ANALISIS PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Analisis Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 
Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya menciptakan asal daya insan yg berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar buat setiap insan sebagai akibatnya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, lantaran melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan. Pendidikan mensugesti secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (wilayah). Hal ini bukan saja lantaran pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi jua akan berpengaruh fertilitas masyarakat. Pendidikan bisa berakibat sumber daya insan lebih cepat mengerti serta siap pada menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.

Hampir semua negara berkembang menghadapi kasus kualitas serta kuantitas asal daya insan yg diakibatkan sang rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan sang adanya tingkat melek alfabet yg rendah, pemerataan pendidikan yang rendah, dan standar proses pendidikan yang relatif kurang memenuhi syarat. 

Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu buat membuat asal daya manusia yg berkualitas. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya insan mutlak wajib dilakukan. Lantaran dengan kualitas asal daya insan yang berkualitas dapat menaruh multiplier efect terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.

Pendidikan adalah bentuk investasi asal daya manusia yg harus lebih diprioritaskan sejajar dengan investasi kapital fisik lantaran pendidikan adalah investasi jangka panjang. Di mana nilai pulang menurut investasi pendidikan (return on investment = ROI) tidak bisa langsung dinikmati sang investor waktu ini, melainkan akan dinikmati pada masa yg akan tiba.

Mengingat kapital fisik, tenaga kerja (SDM), dan kemajuan teknologi adalah tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Maka semakin akbar jumlah energi kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi) semakin besar pendapatan nasional serta meningkat pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya, apakah terdapat dampak pendidikan terhadap petumbuhan ekonomi? Bagaimana cara pendidikan mensugesti pertumbuhan ekonomi, dan bagaimana kondisi atau realitas di Indonesia?

Pengaruh Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Isu mengenai asal daya insan (human capital) sebagai input pembangunan ekonomi sebenarnya sudah dimunculkan oleh Adam Smith dalam tahun 1776, yg mencoba menyebutkan penyebab kesejahteraan suatu negara, menggunakan mengisolasi dua faktor, yaitu; 1) pentingnya skala ekonomi; dan dua) pembentukan keahlian serta kualitas insan. Faktor yang ke 2 inilah yang hingga waktu ini sudah menjadi gosip primer mengenai pentingnya pendidikan dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut Solow (1958) juga sudah melakukan analisa berdasarkan temuannya mengenai residual pada penerangan mengenai pertumbuhan ekonomi. Kemudian Romer (1986), Krugman (1987), dan Gupta (1999) jua menyebutkan bahwa residual itu menujukkan taraf pendidikan (educational rate) dan sumber daya mansusia. Hubungan asal daya manusia dan pertumbuhan ekonomi tersebut menerangkan suatu keharusan bahwa kebijakan publik memperhatikan pengembangan pendidikan, promosi keahlian, serta pelayanan kesehatan. 

Hal ini dikatakan pula sang Lim (1996) bahwa pertumbuhan ekonomi yg tinggi pada Jepang dan Korea Selatan akbar kemungkinan disebabkan oleh asal daya insan yg berkualitas, hal ini terlihat berdasarkan taraf melek alfabet (literacy rate) yg tinggi, sehingga tenaga kerja gampang menyerap serta menyesuaikan diri menggunakan perubahan teknologi dan ekonomi yang terjadi. 

Kasus lain seperti yg dikemukkan oleh Al-Samarai dan Zaman (2002) di Malawi, dalam rangka peningkatan asal daya insan, pemerintah telah melakukan beberapa program diantaranya dengan menghapuskan biaya buat SD serta memperbesar pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan. Dampak menurut program ini adalah meningkatnya taraf enrollment rate ratio pendidikan dasar. Namun demikian kasus yang wajib diperhatikan lebih lanjut oleh pemerintah adalah distribusi pendidikan yg nir merata. 

Hubungan investasi sumber daya manusia (pendidikan) dengan pertumbuhan ekonomi merupakan dua mata rantai. Tetapi demikian, pertumbuhan tidak akan mampu tumbuh dengan baik walaupun peningkatan mutu pendidikan atau mutu sumber daya insan dilakukan, jika tidak terdapat acara yg kentara mengenai peningkatan mutu pendidikan serta acara ekonomi yang kentara.

