Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa nir menunda insan buat selalu memakai akal budi serta fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yg ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari tahu itu membuat sebuah kesadaran yg dianggap pengetahuan. Apabila proses itu memiliki karakteristik-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi dapat digunakan buat menunjukkan tanda-tanda-gejala eksklusif pada bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang spesifik menurut kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari tahu tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat meliputi “segalanya”. Filsafat datang sebelum serta sesudah ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan mengenai batas-batas menurut kekhususannya.
Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan apa yg dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "manusia di dunia yg mengembara menuju akhirat". Dalam tanda-tanda ini kentara terdapat tiga hal menonjol, yaitu insan, dunia, serta akhirat. Maka ada filsafat mengenai insan (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan mengenai yang satu pastilah nir bisa dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat mengenai akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal insan pada dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat disebut sebagai filsafat mengenai semua holistik kenyataan menggunakan obyek yang dikaji adalah keberadaan (eksistensi) dan esensi (hakekat).
Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Apabila cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka bisa dikatakan bahwa filsafat berangkat berdasarkan pengalaman nyata manusia yang benar-benar kaya menggunakan segala sesuatu yg implisit ingin dinyatakan secara tersurat.
B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut tiga kelompok akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu.
1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material berdasarkan filsafat pengetahuan adalah tanda-tanda "manusia memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu dari karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (lawan "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "bisikan hati", menurut mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material jua, serta kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) membuat filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dipandang menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak pada cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih khusus, antara lain:
a. Etika (Filsafat Moral)
Etika merupakan ilmu mengenai apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang norma norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta norma-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini sanggup diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu mengenai yg baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis.
b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia mampu terbentuk, serta bagaimana seorang sanggup merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang keindahan merupakan sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dipercaya menjadi evaluasi terhadap sentimen dan rasa.
c. Metafisika (Mengkaji tentang “ada” dan “tidak ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada di sebalik fisika. Hakikat yg bersifat abstrak dan pada luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan pada alam ini: menggunakan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau nir? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yg tidak bisa diterangkan dengan kaedah penjelasan yg ditemukan pada ilmu yg lain.
d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yang ideal)
Filasafat politik adalah studi mengenai evaluasi serta kritik moral terhadap proses yang melandasi kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik serta sempurna.
e. Filsafat Agama
Filsafat agama adalah cara pandang yang menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang ada buat mengetahui hakikat kepercayaan dan ber-bagai duduk perkara yang masih ada pada agama itu. Dengan istilah lain, objek yang dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan mendasar menurut setiap hal yang menjadi ajaran menurut seluruh kepercayaan di global ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting dalam setiap agama merupakan ajaran tentang Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, namun jua argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yang dibahas pada filsafat agama.
Filsafat kepercayaan jua bisa dikatakan sebagai pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala kepercayaan : hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat interaksi manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, namun sekaligus menciptakan serta sebagai dasar tingkah-laris insan. Kepada Yang Kudus itulah manusia hanya beriman, yg dapat diamati pada konduite hayati yg penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa".
f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yang berlandaskan dalam teori ontologis, epistemologis dan aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.
Dengan kata lain, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yg ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yang ditinjau berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
- Obyek apa yg ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki menurut obyek tadi? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut menggunakan daya tangkap manusia yg membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
- Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yg harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yg sahih? Apakah kriterianya? Apa yang dianggap kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yg membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yg berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
- Untuk apa pengetahuan yg berupa ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yg ditelaah dari pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan kebiasaan-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yg bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan bisa didekati berdasarkan problema-problema pendidikan yg yg bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.
h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menilik hakikat aturan. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat aturan adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam hingga dalam inti atau dasarnya, yang dianggap menggunakan hakikat. Ada jua yang mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat yg mengusut hukum yg benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat aturan jua sering dikonotasikan sebagai penelitian mendasar serta pengertian hukum secara tak berbentuk.
Filsafat hukum menilik hukum secara spekulatif dan kritis. Artinya filsafat aturan berusaha untuk mengusut nilai berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ;
- Secara spekulatif, filsafat aturan terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat aturan.
- Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat mempelajari gagasan-gagasan mengenai hukum yg sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi pada 2 kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan berdasarkan fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟
Pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas dan tanpa dibantu menggunakan observasi terhadap global. Penalaran pada sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-istilah, secara tipikal bisa ditemukan dalam definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.
Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas 2 jenis perkiraan; matematika ini berkaitan menggunakan perkiraan berdasarkan aksioma serta definisi, dan akal yg berkaitan menggunakan asumsi aksioma, anggaran menarik kesimpulan serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan terdapat dunia (macro) perkiraan, seperti konklusi nalar cukup untuk tetapkan kebenaran matematika.
j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah adalah cabang dari filsafat yang memeriksa mengenai prinsip-prinsip mendasar (hakekat) sejarah sejauh dapat ditangkap sang nalar dan bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, merupakan bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah membicarakan “terdapat” menjadi sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan dalam filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yang mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu sebagai terdapat atau hal-hal fundamental apa yg mengakibatkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.
Manfaat primer memeriksa filsafat sejarah merupakan akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan mengakibatkan dirinya menjadi seseorang “kritikus” yg handal.
Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih bisa melakukan suatu kritik atau penilaian serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan agar bisa mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna serta memuaskan. Kajian tentang sejarah akan lebih tuntas, menarik, serta bermakna bagi kehidupan manusia pada hari ini serta esok bila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui serta memahami filsafat sejarah akan bisa menemukan struktur dasar (hakekat) pada dalam penjelasan (eksplanasi) sejarah. Karena itu setiap pakar sejarah yang menggunakan sungguh-sungguh menemkuni profesinya menjadi seseorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau nir mau menganut beberapa pendapat yg mengakar pada filsafat sejarah
2. Logika (Mengkaji tentang sahih atau keliru)
Logika berhubungan dengan pengetahuan, serta berhubungan dengan bahasa. Disini bahasa dimengerti menjadi cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan serta dinyatakan. Maka logika adalah cabang filsafat yg mengusut kesehatan cara berfikir serta anggaran-anggaran yg harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan absah adanya.
Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori pada membagi ilmu-ilmu saat ilmu yg satu berkait dengan ilmu lain, metode-metode pada ilmu-ilmu, dasar kepastian dan jenis kabar yang diberikan.
Dari seluruh penerangan tadi bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan pencerahan akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat. Rasa heran dan menyangsikan ini mendorong insan buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis misalnya ini disebut menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa pula bermula menurut adanya suatu pencerahan akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa beliau sangat terbatas serta terikat terutama dalam saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yg dijadikan bahan kemajuan buat menemukan kebenaran yg hakiki.