INDONESIA ADALAH NEGARA KONSTITUSIONAL

Visiunversal---Warga Belajar dan anak didik sekalian, Perjuangan bangsa Indonesia buat mengusir penjajah mempunyai tujuan utuk mendirikan negara yang merdeka bebas menurut tindakan sewenang-wenang yang dilakukan sang penjajah, Para pejuang bangsa bercita-cita membentuk negara yg demokratis nir diktator dan nir absolut tetapi bercita-cita membentuk negara yg memiliki pemerintahan yang dari pada peraturan /aturan atau negara yg konstitusional.

Sistem pemerintahan Indonesia menurut pada konstitusi, tidak bersifat absolut. Pemerintahan konstitusional artinya pemerintahan yang menurut pada konstitusi atau Undang-undang Dasar.

Hal ini berdasarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu :

  1. Pasal 1 ayat 2 berbunyi "Kedaulatan berada ditangan warga serta dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar".
  2. Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar".
Negara konstitusional mempunyai konstitusi yang bercirikan:
Membatasi kekuasaan pemerintah
Menjamin hak asasi manusia dan hak warga negara

Berdasarkan penjesalan tersebut bisa kita simpulkan bahwa Indonesia adalah negara yg demokrasi (kekuasaan di tangan warga ) bukan ditangan pemimpin atau penguasa, para penyelenggara negara hanya menjalankan amanat berdasarkan warga . Para penyelenggara negara yaitu orang-orang yang dipercaya masyarakat menduduki jabatan penting atau anggota berdasarkan forum-lembaga tinggi negara, mereka menjalankan tugas sesuai dengan kehendak rakyat yg dituangkan pada dalam konstitusi.

Demikian tentang kompendium Indonesia merupakan negara konstitusional. Semoga berguna. Terimakasih. 

APA MENGAPA DAN BAGAIMANA WAWASAN NUSANTARA

Apa Mengapa Dan Bagaimana Wawasan Nusantara 
1. Pengertian Wawasan Nusantara
Kata wawasan dari menurut istilah “wawas” ( bahasa Jawa ) yang berarti melihat atau memandang. Apabila ditambah menggunakan akhiranan maka secara harfiah berarti cara penglihatan, cara tinjau, cara pandang.nusantara merupakan sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuno yakni nusa yang berarti pulau, dan antara merupakan lain.wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai sang paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Beberapa teori paham kekuasaan serta teori geopolitik. Perumusan wawasan nasional lahir menurut pertimbangan serta pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan.

Teori-teori yg bisa mendukung rumusan tersebut diantaranya:
a. Paham Machiavelli (Abad XVII)
Dalam bukunya mengenai politik yang diterjemahkan kedalam bahasa dengan judul “The Prince”, Machiavelli menaruh pesan tentang cara menciptakan kekuatan politik yang besar supaya sebuah negara dapat berdiri menggunakan kokoh. Didalamnya terkandung beberapa postulat serta cara pandang mengenai bagaimana memelihara kekuasaan politik. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut: pertama, segala cara dihalalkan pada merebut dan mempertahankan kekuasaan; kedua, buat menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (divide et impera) adalah sah; serta ketiga, pada global politik (yg disamakan menggunakan kehidupan hewan buas ), yang kuat niscaya dapat bertahan serta menang. Semasa Machiavelli hayati, kitab “The Prince” dihentikan beredar sang Sri Paus lantaran dianggap amoral. Tetapi sehabis Machiavelli mangkat , kitab tersebut menjadi sangat dan banyak dipelajari sang orang-orang dan dijadikan pedoman sang banyak kalangan politisi serta para kalangan elite politik.

b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Kaisar Napoleon adalah tokoh revolusioner di bidang cara pandang, selain penganut baik menurut Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa perang di masa depan akan adalah perang total yang mengerahkan segala upaya dan kekuatan nasional. Kekuatan ini juga perlu didukung oleh syarat sosial budaya berupa ilmu pengetahuan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam untuk menduduki serta menjajah negara-negara disekitar Prancis. Ketiga postulat Machiavelli telah diimplementasikan menggunakan sempurna sang Napoleon, tetapi sebagai bumerang bagi dirinya sendiri sehingg akhir kariernya dibuang ke Pulau Elba.

c. Paham Jendral Clausewitz (XVIII)
Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir sang tentara Napoleon berdasarkan negaranya hingga ke Rusia. Clausewitz akhirnya bergabung dan menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran Rusia. Sebagaimana kita ketahui, invasi tentara Napoleon dalam akhirnya terhenti di Moskow serta diusir kembali ke Perancis. Clausewitz, selesainya Rusia bebas kembali, di angkat menjadi ketua staf komando Rusia. Di sana dia menulis sebuah buku mengenai perang berjudul Vom Kriege (Tentara Perang). Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik menggunakan alternatif. Baginya, peperangan merupakan sah-absah saja buat mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yg membenarkan Rusia berekspansi sehingga menimbulkan perang Dunia I dengan kekalahan di pihak Rusia atau Kekaisaran Jerman.

d. Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach serta teori buatan Hegel menyebabkan 2 aliran akbar Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme pada satu pihak serta komunisme di pihak yang lain. Pada abad XVII paham perdagangan bebas yang merupakan nenek moyang liberalisme sedang marak. Saat itu orang-orang beropini bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur menggunakan emas. Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari emas ke loka yg lain. Inilah yang memotivasi Columbus buat mencari daerah baru, kemudian Magellan, dan lain-lainnya. Paham ini pula yang mendorong Belanda untuk melakukan perdagangan (VOC) serta pada akhirnya menjajah Nusantara selama 3,5 abad.

e. Paham Lenin (XIX)
Lenin sudah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya, perang merupakan kelanjutan politik menggunakan cara kekerasan. Bagi Leninisme/komunisme, perang atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh global merupakan sah pada kerangka mengkomuniskan seluruh bangsa di global. Lantaran itu, selama perang dingin, baik Uni Soviet maupun RRC berlomba-lomba untuk mengekspor paham komunis ke semua global. G.30.S/PKI merupakan salah satu komoditi ekspor RRC pada tahun 1965. Sejarah selanjutnya menunjukkan bahwa paham komunisme ternyata berakhir secara tragis misalnya runtuhnya Uni Soviet.

f. Paham Lucian W.pye serta Sidney
Dalam buku Political Culture and Political Development (Princeton University Press, 1972 ), mereka menyampaikan :”The political culture of society consist of the system of empirical believe expressive symbol and values which devidens the situation in political action can take place, it provides the subjective orientation to politics.....the political culture of society is highly significant aspec of the political system”. Para pakar tersebut menyebutkan adanya unsur-unsur sebyektivitas serta psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa, kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai bila sistem tersebut berakar pada kebudayaan politik bangsa yg bersangkutan.samudera Hindia).

Latar belakang yang mensugesti tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara adalah menjadi berikut :
a. Aspek Historis
Dari segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan sebagai bangsa yg bersatu menggunakan wilayah yang utuh adalah karena dua hal yaitu :
  1. Kita pernah mengalami kehidupan menjadi bangsa yang terjajah dan terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang terjajah merupakan penederitaaan, kesengsaraan, kemiskinan serta kebodohan. Penjajah pula membangun perpecahan pada diri bangsa Indonesia. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini orang-orang Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap perjuangan melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi jua ada pengkhianat bangsa. 
  2. Kita pernah mempunyai wilayah yg terpisah-pisah, secara historis wilayah Indonesia adalah wialayah bekas jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda ini masih terpisah0pisah menurut ketentuan Ordonansi 1939 dimana bahari territorial Hindia Belanda merupakan sejauh tiga (tiga) mil. Dengan adanya ordonantersebut , bahari atau perairan yang ada diluar tiga mil tersebut adalah samudera bebas serta berlaku menjadi perairan internasional. Sebagai bangsa yang terpecah-pecah serta terjajah, hal ini jelas adalah kerugian besar bagi bangsa Indonesia.
Keadaan tadi tidak mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa yg merdeka, bersatu serta berdaulat.untuk sanggup keluar berdasarkan keadaan tersebut kita membutuhkan semangat kebangsaan yang melahirkan visi bangsa yang bersatu. Upaya buat mewujudkan wilayah Indonesia menjadi wilayah yang utuh nir lagi terpisah baru terjadi 12 tahun lalu setelah Indonesia merdeka yaitu ketika Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan pernyataan yg selanjutnya dianggap sebagai Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Isi utama berdasarkan deklarasi tersebut menyatakan bahwa laut territorial Indonesia nir lagi sejauh 3 mili melainkan selebar 12 mil dan secara resmi menggantikam Ordonansi 1939. 

Dekrasi Djuanda jua dikukuhkan dalam UU No.4/Prp Tahun 1960 tenatang perairan Indonesia yg berisi :
1. Perairan Indonesia adalah laut daerah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia
2. Laut daerah Indonesia adalah jalur bahari 12 mil laut
3. Perairan pedalaman Indonesia adalah seluruh perairan yg terletak dalam sisi dalam menurut garis dasar.

Keluarnya Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi wawasan Nusantara dimana bahari tidak lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai penghubung.uu mengenai perairan Indonesia diperbaharui menggunakan UU No.6 Tahun 1996 mengenai Perairan Indonesia.

Deklarasi Djuanda pula diperjuangkan dalam lembaga internasional. Melalui usaha panjanag akhirnya Konferensi PBB lepas 30 April mendapat “ The United Nation Convention On The Law Of the Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut Indonesia diakui menjadi negara dengan asas Negara Kepulauan (Archipelago State).

b. Aspek Geografis dan Sosial Budaya
Dari segi geografis dan Sosial Budaya, Indonesia meruapakan negara bangsa menggunakan wialayah dan posisi yg unik dan bangsa yang heterogen. Keunikan wilayah dan serta heterogenitas menjadikan bangsa Indonesia perlu memilikui visi sebagai bangsa yg satu serta utuh . Keunikan wilayah dan heterogenitas itu anatara lain menjadi berikut :
1. Indonesia bercirikam negara kepulauan atau maritime
2. Indonesia terletak anata 2 benua dan 2 sameudera(posisi silang)
3. Indonesia terletak dalam garis khatulistiwa
4. Indonesia berada pada iklim tropis menggunakan dua musim
5. Indonesia sebagai rendezvous dua jalur pegunungan yaitu sirkumpasifik dan Mediterania
6. Wilayah subur dan dapat dihuni
7. Kaya akan tumbuhan dan hewan serta sumberdaya alam
8. Memiliki etnik yang banyak sehingga memiliki kebudayaan yang beragam
9. Memiliki jumlah penduduk pada jumlah yg akbar, sebesar 218.868 juta jiwa (tahun 2005 – www.datastatistik-Indonesia.com

Berdasarkan Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, Wawasan Nusantara yang adalah wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan dari Undang-Undang Dasar 1945 adalah cara pandang serta perilaku bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya menggunakan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

A. Isi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara meliputi :
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik, pada arti :
a. Bahwa kebulatan daerah nasional menggunakan segala isi serta kekayaannya adalah satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, serta kesatuan matra seluruh bangsa dan menjadi kapital serta milik bersama bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari aneka macam suku serta berbicara dalam aneka macam bahasa daerah serta memeluk serta meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa wajib adalah satu kesatuan bangsa yang bundar dalam arti yg seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia wajib merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, dan memiliki tekad pada mencapai hasrat bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa serta negara yg melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
e. Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan politik yang diselenggarakan dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
f. Bahwa semua Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem aturan dalam arti bahwa hanya terdapat satu aturan nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
g. Bahwa bangsa Indonesia yg hayati berdampingan menggunakan bangsa lain ikut membangun ketertiban global yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian tak pernah mati, serta keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada kepentingan nasional.

