PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal dan Struktur Modal 
Modal merupakan hak atau bagian yg dimiliki oleh pemilik perusahaan pada pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yg ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,2001).

Modal dalam dasarnya terbagi atas 2 bagian yaitu kapital Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara kapital asing dan kapital sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga pada jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas keuntungan ditahan dan sanggup juga menggunakan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal adalah masalah penting pada pengambilan keputusan tentang pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tersebut maka dapat digunakan beberapa Teori yg mengungkapkan Struktur Modal pada suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur kapital yg optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai impak terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal bisa berubah-ubah supaya bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.

2. Teori Pendekatan Modigliani serta Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal nir mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini sudah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan menggunakan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.

3. Teori Trade-Off pada Struktur Modal
Dalam fenomena, terdapat hal-hal yg membuat perusahaan nir sanggup memakai hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yg terpenting merupakan dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut mampu relatif signifikan. Biaya tadi terdiri menurut dua (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, porto yg dikeluarkan untuk membayar porto administrasi, atau porto lainnya yang sejenis.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain dari peningkatan hutang merupakan meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang menggunakan pemegang saham akan meningkat, lantaran potensi kerugian yg dialami sang pemegang hutang akan menaikkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan sanggup dilakukan pada bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yg lebih ketat) serta bisa dalam bentuk kenaikan taraf bunga

4. Teori Pecking Order
Teori Trade-Off mempunyai implikasi bahwa manager akan berfikir pada kerangka trade-off antara penghematan pajak dan porto kebangkrutan pada penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan realitas nampaknya sporadis manager keuangan yg berfikir demikian.

Secara khusus, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan pada Teori Pecking Order merupakan menjadi berikut :
a. Perusahaan menentukan pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh menurut laba (laba) yg dihasilkan berdasarkan aktivitas perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran berdasarkan dalam asumsi kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan deviden yang kontinu, digabung dengan fluktuasi laba serta kesempatan investasi yg nir bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima sang perusahaan akan lebih akbar dibandingkan dengan pengeluaran investasi dalam saat waktu eksklusif dan akan lebih kecil pada ketika yg lain.
d. Apabila padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling kondusif terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, lalu menggunakan surat berharga adonan seperti obligasi konvertibel, serta lalu barangkali saham sebagai pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini bisa mengungkapkan mengapa perusahaan yang mempunyai taraf laba yg lebih tinggi justru mempunyai taraf hutang yg lebih mini .

5. Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini berkata bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan menggunakan perusahaan nir memiliki berita yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu memiliki kabar yg lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri berdasarkan Teori :
a. Myers serta Majluf
Menurut Teori ini ada asimetri warta antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai fakta yg lebih lengkap tentang syarat perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) adalah signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Apabila manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karena itu ingin agar saham tersebut semakin tinggi, dia ingin megkomunikasikan hal tersebut pada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yg lebih credible. Karena perusahaan yg menaikkan hutang bisa dicermati menjadi perusahaan yang konfiden dengan prospek perusahaan pada masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yg baik.

PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal dan Struktur Modal 
Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan pada pos kapital (kapital saham), laba atau laba yg ditahan atau kelebihan aktiva yg dimiliki perusahaan terhadap semua utangnya (Munawir,2001).

Modal dalam dasarnya terbagi atas 2 bagian yaitu kapital Aktif (Debet) dan kapital Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara kapital asing serta kapital sendiri. Modal asing diartikan pada hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan sanggup juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal adalah masalah penting dalam pengambilan keputusan tentang pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tadi maka bisa dipakai beberapa Teori yg menyebutkan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional beropini akan adanya struktur modal yg optimal. Artinya Struktur Modal memiliki pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yg optimal.

2. Teori Pendekatan Modigliani serta Miller
Dalam teori ini beropini bahwa Struktur Modal tidak mensugesti Perusahaan. Dalam hal ini sudah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan menggunakan hutang lebih tinggi dibandingkan menggunakan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.

3. Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam fenomena, terdapat hal-hal yg membuat perusahaan tidak mampu menggunakan hutang sebesar banyaknya. Suatu hal yg terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan meningkat kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tadi terdiri menurut 2 (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yg dimuntahkan buat membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yang terjadi lantaran dalam syarat kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau herbi perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang lantaran mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain menurut peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan semakin tinggi, karena potensi kerugian yg dialami oleh pemegang hutang akan menaikkan supervisi terhadap perusahaan. Pengawasan sanggup dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yg lebih ketat) dan mampu pada bentuk kenaikan tingkat bunga

4. Teori Pecking Order
Teori Trade-Off memiliki implikasi bahwa manager akan berfikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak serta porto kebangkrutan dalam penentuan Struktur Modal. Dalam fenomena realitas nampaknya jarang manager keuangan yg berfikir demikian.

Secara spesifik, perusahaan memiliki urutan-urutan prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan pada Teori Pecking Order adalah menjadi berikut :
a. Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tadi diperoleh dari keuntungan (laba) yg didapatkan menurut aktivitas perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan deviden yang kontinu, digabung dengan fluktuasi keuntungan serta kesempatan investasi yang nir bisa diprediksi, akan menyebabkan genre kas yg diterima sang perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi dalam ketika ketika tertentu dan akan lebih kecil dalam waktu yang lain.
d. Apabila padangan eksternal dibutuhkan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yg paling kondusif terlebih dulu. Perusahaan akan memulai menggunakan hutang, lalu dengan surat berharga adonan seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham menjadi pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini mampu mengungkapkan mengapa perusahaan yg memiliki taraf keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai taraf hutang yg lebih mini .

5. Teori Asimetri Informasi serta Signaling
Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yg berkaitan dengan perusahaan nir memiliki informasi yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak eksklusif memiliki keterangan yang lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers dan Majluf
Menurut Teori ini terdapat asimetri kabar antara manger dengan pihak luar. Manager memiliki warta yang lebih lengkap tentang syarat perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur kapital (penggunaan hutang) adalah signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Apabila manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, serta karena itu ingin supaya saham tadi meningkat, beliau ingin megkomunikasikan hal tadi pada investor. Manager bisa memakai hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yg mempertinggi hutang sanggup dipandang menjadi perusahaan yang konfiden dengan prospek perusahaan pada masa mendatang. Investor dibutuhkan akan menangkap signal tadi, signal bahwa perusahaan memiliki prospek yg baik.

PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal Dan Struktur Modal
Modal merupakan hak atau bagian yg dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yg ditahan atau kelebihan aktiva yg dimiliki perusahaan terhadap semua utangnya (Munawir,2001).

Modal dalam dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu kapital Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing serta kapital sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga dalam jangka pendek. Sedangkan kapital sendiri sanggup terbagi atas laba ditahan serta bisa juga menggunakan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal adalah perkara penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tadi maka dapat digunakan beberapa Teori yg menyebutkan Struktur Modal pada suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional beropini akan adanya struktur kapital yg optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yg optimal.

Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Dalam teori ini beropini bahwa Struktur Modal tidak menghipnotis Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan menggunakan hutang lebih tinggi dibandingkan menggunakan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tadi dikarenakan adanya penghematan pajak.

Teori Trade-Off pada Struktur Modal
Dalam kenyataan, terdapat hal-hal yg membuat perusahaan nir mampu menggunakan hutang sebesar banyaknya. Suatu hal yang terpenting merupakan menggunakan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut sanggup cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri berdasarkan dua (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yg dikeluarkan buat membayar biaya administrasi, atau porto lainnya yg sejenis.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yang terjadi lantaran dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain nir mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang lantaran mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain berdasarkan peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang menggunakan pemegang saham akan semakin tinggi, karena potensi kerugian yg dialami oleh pemegang hutang akan menaikkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan sanggup dilakukan pada bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) serta bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga

Teori Pecking Order
Teori Trade-Off memiliki implikasi bahwa manager akan berfikir pada kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kebangkrutan pada penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan realitas nampaknya sporadis manager keuangan yang berfikir demikian.

Secara spesifik, perusahaan memiliki urutan-urutan prefensi pada penggunaan dana. Skenario urutan dalam Teori Pecking Order adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan menentukan pandangan internal. Dana internal tadi diperoleh dari laba (laba) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran berdasarkan pada asumsi kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan deviden yg kontinu, digabung dengan fluktuasi keuntungan serta kesempatan investasi yang tidak mampu diprediksi, akan mengakibatkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi dalam waktu saat tertentu dan akan lebih kecil pada waktu yang lain.
d. Jika padangan eksternal diharapkan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yg paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai menggunakan hutang, kemudian dengan surat berharga adonan misalnya obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham menjadi pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini bisa menyebutkan mengapa perusahaan yg mempunyai taraf laba yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil.

Teori Asimetri Informasi serta Signaling
Teori ini berkata bahwa pada pihak pihak yang berkaitan menggunakan perusahaan tidak memiliki liputan yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak eksklusif memiliki warta yg lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers dan Majluf
Menurut Teori ini terdapat asimetri berita antara manger menggunakan pihak luar. Manager memiliki kabar yg lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur kapital (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan sang manager ke pasar. Apabila manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tadi meningkat, beliau ingin megkomunikasikan hal tadi pada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yg lebih credible. Karena perusahaan yg menaikkan hutang sanggup dilihat sebagai perusahaan yang yakin menggunakan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tadi, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.

Teori Lainnya
Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur kapital disusun buat mengurangi permasalahan antar aneka macam gerombolan kepentingan. Pertarunga antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada kesamaan manager ingin menunda asal daya sehingga mempunyai control atas asal daya tadi. Hutang sanggup dianggap sebagai cara buat mengurangi perseteruan leagenan free cash flow. Jika perusahaan memakai hutang, maka manager akan dipaksa buat mengeluarkan kas dari perusahaan buat membayar bunga.

Pendekatan Interaksi Produk
Teori ini berangkat berdasarkan teori organisasi industri dan nisbi baru, dibandingkan menggunakan teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini, yaitu Strategi serta Menjelaskan hubungan antara Struktur Modal dengan karakteristik produk atau input.

