CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa nir menunda insan buat selalu memakai akal budi serta fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yg ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari tahu itu membuat sebuah kesadaran yg dianggap pengetahuan. Apabila proses itu memiliki karakteristik-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi dapat digunakan buat menunjukkan tanda-tanda-gejala eksklusif pada bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang spesifik menurut kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari tahu tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat meliputi “segalanya”. Filsafat datang sebelum serta sesudah ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan mengenai batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan apa yg dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "manusia di dunia yg mengembara menuju akhirat". Dalam tanda-tanda ini kentara terdapat tiga hal menonjol, yaitu insan, dunia, serta akhirat. Maka ada filsafat mengenai insan (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan mengenai yang satu pastilah nir bisa dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat mengenai akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal insan pada dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat disebut sebagai filsafat mengenai semua holistik kenyataan menggunakan obyek yang dikaji adalah keberadaan (eksistensi) dan esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Apabila cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka bisa dikatakan bahwa filsafat berangkat berdasarkan pengalaman nyata manusia yang benar-benar kaya menggunakan segala sesuatu yg implisit ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut tiga kelompok akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material berdasarkan filsafat pengetahuan adalah tanda-tanda "manusia memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu dari karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (lawan "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "bisikan hati", menurut mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material jua, serta kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) membuat filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dipandang menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak pada cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih khusus, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu mengenai apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang norma norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta norma-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini sanggup diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu mengenai yg baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia mampu terbentuk, serta bagaimana seorang sanggup merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang keindahan merupakan sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dipercaya menjadi evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji tentang “ada” dan “tidak ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada di sebalik fisika. Hakikat yg bersifat abstrak dan pada luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan pada alam ini: menggunakan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau nir? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yg tidak bisa diterangkan dengan kaedah penjelasan yg ditemukan pada ilmu yg lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yang ideal)
Filasafat politik adalah studi mengenai evaluasi serta kritik moral terhadap proses yang melandasi kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik serta sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat agama adalah cara pandang yang menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang ada buat mengetahui hakikat kepercayaan dan ber-bagai duduk perkara yang masih ada pada agama itu. Dengan istilah lain, objek yang dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan mendasar menurut setiap hal yang menjadi ajaran menurut seluruh kepercayaan di global ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting dalam setiap agama merupakan ajaran tentang Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, namun jua argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yang dibahas pada filsafat agama.

Filsafat kepercayaan jua bisa dikatakan sebagai pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala kepercayaan : hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat interaksi manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, namun sekaligus menciptakan serta sebagai dasar tingkah-laris insan. Kepada Yang Kudus itulah manusia hanya beriman, yg dapat diamati pada konduite hayati yg penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yang berlandaskan dalam teori ontologis, epistemologis dan aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan kata lain, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yg ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yang ditinjau berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yg ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki menurut obyek tadi? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut menggunakan daya tangkap manusia yg membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yg harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yg sahih? Apakah kriterianya? Apa yang dianggap kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yg membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yg berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yg berupa ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yg ditelaah dari pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan kebiasaan-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yg bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan bisa didekati berdasarkan problema-problema pendidikan yg yg bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menilik hakikat aturan. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat aturan adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam hingga dalam inti atau dasarnya, yang dianggap menggunakan hakikat. Ada jua yang mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat yg mengusut hukum yg benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat aturan jua sering dikonotasikan sebagai penelitian mendasar serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat hukum menilik hukum secara spekulatif dan kritis. Artinya filsafat aturan berusaha untuk mengusut nilai berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; 
  • Secara spekulatif, filsafat aturan terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat mempelajari gagasan-gagasan mengenai hukum yg sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi pada 2 kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan berdasarkan fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas dan tanpa dibantu menggunakan observasi terhadap global. Penalaran pada sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-istilah, secara tipikal bisa ditemukan dalam definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas 2 jenis perkiraan; matematika ini berkaitan menggunakan perkiraan berdasarkan aksioma serta definisi, dan akal yg berkaitan menggunakan asumsi aksioma, anggaran menarik kesimpulan serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan terdapat dunia (macro) perkiraan, seperti konklusi nalar cukup untuk tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah adalah cabang dari filsafat yang memeriksa mengenai prinsip-prinsip mendasar (hakekat) sejarah sejauh dapat ditangkap sang nalar dan bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, merupakan bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah membicarakan “terdapat” menjadi sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan dalam filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yang mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu sebagai terdapat atau hal-hal fundamental apa yg mengakibatkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer memeriksa filsafat sejarah merupakan akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan mengakibatkan dirinya menjadi seseorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih bisa melakukan suatu kritik atau penilaian serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan agar bisa mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna serta memuaskan. Kajian tentang sejarah akan lebih tuntas, menarik, serta bermakna bagi kehidupan manusia pada hari ini serta esok bila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui serta memahami filsafat sejarah akan bisa menemukan struktur dasar (hakekat) pada dalam penjelasan (eksplanasi) sejarah. Karena itu setiap pakar sejarah yang menggunakan sungguh-sungguh menemkuni profesinya menjadi seseorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau nir mau menganut beberapa pendapat yg mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji tentang sahih atau keliru)
Logika berhubungan dengan pengetahuan, serta berhubungan dengan bahasa. Disini bahasa dimengerti menjadi cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan serta dinyatakan. Maka logika adalah cabang filsafat yg mengusut kesehatan cara berfikir serta anggaran-anggaran yg harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan absah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori pada membagi ilmu-ilmu saat ilmu yg satu berkait dengan ilmu lain, metode-metode pada ilmu-ilmu, dasar kepastian dan jenis kabar yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tadi bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan pencerahan akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat. Rasa heran dan menyangsikan ini mendorong insan buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis misalnya ini disebut menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa pula bermula menurut adanya suatu pencerahan akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa beliau sangat terbatas serta terikat terutama dalam saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yg dijadikan bahan kemajuan buat menemukan kebenaran yg hakiki.

CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa tidak menunda insan buat selalu menggunakan nalar budi dan fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari memahami itu membuat sebuah kesadaran yang diklaim pengetahuan. Apabila proses itu mempunyai karakteristik-karakteristik metodis, sistematis serta koheren, serta cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif di bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali serta menekuni hal-hal yang spesifik dari kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari memahami tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) serta memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat tiba sebelum dan selesainya ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai menjadi bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” lantaran ilmu pengetahuan khusus niscaya menghadapi pertanyaan tentang batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat mempunyai obyek material serta obyek formal. Obyek material merupakan apa yang dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "insan di global yg mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini kentara ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, global, dan akhirat. Maka terdapat filsafat mengenai manusia (antropologi), filsafat mengenai alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi serta teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak bisa dilepaskan berdasarkan yg lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yg dikenal manusia dalam dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat dianggap sebagai filsafat mengenai seluruh keseluruhan fenomena menggunakan obyek yg dikaji merupakan eksistensi (keberadaan) serta esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang digunakan atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka dapat dikatakan bahwa filsafat berangkat dari pengalaman nyata insan yg sungguh kaya menggunakan segala sesuatu yg tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut 3 gerombolan akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material menurut filsafat pengetahuan adalah gejala "insan memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu menurut karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (lawan "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (lawan "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana dari pengetahuan serta kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan berdasarkan sebab-musabab pertama) membentuk filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dicermati menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini lalu berkembang sebagai cabang-cabang filsafat yg mempunyai bidang kajian yg lebih spesifik, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu tentang apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang tata cara norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu gerombolan dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu jika kemungkinan-kemungkinan etis sebagai bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis serta metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana dia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang mampu merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang estetika adalah sebuah filosofi yg mengusut nilai-nilai sensoris, yg kadang dianggap sebagai evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji mengenai “ada” serta “nir ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada pada sebalik ekamatra. Hakikat yg bersifat tak berbentuk serta di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang empiris kehidupan pada alam ini: dengan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian mengenai sesuatu yg bersifat rohani dan yg tidak dapat diterangkan menggunakan kaedah penerangan yg ditemukan dalam ilmu yang lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yg ideal)
Filasafat politik merupakan studi tentang evaluasi serta kritik moral terhadap proses yg melandasi kehidupan sosial, politik serta ekonomi yg diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik dan sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat kepercayaan adalah cara pandang yg menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang terdapat buat mengetahui hakikat agama serta ber-bagai masalah yang masih ada pada kepercayaan itu. Dengan istilah lain, objek yg dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan fundamental dari setiap hal yg sebagai ajaran berdasarkan semua agama pada dunia ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting pada setiap agama adalah ajaran mengenai Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, tetapi pula argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yg dibahas dalam filsafat kepercayaan .

Filsafat kepercayaan jua dapat dikatakan menjadi pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) mengenai tanda-tanda agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, tetapi sekaligus membentuk serta sebagai dasar tingkah-laris manusia. Kepada Yang Kudus itulah insan hanya beriman, yang dapat diamati pada konduite hidup yg penuh dengan perilaku "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yg berlandaskan pada teori ontologis, epistemologis serta aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan istilah lain, filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yg dipandang berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu adalah bagian menurut epistemologi (filsafat pengetahuan) yg secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yg hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi menggunakan daya tangkap manusia yg mengakibatkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yg berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang wajib diperhatikan supaya mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yg diklaim kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita pada menerima pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yg merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-kebiasaan moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yg diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan dapat didekati dari problema-problema pendidikan yang yang bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menyelidiki hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum merupakan ilmu yang memeriksa hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah aturan, serta objek tadi dikaji secara mendalam hingga pada inti atau dasarnya, yang diklaim dengan hakikat. Ada jua yang menyampaikan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yg memeriksa hukum yang benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat hukum jua tak jarang dikonotasikan sebagai penelitian fundamental serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat aturan mempelajari hukum secara spekulatif serta kritis. Artinya filsafat aturan berusaha buat mempelajari nilai menurut pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai aturan ; 
  • Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan tentang hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat menyelidiki gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan mutlak dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara mutlak, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam 2 kategori, yaitu pengetahuan a priori serta pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang berdasarkan atas serta tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-kata, secara tipikal bisa ditemukan pada definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika berdasarkan atas 2 jenis asumsi; matematika ini berkaitan dengan perkiraan berdasarkan aksioma dan definisi, serta akal yg berkaitan dengan perkiraan aksioma, anggaran menarik konklusi serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) serta ada dunia (macro) perkiraan, seperti deduksi nalar relatif buat tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah merupakan cabang menurut filsafat yang menyelidiki mengenai prinsip-prinsip fundamental (hakekat) sejarah sejauh bisa ditangkap sang akal serta bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, artinya bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah mengungkapkan “ada” sebagai sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan pada filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yg mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu menjadi terdapat atau hal-hal mendasar apa yang menyebabkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer mempelajari filsafat sejarah adalah akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan membuahkan dirinya sebagai seorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih sanggup melakukan suatu kritik atau evaluasi serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan supaya dapat mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna dan memuaskan. Kajian mengenai sejarah akan lebih tuntas, menarik, dan bermakna bagi kehidupan insan pada hari ini dan esok apabila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui dan tahu filsafat sejarah akan sanggup menemukan struktur dasar (hakekat) pada pada penjelasan (eksplanasi) sejarah. Lantaran itu setiap pakar sejarah yang menggunakan benar-benar-sungguh menemkuni profesinya menjadi seorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau tidak mau menganut beberapa pendapat yang mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji mengenai sahih atau galat)
Logika herbi pengetahuan, dan herbi bahasa. Disini bahasa dimengerti sebagai cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan dan dinyatakan. Maka logika merupakan cabang filsafat yang menilik kesehatan cara berfikir dan aturan-aturan yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan sah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori dalam membagi ilmu-ilmu ketika ilmu yang satu berkait menggunakan ilmu lain, metode-metode dalam ilmu-ilmu, dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tersebut bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan adalah 3 hal yang mendorong insan utuk berfilsafat. Rasa heran dan mencurigai ini mendorong manusia buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yg hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis seperti ini dianggap menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa jua bermula berdasarkan adanya suatu kesadaran akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama dalam waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka menggunakan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yg terbatas, pastilah terdapat sesuatu yg tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yg hakiki.