2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, pada arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial juga efektif adalah kapital serta milik bersama bangsa, serta bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di semua wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi wajib serasi serta seimbang pada semua wilayah, tanpa meninggalkan ciri spesial yg dimiliki oleh wilayah dalam pengembangankehidupanekonominya.
c. Kehidupan perekonomian pada seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan ekonomi yg diselenggarakan menjadi bisnis beserta atas asas kekeluargaan serta ditujukan bagi sebanyak-akbar kemakmuran rakyat. 

3. Perwujudan Kepulauan Nusantara menjadi Satu Kesatuan Sosial dan Budaya, dalam arti :
a. Bahwa warga Indonesia merupakan satu, perikehidupan bangsa wajib merupakan kehidupan bangsa yg serasi menggunakan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yg sama, merata serta seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yg sesuai menggunakan tingkat kemajuan bangsa.
b. Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya merupakan satu, sedangkan corak ragam budaya yg ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang sebagai kapital dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, menggunakan tidak menolak nilai-nilai budaya lain yang tidak bertentangan menggunakan nilai budaya bangsa, yang output-hasilnya dapat dinikmati sang bangsa. 

4. Perwujudan Kepulauan Nusantara menjadi Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan, dalam arti :
a. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu wilayah dalam hakekatnya adalah ancaman terhadap semua bangsa dan negara.
b. Bahwa tiap-tiap rakyat negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara serta bangsa. 

B. Konsep geopolitik dan geostrategi
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang duapertiga daerahnya merupakan laut membentang ke utara dengan pusatnya pada pulau Jawa membentuk citra kipas. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan pada salah satu doktrin nasional yangdisebut Wawasan Nusantara serta politik luar negeri bebas aktif.

Wawasan nusantara menjadi geopolitik Indonesia
Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional menggunakan fokus bahwa daerah negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yg dihubungkan sang bahari. Laut yg menghubungkan dan mempersatukan pulau-pulau yang beredar pada seantero khatulistiwa. Sedangkan Wawasan Nusantara merupakan konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia menjadi satu kesatuan daerah, mencakup tanah (darat), air (laut) termasuk dasar bahari dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yg menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yg meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.

Wawasan Nusantara sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang adalah manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia sudah ditegaskan pada GBHN menggunakan Tap. MPR No.iv tahun 1973. Penetapan ini merupakan tahapan akhir perkembangan konsepsi negara kepulauan yang sudah diperjuangkan semenjak Dekrarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957.

Sebagai bangsa yg majemuk yg sudah menegara, bangsa Indonesia dalam membina serta menciptakan atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan keamanan warga semestanya, selalu mengutamakanpersatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah.

2. Unsur-Unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah (contour)
Wadah kehidupan bermayarakat, berbangsa, serta bernegara meliputi semua daerah Indonesia yg mempunyai sifat serba nusantara dengan kekayaan alam serta penduduk serta aneka budaya adalah bangsa Indonesia. Setelah menegara dalm negara Kesatuan Republik Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai aktivitas kenegaraan dalam wujud supra struktur politik, sedangkan wadah pada kehidupan bermasyarakat merupakan berbagai kelembagaan pada wujud infra struktur politik.

Dari Penjelasan di atas, dapatlah dipandang bahwa wadah yg dimaksud dalam unsur pertama ini merupakan batas ruang lingkup atau bentuk wujud berdasarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diumumkan melalui Dekrit Juanda tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi ini menyatakan bahwa bentuk geografi Indonesia adalah negara kepulauan yg terdiri atas ribuan pulau akbar serta kecil. Deklarasi ini kemudian disahkan melalui Perpu No. 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Bentuk wujud ini nir bisa dipisahkan dari azaz Archipelago yg sudah diperjuangkan dalam pertemuan kesepakatan hukum bahari internasional tahun 1982, mengikat seluruh negara. Oleh karena itu bentuk nusantara batas-batasnya ditentukan sang bahari, sejauh 12 mil dengan pada dalamnya terdapat pulau-pulau serta perpaduan pulau, berjumlah 17.508 butir pulau (11.808 diantanya belum memiliki nama), yg satu sama lain dihubungkan, tidak dipisahkan oleh air, baik berupa laut dan selat. Dengan demikian bentuk wujud nusantara kini ini terdiri 65% wilayah laut/perairan serta 35% daratan. Luas seluruhnya kira-kira lima juta km2 luas daratan, menggunakan panjang pantai 81.000 km. Adapun topografi daratannya adalah pegunungan dengan gunung-gunung berapi, baik yg masih aktif juga yg sudah nir aktif. Nusantara Indonesiadisamping bentuk wujud pada atas, pula memiliki letak geografis yg spesial , yaitu menjadi inti daripada posisi silang dunia, yang mempunyai imbas yang besar dalam tata kehidupan serta sifat perikehidupan nasionalnya.

2. Isi (content)
“Isi” adalah pandangan baru bangsa yang berkembang pada masyarakat dan impian serta tujuan nasional yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945. Menyadari bahwa buat mencapai aspirasi yang berkembang di warga maupun harapan dan tujuan nasional seperti tersebut pada atas bangsa Indonesia harus mampu membangun persatuan serta kesatuan dalam kebhinekaan pada kehidupan nasional yg berupa politik, ekonomi, sosial budaya, serta hankam. Oleh karenanya “isi” menyangkut dua hal yang esensial yakni: Pertama, Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta perwujudannya, pencapaian cita-cita tujuan nasional, dan Kedua. Persatuan dan kesatuan pada kebhinekaan yg meliputi seluruh aspek kehidupan nasional.

Berdasarkan ke 2 hal yg disebutkan di atas, maka dapat dilihat tujuan nasional yg telah dirumuskan dalam pembukaan undang-undang dasar kita yg, berbunyi “lalu daripada itu buat membangun suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah darah Indonesia dan buat memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia menurut kemerdekaan, perdamaian tak pernah mati dan keadilan sosial”. Merupakan bentuk nyata berdasarkan isi konsepsi wawasan nusantara yang harus menjadi impian seluruh bangsa Indonesia, yg pada hakekatnya bertujuan unutk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, serta keamanan bagi bangsa Indonesia serta jua buat kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia.

3. Tatalaku (conduct)
Tata laris merupakan output hubungan antara wadah serta isi, yg terdiri berdasarkan tata laku batiniah dan lahiriah. Rapikan laris batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yg baik dari bangsa Indonesia, se¬dangkan tata laris lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan konduite dari bangsa Indonesia. Kedua hal tersebut akan mencermin¬kan bukti diri jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan kekeluargaan serta kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air sehingga menimbuhkan nasionalisme yg tinggi pada semua aspek kehidupm nasional.

3. HAKIKAT WAWASAN NUSANTARA
Hakikat wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara, pada pengertian cara pandang yang selalu utuh menyeluruh pada lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal tersebut berarti bahwa setiap rakyat bangsa serta aparatur negar wajib berpikir, bersikap, serta bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara indonesia. Demikian jua produk yang didapatkan oleh forum negara harus pada lingkup dan demi kepentingan bangsa serta negaraIndonesia, tanpa menghilangkan kepentingan lainnya, misalnya kepentingan daerah, golongan serta orang perorang

Asas wawasan nusantara Merupakan ketentuan – ketentuan atau kaidah – kaidah dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara, serta diciptakan demi permanen taat serta setianya komponen pembentuk bangsa Indonesia terhadap konvensi beserta.jika hal ini diabaikan, maka komponen pembentuk kesepakatan beserta akan melanggar konvensi beserta tadi, yang berarti bahwa tercerai berainya bangsa serta negara Indonesia

Asas Wawasan Nusantara terdiri berdasarkan :
  1. Kepentingan yang sama
  2. KeadilanYang berarti kesesuaian pembagian hasil dengan adil.
  3. KejujuranYang berarti keberanian berfikir, menyampaikan, dan bertindak sesuai menggunakan relita serta ketentuan yg benar biarpun realita atau kebenaran itu getir.
  4. SolidaritasYang berarti rasa setia kawan, mau memberi dan berkorban demi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.
  5. Kerja sama Adanya koordinasi, saling pengertian yang didasarkan atas kesetaraan demi terciptanya sinergi yg lebih baik.
  6. Kesetiaan terhadap ikrar atau konvensi bersama demi terpeliharanya persatuann dan kesatuandalam bhinekaan.merupakan tonggak utama dalam terciptanya persatuan serta kesatuan dalam kebhinekaan. Jika hal ini ambruk maka rusaklah persatuan dan kesatuan kebhinekaan Indonesia.
4. KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TUJUAN WAWASAN NUSANTARA.
1. Kedudukan
a. Wawasan nusantara menjadi wawasan nasional angsa Indonesia adalah ajaran yang diyakini kebenarannya oleh semua masyarakat agar tidak terjadi penyesatan dan defleksi pada upaya mencapai dan mewujudkan harapan serta tujuan nasional.
b. Wawasan nusantara pada paradigma nasional bisa ditinjau menurut stratifikasinya menjadi berikut:
  1. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
  2. Undang-undang dasar 1945 menjadi landasan konstitusi negara, berkedudukan menjadi landasan konstitusional.
  3. Wawasan nusantara menjadi visi nasional, berkedudukan menjadi landasan visional.
  4. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau menjadi kebijaksanaan nasional, berkedudukan menjadi landasan operasional.
2. Fungsi
Wawasan nusantara berfungsi menjadi panduan, motivasi, dorongan, dan rambu-rambu pada memilih segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan danperbuatan bagi penyelenggara negara pada tingkat pusat serta daerah juga bagi seluruh masyarakat Indonesia pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

3. Tujuan
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yg tinggi pada segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yg lebih mementingkan kepentingan nasional dari pada kepentingan individu, grup, golongan, suku bangsa, atau wilayah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan individu, grup, suku bangsa,atau daerah.