Konteks atas Pengendalian Perusahaan 
Beberapa penemuan pendekatan ini merupakan perusahaan yang sebagai sasaran (pada pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat hutangnya, berhubungan dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka dalam proses pengamalihan bisnis).

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL
Ada beberapa faktor yg bisa mempengaruhi Struktur Modal antara lain :

Struktur Aktiva (Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri yg sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva permanen , akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari kapital yang permanent yaitu kapital sendiri, sedangkan hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yg semakin akbar aktivanya terdiri menurut aktiva lancer akan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana menggunakan utang. Hal ini menerangkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal suatu perusahaan.

Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan untuk melakukan investasi dalam hal-hal yang menguntungkan. Teori Agency menggambarkan interaksi yang negative antara Growth Opprtunity dan leverage. Perusahaan menggunakan tingkat leverage yg tinggi cenderung akan melewatkan kesempatan pada berinvestasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan.

Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Perusahaan akbar cenderung akan melakukan diversifikasi usaha lebih poly berdasarkan dalam perusahaan kecil. Oleh karenanya kemungkinan kegagalan pada menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih mini . Ukuran perusahaan seringkali dijadikan indicator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan pada berukuran lebih besar dilihat lebih sanggup menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya.

Profitabiltas
Teori Pecking Order mengungkapkan bahwa perusahaan lebih menyukai internal funding. Perusahaan dengan frofitalitas yg tinggi tentu memiliki dana internal yang lebih banyak menurut pada perusahaan dengan profitalitas rendah.

Perusahaan dengan taraf pengembalian yg tinggi investasi memakai utang yg relative mini (Bringham & Houston, 2001).

Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan buat membiayai sebagian akbar kebutuhan pendanaan menggunakan dana yang dihasilkan secara internal. Hal ini menampakan bahwa profitalitas berpengaruh terhadap struktur kapital perusahaan.

Semakin tinggi keuntungan yg diperoleh berarti semakin rendah utang.

Risiko Bisnis 
Risiko Bisnis akan mempersulit perusahaan pada melaksanakan pendanaan eksternal, sehingga secara teori akan berpengaruh negative terhadap leverage perusahaan.

PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal Dan Struktur Modal
Modal merupakan hak atau bagian yg dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (kapital saham), laba atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yg dimiliki perusahaan terhadap semua utangnya (Munawir,2001).

Modal pada dasarnya terbagi atas 2 bagian yaitu kapital Aktif (Debet) serta modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas keuntungan ditahan serta mampu juga menggunakan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal merupakan masalah penting pada pengambilan keputusan tentang pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tadi maka bisa digunakan beberapa Teori yg menjelaskan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yg optimal. Artinya Struktur Modal memiliki imbas terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah supaya sanggup diperoleh nilai perusahaan yg optimal.

Teori Pendekatan Modigliani serta Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini sudah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tadi dikarenakan adanya penghematan pajak.

Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang menciptakan perusahaan tidak bisa memakai hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yg terpenting merupakan menggunakan semakin tingginya hutang, akan meningkat kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut sanggup cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yg dimuntahkan buat membayar porto administrasi, atau biaya lainnya yang homogen.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yg terjadi karena pada syarat kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain nir mau herbi perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang lantaran mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain menurut peningkatan hutang adalah meningkatnya porto keagenan antara pemegang hutang menggunakan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yg dialami sang pemegang hutang akan menaikkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan mampu dilakukan dalam bentuk porto porto monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga

Teori Pecking Order
Teori Trade-Off memiliki implikasi bahwa manager akan berfikir pada kerangka trade-off antara penghematan pajak serta porto kebangkrutan dalam penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan empiris nampaknya jarang manager keuangan yg berfikir demikian.

Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi pada penggunaan dana. Skenario urutan pada Teori Pecking Order merupakan menjadi berikut :
a. Perusahaan menentukan pandangan internal. Dana internal tadi diperoleh dari laba (keuntungan) yg didapatkan berdasarkan aktivitas perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan dalam asumsi kesempatan investasi.
c. Lantaran kebijakan deviden yang kontinu, digabung menggunakan fluktuasi laba dan kesempatan investasi yg nir mampu diprediksi, akan mengakibatkan aliran kas yg diterima sang perusahaan akan lebih besar dibandingkan menggunakan pengeluaran investasi pada waktu waktu tertentu serta akan lebih mini dalam waktu yg lain.
d. Jika padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yg paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai menggunakan hutang, lalu dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, serta kemudian barangkali saham menjadi pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini mampu menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki taraf keuntungan yg lebih tinggi justru mempunyai taraf hutang yang lebih kecil.

Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini berkata bahwa dalam pihak pihak yg berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai berita yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak eksklusif mempunyai keterangan yg lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers serta Majluf
Menurut Teori ini terdapat asimetri kabar antara manger dengan pihak luar. Manager memiliki berita yang lebih lengkap tentang kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur kapital (penggunaan hutang) merupakan signal yg disampaikan sang manager ke pasar. Apabila manager memiliki keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tadi semakin tinggi, ia ingin megkomunikasikan hal tadi kepada investor. Manager sanggup memakai hutang lebih poly sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang mempertinggi hutang mampu dilihat menjadi perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan memiliki prospek yg baik.

Teori Lainnya
Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur kapital disusun untuk mengurangi permasalahan antar banyak sekali grup kepentingan. Permasalahan antara pemegang saham menggunakan manager merupakan konsep free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan asal daya sehingga memiliki control atas asal daya tadi. Hutang sanggup dianggap sebagai cara buat mengurangi permasalahan leagenan free cash flow. Jika perusahaan memakai hutang, maka manager akan dipaksa buat mengeluarkan kas dari perusahaan buat membayar bunga.

Pendekatan Interaksi Produk
Teori ini berangkat berdasarkan teori organisasi industri serta nisbi baru, dibandingkan dengan teori lainnya. Ada dua kategori pada pendekatan ini, yaitu Strategi serta Menjelaskan interaksi antara Struktur Modal dengan karakteristik produk atau input.

Konteks atas Pengendalian Perusahaan 
Beberapa penemuan pendekatan ini merupakan perusahaan yang sebagai sasaran (pada pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat hutangnya, berhubungan dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka dalam proses pengamalihan usaha).

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Struktur Modal diantaranya :

Struktur Aktiva (Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri yang sebagian akbar modalnya tertanam dalam aktiva permanen , akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari kapital yang permanent yaitu modal sendiri, sedangkan hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yang semakin akbar aktivanya terdiri menurut aktiva lancer akan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana dengan utang. Hal ini menunjukkan adanya imbas struktur aktiva terhadap struktur modal suatu perusahaan.

Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan buat melakukan investasi pada hal-hal yg menguntungkan. Teori Agency menggambarkan interaksi yang negative antara Growth Opprtunity serta leverage. Perusahaan dengan tingkat leverage yg tinggi cenderung akan melewatkan kesempatan pada berinvestasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan.

Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Perusahaan akbar cenderung akan melakukan diversifikasi bisnis lebih poly dari pada perusahaan kecil. Oleh karenanya kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih mini . Ukuran perusahaan tak jarang dijadikan indicator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan pada berukuran lebih besar dicermati lebih bisa menghadapi krisis pada menjalankan usahanya.

Profitabiltas
Teori Pecking Order mengungkapkan bahwa perusahaan lebih menyukai internal funding. Perusahaan menggunakan frofitalitas yang tinggi tentu mempunyai dana internal yg lebih poly berdasarkan dalam perusahaan dengan profitalitas rendah.

Perusahaan menggunakan taraf pengembalian yang tinggi investasi menggunakan utang yang relative kecil (Bringham & Houston, 2001).

Tingkat pengembalian yg tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan menggunakan dana yg dihasilkan secara internal. Hal ini menampakan bahwa profitalitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.

Semakin tinggi laba yg diperoleh berarti semakin rendah utang.

Risiko Bisnis 
Risiko Bisnis akan mempersulit perusahaan dalam melaksanakan pendanaan eksternal, sehingga secara teori akan berpengaruh negative terhadap leverage perusahaan.

MENGELOLA DINAMIKA POLITIK DAN SUMBERDAYA DAERAH

Mengelola Dinamika Politik Dan Sumberdaya Daerah 
Di negara berkembang misalnya Indonesia, buruknya birokrasi permanen menjadi masalah terbesar. Birokrasi selalu dikaitkan menggunakan mekanisme kerja yg berbelit-belit dan lamban. Birokrasi yg memiliki sifat patron-klien yg kental, hierarkhis serta impersonal telah memberikan efek diantaranya mematikan inisiatif rakyat serta kualitas pelayanan rakyat yg nir efisien. Sudah menjadi rahasia generik bahwa pelayanan generik pada instansi pemerintah selama ini lamban, ruwet, nir efisien bahkan menjengkelkan karena poly calo yang berkeliaran. Di samsat, di loket stasiun misalnya, calo yang terdapat nir pernah bisa diberantas, malah dilindungi lantaran mendatangkan fulus. Hal ini memberi kesan bahwa birokrasi kita adalah ibarat 'benang kusut', akibatnya warga enggan berhadapan dengan birokrasi. Inilah sebuah paradoks birokrasi kita yg justru nir mendinamisasi warga . Kekuasaan yg berlimpah baik yang bersifat otoritas formal, keuangan, berita juga skill berakibat posisi birokrasi bertenaga serta memungkinkan birokrasi buat memaksakan kehendaknya tanpa terdapat kemampuan warga menolaknya. Dengan keadaan seperti itu, birokrasi yg semula dicermati menjadi organisasi yang bisa secara efektif dan efisien melayani kebutuhan warga lalu mengalami penurunan agama di mata warga bahkan menumbuhkan resistensi yg tinggi dari rakyat. 