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat dapat dijabarkan dari perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta dan kata “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yg mendalam. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yg berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras serta Socrates-lah yg mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar pada waktu yang menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih senang menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, adalah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka ia tidak mau mengatakan bahwa dia mempunyai, mempunyai atau menguasai.

Oleh karena luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan bisa menguasai dengan sempurna dan orang tidak akan pernah berkata selesai belajar. 

Sudut simpel yg sesungguhnya mengenai arti dan nilai hayati itu, arti dan nilai insan itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat sebagai berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg memeriksa sebab-karena yang pertama atau prinsip-prinsip yang tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, kentara yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yang dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-sebab yang terdalam menurut segala sesuatu, sampai kepada penyebab yang tidak disebabkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) ialah Allah itu sendiri.

Mengenai “terdapat” yang tidak mutlak adalah segala ciptaan Tuhan, sewaktu-ketika mampu punah pada muka bumi ini jika sudah ada saatnya sinkron menggunakan hukum alamatau hukum Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala pengetahuan dan kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, merupakan cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan teori pembagian ilmu, metode yang dipakai pada ilmu, tentang dasar kepastian serta jenis berita yg diberikan yang nir termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan merupakan tugas filsafat.
3. Ontologi, seringkali diklaim metafisika umum atau filsafat pertama adalah filsafat tentang seluruh fenomena atau segala sesuatu sejauh itu ”terdapat”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) mengenai theos (Tuhan) dari ajaran serta agama.
5. Kosmologi, menyampaikan tentang kosmos atau alam semesta hal wacana dan evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat insan menyelidiki manusia menjadi manusia, menguraikan apa atau siapa manusia menurut adanya yg terdalam, sejauh bisa diketahui mulai menggunakan logika budinya yang murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yg mengusut tindakan manusia. Etika dibedakan berdasarkan semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, seringkali pula diklaim filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dipercaya paling penting dalam periode eksklusif, serta aliran besar yang menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian spesifik atau cabang-cabang spesifik filsafat yg terdiri menurut cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat mengenai:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan menjadi berikut:
1. Objek filsafat merupakan segala sesuatu yang ada
2. Sudut pandangaannya ialah sebab-sebab yg terdalam
3. Sifat filsafat ialah sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat artinya metode perenungan (contemplation) yang spekulatif
5. Jalan filsafat pada bisnis mencari dan menemukan jawaban atas segala pertanyaan hidup dan kehidupan manusia adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta tidak dari kepada wahyu Allah atau pertolongan istimewa dari kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari menurut bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yg berarti tahu/mengetahui. Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengungkapkan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya nir tidak selaras, terutama sebelum abad ke-19, namun setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, misalnya metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut berbagai pengetahuan yang masing-masing sesuatu lapangan pengalaman eksklusif, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas tertentu, hingga sebagai kesatuan. Suatu sistem dari banyak sekali pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil pemeriksaan-inspeksi yang dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode eksklusif.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan aturan kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar maupun dari bangunnya menurut pada.”

Sejalan menggunakan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati insan, dan semakin berkembangnya kehidupan terkini maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam keadaan yang demikian, lahirlah apa yg dianggap ilmu-ilmu pengetahuan khusus. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (contohnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yg lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia dalam mempermudah aplikasi kehidupannya atau buat mensejahterakan insan. Disegi lain, dapat juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan insan, bila ilmu dan teknologi itu digunakan untuk tujuan perang dengan membangun senjata mutakhir.

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat bisa dijabarkan menurut perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta serta istilah “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yang mendalam. Perkataan ini berasal menurut bahasa Yunani yang berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras dan Socrates-lah yang mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar dalam saat yg menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih suka menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, ialah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka beliau tak mau mengungkapkan bahwa beliau mempunyai, memiliki atau menguasai.

Oleh lantaran luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan dapat menguasai dengan sempurna dan orang nir akan pernah mengungkapkan terselesaikan belajar. 

Sudut simpel yang sesungguhnya mengenai arti dan nilai hidup itu, arti dan nilai manusia itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat menjadi berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg mengusut karena-karena yg pertama atau prinsip-prinsip yg tertinggi dari segala sesuatu yg dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, jelas yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yg dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-karena yang terdalam berdasarkan segala sesuatu, hingga kepada penyebab yg nir ditimbulkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) merupakan Allah itu sendiri.

Mengenai “ada” yg tidak mutlak adalah segala kreasi Tuhan, sewaktu-ketika sanggup punah pada muka bumi ini bila telah terdapat saatnya sesuai dengan hukum alamatau aturan Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut karena pertama, gejala pengetahuan serta kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri menggunakan teori pembagian ilmu, metode yg dipakai pada ilmu, mengenai dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan yg tidak termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan adalah tugas filsafat.
3. Ontologi, tak jarang diklaim metafisika generik atau filsafat pertama merupakan filsafat mengenai seluruh kenyataan atau segala sesuatu sejauh itu ”ada”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) tentang theos (Tuhan) berdasarkan ajaran dan agama.
5. Kosmologi, membicarakan mengenai kosmos atau alam semesta hal ihwal serta evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat manusia menyelidiki insan sebagai insan, menguraikan apa atau siapa insan menurut adanya yang terdalam, sejauh sanggup diketahui mulai dengan logika budinya yg murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yang memeriksa tindakan insan. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan insan, melainkan bagaimana insan seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, sering juga disebut filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dianggap paling penting pada periode tertentu, dan genre besar yg menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian khusus atau cabang-cabang khusus filsafat yang terdiri berdasarkan cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat tentang:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan sebagai berikut:
1. Objek filsafat artinya segala sesuatu yg ada
2. Sudut pandangaannya artinya karena-sebab yang terdalam
3. Sifat filsafat artinya sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat adalah metode perenungan (contemplation) yg spekulatif
5. Jalan filsafat dalam usaha mencari serta menemukan jawaban atas segala pertanyaan hayati dan kehidupan insan adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta nir menurut pada wahyu Allah atau pertolongan istimewa menurut kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari dari bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yang berarti memahami/mengetahui. Pengertian ilmu yg masih ada dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem berdasarkan metode eksklusif, yg bisa dipakai buat menampakan tanda-tanda-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara berkata ilmu merupakan any organized knowledge. Ilmu serta sains menurutnya tidak tidak sinkron, terutama sebelum abad ke-19, tetapi selesainya itu sains lebih terbatas dalam bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian menjadi berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut banyak sekali pengetahuan yg masing-masing sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas eksklusif, hingga menjadi kesatuan. Suatu sistem berdasarkan aneka macam pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil inspeksi-pemeriksaan yg dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode tertentu.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada satu golongan masalah yg sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak menurut luar maupun dari bangunnya menurut dalam.”

Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yg dihadapi insan. Dalam keadaan yg demikian, lahirlah apa yg disebut ilmu-ilmu pengetahuan spesifik. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu insan dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau buat mensejahterakan manusia. Disegi lain, bisa juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan buat tujuan perang dengan menciptakan senjata terkini.

MAZHAB SUMBER DAN TOKOH FILSAFAT INDONESIA

Mazhab, Sumber, Dan Tokoh Filsafat Indonesia 
Kini tibalah dalam tempatnya buat membahas cabang-cabang menurut ‘Filsafat Indonesia’ serta tokoh-tokoh kunci yang menguasai cabang itu. Di sini penulis membagi Filsafat Indonesia ke dalam 6 mazhab besar , berdasarkan dalam asal-sumber inspirasinya: Filsafat Etnik, Filsafat Timur, Filsafat Barat, Filsafat Islam, Filsafat Kristen, serta Filsafat Paska-Soeharto.

A. Filsafat Etnik
Jakob Sumardjo sudah menjelaskan pada muka, bahwa yg dimaksud dengan ‘Filsafat Etnik’ adalah ‘…pemikiran primordial…’ atau ‘…pola pikir dasar yg menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ menurut suatu kelompok etnik pada Indonesia. Maka, apabila diklaim ‘Filsafat Etnik Jawa’, itu adalah:

filsafat…  terbaca pada cara rakyat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara menentukan pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk rumah Jawanya, dari kitab -kitab sejarah dan sastra yg ditulisnya…

‘Filsafat Etnik’ adalah filsafat orisinil berdasarkan Indonesia, yg diproduksi sang local genius primitif sebelum kedatangan dampak filsafat asing. Di era neolitikum, kurang lebih tahun 3500–2500 SM, penduduk Indonesia orisinil telah menciptakan komunitas berupa desa-desa mini yang sudah mengenal sistem pertanian, sistem irigasi sederhana, sistem peternakan, pembuatan perahu, sistem pelayaran sederhana, serta seni bertenun. Mereka juga telah mulai berspekulasi tentang segala yang mereka perhatikan berdasarkan alam, sehingga merekapun sudah menghasilkan filsafat, sekalipun pada bentuk yang sangat sederhana. Mitologi-mitologi filosofis yang diproduksi suku-suku etnis Indonesia sekarang sudah poly yg dibukukan, sebagai akibatnya para peneliti Filsafat Indonesia kini bisa membacanya, baik pada Bahasa Indonesia maupun pada bahasa asing. Misalnya, mitologi filosofis suku Dayak-Benuaq sudah dibukukan dan diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh Michael Hopes, Madras & Karaakng dengan judul Temputn: Myths of The Benuaq and Tunjung Dayak (Jakarta: Puspa Swara & Rio Tinto Foundation, 1997). 

Kajian ‘Filsafat Etnik’ sudah banyak dilakukan sang filosof Indonesia. M. Nasroen merupakan orang pertama yg memelopori kajian ‘Filsafat Etnik’ pada dasa warsa 60-an, lalu Sunoto, yg melakukan kajian serius mengenai Filsafat Etnik Jawa. R. Pramono menyelidiki Filsafat Etnik Jawa, Batak, Minangkabau, serta Bugis. Sedangkan Jakob Sumardjo, dalam karyanya Arkeologi Budaya Indonesia serta Mencari Sukma Indonesia, membahas Filsafat Etnik Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, dan lain-lain. Franz Magnis-Suseno juga menelaah Filsafat Etnik Jawa, misalnya karya-karyanya yang berjudul Kita dan Wayang (Jakarta, 1984), Etika Jawa dalam Tantangan, dan Etika Jawa: sebuah Analisa Filsafat mengenai Kebijaksanaan Hidup Jawa. I Made Swasthawa Dharmayuda mengkaji Filsafat Bali yg terkandung dalam norma-istiadat suku Bali pada karyanya Filsafat Adat Bali. P.J. Zoetmulder menelaah Filsafat Etnik Jawa dari segi kesusastraannya dalam buku Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang dan Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa. Nian S. Djoemena menelaah Filsafat Etnik Jawa menurut tradisi luriknya dalam buku Lurik: Garis-garis Bertuah (The Magic Stripes). Soewardi Endraswara menelaah Filsafat Etnik Jawa berdasarkan tradisi peribahasanya pada kitab Mutiara Wicara Jawa. Purwadi mempelajari Filsafat Etnik Jawa terutama kearifan tokoh Semar dalam pewayangan Jawa pada karyanya Semar: Jagad Mistik Jawa dan Woro Aryandini menyelidiki kearifan tokoh Bima dalam karyanya Citra Bima pada Kebudayaan Jawa. Suwardi Endraswara membahas Filsafat Hidup yang dipahami spesial orang Jawa pada karyanya Filsafat Hidup Jawa, serta masih poly lagi filosof Indonesia yang mengkaji Filsafat Etnik, bahkan hingga dtk ini. 

