, yg dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan spesifik sebagai berikut. 

Tujuan Umum :
a. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengembangkan potensi siswa supaya sebagai rakyat Negara yang berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis serta bertanggung jawab.
c. Mengembangkan potensi siswa supaya mempunyai wawasan kebangsaan, tahu dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia
d. Mengembangkan potensi peserta didik supaya mempunyai kepedulian terhadap lingkungan hayati, dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, dan memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.

Tujuan Khusus :
a. Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, maupun bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang terdapat pada dunia usaha dan industri menjadi tenaga tingkat kerja menengah, sinkron dengan kompetensi dalam acara keahlian yg dipilihnya.
b. Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih pada berkompetisi, mengikuti keadaan pada lingkungan kerja, dan menyebarkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya.
c. Membekali siswa menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi serta seni, agar bisa membuatkan diri pada kemudian hari baik secara mandiri juga melalui jenjang pendidikan yg lebih tinggi
d. Membekali siswa menggunakan kompetensi-kompetensi sinkron dengan program keahlian yg dipilih.
(Disarikan menurut Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Tata Busana, 2004).

2. Tuntutan menjawab kebutuhan masyarakat
Ditinjau berdasarkan perspektif perkembangan kebutuhan pembelajaran serta aksesibilitas duia usaha/industri, sekurang-kurangnya 3 dimensi pokok yang menjadi tantangan bagi SMK, baik pada konteks regional maupun nasional, diantaranya : 
a. Implementasi program pendidikan dan training wajib berfokus pada pendayagunaan potensi sumber daya lokal, sambil mengoptimalkan kerjasama secara intensif menggunakan institusi pasangan
b. Pelaksanaan kurikulum wajib berdasarkan pendekatan yg lebih fleksibel sinkron dengan isu terkini perkembangan dan kemajuan teknologi supaya kompetensi yg diperoleh siswa selama serta sesudah mengikuti acara diklat, mempunyai daya adaptasi yang tinggi
c. Program pendidikan dan training sepenuhnya wajib berorientasi mastery learning (belajar tuntas) menggunakan melibatkan peran aktif – partisipatif para stakeholders pendidikan, termasuk optimalisasi peran Pemda buat merumuskan pemetaan kompetensi ketenagakerjaan di wilayahnya menjadi input bagi Sekolah Menengah Kejuruan pada penyelenggaraan diklat berkelanjutan. 

Untuk mencari solusi dari tantangan tadi di atas, Sekolah Menengah Kejuruan sebagai salah satu lembaga penyelenggara pendidikan serta pembinaan kejuruan wajib bisa memberikan layanan pendidikan terbaik kepada siswa walaupun syarat fasilitasnya sangat majemuk. Seperti diketahui, bahwa investasi dan pembiayaan operasional terbesar yang dilakukan sang pemerintah dalam pendidikan kejuruan adalah pada sistem SMK. Dengan kenyataan ini, apakah Sekolah Menengah Kejuruan masih dibutuhkan ? 

Pembukaan serta penutupan suatu SMK pada dasarnya sangat tergantung dalam tuntutan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia di daerah atau daerah setempat. Pembukaan institusi SMK baru sangat dimungkinkan apabila masih ada tuntutan kebutuhan sumber daya manusia yg terkait menggunakan peran serta fungsi Sekolah Menengah Kejuruan. Sebagaimana yg dikemukakan Djojonegoro (1998), bahwa : “Secara teoritik pendidikan kejuruan sangat dipentingkan lantaran lebih dari 80 % energi kerja pada lapangan kerja adalah tenaga kerja taraf menengah ke bawah dan sisanya kurang berdasarkan 20 % bekerja dalam lapisan atas. Oleh karenanya, pengembangan pendidikan kejuruan jelas adalah hal krusial”. 