Seiring menggunakan proses reformasi yg terjadi pada negara kita, tuntutan masyarakat terhadap birokrasi jua menguat. Birokrasi dituntut buat sebagai publik servant. Artinya tugas birokrasi merupakan melayani warga , bukan sebaliknya warga yang melayani birokrat. Masyarakat menuntut untuk diterapkannya manajemen yg baik dan transparan. Sebagai konsekuensinya, pemerintah wajib menaikkan kinerja dalam fungsi pelayanan publik agar lebih efektif, efisien dan transparan demi terwujudnya rapikan pemerintahan yang baik (good governance). Strategi yang dilakukan buat mengatasi beberapa persoalan birokrasi tersebut adalah melalui reformasi. Reformasi birokrasi adalah upaya untuk mengatasi aneka macam masalah internal birokrasi seperti tumpang tindih tugas dan kesemrawutan fungsi organisasi pada banyak sekali strata, masalah pandangan hidup serta budaya kerja, belum adanya baku pelayanan publik, penggunaan aturan yg belum berorientasi dalam output dan baku kinerja, monitoring serta penilaian masih sering terjadi. 

Reformasi birokrasi berupaya buat mengurangi kasus tersebut menggunakan perubahan, penyegaran serta pembaharuan guna memenuhi pelayanan publik yang bisa mengimbangi dinamika dan kebutuhan rakyat. Tulisan ini dia akan mencoba mengelaborasi lebih jauh terkait menggunakan reformasi pelayanan publik di daerah dan hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan reformasi tadi. Dalam pelaksanaan reformasi pelayanan publik, tulisan ini mengangkat dua daerah yg sudah melakukan reformai birokrasi yaitu Jawa Timur serta Daerah spesial (DI) Yogyakarta. Jawa Timur adalah daerah yang melakukan inisiasi penerapan ISO 9001:2000 sebagai baku pada anugerah pelayanan publik secara profesional yg umumnya diterapkan sang swasta. Sedangkan DI Yogyakarta adalah daerah yg pertama kali melakukan terobosan manajemen pemerintahan wilayah pada era otonomi melalui kerjasama antar pemerintah daerah dalam bidang pariwisata dan pengelolaan wahana dan prasarana perkotaan. Hal ini menunjukkan adanya perubahan positif menggunakan cara serta strategi tidak selaras dari Jawa Timur serta DI Yogyakarta dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Fenomena ini yang dinamakan menggunakan Sound Governance (Farazmand, Ali, 2004). Kedua provinsi ini menaruh bunyi berbeda dalam melakukan reformasi birokrasi pada daerahanya sinkron dengan kebutuhan mereka sendiri dalam upaya meningkatkan pelayanan publik. 

Birokrasi serta Pelayanan Publik
Birokrasi berasal berdasarkan istilah bureau dari bahasa Perancis yg berarti taplak yg digunakan pada sebuah meja buat melayani orang-orang (Savirani, 2004). Birokrasi merupakan tipe ideal rakyat rasional yang ada pada gagasan Weber. Idealnya, birokrasi merupakan suatu bentuk organisasi yang memiliki hierarkhi, spesialisasi peranan serta taraf kompetensi tinggi yg ditunjukkan oleh para pejabat yang terlatih untuk mengisi kiprah-kiprah birokrasi sehingga sangat efektif serta efisien (Weber pada Sinambela,2006). Pada praktiknya, cara-cara yang dijalankan birokrasi terlalu prosedural, berbelit-belit sebagai akibatnya nir efektif dan efisien pada menyelesaikan suatu pekerjaan (Lauer,2004:460). Dalam hubungannya dengan kekuasaan, birokrasi menjadi instrumen buat mengatur aparatur juga mengatur masyarakatnya. Sebagai suatu sistem, birokrasi adalah suatu tata kerja yang stabil dan tidak bergantung pada kualitas individu-individu yang ada didalamnya karena birokrasi merupakan wujud dari tindakan beserta serta memiliki tujuan pasti yang akan dicapai. 

Di negara sedang berkembang, dimana birokrasi patrimonial terdapat, birokrasi tidak hanya menjadi indera penguasa, namun birokrasi justru sebagai penguasa itu sendiri. Kewenangan birokrasi yg terlalu luas menggunakan struktur birokrasi yang sangat hierarkis mempermudah birokrasi berbuat sekendak hatinya terhadap rakyat. Berbagai alasan dijadikan dalih birokrat buat memperlambat proses pelayanan pada masyarakat jika syarat non formal (uang tips) tidak disertakan. Slogan birokrasi ’kalau bisa usang kenapa harus pada percepat’ sebagai momok sendiri bagi rakyat ketika berhadapan dengan birokrasi 

Sejalan menggunakan demokratisasi dan perkembangan teknologi, maka pelayanan publik dituntut lebih efisien, serba cepat, computerised, transparansi dan komunikatif. Birokrasi terkini mengemban misi fairer, faster, better and cheaper. Oleh karena itu, sistem harus dibenahi, dituntut aparat yg memiliki skill yg memadai, ramah, berpengetahuan luas dan ditunjang indera yang canggih. Untuk itu, David Osborn dan Ted Gaebler pada "Reinventing Government" atau entrepreneural government menyarankan adanya perubahan orientasi pemerintahan, antara lain: Entrepreneural government menjadi manajemen pelayanan publik dengan ciri antara lain (1) mengedepankan kompetisi, (2) bisa memberdayakan masyarakat menggunakan membatasi kiprah birokrasi, berorientasi pada hasil (outcome), (tiga) lebih memakai misi ketimbang anggaran menjadi daya dorongnya, (4) mencoba semaksimal mungkin mencegah (prevent) dilema yang muncul ketimbang memecahkannya, (lima) menggunakan semua potensi yang ada buat mencari uang (earning money) ketimbang membelanjakannya, (6) mengedepankan desentralisasi dan mendorong partisipasi, (7) mengadopsi mekanisme pasar dalam manajemen pelayanan publik, serta (8) mengutamakan peran katalisator ketimbang menjadi pengelola pelayanan publik (Osborne & Gaebler,1997:255-250).

Berkaitan dengan pelayanan publik, berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 81/1993, pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan generik yg dilaksanakan oleh instansi pemerintah di sentra, pada wilayah serta pada lingkungan BUMN/D dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan rakyat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Secara umum pelayanan publik dapat dipahami sebagai jenis pelayanan yang disediakan buat rakyat, baik yang dilakukan sang pemerintah juga partikelir. Tujuan pelayanan publik adalah menyediakan pelayanan yang terbaik bagi publik atau masyarakat. Pelayanan yg terbaik merupakan pelayanan yg memenuhi apa yg dijanjikan atau apa yg diinginkan serta dibutuhkan sang masyarakat. Pelayanan terbaik akan membawa implikasi terhadap kepuasaan publik atas pelayanan yg diterima. Secara ideal, pelayanan umum yang dilaksanakan harus sedapat mungkin mendorong kreativitas, prakarsa dan peran dan masyarakat dalam pembangunan. Hubungan aparat menggunakan rakyat yg patront-client harus diubah menjadi interaksi produsen-konsumen atau govenrment-citizen di mana rakyat adalah primary stakeholder.

Pelayanan publik mempunyai ciri-ciri utama diantaranya: (1) pelayanan untuk pure public goods (barang dan jasa utama/murni)misalnya pertahanan-keamanan, proteksi lingkungan hidup. Pelayanan jenis ini diselenggarakan oleh pemerintah dan tidak dapat dialihkan kepada organisasi swasta dengan mekanisme pasar; (dua) penyediaan pelayanan publik buat barang ataupun jasa yang mengandung eksternalitas positif dan menguntungkan rakyat secara holistik dan bukan anggota warga secara individual pula lebih tepat diselenggarakan oleh pemerintah. Misalnya imunisasi anak buat penyakit menular, akan memberi manfaat secara keseluruhan terhadap anak-anak yang lain lantaran penyebaran penyakit tadi dapat dihambat; (tiga) kegiatan pelayanan publik yang bersifat monopoli seperti penyediaan air dan pelayanan infrastruktur lain akan lebih efisien diselenggarakan sang organisasi tunggal (single firm). Oleh karena itu, organisasi swasta acapkali kurang tepat menjadi penyelenggara kegiatan ini.

Selain karakteristik-karakteristik utama pada atas, pelayanan publik pula mempunyai karakteristik-karakteristik menjadi berikut: pertama, di pada aktivitas pelayanan publik oleh organisasi pemerintah nir terdapat interaksi yg seimbang antara biaya (cost) dan penerimaan (revenue). Akibatnya, tak jarang masih ada kesamaan bahwa organisasi pemerintah meningkatkan biaya pelayanan; kedua, ada beberapa cara lain pengelolaan institusional, yakni dengan cara hadiah wewenang penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak swasta. Pemberian kewenangan kepada partikelir ini bisa mengungkapkan kepada kita bahwa baik organisasi pemerintah maupun organisasi partikelir dapat berperan menjadi pembeli maupun penjual/produsen dalam penyelenggaraan pelayanan publik atau berperan menjadi keduanya (Pratikno, dkk, 2004:187-189). 

Pelayanan publik itu sendiri dapat diselenggarakan oleh pemerintah, warga sendiri atau sektor privat (swasta). Pelayanan yg diselenggarakan sang pemerintah diklaim sektor publik. Sedangkan yg diselenggarakan oleh rakyat atau individu dianggap sektor partikelir. Hal yg membedakan antara sektor publik serta sektor partikelir antara lain; (1) sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yg lebih mendua (ambigu); (2) sektor publik menghadapi lebih poly persoalan dalam mengimplementasikan keputusan-keputusannya; (tiga) sektor publik lebih poly memperhatikan bisnis mempertahankan peluang serta kapasitas; (4) sektor publik memanfaatkan lebih poly orang yg memiliki motivasi yang sangat majemuk; (lima) sektor publik lebih memperhatikan kompensasi atas kegagalan pasar; (6) sektor publik lebih ketat pada menjaga baku komitmen dalam legalitas; (7) sektor publik memiliki peluang yang lebih besar buat merespon gosip-info keadilan serta kejujuran; (8) sektor harus beroperasi demi kepentingan publik serta (9) sektor publik harus memperhatikan level dukungan publik minimal diatas level yang dibutuhkan dalam industri swasta (Parson, 2005:10).

