CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa nir menunda insan buat selalu memakai akal budi serta fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yg ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari tahu itu membuat sebuah kesadaran yg dianggap pengetahuan. Apabila proses itu memiliki karakteristik-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi dapat digunakan buat menunjukkan tanda-tanda-gejala eksklusif pada bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang spesifik menurut kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari tahu tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat meliputi “segalanya”. Filsafat datang sebelum serta sesudah ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan mengenai batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan apa yg dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "manusia di dunia yg mengembara menuju akhirat". Dalam tanda-tanda ini kentara terdapat tiga hal menonjol, yaitu insan, dunia, serta akhirat. Maka ada filsafat mengenai insan (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan mengenai yang satu pastilah nir bisa dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat mengenai akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal insan pada dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat disebut sebagai filsafat mengenai semua holistik kenyataan menggunakan obyek yang dikaji adalah keberadaan (eksistensi) dan esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Apabila cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka bisa dikatakan bahwa filsafat berangkat berdasarkan pengalaman nyata manusia yang benar-benar kaya menggunakan segala sesuatu yg implisit ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut tiga kelompok akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material berdasarkan filsafat pengetahuan adalah tanda-tanda "manusia memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu dari karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (lawan "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "bisikan hati", menurut mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material jua, serta kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) membuat filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dipandang menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak pada cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih khusus, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu mengenai apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang norma norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta norma-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini sanggup diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu mengenai yg baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia mampu terbentuk, serta bagaimana seorang sanggup merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang keindahan merupakan sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dipercaya menjadi evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji tentang “ada” dan “tidak ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada di sebalik fisika. Hakikat yg bersifat abstrak dan pada luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan pada alam ini: menggunakan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau nir? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yg tidak bisa diterangkan dengan kaedah penjelasan yg ditemukan pada ilmu yg lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yang ideal)
Filasafat politik adalah studi mengenai evaluasi serta kritik moral terhadap proses yang melandasi kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik serta sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat agama adalah cara pandang yang menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang ada buat mengetahui hakikat kepercayaan dan ber-bagai duduk perkara yang masih ada pada agama itu. Dengan istilah lain, objek yang dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan mendasar menurut setiap hal yang menjadi ajaran menurut seluruh kepercayaan di global ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting dalam setiap agama merupakan ajaran tentang Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, namun jua argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yang dibahas pada filsafat agama.

Filsafat kepercayaan jua bisa dikatakan sebagai pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala kepercayaan : hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat interaksi manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, namun sekaligus menciptakan serta sebagai dasar tingkah-laris insan. Kepada Yang Kudus itulah manusia hanya beriman, yg dapat diamati pada konduite hayati yg penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yang berlandaskan dalam teori ontologis, epistemologis dan aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan kata lain, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yg ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yang ditinjau berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yg ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki menurut obyek tadi? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut menggunakan daya tangkap manusia yg membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yg harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yg sahih? Apakah kriterianya? Apa yang dianggap kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yg membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yg berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yg berupa ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yg ditelaah dari pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan kebiasaan-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yg bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan bisa didekati berdasarkan problema-problema pendidikan yg yg bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menilik hakikat aturan. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat aturan adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam hingga dalam inti atau dasarnya, yang dianggap menggunakan hakikat. Ada jua yang mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat yg mengusut hukum yg benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat aturan jua sering dikonotasikan sebagai penelitian mendasar serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat hukum menilik hukum secara spekulatif dan kritis. Artinya filsafat aturan berusaha untuk mengusut nilai berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; 
  • Secara spekulatif, filsafat aturan terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat mempelajari gagasan-gagasan mengenai hukum yg sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi pada 2 kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan berdasarkan fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas dan tanpa dibantu menggunakan observasi terhadap global. Penalaran pada sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-istilah, secara tipikal bisa ditemukan dalam definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas 2 jenis perkiraan; matematika ini berkaitan menggunakan perkiraan berdasarkan aksioma serta definisi, dan akal yg berkaitan menggunakan asumsi aksioma, anggaran menarik kesimpulan serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan terdapat dunia (macro) perkiraan, seperti konklusi nalar cukup untuk tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah adalah cabang dari filsafat yang memeriksa mengenai prinsip-prinsip mendasar (hakekat) sejarah sejauh dapat ditangkap sang nalar dan bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, merupakan bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah membicarakan “terdapat” menjadi sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan dalam filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yang mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu sebagai terdapat atau hal-hal fundamental apa yg mengakibatkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer memeriksa filsafat sejarah merupakan akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan mengakibatkan dirinya menjadi seseorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih bisa melakukan suatu kritik atau penilaian serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan agar bisa mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna serta memuaskan. Kajian tentang sejarah akan lebih tuntas, menarik, serta bermakna bagi kehidupan manusia pada hari ini serta esok bila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui serta memahami filsafat sejarah akan bisa menemukan struktur dasar (hakekat) pada dalam penjelasan (eksplanasi) sejarah. Karena itu setiap pakar sejarah yang menggunakan sungguh-sungguh menemkuni profesinya menjadi seseorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau nir mau menganut beberapa pendapat yg mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji tentang sahih atau keliru)
Logika berhubungan dengan pengetahuan, serta berhubungan dengan bahasa. Disini bahasa dimengerti menjadi cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan serta dinyatakan. Maka logika adalah cabang filsafat yg mengusut kesehatan cara berfikir serta anggaran-anggaran yg harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan absah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori pada membagi ilmu-ilmu saat ilmu yg satu berkait dengan ilmu lain, metode-metode pada ilmu-ilmu, dasar kepastian dan jenis kabar yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tadi bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan pencerahan akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat. Rasa heran dan menyangsikan ini mendorong insan buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis misalnya ini disebut menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa pula bermula menurut adanya suatu pencerahan akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa beliau sangat terbatas serta terikat terutama dalam saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yg dijadikan bahan kemajuan buat menemukan kebenaran yg hakiki.

CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa tidak menunda insan buat selalu menggunakan nalar budi dan fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari memahami itu membuat sebuah kesadaran yang diklaim pengetahuan. Apabila proses itu mempunyai karakteristik-karakteristik metodis, sistematis serta koheren, serta cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif di bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali serta menekuni hal-hal yang spesifik dari kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari memahami tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) serta memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat tiba sebelum dan selesainya ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai menjadi bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” lantaran ilmu pengetahuan khusus niscaya menghadapi pertanyaan tentang batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat mempunyai obyek material serta obyek formal. Obyek material merupakan apa yang dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "insan di global yg mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini kentara ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, global, dan akhirat. Maka terdapat filsafat mengenai manusia (antropologi), filsafat mengenai alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi serta teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak bisa dilepaskan berdasarkan yg lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yg dikenal manusia dalam dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat dianggap sebagai filsafat mengenai seluruh keseluruhan fenomena menggunakan obyek yg dikaji merupakan eksistensi (keberadaan) serta esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang digunakan atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka dapat dikatakan bahwa filsafat berangkat dari pengalaman nyata insan yg sungguh kaya menggunakan segala sesuatu yg tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut 3 gerombolan akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material menurut filsafat pengetahuan adalah gejala "insan memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu menurut karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (lawan "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (lawan "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana dari pengetahuan serta kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan berdasarkan sebab-musabab pertama) membentuk filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dicermati menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini lalu berkembang sebagai cabang-cabang filsafat yg mempunyai bidang kajian yg lebih spesifik, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu tentang apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang tata cara norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu gerombolan dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu jika kemungkinan-kemungkinan etis sebagai bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis serta metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana dia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang mampu merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang estetika adalah sebuah filosofi yg mengusut nilai-nilai sensoris, yg kadang dianggap sebagai evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji mengenai “ada” serta “nir ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada pada sebalik ekamatra. Hakikat yg bersifat tak berbentuk serta di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang empiris kehidupan pada alam ini: dengan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian mengenai sesuatu yg bersifat rohani dan yg tidak dapat diterangkan menggunakan kaedah penerangan yg ditemukan dalam ilmu yang lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yg ideal)
Filasafat politik merupakan studi tentang evaluasi serta kritik moral terhadap proses yg melandasi kehidupan sosial, politik serta ekonomi yg diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik dan sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat kepercayaan adalah cara pandang yg menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang terdapat buat mengetahui hakikat agama serta ber-bagai masalah yang masih ada pada kepercayaan itu. Dengan istilah lain, objek yg dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan fundamental dari setiap hal yg sebagai ajaran berdasarkan semua agama pada dunia ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting pada setiap agama adalah ajaran mengenai Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, tetapi pula argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yg dibahas dalam filsafat kepercayaan .