B. Filsafat Timur
Yang dimaksud menggunakan ‘Filsafat Timur’ adalah tradisi filsafat yang dikembangkan sang orang-orang ‘Timur’, menjadi kebalikan dari orang ‘Barat’. Istilah ini jelas saja diberikan sang bangsa Barat untuk bangsa Timur. Pada kenyataannya, nir semua bangsa Timur filsafatnya dikenal baik sang bangsa Barat. Yang tradisii filsafatnya dikenal baik hanya sebagian saja, yakni, ‘Filsafat Cina’, ‘Filsafat Jepang’, serta ‘Filsafat India’. 

‘Filsafat Cina’ baru-baru ini saja dipelajari dengan berfokus sang filosof Indonesia, walaupun nyatanya orang Cina telah menetap di Indonesia lebih menurut 30 abad yg kemudian! ‘Filsafat Cina Klasik’, seperti Filsafat Lao Tzu (605-531 SM), Konfusius (551-479 SM), dan Chuang Tzu (w.360 SM), kini dengan penuh antusias dikaji-ulang dan ditafsir-ulang. Indra Widjaja mengkaji Filsafat Chuang Tzu dalam karyanya Filsafat Perang Sun Tzu, sedangkan Anand Krishna menafsir-ulang Filsafat Lao Tzu untuk dipahami secara terkini dalam karyanya Mengikuti Irama Kehidupan: Tao Teh Ching bagi Orang Modern. Soejono Soemargono membuat ikhtisar sejarah Filsafat Cina pada karyanya yang pionir Sejarah Ringkas Filsafat Tiongkok.

‘Filsafat Cina Modern’ telah mulai dikaji oleh filosof Indonesia sejak abad 19 M. Sun Yat-Senisme sudah dikaji oleh Kwee Kek Beng (1900-1974) lewat terjemahan karya Sun Yat Sen Djalan Ke Kemerdekaan dari bahasa Cina ke bahasa Melayu, Filsafat Anti-Konfusianisme dikaji sang Kwee Hing Tjiat (1891-1939), Filsafat Marxisme-Leninisme dan Maoisme dikaji sang Oey Gee Hoat serta Siauw Giok Tjhan, Tan Ling Djie, Wang Jen Shu, Ong Eng Djie, Lie A Tjong, Lien Tiong Hien, Lie Wie Tjung, dll. Tetapi, karya Leo Suryadinata yang berjudul Mencari Identitas Nasional: Dari Tjoe Bou San hingga Yap Thiam Hien (Jakarta: LP3ES, 1990) serta Politik Tionghoa Peranakan pada Jawa (Jakarta: Sinar Harapan, 1994) memuat dengan jenial ikhtisar sejarah filsafat politik Cina Modern yang dipahami filosof Indonesia berdasarkan etnik Cina. 

‘Filsafat India’ pula masih sedikit yg mempelajari. Dari survei, penulis hanya menemukan satu karya saja yang menyelidiki ‘Filsafat India Klasik’, itupun hanya sebatas ikhtisar sejarah, misalnya karya Harun Hadiwidjono yg berjudul Sari Filsafat India. Sedangkan yang menyelidiki ‘Filsafat India Modern’ sudah cukup banyak, di antaranya adalah R. Wahana Wegig yg mengkaji Filsafat Etika berdasarkan Mahatma Gandhi dalam karyanya Dimensi Etis Ajaran Gandhi.

Yang cukup menarik dipelajari adalah karya orisinal output menurut blending antara Filsafat Etnik Indonesia dengan Filsafat India atau output berdasarkan blending antara Buddhisme dan Hinduisme, yang saya namakan ‘Filsafat India-Indonesia’. Filsafat ini merupakan output eksperimen filosofis berdasarkan beberapa filosof kreatif berdasarkan Indonesia, yg membentuk corak filosofis yang menarik dan asli. Sambhara Suryawarana, seorang penulis kitab kudus Buddhisme yang hayati pada kerajaan Medang Hindu pada lebih kurang tahun 929-947, memuji-muji raja Sindok yg Hinduist di pada buku kudus Buddhist yang dikarangnya, Sang Hyang Kamahayanikan. Mpu Prapanca (1335-1380) menulis buku Negarakertagama serta Ramayana Kakawin. Ramayana Kakawin artinya terjemahan epik Hindu-India yg diadaptasi menggunakan alam pikiran Indonesia primitif, sementara Negarakertagama merupakan karya puisi epik berbahasa Jawa Kuno yg mengungkapkan filsafat yg dianut Kertanagara (1268-1292), seseorang raja terbesar dari Dinasti Singhasari, yang memadukan filsafat Siwaisme-Hindu dengan Buddhisme. Sedangkan Mpu Tantular, seseorang pengarang yang hidup di masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), menulis kitab Sutasoma, yang memadukan filsafat Buddhisme dengan Syiwaisme-Hindu. 

Raja Dharmawangsa (991-1006) pernah memerintahkan penerjemahan Mahabharata ke bahasa Jawa Kuno tindakan yang memungkinkan masuknya alam pikiran primitif Jawa ke dalam epik Hinduisme-India itu. Juga raja Jayabaya (1130-1160), yg memerintahkan penyaduran Bharatayudha versi India menjadi versi Jawa, buat menggambarkan perang saudara antara Jayabaya (sebagai Pandawa) menggunakan sepupunya Jenggala (sebagai Kurawa). Bahkan, raja Indra (782-812) berdasarkan Sailendra menciptakan Candi Borobudur yg bertingkat 9, buat memuja arwah 9 keluarga moyangnya pada perjalanan mereka menuju Nirvana.

‘Filsafat Jepang’ masih jarang dikaji. Dari survei, penulis hanya menemukan 2 karya yang ditulis filosof Indonesia mengenai cabang filsafat ini: pertama, karya Tun Sri Lanang yg berjudul Busido, dan ke 2, karya Irmansyah Effendi yg berjudul Rei Ki: Teknik Efektif buat Membangkitkan Kemampuan Penyembuhan Luarbiasa Secara Seketika.

C. Filsafat Barat
‘Filsafat Barat’ atau Western Philosophy adalah tradisi filsafat yg dikembangkan bangsa Barat sejak masa klasik (abad lima SM-lima M), pertengahan (6 M-14 M), serta masa terkini (15 M-sekarang), yang diproduksi di negara-negara Barat seperti Yunani, Italia, Perancis, Jerman, Inggris, Amerika, dan lain-lain. Sekarang kajian Western Philosophy dipecah-pecah sebagai banyak cabang, seperti Analytic Philosophy, Continental Philosophy, German Philosophy, serta lain-lain. 

‘Filsafat Barat’ yg cabang-cabangnya amat poly itu sudah poly dikaji sang filosof Indonesia, bahkan sanggup dikatakan sebagai filsafat yg paling poly dikaji serta yang paling dikuasai oleh mereka. Sejak abad 19 M, ketika kolonialis Belanda menerapkan ‘Politik Etis’ dengan berdirinya sekolah-sekolah ala Barat dan gereja-gereja Protestan yg mengajarkan peradaban Barat Modern di tengah-tengah pribumi Indonesia, ‘Filsafat Barat’ mulai dipelajari pelajar-pelajar pribumi. Hingga proklamasi kemerdekaan RI pun, ‘Filsafat Barat’ seringkali dijadikan counter-culture terhadap ‘Filsafat Etnik’ oleh para filosof Indonesia yang sudah Western-minded.

‘Sejarah Filsafat Barat’, terutama sejarah Filsafat Barat abad 20, sudah dikajii oleh K. Bertens pada karyanya Filsafat Barat Abad XX dan Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman. ‘Filsafat Barat Klasik’, misalnya Filsafat Yunani-Kuno sejak Thales hingga Plotinus, sudah dikaji sang Mohammad Hatta (galat satu founding father kita) pada bukunya Alam Pikiran Yunani.

‘Filsafat Barat Modern’ merupakan cabang yang paling banyak dikaji, karena hampir semua lembaga sosial-politik Indonesia poly yg terinspirasi darinya. Bentuk pemerintahan Republik, konstitusi negara terbaru, lembaga perwakilan warga , distribusi kekuasaan yg sejalan dengan Trias Politica, partai politik, dan ideologi partai tadi sungguh-sungguh cerminan pengaruh alam pikiran Barat. 

Filsafat Marxisme-Leninisme pernah dikaji sang Tan Malaka dalam bukunya Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika dan D.N. Aidit dalam bukunya Tentang Marxisme, Problems of The Indonesian Revolution, serta Kibarkan Tinggi Pandji Revolusi!. Semaoen menyelidiki organisasi buruh komunis pada bukunya Toentoenan Kaoem Boeroeh. Filsafat Sosialisme-Demokrat pernah dikaji oleh Sutan Syahrir pada tulisannya Sosialisme di Eropah Barat dan Masa Depan Sosialisme Kerakyatan. Filsafat Politik Republik pernah dikaji sang Tan Malaka dalam buku Naar de ‘Republiek Indonesia’ serta perkembangan Kapitalisme pada Indonesia pula dibahas dalam bukunya Massa Actie. Soekarno, ‘si penyambung pengecap masyarakat’, pernah membahas Filsafat Nasionalisme pada bukunya Mencapai Indonesia Merdeka. Filsafat Fasisme Jerman pernah mencuat pada pidato Soepomo pada Rapat BPUPKI menjelang kemerdekaan dan Filsafat Modernisasi mengisi hampir seluruh perihal sosial-politik di era Orde Baru Soeharto. 

Di era Soeharto, yakni era ‘filsafat sebagai candu’, poly sekali cabang filsafat Barat yang dikaji oleh filosof Indonesia. Filsafat Estetika dikaji sang Jakob Sumardjo dalam bukunya Filsafat Seni. Juga sang Wajid Anwar L. Dalam kedua bukunya Filsafat Estetika dan Filsafat Estetika (Sebuah Pengantar). Filsafat Etika dikaji sang K. Bertens dalam beberapa karyanya seperti Keprihatinan Moral, Telaah atas Masalah Etika, Perspektif Etika, Kajian atas Masalah-Masalah Aktual, dan Aborsi menjadi Masalah Etika. Juga dikaji sang W. Poespoprodjo pada bukunya Filsafat Moral, dan I.R. Poedjawijatna pada bukunya Etika Filsafat Tingkah Laku. Rosady Ruslan menelaah Filsafat Etika yg diterapkan pada bidang Kehumasan pada karyanya Etika Kehumasan, sedangkan M. Dawam Rahardjo mempelajari Filsafat Etika yang diterapkan dalam bidang Ekonomi serta Manajemen dalam bukunya Etika Ekonomi dan Manajemen. 

