Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja
Dalam upaya memenangkan persaingan di pasar bebas setiap perusahaan dituntut untuk mampu membentuk barang/jasa yang berdaya saing tinggi, yaitu barang/jasa yang memiliki keunggulan-keunggulan tertentu. Untuk menghasilakan barang/jasa yg berdaya saing tinggi ditentukan oleh taraf efisiensi yg tinggi. Tingkat efisien yg tinggi ditentukan sang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu SDM yg professional yang bisa membangun nilai tambah baru dan mampu menjawab tantangan baru. Untuk dapat memiliki SDM yg professional organisasi bisa melakukan pendidikan dan training serta bimbingan bagi SDM-nya. Hanya saja buat membuat prestasi kerja yang tinggi seorang karyawan tidak saja perlu mempunyai keterampilan, tetapi ia juga mempunyai impian serta semangat buat berprestasi tinggi.
Dalam rangka buat meningkatkan prestasi kerja karyawan, tulisan ini akan membahas mengenai sebuah sistem dalam bidang manajemen SDM yang diyakini akan bisa mendorong tenaga kerja buat menaikkan prestasi kerjanya, yaitu yang disebut menggunakan Sistem Manajemen Kinerja, khususnya Sistem Manajemen Kinerja yg memfokuskan perhatiannya pada hasil.
ARTI DAN TUJUAN MANAJEMEN KINERJA
Istilah Manajemen Kinerja adalah terjemahan menurut Performance Management. Menurut Ruky (2004), dipandang menurut suara kalimatnya, Manajemen Kinerja berkaitan dengan usaha, aktivitas atau acara yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi kerja karyawan. Lantaran program ini mencantumkan istilah manajemen, maka seluruh kegiatan yang dilakukan pada “proses manajemen” harus terjadi dimulai dengan menetapkan tujuan dan target yg ingin dicapai, lalu tahap pembuatan rencana, pengorganisasian, penggerakan/pengarahan serta akhirnya penilaian atas hasilnya.
Bacal (2001) mendefinisikan Manajemen Kinerja menjadi proses komunikasi berkesinambungan yg dilaksanakan dari kemitraan antara karyawan serta atasan langsungnya. Terciptanya komunikasi 2 arah ini sebagai cara buat berhubungan meningkatkan kinerja serta sekaligus mencegah munculnya kinerja buruk.
Baik Ruky juga Bacal beropini, bahwa bagian yang paling penting pada Manajemen Kinerja adalah perencanaan. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan pada Manajemen Kinerja ini adalah tetapkan tujuan atau target. Atasan dan masing-masing bawahan harus mengidentifikasi tujuan atau target yg hendak mereka capai, yaitu kinerja pada bentuk apa serta yg seperti bagaimana yg ingin dicapai. Dan lantaran yg menjadi objek merupakan kinerja insan, maka bentuk yang paling generik tentunya merupakan kinerja pada bentuk “produktivitas” SDM.
Ruang Lingkup Program Manajemen Kinerja
Program manajemen Kinerja ini ruang kingkupnya relatif akbar. Ia bersifat menyeluruh atau menggarap seluruh bagian/fungsi berdasarkan sebuah organisasi. Program ini menjamah seluruh elemen, unsur atau input yang harus didayagunakan oleh organisasi buat meningkatkan kinerja organisasi tersebut, bukan hanya manusia. Elemen-elemen tadi adalah teknologi (peralatan, metode kerja) yang digunakan, kualitas berdasarkan input (termasuk material), kualitas lingkungan fisik (keselamatan, kesehatan kerja, lay-out temapt kerja serta kebersihan), iklim serta budaya organisasi serta kompensasi dan imbalan. Kegiatan dengan ruang lingkup misalnya tadi diatas merupakan sebuah proyek akbar serta melibatkan hampir semua orang, serta wajib ditangani eksklusif oleh pemimpin puncak organisasi. Beberapa tim “adhoc” baik yang terdiri dari “orang pada” serta/atau konsultan diberi tugas khusus buat membantu pemimpin melakukan penelitia-penelitian membuat rancangan sampai menangani proyek-proyek khusus.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan, bahwa acara manajemen kinerja pada dasarnya merupakan sebuah proses pada MSDM. Selain itu penggunaan kata “manajemen” mempunyai implikasi, bahwa aktivitas tadi harus dilaksanakan sebagai proses manajemen umum, yang dimulai dengan penetapan sasaran dan pada akhiri menggunakan evaluasi. Proses tadi pada garis besarnya terdiri menurut lima kegiatan primer yaitu:
- Merumuskan tanggung jawab serta tugas yg harus dicapai sang karyawan dan rumusan tadi disepakati beserta.
- Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk output yg wajib dicapai oleh karyawan untuk kurun ketika eksklusif. Termasuk pada termin ini merupakan penetapan baku prestasi serta tolak ukurnya.
- Melakukan “monitoring”, melakukan koreksi, menaruh kesempatan dan donasi yang dibutuhkan bawahan.
- Menilai prestasi karyawan tersebut menggunakan cara membandingkan prestasi yg dicapai dengan baku atau tolak ukur yg sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam tahap penilaian ini harus tercakup juga kegiatan mengidentifikasi bidang-bidang yang ada serta dirasakan masih ada kelemahan pada orang yang dinilai.
- Memberikan umpan balik pada karyawan yang dinilai menggunakan semua hasil penilaian yg dilakukan. Disini juga dibicarakan cara-cara buat memperbaiki kelemahan yg telah diketahui dengan tujuan menaikkan prestasi kerja dalam priode berikutnya.
Manfaat Program Manajemen Kinerja
Ada beberapa manfaat yg dapat diperoleh organisasi dengan menerapkan Sistem Manajemen Kinerja yaitu:
- Dapat menaikkan prestasi kerja karyawan, baik secara individu maupun kelompok, lantaran disini atasan dan bawahan diberi kesempatan buat memenuhi ekspresi pada kerangka pencapaian tujuan perusahaan dengan menetapkan sendiri sasaran kerja dan baku prestasi yg wajib dicapai dalam kurun ketika eksklusif.
- Peningkatan yang terjadi pada prestasi karyawan secara perorangan pada akhirnya akan mendorong kinerja sumber daya insan secara holistik yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.
- merangsang minat dalam pengembangan langsung dengan tujuan menaikkan output karya serta prestasi pribadi serta potensi karyawan dengan cara menaruh umpan balik pada mereka tentang prestasi kerjanya.
- membantu perusahaan buat dapat menyusun program pengenbangan serta pelatihan karyawan yg lebih tepat guna. Dan nantinya dibutuhkan bisnis ini akan membantu perusahaan buat memiliki pasokan energi yg cakap dan terampil yg relatif buat pengembangan perusahaan pada masa depan.
- menyedikan indera/sarana buat mebandingkan prestasi kerja karyawan denagn tingkat imbalan/gajinya sebagai bagian menurut kebijakan serta system imbalan yg baik.
- memberikan kesempatan kepada karyawan buat mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yg berkaitan dengannya. Dengan demikian jalur komunikasi dan obrolan akan terbuka sebagai akibatnya bisa diharapkan bahwa proses penilaian prestasi kerja akan mengeratkan hubungan antara atasan dan bawahan.
Dari manfaat yang diuraikan diatas, dapat dijelaskan bahwa program Manajemen Kinerja akan membantu organisasi/perusahaan untuk merencanakan dan melaksanakan program-acara lain menggunakan lebih tepat serta baik, misalnya misalnya buat:
- penyusunan program pembinaan dan pengembangan karyawan. Dengan melaksanakan Manajemen Kinerja bisa diketahui serta diidentifikasi pelatihan tambahan apa saja yg harus diberikan pada karyawan buat membantu supaya mampu mencapai baku prestasi yang ditetapkan.
- Penyusunan acara susksesi dan kaderisasi. Dengan melaksanakan manajenem kinerja juga dapat diidentifikasi siapa saja karyawan yang memiliki potensi buat dikembangkan kariernya serta dicalonkan unutk menduduki jabatan-jabatan yg starategis.
