CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa nir menunda insan buat selalu memakai akal budi serta fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yg ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari tahu itu membuat sebuah kesadaran yg dianggap pengetahuan. Apabila proses itu memiliki karakteristik-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi dapat digunakan buat menunjukkan tanda-tanda-gejala eksklusif pada bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang spesifik menurut kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari tahu tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat meliputi “segalanya”. Filsafat datang sebelum serta sesudah ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan mengenai batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan apa yg dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "manusia di dunia yg mengembara menuju akhirat". Dalam tanda-tanda ini kentara terdapat tiga hal menonjol, yaitu insan, dunia, serta akhirat. Maka ada filsafat mengenai insan (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan mengenai yang satu pastilah nir bisa dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat mengenai akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal insan pada dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat disebut sebagai filsafat mengenai semua holistik kenyataan menggunakan obyek yang dikaji adalah keberadaan (eksistensi) dan esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Apabila cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka bisa dikatakan bahwa filsafat berangkat berdasarkan pengalaman nyata manusia yang benar-benar kaya menggunakan segala sesuatu yg implisit ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut tiga kelompok akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material berdasarkan filsafat pengetahuan adalah tanda-tanda "manusia memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu dari karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (lawan "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "bisikan hati", menurut mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material jua, serta kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) membuat filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dipandang menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak pada cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih khusus, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu mengenai apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang norma norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta norma-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini sanggup diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu mengenai yg baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia mampu terbentuk, serta bagaimana seorang sanggup merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang keindahan merupakan sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dipercaya menjadi evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji tentang “ada” dan “tidak ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada di sebalik fisika. Hakikat yg bersifat abstrak dan pada luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan pada alam ini: menggunakan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau nir? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yg tidak bisa diterangkan dengan kaedah penjelasan yg ditemukan pada ilmu yg lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yang ideal)
Filasafat politik adalah studi mengenai evaluasi serta kritik moral terhadap proses yang melandasi kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik serta sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat agama adalah cara pandang yang menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang ada buat mengetahui hakikat kepercayaan dan ber-bagai duduk perkara yang masih ada pada agama itu. Dengan istilah lain, objek yang dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan mendasar menurut setiap hal yang menjadi ajaran menurut seluruh kepercayaan di global ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting dalam setiap agama merupakan ajaran tentang Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, namun jua argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yang dibahas pada filsafat agama.

Filsafat kepercayaan jua bisa dikatakan sebagai pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala kepercayaan : hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat interaksi manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, namun sekaligus menciptakan serta sebagai dasar tingkah-laris insan. Kepada Yang Kudus itulah manusia hanya beriman, yg dapat diamati pada konduite hayati yg penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yang berlandaskan dalam teori ontologis, epistemologis dan aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan kata lain, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yg ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yang ditinjau berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yg ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki menurut obyek tadi? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut menggunakan daya tangkap manusia yg membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yg harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yg sahih? Apakah kriterianya? Apa yang dianggap kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yg membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yg berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yg berupa ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yg ditelaah dari pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan kebiasaan-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yg bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan bisa didekati berdasarkan problema-problema pendidikan yg yg bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menilik hakikat aturan. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat aturan adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam hingga dalam inti atau dasarnya, yang dianggap menggunakan hakikat. Ada jua yang mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat yg mengusut hukum yg benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat aturan jua sering dikonotasikan sebagai penelitian mendasar serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat hukum menilik hukum secara spekulatif dan kritis. Artinya filsafat aturan berusaha untuk mengusut nilai berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; 
  • Secara spekulatif, filsafat aturan terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat mempelajari gagasan-gagasan mengenai hukum yg sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi pada 2 kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan berdasarkan fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas dan tanpa dibantu menggunakan observasi terhadap global. Penalaran pada sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-istilah, secara tipikal bisa ditemukan dalam definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas 2 jenis perkiraan; matematika ini berkaitan menggunakan perkiraan berdasarkan aksioma serta definisi, dan akal yg berkaitan menggunakan asumsi aksioma, anggaran menarik kesimpulan serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan terdapat dunia (macro) perkiraan, seperti konklusi nalar cukup untuk tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah adalah cabang dari filsafat yang memeriksa mengenai prinsip-prinsip mendasar (hakekat) sejarah sejauh dapat ditangkap sang nalar dan bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, merupakan bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah membicarakan “terdapat” menjadi sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan dalam filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yang mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu sebagai terdapat atau hal-hal fundamental apa yg mengakibatkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer memeriksa filsafat sejarah merupakan akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan mengakibatkan dirinya menjadi seseorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih bisa melakukan suatu kritik atau penilaian serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan agar bisa mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna serta memuaskan. Kajian tentang sejarah akan lebih tuntas, menarik, serta bermakna bagi kehidupan manusia pada hari ini serta esok bila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui serta memahami filsafat sejarah akan bisa menemukan struktur dasar (hakekat) pada dalam penjelasan (eksplanasi) sejarah. Karena itu setiap pakar sejarah yang menggunakan sungguh-sungguh menemkuni profesinya menjadi seseorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau nir mau menganut beberapa pendapat yg mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji tentang sahih atau keliru)
Logika berhubungan dengan pengetahuan, serta berhubungan dengan bahasa. Disini bahasa dimengerti menjadi cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan serta dinyatakan. Maka logika adalah cabang filsafat yg mengusut kesehatan cara berfikir serta anggaran-anggaran yg harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan absah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori pada membagi ilmu-ilmu saat ilmu yg satu berkait dengan ilmu lain, metode-metode pada ilmu-ilmu, dasar kepastian dan jenis kabar yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tadi bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan pencerahan akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat. Rasa heran dan menyangsikan ini mendorong insan buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis misalnya ini disebut menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa pula bermula menurut adanya suatu pencerahan akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa beliau sangat terbatas serta terikat terutama dalam saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yg dijadikan bahan kemajuan buat menemukan kebenaran yg hakiki.

CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa tidak menunda insan buat selalu menggunakan nalar budi dan fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari memahami itu membuat sebuah kesadaran yang diklaim pengetahuan. Apabila proses itu mempunyai karakteristik-karakteristik metodis, sistematis serta koheren, serta cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif di bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali serta menekuni hal-hal yang spesifik dari kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari memahami tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) serta memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat tiba sebelum dan selesainya ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai menjadi bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” lantaran ilmu pengetahuan khusus niscaya menghadapi pertanyaan tentang batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat mempunyai obyek material serta obyek formal. Obyek material merupakan apa yang dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "insan di global yg mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini kentara ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, global, dan akhirat. Maka terdapat filsafat mengenai manusia (antropologi), filsafat mengenai alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi serta teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak bisa dilepaskan berdasarkan yg lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yg dikenal manusia dalam dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat dianggap sebagai filsafat mengenai seluruh keseluruhan fenomena menggunakan obyek yg dikaji merupakan eksistensi (keberadaan) serta esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang digunakan atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka dapat dikatakan bahwa filsafat berangkat dari pengalaman nyata insan yg sungguh kaya menggunakan segala sesuatu yg tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut 3 gerombolan akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material menurut filsafat pengetahuan adalah gejala "insan memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu menurut karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (lawan "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (lawan "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana dari pengetahuan serta kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan berdasarkan sebab-musabab pertama) membentuk filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dicermati menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini lalu berkembang sebagai cabang-cabang filsafat yg mempunyai bidang kajian yg lebih spesifik, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu tentang apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang tata cara norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu gerombolan dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu jika kemungkinan-kemungkinan etis sebagai bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis serta metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana dia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang mampu merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang estetika adalah sebuah filosofi yg mengusut nilai-nilai sensoris, yg kadang dianggap sebagai evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji mengenai “ada” serta “nir ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada pada sebalik ekamatra. Hakikat yg bersifat tak berbentuk serta di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang empiris kehidupan pada alam ini: dengan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian mengenai sesuatu yg bersifat rohani dan yg tidak dapat diterangkan menggunakan kaedah penerangan yg ditemukan dalam ilmu yang lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yg ideal)
Filasafat politik merupakan studi tentang evaluasi serta kritik moral terhadap proses yg melandasi kehidupan sosial, politik serta ekonomi yg diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik dan sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat kepercayaan adalah cara pandang yg menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang terdapat buat mengetahui hakikat agama serta ber-bagai masalah yang masih ada pada kepercayaan itu. Dengan istilah lain, objek yg dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan fundamental dari setiap hal yg sebagai ajaran berdasarkan semua agama pada dunia ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting pada setiap agama adalah ajaran mengenai Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, tetapi pula argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yg dibahas dalam filsafat kepercayaan .

Filsafat kepercayaan jua dapat dikatakan menjadi pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) mengenai tanda-tanda agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, tetapi sekaligus membentuk serta sebagai dasar tingkah-laris manusia. Kepada Yang Kudus itulah insan hanya beriman, yang dapat diamati pada konduite hidup yg penuh dengan perilaku "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yg berlandaskan pada teori ontologis, epistemologis serta aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan istilah lain, filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yg dipandang berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu adalah bagian menurut epistemologi (filsafat pengetahuan) yg secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yg hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi menggunakan daya tangkap manusia yg mengakibatkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yg berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang wajib diperhatikan supaya mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yg diklaim kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita pada menerima pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yg merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-kebiasaan moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yg diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan dapat didekati dari problema-problema pendidikan yang yang bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menyelidiki hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum merupakan ilmu yang memeriksa hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah aturan, serta objek tadi dikaji secara mendalam hingga pada inti atau dasarnya, yang diklaim dengan hakikat. Ada jua yang menyampaikan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yg memeriksa hukum yang benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat hukum jua tak jarang dikonotasikan sebagai penelitian fundamental serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat aturan mempelajari hukum secara spekulatif serta kritis. Artinya filsafat aturan berusaha buat mempelajari nilai menurut pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai aturan ; 
  • Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan tentang hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat menyelidiki gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan mutlak dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara mutlak, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam 2 kategori, yaitu pengetahuan a priori serta pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang berdasarkan atas serta tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-kata, secara tipikal bisa ditemukan pada definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika berdasarkan atas 2 jenis asumsi; matematika ini berkaitan dengan perkiraan berdasarkan aksioma dan definisi, serta akal yg berkaitan dengan perkiraan aksioma, anggaran menarik konklusi serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) serta ada dunia (macro) perkiraan, seperti deduksi nalar relatif buat tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah merupakan cabang menurut filsafat yang menyelidiki mengenai prinsip-prinsip fundamental (hakekat) sejarah sejauh bisa ditangkap sang akal serta bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, artinya bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah mengungkapkan “ada” sebagai sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan pada filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yg mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu menjadi terdapat atau hal-hal mendasar apa yang menyebabkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer mempelajari filsafat sejarah adalah akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan membuahkan dirinya sebagai seorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih sanggup melakukan suatu kritik atau evaluasi serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan supaya dapat mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna dan memuaskan. Kajian mengenai sejarah akan lebih tuntas, menarik, dan bermakna bagi kehidupan insan pada hari ini dan esok apabila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui dan tahu filsafat sejarah akan sanggup menemukan struktur dasar (hakekat) pada pada penjelasan (eksplanasi) sejarah. Lantaran itu setiap pakar sejarah yang menggunakan benar-benar-sungguh menemkuni profesinya menjadi seorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau tidak mau menganut beberapa pendapat yang mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji mengenai sahih atau galat)
Logika herbi pengetahuan, dan herbi bahasa. Disini bahasa dimengerti sebagai cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan dan dinyatakan. Maka logika merupakan cabang filsafat yang menilik kesehatan cara berfikir dan aturan-aturan yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan sah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori dalam membagi ilmu-ilmu ketika ilmu yang satu berkait menggunakan ilmu lain, metode-metode dalam ilmu-ilmu, dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tersebut bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan adalah 3 hal yang mendorong insan utuk berfilsafat. Rasa heran dan mencurigai ini mendorong manusia buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yg hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis seperti ini dianggap menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa jua bermula berdasarkan adanya suatu kesadaran akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama dalam waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka menggunakan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yg terbatas, pastilah terdapat sesuatu yg tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yg hakiki.