Filsafat Epistemologi Barat dikaji SJ. Sudarminta pada bukunya Epistemologi Dasar, Pengantar ke Beberapa Masalah Pokok Filsafat Pengetahuan dan M. Ghozi Badrie dalam karyanya Filsafat Umum: Aspek Epistemologi. Sedangkan Widoyo Alfandi menyelidiki Filsafat Epistemologi yang diterapkan pada bidang Geografi pada karyanya Epistemologi Geografi. Filsafat Logika dikaji sang I.R. Poedjawijatna dalam karyanya Logika: Filsafat Berpikir serta Burhanuddin Salam pada bukunya Logika Formal. Filsafat Kosmologi dikaji sang Moertono dalam karyanya Filsafat Kosmologi/Filsafat Alam Semesta: Filsafat Teori Kejadian-Kejadian Factual, Dihampiri secara Manusiawi Filsafat.

Filsafat Semiotika pada perspektif Roland Barthes dikaji sang Kurniawan dalam bukunya Semiologi Roland Barthes, sedangkan Filsafat Hukum dikaji oleh Soetikno pada bukunya Filsafat Hukum, Suhadi pada bukunya Filsafat Hukum, Lili Rasjidi pada kedua karyanya Filsafat Hukum: Apakah Hukum itu? Serta Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Juga sang Moertono pada bukunya Filsafat Hukum: Metodik Penelitian Ilmu Desisi. Filsafat Politik dikaji sang J.H. Rapar pada beberapa karyanya seperti Filsafat Pemikiran Politik, Filsafat Politik Aristoteles, Filsafat Politik Agustinus, Filsafat Politik Machiavelli, serta Filsafat Politik Plato. Franz Magnis-Suseno pula punya concern pada Filsafat Politik, sebagaimana terlihat pada bukunya Filsafat Kebudayaan Politik. 

Filsafat Sejarah dikaji oleh beberapa filosof, misalnya H.R.E Tamburaka dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Kunto Wijoyo pada bukunya Metodologi Sejarah, serta Purwo Husodo dalam karyanya Filsafat Sejarah Oswald Spengler. Filsafat Agama dikaji sang Tom Jacobs, SJ dalam bukunya Paham Allah, pada Filsafat, Agama-Agama dan Teologi, Hamzah Ya’qub pada karyanya Filsafat Agama, Hamka dalam bukunya Filsafat Ketuhanan, H.M. Rasjidi pada karya terjemahannya Filsafat Agama, serta Louis Leahy dalam bukunya Filsafat Ketuhanan Kontemporer. 

Filsafat Ilmu dikaji oleh Djohansjah pada bukunya Budaya Ilmiah serta Filsafat Ilmu, Jujun Suriasumantri dalam dua kitab masterpiece-nya Ilmu pada Perspektif serta Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Burhanuddin Salam dalam 2 karyanya Logika Materiil, Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Hartono Kasmadi pada bukunya Filsafat Ilmu, M. Solly Lubis dalam bukunya Filsafat Ilmu dan Penelitian, Hidanul I Harun dalam bukunya Filsafat Ilmu Pengetahuan, serta Chairul Arifin pada karyanya Filsafat Ilmu Pengetahuan: Suatu Pengantar. Filsafat Pendidikan dikaji oleh Redja Mudyahardjo pada karyanya Filsafat Ilmu Pendidikan, Imam Barnadib pada bukunya Filsafat Pendidikan, serta Paul Suparno pada bukunya Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. 

Filsafat Manusia dikaji sang Zainal Abidin pada bukunya Filsafat Manusia, Burhanuddin Salam pada bukunya Filsafat Manusia: Antropologi Metafisika, Kasmiran Wuryo Sanadji dalam bukunya Filsafat Manusia, N. Drijarkara dalam karyanya Filsafat Manusia, dan Moertono pada karyanya Filsafat Manusia/Antropologi Kefilsafatan: Potensi Penanganan Masalah. Filsafat Kebebasan dikaji sang satu-satunya filosof Nico Syukur Dister pada karyanya Filsafat Kebebasan. Sedangkan Filsafat Analitik dikaji oleh 2 orang filosof, yakni Rizal Mustansyir dalam karyanya Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, serta Peranan Para Tokohnya serta Kaelan pada karyanya Filsafat Analitis dari Ludwig Wittgenstein. Filsafat Sastra serta Budaya jua dikaji satu-satunya sang FX. Mudji Sutrisno pada karyanya Filsafat Sastra dan Budaya. Juga Filsafat Matematika yg cuma dikaji sang The Liang Gie pada karyanya Filsafat Matematika. Filsafat Ekonomi jua dikaji satu-satunya sang Save M. Dagun pada karyanya Pengantar Filsafat Ekonomi, sedangkan Filsafat Desain dan Supervisi dikaji oleh Ir. Hamid Shahab pada bukunya Filosofi Desain & Supervisi. Demikian pula Filsafat Administrasi yg dikaji hanya oleh Sondang P. Siagian pada buku Filsafat Administrasi. 

Filsafat Barat Paska-terbaru pula sempat mampir pada Indonesia, yang dikaji sang Budi Hardiman F. Dalam karyanya Melampaui Positivisme serta Modernitas, Onno W. Purbo pada karyanya Filsafat Naif Dunia Cyber, serta Ridwan Makassary pada karyanya Kematian Manusia Modern.

Yang relatif menarik buat dibahas disini adalah Filsafat Barat yg diadaptasikan menggunakan situasi kongkrit Indonesia, yg saya namakan ‘Filsafat Barat-Indonesia’ atau ‘Adaptasionisme Barat’. Cabang filsafat ini adalah aliran filosofis yang corak Baratnya telah sejauh mungkin dirubah, buat disesuaikan dengan situasi historis kongkrit pada Indonesia. Tokoh-tokoh dari cabang filsafat ini antara lain ialah Tan Malaka, Soekarno, Toety Heraty, Mohammad Hatta, M. Dawam Rahardjo, Sri-Edi Swasono, Kris Budiman, dan S.C. Utami Munandar. Tan Malaka menelaah ‘teori gerilya’ berdasarkan Filsafat Komunisme untuk diterapkan pada situasi kongkrit Indonesia dalam karyanya Gerpolek (Gerilya Politik-Ekonomi). Soekarno menelaah komunitas Proletar dari Filsafat Komunisme buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia, sebagaimana terlihat dalam tulisan-tulisannya yg dikumpulkan serta diterbitkan sang Penerbit Grasindo menggunakan judul Bung Karno mengenai Marhaen. Adaptasionisme juga dilakukan Moh. Hatta, ketika beliau berbicara tentang demokrasi Barat terkini buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia pada bukunya Mohammad Hatta: Beberapa Pokok Pikiran serta pada gugusan tulisannya yg diterbitkan Tim LP3ES menggunakan judul Karya Lengkap Bung Hatta. Juga pengkajian demokrasi Barat yg diterapkan Sjahrir dalam situasi kongkrit Indonesia dalam karyanya Pemikiran Politik Sjahrir. Filsafat Feminisme yang diterapkan dalam mempelajari kaum perempuan Indonesia dilakukan sang Soekarno dalam bukunya Sarinah: Keajaiban Wanita pada Perjuangan Republik Indonesia, Kris Budiman pada bukunya Feminis Laki-Laki serta Wacana Gender, S.C. Utami Munandar dalam bukunya Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia dan Toety Heraty dalam bukunya Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki. M. Dawam Rahardjo menyelidiki ‘Teori Ketergantungan Dunia Ketiga’ buat diterapkan dalam menelaah Ekonomi Indonesia dalam bukunya Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Sedangkan Sri-Edi Swasono menyelidiki pemikiran adaptasionisme Hatta dalam bukunya Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipasi v.S.konsentrasi Ekonomi serta Satu Abad Bung Hatta. 

D. Filsafat Islam
‘Filsafat Islam’ merupakan filsafat yg lahir di wilayah kuasa Islam serta diproduksi sang komunitas religius Islam yang menetap di wilayah itu. Selain ‘Filsafat Barat’ dan ‘Filsafat Timur’, ‘Filsafat Islam’ juga adalah salah satu cabang yg seringkali dikaji dan yg paling dikuasai oleh filosof Indonesia, apalagi waktu ini komunitas Islam di Indonesia menempati posisi menjadi mayoritas. ‘Filsafat Islam’ kini dapat dipecah ke pada banyak cabang, misalnya Filsafat Sufisme, Filsafat Pendidikan, Filsafat Kebudayaan, Filsafat Hukum, Filsafat Politik, Filsafat Epistemologi, dan Filsafat Pembebasan (Liberasionisme). Pembagian Filsafat Islam pada kategori regional pula cukup menarik, misalnya ‘Filsafat Islam Arab’ dan ‘Filsafat Islam Persia’, karena ke 2 cabang itu, walaupun sama-sama bersifat ‘Islam’ akan tetapi keduanya memiliki corak yang tidak selaras. Bahkan, kini jua dapat dibangun ‘Filsafat Islam Indonesia’, lantaran dilema filosofis yang dihadapi dalam situasi historis kongkrit sang filosof Islam di Indonesia berbeda dengan yang dihadapi oleh filosof Islam di Arab atau di Persia. 

Filsafat Sufisme dikaji oleh Alwi Shihab pada karyanya Islam Sufistik, K. Permadi pada bukunya Pengantar Ilmu Tasawwuf, M. Solichin dalam karyanya Kamus Tasawuf, Sukardi Kd. Dalam bukunya Salat pada Perspektif Sufi, Meison Amir Siregar pada karyanya Rumi: Cinta dan Tasawuf dan sang Asep Salahuddin pada karyanya Ziarah Sufistik. 

Filsafat Pendidikan Islam dikaji oleh Hamdani Ihsan dalam karyanya Filsafat Pendidikan Islam, Abdurrahman S. Abdullah pada bukunya Teori Pendidikan dari Al-Quran, H.M. Arifin dalam Filsafat Pendidikan Islam, Zuhairini pada Filsafat Pendidikan Islam, Jalaluddin & Usman Said dalam Filsafat Pendidikan Islam, dan sang Imam Barnadib dalam karyanya Filsafat Pendidikan Islam. Sedangkan Filsafat Kebudayaan Islam dikaji sang satu-satunya pengkaji, yakni, Musa Asya’arie pada bukunya Filsafat Islam: Tentang Kebudayaan.

Filsafat Hukum Islam dikaji sang Zaini Dahlan pada karyanya Filsafat Hukum Islam, Ishak Farid pada Ibadah Haji pada Filsafat Hukum Islam, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Falsafah Hukum Islam, serta oleh Ismail Muhammad Syah pada karyanya Filsafat Hukum Islam. Sedangkan Filsafat Politik Islam dikaji sang A. Munawwir Sadzali dalam karyanya yg monumental Islam serta Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran serta Kamaruzzaman dalam kitab Relasi Islam serta Negara.

Teori pengetahuan berdasarkan mazhab Islam dikaji sang Imam Syafi’i dalam karyanya Konsep Ilmu Pengetahuan pada Al-Quran dan oleh Mohammad Miska Amien dalam bukunya Epistemologi Islam. Sedangkan Filsafat Pembebasan (Liberasionisme) dikaji sang Muh. Hanif Dhakiri pada 2 bukunya Islam dan Pembebasan serta Paulo Freire, Islam serta Pembebasan. Juga sang Fachrizal A. Halim pada karyanya Beragama dalam Belenggu Kapitalisme.