Penutupan suatu institusi Sekolah Menengah Kejuruan hanya dimungkinkan jika secara hukum nir dapat dipertahankan atau karena adanya tuntutan rakyat yg sama sekali nir dapat dipertahankan atau dihindari. Namun pada dasarnya, tidak ada alasan buat menutup SMK selama institusi tersebut masih dapat menjalankan kiprah serta fungsi serta tidak bertentangan menggunakan aturan yang berlaku.

Upaya buat mempertahan Sekolah Menengah Kejuruan yang bisa menjawab tuntutan kebutuhan rakyat, dalam hal ini SMK wajib mampu menjalankan peran dan fungsinya menggunakan baik. Dalam menjalankan kiprah dan kegunaannya tadi, maka pendidikan dan pelatihan pada SMK perlu memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan yang dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :
a. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana anak didik dilatih adalah replika lingkungan dimana nanti dia akan bekerja.
b. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya bisa diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, indera dan mesin yg sama seperti yang ditetapkan pada loka kerja.
c. Pendidikan kejuruan akan efektif bila dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir serta bekerja misalnya yang dibutuhkan pada pekerjaan itu sendri
d. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila dia dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya dalam taraf yang paling tinggi
e. Pendidikan kejuruan yang efektif buat setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seorang yang memerlukannya, yg menginginkannya serta yg dapat untung darinya
f. Pendidikan kejuruan akan efektif bila pengalaman latihan buat membangun kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir yg benar diulangkan sebagai akibatnya pas misalnya yang diharapkan pada pekerjaan nantinya
g. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses pada penerapan keterampilan serta pengetahuan pada operasi dan proses kerja yg akan dilakukan
h. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yg wajib dipunyai oleh seorang agar dia permanen dapat bekerja pada jabatan tersebut
i. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan pertanda-indikasi pasar kerja)
j. Proses pembinaan kebiasaan yg efektif dalam murid akan tercapai jika training diberikan dalam pekerjaan yg nyata
k. Sumber yg dapat dipercaya untuk mengetahui isi pembinaan dalam suatu okupasi tersebut
l. Setiap okupasi mempunyai karakteristik-karakteristik isi (body of content) yg bhineka satu menggunakan yg lainnya
m. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien apabila sesuai dengan kebutuhan seorang yang memang memerlukan serta memang paling efektif apabila dilakukan lewat pengajaran kejuruan
n. Pendidikan kejuruan akan efisien bila metode pedagogi yang dipakai serta hubungan eksklusif dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut
o. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes serta mengalir daripada kaku dan terstandar
p. Pendidikan kejuruan memerlukan porto eksklusif dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.

3. Tuntutan pengelolaan pendidikan kejuruan
Tuntutan pengelolaan pada pendidikan kejuruan harus sinkron dengan kebijakan link and match, yaitu perubahan dari pola lama yg cenderung berbentuk pendidikan demi pendidikan ke suatu yang lebih terperinci, kentara dan konkrit menjadi pendidikan kejuruan menjadi program pengembangan asal daya insan. Dimensi pembaharuan yg diturunkan dari kebijakan link and match, yaitu :

a. Perubahan menurut pendekatan Supply Driven ke Demand Driven
Dengan deman driven ini mengharapkan global usaha dan dunia industri atau dunia kerja lebih berperan pada dalam menentukan, mendorong serta menggerakkan pendidikan kejuruan, karena mereka adalah pihak yg lebih berkepentingan menurut sudut kebutuhan tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, dunia kerja ikut berperan dan karena proses pendidikan itu sendiri lebih lebih banyak didominasi pada menentukan kualitas tamatannya, dan pada penilaian output pendidikan itupun dunia kerja ikut memilih agar output pendidikan kejuruan itu terjamin serta terukur dengan berukuran dunia kerja.