CABANGCABANG FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU

Cara flexi----Warga belajar dan murid sekalian, Ada pendapat yang menyatakan bahwa filsafat itu merupakan bunda atau induk segala ilmu. Mengapa demikian? Tentu kita masih ingat bahwa para filsuf itu disamping mengemukakan output pemikirannya juga menguasai aneka macam ilmu eksklusif dalam masanya. Plato pernah mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu yg berusaha untuk mencapai kebenaran yg murni. Seorang filsuf Perancis, Rene Descartes menyampaikan bahwa filsafat adalah gugusan segala pengetahuan yg bidang bahasannya adalah mengenai Tuhan, manusia, serta alam semesta. Jadi, Filsafat yg dalam awalnya meliputi segenap ilmu, lalu berkembang sebagai semakin rasional serta sistematis. Pengetahuan insan juga makin luas sehingga lahirlah aneka macam disiplin ilmu.

Mengingat semakin luasnya bidang-bidang yang dibahas, para ahli membagi bidang studi filsafat dalam beberapa cabang atau beberapa bagian filsafat. Pada umumnya, para pakar membaginya dalam enam cabang atau bagian filsafat, yaitu epistemologi, metafisika, akal, etika, estetika, dan filsafat ilmu. Anda akan memperoleh gambaran singkat mengenai cabang-cabang filsafat melalui uraian ini dia :

1. Epsitemologi

Istilah epistemologi dari menurut butir kata pada bahasa Yunani, yakni episteme berarti pengetahuan serta logos yang berarti istilah, pikiran serta ilmu. Jadi, epistemologi adalah cabang filsafat yg membahas pengetahuan. Dalam hal ini, yg dibahas dari mula, bentuk serta struktur, validitas, dan metodologi, yang secara bersama-sama membangun pengetahuan insan, (Ensiklopedia Indonesia, 1980). Adapun permasalahan yang berkaitan menggunakan utama bahasan tersebut berupa pertanyaan yang fundamental "apakah sumber serta dasar pengetahuan?", "apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti?". Sebagai contoh, Anda mengetahui sesuatu, berarti anda memiliki pengetahuan mengenai sesuatu. Anda merupakan subjek serta sesuatu itu adalah objek dari pengetahuan. Manusia tidak bisa mengetahui seluruh aspek dan objek karena keterbatasan kemampuan manusia, Socrates pernah berkata bahwa apa yang saya ketahui adalah bahwa saya tidak mengetahui apa-apa. Hal ini menegaskan bahwa terdapat pengetahuan yang niscaya.


2. Metafisika

Istilah ini pula asal dari istilah Yunani Metaphysika, ialah "sesudah ekamatra". Cabang filsafat ini diperkenalkan oleh Andronikos dan Rhodes dari formasi buku-buku yang ditulis oleh Aristoteles tentang hakikat benda-benda yang kita lihat pada dunia konkret ini. Oleh Andronikos gugusan tulisan itu ditempatkan "setelah" kumpulan tulisan tentang ekamatra. Metafisika di bagi dalam metafisika generik dan metafisika khusus. Metafisika generik pula acapkali dianggap ontologi.


Anda tentu masih ingat pendapat Plato tentang wangsit atau Idea yg sudah Anda pelajari, inti pandangannya artinya bahwa empiris sesungguhnya bukanlah yg tampak sang kita pada global fenomena; melainkan tidak tampak dan berada dalam dunia ide. Aristoteles tidak menyebutnya  metafisika tetapi filsafat pertama lantaran dari pendapatnya filsafat inilah yg sebagai dasar seluruh filsafat. Secara generik, dapat dikatakan bahwa metafisika merupakan cabang atau bagian filsafat yg membahas seluruh empiris atau segala sesuatu yang terdapat secara komprehensif.


3. Logika

Logika adalah cabang atau bagian filsafat yang menyusun pengembangan, serta membahas asas-asas, aturan-aturan formal, dan prosedur-prosedur normatif, dan kriteria yang benar bagi penalaran dan penyimpulan demi mancapai kebenaran yang bisa dipertanggung jawabkan secara rasional (Rapar, 1996). Sebagai ilmu, nalar berasal menurut pandangan Aristoteles meski dia tidak menyebutkan nalar, tetapi filsafat analitika. Istilah logika dipakai pertama kali sang Zeno dair Citium (334-262 SM) dari kata logikos dan istilah ini dari dari kata logos yg tentunya anda telah ketahui artinya, yaitu akal atau pikiran, sedangkan logikos mempunyai arti sesuatu yang diutarakan menggunakan nalar. 

4. Etika

Etika seringkali kali dinamakan filsafat moral karena cabang filsafat ini membahas baik serta jelek tingkah lagu manusia. Jadi, dalam filsafat ini insan dilihat dari segi perilakunya. Pada zaman Socrates etika ini amat berpengaruh pada kehidupan manusia. Dapat jua dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang kesusilaan, yg memilih bagaimana patutnya insan hidup pada masyarakat. Jadi, pada filsafat ini manusia pula dipandang dari segi peranannya menjadi anggota rakyat. Pada hakikatnya, nilai tindakan insan terikat dalam tempat serta ketika, disamping itu baik dan buruknya konduite insan dipengaruhi oleh sudut pandang masyarakatnya. Sebagai contoh, perilaku yang dipercaya masuk akal pada suatu masyarakat di wilayah eksklusif, bisa dianggap kurang susila oleh kalangan rakyat pada daerah lain.

5. Estetika

Seni serta estetika merupakan problem yang ditelaah oleh cabang filsafat etika ini. Adapun yang ditelaah atau dibahas tentang kehindaha artinya kaidah juga sifat hakiki serta estetika; cara menguji keindahan menggunakan perasaan dan pikiran manusia; evaluasi serta apresiasi terhadap estetika. Meskipun dalam dasarnya estetika sudah ditelaah sejak 2500 tahun kemudian diberbagai daerah, misalnya Babilonia, Mesir, India, China, dan Yunani, Istilah keindahan sendiri baru dikemukakan oleh Baungeten seseorang filsuf berasal Jerman pada tahun 1750.


Plato mengemukakan pendapatnya bahwa seni merupakan keterampilan memproduksi sesuatu, Jadi, apa yang diklaim hasil seni merupakan suatu tiruan. Dikemukakan sebagai contoh bahwa lukisan tentang suatu pemandangan alam sesungguhnya merupakan tiruan dari pemandangan alam yang pernah dipandang oleh pelukisnya.


Aristoteles sependapat menggunakan Plato namun ia menganggap bahwa seni itu krusial karena seni berpengaruh besar bagi kehidupan manusia, sedangkan Plato berpendapat bahwa seni itu nir krusial meskipun karya-karyanya yang berupa tulisan hingga sekarang dinyatakan orang menjadi karya seni sastra yang populer.


Sebagai cabang filsafat, keindahan mengalami perkembangan berdasarkan zaman Yunani Kuno, Romawi, abad pertengahan sampai abad ke-20. Boleh dikatakan bahwa setiap periode sejarah serta warga menampilkan pemikiran mengenai estetikanya sendiri. Ahli keindahan Islam yang terkenal merupakan Abu Nasr al Farabi (870-970) yang membahas terutama mengenai keindahan pada bidang musik karena selin filsuf dan ahli ilmu kealaman, dia juga seorang ahli musik.


6. Filsafat Ilmu

Setelah kita mengetahui dan menyelidiki tentang lima buah cabang filsafat pada muka, sekarang kita akan mencoba memahami sebuah cabang filsafat yg berkaitan erat pembahan primer yaitu filsafat Ilmu. Filsafat ilmu kadang dianggap menjadi filsafat khusus yaitu cabang filsafat yang membahas hakikat ilmu, penerapan banyak sekali metode filsafat pada upaya mencari akar masalah dan menemukan asas empiris yang dipersoalkan oleh bidang ilmu tadi buat menerima kejelasan yg lebih pasti. Dengan demikian, penyelesaian masalah ilmunya sebagai lebih terarah. Jadi sesungguhny. Setiap disiplin ilmu memiliki filsafat ilmunya sendiri. Contohnya filasafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa, filsafat ilmu kealaman, filsafat matematika.

Demikian pembahasan kita mengenai cabang-cabang filsafat dan filsafat ilmu, semoga berguna, terimakasih.  

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat bisa dijabarkan menurut perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta serta istilah “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yang mendalam. Perkataan ini berasal menurut bahasa Yunani yang berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras dan Socrates-lah yang mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar dalam saat yg menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih suka menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, ialah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka beliau tak mau mengungkapkan bahwa beliau mempunyai, memiliki atau menguasai.

Oleh lantaran luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan dapat menguasai dengan sempurna dan orang nir akan pernah mengungkapkan terselesaikan belajar. 

Sudut simpel yang sesungguhnya mengenai arti dan nilai hidup itu, arti dan nilai manusia itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat menjadi berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg mengusut karena-karena yg pertama atau prinsip-prinsip yg tertinggi dari segala sesuatu yg dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, jelas yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yg dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-karena yang terdalam berdasarkan segala sesuatu, hingga kepada penyebab yg nir ditimbulkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) merupakan Allah itu sendiri.