Karya-karya pengantar Filsafat Islam jua banyak ditulis sang filosof Islam Indonesia seperti sang Abdul Aziz Dahlan dengan judul Pemikiran Falsafi pada Islam, Soedarsono pada karyanya Filsafat Islam, Oemar Amin Hoesin dalam dua bukunya yang amat klasik Filsafat Islam dan Filsafat Islam: Sedjarah serta Perkembangannya pada Dunia Internasional, H. Musa Asya’arie pada karyanya Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif, serta sang J.W.M. Bakker dalam karyanya yang klasik Pengantar Filsafat Islam.

Filsafat Islam Regional seperti ‘Filsafat Arab Klasik’, misalnya, dikaji oleh Harun Nasution dalam karyanya Teologi Islam, Hasan Asari dalam bukunya Nukilan Pemikiran Islam Klasik, dan sang Ilhamuddin dalam buku Pemikiran Kalam Baqillani. ‘Filsafat Arab Modern’ dikaji, umpamanya, oleh H.A. Mukti Ali dalam bukunya Alam Pikiran Islam Modern pada Timur Tengah, A. Munir pada bukunya Aliran Modern pada Islam, H.A. Mukti Ali pada buku Islam dan Sekularisme pada Turki Modern serta oleh Harun Nasution dalam karyanya Muhammad Abduh serta Teologi Rasional Mu’tazilah. ‘Filsafat Islam Persia’ jua poly yang mempelajari, terutama sehabis Syi’isme disebarluas oleh cendekiawan Syi’ah Indonesia seperti Jalaluddin Rachmat dan Haidar Bagir. Amroeni Drajat mengkaji Filsafat Yahya Al-Suhrawardi pada karyanya Filsafat Illuminasi: Sebuah Kajian terhadap Konsep ‘Cahaya’ Suhrawardi. 

Suatu ‘Filsafat Islam Regional’ lainnya, misalnya ‘Filsafat Islam Indonesia’, telah banyak yang membahas, terutama tentang mazhab-mazhab misalnya ‘Tradisionalisme’, ‘Modernisme’, ‘Revivalisme’, ‘Neo-modernisme’, ‘’Transformasionisme’, ‘Liberalisme’, dan ‘Perenialisme’, sehingga tidak perlu dibahas lagi pada sini. Hanya saja, ada kesamaan baru saat ini yang penulis namakan ‘sesatisme’ atau ‘murtadisme’, yg mulai menyuarakan pandangan-pandangan mereka pada buku-kitab tebal yang dipublikasikan secara luas. Walaupun belum layak dianggap sebagai suatu mazhab filsafat, pandangan mereka mulai diterima luas sang rakyat Islam Indonesia. Pendasaran argumentasi mereka dalam terjemahan Al-Quran berbahasa Indonesia atau ‘terjemahan sewenang-wenang’ mereka sendiri atas ayat Al-Quran—ini keunikan tersendiri dari mereka, yang sekaligus pula adalah bukti ketololan mereka akan tata-bahasa bahasa Arab—relatif pertanda bahwa mereka memiliki sandaran filosofis yang kentara. Yang mereka pegang bukanlah Al-Quran, akan tetapi terjemahannya atau ‘tafsir bebas’ nya. Dan terjemah atau ‘tafsir bebas’ adalah homogen filsafat. Hartono Ahmad Jaiz bisa dimasukkan pada mazhab ini. Dalam bukunya Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Jaiz mengritik sebagai ‘sesat’ beberapa mazhab ‘Filsafat Islam’ yg pernah ada sebelumnya, yakni, mazhab-mazhab ‘Liberalisme’, ‘Modernisme’ serta ‘Neo-modernisme’. Bukunya yg lain Ada Pemurtadan pada IAIN, mengritik beberapa dosen UIN/IAIN yg bercorak liberal, modern, serta neo-modern. 

E. Filsafat Kristen
Seperti Filsafat Islam, Filsafat Kristen (Christian Philosophy) merupakan filsafat yg lahir pada wilayah kuasa Kristen dan diproduksi sang komunitas religius Kristen yg menetap di daerah itu. Selain ‘Filsafat Barat’, ‘Filsafat Kristen’ pula merupakan bidang yg amat dikuasai sang filosof-filosof Kristen Indonesia. ‘Filsafat Kristen’ terbagi pada beberapa cabang: ‘Filsafat Kristen Awal’, ‘Filsafat Kristen Helenistik’, ‘Filsafat Kristen Pertengahan’ (yg diklaim juga menggunakan sebutan ‘Filsafat Skolastik’), ‘Filsafat Kristen Renaisans serta Reformasi’, serta ‘Filsafat Kristen Modern serta Kontemporer’. Di samping pembagian itu, ‘Filsafat Kristen’ pun dapat dikaji secara regional, misalnya ‘Filsafat Kristen Jerman’, ‘Filsafat Kristen Amerika’, ‘Filsafat Kristen Amerika Latin’, ‘Filsafat Kristen Filipina’, bahkan ‘Filsafat Kristen Indonesia’, karena situasi kongkrit yg harus diresponi umat Kristen pada negara-negara itu nir mesti sama.

‘Filsafat Kristen Awal’, dikaji oleh Nico Syukur Dister pada karyanya Filsafat Agama Kristiani: Mempertanggungjawabkan Iman akan Wahyu Allah dalam Yesus Kristus. ‘Filsafat Skolastik’, semenjak Santo Anselmus hingga Santo Thomas Aquinas, sudah dikaji oleh A. Hanafi pada bukunya Filsafat Skolastik. ‘Filsafat Kristen Modern serta Kontemporer’, contohnya, dikaji oleh Thomas Hidya Tjaya dalam bukunya Kosmos: Tanda Keagungan Allah, Refleksi berdasarkan Louis Bouyer. 

Yang tidak kalah menariknya adalah ‘Filsafat Kristen Indonesia’, yakni sistem filsafat yang diadaptasikan dengan situasi riel yg dialami filosof Kristen di Indonesia. ‘Filsafat Kristen Indonesia’ bisa dibagi dalam 4 cabang misalnya ‘Transformasionisme’, ‘Pribumisme’, ‘Liberasionisme’, serta ‘Feminisme’. ‘Transformasionisme’ dikaji oleh JB. Banawiratma dalam karyanya 10 Agenda Pastoral Transformatif, HAM, serta Lingkungan Hidup. Sedangkan ‘Pribumisme’ dikaji oleh Robert J. Hardawiryana pada bukunya Cara Baru Menggereja pada Indonesia: Umat Kristen Mempribumi. ‘Liberasionisme’ cukup banyak yang mengkaji sejak era Soeharto, seperti yang dilakukan sang J.B. Mangunwijaya, Franz Magnis-Suseno, Wahono Nitiprawiro, J.B. Banawiratma, A. Suryawasita, I. Suharyo, C. Putranta, R. Hardawiryana, AL. Purwahadiwardaya, TH. Sumartana, Greg Soetomo, serta Budi Purnomo. Sedangkan ‘Feminisme’ dikaji secara Kristiani sang Smita Notosusanto, seperti kajiannya pada buku Perempuan dan Pemberdayaan serta St. Darmawijaya dalam bukunya Perempuan dalam Perjanjian Lama. 

F. Filsafat Paska-Soehartoisme
‘Filsafat Paska-Soehartoisme’ berarti filsafat yg lahir buat mengritik paham dan praxis Soehartoisme—modernisasi yg dianut Soeharto ‘si Bapak Pembangunan’ itu—dan hendak menghapus segala sisa-residunya menggunakan cara menggantinya menggunakan paham alternatif. Kritik terhadap Soehartoisme telah mulai merebak semenjak dasawarsa 1970-an menurut kampus ITB Bandung (1973) dan Peristiwa Malari pada Jakarta (1974), akan tetapi semua kritikan itu tidak didengar. Sejak dasawarsa 1990-an menjelang lengser Soeharto, balik kritikan dilancarkan sang beberapa filsuf baru. Merekalah cikal-bakal tokoh filsafat yg lalu dinamakan filsafat paska-Soeharto. Yang termasuk pelopor filsafat ini adalah Sri-Bintang Pamungkas, Budiman Sudjatmiko, Muchtar Pakpahan, Sri-Edi Swasono, serta Pius Lustrilanang. Sri-Bintang Pamungkas mengritik Soehartoisme dalam karyanya Sri Bintang: ‘Saya Musuh Politik Soeharto’, Dari Orde Baru ke Indonesian Baru Lewat Reformasi Total, Dari Orde Baru ke Indonesia Baru, dan Dibalik Jeruji: Menggugat Dakwaan Subversif. Sedangkan Budiman Sudjatmiko mengritik Soehartoisme lewat pidato resmi partainya PRD. Muchtar Pakpahan mengritik Soehartoisme lewat bukunya Menarik Pelajaran menurut Kedung Ombo (1990), Menuju Perubahan Sistem Politik (1994), DPR RI Semasa Orde Baru (1994), dan Rakyat Menggugat (1996). Filsafat paska-Soehartoisme yang dianut Pius Lustrilanang dikaji oleh Sihol Siagian dalam karyanya Menolak Bungkam: Pius Lustrilanang. 

Setelah Soeharto lengser, rupanya Soehartoisme tidak bersama-sama tumbang. Soehartoisme masih bertahan, mengikuti keadaan menggunakan situasi Indonesia baru, bahkan hingga waktu ini. Soehartoisme tetap bertahan, yg terjadi hanyalah perbaikan-perbaikan tambal-sulam yang kerap dianggap ‘Reformasi’, yang dilakukan eksponen-eksponen Soehartoist yang masih selamat berdasarkan kritik warga . Hal itulah yg menggelisahkan Sri-Edi Swasono, saudara tertua kandung berdasarkan Sri-Bintang, sebagai akibatnya ia risi bahwa yang terjadi malah ‘deformasi’ (pembekuan), bukannya perubahan keadaan umum Indonesia yang signifikan. Kekhawatiran itu diungkap dalam karyanya Dari Daulat Tuanku ke Daulat Rakyat dan Dari Lengser ke Lengser.

MAZHAB SUMBER DAN TOKOH FILSAFAT INDONESIA

Mazhab, Sumber, Dan Tokoh Filsafat Indonesia 
Kini tibalah pada tempatnya buat membahas cabang-cabang menurut ‘Filsafat Indonesia’ dan tokoh-tokoh kunci yg menguasai cabang itu. Di sini penulis membagi Filsafat Indonesia ke dalam 6 mazhab akbar, berdasarkan dalam asal-asal inspirasinya: Filsafat Etnik, Filsafat Timur, Filsafat Barat, Filsafat Islam, Filsafat Kristen, dan Filsafat Paska-Soeharto.

A. Filsafat Etnik
Jakob Sumardjo sudah menyebutkan di muka, bahwa yang dimaksud menggunakan ‘Filsafat Etnik’ merupakan ‘…pemikiran primordial…’ atau ‘…pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ menurut suatu grup etnik di Indonesia. Maka, bila disebut ‘Filsafat Etnik Jawa’, itu ialah:

filsafat…  terbaca pada cara rakyat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk tempat tinggal Jawanya, dari kitab -kitab sejarah serta sastra yang ditulisnya…

‘Filsafat Etnik’ merupakan filsafat orisinil menurut Indonesia, yg diproduksi sang local genius primitif sebelum kedatangan impak filsafat asing. Di era neolitikum, lebih kurang tahun 3500–2500 SM, penduduk Indonesia orisinil telah menciptakan komunitas berupa desa-desa mini yg sudah mengenal sistem pertanian, sistem irigasi sederhana, sistem peternakan, pembuatan bahtera, sistem pelayaran sederhana, serta seni bertenun. Mereka juga telah mulai berspekulasi tentang segala yang mereka perhatikan menurut alam, sebagai akibatnya merekapun sudah memproduksi filsafat, sekalipun pada bentuk yang sangat sederhana. Mitologi-mitologi filosofis yg diproduksi suku-suku etnis Indonesia sekarang sudah poly yg dibukukan, sebagai akibatnya para peneliti Filsafat Indonesia kini bisa membacanya, baik dalam Bahasa Indonesia juga pada bahasa asing. Misalnya, mitologi filosofis suku Dayak-Benuaq telah dibukukan dan diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh Michael Hopes, Madras & Karaakng menggunakan judul Temputn: Myths of The Benuaq and Tunjung Dayak (Jakarta: Puspa Swara & Rio Tinto Foundation, 1997). 

