INDONESIA ADALAH NEGARA KONSTITUSIONAL

Visiunversal---Warga Belajar dan anak didik sekalian, Perjuangan bangsa Indonesia buat mengusir penjajah mempunyai tujuan utuk mendirikan negara yang merdeka bebas menurut tindakan sewenang-wenang yang dilakukan sang penjajah, Para pejuang bangsa bercita-cita membentuk negara yg demokratis nir diktator dan nir absolut tetapi bercita-cita membentuk negara yg memiliki pemerintahan yang dari pada peraturan /aturan atau negara yg konstitusional.

Sistem pemerintahan Indonesia menurut pada konstitusi, tidak bersifat absolut. Pemerintahan konstitusional artinya pemerintahan yang menurut pada konstitusi atau Undang-undang Dasar.

Hal ini berdasarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu :

  1. Pasal 1 ayat 2 berbunyi "Kedaulatan berada ditangan warga serta dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar".
  2. Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar".
Negara konstitusional mempunyai konstitusi yang bercirikan:
Membatasi kekuasaan pemerintah
Menjamin hak asasi manusia dan hak warga negara

Berdasarkan penjesalan tersebut bisa kita simpulkan bahwa Indonesia adalah negara yg demokrasi (kekuasaan di tangan warga ) bukan ditangan pemimpin atau penguasa, para penyelenggara negara hanya menjalankan amanat berdasarkan warga . Para penyelenggara negara yaitu orang-orang yang dipercaya masyarakat menduduki jabatan penting atau anggota berdasarkan forum-lembaga tinggi negara, mereka menjalankan tugas sesuai dengan kehendak rakyat yg dituangkan pada dalam konstitusi.

Demikian tentang kompendium Indonesia merupakan negara konstitusional. Semoga berguna. Terimakasih. 

KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME INDONESIA

Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia 
Konstitusi secara sederhana oleh Brian Thompson bisa diartikan sebagai suatu dokumen yg berisi anggaran-anggaran buat menjalankan suatu organisasi. Organisasi dimaksud bera­gam bentuk dan kompleksitas struktur­nya. Dalam konsep konstitusi itu ter­cakup juga pengertian peraturan tertulis, kebiasaan serta kesepakatan -konvensi ke­negaraan (ketatanegaraan) yg me­nen­tukan susunan dan kedu­dukan organ-organ negara, meng­atur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur interaksi organ-organ negara tadi dengan masyarakat negara.

Dasar keberadaan konstitusi adalah kesepa­katan generik atau persetujuan (consensus) pada antara mayo­ritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan menggunakan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh rakyat masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan serta penggunaan prosedur yang dianggap negara. Kata kunci­nya merupakan mufakat atau general agreement.

Oleh karenanya, ciri serta identitas suatu bangsa sangat menentukan dasar-dasar kebangsaan serta kenegaraan di pada konstitusi. Hal itu dapat ditinjau berdasarkan salah satu konsensus dasar yg termaktub pada konstitusi, yaitu konvensi mengenai tujuan atau impian bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government). Hal itu memiliki konsekuensi bahwa konstitusi selalu dibuat serta berlaku buat suatu negara tertentu. Konstitusi dibuat dari pengalaman serta akar sejarah suatu bangsa, syarat yg sedang dialami, dan impian yang hendak dicapai.

Setiap bangsa serta peradaban mempunyai karakter yang unik. Bahkan setiap bangsa memiliki karakter serta kualitas tersendiri yang secara intrinsik nir terdapat yang bersifat superior satu diantara yang lainnya. Dalam hubungannya menggunakan pembentukan sistem hukum, von Savigny menyatakan bahwa suatu sistem aturan merupakan bagian dari budaya warga . Hukum tidak lahir menurut suatu tindakan bebas (arbitrary act of a legislator), namun dibangun serta bisa ditemukan pada pada jiwa rakyat. Hukum secara hipotetis dapat dikatakan asal menurut norma dan selanjutnya dibentuk melalui suatu aktivitas hukum (juristic activity).

Dengan demikian akar hukum serta ketatanegaraan suatu bangsa yg diatur dalam konstitusi dapat dilacak dari sejarah bangsa itu sendiri. Dalam konteks Indonesia, akar ketatanegaraan Indonesia terkini dapat dilacak berdasarkan Hukum Tata Negara Adat yang pernah berlaku pada kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan yg pernah hayati pada wilayah nusantara. Bahkan aturan rapikan negara tata cara juga masih dapat dijumpai hayati dan berlaku pada lingkup masyarakat hukum istiadat.

Oleh karena itu menilik aturan tata negara norma dibutuhkan sebagai bagian menurut upaya memahami ketatanegaraan Indonesia terkini serta mengenali identitas bangsa Indonesia yg senantiasa tumbuh dan berkembang dalam keberagaman. Selain itu, mempelajari aturan rapikan negara istiadat menggunakan kontekstualisasi terhadap ketatanegaraan Indonesia terkini juga akan mendekatkan konsep-konsep konstitusi terbaru terhadap warga Indonesia, khususnya rakyat hukum tata cara. Dengan demikian konstitusi mempunyai akar dan benar-sahih menjadi bagian berdasarkan sistem hayati warga , dipraktikkan dan berkembang seiring dengan perkembangan warga (the living constitution).

Hukum Tata Negara Adat dalam Pembahasan BPUPK
Proses pembahasan Undang-Undang Dasar 1945 sang BPUPK menampakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 dibuat menggunakan cita-cita serta spirit yang berakar dari semangat bangsa Indonesia yg khas, dan pengalaman ketatanegaraan norma yg sudah dipraktikkan oleh rakyat Indonesia. Hal itu dapat ditinjau dari pidato Soekarno, Soepomo, bahkan Muhammad Yamin. Spirit bangsa Indonesia menurut seluruh golongan yg terdapat diungkapkan sang Soekarno sebagai 5 dasar, yaitu Pancasila. Inilah salah satu bentuk konvensi mengenai filosofi pemerintahan yg dapat disepakati beserta (general acceptance of the same philosophy of government) . Kesepakatan tadi terjadi karena Pancasila memiliki akar dalam masyarakat Indonesia sehingga disetujui sang para pendiri bangsa, sebagaimana dikemukakan pada pidato Soekarno berikut ini.

Kita beserta-sama mentjari philosophische grondslag, mentjari satu “Weltanschauung” jang kita semuanja setudju. Saja katakan lagi setudju! Jang saudara Yamin setudjui, jang Ki Bagoes setudjui, jang Ki Hadjar setudjui, jang saudara Sanoesi setudjui, jang saudara Abikoesno setudjui, jang saudara Lim Koen Jian setudjui, pendeknja kita semua mentjari satu modus.

Soepomo menyatakan bahwa dasar serta susunan negara herbi riwayat aturan (rechtsgeschichte) dan lembaga sosial dari negara itu sendiri. Oleh karenanya pembangunan negara Indonesia harus disesuaikan menggunakan struktur sosial warga Indonesia yg terdapat, misalnya yg disampaikan sang Soepomo dalam kedap BPUPK menjadi berikut.

Sungguh benar, dasar dan bentuk susunan menurut suatu negara itu berafiliasi erat menggunakan riwayat aturan (rechtsgeschichte) dan lembaga sosial (sociale structuur) dari negara itu. Berhubung dengan itu apa jang baik serta adil buat suatu negara, belum tentu baik serta adil buat negara lain, sang karena keadaan nir sama.

Tiap-tiap negara mempunjai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung menggunakan riwajat dan tjorak masjarakatnja. Oleh karena itu, politik Pembangunan Negara Indonesia wajib disesuaikan menggunakan “sociale structuur” masjarakat Indonesia jang njata pada masa sekarang, dan harus diadaptasi dengan panggilan zaman, misalnja tjita-tjita Negara Indonesia dalam lingkungan Asia Timur Raya.

Muhammad Yamin pula menyatakan bahwa yang dapat sebagai dasar negara adalah menurut susunan negara aturan tata cara. Hal itu dikemukakan oleh Yamin berikut adalah.

Dari peradaban rakjat jaman sekarang, dan menurut susunan Negara Hukum norma bagian bawahan, berdasarkan sanalah kita mengumpulkan serta mengumpulkan sari-sara tata negara jang sebetul-betulnja dapat mendjadi dasar negara.

Salah satu wujud hukum rapikan negara norma yg sebagai karakteristik ketatanegaraan Indonesia merupakan prinsip musyawarah. Musyawarah dibutuhkan supaya penyelenggara negara bisa menjalankan tugasnya mewujudkan keadilan sosial sinkron menggunakan cita-cita masyarakat. Musyawarah merupakan forum pengambilan keputusan sekaligus restriksi kekuasaan. Konsep musyawarah sudah dikenal dan dipraktikkan pada ketatanegaraan tata cara di wilayah nusantara. Soepomo menyatakan

Menurut sifat tatanegara Indonesia yang orisinil, jang sampai sekarangpun masih bisa terlihat pada suasana desa baik di Djama, juga di Sumatera dan kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pendjabat negara merupakan pemimpin jang bersatu-djiwa menggunakan rakjat dan para pendjabat negara senantiasa berwadjib memegang teguh persatuan dan keimbangan dalam masjarakatnja.

Kepala desa, atau ketua rakjat berwadjib menjelenggarakan keinsjafan keadilan rakjat, wajib senantiasa memberi bentuk (Gestaltung) pada rasa keadilan serta tjita-tjita rakjat. Oleh karenanya, kepala rakjat “memegang adat” (kata pepatah Minangkabau) senantiasa memperhatikan segala mobilitas-gerik dalam masjarakatnja dan buat maksud itu, senantiasa bermusjawarah menggunakan rakjatnja atau menggunakan ketua-kepala keluarga dalam desanja, agar supaja pertalian bathin antara pemimpin dan rakjat seluruhnja senantiasa terpelihara.

Yamin pula menegaskan bahwa prinsip musyawarah adalah sifat peradaban bangsa Indonesia yg orisinil, bahkan sebelum masuknya Islam. Prinsip musyawarah lah yg menyusun masyarakat dan ketatanegaraan berdasarkan keputusan beserta.

Diantara segala negeri-negeri Islam di global, barangkali bangsa Indonesialah jang sangat mengemukakan dasar permusjawaratan dan memberi tjorak jang istimewa kepada aplikasi permusjawaratan. Keadaan itu bukan kebetulan, melainkan berafiliasi karena dikuatkan sang sifat peradaban yg asli. Sebelum Islam berkembang ditanah Indonesia, maka sedjak zaman purbakala sudah menciptakan susunan desa, susunan masjarakat serta susunan hak tanah jang bersandar kepada keputusan bersama jang boleh dinamai kebulatan beserta atas masjarakat. Dasar kebulatan inilah jang sama tuanja menggunakan susunan desa, negeri, marga dan lain-lain dan mufakat itulah jang menghilangkan dasar perseorangan serta mengakibatkan hayati beserta dalam masjarakat jang teratur dan pada rapikan-negara desa jang dipelihara buat kepentingan beserta dan buat rakjat turun-temurun.

Pemikiran Soekarno, Soepomo, dan Yamin tersebut menampakan pentingnya aturan tata negara adat menjadi akar ketatanegaraan Indonesia merdeka. Oleh karenanya, memahami ketatanegaraan Indonesia tentu akan lebih komprehensif dengan mengetahui serta memahami hukum tata negara istiadat. Bahkan hukum rapikan negara istiadat yg berlaku di pada persekutuan-persekutuan hukum norma dinyatakan oleh Yamin sebagai “kaki susunan negara sebagai bagian bawah”.

Pengakuan terhadap hukum tata negara adat dan warga hukumnya selanjutnya terwujud dalam rumusan Pasal 18 UUD 1945 yg disahkan PPKI dalam 18 Agustus 1945 yang menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah akbar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan pada sistem pemerintahan negara, serta hak-hak berasal-usul dalam daerah-wilayah yg bersifat istimewa. 

Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan menjelaskan bahwa dalam wilayah Indonesia masih ada sekitar 250 zelfbestuurende landchappen serta volksgemeenschappen, yg memiliki susunan orisinil dan bisa dikatakan sebagai daerah istimewa. Negara menghormati kedudukan wilayah-wilayah istimewa tadi dan segala peraturan negara yang mengenai wilayah-daerah itu akan mempertimbangkan hak-hak berasal-usul wilayah yg bersifat istimewa. Hak asal-usul tadi jua meliputi bentuk serta struktur pemerintahan yg diatur dari aturan rapikan negara adat.

