PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK PEMBANGUNAN

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk Pembangunan 
Prioritas pembangunan nasional diletakkan dalam bidang ekonomi seiring menggunakan peningkatan kualitas asal daya insan (SDM), terlebih dalam menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di daerah ASEAN 2003 dan pada daerah Asia-Pasifik 2020, yg diwarnai menggunakan persaingan yang ketat dan memilih jati diri suatu bangsa pada antara bangsa-bangsa maju lainnya pada global. Dalam mengisi swatantra daerah, peningkatan kualitas SDM mutlak dibutuhkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya dibuka program-program pendidikan lanjutan misalnya Pascasarjana (S2/S3) pada banyak sekali bidang studi yg pada tahun 1990-an hanya ada di bunda kota (Jakarta) serta kota-kota akbar di pulau Jawa.

Era globalisasi membuka mata kita buat melihat ke masa depan yang penuh tantangan dan persaingan. Era kesejagatan yang tidak dibatasi ketika dan tempat membuat SDM yg terdapat selalu ingin menaikkan kualitas dirinya supaya nir tertinggal menurut yang lain.

Kebijakan pembangunan nasional dengan berpegang pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah membawa perubahan strategik dalam kualitas SDM yang diharapkan setiap daerah buat dapat bersaing secara positif dengan wilayah lain di Indonesia. Berbagai upaya perlu dilakukan buat mewujudkan kualitas SDM. Pendidikan merupakan galat satu upaya primer buat mengimplikasikan hasrat tadi, tetapi juga memerlukan saat yang cukup usang serta biaya yg besar . Berbagai jenis serta jenjang pendidikan ditawarkan sang pemerintah. Peningkatan kualitas SDM adalah tanggung jawab seluruh pihak. Dengan demikian, pembangunan pada bidang pendidikan merupakan galat satu keberhasilan suatu negara/wilayah.

Pemerintah, khususnya Depdiknas, semenjak PJP I telah mengatur strategi dasar dalam pengembangan SDM melalui pemerataan, relevansi, dan kualitas serta manajemen pendidikan. Ditambah menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Daerah bagi Propinsi Daerah spesial Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), diatur setiap lini menggunakan kurikulum yang bernuansa Islami, mulai berdasarkan jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Dengan demikian, diperlukan kualitas SDM akan meningkat, baik segi intelektual, moral, maupun spiritual.

Beberapa argumentasi pada atas, pada menghadapi kesejagatan liberalisasi ekonomi dalam awal abad ke-21, khususnya kawasan ASEAN 2003 serta Asia-Pasifik 2020, menyambut Otonomi Daerah 1999 dan Otonomi Khusus 2001, memberi pertanda bahwa telah saatnya kualitas pendidikan memperoleh fokus yang lebih berfokus pada rangka peningkatan kualitas SDM. 

Artikel ini mencoba menyampaikan pemikiran yang memberikan konsep-konsep peningkatan kualitas SDM pada memasuki era globalisasi serta mengisi era swatantra wilayah. Pemikiran konseptual ini akan bisa diimplikasikan secara kontekstual sehabis diadakan penelitian yang mendalam dan objektif.

Kajian Teori
Pendidikan adalah keliru satu wahana untuk menaikkan kualias SDM. Untuk menaikkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan. Berkaitan dengan kasus ini, Engkoswara (2001:lima) mengungkapkan bahwa “Manajemen Pendidikan yg diharapkan menghasilkan pendidikan yg produktif, yaitu efektif dan efisien, memerlukan analisis kebudayaan atau nilai-nilai serta gagasan vital dalam berbagai dimensi kehidupan yang berlaku buat kurun ketika yang cukup pada mana manusia hayati.”

Kualitas pendidikan bisa dipandang dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan, baik produk dan jasa juga pelayanan yg bisa bersaing pada lapangan kerja yg ada dan yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Sehubungan menggunakan perkara ini, Supriadi (1996:54) mengemukakan bahwa “Agar pendidikan dapat memainkan perannya maka wajib terkait dengan global kerja, merupakan lulusan pendidikan semestinya mempunyai kemampuan dan keterampilan yg relevan dengan tuntutan dunia kerja. Hanya dengan cara ini, pendidikan memiliki kontribusi terhadap ekonomi.” 

Mengenai relevansi pendidikan pada arti adanya kesepadanan sebagaimana ditawarkan Djoyonegoro (1995:5) dalam bentuk link and match, pada kenyataannya pendidikan sudah sinkron dengan keperluan masyarakat yg sedang membentuk. Pendidikan sampai saat ini dianggap sebagai unsur utama pada pengembangan SDM. SDM lebih bernilai bila mempunyai perilaku, perilaku, wawasan, kemampuan, keahlian dan keterampilan yang sinkron dengan kebutuhan berbagai bidang serta sektor. Pendidikan adalah salah satu indera untuk menghasilkan perubahan dalam diri manusia. Manusia akan bisa mengetahui segala sesuatu yg tidak atau belum diketahui sebelumnya. Pendidikan adalah hak seluruh umat insan. Hak buat memperoleh pendidikan wajib diikuti oleh kesempatan dan kemampuan dan kemauannya. Dengan demikian, dapat dicermati menggunakan kentara betapa pentingnya peranan pendidikan dalam menaikkan kualitas SDM supaya sejajar menggunakan manusia lain, baik secara regional (otonomi daerah), nasional, maupun internasional (dunia).

Berbagai kenyataan kehidupan pada segala dimensi, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik yang terjadi pada sekitar kita menerangkan citra yang semakin jelas bahwa sesungguhnya apa yg kita miliki akhirnya akan menjadi nir berarti jika kita tidak sanggup memanfaatkannya. Hal ini bermula berdasarkan problem rendahnya kualitas SDM.

Tinggi rendahnya kualitas SDM diantaranya ditandai menggunakan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan menggunakan output kerja atau kinerja yg baik secara perorangan atau kelompok. Konflik ini akan bisa diatasi jika SDM mampu menampilkan output kerja produktif secara rasional serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yg biasanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Dengan demikian, pendidikan merupakan galat satu solusi buat menaikkan kualitas SDM.

Sanusi (1998:7) mengemukakan ”apabila abad silam diklaim abad kualitas produk/jasa, maka masa yang akan datang merupakan abad kualitas SDM. SDM yg berkualitas serta pengembangan kualitas SDM bukan lagi merupakan informasi atau tema-tema retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan dan ujian setiap individu, grup, golongan masyarakat, serta bahkan setiap bangsa.”

Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yg meliputi aneka macam bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Apabila dipandang dari sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, serta teknologi yang diperlukan sang dunia kerja dalam upaya peningkatan efisiensi serta efektivitas proses produksi dan mempertahankan ekuilibrium ekonomi.

Sehubungan dengan pengembangan SDM buat peningkatan kualitas, Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “Pengembangan SDM berkualitas adalah proses kontekstual, sebagai akibatnya pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan insan yg menguasai pengetahuan serta keterampilan yg cocok menggunakan global kerja dalam ketika ini, melainkan jua insan yang sanggup, mau, serta siap belajar sepanjang hayat.”

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberi manfaat pada organisasi berupa produktivitas, moral, efisiensi, efektivitas, dan stabilitas organisasi pada mengantisipasi lingkungan, baik dari dalam maupun ke luar organisasi yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Perencanaan SDM yg berkualitas, pada Malaysia’s 2020 (1995), sebagaimana yg dikutip Kartadinata (1997:7) merumuskan beberapa kesamaan yg terjadi dalam masyarakat dunia yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan kualitas SDM. Kecenderungan tersebut adalah: (1) Dibandingkan menggunakan dasawarsa 1970-an serta 1980-an, 3 dasawarsa mendatang diperkirakan akan terjadi eksplosi yang hebat, terutama yang menyangkut teknologi fakta dan bioteknologi. Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, implikasi yg dapat diangkat adalah para ilmuwan wajib bekerja dalam pendekatan multidisipliner dan adanya program pendidikan berkelanjutan (S2/S3), serta (2) Eksplosi teknologi komunikasi yang semakin sophisticated dapat mempersingkat jeda serta meningkatkan kecepatan bepergian. Hal ini akan membuat bangsa yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan yg relevan dan menguasai teknologi baru secara substantif bisa menaikkan produktivitasnya.

Hasil pemikitan pada atas menghadapkan kita dalam arah, tantangan, dan tuntutan umum pendidikan pada kehidupan abad ke-21 sebagai masa depan suatu forum. Sehubungan menggunakan masalah ini, UPI (dulu IKIP Bandung 1997:9) membuat kajian mengenai arah, tantangan, dan tuntutan abad ke-21 pada peningkatan kualitas SDM. Hasil menurut kajian tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan bangsa yg terarah dalam upaya memberdayakan semua potensi insan Indonesia, baik yg menyangkut nilai-nilai intrinsik, instrumental juga kesinambungan; (dua) Pendidikan meliputi target khalayak yang amat luas yang mengandung target, tujuan, serta kepentingan yg bhineka dan menuntut suasana yg bervariasi serta multymethods serta multymedia; (tiga) Fungsi pendidikan akan terarah pada upaya mendorong orang buat belajar aktif dan memberdayakan seluruh potensi yg terdapat dalam dirinya; (4) Produk pendidikan yg berwujud SDM harus menampilkan kualitas yang berdikari serta mengandung keunggulan, baik komparatif juga kompetitif, baik di taraf lokal, nasional maupun internasional; (lima) Kualitas organisasi (forum), kualitas manajemen, serta kualitas kepemimpinan sebagai tuntutan yang semakin luas, terbuka, serta menghendaki ketertiban dalam seluruh unsur yang terarah untuk mencapai pendidikan yg berkualitas pada gilirannya akan mencapai kualitas SDM yang makin baik serta merata; serta (6) Pengembangan sikap sadar teknologi serta sains serta peningkatan kualitas diri para pendidik serta staf adalah hal yang absolut perlu ditanamkan dan akan dipakai menjadi wahana pada menyiapkan SDM yg berwawasan teknologi serta memiliki kesiapan belajar sepanjang hayat.

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat dalam lembaga berupa produktivitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas forum pada mengantisipasi lingkungan, baik berdasarkan dalam maupun ke luar forum yang bersangkutan. Fungsi dan orientasi pendidikan dalam peningkatan kualitas SDM sudah dibentuk pada suatu kebijakan Depdiknas (2001:5) dalam tiga taktik pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu: (1) pemerataan kesempatan pendidikan, (dua) peningkatan relevansi serta kualitas pendidikan, serta (tiga) peningkatan kualitas manajemen pendidikan. Untuk melaksanakan ketiga taktik utama pembangunan pendidikan tadi di atas, seyogianya ditinjau bagian-bagian sistem pendidikan nasional pada kaitannya dengan orientasi masing-masing serta dijabarkan dalam rencana serta prioritas pembangunan pendidikan.

Titik tolak pemikiran tentang orientasi pendidikan nasional adalah: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) mempersiapkan SDM yg berkualitas, terampil, dan ahli yang dibutuhkan dalam proses memasuki era globalisasi serta swatantra daerah, serta (tiga) membina serta berbagi dominasi banyak sekali cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Dalam membicarakan peningkatan kualitas SDM dewasa ini, ada 2 sisi yang perlu ditinjau secara lebih khusus, yaitu peningkatan kualitas SDM pada era globalisasi serta peningkatan kualitas SDM di era swatantra daerah.

Peningkatan Kualitas SDM Era Globalisasi
Dalam rakyat terkini misalnya kini ini, terlebih lagi dalam menuju era globalisasi, kita dituntut agar mampu menghadapi persaingan yg makin kompetitif, baik pada dalam maupun di luar negeri. Salah satu cara buat mengantisipasi persaingan yang makin kompetitif tadi merupakan melalui peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.

Pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM secara konseptual. Hal ini dituangkan pada GBHN 1998 yang berbunyi “Peningkatan kualitas SDM menjadi pelaku utama pembangunan yg mempunyai kemampuan memanfaatkan, menyebarkan, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi serta permanen dilandasi sang motivasi dan kendali keimanan serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Globalisasi makin mendorong peluang terbukanya pasar internasional; bagi produk barang dan jasa (pendidikan).”

Selanjutnya, Siagian (1998:96) mengemukakan bahwa SDM abad ke-21 ditandai oleh “Salah satu segi kehidupan yang muncul ke permukaan dewasa ini menggunakan gaung yang lebih kuat dibandingkan masa lalu adalah peningkatan kualitas hidup umat manusia. Kualitas hayati dalam dasarnya bermuara pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia.”

Setelah menyelidiki beberapa uraian pada atas, jelaslah bahwa buat melaksanakan tugas pada masa depan diharapkan SDM yg berkualitas. Hal ini sesuai menggunakan ungkapan Kartadinata (1997:4) berikut adalah, yaitu “SDM berkualitas yg wajib disiapkan untuk memasuki abad ke-21 merupakan SDM yg mampu melakukan life long learning.” Hal ini tampak dengan jelas pada sebagian SDM kita yang terus-menerus menimba ilmu menggunakan nir memikirkan usia. Makin tua usia SDM tadi, makin matang pula cara berpikirnya, ini dibantu oleh pengalaman yg poly, baik di dalam juga di luar dinas.

Peningkatan Kualitas SDM Era Otonomi Daerah 
Otonomi wilayah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini pada setiap daerah. Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka swatantra wilayah menggunakan swatantra khusus, yg berarti relatif berbeda menggunakan wilayah lain di Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang gampang karena memerlukan penanganan yg profesional berdasarkan SDM yang ada pada wilayah. Timbul pertanyaan, apakah wilayah yang diberi otonomi khusus ini telah siap pada pengertian yg luas, terutama SDM-nya?

Otonomi khusus buat NAD diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang dianggap dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh diklaim dengan Daerah Istimewa, yg nir ada bedanya menggunakan daerah lain pada Indonesia. Dalam swatantra khusus ini, hal yg tidak sama merupakan tentang biaya pendidikan. Hal ini dimuat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (dua) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 % pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) alfabet (a), ayat (4) serta ayat (5) dialokasikan buat biaya pendidikan di NAD”. Dengan adanya peningkatan/kenaikan porto pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka dibutuhkan peningkatan kualitas bisa dilaksanakan dengan mudah. Hal ini masih adalah harapan seluruh pihak, tetapi kenyataannya belum bisa diketahui (memerlukan penelitian yg seksama serta berlanjut). 

Fattah (2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari 2 dimensi, yaitu dimensi kualitatif serta dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi energi kerja yang memasuki dunia kerja pada jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif meliputi berbagai potensi yang terkandung pada setiap insan, diantaranya pikiran (wangsit), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan insan buat melaksanakan pekerjaan yang produktif. Apabila pengeluaran untuk menaikkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan membuat nilai pulang (rate of return) yang positif.

Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
  1. Pendekatan Religius. Dalam mengisi swatantra spesifik NAD, sudah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi menggunakan kurikulum yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah yg bernuansa Islami, menggunakan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan output yang Islami jua. Output pendidikan yg Islami akan melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yg terdapat pada NAD, sehingga dibutuhkan setiap lini akan membuat pekerjaan yg Islami, yaitu pekerjaan yg sinkron menggunakan firman Allah swt pada Al Qur’an yg adalah “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah engkau ke pada Islam keseluruhannya, serta jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208). Dari ayat pada atas jelaslah bahwa SDM Islam wajib melaksanakan segala segi kehidupan menggunakan pekerjaan yang Islami, nir boleh sepotong-potong (masuklah ke pada Islam secara kaffah/keseluruhan) lantaran segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yg diturunkan buat manusia. Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat pada atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) merupakan sebaik-baik umat dalam menjalankan misinya menjadi khalifah pada muka bumi. Dalam ayat itu ditegaskan jua SDM harus mengerjakan yg disuruh serta meninggalkan yang tidak boleh oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yg tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Apabila ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sesuai menggunakan anggaran yg berlaku. Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut menggunakan perilaku tidak peduli atau ditanggapi menggunakan rasa tanggung jawab yg tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw menurut Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan serta sesungguhnya kebaikan membawa kepada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yang menyampaikan benar sampai dia menjadi orang yang dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa pada neraka. Dan sesungguhnya seorang yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seseorang pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari hadis pada atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur pada pekerjaan, lantaran resiko seorang (SDM) berdusta pada kehidupannya adalah neraka. Setiap umat Islam akan sangat takut pada neraka. Untuk melahirkan SDM yg Islami, wajib dididik oleh pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, telah siapkan SDM yg Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan beranjak pada bidangnya pada bentuk kualitas yg tinggi buat melaksanakan tanggung jawabnya yang besar .
  2. Pendekatan Politik. Telah umum diketahui bahwa terlepas berdasarkan sistem politik yg dianut oleh suatu negara, keliru satu tujuan negara adalah buat menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan warga tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran ekonomi yang semakin merata, namun pula kesejahteraan mental spiritual. Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini acapkali dikaitkan dengan kualitas hidup umat manusia sinkron dengan harkat serta martabatnya yang nir hanya diikuti, akan tetapi pula dijunjung tinggi.
  3. Pendekatan Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan serta seakan-akan tak kunjung reda di negara kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota rakyat (SDM) yang adalah aset suatu negara tidak bisa melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi lantaran ketidakmampuan ekonominya. Hal ini akan bisa diatasi jika pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif serta bijaksana pada mengelola porto pendidikan yang tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yg betul-benar membutuhkan, sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yg tidak membutuhkan bantuan (SDM yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) jua memperoleh atau bahkan menginginkan donasi tersebut. Ironis sekali bukan?
  4. Pendekatan Hukum. Salah satu indikator kehidupan rakyat modern adalah makin tingginya kesadaran anggota warga akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing. Instrumen primer buat menjamin keseimbangan tadi adalah kepastian aturan. Kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan mematuhi hukum-aturan yg berlaku di negaranya. Dengan mematuhi hukum termasuk peraturan-peraturan pada loka ia bekerja, sebagai akibatnya pelanggaran sporadis terjadi atau bahkan nir terjadi, kualitas SDM akan meningkat. 
  5. Pendekatan Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya memilih baik atau jelek serta sahih atau salah . Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural adalah suatu faktor yg sangat krusial buat diperhatikan. Seseorang (SDM) akan membuat malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya serta bahkan mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yg berbenturan menggunakan istiadat tata cara (budaya) suatu kelompok. Oleh sebab itu, budaya memalukan itu perlu dipupuk. Peningkatan kualitas nir bisa dilakukan apabila nir ada yang mengikutinya.
  6. Pendekatan Administratif/Manajerial. Salah satu karakteristik yg menonjol di abad ini adalah terciptanya banyak sekali jenis organisasi. Oleh sebab itu, manusia modern tak jarang diklaim insan organisasional yang menjadi fokus administratif/manajerial. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan dapat dicapai dengan gampang. Dengan demikian, kualitas pun akan semakin tinggi. Di pada proses manajemen diharapkan perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan. Jika ketiga proses ini diikuti menggunakan sahih, peningkatan kualitas akan bisa dicapai. Salah satu filsafat manajemen merupakan mengurangi ketidakpastian. Jika memang itu benar, kualitas akan dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan merupakan suatu ilmu yg memeriksa bagaimana menata sumber daya, baik SDM juga sumber daya lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diharapkan pada mencapai kualitas pendidikan yang akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.

PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK PEMBANGUNAN

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk Pembangunan 
Prioritas pembangunan nasional diletakkan dalam bidang ekonomi seiring menggunakan peningkatan kualitas asal daya manusia (SDM), terlebih pada menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di tempat ASEAN 2003 serta di tempat Asia-Pasifik 2020, yang diwarnai dengan persaingan yg ketat dan memilih jati diri suatu bangsa pada antara bangsa-bangsa maju lainnya pada dunia. Dalam mengisi otonomi wilayah, peningkatan kualitas SDM mutlak diperlukan. Hal ini terbukti dengan banyaknya dibuka program-acara pendidikan lanjutan seperti Pascasarjana (S2/S3) dalam berbagai bidang studi yang dalam tahun 1990-an hanya terdapat pada mak kota (Jakarta) dan kota-kota besar di pulau Jawa.

Era globalisasi membuka mata kita buat melihat ke masa depan yang penuh tantangan serta persaingan. Era kesejagatan yang nir dibatasi ketika dan tempat membuat SDM yang terdapat selalu ingin menaikkan kualitas dirinya agar nir tertinggal dari yg lain.

Kebijakan pembangunan nasional menggunakan berpegang pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah membawa perubahan strategik pada kualitas SDM yang diharapkan setiap wilayah buat dapat bersaing secara positif dengan wilayah lain pada Indonesia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mewujudkan kualitas SDM. Pendidikan merupakan salah satu upaya primer untuk mengimplikasikan asa tersebut, namun pula memerlukan ketika yg relatif lama serta biaya yg besar . Berbagai jenis dan jenjang pendidikan ditawarkan sang pemerintah. Peningkatan kualitas SDM merupakan tanggung jawab seluruh pihak. Dengan demikian, pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu keberhasilan suatu negara/wilayah.

Pemerintah, khususnya Depdiknas, sejak PJP I telah mengatur strategi dasar pada pengembangan SDM melalui pemerataan, relevansi, serta kualitas dan manajemen pendidikan. Ditambah menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Daerah bagi Propinsi Daerah spesial Aceh menjadi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), diatur setiap lini menggunakan kurikulum yg bernuansa Islami, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Dengan demikian, diperlukan kualitas SDM akan semakin tinggi, baik segi intelektual, moral, maupun spiritual.

Beberapa argumentasi di atas, pada menghadapi kesejagatan liberalisasi ekonomi dalam awal abad ke-21, khususnya tempat ASEAN 2003 serta Asia-Pasifik 2020, menyambut Otonomi Daerah 1999 serta Otonomi Khusus 2001, memberi indikasi bahwa sudah saatnya kualitas pendidikan memperoleh fokus yang lebih berfokus pada rangka peningkatan kualitas SDM. 

Artikel ini mencoba menyampaikan pemikiran yang menunjukkan konsep-konsep peningkatan kualitas SDM dalam memasuki era globalisasi dan mengisi era otonomi daerah. Pemikiran konseptual ini akan bisa diimplikasikan secara kontekstual selesainya diadakan penelitian yg mendalam serta objektif.

Kajian Teori
Pendidikan merupakan salah satu sarana buat menaikkan kualias SDM. Untuk menaikkan efektivitas serta efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan. Berkaitan dengan kasus ini, Engkoswara (2001:5) mengungkapkan bahwa “Manajemen Pendidikan yang dibutuhkan membuat pendidikan yang produktif, yaitu efektif serta efisien, memerlukan analisis kebudayaan atau nilai-nilai dan gagasan vital pada banyak sekali dimensi kehidupan yang berlaku buat kurun waktu yang relatif pada mana insan hayati.”

Kualitas pendidikan dapat dicermati dari nilai tambah yang dihasilkan sang forum pendidikan, baik produk dan jasa maupun pelayanan yg bisa bersaing pada lapangan kerja yg ada dan yang diharapkan. Peningkatan kualitas SDM bisa dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Sehubungan dengan perkara ini, Supriadi (1996:54) mengemukakan bahwa “Agar pendidikan bisa memainkan perannya maka harus terkait menggunakan dunia kerja, adalah lulusan pendidikan semestinya mempunyai kemampuan dan keterampilan yang relevan dengan tuntutan dunia kerja. Hanya menggunakan cara ini, pendidikan memiliki kontribusi terhadap ekonomi.” 

Mengenai relevansi pendidikan pada arti adanya kesepadanan sebagaimana ditawarkan Djoyonegoro (1995:5) pada bentuk link and match, pada kenyataannya pendidikan sudah sesuai dengan keperluan warga yg sedang menciptakan. Pendidikan sampai ketika ini dipercaya menjadi unsur utama dalam pengembangan SDM. SDM lebih bernilai apabila memiliki sikap, perilaku, wawasan, kemampuan, keahlian dan keterampilan yg sesuai menggunakan kebutuhan banyak sekali bidang dan sektor. Pendidikan adalah keliru satu alat buat menghasilkan perubahan dalam diri manusia. Manusia akan dapat mengetahui segala sesuatu yg tidak atau belum diketahui sebelumnya. Pendidikan merupakan hak seluruh umat insan. Hak buat memperoleh pendidikan wajib diikuti sang kesempatan dan kemampuan serta kemauannya. Dengan demikian, dapat dipandang menggunakan jelas betapa pentingnya peranan pendidikan dalam menaikkan kualitas SDM agar sejajar menggunakan insan lain, baik secara regional (swatantra wilayah), nasional, maupun internasional (dunia).

Berbagai fenomena kehidupan dalam segala dimensi, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik yang terjadi di sekitar kita menunjukkan citra yang semakin kentara bahwa sesungguhnya apa yang kita miliki akhirnya akan menjadi tidak berarti jika kita nir sanggup memanfaatkannya. Hal ini bermula berdasarkan problem rendahnya kualitas SDM.

Tinggi rendahnya kualitas SDM diantaranya ditandai menggunakan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yg direalisasikan dengan output kerja atau kinerja yang baik secara perorangan atau gerombolan . Permasalahan ini akan bisa diatasi apabila SDM mampu menampilkan output kerja produktif secara rasional serta mempunyai pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan yg umumnya bisa diperoleh melalui pendidikan. Dengan demikian, pendidikan adalah galat satu solusi buat menaikkan kualitas SDM.

Sanusi (1998:7) mengemukakan ”Jika abad silam diklaim abad kualitas produk/jasa, maka masa yang akan tiba merupakan abad kualitas SDM. SDM yg berkualitas dan pengembangan kualitas SDM bukan lagi adalah gosip atau tema-tema retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan serta ujian setiap individu, gerombolan , golongan masyarakat, serta bahkan setiap bangsa.”

Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yg meliputi aneka macam bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Jika dicermati berdasarkan sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yg dibutuhkan sang global kerja pada upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi dan mempertahankan keseimbangan ekonomi.

Sehubungan menggunakan pengembangan SDM buat peningkatan kualitas, Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “Pengembangan SDM berkualitas merupakan proses kontekstual, sehingga pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan insan yg menguasai pengetahuan dan keterampilan yg cocok menggunakan global kerja pada ketika ini, melainkan jua manusia yang sanggup, mau, dan siap belajar sepanjang hayat.”

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberi manfaat pada organisasi berupa produktivitas, moral, efisiensi, efektivitas, dan stabilitas organisasi dalam mengantisipasi lingkungan, baik menurut dalam maupun ke luar organisasi yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Perencanaan SDM yang berkualitas, dalam Malaysia’s 2020 (1995), sebagaimana yang dikutip Kartadinata (1997:7) merumuskan beberapa kecenderungan yg terjadi pada masyarakat global yg perlu sebagai bahan pertimbangan pada pengembangan kualitas SDM. Kecenderungan tersebut adalah: (1) Dibandingkan dengan dasawarsa 1970-an serta 1980-an, tiga dasawarsa mendatang diperkirakan akan terjadi eksplosi yang hebat, terutama yang menyangkut teknologi kabar serta bioteknologi. Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, implikasi yg bisa diangkat merupakan para ilmuwan harus bekerja dalam pendekatan multidisipliner serta adanya program pendidikan berkelanjutan (S2/S3), serta (2) Eksplosi teknologi komunikasi yang semakin canggih dapat mempersingkat jarak serta meningkatkan kecepatan bepergian. Hal ini akan membuat bangsa yg mempunyai kemampuan dan pengetahuan yg relevan dan menguasai teknologi baru secara substantif sanggup menaikkan produktivitasnya.

Hasil pemikitan pada atas menghadapkan kita dalam arah, tantangan, serta tuntutan umum pendidikan pada kehidupan abad ke-21 sebagai masa depan suatu lembaga. Sehubungan menggunakan masalah ini, UPI (dulu IKIP Bandung 1997:9) menciptakan kajian mengenai arah, tantangan, dan tuntutan abad ke-21 dalam peningkatan kualitas SDM. Hasil menurut kajian tadi adalah menjadi berikut: (1) Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan bangsa yang terarah pada upaya memberdayakan semua potensi manusia Indonesia, baik yang menyangkut nilai-nilai intrinsik, instrumental maupun kesinambungan; (2) Pendidikan mencakup sasaran khalayak yang amat luas yg mengandung target, tujuan, dan kepentingan yg bhineka serta menuntut suasana yg bervariasi serta multymethods dan multymedia; (tiga) Fungsi pendidikan akan terarah pada upaya mendorong orang buat belajar aktif serta memberdayakan semua potensi yang terdapat pada dirinya; (4) Produk pendidikan yang berwujud SDM harus menampilkan kualitas yang mandiri serta mengandung keunggulan, baik komparatif juga kompetitif, baik pada tingkat lokal, nasional juga internasional; (lima) Kualitas organisasi (lembaga), kualitas manajemen, dan kualitas kepemimpinan sebagai tuntutan yg semakin luas, terbuka, dan menghendaki ketertiban pada seluruh unsur yang terarah buat mencapai pendidikan yang berkualitas dalam gilirannya akan mencapai kualitas SDM yg makin baik serta merata; serta (6) Pengembangan sikap sadar teknologi serta sains serta peningkatan kualitas diri para pendidik serta staf merupakan hal yg absolut perlu ditanamkan serta akan digunakan menjadi sarana pada menyiapkan SDM yang berwawasan teknologi serta memiliki kesiapan belajar sepanjang hayat.

Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat dalam lembaga berupa produktivitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas lembaga pada mengantisipasi lingkungan, baik menurut pada juga ke luar lembaga yg bersangkutan. Fungsi serta orientasi pendidikan dalam peningkatan kualitas SDM telah dibentuk pada suatu kebijakan Depdiknas (2001:5) pada tiga strategi utama pembangunan pendidikan nasional, yaitu: (1) pemerataan kesempatan pendidikan, (2) peningkatan relevansi dan kualitas pendidikan, dan (tiga) peningkatan kualitas manajemen pendidikan. Untuk melaksanakan ketiga strategi pokok pembangunan pendidikan tersebut pada atas, seyogianya dicermati bagian-bagian sistem pendidikan nasional pada kaitannya menggunakan orientasi masing-masing dan dijabarkan dalam planning dan prioritas pembangunan pendidikan.

Titik tolak pemikiran tentang orientasi pendidikan nasional merupakan: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) mempersiapkan SDM yg berkualitas, terampil, dan pakar yang dibutuhkan dalam proses memasuki era globalisasi dan swatantra daerah, dan (tiga) membina serta menyebarkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Dalam mengungkapkan peningkatan kualitas SDM dewasa ini, ada dua sisi yg perlu dicermati secara lebih spesifik, yaitu peningkatan kualitas SDM di era globalisasi dan peningkatan kualitas SDM pada era swatantra daerah.

Peningkatan Kualitas SDM Era Globalisasi
Dalam warga modern seperti kini ini, terlebih lagi pada menuju era globalisasi, kita dituntut supaya sanggup menghadapi persaingan yg makin kompetitif, baik di pada maupun pada luar negeri. Salah satu cara buat mengantisipasi persaingan yg makin kompetitif tersebut adalah melalui peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.

Pemerintah Republik Indonesia pada menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM secara konseptual. Hal ini dituangkan dalam GBHN 1998 yg berbunyi “Peningkatan kualitas SDM menjadi pelaku primer pembangunan yg mempunyai kemampuan memanfaatkan, menyebarkan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta tetap dilandasi sang motivasi serta kendali keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Globalisasi makin mendorong peluang terbukanya pasar internasional; bagi produk barang serta jasa (pendidikan).”

Selanjutnya, Siagian (1998:96) mengemukakan bahwa SDM abad ke-21 ditandai oleh “Salah satu segi kehidupan yang timbul ke permukaan dewasa ini dengan gaung yang lebih kuat dibandingkan masa kemudian adalah peningkatan kualitas hayati umat insan. Kualitas hidup dalam dasarnya bermuara pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia.”

Setelah menyelidiki beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa buat melaksanakan tugas pada masa depan diperlukan SDM yg berkualitas. Hal ini sinkron dengan ungkapan Kartadinata (1997:4) berikut adalah, yaitu “SDM berkualitas yg harus disiapkan buat memasuki abad ke-21 merupakan SDM yg mampu melakukan life long learning.” Hal ini tampak dengan kentara pada sebagian SDM kita yang terus-menerus menimba ilmu dengan nir memikirkan usia. Makin tua usia SDM tersebut, makin matang juga cara berpikirnya, ini dibantu oleh pengalaman yg poly, baik pada pada juga di luar dinas.

Peningkatan Kualitas SDM Era Otonomi Daerah 
Otonomi daerah merupakan dambaan rakyat Indonesia dewasa ini di setiap daerah. Masyarakat NAD memperoleh pemberian dalam rangka swatantra daerah dengan otonomi khusus, yg berarti agak berbeda menggunakan daerah lain di Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang gampang karena memerlukan penanganan yang profesional dari SDM yg ada pada daerah. Timbul pertanyaan, apakah daerah yg diberi otonomi khusus ini telah siap dalam pengertian yg luas, terutama SDM-nya?

Otonomi spesifik buat NAD diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang diklaim dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh dianggap menggunakan Daerah Istimewa, yang nir ada bedanya dengan wilayah lain di Indonesia. Dalam otonomi khusus ini, hal yang tidak sinkron merupakan tentang biaya pendidikan. Hal ini dimuat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (2) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 % pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (tiga) huruf (a), ayat (4) dan ayat (5) dialokasikan buat biaya pendidikan pada NAD”. Dengan adanya peningkatan/kenaikan biaya pendidikan yg mencukupi kebutuhan, maka dibutuhkan peningkatan kualitas dapat dilaksanakan dengan gampang. Hal ini masih merupakan harapan seluruh pihak, namun kenyataannya belum dapat diketahui (memerlukan penelitian yang akurat dan berlanjut). 

Fattah (2000:6) mengungkapkan bahwa “SDM terdiri menurut 2 dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif merupakan terdiri atas prestasi tenaga kerja yg memasuki global kerja pada jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif mencakup banyak sekali potensi yg terkandung dalam setiap manusia, antara lain pikiran (wangsit), pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yg memberi dampak terhadap kapasitas kemampuan insan buat melaksanakan pekerjaan yang produktif. Jika pengeluaran buat meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tadi akan membentuk nilai pulang (rate of return) yg positif.

Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
  1. Pendekatan Religius. Dalam mengisi otonomi spesifik NAD, sudah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi dengan kurikulum yang bernuansa Islami yg diatur dalam perda Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah yg bernuansa Islami, menggunakan proses pendidikan yg Islami, akan dihasilkan output yg Islami pula. Output pendidikan yg Islami akan melahirkan SDM yg Islami serta bisa mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yg ada pada NAD, sehingga diperlukan setiap lini akan membuat pekerjaan yang Islami, yaitu pekerjaan yg sinkron menggunakan firman Allah swt dalam Al Qur’an yang adalah “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke pada Islam keseluruhannya, serta jangan engkau mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yg nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208). Dari ayat pada atas jelaslah bahwa SDM Islam wajib melaksanakan segala segi kehidupan dengan pekerjaan yang Islami, nir boleh sepotong-pangkas (masuklah ke dalam Islam secara kaffah/keseluruhan) karena segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu merupakan sebaik-baik umat yg diturunkan buat manusia. Kamu mengajak yg makruf serta melarang yang mungkar serta beriman pada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) merupakan sebaik-baik umat pada menjalankan misinya menjadi khalifah pada muka bumi. Dalam ayat itu ditegaskan pula SDM wajib mengerjakan yang disuruh serta meninggalkan yg dihentikan oleh agama apabila ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yang nir ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Jika ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sinkron menggunakan aturan yg berlaku. Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) buat menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut dengan perilaku tidak peduli atau ditanggapi menggunakan rasa tanggung jawab yg tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw berdasarkan Abdullah yg meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan dan sesungguhnya kebaikan membawa pada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yg berkata sahih hingga beliau menjadi orang yg dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seorang yang berdusta sampai dia ditetapkan di sisi Allah menjadi seorang pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari hadis di atas jelaslah pada kita bahwa seorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur dalam pekerjaan, lantaran resiko seseorang (SDM) berdusta pada kehidupannya merupakan neraka. Setiap umat Islam akan sangat takut kepada neraka. Untuk melahirkan SDM yg Islami, harus dididik oleh pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, telah siapkan SDM yg Islami buat mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan serta ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan beranjak pada bidangnya dalam bentuk kualitas yang tinggi buat melaksanakan tanggung jawabnya yang akbar.
  2. Pendekatan Politik. Telah umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yg dianut oleh suatu negara, galat satu tujuan negara adalah untuk menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan rakyat nir lagi dibatasi dalam kesejahteraan fisik yg terwujud pada kemakmuran ekonomi yg semakin merata, tetapi pula kesejahteraan mental spiritual. Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini acapkali dikaitkan menggunakan kualitas hidup umat insan sesuai menggunakan harkat dan martabatnya yg tidak hanya diikuti, akan namun pula dijunjung tinggi.
  3. Pendekatan Ekonomi. Krisis ekonomi yg berkepanjangan serta seakan-akan tidak kunjung reda di negara kita berdampak sangat tidak baik bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota warga (SDM) yang adalah aset suatu negara nir dapat melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya. Hal ini akan bisa diatasi bila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif dan bijaksana pada mengelola porto pendidikan yg tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yang benar -betul membutuhkan, sebagai akibatnya donasi itu sangat berguna. Pada kenyataannya, SDM yg tidak membutuhkan bantuan (SDM yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi) jua memperoleh atau bahkan menginginkan donasi tersebut. Ironis sekali bukan?
  4. Pendekatan Hukum. Salah satu indikator kehidupan warga terbaru adalah makin tingginya pencerahan anggota rakyat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing. Instrumen utama buat mengklaim ekuilibrium tersebut adalah kepastian hukum. Kualitas SDM bisa ditingkatkan menggunakan mematuhi aturan-hukum yg berlaku pada negaranya. Dengan mematuhi aturan termasuk peraturan-peraturan di loka beliau bekerja, sebagai akibatnya pelanggaran jarang terjadi atau bahkan nir terjadi, kualitas SDM akan semakin tinggi. 
  5. Pendekatan Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya menentukan baik atau jelek dan sahih atau keliru. Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural merupakan suatu faktor yg sangat penting buat diperhatikan. Seseorang (SDM) akan memalukan berbuat jelek lantaran rakyat akan menilainya serta bahkan mengucilkannya apabila seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan norma istiadat (budaya) suatu kelompok. Oleh karena itu, budaya memalukan itu perlu dipupuk. Peningkatan kualitas nir bisa dilakukan apabila nir ada yg mengikutinya.
  6. Pendekatan Administratif/Manajerial. Salah satu ciri yang menonjol di abad ini merupakan terciptanya berbagai jenis organisasi. Oleh karena itu, manusia terkini tak jarang disebut manusia organisasional yg menjadi fokus administratif/manajerial. Jika suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan bisa dicapai dengan gampang. Dengan demikian, kualitas pun akan meningkat. Di dalam proses manajemen diharapkan perencanaan, aplikasi, serta supervisi. Jika ketiga proses ini diikuti dengan benar, peningkatan kualitas akan dapat dicapai. Salah satu filsafat manajemen adalah mengurangi ketidakpastian. Apabila memang itu sahih, kualitas akan dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan merupakan suatu ilmu yang mengusut bagaimana menata asal daya, baik SDM juga asal daya lain buat mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diperlukan pada mencapai kualitas pendidikan yg akan berdampak positif dalam peningkatan kualitas SDM.

ASPEK SOSIAL AMDAL SEJARAH TEORI DAN METODE

Aspek Sosial Amdal Sejarah, Teori Dan Metode
1. Peranan AMDAL dalam Perencanaan Pembangunan
Otto Soemarwoto menyatakan bahwa pembangunan diperlukan buat mengatasi banyak masalah, termasuk perkara lingkungan. Tetapi pengalaman memperlihatkan bahwa pembangunan bisa membawa impak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif ini bisa berupa pencemaran serta kerusakan lingkungan hidup. Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa kita harus memperhitungkan efek negatif serta berusaha buat menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah menggunakan melakukan pembangunan yg berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan semenjak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada operasi pembangunan itu. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan maka pembangunan bisa berkelanjutan.

Makna pembangunan nasional bukan hanya buat menaikkan ekonomi namun pada dasarnya mempunyai arti yg lebih luas berdasarkan perkembangan ekonomi, yaitu buat menaikkan kesejahteraan dalam arti luas dimana terkandung peningkatan mutu atau kualitas hidup. Untuk mencapai tujuan ini sumber daya manusia adalah peran utama pada pada memanfaatkan dan mengelola asal daya alam untuk kepentingan manusia jua. Oleh karena itu buat mengurangi kerusakan lebih lanjut, maka kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya alam menjadi kunci utamanya.

Manusia dengan segala kemampuannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia menghipnotis serta ditentukan oleh lingkungan hidupnya. Makin akbar perubahan itu makin akbar jua impak terhadap diri manusia. Untuk perubahan yg kecil manusia dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan perubahn itu, tetapi pada perubahan yang akbar seringkali terdapat di luar kemampuan diri sehingga perubahan itu pada hal-hal eksklusif bisa mengancam kelangsungan hayati. 

Makin maju teknologi, makin besar pula kemampuan manusia buat merubah lingkungan. Pengaruh perubahan lingkungan dampak suatu kegiatan pembangunan terhadap masyarakat, terdapat yg menaruh laba dalam kehidupan sosial ekonomi, namun terdapat juga yg menimbulkan kerugian terhadap kesejahteraan warga sehingga menambah beban warga serta mengurangi manfaat dari pembangunan itu.

Dari uraian di atas pada rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup maka nampak gambaran bagi proyek-proyek yang akan dibangun atau yg sudah berjalan, perlu diteliti sampai seberapa akbar bisa menaikkan kualitas ligkungan hayati setempat. Selain itu terkandung juga pengertian seberapa besar bisa memaksimumkan manfaat (dampak positif) terhadap lingkungan yang mengandung makna wajib dapat membentuk aktivitas ekonomi baru dan penyediaan fasilitas sosial ekonomi bagi warga setempat. Atau kebalikannya malah menurunkan kualitas lingkungan hayati pada arti lebih poly menaruh kerugian (dampak negatif) bagi rakyat lebih kurang.

Untuk mengatasi semua itu, analisa impak lingkungan merupakan keliru satu cara pengendalian yg efektif untuk dikembangkan. AMDAL bertujuan buat mengurangi atau meniadakan impak-efek tidak baik (negatif) terhadap lingkungan serta bukan menghambat aktifitas ekonomi. AMDAL pada hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan pada mana nir saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan pula aspek efek proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia, serta lain-lain. 

Tujuan serta target primer AMDAL merupakan buat mengklaim agar suatu bisnis atau kegiatan pembangunan bisa beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak serta mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain bisnis atau kegiatan tersebut layak menurut segi aspek lingkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL merupakan sebagai bahan untuk mengambil kebijaksanaan (contohnya perizinan) maupun menjadi panduan pada menciptakan berbagai perlakuan penanggulangan efek negatif. 

Secara umum kegunaan AMDAL adalah:
1. Memberikan kabar secara jelas tentang suatu rencana usaha, berikut pengaruh-efek lingkungan yang akan ditimbulkannya.
2. Menampung aspirasi, pengetahuan dan pendapat penduduk khusunya pada perkara lingkungan sewaktu akan didirikannya suatu planning proyek atau bisnis.
3. Menampung warta setempat yang berguna bagi pemrakarsa dan warga dalam mengantisipasi pengaruh dan mengelola lingkungan.