- Pembinaan karywan. Pelaksanaan manajemen kinerja pula dapat sebagai sasaran buat meneliti kendala karyawan buat meningkatkan prestasi kerjanya. Jika ternyata hambatannya bukan kemampuan, tetapi kemauan (motivasi), maka program pelatihan bisa dilakukan secara langsung, misalnya dengan memberikan konseling sang atasannya atau seorang konselor yg ditunjuk perusahaan.
Sistem Manajemen Kinerja Karyawan Yang Berorientasi Pada Output
Sistem Manajemen Kinerja yang berorientasi dalam output tak jarang juga diklaim menjadi Sistem Manajemen Kinerja yang berbasiskan pencapaian Sasaran Kinerja Individu (SKI). System ini memfokuskan dalam output yg diperoleh atau yang dicapai oleh karyawan. Ruky (2004) menyebutnya sebagai Result Oriented Performance Management By Objective (MBO) atau pada Indonesia popular dengan kata MBS (Manajemen Berdasarkan Sasaran).
Bagaimana menggunakan MBS menjadi dasar Manajemen Kinerja? Untuk menjawab pertanyaan diatas marilah kita melihat gambar berikut ini:
Dari gambar diatas bisa dipandang, bahwa acara Manajemen Kinerja ini benar-sahih memerlukan komunikasi 2 arah serta keterbukaan antara atasan dan bawahan. Mereka secara bersama-sama wajib meneliti pulang ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan weweng bawahan. Kemudian atasan membicarakan sasaran-target perusahaan dan sasaran yang sebagai tanggung jawabnya pada bawahan. Selanjutnya bawahan juga harus tetapkan sasaran kerja sendiri yg akan mendukung sasaran perusahaan dan target atasan dilengkapi menggunakan standar prestasi serta tolak ukur keberhasilan pada nomor (satuan), saat penyelesaian dan spesifikasi lainya. Jika target telah disetujui sang atasan, kemudian dibuat action plan (rencana tindakan) yg mencantumkan secara rinci langkah-langkah apa yg akan diambil, siapa yang akan melakukan, kapan dimulai, kapan terselesaikan serta berapa biayanya. Agar target yg telah ditetapkan tercapai, pemantauan terhadap setiap output aktivitas sebaiknya dilakukan secara periodik atau bisa jua per proyek. Tujuan pemantauan ini supaya apabila karyawan mengalami kesulitan/ kendala bisa segera dibantu. Selain itu atasan serta bawahan secara formal akan bertemu buat melakukan pembicaraan (konseling) Baru dalam akhir kurun waktu,dilaksanakan penilaian prestasi kerja tahunan secara formal. Semua hasil yg dicapai dicatat, kendala-kendala serta kegagalan diidentifikasi dan dicari sebabnya. Pada beberapa organisasi, bawahan diminta buat menciptakan analisa sendiri atas hasil yg dicapainya. Langkah selajutnya, atasan serta bawahan membahas hasil kerja dan sekaligus mencari cara buat mengatasi kendala dalam masa berikutnya. Pada saat yg sama, bawahan umumnya telah menyiapkan sasaran kerja ynag ingin dicapai pada periode berikutnya. Kemudian atasan mengungkapkan hasil penilaiannya menggunakan atasan yg lebih tinggi, lengkap dengan usulan atau planning yg akan dilakukan terhadap bawahannya.
Kendala dalam penerapan Manajemen Kinerja berbasis MBS
Dalam menerapkan manajemen kinerja terdapat beberapa hambatan yg perlu kita ketahui, yaitu:
- Perlu perubahan fundamental dalam budaya organisasi. Manajemn kinerja berbasis MBS hanya bisa sukses bilamana diteriama menjadi “budaya’ organisasi dalam arti yg luas-luasnya. Manajemen kinerja wajib telah dianggap menjadi suatu kebutuhan dan cara kerja yang dianggap sangat membantu mereka buat sukses. Semua anggota organisasi wajib punya perasaan memiliki system kerja tersebut. Untuk itu dibutuhkan komitmen penuh berdasarkan seluruh jajaran manajemen serta divisi sumberdaya insan yang harus terus menerus memantau penerapannya.