5. IMPLEMENTASI DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI DARI WAWASAN NUSANTARA
Indonesia, sebagai negara bangsa (nation state) kini sedang berada dipersimpangan jalan. Di tengah himpitan upaya untuk keluar menurut krisisekonomi, Indonesia wajib menghadapi ragam tuntutan berdasarkan daerah yang entah kebetulan atau tidak muncul dalam ketika yang hampir bersamaan. Tuntutantersebut jenisnya beragam; berdasarkan sekadar menuntut pembagian keuanganyang lebih adil, tuntutan otonomi yg lebih luas, tuntutan federalisasi,hingga ke tuntutan kemerdekaan. Akibatnya, eksistensi negara bangsaIndonesia menjadi negara kesatuan dalam ideologi, politik, sosial, budaya,pertahanan serta keamanan (sebagaimana dinyatakan pada konsep yang selama inidisebut “wawasan nusantara”), kemudian dipertanyakan kesahihannya 

6. ARAH PANDANG WAWASAN NUSANTARA.
1. Arah Pandang Ke Dalam
Arah pandang ke dalam bertujuan mengklaim perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah juga sosial. Arah pandang ke pada mengandung arti bahwa bangasa indonesia wajib peka dan berusaha buat mencegah serta mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan permanen terbina serta terpeliharanya persatua serta kesatuan pada kebhinekaan.

2. Arah Pandang Ke Luar
Arah pandang ke luar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam duna serba berubah maupun kehidupan pada negeri dan pada melaksanakan ketertiban global yang dari kemerdekaan, perdamaian tak pernah mati, dan keadilan sosial, dan kolaborasi dan perilaku saling menghormati. Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa kehidupan internasionalnya, bangsa Idonesia wajib berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya pada seluruh aspek kehidupan demi tercapainya tujuan nasional sinkron tertera dalam Pembukaan UUD1945.

KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Kedudukan Hukum Islam Dan Sistem Hukum Di Indonesia 
Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan, 
"…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia, yg terbentuk pada suatu susunan Negara Republik Indonesia yg berkedaulatan masyarakat dengan menurut kepada: Ketuhanan yang Maha Esa…".

Dari paragraph tadi nampak kentara, bahwa Indonesia adalah adalah Negara aturan, yang berkeinginan buat membentuk suatu aturan baru sinkron dengan kebangsaan Indonesia.

Sebagai perwujudan asa tadi, maka diterbitkanlah UU No. 1 tahun 1946, yg walaupun secara subtansial masih memberlakukan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia-Belanda sehingga banyak menerima sorotan,[1] namun mengingat keberadaan Indonesia sebagai suatu Negara yg berdaulat meskipun masih pada hitungan bulan, maka masih adanya keterkaitan kuat menggunakan aturan Belanda yang telah ratusan tahun inheren dalam peri kehidupan bangsa Indonesia itu karena itu mampu dimaklumi.

Untuk dapat menciptakan undang-undang yang sinkron sahih dengan keindonesiaan, tentunya sangat memerlukan rentang masa yang panjang, ad interim pemerintah Indonesia ketika itu masih disibukkan menggunakan aneka macam bisnis buat mempertahankan kemerdekaan.

Berdasarkan Keputusan Presiden No.107/1958, maka dibentuklah "Lembaga Pembinaan Hukum Nasional" (LPHN), yg dari tahun 1974 kemudian dirubah sebagai "Badan Pembinaan Hukum Nasional" (BPHN).

Sesuai dengan bentuk ketatanegaraan Indonesia yg berlaku hingga akhir tahun 1958, LPHN secara pribadi berada pada bawah kekuasaan Perdana Menteri. Namun sejak kembali ke Undang-Undang Dasar-45 serta kemudian diperkuat sang Keputusan Presiden RI No. 45/1974, kedudukan LPHN yg kemudian berubah sebagai BPHN itu sebagai setingkat dengan Direktorat Jenderal dalam Departemen Kehakiman.

Dalam menunjang Programn Legislatif Nasional Repelita III (1979-1984), BPHN sudah ikut aktif dalam pembuatan peta aturan nasional, yang sampai tahun 1987 tercatat telah berhasil menerbitkan 34 buah UU.

Usaha buat mewujudkan aturan baru nasional itu permanen berlangsung, walaupun berbagai kendala semenjak semula jua terus menghadang, tidak hanya oleh penganut teori resepsi,[2] yang masih banyak bercokol pada tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama yg dari menurut kalangan perguruan tinggi aturan positif yang tidak menginginkan dominasi aturan Islam[3] pada aturan nasional, tetapi jua oleh kalangan ulama Islam sendiri yg masih tahu aturan Islam secara sepotong-pangkas dan terjebak dalam kerangka fanatisme mazhab yang sempit, sebagai akibatnya kemudian lebih tersibukkan dengan berbagai konfrontasi antara sesamanya dengan melupakan peningkatan kesadaran buat melaksanakan aturan Islam itu dalam realitas kehidupan umat.

Tulisan ini akan mencoba buat memakai kontribusi serta prospek hukum Islam terhadap pembinaan aturan nasional pada Indonesia,[4] meliputi beberapa aspek bahasan; 1) Esensi dan eksistensi aturan Islam, dua) Pelembagaan, pembaharuan serta pengembangan hukum Islam, tiga) Prospek penerapan aturan Islam di Indonesia.

A. Esensi Dan Eksistensi Hukum Islam
Secara sosiologis, aturan adalah refleksi tata nilai yang diyakini oleh masyarakat sebagai suatu pranata pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hal ini berarti, bahwa muatan aturan itu seharusnya bisa menangkap aspirasi warga yang tumbuh dan berkembang, bukan hanya bersifat kekinian, namun juga sebagai acuan dalam mengantisipasi perkembangan sosial, ekonomi dan politik pada masa depan.[5]

Dengan demikian, aturan itu nir hanya sebagai kebiasaan tidak aktif yg hanya mengutamakan kepastian serta ketertiban, tetapi jua berkemampuan buat mendinamisasikan pemikiran dan merekayasa perilaku warga pada menggapai impian.

Dalam perspektif Islam, hukum akan senantiasa berkemampuan buat mendasari dan mengarahkan banyak sekali perubahan sosial warga .

Hal ini mengingat, bahwa hukum Islam[6] itu mengandung dua dimensi:
  • Hukum Islam dalam kaitannya dengan syari'at[7] yang berakar pada nash qath'i berlaku universal dan menjadi asas pemersatu serta mempolakan arus utama aktivitas umat Islam sedunia. 
  • Hukum Islam yg berakar dalam nas zhanni yang merupakan daerah ijtihadi yg produk-produknya kemudian dianggap dengan fiqhi.[8] 
Dalam pengertiannya yg kedua inilah, yg kemudian menaruh kemungkinan epistemologis aturan, bahwa setiap wilayah yang dihuni umat Islam bisa menerapkan aturan Islam secara bhineka,[9] sinkron menggunakan konteks pertarungan yg dihadapi.

Di Indonesia, sebagaimana negeri-negeri lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam, keberdayaannya telah semenjak usang memperoleh loka yg layak dalam kehidupan rakyat seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, serta bahkan pernah sempat sebagai aturan resmi Negara.[10]

Setelah kedatangan bangsa penjajah (Belanda) yang kemudian berhasil mengambil alih seluruh kekuasaan kerajaan Islam tadi, maka sedikit-sedikit aturan Islam mulai dipangkas, hingga akhirnya yang tertinggal-selain ibadah-hanya sebagian saja dari hukum keluarga (nikah, talak, rujuk, waris) dengan Pengadilan Agama menjadi pelaksananya.[11]

Meskipun demikian, hukum Islam masih tetap eksis, sekalipun sudah tidak seutuhnya. Secara sosiologis serta kultural, hukum Islam nir pernah mati serta bahkan selalu hadir dalam kehidupan umat Islam pada sistem politik apapun, baik masa kolonialisme maupun masa kemerdekaan dan hingga masa sekarang.

Dalam perkembangan selanjutnya, hukum Islam pada Indonesia itu[12] kemudian dibagi menjadi dua:
  • Hukum Islam yang bersifat normatif, yaitu yg berkaitan dengan aspek ibadah murni, yang pelaksanaannya sangat tergantung pada iman serta kepatuhan umat Islam Indonesia kepada agamanya. 
  • Hukum Islam yg bersifat yuridis formal, yaitu yang berkaitan menggunakan aspek muamalat (khususnya bidang perdata serta dipayakan juga dalam bidang pidana[13] sekalipun hingga kini masih pada termin perjuangan), yang sudah menjadi bagian berdasarkan aturan positif pada Indonesia. 
Meskipun keduanya (aturan normative serta yuridis formal) masih mendapatkan disparitas dalam pemberlakuannya, tetapi keduanya itu sebenarnya bisa terealisasi secara serentak di Indonesia sinkron menggunakan UUD 45 pasal 29 ayat dua.

Dengan demikian bisa disimpulkan, bahwa esensi hukum Islam Indonesia adalah hukum-aturan Islam yang hidup[14] dalam masyarakat Indonesia, baik yg bersifat normatif juga yuridis formal, yg konkritnya bisa berupa UU, fatwa ulama dan yurisprudensi.

Adapun eksistensi hukum Islam di Indonesia yg sebagian daripadanya sudah terpaparkan dalam uraian sebelumnya, sepenuhnya bisa ditelusuri melalui pendekatan historis, ataupun teoritis.[15]

Dalam lintas sejarah, hukum Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi empat periode,[16] 2 periode sebelum kemerdekaan, serta dua lagi pasca kemerdekaan.

1. Dua periode pertama, dapat dibagi lagi ke dalam dua fase menjadi berikut:
a. Fase berlakunya hukum Islam sepenuhnya. Dalam fase ini, dikenal teori reception in complexu yg dikemukakan oleh L.W.C. Van Den Breg.

Menurut teori ini, hukum Islam sepenuhnya telah diterima oleh umat Islam[17] berlaku semenjak adanya kerajaan Islam sampai masa awal VOC, yakni saat Belanda masih belum mencampuri seluruh duduk perkara hukum yang berlaku pada rakyat.

Setelah Belanda dengan VOC-nya mulai semakin bertenaga dalam menjarah kekayaan bumi Indonesia, maka dalam tanggal 25 Mei 1760 M pemerintah Belanda secara resmi menerbitkan peraturan Resolutio der Indischr Regeering yang kemudian dikenal dengan Compendium Freijer.