Filsafat kepercayaan jua dapat dikatakan menjadi pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) mengenai tanda-tanda agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, tetapi sekaligus membentuk serta sebagai dasar tingkah-laris manusia. Kepada Yang Kudus itulah insan hanya beriman, yang dapat diamati pada konduite hidup yg penuh dengan perilaku "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yg berlandaskan pada teori ontologis, epistemologis serta aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan istilah lain, filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yg dipandang berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu adalah bagian menurut epistemologi (filsafat pengetahuan) yg secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yg hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi menggunakan daya tangkap manusia yg mengakibatkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yg berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang wajib diperhatikan supaya mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yg diklaim kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita pada menerima pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yg merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-kebiasaan moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yg diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan dapat didekati dari problema-problema pendidikan yang yang bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menyelidiki hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum merupakan ilmu yang memeriksa hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah aturan, serta objek tadi dikaji secara mendalam hingga pada inti atau dasarnya, yang diklaim dengan hakikat. Ada jua yang menyampaikan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yg memeriksa hukum yang benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat hukum jua tak jarang dikonotasikan sebagai penelitian fundamental serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat aturan mempelajari hukum secara spekulatif serta kritis. Artinya filsafat aturan berusaha buat mempelajari nilai menurut pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai aturan ; 
  • Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan tentang hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat menyelidiki gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan mutlak dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara mutlak, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam 2 kategori, yaitu pengetahuan a priori serta pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang berdasarkan atas serta tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-kata, secara tipikal bisa ditemukan pada definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika berdasarkan atas 2 jenis asumsi; matematika ini berkaitan dengan perkiraan berdasarkan aksioma dan definisi, serta akal yg berkaitan dengan perkiraan aksioma, anggaran menarik konklusi serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) serta ada dunia (macro) perkiraan, seperti deduksi nalar relatif buat tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah merupakan cabang menurut filsafat yang menyelidiki mengenai prinsip-prinsip fundamental (hakekat) sejarah sejauh bisa ditangkap sang akal serta bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, artinya bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah mengungkapkan “ada” sebagai sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan pada filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yg mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu menjadi terdapat atau hal-hal mendasar apa yang menyebabkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer mempelajari filsafat sejarah adalah akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan membuahkan dirinya sebagai seorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih sanggup melakukan suatu kritik atau evaluasi serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan supaya dapat mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna dan memuaskan. Kajian mengenai sejarah akan lebih tuntas, menarik, dan bermakna bagi kehidupan insan pada hari ini dan esok apabila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui dan tahu filsafat sejarah akan sanggup menemukan struktur dasar (hakekat) pada pada penjelasan (eksplanasi) sejarah. Lantaran itu setiap pakar sejarah yang menggunakan benar-benar-sungguh menemkuni profesinya menjadi seorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau tidak mau menganut beberapa pendapat yang mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji mengenai sahih atau galat)
Logika herbi pengetahuan, dan herbi bahasa. Disini bahasa dimengerti sebagai cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan dan dinyatakan. Maka logika merupakan cabang filsafat yang menilik kesehatan cara berfikir dan aturan-aturan yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan sah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori dalam membagi ilmu-ilmu ketika ilmu yang satu berkait menggunakan ilmu lain, metode-metode dalam ilmu-ilmu, dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tersebut bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan adalah 3 hal yang mendorong insan utuk berfilsafat. Rasa heran dan mencurigai ini mendorong manusia buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yg hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis seperti ini dianggap menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa jua bermula berdasarkan adanya suatu kesadaran akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama dalam waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka menggunakan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yg terbatas, pastilah terdapat sesuatu yg tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yg hakiki.

CABANGCABANG FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU

Cara flexi----Warga belajar dan murid sekalian, Ada pendapat yang menyatakan bahwa filsafat itu merupakan bunda atau induk segala ilmu. Mengapa demikian? Tentu kita masih ingat bahwa para filsuf itu disamping mengemukakan output pemikirannya juga menguasai aneka macam ilmu eksklusif dalam masanya. Plato pernah mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu yg berusaha untuk mencapai kebenaran yg murni. Seorang filsuf Perancis, Rene Descartes menyampaikan bahwa filsafat adalah gugusan segala pengetahuan yg bidang bahasannya adalah mengenai Tuhan, manusia, serta alam semesta. Jadi, Filsafat yg dalam awalnya meliputi segenap ilmu, lalu berkembang sebagai semakin rasional serta sistematis. Pengetahuan insan juga makin luas sehingga lahirlah aneka macam disiplin ilmu.

Mengingat semakin luasnya bidang-bidang yang dibahas, para ahli membagi bidang studi filsafat dalam beberapa cabang atau beberapa bagian filsafat. Pada umumnya, para pakar membaginya dalam enam cabang atau bagian filsafat, yaitu epistemologi, metafisika, akal, etika, estetika, dan filsafat ilmu. Anda akan memperoleh gambaran singkat mengenai cabang-cabang filsafat melalui uraian ini dia :

1. Epsitemologi

Istilah epistemologi dari menurut butir kata pada bahasa Yunani, yakni episteme berarti pengetahuan serta logos yang berarti istilah, pikiran serta ilmu. Jadi, epistemologi adalah cabang filsafat yg membahas pengetahuan. Dalam hal ini, yg dibahas dari mula, bentuk serta struktur, validitas, dan metodologi, yang secara bersama-sama membangun pengetahuan insan, (Ensiklopedia Indonesia, 1980). Adapun permasalahan yang berkaitan menggunakan utama bahasan tersebut berupa pertanyaan yang fundamental "apakah sumber serta dasar pengetahuan?", "apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti?". Sebagai contoh, Anda mengetahui sesuatu, berarti anda memiliki pengetahuan mengenai sesuatu. Anda merupakan subjek serta sesuatu itu adalah objek dari pengetahuan. Manusia tidak bisa mengetahui seluruh aspek dan objek karena keterbatasan kemampuan manusia, Socrates pernah berkata bahwa apa yang saya ketahui adalah bahwa saya tidak mengetahui apa-apa. Hal ini menegaskan bahwa terdapat pengetahuan yang niscaya.


2. Metafisika

Istilah ini pula asal dari istilah Yunani Metaphysika, ialah "sesudah ekamatra". Cabang filsafat ini diperkenalkan oleh Andronikos dan Rhodes dari formasi buku-buku yang ditulis oleh Aristoteles tentang hakikat benda-benda yang kita lihat pada dunia konkret ini. Oleh Andronikos gugusan tulisan itu ditempatkan "setelah" kumpulan tulisan tentang ekamatra. Metafisika di bagi dalam metafisika generik dan metafisika khusus. Metafisika generik pula acapkali dianggap ontologi.


Anda tentu masih ingat pendapat Plato tentang wangsit atau Idea yg sudah Anda pelajari, inti pandangannya artinya bahwa empiris sesungguhnya bukanlah yg tampak sang kita pada global fenomena; melainkan tidak tampak dan berada dalam dunia ide. Aristoteles tidak menyebutnya  metafisika tetapi filsafat pertama lantaran dari pendapatnya filsafat inilah yg sebagai dasar seluruh filsafat. Secara generik, dapat dikatakan bahwa metafisika merupakan cabang atau bagian filsafat yg membahas seluruh empiris atau segala sesuatu yang terdapat secara komprehensif.


3. Logika

Logika adalah cabang atau bagian filsafat yang menyusun pengembangan, serta membahas asas-asas, aturan-aturan formal, dan prosedur-prosedur normatif, dan kriteria yang benar bagi penalaran dan penyimpulan demi mancapai kebenaran yang bisa dipertanggung jawabkan secara rasional (Rapar, 1996). Sebagai ilmu, nalar berasal menurut pandangan Aristoteles meski dia tidak menyebutkan nalar, tetapi filsafat analitika. Istilah logika dipakai pertama kali sang Zeno dair Citium (334-262 SM) dari kata logikos dan istilah ini dari dari kata logos yg tentunya anda telah ketahui artinya, yaitu akal atau pikiran, sedangkan logikos mempunyai arti sesuatu yang diutarakan menggunakan nalar. 