Mengenai “ada” yg tidak mutlak adalah segala kreasi Tuhan, sewaktu-ketika sanggup punah pada muka bumi ini bila telah terdapat saatnya sesuai dengan hukum alamatau aturan Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut karena pertama, gejala pengetahuan serta kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri menggunakan teori pembagian ilmu, metode yg dipakai pada ilmu, mengenai dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan yg tidak termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan adalah tugas filsafat.
3. Ontologi, tak jarang diklaim metafisika generik atau filsafat pertama merupakan filsafat mengenai seluruh kenyataan atau segala sesuatu sejauh itu ”ada”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) tentang theos (Tuhan) berdasarkan ajaran dan agama.
5. Kosmologi, membicarakan mengenai kosmos atau alam semesta hal ihwal serta evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat manusia menyelidiki insan sebagai insan, menguraikan apa atau siapa insan menurut adanya yang terdalam, sejauh sanggup diketahui mulai dengan logika budinya yg murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yang memeriksa tindakan insan. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan insan, melainkan bagaimana insan seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, sering juga disebut filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dianggap paling penting pada periode tertentu, dan genre besar yg menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian khusus atau cabang-cabang khusus filsafat yang terdiri berdasarkan cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat tentang:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan sebagai berikut:
1. Objek filsafat artinya segala sesuatu yg ada
2. Sudut pandangaannya artinya karena-sebab yang terdalam
3. Sifat filsafat artinya sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat adalah metode perenungan (contemplation) yg spekulatif
5. Jalan filsafat dalam usaha mencari serta menemukan jawaban atas segala pertanyaan hayati dan kehidupan insan adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta nir menurut pada wahyu Allah atau pertolongan istimewa menurut kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari dari bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yang berarti memahami/mengetahui. Pengertian ilmu yg masih ada dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem berdasarkan metode eksklusif, yg bisa dipakai buat menampakan tanda-tanda-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara berkata ilmu merupakan any organized knowledge. Ilmu serta sains menurutnya tidak tidak sinkron, terutama sebelum abad ke-19, tetapi selesainya itu sains lebih terbatas dalam bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian menjadi berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut banyak sekali pengetahuan yg masing-masing sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas eksklusif, hingga menjadi kesatuan. Suatu sistem berdasarkan aneka macam pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil inspeksi-pemeriksaan yg dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode tertentu.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada satu golongan masalah yg sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak menurut luar maupun dari bangunnya menurut dalam.”

Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yg dihadapi insan. Dalam keadaan yg demikian, lahirlah apa yg disebut ilmu-ilmu pengetahuan spesifik. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu insan dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau buat mensejahterakan manusia. Disegi lain, bisa juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan buat tujuan perang dengan menciptakan senjata terkini.

PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU

Pengertian Filsafat dan Ilmu
1. Pengertian Filsafat
Filsafat dapat dijabarkan dari perkataan “philosopia”. Kata “philos” berarti cinta dan kata “sopos” berarti kebijaksanaan/pengetahuan yg mendalam. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yg berarti: “Cinta Akan Kebijaksanaan” (Love Of Wisdom).

Sesuai tradisi, Pythagoras serta Socrates-lah yg mula-mula menyebut diri “philosophus”, yaitu menjadi protes terhadap kaum “sophis”, kaum terpelajar pada waktu yang menamakan mereka itu hanyalah semu belaka.

Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu, maka Socrates lebih senang menyebut dirinya “Pecinta Kebijaksanaan”, adalah orang yg ingin mengetahui pengetahuan yg luhur (sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka ia tidak mau mengatakan bahwa dia mempunyai, mempunyai atau menguasai.

Oleh karena luas serta dalamnya filsafat itu, maka perang nir akan bisa menguasai dengan sempurna dan orang tidak akan pernah berkata selesai belajar. 

Sudut simpel yg sesungguhnya mengenai arti dan nilai hayati itu, arti dan nilai insan itu. Dengan demikian, dapat diberikan definisi filsafat sebagai berikut:

Filsafat adalah pengetahuan yg memeriksa sebab-karena yang pertama atau prinsip-prinsip yang tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai sang logika budi manusia

Dari definisi tadi, kentara yg menjadi objek materialnya (lapangannya) artinya segala sesuatu yang dipermasalahkan filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) merupakan mencapai karena-sebab yang terdalam menurut segala sesuatu, sampai kepada penyebab yang tidak disebabkan , terdapat yang disebabkan, ada yg mutalk terdapat, yaitu penyebab pertama (causa prima) ialah Allah itu sendiri.

Mengenai “terdapat” yang tidak mutlak adalah segala ciptaan Tuhan, sewaktu-ketika mampu punah pada muka bumi ini jika sudah ada saatnya sinkron menggunakan hukum alamatau hukum Allah (sunnatullah).

1. Cabang-cabang Filsafat
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala pengetahuan dan kesadaran manusia.
2. Kritik ilmu, merupakan cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan teori pembagian ilmu, metode yang dipakai pada ilmu, tentang dasar kepastian serta jenis berita yg diberikan yang nir termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan merupakan tugas filsafat.
3. Ontologi, seringkali diklaim metafisika umum atau filsafat pertama adalah filsafat tentang seluruh fenomena atau segala sesuatu sejauh itu ”terdapat”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) mengenai theos (Tuhan) dari ajaran serta agama.
5. Kosmologi, menyampaikan tentang kosmos atau alam semesta hal wacana dan evolusinya. Filsuf yg berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan menggunakan filsafat insan menyelidiki manusia menjadi manusia, menguraikan apa atau siapa manusia menurut adanya yg terdalam, sejauh bisa diketahui mulai menggunakan logika budinya yang murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yg mengusut tindakan manusia. Etika dibedakan berdasarkan semua cabang filsafat lain lantaran nir mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia seharusnya bertindak pada kaitannya dengan tujuan hidupnya.
8. Estetika, seringkali pula diklaim filsafat keindahan (seni), merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai pengalaman, bentuknya hakikat keindahan yg bersifat jasmani serta rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir akbar, tema yang dipercaya paling penting dalam periode eksklusif, serta aliran besar yang menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian global tertentu.

Adanya bidang kajian spesifik atau cabang-cabang spesifik filsafat yg terdiri menurut cabang-cabang/bagian-bagian pokok filsafat, misalnya filsafat mengenai:
a. Bahasa
b. Sejarah
c. Kebudayaan
d. Hukum
e. Ekonomi
f. Administrasi
g. Politik
h. Ilmu-ilmu pengetahuan: Ilmu Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Teknik
i. Agama, dll

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan menjadi berikut:
1. Objek filsafat merupakan segala sesuatu yang ada
2. Sudut pandangaannya ialah sebab-sebab yg terdalam
3. Sifat filsafat ialah sifat-sifat ilmu pengetahuan
4. Metode filsafat artinya metode perenungan (contemplation) yang spekulatif
5. Jalan filsafat pada bisnis mencari dan menemukan jawaban atas segala pertanyaan hidup dan kehidupan manusia adalahdengan dari kekuatan pikiran manusia atau budi nurani (ratio) serta tidak dari kepada wahyu Allah atau pertolongan istimewa dari kepercayaan /Tuhan.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu dari menurut bahasa Arab ‘alima/ya’lamu yg berarti tahu/mengetahui. Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengungkapkan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya nir tidak selaras, terutama sebelum abad ke-19, namun setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, misalnya metafisika.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem menurut berbagai pengetahuan yang masing-masing sesuatu lapangan pengalaman eksklusif, yang disusun sedemikian rupa dari asas-asas tertentu, hingga sebagai kesatuan. Suatu sistem dari banyak sekali pengetahuan yang masing-masing dihasilkan menjadi hasil pemeriksaan-inspeksi yang dilakukan secara teliti menggunakan memakai metode-metode eksklusif.”

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan aturan kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar maupun dari bangunnya menurut pada.”

Sejalan menggunakan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hayati insan, dan semakin berkembangnya kehidupan terkini maka semakin terasalah kebutuhan buat menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam keadaan yang demikian, lahirlah apa yg dianggap ilmu-ilmu pengetahuan khusus. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan spesifik itu bermula disekitar Abad Pertengahan, dalam ketika lahirnya Zaman Renaissance (contohnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).

Bentuk ilmu yg lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia dalam mempermudah aplikasi kehidupannya atau buat mensejahterakan insan. Disegi lain, dapat juga bertujuan menyusahkan atau menghancurkan insan, bila ilmu dan teknologi itu digunakan untuk tujuan perang dengan membangun senjata mutakhir.

MEMAHAMI PENGERTIAN FILSAFAT SEBAGAI ILMU YANG TERTUA

Cara flexi---Warga belajar dan siswa sekalian, istilah filsafat berkaitan erat menggunakan segala sesuatu yang sanggup difikirkan oleh manusia, bahkan dapat dikatakan nir akan pernah habisnya, karena berdasarkan padanya mengandung 2 kemungkinan yaitu proses berfikir dan output berfikir. Filsafat dalam artian pertama adalah jalan yang ditempuh buat memecahkan masalah, sedangkan pada pengertian yang ke 2 merupakan konklusi atau hasil yg diperoleh berdasarkan pemecahan atau pembahasan masalah. Dan mansusia dalam hayati dan kehidupannya sehari-hari tidak pernah sepi serta terus inheren dengan kasus, baik menjadi individu dalam keluarga, warga serta negara juga pada kasus ekonomi, politik, sosial, pendidikan serta sebagainya. Disamping pula filsafat mempunyai konotasi menggunakan segala hal bersifat teoris, rumit, transendental, tak berbentuk dan lain sebagainya.
Sekarang pertanyaan utama yang wajib kita cari jawabannnya merupakan "apakah filsafat itu?". Tentu kita tak jarang mendengar bahkan menggunakan kata filsafat. Perlu kita ketahui bahwa sudah banyak para pakar filsafat yang menaruh pengertian serta definisi tentang filsafat. Akan namun, masih ada keragaman dalam menaruh pengertian serta merumuskan definisi tadi. Hal ini terjadi karena masing-masing pakar filsafat atau filsuf pada saat itu mempunyai konsep yang bhineka menggunakan filsuf yg lain dan mempunyai dasar pemikiran serta pandangan yang tidak sama pula. Anda perlu memahami perbedaan tadi dengan akurat buat memperoleh wawasan pengetahuan yg luas dan mendalam. 