- Penolakan diam-membisu berdasarkan manajer serta karyawan. Masalah ini masih terkait erat dengan aspek budaya, baik budaya nasional maupun organisasi. Menurut output penelitian dan pengamatan pakar serta praktisi menejemen, galat astu aspek budaya Indonesia yg merusak kemajuan bangsa ini dan pengembangan karir individu yang bergerak pada organisasi adalah masih rendahnya penghargaan terhadap prestasi individu. Dalam organisasi besar termasuk perusahaan (misalnya BUMN) telah menjadi suatu kesepakatan (nilai) yang nir tertulis, bahwa’interaksi (dengan atasan) yg baik merupakan lebih krusial daripada prestasi kerja”. Oleh karena itu, setiap usaha mengukur prestasi secara obyektif dan terbuka selalu menyebabkan kegelisahan dan bisnis penghindaran. Masih terkait dengan hal itu, merupakan bahwa keharusan buat melakukan pembicaraan terbuka antara atasan bawahan mengenai kinerja bawahan juga menyebabkan situasi yang sama. Sistem nilai feodalistik yg masih kental menjurus pada gaya kepemimpinan “benevolen autokratik” dimana atasan wajib dipercaya ”bapak” dan bawaha wajib selalu tergantung pada atasan. Kondisi tadi dapat mengubah wacana konseling menjadi obrolan satu arah dimana atasan membei “pengarahan” /wejangan kepada bawahan yg hanya mengangguk angguk serta mengucapkan terima kasih (lantaran yg krusial gaji naik serta dapat bonus).
- Fokus Manajemen kinerja yg berjangka pendek. Apabila MBS hanya diterapkan menjadi dasar bagi manajemen kinerja sering nir dikaitkan menggunakan tujuan jangka panjang serta target jangka pendek bagi perusahaan secara keseluruhan, yang menjadi impian dan tanggung jawab” pemimpin puncak ”. Dalam kenyataannya, ini adalah keliru satu kelemahan terbesar menurut pengguanaan MBS menjadi dasar buat manajemen kinerja. Pimpinan puncak mempunyai tujuan, sasaran, rencana kerja dan rencana sendiri, namun pada jajaran dibawahnya masing-masing memutuskan target kerja sendiri yg mungkin nir sejalan menggunakan tujuan dan target yang ditetapkan oleh pimpinan zenit. Akibatnya dapat terjadi bahwa mayoritas karyawan mencapai sasaran masing-masing, namun perusahaannya mengalami kerugian paling atau paling sedikit nir mencapai target yang diinginkan. Oleh karena itu, walaupun perusahan mungkin tidak ingin terlihat menerapkan MBS secara keseluruhan serta hanya ingin menerapkan manajemen kinerja yang berbasis sasaran kerja individu (SKI) seharusnya target-target yg dibentuk sang setiap jajaran organisasi sejalan menggunakan sasaran perusahaan. Mekanisme dan sistemnya harus dipikirkan sang pimpinan puncak serta divisi sumber daya insan.
- Keberhasilan beberapa pekerjaan/jabatan hanya dapat diukur sehabis dua hingga lima tahun. Penetapan target kerja/sasaran jangka pendek seperti ditunjuk sang Manjemen Kinerja dari MBS belum tentu tepat untuk jabatan-jabatan tertentu. Untuk beberapa jabatan mungkin tidak tepat menetapkan target jangka pendek,. Karena orientasinya adalah dalam hasil jangka panjang. Contohnya merupakan dalam bidang Research and Development yang melakukan penelitian serta pengembangan pruduk yang outputnya tidak bisa pada menetapkan jangka waktu. Ada Produk yg mungkin baru dapat selesai pengembangannya setelah 18 bulan atau 2 tahun.
- Tidak semua sasaran kerja bisa dirumuskan secara kuantitatif. Untuk beberapa bidang eksklusif terdapat kesulitan tetapkan target kerja yg mempunyai baku-setandar prestasi dalam ukuran kuantitatif atau angka. Misalnya buat bidang keuangan, akutansi, aturan dan SDM. Biasanya untuk itu terpaksa dicari-cari tolak ukur prestasi yg bisa digunakan, misalnya tanggal penyesesaian proyek/tugas. Selain itu, untuk pekerjaan tertentu misalnya oprator pada indrusti proses dan jabatan administratif dalam tingkat terendah mungkin sulit mambuat target-target kerja perorangan yg bisa ditetapkan secara kualitatif.
- Dapat terjadi “kongkalikong ” antara atasan serta bawahan pada memutuskan target. Pernah dan sering diketahui bahwa untuk menolong bawahannya sendiri supaya tidak menerima nilai tidak baik, atasan membiarkanya tetapkan target-target yang ringan atau tidak berbobot. Hal ini tak jarang terjadi terutama bila penetapan target terlalu dilepaskan kepada setiap jajaran tanpa terdapat koordinasi dari pimpinan yang lebih tinggi.
- Diperlukan latihan serta bimbingan yg sangat intensif bagi seluruh yg akan terlibat dari mulai cara menetapan target kerja dan menciptakan perencanaan kerja hingga menggunakan cara konseling. Banyak model serta kejadian bahwa perusahaan membangun manajemen kinerja berbasis target kerja individu (SKI) lengkap menggunakan pedoman tertulis dan formulir penilainnya, tetapi kemudian sesudah beberapa tahun ternyata hasilnya tidak seperti yg dibutuhkan, dan istilah-kata mencemooh acara ini sudah mulai terdengar berdasarkan para manajer lini. Semua perkara tadi sebenarnya bisa dihindari bila penerapannya dimulai menggunakan training-pelatihan yang intensif yg disusul dengan acara sosialisasi dan bimbingan.
Beberapa variasi pada penerapan Manajemen Kinerja berbasis MBS
Mengingat banyaknya kendala dan kemungkinan penyalahgunaan pada penerapannya, dalam praktek penerapan sistem MBS ini bisa ditemukan secara bhineka. Perbedaan tersebut berkisar mulai menurut formalisasi atau stukturisasi caranya pada suatu organisasi tertentu sampai tingkat mana bawahan diijinkan buat memilih sasaran mereka sendiri. Beberapa jenis variasinya bisa disebutkan dibawah ini:
- MBS diterapkan menggunakan cara sangat informal. Seperti kita ketahui, bahwa MBS seringkali diterapkan menjadi suatu sistem manajemen yg sangat formal menggunakan penjadwalan yg tepat dan formulir-formulir khusus yg digunakan buat menyajikan tujuan dan baku buat dievaluasi/dievaluasi. Tetapi lalu lebih banyak perusahaan yg meninggalkan cara yang sangat formal dan kaku tadi. Mungkin juga bahwa MBS masih permanen dilaksanakan secara formal sampai dalam tahapan memutuskan sasaran dan rencana kerja, namun rendezvous buat melakukan evaluasi secara regular apakah tiap kwartal, semester atau setiap akhir tahun seringkali kali dilaksanakan secara informal saja.
- Ada kebebasan anak butir dalam tetapkan sasarannya sendiri. Dalam hal ini ada beberapa fackor yang mensugesti. Pertama, dalam perkara dimana jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh sebuah organisasi harus persis mengikuti apa yang digariskan (contohnya industri spesifik – reaktor nuklir), maka hampir semua karyawan hanya mengikuti apa yg digariskan oleh pimpinannya. Di pihak lain, dalam organisasi yang justru tergantung pada kreativitas orang-orangnya, kebebasan yang sangat besar diberikan pada seluruh orang buat memutuskan tujuan masing-masing selama seluruh mengarahan pada dan mendukung tercapainya tujuan organisasi yang primer (misalnya industri teknologi keterangan).
- Hasil kerja siapa yang diukur. Hal ini berkaitan menggunakan kendala menurut penerapan sistem MBS pada Negara-negara seperti Indonesia, yaitu bahwa orang Indonesia masih cenderung kuat rasa kolektivismenya dan lebih senang memutuskan sasaran kerja buat gerombolan , bukan buat sendiri-sendiri. Untuk menerobos hambatan tadi, manajemen bisa mengambil “laba” dari budaya kolektif dengan meminta gerombolan buat memutuskan target kerja yang ingin mereka capai, contohnya pada hal efisiensi kerja dan produktifitas. Oleh karena itu cara ini biasanya digunakan buat sebagai dasar dalam pembagian insentif yg dikaitkan dengan peningkatan produktivitas atau efisiensi.
- Pemberian skorsing. Mengingat kemungkinan terjadinya penyalahgunaan pada sstem MBS yang berbentuk penggunaan segala cara yang mungkin nir halal poly perusahaan beranggapan bahwa bila evaluasi semata mata berdasarkan pada output (result) bisa menimbulkan dua bahaya:
- Karyawan yg sangat ambisius dan memiliki cita-cita yang sangat bertenaga untuk menonjol dan maju sendiri akan dijangkiti obsesi yang berlebiahan terhadap pencapaian hasil, sehingga bila perlu mengorbankan sahabat atau anak buah.
- Focus/ perhatian/ minat karyawan sangat terikat dengan pencapaian output pada jangka pendek (maksimum 1 tahun) sebagai akibatnya mereka akan mengabaikan program-acara jangka panjang yg mungkin sangat krusial.
Berdasarkan pertimbangan tadi poly perusahaan masih tetap menekankan pentingnya memberi nilai dalam “cara” atau “proses” bagaimana output tersebut dicapai, yang sebenarnya merupakan “input” yang didayagunakan untuk memperoleh “output” yang ditargetkan. Sistem Manajemen Kinerja yg digunakan masih permanen menyisihkan score atau point buat factor-faktor tersebut, yg pada beberapa perusahaan dianggap “ kompensasi”, misalnya kerjasama pada team, interaksi antar pribadi serta sebagainya. Hasil akhir umumnya score dibagi sebagai dua bagian antara 65%-70% buat pencapaian sasaran (output) dan 30-35% buat faktor-faktor kualitatif yang disebutkan tadi. Faktor-faktor yg generik digunakan menjadi komponen kualitatif adalah:
- Technical Knowledge (pengetahuan mengenai aspek teknis berdasarkan pekerjaannya sendiri).
- Kompensasi Manajerial (Misal: objectives/target setting, planning, organizing, dll., bagi yg mempunyai jabatan manajerial saja).
- Keterampilan Komunikasi (prestasi, negoisasi dll.).
- Resourcefullness(kreativitas, inisiatif, dan penemuan).
- Kemampuan buat mrnyemangati bawahan buat berprestasi tinggi secara konsisten(bagi yg memimpin sejumlah orang).
- Kemampuan Hubungan Antar Pribadi (kemauan serta keterampilan).
- Kerjasama dalam team (kemauan serta keterampilannya)
- Ketaatan pada “Sistem nilai” (kode etik/ prinsip-prinsip berusaha yang diterapkan perusahaan.
Setiap faktor tersebut wajib di buat tingkatan-tingkatannya, apakah antara 1 hingga 10 atau A(buat terbaik) sampai E (terburuk)serta lalu di buat definisi/penjelasn buat strata tersebut.
Langkah-Langkah Penerapan Manajemen Kinerja Berbasis MBS
Untuk menerapkan manajemen Kinerja yg berbasis dalam MBS terdapat beberapa langkah (tindakan) yg harus dilakukan misalnya terebut pada bawah ini:
1. Perencanaan serta perancangan
Apabila dirasakan bahwa “budaya perusahaan” sudah mendukung dilaksanakannya program Manajemen Kinerja yg berdasarkan pada konsep Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBS),serta sudah terdapat “permintaan “ yg konkret untuk menerapkannya termasuk menurut pimpinan zenit, maka yang pertama wajib dilakukan merupakan merancang program tersebut. Yang wajib dilakukan pada kegiatan ini adalah menciptakan konsep berbentuk proposal yang diajukan kepada pimpinan zenit.