UUD 1945 Pasca Perubahan dan Hukum Tata Negara Adat
Walaupun para pendiri bangsa mengakui pentingnya hukum rapikan negara istiadat serta merumuskannya pengakuan terhadap keberadaan warga aturan adat dalam ketentuan UUD 1945 sebelum perubahan dan penjelasannya, namun pada praktiknya hukum tata negara istiadat serta warga aturan norma itu sendiri kurang mendapat perhatian. Sebaliknya, kebijakan yang dikembangkan adalah sentralisasi serta penyeragaman ketatanegaraan pada tingkat daerah. Aspek aturan masyarakat istiadat tersisa adalah aspek keperdataan semata, yang memang nir poly melibatkan kiprah pemerintah. Hal itu bisa ditinjau diantaranya pada UU Nomor lima Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan pada Daerah dan UU Nomor lima Tahun 1979 mengenai Pemerintahan Desa yg menyeragamkan struktur pemerintahan tanpa mempertimbangkan struktur masyarakat yang telah ada terdapat berjalan. Akibtanya, warga harus mengikuti struktur dan norma bermasyarakat yang asing serta mungkin pada beberapa hal kurang sesuai dengan rapikan nilai setempat. Hal itu mengakibatkan ketegangan serta ketidakadilan yg tidak jarang mengarah pada konflik sosial.

Bersamaan menggunakan keluarnya gelombang reformasi, berkembang perlunya pengakuan dan proteksi terhadap masyarakat aturan norma. Oleh karena itu kebijakan mengalami perubahan dari sentralisasi menuju desentralisasi serta pembangunan berbasis pada kearifan lokal menggunakan penghormatan terhadap masyarakat aturan adat, termasuk hukum tata negara adat.

Penegasan pengakuan terhadap warga hukum istiadat serta hukum ketatanegaraan adat dilakukan dengan mengangkat hal-hal yg bersifat normatif pada penjelasan UUD 1945 sebagai bagian menurut pasal-pasal. Hal itu dimaksudkan buat menegaskan dan memperkuat ketentuan tersebut agar dilaksanakan pada praktik kehidupan berbangsa serta bernegara. Ketentuan mengenai pemerintahan daerah yang semula hanya 1 ayat pada 1 pasal, berkembang sebagai tiga pasal yang berisi 11 ayat ketentuan. Terkait menggunakan masyarakat aturan tata cara dan aturan rapikan negara norma diatur dalam Pasal 18B, menjadi berikut.
  1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan wilayah yang bersifat spesifik atau istimewa yang diatur menggunakan undang-undang.
  2. Negara mengakui serta menghormati kesatuan-kesatuan warga aturan norma beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sinkron menggunakan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur pada undang-undang.
Pengakuan dan penghormatan terhadap satuan pemerintahan wilayah yg bersifat spesifik atau istimewa merupakan meliputi pengakuan terhadap berlakunya aturan rapikan negara tata cara sesuai dengan struktur masyarakat setempat. Hal itu meliputi baik aspek struktur pemerintahan wilayah maupun pembentukannya. Masyarakat yang mempunyai struktur yg spesifik serta istimewa tentu tidak bisa dipaksakan menjalankan ketentuan yang kurang sinkron. Hal itu contohnya bisa dipandang dalam kasus pemilihan Gubernur Jogjakarta di mana struktur serta budaya masyarakatnya memiliki kekhususan serta keistimewaan sehingga belum dapat mendapat pemilihan ketua wilayah secara langsung.

Demikian pula halnya dengan pengakuan dan penghormatan kesatuan masyarakat aturan istiadat, tentu dimaksudkan pula mencakup hukum tata negara norma, baik pada taraf desa dan nagari, marga, atau strata yang lebih luas lagi. Tetapi demikian, pengakuan tersebut merupakan terhadap kesatuan rakyat aturan istiadat yg memang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan warga dan prinsip negara kesatuan. Oleh karena itu, nir dalam tempatnya buat memaksanakan aturan rapikan negara istiadat yang sesungguhnya sudah tidak hidup dalam masyarakatnya, buat diberlakukan pulang dalam masyarakat setempat yg telah jauh berbeda struktur dan budayanya.

Adanya ketentuan Pasal 18B UUD 1945 merupakan landasan pluralisme aturan, terutama dalam hal rapikan pemerintahan daerah sesuai dengan aturan rapikan negara norma masing-masing. Di dalam sistem hukum nasional terdapat beberapa sistem aturan yg lebih kecil dan terbatas, yang saling terkait serta tertata pada kesatuan sistem aturan nasional.

Hukum Tata Negara Adat dan Domestikasi UUD 1945
Studi terhadap aturan rapikan negara adat tidak hanya diharapkan pada kaitannya menggunakan penerapan kebiasaan hukum rapikan negara tata cara itu sendiri. Untuk hukum rapikan negara adat yang telah tidak hidup dan tidak berlaku lagi pada masyarakatnya sendiri, tentu nir bisa diberlakukan. Tetapi demikian mengusut aturan tata negara tata cara itu permanen diharapkan buat mendekatkan serta berakibat Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bagian menurut sejarah perkembangan warga . Hal itu berarti menampakan bahwa konsep-konsep dalam UUD 1945 memiliki akar sejarah.

Walaupun dari penerangan para pendiri bangsa bisa diketahui bahwa Undang-Undang Dasar 1945 disusun berdasarkan karakteristik asli masyarakat Indonesia, namun konsep-konsep serta kata-istilah yang digunakan adalah istilah-kata asing yg tidak dikenal rakyat. Pada waktu pembahasan UUD 1945 sang BPUPK misalnya, kata serta konsep yg dipakai lebih banyak berdasarkan Belanda serta Jerman, misalnya philosophische grondslag, weltanschauung, rechtstaats, serta sebagainya. Sedangkan pada perubahan UUD 1945, istilah-istilah yg digunakan jua adalah istilah asing seperti konstitusi itu sendiri, rule of law, separation of power, eksekutif, legislatif, yudikatif, serta sebagainya.

Istilah-kata tadi dipakai adalah buat memudahkan penyampaian atau komunikasi. Sedangkan esensinya sesungguhnya telah bisa ditemukan akarnya dalam hukum tata negara tata cara. Separation of power misalnya, sudah banyak dipraktikkan sang kerajaan-kerajaan pada nusantara dengan memisahkan antara lembaga atau pejabat-pejabat yg menjadi pelaksana pemerintahan (eksekutif), mengadili (hakim), dan yang memberi pertimbangan pembuatan anggaran dan keputusan pada raja, walaupun seluruh forum atau pejabat tersebut kedudukannya berada di bawah raja. Demikian juga dengan konsep supremasi konstitusi, pula dikenal pada hukum tata negara istiadat karena terdapat kerajaan-kerajaan yang memiliki buku-kitab rujukan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan negara. Untuk kesultanan-kesultanan Islam, yg sebagai sumber aturan tertinggi asalah al-Qur’an dan hadist.

Di sisi lain, eksplorasi hukum rapikan negara istiadat jua dibutuhkan buat mengungkapkan konsep-konsep Undang-Undang Dasar 1945 sesuai menggunakan pengetahuan serta medan pengalaman warga Indonesia sebagai akibatnya mudah di pahami dan diterima sang warga Indonesia. Dengan demikian Undang-Undang Dasar 1945 akan sebagai konstitusi yang hidup serta berkembang pada praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (the living constitution).

Oleh karena itu, upaya menilik aturan rapikan negara tata cara memiliki arti yg krusial dalam proses menciptakan konstitusionalisme Indonesia. Hal itu dapat dilakukan menggunakan mempelajari konstitusi-konstitusi pada kerajaan atau kesultanan yang pernah ada pada daerah nusantara. Di Jawa Barat dan Banten misalnya, 2 kesultanan besar yg pernah terdapat adalah Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Kesultanan Cirebon berdiri dalam awal abad ke-16 di bawah pemerintahan Sunan Gunung Djati. Kesultanan ini berdiri hampir dua abad, yaitu hingga tahun 1697 dengan Sultan terakhir adalah Panembahan Sepuh. 

Sedangkan Kesultanan Banten terbentuk berdasarkan Kerajaan Panten yg sudah terdapat dari tahun 1330 yg semula berada pada bawah kekuasaan Majapahit. Lantaran pengaruh pedagang Islam yang berdatangan di Banten, berdirilah Kesultanan Islam Banten dalam tahun 1552 dengan Sultan pertamanya merupakan Sultan Maulana Panembahan Surasowan. Kesultanan Banten berjalan efektif sampai tahun 1820 ketika meninggalnya Sultan terakhir, Muhammad Rafi’uddin.

KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME INDONESIA

Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia 
Konstitusi secara sederhana sang Brian Thompson bisa diartikan menjadi suatu dokumen yang berisi anggaran-aturan buat menjalankan suatu organisasi. Organisasi dimaksud bera­gam bentuk dan kompleksitas struktur­nya. Dalam konsep konstitusi itu ter­cakup pula pengertian peraturan tertulis, norma serta konvensi-konvensi ke­negaraan (ketatanegaraan) yg me­nen­tukan susunan dan kedu­dukan organ-organ negara, meng­atur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur interaksi organ-organ negara tadi dengan rakyat negara.

Dasar eksistensi konstitusi merupakan kesepa­katan umum atau persetujuan (consensus) pada antara mayo­ritas rakyat mengenai bangunan yg diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diharapkan sang warga warga politik agar kepentingan mereka bersama bisa dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan prosedur yg dianggap negara. Kata kunci­nya merupakan konsensus atau general agreement.

Oleh karenanya, ciri dan identitas suatu bangsa sangat menentukan dasar-dasar kebangsaan serta kenegaraan di dalam konstitusi. Hal itu dapat dipandang dari salah satu mufakat dasar yang termaktub pada konstitusi, yaitu konvensi mengenai tujuan atau impian bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government). Hal itu memiliki konsekuensi bahwa konstitusi selalu dibentuk serta berlaku untuk suatu negara eksklusif. Konstitusi dibentuk berdasarkan pengalaman dan akar sejarah suatu bangsa, kondisi yang sedang dialami, serta hasrat yg hendak dicapai.

Setiap bangsa dan peradaban memiliki karakter yg unik. Bahkan setiap bangsa memiliki karakter serta kualitas tersendiri yg secara intrinsik nir terdapat yg bersifat superior satu diantara yg lainnya. Dalam hubungannya menggunakan pembentukan sistem aturan, von Savigny menyatakan bahwa suatu sistem aturan adalah bagian menurut budaya rakyat. Hukum nir lahir dari suatu tindakan bebas (arbitrary act of a legislator), namun dibangun dan dapat ditemukan di pada jiwa warga . Hukum secara hipotetis dapat dikatakan berasal berdasarkan norma dan selanjutnya dibentuk melalui suatu aktivitas aturan (juristic activity).

Dengan demikian akar aturan dan ketatanegaraan suatu bangsa yg diatur pada konstitusi dapat dilacak berdasarkan sejarah bangsa itu sendiri. Dalam konteks Indonesia, akar ketatanegaraan Indonesia terbaru dapat dilacak berdasarkan Hukum Tata Negara Adat yg pernah berlaku pada kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan yg pernah hayati pada daerah nusantara. Bahkan aturan rapikan negara adat jua masih bisa dijumpai hayati dan berlaku pada lingkup warga aturan istiadat.

Oleh karena itu mengusut aturan rapikan negara norma diharapkan menjadi bagian menurut upaya memahami ketatanegaraan Indonesia terkini serta mengenali identitas bangsa Indonesia yg senantiasa tumbuh dan berkembang pada keberagaman. Selain itu, menilik hukum rapikan negara tata cara menggunakan kontekstualisasi terhadap ketatanegaraan Indonesia modern jua akan mendekatkan konsep-konsep konstitusi terkini terhadap masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat aturan tata cara. Dengan demikian konstitusi memiliki akar dan sahih-benar menjadi bagian berdasarkan sistem hidup rakyat, dipraktikkan serta berkembang seiring menggunakan perkembangan rakyat (the living constitution).

Hukum Tata Negara Adat dalam Pembahasan BPUPK
Proses pembahasan UUD 1945 oleh BPUPK memperlihatkan bahwa UUD 1945 dibentuk menggunakan harapan dan spirit yang berakar menurut semangat bangsa Indonesia yang khas, dan pengalaman ketatanegaraan tata cara yang sudah dipraktikkan sang rakyat Indonesia. Hal itu dapat ditinjau dari pidato Soekarno, Soepomo, bahkan Muhammad Yamin. Spirit bangsa Indonesia menurut semua golongan yang terdapat diungkapkan sang Soekarno sebagai 5 dasar, yaitu Pancasila. Inilah keliru satu bentuk kesepakatan mengenai filosofi pemerintahan yg dapat disepakati beserta (general acceptance of the same philosophy of government) . Kesepakatan tadi terjadi lantaran Pancasila memiliki akar dalam masyarakat Indonesia sehingga disetujui oleh para pendiri bangsa, sebagaimana dikemukakan dalam pidato Soekarno berikut ini.

Kita beserta-sama mentjari philosophische grondslag, mentjari satu “Weltanschauung” jang kita semuanja setudju. Saja katakan lagi setudju! Jang saudara Yamin setudjui, jang Ki Bagoes setudjui, jang Ki Hadjar setudjui, jang saudara Sanoesi setudjui, jang saudara Abikoesno setudjui, jang saudara Lim Koen Jian setudjui, pendeknja kita semua mentjari satu modus.