Hakikat filsafat merupakan memakai ratio (berfikir). Tapi tidak semua proses berfikir disebut filsafat. Dan insan yg bisa berfikir, dapat diketahui dalam kehidupan sehari-hari. Dan apabila pemikiran insan tersebut bisa dipelajari maka terdapat 4 (empat) golongan pemikiran yaitu:
  1. Pemikiran pseudo ilmiah
  2. Pemikiran awam
  3. Pemikiran ilmiah
  4. Pemikiran filosofis 
Pemikiran Pemikiran pseudo ilmiah bertumpu dalam aspek kepercayaan dan kebudayaan mitos, dan bekas-bekasnya bisa kita jumpai dalam astrologi atau kepercayaan terhadap buku primbon. Kalau pemikiran  awam merupakan pemikiran orang-orang dewasa yg menggunakan nalar sehat, karena bagi orang umum buat memecahkan kesulitan dalam kehidupan cukup dengan memakai logika sehat tanpa melakukan penelitian lazim terlebih dahulu. Selanjutnya pemikira ilmiah sebagaimana lazimnya menggunakan metode-metode menggunakan penggunaan hipotesis buat menguji kebenaran konsep teori atau pemikiran dalam dunia empiris yang tidak pernah selesai pada proses keilmuan. Sedangkan Pemikiran filosofis, adalah kegiatan berfikir reflekstif mencakup aktivitas analisis, pemahaman, pelukisan, penelitian, penafsiran dan perekaan, yg bertujuan buat memperoleh kejelasan, kecerahan, keterangan pembenaran, pengertian, dan penyatu paduan mengenai obyek.

Dan filsafat jua merupakan ilmu yg tertua yg menjadi induk ilmu pengetahuan yg lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan sang John S. Brubacher sebagai berikut:
"Philosophy was,  as its etymology  from the Greek words Pilots and Sopia suggests, love of wisdom or learning. More over it was love of learning in general; it subsimed under one heading what to day we call science as well as that er now call philopsophy. It is for the reason that philosophy is often referre to us the mother as well as the queen of the science."

Atau filsafat merupakan asal dari perkataan Yunani: Philos dan Sophia yg berarti cinta kebijakan atau belajar. Lebih dari itu dapat diartikan cinta belajar pada umumnya; dalam proses pertumbuhan ilmu hanya ada pada pada apa yang kita sebut sekarang menggunakan filsafat. Untuk alasan inilah maka seringkali dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ratu ilmu pengetahuan.

Dan jika diperhatikan maka arti sebenarnya dari filsafat tadi mengandung asa yg mulia yaitu orang belajar filsafat berusaha buat memiliki mutiara-mutiara kebijaksanaan tadi sebagai panduan serta pegangan hidup, sehingga filsafat mengandung suatu yang ideal yg pada bagi manusia. Dan filsafat dianggap sebagai induk ilmu pengetahuan, karena dalam mulanya sebagian besar ilmu yang berkembang dewasa ini adalah dari menurut filsafat. Cabang-cabang ilmu tersebut memisahkan diri berdasarkan filsafat, karena memiliki obyek yang berbeda berdasarkan filsafat. Filsafat menjawab semua dilema tentang hidup serta kehidupan yg kesimpulannya bersifat hakiki. Ada filsafat insan, filsafat ketuhanan, filsafat ekonomi, filsafat sosial, filsafat pengetahuan, filsafat pendidikan, serta lain-lain, sehingga pada hal ini nampak filsafat berperan menjadi induk atauratu berdasarkan ilmu pengetahuan.
(visiuniversal.blogspot.co.id)
Dari beberapa pendapat dan pandanga beberapa ahli yang poly tersebar diberbagai literatur, pengertian filsafat dicermati berdasarkan segi arti bahasanya bisa disimpulkan bahwa filsafat merupakan :
1. Pengetahuan tentang kebijaksanaan
2. Mencari kebenaran
3. Pengetahuan tentang dasar-dasar atau prinsip-prinsip.

Ketiga pengertian tadi tidaklah hanya diperlukan oleh seorang filosofit generik saja, namun jua dimiliki sang setiap individu yang baik yang memiliki pimpinan pemikiran terutama kita yg harus bersikap bijaksana.

Dan jika filsafat dicermati berdasarkan segi istilah menurut para ahli dapat dikemukakan antara lain: 
  1.  Apa yg dianggap bijaksana dari Plato (427-342 SM), seseorang filosof Yunani populer (siswa Socrates dan pengajar Aristoteles) pada teori etika kenegaraanya menyebutkan empat budi, mencakup: penguasaan diri (perwira), keberanian, kebijaksanaan serta keadilan. Budi kebijaksanaan dimiliki oleh pemerintah atau filosof. Tugas mereka adalah membuat undang-undang, mengawasi pelaksanaannya, memperdalam filosofi dan ilmu pengetahuan tentang inspirasi kebaikannya. Membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya merupakan menjadi tugas pemerintah serta atau filosof sekaligus mengambarkan kelebihan mereka menjadi pihak yg bisa menatap dan menapak jauh ke depan dan berbuat serta bertindak dengan penuh perhitungan. Artinya bahwa kebijaksanaan itu berada dalam 2 bidang yaitu berpikir serta berbuat. Kebijaksanaan berfikir itulah filsafat serta kebijaksanaan berbuat adalah bidangnya Tasawwuf. 
  2. Al Kindi (Abu Judsuf Ya'kub bin Isa Al Kindi, 796-374 M.), menjadi pakar pertama dalam filsafat Islam dan yang mengawali pengertian skolastik Islam pada Irak dan kemudian menaruh pengertian filsafat di kalangan umat Islam pada 3 lapangan: a) Ilmu Fisika (ilmu Thobi'iyyad) mencakup tingkatan alam nyata, terdiri berdasarkan benda-benda konkrit yang dapat ditangkap panca alat. b) Ilmu Matematika (ilmurriyadli), yg berhubungan dengan benda, tetapi memiliki wujud tersendiri yang dapat dipastikan denan nomor -nomor (misalnya ilmu hitung, teknologi, astronomi, serta musik). c) Ilmu Ke Tuhanan (Ilmurrububiyyah), yg herbi benda sama sekali yaitu soal ke Tuhanan-Tahuhid.
  3. Ibnu Sina (Abu Ali Al Hussein Ibnu Sina, 980-1037 M) seorang dokter, pakar kimia serta filosof Islam, membagi filsafat dalam 2 bagian: teori serta praktik. Keduanya dihubungkan dengan kepercayaan . Dasarnya terdapat pada syari'at, penerangan serta kelengkapannya diperlengkap dengan tenaga logika manusia. Tujuan filsafat praktek adalah mengetahui apa yg seharusnya dilakukan oleh setiap orang. Sehingga beliau mendapat bahagia pada dunia serta pada akhera, yg disebut ilmu akhlak. Fuilsafat juga mencakup undang-undang yaitu apa yg seharusnya dilakukan sang setiap orang pada hubungannya menggunakan tempat tinggal tangga dan negara.
  4. Immanuel Kant. (1724-1804) yang seringkali dijuluki fakar super besar pada Barat, mengungkapkan bahwa: Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yg mencakup pada dalamnya 4 persoalan yaitu : 
  • Apakah yg bisa kita ketahui? (dijawab oleh metafisika).
  • Apakah yg seharusnya kita ketahui serta kerjakan? (dijawab oleh etika).
  • Sampai pada manakah pengharapan kita? (dijawab ooeh agama). 
  • Apakah yg dinamakan insan (dijawab sang antropologi)
Dari beberapa uraian tentang pandangan para filosof tersebut tadi dapat dirumuskan bahwa filsafat adalah daya upaya manusia dengan logika budinya buat memahami, mendalami dan menyelami secara radikal serta integritas dan sistematik tentang keTuhanan, alam semesta dan insan sehingga dapat membentuk pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai logika manusia serta bagaimana sikap insan itu seharusnya sesudah mencapai pengetahuan itu. 



SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Sejarah Istilah Sosiologi 

Pada tahun 1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu yang mengusut tentang rakyat lahir pada Eropa lantaran ilmuwan Eropa dalam abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara spesifik memeriksa kondisi serta perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membentuk suatu teori sosial menurut ciri-karakteristik hakiki masyarakat pada tiap termin peradaban manusia. Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada aturan-hukum statis yang sebagai dasar adanya rakyat serta sosiologi bergerak maju dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan rakyat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tadi disambut hangat oleh rakyat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka diantaranya Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya dari menurut Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna buat perkembangan Sosiologi.
Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi aneka macam elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.

Pada tahun 1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology serta memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang tahu masyarakat seperti tubuh insan, menjadi suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yg tergantung satu sama lain. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap pertarungan antar-kelas sosial sebagai intisari perubahan dan perkembangan masyarakat. Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yg berupaya menelusuri nilai, agama, tujuan, dan sikap yg sebagai penuntun perilaku manusia.di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology. Sumber!!
Sejarah Perkembangan Sosiologi
Sosiologi termasuk ilmu yg paling muda dibandingkan menggunakan ilmu-ilmu sosial yg terdapat. Sosiologi jua bersumber menurut filsafat. Filsafat adalah induk berdasarkan segala ilmu pengetahuan (mater scientarium) semua ilmu pengetahuan yg kita ketahui selama ini . Filsafat dalam masa itu mencakup jua segala bisnis pemikiran tentang warga . Makin berkembangnya zaman serta tumbuhnya peradaban insan, berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat mulai memisahkan diri dan berkembang dari tujuan masing-masing.
Astronomi (ilmu tentang bintang-bintang) serta fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang pertama kali memisahkan diri. Kemudian, diikuti sang ilmu kimia, hayati, serta geologi. Pada abad ke-19, dua ilmu pengetahuan baru ada, yaitu psikologi (ilmu yg memeriksa perilaku serta sifat-sifat manusia) serta sosilogi (ilmu yang memeriksa masyarakat). Dengan demikian, timbullah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang di pada proses pertumbuhannya dapat dipisahkan menurut ilmu-ilmu kemasyarakatan lainnya, misalnya ekonomi serta sejarah.
Pemikiran terhadap warga serta lambat laun menerima bentuk menjadi suatu ilmu pengetahuan yang dinamakan sosiologi, pertama kali terjadi di Benua Eropa. Banyak usaha dilakukan manusia baik bersifat ilmiah juga nonilmiah yg menciptakan sosiologi menjadi ilmu pengetahuan serta berdiri sendiri.
Beberapa faktor pendorong utama keluarnya sosiologi adalah meningkatnya perhatian terhadap kesejahteraan rakyat serta perubahan-perubahan yang terjadi di pada warga .
sosiologi di Amerika Serikat dihubungkan dengan usaha-bisnis untuk mempertinggi keadaan sosial insan dan sebagai pendorong buat merampungkan duduk perkara yg ditimbulkan sang kehahatan pelanggaran, pelacuran, pengangguran, kemiskinan, perseteruan, peperangan, serta masalah sosial lainnya.
Banyak ahli sepakat bahwa faktor yg melatar belakangi kelahiran sosiologi adalah adanya krisis yg terjadi di dalam rakyat. Laeyendecker, misalnya mengaitkan kelahiran sosiologi menggunakan serangkaian perubahan pada bidang sosial politik. Perubahan berkenaan dengna adanya reformasi Marthin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan terkini, berkembangnya agama dalam diri sendiri, terjadinya Revolusi Industri pada abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Prancis.
Pada abad ke-19 seorang filsuf bangsa Prancis bernama Auguste Comte, sudah menulis beberapa buku yang berisi pendekatan-pendekatan generik buat mengusut masyarakat. Dia beropini bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan-urutan tertentu berdasarkan logika. Setiap penelitian dilakukan melalui tahap-termin eksklusif buat mencapai tahap akhir, yaitu Ilmiah. Oleh karena itu, Auguste Comte menyarankan supaya seluruh penelitian terhadap rakyat ditingkatkan menjadi suatu ilmu tentang warga yang berdiri sendiri. Dari kondisi tersebut, diartikan bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang adalah hasil akhir menurut perkembangan ilmu pengetahuan. Sosilogi lahir pada ketika-ketika terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, sosiologi berdasarkan pada kemajuan-kemajuan yg telah dicapai oleh ilmu pengetahuan lainnya.
Lahirnya sosiologi tercatat dalam tahun 1842, tatkala Auguste Comte menerbitkan buku berjudul Positive-philosophy. Beberapa pandangan krusial yang dikemukakan sang Auguste Comte adalah "aturan kemajuan insan" atau "aturan 3 jenjang", Menurut pandangan ini, sejarah akan melewati 3 jenjang yang mendaki.
1. Jenjang Teologi
Pada jenjang ini, insan mencoba menyebutkan gejal disekitarnya menggunakan mengacu dalam hal-hal yg besifat adikodrati
2. Jenjang Metafisika
pada jenjang ini, insan mengacu dalam kekuatan-kekuatan metafisi atau abstrak.
3. Jenjang Positif
pada jenjang ini, penjelasan tanda-tanda alam ataupun sosial dilakukan menggunakan mengacu dalam deskripsi ilmiah.
Setengah abad setelah Herbert Spencer menyebarkan suatu sistematika penelitian rakyat pada bukunya yg berjudul Priciples of Sociology, istilah sosiologi menjadi lebih terkenal. Berkat jasa Herbert Spencer pula, sosiologi akhirnya berkembang menggunakan pesat. Sosiologi berkembang dengan pesat pada abad ke-20, terutama pada Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat walaupun arah perkembangannya di ketiga negara tadi tidak selaras satu sama lain. Sosilogi kemudian menyebar ke banyak sekali benua serta negara-negara lain termasuk Indonesia.


PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM FAZLUR RAHMAN

Pembaharuan Pendidikan Islam, Fazlur Rahman
Ketika memasuki abad ke-18 terjadilah friksi yg begitu hebat sang penetrasi Barat terhadap dunia Islam, yang membuat umat Islam membuka mata dan menyadari betapa mundurnya umat Islam itu bila dihadapkan menggunakan kemajuan Barat. Untuk mengobati kemunduran umat Islam tadi, maka dalam abad ke-20 mulailah diadakan usaha-usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan insan termasuk pada bidang pendidikan.

Manurut Fazlur Rahman, meskipun telah dilakukan bisnis-bisnis pembaharuan Pendidikan Islam, namun global pendidikan Islam masih saja dihadapkan pada beberapa problema. Tujuan pendidikan Islam yang ada sekarang ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif. Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akherat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu buat menyelamatkan umat Islam serta pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan sang efek gagasan Barat yg dating melalui aneka macam disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yg mengancam baku-baku moralitas tradisional Islam. (Rahman, 1984 : 86)

Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan pembaharuan pendidikan yang dilakukan pada waktu itu, yaitu pengislaman pendidikan sekuler modern, menyederhanakan silabus-silabus tradisional dan menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan lama menggunakan cabang-cabang ilmu pengetahuan terbaru.

Pertama, mengislamkan pendidikan sekuler terkini. Pendekatan ini dilakukan dengan cara mendapat pendidikan sekuler modern yang sudah berkembang pada umumnya pada Barat serta mencoba untuk “mengislamkan”nya, yaitu mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Ada dua tujuan menurut mengislamkan pendidikan sekuler modern ini, yaitu ; (1) membentuk tabiat pelajar-pelajar atau mahasiswa-mahasiswa menggunakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan individu dan rakyat, (dua) memungkinkan para ahli yg berpendidikan terbaru menangani bidang kajian masing-masing dengan nilai-nilai Islam pada perangkat-perangkat yg lebih tinggi, memakai perspektif Islam buat membarui kandungan juga orientasi kajian-kajian mereka. (Rahman, 1984 : 131)

Kedua tujuan tersebut berkaitan erat antara yg satu dengan yang lainnya. Sehingga bila pembentukan tabiat menggunakan nilai-nilai Islam yang dilakukan dalam pendidikan taraf pertama ketika pelajar-pelajar masih dalam usia belia serta gampang menerima kesan, tanpa sesuatu pun yg dilakukan buat mewarnai pendidikan tinggi dengan orientasi Islam, maka pandangan pelajar-pelajar yang sudah mencapai taraf yg tinggi dalam pendidikannya akan tersekulerkan dan bahkan kemungkinan akbar mereka akan membuang orientasi Islam apapun yang pernah mereka miliki. Hal ini akan terjadi dalam skala yg luas (Rahman, 1984 : 131).

Kedua, menyederhanakan silabus-silabus tradisional. Pendekatan ini diarahkan dalam kerangka pendidikan tradisional itu sendiri. Pembaharuan ini cenderung menyederhanakan silabus-silabus pendidikan tradisional yang sarat dengan materi-materi tambahan yang nir perlu seprti : teologi zaman pertengahan cabang-cabang filsafat eksklusif (misalnya logika), serta segudang karya mengenai hukum Islam> penyederhanaan ini berupa pengesampingan sebagian besar karya-karya pada banyak sekali disiplin zaman pertengahan serta menekankan dalam bidang hadits, bahasa serta kesusastraan Arab dan prinsip-prinsip tafsir al-Qur’an (Rahman, 1984 : 138).

Ketiga, menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru. Dalam kasus seperti ini, usang ketika belajar diperpanjang dan diadaptasi dengan panjang lingkup kurikulum sekolah-sekolah serta akademi modern. Di Indonesia pada tingkat akademi sudah dimulai dilakukan upaya-upaya yg ditujukan buat menggabungkan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dengan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional. (Rahman, 1984 : 138)

Akan namun menurut Fazlur Rahman, integrasi dan penggabungan yang misalnya diuraikan pada atas tidak ada, karena sifat pengajaran yang umumnya mekanis serta hanya menyandingkan ilmu pengetahuan yg lama dengan ilmu pengetahuan yg terbaru. Situasi ini diperburuk lagi menggunakan masih minimnya jumlah buku-buku yg tersedia di perpustakaan. Sehingga hal ini mengakibatkan, di satu pihak pedagogi akan tetap mandul sekalipun murid memiliki bakat dan kemauan, pada lain pihak pengajar-guru yang berkualitas serta professional dan memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu tidak akan dihasilkan pada skala yang mencukupi (Rahman, 1984 : 139). Melihat syarat yangh demikian ini, Rahman mencoba memperlihatkan penyelesaiannya.

Oleh karenanya, buat mengetahui bagaimana pemecahan problema pendidikan Islam tadi, maka studi gagasan Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam terbaru sebagai sangat krusial.

1. Perumusan Masalah
Penelitian ini menyelidiki pandangan seorang sarjana Muslim yg memiliki 2 tradisi lingkungan pendidikan lingkungan pendidikan Deoband, serta lingkungan pendidikan terkini Barat yakni Fazlur Rahman, penggagas metodologi noemodernisme. Salah satu pemikirannya yang sangat urgen dibahas di sini merupakan tentang sifat dari sistem pendidikan Islam.

Dari latar belakan kasus yg diuraikan pada atas bisa diketahui bahwa dalam masa terbaru ini, dunia pendidikan Islam masih dihadapkan kepada beberapa problerm pendidikan.

Oleh karenanya yg menjadi kasus pokok dalam tulisan ini adalah 
Bagaimana latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman? 
Bagaimana gagasan Fazlur Rahman tentang solusi atas berbagai problematika pendidikan Islam modern itu ? 

2. Tinjauan Pustaka
Beberapa konsep kunci yg perlu dielaborasi atau dijelaskan supaya mampu lebih terfokus yang nir bias sang beragam pengertian serta interpretasi pada menelusuri gagasan genuine Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam, adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam
Istilah education pada bahasa Inggris berasal menurut bahasa latin educere berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke pada kepala seorang. Dari pengertian istilah ini terdapat tiga hal yg terlibat ; Yaitu imu, proses memasukkan serta kepala orang, kalaulah ilmu itu masuk pada ketua (Langgulung, 1992 : 4).

Dalam bahasa Arab terdapat beberapa istilah yang biasa dipergunakan pada pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Namun berdasarkan beberapa ahli pendidikan, terdapat disparitas antara ketiga kata itu. Ta’lim hanya berarti pedagogi, jadi lebih sempit berdasarkan pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah yang lebih sering digunakan di negara-negara berbahasa Arab terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-flora menggunakan pengertian memelihara atau membela atau menternak. Sementara pendidikan yang diambilm menurut kata education itu hanya buat insan saja (Langgulung, 1992 : 4-5).

Pemakaian ta’dib, menurut al-Atas, lebih tepat, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, namun juga nir luas mencakup makhluk makhluk selain manusia. Ta’dib sudah mencakup ta’lim dan tarbiyah. Selain itu kata ta’dib erat hubunganya dengan syarat ilmu pada Islam yg termasuk pada isi pendidikan (al-Attas, 1992 : 5).

Dalam kamus pada masa ini Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan menjadi proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laris menggunakan cara pedagogi, penyuluhan, serta latihan proses mendidik (Peter dan Penny, 1991 : 353).

Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan eksklusif yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam merupakan bimbingan terhadap seorang agar beliau sebagai seorang Muslim yang semaksimal mungkin (Tafsir, 1992 : 32). Sementara itu, Syahminan Zaini, mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya pengembangkan fitrah manusia menggunakan ajaran Islam agar terwujud kehidupan yang makmur dan senang (Zaini, 1986 : 12).

Pendidikan Islam yg dimaksud pada penelitian ini nir jauh tidak sinkron dengan rumusan yang telah dikemukakan sang para ahli pendidikan Islam pada atas. Yang dimaksud pendidikan Islam pada penelitian ini merupakan bimbingan yg diberikan kepada seorang atau grup orang pada orang lain atau rakyat agar orang lain atau warga itu berkembang secara aporisma sinkron dengan petunjuk ajaran Islam. 

2. Modern
Istilah terbaru asal berdasarkan bahasa Ingrris, “modern” yg berrti sejarah terkini (Echols dan Shadily, 1990 : 384). Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata terbaru diartikan menjadi yg terkini atau terkini (Poerwadarminta, 1985 : 653) . Sedangkan dari Harun Nasution, istilah terbaru berarti masa yang dimuali berdasarkan tahun 1800 M sampai seterusnya (Nasution, 1994 : 14). Dalam penelitian ini yang dimaksud menggunakan kata terkini merupakan misalnya yg dikemukakan sang Harun Nasution yaitu masa atau periode sejarah global yang dimuai dari tahun 1800 M semapai kini ini.