Sebagai galat satu bentuk penerapan prinsip demand driven, maka pada pengembangan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan wajib melakukan sinkronisasi kurikulum yng direalisasikan dalam program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dengan melakukan sinkronisasi kurikulum, penyelengaraan pembelajaran pada Sekolah Menengah Kejuruan diupayakan sedekat mungkin menggunakan kebutuhan dan syarat dunia kerja/industri, dan mempunyai relevansi serta fleksibilitas tinggi menggunakan tuntutan lapangan. Melalui sinkronisasi kurikulum ini, diperlukan sekolah bisa membaca keahlian serta performansi apa yang diharapkan global bisnis atau industri buat dapat dimasuki oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. 

b. Perubahan berdasarkan pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke sistem berbasis ganda (Dual Based Program) 
Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah, ke pendidikan berbasis ganda sesuai menggunakan kebijakan link and match, mengharapkan agar program pendidikan kejuruan itu dilaksanakan pada dua tempat. Sebagian program pendidikan dilaksanakan pada sekolah, yaitu teori serta praktek dasar kejuruan, dan sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, yaitu keterampilan produktif yang diperoleh melalui prinsip learning by doing. Pendidikan yang dilakukan melalui proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan keterampilan serta nilai-nilai global kerja yang nir mungkin atau sulit didapat di sekolah, antara lain pembentukan wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, serta pembentukan pandangan hidup kerja.

c. Perubahan berdasarkan contoh pengajaran yg mengajarkan mata-mata pelajaran ke contoh pengajaran berbasis kompetensi
Perubahan ke model pengajaran ke berbasis kompetensi, bermaksud menuntun proses pengajaran secara eksklusif berorientasi dalam kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi ini sekaligus memerlukan perubahan kemasan kurikulum kejuruan ke pada bungkus berbentuk paket-paket kompetensi.

d. Perubahan menurut acara dasar yang sempit (Narrow Based) ke acara dasar yang mendasar, kuat serta luas (Broad Based)
Kebijakan link and match menuntut adanya pembaharuan, mengarah pada pembentukan dasar yang fundamental, kuat serta lebih luas. Sistem baru yang berwawasan sumberdaya manusia, berwawasan mutu serta keunggulan menganut prinsip, bahwa : nir mungkin membentuk sumberdaya manusia yg berkualitas dan yg mempunyai keunggulan, jikalau tidak diawali menggunakan pembentukan dasar yg kuat. Dalam rangka penguatan dasar ini, maka siswa perlu diberi bekal dasar yang berfungsi buat membangun keunggulan, sekaligus menyesuaikan diri terhadap perkembangan IPTEK, dengan memperkuat dominasi matematika, IPA, Bahasa Inggris serta Komputer. Sistem baru ini harus memberi dasar yang lebih luas namun kuat dan mendasar, yang memungkinkan seorang tamatan SMK mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap kemungkinan perubahan pekerjaan.

e. Perubahan dari sistem pendidikan formal yang kaku, ke sistem yang luwes dan menganut prinsip multy entry, multy exit
Dengan adanya perubahan dari supply driven ke demand driven, berdasarkan schools based acara ke dual based acara, berdasarkan contoh pengajaran mata pelajaran ke acara berbasis kompetensi; diharapkan adanya keluwesan yg memungkinkan pelaksanaan praktek kerja industri serta pelaksanaan prinsip multy entry multy exit. Prinsip ini memungkinkan peserta didik SMK yang telah mempunyai sejumlah satuan kemampuan eksklusif (karena program pengajarannya berbasis kompetensi), mendapatkan kesempatan kerja di dunia kerja, maka peserta didik tersebut dimungkinkan meninggalkan sekolah. Dan jika siswa tadi ingin masuk sekolah balik menuntaskan acara SMK nya, maka sekolah wajib membuka diri menerimanya, dan bahkan menghargai serta mengakui keahlian yang diperoleh peserta didik yang bersangkutan menurut pengalaman kerjanya. Di samping itu, sistem acara berbasis ganda pula memerlukan pengaturan praktek kerja di industri sesuai dengan anggaran kerja yg berlaku di industri yg tidak sama dengan aturan kalender belajar pada sekolah.