Soepomo menyatakan bahwa dasar dan susunan negara berhubungan dengan riwayat aturan (rechtsgeschichte) serta lembaga sosial menurut negara itu sendiri. Oleh karenanya pembangunan negara Indonesia wajib diadaptasi menggunakan struktur sosial masyarakat Indonesia yang terdapat, seperti yg disampaikan oleh Soepomo pada rapat BPUPK sebagai berikut.

Sungguh sahih, dasar dan bentuk susunan berdasarkan suatu negara itu berhubungan erat menggunakan riwayat aturan (rechtsgeschichte) serta forum sosial (sociale structuur) berdasarkan negara itu. Berhubung menggunakan itu apa jang baik serta adil buat suatu negara, belum tentu baik serta adil buat negara lain, oleh lantaran keadaan tidak sama.

Tiap-tiap negara mempunjai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung dengan riwajat dan tjorak masjarakatnja. Oleh karenanya, politik Pembangunan Negara Indonesia wajib disesuaikan dengan “sociale structuur” masjarakat Indonesia jang njata dalam masa sekarang, dan wajib diubahsuaikan menggunakan panggilan zaman, misalnja tjita-tjita Negara Indonesia pada lingkungan Asia Timur Raya.

Muhammad Yamin pula menyatakan bahwa yg bisa menjadi dasar negara adalah menurut susunan negara hukum tata cara. Hal itu dikemukakan oleh Yamin berikut adalah.

Dari peradaban rakjat jaman kini , serta menurut susunan Negara Hukum tata cara bagian bawahan, berdasarkan sanalah kita mengumpulkan serta mengumpulkan sari-sara rapikan negara jang sebetul-betulnja bisa mendjadi dasar negara.

Salah satu wujud hukum rapikan negara norma yang sebagai ciri ketatanegaraan Indonesia merupakan prinsip musyawarah. Musyawarah dibutuhkan agar penyelenggara negara bisa menjalankan tugasnya mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan impian warga . Musyawarah adalah lembaga pengambilan keputusan sekaligus pembatasan kekuasaan. Konsep musyawarah telah dikenal serta dipraktikkan dalam ketatanegaraan norma di wilayah nusantara. Soepomo menyatakan

Menurut sifat tatanegara Indonesia yang orisinil, jang hingga sekarangpun masih dapat terlihat dalam suasana desa baik pada Djama, juga di Sumatera serta kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pendjabat negara merupakan pemimpin jang bersatu-djiwa dengan rakjat serta para pendjabat negara senantiasa berwadjib memegang teguh persatuan dan keimbangan pada masjarakatnja.

Kepala desa, atau ketua rakjat berwadjib menjelenggarakan keinsjafan keadilan rakjat, wajib senantiasa memberi bentuk (Gestaltung) pada rasa keadilan dan tjita-tjita rakjat. Oleh karenanya, ketua rakjat “memegang adat” (istilah pepatah Minangkabau) senantiasa memperhatikan segala mobilitas-gerik pada masjarakatnja serta buat maksud itu, senantiasa bermusjawarah menggunakan rakjatnja atau dengan ketua-ketua famili dalam desanja, supaya supaja pertalian bathin antara pemimpin serta rakjat seluruhnja senantiasa terpelihara.

Yamin jua menegaskan bahwa prinsip musyawarah adalah sifat peradaban bangsa Indonesia yg asli, bahkan sebelum masuknya Islam. Prinsip musyawarah lah yang menyusun warga serta ketatanegaraan berdasarkan keputusan bersama.

Diantara segala negeri-negeri Islam pada dunia, barangkali bangsa Indonesialah jang sangat mengemukakan dasar permusjawaratan serta memberi tjorak jang istimewa kepada aplikasi permusjawaratan. Keadaan itu bukan kebetulan, melainkan bekerjasama lantaran dikuatkan sang sifat peradaban yg asli. Sebelum Islam berkembang ditanah Indonesia, maka sedjak zaman purbakala telah membangun susunan desa, susunan masjarakat serta susunan hak tanah jang bersandar pada keputusan bersama jang boleh dinamai kebulatan beserta atas masjarakat. Dasar kebulatan inilah jang sama tuanja dengan susunan desa, negeri, marga dan lain-lain dan mufakat itulah jang menghilangkan dasar perseorangan serta mengakibatkan hayati bersama dalam masjarakat jang teratur dan pada rapikan-negara desa jang dipelihara buat kepentingan bersama dan buat rakjat turun-temurun.

Pemikiran Soekarno, Soepomo, serta Yamin tersebut memperlihatkan pentingnya aturan rapikan negara istiadat sebagai akar ketatanegaraan Indonesia merdeka. Oleh karenanya, tahu ketatanegaraan Indonesia tentu akan lebih komprehensif menggunakan mengetahui dan memahami hukum tata negara tata cara. Bahkan hukum tata negara tata cara yang berlaku di pada komplotan-persekutuan aturan tata cara dinyatakan oleh Yamin menjadi “kaki susunan negara menjadi bagian bawah”.

Pengakuan terhadap aturan tata negara tata cara serta masyarakat hukumnya selanjutnya terwujud dalam rumusan Pasal 18 UUD 1945 yg disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 yang menyatakan bahwa pembagian wilayah Indonesia atas daerah besar serta mini , menggunakan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, menggunakan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan pada sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul pada daerah-wilayah yg bersifat istimewa. 

Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan mengungkapkan bahwa pada wilayah Indonesia terdapat kurang lebih 250 zelfbestuurende landchappen dan volksgemeenschappen, yg mempunyai susunan asli serta bisa dikatakan menjadi wilayah istimewa. Negara menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut serta segala peraturan negara yang mengenai wilayah-wilayah itu akan mempertimbangkan hak-hak dari-usul daerah yang bersifat istimewa. Hak berasal-usul tadi jua meliputi bentuk dan struktur pemerintahan yg diatur berdasarkan aturan tata negara istiadat.

UUD 1945 Pasca Perubahan dan Hukum Tata Negara Adat
Walaupun para pendiri bangsa mengakui pentingnya aturan rapikan negara istiadat dan merumuskannya pengakuan terhadap eksistensi rakyat aturan adat dalam ketentuan UUD 1945 sebelum perubahan dan penjelasannya, namun pada praktiknya aturan tata negara tata cara serta warga aturan istiadat itu sendiri kurang menerima perhatian. Sebaliknya, kebijakan yang dikembangkan merupakan sentralisasi dan penyeragaman ketatanegaraan pada tingkat daerah. Aspek aturan warga tata cara tersisa merupakan aspek keperdataan semata, yg memang nir banyak melibatkan peran pemerintah. Hal itu dapat ditinjau diantaranya dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 mengenai Pokok-Pokok Pemerintahan pada Daerah dan UU Nomor lima Tahun 1979 mengenai Pemerintahan Desa yg menyeragamkan struktur pemerintahan tanpa mempertimbangkan struktur warga yg sudah terdapat terdapat berjalan. Akibtanya, rakyat harus mengikuti struktur dan kebiasaan bermasyarakat yg asing dan mungkin dalam beberapa hal kurang sinkron dengan rapikan nilai setempat. Hal itu menyebabkan ketegangan dan ketidakadilan yg nir jarang menunjuk pada perseteruan sosial.

Bersamaan dengan keluarnya gelombang reformasi, berkembang perlunya pengakuan serta perlindungan terhadap rakyat hukum adat. Oleh karenanya kebijakan mengalami perubahan menurut sentralisasi menuju desentralisasi serta pembangunan berbasis dalam kearifan lokal dengan penghormatan terhadap warga aturan tata cara, termasuk hukum tata negara istiadat.

Penegasan pengakuan terhadap masyarakat hukum norma serta hukum ketatanegaraan adat dilakukan menggunakan mengangkat hal-hal yg bersifat normatif pada penjelasan UUD 1945 sebagai bagian menurut pasal-pasal. Hal itu dimaksudkan untuk menegaskan serta memperkuat ketentuan tadi agar dilaksanakan pada praktik kehidupan berbangsa serta bernegara. Ketentuan mengenai pemerintahan wilayah yg semula hanya 1 ayat dalam 1 pasal, berkembang sebagai tiga pasal yg berisi 11 ayat ketentuan. Terkait dengan rakyat hukum adat dan aturan tata negara norma diatur dalam Pasal 18B, sebagai berikut.
  1. Negara mengakui serta menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat spesifik atau istimewa yang diatur dengan undang-undang.
  2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan warga aturan adat bersama hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan rakyat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yg diatur dalam undang-undang.
Pengakuan serta penghormatan terhadap satuan pemerintahan wilayah yg bersifat spesifik atau istimewa adalah mencakup pengakuan terhadap berlakunya hukum tata negara istiadat sinkron menggunakan struktur warga setempat. Hal itu meliputi baik aspek struktur pemerintahan daerah juga pembentukannya. Masyarakat yg mempunyai struktur yg khusus dan istimewa tentu nir dapat dipaksakan menjalankan ketentuan yg kurang sesuai. Hal itu misalnya dapat dilihat dalam masalah pemilihan Gubernur Jogjakarta pada mana struktur dan budaya masyarakatnya memiliki kekhususan dan keistimewaan sebagai akibatnya belum bisa mendapat pemilihan kepala wilayah secara langsung.

Demikian juga halnya menggunakan pengakuan dan penghormatan kesatuan rakyat hukum tata cara, tentu dimaksudkan jua meliputi aturan tata negara adat, baik pada tingkat desa serta nagari, marga, atau strata yang lebih luas lagi. Namun demikian, pengakuan tersebut merupakan terhadap kesatuan warga hukum norma yg memang masih hayati serta sinkron dengan perkembangan warga dan prinsip negara kesatuan. Oleh karena itu, nir dalam tempatnya buat memaksanakan aturan tata negara norma yang sesungguhnya sudah tidak hidup dalam masyarakatnya, buat diberlakukan pulang pada rakyat setempat yang sudah jauh tidak sinkron struktur serta budayanya.

Adanya ketentuan Pasal 18B UUD 1945 merupakan landasan pluralisme hukum, terutama dalam hal rapikan pemerintahan daerah sesuai menggunakan hukum tata negara tata cara masing-masing. Di pada sistem hukum nasional masih ada beberapa sistem aturan yg lebih kecil serta terbatas, yang saling terkait dan tertata pada kesatuan sistem aturan nasional.

Hukum Tata Negara Adat dan Domestikasi Undang-Undang Dasar 1945
Studi terhadap aturan tata negara tata cara nir hanya diharapkan dalam kaitannya menggunakan penerapan kebiasaan hukum tata negara tata cara itu sendiri. Untuk hukum rapikan negara adat yg telah tidak hidup dan nir berlaku lagi dalam masyarakatnya sendiri, tentu nir bisa diberlakukan. Tetapi demikian mempelajari hukum tata negara tata cara itu tetap diharapkan buat mendekatkan serta menjadikan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi bagian menurut sejarah perkembangan rakyat. Hal itu berarti memberitahuakn bahwa konsep-konsep dalam Undang-Undang Dasar 1945 memiliki akar sejarah.

Walaupun berdasarkan penerangan para pendiri bangsa dapat diketahui bahwa Undang-Undang Dasar 1945 disusun menurut ciri orisinil rakyat Indonesia, tetapi konsep-konsep dan istilah-kata yg dipakai adalah istilah-kata asing yg nir dikenal masyarakat. Pada ketika pembahasan Undang-Undang Dasar 1945 oleh BPUPK contohnya, kata dan konsep yg digunakan lebih poly dari Belanda serta Jerman, contohnya philosophische grondslag, weltanschauung, rechtstaats, serta sebagainya. Sedangkan pada perubahan UUD 1945, kata-istilah yg dipakai jua adalah kata asing misalnya konstitusi itu sendiri, rule of law, separation of power, eksekutif, legislatif, yudikatif, dan sebagainya.

Istilah-istilah tadi dipakai adalah buat memudahkan penyampaian atau komunikasi. Sedangkan esensinya sesungguhnya telah bisa ditemukan akarnya pada hukum tata negara adat. Separation of power misalnya, telah poly dipraktikkan sang kerajaan-kerajaan di nusantara menggunakan memisahkan antara lembaga atau pejabat-pejabat yang sebagai pelaksana pemerintahan (eksekutif), mengadili (hakim), dan yg memberi pertimbangan pembuatan aturan dan keputusan kepada raja, walaupun semua lembaga atau pejabat tersebut kedudukannya berada di bawah raja. Demikian jua menggunakan konsep supremasi konstitusi, pula dikenal pada aturan tata negara tata cara lantaran masih ada kerajaan-kerajaan yang mempunyai buku-kitab acum menjadi pedoman dalam penyelenggaraan negara. Untuk kesultanan-kesultanan Islam, yg menjadi asal aturan tertinggi asalah al-Qur’an serta hadist.