2. Seminar atau Kick off Meeting
Setelah mendapat dukungan berdasarkan manajemen puncak , maka dapat dilakukan seminar intern yg harus dihadiri oleh semua manajer madya. Tujuan seminar ini buat mengungkapkan apa itu Menejemen Kinerja, tujuannya dan bagaimana menerapkannya.
3. Pelatihan menggunakan sistem manajemen kinerja yg berdasarkan MBS.
Salah satu tantangan terbesar pada penerapan sistem ini merupakan bahwa karyawan dalam hampir semua strata memiliki kesulitan dalam memutuskan dan merumuskan tujuan juga sasaran kerja mereka. Mereka lebih terbiasa merumuskan “ aktivitas” yang mereka lakukan menurut pada pada bentuk hasil menurut aktivitas itu. Oleh karena itu, seluruh karyawan dari semua tingkatan yg prestasi kerjanya akan diukur menggunakan menggunakan metode ini harus mengikuti program training khusus dan intensif yang umumnya berbentuk workshop (lokakarya) yang akan membantu karyawan tahu tujuan atau alasan mengapa wajib “bekerja berdasarkan target” Menurut Ruky (2004), dari pengalaman pelatihan ini sangat penting sekali dan adalah tahap yang sangat crucial.
Dalam training tersebut dapat dirasakan betapa sulitnya merubah norma berpikir dan kerja yg tadinya berbasiskan “ kegiatan” menjadi berbasiskan “target dan output”. Oleh karena itu, adalah beralasan bila ahli mengungkapkan bahwa komitmen pimpinan puncak sangat diperlukan, disamping pembinaan itu sendiri wajib dilakukan menggunakan sahih serta tabah dan kemudian disusul menggunakan bimbingan sang para “fasilitator” dan instruktur yg handal.
4. Pelatihan teknik konseling.
Pelatihan pertama harus dikombinasikan dengan pelatihan spesifik tentang teknik komunikasi buat tujuan konseling dengan bawahan semenjak berdasarkan tahap pembicaraan tentang target-sasaran target yg harus diakui merupakan bahwa sedikit manajer atau supervisor yg telah mempunyai kemampuan tersebut secara alami, sehingga mereka wajib mendapatkan training. Termasuk dalam pelatihan ini merupakan merupakan teknik interaksi antara langsung yg konstruktif;mendengarkan menyemangati dan menangani bawahan yang berkeberatan serta mengajukan protes
5. Panduan tertulis.
Bersamaan menggunakan langkah pertama departemen SDM menyiapkan sebuah pedoman tertulis untuk menjadi pegangan bagi seluruh atasan yg menilai disertai formulir-formulir evaluasi yang diharapkan. Panduan tertulis serta formulir yang akan digunakan wajib tersedia dalam ketika training dilaksanakan.
6. Sosialisasi sistem manajemen kinerja
Setelah semua persiapan selesai, harus dilakukan sebuah program sosialisasi mengenai sistem manajemen kinerja kepada semua karyawan bawahan yang prestasinya harus dinilai. Sosialisasi ini mampu dilakukan melalui semacam seminar dua-3 jam melalui pertemuan singkat pada tiap unit kerja serta penerangan tertulis.
7. Periode percobaan (trial period)
Menyusul program sosialisasi wajib diberlakukan sebuah periode percobaan buat men-test semua persiapan dan mengevaluasi aplikasi, sebagai akibatnya pemugaran yang perlu dapat diambil. Karena itu, sebaiknya persiapan buat menerapkan sistem manajemen kinerja berbasis MBS/SKI sudah selesai 1 atau 2 bulan sebelum tahun masa kerja perusahaan/ organisasi dimulai.