Peraturan ini memang tidak hanya memuat pemberlakuan hukum Islam dalam bidang kekeluargaan (perkawinan serta kewarisan), namun jua menggantikan wewenang forum-lembaga peradilan Islam yg dibentuk sang para raja atau sultan Islam menggunakan peradilan buatan Belanda.[18]

Keberadaan aturan Islam[19] di Indonesia sepenuhnya baru diakui sang Belanda setelah dicabutnya Compendium Freijer secara berangsur-angsur, serta terakhir dengan staatstabled 1913 No. 354.

Dalam Staatsbled 1882 No. 152 ditetapkan pembentukan Peradilan Agama di Jawa serta Madura, menggunakan tanpa mengurangi legalitas mereka pada melaksanakan tugas peradilan sinkron dengan ketentuan fiqhi.[20]

2. Fase berlakunya aturan Islam sesudah dikehendaki atau diterima sang aturan tata cara. Dalam fase ini, teori Reception in Complexu yg pertama kali diperkenalkan sang L.W.C. Van Den Breg itu[21] lalu digantikan oleh teori Receptio yg dikemukakan oleh Cristian Snouk Hurgronye dan dimulai oleh Corenlis Van Vallonhoven[22] menjadi penggagas pertama.

Untuk menggantikan Receptio in Complexu dengan Receptio, pemerintah Belanda kemudian menerbitkan Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie, disingkat Indische Staatsregeling (I.S), yang sekaligus membatalkan Regeerrings Reglement (RR) tahun 1885, pasal 75 yang menganjurkan pada hakim Indonesia buat memberlakukan undang-undang agama.

Dalam I.S. Tadi, diundangkan Stbl 1929: 212 yang menyatakan bahwa aturan Islam dicabut dari lingkungan rapikan hukum Hindia Belanda. Dan pada pasal 134 ayat 2 dinyatakan:

"Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesame orang Islam, akan diselesaikan sang hakim agama Islam apabila hukum Adat mereka menghendakinya, serta sejauh itu tidak dipengaruhi lain dengan sesuatu ordonansi".[23]

Berdasarkan ketentuan di atas, maka dengan alasan hukum waris belum diterima sepenuhnya oleh hukum tata cara, pemerintah Belanda lalu menerbitkan Stbl. 1937: 116 yang berisikan pencabutan wewenang Pengadilan agama dalam kasus waris (yang semenjak 1882 sudah sebagai kompetensinya) serta dialihkan ke Pengadilan Negeri.[24]

Dengan pemberlakuan teori Receptio tersebut dengan segala peraturan yg meninak-lanjutinya, di samping didesain buat melumpuhkan system serta kelembagaan aturan Islam yg ada, jua secara nir pribadi telah mengakibatkan perkembangan aturan Barat di Indonesia semakin eksis, mengingat ruang mobilitas aturan adapt sangat terbatas nir misalnya hukum Islam, sehingga dalam kasus-perkara eksklusif kemudian dibutuhkan hukum Barat.

Dengan demikian, maka pada fase ini hukum Islam mengalami kemunduran sebagai rekayasa Belanda yg mulai berkeyakinan, bahwa letak kekuatan moral umat Islam Indonesia sesungguhnya terletak pada komitmennya terhadap ajaran Islam.

2. Dua periode kedua, yakni sehabis kemerdekaan bisa dibagi jua ke dalam 2 fase menjadi berikut:
a. Hukum Islam menjadi asal persuasif, yang dalam hukum konstitusi diklaim menggunakan persuasisive source, yakni bahwa suatu sumber hukum baru dapat diterima hanya sehabis diyakini.
b. Hukum Islam menjadi sumber otoritatif, yg pada hukum konstitusi dikenal menggunakan outheriotative source, yakni sebagai asal aturan yg eksklusif memiliki kekuatan aturan.

Piagam Jakarta, sebelum Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, berkedudukan menjadi asal persuasuf Undang-Undang Dasar-45.[25] Namun selesainya Dekrit yg mengakui bahwa Piagam itu menjiwai Undang-Undang Dasar-45, berubah menjadi sumber otoritatif.

Suatu hal yg niscaya merupakan, bahwa proklamasi kemerdekaan RI yg dikumandangkan dalam lepas 17 Agustus 1945, mempunyai arti yang sangat krusial bagi perkembangan sistem hukum di Indonesia.

Bangsa Indonesia yang sebelumnya dikondisikan buat mengikuti system hukum Belanda mulai berusaha buat melepaskan diri serta berupaya buat menggali aturan secara mandiri.

Hal ini bukan berarti mengubahnya secara revolutif sebagaimana perolehan kemerdekaan itu sendiri. Perubahan suatu produk aturan yang sudah usang melembaga dalam tata-pola kehidupan bangsa adalah tidak mudah. Ia memerlukan upaya persuasif serta harus dilakukan secara terus menerus, simultan serta sistematis.

Upaya pertama yang dilakukan sang pemerintah RI terhadap hukum Islam merupakan pemberlakuan teori Receptio Exit gagasan Hazairin[26] yang berarti menolak teori Receptio yg diberlakukan sang pemerintah colonial Belanda sebelumnya.

Menurutnya, teori receptio itu memang sengaja diciptakan oleh Belanda buat merintangi kemajuan Islam pada Indonesia. Teori itu sama menggunakan teori iblis karena mengajak umat Islam buat tidak mematuhi serta melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.[27]

Perkembangan aturan Islam sebagai semakin menggembirakan setelah lahirnya teori Receptio a Canirario yg memberlakukan hukum kebalikan berdasarkan Receptio, yakni bahwa aturan tata cara itu baru dapat diberlakukan apabila nir bertentangan menggunakan hukum Islam. Dengan teori yang terakhir ini, maka aturan Islam jadi mempunyai ruang mobilitas yang lebih leluasa.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan, bahwa perkembangan aturan Islam pada Indonesia sudah melampaui tiga tahapan: 1. Masa penerimaan, 2. Masa suram akibat politik kolonial Belanda, tiga. Masa kesadaran menggunakan membuahkan hukum Islam sebagai salah satu alternative primer yg dianggap sang pemerintah RI dalam upaya membangun hukum nasional.

B. Pelembagaan, Pembaharuan Dan Pengembangan Hukum Islam
Diantara wujud donasi aturan Islam, setidak-tidaknya pada aspek penjiwaan dan nilai islami (khususnya bidang perdata lantaran bidang pidana untuk ketika ini masih belum memungkinkan) terhadap aturan nasional adalah.[28]

UU No. 14 tahun 1970 tentang kekuatan-kekuatan pokok kekuasaan kehakiman dalam pasal 10 ayat (1) diperundangkan; "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh peradilan pada lingkungan: 1) Peradilan umum, 2) Peradilan Agama, 3) Peradilan Militer, 4) Peradilan Tata Usaha Negara.

Dari sudut pelembagaan, UU ini telah terkodifikasikan serta terunifikasikan pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Sehingga menjadi undang-undang tertulis dan berlaku bagi semua warga Indonesia tanpa terkecuali. Tetapi demikian, secara substansial terdapat bagian-bagian tertentu yg hanya berlaku spesifik bagi warga Islam saja.

UU No. 7 tahun 1989 mengenai Peradilan Agama. Undang-undang ini telah terlahirkan selesainya melalui berbagai usaha yang panjang nan sulit penuh liku dalam 3 zaman: zaman Kolonial Belanda,[29] zaman pendudukan Jepang, serta pasca kemerdekaan.

Pada tahun 1946, pemerintah RI mulai menyerahkan pembinaan Peradilan Agama dan Kementerian Kehakiman pada Kementrian Agama melalui Peraturan Pemerintah No. 5/Sekolah Dasar/1946[30] lalu setelah pengakuan kedaulatan, 27 Desember 1949 Pemerintah RI melalui Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951, menegaskan kembali pendiriannya untuk tetap memberlakukan Peradilan Agama.

Sebagai tindak lanjut menurut penegasan tersebut, setidak-tidaknya sudah diterbitkan tiga peraturan perundang-undangan yang mengatur Peradilan Agama di Indonesia, yaitu: stbl 1882 No. 152 jo stbl 1937 No. 116 tentang Peradilan Agama di jawa dan Madura. Stbl 1937 No. 638 serta 639 tentang Peradilan Agama pada Kalimantan Selatan.

Selanjutnya menggunakan disahkannya pula UU No. 7 1989, maka selain lebih mempertegas keberadaan forum Peradilan Agama dalam system pengadilan nasional, juga telah membatalkan segala peraturan tentang Peradilan Agama yg telah terdapat sebelumnya.

Pembaharuan aturan Islam di Indonesia. 
Istilah pembaharuan adalah terjemahan menurut bahasa Arab, Tajdid yg pada istilah Indonesia dikenal dengan modern, modernisasi dan modernisme.

Dalam rakyat Barat, modernisme itu berarti fikiran, aliran, gerakan dan usaha buat merubah faham-faham, adpat tata cara, insitusi-institusi lama , dan sebaginya buat disesuaikan menggunakan suasana baru yang disebabkan sang kemajuan ilmu-pengetahuan serta teknologi terbaru.[31]

Sedangkan dalam pemikiran Islam, kasus tajdid itu muncul terutama sesudah Islam menjadi agama serta sekaligus tradisi akbar, berhadapan menggunakan berbagai budaya local, banyak sekali faham non Islam dan aneka bentuk pemerintahan yg terdapat, baik pada global Timur maupun Barat.[32]

Dalam bidang aturan Islam (khususnya di Indonesia), maka tajdid yang dimaksud mampu berbentuk pikiran atau gerakan (pada bidang aturan Islam) yang ingin merubah faham atau fikiran lama yg bersumber menurut ketentuan yg bersifat zanni (aspek muamalat) yg bukan yang bersifat qath'i untuk diubahsuaikan dengan tuntutan suasana baru yg ditimbulkan sang kemajuan zaman dan budaya lokal di Indonesia, pada rangka pembangunan, training serta pembentukan aturan nasional.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang terlahir berdasarkan Inpres No. 1 Tahun 1991[33] yang berisikan rangkuman banyak sekali pendapat hukum dari buku-buku fiqhi buat dijadikan sebagai pertimbangan bagi hakim kepercayaan pada mengambil keputusan,[34] serta kemudian disusun secara sistematis menyerupai buku perundang-undangan, terdiri dari bab-bab serta pasal-pasal, adalah merupakan galat satu kontribusi pembaharuan hukum Islam di Indonesia.

Disebut menjadi pembaharuan, karena pada satu sisi gagasan eksistensi KHI tadi nir pernah tercetus secara resmi sebelumnya (meskipun materi perbandingan mazhab telah usang dikenal), jua beberapa materi muatannya memang termasuk baru, khususnya bagi rakyat Islam Indonesia, seperti ahli waris pengganti, pelarangan perkawinan tidak selaras agama, serta sebagainya.