Selanjutnya pada bisnis menjaga kualitas lingkungan, secara spesifik AMDAL berguna dalam hal:
1. Mencegah supaya potensi sumber daya alam yg dikelola nir rusak, terutama sumber daya alam yang nir bisa diperbaharui.
2. Menghindari efek samping dari pengolahan asal daya terhadap sumber daya alam lainnya, proyek-proyek lain, serta warga agar tidak muncul pertentangan-kontradiksi.
3. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran sebagai akibatnya nir mengganggu kesehatan, ketenangan, dan keselamatan rakyat.
4. Agar dapat diketahui manfaatnya yg berdaya guna serta berhasil guna bagi bangsa, negara serta rakyat. 

Melalui pengkajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah planning usaha atau aktivitas pembangunan diperlukan mampu optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan yang negatif, dan dapat memanfaatkan dan mengelola asal daya alam secara efesien.

Munn (1979) sebagaimana dikutip sang Helneliza, mengemukakan bahwa AMDAL merupakan galat satu menurut bagian perencanaan dalam rangka membuat tindakan pembangunan yang selaras dengan lingkungan, memanfaatkan asal daya lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghindari degradasi. Di poly negara AMDAL dinyatakan berhasil menghambat laju kerusakan lingkungan. Hasil KTT Bumi di Rio de Jeneiro telah menandakan hal ini, di mana ± 158 negara menyatakan bahwa AMDAL adalah alat yang efektif dalam mencegah kerusakan lingkungan. AMDAL sebagai bagian yg integral menurut pembangunan berkelanjutan, memberi arti bahwa sekurang-kurangnya dengan adanya AMDAL mengingatkan pemrakarsa agar memperhatikan kelestarian lingkungan.

Dalam menciptakan sebuah proyek, sebelumnya tentu harus dilakukan identifikasi perkara mengapa suatu proyek pembangunan ingin dilaksanakan dan tentu saja harus jelas tujuan dan kegunaannya. Selanjutnya diadakan studi kelayakan secara teknik, hemat, serta lingkungan sebelum melangkah ke perencanaan berdasarkan pembangunan proyek.

Pelaksanaan pembangunan proyek usahakan dimulai sesudah hasi AMDAL diketahui sehingga bisa dilakukan meningkatkan secara optimal buat mendapatkan keadaan yang optimum bagi proyek tadi. Dalam hal ini, impak lingkungan bisa dikendalikan melalui pendekatan teknik dan pengendalian limbah sebagai akibatnya dapat membentuk porto pengelolaan dampak yang murah serta kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.

Menurut Imam Supardi, pengelolaan lingkungan pada usaha menghindari kerusakan akibat berdasarkan satu proyek pembangunan baru dapat dilakukan selesainya diketahui dampak lingkungan yg akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pengelolaan lingkungan, maka harus selalu dilakukan pemantauan sejak awal pembangunan secara terjadwal. Hasil pemantauan ini bisa digunakan buat memperbaiki bahkan mengubah pengelolaan lingkungan, apabila memang hasil pemantauan nir sesuai dengan pendugaan dalam AMDAL atau sebaliknya jua dapat digunakan buat mengoreksi pendugaan AMDAL yg mungkin kurang mengena.

Dari hasil AMDAL dapat diketahui apakah proyek pembangunan berpotensi menimbulkan dampak atau nir. Jika berdampak besar terutama yang negatif, tentu saja proyek tadi tidak boleh dibangun atau boleh dibangun dengan persyaratan eksklusif agar dampak negatif tersebut bisa dikurangi hingga tidak membahayakan lingkungan. Dampak negatif yg perlu diperhatikan merupakan:
1. Apakah pengaruh negatif yg mungkin muncul itu melampaui atau nir, batas toleransi pencemaran terhadap kualitas lingkungan.
2. Apakah menggunakan banyak yg akan dibangun ini atau tidak atau akan mengakibatkan gejolak terhadap banyak pembangunan lain atau masyarakat.
3. Apakah impak negatif ini bisa menghipnotis kehidupan atau keselamatan rakyat atau tidak.
4. Seberapa jauh perubahan ekosistem yg mungkin terjadi sebagai dampak pembangunan proyek ini.

Bila berdasarkan AMDAL tidak akan menimbulkan dampak yang berarti, maka proyek pembangunan dapat dilaksanakan sinkron usulan dengan permanen berpedoman supaya permanen memperhatikan impak-efek negatif yg mungkin muncul, diluar asumsi semula. Dalam hal ini, sebelum proyek dilaksanakan haruslah ditentukan dulu panduan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai bisnis menjaga kelestariannya. Perlu kiranya ditekankan, AMDAL sebagai indera dalam perencanaan wajib memiliki peranan pada pengambilan keputusan tentang proyek yg sedang direncanakan. Artinya, AMDAL tidak banyak artinya apabila dilakukan sehabis diambil keputusan buat melaksanakan proyek tadi. Pada lain pihak pula nir sahih buat menganggap AMDAL menjadi satu-satunya faktor penentu pada pengambilan keputusan mengenai proyek itu. Yang sahih ialah AMDAL adalah masukan tambahan buat pengambilan keputusan, disamping masukan dari bidang teknis, ekonomi, dan lain-lainnya. Misalnya dapat saja terjadi laporan AMDAL menyatakan bahwa suatu proyek diprakirakan akan memiliki impak lingkungan yang besar dan krusial. Namun pemerintah dari atas pertimbangan politik atau keamanan yg mendesak tetapkan buat melaksanakan proyek tersebut. Yang penting buat ditinjau pada hal ini adalah keputusan tersebut diambil tidak menggunakan mengabaikan aspek lingkungan, melainkan sesudah mempertimbangkan dan memperhitungkannya. Dengan ini keputusan tadi diambil menggunakan menyadari sepenuhnya akan kemungkinan akan terjadinya efek lingkungan yang negatif. Maka pemerintah pun bisa melakukan persiapan buat menghadapi kemungkinan tadi sebagai akibatnya kelak nir akan dihadapkan dalam suatu kejutan yg nir menyenagkan serta tidak terduga sebelumnya. Dengan persiapan ini imbas negatif bisa diusahakan sebagai sekecil-kecilnya. 

2. Dimensi AMDAL dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Dr Ardinis Arbain mengungkapkan bahwa peranan AMDAL sangat mini pada mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Menurut beliau yg paling penting merupakan penataan ruang. Dalam tata ruang itu wajib kentara pemisahan antara kawasan budi daya serta kawasan lindung. Pembangunan hanya boleh dilakukan pada tempat budi daya sedangkan daerah lindung wajib tetap terjaga kelestariannya sinkron menggunakan peruntukannya.

Keadaan alam ini bervariasi, tetapi bukan berarti bahwa alam ini tidak teratur. Hubungan karena akibat tetaplah berjalan baik. Tentu saja, insiden-peristiwa yang sekali waktu terjadi seperti badai, gempa atau letusan gunung berapi nir dapat diramalkan dan tidak bisa dihindari. Namun frekuensinya bisa dapat digambarkan menggunakan fungsi distribusi kemungkinan. Namun, peristiwa-insiden misalnya banjir dan tanah longsor merupakan peristiwa yang penyebabnya sebagian besar disebabkan sang ulah tangan manusia. Manusia dengan jumlah dan kegiatannya yg terus bertambah telah berangsur-angsur merubah daerah lindung menjadi tempat pemukiman, pabrik dan pertokoan. Akibatnya alam jadi nir seimbang serta keberlanjutan ekosistem mulai terancam. Sebetulnya alam bisa dipelajari sebagai sebuah sistem. Itulah satu-satunya cara pengkajian dampak lingkungan yg perlu dilakukan. 

Tugas primer dari AMDAL adalah memilah perubahan-perubahan yang disebabkan oleh aktifitas pembangunan yang ditawarkan supaya menjadi bagian dari daur alam. Satu eksperimen yg terkendali dapat dilakukan buat membandingkan perubahan dalam parameter kualitas lingkungan. Satu sistem disiapkan menjadi pengontrol, fungsi ini dapat dibebankan pada kawasan lindung. Sedangkan sistem alam lainnya yaitu pada tempat budi daya berlangsung aktifitas pembangunan. Pengkajian AMDAL yg terpenggal-penggal atau mengabaikan satu komponen tertentu dapat menyebabkan terganggunya kestabilan komponen yang lain. 

AMDAL dimaksudkan buat pembangunan, perbaikan pembangunan diidentifikasi menggunakan AMDAL. AMDAL merupakan keliru satu indera pembangunan berkelanjutan sebagai sarana pengambilan keputusan di taraf proyek. Seharusnya AMDAL sebagai salah satu motor pembangunan, namun memang bila salah langkah proses AMDAL bisa jadi beban. 

3. Efektifitas AMDAL
Analisis tentang imbas lingkungan sudah banyak dilakukan di Indonesia serta pada negara lain. Akan namun pengalaman memberitahuakn, AMDAL tidak selalu memberi output yg kita harapakan sebagai indera perencanaan. Bahkan nir jarang, AMDAL hanyalah merupakan dokumen formal saja, yaitu sekedar buat memenuhi ketentuan dalam undang-undang. Dengan istilah lain, pelaksanaan AMDAL hanyalah pro forma saja. Setelah laporan AMDAL didiskusikan dan disetujui, laporan tersebut disimpan serta nir dipakai lagi. Laporan itu tidak mempunyai pengaruh terhadap perencanaan dan pelaksanaan proyek selanjutnya. Hal ini pula terjadi pada nagara yang sudah maju, bahkan di Amerika Serikat yang adalah negara pelopor AMDAL. 

Otto Soemarwoto mengemukakan beberapa karena tidak digunakannya AMDAL yaitu:
  1. AMDAL dilakukan terlambat sebagai akibatnya nir bisa lagi memberikan masukan buat pengambilan keputusan dalam proses perencanaan. 
  2. Tidak adanya pemantauan, baik dalam termin pelaksanaan maupun dalam tahap operasional proyek.. 
  3. Adanya penyalahgunaan AMDAL buat membenarkan diadakannya suatu proyek. 
Pelaksanaan AMDAL sekedar buat memenuhi persyaratan peraturan saja, menciptakan tenaga dan porto yang dikeluarkan sebagai mubazir. Oleh karena itu perlu dilakukan bisnis supaya AMDAL sahih-sahih bisa menjadi indera perencanaan acara serta proyek buat mencapai tujuan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Sehubungan dengan itu, Otto Soemarwoto menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mempertinggi efektifitas AMDAL ialah:

Menumbuhkan pengertian di kalangan para perencana dan pemrakarsa proyek bahwa AMDAL bukanlah alat untuk merusak pembangunan, melainkan sebaliknya, AMDAL adalah indera untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan. Tujuan ini dapat dicapai menggunakan menginternalkan AMDAL ke dalam jajak kelayakan proyek. Dengan penyempurnaan ini output yg dicapai pada pembangunan akan dapatlebih baik, yaitu pembangunan itu sebagai berwawasan lingkungan dan terlanjutkan. AMDAL dapat juga berhemat porto menggunakan menghindari terjadinya biaya sebagai mubazir, lantaran kemudian ternyata proyek itu nir layak menurut segi lingkungan. Atau biaya proyek naik sangat akbar, karena diperlukannya porto tambahan buat menanggulangi impak negatif tertentu. Dalam hal lain terdapat manfaat proyek yang nir termanfaatkan. 

Sebagian besar laporan AMDAL mengandung banyak sekali data, namun banyak antara lain yg tidak relevan dengan kasus yang dipelajari. Tidak atau kurang adanya fokus adalah kelemahan yang banyak terdapat dalam pelaksanaan AMDAL. Hal ini perlu dikoreksi menggunakan melakukan pembatasan ruang lingkup dengan pelingkupan (scoping) yg baik. Koreksi akan lebih mempermudah penggunaan laporan AMDAL oleh para perencana dan pemrakarsa pembangunan. 

Agar para perencana serta pelaksana proyek bisa memakai hasil jajak AMDAL menggunakan mudah, laporan AMDAL haruslah ditulis menggunakan jelas dan dengan bahasa yang dapat dimengerti sang perencana dan pelaksana tadi. Untuk maksud ini, ”bahasa ilmiah” perlu dihindari, tetapi hasil AMDAL itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 

Rekomendasi yang diberikan haruslah spesifik serta kentara sebagai akibatnya para perencana dapat menggunakannya. Rekomendasi yang bersifat umum tidak poly gunanya. Misalnya, rekomendasi dalam laporan AMDAL buat perencanaan sebuah pabrik yang menyatakan perlunya diambil tindakan pengendalian pencemaran tanpa menampakan bagaimana caranya, tidaklah dapat membantu. Masalah ini akan teratasi dengan sendirinya bila AMDAL diintegrasikan ke pada jajak kelayakan lantaran dengan integrasi itu terjadi hubungan umpan balik . 

Persyaratan proyek yg tertera pada laporan AMDAL yg sudah disetujui harus sebagai bagian integral izin aplikasi proyek serta memiliki kekuatan yang sama misalnya apa yg termuat dalam rancangan rekayasa yang telah disetujui oleh badan yang bersangkutan. 

Adanya komisi AMDAL yang berkualitas serta berwibawa. Badan pemerintah tersebut haruslah memiliki wewenang untuk mengatasi bahwa yg direkomendasikan dalam laporan AMDAL dan sudah sebagai salah satu dasar hadiah biar , sahih-sahih dipakai dalam perencanaan dan aplikasi proyek yang bersangkutan. Jika terjadi penyimpangan, badan pemerintah tadi wajib bisa menegur dan apabila perlu memerintahkan untuk membongkar bagian proyek yang nir sesuai atau bahkan memerintahkan buat menghentikan proyek tadi. Dalam kaitan ini pemantauan aplikasi proyek adalah bagian penting dalam tindak lanjut AMDAL. 

Belum digunakan RPL menjadi umpan pulang untuk menyempurnakan implementasi serta operasi proyek sehingga AMDAL bersifat aktivitas yg tidak aktif dan bukannya bergerak maju yang dengan terus menerus berinteraksi dengan implementasi dan operasi proyek.

ASPEK SOSIAL AMDAL SEJARAH TEORI DAN METODE

Aspek Sosial Amdal Sejarah, Teori Dan Metode
1. Peranan AMDAL pada Perencanaan Pembangunan
Otto Soemarwoto menyatakan bahwa pembangunan dibutuhkan untuk mengatasi banyak kasus, termasuk kasus lingkungan. Namun pengalaman memperlihatkan bahwa pembangunan dapat membawa efek negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif ini bisa berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa kita wajib memperhitungkan impak negatif dan berusaha buat menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Upaya yg dapat dilakukan buat mewujudkan hal ini merupakan dengan melakukan pembangunan yg berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan semenjak mulai pembangunan itu direncanakan hingga dalam operasi pembangunan itu. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan maka pembangunan dapat berkelanjutan.