Studi yg dilakukan Prof ekonomi menurut Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) dalam ekonomi Amerika Serikat menggunakan rentang saat 1948-79 misalnya menerangkan bahwa 46 % pertumbuhan ekonomi adalah ditimbulkan pembentukan modal (capital formation), 31 persen disebabkan pertumbuhan energi kerja dan modal manusia serta 24 persen disebabkan kemajuan teknologi.selanjutnya, Suryadi (2001) menegaskan dari output penelitiannya jua memperlihatkan bahwa pendidikan bisa berfungsi menjadi kesadaran sosial politik dan budaya, serta memacu penguasaan serta eksploitasi teknologi untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan sosial. 

Meski kapital manusia memegang peranan krusial dalam pertumbuhan penduduk, para pakar mulai dari ekonomi, politik, sosiologi bahkan engineering lebih memberikan prioritas dalam faktor modal fisik serta kemajuan teknologi. Ini beralasan lantaran melihat data Alaihi Salam misalnya, total kombinasi ke 2 faktor ini menyumbang lebih kurang 65 persen pertumbuhan ekonomi Alaihi Salam pada periode 1948-79. 

Namun, sesungguhnya faktor teknologi dan modal fisik nir independen berdasarkan faktor manusia. Suatu bangsa bisa mewujudkan kemajuan teknologi, termasuk ilmu pengetahuan serta manajemen, dan kapital fisik misalnya bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya bila negara tersebut mempunyai modal manusia yang bertenaga serta berkualitas. Jika demikian, secara nir eksklusif kontribusi faktor kapital insan dalam pertumbuhan penduduk seharusnya lebih tinggi dari nomor 31 persen. 

Perhatian terhadap faktor insan sebagai sentral akhir-akhir ini berkaitan menggunakan perkembangan pada ilmu ekonomi pembangunan serta sosiologi. Para ahli pada ke 2 bidang tadi umumnya setuju dalam satu hal yakni kapital insan berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal insan tadi nir hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi kualitas.

Buku terakhir William Schweke, Smart Money: Education and Economic Development (2004), sekali lagi memberi afirmasi atas tesis ilmiah para scholars terdahulu, bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, mempunyai pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun jua dapat menumbuhkan iklim usaha yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, tetapi jua bagi komunitas usaha serta rakyat umum. Pencapaian pendidikan dalam semua level pasti akan menaikkan pendapatan dan produktivitas warga . Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan serta pencapaian kesejahteraan sosial serta ekonomi. Sedangkan kegagalan membentuk pendidikan akan melahirkan aneka macam masalah penting: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.

Lalu pertanyaannya, apakah berukuran yg bisa menentukan kualitas manusia? Ada banyak sekali aspek yang bisa menyebutkan hal ini misalnya aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain sebagainya. Di antara aneka macam aspek ini, pendidikan dianggap mempunyai peranan paling penting pada memilih kualitas manusia. Lewat pendidikan, manusia dipercaya akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya insan diperlukan dapat membangun eksistensi hidupnya menggunakan lebih baik.

Dari aneka macam studi tersebut sangat kentara dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berkembangnya kesempatan buat menaikkan kesehatan, pengetahuan, serta ketarmpilan, keahlian, serta wawasan mereka supaya bisa lebih bekerja secara produktif, baik secara perorangan maupun kelompok. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup insan akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara generik (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. 

Bagaimana Kondisi di Indonesia?
Di Indonesia, pendidikan masih belum menerima tempat yg utama sebagai prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah anggaran pendidikan yang masih jauh berdasarkan amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal pada UU tersebut, telah mengamanatkan tentang besarnya anggaran pendidikan pada banyak sekali level pemerintahan minimal 20%. 

Anggaran pendidikan berdasarkan APBN 2006 saja baru mencapai 9% atau Rp 36,7 triliun, sedangkan pada tahun 2007 diperkirakan jumlah aturan pendidikan baru berkisar 11%. Rendahnya pemenuhan anggaran pendidikan dapat menyebabkan mutu pendidikan dan perluasan akses pendidikan menjadi terhambat. Akibatnya peningkatan pengetahuan, keterampilan, serta penguasaan teknologi jua terpasung. 

Indikasi lain yang perlu sebagai perhatian lebih buat mengakibatkan pendidikan sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi merupakan tingkat melek alfabet serta angka partisipasi pendidikan. Berdasarkan laporan menurut Dirjen PLS mengenai tingkat pemberantasan buta aksara secara nasional di Indonesia sudah mengalami penurunan tahun 2006 sampai menjadi sekitar 13 juta orang yang masih buta huruf. 