Produk lain yang masih termasuk ke dalam bagian ini misalnya merupakan UU No. 7 1989 mengenai Peradilan Agama, dan PP No. 28 mengenai Wakaf tanah milik. Dikatakan baru, karena sebelumnya memang tidak dikenal dalam rapikan aturan nasional.

Dengan sudah adanya banyak sekali pembaharuan tersebut, maka sangat dimungkinkan hukum Islam di Indonesia lalu berkembang sinkron dan seiring dengan perubahan sosial terutama di era globalisasi saat ini. Dimana kemajuan teknologi fakta seringkali dapat mengakibatkan pergeseran nilai-nilai yg semula dipercaya telah sangat mapan.

Jika umat Islam tidak cepat mengantisipasi perubahan sosial tersebut dan sekaligus mencari solusi dan pemecahan yang tepat, maka nir mustahil Islam akan dilanda krisis relevansi (crisis of relevance)[35] serta akihrnya tersisihkan dan ditinggalkan orang.[36]

Kebangkitan baru intelektualisme Islam buat melakukan pembaharuan itu ditandai menggunakan keluarnya berbagai pemikiran keislaman yang menaruh formulasi, interpretasi serta refleksi terhadap berbagai dilema kemasyarakatan dalam arti luas (bukan hanya dalam bidang aturan saja, tetapi jua pada bidang yg lain: politik, budaya dan sebagainya).

Namun demikian, sejarah seringkali menyajikan kabar yg cukup menyedihkan tentang nasib para penggagas pembaharuan, baik pada Indonesia maupun pada loka lain.[37] Penyebabnya cukup variatif, antara lain merupakan penafsiran pembaharuan itu dengan kata yg provokatif, yg dengan konotasi tertentu bisa mengakibatkan kecurigaan dan kesalahpahaman. Pembaharuan kemudian dianggap sang sebagian orang sebagai upaya menggugat keabsahan asal ajaran Islam yang sudah diyakini telah sangat benar dan mapan.

Sesungguhnya keadaan Islam dan masyarakat Islam pada masa depan sangat tergantung pada kecakapan para intelektualnya pada menghadapi, mengerti dan memecahkan aneka macam dilema yg baru.[38]

Namun fenomena menerangkan, bahwa terdapat sebagian umat Islam, bahkan menurut kalangan intelektual yg masih bersikukuh mempertahankan intepretasi ajaran usang dan nir terbuka terhadap gagasan-gagasan baru.

Sebagai contoh konkrit, khususnya dalam bidang aturan Islam adalah penetapan terhadap gagasan fiqhi bercorak keindonesiaan oleh Hazairin dengan mazhab Nasional[39] dan Hasbi Ash-Shiddieqy dengan Fiqhi Indonesia.[40] Penentangan itu bukan hanya dari kalangan umum , tetapi yang sangat keras justru berdasarkan pada cendekiawan, misalnya Ali Yafie[41] walaupun belakangan nampak adanya kesamaan buat mendukungnya.[42]

C. Prospek Hukum Islam Di Indonesia
Dalam menyampaikan prospek hukum Islam pada Indonesia, setidaknya ada dua aspek yang perlu buat dikedepankan:
1. Aspek kekuatan serta peluang. Keduanya berkaitan menggunakan aturan Islam dan umat Islam yg berperan sebagai pendukung prospek hukum Islam di Indonesia.
2. Aspek kelemahan dan kendala. Aspek ini berkaitan dengan kehidupan hukum pada Indonesia yg menjadi hambatan bagi prospek penerapan hukum Islam sebagai hukum positif pada Indonesia.

Adapun aspek kekuatan[43]
a. Al-Qur'an serta hadits, yg selain memuat ajaran tentang aqidah dan akhlaq, juga memuat anggaran-aturan hukum kemasyarakatan, baik bidang perdata juga pidana.

Ketiga esensi ajaran ini telah menjadi satu kesatuan yg tidak terpisahkan pada Islam. Ketiganya bagaikan segi tiga sama kaki yg saling mendukung yang daripadanya kemudian lahir prinsip-prinsip hukum dalam Islam, asas serta tujuan-tujuannya.[44]

b. Syareat Islam datang untuk kebaikan insan semata, sinkron dengan fitrah dan kodratnya yg karena itu sangat menganjurkan berbuat kebaikan, dan melarang perbuatan yg merusak.[45] Dengan demikian, maka produk-produk hukumnya akan senantiasa sesuai menggunakan kebutuhan normal manusia, kapan pun dan pada man apun sebab syareat Islam dibangun di atas dan demi kebaikan manusia itu sendiri sebagai akibatnya akan tetap diminati.

c. Dalam sejarah perjalanan hukum di Indonesia, keberadaan hukum Islam dalam hukum nasional adalah usaha eksistensi, yang merumuskan keadaan aturan nasional Indonesia dalam masa kemudian, masa kini dan akan datang, bahwa hukum Islam itu ada di dalam aturan nasional, baik pada hukum tertulis juga nir tertulis, dalam berbagai lapangan kehidupan aturan serta praktek aturan.[46]

d. Telah terwujudnya donasi aturan Islam dalam aturan nasional, baik pada bentuk UU juga IP,[47] merupakan bukti konkret mengenai kekuatan serta kemampuan hukum Islam dalam berintegrasi menggunakan hukum nasional.

Aspek-aspek kekuatan tadi akan semakin eksis menggunakan memperhatikan beberapa aspek pendukung menjadi berikut:
Pancasila, yg tertuang pada Pembukaan Undang-Undang Dasar-45 menjadi dasar Negara, yg sila-silanya adalah kebiasaan dasar serta norma tertinggi bagi berlakunya semua norma hukum dasar Negara,[48] sudah mendudukkan kepercayaan (terutama dalam sila pertama) pada posisi yang sangat mendasar, serta memasukkan ajaran serta hukumnya dalam kehidupan berbangsa serta bernegara. 

Hal ini berarti, bahwa secara filosofis-politis interaksi Pancasila menggunakan agama sangat erat, lantaran menempatkannya pada posisi sentral, pertama serta utama.

Dengan demikian, ajaran (termasuk hukum) Islam yg merupakan kepercayaan anutan dominan penduduk Indonesia, diberi serta memiliki peluang besar buat mewarnai aturan nasional.
Dalam GBHN 1993-1998, antara lain disebutkan: 

"…berfungsinya system aturan yang mantap, bersumberkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan memperhatikan tatanan hukum yg berlaku, yg bisa menjamin kepastian, ketertiban…".[49]

Dari muatan GBHN tadi, tampak jelas adanya peluang aturan Islam buat ikut andil dalam pembangunan hukum nasional. Hal ini mengingat, bahwa aturan Islam termasuk ke dalam tatanan hukum yang berlaku pada masyarakat, yang bisa mengklaim kepastian, ketertiban, keadilan, kebenaran dan seterusnya sebagaimana yang diinginkan oleh aturan itu sendiri. Semua itu terjadi lantaran hukum Islam bersumber dari syareat sebagaimana sudah dipaparkan di atas, sesuai dengan ajaran Allah, Dzat Yang Maha Sempurna pada segala-Nya.

Dengan memperhatikan aneka macam aspek tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prospek aturan Islam pada pembangunan aturan nasional sangat cerah dan baik. Namun demikian, bukan berarti tanpa terdapat kelemahan dan hambatan sama sekali yang memungkinkannya dapat berjalan mulus.

Diantara kelemahan serta kendala itu[50] merupakan:
  • Kemajuan bangsa, yang selain melahirkan pluralisme etnis, juga budaya, kepercayaan dan kepercayaan . Di samping itu, dalam warga Islam sendiri, masing-masing daerah terkadang mempunyai syarat yang saling tidak sama yang mengakibatkan upaya pengintegrasiannya ke pada hukum nasional harus dipilih, mana yang telah sanggup diunifikasikan dan yg belum sanggup. 
  • Bagi rakyat non Islam, sangat dimengerti apabila lalu nir bahagia terhadap pemberlakuan (setidaknya penjiwaan) hukum Islam dalam hukum nasional, ad interim pemerintah sendiri nampaknya belum memiliki kemauan politik yg bertenaga untuk memberlakukannya (terutama dalam bidang pidana), barangkali akibat syok masa lalu sang adanya gerombolan ekstrim Islam dengan cara kekerasan (misalnya DI/TII) serta terakhir sang grup Imam Samudra dan Amrozi sebagai akibatnya menyebabkan kekacauan berkepanjangan. 
  • Lemahnya kesadaran masyarakat Islam sendiri (kecuali pada NAD menurut swatantra khsusus yg masih dalam tingkat uji-coba dan nampak masih 1/2 hati) terhadap pentingnya memberlakukan hukum Islam (kecuali dalam nikah, cerai dan rujuk), serta diperparah menggunakan masih dianutnya kebijaksanaan tentang aturan colonial yang dilanjutkan pada pada Peraturan Perundang-undangan Baru (UUPA), yg memperbolehkan umat Islam buat menentukan antara Peradilan Agama dengan Pengadilan Umum. 
  • Lemahnya pemahaman serta penguasaan aturan Islam, bahkan pada kalangan cendikiawan muslim sendiri ditimbulkan oleh poly faktor, misalnya melemahnya dominasi bahasa Arab dan metode istinbat, sementara aturan Islam yang banyak beredar berbentuk fiqhi klasik wajib berhadapan dengan aneka macam perkara baru yg sangat memerlukan ijtihad baru, selain lantaran telah nir terkait lagi dengan fatwa ulama' mujtahidin terdahulu, juga kasusnya memang berbeda sekali (seperti rekayasa Iptek dalam reproduksi manusia). 
Untuk menanggulangi banyak sekali hambatan dan kendala di atas, maka beberapa solusi[51] kemungkinan dapat dipertimbangkan, diantaranya:
1) Mengadakan pembaharuan yg radikal terhadap pendidikan aturan, baik pada hukum Islam juga aturan generik yg meliputi pola dan kurikulum, sehingga bisa mencetak para sarjana hukum yg handal, produktif, responsif serta antisipatif terhadap perkembangan sosial rakyat.
2) Mewujudkan integritas kelembagaan antara fakultas Syari'ah menjadi Pembina aturan Islam dengan fakultas aturan umum sebagai Pembina ilmu hukum.
3) Menggalakkan obrolan, seminar serta sejenisnya antara ahli aturan Islam menggunakan sesamanya, dan menggunakan pakar aturan generik buat menemukan kecenderungan visi dan persepsi pada rangka membentuk aturan nasional.