Makna pembangunan nasional bukan hanya buat meningkatkan ekonomi namun pada dasarnya memiliki arti yang lebih luas berdasarkan perkembangan ekonomi, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas dimana terkandung peningkatan mutu atau kualitas hidup. Untuk mencapai tujuan ini sumber daya manusia merupakan kiprah primer pada pada memanfaatkan serta mengelola asal daya alam buat kepentingan manusia pula. Oleh karena itu buat mengurangi kerusakan lebih lanjut, maka kebijaksanaan dalam mengelola asal daya alam sebagai kunci utamanya.

Manusia menggunakan segala kemampuannya akan selalu berinteraksi menggunakan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi serta dipengaruhi sang lingkungan hidupnya. Makin akbar perubahan itu makin besar jua dampak terhadap diri insan. Untuk perubahan yang mini manusia menggunakan mudah menyesuaikan dirinya menggunakan perubahn itu, namun pada perubahan yg akbar tak jarang terdapat di luar kemampuan diri sehingga perubahan itu dalam hal-hal tertentu bisa mengancam kelangsungan hidup. 

Makin maju teknologi, makin akbar juga kemampuan manusia buat merubah lingkungan. Pengaruh perubahan lingkungan dampak suatu kegiatan pembangunan terhadap rakyat, ada yg menaruh laba pada kehidupan sosial ekonomi, tetapi terdapat jua yg menyebabkan kerugian terhadap kesejahteraan rakyat sehingga menambah beban rakyat serta mengurangi manfaat berdasarkan pembangunan itu.

Dari uraian di atas pada rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hayati maka nampak citra bagi proyek-proyek yang akan dibangun atau yang sudah berjalan, perlu diteliti sampai seberapa akbar bisa mempertinggi kualitas ligkungan hidup setempat. Selain itu terkandung pula pengertian seberapa besar bisa memaksimumkan manfaat (imbas positif) terhadap lingkungan yang mengandung makna harus dapat membangun kegiatan ekonomi baru dan penyediaan fasilitas sosial ekonomi bagi rakyat setempat. Atau kebalikannya malah menurunkan kualitas lingkungan hidup dalam arti lebih poly menaruh kerugian (imbas negatif) bagi rakyat lebih kurang.

Untuk mengatasi seluruh itu, analisa impak lingkungan adalah keliru satu cara pengendalian yang efektif buat dikembangkan. AMDAL bertujuan buat mengurangi atau meniadakan dampak-efek jelek (negatif) terhadap lingkungan dan bukan Mengganggu aktifitas ekonomi. AMDAL dalam hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan pada mana nir saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan jua aspek pengaruh proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia, dan lain-lain. 

Tujuan serta target utama AMDAL merupakan buat menjamin supaya suatu bisnis atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa menghambat dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain bisnis atau kegiatan tersebut layak berdasarkan segi aspek lingkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL merupakan menjadi bahan untuk mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) juga menjadi panduan pada menciptakan aneka macam perlakuan penanggulangan pengaruh negatif. 

Secara umum kegunaan AMDAL merupakan:
1. Memberikan berita secara jelas mengenai suatu planning bisnis, berikut pengaruh-pengaruh lingkungan yg akan ditimbulkannya.
2. Menampung aspirasi, pengetahuan serta pendapat penduduk khusunya dalam kasus lingkungan sewaktu akan didirikannya suatu planning proyek atau bisnis.
3. Menampung kabar setempat yang bermanfaat bagi pemrakarsa dan warga dalam mengantisipasi pengaruh dan mengelola lingkungan.

Selanjutnya dalam usaha menjaga kualitas lingkungan, secara khusus AMDAL berguna pada hal:
1. Mencegah supaya potensi sumber daya alam yg dikelola tidak rusak, terutama asal daya alam yg nir bisa diperbaharui.
2. Menghindari imbas samping menurut pengolahan sumber daya terhadap asal daya alam lainnya, proyek-proyek lain, serta warga supaya tidak timbul pertentangan-kontradiksi.
3. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan dampak pencemaran sehingga nir mengganggu kesehatan, ketenangan, dan keselamatan rakyat.
4. Supaya dapat diketahui keuntungannya yg berdaya guna serta berhasil guna bagi bangsa, negara dan rakyat. 

Melalui pengkajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah planning usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan bisa optimal meminimalkan kemungkinan impak lingkungan yang negatif, dan dapat memanfaatkan serta mengelola sumber daya alam secara efesien.

Munn (1979) sebagaimana dikutip sang Helneliza, mengemukakan bahwa AMDAL adalah galat satu berdasarkan bagian perencanaan pada rangka membuat tindakan pembangunan yang selaras menggunakan lingkungan, memanfaatkan asal daya lingkungan menggunakan sebaik-baiknya dan menghindari degradasi. Di banyak negara AMDAL dinyatakan berhasil menghambat laju kerusakan lingkungan. Hasil KTT Bumi di Rio de Jeneiro sudah menerangkan hal ini, di mana ± 158 negara menyatakan bahwa AMDAL merupakan indera yang efektif pada mencegah kerusakan lingkungan. AMDAL menjadi bagian yg integral dari pembangunan berkelanjutan, memberi arti bahwa sekurang-kurangnya dengan adanya AMDAL mengingatkan pemrakarsa agar memperhatikan kelestarian lingkungan.

Dalam menciptakan sebuah proyek, sebelumnya tentu harus dilakukan identifikasi perkara mengapa suatu proyek pembangunan ingin dilaksanakan serta tentu saja harus jelas tujuan dan kegunaannya. Selanjutnya diadakan studi kelayakan secara teknik, irit, dan lingkungan sebelum melangkah ke perencanaan dari pembangunan proyek.

Pelaksanaan pembangunan proyek usahakan dimulai sesudah hasi AMDAL diketahui sebagai akibatnya dapat dilakukan meningkatkan secara optimal buat menerima keadaan yg optimum bagi proyek tadi. Dalam hal ini, dampak lingkungan dapat dikendalikan melalui pendekatan teknik serta pengendalian limbah sehingga dapat membuat biaya pengelolaan impak yg murah serta kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.

Menurut Imam Supardi, pengelolaan lingkungan dalam usaha menghindari kerusakan dampak berdasarkan satu proyek pembangunan baru dapat dilakukan sesudah diketahui impak lingkungan yg akan terjadi dampak menurut proyek-proyek pembangunan yg akan dibangun. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pengelolaan lingkungan, maka wajib selalu dilakukan pemantauan semenjak awal pembangunan secara bersiklus. Hasil pemantauan ini dapat dipakai buat memperbaiki bahkan membarui pengelolaan lingkungan, bila memang hasil pemantauan tidak sesuai menggunakan pendugaan pada AMDAL atau kebalikannya pula dapat dipakai buat mengoreksi pendugaan AMDAL yg mungkin kurang mengena.

Dari output AMDAL bisa diketahui apakah proyek pembangunan berpotensi menimbulkan efek atau nir. Jika berdampak akbar terutama yang negatif, tentu saja proyek tadi nir boleh dibangun atau boleh dibangun menggunakan persyaratan tertentu supaya dampak negatif tadi bisa dikurangi hingga nir membahayakan lingkungan. Dampak negatif yg perlu diperhatikan adalah:
1. Apakah imbas negatif yang mungkin muncul itu melampaui atau tidak, batas toleransi pencemaran terhadap kualitas lingkungan.
2. Apakah dengan poly yg akan dibangun ini atau tidak atau akan menyebabkan gejolak terhadap poly pembangunan lain atau masyarakat.
3. Apakah pengaruh negatif ini dapat menghipnotis kehidupan atau keselamatan rakyat atau tidak.
4. Seberapa jauh perubahan ekosistem yang mungkin terjadi menjadi akibat pembangunan proyek ini.

Bila berdasarkan AMDAL tidak akan mengakibatkan dampak yg berarti, maka proyek pembangunan bisa dilaksanakan sesuai usulan menggunakan permanen berpedoman supaya permanen memperhatikan pengaruh-imbas negatif yang mungkin timbul, diluar perkiraan semula. Dalam hal ini, sebelum proyek dilaksanakan haruslah dipengaruhi dulu panduan pengelolaan serta pemantauan lingkungan sebagai usaha menjaga kelestariannya. Perlu kiranya ditekankan, AMDAL menjadi alat dalam perencanaan wajib mempunyai peranan pada pengambilan keputusan tentang proyek yg sedang direncanakan. Artinya, AMDAL nir banyak merupakan jika dilakukan sehabis diambil keputusan buat melaksanakan proyek tersebut. Pada lain pihak jua nir sahih buat menganggap AMDAL menjadi satu-satunya faktor penentu dalam pengambilan keputusan tentang proyek itu. Yang sahih adalah AMDAL adalah masukan tambahan untuk pengambilan keputusan, disamping masukan berdasarkan bidang teknis, ekonomi, dan lain-lainnya. Misalnya dapat saja terjadi laporan AMDAL menyatakan bahwa suatu proyek diprakirakan akan memiliki imbas lingkungan yg akbar serta penting. Tetapi pemerintah menurut atas pertimbangan politik atau keamanan yg mendesak memutuskan buat melaksanakan proyek tadi. Yang penting buat ditinjau pada hal ini adalah keputusan tadi diambil tidak menggunakan mengabaikan aspek lingkungan, melainkan setelah mempertimbangkan dan memperhitungkannya. Dengan ini keputusan tadi diambil menggunakan menyadari sepenuhnya akan kemungkinan akan terjadinya impak lingkungan yang negatif. Maka pemerintah pun dapat melakukan persiapan buat menghadapi kemungkinan tadi sehingga kelak nir akan dihadapkan dalam suatu kejutan yang nir menyenagkan dan nir terduga sebelumnya. Dengan persiapan ini efek negatif bisa diusahakan menjadi sekecil-kecilnya. 

2. Dimensi AMDAL pada Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Dr Ardinis Arbain membicarakan bahwa peranan AMDAL sangat mini dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Menurut beliau yang paling krusial merupakan penataan ruang. Dalam tata ruang itu wajib kentara pemisahan antara daerah budi daya serta tempat lindung. Pembangunan hanya boleh dilakukan di tempat budi daya sedangkan daerah lindung harus permanen terjaga kelestariannya sinkron dengan peruntukannya.

Keadaan alam ini bervariasi, namun bukan berarti bahwa alam ini tidak teratur. Hubungan sebab dampak tetaplah berjalan baik. Tentu saja, insiden-peristiwa yg sekali waktu terjadi misalnya badai, gempa atau letusan gunung berapi nir dapat diramalkan serta nir dapat dihindari. Tetapi frekuensinya dapat dapat digambarkan dengan fungsi distribusi kemungkinan. Namun, peristiwa-insiden misalnya banjir dan tanah longsor merupakan peristiwa yg penyebabnya sebagian besar ditimbulkan oleh ulah tangan manusia. Manusia dengan jumlah serta kegiatannya yg terus bertambah sudah berangsur-angsur merubah tempat lindung sebagai kawasan pemukiman, pabrik dan pertokoan. Akibatnya alam jadi tidak seimbang serta keberlanjutan ekosistem mulai terancam. Sebetulnya alam dapat dipelajari menjadi sebuah sistem. Itulah satu-satunya cara pengkajian impak lingkungan yang perlu dilakukan. 

Tugas utama menurut AMDAL adalah memilah perubahan-perubahan yg ditimbulkan sang aktifitas pembangunan yg ditawarkan supaya sebagai bagian menurut daur alam. Satu eksperimen yg terkendali bisa dilakukan buat membandingkan perubahan pada parameter kualitas lingkungan. Satu sistem disiapkan menjadi pengontrol, fungsi ini dapat dibebankan kepada tempat lindung. Sedangkan sistem alam lainnya yaitu pada kawasan budi daya berlangsung aktifitas pembangunan. Pengkajian AMDAL yang terpenggal-penggal atau mengabaikan satu komponen eksklusif bisa mengakibatkan terganggunya kestabilan komponen yg lain. 

AMDAL dimaksudkan untuk pembangunan, perbaikan pembangunan diidentifikasi menggunakan AMDAL. AMDAL adalah salah satu alat pembangunan berkelanjutan menjadi wahana pengambilan keputusan di tingkat proyek. Seharusnya AMDAL sebagai keliru satu motor pembangunan, tetapi memang bila galat langkah proses AMDAL bisa jadi beban. 

3. Efektifitas AMDAL
Analisis mengenai impak lingkungan telah poly dilakukan di Indonesia serta pada negara lain. Akan namun pengalaman menerangkan, AMDAL tidak selalu memberi output yang kita harapakan sebagai indera perencanaan. Bahkan nir sporadis, AMDAL hanyalah adalah dokumen formal saja, yaitu sekedar untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang. Dengan kata lain, pelaksanaan AMDAL hanyalah pro forma saja. Setelah laporan AMDAL didiskusikan serta disetujui, laporan tersebut disimpan serta tidak dipakai lagi. Laporan itu tidak memiliki efek terhadap perencanaan dan aplikasi proyek selanjutnya. Hal ini pula terjadi pada nagara yang sudah maju, bahkan di Amerika Serikat yang merupakan negara pelopor AMDAL. 

Otto Soemarwoto mengemukakan beberapa karena nir digunakannya AMDAL yaitu:
  1. AMDAL dilakukan terlambat sehingga nir bisa lagi menaruh masukan buat pengambilan keputusan pada proses perencanaan. 
  2. Tidak adanya pemantauan, baik pada termin aplikasi maupun dalam termin operasional proyek.. 
  3. Adanya penyalahgunaan AMDAL buat membenarkan diadakannya suatu proyek. 
Pelaksanaan AMDAL sekedar buat memenuhi persyaratan peraturan saja, membuat energi dan biaya yang dimuntahkan menjadi mubazir. Oleh karenanya perlu dilakukan usaha agar AMDAL benar-sahih dapat sebagai indera perencanaan program dan proyek buat mencapai tujuan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Sehubungan dengan itu, Otto Soemarwoto menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menaikkan efektifitas AMDAL adalah:

Menumbuhkan pengertian di kalangan para perencana dan pemrakarsa proyek bahwa AMDAL bukanlah indera untuk Mengganggu pembangunan, melainkan sebaliknya, AMDAL adalah indera buat menyempurnakan perencanaan pembangunan. Tujuan ini bisa dicapai dengan menginternalkan AMDAL ke dalam telaah kelayakan proyek. Dengan penyempurnaan ini output yang dicapai dalam pembangunan akan dapatlebih baik, yaitu pembangunan itu sebagai berwawasan lingkungan serta terlanjutkan. AMDAL dapat pula menghemat biaya menggunakan menghindari terjadinya porto menjadi mubazir, lantaran kemudian ternyata proyek itu nir layak menurut segi lingkungan. Atau biaya proyek naik sangat besar , lantaran diperlukannya biaya tambahan buat menanggulangi imbas negatif eksklusif. Dalam hal lain terdapat manfaat proyek yg nir termanfaatkan. 