Meskipun pendidikan Islam sudah poly dibahas oleh para ahli pendidikan, tetapi masih sedikit yang menelaah pemikiran tokoh tentang pendidikan Islam.

Buku-buku yang membahas tentang pendidikan Islam antara lain : Asas-Asas Pendidikan Islam sang Hasan Langgulung, Konsep Pendidikan Islam oleh Naquib al-Attas, Sistem Pendidikan Islam oleh Muhammad Quthb, dan Horison Pendidikan Islam sang S. Ali Asyraf.

Khusus kajian terhadap Fazlur Rahman, kajian yang terdapat tekananya lebih poly dalam gagasannya tentang aturan serta politik. Kajian-kajian tersebut diantaranya The Islamic Concept of The State karya John L. Esposito, Islam serta Tantangan Modernitas: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman oleh Taufiq Adnan Amal, dan Pandangan Kemasyarakatan Fazlur Rahman oleh Sudirman Tebba.

Namun sejauh pengamatan peneliti, meskipun gagasan Fazlur Rahman tentang pendidikan Islam merupakan salah satu proyek sentralnya, namun penelitian tentang gagasan tentang solusi atas problematika pendidikan Islam secara analitis, ilmiah, dan filosofis belum pernah dilakukan. Sehingga pemikiran tentang gagasan solusi atas problematika pendidikan Islamnya Fazlur Rahman secara memadai belum banyak dikenal sang kalangan pemerhati Islam kontempoter di Indonesia. Kebanyakan orang mengenal Fazlur Rahman dalam bidang filsafat dan aturan Islam. 

Semenatara buat melihat pemikiran Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam secara kongkret dan menyeluruh, maka penyusun mengupayakan pengumpulan semua karya-karya Fazlur Rahman, baik pada bentuk buku, artikel juga makalah. Setelah itu dilakukan telaah dan penjabaran, mana yang membahas atau yang ada kaitannya menggunakan tema pendidikan Islam.

Dari survei kepustakaan mengenai karya-karya Fazlur Rahman yangberkaitan dengan kerangka berpikir pemikiran pendidikan Islam serta latar belakannya, asal uatama yg dipakai diantaranya : (1) Islam, (2) Islam and Modernity : Transformation of Intellectual Tradition, (tiga) The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problems, (4) Recommendation for Improvement of IAIN Curriculum and Instruction Submitted to The minister of Religious Affair, His Excellence, Munawil Sjadzali serta (5) Revival and Reform in Islam. 

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian ini dalam garis besarnya terdapat tiga, yaitu :
  • Mengungkap latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman 
  • Menjelaskan gagasan Fazlur Rahman mengenai solusi atas aneka macam problematika pendidikan Islam terbaru itu 
Sedangkan manfaat penelitian diarahkan pada 2 hal berikut : Pertama mencari latar belakang sosial, politik dan perkembangan pemikiran bagi perkembangan pemikiran Fazalur Rahman. Kedua, Mengembangkan gagasan segar Fazlur Rahman berkaitan menggunakan teori-teori baru mengenai Pendidikan Islam. Diharapkan menurut sini bisa dimulai proyek akbar pembaharuan pendidikan pada Indonesia yg lebih mengklaim terjadinya kesadaran.

B. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian termasuk pada jenis penelitian kepustakaan (library re­search), yaitu menganalisis muatan isi dari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian.

Sedangkan penelitian ini bersifat diskriptif, yakni penyusun berusaha menggambarkan obyek penelitian, yaitu pemikiran Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam.untuk memperoleh data tentang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam, penyusun menggunakan asal-asal utama berupa kitab -kitab serta makalah-makalah yg terdapat relevansinya dengan penyusunan penelitian ini, dan asal-sumber sekunder berupa buku-kitab , kitab -kitab , jurn­al-jurnal yg terkait. 

2. Pendekatan yang digunakan
Dalam menyusun penelitian ini, pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan historis.

Pendekatan historis untuk menelusuri latar belakang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam menggunakan mengurai faktor-faktor yang menjadi pemicu lahirnya pemikiran tadi..
.
3. Metode analisis data
Dalam menganalisis data dipakai analisis isi (content analysis). Metode ini digunakan untuk menganalisis makna yg terkandung dalam pemikiran Fazlur Rahman. Berdasarkan isi yang terkandung pada pemikiran Fazlur Rahman tersebut kemudian dilakukan pengelompokan dengan tahapan identifikasi, pembagian terstruktur mengenai, kategorisasi, baru dilakukan interpretasi.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Pembaharuan Pemikiran Fazlur Rahman

Penelitian sejarah Islam dalam umumnya menggarisbawahi bahwa gerakan modernisme Islam timbul menurut impak penetrasi Barat, semenjak abad 17 M/12 H. Keunggulan militer dan sains Barat menyadarkan keterbelakangan rakyat Islam kemudian menumbuhkan semangat kebangkitan Islam. 

Gambaran rakyat Islam pada saat itu ibarat sebuah warga yg semi-mati yg menerima pukulan-pukulan destruktif atau pengaruh-dampak Barat yang menekan. Sebetulnya krisis intelektual dan benturan kultural semacam ini pernah dihadapi oleh warga muslim dari abad 2 H./8 M. Mereka, dalam waktu itu, dihadapkan menggunakan tantangan intelektual “Hellenis” (Pringgodigdo, 1977 : 402). Tetapi mereka berhasil mengatasi benturan serta tantangan tadi menggunakan cara asimilasi-kreatif. Faktor keberhasilan tersebut merupakan adanya penguasaan politik Islam. Secara mudah Islam pada ketika itu merupakan penguasa politik terbesar dunia, faktor lainnya merupakan syarat serta situasi Islam waktu itu belum terbebani oleh tradisi agama yg semi-meninggal, hal ini sangat tidak selaras dengan syarat serta situasi Islam pada abad 17 M serta lebih spesifik pada akhir abad 18 M.

Akibat kekalahan serta penyerahan politik, menjadikan umat Islam secara psikoligis nir mampu merumuskan kembali warisannya secara konstruktif, sehingga upaya modernisasi yang berkembang terkesan sekedar meminjam serta mengimpor/mengoper kemajuan peradaban Barat. Bagaimanapun juga umat Islam yg baru bangun dan baru bangkit tadi belum siap mengadakan modernisasi yang lebih akbar dan mendasar. Untuk arah kesana diharapkan proses dan ketika yang panjang.

Kondisi obyektif masyarakat Islam yg mengalami stagnasi nir hanya di bidang lahiriyah namun jua pada bidang intelektual, maka dominasi politik dan teknologi penjajah Barat segera mendapat tanggapan dari tokoh-tokoh modernis, sehingga ilham yg berkembang merupakan modernisme intelektual dan modernisme politik. Untuk mengatasi kemacetan di bidang intelektual. Semua pembaharu klasik menekankan arti pentingnya rasio (pikiran) serta paham rasionalisme, sekalipun dalam tatanan yg bhineka. Dimulai oleh Jamaluddin al-Afghani (1255-1315 H/1839-1897 M) yg menyerukan peningkatan baku moral dan intelektual buat menanggulangi bahaya ekspansionisme Barat. Walaupun beliau sendiri tidak melakukan modernisasi intelektual, tetapi seruannya menggugah rakyat Muslim buat mengembangkan serta menyebarkan disiplin-disiplin filosofis, dan dia hanya mengadakan sedikit upaya pembaharuan pendidikan secara umum. Maka, selanjutnya sebagai tugas Muhammad ‘Abduh (1261-1323 H/1845-1905 M) pada Mesir serta Sayyid Ahmad Khan (1232-1316 H/1817-1898 M) di India buat membuktikan pernyataan al-Afghani bahwa nalar dan ilmu pengetahuan nir bertentangan dengan Islam. Keduanya, yakni Muhammad ‘Abduh dan Ahmad Khan, sama-sama lahir dari tradisi madrasah, sama-sama menekankan paham rasionalisme Islam dan free will, sama-sama mengadakan pengetahuan terkini ke dalam kurikulum al-Azhar, sedang Ahmad Khan dengan mendirikan perguruan tinggi Aligarh yang sekuler (Abduh, 1970 : 107-119). 

Upaya dan tokoh-tokoh pembaharu ini dalam akhirnya melahirkan sejumlah anak didik yg meneruskan proses modernisme. Jadi inilah yg dimaksudkan oleh kutipan Rahman pada atas,”bahwa pembaharuan modernisme klasik setidak-tidaknya sudah berupaya mengadakan reformasi internal, yakni menanamkan rasionalisme sebagai solusi awal terhadap kemacetan serta kemerosotan intelektual.

Ide-inspirasi kreatif yg dimunculkan sang kebanyakan modernis kontemporer dalam biasanya tidak jauh tidak sinkron dengan kebijakan modernisme klasik. Mereka mencarikan konsep-konsep baru dalam bidang-bidang tertentu secara lebih sistematis. Adalah Ziauddin Sardar, pakar fisika Pakistan, beserta menggunakan Ali Syari’ati (1933-1977), intelektual sosial Iran, menampilkan pandangan baru membangun peradaban yg Islami, atau Islamisasi peradaban. Keduanyta menolak alih teknologi Barat dapat “mendongkrak” global Islam buat maju. 

Karena teknologi yang dipinjam menurut Barat selalu tidak cocok menggunakan rakyat Muslim (Sardar, 1991 : 59). Alih teknologi nir hanya menyebabkan mapannya ketergantungan dunia Islam terhadap Barat, pula menghambat kebudayaan serta lingkungan Muslim. Solusi yg disampaikan sang Sardar merupakan menyebarkan teknologi yang mencerminkan kebiasaan-kebiasaan budaya Islam, dalam aspek sejarah, ekonomi, pendidikan serta pemerintahan. 

Bersama-sama dengan Hossein Nasr (Nasr, 1987 : 183), Sardar menilai bahwa peradaban Barat sudah menghancurkan dan melepaskan nilai-nilai sakral dan spiritual alam. Kemajuan teknologi yang nir terkendali telah menyebabkan kekhawatiran terhadap masa depan peradaban insan, lantaran kehidupan terbaru Barat telah kehilangan visi transendental (Ilahiyah). Dalam hal ini Nasr menentukan spiritualisme menjadi solusi cara lain upaya pembebasan insan modern. Nasr sangat optimis menggunakan solusi sufistik ini. Menurut sufisme akan memuaskan manusia terkini dalam mencari Tuhan (Nasr, 1976 : vi). Masyarakat Barat modern hampir-hampir bosan dengan tradisi ilmiah teknologis yang kemarau serta mereka nir menemukan pemuasnya pada ajaran Kristen serta Budha, maka upaya memperkenalkan sufisme Islam kian mendesak. 