4. Etika

Etika seringkali kali dinamakan filsafat moral karena cabang filsafat ini membahas baik serta jelek tingkah lagu manusia. Jadi, dalam filsafat ini insan dilihat dari segi perilakunya. Pada zaman Socrates etika ini amat berpengaruh pada kehidupan manusia. Dapat jua dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang kesusilaan, yg memilih bagaimana patutnya insan hidup pada masyarakat. Jadi, pada filsafat ini manusia pula dipandang dari segi peranannya menjadi anggota rakyat. Pada hakikatnya, nilai tindakan insan terikat dalam tempat serta ketika, disamping itu baik dan buruknya konduite insan dipengaruhi oleh sudut pandang masyarakatnya. Sebagai contoh, perilaku yang dipercaya masuk akal pada suatu masyarakat di wilayah eksklusif, bisa dianggap kurang susila oleh kalangan rakyat pada daerah lain.

5. Estetika

Seni serta estetika merupakan problem yang ditelaah oleh cabang filsafat etika ini. Adapun yang ditelaah atau dibahas tentang kehindaha artinya kaidah juga sifat hakiki serta estetika; cara menguji keindahan menggunakan perasaan dan pikiran manusia; evaluasi serta apresiasi terhadap estetika. Meskipun dalam dasarnya estetika sudah ditelaah sejak 2500 tahun kemudian diberbagai daerah, misalnya Babilonia, Mesir, India, China, dan Yunani, Istilah keindahan sendiri baru dikemukakan oleh Baungeten seseorang filsuf berasal Jerman pada tahun 1750.


Plato mengemukakan pendapatnya bahwa seni merupakan keterampilan memproduksi sesuatu, Jadi, apa yang diklaim hasil seni merupakan suatu tiruan. Dikemukakan sebagai contoh bahwa lukisan tentang suatu pemandangan alam sesungguhnya merupakan tiruan dari pemandangan alam yang pernah dipandang oleh pelukisnya.


Aristoteles sependapat menggunakan Plato namun ia menganggap bahwa seni itu krusial karena seni berpengaruh besar bagi kehidupan manusia, sedangkan Plato berpendapat bahwa seni itu nir krusial meskipun karya-karyanya yang berupa tulisan hingga sekarang dinyatakan orang menjadi karya seni sastra yang populer.


Sebagai cabang filsafat, keindahan mengalami perkembangan berdasarkan zaman Yunani Kuno, Romawi, abad pertengahan sampai abad ke-20. Boleh dikatakan bahwa setiap periode sejarah serta warga menampilkan pemikiran mengenai estetikanya sendiri. Ahli keindahan Islam yang terkenal merupakan Abu Nasr al Farabi (870-970) yang membahas terutama mengenai keindahan pada bidang musik karena selin filsuf dan ahli ilmu kealaman, dia juga seorang ahli musik.


6. Filsafat Ilmu

Setelah kita mengetahui dan menyelidiki tentang lima buah cabang filsafat pada muka, sekarang kita akan mencoba memahami sebuah cabang filsafat yg berkaitan erat pembahan primer yaitu filsafat Ilmu. Filsafat ilmu kadang dianggap menjadi filsafat khusus yaitu cabang filsafat yang membahas hakikat ilmu, penerapan banyak sekali metode filsafat pada upaya mencari akar masalah dan menemukan asas empiris yang dipersoalkan oleh bidang ilmu tadi buat menerima kejelasan yg lebih pasti. Dengan demikian, penyelesaian masalah ilmunya sebagai lebih terarah. Jadi sesungguhny. Setiap disiplin ilmu memiliki filsafat ilmunya sendiri. Contohnya filasafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa, filsafat ilmu kealaman, filsafat matematika.

Demikian pembahasan kita mengenai cabang-cabang filsafat dan filsafat ilmu, semoga berguna, terimakasih.  

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat dapat dijabarkan dari perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta dan kata “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yg mendalam. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yg berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras serta Socrates-lah yg mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar pada waktu yang menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih senang menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, adalah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka ia tidak mau mengatakan bahwa dia mempunyai, mempunyai atau menguasai.

Oleh karena luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan bisa menguasai dengan sempurna dan orang tidak akan pernah berkata selesai belajar. 

Sudut simpel yg sesungguhnya mengenai arti dan nilai hayati itu, arti dan nilai insan itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat sebagai berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg memeriksa sebab-karena yang pertama atau prinsip-prinsip yang tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, kentara yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yang dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-sebab yang terdalam menurut segala sesuatu, sampai kepada penyebab yang tidak disebabkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) ialah Allah itu sendiri.

Mengenai “terdapat” yang tidak mutlak adalah segala ciptaan Tuhan, sewaktu-ketika mampu punah pada muka bumi ini jika sudah ada saatnya sinkron menggunakan hukum alamatau hukum Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala pengetahuan dan kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, merupakan cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan teori pembagian ilmu, metode yang dipakai pada ilmu, tentang dasar kepastian serta jenis berita yg diberikan yang nir termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan merupakan tugas filsafat.
3. Ontologi, seringkali diklaim metafisika umum atau filsafat pertama adalah filsafat tentang seluruh fenomena atau segala sesuatu sejauh itu ”terdapat”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) mengenai theos (Tuhan) dari ajaran serta agama.
5. Kosmologi, menyampaikan tentang kosmos atau alam semesta hal wacana dan evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat insan menyelidiki manusia menjadi manusia, menguraikan apa atau siapa manusia menurut adanya yg terdalam, sejauh bisa diketahui mulai menggunakan logika budinya yang murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yg mengusut tindakan manusia. Etika dibedakan berdasarkan semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, seringkali pula diklaim filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dipercaya paling penting dalam periode eksklusif, serta aliran besar yang menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian spesifik atau cabang-cabang spesifik filsafat yg terdiri menurut cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat mengenai:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan menjadi berikut:
1. Objek filsafat merupakan segala sesuatu yang ada
2. Sudut pandangaannya ialah sebab-sebab yg terdalam
3. Sifat filsafat ialah sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat artinya metode perenungan (contemplation) yang spekulatif
5. Jalan filsafat pada bisnis mencari dan menemukan jawaban atas segala pertanyaan hidup dan kehidupan manusia adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta tidak dari kepada wahyu Allah atau pertolongan istimewa dari kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari menurut bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yg berarti tahu/mengetahui. Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengungkapkan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya nir tidak selaras, terutama sebelum abad ke-19, namun setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, misalnya metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut berbagai pengetahuan yang masing-masing sesuatu lapangan pengalaman eksklusif, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas tertentu, hingga sebagai kesatuan. Suatu sistem dari banyak sekali pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil pemeriksaan-inspeksi yang dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode eksklusif.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan aturan kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar maupun dari bangunnya menurut pada.”

Sejalan menggunakan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati insan, dan semakin berkembangnya kehidupan terkini maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam keadaan yang demikian, lahirlah apa yg dianggap ilmu-ilmu pengetahuan khusus. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (contohnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yg lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia dalam mempermudah aplikasi kehidupannya atau buat mensejahterakan insan. Disegi lain, dapat juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan insan, bila ilmu dan teknologi itu digunakan untuk tujuan perang dengan membangun senjata mutakhir.

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat bisa dijabarkan menurut perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta serta istilah “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yang mendalam. Perkataan ini berasal menurut bahasa Yunani yang berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras dan Socrates-lah yang mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar dalam saat yg menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih suka menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, ialah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka beliau tak mau mengungkapkan bahwa beliau mempunyai, memiliki atau menguasai.

Oleh lantaran luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan dapat menguasai dengan sempurna dan orang nir akan pernah mengungkapkan terselesaikan belajar. 

Sudut simpel yang sesungguhnya mengenai arti dan nilai hidup itu, arti dan nilai manusia itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat menjadi berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg mengusut karena-karena yg pertama atau prinsip-prinsip yg tertinggi dari segala sesuatu yg dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, jelas yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yg dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-karena yang terdalam berdasarkan segala sesuatu, hingga kepada penyebab yg nir ditimbulkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) merupakan Allah itu sendiri.