Sebagian akbar laporan AMDAL mengandung banyak sekali data, tetapi poly diantaranya yg nir relevan dengan masalah yang dipelajari. Tidak atau kurang adanya fokus adalah kelemahan yg poly masih ada dalam aplikasi AMDAL. Hal ini perlu dikoreksi menggunakan melakukan restriksi ruang lingkup dengan pelingkupan (scoping) yang baik. Koreksi akan lebih mempermudah penggunaan laporan AMDAL oleh para perencana dan pemrakarsa pembangunan. 

Agar para perencana dan pelaksana proyek bisa memakai output jajak AMDAL dengan mudah, laporan AMDAL haruslah ditulis menggunakan jelas dan menggunakan bahasa yg dapat dimengerti sang perencana serta pelaksana tadi. Untuk maksud ini, ”bahasa ilmiah” perlu dihindari, namun hasil AMDAL itu harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 

Rekomendasi yang diberikan haruslah khusus dan jelas sebagai akibatnya para perencana dapat menggunakannya. Rekomendasi yg bersifat generik nir poly gunanya. Misalnya, rekomendasi pada laporan AMDAL buat perencanaan sebuah pabrik yang menyatakan perlunya diambil tindakan pengendalian pencemaran tanpa menampakan bagaimana caranya, tidaklah dapat membantu. Masalah ini akan teratasi dengan sendirinya apabila AMDAL diintegrasikan ke dalam jajak kelayakan karena menggunakan integrasi itu terjadi interaksi umpan balik . 

Persyaratan proyek yg tertera pada laporan AMDAL yang telah disetujui wajib menjadi bagian integral izin pelaksanaan proyek dan mempunyai kekuatan yg sama misalnya apa yang termuat pada rancangan rekayasa yg telah disetujui sang badan yg bersangkutan. 

Adanya komisi AMDAL yg berkualitas dan berwibawa. Badan pemerintah tadi haruslah mempunyai kewenangan buat mengatasi bahwa yg direkomendasikan dalam laporan AMDAL serta telah sebagai keliru satu dasar pemberian izin, benar-sahih dipakai pada perencanaan dan aplikasi proyek yg bersangkutan. Apabila terjadi penyimpangan, badan pemerintah tadi harus dapat menegur serta apabila perlu memerintahkan buat membongkar bagian proyek yg tidak sesuai atau bahkan memerintahkan buat menghentikan proyek tadi. Dalam kaitan ini pemantauan pelaksanaan proyek adalah bagian krusial pada tindak lanjut AMDAL. 

Belum dipakai RPL sebagai umpan balik buat menyempurnakan implementasi dan operasi proyek sebagai akibatnya AMDAL bersifat aktivitas yg tidak aktif serta bukannya dinamis yang dengan terus menerus berinteraksi dengan implementasi serta operasi proyek.

PRINSIPPRINSIP MASALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan
Masalah atau duduk perkara pelestarian fungsi lingkungan hidup umumnya dan fungsi hutan pada khususnya adalah issue tradisional, pada masa ini dan bahkan sebagai issue terbaru secara internasional. Hal ini lantaran issue ini sudah sejak dahulu kala sampai dewasa ini telah muncul dan menjadi problem aktual dan mendunia secara internasional serta bahkan buat masa yang akan tiba akan tetap menjadi issue global secara internasional.

Banyak pandangan orang pesimis yg beropini bahwa dilema atau masalah pelestarian fungsi lingkungan hayati pada umumnya dan fungsi hutan pada khususnya nir selesai hingga pada akhir zaman. Pemikiran bernuansa skeptis tersebut disamping karena sifat duduk perkara pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hayati tersebut yang sangat kompleks pula lantaran upaya-upaya buat mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup tadi senantiasa selalu berhadapan menggunakan upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi yg tak jarang diliputi keserakahan/ketamakan manusia baik insan secara alamiah juga insan pada bentuk non alamiah yaitu bentuk badan hukum (rechtspersoon, korporasi). 

Namun terlepas menurut adanya pesimisme tadi diatas, banyak sekali upaya perlu ditetapkan serta dilakukan secara teratur, interaksi interdisiplin ilmu pengetahuan, konsisten dan terpadu lintas instansi terkait termasuk melalui upaya penegakan aturan (law enforcement) yang disinergikan menggunakan upaya-upaya lain.

Perhatian global terhadap kasus pelestarian fungsi hutan serta lingkungan hidup ini dimulai pada kalangan Dewan Ekonomi serta Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam saat diadakan peninjauan terhadap output-output gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia I (1960-1970)” guna merumuskan strategi terhadap gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia II (1970-1980)”. Sekretaris Jenderal PBB membuat laporan yg diajukan pada Sidang Umum PBB dalam tahun 1969 menggunakan Nomor laporan 2581 (XXIV) pada lepas 15 Desember 1969. Dalam laporannya menyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan “sikap serta tanggapan baru” terhadap lingkungan hayati untuk menangani kasus-perkara lingkungan hidup itu adalah demi pertumbuhan ekonomi dan sosial khususnya tentang perencanaan, pengelolaan dan supervisi terhadap lingkungan hidup (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 6-7).

Dampak positip dan output pada Sidang Umum PBB tersebut, PBB menerima tawaran menurut pemerintah Swedia buat menyelengarakan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference On The Human Environment) di Stockholm-Swedia pada lepas 5-16 Juni 1972 yang diikuti 113 negara dan beberapa puluhan peninjau serta hasil output dari Konferensi tadi melahirkan suatu resolusi khusus memutuskan secara resmi setiap tgl 5 Juli adalah menjadi Hari Jadi Lingkungan Hidup Sedunia” dari menggunakan Resolusi Sidang Umum PBB No.2997 (XXVII) dalam tanggal 15 Desember 1972 (Danusaputro, 1980 : 210-216).

Indonesia sendiri semenjak menyatakan kemerdekaannya dalam tahun 1945 memberikan perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati. Hal ini bisa ditinjau dalam Undang-Undang Dasar 1945 (sebagai landasan konstitusional negara, bangsa) yang menyatakan bahwa “segala bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan/diperuntukkan buat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Tertinggi dikuasai sang Negara (Pasal 33 ayat tiga UUD 1945).. Pernyataan ini lebih kentara dan tegas lagi diatur dalam Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (yg selanjutnya disebut dengan UUPA) yg berbunyi : “ Seluruh bumi, air serta ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia menjadi karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air serta ruang angkasa bangsa Indonesia dan adalah kekayaan nasional (Pasal 1 ayat dua UUPA)

Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat tiga Undang-Undang dasar 1945 serta hal-hal sebagaimana yg dimaksud dalam pasal 1 ayat dua UUPA tersebut diatas bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung pada dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara menjadi organisasi kekuasaan seluruh rakyat ( Pasal 2 ayat 1, UUPA).

Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tadi.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-interaksi aturan antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan aturan antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yg tentang bumi, air serta ruang angkasa (Pasal dua UUPA)

Wewenang yang bersumber dalam hak menguasai dari Negara dipakai buat mencapai sebanyak-besar kemakmuran rakyat pada arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam warga dan Negara aturan Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai berdasarkan Negara tersebut pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada wilayah-daerah dan warga -warga aturan tata cara sekedar dibutuhkan serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dari ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Sumber daya alam dikuasai sang Negara serta digunakan buat sebesar-besarnya bagi kemakmuran warga serta pengaturannya dipengaruhi oleh Pemerintah. Untuk melaksanakan pengaturan tersebut Pemerintah :
a. Mengatur dan menyebarkan kebijaksanaan pada rangka pengelolaan lingkungan hidup.
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup serta pemanfaatan pulang sumber daya alam termasuk sumber daya genetika.
c. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang serta/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan aturan terhadap sumber daya alam dan asal daya buatan termasuk sumber daya genetika.
d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sinkron peraturan perundang-undangan yg berlaku (Pasal 8 ayat 1 serta 2, Bab IV mengenai Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya diklaim dengan UUPLH).

Wewenang Hak menguasai berdasarkan Negara ini dipergunakan untuk sebanyak-besarnya bagi kemakmuran masyarakat dilakukan melalui proses dan tahap pembangunan. Pembangunan itu sendiri di pada dirinya mengandung aneka macam perubahan akbar yg meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan pisik wilayah, perubahan pola komsumsi, perubahan asal daya alam serta lingkungan hidupnya, perubahan teknologi serta perubahan sistem nilai pada rakyat. Perubahan demi perubahan ini membawa efek positif serta efek negatif serta masalah pada aspek hidup dan kehidupan ummat insan.

Pelestarian Fungsi Hutan serta Fungsi Lingkungan Hidup 
Secara etimologi istilah, istilah pelestarian ini asal dari istilah “lestari” yang memiliki makna langgeng, tidak berubah, tak pernah mati, sinkron menggunakan keadaan seperti semula. Apabila istilah lestari ini dikaitkan menggunakan lingkungan hayati maka berarti bahwa lingkungan hidup itu tidak boleh berubah, wajib langgeng serta harus sinkron dengan keadaan misalnya semula atau tetap pada keadaan misalnya aslinya semula (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 98).

Pelestarian fungsi lingkungan hayati diartikan menjadi rangkaian upaya buat memelihara kelangsungan daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia serta makhluk hidup lain. Pelestarian daya dukung lingkungan hayati merupakan rangkaian upaya buat melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan serta/atau dampak negatif yang ditimbulkan sang suatu kegiatan supaya tetap sanggup mendukung perikehidupan manusia serta makhluk hayati lainnya. Daya tampung lingkungan hayati adalah kemampuan lingkungan hayati buat menyerap zat, tenaga serta/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pelestarian daya tampung lingkungan hayati merupakan rangkaian upaya buat melindungi kemampuan lingkungan hidup buat menyerap zat, tenaga serta/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya (Pasal 1 butir lima,6,7,8,9 UUPLH) 

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan huma berisi asal daya alam hayati yang didominasi pepohonan pada komplotan alam lingkungannya yg satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kehutanan merupakan sistem pengurusan yg bersangkut paut dengan hutan, daerah hutan dan hasil hutan yg diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan adalah daerah tertentu yg ditunjuk serta/atau ditetapkan sang Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya menjadi hutan tetap. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non biologi dan turunannya dan jasa yg asal menurut hutan (Pasal 1 buah a, b, c, k, dan m, Bab I tentang Ketentuan Umum UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yg selanjutnya diklaim menggunakan UUK).

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan seluruh benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk insan serta perilakunya yang mensugesti kelangsungan perikehidupan serta kesejahteraan insan dan makhluk hayati lain. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hayati, setiap bisnis serta/atau aktivitas dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hayati. Setiap planning uasaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan bisa menyebabkan impak akbar dan krusial terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup yg disingkat menggunakan AMDAL (Pasal 1 butir 1, Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1, Bab I mengenai Ketentuan Umum dan Bab V tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup UUPLH).

“Pelestarian kemampuan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati yg harmonis dan seimbang” membawa kepada kesarasian antara “pembangunan” dan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup”, sehingga kedua pengertian itu tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup” yg bermakna melestarikan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hayati itu an sich digunakan dalam rangka kawasan pelestarian hutan, asal daya alam lingkungan hidup dan tempat suaka alam.

Pembangunan pada banyak sekali aspek hidup dan kehidupan bertujuan serta mempunyai arti buat mengadakan perubahan, membentuk merupakan merubah sesuatu buat mencapai tarap peningkatan serta tarap yg lebih baik. Jika pada proses pembangunan itu terjadi dampak yg kurang baik terhadap fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup, maka haruslah dilakukan upaya buat meniadakan atau mengurangi efek negatif tadi sehingga keadaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup menjadi harmonis dan seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan bukanlah “lingkungannya an sich”, akan tetapi “kemampuan lingkungan hayati”. Kemampuan lingkungan hidup yang serasi serta seimbang inilah yang perlu dilestarikan sebagai akibatnya setiap perubahan yg diadakan selalu disertai menggunakan upaya mencapai keserasian dan ekuilibrium lingkungan pada tingkatan yang baru.

Perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan ditindaklanjuti sang rakyat internasional serta organisasi PBB terjadi dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi yang diadakan oleh PBB pada Rio de Janeiro Brazil dalam tanggal 3-14 Juni 1992. Konferensi ini dinamakan United Nations Conference on Environment and Development yg disingkat UNCED dihadiri oleh 177 kepala-ketua negara dan wakil-wakil pemerintah yg berkumpul di Rio de Janeiro serta dihadiri jua oleh wakil badan-badan lingkungan PBB serta forum-lembaga lainnya.