Dalam konteks Islam, menurutnya, spiritualitas mengandung beberapa dimensi misalnya tercermin melalui kata ruh serta perilaku batin. Inilah yang membedakannya spiritual pada pengertian Barat, yg dipahami sekadar fenomena psikologis. Menurut krisis peradaban Barat terbaru bersumber menurut penolakan ruh serta pengingkaran ma’nawiah pada kehidupan. Manusia Barat membebaskan diri menurut Tuhan dan mereka sebagai tuan bagi kehidupan sehingga terputus menurut spiritualitasnya, maka terjadilah desakralisasi. Alam hanya difungsikan sebagai obyek dan sumber daya buat diekspolitasi semaksimal mungkin (Ulumul Qur’an, 1993 : 108). 

Fenomena inilah yang dianggap paling penting oleh Nasr buat dicarikan solusinya melalui spiritualisme Islam. Solusi lainnya yg dikembangkan sang sejumlah pemikir modernis, sebagai akibatnya gemanya lebih terdengar dibanding dua solusi pada atas, merupakan Islamisasi sains (ilmu pengetahuan). Adalah Isma’il Raji al-Faruqi dan Naquib al-attas, dua tokoh modernis yg paling awal yg menyuarakan Islamisasi ilmu pengetahuan. 

Dari dua konsep yg disampaikan dua tokoh tadi tergambar adanya impian memberi rona atau nilai agamis dalam pengetahuan. Gagasan Islamisasi pengetahuan hingga kini , walaupun telah menjadi tema sentral yang trendi di kalangan cendekiawan Muslim, masih merupakan gagasan dasar serta kontroversial yg memerlukan ketika usang buat mencapai apa yang dikehendaki dengan “sains yang Islami”.

Ketiga solusi cara lain di atas masing-masing mengandung karakter yg berbeda. Rekayasa peradaban Islam cenderung eksklusifme. Spiritualisme Nasr serta islamisasi ilmu pengetahuan cenderung moderat menggunakan memadukan antara ilmu pengetahuan menggunakan nilai-nilai Islam. Persamaan ketiga gagasan itu adalah posisinya yang membuahkan krisis peradaban terkini menjadi orientasi nilai-nilai Islam. Dalam tata ilmu, ketiga gagasan tadi berada dalam tataran aksiologis.

Kembali ke pokok pertarungan, pemikiran Rahman tokoh modernis yg menjadi sentral penelitian ini nir sebagaimana tokoh-tokoh pemikir kontemporer lainnya yg membuahkan warta empirik kehidupan modern sebagai sentral obyek gagasan, sebagaimana sudah disinggung pada muka. 

Rahman mengakibatkan al-Quran menjadi sentral penelitian (Yuyun, 1993) buat menciptakan konsep-konsep metodologis serta rumusan metodis interpretasi al-Quran. “Pemahaman al-Quran dengan konteks kemoderenan” adalah tujuan yg hendak disumbangkan oleh Rahman melalui bisnis keras pada membangun konsep serta merumuskan pemikirannya. Mengenai studi Rahman ini, Montgomery Watt berkomentar bahwa 2 tokoh pemikir Islam kontemporer yang paling populer adalah Rahman bersama dengan Arkoun (Mouleman, 1993 : 93). 

Program Rahman yg terbesar adalah keberhasilannya merancang metode baru pada penafsiran Al-Qur’an. Jadi tataran pemikiran Rahman berada dalam tingkat ontologi serta epistemologi, tidak dalam tataran aksiologi. Agaknya Rahman menyadari bahwa perkara internal yang wajib diselesaikan sang modernisme pada masa ini. Masalah tersebut, dari Rahman nir relatif diselesaikan melalui gerakan reformasi tetapi wajib diselesaikan melalui upaya-upaya rekonstruksi pemikiran Islam.

2. Pemikiran Pembaharuan pendidikan Islam
a. Tujuan Pendidikan
Dewasa ini pendidikan Islam sedang dohadapkan dengan tantangan yang jauh lebih berat menurut masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealisme umat insan yang serba multi interest serta berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang multi komplek jua .ditanbah lagi dengan beban psikologis umat islam pada menghadapi barat bekas saingan bila bukanya musus sepanjang sejarah . Kesulitan ini semakin menjadi akut karena faktor psikologis yang lain , yg ada sebagai komplek pihak yg kalah , tidak sama menggunakan kedudakan umat islam klasik dalam ketika itu umat islam merupakan pihak yang menang serta berkuas).

Fenomena tadi, dari Syed Sajjad Husain serta Syed Ali Ashraf, sudah menyuburkan tumbuhnya golongan -golongan penekan .golongan-golongan ini dengan cepat meraih kekuasaan menurut orang -orang yang pikiranya lebih cenderung pada kepercayaan .akibatnya munculah suatu ketergantungan serta kontradiksi antara golongan sekular menggunakan golongan agama.pertentangan ini sudah memperlihatkan diri secara terang-terangan dibeberapa negara misalnya Turki,Mesir,Pakistan serta Indonesia (Arifin, 1993 : 5).

Fenomina pada gilirannya mengakibatkan pendidikan islam nir diarahkan kepada tujuan yg positip.tujuan pendidikan islam cenderung berorientasi kepada kehidupan akhirat semata dan bersifat desentif. Hal ini sebagai mana yg dikemukakan oleh Rahman bahwa :

Strategi pendidikan islam yg terdapat kini ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif,namun lebih cenderung bersifat defensif yaitu untuk menyelamatkan pikiran kaum Muslimin dari pencemaran atau kerusakan yg ditimbulkan oleh efek gagasan-gagasan Barat yg datang melalui banyak sekali disiplin ilmu,terutama gagasan-gagasan yang akan meledakkan baku moralitas Islam (Nurcholish, 1992 : 455).

Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi pendidikan Islam yang dikembangkan diseluruh dunia Islam secara universal bersifat mekanis.akibatnya munculah golongan yg menolak segala apa yg berbau Barat,bahkan adapula yg mengharamkan pengambil alihan ilmu serta teknologinya.sehingga apabila syarat ini terus berlanjut akan dapat mengakibatkan kemunduran umat Islam.

Menurut Rahman, ada beberapa hal yang haruh dilakukan Pertama, tujuan pendidikanIslam yg bersifat desentif dan cenderung berorientasi hanya pada kehidupan akhirat tadi wajib segera diubah.tujuan pendidikan islam wajib berorientasi kepada klehidupan global serta akhirat sekaligus serta bersumber dalam AL-Qur’an.menurutnya bahwa :

Tujuan pendidikan pada pandangan AL-Qur’an adalah buat membuatkan kemampuan inti insan dengan cara yg sedemikian rupa sebagai akibatnya ilmu pengetahuan yg diperolehnya akan menyatu menggunakan kepribadian kreatifnya (Ibid).

Kedua, beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat wajib segera dihilangkan.untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam tersebut,Rahman menganjurkan agar dilakukan kajian Islam yg menyeluruh secara historis serta sistimatis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam misalnya teologi,aturan,etika,hadis ilmu-ilmu sosial,serta filsafat,dengan berpegang kepada AL-Qur’an menjadi penilai.sebab disiplin ilmu-ilmu Islam yang sudah berkembang pada sejarah itulah yg memberikan kontiunitas pada wujud intelektual serta spiritual rakyat Muslim.sehingga melalui upaya ini diperlukan dapat menghilangkan beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat. 

Ketiga, sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan juga harus dirubah. Sebab menurut Rahmah, ilmu pengetahuan nir terdapat yg galat, yg salah merupakan penggunanya. Ilmu tentang atom misalnya, sudah ditemukan saintis Barat, tetapi sebelum mereka memanfaatkan energi listrik menurut penemuan itu (yg dimaksud memanfaatkan tenaga hasil reaksi inti yang bisa ditransformasikan menjadi tenaga listrik) atau menggunakannya buat hal-hal yg berbguna, mereka membentuk bom atom. Kini pembuatan bom atom masih terus dilakukan bahkan dijadikan menjadi ajang perlombaan. Para saintis lalu menggunakan cemas mencari jalan buat menghentikan pembuatan senjata dahsyat itu. 

Rahman juga menyatakan bahwa di pada Al-Qur’an kata al-ilm (ilmu pengetahuan) digunakan buat semua jenis ilmu pengetahuan. Contohnya, saat Allah mengajarkan bagaimana Daud menciptakan baju perang, itu juga al-’ilm. Bahkan sihir (sihr), sebagaimana yg pernah diajarkan sang Harut serta Marut pada manusia, itu pula merupakan galat satu jenis al-’ilm meskipun buruk pada arti praktek dan pemakaiannya. Sebab banyak yg menyalahgunakan sihir itu buat memisahkan suami menurut istrinya. Begitu juga hal-hal yang memberi wawasan baru pada logika termasul al-’ilm (Rahman, 1992 : 69) .

b. Sistem Pendidikan
Persoalan dualisme dikotomi sistem pendidikan itu sudah melanda semua negara Muslim atau negara yang dominan penduduknya beragama Islam. Bahkan menurut Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, dibagi dua sistem pendidikan itu bukan hanya menyangkut disparitas dalam struktur luarnya saja akan tetapi jua disparitas yang lahir dari pendekatan mereka terhadap tujuan-tujuan pendidikan.

Sistem tradisional kuno dalam Islam didasarkan atas seperangkat nilai-nilai yang asal menurut Al-Qur’an. Di pada Al-Qur’an dinyatakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan yg sesungguhnya adalah membentuk insan yang taat kepada Tuhan serta akan selalu berusaha buat patuh pada perintah-perintah-Nya sebagaimana yang dituliskan dalam kitab suci. Orang semacam ini akan berusaha untuk memahami seluruh kenyataan di dalam serta pada luar khazanah kekuasaan Tuhan. Di lain pihak sistem terbaru, yg tidak secara spesifik mengesampingkan Tuhan, berusaha buat tidak melibatkan-Nya dalam penjelasannya tentang dari-usul alam raya atau kenyataan dengan mana insan selalu berafiliasi setiap harinya.

Di tengah maraknya duduk perkara dikotomi sistem pendidikan Islam tadi, Rahman berupaya buat menawarkan solusinya. Menurutnya buat menghilangkan dikotomi sistem pendidikan Islam tadi adalah menggunakan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh (Ibid). Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi serta nir bisa dipisah-sisihkan (Nafis, 1995 : 251)

Dengan demikian di pada kurikulum maupun silabus pendidikan Islam harus tercakup baik ilmu-ilmu umum misalnya ilmu sosial, ilmu-ilmu alam dan sejarah dunia maupun ilmu-ilmu kepercayaan seperti fiqih, kalam, tafsir, Hadis. 

Menurut irit penyusun, metode integrasi misalnya yang ditawarkan oleh Rahman itulah yg pernah diterapkan dalam masa keemasan Islam. Pada masa itu ilmu dipelajari secara utuh serta seimbang antara ilmu-ilmu yg diperlukan buat mencapai kesejahteraan di dunia (ilmu-ilmu generik) maupun ilmu-ilmu buat mencapai kebahagiaan pada akhirat (ilmu-ilmu agama).

Pendekatan integralistik seperti itu, yang melihat adanya interaksi fungsional antara ilmu-ilmu generik serta ilmu-ilmu kepercayaan , sudah berhasil melahirkan ulama-ulama yang mempunyai pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu serta memiliki pengetahuan luas serta mendalam dalam masa klasik. Ibn Sina contohnya, selain ahli agama, pula seorang psikolog, pakar pada ilmu kedokteran dan sebagainya. Demikian jua dengan Ibn Rusyd, dia di samping menjadi pakar aturan Islam, jua pakar pada bidang matematika, ekamatra, astronomi, akal, filsafat serta ilmu pengobatan (Nata, 1993 : 31)

Adanya ekuilibrium antara ilmu-ilmu generik (dunia) dengan ilmu-ilmu kepercayaan pada suatu kurikulum pendidikan Islam, dari Hasan Langgulung, oada gilirannya akan melahirkan spesialisasi dalam bagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai menggunakan tingkat pendidikan, sesuai menggunakan spesilalisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, pada masjid-masjid dan rumah-tempat tinggal hikmah (universitas-universitas) lalu hari sampai kini (Hutagalung, 1992 : 117-118)

Menurut Rahman bahwa ilmu pengetahuan itu pada prinsipnya merupakan satu yaitu dari berdasarkan Allah SWT.31 Hal ini sesuai degan apa yang dijelaskan pada pada Al-Qur’an. Menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datangnya dari Allah. Sebagian diwahyukan kepada orang yg dipilih-Nya melalui ayat-ayat Qur’aniyah serta sebagian lagi melalui ayat-ayat kauniyah yg diperoleh manusia menggunakan memakai indera, akal serta hatinya. Pengetahuan yg diwahyukan memiliki kebenaran yang absolut sedangkan pengetahuan yg diperoleh, kebenarannya tidak mutlak (Rahman, 1984: 72)

Dari uraian di atas bisa dikatakan bahwa ilmu Allah dapat diketahui dan dipelajari melalui 2 jalur yaitu jalur ayat-ayat Qur’aniyah dan jalur ayat-ayat kauniyah.33 Untuk lebih jelasnya lihat skema di bawah ini :


c. Anak Didik (Peserta Didik) 
Anak didik yang dihadapi sang global pendidikan Islam di negara-negara Islam berkaitan erat dengan belum berhasilnya dibagi dua antara ilmu-ilmu kepercayaan menggunakan ilmu-ilmu generik ditumbangkan di forum-lembaga pendidikan Islam. Belum berhasilnya penghapusan dikotomi antara ilmu-ilmu agama menggunakan ilmu-ilmu generik menyebabkan rendahnya kualitas intelektual murid serta keluarnya pribadi-langsung yang pecah (split personality) menurut kaum Muslim. Misalnya seseorang muslim yang saleh dan taat menjalankan ibadah, pada waktu yg sama dia dapat sebagai pemeras, penindas, koruptor, atau melakukan perbuatan tercela lainnya (Mujib, 1992 : 234). Bahkan yang lebih ironis lagi dibagi dua sistem pendidikan tadi mengakibatkna tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual yg mendalam terhadap Islam dari lembaga-lembaga pendidikan Islam. (Ma’arif, 1991 : 20) Sebagian menurut mereka lebih berperan menjadi pemain-pemain teknis pada perkara-kasus kepercayaan . Sementara ruh kepercayaan itu sendiri jarang sahih digumulinya secara intens dan akrab.

Menurut Rahman, beberapa usaha yang harus dilakukan buat mengatasi perkara tadi pada atas. Pertama, murid harus diberikan pelajaran Al-Qur’an melalui metode-metode yang memungkinkan buku suci bukan hanya dijadikan menjadi sumber pandangan baru moral akan tetapi juga bisa dijadikan menjadi acum tertinggi buat memecahkan perkara-perkara pada kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks dan menantang (Rahman, Loc.cit). Dalam kaitan itu Rahman menunjukkan metode sistematisnya dalam memahami serta menafsirkan Al Qur’an. Metode itu terdiri dari dua gerakan ganda yaitu dari situasi sekarang ke masa Al Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa sekarang. Gerakan pertama memiliki 2 langkah.
  1. Orang harus memahami arti atau makna menurut suatu pernyataan menggunakan mengkaji situasi serta persoalan historis di mana pernyataan AL Qur’an tersebut merupakan jawaban. Sebelum mempelajari ayat-ayat spesifiknya, sutau kajian mengenai mengenai situasi makro pada batasan-batasan rakyat, kepercayaan , norma-istiadat, forum-lembaga serta tentang kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada waktu kehadiran Islam, khususnya di lebih kurang Mekkah harus dilakukan (Rahman, 1979 : 219-224).
  2. Menggenerasikan jawaban-jawaban khusus tadi dan menyatakannya menjadi pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan moral serta sosial generik yg bisa disaring berdasarkan ayat-ayat spesifik pada sinaran latar belakang sosio-historis yang tak jarang dinyatakan. Selama proses ini, perhatian wajib diberikan kepada arah ajaran Al-Qur’an sebagai suatu holistik sehingga setiap arti eksklusif yang difahami, setiap hukum yang dinyatakan serta setiap tujuan yg dirumuskan akan koheren dengan yg lainnya. Al Qur’an menjadi suatu holistik memang menanamkan sikap yg pasti terhadap hidup dan memenuhi suatu pandangan global yg kongkrit (Rahman, 1984 : 6).
Jika dua momen gerakan ganda ini dapat dicapai, menurut Rahman, perintah-perintah Al-Qur’an akan hayati dan efektif kembali (Ibid) Metode penafsiran yg ditawarkan Rahman itulah yang disebutnya sebagai mekanisme ijtihad. Dalam metode tersebut Rahman telah mengasimilasi dan mengkolaborasi secara sistematis pandangan yuridis Maliki serta Syathibi mengenai betapa mendesaknya tahu Al-Qur’an menjadi suatu ajaran yang padu serta kohesif ke pada gerakan pertama berdasarkan metodenya (Taufiq, 1990 : 103) Kedua, menaruh materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis dan keseluruhan. Disiplin ilmu-ilmu Islam itu meliputi: Teologi, hukum etika, ilmu-ilmu sosial serta filsafat (Rahman, op.cit : 20)

d. Pendidik (Mu’allim)
Untuk menerima kualitas pendidik misalnya itu di forum-lembaga pendidikan Islam dewasa ini sangat sulit sekali. Hal ini dibuktikan Rahman, melalui pengamatannya terhadap perkembangan pendidikan Islam pada beberapa negara Islam. Ia melihat bahwa pendidik yang berkualitas dan profesional serta memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu yang sanggup menafsirkan hal-hal yang usang dalam bahasa yang baru sejauh menyangkut substansi dan menjadikan hal-hal yg baru sebagai alat yang bermanfaat buat idealita masih sulit ditemukan dalam masa modern (Rahman, Op.cit. : 139). Masalah kelangkaan energi pendidik seperti ini telah melanda hampir seluruh negara Islam.

Dalam mengatasi kelangkaan tenaga pendidik misalnya itu, Rahman menawarkan beberapa gagasan: Pertama, merekrut serta mempersiapkan murid yang mempunyai bakat-bakat terbaik dan memiliki komitmen yg tinggi terhadap lapangan kepercayaan (Islam). Anak didik misalnya ini wajib dibina serta diberikan bonus yg memadai buat membantu memnuhi keperluannya pada peningkatan karir intelektual mereka (Ibid). Jika hal ini nir segera dilakukan maka upaya buat menciptakan pendidik yang berkualitas nir akan terwujud. Sebab hampir sebagian akbar pelajar yang memasuki lapangan pendidikan agama adalah mereka yg gagal memasuki karir-karir yg lebih basah.

Kedua, mengangkat lulusan mdrasah yang nisbi cerdas atau memilih sarjana-sarjana terkini yang telah memperoleh gelar doktor pada universitas-universitas Barat serta sudah berada di forum-forum keilmuan tinggi sebagai guru besar -pengajar besar bidang studi bahasa Arab, bahasa Persi, dan sejarah Islam. Ketiga, para pendidik wajib dilatih pada sentra-puast studi keislaman di luar negeri khususnya ke Barat (Rahman, Op.cit. : 522). Hal ini pernah direalisasikan Rahman, sewaktu beliau menjabat direktur Institut Pusat Penelitian Islam (Rahman, Op.cit : 123). Atas gagasan Rahman ini, Institut yg dipimpinnya berhasil menerbitkan jurnal terencana ilmiah yang berbobot yaitu Islamic Studies. Melalui jurnal inilah para anggota institut mulai menyumbangkan karya riset nereka yang bermutu, di samping beberapa buku dan suntingan-suntingan menurut naskah-naskah klasik (Rahman, Loc.cit). Kasus institut ini melukiskan sudah lahirnya kesarjanaan yg kreatif dan bertujuan.

Gagasan Rahman itu juga pernah diterapkan di Indonesia melalui pengiriman pendidik atau tenaga pengajar IAIN yg potensial buat melanjutkan studinya ke universitas pada negeri Barat yang memiliki pusat-pusat studi Islam. Awal menurut imbas positif pengiriman pengiriman pendidik ke luar negeri itu memang mulai terasa diantaranya seperti terlaksananya pembaruan sistem, metode dan teknik di bidang pengajaran serta penyempurnaan struktur kelembagaan serta susunan kurikulum.

Keempat, mengangkat beberapa lulusan madrasah yang memiliki pengetahuan bahasa Inggris dan mencoba melatih mereka dalam teknik riset terkini serta kebalikannya menarik para lulusan universitas bidang filsafat serta ilmu-ilmu sosial serta memberi meeka pelajaran bahasa Arab dan disiplin-disiplin Islam klasik misalnya Hadis, serta yiurisprudensi Islam (Ibid.). Di sini tampak Rahman ingin menaruh bekal ilmu pengetahuan secara terpadu baik kepada para lulusan madrasah maupun kepada mereka yg lulusan universitas. Sehingga melalui upayanya ini akan lahir pendidik-pendidik yang kreatif dan memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam.

Kelima, menggiatkan para pendidik buat melahirkan karya-karya keislaman secara kreatif dan mempunyai tujuan. Di samping menlulis karya-karya mengenai sejarah, filsafat, seni, juga wajib mengkonsentrasikannya kembali pada pemikiran Islam (Ibid),. Di samping itu para pendidik juga harus bersunggguh-sungguh dalam mengadakan penelitian serta berusaha untu menerbitkan karyanya tersebut. Bagi mereka yang mempunyai karya yang cantik wajib diberi penghargaan antara lain menggunakan meningkatkan gajinya (Rahman, Loc.cit. : 522)