Ukuran sektor publik menurut Parson lebih banyak berdasarkan pada kriteria kesejahteraan sosial ketimbang kriteria laba finansial, dimana karakteristik-cirinya (1) nir mengejar laba; (dua) cenderung menjadi organisasi pelayanan; (tiga) ada batasan yg lebih akbar dalam tujuan dan taktik yg mereka susun; (4) sektor ini lebih tergantung pada klien buat mendapatkan asal daya finansialnya; (5) sektor ini lebih didominasi oleh kelompok profesional; (6) akuntabilitasnya tidak sama dengan akuntabilitas organisasi privat; (7) manajemen puncak nir memiliki tanggung jawab yang sama atau imbalan financial yg sama; (8) organisasi sektor publik bertanggung jawab pada elektorat serta proses politik serta (9) tradisi kontrol manajemennya kurang.

Rendahnya kualitas pelayanan publik pada Indonesia selama ini menerima sorotan yg sangat tajam aneka macam kalangan. Berdasarkan laporan berdasarkan The World Competitiveness Yearbook tahun 1999, Indonesia termasuk kategori paling rendah diantara 100 negara paling kompetitif pada global (Dwiyanto, dkk: 2006: 53). Situasi serta syarat birokrasi yg dievaluasi jelek dan korup tadi menyebabkan kemerosotan daya tarik berusaha pada Indonesia. Dalam laporan terbarunya, The World Competitiveness Yearbook, International Institute for Management Development menempatkan daya saing Indonesia pada peringkat ke-59 berdasarkan 60 negara. Survey serupa yang dilakukan Forum Ekonomi Dunia (WEF) menerangkan penyebab kemerosotan daya tarik berusaha yang paling mencolok asal berdasarkan institusi publik, dari urutan ke-68 pada tahun 2004 sebagai urutan ke-89 pada tahun 2005. Masih dari survey WEF, yg paling sebagai kasus pada melakukan bisnis pada Indonesia adalah birokrasi pemerintahan yg tidak efisien. Oleh karenanya, birokrasi yang efektif dan efisien sangat diperlukan pada menaruh pelayanan publik yang berkualitas sebagai akibatnya kebutuhan warga dapat terpenuhi.

Dwiyanto (2006:47-76) mengemukakan empat kriteria yg dapat digunakan buat menilai kinerja birokrasi dalam menaruh pelayanan publik. Pertama, akuntabilitas publik, yaitu dengan melihat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan publik menggunakan nilai-nilai yg ada dalam warga atau yang dimilki oleh stakeholders. Kedua, responsivitas, yaitu menilai kinerja birokrasi dengan melihat kemampuan birokrasi dalam mengenali kebutuhan warga , menyusun rencana berdasarkan prioritas pelayanan dan menyebarkan program-acara sinkron kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Ketiga, orientasi dalam pelayanan, yaitu menggunakan melihat seberapa banyak energi birokrasi dipakai buat memberikan pelayanan kepada publik. Keempat, efisiensi pelayanan, yaitu dengan membandingkan antara input serta output pelayanan. 

Birokrasi cenderung mengutamakan buat mempertahankan kekuasaan daripada kualitas pelayanan pada masyarakat. Oleh karenanya, Osborne dan Gaebler menyarankan agar birokrasi mesti memiliki semangat enterpreuner yg tinggi, yaitu wajib memiliki kemampuan buat mencari cara baru guna memaksimalkan produktivitas dan efektivitas telah saatnya dilakukan mengingat tuntutan publik yang semakin tinggi, kebutuhan pelayanan rakyat yg semakin meningkat serta kesiapan pihak partikelir melakukan pelayanan publik dengan menjanjikan pelayanan yang lebih berkualitas. Tidak mungkin pemerintah berperan sebagai provider jasa yang pasif serta monopolistik sebagaimana yang terjadi dalam masa-masa sebelumnya.

Konsepsi reformasi birokrasi di setiap negara serta lebih sempit lagi dalam level wilayah tentu memiliki konteks tersendiri yang turut berkontribusi dalam reformasi birokrasi. Oleh karenanya, konsep Sound Governance yg diawali berdasarkan gagasan Ali Farazmand (2004).terminologi “Sound” menggantikan “Good” merujuk pada prinsip-prinsip penghormatan serta pengakuan atas adanya fakta keberagaman diantara Negara bahkan pada daerah-daerah pada suatu negara seperti Indonesia. Hal ini berarti bahwa konsepsi Sound Governance menaruh penghormatan serta pengakuan atas bervariasinya konteks suatu tempat yg mempunyai lokalitas dan kearifan lokal yg bhineka termasuk di dalamnya penemuan secara lokal sinkron menggunakan kebudayaan yang terdapat dalam loka tadi. 

Namun, adanya faktor keberagaman dalam melakukan reformasi birokrasi ini nir terlepas berdasarkan prasyarat awal dari Good Governance yg terlibat didalamnya seperti adanya syarat demokrasi, transparansi serta akuntabilitas. Reformasi birokrasi dengan Sound Governance ini terlihat dari 2 wilayah yg diangkat dalam makalah ini yaitu Provinsi Jawa Timur serta Daerah Yogyakarta. Kedua daerah ini menaruh penekanan tertentu pada reformasi birokrasi. Jawa Timur melakukan reformasi birokrasi dengan menerapkan inovasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001-2000 sedangkan Daerah spesial Yogyakarta melakukan reformasi birokrasi dengan kerjasama antar pemerintah wilayah dalam bidang pariwisata dan pengelolaan wahana dan prasarana perkotaan yg lebih jauh akan dibahas dalam sub-bab reformasi pelayanan publik pada daerah. 

Reformasi Pelayanan Publik pada Daerah 
1. Inovasi Pelayanan Publik pada Jawa Timur
Implementasi UU No. 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan wilayah memberikan wewenang yang lebih akbar kepada daerah pada menyelenggarakan pemerintahan pada tingkat lokal. Pemerintah wilayah berfungsi menjadi pelaksanaan demokratisasi pada taraf lokal, efisiensi serta efektivitas pemerintahan terutama dalam hal pelayanan publik supaya lebih dekat pada masyarakat. Umumnya kabupaten/ kota sebagai sibuk buat mempersiapkan diri pada merespon tanggung jawab baru pada memberikan pelayanan kepada masyarakat. Diantaranya bidang pengembangan sumber daya insan, pendapatan, wahana dan prasarana, organisasi serta metode serta aneka macam hal penting lainnya, merupakan informasi-gosip dimana Pemerintah Daerah harus meningkatkan serta memperkuatnya buat lebih mampu dalam menjalankan otoritas serta tanggung jawab yang didesentralisasikan.

Disadari atau nir upaya kompetensi aparatur pada pelayanan melalui bimbingan teknis ini tidak akan tercapai apabila masih poly perseteruan internal organisasi yg menjadi penghambat bagi kinerja pelayanan. Karena itu, banyak sekali dilema tersebut diantisipasi menggunakan pembuatan baku pelayanan dalam tiap-tiap organisasi pelayanan publik misalnya yg dilakukan oleh pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Penyediaan pelayanan publik melalui pendekatan mutu merupakan galat satu bentuk pendekatan yg dapat membantu penyedia layanan publik buat beroperasi secara lebih sistematis dan transparan, dimana didalamnya selalu terdapat proses pemugaran kinerja disertai respon yg selalu positif terhadap seluruh kebutuhan publik serta pihak yg berkepentingan lainnya (stakeholder) (Hanif & Martanto (eds.), 2005: 114). Manajemen mutu merupakan kegiatan buat mengarahkan dan mengendalikan organisasi dalam hal mutu. Hal ini akan terlaksana apabila sistem yg diterapkan merupakan sistem manajemen mutu terpadu yaitu sistem manajemen yg melibatkan semua karyawan pada suatu organisasi yg membentuk produk barang dan jasa. Tujuan utamanya merupakan mempertinggi mutu, efisiensi dan efektivitas produksi pada pada organisasi dengan harapan bisa menaruh jaminan mutu pada kosumen. Penerapan Sistem Manajemen Mutu Terpadu inilah yang menjadi taktik inovasi Pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Timur dalam pelayanan publik. Standar pelayanan publik yg digunakan merupakan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001-2000 yang sudah diterapkan pada lebih dari 150 negara pada dunia (repository.binus.ac.id/content/D0314/D031417914.ppt, diakses 10 April 2012) menggunakan menerapkan 8 prinsip SMM ISO 9001:2000. Delapan prinsip sistem manajemen mutu tersebut terdiri atas penekanan pelanggan, kepemimpinan, dukungan serta keterlibatan karyawan, pendekatan proses, pendekatan sistem terhadap manajemen, perbaikan berkesinambungan, pendekatan aktual dalam pengambilan keputusan serta hubungan pemasok yg saling menguntungkan.

Prinsip penekanan pelanggan merupakan bentuk komitmen unit pelayanan publik pada Jawa Timur yang senantiasa berusaha tahu kebutuhan dan harapan rakyat baik dalam masa sekarang juga di masa yg akan tiba. Unit pelayanan publik wajib merencanakan dan memenuhi kebutuhan rakyat dan berusaha semaksimal mungkin buat melebihi asa kebutuhan waktu ini serta yang akan tiba. Prinsip kepemimpinan merupakan pencerahan akan besarnya peran pengambil keputusan dalam memutuskan suatu kebijakan dan sasaran mutu buat memberi arah organisasi dan dalam membangun serta memelihara harmoni internal dimana seluruh pegawai bisa berperan secara penuh pada menunjang tujuan organisasi. Hal ini memiliki keterkaitan organik dengan prinsip keterlibatan serta partisipasi aktif seluruh karyawan dalam suatu unit pelayanan sebagai akibatnya mencapai sebuah sinergi pada mencapai tujuan organisasi yakni mewujudkan kepuasan rakyat terhadap penyediaan layanan publik. 