Konferensi ini sudah melahirkan sebuah mufakat dokumen perjanjian yg dinamakan Concervation and Sustainable Development of all Types of Forrest (Forrestry Principles). Konsensus perjanjian ini menciptakan prinsip-prinsip kehutanan serta merupakan konsensus internasional yang terdiri menurut 16 pasal yang mencakup aspek pengelolaan, aspek perlindungan dan aspek pemanfaatan serta pengembangan, bersifat nir mengikat secara hukum dan berlaku untuk seluruh jenis hutan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 19-21).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menguraikan bahwa pada Mukadimah Forrestry Prnciples dicantumkan kandungan prinsip-prinsip kehutanan menjadi berikut :
  1. persoalan kehutanan terkait menggunakan holistik jangkauan perkara serta kesempatan lingkungan dan pembangunan termasuk hak atas pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan.
  2. tujuan arahan dari prinsip-prinsip ini adalah buat memberikan saham pada pengelolaan, perlindungan dan pembangunan hutan berkelanjutan dan buat menjamin fungsi serta pemanfaatannya yg beragam dan saling melengkapi.
  3. masalah dan kesempatan kehutanan harus dipandang menggunakan cara yang holistik dan seimbang dalam keseluruhan konteks lingkungan hayati dan pembangunan dengan mempertimbangkan fungsi serta pemanfaatan hutan yg beragam termasuk pemanfaatan tradisional, serta tekanan ekonomi serta sosial yg mungkin timbul apabila pemanfaatannnya dihambat atau dibatasi, sebagaimana pula potensinya bagi pembangunan yang bisa diberikan oleh pengelolaan hutan berkelanjutan.
  4. prinsip-prinsip ini mencerminkan konsensus dunia pertama tentang hutan. Dalam memberikan komitmennya buat melaksanakan prinsip-prinsip ini dengan sempurna, negara-negara jua menetapkan buat senantiasa menciptakan evaluasi mengenai prinsip-prinsip ini apakah masih memadai sehubungan menggunakan pengembangan kolaborasi internasional dalam perkara-perkara hutan.
  5. prinsip-prinsip ini berlaku buat seluruh jenis hutan, baik hutan alam juga hutan flora di seluruh daerah geografis serta zona iklim, termasuk hutan austral, boreal, sub-temperate dan temperate, sub-tropis serta tropis .
  6. semua jenis hutan mewujudkan prose-proses ekologis yang kompleks dan unik yg adalah dasar bagi kapasitasnya kini serta kapasitas potensialnya buat menyediakan sumber daya guna memenuhi kebutuhan manusia maupun nilai-nilai lingkungan dan dengan demikian pengelolaan dan konservasinya yg tepat merupakan kepentingan bagi pemerintah dari negara-negara yg mempunyai hutan tersebut serta memiliki nilai bagi warga setempat serta bagi lingkungan secara menyeluruh.
  7. hutan merupakan esensial bagi pembangunan ekonomi dan pemeliharaan segala bentuk kehidupan.
  8. mengakui bahwa tanggung jawab pengelolaan hutan, konservasi serta pembangunan berkelanjutan di poly negara dialokasikan pada antara tingkat pemerintah federal/nasional, negara bagian/propinsi serta lokal, maka setiap negara sesuai menggunakan konstitusi serta atau perundang-undangan nasionalnya harus mengikuti prinsip-prinsip ini dalam taraf pemerintahan yang sesuai (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 21-22). 
Di Indonesia perhatian utama terhadap masalah pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup diatur pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yg ditetapkan dalam lepas 19 Januari 2005 pada dalam Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Peraturan Presiden ini mengatur mengenai ketentuan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum pada Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Di dalam Peraturan Presiden tersebut dikemukakan permasalahan utama sebagai berikut : 
a. Terus menurunnya kondisi hutan Indonesia.
b. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
c. Habitat ekosistem pesisir dan bahari semakin rusak.
d. Citra pertambangan yang lingkungan hayati.
e. Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman biologi (biodiversity).
f. Pencemaran air semakin semakin tinggi.
g. Kualitas udara, khususnya pada kota-kota besar semakin menurun.
h. Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan.
i. Pembagian wewenang serta tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelsa.
j. Lemahnya penegakan hukum (law enforcemant) terhadap kegiatan pembalakan (illegal logging) dan penyeludupan kayu.
k. Rendahnya kapasitas pengelolaan kehutanan.
l. Belum berkembangnya pemanfaatan output hutan non kayu dan jasa-jasa lingkungan.
m. Belum terselesaikannya batas wilayah bahari menggunakan negara tetangga.
n. Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal.
o. Merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan yg Mengganggu lingkungan hayati.
p. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
q. Sistem mitigasi bernuansa alam belum dikembangkan.
r. Ketidakpastian aturan pada bidang pertambangan.
s. Tingginya taraf pencemaran serta belum dilaksanakannya pengelolaan limbah buangan secara terpadu serta sistematis.
t. Adaptasi kebijakanterhadap perubahan iklim (climate change) serta pemanasan global (global warming) belum dilaksanakan.
u. Cara lain pendanaan lingkungan belum dikembangkan.
v. Issu lingkungan dunia belum diteriama dan diterapkan pada pembangunan nasional serta wilayah.
w. Belum harmonisnya peraturan perundang-undangan lingkungan hayati.
x. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan hidup (Bab 32 mengenai Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang RPJM Nasional Thn.2004-2009). 

Pengelolaan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yg serasi serta seimbang buat menunjang pembangunan yg berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan insan. Pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup yang harmonis serta seimbang serta peningkatan kemampuan tersebut. Hanya pada lingkungan yang serasi dan seimbang bisa dicapai kehidupan yang optimal. 

Ekologi serta Ekosistem Hutan serta Lingkungan Hidup
Segala sesuatu di dunia alam semesta ini erat hubungannya satu dengan yg lain. Antara makhluk hayati manusia dengan makhluk hayati manusia lainnya, antara makhluk hidup insan menggunakan makhluk hayati hewan atau fauna, antara makhluk hayati insan dengan makhluk hidup tumbuh-flora serta bahkan antara makhluk hayati manusia dengan benda-benda mangkat sekalipun. Begitu jua sebaliknya hubungan antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk hayati manusia, antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk hayati tumbuh-flora, antara makhluk hayati hewan atau fauna dengan benda-benda mati yg terdapat disekelilingnya serta pula hubungan antara makhluk hidup tumbuh-tanaman dengan makhluk hayati insan, antara makhluk hidup tumbuh-tanaman dengan makhluk hidup fauna atau hewan yg terdapat serta antara mahkluk hidup tumbuh-tanaman menggunakan benda-benda tewas yang terdapat disekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini beragam bentuk serta sifatnya. Begitu jua aksi serta reaksi sesuatu golongan atas dampak menurut yang lainnya jua tidak sama.

Sesuatu insiden yang menimpa diri seorang bisa disimpulkan menjadi resultante aneka macam dampak pelestarian fungsi hutan serta lingkungan hidup di sekitarnya. Begitu banyak pengaruh yang mendorong insan kedalam sesuatu kondisi tertentu sebagai akibatnya merupakan wajar apabila manusia tadi kemudian jua berusaha buat mengerti apakah sebenarnya yg mempengaruhi dirinya serta sampai berapa besarkah imbas-efek tersebut terhadap pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.

Secara etimologi kata “ekologi” dari berdasarkan istilah oikos yg berarti rumah serta logos berarti ilmu pengetahuan yg diperkenalkan pertama kali pada bidang ilmu pengetahuan hayati oleh seorang biolog berkebangsaan Jerman bernama Ernst Hackel pada tahun 1869 (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : dua).

Menurut Otto Soemarwoto ekologi adalah ilmu pengetahuan mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup menggunakan lingkungannnya. Selanjutnya Otto Soemarwoto menjelaskan bahwa ada beberapa studi-studi ekologi meliputi banyak sekali bidang diantaranya :
a. Studi ekologi sosial, menjadi suatu studi terhadap rekanan sosial yg berada di tempat eksklusif serta dalam ketika eksklusif dan yang terjadinya oleh tenaga-energi lingkungan yang bersifat selektif dan distributif.
b. Studi ekologi insan sebagai suatu studi tentang mengenai interaksi antara kegiatan insan serta syarat alam.
c. Studi ekologi kebudayaan sebagai suatu studi mengenai interaksi timbal balik antara variable daerah asal yang paling relevant dengan inti kebudayaan.
d. Studi ekologi pisik sebagai suatu studi tentang lingkungan hayati dan asal daya alamnya.
e. Studi ekologi biologi menjadi suatu studi mengenai interaksi timbal balik antara makhluk hidup terutama fauna dan tumbuh-tanaman dan lingkungannya (Otto Soemarwoto, 1981 : 6-7).

Di dalam ekologi masih ada masyarakat organisme hidup (biotic community) yg menggambarkan komposisi kehidupan organisme-organisme hayati pada dalamnya saling berhubungan dan membutuhkan. Misalnya biotic community dikalangan tumbuhan atau tumbuh-tanaman pada hutan belantara ditemukan beberapa pohon raksasa yang umurnya beribu-ribu tahun tetapi jumlahnya hanya sedikit, pada bawahnya akan terdapat pohon-pohon yg mini namun lebih poly tingkat populasinya, di bawahnya lagi ditemui berupa suatu perpaduan pohon-pohon yg lebih kecil misalnya tumbuhan bunga-bungaan serta akhirnya menjadi dasar merupakan flora rerumputan yg banyak sekali namun umurnya amat pendek. Di pada dan di tengah-tengah hutan ditemui pula kehidupan makhluk hayati binatang-binatang atau hewan yang hayati disana mulai menurut binatang gajah yg umurnya ratusan tahun namun jumlah taraf populasinya sedikit hingga dalam binatang semut atau binatang yg lebih kecil lagi yang umurnya sangat pendek namun jumlah tingkat populasinya amat banyak (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 2-tiga).

Jadi Ekologi adalah suatu studi ilmu pengetahuan tentang interaksi timbal pulang antara makhluk hayati manusia menggunakan makhluk hidup insan lainnya, makhluk hidup manusia menggunakan tumbuh-tanaman (tanaman -tumbuhan), makhluk hayati insan dengan binatang atau fauna, makhluk hayati insan menggunakan benda-benda mangkat di sekelilingnya dan sebaliknya hubungan timbal pulang terjadi sesama makhluk hidup. 

Ekosistem merupakan suatu syarat di suatu wilayah eksklusif komunitas benda-benda tewas (abiotic community) dimana pada dalamnya tinggal serta masih ada suatu komposisi komponen organisme hayati (biotic community) yaitu makhluk hidup manusia, makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dan makhluk hayati binatang atau fauna yg diantara abiotic serta biotic community keduanya terjalin suatu hubungan yang harmonis stabil serta saling membutuhkan terutama pada jalinan bentuk-bentuk sumber energi kehidupan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : tiga).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menyebutkan bahwa ada dua (dua) jenis bentuk ekosistem yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan ekosistem protesis (artficial ecosystem) yang adalah output daya kreasi, cipta dan daya kerja manusia terhadap ekosistemnya. Ekosistem alamiah masih ada heterogenitas yang tinggi berdasarkan organisme hayati disana sehingga bisa mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya. Sedangkan ekosistem protesis akan memiliki ciri kurang ke heterogenitasannya sebagai akibatnya bersifat labil serta buat membuat ekosistem tersebut permanen stabil perlu diberikan bantuan tenaga berdasarkan luar yg jua wajib diusahakan sang manusia sebagai penciptanya supaya berbentuk suatu bisnis maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yg dibuat itu (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : tiga ) 

Betapapun macam serta bentuk ekosistem itu tercipta yang penting bagaimana ekosistem tadi menjadi stabil, sebagai akibatnya manusianya bisa tetap hidup menggunakan teratur menurut generasi pertama ke generasi seterusnya selama serta sesejahtera mungkin. Disamping itu perlu disadari pula bahwa manusia harus berfungsi sebagai subjek menurut ekosistemnya. Perubahan-perubahan yg terjadi pada dalam daerah lingkungan hidupnya mau tidak mau akam mensugesti eksistensi manusianya, karena insan akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya (Fuad Amsyari, 1981 : 35-44). 

Ekologis dan ekosistem pelestarian fungsi lingkungan hayati dalam umumnya serta fungsi hutan pada khususnya sangat penting nir hanya ditimbulkan menyangkut arti serta fungsi hutan keterkaitannya menggunakan pelestarian lingkungan hidup, secara khusus pula pada aspek pembangunan perumahan serta permukiman ada beberapa prinsip yg perlu diperhatikan pada melaksanakan pembangunan perumahan serta permukiman tadi. Dalam konsiderans UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan serta Permukiman butir C, yg selanjutnya dianggap menggunakan UUPP menyatakan “bahwa peningkatan serta pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sebagai akibatnya merupakan satu kesatuan fungsional pada wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi dan sosial budaya buat mendukung ketahanan nasional, sanggup menjamin kelestarian lingkungan hayati dan mempertinggi kualitas kehidupan manusia Indonesia pada berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (Konsiderans UUPP). 

Contoh aspek pembangunan perumahan serta permukiman, ada beberapa prinsip yg perlu diperhatikan pada melaksanakan pembangunan perumahan serta permukiman berkelanjutan diantaranya :
a. Prinsip perlindungan (Principle of Conservation) mengarahkan pada pemeliharaan sumber daya alam yg telah mencapai tingkastan tertentu guna memperbaharui dan menghindari terjadinya penelantaran sumber daya alam yg nir bisa diperbaharui. Prinsip perlindungan ini bertujuan buat melindungi kualitas mutu lingkungan hidup.
b. Prinsip peningkatan (principle of Amelioration) bertujuan buat peningkatan kualitas fungsi lingkungan hayati.
c. Prinsip kehati-hatian dan pencegahan (precaution and prevention principles) merupakan prinsip tindakan hati-hati dan pencegahan terhadap asal terjadinya pencemaran serta/atau kerusakan lingkungan. 
d. Prinsip proteksi (protection principle) mencakup pencegahan kegiatan berbahaya serta melakukan tindakan-tindakan yang tegas guna mengklaim tidak terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hayati. Prinsip ini membuat perencanaan ekologis serta manajemen yang lebih luas termasuk dibuatnnya peraturan-peraturan pelaksana, mekanisme serta kelembagaan pada skala nasional. Sehingga itu diharapkan suatu pendekatan.yg terintegrasi dalam perlindungan sumber daya alam secara sektoral guna melakukan kebijakan lingkungan hayati secara terpadu menggunakan memperhatiokan adanya keterkaitan antar komponen-komponen lingkungan hidup dalam ekosistem.
e. Prinsip pencemar membayar. (pollunter pays principles) yg merupakan perintah bahwa pencemar harus membayar buat memikul baiaya pencegahan pencemaran lingkungan hayati, pemerintah memautuskan buat memelihara standar mjutu lingkungan hidup (Alvi Syahrin, 2003 : 85-87). 

Arti, Fungsi serta Peranan Kehutanan Dan Lingkungan Hidup
Hutan menjadi kapital pembangunan nasional mempunyai manfaat yg nyata bagi kehidupan serta penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang serta bergerak maju.untuk itu hutan wajib diurus serta dikelola, dilindungi serta dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat atau masyarakat Indonesia baik generasi kini juga generasi yang akan datang.

Dalam kedudukannya menjadi keliru satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan sudah menaruh manfaat yang akbar bagi ummat manusia, oleh karena itu dijaga kelestariannya. Hutan memiliki peranan sebagai penyerasi serta penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan global internasional sebagai sangat pentingdengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Bumi, air serta kekayaan yg terkandung di dalamnya dikuasai sang negara dan dipergunakan buat sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelengaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, keadilan serta berkelanjutan. Oleh karenanya penyelengaraan kehutanan wajib dilakukan dengan azas manfaat serta lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan keterbukaan dan keterpaduan menggunakan dilandasi akhlak mulia serta bertanggung-gugat.

Penguasaan hutan oleh negara bukan adalah pemilikan namun negara memberikan kewenangan kepada pemerintah mengatur serta mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, tempat hutan dan output hutan. Menetapkan tempat hutan serta atau membarui status daerah hutan, mengatur serta menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan dan mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan biar serta hak kepada pihak lain buat melakukan aktivitas dibidang kehutanan. Tetapi demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, terencana dan berdampak luas dan bernilai strategis, pemerintah harus memperhatikan aspirasi masyarakat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah memutuskan serta mempertahankan kecukupan luas daerah hutan pada daerah aliaran sungai serta atau pulau menggunakan sebaran yang proporsional.