Mengenai “ada” yg tidak mutlak adalah segala kreasi Tuhan, sewaktu-ketika sanggup punah pada muka bumi ini bila telah terdapat saatnya sesuai dengan hukum alamatau aturan Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut karena pertama, gejala pengetahuan serta kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri menggunakan teori pembagian ilmu, metode yg dipakai pada ilmu, mengenai dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan yg tidak termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan adalah tugas filsafat.
3. Ontologi, tak jarang diklaim metafisika generik atau filsafat pertama merupakan filsafat mengenai seluruh kenyataan atau segala sesuatu sejauh itu ”ada”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) tentang theos (Tuhan) berdasarkan ajaran dan agama.
5. Kosmologi, membicarakan mengenai kosmos atau alam semesta hal ihwal serta evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat manusia menyelidiki insan sebagai insan, menguraikan apa atau siapa insan menurut adanya yang terdalam, sejauh sanggup diketahui mulai dengan logika budinya yg murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yang memeriksa tindakan insan. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan insan, melainkan bagaimana insan seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, sering juga disebut filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dianggap paling penting pada periode tertentu, dan genre besar yg menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian khusus atau cabang-cabang khusus filsafat yang terdiri berdasarkan cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat tentang:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan sebagai berikut:
1. Objek filsafat artinya segala sesuatu yg ada
2. Sudut pandangaannya artinya karena-sebab yang terdalam
3. Sifat filsafat artinya sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat adalah metode perenungan (contemplation) yg spekulatif
5. Jalan filsafat dalam usaha mencari serta menemukan jawaban atas segala pertanyaan hayati dan kehidupan insan adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta nir menurut pada wahyu Allah atau pertolongan istimewa menurut kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari dari bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yang berarti memahami/mengetahui. Pengertian ilmu yg masih ada dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem berdasarkan metode eksklusif, yg bisa dipakai buat menampakan tanda-tanda-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara berkata ilmu merupakan any organized knowledge. Ilmu serta sains menurutnya tidak tidak sinkron, terutama sebelum abad ke-19, tetapi selesainya itu sains lebih terbatas dalam bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian menjadi berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut banyak sekali pengetahuan yg masing-masing sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas eksklusif, hingga menjadi kesatuan. Suatu sistem berdasarkan aneka macam pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil inspeksi-pemeriksaan yg dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode tertentu.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada satu golongan masalah yg sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak menurut luar maupun dari bangunnya menurut dalam.”

Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yg dihadapi insan. Dalam keadaan yg demikian, lahirlah apa yg disebut ilmu-ilmu pengetahuan spesifik. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu insan dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau buat mensejahterakan manusia. Disegi lain, bisa juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan buat tujuan perang dengan menciptakan senjata terkini.

TEORI KRITIS DALAM HAZANAH SAINS MODERN

Teori Kritis Dalam Hazanah Sains Modern
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Hokheimer pada tahun 30-an. Awalnya teori kritis berarti pemaknaan kembali gagasan-gagasan ideal modernitas berkaitan menggunakan logika serta kebebasan. Pemaknaan ini dilakukan menggunakan mengungkap deviasi berdasarkan gagasan-gagasan ideal tadi pada bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, serta institusi politik borjuis.

Untuk memahami pendekatan teori kritis, tidak sanggup tidak, harus menempatkannya dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel menjadi orang terakhir pada tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang insan serta sejarah. Namun, lantaran beberapa hal, pemikiran Marx sanggup menggantikan filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx, hal ini terjadi karena Marx membuahkan filsafat menjadi sesuatu yang praktis; yakni menjadikannya menjadi cara berpikir (kerangka pikir) warga pada mewujudkan idealitasnya. Dengan berakibat nalar sebagai sesuatu yg ’sosial’ serta menyejarah, skeptisisme historis akan ada buat merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang kebiasaan serta logika sebagai ragam sejarah serta budaya forma-forma kehidupan.

Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara logika dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yg bersifat empiris serta interpretatif menggunakan klaim-klaim normatif mengenai kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan permanen memertahankan penekanan terhadap normativitas pada tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya pada konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu, yg dipakai buat memahami klaim normatif itu pada konteks kekinian.

Di zaman modern, filsafat secara ketat dibedakan menurut sains. Locke menyebut filsafat sebagai ’pekerja kasar’. Bagi Kant, filsafat, khususnya filsafat transenden, mempunyai dua peran. Pertama, menjadi ”hakim” yang dengannya sains dinilai. Kedua, sebagai wilayah buat memunculkan pertanyaan normatif. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan normatif, pada perspektif Kantian, sains tidak diharapkan, lantaran hal itu dijawab melalui analisis transenden. Teori kritis yg berorientasi emansipasi berusaha mengkontekstualisasi klaim-klaim filosofis mengenai kebenaran serta universalitas moral tanpa mereduksinya menjadi sekedar syarat sosial yg menyejarah. Teori kritis berusaha menghindari hilangnya kebenaran yg sudah dicapai oleh pengetahuan masa kemudian. Tentang hal ini Horkheimer menyatakan ”Bahwa seluruh pemikiran, sahih atau keliru, tergantung pada keadaan yg berubah sama sekali nir berpengaruh pada validitas sains”.

Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas serta majemuk. Ia bertujuan buat melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yg kita alami serta cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, serta dunia. Saat ini teori kritis menjadi galat satu indera epistemologis yg dibutuhkan pada studi humaniora. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa makna bukanlah sesuatu yg alamiah dan langsung. Bahasa bukanlah media transparan yg bisa menyampaikan ilham-ide tanpa penyimpangan , sebaliknya beliau adalah seperangkat kesepakatan yang berpengaruh dan menentukan jenis-jenis wangsit serta pengalaman insan.

Dengan berusaha memahami proses dimana teks, objek, serta insan diasosiasikan dengan makna-makna eksklusif, teori kritis memertanyakan legitimasi asumsi umum mengenai pengalaman, pengetahuan, dan kebenaran. Dalam hubungan sehari-hari dengan orang lain serta alam, dalam kepala seorang selalu menyimpan seperangkat agama serta perkiraan yang terbentuk menurut pengalaman—pada arti luas—serta berpengaruh dalam cara pandang seorang, yg seringkali tidak tampak. Teori kritis berusaha mengungkap serta memertanyakan asumsi dan praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis menggunakan pandangan baru-pandangan baru menurut bidang lain buat tahu pola-pola dimana teks dan cara baca berinteraksi menggunakan global. Hal ini mendorong keluarnya contoh pembacaan baru. Karenanya, keliru satu ciri spesial teori kritis merupakan pembacaan kritis menurut menurut berbagai segi serta luas. Teori kritis adalah perangkat nalar yg, apabila diposisikan dengan sempurna dalam sejarah, mampu merubah dunia. Pemikiran ini dapat dilacak pada tesis Marx populer yang menyatakan ”Filosof selalu menafsirkan global, tujuannya buat merubahnya”. Ide ini berasal dari Hegel yg, dalam Phenomenology of Spirit, mengembangkan konsep mengenai objek berkecimpung yg, melalui proses refleksi-diri, mengetahui dirinya pada taraf kesadaran yang lebih tinggi. Hegel menggabungkan filsafat tindakan dengan filsafat refleksi sedemikian rupa sebagai akibatnya aktivitas atau tindakan menjadi momen pasti dalam proses refleksi. Hal ini memunculkan diskursus pada filsafat Jerman tentang interaksi antara teori dan mudah, yakni bahwa kegiatan simpel insan bisa merubah teori. Teori kritis, dengan demikian, adalah pembacaan filosofis dalam arti tradisional yang disertai pencerahan terhadap imbas yang mungkin terdapat pada bangunan ilmu, termasuk didalamnya imbas kepentingan.

Around of Critical Theory
Filsafat dan ilmu sosial abad 19 diwarnai sang empat pemikiran besar yaitu, fenomenologi-eksistensialisme, Neo-Thomisme, Filsafat Analitis serta genre Neo Marxis (yang tak jarang mengklaim dirinya sebagai pewaris tradisi Marxisme yg diadaptasi menggunakan keadaan jaman). Teori kritis, secara klasifikatif, dapat digolongkan dalam grup yang terakhir. Meski pada perdebatan filosofis, terdapat yang menduga bahwa teori kritis adalah teori yang bukan marxis lagi.

Neo Marxisme adalah aliran pemikiran Marx yg menolak penyempitan serta reduksi ajaran Karl Marx oleh Engels. Ajaran Marx yg dicoba diinterpretasikan sang Engels ini adalah versi inferpretasi yang nantinya sebagai “Marxisme” resmi. Marxisme Engels ini merupakan versi interpretasi yang dipakai sang Lenin. Interpretasi Lenin nanti pada akhirnya berkembang menjadi Marxisme-Leninisme (atau yang lebih dikenal menggunakan Komunisme). Beberapa tokoh neomarxisme sebetulnya pada akhirnya menolak marxisme-leninisme. Mereka menolak interpretasi Engels serta Lenin lantaran interpretasi tersebut merupakan interpretasi ajaran Marx yang menghilangkan dimensi dialektika ala Karl Marx yang dianggap sebagai galat satu bagian inti menurut pemikiran Karl Marx. Tokoh neomarxisme merupakan Georg Lukacs dan Karl Korsch, Ernst Bloch, Leszek Kolakowski serta Adam Schaff.