Prinsip pendekatan proses menekankan pada suatu realitas bahwa penyediaan layanan publik melibatkan serangkaian proses yg saling berkaitan sebagai akibatnya kendali terhadap setiap tahapan proses akan membentuk hasil layanan publik yang lebih prima. Terkait menggunakan hal tersebut, prinsip kedekatan sistem dalam manajemen yang terdiri menurut input, proses dan hasil dapat diketahui/ diidentifikasi, dipahami, dikelola secara menyeluruh sebagai satu sistem yang terpadu. Hal ini akan berguna bagi pencapaian efektifitas dan efisiensi unit pelayanan publik pada Jawa Timur pada mencapai tujuannya. Penerapan prinsip peningkatan berkelanjutan memerlukan pendataan dan analisis terhadap layanan yg telah dilakukan. Oleh sebab itu, prinsip pendekatan informasi pada pengambilan keputusan membutuhkan data-data yang benar sebagai akibatnya keputusan yg diambil dan ditetapkan senantiasa didasarkan dalam analisis data dan aneka macam liputan yang ada dan tersedia. Sedangkan prinsip hubungan pemasok yg saling menguntungkan merupakan keliru satu faktor yg memiliki imbas yang signifikan terhadap kualitas layanan yang diberikan. Oleh karena itu hubungan yang serasi antara keduanya wajib dipelihara (Hanif & Martanto (eds.), 2005: 115-116). 

Dari 378 unit pelayanan publik pada Jawa Timur 49 unit telah menerapkan SMM ISO 9001:2000, sebanyak 30 diantaranya telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 serta 19 lainnya masih dalam proses penilaian sertifikasi. Instansi yang sudah mendapatkan tunjangan profesi ISO 9001:2000 diantaranya Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Bangunan Kota Surabaya, Dinas Perijinan serta Penanaman Modal Sidoarjo, PDAM Kota Madiun, RSUD Dr. Soedono Madiun, RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Dinas Pendapatan Daerah Jatim serta Kantor SAMSAT Sidoarjo, serta Badiklat Jatim. Sementara yang masih pada proses sertifikasi diantaranya, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) dan Sekretariat Daerah.

RSUD Dr. Soedono Madiun, misalnya, telah melakukan reformasi birokrasi buat memberikan pelayanan dalam instalasi rawat jalan dengan sistem pelayanan tanpa loket. Hal ini berarti bahwa ada percepatan durasi saat pelayanan kepada rakyat dari 1.lima - dua jam bisa diturunkan menjadi hanya 10-15 menit saja. Selain itu, dalam instalasi rawat inap, mereka menyediakan pelayanan kelas tiga bagi warga miskin menggunakan fasilitas tempat tidur serta wahana perawatan sesuai kelas 1. Kemudian, Kantor SAMSAT Sidoarjo menciptakan program pelayanan berbasis elektro yaitu e-Samsat (//esamsat.jatimprov.go.id/) serta Drive Thru.

Sementara itu, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) yg melakukan reformasi pelayanan publik melalui pelayanan ijin trayek yang diantaranya adalah, a) Pelayanan Perpanjangan Masa Berlaku Izin Trayek; b) Pelayanan Perpanjangan Masa Berlaku Kartu Pengawasan; c) Pelayanan Perubahan Trayek; d) Pelayanan Uji Tipe; e) Pelayanan Sertifikasi Uji Mutu; f) Pelayanan Pengendalian Muatan Mobil Barang. Pengurusan ijin trayek dan kartu supervisi dilakukan menggunakan akselerasi waktu pelayanan berdasarkan saat 14 hari sebagai hanya 1 hari saja. 

Perubahan pelayanan publik ini perlu dibarengi komitmen menurut para aktor birokrasi pada Jawa Timur serta aneka macam kabupaten dan kota yang terdapat pada Provinsi Jawa Timur. Komitmen ini diwujudkan menggunakan adanya Komisi Pelayanan Publik (KPP). Komisi Pelayanan Publik di Jawa Timur dibentuk menurut perda Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik pada Jawa Timur. Dengan adanya perda ini terbentuklah institusi independen bernama Komisi Pelayanan Publik (KPP), buat melakukan pengawasan pada penyelenggaraan pelayanan publik pada Jawa Timur.

Keberadaan Komisi Pelayanan Publik pada Jawa Timur ini menghadapi tantangan berdasarkan Komisi A DPRD Jawa Timur yang menganggap fungsi KPP telah tumpang tindih menggunakan komisi ombudsman yang telah mempunyai payung hukum berupa UU 25/2009 tentang peran serta fungsi pelayanan publik (//www.surabayapagi.com/, 4 April 2012, diakses lepas 20 April 2012). Keberadaan KPP buat periode 2012-2016 permanen dipertahankan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggunakan argumen bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur masih membutuhkan forum independen misalnya KPP buat mengatasi kasus yg timbul atas pelayanan publik di Jawa Timur. Data tahun 2011 memperlihatkan masih ada sebanyak 4.100 perkara pada pelayanan publik di Jawa Timur yg tidak semua perkara bisa diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai akibatnya eksistensi KPP memang sangat dibutuhkan untuk turut membantu menuntaskan perkara pelayanan publik pada Jawa Timur menggunakan melakukan banyak sekali macam inovasi (//www.surabayapagi.com/, 4 April 2012, diakses tanggal 20 April 2012).

2. Inovasi Pelayanan Publik pada Yogyakarta
Berbeda menggunakan inovasi di Jatim, penemuan pelayanan publik pada Yogyakarta lebih menekankan dalam pentingnya kerjasama antar pemerintah terutama kerjasama pada manajemen prasarana perkotaan dan kerjasama dalam pengembangan kepariwisataan. Menurut Feiock (2004) kerjasama antar daerah adalah persetujuan antar 2 atau lebih pemerintah wilayah dimana persetujuan tersebut bertujuan buat memperoleh laba beserta diantara daerah yang bekerjasama. Selain itu, kerjasama antar daerah ini juga untuk menjaring pihak partikelir baik nasional ataupun internasional buat berinvestasi didaerah-daerah yg bekerjasama tersebut. Lebih jauh, kerjasama antar daerah ini bertujuan buat menaikkan daya kompetitif di tingkat nasional dan internasional. Tentu saja, tingkat kompetitif ini hanya akan berhasil jika didukung oleh adanya institusi serta governance yang bisa mewujudkan potensi yang dimilikinya buat pembangunan di daerah pemerintah daerah yang saling berafiliasi secara berkelanjutan (Friedmann, 1999; Bird dan Slack, 2007; Freire, 2007). 

Berkaitan menggunakan kerjasama antar daerah ini, Luo dan Shen (2009) pada Tommy Firman, dalam orasi ilmiah pada acara dies ITB ke-52 tahun 2011 (//www.pl.itb.ac.id/?P=328, diakses lepas 20 April 2012) ada 3 jenis kerjasama antar daerah, yaitu: (1) Hierarchical partnership, kerjasama ini ditandai sang adanya inisiatif menurut pemerintah lebih atas (pusat, provinsi) dalam memobilisasi pemerintah daerah buat berhubungan; (2) Spontaneous partnership, kerjasama ini ditandai adanya inisiatif pemerintah lokal untuk berhubungan satu sama lain; (3) Hybrid, yg merupakan kombinasi antara keduanya. 

Sistem kerja berdasarkan kerjasama tipe hierarkis adalah memakai undang-undang dan banyak sekali peraturan pemerintah. Untuk tipe kerjasama spontaneous, pada prinsipnya memakai persetujuan dan kesepakatan bersama diantara wilayah yang mempunyai kepentingan yang sama baik yang bersifat politis ataupun non politis. Sedangkan tipe kerjasama Hybrid merupakan menggunakan menggabungkan antara peraturan pemerintah diatasnya dengan kesepakatan antar wilayah untuk kepentingan bersama //www.pl.itb.ac.id/?P=328, diakses tanggal 20 April 2012). 

Perkembangan desentralisasi yang cenderung berorientasi pada wilayah sendiri daripada orientasi ke wilayah yang lebih luas antara lain sebagai alasan bertenaga pembentukan Sekretariat Bersama Kartamantul (Yogyakarta, Sleman dan Bantul). Pembentukan Sekretariat Bersama Kartamantul merupakan inisiatif bersama antar pemerintah wilayah atau bertipe Spontaneous partnership. Sekretariat Bersama ini adalah metode buat mengoptimalkan keterpaduan pengelolaan prasarana perkotaan wilayah perbatasan. Adanya perhatian serta minat yang sama adalah pertimbangan lain menurut pembentukan Sekretariat Bersama ini. Salah satu gosip krusial dalam manajemen prasarana perkotaan di Yogyakarta adalah infrastruktur seperti jalan serta transportasi, penyediaan air higienis, limbah serta sampah. Oleh karenanya, pengelolaan prasarana perkotaan perlu dilakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta pengawasan terhadap prasarana perkotaan menggunakan cara yang adil, kompetitif, tepat buat membantu warga kota pada menuntaskan perkara mereka. Pada prinsipnya, pengelolaan prasarana serta sarana perkotaan yg seringkali melintasi batas administratif wilayah yg berdekatan perlu menekankan suatu pendekatan sistem sebagai suatu metode buat memastikan bahwa setiap faktor telah diperhitungkan. Disisi lain, pemerintah wilayah memiliki kepentingan buat memprioritaskan wilayah mereka di dalam yurisdiksi administratif yg mereka miliki. 