f. Perubahan menurut sistem yg nir mengakui keahlian yg telah diperoleh sebelumnya, ke sistem yang mengakui keahlian yg diperoleh menurut mana dan menggunakan cara apapun kompetensi itu diperoleh (Recognition of prior learning)
Sistem baru pendidikan kejuruan wajib mampu memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kompetensi yang dimiliki sang seseorang. Sistem ini akan memotivasi poly orang yg telah memiliki kompetensi tertentu, contohnya berdasarkan pengalaman kerja, berusaha menerima pengakuan menjadi bekal buat pendidikan dan training berkelanjutan. Untuk ini SMK perlu menyiapkan diri sehingga mempunyai instrument serta kemampuan menguji kompetensi seorang darimana serta menggunakan cara apapun kompetensi itu didapatkan.

g. Perubahan menurut pemisahan antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan, ke sistem baru yg mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan kejuruan secara terpadu
Program baru pendidikan yang mengemas pendidikannya pada bentuk paket-paket kompetensi kejuruan, akan memudahkan pengakuan dan penghargaan terhadap acara pelatihan kejuruan dan program pendidikan kejuruan. Sistem baru ini memerlukan standarisasi kompetensi, dan kompetensi yang terstandar itu mampu dicapai melalui acara pendidikan, program training atau bahkan menggunakan pengalaman kerja yang ditunjang dengan inisiatif belajar sendiri.

h. Perubahan berdasarkan sistem terminal ke sistem berkelanjutan
Sistem baru tetap mengharapkan dan mengutamakan tamatan SMK eksklusif bekerja, supaya segera menjadi energi produktif, dapat memberi return atas investasi SMK. Sistem baru juga mengakui banyak tamatan SMK yang potensial, serta potensi keahlian kejuruannya akan lebih berkembang lagi sehabis bekerja. Terhadap mereka ini diberi peluang buat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (misalnya acara Diploma), melalui suatu proses artikulasi yang mengakui serta menghargai kompetensi yang diperoleh dari SMK serta menurut pengalaman kerja sebelumnya.

Untuk menerima sistem artikulasi yang efisien diperlukan “acara antara” (bridging program) guna memantapkan kemampuan dasar tamatan SMK yg sudah berpengalaman kerja, supaya siap melanjutkan ke acara pendidikan yang lebih tinggi. 

i. Perubahan menurut manajemen terpusat ke pola manajemen berdikari (prinsip desentralisasi)
Pola baru manajemen mandiri dimaksudkan memberi peluang kepada propinsi serta bahkan sekolah untuk menentukan kebijakan operasional, dari tetap mengacu kepada kebijakan nasional. Kebijakan nasioanl dibatasi pada hal-hal yg bersifat strategis, agar memberi peluang bagi para pelaksana di lapangan berimprovisasi serta melakukan inovasi. Proses pendewasaan SMK perlu ditekankan, buat menumbuhkan rasa percaya diri sekolah melakukan apa yg baik menurut sekolah, dengan prinsip akuntabilitas (accountability) yang secara taat azas menaruh penghargaan kepada mereka yg pantas dihargai, dan menindak mereka yg pantas ditindak.

j. Perubahan berdasarkan ketergantungan sepenuhnya berdasarkan pembiayaan pemerintah pusat, ke swadana menggunakan subsidi pemerintah pusat
Sejalan dengan prinsip demand driven, dual based acara, pendewasaan manajemen sekolah, dan pengembangan unit produksi sekolah, sistem baru diharapkan dapat mendorong pertumbuhan swadana pada Sekolah Menengah Kejuruan, dan posisi lokasi dana menurut pemerintah sentra bersifat membantu atau subsidi. Sistem ini jua diperlukan mampu mendorong SMK berpikir serta berperilaku hemat.