Kajian ‘Filsafat Etnik’ sudah poly dilakukan sang filosof Indonesia. M. Nasroen merupakan orang pertama yang memelopori kajian ‘Filsafat Etnik’ dalam dekade 60-an, kemudian Sunoto, yang melakukan kajian serius mengenai Filsafat Etnik Jawa. R. Pramono mengkaji Filsafat Etnik Jawa, Batak, Minangkabau, serta Bugis. Sedangkan Jakob Sumardjo, pada karyanya Arkeologi Budaya Indonesia dan Mencari Sukma Indonesia, membahas Filsafat Etnik Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, dan lain-lain. Franz Magnis-Suseno juga mempelajari Filsafat Etnik Jawa, misalnya karya-karyanya yang berjudul Kita dan Wayang (Jakarta, 1984), Etika Jawa dalam Tantangan, dan Etika Jawa: sebuah Analisa Filsafat mengenai Kebijaksanaan Hidup Jawa. I Made Swasthawa Dharmayuda mengkaji Filsafat Bali yg terkandung pada tata cara-tata cara suku Bali dalam karyanya Filsafat Adat Bali. P.J. Zoetmulder menelaah Filsafat Etnik Jawa berdasarkan segi kesusastraannya dalam buku Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang serta Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme serta Monisme pada Sastra Suluk Jawa. Nian S. Djoemena mempelajari Filsafat Etnik Jawa menurut tradisi luriknya pada kitab Lurik: Garis-garis Bertuah (The Magic Stripes). Soewardi Endraswara menelaah Filsafat Etnik Jawa dari tradisi peribahasanya pada buku Mutiara Wicara Jawa. Purwadi menelaah Filsafat Etnik Jawa terutama kearifan tokoh Semar dalam pewayangan Jawa dalam karyanya Semar: Jagad Mistik Jawa serta Woro Aryandini mengkaji kearifan tokoh Bima pada karyanya Citra Bima pada Kebudayaan Jawa. Suwardi Endraswara membahas Filsafat Hidup yg dipahami khas orang Jawa pada karyanya Filsafat Hidup Jawa, dan masih poly lagi filosof Indonesia yg menyelidiki Filsafat Etnik, bahkan hingga detik ini. 

B. Filsafat Timur
Yang dimaksud menggunakan ‘Filsafat Timur’ merupakan tradisi filsafat yang dikembangkan sang orang-orang ‘Timur’, sebagai kebalikan berdasarkan orang ‘Barat’. Istilah ini kentara saja diberikan oleh bangsa Barat buat bangsa Timur. Pada kenyataannya, tidak semua bangsa Timur filsafatnya dikenal baik oleh bangsa Barat. Yang tradisii filsafatnya dikenal baik hanya sebagian saja, yakni, ‘Filsafat Cina’, ‘Filsafat Jepang’, serta ‘Filsafat India’. 

‘Filsafat Cina’ baru-baru ini saja dipelajari menggunakan berfokus oleh filosof Indonesia, walaupun nyatanya orang Cina telah menetap di Indonesia lebih menurut 30 abad yg kemudian! ‘Filsafat Cina Klasik’, seperti Filsafat Lao Tzu (605-531 SM), Konfusius (551-479 SM), serta Chuang Tzu (w.360 SM), kini menggunakan penuh antusias dikaji-ulang dan ditafsir-ulang. Indra Widjaja menyelidiki Filsafat Chuang Tzu dalam karyanya Filsafat Perang Sun Tzu, sedangkan Anand Krishna menafsir-ulang Filsafat Lao Tzu untuk dipahami secara modern pada karyanya Mengikuti Irama Kehidupan: Tao Teh Ching bagi Orang Modern. Soejono Soemargono membuat ikhtisar sejarah Filsafat Cina pada karyanya yang pionir Sejarah Ringkas Filsafat Tiongkok.

‘Filsafat Cina Modern’ telah mulai dikaji sang filosof Indonesia semenjak abad 19 M. Sun Yat-Senisme sudah dikaji oleh Kwee Kek Beng (1900-1974) lewat terjemahan karya Sun Yat Sen Djalan Ke Kemerdekaan berdasarkan bahasa Cina ke bahasa Melayu, Filsafat Anti-Konfusianisme dikaji oleh Kwee Hing Tjiat (1891-1939), Filsafat Marxisme-Leninisme dan Maoisme dikaji sang Oey Gee Hoat serta Siauw Giok Tjhan, Tan Ling Djie, Wang Jen Shu, Ong Eng Djie, Lie A Tjong, Lien Tiong Hien, Lie Wie Tjung, dll. Tetapi, karya Leo Suryadinata yg berjudul Mencari Identitas Nasional: Dari Tjoe Bou San sampai Yap Thiam Hien (Jakarta: LP3ES, 1990) serta Politik Tionghoa Peranakan pada Jawa (Jakarta: Sinar Harapan, 1994) memuat menggunakan jenial ikhtisar sejarah filsafat politik Cina Modern yang dipahami filosof Indonesia menurut etnik Cina. 

‘Filsafat India’ juga masih sedikit yang mempelajari. Dari survei, penulis hanya menemukan satu karya saja yg menelaah ‘Filsafat India Klasik’, itupun hanya sebatas ikhtisar sejarah, seperti karya Harun Hadiwidjono yang berjudul Sari Filsafat India. Sedangkan yg mengkaji ‘Filsafat India Modern’ telah relatif banyak, pada antaranya ialah R. Wahana Wegig yg mempelajari Filsafat Etika dari Mahatma Gandhi dalam karyanya Dimensi Etis Ajaran Gandhi.

Yang relatif menarik dipelajari adalah karya asli output dari blending antara Filsafat Etnik Indonesia dengan Filsafat India atau output menurut blending antara Buddhisme serta Hinduisme, yg saya namakan ‘Filsafat India-Indonesia’. Filsafat ini adalah output eksperimen filosofis menurut beberapa filosof kreatif berdasarkan Indonesia, yang membuat corak filosofis yg menarik dan asli. Sambhara Suryawarana, seorang penulis buku suci Buddhisme yang hidup di kerajaan Medang Hindu di lebih kurang tahun 929-947, memuji-muji raja Sindok yg Hinduist di pada kitab kudus Buddhist yg dikarangnya, Sang Hyang Kamahayanikan. Mpu Prapanca (1335-1380) menulis buku Negarakertagama dan Ramayana Kakawin. Ramayana Kakawin adalah terjemahan epik Hindu-India yg diadaptasi dengan alam pikiran Indonesia primitif, sementara Negarakertagama merupakan karya puisi epik berbahasa Jawa Kuno yg mengungkapkan filsafat yang dianut Kertanagara (1268-1292), seseorang raja terbesar berdasarkan Dinasti Singhasari, yang memadukan filsafat Siwaisme-Hindu menggunakan Buddhisme. Sedangkan Mpu Tantular, seseorang pengarang yang hayati pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), menulis buku Sutasoma, yg memadukan filsafat Buddhisme dengan Syiwaisme-Hindu. 

Raja Dharmawangsa (991-1006) pernah memerintahkan penerjemahan Mahabharata ke bahasa Jawa Kuno tindakan yang memungkinkan masuknya alam pikiran primitif Jawa ke dalam epik Hinduisme-India itu. Juga raja Jayabaya (1130-1160), yg memerintahkan penyaduran Bharatayudha versi India sebagai versi Jawa, buat menggambarkan perang saudara antara Jayabaya (sebagai Pandawa) dengan sepupunya Jenggala (sebagai Kurawa). Bahkan, raja Indra (782-812) berdasarkan Sailendra menciptakan Candi Borobudur yang bertingkat 9, buat memuja arwah 9 keluarga moyangnya pada bepergian mereka menuju Nirvana.

‘Filsafat Jepang’ masih jarang dikaji. Dari survei, penulis hanya menemukan 2 karya yg ditulis filosof Indonesia tentang cabang filsafat ini: pertama, karya Tun Sri Lanang yg berjudul Busido, serta ke 2, karya Irmansyah Effendi yg berjudul Rei Ki: Teknik Efektif buat Membangkitkan Kemampuan Penyembuhan Luarbiasa Secara Seketika.

C. Filsafat Barat
‘Filsafat Barat’ atau Western Philosophy artinya tradisi filsafat yang dikembangkan bangsa Barat sejak masa klasik (abad 5 SM-5 M), pertengahan (6 M-14 M), serta masa modern (15 M-kini ), yg diproduksi di negara-negara Barat seperti Yunani, Italia, Perancis, Jerman, Inggris, Amerika, dan lain-lain. Sekarang kajian Western Philosophy dipecah-pecah sebagai banyak cabang, misalnya Analytic Philosophy, Continental Philosophy, German Philosophy, dan lain-lain. 

‘Filsafat Barat’ yang cabang-cabangnya amat poly itu telah banyak dikaji sang filosof Indonesia, bahkan sanggup dikatakan menjadi filsafat yg paling banyak dikaji serta yang paling dikuasai oleh mereka. Sejak abad 19 M, saat kolonialis Belanda menerapkan ‘Politik Etis’ menggunakan berdirinya sekolah-sekolah ala Barat serta gereja-gereja Protestan yg mengajarkan peradaban Barat Modern pada tengah-tengah pribumi Indonesia, ‘Filsafat Barat’ mulai dipelajari pelajar-pelajar pribumi. Hingga proklamasi kemerdekaan RI pun, ‘Filsafat Barat’ sering dijadikan counter-culture terhadap ‘Filsafat Etnik’ oleh para filosof Indonesia yang telah Western-minded.

‘Sejarah Filsafat Barat’, terutama sejarah Filsafat Barat abad 20, sudah dikajii sang K. Bertens dalam karyanya Filsafat Barat Abad XX serta Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman. ‘Filsafat Barat Klasik’, misalnya Filsafat Yunani-Kuno sejak Thales sampai Plotinus, telah dikaji sang Mohammad Hatta (keliru satu founding father kita) pada bukunya Alam Pikiran Yunani.

‘Filsafat Barat Modern’ merupakan cabang yg paling poly dikaji, lantaran hampir seluruh lembaga sosial-politik Indonesia poly yang terinspirasi darinya. Bentuk pemerintahan Republik, konstitusi negara terbaru, forum perwakilan masyarakat, distribusi kekuasaan yg sejalan menggunakan Trias Politica, partai politik, serta ideologi partai tersebut benar-benar-benar-benar cerminan efek alam pikiran Barat. 