Catatan Kaki / Sumber Artikel Di Atas :

[1] Lihar Sucipto, Tinjauan Kritis Terhadap Pembangunan Hukum Indonesia, pada Analisa (SIS, No. I, Januari-Pebruari, 1993), h. 64
[2] Menurut Teori Resepsi, Hukum Islam itu bukan "aturan" dan nir bisa sebagai "hukum" apabila belum diresapi oleh aturan adat. Walaupun semenjak pemberlakuan UU Perkawinan dalam 1 Oktober 1974, sebenarnya teori tersebut dengan sendirinya telah mangkat , tetapi arwah dan semangatnya ternyata masih melekat pada benak sebagian sarjana aturan Indonesia. Lihat S. Praja, Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran serta Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 85
[3] Sebenarnya, hukum Islam itu telah eksis sejak masa kerajaan Islam awal, dan bahkan secara resmi sebagai hukum Negara pada masa kesultanan Islam Indonesia. Lihat Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. I,), h. 12: Rahmat Djatmika, Sosialisasi Hukum Islam pada Indonesia, pada Abdurrahman Wahid, et al, Kontroversi Pemikiran Islam pada Indonesia, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991, Cet. I), h. 230
[4] Hukum Islam yang memang merupakan sub system aturan nasional di Indonesia di samping sub system aturan Barat serta aturan istiadat, keberadaannya telah menjadi autoritive source sejak Dekrit Presiden lima Juli 1959. Lihat Juhana S. Praja, Hukum Islam pada Indonesia…, h. Xi-xii
[5] Amrullah Ahmad, SF. Dkk., Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Gema Insani Press, 1966), h. Ix
[6] Hukum Islam adalah koleksi daya upaya para fuqaha pada menerapkan syariat Islam sinkron dengan kebutuhan rakyat. Lihat Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988, cet III), h. 44
[7] Syariat mempunyai dua pengertian: umum serta spesifik. Secara umum, mencakup keseluruhan tata kehidupan serta Islam termasuk pengetahuan mengenai ketuhanan. Dalam pengertian spesifik, ketetapan yang didapatkan menurut pemahaman seorang muslim yg memenuhi syarat tertentu tentang al-Qur'an serta sunnah menggunakan menggunakan metode eksklusif (Ushul Fiqhi), Lihat: Juhaya S. Praja, Hukum Islam pada Indonesia…, h. Vii
[8] Fiqhi adalah aturan syara' yg bersifat simpel diperoleh melalui dalil-dalil yang terinci. Lihat: Abd. Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqhi, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), h. 11
[9] Amruullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional…,
[10] Ahmad Rafiq, Hukum Islam pada Indonesia…
[11] Ali Syafie, Fungsi Hukum Islam pada Kehidupan Ummat, dalam Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam …, h. 93
[12] Mohammad Daud Ali, Penerapan Hukum Islam pada Negara Republik Indonesia, Makalah Kuliah Umum Pada Pendidikan Kader Ulama di Jakarta, lepas 17 Mei 1995.
[13] Hukum Pidana adalah aturan yang mengatur mengenai pelanggaran-pelanggaran serta kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, yang mengakibatkan pelakunya dapat diancam menggunakan sanksi eksklusif dan merupakan penderitaan atau siksaan baginya. Lihat JB. Daliyo dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1992), h. 73-74
[14] Yakni, aturan yg diterima dan digunakan secara konkret pada kehidupan umat, atau yg tersosialisasikan serta diterima warga secara persuasive, karena dipercaya sudah sinkron menggunakan kesadaran aturan dan cita mereka tentang keadailan. Lihat Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, h. 209; Jamal D. Rahmat et al, Wacana Baru Fiqhi Sosial, (Bandung: Mizan, 1977), h. 177
[15] Tentang teori-teori tadi, selengkapnya dapat ditelaah dalam H. Ichtijanto, Pengembangan Teori Berlakunya hukum Islam pada Indonesia, dalam Tjum Surajaman (ed), Hukum Islam di Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 91), 101-36.
[16] Ismail Sunny, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, pada kitab Prospek Hukum Islam pada Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia, h. 200
[17] Rahmat Djatmiko, Sosialisasi Hukum Islam…, h. 231-232
[18] M. Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum pada Indonesia, (Jakarta: Risalah, 1984), h. 12
[19] Ketika itu, aturan Islam diakui sebagai otoritas aturan, namun demikian eksistensi serta bentuknya masih sama dengan hukum istiadat yg tidak tertulis sebagaimana selayaknya peraturan perundang-undangan. Dan yang ada hanyalah kitab -buku fiqhi yg masih berbentuk kajian ilmu hukum Islam pada banyak sekali macam mazhab, walaupun mayoritasnya adalah mazhab Syafi'i. Lihat: Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam pada Indonesia, (Ed. I: Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), h. 15-29
[20] Munawir Sjadzali, Landasan Pemikiran Politik Hukum di Indonesia dalam Rangka Menentukan Peradilan Agama pada Indonesia, dalam Tjua Suryaman, Politik Hukum pada Indonesia, Perkembangan dan Pembentukannya, (Cet. I: Bandung: Raja Rosdakarya, 1991), h. 43-44
[21] Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: Haji Masagung, 1990), h. 28; Hazairin, Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tinta Mas, 1973), h. 13
[22] Mura Hutagalung, Hukum Islam pada Era Pembangunan (Jakarta: Ind-Hill-CO, 1985, Cet I), h. 19
[23] Ismail Sunny, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia…, h. 132
[24] Notosusanto, Organisasi serta Yurisprudensi Pengadilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada, 1963), h. 9-10
[25] Bandingkan paragraph dalam Undang-Undang Dasar-45 yg lalu menjadi sila pertama Pancasila sebagai Dasar Negara RI menggunakan rumusan pada Piagam Jakarta: "…ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syarat Islam bagi para pemeluknya".
[26] Pada tahun 50-an sebagai penggagas pertama fiqhi Indonesia menjadi Mazhab Nasional, Lihat: Hazairin, Hendak ke Mana Hukum Islam, (Jakarta: Tinta Mas, 1976), h. 3-6
[27] M. Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum di Indonesia…, h. 220
[28] Andi Rosdiyanah, Problematika serta Kendala yg Dihadapi Hukum Islam dalam Upaya Transformasi ke Dalam Hukum Nasional, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional mengenai Konstribusi Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional Setelah 50 tahun Indonesia Merdeka, di Ujung Pandang lepas 1-2 Maret 1996, h. 9-10; Umar Shihab, Aspek Kelembagaan Hukum dan Perundang-Undangan, Makalah Disampaikan dalam seminar yang sama, h. 13-14.
[29] Pada masa kerajaan Islam dengan Tahkim menjadi lembaga peradilan dalam bentuknya yang masih sederhana menggunakan tokoh agama menjadi hakimnya. Lihat: Syadzali Musthofa, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Islam di Indonesia (Cet. II, Solo: CV. Ramadani, 1990), h. 59
[30] Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam pada Sistem Hukum Nasional…, h. 4
[31] Harun Nasution, Pembaharuan pada Islam. Sejarah Pemikiran serta Gerakannya (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 11
[32] Amien Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta (Cet VIII; Bandung: Mizan, 1966), h. 116
[33] Karenanya, berdasarkan segi kedudukan belum menjadi UU bukan aturan tertulis meskipun dituliskan, bukan peraturan-peraturan pemerintah, bukan Kepres, serta seterusnya. Lihat: A. Hamid S. Atamimi, Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Suatu Tunjauan berdasarkan Sudut Perundang-Undangan Indonesia, pada Amrullah Ahmad dkk, (ed), Dimensi Hukum Islam pada Sistem Hukum Nasional, h. 152
[34] Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akad: Mika Pressindo, 1995), h. 15-20.
[35] Krisis relevansi dalam Islam muncul dampak pemahaman yang sempit terhadap ajaran Islam. Uraian lebih lanjut, Lihat: Pengantar Amin Rais dalam Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammad (Jakarta: Logo Publishing House, 1995), h. X.
[36] Uraian lebih lanjut, lihat: John Obert Voll dalam Ajat Sudrajat, Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Islam (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1977), h. 444
[37] Mereka itu diantaranya Muhammad Abduh dan Ali Abd Roziq di Timur Tengah, Fazlur Rahman pada Pakistan serta Nurcholis Madjid pada Indonesia, yang dipercaya terlalu liberal, elitis serta nir membumi, serta terlepas menurut realita. Uraian selengkapnya lihat: Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI Press, 1991), h. 21; Taufik Adnan Amal, Islam serta Tantangan Modernisasi: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman (Cet. V: Bandung: Mizan, 1994), h. 104-105; Muhammad Kamal Hasan, Muslim Intelektual Response to New Modernization (terj) sang Ahmadie Thaha (Jakarta: Lingkaran Studi Indonesia, 1987), h. 150-151.
[38] A. Munir serta Sudarsono, Aliran Modern pada Islam (Jakarta: Rineka CIpta, 1994), h. 44
[39] Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, Tujuan Serangkai Tentang Hukum, (Jakarta: Tinta Mas, 1971), h. 115
[40] Nouruzzaman Shiddieqy, Jeram-Jeram Peradaban Muslim (Cet. I: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 236.
[41] Ali Yafie, Mata Rantai yang Hilang, Dalam Pesantren No. Dua, Vol. II, 1985, h. 45-46
[42] Ali Yafie, Menggagas Fiqhi Indonesia, (Cet 1: Bandung Mizan, 1994), h. 107-122
[43] Bandingkan dengan Muin Salim, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia (Makalah), h. Tiga-5
[44] Tentang Prinsip, tujuan dan asas hukum Islam, bisa ditelaah selengkapnya dalam: Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul al-Syare'ah, Jilid II (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), h. 3-4; Rahmat Djarmika, Jalan Mencari Hukum Islam Upaya ke Arah Pemahaman Metodologi Ijatihad, pada Aspek Hukum Islam pada Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia, (Jakarta: FP-IKAHA, 1994), h. 146-157 
[45] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid I (Cet II: Beirut: Maktabah al-Imam, 1987), h. 266; QS. Dua: 195
[46] Andi Rasdiyanah, Problematika serta Kendala…, h. 5-6
[47] Seperti UU No. 1, tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, IP No. 1, tahun 1991 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU No. 7 1992 tentang Bank (Muamalat).
[48] Andi Rasdiyanah, Kontribusi Hukum Islam dalam Mewujudkan Hukum Pidana Nasional, Makalah disampaikan pada upacara pembukaan Seminar Nasional mengenai Kontribusi Hukum Islam Terhadap Terwujudnya Hukum Pidana Nasional yang Berjiwa Kebangsaan, Yogyakarta, 2 Desember 1995, h. 4
[49] Majlis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia, 1993-1998 (Surabaya: Bina Pustaka Tama, tt), h. 33-34
[50] Penjelasan lebih lanjut mengenai aspek kelemahan serta hambatan tadi, dapat dilihat pada: Andi Rasdiyanah, Problematika dan Kendala, h. 11-14; Nasaruddin Umar, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia, makalah disampaikan pada Seminar Nasional serta Kongres I Forum Mahasiswa Syari'ah se Indonesia, lepas 13 Juli 1996, di Ujung Pandang, h. 6-7
[51] Perihal tawaran solusi pada atas, bandingkan menggunakan pemaparan Nasaruddin Umar, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia, h. 8-9; Abu Mu'in Salim, Konstitusional Hukum Islam di Indonesia, h. 11-12.