Salah satu aliran pemikiran Kiri Baru yg relatif ternama adalah pemikiran Sekolah Frankfurt. Institut penelitian sosial pada Frankfurt (Institut für Sozialforschung) didirikan pada tahun 1923 sang seorang kapitalis yang bernama Herman Weil, seseorang pedagang grosir gandum, yang pada akhir hayat “mencoba buat cuci dosa” mau melakukan sesuatu buat mengurangi penderitaan di global (termasuk pada skala mikro: penderitaan sosial menurut kerakusan kapitalisme).

Teori kritis merupakan anak cabang pemikiran marxis dan sekaligus cabang marxisme yg paling jauh meninggalkan Karl Marx (Frankfurter Schule). Cara dan ciri pemikiran aliran Frankfurt dianggap ciri teori kritik masyarakat “eine Kritische Theorie der Gesselschaft”. Teori ini mau mencoba memperbaharui serta merekonstruksi teori yang membebaskan manusia berdasarkan manipulasi teknokrasi modern. Ciri spesial berdasarkan teori kritik warga merupakan bahwa teori tadi bertitik tolak dari ilham pemikiran sosial Karl Marx, akan tetapi juga sekaligus melampaui bangunan ideologis marxisme bahkan meninggalkan beberapa tema pokok Marx dan menghadapi masalah rakyat industri maju secara baru dan kreatif.

Beberapa tokoh Teori Kritis angkatan pertama merupakan Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (musikus, pakar sastra, psikolog serta filsuf), Friedrich Pollock (ekonom), Erich Fromm (pakar psikoanalisa Freud), Karl Wittfogel (sinolog), Leo Lowenthal (sosiolog), Walter Benjamin (kritikus sastra), Herbert Marcuse (murid Heidegger yg mencoba menggabungkan fenomenologi serta marxisme, yang pula selanjutnya Marcuse sebagai “nabi” gerakan New Left di Amerika).

Teori Kritis sebagai diskusi publik pada kalangan filsafat sosial serta sosiologi dalam tahun 1961. Konfrontasi intelektual yg relatif populer adalah perdebatan epistemologi sosial antara Adorno (kubu Sekolah Frankfurt - kerangka berpikir kritis) dengan Karl Popper (kubu Sekolah Wina - kerangka berpikir neo positivisme/neo kantian). Konfrontasi berlanjut antara Hans Albert (kubu Popper) dengan Jürgen Habermas (kubu Adorno). Perdebatan ini memacu debat positivisme dalam sosiologi Jerman. Habermas adalah tokoh yg berhasil mengintegrasikan metode analitis ke dalam pemikiran dialektis Teori Kritis.

Pada awalnya, yang membedakan Teori Kritis dengan filsafat Heidegger atau filsafat analitika Ludwig Wittgenstein merupakan Teori Kritis sebagai ilham menurut gerakan sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial ini dipelopori sang kaum muda yang dalam waktu itu secara historis sudah tidak jangan lupa lagi menggunakan masa kelaparan dan kedinginan pasca perang global II. Generasi belia tahun 1960-an telah merasa muak dengan kebudayaan yg menekankan pembangunan fisik dan menekankan faktor kesejahteraan ala kapitalisme. Generasi ini merupakan generasi yang secara mendalam mewaspadai atau mencurigai kekenyangan kapitalisme serta salah tujuan nilai terbaru. 

Yang adalah ciri khas Teori Kritis merupakan bahwa teori ini tidak selaras dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Pendekatan Teori Kritis nir bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Teori Kritis pada titik eksklusif memandang dirinya menjadi pewaris ajaran Karl Marx, menjadi teori yg sebagai emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya mau mengungkapkan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial akan tetapi jua bahwa teori tersebut mau mengubah. Pada dasarnya, Teori Kritis mau menjadi praktis.

Teori Kritis tidak mau mengikuti jejak Karl Marx. Kelemahan marxisme dalam umumnya merupakan mereka menjiplak analisa Marx dan menerapkannya mentah-mentah pada warga modern. Oleh karena itu, umumnya marxisme justru lebih terkesan dogmatis daripada ilmiah. Teori Kritis mengadakan analisa baru terhadap rakyat yg dipahami menjadi “masyarakat kapitalis lanjut”. Yang direkonseptualisasi pada pemikiran Teori Kritis merupakan maksud dasar teori Karl Marx, yaitu pembebasan manusia berdasarkan segala belenggu penghisapan serta penindasan.

Pembebasan insan berdasarkan segala belenggu penghisapan serta penindasan berangkat menurut konsep kritik. Konsep kritik sendiri yang diambil oleh Teori Kritis berangkat dari 4 (empat asal) kritik yang dikonseptualisasikan oleh Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx serta Sigmund Freud. Kritik dalam pengertian pemikiran Kantian adalah kritik sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan serta kontradiksi yg merusak proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah insan. Kritik dalam pengertian Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yg didapatkan oeh hubungan kekuasaan dalam warga . Kritik pada pengertian Freudian adalah refleksi atas konflik psikis yang menghasilkan represi serta memanipulasi pencerahan. Adopsi Teori Kritis atas pemikiran Freudian yang sangat psikologistik dianggap sebagai pengkhianatan terhadap ortodoksi marxisme klasik.

Tokoh-Tokoh Penting Teori Kritis
Teori kritis adalah sebutan buat orientasi teoritis tertentu yang bersumber berdasarkan Hegel serta Marx, disistematisasi oleh Horkheimer serta sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan sang Habermas. Secara generik istilah ini merujuk dalam elemen kritik dalam filsafat Jerman yg dimulai menggunakan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant. Secara lebih khusus, teori kritis terkait dengan orientasi eksklusif terhadap filsafat yg ”dilahirkan” pada Frankfurt. Sekelompok orang yg lalu dikenal menjadi anggota Mazhab Frankfurt adalah teoritisi yg menyebarkan analisis tentang perubahan dalam warga kapitalis Barat, yang merupakan kelanjutan berdasarkan teori klasik Marx. Mereka yg bekerja institut penelitian ini diantaranya Max Hokheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse serta Erich Fromm di akhir tahun 20-an dan athun baru 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat lantaran tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara eksklusif budaya media yg mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika saat itu, produksi media hiburan dikontrol sang korporasi-korporasi besar tanpa terdapat campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yang merupakan karakteristik rakyat kapitalis dan, lalu, sebagai penekanan studi budaya kritis. Horkheimer serta Adorno menyebarkan diskusi tentang apa yg dianggap ”industri kebudayaan” yg adalah sebutan buat industrialisasi serta komersialisasi budaya dibawah hubungan produksi kapitalis.

Tokoh lain yang kemudian sebagai identik dengan teori kritis merupakan Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yang didirikan balik oleh Horkheimer dan Adorno, dalam dekade pasca perang dunia kedua. Tulisan ini berusaha memaparkan teori kritis menggunakan membaca pikiran Adorno dan Habermas. Yang pertama mewakili generasi ’pendiri’ teori kritis, sedang yang ke 2 adalah penerus yg membaca serta mengkontekstualisasi ulang teori kritis pada zaman yg lazim di sebut posmodern. Sebagai pengantar akan lebih dahulu dipaparkan posisi teori kritis pada konteks pemikiran filsafat.

Theodore Adorno Dalam Teori Kritis
Pria bernama lengkap Theodor Wiesengrund Adorno ini dilahirkan di Frankfurt dalam tahun 1903. Dia merupakan seseorang filosof, komposer, penulis essay, dan teoritisi sosial. Pada usia 5 belas, Adorno mengikuti pertemuan studi mingguan bersama Siegfried Kracauer, yang diakuinya jauh lebih berpengaruh dalam perkembangan intelektualnya daripada guru-gurunya di bangku kuliah. Pada tahun 1921, Adorno belajar di universitas di Frankfkurt, memelajari filsafat, sosiologi, musik, serta psikologi. Di bangku kuliah, dia bertemu serta bersahabat dengan Max Hokheimer dan Walter Benjamin. Pada tahun 1924, Adorno menuntaskan doktoral pada bidang filsafat. Pada tahun 1927, beliau pulang ke Frankfurt, setelah sempat tinggal di Wina untuk belajar musik, dan bergabung menggunakan Horkheimer di Institut Penelitian Sosial yg didirikan pada tahun 1924, yang kemudian dirujuk menjadi Mazhab Frankfurt. Lembaga ini bertujuan menggabungkan filsafat serta ilmu sosial sebagai teori sosial kritis.