Jumlah tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2004 yg berjumlah 15,4 juta orang, dan menurun menjadi 14,6 juta orang dalam tahun 2005. Apabila dipandang persentase selama 2004 s/d 2006 telah terjadi penurunan 16,15%. Bahkan dari Ace Suryadi (2006) diperlukan pada tahun 2015 pemberantasan buta aksara sudah mampu tuntas menggunakan asumsi pengurangan setiap tahun 1,6 juta orang.

Sementara taraf partisipasi pendidikan dari data Susenas 2004, APS penduduk usia 7 s/d 12 tahun meningkat menurut 92,83% pada 1993 sebagai 96,775 dalam 2004. Dalam rentang waktu yg sama APS penduduk usia 13 – 15 tahun meningkat berdasarkan 68,74% sebagai 83,49%. Sedangkan APS penduduk usia 16 – 18 tahun meningkat menurut 40,23% sebagai 53,48%. Data tadi memperlihatkan adanya masalah kesenjangan partisipasi pendidikan, sehingga pemerintah perlu menaikkan alokasi aturan pendidikan supaya rakyat lebih poly lagi yang mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan.

Yang jelas, kondisi pada atas akan memunculkan kenyataan tersendiri bagi pengembangan sumber daya manusia pada Indonesia, diantaranya kesenjangan pendapatan, ketertinggalan pendidikan, kemiskinan, dan kemakmuran rakyat. Sylwester (2002) sudah merekomendasikan menurut hasil kajiannya yang menampakan bahwa negara yang mencurahkan banyak perhatian terhadap public education (dipandang menurut persentase GNP terhadap pendidikan) memiliki taraf kesenjangan yg rendah.

Akan tetapi, di Indonesia, investasi kapital fisik masih dianggap sebagai satu-satunya faktor utama pada pengembangan dan akselerasi usaha. Untuk memenuhi kebutuhan kapital manusianya, di Indonesia cenderung mendatangkan energi kerja menurut luar negeri. Dalam jangka pendek cara ini mungkin ada benarnya, karena diharapkan dapat menaruh impak multiplier terhadap tenaga kerja pada Indonesia. Namun, pada jangka panjang tentu sangat nir relevan, apalagi buat sebuah usaha berskala besar atau yang sudah konglomerasi, akibatnya banyak tenaga kerja sendiri tersingkirkan.

Bila ditinjau dari besarnya investasi pada bidang riset dan pengembangan, kondisi ini nir lebih baik pada banding China dan Singapura, Indonesia jauh lebih mini . Demikian jua berdasarkan besarnya investasi pendidikan yg dilakukan di luar negeri. Singapura, yang berpenduduk tidak sampai 1/2 penduduk Jakarta, mengirim mahasiswa ke AS hampir 1/2 jumlah mahasiswa Indonesia di Alaihi Salam. 

Sesuai menggunakan berbagai konvensi regional dan internasional di bidang ekonomi, Indonesia dihadapkan dengan situasi persaingan yg amat ketat. Dalam situasi ini, daya saing kompetitif produk/komoditi nir mungkin dikembangkan apabila tidak diimbangi daya saing kompetitif sumberdaya manusia. Dalam arti, mengandalkan keunggulan komparatif asal daya insan yang melimpah dan murah telah kurang relevan.

Dengan demikian, peningkatan investasi di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan nir mampu dihindarkan lagi, baik sang pemerintah maupun kalangan partikelir. Sebenarnya, setiap tahun pemerintah telah mempertinggi aturan sektor pendidikan. Masalahnya, nomor dan peningkatan ini secara mutlak relatif sangat kecil, sehingga masih jauh jika dibanding negara-negara tetangga yg sangat serius pada pengembangan sumberdaya manusia. Persentase investasi pendidikan 20 % berdasarkan total aturan pemerintah wajib segera dipenuhi sesuai menggunakan amanat undang-undang.

Demikian pula sektor swasta, selama ini belum terdapat aturan yg menggariskan berapa % porto pengembangan sumberdaya manusia serta penelitian serta pengembangan dari struktur porto perusahaan pada industri nasional. Di sektor perbankan sempat terdapat ketentuan yg menetapkan biaya pengembangan sumberdaya manusia 5 % berdasarkan profit. Akan tetapi, nomor ini relatif sangat mini , lantaran porto pengembangan tadi dibebankan dalam profit, nir menjadi beban input (Tobing, 1994). 

Comments