Di sisi lain, eksplorasi aturan rapikan negara istiadat jua diharapkan untuk membicarakan konsep-konsep Undang-Undang Dasar 1945 sinkron dengan pengetahuan serta medan pengalaman rakyat Indonesia sehingga mudah pada pahami dan diterima oleh warga Indonesia. Dengan demikian Undang-Undang Dasar 1945 akan menjadi konstitusi yg hidup dan berkembang pada praktik kehidupan berbangsa serta bernegara (the living constitution).

Oleh karena itu, upaya memeriksa hukum rapikan negara norma mempunyai arti yg penting pada proses membentuk konstitusionalisme Indonesia. Hal itu bisa dilakukan menggunakan mempelajari konstitusi-konstitusi pada kerajaan atau kesultanan yang pernah ada pada wilayah nusantara. Di Jawa Barat dan Banten contohnya, dua kesultanan besar yang pernah terdapat adalah Kesultanan Cirebon serta Kesultanan Banten. Kesultanan Cirebon berdiri dalam awal abad ke-16 di bawah pemerintahan Sunan Gunung Djati. Kesultanan ini berdiri hampir 2 abad, yaitu hingga tahun 1697 dengan Sultan terakhir adalah Panembahan Sepuh. 

Sedangkan Kesultanan Banten terbentuk menurut Kerajaan Panten yang sudah terdapat dari tahun 1330 yang semula berada pada bawah kekuasaan Majapahit. Lantaran impak pedagang Islam yang berdatangan pada Banten, berdirilah Kesultanan Islam Banten dalam tahun 1552 dengan Sultan pertamanya merupakan Sultan Maulana Panembahan Surasowan. Kesultanan Banten berjalan efektif hingga tahun 1820 waktu meninggalnya Sultan terakhir, Muhammad Rafi’uddin.

CONTOH SOAL CERDAS CERMAT UUD 1945 DAN KETETAPAN MPR RI

SOAL REBUTAN CERDAS CERMAT UUD 1945 DAN KETETAPAN MPR RI
1. Negara Indonesia merupakan Negara kesatuan yg berbentuk republik, yang pemerintahannya dipimpin sang seseorang presiden, Pasal, dan Ayat berapa pada Undang-Undang Dasar menjelaskan hal tersebut? ..jawaban: Pasal 1 ayat 1
2. Setelah perubahan, Undang-Undang Dasar terdiri atas Pembukaan dan Pasal-Pasal. Jumlah Bab, Pasal, serta Ayat pada UUD sesudah diubah merupakan… Jawab: 21 Bab, 73 Pasal, serta 170 Ayat


3. Yang dimaksud menggunakan equality before the law adalah Semua rakyat negara bersamaan kedudukannya pada dalam hukum. Sedangkan yg dimaksud kata due process of law merupakan… Jawab: Penegakan hukum dengan cara yang nir bertentangan dengan aturan
4. Bentuk Pemerintahan Indonesia adalah Republik, sedangkan sistem pemerintahannya adalah… Jawab: Presidensiil.
5. Rumusan Pasal 2 ayat (tiga) Undang-Undang Dasar merupakan… Jawab: Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan menggunakan suara yg terbanyak.
6. Setelah perubahan UUD, MPR berwenang mengeluarkan Ketetapan MPR yang bersifat… Jawab: penetapan (beschikking)
7. Yang berhak mengusulkan pasangan calon Presiden serta wapres dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden adalah… Jawab: Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilihan generik.
9. Kuorum rapat Dewan Perwakilan Rakyat buat mengajukan usul pemberhentian Presiden serta/atau wapres adalah dihadiri oleh sekurang-kurangnya… Jawab: 2/tiga menurut jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
10. Rumusan Pasal 7C UUD adalah… Jawab: Presiden tidak dapat membekukan serta/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
11. Untuk menjalankan undang-undang, Presiden menetapkan… Jawab: Peraturan Pemerintah.
12. Presiden memberi grasi serta rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Sedangkan pada memberi amnesti dan abolisi Presiden memperhatikan pertimbangan… Jawab: Dewan Perwakilan Rakyat.
13. DPR mempunyai hak hak bertanya, hak angket, serta hak menyatakan pendapat. Hak interpelasi adalah… Jawab: Adalah hak DPR buat meminta keterangan pada Pemerintah tentang kebijakan Pemerintah yang krusial dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat serta bernegara.
14. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yg berkaitan menggunakan… Jawab: otonomi wilayah; hubungan pusat serta daerah; pembentukan, pemekaran, serta penggabungan daerah; pengelolaan asal daya alam serta asal daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
16. Pembukaan Undang-Undang Dasar terdiri menurut empat alinea. Rumusan Alinea pertama adalah… Jawab: Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa serta oleh sebab itu, maka penjajahan pada atas global harus dihapuskan, lantaran tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
17. Bentuk Pemerintahan Indonesia adalah Republik, sedangkan bentuk negaranya adalah… Jawab: Kesatuan.
18. Rumusan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar adalah… Jawab: Negara Indonesia merupakan negara hukum.
20. Wewenang MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUD adalah… Jawab: Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengganti dan tetapkan Undang-Undang Dasar.
21. Rumusan Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar adalah… Jawab: Presiden dan wapres dipilih pada satu pasangan secara langsung oleh warga .
23. Syarat terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden buat dilantik sebagai Presiden serta Wakil Presiden merupakan… Jawab: menerima suara lebih dari 50 persen menggunakan sedikitnya 20 persen bunyi di setiap provinsi yang tersebar pada lebih berdasarkan 1/2 jumlah provinsi di Indonesia.
25. Dalam hal menyatakan perang, menciptakan perdamaian dan perjanjian menggunakan negara lain, Presiden wajib menerima persetujuan berdasarkan… Jawab: Dewan Perwakilan Rakyat.
26. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Sedangkan pada memberi grasi serta rehabilitasi Presiden memperhatikan pertimbangan… Jawab: Mahkamah Agung.
27. Dasar aturan peninjauan terhadap materi serta status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR adalah… Jawab: Pasal I Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
28. Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar, yg memegang kekuasaan menciptakan undang-undang merupakan Presiden. Sedangkan selesainya perubahan UUD adalah… Jawab: Dewan Perwakilan Rakyat.
31. Pembukaan Undang-Undang Dasar terdiri menurut empat alinea. Rumusan Alinea Ketiga merupakan… Jawab: Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan menggunakan didorongkan sang cita-cita luhur, agar berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan menggunakan ini kemerdekaannya.
32. Yang dimaksud menggunakan due process of law merupakan Penegakan aturan menggunakan cara yang tidak bertentangan menggunakan hukum. Sedangkan yg dimaksud istilah equality before the law merupakan… Jawab: Semua warga negara bersamaan kedudukannya pada pada hukum
34. Yang berwenang mengesahkan undang-undang adalah… Jawab: Presiden
35. Yang dimaksud dengan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan… Jawab: produk hukum Majelis Permusyawaratan Rakyat yg terdiri atas perubahan serta penetapan Undang-Undang Dasar, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
37. MPR berwenang menentukan Presiden dan/atau wapres jika… Jawab: Terjadi kekosongan jabatan Presiden serta/atau wapres, baik lantaran mati, berhenti, atau diberhentikan.
38. Rumusan Pasal 7 UUD merupakan… Jawab: Presiden serta wapres memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya bisa dipilih balik dalam jabatan yg sama, hanya buat satu kali masa jabatan.
39. Rumusan Pasal 10 UUD merupakan… Jawab: Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut serta Angkatan Udara.
40. Substansi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/Majelis Permusyawaratan Rakyat/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, serta Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah pada Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah…
Jawab: Penyelenggaraan otonomi daerah dengan menaruh kewenangan yg luas, konkret serta bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan menggunakan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yg berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
41. Rumusan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Dasar merupakan… Jawab: Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
42. Jika rancangan undang-undang itu nir menerima persetujuan beserta, maka rancangan undang-undang itu… Jawab: Tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
43. Rumusan Pasal 23B Undang-Undang Dasar merupakan… Jawab: Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
45. Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar, yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD merupakan… Jawab: MPR.
46. Dasar hukum perubahan UUD merupakan… Jawab: Pasal tiga ayat (1) serta Pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
48. Salah satu tujuan perubahan UUD adalah membentuk sistem checks and balances. Yang dimaksud dengan sistem Checks and Balances dalam hubungan antar lembaga negara merupakan… Jawab: Prinsip saling mengawasi serta saling mengimbangi antar forum negara
51. Perubahan serta penetapan Undang-Undang Dasar adalah putusan Majelis yang memiliki ciri-ciri… Jawab: memiliki kekuatan hukum menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, serta nir menggunakan nomor putusan Majelis.
52. Rumusan Pasal tiga ayat (2) UUD adalah… Jawab: MPR melantik Presiden serta/atau wapres.
53. Rumusan Pasal 4 ayat (dua) Undang-Undang Dasar adalah… Jawab: Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
55. Sebelum dilakukan perubahan, Rumusan Pasal 7 Undang-Undang Dasar adalah… Jawab: Presiden serta wapres memegang jabatannya selama masa 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih pulang.
56. Masa jabatan Presiden serta wakil presiden yang menggantikan presiden serta wapres yang berhalangan permanen merupakan… Jawab: Sampai berakhir masa jabatan Presiden serta Wakil Presiden yg digantikannya.
57. Rumusan Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar adalah… Jawab: Setiap menteri membidangi urusan tertentu pada pemerintahan.
58. DPR memiliki hak hak bertanya, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak angket merupakan… Jawab: Adalah hak DPR buat melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah yg krusial dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat serta bernegara yang diduga bertentangan menggunakan peraturan perundang-undangan.
59. Lembaga Negara yg berhak mengajukan rancangan undang-undang aturan pendapatan dan belanja negara merupakan… Jawab: Presiden.
61. Salah satu konvensi dasar pada perubahan UUD adalah dengan cara adendum. Yang dimaksud menggunakan cara ‘adendum’ merupakan… Jawab: Naskah orisinil Undang-Undang Dasar 1945 dipertahankan, serta naskah perubahan baru dilekatkan pada naskah orisinil.
62. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia angka… Jawab: Lembaran Negara Nomor 12 tahun 2006
64. Bentuk negara Indonesia merupakan kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya merupakan… Jawab: Republik.
65. Rumusan Pasal 2 ayat (2) UUD merupakan… Jawab: MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibukota negara.
66. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah… Jawab: putusan MPR yg memiliki kekuatan hukum mengikat ke pada dan ke luar Majelis serta memakai angka putusan Majelis.
67. Rumusan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar merupakan… Jawab: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD.
68. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan pada masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR sehabis terlebih dahulu terdapat putusan menurut… Jawab: Mahkamah Konstitusi
70. Jika Presiden serta wapres tewas, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan merupakan… Jawab: Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
71. Pemerintahan wilayah Provinsi, wilayah Kabupaten dan Kota mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dari asas… Jawab: otonomi serta tugas pembantuan.
73. Setiap anggota DPR memiliki hak mengajukan pertanyaan, membicarakan usul serta pendapat serta hak imunitas. Hak mengajukan pertanyaan merupakan… Jawab: Hak anggota DPR untuk menyampaikan pertanyaan baik mulut maupun tertulis kepada pemerintah bertalian menggunakan tugas serta kewenangan DPR.
74. Pemilihan generik diselenggarakan setiap lima tahun buat memilih… Jawab: anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden serta Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
76. Sebelum perubahan, UUD terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Jumlah Bab, Pasal, serta Ayat pada UUD sebelum diubah merupakan… Jawab: 16 Bab, 37 Pasal, dan 49 Ayat.
77. Perubahan Keempat UUD ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia angka… Jawab: Lembaran Negara Nomor 14 tahun 2006
79. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) ) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR terdiri berdasarkan… Jawab: Anggota DPR dan Anggota DPD.
80. Rumusan Pasal tiga ayat (3) UUD adalah… Jawab: Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau wapres pada masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
82. Rumusan Pasal lima ayat (2) Undang-Undang Dasar merupakan… Jawab: Presiden memutuskan peraturan pemerintah buat menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya
83. Ketetapan MPR adalah putusan MPR yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam serta ke luar Majelis serta menggunakan nomor putusan Majelis, sedangkan Keputusan MPR adalah… Jawab: putusan MPR yang mempunyai kekuatan aturan mengikat ke pada Majelis serta menggunakan angka putusan Majelis.
84. Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau wapres sudah melakukan pelanggaran hukum ataupun sudah nir lagi memenuhi syarat menjadi Presiden serta/atau wapres adalah dalam rangka aplikasi fungsi… Jawab: Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
86. Dalam hal terjadi kekosongan wapres, Presiden mengusulkan dua calon Wakil Presiden yg dari berdasarkan… Jawab: Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yg mengusulkan pasangan Calon Presiden serta Wakil Presiden yg bersangkutan pada ketika pemilu sebelumnya.
87. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan dari… Jawab: Dewan Perwakilan Rakyat.
88. Setiap rancangan undang-undang yang dibahas wajib menerima persetujuan bersama menurut… Jawab: Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
89. Sesuai menggunakan ketentuan Undang-Undang Dasar, asas penyelenggaraan pemilihan generik merupakan… Jawab: Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, misteri, amanah, serta adil.
91. Pembukaan UUD terdiri menurut empat alinea. Rumusan Alinea Ketiga merupakan… Jawab: Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh harapan luhur, agar berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka masyarakat Indonesia menyatakan menggunakan ini kemerdekaannya.
92. Sebelum diubah, Undang-Undang Dasar dimuat pada Lembaran Negara Republik Indonesia angka… Jawab: Lembaran Negara Nomor
75 tahun 1959.
93. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia nomor … Jawab: Lembaran Negara Nomor 13 tahun 2006
94. Perubahan serta penetapan Undang-Undang Dasar adalah putusan Majelis yg mempunyai ciri-karakteristik… Jawab: memiliki kekuatan hukum menjadi UUD Negara Republik Indonesia, serta nir memakai nomor putusan Majelis.
96. Salah satu kesepakatan dasar pada perubahan UUD adalah menggunakan cara adendum. Yang dimaksud dengan cara ‘adendum’ merupakan… Jawab: Naskah orisinil Undang-Undang Dasar 1945 dipertahankan, serta naskah perubahan baru dilekatkan dalam naskah orisinil.
97. Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar, Anggaran pendapatan dan belanja negara menjadi wujud berdasarkan pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara… Jawab: terbuka dan bertanggung jawab buat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
98. Syarat buat menjadi Hakim Agung adalah… Jawab: wajib memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, serta berpengalaman pada bidang aturan.
101. Rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar adalah… Jawab: Negara Indonesia artinya Negara Kesatuan yg berbentuk Republik.
102. Rumusan Pasal tiga ayat (3) UUD merupakan… Jawab: MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya berdasarkan Undang-Undang Dasar.
103. Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan menggunakan dukungan sekurang-kurangnya… Jawab: dua/tiga berdasarkan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yg dihadiri sekurang-kurangnya dua/3 dari jumlah anggota.
106. Jika Presiden dan wapres mangkat , berhenti, diberhentikan, atau tidak bisa melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, selambat-lambatnya pada waktu berapa harikah MPR menyelenggarakan sidang buat menentukan Presiden serta wapres… Jawab: Selambat-lambatnya 3 puluh hari.
107. Rumusan Pasal 22C ayat (dua) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah… Jawab: Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih berdasarkan 1/3 jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
108. Rumusan Pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah… Jawab: Negara mengakui serta menghormati kesatuan-kesatuan warga hukum istiadat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
110. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan putusan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam serta ke luar Majelis serta memakai nomor putusan Majelis, sedangkan Keputusan MPR adalah… Jawab: putusan MPR yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke pada Majelis dan menggunakan nomor putusan Majelis.
111. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia angka… Jawab: Lembaran Negara Nomor 11 tahun 2006
112. Yang dimaksud dengan equality before the law merupakan Semua masyarakat negara bersamaan kedudukannya pada dalam aturan. Sedangkan yang dimaksud kata due process of law adalah… Jawab: Penegakan aturan dengan cara yang tidak bertentangan menggunakan hukum
113. Rumusan Pasal 22D ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan… Jawab: Anggota Dewan Perwakilan Daerah bisa diberhentikan berdasarkan jabatannya, yang syarat-syarat serta rapikan caranya diatur dalam undang-undang.
116. Rumusan Pasal 1 ayat (tiga) Undang-Undang Dasar merupakan… Jawab: Negara Indonesia adalah negara hukum.
117. Presiden serta/atau Wakil Presiden bisa diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR selesainya terlebih dahulu ada putusan dari… Jawab: Mahkamah Konstitusi
118. Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUD adalah… Jawab: Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengganti serta memutuskan Undang-Undang Dasar.
122. Rumusan Pasal I Aturan Tambahan adalah… Jawab: Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi buat melakukan peninjauan terhadap materi serta status aturan Ketetapan MPR Sementara serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat buat diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.
123. Pasal 2 ayat (1) ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan MPR terdiri dari Anggota DPR serta Anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum serta diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Jumlah anggota DPR periode 2009-2014 adalah… Jawab:560 orang.
124. Sesuai menggunakan ketentuan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah… Jawab: Anggota Dewan Perwakilan Daerah menurut setiap provinsi jumlahnya sama serta jumlah semua anggota Dewan Perwakilan Daerah itu nir lebih menurut 1/3 jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
125. Jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2009-2014 merupakan… Jawab: 132 orang.
126. Jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2009-2014 merupakan… Jawab: 692 orang.
127. Bab IX Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh… Jawab: sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada pada bawahnya pada lingkungan peradilan generik, lingkungan peradilan kepercayaan , lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan rapikan usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
128. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada taraf… Jawab: Kasasi.
129. Selain berwenang mengadili pada taraf kasasi, Mahkamah Agung berwenang untuk… Jawab: menguji peraturan perundang-undangan pada bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan memiliki kewenangan lainnya yg diberikan sang undang-undang.
130. Syarat untuk menjadi Hakim Agung adalah… Jawab: wajib mempunyai integritas serta kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, serta berpengalaman pada bidang hukum.
131. Lembaga Negara yang berhak mengusulkan calon Hakim Agung merupakan… Jawab: Komisi Yudisial.
132. Lembaga Negara yg berhak menaruh persetujuan untuk ditetapkan sebagai Hakim Agung adalah… Jawab: Dewan Perwakilan Rakyat.
133. Lembaga Negara yang berhak tetapkan Hakim Agung merupakan… Jawab: Presiden.
134. Selain berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, Komisi Yudisial memiliki wewenang lain dalam rangka… Jawab: menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran prestise, serta konduite hakim.
135. Selain mempunyai wewenang, Mahkamah Konstitusi memiliki kewajiban untuk… Jawab: memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tentang dugaan pelanggaran sang Presiden serta/atau Wakil Presiden menurut UUD.

HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional 
Wacana ham terus berkembang seiring menggunakan intensitas pencerahan insan atas hak dan kewajiban yg dimilikinya, gerakan diseminasi ham terus berlangsung bahkan menembus batas-batas teritori sebuah negara. Para pakar memberikan julukan pada abad XX ini sebagai jaman hak asasi insan, sebagaimana yang disampaikan oleh Manfred Nowak serta Ruth Gavinson : the twentieth century is often described as ”the age of rigths”. 

Bagi Indonesia, perihal Ham diterima, di pahami serta diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan sosio politis yg berkembang, dan mementum yg semakin mengokohkan agunan terhadap hak asasi manusia adalah waktu dimasukannya perlindungan ham dalam perubahan konstitusi indonesia saat reformasi. Kondisi ini sekaligus diyakini menjadi warta sejarah sekaligus sebagai starting poin bagi penhuatan demokrasi yg berbasis perilindungan HAM.

Dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yg selanjutnya disebut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 tertulis:

“Everyone is entitled to all rights of freedom ... Without discrimation on any kind, such as race , colour, sex, language, religion or other opinion, national or sosial origin, property, birth or other status”

Secara generik hak asasi manusia diberi pengertian menjadi hak yang inheren pada diri manusia yg merupakan anugerah Tuhan semenjak insan lahir, sehingga tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Hak asasi insan (selanjutnya disingkat HAM) ini tidak boleh tidak wajib inheren dalam insan, lantaran apabila tidak; manusia akan kehilangan sifat humanisme serta keluhurannya.

Dari pengertian di atas, lalu lahirlah paham persamaan kedudukan serta hak atas umat insan dari prinsip keadilan yg menaruh pengakuan bahwa manusia mempunyai hak serta kewajiban yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, status sosial dan sebagainya. Maka pada sejarah kehidupan politik, manusia kemudian melakukan perjanjian (kontrak) buat membentuk negara guna melindungi kepentingan-kepentingan atau hak-hak mereka. Menurut Ralp Cranshaw: Hak asasi insan adalah hak yang inheren menggunakan eksistensi kita menjadi manusia. Hak-hak ini memungkinkan kita mengembangkan diri serta memenuhi kebutuhan kita menjadi insan. Hak-hak ini pula melindungi kehidupan, keutuhan fisik serta psikologis. 

Leach Levin seorang aktivis hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemukakan bahwa konsep hak asasi insan terdapat dua pengertian dasar, yaitu : Pertama, bahwa hak asasi manusia nir mampu dipisahkan serta dicabut, hak asasi insan merupakan hak insan lantaran ia seseorang insan. Hak adalah hak-hak moral yg berasal berdasarkan kemanusiaan setiap insan serta hak-hak itu bertujuan buat menjamin martabat setiap manusia (Natural Rights). Kedua, hak asasi manusia adalah hak-hak berdasarkan hukum, yang dibuat melalui proses pembentukan hukum berdasarkan warga itu sendiri, baik secara nasional maupun secara internasional. Dasar dari hak-hak ini merupakan persetujuan dari yg diperintah, yaitu persetujuan menurut para rakyat negara, yang tunduk kapada hak-hak itu serta nir hanya tata tertib alamiah yg adalah dasar menurut arti yg pertama.

Perjuangan atas penegakan HAM sudah berlangsung berabad-abad yang melahirkan poly sekali instrumen HAM yang bercorak lokal/kaukus. Puncak atas usaha ini adalah dengan lahirnya The Universal Declaration of Human Right pada tanggal 10 Desember 1948 yg kemudian menjadi acuan atau bahan rujukan negara-negara pada global dalam membentuk instrumen HAM. Kesadaran dan pemahaman akan HAM, terutama pengakuan dan penghormatannya dalam kehidupan bermasyarakat serta berpolitik bhineka pelaksanaannya. Semuanya bertolak berdasarkan perumusan HAM yg sangat tergantung dalam situasi serta kondisi negara-negara yang bersangkutan, terutama aspek sosiokulturnya.

Permasalahan HAM ketika ini telah sebagai sorotan utama global internasional dalam kaitannya menggunakan kehidupan berbangsa serta bernegara. Wawasan HAM pada dimensi global selalu dikaitkan dengan hak-hak politik, sosial, ekonomi serta kehidupan budaya. Nanang Pamuji Mugasejati serta Ucu Martanto, mengutip Robertson dan Giddens mengartikan globalisasi sebagai pemadatan dunia dan intensifikasi kesadaran dunia sebagai satu holistik atau intensifikasi rekanan-relasi sosial seluruh global yang menghubungkan lokalitas-lokalitas berjauhan sedemikian rupa sebagai akibatnya insiden-peristiwa di suatu loka ditentukan sang insiden lain yang terjadi bermil-mil jaraknya menurut situ dan demikian sebaliknya.

Sejak para filosof Yunani, hingga kebudayaan timur, khususnya Islam sudah ikut andil dalam menciptakan aturan bangsa-bangsa yang berkembang di Romawi. Penjabaran hak-hak hukum, sosial dan politik masyarakat negara, baik secara individual maupun kolektif sudah sedemikian rupa diatur. Tetapi pada realisasinya, menurut dulu hingga kini , HAM seringkali sangat bergantung dalam willingness of the states. Begitu jua ajaran agama dan budaya setempat sudah sangat mensugesti perilaku warga terhadap HAM. 

Timbulnya disparitas persepsi HAM antara masyarakat Barat dan Timur, khususnya Asia Tenggara pertanda adanya impak positif pada luar aspek-aspek HAM itu sendiri. Djawahir Thontowi menguraikan, disparitas persepsi HAM Barat dan Timur yang terjadi lantaran adanya perbedaan formulasi dalam arti, konsep, praktik dan pula kepentingan-kepentingan penguasa.

Konsep negara terbaru mensyaratkan adanya demokrasi, rule of law serta proteksi HAM. Indonesia sebagai negara aturan telah memiliki instrumen-­instrumen HAM. Dalam sejarah ketatanegaraan RI, telah banyak dikenal banyak sekali dokumen konstitusional juga peraturan perundangan yg memuat nilai serta kebiasaan penegakan HAM, termasuk dalam konstitusi seperti Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi RIS serta Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. 

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi berupa kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
a. Memberi sumbangan pemikiran tentang proteksi HAM dalam konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, sehingga diharapkan sanggup memberi kontribusi positif bagi upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya penegakan aturan pada bidang HAM. 
b. Menambah bahan surat keterangan mengenai konstitusi serta HAM, sebagai akibatnya selain membantu pembaca memahami permasalahan konstitusi dan HAM, pula diperlukan bisa menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya yg mengarahkan perhatian pada globalisasi serta pengaruhnya dalam kehidupan kenegaraan Indonesia.

Menurut pengetahuan peneliti, selesainya mengadakan pengamatan, maka penelitian mengenai dinamika pengaturan HAM pada konstitusi Indonesia, UUD 1945 dalam perspektif globalisas, belum pernah dilakukan.