Sebagai pemikir Adorno keberatan terhadap filsafat sistematis serta meragukan apakah pemikiran yg sebenarnya dapat transparan. Hal ini dari menurut keberatannya terhadap berpikir metodologis. Filsafat sistematis serta pemikiran metodologis memiliki kecenderungan buat hingga dalam kesimpulan yang hanya mengkonfirmasi perkiraan yang terkandung dalam premis-premisnya. Adorno adalah pemikir anti-Hegel dan, sekaligus, sepenuhnya Hegelian. Dia tidak setuju terhadap posisi filosofis Hegel yg bercorak totalitarianisme. Adorno meyakini bahwa pemikiran konseptual muncul berdasarkan kebutuhan terhadap adaptasi dan, karena itu, selalu membawa benih-benih dominasi di dalamnya. Dalam sistem pemikiran Hegel, dominasi pada daerah materi tercermin dengan dominasi dalam tataran konsep. Totaliarianisme sistem pemikiran paralel menggunakan totalitarian fasisme dan totalitarianisme pada industri kebudayaan. Karenanya, Adorno menolak sistem Hegelian dan pemikiran sistematis secara generik juga kecenderungan apapun terhadap buatan final. Dia menekankan hak buat nir sama.

Dalam karyanya bersama Horkheimer berjudul Dialectic of Enlightenment, Adorno berusaha menaruh analisis konseptual tentang bagaimana Pencerahan, yg pada mulanya ditujukan buat mengamankan kebebasan menurut ketakutan dan otoritas insan, berubah sebagai beberapa bentuk penguasaan politik, sosial, dan budaya dimana insan kehilangan individualitas dan rakyat kehilangan makna kemanusiaan. Analisis ini diberikan menggunakan penjelasan mengenai motif konseptual berdasarkan proses rasionalisasi masyarakat-pada konteks Weberian-dimana penguasaan kapitalis merupakan bahaya terbesar yg muncul darinya.

Konsep sosiologi yg diformulasikan Adorno dimulai dengan bisnis buat tahu kaitan antara musik serta warga . Pada terbitan pertama jurnal yang dipublikasikan Institut Penelitian Sosial Frankfurt, Adorno menulis essay berjudul On the Social Situation of Music, yg memaparkan beberapa temuan-temuan sosiologis. Essay ini krusial karena analisis musik adalah awal berdasarkan refleksi sosiologis Adorno, yang bertujuan buat menyingkap kandungan sosiologis pada tekstur karya estetis. Hal ini berlanjut dengan penemuan apa yg disebut mediasi sosial, yang berarti kesalingterpengaruhan antara yg universal serta partikular; rakyat serta individu.

Objek sentral dalam teori kritis Adorno merupakan hubungan saling keterpengaruhan antara kontradiksi-pertentangan dalam masyarakat sebagai sebuah totalitas dan bentuk konkrit kehidupan subjek-subjek dalam rakyat. Teori kritis diorientasikan pada inspirasi mengenai rakyat sebagai subjek, dengan individu sebagai pusat. Sebuah teori menjadi ”kritis” menggunakan menegasikan ketidakadilan, egoisme, serta alienasi yg dihasilkan oleh kondisi sosial dibawah ekonomi kapitalis.

Jurgen Habermas Dalam Teori Kritis
Jurgen Habermas dilahirkan dalam 18 Juni 1929 di Dusseldorf. Dia dibesarkan di lingkungan Protestan dimana kakeknya merupakan direktur seminari di Gummersbach. Belajar pada universitas Gottingen serta Zurich, Habermas meraih gelar doktor pada bidang filsafat menurut universitas Bonn pada tahun 1954 menggunakan disertasi berjudul Das Absolute und die Geschichte Von der Zwiespältigkeit in Schellings Denken (Yang absolut dan sejarah: tentang kontradiksi dalam pemikiran Schelling). Pada tahun 1956, Habermas belajar filsafat dan sosiologi dibawah bimbingan teoritisi kritis Max Horkheimer dan Theodor Adorno pada Institut Penelitian Sosial Frankfurt. 

Dalam Dialectic of Enlightenment yang diterbitkan dalam tahun 1947, Adorno serta Horkheimer menyatakan bahwa usaha buat mencapai nalar pencerahan serta kebebasan ternyata berdampak dalam munculnya bentuk baru irasionalitas serta represi. Pasca perang global, Adorno membuatkan cara berpikir yg disebut dialektika negatif yang menolak segala bentuk pemikiran afirmatif tentang etika dan politik. Sementara Horkheimer semakin tertarik pada teologi. Di titik inilah Habermas, yang bergabung menggunakan Institut Penelitian Sosial Frankfurt pasca perang global, memulai pemikirannya.

Pemikiran Habermas berbicara tentang pengembangan konsep akal yang lebih komprehensif, yakni akal yang nir tereduksi pada instrumen teknis berdasarkan subjek individu, pada pengertian monad, yg lalu memungkinkan terbentuknya warga emansipatif dan rasional. Usaha ini melahirkan tesis tentang keterkaitan antara pengetahuan dan kepentingan manusia. Tentang hal ini, Habermas mempostulasi keberadaan 3 kepentingan insan yg berakar. Tiga kepentingan ini adalah: teknis (technical), mudah (practical), serta emansipatoris (emancipatory). Secara berurutan pengertian tiga kepentingan ini merupakan kepentingan yang membangun pengetahuan pada kontrol teknis terhadap alam; dalam memahami orang lain; dan dalam membebaskan diri dari struktur-struktur dominasi. Barat terkini menyaksikan bahwa asa menguasai alam berubah menjadi asa mendominasi manusia lain. Untuk memperbaiki penyimpangan ini, Habermas menekankan rasionalitas yang melekat dalam kepentingan simpel serta emansipatoris. Dia menegaskan bahwa dasar rasional buat kehidupan beserta hanya bisa diraih ketika interaksi sosial diatur dari prinsip bahwa validitas konsekuensi politis tergantung pada kesepakatan yg dicapai dalam komunikasi yang bebas dari dominasi.

Konsepsi Habermas mengenai teori kritis mengalami kristalisasi dalam tahun 60-an pada karyanya tentang filsafat ilmu sosial, On the Logic of the Social Sciences dan Knowledge and Human Interests. Habermas mengkritik positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, menggunakan berkata bahwa kerangka berpikir positivistik sesuai buat ilmu-ilmu alam yang tujuan akhirnya adalah mengontrol alam. Ilmu budaya (cultural sciences), misalnya sejarah dan antropologi, lebih sinkron didekati secara interpretatif. Tapi ketika berbicara mengenai ilmu-ilmu sosial, Habermas meyakini bahwa kepentingan teknis seperti dalam ilmu alam dan simpel misalnya dalam ilmu budaya seharusnya berada dibawah kepentingan emansipatoris. Dengan demikian, yg harus dilakukan ilmuwan sosial merupakan, pertama, memahami situasi subjektif yang terdistorsi secara ideologis menurut individu atau kelompok; kedua, memahami kekuatan-kekuatan yg menyebabkan situasi tadi; dan ketiga, menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan ini bisa diatasi melalui kesadaran individu atau kelompok yang teropresi tentang kekuatan-kekuatan itu.

Habermas adalah seorang pembela proyek modernitas yang tidak terlepas dari zaman Pencerahan. Pembelaan ini berdasarkan atas dasar-dasar yg universal. Pencerahan, bagi Habermas, merupakan penanda kesadaran bahwa kemampuan berkomunikasi rasional membedakan insan menurut selainnya. Habermas berpandangan bahwa dunia dewasa ini terdiri dari ragam ideal-ideal kehidupan dan orientasi-orientasi nilai yang saling bersaing, yang, lantaran imbas batas-batas bahasa serta institusi, hanya beberapa antara lain yg mencapai wilayah publik luas. Untuk itu, bagi Habermas, diharapkan teori moral normatif. Kondisi modernitas, dimana ideal-ideal individu begitu beragam sehingga etika tidak lagi bisa memaksakan suatu nilai tertentu, membutuhkan mekanisme eksklusif untuk menyelesaikan pertarungan. Agar agar sanggup memenuhi tuntutan moral, prosedur dimaksud harus berdasarkan dalam prinsip bahwa semua manusia wajib saling menghormati menjadi eksklusif yang merdeka dan setara. Teori kebenaran Habermas bersifat realis, yg berarti bahwa dunia objektif, alih-alih kesepakatan ideal, merupakan penentu kebenaran. Apabila sebuah pernyataan, yang kita anggap sahih, ternyata sahih, hal itu karena pernyataan itu menggunakan tepat merujuk dalam objek yg terdapat atau dengan sempurna mewakili syarat sebenarnya. Habermas menghindari perbincangan tentang metafisika dan lebih menentukan berbicara tentang hal-hal yang simpel serta implikasinya buat diskursus dan tindakan keseharian.

Paradigma Kritis Dan Media
Penelitian media massa lebih diletakkan dalam pencerahan bahwa teks atau wacana pada media massa memiliki dampak yg sedemikian rupa pada insan (Littlejohn, 2002: 163-183). Seluruh aktivitas serta pemaknaan simbolik bisa dilakukan dalam teks media massa. Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran utama insan, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya sudah diambil sebagai empiris yg memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan buat memenangkan permasalahan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Pada titik tertentu, teks media dalam dirinya sudah bersifat ideologis (Littlejohn, 2002:217).

Pembahasan yang harus disadari adalah bukan hanya terletak bahwa teks media selalu bersifat ideologis akan tetapi terutama adalah kemampuan buat membedakan antara kuasa teks itu sendiri menggunakan kuasa struktur makro yg secara sengaja atau tidak sengaja merekonstruksi, merepresentasikan dan memaknai teks tadi (Shoemaker & Reese, 1991: 53-205). Dalam arti bahwa, meski konsumen serta penghasil teks media punya opsi bagaimana teks wajib disimbolisasikan dan dimaknai permanen saja ada bingkai aktivitas serta opsi mereka yang terbentuk serta dipengaruhi oleh faktor yg berada di luar jangkauan kendali sadar konsumen atau pembuat teks media.

Pengenalan dan pemahaman yang cukup komprehensif atas struktur sistem produksi media, rasionalitas serta ideologi yg berada di pulang teks media yang bersangkutan sebagai hal yg penting. Diperlukan paradigma penelitian dan metode penelitian yang bisa menelanjangi, menggali serta mengeksplorasi struktur, rasionalitas dan ideologi yg kesemuanya bersifat laten termuat dalam sebuah teks media (Dedy N. Hidayat, 2000: 127-164).

Teori Kritis, Paradigma Dan Wacana Media
Ilmu komunikasi dapat mengkategorikan pada ilmu pengetahuan yg mempunyai aktivitas penelitian yg bersifat multi kerangka berpikir. Ini berarti, ilmu komunikasi adalah bidang ilmu yg menampilkan sejumlah kerangka berpikir atau perspektif dasar dalam ketika bersamaan (Hidayat, 1999:431-446). Istilah kerangka berpikir sendiri bisa didefinisikan sebagai: 

“a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principles…a world view that defines, for its holder, the nature of the ‘world’…(Guba, dalam Denzin & Lincoln, 1994:107).

Paradigma adalah orientasi dasar buat teori dan riset. Pada umumnya suatu kerangka berpikir keilmuan merupakan sistem holistik berdasarkan berfikir. Paradigma terdiri berdasarkan perkiraan dasar, teknik riset yang digunakan, serta model misalnya apa seharusnya teknik riset yg baik (Newman, 1997:62-63).

Guba & Lincoln (1994:17-30) juga menyusun beberapa paradigma pada teori ilmu komunikasi. Paradigma yg dikemukakan itu terdiri menurut kerangka berpikir positivistik, paradigma pospositivistik, kerangka berpikir kritis, serta kerangka berpikir konstruktivisme. Beberapa ahli metodologi pada bidang ilmu sosial berpendapat bahwa paradigma positivistik serta pospositivistik adalah kesatuan kerangka berpikir, yg seringkali dianggap menggunakan paradigma klasik. Implikasi metodologis dan teknis dari dua kerangka berpikir tadi, dalam prakteknya, tidak punya poly disparitas. Adanya konstelasi paradigma pada atas maka teori dan penelitian biasa dikelompokkan pada 3 paradigma utama, yaitu kerangka berpikir klasik, kerangka berpikir kritis serta kerangka berpikir konstruktivisme. Jika terjadi 3 pembedaan paradigma pada ilmu sosial, maka terjadi disparitas pemahaman terhadap paradigma itu sendiri.

Perbedaan antara ketiga paradigma ini juga dapat dibahas dari 4 (empat) dimensi. Keempat dimensi tadi adalah dimensi epistemologis, dimensi ontologis, dimensi metodologis, serta dimensi aksiologis. 

Dimensi epistemologis berkaitan menggunakan asumsi tentang hubungan antara peneliti menggunakan yang diteliti pada proses memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti. Seluruhnya berkaitan menggunakan teori pengetahuan (theory of knowledge) yg inheren pada perspektif teori serta metodologi.

Dimensi ontologis herbi asumsi tentang objek atau realitas sosial yg diteliti. Dimensi metodologis meliputi perkiraan-asumsi tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang suatu obyek pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgments, etika serta pilihan moral peneliti dalam suau penelitian.

Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yg meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa kerangka berpikir kritis yang diinspirasikan dari teori kritis nir bisa melepaskan diri berdasarkan warisan Marxisme pada seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis dalam satu pihak merupakan keliru satu genre ilmu sosial yang berbasis pada ide-inspirasi Karl Marx dan Engels (Denzin, 2000: 279-280). 

Pengaruh idea marxisme - neo marxisme dan teori kritis menghipnotis filsafat pengetahuan dari paradigma kritis. Asumsi empiris yg dikemukakan oleh kerangka berpikir adalah asumsi empiris yang tidak netral tetapi ditentukan serta terikat sang nilai serta kekuatan ekonomi, politik dan sosial. Oleh karena itu, proyek utama menurut kerangka berpikir kritis merupakan pembebasan nilai dominasi dari grup yang ditindas. Hal ini akan menghipnotis bagaimana kerangka berpikir kritis memcoba membedah empiris dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis mengenai teks media. 

Ada beberapa karakteristik utama pada semua filsafat pengetahuan paradigma kritis yang sanggup dipandang secara jelas. Ciri pertama merupakan karakteristik pemahaman kerangka berpikir kritis mengenai realitas. Realitas pada pandangan kritis acapkali disebut dengan empiris semu. Realitas ini tidak alami akan tetapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik serta ekonomi. Dalam pandangan paradigma kritis, realitas tidak berada pada harmoni akan tetapi lebih dalam situasi permasalahan serta pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46).

Ciri ke 2 merupakan ciri tujuan penelitian kerangka berpikir kritis. Karakteristik menyolok menurut tujuan paradigma kritis ada dan eksis merupakan kerangka berpikir yang merogoh perilaku untuk menaruh kritik, transformasi sosial, proses emansipasi serta penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian kerangka berpikir kritis adalah mengubah global yg tidak seimbang. Dengan demikian, seseorang peneliti pada kerangka berpikir kritis akan mungkin sangat terlibat dalam proses negasi relasi sosial yg nyata, membongkar mitos, menunjukkan bagaimana seharusnya dunia berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186).

Ciri ketiga adalah karakteristik titik perhatian penelitian kerangka berpikir kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan empiris yg dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa ada hubungan yang erat antara peneliti dengan objek yg diteliti. Setidaknya peneliti ditempatkan dalam situasi bahwa ini menjadi aktivis, pembela atau aktor intelektual pada kembali proses transformasi sosial. Dari proses tadi, bisa dikatakan bahwa etika dan pilihan moral bahkan suatu keberpihakan sebagai bagian yg tidak terpisahkan menurut analisis penelitian yang dibuat.

Karakteristik keempat menurut kerangka berpikir kritis merupakan pendasaran diri paradigma kritis mengenai cara serta metodologi penelitiannya. Paradigma kritis pada hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya. Hal ini berarti ada proses dialogal dalam semua penelitian kritis. Dialog kritis ini digunakan buat melihat secara lebih dalam fenomena sosial yg telah, sedang serta akan terjadi. 

Dengan demikian, ciri keempat ini menempatkan penafsiran sosial peneliti buat melihat bentuk representasi dalam setiap gejala, pada hal ini media massa berikut teks yg diproduksinya. Maka, pada paradigma kritis, penelitian yg bersangkutan nir mampu menghindari unsur subjektivitas peneliti, serta hal ini bisa menciptakan perbedaan penafsiran gejala sosial berdasarkan peneliti lainnya (Newman, 2000:63-87).

Dalam konteks ciri yg keempat ini, penelitian paradigma kritis mengutamakan pula analisis yg menyeluruh, kontekstual serta multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness pada seluruh kejadian sosial yg ada (Denzin, 2000:170).

Perkembangan teori kritis semakin jelas saat Sekolah Frankfurt sebagai motor penggerak teori tadi. Selain bahwa Sekolah Frankfurt bersentuhan dengan perkembangan ilmu sosial kritis dalam saat itu, Sekolah tadi pula merefleksikan peran media massa pada masyarakat waktu itu. Tentu saja, konteks Jerman pada saat itu jua sangat dipengaruhi sang sejarah Jerman dalam ketika pemerintahan Hitler (Nazi). 

Dalam perkembangan selanjutnya, Sekolah Frankfurt juga menyatakan bahwa ternyata media bisa menjadi indera pemerintah buat mengontrol publik, pada arti tertentu media sanggup sebagai bagian menurut ideological state apparatus (Littlejohn, 2002:213). Dalam hal tertentu, media bukan merupakan empiris yang netral dan bebas kepentingan, tapi media massa justru menjadi empiris yang rentan dikuasai sang kelompok yg lebih secara umum dikuasai serta berkuasa (Rogers, 1994:102-125). 

Asumsi dasar dalam paradigma kritis berkaitan dengan kabar pada atas merupakan keyakinan bahwa ada kekuatan laten pada masyarakat yang begitu berkuasa mengontrol proses komunikasi rakyat. Ini berarti paradigma kritis melihat adanya “realitas” di balik kontrol komunikasi masyarakat. Masalahnya siapa yang mempunyai kekuatan kontrol tersebut? Mengapa mengontrol ? Ada kepentingan apa ? Dengan beberapa kalimat pertanyaan itu, terlihat bahwa teori kritis melihat adanya proses penguasaan dan marginalisasi grup tertentu pada seluruh proses komunikasi warga . Hal ini menyatakan bahwa proses penyebaran serta kegiatan komunikasi massa pula sangat dipengaruhi sang struktur ekonomi politik rakyat yang bersangkutan. 

Proses pemberitaan tidak mampu dipisahkan dengan proses politik yang berlangsung dan akumulasi modal yg dimanfaatkan menjadi sumber daya. Ini merupakan proses interplay, pada mana proses ekonomi politik dalam media akan membentuk serta dibentuk melalui proses produksi, distribusi serta konsumsi media itu. Ini berarti bahwa apa yg terlihat pada permukaan realitas belum tentu menjawab kasus yg terdapat. Apa yg nampak menurut bagian atas harian belum tentu mewakili kebenaran empiris itu sendiri. Teori kritis pada akhirnya selalu mengajarkan kecurigaan serta cenderung selalu mempertanyakan realitas yang ditemui, termasuk di dalamnya teks media itu sendiri. 

Paradigma kritis tidak relatif puas pada jawaban, pola, struktur, simbol serta makna yang tersedia. Perlu ada pemaknaan yang lebih komprehensif serta kritis atas media yang ada. Beberapa keyakinan teori kritis menjadi acuan awal pemahaman kita terhadap studi teks media pada konteks paradigma kritis. 

Teori kritis melihat bahwa media tidak tanggal kepentingan, terutama sarat kepentingan kaum pemilik kapital, negara atau kelompok yg menindas lainnya. Dalam artian ini, media sebagai indera dominasi serta hegemoni rakyat. Konsekuensi logisnya adalah empiris yang didapatkan oleh media bersifat dalam dirinya bias atau terdistorsi.

Selanjutnya, teori kritis melihat bahwa media merupakan pembentuk kesadaran. Representasi yg dilakukan sang media dalam sebuah struktur warga lebih dipahami sebagai media yang bisa memberikan konteks pengaruh pencerahan (manufactured consent). Dengan demikian, media menyediakan pengaruh buat mereproduksi dan mendefinisikan status atau memapankan keabsahan struktur eksklusif. Inilah sebabnya, media dalam kapasitasnya sebagai agen sosial seringkali mengandaikan juga praksis sosial serta politik.

Pendefinisian serta reproduksi empiris yang didapatkan sang media massa nir hanya ditinjau sebagai akumulasi fakta atau realitas itu sendiri. Reproduksi realitas melalui media merupakan representasi tarik ulur ideologi atau sistem nilai yg memiliki kepentingan yg tidak selaras satu sama lain. Dalam hal ini, media tidak hanya memainkan perannya hanya sekedar instrumen pasif yang tidak bergerak maju pada proses rekonstruksi budaya akan tetapi media massa permanen sebagai realitas sosial yang bergerak maju.

Pertama, reproduksi empiris pada media pada dasarnya dan umumnya akan sangat ditentukan sang bahasa (Littlejohn, 2002:210-211), simbolisasi pemaknaan serta politik penandaan. Bahasa di samping menjadi empiris sosial, tetap sanggup dipandang sebagai sebuah sistem penandaan. Sistem penandaan dalam arti bahwa bahasa atau suatu empiris yg ingin mengindikasikan realitas lainnya (insiden atau pengalaman hidup manusia).

Dengan demikian, sebuah empiris dapat ditandakan secara berbeda pada insiden yang sama. Atau, bisa dikatakan bahwa pemaknaan yg tidak sama sanggup dilekatkan kepda insiden yang sama. Masalah terjadi saat suatu makna yang ditafsirkan serta dikonstruksi ulang oleh kelompok eksklusif menurut peristiwa yang sama tadi cenderung mendominasi penafsiran. Bagaimana mungkin sebuah makna eksklusif bisa lebih unggul serta lebih diterima dibandingkan pemaknaan lainnya ? 

Mengapa pemaknaan lain pada luar pemaknaan yang telah dipengaruhi justru dimarginalisasikan? Dengan istilah lain, bahwa sesungguhnya waktu kita melihat proses bahasa dan pemaknaan, sebetulnya kita pula melihat ranah atau daerah permasalahan sosial (Stuart Hall, 1982:80). Pertarungan sosial tadi lebih konkret terbentuk dalam sebuah wacana dan terartikulasikan pada proses pembentukan dan praksis bahasa.

Kedua, bahasa pada konteks wacana - terutama dalam konteks wacana komunikasi - sebetulnya meliputi pengiriman pesan dari sistem syaraf satu orang kepada yang lain, dengan maksud buat menghasilkan sebuah makna sama dengan yang terdapat pada benak si pengirim (Tubs & Moss, 1994: 66). Pesan mulut selalu menggunakan istilah. Kata selalu merujuk pada keberadaan sebuah bahasa. Ini berarti kita sepakat bahwa kita menggunakan simbol bahasa pada kegiatan komunikasi. 

Dalam perkembangan ilmu komunikasi terbaru, bahasa adalah kombinasi istilah yang diatur serta dikelola secara sistematis dan logis sebagai akibatnya bisa dimanfaatkan sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, kata adalah bagian integral berdasarkan keseluruhan simbol yang dibentuk oleh suatu grup eksklusif. Jadi, kata selalu bersifat simbolik. Simbol bisa diartikan menjadi empiris yg mewakili atau merepresentasikan idea, pikiran, gagasan, perasaan, benda atau tindakan insan yg dilakukan secara arbitrer, konvensional dan representatif-intrepretif. Oleh karena itu, tidak terdapat interaksi yang berlaku secara alamiah serta selalu bersifat koresponden antara simbol dengan empiris yg disimbolkan.

Ketiga, politik penandaan lebih poly bermakna pada soal bagaimana praksis sosial pembentukan makna, kontrol dan penentuan suatu makna eksklusif. Peran media massa pada praksis sosial penentuan indikasi dan makna tidak melepaskan diri menurut proses kompetisi ideologi. Relasi dominasi dan kompetisi ideologis tidak hanya berproses dalam tataran aparatur kelompok lebih banyak didominasi saja akan tetapi jua melalui produksi serta reproduksi kekuasaan yg berada dalam ruang budaya - loka pada mana makna hidup disusun. Pada proses inilah, terungkap bahwa produksi - konstruksi realitas menghubungkan dimensi politik wacana menggunakan dimensi politik ruang (M.shapiro, 1992: 1-6). Hal ini disebabkan bahwa hanya pada ruang tertentu saja praksis ihwal yg lahir dari sejarah dominasi serta kompetisi kultur yg panjang sampai dimenangkannya kompetisi oleh kekuatan paling mayoritas serta hegemonis yang pada gilirannya memilih rekayasa politik tentang.