Dengan keberhasilan Sekretariat Bersama Kartamantul ini pada kerjasama pembangunan infrastruktur, akhirnya Sekretariat Bersama Kartamantul ini diperluas pada pengemabangan kepariwisataan. Berkaitan menggunakan pengembangan kepariwisataan, kerjasama antar wilayah tersebut dikukuhkan menggunakan terbentuknya Sekretariat Bersama Java Promo yang sudah disahkan keberadaannya oleh Menteri Budaya serta Pariwisata, I Gede Ardika, pada lepas 21 Mei 2003 di Wonosobo. Sekber ini adalah wadah kerjasama dalam mengupayakan peningkatan kualitas kebijakan bidang pariwisata dari Kabupaten/ kota anggota (13 anggota) diantaranya Sleman, Kota Yogya, Magelang, Purworejo, Wonosobo, dll. Peningkatan kualitas meliputi:
  1. peningkatan keragaman industri pariwisata pada daerah kerjasama lewat aneka usaha-bisnis bersama dalam bidang pariwisata.
  2. peningkatan kualitas SDM bidang pariwisata pada daerah kerjasama.
  3. peningkatan jumlah kunjungan wisata ke wilayah kerjasama ini.
  4. peningkatan lama tinggal (length of stay) wisatawan di wilayah kerjasama ini.
  5. peningkatan taraf hidup rakyat pada daerah kerjasama dengan tersedianya tersedianya lapangan kerja yang lebih banyak di bidang pariwisata.
  6. peningkatan kontribusi PAD berdasarkan sektor pariwisata.
Enam point khusus kerjasama ini juga mengikuti contoh kerjasama Spontaneous yg menggunakan menjalankan prinsip pengambilan keputusan secara kolektif, transparansi dalam bernegosiasi antar daerah yang bekerjasama, kepemimpinan, visi dan komitmen bersama menurut tiap ketua pemerintah daerah yang bekerjasama untuk melakukan pengembangan kepariwisataan bersama, dukungan berdasarkan pemerintah propinsi DIY dan Jawa Tengah. Tentu, prinsip-prinsip kerjasama ini tidaklah gampang buat dilakukan, tetapi, melihat keberhasilan Sekretariat Bersama Kartamantul setidaknya akan memberikan impak positif bagi para ketua wilayah beserta birokrasinya untuk mereformasi dirinya supaya menerima keuntungan dalam peningkatan kesejahteraan warga pada daerahnya masing-masing. 

Kendala pada Melakukan Reformasi Pelayanan Publik
Reformasi pelayanan publik merupakan upaya buat memperbaiki buruknya paras pelayanan publik yang menggunakan pendekatan pelayanan struktural bukan fungsional. Berbagai duduk perkara pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah selama ini masih menyebabkan duduk perkara. Beberapa kelemahan fundamental yg dihadapi antara lain; pertama; kelemahan yg asal dari sulitnya menentukan atau mengukur output juga kualitas menurut pelayanan yg diberikan sang pemerintah. Kedua, pelayanan pemerintah nir mengenal ’bottom line’ merupakan seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal kata bangkrut. Ketiga, tidak sama dengan mekanisme pasar yg memiliki kelemahan dalam memecahkan eksternalitas, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi perkara berupa internalitas. Artinya organisasi pemerintah sangat sulit mencegah imbas nilai-nilai dan kepentingan para birokrat menurut kepentingan umum masyarakat yg seharusnya dilayani (Hanif & Martanto (eds.), 2005:109). Keempat, rendahnya SDM dan kelima, minimnya sarana dan prasarana yg dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

Karakteristik pelayanan pemerintah sebagian besar bersifat monopoli sehingga tidak menghadapi permasalahan persaingan pasar menjadikan lemahnya perhatian pengelola pelayaan publik akan penyediaan pelayanan yang berkualitas. Tak jarang kondisi tadi membuahkan sebagian pengelola pelayanan memanfaatkan buat mengambil laba langsung dan cenderung mempersulit prosedur pelayanan. Kendala yang tak kalah penting merupakan kompetensi asal daya insan yg terdapat. Upaya penyediaan pelayanan yg profesional nir akan terwujud jika nir didukung sang pegawai yang mempunyai kemampuan yg handal. Yang perlu diperhatikan disini, melaksanakan pelayanan pada pelanggan bukan merupakan kemampuan yg standar buat setiap syarat. Karenanya setiap pelaku/ aparat atau staf dituntut kreativitasnya berdasarkan saat ke ketika. 

Dalam kaitannya menggunakan penemuan serta terobosan pemerintah daerah pada peningkatan pelayanan publik, terdapat dua hal krusial yang perlu diperhatikan. Pertama, merupakan kepemimpinan menurut ketua daerah serta kedua adalah bagaimana membentuk perangkat wilayah menjadi organisasi pembelajaran. Kepemimpinan diarahkan pada sosok yang merupakan motor pembaharuan pada penyelenggaraan pemerintahan. Pemimpin yg diperlukan adalah pertama, orang yang futuristik pada arti beliau wajib mempunyai pemikiran yang menjangkau ke depan, sebagai akibatnya arah orientasi serta kebijakan yg ditetapkan sang yang bersangkutan merupakan bagian berdasarkan tahapan masa depan. Kedua, orang yg dapat mengatasi kondisi yg seringkali berubah dalam arti bisa mengatasi perubahan yg berkembang cepat. Ketiga, orang yang bisa melakukan asumsi dari keadaan yang nir mampu diprediksikan. Keempat, seorang pemimpin yang situasional. Kelima, orang yang mempunyai wawasan nusantara. Organisasi perangkat wilayah hendaknya sebagai sentra pembelajaran. Interaksi para pegawai pada organisasi yag dimulai dalam unit skala mini menjadi ajang memunculkan gagasan/ ilham perbaikan cara kerja dan bahkan perbaikan syarat kerja dalam skala yg lebih luas. Kecenderungan yang terdapat kini merupakan menciptakan pekerjaan yang akbar ad interim perubahan pada hal yg sifatnya kecil selalu diabaikan.

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU MAUPUN MANAJEMEN SEBAGAI SENI

Manajemen Sebagai Ilmu Maupun Manajemen Sebagai Seni
Perkembangan Teori Ilmu Manajemen
Banyak model yg dapat kita lihat sebagai bukti bahwa orang-orang dahulu sudah menerapkan manajemen dalam kehidupannya. Alexander The Great telah menerapkan konsep staf organisasi pada melakukan kampanye militernya. Menara Pissa pada Italia, Candi Borobudur di Indonesia, hingga banyak sekali bukti sejarah lainnya yang nir bisa disebutkan satu per satu.

Kesemua bukti tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya manajemen bukan adalah ilmu baru, bahkan dalam konsep yang paling tradisional sekalipun, sudah dikenal serta dijalankan oleh orang-orang terdahulu.

Terdapat 3 aliran pemikiran manajemen yg terdapat : genre klasik (yg akan dibagi menjadi 2 genre, manaje­men ilmiah dan teori organisasi klasik), genre hubungan manusiawi (seringkali disebut aliran neoklasik), dan aliran manajemen terbaru. Juga akan dibicarakan dua pendekatan manajemen yg berkembang akhir-akhir ini - pendekatan sistem serta pendekatan kontingen (con­tingency approach) - yang bermaksud buat mengintegrasikan ber­macam-macam teori manajemen yang terdapat.


Kelompok Pertama: Manajemen Klasik
Sebelum sejarah yg dianggap zaman manajemen ilmiah timbul, telah terjadi revolusi industri pada abad ke 19, yg menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen yg sistematik. Usaha-usaha pengembangan manajemen lalu dilaku­kan oleh para teoritisi. Pembahasan perkembangan teori-teori darn prinsip-prinsip manajemen selanjutnya akan dilakukan menggunakan me­nguraikan para tokoh dan gagasan-gagasan mereka.

Perkembangan Awal Teori Manajemen
Ada dua tokoh manajemen, yang mengawali keluarnya manaje­men ilmiah, yang akan dibahas disini, yaitu Robert Owen (1771-1858) dan Charles Babbage (1792-1871).

Robert Owen (1771 - 1858). Pada permulaan tahun 1800 an Robert Owen, seseorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas pada New Lanark Skotlandia, menekankan pentingnya unsur insan pada produksi. Dia membuat perbaikan-pemugaran pada syarat kerja, se­perti pengurangan hari kerja standar, restriksi anak-anak dibawah umur yg bekerja, membangun perumahan yg lebih baik bagi kar­yawan serta mengoperasikan toko perusahaan yang menjual barang-ba­rang dengan murah. Dia mengemukakan bahwa melalui perbaikan syarat karyawanlah yg akan meningkatkan produksi dan keuntung­an (keuntungan), serta investasi yg paling menguntungkan merupakan dalam kar­yawan atau "penting machmes". Disamping itu Owen menyebarkan sejumlah prosedur kerja yang jua memungkinkan peningkatan pro­duktivitas.

Charles Babbage (1792 - 1871). Charles Babbage, seorang profesor matematika dari Inggris, mencurahkan banyak waktunya untukk membuat operasi-operasi pabrik sebagai lebih efisien. Dia percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menaik­kan produktifitas ian menurunkan biaya . Babbage adalah promotor pertama prinsip pembagian kerja me­lalui spesialisasi. Setiap tenaga kerja wajib diberi latihan ketrampilan yg sesuai menggunakan setiap operasi pabrik. Lini perakitan modern yg banyak dijumpai kini , dimana setiap karyawan bertanggung ja­wab atas pekerjaan tertentu yang berulang. Babbage menganjurkan kerjasama yg sa­ling menguntungkan antara kepentingan karyawan dan pemilik pa­brik, serta merencanakan skema pembagian laba.

Manajemen Ilmiah
Aliran manajemen ilmiah (scientific management) ditandai kon­tribusi-donasi berdasarkan Frederick W. Taylor, Frank serta Lillian Gil­breth, Hemy L. Gantt, serta Harrington Emerson, yg akan diuraikan satu persatu.

Frederick W. Tayor (1856 - 1915). Manajemen ilmiah mula-mula dikembangkan sang Frederick Winslow Taylor sekitar tahun 1900-an.taylor disebut menjadi "bapak manajemen ilmiah". Dalam kitab -kitab literatur, manajemen ilmiah tak jarang diarti­kan berbeda. Arti pertama, manajemen ilmiah merupakan penerapan metoda ilmiah dalam studi, analisa, serta pemecahan masalah-masalah organisasi. Sedangkan arti ke 2, manajemen ilmiah adalah seperang­kat mekanisme-prosedur atau teknik-teknik - "a bag of tricks" - buat menaikkan efisiensi kerja organisasi. Taylor menuangkan gagasan-gagasannya dalam 3 judul ma­kalah, yaitu Shop Management, The Principle of Scientific Manage­ment, dan Testimony Before the Special House Committee, yg di­rangkum pada sebuah kitab yg berjudul Scientific Management. Taylor telah memberikan prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen, serta menyebarkan sejumlah teknik-tekniknya buat mencapai efisiensi. Empat prinsip dasar ter­sebut merupakan :
Pengembangan metoda-metoda ilmiah pada manajemen, metoda yg paling baik buat aplikasi se­tiap pekerjaan dapat ditentukan. 