Sumber daya hutan memiliki pera krusial dalam penyediaan hutan bahan baku industri, sumber pendapatan, membangun lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan adalah komoditi yg dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya menerima nilai tambah dan membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan output hutan tadi tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan menjadi asal bahan standar industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku menggunakan industri pengolahannnya, maka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan nir terbatas hanya produksi kayu serta output hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas menggunakan pemanfaatan lainnya misalnya plasma nutfah dan jasa lingkungan sehingga manfaat hutan lebih optimal 

Dilihat menurut sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada warga banyak adalah kunci keberhasilan pengolahan hutan. Oleh karenanya praktek-praktek pengolahan hutan yg hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak serta melibatkan rakyat, perlu diubah sebagai pengolahan yg berorientasi pada seluruh potensi asal daya kehutanan dan berbasis dalam pemberdayaan rakyat.

Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal menurut hasil hutan serta tempat hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka dalam prinsipnya seluruh hutan dan kawasan hutan bisa dimanfaatkan dengan memperhatikan sifat, karekteristik serta kerentaannya serta nir dibenarkan mengganti fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan daerah hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungasi konservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga keberlangsungan fungsi utama hutan serta syarat hutan, dilakukan jua upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan serta lahan yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga menaikkan pemberdayaan dan kesejahteraan rakyat, sebagai akibatnya kiprah serta warga merupakan inti keberhasilannnya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat bergerak maju dan yang paling krusial adalah supaya dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka didalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya konservasi dari output hutan alam yang masaih produktif sebagai hutan tumbuhan. 

Dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat yang berkeadilan, maka usaha mini , menengah serta koperasi mendapatkan kesempatan seluas-lusanya dalam pemanfaatan hutan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMS Indonesia) yang memperoleh biar bisnis dibidang kehutanan harus bekerja sama dengan koperasi warga setempat dan secara sedikit demi sedikit memberdayakan buat menjadi unit usaha koperasi yg andal, berdikari serta profesional sehingga setara dengan pelaku ekonomi lainnya.

Kerjasama menggunakan koperasi masyarakat setempat dimaksudkan agar rakyat yg tinggal di dalam dan di lebih kurang hutan merasakan serta menerima manfaat hutan secara eksklusif, sehingga bisa mempertinggi kesejahteraan dan kualitas hayati mereka dan sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki. Dalam kerjasama tadi kearifan tradisional dan nilai-nilai keutamaan yg terkandung pada budaya rakyat dan telah mengakar dapat dijadikan anggaran yang disepakati bersama. Kewajiban BUMN, BUMD serta BUMS Indonesia berhubungan dengan koperasi bertujuan untuk memberdayakan koperasi warga setempat supaya secara sedikit demi sedikit dapat menjadi koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional. Koperasi warga setempat yg telah menjadi koperasi yang tangguh, berdikari dan profesional diperlakukan setara menggunakan BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia. Dalam hal koperasi rakyat setempat belum terbentuk, maka BUMN, BUMD serta BUMS Indonesia tadi bisa turut mendorong terbentuknya koperasi tadi.

Untuk menjamin status, fungsi, syarat hutan dan daerah hutan dilakukan upaya proteksi hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan insan, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit. Termasuk pada pengertian perlindungan adalah mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, rakyat dan perorangan atas hutan, daerah hutan dan hasil hutan dan investasi dan perangkat yg herbi pengelolaan hutan.

Agar aplikasi pengurusan hutan bisa mencapai tujuan dan target yang ingin dicapai, maka pemerintah sentra serta pemerintah daerah harus melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta pada pengawasan aplikasi pembangunan kehutanan baik langsung juga nir pribadi sebagai akibatnya rakyat bisa mengetahui planning peruntukan hutan, pemanfaatan output hutan serta fakta yang menyangkut mengenai kehutanan.

Pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan wajib memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi warga , dan memperhatikan hak-hak masyarakat dan oleh karena itu wajib melibatkan masyarakat setempat. Pengelolaan hutan dalam dasarnya menjadi wewenang pemerintah pusat serta pemerintah wilayah. Mengingat aneka macam kekhasan wilayah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan warga luas yg membutuhkan kemampuan pengelolaan secara spesifik maka aplikasi pengelolaan hutan di daerah tertentu bisa dilimpahkan kepada BUMN yang berkiprah dibidang kehutanan, baik berbentuk Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) juga Perusahaan Perseroan (pesero) yang pembinaannya dibawah Menteri. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yg lestari diperlukan forum-forum penunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pendanaan pembangunan kehutanan, lembaga penelitian serta pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan serta forum penyuluhan.

Hutan menjadi sumber daya nasional wajib dimanfaatkan sebanyak-besarnya bagi warga sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang, grup atau golongan tertentu. Oleh karenanya pemanfaatan hutan harus didistribusikan secara berkeadilan melalui peningkatan kiprah serta masyarakat sebagai akibatnya warga semakin berdaya dan berkembang potensinya. Manfaat yg optimal mampu terwujud jika aktivitas pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang berkualitas tinggi dan lestari.

Pengelolaan Hutan Dan Lingkungan Hidup
Pengelolaan hutan mencakup aktivitas :
a. Tata hutan dan penyusunan planning pengelolaan hutan.
b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan daerah hutan.
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.
d. Perlindungan hutan dan perlindungan alam.

Tata hutan merupakan kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan mencakup pengelompokan asal daya hutan sinkron menggunakan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya menggunakan tujuan buat memperoleh manfaat yg sebesar besarnya bagi warga secara lestari (Pasal 1 butir 1, Bab I tentang Ketentuan Umum, Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002).

Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yg lebih intensif buat memperoleh manfaat yang lebih akbar (optimal) dan lestari. Tata hutan meliputi pembagian tempat hutan pada blok-blok menurut ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok kawasan hutan dibagi dalam petak-petak menurut intensitas serta efisiensi pengeloalaan. Berdasarkan blok-blok dan petak-petak tadi disusun planning pengelolaan hutan buat jangka saat tertentu.

Tata hutan serta penyusunan planning pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan serta penggunaan tempat hutan merupakan bagian menurut kegiatan pengelolaan hutan. Kegiatan rapikan hutan dan penyusunan planning pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan pada bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Kegiatan demi aktivitas pengeloalaan ini menjadi wewenang pemerintah sentra serta/atau pemerintah daerah serta bisa dilimpahkan sang pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkiprah pada bidang kehutanan. 

Pelaksanaan kegiatan tata hutan serta penyusunan rencana pengelolaan hutan dilakukan pada setiap unit pengelolaan hutan pada semua tempat hutan yg meliputi :
a. Hutan konservasi yaitu daerah hutan dengan ciri khas eksklusif yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman flora dan satwa (binatang) dan ekosistemnya. Hutan perlindungan ini terdiri dari kawasan hutan suaka alam, daerah hutan pelestarian alam serta taman buru.
b. Hutan lindung yaitu tempat hutan yg mempunyai fungsai utama menjadi perlindungan sistem penyangga kehidupan buat mengatur rapikan air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Tata hutan dalam hutan lindung dilaksanakan dalam setiap unit pengelolaan yg melakukan aktivitas penentuan batas-batas hutan yg diatata, inventarisasi, identifikasi serta perisalahan syarat tempat hutan, pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya pada hutan danm sekitarnya, pembagian hutan ke dalam blok-blok (blok proteksi, blok pemanfaatan dan blok lainnya), registrasi serta pengukuran dan pemetaan. 
c. Hutan produksi yaitu tempat hutan yang memiliki fungsi utama memproduksi hasil-output hutan. Tata hutan pada hutan produksi memuat kegiatan penentuan batas hutan, yg ditata, inventarisasi potensi serta syarat hutan, perisalahan hutan, pembagian hutan ke pada blok-blok dan petak-petak, pemancangan tanda batas blok-blok serta petak-petak tersebut, pembukaan daerah serta sarana pengelolaan, pendaftaran dan pengukuran dan pemetaan.

Berdasarkan output penataan hutan pada setiap unit atau kesatuan pengelolaan hutan, maka disusunlah planning pengelolaan hutan. Perencanaan kehutanan dimaksudkan buat memberikan pedoman serta arah yang mengklaim tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan buat sebesar-besar kemakmuran masyarakat yg berkeadilan dan berkelanjutan. Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung jawab, partisipatif, terpadu dan memperhatikan kekhasan serta aspirasi daerah.

Perencanaan kehutanan mencakup kegiatan :
a. Inverntarisasi hutan.
b. Pengukuhan/pengukuran tempat hutan.
c. Penatagunaan daerah hutan
d. Pembentukan daerah pengelolaan hutan.
e. Penyusunan rencana kehutanan (Pasal 12, Bab IV mengenai Perencanaan Kehutanan UUK).

Rencana pengelolaan hutan memuat tentang perencaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi pengendalian dan pengawasan menjadi dasar aktivitas pengelolaan hutan. Penyusunan planning pengelolaan hutan meliputi :
a. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang yang memuat rencana kegiatan secara makro tentang panduan arahan serta dasar-dasar pengelolaan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan dalam jangka saat 20 tahun, disusun oleh instansi yg bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi serta disahkan sang Menteri Kehutanan.
b. Rencana pengeloaan hutan jangka menengah memuat rencana yg berisi penjabaran planning pengelolaan hutan jangka menengah 5 tahun disusun oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi serta disahkan oleh Meneteri Kehutanan.
c. Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat planning operasional secara lebih jelasnya yg merupakan pembagian terstruktur mengenai planning pengelolaan hutan pada jangka waktu 1 tahun yg disusun sang instansi yanmg bertanggung jawab dibidang kehutanan serta disahkan oleh Gubernur (Pasal 14 ayat 1 dan dua, Bab II mengenai Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan).

Pemanfaatan hutan merupakan bentuk kegiatan pemanfaatan tempat hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu dan pemungutan output hutan kayu dan bukan kayu secara optimal, berkeadilan buat kesejahteraan masyarakat menggunakan permanen menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan bertujuan buat memperoleh manfaat yg optimal bagi kesejahteraan seluruh warga secara berkeadilan menggunakan permanen menjaga kelestariannya. Pemanfaatan tempat hutan bisa dilakukan dalam semua kawasan hutan kecuali dalam hutan cagar alam dan zona inti dan zona rimba dalam taman nasional.

Pemanfaatan daerah pada hutan lindung merupakan bentuk usaha memakai daerah dalam hutan lindung dengan tidak mengurangi fungsi utama. Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan daerah, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui anugerah izin bisnis pemanfaatan tempat, biar bisnis pemanfaatan jasa lingkungan dan biar pemungutan output hutan bukan kayu. Pemanfaatan daerah pada hutan produksi merupakan bentuk usha buat memanfaatkan ruang tubuh sebagai akibatnya dapat diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal menggunakan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.

Pemanfaatan output hutan kayu merupakan segala bentuk usaha yg memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu menggunakan nir merusak lingkungan dan nir mengurangi fungsi utama hutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk bisnis yang memanfaatkan serta mengusahakan hasil hutan bukan kayu menggunakan tidak merusak lingkungan hidup serta tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Pemungutan hasil hutan kayu serta/atau bukan kayu adalah segala bentuk kegiatan buat mengambil hasil berupa kayu serta/atau bukan kayu menggunakan nir Mengganggu lingkungan hidup dan nir mengurangi fungsi pokok hutan

Penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan pada luar aktivitas kehutanan hanya bisa dilakukan pada pada tempat hutan produksi dan tempat hutan lindung serta bisa dilakukan tanpa membarui fungsi utama tempat hutan.. Penggunaan tempat hutan buat kepentingan pertambangan dapat dilakukan melalaui anugerah biar pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas serta jangka waktu eksklusif serta kelestarian lingkungan. Pada daerah hutan lindung tidak boleh melakukan penambangan menggunakan pola terbuka.

Rehabilitasi hutan dan huma dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan serta menaikkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya guna, dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan permanen terjaga.rehabilitasi hutan serta huma diselenggarakan melalui kegiatan :
a. Reboisasi,
b. Penghijauan,
c. Pemeliharaan,
d. Pengayaan flora atau
e. Penerapan teknik perlindungan tanah secara vegetatif serta sipil teknis dalam lahan kritis serta tidak produktif. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan disemua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam serta zona inti taman nasional. 

Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan dari syarat spesifik biofisik. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan serta huma diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif pada rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Setiap orang yang mempunyai, mengelola dan atau memanfaatkan hutan yang kritis atau tidak produktif harus melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konsevasi. Dalam aplikasi rehabilitasi setiap orang dapat meminta pendamping, pelayanan dan dukungan pada lembaga swadaya rakyat, pihak lain atau pemerintah. 

Rehabilitasi hutan serta huma dilakukan secara sedikit demi sedikit, dalam upaya pemulihan serta pengembangan fungsi sumber daya hutan serta lahan baik fungsi hutan pruduksi, hutan fungsi lindung maupun hutan fungasi perlindungan. Upaya mempertinggi daya dukung aserta produktifitas hutan serta huma dimaksudkan supaya hutan dan lahan bisa berperan menjadi sistem penyangga kehidupan termasuk perlindungan tanah serta air dalam rangka pencegahan banjir serta pencegahan erosi. Kegiatan reboisasi serta penghijauan adalah bagian rehabilitas hutan dan lahan, aktivitas reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan hutan sedangkan aktivitas penghijauan dilaksanakan pada luar kawasan hutan. 

Rehabilitasi hutan serta huma diprioritaskan dalam lahan kritis terutama yang terdapat dibagian hulu wilayah aliran sungai agar fungsi rapikan air dan pencegahan terhadap banjir serta kekeringan bisa dipertahankan secara maksimal . Rehabilitasi hutan bakau serta hutan rawa perlu menerima perhatian yg sama sebagaimana pada hutan lainnya. Semetara pada hutan cagar alam dan zona inti taman nasional nir boleh dilakukan aktivitas rehabilitasi, hal ini dimaksudkan buat menjaga kekhasan, keaslian, keunikan serta keterwakilan berdasarkan jenis tumbuhan serta fauna serta ekosistemnya. 

Reklamasi hutan suatu kegiatan yang meliputi usaha buat memperbaiki atau memulihkan kembali huma serta vegetasi hutan yang rusak supaya dapat berfungsi secara optimal sesuai menggunakan peruntukannya. Jenis aktivitas yang terkait dengan reklamasi hutan mencakup inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan serta aplikasi reklamasi.

Penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan pada luar aktivitas kehutanan hanya dapat dilakukan pada dalam kawasan hutan produksi dan daerah hutan lindung bisa dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok tempat hutan. Apabila penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan mengakibatkan terjadinya kerusakan serta pencemaran lingkungan hayati hutan, maka harus dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sinkron dengan pola yg ditetapkan oleh pemerintah.

Reklamasi dalam tempat hutan bekas areal pertambangan, harus dilaksanakan sang pemegang biar pertambangan sinkron menggunakan tahapan kegiatan pertambangan. Pihak-pihak yang memakai daerah hutan buat kepentingan di luar aktivitas kehutanan yg mengakibatkan perubahan bagian atas serta penutupan tanah, harus membayar dana agunan reklamasi dan rehabilitasi.