APA MENGAPA DAN BAGAIMANA WAWASAN NUSANTARA

Apa Mengapa Dan Bagaimana Wawasan Nusantara 
1. Pengertian Wawasan Nusantara
Kata wawasan asal menurut kata “wawas” ( bahasa Jawa ) yg berarti melihat atau memandang. Apabila ditambah menggunakan akhiranan maka secara harfiah berarti cara penglihatan, cara tinjau, cara pandang.nusantara merupakan sebuah istilah beragam yg diambil menurut bahasa Jawa Kuno yakni nusa yang berarti pulau, serta antara ialah lain.wawasan nasional suatu bangsa dibentuk serta dijiwai oleh paham kekuasaan serta geopolitik yang dianutnya. Beberapa teori paham kekuasaan dan teori geopolitik. Perumusan wawasan nasional lahir dari pertimbangan serta pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya bisa diwujudkan serta dipertanggungjawabkan.

Teori-teori yang bisa mendukung rumusan tersebut antara lain:
a. Paham Machiavelli (Abad XVII)
Dalam bukunya tentang politik yg diterjemahkan kedalam bahasa dengan judul “The Prince”, Machiavelli menaruh pesan mengenai cara membentuk kekuatan politik yg akbar supaya sebuah negara dapat berdiri menggunakan kokoh. Didalamnya terkandung beberapa postulat serta cara pandang mengenai bagaimana memelihara kekuasaan politik. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan jika menerapkan dalil-dalil berikut: pertama, segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan; ke 2, buat menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (divide et impera) merupakan absah; serta ketiga, pada dunia politik (yg disamakan menggunakan kehidupan hewan buas ), yang kuat niscaya bisa bertahan serta menang. Semasa Machiavelli hayati, kitab “The Prince” dihentikan tersebar oleh Sri Paus karena dipercaya amoral. Tetapi setelah Machiavelli meninggal, buku tersebut sebagai sangat dan banyak dipelajari oleh orang-orang serta dijadikan panduan sang banyak kalangan politisi dan para kalangan elite politik.

b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Kaisar Napoleon adalah tokoh revolusioner di bidang cara pandang, selain penganut baik dari Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa perang di masa depan akan adalah perang total yang mengerahkan segala upaya serta kekuatan nasional. Kekuatan ini pula perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam buat menduduki serta menjajah negara-negara disekitar Prancis. Ketiga postulat Machiavelli sudah diimplementasikan menggunakan paripurna oleh Napoleon, tetapi menjadi bumerang bagi dirinya sendiri sehingg akhir kariernya dibuang ke Pulau Elba.

c. Paham Jendral Clausewitz (XVIII)
Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara Napoleon dari negaranya hingga ke Rusia. Clausewitz akhirnya bergabung dan sebagai penasihat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran Rusia. Sebagaimana kita ketahui, pencaplokan tentara Napoleon dalam akhirnya terhenti pada Moskow serta diusir pulang ke Perancis. Clausewitz, setelah Rusia bebas balik , di angkat sebagai ketua staf komando Rusia. Di sana dia menulis sebuah kitab mengenai perang berjudul Vom Kriege (Tentara Perang). Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik menggunakan cara lain . Baginya, peperangan merupakan absah-absah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yang membenarkan Rusia berekspansi sebagai akibatnya mengakibatkan perang Dunia I dengan kekalahan di pihak Rusia atau Kekaisaran Jerman.

d. Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach serta teori sintesis Hegel menyebabkan dua genre besar Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme pada satu pihak dan komunisme di pihak yg lain. Pada abad XVII paham perdagangan bebas yg merupakan nenek moyang liberalisme sedang marak. Saat itu orang-orang berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa akbar surplus ekonominya, terutama diukur dengan emas. Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari emas ke tempat yang lain. Inilah yg memotivasi Columbus buat mencari wilayah baru, lalu Magellan, dan lain-lainnya. Paham ini juga yang mendorong Belanda untuk melakukan perdagangan (VOC) serta dalam akhirnya menjajah Nusantara selama 3,5 abad.

e. Paham Lenin (XIX)
Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya, perang merupakan kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Bagi Leninisme/komunisme, perang atau pertumpahan darah atau revolusi pada semua dunia merupakan absah dalam kerangka mengkomuniskan semua bangsa pada global. Lantaran itu, selama perang dingin, baik Uni Soviet maupun RRC berlomba-lomba buat mengekspor paham komunis ke semua dunia. G.30.S/PKI merupakan salah satu komoditi ekspor RRC dalam tahun 1965. Sejarah selanjutnya menunjukkan bahwa paham komunisme ternyata berakhir secara tragis misalnya runtuhnya Uni Soviet.

f. Paham Lucian W.pye dan Sidney
Dalam kitab Political Culture and Political Development (Princeton University Press, 1972 ), mereka mengungkapkan :”The political culture of society consist of the system of empirical believe expressive symbol and values which devidens the situation in political action can take place, it provides the subjective orientation to politics.....the political culture of society is highly significant aspec of the political system”. Para pakar tadi menyebutkan adanya unsur-unsur sebyektivitas serta psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa, kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai bila sistem tadi berakar pada kebudayaan politik bangsa yg bersangkutan.lautan Hindia).

Latar belakang yang mensugesti tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara merupakan sebagai berikut :
a. Aspek Historis
Dari segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang manunggal menggunakan wilayah yang utuh merupakan lantaran 2 hal yaitu :
  1. Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yg terjajah dan terpecah, kehidupan menjadi bangsa yg terjajah adalah penederitaaan, kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan. Penjajah jua membentuk perpecahan pada diri bangsa Indonesia. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini orang-orang Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap usaha melawan penjajah selalu terdapat pahlawan, tetapi juga terdapat pengkhianat bangsa. 
  2. Kita pernah memiliki daerah yg terpisah-pisah, secara historis daerah Indonesia merupakan wialayah bekas jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda ini masih terpisah0pisah berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana bahari territorial Hindia Belanda merupakan sejauh tiga (3) mil. Dengan adanya ordonantersebut , bahari atau perairan yang ada diluar 3 mil tadi merupakan samudera bebas serta berlaku sebagai perairan internasional. Sebagai bangsa yang terpecah-pecah dan terjajah, hal ini jelas adalah kerugian akbar bagi bangsa Indonesia.
Keadaan tersebut nir mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa yg merdeka, manunggal dan berdaulat.untuk mampu keluar menurut keadaan tersebut kita membutuhkan semangat kebangsaan yg melahirkan visi bangsa yg manunggal. Upaya buat mewujudkan wilayah Indonesia menjadi wilayah yang utuh tidak lagi terpisah baru terjadi 12 tahun kemudian sehabis Indonesia merdeka yaitu waktu Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan pernyataan yang selanjutnya dianggap menjadi Deklarasi Djuanda dalam 13 Desember 1957. Isi utama menurut deklarasi tadi menyatakan bahwa bahari territorial Indonesia nir lagi sejauh 3 mili melainkan selebar 12 mil dan secara resmi menggantikam Ordonansi 1939. 

Dekrasi Djuanda pula dikukuhkan pada UU No.4/Prp Tahun 1960 tenatang perairan Indonesia yang berisi :
1. Perairan Indonesia adalah laut daerah Indonesia bersama perairan pedalaman Indonesia
2. Laut daerah Indonesia merupakan jalur laut 12 mil laut
3. Perairan pedalaman Indonesia merupakan seluruh perairan yg terletak dalam sisi dalam berdasarkan garis dasar.

Keluarnya Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi wawasan Nusantara dimana laut tidak lagi menjadi pemisah, namun sebagai penghubung.uu tentang perairan Indonesia diperbaharui dengan UU No.6 Tahun 1996 mengenai Perairan Indonesia.

Deklarasi Djuanda juga diperjuangkan pada lembaga internasional. Melalui perjuangan panjanag akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April menerima “ The United Nation Convention On The Law Of the Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 tadi Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan (Archipelago State).

b. Aspek Geografis dan Sosial Budaya
Dari segi geografis serta Sosial Budaya, Indonesia meruapakan negara bangsa menggunakan wialayah dan posisi yang unik dan bangsa yg tidak sejenis. Keunikan wilayah dan dan heterogenitas menjadikan bangsa Indonesia perlu memilikui visi sebagai bangsa yg satu serta utuh . Keunikan daerah dan heterogenitas itu anatara lain menjadi berikut :
1. Indonesia bercirikam negara kepulauan atau maritime
2. Indonesia terletak anata dua benua serta 2 sameudera(posisi silang)
3. Indonesia terletak dalam garis khatulistiwa
4. Indonesia berada pada iklim tropis dengan 2 musim
5. Indonesia menjadi pertemuan 2 jalur pegunungan yaitu sirkumpasifik dan Mediterania
6. Wilayah fertile serta dapat dihuni
7. Kaya akan flora serta fauna serta sumberdaya alam
8. Memiliki etnik yg banyak sebagai akibatnya memiliki kebudayaan yang beragam
9. Memiliki jumlah penduduk dalam jumlah yg besar , sebesar 218.868 juta jiwa (tahun 2005 – www.datastatistik-Indonesia.com

Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1993 serta 1998 tentang GBHN, Wawasan Nusantara yg adalah wawasan nasional yg bersumber pada Pancasila serta menurut Undang-Undang Dasar 1945 merupakan cara pandang serta sikap bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

A. Isi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara meliputi :
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara menjadi Satu Kesatuan Politik, dalam arti :
a. Bahwa kebulatan daerah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, serta kesatuan matra semua bangsa dan sebagai modal dan milik beserta bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri berdasarkan berbagai suku serta berbicara pada aneka macam bahasa daerah dan memeluk serta meyakini banyak sekali agama serta agama terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus adalah satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia wajib merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta memiliki tekad dalam mencapai harapan bangsa.
d. Bahwa Pancasila merupakan satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa serta negara yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
e. Bahwa kehidupan politik pada semua daerah Nusantara adalah satu kesatuan politik yg diselenggarakan dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
f. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum pada arti bahwa hanya terdapat satu aturan nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
g. Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan menggunakan bangsa lain ikut membangun ketertiban global yg menurut kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada kepentingan nasional.

2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, pada arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah kapital serta milik bersama bangsa, serta bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi wajib serasi dan seimbang pada semua daerah, tanpa meninggalkan karakteristik khas yg dimiliki sang wilayah dalam pengembangankehidupanekonominya.
c. Kehidupan perekonomian pada seluruh wilayah Nusantara adalah satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan serta ditujukan bagi sebanyak-akbar kemakmuran rakyat. 