Filsafat Marxisme-Leninisme pernah dikaji oleh Tan Malaka dalam bukunya Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika serta D.N. Aidit dalam bukunya Tentang Marxisme, Problems of The Indonesian Revolution, dan Kibarkan Tinggi Pandji Revolusi!. Semaoen mengkaji organisasi buruh komunis pada bukunya Toentoenan Kaoem Boeroeh. Filsafat Sosialisme-Demokrat pernah dikaji sang Sutan Syahrir dalam tulisannya Sosialisme di Eropah Barat dan Masa Depan Sosialisme Kerakyatan. Filsafat Politik Republik pernah dikaji sang Tan Malaka dalam kitab Naar de ‘Republiek Indonesia’ dan perkembangan Kapitalisme pada Indonesia jua dibahas pada bukunya Massa Actie. Soekarno, ‘si penyambung pengecap masyarakat’, pernah membahas Filsafat Nasionalisme dalam bukunya Mencapai Indonesia Merdeka. Filsafat Fasisme Jerman pernah mencuat dalam pidato Soepomo di Rapat BPUPKI menjelang kemerdekaan serta Filsafat Modernisasi mengisi hampir seluruh ihwal sosial-politik di era Orde Baru Soeharto. 

Di era Soeharto, yakni era ‘filsafat menjadi candu’, poly sekali cabang filsafat Barat yang dikaji oleh filosof Indonesia. Filsafat Estetika dikaji oleh Jakob Sumardjo dalam bukunya Filsafat Seni. Juga sang Wajid Anwar L. Pada ke 2 bukunya Filsafat Estetika dan Filsafat Estetika (Sebuah Pengantar). Filsafat Etika dikaji oleh K. Bertens dalam beberapa karyanya seperti Keprihatinan Moral, Telaah atas Masalah Etika, Perspektif Etika, Kajian atas Masalah-Masalah Aktual, serta Aborsi menjadi Masalah Etika. Juga dikaji oleh W. Poespoprodjo pada bukunya Filsafat Moral, serta I.R. Poedjawijatna pada bukunya Etika Filsafat Tingkah Laku. Rosady Ruslan menelaah Filsafat Etika yg diterapkan dalam bidang Kehumasan dalam karyanya Etika Kehumasan, sedangkan M. Dawam Rahardjo mengkaji Filsafat Etika yg diterapkan pada bidang Ekonomi dan Manajemen pada bukunya Etika Ekonomi serta Manajemen. 

Filsafat Epistemologi Barat dikaji SJ. Sudarminta dalam bukunya Epistemologi Dasar, Pengantar ke Beberapa Masalah Pokok Filsafat Pengetahuan serta M. Ghozi Badrie dalam karyanya Filsafat Umum: Aspek Epistemologi. Sedangkan Widoyo Alfandi mempelajari Filsafat Epistemologi yg diterapkan dalam bidang Geografi pada karyanya Epistemologi Geografi. Filsafat Logika dikaji sang I.R. Poedjawijatna pada karyanya Logika: Filsafat Berpikir dan Burhanuddin Salam dalam bukunya Logika Formal. Filsafat Kosmologi dikaji sang Moertono dalam karyanya Filsafat Kosmologi/Filsafat Alam Semesta: Filsafat Teori Kejadian-Kejadian Factual, Dihampiri secara Manusiawi Filsafat.

Filsafat Semiotika pada perspektif Roland Barthes dikaji oleh Kurniawan pada bukunya Semiologi Roland Barthes, sedangkan Filsafat Hukum dikaji oleh Soetikno pada bukunya Filsafat Hukum, Suhadi dalam bukunya Filsafat Hukum, Lili Rasjidi pada kedua karyanya Filsafat Hukum: Apakah Hukum itu? Dan Filsafat Hukum Mazhab serta Refleksinya. Juga oleh Moertono pada bukunya Filsafat Hukum: Metodik Penelitian Ilmu Desisi. Filsafat Politik dikaji oleh J.H. Rapar dalam beberapa karyanya seperti Filsafat Pemikiran Politik, Filsafat Politik Aristoteles, Filsafat Politik Agustinus, Filsafat Politik Machiavelli, dan Filsafat Politik Plato. Franz Magnis-Suseno jua punya concern pada Filsafat Politik, sebagaimana terlihat pada bukunya Filsafat Kebudayaan Politik. 

Filsafat Sejarah dikaji oleh beberapa filosof, misalnya H.R.E Tamburaka pada bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Kunto Wijoyo dalam bukunya Metodologi Sejarah, dan Purwo Husodo dalam karyanya Filsafat Sejarah Oswald Spengler. Filsafat Agama dikaji oleh Tom Jacobs, SJ dalam bukunya Paham Allah, pada Filsafat, Agama-Agama dan Teologi, Hamzah Ya’qub dalam karyanya Filsafat Agama, Hamka pada bukunya Filsafat Ketuhanan, H.M. Rasjidi dalam karya terjemahannya Filsafat Agama, serta Louis Leahy pada bukunya Filsafat Ketuhanan Kontemporer. 

Filsafat Ilmu dikaji sang Djohansjah dalam bukunya Budaya Ilmiah serta Filsafat Ilmu, Jujun Suriasumantri dalam 2 buku masterpiece-nya Ilmu dalam Perspektif serta Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Burhanuddin Salam dalam 2 karyanya Logika Materiil, Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Hartono Kasmadi pada bukunya Filsafat Ilmu, M. Solly Lubis pada bukunya Filsafat Ilmu dan Penelitian, Hidanul I Harun dalam bukunya Filsafat Ilmu Pengetahuan, dan Chairul Arifin pada karyanya Filsafat Ilmu Pengetahuan: Suatu Pengantar. Filsafat Pendidikan dikaji oleh Redja Mudyahardjo dalam karyanya Filsafat Ilmu Pendidikan, Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, serta Paul Suparno pada bukunya Filsafat Konstruktivisme pada Pendidikan. 

Filsafat Manusia dikaji oleh Zainal Abidin pada bukunya Filsafat Manusia, Burhanuddin Salam pada bukunya Filsafat Manusia: Antropologi Metafisika, Kasmiran Wuryo Sanadji pada bukunya Filsafat Manusia, N. Drijarkara dalam karyanya Filsafat Manusia, serta Moertono dalam karyanya Filsafat Manusia/Antropologi Kefilsafatan: Potensi Penanganan Masalah. Filsafat Kebebasan dikaji sang satu-satunya filosof Nico Syukur Dister dalam karyanya Filsafat Kebebasan. Sedangkan Filsafat Analitik dikaji sang 2 orang filosof, yakni Rizal Mustansyir pada karyanya Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya dan Kaelan dalam karyanya Filsafat Analitis dari Ludwig Wittgenstein. Filsafat Sastra dan Budaya pula dikaji satu-satunya sang FX. Mudji Sutrisno pada karyanya Filsafat Sastra dan Budaya. Juga Filsafat Matematika yg cuma dikaji oleh The Liang Gie dalam karyanya Filsafat Matematika. Filsafat Ekonomi jua dikaji satu-satunya oleh Save M. Dagun pada karyanya Pengantar Filsafat Ekonomi, sedangkan Filsafat Desain dan Supervisi dikaji oleh Ir. Hamid Shahab dalam bukunya Filosofi Desain & Supervisi. Demikian jua Filsafat Administrasi yg dikaji hanya sang Sondang P. Siagian pada kitab Filsafat Administrasi. 

Filsafat Barat Paska-terbaru jua sempat mampir pada Indonesia, yang dikaji oleh Budi Hardiman F. Pada karyanya Melampaui Positivisme serta Modernitas, Onno W. Purbo dalam karyanya Filsafat Naif Dunia Cyber, serta Ridwan Makassary pada karyanya Kematian Manusia Modern.

Yang cukup menarik buat dibahas disini ialah Filsafat Barat yang diadaptasikan menggunakan situasi kongkrit Indonesia, yang aku namakan ‘Filsafat Barat-Indonesia’ atau ‘Adaptasionisme Barat’. Cabang filsafat ini adalah aliran filosofis yg corak Baratnya sudah sejauh mungkin dirubah, untuk diubahsuaikan dengan situasi historis kongkrit di Indonesia. Tokoh-tokoh berdasarkan cabang filsafat ini antara lain artinya Tan Malaka, Soekarno, Toety Heraty, Mohammad Hatta, M. Dawam Rahardjo, Sri-Edi Swasono, Kris Budiman, dan S.C. Utami Munandar. Tan Malaka menelaah ‘teori gerilya’ berdasarkan Filsafat Komunisme buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia pada karyanya Gerpolek (Gerilya Politik-Ekonomi). Soekarno mempelajari komunitas Proletar dari Filsafat Komunisme buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia, sebagaimana terlihat pada goresan pena-tulisannya yg dikumpulkan serta diterbitkan oleh Penerbit Grasindo dengan judul Bung Karno mengenai Marhaen. Adaptasionisme juga dilakukan Moh. Hatta, ketika beliau berbicara tentang demokrasi Barat modern untuk diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia pada bukunya Mohammad Hatta: Beberapa Pokok Pikiran serta dalam perpaduan tulisannya yg diterbitkan Tim LP3ES menggunakan judul Karya Lengkap Bung Hatta. Juga pengkajian demokrasi Barat yg diterapkan Sjahrir dalam situasi kongkrit Indonesia pada karyanya Pemikiran Politik Sjahrir. Filsafat Feminisme yg diterapkan dalam mengkaji kaum wanita Indonesia dilakukan oleh Soekarno dalam bukunya Sarinah: Keajaiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia, Kris Budiman pada bukunya Feminis Laki-Laki dan Wacana Gender, S.C. Utami Munandar pada bukunya Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia dan Toety Heraty dalam bukunya Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki. M. Dawam Rahardjo menelaah ‘Teori Ketergantungan Dunia Ketiga’ buat diterapkan pada mempelajari Ekonomi Indonesia pada bukunya Transformasi Pertanian, Industrialisasi serta Kesempatan Kerja. Sedangkan Sri-Edi Swasono menyelidiki pemikiran adaptasionisme Hatta pada bukunya Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipasi v.S.konsentrasi Ekonomi serta Satu Abad Bung Hatta. 

D. Filsafat Islam
‘Filsafat Islam’ adalah filsafat yg lahir di daerah kuasa Islam serta diproduksi sang komunitas religius Islam yg menetap di daerah itu. Selain ‘Filsafat Barat’ dan ‘Filsafat Timur’, ‘Filsafat Islam’ pula adalah keliru satu cabang yg seringkali dikaji serta yg paling dikuasai sang filosof Indonesia, apalagi saat ini komunitas Islam pada Indonesia menempati posisi menjadi dominan. ‘Filsafat Islam’ kini bisa dipecah ke dalam banyak cabang, misalnya Filsafat Sufisme, Filsafat Pendidikan, Filsafat Kebudayaan, Filsafat Hukum, Filsafat Politik, Filsafat Epistemologi, dan Filsafat Pembebasan (Liberasionisme). Pembagian Filsafat Islam pada kategori regional pula cukup menarik, seperti ‘Filsafat Islam Arab’ dan ‘Filsafat Islam Persia’, lantaran kedua cabang itu, walaupun sama-sama bersifat ‘Islam’ akan tetapi keduanya memiliki corak yang tidak selaras. Bahkan, sekarang jua bisa dibangun ‘Filsafat Islam Indonesia’, karena masalah filosofis yang dihadapi pada situasi historis kongkrit oleh filosof Islam di Indonesia berbeda menggunakan yg dihadapi sang filosof Islam di Arab atau pada Persia. 

Filsafat Sufisme dikaji oleh Alwi Shihab dalam karyanya Islam Sufistik, K. Permadi pada bukunya Pengantar Ilmu Tasawwuf, M. Solichin dalam karyanya Kamus Tasawuf, Sukardi Kd. Pada bukunya Salat dalam Perspektif Sufi, Meison Amir Siregar dalam karyanya Rumi: Cinta dan Tasawuf serta oleh Asep Salahuddin dalam karyanya Ziarah Sufistik. 

Filsafat Pendidikan Islam dikaji oleh Hamdani Ihsan pada karyanya Filsafat Pendidikan Islam, Abdurrahman S. Abdullah dalam bukunya Teori Pendidikan menurut Al-Quran, H.M. Arifin pada Filsafat Pendidikan Islam, Zuhairini pada Filsafat Pendidikan Islam, Jalaluddin & Usman Said pada Filsafat Pendidikan Islam, serta sang Imam Barnadib pada karyanya Filsafat Pendidikan Islam. Sedangkan Filsafat Kebudayaan Islam dikaji sang satu-satunya pengkaji, yakni, Musa Asya’arie pada bukunya Filsafat Islam: Tentang Kebudayaan.

Filsafat Hukum Islam dikaji oleh Zaini Dahlan dalam karyanya Filsafat Hukum Islam, Ishak Farid pada Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Falsafah Hukum Islam, serta sang Ismail Muhammad Syah dalam karyanya Filsafat Hukum Islam. Sedangkan Filsafat Politik Islam dikaji sang A. Munawwir Sadzali dalam karyanya yang monumental Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran dan Kamaruzzaman pada buku Relasi Islam dan Negara.

Teori pengetahuan berdasarkan mazhab Islam dikaji oleh Imam Syafi’i pada karyanya Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Quran serta sang Mohammad Miska Amien pada bukunya Epistemologi Islam. Sedangkan Filsafat Pembebasan (Liberasionisme) dikaji oleh Muh. Hanif Dhakiri dalam 2 bukunya Islam serta Pembebasan serta Paulo Freire, Islam serta Pembebasan. Juga oleh Fachrizal A. Halim pada karyanya Beragama dalam Belenggu Kapitalisme.

Karya-karya pengantar Filsafat Islam pula banyak ditulis oleh filosof Islam Indonesia misalnya sang Abdul Aziz Dahlan dengan judul Pemikiran Falsafi dalam Islam, Soedarsono dalam karyanya Filsafat Islam, Oemar Amin Hoesin dalam dua bukunya yang amat klasik Filsafat Islam dan Filsafat Islam: Sedjarah dan Perkembangannya pada Dunia Internasional, H. Musa Asya’arie pada karyanya Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif, serta oleh J.W.M. Bakker dalam karyanya yang klasik Pengantar Filsafat Islam.

Filsafat Islam Regional seperti ‘Filsafat Arab Klasik’, misalnya, dikaji sang Harun Nasution pada karyanya Teologi Islam, Hasan Asari dalam bukunya Nukilan Pemikiran Islam Klasik, serta oleh Ilhamuddin dalam kitab Pemikiran Kalam Baqillani. ‘Filsafat Arab Modern’ dikaji, umpamanya, oleh H.A. Mukti Ali pada bukunya Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, A. Munir dalam bukunya Aliran Modern pada Islam, H.A. Mukti Ali pada buku Islam dan Sekularisme di Turki Modern dan sang Harun Nasution pada karyanya Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah. ‘Filsafat Islam Persia’ juga banyak yang menelaah, terutama selesainya Syi’isme disebarluas sang cendekiawan Syi’ah Indonesia seperti Jalaluddin Rachmat serta Haidar Bagir. Amroeni Drajat menyelidiki Filsafat Yahya Al-Suhrawardi pada karyanya Filsafat Illuminasi: Sebuah Kajian terhadap Konsep ‘Cahaya’ Suhrawardi. 

Suatu ‘Filsafat Islam Regional’ lainnya, misalnya ‘Filsafat Islam Indonesia’, sudah banyak yang membahas, terutama tentang mazhab-mazhab misalnya ‘Tradisionalisme’, ‘Modernisme’, ‘Revivalisme’, ‘Neo-modernisme’, ‘’Transformasionisme’, ‘Liberalisme’, serta ‘Perenialisme’, sebagai akibatnya tak perlu dibahas lagi di sini. Hanya saja, terdapat kesamaan baru saat ini yg penulis namakan ‘sesatisme’ atau ‘murtadisme’, yg mulai menyuarakan pandangan-pandangan mereka pada kitab -buku tebal yg dipublikasikan secara luas. Walaupun belum layak dianggap menjadi suatu mazhab filsafat, pandangan mereka mulai diterima luas sang rakyat Islam Indonesia. Pendasaran argumentasi mereka pada terjemahan Al-Quran berbahasa Indonesia atau ‘terjemahan sewenang-wenang’ mereka sendiri atas ayat Al-Quran—ini keunikan tersendiri berdasarkan mereka, yg sekaligus juga adalah bukti ketololan mereka akan tata-bahasa bahasa Arab—relatif pertanda bahwa mereka mempunyai sandaran filosofis yg kentara. Yang mereka pegang bukanlah Al-Quran, akan tetapi terjemahannya atau ‘tafsir bebas’ nya. Dan terjemah atau ‘tafsir bebas’ merupakan sejenis filsafat. Hartono Ahmad Jaiz bisa dimasukkan pada mazhab ini. Dalam bukunya Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Jaiz mengritik menjadi ‘sesat’ beberapa mazhab ‘Filsafat Islam’ yg pernah terdapat sebelumnya, yakni, mazhab-mazhab ‘Liberalisme’, ‘Modernisme’ dan ‘Neo-modernisme’. Bukunya yg lain Ada Pemurtadan pada IAIN, mengritik beberapa dosen UIN/IAIN yang bercorak liberal, terbaru, dan neo-terbaru. 

E. Filsafat Kristen
Seperti Filsafat Islam, Filsafat Kristen (Christian Philosophy) merupakan filsafat yang lahir di daerah kuasa Kristen dan diproduksi sang komunitas religius Kristen yg menetap di daerah itu. Selain ‘Filsafat Barat’, ‘Filsafat Kristen’ pula merupakan bidang yang amat dikuasai oleh filosof-filosof Kristen Indonesia. ‘Filsafat Kristen’ terbagi pada beberapa cabang: ‘Filsafat Kristen Awal’, ‘Filsafat Kristen Helenistik’, ‘Filsafat Kristen Pertengahan’ (yang diklaim jua menggunakan sebutan ‘Filsafat Skolastik’), ‘Filsafat Kristen Renaisans serta Reformasi’, dan ‘Filsafat Kristen Modern serta Kontemporer’. Di samping pembagian itu, ‘Filsafat Kristen’ pun dapat dikaji secara regional, seperti ‘Filsafat Kristen Jerman’, ‘Filsafat Kristen Amerika’, ‘Filsafat Kristen Amerika Latin’, ‘Filsafat Kristen Filipina’, bahkan ‘Filsafat Kristen Indonesia’, lantaran situasi kongkrit yang harus diresponi umat Kristen di negara-negara itu nir mesti sama.

‘Filsafat Kristen Awal’, dikaji oleh Nico Syukur Dister pada karyanya Filsafat Agama Kristiani: Mempertanggungjawabkan Iman akan Wahyu Allah pada Yesus Kristus. ‘Filsafat Skolastik’, semenjak Santo Anselmus hingga Santo Thomas Aquinas, telah dikaji oleh A. Hanafi pada bukunya Filsafat Skolastik. ‘Filsafat Kristen Modern serta Kontemporer’, misalnya, dikaji oleh Thomas Hidya Tjaya dalam bukunya Kosmos: Tanda Keagungan Allah, Refleksi berdasarkan Louis Bouyer. 

Yang tidak kalah menariknya ialah ‘Filsafat Kristen Indonesia’, yakni sistem filsafat yang diadaptasikan dengan situasi riel yg dialami filosof Kristen pada Indonesia. ‘Filsafat Kristen Indonesia’ bisa dibagi pada 4 cabang seperti ‘Transformasionisme’, ‘Pribumisme’, ‘Liberasionisme’, serta ‘Feminisme’. ‘Transformasionisme’ dikaji sang JB. Banawiratma dalam karyanya 10 Agenda Pastoral Transformatif, HAM, serta Lingkungan Hidup. Sedangkan ‘Pribumisme’ dikaji sang Robert J. Hardawiryana pada bukunya Cara Baru Menggereja pada Indonesia: Umat Kristen Mempribumi. ‘Liberasionisme’ relatif banyak yg mempelajari sejak era Soeharto, misalnya yg dilakukan sang J.B. Mangunwijaya, Franz Magnis-Suseno, Wahono Nitiprawiro, J.B. Banawiratma, A. Suryawasita, I. Suharyo, C. Putranta, R. Hardawiryana, AL. Purwahadiwardaya, TH. Sumartana, Greg Soetomo, dan Budi Purnomo. Sedangkan ‘Feminisme’ dikaji secara Kristiani oleh Smita Notosusanto, seperti kajiannya dalam kitab Perempuan serta Pemberdayaan dan St. Darmawijaya pada bukunya Perempuan pada Perjanjian Lama. 

F. Filsafat Paska-Soehartoisme
‘Filsafat Paska-Soehartoisme’ berarti filsafat yg lahir buat mengritik paham dan praxis Soehartoisme—modernisasi yang dianut Soeharto ‘si Bapak Pembangunan’ itu—dan hendak menghapus segala residu-residunya dengan cara merubahnya dengan paham cara lain . Kritik terhadap Soehartoisme telah mulai merebak semenjak dasawarsa 1970-an menurut kampus ITB Bandung (1973) dan Peristiwa Malari pada Jakarta (1974), tapi seluruh kritikan itu tidak didengar. Sejak dasawarsa 1990-an menjelang lengser Soeharto, pulang kritikan dilancarkan oleh beberapa filsuf baru. Merekalah cikal-bakal tokoh filsafat yang kemudian dinamakan filsafat paska-Soeharto. Yang termasuk pelopor filsafat ini ialah Sri-Bintang Pamungkas, Budiman Sudjatmiko, Muchtar Pakpahan, Sri-Edi Swasono, dan Pius Lustrilanang. Sri-Bintang Pamungkas mengritik Soehartoisme dalam karyanya Sri Bintang: ‘Saya Musuh Politik Soeharto’, Dari Orde Baru ke Indonesian Baru Lewat Reformasi Total, Dari Orde Baru ke Indonesia Baru, serta Dibalik Jeruji: Menggugat Dakwaan Subversif. Sedangkan Budiman Sudjatmiko mengritik Soehartoisme lewat pidato resmi partainya PRD. Muchtar Pakpahan mengritik Soehartoisme lewat bukunya Menarik Pelajaran menurut Kedung Ombo (1990), Menuju Perubahan Sistem Politik (1994), DPR RI Semasa Orde Baru (1994), serta Rakyat Menggugat (1996). Filsafat paska-Soehartoisme yg dianut Pius Lustrilanang dikaji sang Sihol Siagian dalam karyanya Menolak Bungkam: Pius Lustrilanang. 

Setelah Soeharto lengser, rupanya Soehartoisme nir bersama-sama tumbang. Soehartoisme masih bertahan, beradaptasi dengan situasi Indonesia baru, bahkan sampai ketika ini. Soehartoisme tetap bertahan, yg terjadi hanyalah pemugaran-pemugaran tambal-sulam yang kerap disebut ‘Reformasi’, yang dilakukan eksponen-eksponen Soehartoist yang masih selamat dari kritik warga . Hal itulah yg menggelisahkan Sri-Edi Swasono, saudara tertua kandung dari Sri-Bintang, sebagai akibatnya dia khawatir bahwa yg terjadi malah ‘deformasi’ (pembekuan), bukannya perubahan keadaan generik Indonesia yang signifikan. Kekhawatiran itu diungkap pada karyanya Dari Daulat Tuanku ke Daulat Rakyat dan Dari Lengser ke Lengser.