Namun demikian, kajian-kajian mengenai HAM dan konstitusi sudah poly dilakukan. Misalnya Muladi dalam Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana yang membahas HAM berkaitan menggunakan aturan pidana secara generik, tidak sampai pada pembahasan HAM yg berkaitan menggunakan konstitusi. Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, karya Gunawan Setiardja, isinya meninjau proses terbentuknya Pancasila serta hukum dasar UUD 1945 hingga pada pembahasan pemuatan HAM dalam konstitusi. 

Kemudian kitab Saafroedin Bahar Hak Asasi Manusia Analis Komnas HAM serta Jajaran Hankam/ABRI berisi tentang apa saja yang menjadi pedoman penerapan HAM, mampukah Komnas HAM sebagai penegak HAM serta bagaimana pandangan ABRI dalam berbagai masalah HAM. Buku Demokrasi, HAM serta Masyarakat Madani adalah karya Tim ICCE UIN Jakarta yang berusaha memaparkan serta mensosialisasikan demokrasi serta HAM pada tengah arus transisi Indonesia menuju demokrasi yang berkeadaban (civilitezed democracy). 

Selanjutnya, Muh. Budairi Idjehar dalam kitab HAM Versus Kapitalisme berupaya menginspirasi membentuk bangsa pada perspektif demokrasi dan HAM dan memberikan perlawanan kapitalisme melalui gerakan HAM serta Bagir Manan dkk dalam Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM pada Indonesia menyimpulkan bahwa HAM di Indonesia sudah dikenal semenjak 1908, serta menelaah perlunya pemajuan HAM dan perlunya pemerintah mengambil langkah konkret pada masalah degradasi HAM.

Hestu Cipto Handoyo, dalam Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan serta Hak Asasi Manusia, menguraikan implementasi prinsip-prinsip demokrasi pemerintahan, hak asasi insan pada kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. Melalui bukunya, Hestu ingin memahamkan proses konsolidasi sistem demokrasi pada Indonesia secara luas.

Dalam Mendudukkan UUD, Satjipto Rahardjo melakukan penelusuran terhadap konstitusi menjadi suatu tipe perundang-undangan yg spesial serta membawanya ke ranah ilmu hukum yang tidak hanya berkutat pada perundang-undangan, melainkan pada konteks yg lebih luas, yaitu hukum serta masyarakatnya. 

Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian terhadap Dinamika Pembaharuan Undang-Undang Dasar 1945, karya Ni’matul Huda, difokuskan dalam menelaah hasil-output perubahan ketatanegaraan Indonesia khususnya lembaga kepresidenan, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dilema-persoalan lain yang melingkupi Mahkamah Konstitusi dan pengujian terhadap undang-undang.

Hendarmin, dalam bukunya Dinamika Konstitusi Indonesia, menilai serta mengevaluasi apa saja yang sesungguhnya terjadi dengan konstitusi yg sempat berlaku dan sedang diberlakukan pada Indonesia. Sementara, Menengok Sejarah Konstitusi Indonesia, karya Anhar Gonggong memberi citra singkat mengenai sejarah konstitusi Indonesia, sekaligus memberi pemahaman tentang makna strategis berdasarkan amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

Dimyati Hartono, pada Problematik serta Solusi Amandemen UUD 1945 memandang problem amandemen menyangkut keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta implementasi berdasarkan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat tadi yg nir konsisten karena menggunakan pendekatan yg praktis, pragmatis, simplitis dan parsial pada memahami serta melakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Rekomendasi berdasarkan kitab ini antara lain adalah melakukan lagi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan dasar landasan, tujuan yang sinkron dengan jiwa Proklamasi 17 agustus 1945 menggunakan memberlakukan pulang UUD 1945 maupun penjelasannya, sedangkan dinamika dan tuntutan kebutuhan hayati bermasyarakat, berbangsa, bernegara disusun dalam bentuk amandemen.

Sementara, buku karya Jimly Asshiddiqie Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, adalah sumber yang membahas sejarah mula konstitusi serta sejarah konstitusi Indonesia hingga pada pembahasan nomokrasi serta demokrasi. Dan, Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Sesudah Empat Kali Diubah oleh MPR, karya Harun Alrasid, berisi naskah Undang-Undang Dasar 1945 sebelum serta selesainya amandemen menurut amandemen pertama hingga amandemen keempat disertai analisis tajam mengenai proses serta hasil amandemen itu sendiri.

Penelitian Udiyo Basuki, dkk, “Konstitusionalisme HAM Indonesia (Kajian Yuridis atas Dinamika Pengaturan HAM Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945)” mengurai penerangan impak amandemen UUD 1945 terhadap pengaturan HAM di dalamnya serta mengungkapkan pengaruhnya terhadap pengaturan HAM pada peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Suparman Marzuki dalam bukunya Pengadilan HAM pada Indonesia Melanggengkan Impunity menyebutkan, perubahan politik sudah membangkitkan asa akan tuntasnya berbagai perkara pelanggaran HAM masa lalu. Pada kenyataannya, itu hanya asa semu. Dengan keluarnya UU Peradilan HAM ataupun peradilan HAM ad hoc tumbuh keyakinan atas terbitnya keadilan. Dikatakan asa yg semu lantaran prosesi pradilan seperti ritual yang kaya simbol, namun miskin makna. Peradilan malah sebagai pelindung dan medan pembelaan para penjahat HAM. Tidak saja ini mengacuhkan keberadaan korban, tetapi jua jadi loka untuk menyucikan kembali motif serta tindakan pelaku.

Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, karya Bahder Johan Nasution menyampaikan, telah semenjak lama problem negara hukum serta hak asasi insan, selalu diperbincangkan dikalangan ahli-pakar hukum ketatanegaraan dan dikalangan para pemikir-pemikir politik. Tujuannya untuk mencari suatu konsep yg ideal, tentang negara hukum dan perlindungan hak asasi manusia yg dianggap ideal, selalu menjadi perdebatan. Terlebih hak asasi manusia tak jarang dipahami secara dangkal lantaran hanya dipercaya sebagai panduan moral semata-mata. Pemahaman yg demikian adalah pemahaman yang keliru, pemahamannya bukan hanya pada tatanan moral akan tetapi juga pada tatanan aturan. Kenyataan menunjukkan dampak pemahaman yg dangkal terhadap hak asasi insan, penghormatan serta penegakan terhadap hak asasi tadi acapkali tidak dilaksanakan secara sempurna sebagaimana dicita-citakan oleh negara hukum.

Harifin A. Tumpa dalam bukunya Peluang serta Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di Indonesia, menyebutkan, hak asasi manusia adalah perwujudan eksistensi serta kemandirian seorang sebagai seorang insan. Yang harus dihormati serta dijaga kehormatannya, sebagai akibatnya bisa bertahan berdasarkan bernalitas pragmatis kekuasaan, ambisi, dan impian, dan sebagai landasan yang bertenaga bagi pembentukan sebuah bangsa yg demokratis dan ideal, karena hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada dalam diri langsung individu, dan hak ini adalah hak yang paling mendasar bagi setiap individu buat berdiri serta hidup secara merdeka pada komunitas-komunitas warga . 

Tragedi Politik Hukum serta HAM, karya Suparman Marzuki menyebutkan, memutus rantai politik otoriter hanya bisa apabila melalui jalan penegakan HAM. Pengalaman poly negeri membawa bukti bahwa penegakan HAM sudah menancapkan episode masa depan politik yang demokratis, menghormati hak dan melindungi minoritas. Akan tetapi, pada fenomena Indonesia mengalami peristiwa dalam upaya menembus keadilan. Praktek penegakan HAM meluncur dalam serangkaian pengadilan yang nir membawa pelaku serta nir bisa mengembalikan keadilan.

Mien Rukmini dalam bukunya yg berjudul Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Pradilan Pidana pada Indonesia, mengungkapkan, di pada UUD 1945 tidak ada satu pasalpun yg secara tegas mencantumkan asas praduga tidak bersalah, berbeda dengan KRIS 1949 serta UUDS 1950, yaitu pada dalam pasal 14 ayat (1). Meskipun demikian, keberadaan asas tersebut sudah ditemukan serta diatur dalam Pasal 8 UU No.4 Tahun 1970 sebagaimana sudah diubah dengan UU No.35 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, serta di pada pasal 18 UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan asas persamaan kedudukan pada hukum, asas ini secara tegas diatur baik di dalam KRIS 1949 serta UUDS 1950 maupun UUD 1945 yaitu pada pada pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

METODOLOGI PENELITIAN 
A. Pendekatan 
1. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Yuridis, yaitu menyelidiki konsep normatif atau peraturan perundang-undangan pada hal ini, Undang-Undang Dasar 1945 mengenai HAM. Empiris, yaitu menelaah fenomena empiris yang berpijak pada fenomena, pada hal ini empiris globalisasi yg menghipnotis konsep pemikiran HAM.

2. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan memakai data berupa dokumen-dokumen, kitab -buku, artikel serta bahan-bahan hukum lainnya yg berkaitan dengan konstitusionalisme dan hak asasi insan. Dalam pelaksanaannya, mengingat banyaknya kepustakaan yg hendak diteliti, penelitian ini akan melibatkan dua mahasiswa. 

3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu penelitian buat menyelesaikan masalah demgam cara menggambarkan perkara melalui pengumpulan, penyusunan dan penganalisisan data, kemudian dijelaskan serta selanjutnya diberi penilaian

4. Data Penelitian 
Data yang dipakai pada penelitian ini meliputi data primer, data sekunder serta data tersier, yaitu:
a. Data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yg mencakup:
1) Naskah Undang-Undang Dasar 1945 yg asli
2) Naskah Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen pertama hingga amandemen keempat
3) Berbagai peraturan perundang-undangan tentang HAM
4) Berbagai kitab mengenai globalisasi

b. Data sekunder, yaitu bahan aturan yang memberi penerangan mengenai bahan primer, meliputi buku-buku hukum, buku-buku mengenai globalisasi, hasil penelitian, jurnal, makalah dan literatur lain yg berkaitan menggunakan fokus penelitian, baik tentang hukum secara generik, HAM, konstitusi serta globalisasi.

c. Data tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk atau penerangan terhadap bahan utama serta bahan sekunder, mencakup:
1) Kamus hukum
2) Ensiklopedi hukum
3) Kamus Besar Bahasa Indonesia

5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, nir menggunakan angka-nomor , rumus-rumus dan penghitungan eksakta lainnya sebagai alat bantu analisis.

B. Landasan Teori
1. Globalisasi: Kesejagatan, Keniscayaan 
Globalisasi telah menjadi realita harian yang nir bisa dihindari. Prosesnya yang berlangsung sangat cepat serta kompleks dengan jangkauan aspek-aspek yang luas, tanpa dapat dilarang masuk ke semua bidang kehidupan umat insan. Globalisasi adalah proses multidimensional pada aspek sosial, ekonomi, politik, kultural yg bergerak secara ekstensif dan intensif ke dalam rakyat dunia. 

Globalisasi merupakan kata yg mengerikan menggunakan makna yg kabur, pertama digunakan pada 1960, serta sebagai mode yg makin terkenal dalam 1990. Bagi banyak pendukungnya dia adalah kekuatan tidak tertahankan yg diinginkan yang menyapu batas-batas, menjungkalkan pemerintahan-pemerintahan despot, memperlemah pemajakan, membebaskan individu, dan memperkaya apa saja yg disentuhnya. Bagi banyak penentangnya, beliau jua kekuatan tidak tertahankan, akan tetapi tak diinginkan. Menurut Anne Krueger, First Deputy Managing Director, Dana Moneter Internasional, Dalam kuliah John Binyhton, disampaikan pada australia dalam 2000 mendefinisikan globalisasi adalah sesuatu fenomena pada mana agen-agen ekonomi di bagian manapun di global jauh lebih terkena impak insiden yg terjadi di loka lain di global berdasarkan dalam sebelumnya.

Brink Lindsey pada bukunya Against the Dead Hand mendefinisikan istilah globalisasi dalam 3 makna yang tidak sama yaitu: Pertama, untuk mendeskripsikan fenomena ekonomi berdasarkan peningkatan integrasi pasar lintas perbatasan politik. Kedua, buat mendeskripsikan fenomena politik yang terbatas tentang runtuhnya rinntangan-rintangan yg dipasang sang pemerintah oleh arus internasional barang, jasa, dan kapital.

Secara harfiah global berarti sedunia, sejagat. Kata ini selanjutnya sebagai kata yang merujuk pada suatu keadaan pada mana antara satu negara dengan negara lain sudah menyatu. Batas teritorial, kultural, dan sebagainya telah bukan merupakan kendala lagi untuk melakukan penyatuan tersebut. Situasi ini tercipta berkat adanya dukungan tehnologi canggih pada bidang komunikasi, misalnya radio, televisi, telephon, faxsimile, internet dan sebagainya.

Globalisasi sebagai kelanjutan multinasionalisasi serta transnasionalisasi telah merobohkan batas-batas kebudayaan secara meluas lebih dari sekadar melintasi batas geografis administrasi antar negara. Proses ini berakibat manusia dengan rekanan-rekanan sosial budayanya sebagai sub-human pada pusaran pasar global global. Globalisasi bahkan adalah zenit menurut kapitalisme dunia pada penghujung abad ke-20 ini, yang memberikan kemungkinan akbar pada global kemanusiaan menjadi tersubordinasi dan terkooptasi sang mesin kapitalisme dunia yang keras serta serba melintasi. Sejumlah krisis kemanusiaan diduga akan semakin massive dan kompleks. 

Setidaknya ada lima pengaruh tidak baik globalisasi bagi masyarakat. 
Pertama, pengaburan batas-batas kultural serta geografis/ekologis tidak diperhatikan, sehingga kemampuan beradaptasi serta daya tahan menurun, terutama bagi masyarakat atau negara lemah. 
Kedua, gaya pikir akan ditentukan oleh penghasil kabar serta penyebarannya yg mayoritas sehingga mengakibatkan gangguan yang tidak bisa diadaptasi.
Ketiga, hak-hak insan yg dipropagandakan adalah versi Barat dengan bersandar dalam individualisme. Hak-hak gerombolan banyak terlanggar, namun diabaikan saja. Hak-hak insan acapkali dikalahkan oleh hak-hak kapital, sebagai akibatnya globalisme dapat dianggap perang pembebasan modal. 
Keempat, terancamnya demokrasi sang globalisme. Demokrasi berarti poly pilihan, multiopsional, tiap-tiap manusia serta negara bebas memilih yang terbaik buat dirinya. Sedangkan globalisme mengurangi penganekaragaman di global yg sangat bervariasi. 
Kelima, hubungan budaya akan terjadi dalam skala akbar, cepat, multidimensional dan serempak, sehingga tidak bisa dielakkan terjadinya peniadaan budaya, kesalahan adaptasi, dan kegoncangan budaya. Pengaruh yang mencolok terlihat dari perubahan pola hubungan antar anggota rakyat. Masyarakat sebagai individu lebih bersikap individualistik, hedonis serta acuh terhadap orang lain. 

Kelima hal pada atas merupakan sedikit catatan menurut efek tidak baik globalisasi. Globalisasi yg ditandai menggunakan pesatnya inovasi hal baru baik dalam ilmu pengetahuan serta teknologi semakin mendorong masyarakat buat berubah menggunakan cepat. Melalui berbagai alat-alat tadi banyak sekali peristiwa atau insiden yang terjadi pada belahan dunia yg lain pun dapat dengan gampang diketahui bahkan diakses. Semakin banyak insan memakai alat-alat tersebut semakin poly liputan yg dapat diketahui. Selanjutnya, mengingat arus warta tadi demikian banyak dan padat, maka taraf kecepatan buat mendapatkan informasi tadi menjadi meningkat.

Pada dataran empirik globalisasi berarti proses kaitan yg semakin erat menurut seluruh aspek kehidupan, suatu tanda-tanda yang timbul menurut interaksi yg semakin intensif dalam perdagangan, transaksi finansial, media dan tehnologi. 

Globalisasi mengandung ambivalensi. Di satu sisi, proses globalisasi merupakan kesempatan akbar pada zaman ini yg membawa kepada perkembangan yg semakin manusiawi sampai ke pojok-pojok global serta memberikan keuntungan bagi semuanya. Namun di sisi lain, globalisasi melahirkan kontradiksi antar insan pada muka bumi ini, yg disebabkan oleh arus penyeragaman budaya yang memaksa.

Selain membawa efek positif berupa peningkatan akumulasi modal, teknologi, jaringan yg semakin luas; globalisasi jua membawa efek negatif misalnya syarat ketergantungan baik bagi individu, grup rakyat juga Negara serta semakin parahnya kemiskinan yang melanda penduduk di Negara-negara berkembang. Secara tajam dapat dirumuskan, dengan kata lain, globalisasi adalah tanda-tanda yang sekaligus dirayakan dan diratapi. 

Oleh karena globalisasi terkait dengan situasi nyata serta hayati mati manusia pada planet bumi, maka sudah selayaknya dirumuskan suatu standar etika sosial berhadapan dengannya. German Bishop’s Conference (GBS), merumuskan dua premis menyangkut standar etika sosial tersebut. 
Pertama, rakyat hendaknya menjadi pusat setiap perkembangan atau pembangunan. Yang sebagai dasar premis ini adalah prestise insan. Orientasi konkretnya, kaum miskin yg tidak sanggup dan nir punya peluang buat ambil bagian pada proses pembangunan.
Kedua, ekonomi, pasar, kemajuan tehnologi, dan globalisasi bukan demi dirinya sendiri, melainkan adalah wahana demi kesejahteraan hayati serta perkembangan insan. Yang menjadi orientasi di sini merupakan tanggung jawab beserta pada aneka macam taraf buat tujuan bonum communae, kebaikan bersama.

Globalisasi dilukiskan sebagai penyusutan ruang serta ketika yang belum pernah terjadi sebelumnya, yg mencerminkan peningkatan interkoneksi serta interdependensi sosial, politik, ekonomi dan kultural dalam skala dunia. Ia dipahami sebagai tatanan rakyat baru yg tidak lagi mengungkapkan hal-hal yg sifatnya lokal. Transformasi dunia sudah merambah ke semua dunia, yg mana tidak lagi terdapat batas-batas yg jelas dalam suatu negara, budaya, transformasi, ekonomi, hukum serta bahkan perilaku warga . 

Globalisasi mengakibatkan kian meredupnya keutamaan faham negara bangsa (nation state) bahkan adalah kenyataan krusial yang nir sanggup dihindarkan sang siapapun, bangsa manapun dan negara manapun, termasuk masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

2. Konstitusi serta Kostitusionalisme
Konstitusi dari Rukmana Amanwinata, berpadanan menggunakan “constitution” (bahasa Inggris), “constitutie” (bahasa Belanda) “constitutional” (bahasa Perancis), “Verfassung” (bahasa Jerman), “constitution” (bahasa Latin).

Dalam Ilmu Hukum seringkali digunakan beberapa kata menggunakan arti yang sama. Sebaliknya nir tertutup kemungkinan untuk arti tidak sama digunakan kata yang sama. Demikian pula halnya yang terjadi menggunakan istilah konstitusi. Selain konstitusi, dikenal istilah lain, yaitu Undang-Undang Dasar serta aturan dasar.

Mengenai kata konstitusi serta Undang-Undang Dasar terbagi menjadi dua, yaitu pertama, pendapat yang membedakan konstitusi menggunakan UUD dan ke 2, pendapat yg menyamakan konstitusi menggunakan UUD. Saat ini sepertinya pendapat ke 2 lebih diterima.

Konstitusi juga dapat dibedakan pada 2 kategori, yaitu konstitusi politik serta konstitusi sosial. Konstitusi politik merupakan semata-mata dokumen hukum yang berisi pasal-pasal yg mengandung norma-kebiasaan dasar dalam penyelenggaraan Negara, hubungan rakyat menggunakan Negara, antar lembaga Negara dan sebagainya. Sedangkan konstitusi sosial lebih luas dari itu, lantaran mengandung cita-cita sosial bangsa yg menciptkannya, rumusan filosofis tentang Negara, rumusan sistem sosial dan ekonomi, dan sistem politik yg dikembangkan.

Dari catatan sejarah klasik masih ada 2 perkataan yang berkaitan erat dengan pengertian kita sekarang ten­tang konstitusi, yaitu dalam per­kataan Yunani Kuno poli­teia dan perkataan bahasa Latin constitutio yg pula berkaitan dengan kata juz. Dalam ke 2 perkataan poli­teia dan constitutio itulah awal mula gagasan konstitu­sio­nalisme diekspresikan sang umat manusia. Kata politeia menurut kebu­daya­an Yunani bisa dianggap yg paling tua usianya. Pengertiannya secara luas mencakup all the innumerable characteristics which determine that state’s peculiar nature, and these include its whole economic and social texture as well as matters govern­mental in our narrower modern sense. It is a purely descriptive term, and as inclusive in its meaning as our own use of the word ‘constitution’ when we speak gene­rally of a man’s constitution or of the constitu­tion of matter.

Dalam bahasa Yunani Kuno tidak dikenal ada­nya kata yang mencerminkan pengertian ka­ta juz ataupun constitutio sebagaimana dalam tra­disi Romawi yang tiba kemudian. Dalam ke­se­luruhan sistem berpikir para filosof Yunani Kuno, perkataan constitution merupakan seperti apa yang kita maksudkan kini ini. Perkata­an consti­tution pada zaman Kekaisaran Romawi (Roman Empire), pada bentuk bahasa latinnya, mula-mula dipakai se­ba­gai kata teknis buat menyebut the acts of legisla­tion by the Empe­ror. Bersamaan dengan poly aspek dari aturan Romawi yang dipinjam ke pada sistem pemikiran aturan di kalangan gereja, maka kata teknis constitution juga dipinjam buat menyebut peraturan-peraturan eklesiastik yg berlaku pada semua gereja atau­pun buat beberapa peraturan eklesiastik yg ber­laku pada gereja-gereja tertentu (ecclesiastical province). Oleh karena itu, buku-kitab Hukum Romawi serta Hukum Ge­reja (Kano­nik) itulah yg seringkali dipercaya menjadi sum­ber rujukan atau surat keterangan paling awal mengenai peng­gu­na­an perkataan constitution pada sejarah.

Pengertian konstitusi di zaman Yunani Kuno masih bersifat materiil, pada arti belum berbentuk misalnya yg dime­nger­ti di zaman mo­dern sekarang. Namun, per­bedaan antara konstitusi de­ngan hukum biasa telah tergambar dalam pembedaan yang dila­kukan sang Aristoteles terhadap pengertian istilah politea serta nomoi. Pengertian politiea bisa dise­pa­dankan dengan pengertian konstitusi, sedang­kan nomoi merupakan undang-undang biasa. 

Politea mengandung ke­kuasaan yang lebih tinggi berdasarkan dalam nomoi, lantaran politea mem­punyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi nir terdapat, karena beliau hanya merupakan materi yg wajib di­bentuk agar su­paya tidak bercerai-berai. Dalam kebudayaan Yunani istilah konstitusi ber­hubungan erat menggunakan ucapan Res­pub­lica Consti­tuere yg melahirkan slogan, Prinsep Legibus Solutus Est, Salus Publica Suprema Lex, yg arti­­nya ”Rajalah yg berhak memilih struk­tur orga­ni­sasi negara, karena dialah satu-satunya produsen un­dang-undang”.

Di Inggris, peraturan yang pertama kali dikaitkan menggunakan istilah konstitusi merupakan “Consti­tutions of Cla­rendon 1164” yg disebut sang Henry II menjadi const­i­tutions, avitae constitu­tions or leges, a recordatio vel recognition, me­nyangkut interaksi antara gereja dan pemerintahan Negara pada masa pemerintahan kakeknya, yaitu Henry I. Isi peraturan yang diklaim menjadi kon­stitusi tersebut masih bersifat eklesiastik, meskipun pemasyarakatannya dila­ku­kan oleh pemerintahan seku­ler. Tetapi, di masa-masa selanjutnya, istilah constitutio itu seringkali pula dipertukarkan satu sama lain dengan istilah lex atau edictum untuk menyebut aneka macam secular administrative enactments. Glanvill seringkali meng­guna­kan istilah constitution buat a royal edict (titah raja atau ratu). Glanvill jua mengaitkan Henry II’s writ creating the remedy by grand assize as ‘legalis is a constitutio’, serta menyebut the assize of novel disseisin menjadi a re­cog­nitio sekaligus menjadi a constitutio. 

Beberapa tahun sesudah diberlakukannya Undang-Undang Merton pada tahun 1236, Brac­ton menulis arti­kel yg menyebut salah satu ketentuan dalam undang-undang itu sebagai a new constitution, serta mengaitkan satu bagian dari Magna Carta yg dimuntahkan kembali pada tahun 1225 sebagai constitutio libertatis. Dalam waktu yg hampir bersamaan (satu zaman), Beauma-noir pada Perancis beropini bahwa “speaks of the re­medy in novel disseisin as ’une nouvele constitucion’ made by the kings”. Ketika itu serta selama mudun-abad sesudahnya, per­kata­an constitution selalu diartikan se­bagai a particular administrative enactment much as it had meant to the Roman lawyers. Perkataan consti­­tution ini dipakai buat membedakan antara particular enactment dari consuetudo atau ancient custom (kebia­saan).

Pierre Gregoire Tholosano (of Toulouse), pada bukunya De Republica (1578) meng­gunakan kata con­stitution pada arti yg hampir sama dengan penger­tian sekarang. Hanya saja kandungan maknanya lebih luas serta lebih generik, lantaran Gregoire menggunakan frase yg lebih tua, yaitu status reipublicae. Dapat dikatakan bahwa di zaman ini, arti perkataan constitution tercer­min pada pernyataan Sir James Whitelocke dalam se­kitar tahun yang sama, yaitu “the natural frame and con­stitution of the policy of this Kingdom, which is juz pub­licum regni”. Bagi James White­locke, juz publicum regni itulah yg adalah kerangka alami serta konstitusi po­li­tik bagi kerajaan.

Dari sini, kita bisa tahu pengertian konsti­tusi dalam 2 konsepsi. Pertama, konsti­tusi menjadi the natural frame of the state yg dapat ditarik ke belakang menggunakan mengaitkannya dengan pengertian politeia da­lam tradisi Yunani Kuno. Kedua, konstitusi dalam arti juz publicum regni, yaitu the public law of the realm. Ci­cero bisa dianggap sebagai sarjana pertama yg meng­gunakan perkataan constitutio dalam pengertian kedua ini, seperti tergambar dalam bukunya “De Re Pub­lica”. Di lingkungan Kerajaan Romawi (Roman Empire), per­kataan constitutio ini pada bentuk Latinnya juga digunakan sebagai istilah teknis buat menyebut the acts of legislation by the Emperor. Menurut Cicero, “This con­s­ti­tution (haec constitution) has a great measure of equa­bi­lity without which men can hardly remain free for any length of time”. Selanjutnya dikatakan oleh Cice­ro 

Now that opinion of Cato becomes more certain, that the constitution of the republic (consitutionem rei publicae) is the work of no single time or of no single man. 

Pendapat Cato dapat dipahami bahwa konstitusi republik bukanlah hasil ker­ja satu wak­tu ataupun satu orang, melainkan kerja kolektif serta saya­mu­indah. Oleh karena itu, dari sudut etimologi, konsep kla­­sik tentang konsti­tusi dan konstitusionalisme dapat ditelusuri lebih mendalam pada perkembangan penger­tian dan penggunaan perkataan politeia dalam bahasa Yunani serta perkataan constitutio dalam bahasa Latin, serta interaksi di antara keduanya satu sama lain di se­panjang sejarah pemikiran maupun pengalaman praktik kehidupan kenegaraan serta hukum. 

Perkembangan-perkembangan demikian itu­lah yg dalam akhirnya mengantarkan umat ma­nu­sia pada pe­ngertian kata constitution itu dalam bahasa Inggris terkini. Dalam Oxford Dictionary, perkataan consti­tution dikaitkan menggunakan beberapa arti, yaitu: “… the act of establishing or of ordai­ning, or the ordinance or re­gu­lation so establi­shed”. Selain itu, istilah constitution juga diartikan menjadi pembuatan atau penyusunan yang me­nentukan hakikat sesuatu (the “make” or com­po­sition which determines the nature of any­thing). Oleh karenanya, constitution bisa pula digunakan buat menyebut “… the body or the mind of man as well as to external ob­jects”. 

Dalam pengertiannya yang demikian itu, kon­stitusi selalu dipercaya “mendahului” dan “menga­tasi” pemerin­ta­han serta segala keputusan dan peraturan lainnya. A Constitution, istilah Thomas Paine, “is not the act of a go­vern­ment but of the people constituting a govern­ment”. Kon­stitusi dianggap mendahului, bukan karena urutan waktunya, melainkan dalam sifatnya yg supe­rior dan kewenangannya buat mengikat.

Konstitusionalisme, merupakan pemikiran yang telah lama berkembang. Pemikiran ini menghendaki pembatasan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan ini terutama dilakukan melalui hukum, lebih khusus lagi melalui konstitusi. Constitutionalisme is belief in imposition of retrains on government by means of constitution. Menurut Lev, pada pada dasarnya konstitusionalisme adalah proses aturan.

Asshiddiqie, memaparkan gagasan konstitusionalisme sebagai seperangkat prinsip yang tercermin pada kelembagaan suatu bangsa serta tidak terdapat yang mengatasinya menurut luar dan nir ada pula yg mendahuluinya.

Fredrich berpendapat konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu formasi aktivitas yg diselenggarakan atas nama masyarakat yg tunduk pada beberapa pembatasan buat menjamin kekuasaan yg dibutuhkan pemerintah itu tidak disalahgunakan oleh orang-orang yg ditugasi memerintah.

Berdasarkan inspirasi konstitusionalisme, semua pemegang kekuasaan harus dibatasi. Di satu sisi tidak ada satu pihak atau satu lembaga pun yg boleh mempunyai kekuasaan tanpa batas. Di sisi lain, setiap hadiah kekuasaan senantiasa perlu disertai dengan pembatasan kekuasaan.

3. Konstitusionalisme, Negara Hukum dan HAM 
Konstitusi, artinya kerangka warga politik, yang diorganisir berdasarkan hukum, yang membangun forum-lembaga tetap dengan tugas dan kewenangan eksklusif. Dengan demikian konstitusi merupakan perpaduan prinsip-prinsip yg mengatur kekuasaan pemerintah, hak-hak rakyat dan interaksi antara kedua hal tersebut.

Konstitusi digunakan pada dua pengertian, yakni konstitusi pada arti abstrak dan konkret. Konstitusi abstrak adalah sistem aturan, norma, dan konvensi yg memutuskan susunan serta kewenangan alat perlengkapan negara itu satu dengan yg lain dan dengan rakyat negara. Adapun konstitusi dalam arti konkret adalah dokumen yg berisi aturan konstitusi yang sangat krusial yang ditetapkan secara resmi. Konstitusi dalam arti konkret pula disebut UUD.

Negara yang berdasar konstitusi merupakan yang kekuasaan pemerintahnya, hak-hak rakyatnya dan interaksi antara kekuasaan pemerintah serta hak-hak rakyat negaranya diatur dengan hukum.

Motivasi yg menjadi latar belakang pembuatan Undang-Undang Dasar bagi negara yg satu tidak selaras dengan negara lain. Hal ini ditimbulkan karena beberapa hal, diantaranya: sejarah yg dialami bangsa yg bersangkutan, cara memperoleh kemerdekaannya, situasi serta syarat dalam waktu menjelang kemerdekaan dan lain sebagainya.

Menurut Bryce, hal-hal yang menjadi alasan sebagai akibatnya sesuatu negara mempunyai Undang-Undang Dasar, terdapat beberapa macam, yaitu:
a. Adanya kehendak masyarakat negara menurut negara yang bersangkutan supaya terjamin hak-haknya, serta bertujuan buat membatasi tindakan-tindakan para penguasa negara tadi.
b. Adanya kehendak menurut penguasa negara serta atau rakyatnya untuk menjamin supaya masih ada pola atau sistem tertentu atas pemerintah negaranya.
c. Adanya kehendak menurut pembentuk negara tadi agar terdapat kepastian tentang cara penyelenggaraan kenegaraannya.
d. Adanya kehendak beberapa negara yang masing-masing semula berdiri sendiri, buat mengklaim kerjasama.

Berdasarkan pendapat Bryce di atas, motivasi adanya konstitusi pertama RI, yaitu UUD 1945 yang dimiliki sesaat selesainya kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945 merupakan kehendak para pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia agar terjamin penyelenggaraan ketatanegaraannya serta mengklaim kepastian aturan.

Negara hukum, dari Aristoteles, merupakan negara yang diperintah menggunakan konstitusi serta berkedaulatan aturan. Terdapat tiga unsur pemerintahan berkonstitusi, yaitu pemerintahan yang dilaksanakan buat kepentingan generik, pemerintahan menurut aturan berdasar ketentuan generik, dan pemerintahan atas kehendak rakyat.

Kant, membicarakan gagasan negara hukum formil, menggunakan mengemukakan unsur-unsurnya, yaitu proteksi HAM dan pemisahan kekuasaan. Stahl, menguraikan unsur negara aturan materiil, dengan menambah dua unsur lain, yaitu tindakan pemerintah wajib berdasar aturan serta adanya peradilan administrasi yg berdiri sendiri.

Menurut Dicey, unsur utama pemerintahan yang kekuasaannya di bawah aturan (rule of law), yaitu supremacy of law, equality before the law, serta constitution based on individual rights. Ismail Suny menandaskan bahwa suatu rule of law harus mempunyai syarat-syarat esensial eksklusif, diantaranya harus masih ada kondisi-syarat minimum dari suatu sistem aturan dimana hak-hak asasi manusia dan human dignity dihormati. 

Negara aturan sudah muncul jauh sebelum terjadinya revolusi 1689 di Inggris tetapi sulit buat mewujudkannya dalam kehidupan bernegara hingga ketika ini. Di Indonesia kata negara hukum adalah terjemahan eksklusif berdasarkan rechsstaat, kata rechsstaat mulai terkenal di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran tentang negara hukum sudah lama adanya. Istilah the rule of law mulai terkenal menggunakan terbitnya sebuah buku berdasarkan Albert Venn Dicey tahun 1885 menggunakan judul Introduction to the study of Law of The Constitution. Perbedaan tadi memunculkan konsep rechsstaat dan konsep the rule of law yang sama-sama mengarahkan pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia walaupun keduanya permanen berjalan dalam target yang sama namun keduanya tetap berjalan menggunakan sistem sendiri yaitu aturan sendiri.

Konsep rechsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut civil law yg mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut, yaitu: 
(1) Adanya pembagian kekuasaan.
(2) Pemerintahan berdasarkan konstitusi
(tiga) Perlindungan hak asasi insan.
(4) Peradilan administrasi negara. 

Dan negara aturan the rule of law bertumpu pada common law, yg menekankan dalam tiga (tiga) tolok ukur atau unsur primer, yaitu:
(1) Supremasi hukum atau supremacy of law
(dua) Persamaan di hadapan aturan atau equality before the law
(3) Konstitusi yang didasarkan dalam hak-hak perorangan atau the constitution based on individual rights.

Jika karakteristik-karakteristik tersebut dikaitkan menggunakan ketentuan aturan yang berlaku pada Indonesia, maka dapat dinyatakan bahwa secara generik Indonesia sudah memenuhi persyaratan menjadi negara hukum bisa terlihat berdasarkan Konstitusi Indonesia. Maka bisa dijabarkan menjadi berikut yaitu adanya pengakuan serta perlindungan atas hak-hak asasi manusia, bisa ditemukan jaminannya pada pada pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, yaitu pada dalam Pembukaan alinea I bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, lalu pada pada alinea IV disebutkan pula keliru satu dasar yaitu ”humanisme yg adil serta beradab”, sedangkan pada pada Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bisa ditemui dalam Pasal 27 (persamaan kedudukan rakyat negara di dalam aturan serta pemerintahan serta persamaan hak atas pekerjaan serta penghidupan yang layak), Pasal 28 (jaminan kemerdekaan buat berserikat dan berkumpul dan mengeluarkan pendapat), Pasal 29 (kebebasan memeluk kepercayaan ), Pasal 30 (kewajiban melakukan usaha pertahanan dan keamanan negara), serta Pasal 31 (jaminan hak buat menerima pengajaran).

Ciri kedua yaitu peradilan yg bebas menurut impak sesuatu kekuasaan, dapat dicermati pada Pasal 24 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa ”kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka buat menyelenggarakan peradilan guna menegakkan aturan dan keadilan”. Ciri selanjutnya tentang legalitas dalam arti hukum segala bentuknya serta kekuasaan yg dijalankan dari atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan serta kebijakannya wajib menurut ketentuan hukum (due process of law) saling keterkaitan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (tiga) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Muchsan beropini bahwa Undang-Undang Dasar sebagai asal aturan yg tertinggi mempunyai dua fungsi, yaitu:
a. Menjamin hak-hak para masyarakat warga , terutama rakyat negaranya berdasarkan tindakan sewenang-wenang para penguasa. Dalam Negara aturan modern yg bertipe welfare state, tujuan ini diteruskan serta diperluas, yakni hingga menggunakan terselenggaranya kepentingan warga sebagai akibatnya nir hanya sekadar terjaminnya perlindungan aturan terhadap hak-hak anggota masyarakat, akan namun juga setiap anggota masyarakat Negara dapat mengembangkan hak-hak sebagai insan.

b. Sebagai landasan struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan suatu sistem ketatanegaraan yang pasti yang ketentuannya sudah digambarkan dalam anggaran-anggaran dan ketentuan Undang-Undang Dasar.

C. Hipotesis
Bahwa pengaturan HAM dalam konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, sangat dipengaruhi sang globalisasi pemikira HAM yang telah sangat mendunia.

D. Tahapan Penelitian 
Penelitian ini dilakukan dalam banyak sekali tahap yg bisa dirinci menjadi berikut:

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan penelusuran pengumpulan serta inventarisasi bahan pustaka tentang aturan, konstitusi HAM serta aneka macam peraturan perundang-undangan, dan surat keterangan tentang globalisasi dan pengaruhnya.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada termin ini dilakukan pengumpulan serta pengkajian terhadap data primer, sekunder serta tersier.

3. Tahap Penyelesaian
Kegiatan yg dilakukan dalam termin ini adalah menganalisa data output penelitian, dilanjutkan menggunakan penyusunan data serta kemudian dilakukan penyusunan laporan penelitian.