3. Perwujudan Kepulauan Nusantara menjadi Satu Kesatuan Sosial serta Budaya, pada arti :
a. Bahwa warga Indonesia merupakan satu, perikehidupan bangsa wajib adalah kehidupan bangsa yg serasi menggunakan terdapatnya taraf kemajuan warga yg sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yg sesuai menggunakan taraf kemajuan bangsa.
b. Bahwa budaya Indonesia dalam hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yg ada mendeskripsikan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak nilai-nilai budaya lain yang nir bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang hasil-hasilnya bisa dinikmati oleh bangsa. 

4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan, dalam arti :
a. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
b. Bahwa tiap-tiap masyarakat negara mempunyai hak serta kewajiban yang sama pada rangka pembelaan negara serta bangsa. 

B. Konsep geopolitik dan geostrategi
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang duapertiga wilayahnya merupakan bahari membentang ke utara dengan pusatnya di pulau Jawa menciptakan gambaran kipas. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan pada salah satu doktrin nasional yangdisebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif.

Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia
Nusantara (archipelagic) dipahami menjadi konsep kewilayahan nasional menggunakan fokus bahwa wilayah negara Indonesia terdiri berdasarkan pulau-pulau yang dihubungkan oleh bahari. Laut yang menghubungkan serta mempersatukan pulau-pulau yg tersebar pada seantero khatulistiwa. Sedangkan Wawasan Nusantara merupakan konsep politik bangsa Indonesia yg memandang Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah, mencakup tanah (darat), air (bahari) termasuk dasar laut serta tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yg menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh meliputi segenap bidang kehidupan nasional yg meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.

Wawasan Nusantara sebagai konsepsi politik serta kenegaraan yang merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia sudah ditegaskan pada GBHN menggunakan Tap. MPR No.iv tahun 1973. Penetapan ini merupakan tahapan akhir perkembangan konsepsi negara kepulauan yg telah diperjuangkan semenjak Dekrarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957.

Sebagai bangsa yang majemuk yg telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan menciptakan atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan keamanan masyarakat semestanya, selalu mengutamakanpersatuan serta kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah.

2. Unsur-Unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah (contour)
Wadah kehidupan bermayarakat, berbangsa, serta bernegara mencakup seluruh wilayah Indonesia yang mempunyai sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka budaya artinya bangsa Indonesia. Setelah menegara dalm negara Kesatuan Republik Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai organisasi kenegaraan yg merupakan wadah aneka macam aktivitas kenegaraan dalam wujud supra struktur politik, sedangkan wadah dalam kehidupan bermasyarakat merupakan banyak sekali kelembagaan pada wujud infra struktur politik.

Dari Penjelasan pada atas, dapatlah dilihat bahwa wadah yg dimaksud dalam unsur pertama ini merupakan batas ruang lingkup atau bentuk wujud berdasarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yg diumumkan melalui Dekrit Juanda tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi ini menyatakan bahwa bentuk geografi Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar serta mini . Deklarasi ini lalu disahkan melalui Perpu No. 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Bentuk wujud ini nir dapat dipisahkan berdasarkan azaz Archipelago yang telah diperjuangkan pada rendezvous konvensi aturan bahari internasional tahun 1982, mengikat semua negara. Oleh karenanya bentuk nusantara batas-batasnya ditentukan oleh bahari, sejauh 12 mil dengan pada dalamnya terdapat pulau-pulau serta deretan pulau, berjumlah 17.508 buah pulau (11.808 diantanya belum memiliki nama), yang satu sama lain dihubungkan, tidak dipisahkan sang air, baik berupa laut dan selat. Dengan demikian bentuk wujud nusantara kini ini terdiri 65% wilayah bahari/perairan serta 35% daratan. Luas seluruhnya kira-kira lima juta km2 luas daratan, menggunakan panjang pantai 81.000 km. Adapun topografi daratannya merupakan pegunungan menggunakan gunung-gunung berapi, baik yang masih aktif juga yang telah nir aktif. Nusantara Indonesiadisamping bentuk wujud di atas, jua mempunyai letak geografis yang khas, yaitu sebagai inti daripada posisi silang global, yg mempunyai dampak yang akbar pada rapikan kehidupan dan sifat perikehidupan nasionalnya.

2. Isi (content)
“Isi” adalah inspirasi bangsa yang berkembang di rakyat serta harapan dan tujuan nasional yg terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Menyadari bahwa buat mencapai aspirasi yang berkembang pada rakyat juga hasrat dan tujuan nasional seperti tersebut di atas bangsa Indonesia wajib sanggup membentuk persatuan serta kesatuan pada kebhinekaan pada kehidupan nasional yang berupa politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Oleh karenanya “isi” menyangkut 2 hal yg esensial yakni: Pertama, Realisasi aspirasi bangsa sebagai konvensi beserta dan perwujudannya, pencapaian keinginan tujuan nasional, dan Kedua. Persatuan dan kesatuan pada kebhinekaan yg mencakup semua aspek kehidupan nasional.

Berdasarkan kedua hal yg disebutkan pada atas, maka dapat dicermati tujuan nasional yg telah dirumuskan pada pembukaan undang-undang dasar kita yang, berbunyi “lalu daripada itu buat membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta semua tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan generik, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia menurut kemerdekaan, perdamaian kekal serta keadilan sosial”. Merupakan bentuk nyata berdasarkan isi konsepsi wawasan nusantara yg wajib menjadi impian seluruh bangsa Indonesia, yang dalam hakekatnya bertujuan unutk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, dan keamanan bagi bangsa Indonesia serta juga buat kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia.

3. Tatalaku (conduct)
Tata laris adalah output interaksi antara wadah serta isi, yang terdiri dari rapikan laku batiniah serta lahiriah. Tata laris batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yg baik dari bangsa Indonesia, se¬dangkan rapikan laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, serta konduite menurut bangsa Indonesia. Kedua hal tadi akan mencermin¬kan bukti diri jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia menurut kekeluargaan serta kebersamaan yg mempunyai rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air sebagai akibatnya menimbuhkan nasionalisme yang tinggi pada semua aspek kehidupm nasional.

3. HAKIKAT WAWASAN NUSANTARA
Hakikat wawasan nusantara merupakan keutuhan nusantara, pada pengertian cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal tersebut berarti bahwa setiap rakyat bangsa serta aparatur negar wajib berpikir, bersikap, serta bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa serta negara indonesia. Demikian jua produk yang dihasilkan oleh lembaga negara harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa serta negaraIndonesia, tanpa menghilangkan kepentingan lainnya, misalnya kepentingan wilayah, golongan dan orang perorang

Asas wawasan nusantara Merupakan ketentuan – ketentuan atau kaidah – kaidah dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara, serta diciptakan demi permanen taat dan setianya komponen pembentuk bangsa Indonesia terhadap konvensi beserta.apabila hal ini diabaikan, maka komponen pembentuk konvensi beserta akan melanggar kesepakatan beserta tersebut, yg berarti bahwa tercerai berainya bangsa serta negara Indonesia

Asas Wawasan Nusantara terdiri dari :
  1. Kepentingan yang sama
  2. KeadilanYang berarti kesesuaian pembagian output dengan adil.
  3. KejujuranYang berarti keberanian berfikir, mengungkapkan, serta bertindak sinkron dengan relita serta ketentuan yg sahih biarpun realita atau kebenaran itu pahit.
  4. SolidaritasYang berarti rasa setia kawan, mau memberi dan berkorban demi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.
  5. Kerja sama Adanya koordinasi, saling pengertian yg berdasarkan atas kesetaraan demi terciptanya sinergi yang lebih baik.
  6. Kesetiaan terhadap ikrar atau konvensi beserta demi terpeliharanya persatuann serta kesatuandalam bhinekaan.merupakan tonggak utama dalam terciptanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan. Apabila hal ini ambruk maka rusaklah persatuan dan kesatuan kebhinekaan Indonesia.
4. KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TUJUAN WAWASAN NUSANTARA.
1. Kedudukan
a. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional angsa Indonesia adalah ajaran yang diyakini kebenarannya sang semua warga supaya tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan asa serta tujuan nasional.
b. Wawasan nusantara pada kerangka berpikir nasional dapat dilihat dari stratifikasinya menjadi berikut:
  1. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
  2. Undang-undang dasar 1945 menjadi landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
  3. Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan menjadi landasan visional.
  4. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.
2. Fungsi
Wawasan nusantara berfungsi menjadi pedoman, motivasi, dorongan, dan rambu-rambu dalam memilih segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan danperbuatan bagi penyelenggara negara pada taraf sentra serta daerah juga bagi semua rakyat Indonesia pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

3. Tujuan
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan warga Indonesia yg lebih mementingkan kepentingan nasional dari dalam kepentingan individu, grup, golongan, suku bangsa, atau wilayah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan individu, kelompok, suku bangsa,atau daerah.

5. IMPLEMENTASI DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI DARI WAWASAN NUSANTARA
Indonesia, sebagai negara bangsa (nation state) kini sedang berada dipersimpangan jalan. Di tengah himpitan upaya buat keluar berdasarkan krisisekonomi, Indonesia harus menghadapi ragam tuntutan berdasarkan daerah yang entah kebetulan atau nir timbul pada ketika yang hampir bersamaan. Tuntutantersebut jenisnya beragam; dari sekadar menuntut pembagian keuanganyang lebih adil, tuntutan swatantra yg lebih luas, tuntutan federalisasi,sampai ke tuntutan kemerdekaan. Akibatnya, keberadaan negara bangsaIndonesia sebagai negara kesatuan pada ideologi, politik, sosial, budaya,pertahanan serta keamanan (sebagaimana dinyatakan pada konsep yg selama inidisebut “wawasan nusantara”), kemudian dipertanyakan kesahihannya 

6. ARAH PANDANG WAWASAN NUSANTARA.
1. Arah Pandang Ke Dalam
Arah pandang ke pada bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah maupun sosial. Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangasa indonesia harus peka serta berusaha buat mencegah serta mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa serta harus mengupayakan permanen terbina dan terpeliharanya persatua dan kesatuan dalam kebhinekaan.

2. Arah Pandang Ke Luar
Arah pandang ke luar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional pada duna serba berubah juga kehidupan pada negeri serta pada melaksanakan ketertiban global yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian tak pernah mati, dan keadilan sosial, dan kerja sama dan sikap saling menghormati. Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa kehidupan internasionalnya, bangsa Idonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam seluruh aspek kehidupan demi tercapainya tujuan nasional sesuai tertera dalam Pembukaan UUD1945.