Seleksi ilmiah buat karyawan, agar setiap karyawan dapat di­berikan tanggung jawab atas sesuatu tugas sesuai dengan ke­mampuannya. 
Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan.
Kerjasama yg baik antara manajemen serta tenaga kerja.

Frank Bunker Gilbreth dan Lillian Gil­breth. Frank Gilbreth, seseorang pelopor pengembangan studi gerak dan waktu, membentuk berbagai teknik manajemen yg diilhami Taylor. Dia sangat tertarik terhadap perkara efisiensi, terutama un­tuk menemukan "cara terbaik pengerjaan suatu tugas". Sedangkan Lilian Gilbreth lebih tertarik dalam aspek-aspek ma­nusia pada kerja, misalnya seleksi, penempatan dan latihan personalia. Dia mengemukakan gagasannya dalam bukunya yang bexjudul The Psychology of Management. Baginya, manajemen ilmiah mempu­nyai satu tujuan akhir : membantu para karyawan mencapai seluruh potensinya menjadi mahluk hidup.

Hemy L. Gantt (1861 - 1919). Seperti Taylor, Hemy L. Gantt me­ngemukakan gagasan-gagasan (1) kerjasama yang saling menguntung­kan antara tenaga kerja dan manajemen, (dua) seleksi ilmiah tenaga kerja, (3) sistem bonus (insentif) buat merangsang produktivitas, serta (4) penggunaan instruksi-instruksi kerja yg jelas. Kontribusinya yg terbesar adalah penggunaan metoda grafik, yang dikenal sebagai "bagan Gantt" ( Gantt Chart ), buat perenca­naan, koordinasi serta supervisi produksi. Teknik-teknik scheduling modern dikembangkan atas dasar metoda scheduling produksi dari Grant.

Harrington Emerson (1853 - 1931). Pemborosan dan ketidak-efi­sienan merupakan perkara-kasus yang dipandang Emerson sebagai penyakit sistem industri. Oleh karena itu Emerson mengemukakan 12 (dua be­las) prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal, yg secara ring­kas adalah sebagai berikut :
1. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan kentara.
2. Kegiatan yg dilakukan masuk akal
3. Adanya staf yang cakap.
4. Disiplin.
5. Balas jasa yang adil.
6. Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat, sis­tem liputan dan akuntansi.
7. Pemberian perintah - perencanaan serta pengurutan kerja.
8. Adanya standar-standar, skedul-skedul, metoda serta ketika setiap aktivitas.
9. Kondisi yg distandardisasi. 
10. Operasi yg distandardisasi.
11. Instruksi-instruksi praktis tertulis yg baku. 
12. Balas jasa efisiensi - planning bonus.

Kebaikan serta kekurangan Manajemen Ilmiah
Metoda-metoda manajemen ilmiah sudah poly diterapkan pa­da beragam kegiatan organisasi, terutama pada bisnis pe­ningkatan produktivitas. Teknik-teknik efisiensi manajemen ilmiah, misalnya studi gerak serta ketika, telah menyebabkan aktivitas dapat pada­laksanakan lebih efisien. Gagasan seleksi serta pengembangan ilmiah para karyawan menimbulkan kesadaran akan pentingnya kemampu­an dan latihan buat menaikkan efektivitas karyawan. Akhirnya, manajemen ilmiah yang sudah mengemukakan pentingnya disain kerja, mendorong manajer buat mencari "cara terbaik" aplikasi tugas. Jadi, manajemen ilmiah tidak hanya berbagi pende­katan rasional buat pemecahan perkara-kasus organisasi tetapi pula meletakkan dasar profesionalisasi manajemen.

Setelah "revolusi mental" yg dicanangkan Taylor terjadi da­lam praktek, ada kasus-masalah sebagai keterbatasan penerap­an manajemen ilmiah. Kenaikan produktivitas seringkali nir diikuti ke­naikan pendapatan. Perilaku insan yang bermacam-macam menja­di kendala. Pendekatan "rasional" hanya memuaskan kebutuhan­kebutuhan hemat dan phisik, tidak memuaskan kebutuhan-kebu­tuhan sosial karyawan. Manajemen ilmiah pula mengabaikan keingin­an manusia buat kepuasan kerja. Beberapa keterbatasan ini yang menyebabkan bisnis-usaha para ahli manajemen berikutnya untuk melengkapi contoh manajemen ilmiah.

Teori Organisasi Klasik
Hemi Fayol (1841 - 1925). Hemi Fayol, seorang industrialis Peran­cis, mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi menjadi pe­doman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yang kompleks pada bukunya yg terkenal, Administration Industrielle et Generale(Ad­ministrasi Industri serta Umum). Dalam teori administrasinya Fayol memerinci manajemen menjadi lima unsur, yaitu perencanaan, peng­organisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian serta supervisi. Pembagian aktivitas manajemen (administrasi) atas fungsi-fungsi ini dikenal sebagai fungsionalisme Fayol.

Fayol membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam ke­giatan, yg semuanya saling tergantung satu menggunakan yang lain. Ke­giatan-kegiatan tadi merupakan (1) teknik - produksi dan manu­facturing produk, (2) komersial : pembelian bahan standar dan pen­jualan produk (3) keuangan (finansial) : perolehan serta penggunaan modal, (4) keamanan : proteksi karyawan dan kekayaan, (lima) akuntansi : pelaporan, dan pencatatan porto; laba serta hutang, pem­protesis neraca, dan pengumpulan data statistik, dan (6) manajerial.

Disamping itu Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip­-prinsip manajemen yang secara ringkas adalah sebagai berikut :

Pembagian kerja : spesialisasi akan menaikkan efisi­ensi pelaksanaan kerja. 

2. Wewenang : hak buat memberi perintah dan dipatuhi.
Disiplin : respek serta ketaatan dalam peranan:peranan dan tujuan:tujuan organisasi. 
Kesatuan perintah : setiap karyawan hanya mendapat instruk­si tentang kegiatan eksklusif dari hanya seorang atasan. 
Kesatuan pengarahan : operasi-operasi pada organisasi yang memiliki tujuan yg sama wajib diarahkan oleh seseorang ma­najer menggunakan penggunaan satu planning. 
Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum : kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepen­tingan organisasi. 
Balas jasa : kompensasi buat pekerjaan yg dilaksanakan wajib adil baik bagi karyawan juga pemilik. 
Sentralisasi : adanya ekuilibrium yang sempurna antara sentrali­sasi dan desentralisasi. 
Rantai skalar (garis wewenang) : garis wewenang serta perintah yang jelas. 
Order : bahan:bahan (material) dan orang:orang harus ada pada tempat dan waktu yang sempurna. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada posisi:posisi atau pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok buat mereka. 

11. Keadilan : harus ada kesamaan perlakuan pada organisasi.
Stabilitas staf organisasi : taraf perputaran energi kerja yang tinggi tidak baik bagi aplikasi fungsi-fungsi organisasi. 
Inisiatif : bawahan wajib diberi kebebasan buat menjalankan serta menuntaskan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi. 
Esprit de Corps (semangat korps. : "kesatuan adalah kekuat­an", aplikasi operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan serta rasa memiliki menurut para anggota yang tercermin pada semangat korps. 

James D. Mooney. Mooney, eksekutif General Motors, mengkatego­rikan prinsip-prinsip dasar manajemen eksklusif. Dia mendefinisikan organisasi sebagai sekelompok, dua atau lebih, orang yang bergabung untuk tujuan tertentu. Menurut mooney, untuk merancang organisasi perlu diperhatikan empat kaidah dasar, yaitu (1) koordinasi : syarat­-syarat adanya koordinasi meliputi wewenang, saling melayani, dok­triri (perumusan tujuan) dan disiplin, (dua) prinsip skalar : proses ska­lar mempunya.I prinsip, prospek dan imbas sendiri yang tercermin menurut kepemimpinan, delegasi serta definisi fungsional, (tiga) prinsip fung­sional : adanya fungsionalisme bermacam-macam tugas yg berbe­da, serta (4) prinsip staf : kejelasan perbedaan antara staf serta lini.

Mary Parker Follett (1868 - 1933). Follett serta Barnard bertindak sebagai "jembatan" antara teori klasik dan hubungan manusiawi, ka­rena pemikiran mereka berdasarkan kerangka klasik, namun memper­kenalkan beberapa unsur-unsur baru tentang aspek-aspek hubungan manusiawi. Follett merupakan ahli ilmu pengetahuan sosial pertama yang me­nerapkan psikologi dalam perusahaan, industri dan pemerintah. Dia memberikan sumbangan besar dalam bidang manajemen melalui apli­kasi praktik ilmu-ilmu sosial dalam administrasi perusahaan. Dia me­nulis panjang lebar mengenai kreatifitas, kerjasama antara manajer serta bawahan, koordinasi serta p'emecahan pertarungan. Follett percaya bahwa perseteruan bisa dibuat konstruktif dengan penggunaan proses integrasi dimana orang-orang yang terlibat mencari jalan pemecahan beserta disparitas-disparitas diantara mereka. Dia pula menguraikan suatu pola organisasi yang ideal di mana manajer mencapai koordinasi me­lalui komunikasi yg terkendali menggunakan para karyawan.

Chaster L.barnard (1886 - 1961), Chester Barnard, presiden perusa­haan Bell Telephone di New Jersey, menulis bermacam-macam su­byek manajemen dalam bukunya The Functions of the Executive yg ditulis dalam tahun 1938. Dia memandang organisasi sebagai sistem aktivitas yg diarahkan dalam tujuan. Fungsi-fungsi utama ma­najemen, dari pandangan Barnard, merupakan perumusan tujuan dan pengadaan sumber daya-sumber daya yg dibutuhkan buat menca­pai tujuan.

Barnard menekankan pentingnya peralatan k,omunikasi, buat pencapaian tujuan kelompok. Dia jua mengemukakan teori peneri­maan dalam kewenangan. Menurut teorinya, bawahan akan menerima perintah hanya jika mereka memahami dan sanggup serta berke­inginan buat menuruti atasan (lihat bab 10). Barnard adalah pelo­por dalam penggunaan "pendekatan sistem" buat pengelolaan orga­nisasi.

Aliran Hubungan Manusiawi
Aliran hubungan manusiawi (konduite manusia atau neoklasik) timbul lantaran ketidak puasan bahwa yg dikemukakan pendekatan klasik nir sepenuhnya membuat efisiensi produksi serta kehar­monisan kerja. Para manajer masih menghadapi kesulitan-kesulitan serta putus harapan karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yg rasional. Sehingga pembahasan "sisi konduite insan" da­lam organisasi sebagai krusial. Beberapa pakar mencoba melengkapi teori organisasi klasik dengan pandangan sosiologi dan psikologi.

Hugo Munsterberg (1863 - 1916). Sebagai pencetus psikologi in­dustri, Hugo Munsterberg acapkali dianggap "bapak psikologi indus­tri". Dalam bukunya Psikology and Industrial Efficiency, dia banyak menguraikan penerapan peralatan-alat-alat psikologi buat membantu pencapaian tujuan produktifitas. Dia mengemukakan bahwa buat mencapai peningkatan produktifitas dapat dilakukan menggunakan melalui 3 cara, (1) inovasi best possible person, (2) penciptaan best possible work, dan (tiga) penggunaan best posible effect untuk memotivasi karyawan. Munsterberg menyarankan penggunaan teknik-teknik yang di­ambil dari psikologi eksperimen. Sebagai model, aneka macam metoda mengenai psikologi dapat dipakai buat menentukan ciri ter­tentu yang cocok menggunakan kebutuhan suatu jabatan. Riset belajar da­pat mengarahkan pengembangan metoda latihan. Dan studi perilaku insan bisa membantu perumusan teknik-teknik psikologi buat memotivasi karyawan. Sebagai tambahan, Munsterberg mengingatkan adanya pengaruh faktor-faktor sosial serta budaya terhadap organisasi.

Elton Mayo (1880 - 1949) dan Percobaan percobaan Hawthorne. "Hubungan manusiawi" tak jarang digunakan menjadi kata umum buat menggambarkan cara pada mana manajer berinteraksi menggunakan bawahan­nya. Jika "manajemen personalia" mendorong lebih banyak serta lebih baik dalam kerja, interaksi manusiawi dalam organisasi adalah "baik". Jika moral dan efisiensi memburuk hubungan manusiawi da­lam organisasi adalah "tidak baik". Untuk membangun interaksi manu­siawi yang baik, manajer harus mengerti mengapa karyawan bertin­dak misalnya yang mereka lakukan serta faktor-faktor sosial dan psiko­logi apa yang memotivasi mereka. Elton Mayo, dan asisten risemya Fritz J. Roethlisberger serta William J. Dickson, mengadakan suatu studi tentang perilaku manu­sia dalam bermacam situasi kerja yg sangat terkenal pada pabrik Howthorne milik perusahaan Western Electric menurut tahun 1927 hingga 1932. Mereka sudah membagi karyawan menjadi grup peneliti­an. Percobaan pertama dilakukan buat meneliti pengaruh syarat penjelasan terhadap produktivitas. Ketika syarat penerangan di­naikkan, produktivitas juga naik seperti yang diperkirakan. Tetapi saat kondisi penerangan dikurangi sampai misalnya bila hanya meng­pakai sinar mentari , ternyata produktivitas tetap naik. Usaha-usa­ha percobaan selanjutnya buat memecahkan perkara "misterius" ini merupakan era baru interaksi manusiawi.

Dalam percobaan selanjutnya, Mayo serta kawan-kawannya me­nempatkan dua grup yang masing-masing terdiri enam karyawa­ti pada ruang terpisah. Dalam keliru satu ruang kondisi diubah-ubah secara periodik, dan ruang lainnya tidak. Sejumlah variabel-variabel dicoba : upah dinaikkan; periode istirahat serta jam makan siang la­manya di ubah-ubah, hari kerja dan minggu kerja diperpendek; pe­neliti yang bertindak menjadi atasan mengikuti gerombolan urtuk me­milih periode istirahatnya sendiri dan memberikan kesempatan un­tuk mengajukan usul perubahan.

Sekali lagi, keluaran pada ke 2 ruang ternyata sama-sama mening­kat. Mayo serta kawan-kawan bisa mengesampingkan bahwa insentif keuangan bukan penyebab kenaikan produktivitas, lantaran skedul pembayaran kelompok yg diteliti dipertahankan sama. Mereka menyimpulkan bahwa rantai reaksi emosional yg kompleks sudah mempengaruhi peningkatan produktivitas. Hubungan manusiawi pada antara anggota kelompok terpilih, maupun menggunakan peneliti (pengawas) lebih penting pada menentukan produktivitas daripada perubahan­perubahan syarat kerja di atas. Perhatian simpatik dari pengawas Yang mereka terima sudah mendorong peningkatan motivasi mereka.

Percobaan ini mengarahkan Mayo buat inovasi penting lain­nya bahwa perhatian khusus misalnya perasaan terpilih sebagai parti­sipan pada studi yang dilakukan manajemen zenit) sangat mempe­ngaruhi usaha-usaha mereka. Phenomena ini dikenal menjadi Haw­ thorne effect.

Penemuan lainnya merupakan bahwa gerombolan kerja informal lingkungan sosial karyawan juga memiliki efek akbar dalam produktifitas. Kemudan, konsep "mahluk sosial" dimotivasi oleh kebutuhan sosial, cita-cita akan hubungan timbal pulang pada pe­kerjaan, serta lebih responsif terhadap dorongan grup kerja supervisi manajemen sudah menggantikan konsep "ma­khluk rasional" yang dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan phisik manusia. 

Kebaikan dan kekurangan Pendekatan Hubungan Manusiawi
Penekanan kebutuhan-kebutuhan sosial pada genre hubungan manusiawi melengkapi pendekatan klasik, menjadi usaha buat me­ningkatkan produktivitas. Aliran hubungan manusiawi mengutarakan bahwa perhatian terhadap para karyawan akan memberikan keun­tungan. Sebagai tambahan, Mayo menekankan pentingnya gaya ma­najer dan oleh karenanya organisasi perlu merubah latihan manajemennya. Di samping itu, manajer diingatkan pentingnya perhatian terhadap proses grup untuk melengkapi perhatian terhadap ma­sing-masing karyawan secara individual.

Teori interaksi manusiawi ini mengilhami para ilmuwan peri­laku manusia misalnya Argyris, Maslow, serta McGregor buat memba­has lebih lanjut motivasi insan. Konsep "mahluk sosial" tidak mendeskripsikan secara lengkap individu-individu pada tempatnya bekerja. Hal ini merupakan keliru satu keterbatasan teori interaksi manusiawi. Disamping itu perbaik­an-perbaikan kondisi ke:ja serta kepuasan karyawan tidak menghasil­kan peningkatan produktivitas yg dramatik misalnya yg diharap­kan. Juga, lingkungan sosial di tempat kerja hanya salah satu berdasarkan­beberapa faktor yg saling berinteraksi yang mensugesti produk­tivitas. Tingkat upah, seberapa jauh pekerjaan itu menarik, struktur organisasi dan hubungan perburuhan jua memainkan peranan. Jadi, produktivitas dan kepuasan kerja sebagai semakin kompleks dari yang dipikirkan semula.

Aliran Manajemen Modern
Manajemen terbaru berkembang melalui 2 jalur yg berbeda. Jalur pertama merupakan pengembangan dari aliran hu­bungan manusiawi yang dikenal menjadi konduite organisasi, dan yang lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah, dikenal menjadi genre kuantitatif (operation research serta management science atau manaje­men operasi). 

Perilaku Organisasi
Perkembangan aliran perilaku organisasi ditandai menggunakan pan­dangan dan pendapat baru tentang perilaku manusia dan sistem so­naas. Tokoh-tokoh genre ini diantaranya :
Abraham Maslow yg mengemukakan adanya "hirarki ke­butuhan" pada penjelasannya tentang perilaku insan dan dinamika proses motivasi. 

2. Douglas McGregor menggunakan teori X serta teori Y nya.
Frederick Herzberg yg menguraikan teori motivasi bersih atau teori 2 faktor. 
Robert Blake dan Jane Mouton yg membahas 5 gaya ke­pemimpinan menggunakan terali manajerial (managerial grid). 
Rensis Likert yg sudah mengidentifikasi serta melakukan pene­litiannya secara ekstensif mengenai empat sistem manajemen, dari sistem 1: exploitif-otoritatif hingga sistem 4 : partisipatif kelompok. 
Fred Fiedler yang menyarankan pendekatan contingency pada studi kepefnimpinan. 
Chris A. Yang memandang organisasi sebagai sistem sosial atau sistem antar interaksi budaya. . 
Edgar Schein yang poly meneliti dinamika grup dalam organisasi, serta lain-lainnya. 
Hampir seluruh gagasan yang dikemukakan tokoh-tokoh di atas akan dibahas lebih jelas pada bab-bab selanjutnya di belakang. 

Prinsip-Prinsip Dasar Perilaku Organisasi
Prinsip dasar berdasarkan pendapat para tokoh manajemen terbaru merupakan menjadi berikut : 
Manajemen nir dapat ditinjau menjadi suatu proses teknik secara ketat (peranan, mekanisme, prinsip). 
3. Manajemen wajib sistematik, serta pendekatan yang dipakai wajib dengan pertimbangan secara hati-hati.
4. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual buat supervisi harus sesuai dengan situasi.
5. Pendekatan motivasional yang membuat komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat diharapkan.

Sebagai tambahan beberapa gagasan yang lebih khusus dari ber­bagai riset perilaku adalah :
1. Unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kega­galan pencapaian tujuan organisasi.
2. Manajer masa sekarang harus diberi latihan dalam pemahaman prin­sip-prinsip serta konsep-konsep manajemen.
Organisasi harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesem­patan bagi karyawan buat memuaskan seluruh kebutuhan me­reka. 
4. Komitmen dapat dikembangkan melalui partisipasi serta keterli­batan para karyawan.
5. Pekerjaan setiap karyawan harus disusun yg memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri berdasarkan pekerjaan tadi.
Pola-pola pengawasan serta manajemen supervisi wajib diba­ngun atas dasar pengertian positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan.