PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal dan Struktur Modal 
Modal merupakan hak atau bagian yg dimiliki oleh pemilik perusahaan pada pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yg ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,2001).

Modal dalam dasarnya terbagi atas 2 bagian yaitu kapital Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara kapital asing dan kapital sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga pada jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas keuntungan ditahan dan sanggup juga menggunakan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal adalah masalah penting pada pengambilan keputusan tentang pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tersebut maka dapat digunakan beberapa Teori yg mengungkapkan Struktur Modal pada suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur kapital yg optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai impak terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal bisa berubah-ubah supaya bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.

2. Teori Pendekatan Modigliani serta Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal nir mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini sudah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan menggunakan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.

3. Teori Trade-Off pada Struktur Modal
Dalam fenomena, terdapat hal-hal yg membuat perusahaan nir sanggup memakai hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yg terpenting merupakan dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut mampu relatif signifikan. Biaya tadi terdiri menurut dua (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, porto yg dikeluarkan untuk membayar porto administrasi, atau porto lainnya yang sejenis.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain dari peningkatan hutang merupakan meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang menggunakan pemegang saham akan meningkat, lantaran potensi kerugian yg dialami sang pemegang hutang akan menaikkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan sanggup dilakukan pada bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yg lebih ketat) serta bisa dalam bentuk kenaikan taraf bunga

4. Teori Pecking Order
Teori Trade-Off mempunyai implikasi bahwa manager akan berfikir pada kerangka trade-off antara penghematan pajak dan porto kebangkrutan pada penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan realitas nampaknya sporadis manager keuangan yg berfikir demikian.

Secara khusus, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan pada Teori Pecking Order merupakan menjadi berikut :
a. Perusahaan menentukan pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh menurut laba (laba) yg dihasilkan berdasarkan aktivitas perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran berdasarkan dalam asumsi kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan deviden yang kontinu, digabung dengan fluktuasi laba serta kesempatan investasi yg nir bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima sang perusahaan akan lebih akbar dibandingkan dengan pengeluaran investasi dalam saat waktu eksklusif dan akan lebih kecil pada ketika yg lain.
d. Apabila padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling kondusif terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, lalu menggunakan surat berharga adonan seperti obligasi konvertibel, serta lalu barangkali saham sebagai pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini bisa mengungkapkan mengapa perusahaan yang mempunyai taraf laba yg lebih tinggi justru mempunyai taraf hutang yg lebih mini .

5. Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini berkata bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan menggunakan perusahaan nir memiliki berita yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu memiliki kabar yg lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri berdasarkan Teori :
a. Myers serta Majluf
Menurut Teori ini ada asimetri warta antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai fakta yg lebih lengkap tentang syarat perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) adalah signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Apabila manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karena itu ingin agar saham tersebut semakin tinggi, dia ingin megkomunikasikan hal tersebut pada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yg lebih credible. Karena perusahaan yg menaikkan hutang bisa dicermati menjadi perusahaan yang konfiden dengan prospek perusahaan pada masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yg baik.

PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal dan Struktur Modal 
Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan pada pos kapital (kapital saham), laba atau laba yg ditahan atau kelebihan aktiva yg dimiliki perusahaan terhadap semua utangnya (Munawir,2001).

Modal dalam dasarnya terbagi atas 2 bagian yaitu kapital Aktif (Debet) dan kapital Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara kapital asing serta kapital sendiri. Modal asing diartikan pada hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan sanggup juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal adalah masalah penting dalam pengambilan keputusan tentang pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tadi maka bisa dipakai beberapa Teori yg menyebutkan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional beropini akan adanya struktur modal yg optimal. Artinya Struktur Modal memiliki pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yg optimal.

2. Teori Pendekatan Modigliani serta Miller
Dalam teori ini beropini bahwa Struktur Modal tidak mensugesti Perusahaan. Dalam hal ini sudah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan menggunakan hutang lebih tinggi dibandingkan menggunakan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.

3. Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam fenomena, terdapat hal-hal yg membuat perusahaan tidak mampu menggunakan hutang sebesar banyaknya. Suatu hal yg terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan meningkat kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tadi terdiri menurut 2 (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yg dimuntahkan buat membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yang terjadi lantaran dalam syarat kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau herbi perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang lantaran mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain menurut peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan semakin tinggi, karena potensi kerugian yg dialami oleh pemegang hutang akan menaikkan supervisi terhadap perusahaan. Pengawasan sanggup dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yg lebih ketat) dan mampu pada bentuk kenaikan tingkat bunga

4. Teori Pecking Order
Teori Trade-Off memiliki implikasi bahwa manager akan berfikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak serta porto kebangkrutan dalam penentuan Struktur Modal. Dalam fenomena realitas nampaknya jarang manager keuangan yg berfikir demikian.

Secara spesifik, perusahaan memiliki urutan-urutan prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan pada Teori Pecking Order adalah menjadi berikut :
a. Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tadi diperoleh dari keuntungan (laba) yg didapatkan menurut aktivitas perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan deviden yang kontinu, digabung dengan fluktuasi keuntungan serta kesempatan investasi yang nir bisa diprediksi, akan menyebabkan genre kas yg diterima sang perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi dalam ketika ketika tertentu dan akan lebih kecil dalam waktu yang lain.
d. Apabila padangan eksternal dibutuhkan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yg paling kondusif terlebih dulu. Perusahaan akan memulai menggunakan hutang, lalu dengan surat berharga adonan seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham menjadi pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini mampu mengungkapkan mengapa perusahaan yg memiliki taraf keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai taraf hutang yg lebih mini .

5. Teori Asimetri Informasi serta Signaling
Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yg berkaitan dengan perusahaan nir memiliki informasi yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak eksklusif memiliki keterangan yang lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers dan Majluf
Menurut Teori ini terdapat asimetri kabar antara manger dengan pihak luar. Manager memiliki warta yang lebih lengkap tentang syarat perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur kapital (penggunaan hutang) adalah signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Apabila manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, serta karena itu ingin supaya saham tadi meningkat, beliau ingin megkomunikasikan hal tadi pada investor. Manager bisa memakai hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yg mempertinggi hutang sanggup dipandang menjadi perusahaan yang konfiden dengan prospek perusahaan pada masa mendatang. Investor dibutuhkan akan menangkap signal tadi, signal bahwa perusahaan memiliki prospek yg baik.

PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal Dan Struktur Modal
Modal merupakan hak atau bagian yg dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yg ditahan atau kelebihan aktiva yg dimiliki perusahaan terhadap semua utangnya (Munawir,2001).

Modal dalam dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu kapital Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing serta kapital sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga dalam jangka pendek. Sedangkan kapital sendiri sanggup terbagi atas laba ditahan serta bisa juga menggunakan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal adalah perkara penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tadi maka dapat digunakan beberapa Teori yg menyebutkan Struktur Modal pada suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional beropini akan adanya struktur kapital yg optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yg optimal.

Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Dalam teori ini beropini bahwa Struktur Modal tidak menghipnotis Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan menggunakan hutang lebih tinggi dibandingkan menggunakan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tadi dikarenakan adanya penghematan pajak.

Teori Trade-Off pada Struktur Modal
Dalam kenyataan, terdapat hal-hal yg membuat perusahaan nir mampu menggunakan hutang sebesar banyaknya. Suatu hal yang terpenting merupakan menggunakan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut sanggup cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri berdasarkan dua (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yg dikeluarkan buat membayar biaya administrasi, atau porto lainnya yg sejenis.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yang terjadi lantaran dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain nir mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang lantaran mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain berdasarkan peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang menggunakan pemegang saham akan semakin tinggi, karena potensi kerugian yg dialami oleh pemegang hutang akan menaikkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan sanggup dilakukan pada bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) serta bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga

Teori Pecking Order
Teori Trade-Off memiliki implikasi bahwa manager akan berfikir pada kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kebangkrutan pada penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan realitas nampaknya sporadis manager keuangan yang berfikir demikian.

Secara spesifik, perusahaan memiliki urutan-urutan prefensi pada penggunaan dana. Skenario urutan dalam Teori Pecking Order adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan menentukan pandangan internal. Dana internal tadi diperoleh dari laba (laba) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran berdasarkan pada asumsi kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan deviden yg kontinu, digabung dengan fluktuasi keuntungan serta kesempatan investasi yang tidak mampu diprediksi, akan mengakibatkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi dalam waktu saat tertentu dan akan lebih kecil pada waktu yang lain.
d. Jika padangan eksternal diharapkan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yg paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai menggunakan hutang, kemudian dengan surat berharga adonan misalnya obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham menjadi pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini bisa menyebutkan mengapa perusahaan yg mempunyai taraf laba yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil.

Teori Asimetri Informasi serta Signaling
Teori ini berkata bahwa pada pihak pihak yang berkaitan menggunakan perusahaan tidak memiliki liputan yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak eksklusif memiliki warta yg lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers dan Majluf
Menurut Teori ini terdapat asimetri berita antara manger menggunakan pihak luar. Manager memiliki kabar yg lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur kapital (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan sang manager ke pasar. Apabila manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tadi meningkat, beliau ingin megkomunikasikan hal tadi pada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yg lebih credible. Karena perusahaan yg menaikkan hutang sanggup dilihat sebagai perusahaan yang yakin menggunakan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tadi, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.

Teori Lainnya
Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur kapital disusun buat mengurangi permasalahan antar aneka macam gerombolan kepentingan. Pertarunga antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada kesamaan manager ingin menunda asal daya sehingga mempunyai control atas asal daya tadi. Hutang sanggup dianggap sebagai cara buat mengurangi perseteruan leagenan free cash flow. Jika perusahaan memakai hutang, maka manager akan dipaksa buat mengeluarkan kas dari perusahaan buat membayar bunga.

Pendekatan Interaksi Produk
Teori ini berangkat berdasarkan teori organisasi industri dan nisbi baru, dibandingkan menggunakan teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini, yaitu Strategi serta Menjelaskan hubungan antara Struktur Modal dengan karakteristik produk atau input.

Konteks atas Pengendalian Perusahaan 
Beberapa penemuan pendekatan ini merupakan perusahaan yang sebagai sasaran (pada pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat hutangnya, berhubungan dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka dalam proses pengamalihan bisnis).

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL
Ada beberapa faktor yg bisa mempengaruhi Struktur Modal antara lain :

Struktur Aktiva (Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri yg sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva permanen , akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari kapital yang permanent yaitu kapital sendiri, sedangkan hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yg semakin akbar aktivanya terdiri menurut aktiva lancer akan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana menggunakan utang. Hal ini menerangkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal suatu perusahaan.

Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan untuk melakukan investasi dalam hal-hal yang menguntungkan. Teori Agency menggambarkan interaksi yang negative antara Growth Opprtunity dan leverage. Perusahaan menggunakan tingkat leverage yg tinggi cenderung akan melewatkan kesempatan pada berinvestasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan.

Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Perusahaan akbar cenderung akan melakukan diversifikasi usaha lebih poly berdasarkan dalam perusahaan kecil. Oleh karenanya kemungkinan kegagalan pada menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih mini . Ukuran perusahaan seringkali dijadikan indicator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan pada berukuran lebih besar dilihat lebih sanggup menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya.

Profitabiltas
Teori Pecking Order mengungkapkan bahwa perusahaan lebih menyukai internal funding. Perusahaan dengan frofitalitas yg tinggi tentu memiliki dana internal yang lebih banyak menurut pada perusahaan dengan profitalitas rendah.

Perusahaan dengan taraf pengembalian yg tinggi investasi memakai utang yg relative mini (Bringham & Houston, 2001).

Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan buat membiayai sebagian akbar kebutuhan pendanaan menggunakan dana yang dihasilkan secara internal. Hal ini menampakan bahwa profitalitas berpengaruh terhadap struktur kapital perusahaan.

Semakin tinggi keuntungan yg diperoleh berarti semakin rendah utang.

Risiko Bisnis 
Risiko Bisnis akan mempersulit perusahaan pada melaksanakan pendanaan eksternal, sehingga secara teori akan berpengaruh negative terhadap leverage perusahaan.

PENGERTIAN MODAL DAN STRUKTUR MODAL

Pengertian Modal Dan Struktur Modal
Modal merupakan hak atau bagian yg dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (kapital saham), laba atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yg dimiliki perusahaan terhadap semua utangnya (Munawir,2001).

Modal pada dasarnya terbagi atas 2 bagian yaitu kapital Aktif (Debet) serta modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang juga dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas keuntungan ditahan serta mampu juga menggunakan penyertaan kepemilikan perusahaan.

Struktur Modal merupakan masalah penting pada pengambilan keputusan tentang pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tadi maka bisa digunakan beberapa Teori yg menjelaskan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan.

Teori Struktur Modal
Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yg optimal. Artinya Struktur Modal memiliki imbas terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah supaya sanggup diperoleh nilai perusahaan yg optimal.

Teori Pendekatan Modigliani serta Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini sudah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tadi dikarenakan adanya penghematan pajak.

Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang menciptakan perusahaan tidak bisa memakai hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yg terpenting merupakan menggunakan semakin tingginya hutang, akan meningkat kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut sanggup cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (2) hal, yaitu :

a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yg dimuntahkan buat membayar porto administrasi, atau biaya lainnya yang homogen.

b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, porto yg terjadi karena pada syarat kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain nir mau herbi perusahaan secara normal. Misalnya Suplier nir akan mau memasok barang lantaran mengkwatirkan kemungkinan nir akan membayar.

Biaya lain menurut peningkatan hutang adalah meningkatnya porto keagenan antara pemegang hutang menggunakan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yg dialami sang pemegang hutang akan menaikkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan mampu dilakukan dalam bentuk porto porto monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga

Teori Pecking Order
Teori Trade-Off memiliki implikasi bahwa manager akan berfikir pada kerangka trade-off antara penghematan pajak serta porto kebangkrutan dalam penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan empiris nampaknya jarang manager keuangan yg berfikir demikian.

Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi pada penggunaan dana. Skenario urutan pada Teori Pecking Order merupakan menjadi berikut :
a. Perusahaan menentukan pandangan internal. Dana internal tadi diperoleh dari laba (keuntungan) yg didapatkan berdasarkan aktivitas perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan dalam asumsi kesempatan investasi.
c. Lantaran kebijakan deviden yang kontinu, digabung menggunakan fluktuasi laba dan kesempatan investasi yg nir mampu diprediksi, akan mengakibatkan aliran kas yg diterima sang perusahaan akan lebih besar dibandingkan menggunakan pengeluaran investasi pada waktu waktu tertentu serta akan lebih mini dalam waktu yg lain.
d. Jika padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yg paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai menggunakan hutang, lalu dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, serta kemudian barangkali saham menjadi pilihan terakhir.

Teori Pecking Order ini mampu menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki taraf keuntungan yg lebih tinggi justru mempunyai taraf hutang yang lebih kecil.

Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini berkata bahwa dalam pihak pihak yg berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai berita yang sama tentang prospek dan resiko perusahaan. Pihak eksklusif mempunyai keterangan yg lebih menurut pihak lainnya.

Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers serta Majluf
Menurut Teori ini terdapat asimetri kabar antara manger dengan pihak luar. Manager memiliki berita yang lebih lengkap tentang kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.

b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur kapital (penggunaan hutang) merupakan signal yg disampaikan sang manager ke pasar. Apabila manager memiliki keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tadi semakin tinggi, ia ingin megkomunikasikan hal tadi kepada investor. Manager sanggup memakai hutang lebih poly sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang mempertinggi hutang mampu dilihat menjadi perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan memiliki prospek yg baik.

Teori Lainnya
Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur kapital disusun untuk mengurangi permasalahan antar banyak sekali grup kepentingan. Permasalahan antara pemegang saham menggunakan manager merupakan konsep free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan asal daya sehingga memiliki control atas asal daya tadi. Hutang sanggup dianggap sebagai cara buat mengurangi permasalahan leagenan free cash flow. Jika perusahaan memakai hutang, maka manager akan dipaksa buat mengeluarkan kas dari perusahaan buat membayar bunga.

Pendekatan Interaksi Produk
Teori ini berangkat berdasarkan teori organisasi industri serta nisbi baru, dibandingkan dengan teori lainnya. Ada dua kategori pada pendekatan ini, yaitu Strategi serta Menjelaskan interaksi antara Struktur Modal dengan karakteristik produk atau input.

Konteks atas Pengendalian Perusahaan 
Beberapa penemuan pendekatan ini merupakan perusahaan yang sebagai sasaran (pada pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat hutangnya, berhubungan dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka dalam proses pengamalihan usaha).

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Struktur Modal diantaranya :

Struktur Aktiva (Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri yang sebagian akbar modalnya tertanam dalam aktiva permanen , akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari kapital yang permanent yaitu modal sendiri, sedangkan hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yang semakin akbar aktivanya terdiri menurut aktiva lancer akan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana dengan utang. Hal ini menunjukkan adanya imbas struktur aktiva terhadap struktur modal suatu perusahaan.

Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan buat melakukan investasi pada hal-hal yg menguntungkan. Teori Agency menggambarkan interaksi yang negative antara Growth Opprtunity serta leverage. Perusahaan dengan tingkat leverage yg tinggi cenderung akan melewatkan kesempatan pada berinvestasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan.

Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Perusahaan akbar cenderung akan melakukan diversifikasi bisnis lebih poly dari pada perusahaan kecil. Oleh karenanya kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih mini . Ukuran perusahaan tak jarang dijadikan indicator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan pada berukuran lebih besar dicermati lebih bisa menghadapi krisis pada menjalankan usahanya.

Profitabiltas
Teori Pecking Order mengungkapkan bahwa perusahaan lebih menyukai internal funding. Perusahaan menggunakan frofitalitas yang tinggi tentu mempunyai dana internal yg lebih poly berdasarkan dalam perusahaan dengan profitalitas rendah.

Perusahaan menggunakan taraf pengembalian yang tinggi investasi menggunakan utang yang relative kecil (Bringham & Houston, 2001).

Tingkat pengembalian yg tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan menggunakan dana yg dihasilkan secara internal. Hal ini menampakan bahwa profitalitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.

Semakin tinggi laba yg diperoleh berarti semakin rendah utang.

Risiko Bisnis 
Risiko Bisnis akan mempersulit perusahaan dalam melaksanakan pendanaan eksternal, sehingga secara teori akan berpengaruh negative terhadap leverage perusahaan.

PERENCANAAN KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN

Perencanaan Keuangan serta Pertumbuhan Perusahaan
Keberhasilan sebuah perusahaan dapat terlihat dari kemampuan para pengelola atau pihak manajemen perusahaan memanfaatkan peluang secara aporisma sebagai akibatnya membentuk return (imbal hasil) sinkron yg dibutuhkan, itulah sebabnya tugas yg primer dari pengelola atau pihak manajemen perusahaan merupakan merencanakan masa depan perusahaan supaya seluruh peluang atau kemungkinan yg diprediksi bisa diambil dan direalisasikan.

Pada dasarnya sebuah perencanaan mengenai masa depan adalah perencanaan jangka panjang, itulah sebabnya diharapkan sebuah koordinasi yg padu tentang perencanaan jangka panjang menurut banyak sekali fungsi dalam perusahaan. Dalam hal perencanaan keuangan jangka panjang perusahaan diperlukan unsur-unsur dasar berdasarkan kebijakan keuangan perusahaan, membaginya sebagai 4 (empat) unsur yakni :
  1. Perusahaan membutuhkan investasi dalam asset-aset baru : Unsur ini akan muncul dari peluang-peluang investasi yang dipilih buat dilaksanakan perusahaan dan merupakan output dari keputusan penganggaran modal perusahaan.
  2. Tingkat Leverage keuangan yang dipilih buat digunakan : Hal ini akan memilih jumlah pinjaman yg akan dipakai sang perusahaan buat mendanai investasinya dalam asset riil. Hal ini adalah kebijakan struktur kapital perusahaan. 
  3. Jumlah kas yg dirasakan perusahaan perlu dan layak buat dibayarkan kepada pemegang saham: hal ini ada kebijakan dividen perusahaan. 
  4. Jumlah likuiditas serta kapital kerja yang diperlukan perusahaan dalam operasi sehari-hari: Ini merupakan keputusan kapital kerja bersih perusahaan. 
Jadi keputusan tentang perencanaan keuangan perusahaan mengenai masa depan perusahaan tersebut akan mencakup ke-empat area ini yang pada gilirannya akan meliputi peluang pertumbuhan perusahaan yang berimbas dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan baik melalui internal juga eksternal yg akan menentukan profitabilitas perusahaan tersebut.

Adapun proses perencanaan keuangan adalah adalah kegiatan perencanaan keuangan yang memperkirakan posisi serta kondisi keuangan di masa depan, sehingga dalam menyusun planning keuangan tersebut dipergunakan serangkaian skenario yang adalah perkiraan terhadap kemungkinan terjadinya syarat di masa depan. Adapun serangkaian skenario masa depan tersebut umumnya dibagi dalam tiga (3) kondisi:
  1. Kondisi Terburuk ( Worst Condition) : Kondisi ini adalah kondisi yg diperkirakan terjadi ketika situasi perusahaan serta perekonomian sedang berada dalam situasi yang sulit sebagai akibatnya nomor -angka yg digunakan pada perencanaan merupakan nomor -nomor yang pesimistis.
  2. Kondisi Normal (Normal Condition): Kondisi ini merupakan kondisi dimana dipercaya situasi perusahaan dan perekonomian yg biasa terjadi dan berjalan seperti sebelumnya.
  3. Kondisi Terbaik ( Best Condition): Kondisi ini merupakan kondisi ketika situasi perusahaan atau perekonomian sedang berada pada situasi terbaiknya sehingga angka –angka yang digunakan pada perencanaan merupakan angka –angka yang optimistik.

Model Perencanaan Keuangan
Ketika sebuah perencanaan keuangan dibentuk maka rencana tersebut juga akan memasukkan laporan keuangan yakni neraca, laporan keuntungan-rugi menjadi bagian berdasarkan perencanaan yg dibentuk, adapun laporan keuangan ini diklaim juga laporan keuangan pro forma ( “pada bentuk”) . Jadi dalam hal ini laporan keuangan pro forma ini akan memasukkan serangkaian kemungkinan atau skenario yang terjadi pada masa depan, sebagai akibatnya laporan keuangan pro forma adalah output berdasarkan contoh perencanaan keuangan.

Andaikan seorang memberikan data proyeksi penjualan yang sudah diperkirakan maka model perencanaan keuangan akan menyediakan laporan keuangan berupa neraca serta keuntungan rugi yg dihasilkan menurut data proyeksi penjualan tersebut. Disini, data proyeksi penjualan yg sudah diperkirakan tadi menjadi “penggerak (driver)” yang ialah data proyeksi penjualan ini akan diberikan terlebih dahulu, kemudian data proyeksi laporan keuanganitu akan dihitung dari atas data tadi. 

Bisa saja, nomor proyeksi penjualan akan diberikan pada bentuk tingkat pertumbuhan pada penjualan, hal ini tidaklah menjadi duduk perkara lantaran perhitungan proyeksi penjualan akan diketahui selesainya diketahui taraf pertumbuhannya. Sesudah dilakukan serangkaian skenario, maka yang teRp.enting disini bukanlah proyeksi penjualan harus tepat namun bagaimana interaksi atau keterkaitan antara investasi dan kebutuhan pendanaan dalam banyak sekali kemungkinan tingkat penjualan dapat diketahui buat dipelajari supaya bisa dilakukan keputusan-keputusan strategis serta berdampak jangka panjang.

Dalam hal investasi, disini akan diperkirakan proyeksi belanja kapital, serta akan terlihat pula disini proyeksi neraca melalui perubahan dalam total asset permanen dan modal kerja bersih, sedangkan pada hal keuangan (financing) akan bagaimana mencari dana yg dibutuhkan terhadap dana investasi yg dibutuhkan, akan ada problem mengenai kebijakan deviden serta kebijakan utang supaya perusahaan menerima dana yang “siap” buat dipakai belanja modal. 

Setelah data proyeksi penjualan dan perkiraan belanja modal yg diharapkan diketahui maka akan terjadi ketidak-seimbangan dalam neraca, hal ini dikarenakan proyeksi total asset niscaya lebih besar dari proyeksi sisi total pasiva. Lantaran itu diperlukan pendanaan baru buat menutupi semua proyeksi belanja kapital, variable penyeimbang inilah yg disebut “Plug” yg wajib dipilih, Penyeimbang ini merupakan asal berdasarkan pendanaan eksternal khusus yg diharapkan buat mengatasi kekuranagn (kelebihan) dalam pendanaan sehingga dana bisa sebagai seimbang lagi misalnya sebelumnya.

Tentu saja, yang terakhir serta juga sangat krusial adalah pada perencanaan tersebut haruslah secara kentara menyatakan kondisi perekonomian suatu negara atau wilayah kekuasaan politik dimana perusahaan tersebut berada, hal ini dikenal sebagai kondisi makro-ekonomi suatu negara. Kondisi makro- ekonomian tersebut diantaranya tentang inflasi, tingkat suku bunga dan tarif pajak perusahaan.

Model Sederhana menurut Perencanaan Keuangan
Adapun sebuah contoh dari contoh perencanaan keuangan sederhana sebagai berikut :
PT. Campur
Laporan Keuangan
Laporan Rugi Laba
Neraca
Penjualan

Rp.1000
Aset
Rp. 500
Hutang
Rp.250
Biaya

800


Modal Sendiri
Rp.250
Laba bersih
Rp.200
Total
Rp.500
Total
Rp.500

Perencanaan keuangan PT.campur berasumsi bahwa seluruh variabel terikat dalam penjualan serta hubungan yg kini merupakan optimal. Artinya semua item akan berkembang dengan persentase yang sama dengan penjualan. Misalkan penjualan meningkat 20 persen dari Rp.1000 sebagai Rp.1200. Perencana pula akan meramalkan bahwa terdapat peningkatan porto sebesar 20 %, berdasarkan Rp. 800 menjadi Rp.800X1,2=Rp.960. Laporan Pro forma akan menjadi:
Pro Forma
Laporan Laba Rugi
Penjualan
Rp. 1200
Biaya
960
Laba bersih
Rp.240
Asumsi bahwa semua variabel akan semakin tinggi sebanyak 20 persen, membuat kita juga dapat membuat neraca pro forma.
Pro Forma Neraca
Aset
Rp.600(+100)

Hutang
Rp. 300(+50)



Modal Sendiri
300(+50)
Total
Rp.600(+100)

Total
Rp.600 (+100)

Sekarang kita wajib merekonsiliasi ke 2 pro forma. Contohnya dapatkah Laba higienis sama dengan Rp.240 dan Modal Sendiri meningkat hanya Rp.50? Jawabannya merupakan bahwa PT.campur wajib membayar perbedaan sebanyak Rp.240-Rp.50=Rp.190,kemungkinan menjadi dividen. Dalam kasus ini dividen adalah plug variable.

Misalkan PT.campur nir membayar Rp.190 tersebut. Dalam kasus ini, tambahan ke Laba ditahan adalah sejumlah Rp.240. Pos Modal Sendiri PT.campur akan bertambah sebagai Rp.490(Rp.250 sebagai starting income+Rp.240 sebagai net income), serta hutang wajib dilunasi untuk menjaga jumlah asset permanen Rp.600.

Dengan Rp.600 pada total Aset and Rp.490 pada Modal Sendiri, maka Hutang harus Rp.600-Rp.490=Rp.190. Lantaran saldo awal Hutang adalah Rp.250, maka PT.campur wajib melunasi hutang sebanyak Rp.250-Rp.110=Rp.140. Maka neraca pro forma akan sebagai:
Pro Forma Neraca
Aset
$600(+100)

Hutang
$ 110(-140)



Modal Sendiri
490(+240)
Total
$600(+100)

Total
$600 (+100)
Dalam kasus ini, Hutang merupakan plug variable yg dipakai buat menyeimbangkan proyeksi total aset dan Kewajiban. Contoh ini memperlihatkan interaksi diantara pertumbuhan penjualan dan kebijakan keuangan. Ketika penjualan meningkat, total aset pula semakin tinggi. Hal ini terjadi lantaran perusahaan harus berinvestasi dalam kapital kerja bersih (net working capital) dan Aset permanen (fixed asset) buat mendukung tingkat penjualan yg lebih tinggi. Karena Aset berkembang, total Modal Sendiri serta Kewajiban (Hutang) pula akan berkembang.

Hal yg harus kita perhatikan dari contoh di atas adalah cara Kewajiban (Hutang) dan Modal Sendiri berubah berubah bergantung pada dalam kebijakan pendanaan serta kebijakan dividen perusahaan. Pertumbuhan asset dipengaruhi bagaimana perusahaan mendanai pertumbuhan tersebut.

Pendekatan Persentase Penjualan (The Percentage of PenjualanApproach)
Pada bagian sebelumnya, kita mendisikripsikan sebuah model perencanaan yang simple dimana persentase semua pos meningkat secara bersamaan menggunakan persentase penjualan.ini mungkin perkiraan yang logis bagi beberapa pos atau akun pada laporan keuangan. Tetapi buat pinjaman jangka panjang mungkin nir akan sesuai. Jumlah dari pinjaman jangka panjang itu dipengaruhi sang pihak manajemen, dan tidak ada kaitannya menggunakan tingkat penjualan.

Pada bagian ini, akan dijelaskan tambahan atau ekspansi menurut contoh sederhana yg sebelumnya. Prinsip dasarnya adalah buat memisahkan Laporan Rugi-Laba serta Neraca menjadi 2 grup, dimana yang satu langsung terkait penjualan dan yg satunya tidak langsung terkait. Apabila suatu ramalan penjualan ditetapkan,maka akan dapat mengitung berapa banyak dana yg diharapkan perusahaan buat menopang prediksi taraf penjualan.

Laporan Laba Rugi (The Income Statement)
Dimulai membahas menggunakan memakai laporan Laba -Rugi milik PT.hale, misalnya yg ditunjukan dalam tabel 4.1. Disini masih menyederhanakan hal – hal berikut misalnya : biaya , penyusutan, dan bunga pada satu bentuk pos atau akun : biaya .

PT.hale sudah memproyeksikan 25% peningkatan dalam Penjualan buat tahun yg akan tiba, jadi mengantisipasi penjualan sejumlah Rp.1000 x 1.25 = Rp.1250. Untuk membentuk pro forma laporan Rugi Laba, kita asumsikan bahwa total biaya akan terus berjalan dalam level (Rp.800/1000 )= 80% menurut penjualan. Dengan asumsi ini, pro forma laoran Rugi Laba PT.hale ditampilkan pada tabel 4.dua. Konsekwensi berdasarkan mengasumsikan bahwa biaya itu memiliki persentase yg konstan dengan Penjualan merupakan profit margin itu akan konstan. Untuk memeriksanya,profit marginnya Rp.132/1000 = 13.2%. Di pro forma milik PT.hale, profit marginnya Rp.165/1250 = 13.2%, jadi itu nir berubah.

Selanjutnya, kita butuh memproyeksikan pembayaran dividen. Jumlahnya tergantung pihak manajemen PT.hale. Kita akan mengasumsikan PT.hale mempunyai kebijakan buat membayar dividen secara tunai.

TABLE 
PT.hale
Laporan Laba Rugi
Penjualan
 Rp.          1,000
Biaya-biaya
 Rp.              800
Laba kena pajak
 Rp.              200
Pajak (34%)
 Rp.                68
Laba bersih
 Rp.              132
     Dividend
 Rp.                                44

     Tambahan Laba ditahan

 Rp.                                88


TABLE 
PT.hale
Laporan Laba Rugi Pro Forma
Penjualan(proyeksi)
 Rp.          1,250
Costs (80% dari penjualan)
 Rp.          1,000
Laba kena pajak
 Rp.              250
Pajak (34%)
 Rp.                85
Laba bersih


 Rp.              165


Untuksebagian besar dari tahun sekarang, dividendpayout ratio adalah :
            Dividend payout ratio = CashDividens/Net Income
                                                = Rp.44/132 = 33 1/3persen
Kitajuga dapat menghitung ratio menurut tambahan keuntungan ditahan terhadap laba bersih :
            Tambahan Laba ditahan/Laba ditahan =Rp.88/132 = 66 2/tiga%
Ratioini biasa disebut dengan retention ratioatau plowback ratio, dan itu samadengan 1 dikurangi menggunakan dividend payoutratio, lantaran residu yg tidak dibayarkan sebagai  keuntungan yg ditahan. Dengan perkiraan bahwa payout ratio kontinu, ini dia adalahproyeksi dividen serta tambahan dalam Laba yg ditahan:
               Proyeksi dividen untuk pemegangsaham= Rp.165X1/3= Rp.  55
                            Proyeksi tambahan  Laba yg ditahan  =Rp.165X2/tiga  =Rp.110

                                      Rp.165


Neraca ( The Neraca)
Untuk membuat pro forma Neraca, dimulai dengan statements yang paling baru. Dalam neracadi asumsikan bahwa beberapa pos atau akunnya bisa mensugesti penjualan dan pula terdapat yg nir. Untuk pos atau akun yang memliki interaksi menggunakan penjualan, dinyatakan persentase penjualan pada tahun yg baru saja telah selesai.ketika sebuah pos tadi tidak mensugesti penjualan secara eksklusif, dituliskan “n/a” (not applicable).

Untuk contoh, pada bagian aset, maka persediaan sama menggunakan 60persen berdasarkan Penjualan(Rp.600/1000) buat akhir tahun. Kita asumsikan persentase diaplikasikan buat tahun yang akan datang, jadi setiap peningkatan Rp.1,- dalam penjualan, persaediaan akan naik sebanyak Rp..60. Ratio dari total assets kepada penjualan buat akhir tahun merupakan Rp.3000/1000 = tiga, atau 300%.

Ratio berdasarkan total assets pada penjualan itu diklaim sebagai capital intensity ratio.itu memberitahukan bahwa jumlah asset yg dibutuhkan untuk membentuk Rp.1 pada penjualan. Jadi meningkat ratio nya, meningkat capital intensity pada suatu perusahaan.

Selanjutnya disusunlah neraca pro forma buat PT.hale. Lakukan menggunakan memakai persentase-persentase yg dihitung guna menghitung jumlah yg diproyeksikan. Perlu diperhatikan, buat pos-pos yang nir berkecimpung eksklusif mengikuti penjualan, sumsi awalnya nir ada perubahan dan hanya menulis saldo aslinya. Dari neraca diatas bahwa aset diproyeksikan naik sebanyak Rp.750. Tetapi tanpa pendanaan tambahan, kewajiban serta ekuitas (kapital sendiri) hanya mengalami kenaikan Rp.185 sebagai akibatnya terjadi kekurangan sebanyak Rp.750-185= Rp 565. Ini diklaim kebutuhan pendanaan eksternal (EFN= External Financing Needed)


SKENARIO KHUSUS (A PARTICULAR SCENARIO)
Model prencanaan finansial ini mengingatkan pada humor mengenai liputan mengagumkan danberita jelek. Berita bagusnya, Perusahaan ternyata mampu memproyeksikan kenaikan penjualan 25%. Berita buruknya adalah hal itu tidak mungkin terjadi kecuali PT.hale entah menggunakan cara bagaimana harus mencari pembiayaan sebanyak Rp.565.

Selain itu, hal ini adalah model yang indah bagaimana proses perencanaan bisa menyelesaikan kasus serta potensi perseteruan. Mengapa ? Kalau kita lihat dalam PT.hale, misalkan perusahaan ini punya tujuan nir mau meminjam sedikitpun buat dana tambahan serta nir mau menjual ekuitas baru, maka kenaikan 25% mungkin nir bisa dilakukan. Bila kita menambahkan Rp.565 menjadi pendanaan yang baru maka PT.hale memiliki tiga sumber yang memungkinkan : Pinjaman jangka pendek, Pinjaman jangka panjang, serta Ekuitas baru. Jadi, ini tergantung berdasarkan keputusan manajemen.

Misalnya PT.hale menetapkan buat meminjam dana yang butuhkan, dalam perkara ini perusahaan dapat menentukan buat meminjam sebagian pinjaman jangka panjang serta sebagian lagi pinjaman jangka pendek. Contohnya, aset lancar (current asset ) bertambah Rp.300 dimana current kewajiban (liabilities) hanya bertambah Rp.75. PT.hale jua dapat meminjam Rp.300-Rp.75=Rp.225 menjadi pinjaman jangka pendek. Dengan Rp.565 yang diperlukan maka residu Rp.565-Rp.225= Rp.340 sanggup dihasilkan dengan pinjaman jangka panjang. Tabel 4.5 membuktikan pro forma neraca PT.hale.

SKENARIO ALTERNATIF (AN ALTERNATIVE SCENARIO )
Asumsi bahwa asset adalah presentase tetap dari penjualan adalah sahih, tapi mungkin saja tidak cocok dalam beberapa kondisi riil yang terjadi. Khususnya jika mengasumsikan PT.hale menggunakan 100 % kapasitas lantaran setiap peningkatan pada penjualan mengarah dalam peningkatan fixed assets. Bagi sebagian usaha, mungkin akan terjadi sedikit kelonggaran atau kelebihan kapasitas, serta produksi mungkin bisa bertambah menggunakan menjalankan shift tambahan.

Jika kita mengasumsikan bahwa PT.hale beroperasi dalam 70% berdasarkan keseluruhan kapasitas, maka kebutuhan dana eksternal akan sedikit tidak selaras. Ketika dikatatakan “ 70 persen berdasarkan kapasitas”, hal ini bermaksud bahwa level penjualan ketika ini 70 % dari holistik kapasitas

Penjualan waktu ini: Rp.1000 = 70 X Kapasitas penuh

Penjualan dengan kapasitas penuh: Rp.1000/70 = Rp.1429

Ini memberitahukan bahwa penjualan naik hampir 43 persen menurut Rp.1000 sebagai Rp.1429 sebelum sedikitpun aset permanen diperlukan. 

Pada skenario sebelumnya, diasumsikan bahwa penambahan aset tetapRp.450 sangat dibutuhkan. Sedangkan pada skenario yg sekarang, nir terdapat aset permanen yang diperlukan lantaran penjualan hanya diproyeksikan hanya sebagai Rp.1250 yg mana kurang dari Rp.1429 sebagai level kapasitas penuh. Hasilnya, perkiraan awal sebesar Rp.565 pada dana eksternal dinilai terlalu tinggi. Kita berasumsi bahwa Rp.450 pada aset tetap baru diharapkan. Padahal nir ada penggunaan dari aset baru tetap diperlukan. Sehingga jika beroperasi pada 70 persen kapasitas, maka hanya memerlukan Rp.115 (Rp.565-Rp.450) pada dana eksternal.

Pendanaan dan Pertumbuhan Eksterna (External Financing and Growth) 
Kebutuhan pendanaan eksternal serta pertumbuhan berafiliasi.semakin tinggi taraf pertumbuhan penjualan atau assets, maka semakin akbar juga pendanaan eksternal yg diperlukan. Jika pada bagian sebelumnya kita tinggal menentukan pendanaan eksternalnya saja, maka pada bagian ini kita akan mencari memahami hubungan antar kebijakan finansial dan kemampuan perusahaan buat mendanai investasi baru dan pertumbuhannya. 

EFN serta Pertumbuhan (EFN and Growth)
Hal pertama yang wajib dilakukan merupakan mengadakan interaksi antara EFN serta Growth. Untuk melakukannya kita akan menerangkan income statement singkat dan neraca dari PT,HaLe dalam table 4.6
PT,HaLe
Laporan Rugi Laba
Penjualan
 Rp.    500
Biaya
 Rp.    400
Laba kena pajak
 Rp.    100
Pajak (34%)
 Rp.      34
Laba bersih
 Rp.      66
Deviden
 Rp.      22
Tambahan Laba ditahan
 Rp.      44

PT.hale
Neraca
Asset
Kewajiban
Rp.
Percentage of Sales
Rp.
Percentage of Sales
Aset lancar
200
40persen
Total Hutang
250
n/a
Aktiva Tetap bersih
300
60persen
Modal Sendiri
250
n/a
Total Asset
500
100persen
Total Kewajiban and Modal Sendiri
500
n/a


PT.hale memperkirakan level penjualan tahun depan sebesar Rp. 600, meningkat Rp. 100. Diketahui bahwa persentase kenaikan penjualan sebesar 20% maka pada tabel 4.7 mengilustrasikan dengan taraf pertumbuhan 20%, PT.hale membutuhkan penambahan Rp.100 dalam asset baru (dipercaya kapasitas penuh). Proyeksi penambahan pada keuntungan yg ditahan adalah Rp. 52.8, maka EFN nya adalah Rp.100 - 52.8 = Rp.47.2
PT.hale

Pro-Forma Income Statement

Penjualan(projected)
 Rp.         600.0

Biaya (80% of Sales)
 Rp.         480.0

Laba kena pajak
 Rp.         120.0

Pajak(34%)
 Rp.           40.8

Laba bersih
 Rp.           79.2

Devidend
 Rp.         26.4

Tambahan Laba yang ditahan
 Rp.         52.8





Neraca PT HaLe
Aset
Liabilities
Rp.
Persentase Penjualan
Rp.
Percentage Penjualan
Aset Lancar
240
40persen
Total Hutang
250
n/a
Aktiva permanen bersih
360
60persen
Modal Sendiri
302.8
n/a
Total Asset
600
100persen
Total hutang and Modal Sendiri
552.8
n/a
EFN (Kebutuhan pendanaan dari luar)
47.2
n/a
Tabel pada atas memperlihatkan EFN menurut tingkat pertumbuhan yg tidak sama. Proyeksi tambahan ke Laba yg ditahan dan proyeksi ratio Hutang dan Modal Sendiri untuk setiap scenario pula terdapat di tabel. Dalam menentukan rasio Hutang dan Modal Sendiri, diasumsikan bahwa dana yang diperlukan merupakan pinjaman, serta juga berasumsi bahwa dana surplus digunakan buat melunasi hutang. Lalu buat pertumbuhan nol, utang berkurang sebanyak Rp.44 dari Rp.250 sebagai Rp.206.. Pertambahan asset yang diperlukan sama menggunakan aset orisinil sebesar Rp.500 dikalikan dengan tingkat pertumbuhan. Tambahan ke retained earning sama menggunakan Rp.44 ditambah menggunakan Rp.44 dikali tingkat pertumbuhan.

Untuk taraf pertumbuhan yang relatif rendah, PT.hale akan menjalankan surplus serta rasio Hutang serta Modal Sendirinya akan menurun. Namun tingkat pertumbuhan semakin tinggi sampai 10 %, surplus menjadi berubah defisit. Lebih lanjut, ketika tingkat pertumbuhan melebihi 20 persen, rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan melewati nilai 1,0.

Kebijakan keuangan serta pertumbuhan
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, sudah dinyatakan bahwa ada sebuah interaksi eksklusif antara pertumbuhan serta pembiayaan eksternal. Dalam bagian ini, 2 taraf pertumbuhan yang khususnya yg berguna dalam perencanaan jarak jauh.

Tingkat pertumbuhan internal, Tingkat Pertumbuhan pertama adalah pertumbuhan maksimum yang dapatdiraih dengan nir terdapat pembiayaan eksternal apapun. Dianggap tingkat pertumbuhan internal lantaran ini adalah tingkat perusahaan bisa mempertahankan dengan mengandalkan pembiayaan internal. Dalam gambar 4.1, taraf pertumbuhan internal ini diwakili oleh titik mana dua garis bertemu..pada titik ini. Peningkatan penambahan aset yg diharapkan pada aset adalah persis sama menggunakan penambahan buat dipertahankan penghasilan, serta kebutuhan pertumbuhan external ( external financing needed) merupakan nol. Hal ini terjadi ketika pertumbuhan nomor ini sedikit kurang berdasarkan 10 persen. Dengan sedikit perhitungan matematis, maka bisa didefinisikan tingkat pertumbuhan ini t =

Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate) = (ROA x b)/1-ROA x b

di sini, ROA adalah keuntungan atas aset (Return on Aset), dan b adalah ratio retensi, rasio yang melihat dana ditanamkan pulang ke perusahaan.

Untuk perusahaan PT.halelaba bersihnya sebesar Rp. 66 and total asetnya adalah Rp.500, Sehingga ROA adalah Rp.66/Rp.500= 13.2%. Dari Laba higienis sebesar Rp.66, Rp.44 adalah bagian keuntungan yg ditanamkan balik ke perusahaan, jadi plowback ratio adalah Rp.44/Rp.66= 2/tiga. Dengan output ini, dapat menghitung Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate):

Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate): (ROA x b)/ 1- ROA x b

0.132x(dua/tiga)/ 1- .132x (dua/tiga) = 9.65 %

Dengan demikian, perusahaan PT.hale bisa memperluas atau perluasan di taraf maximun 9.65 % per tahun tanpa pengeluaran pembiayaan external.

Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate), apabila perusahaan PT.hale berharap untuk berkembang lebih cepat berdasarkan 9,65% pertahun, maka pembiayaan eksternal harus diatur atau diadakan. Pembahasan mengenai Tingkat Pertumbuhan yg sustain (Sustainable Growth Rate) adalah tingkat pertumbuhan maksimal oleh sebuah perusahaan dengan nir ada pembiayaan berdasarkan ekuitas (Modal Sendiri) akan tetapi tetap mempertahankan rasio utang-ekuitas tersebut sama.

Untuk Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate ) perushaan PT.hale merupakan kira-kira 20 % lantaran rasio utang-ekuitas dekat 1.0 pada tingkat pertumbuhan tadi.

Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate): ( ROE x b)/ 1 – ROE x b

Perhitungan ini identik menggunakan tingkat pertumbuhan interna, kecuali rasio profitabilitas yg dipakai adalah ROE bukan ROA.L 

Untuk perusahaan PT.hale, Laba bersihnya merupakan Rp.66 dan totl ekuitasnya Rp.250, dengan demikian ROEnya Rp.66/Rp.250 = 26.4 %, sedangkan Plowback rationnya merupakan, b, tetap 2/3, jadi Tingkat Pertumbuhan yg sustain (Sustainable Growth Rate) menjadi berikut :

Tingkat Pertumbuhan yg sustain (Sustainable Growth Rate ) : ROE x b/ 1-ROExb

0.264x (2/tiga)/ 0.264x (2/3) : 21,36%

Dengan demikian, perusahaan PT.hale bisa memperluas usahanya atau ekspansi pada tingkat maximal sebanyak 21.36 % pertahun tanpa pembiayaan ekuitas dari pihak eksternal.

Determinan menurut Pertumbuhan (Determinants of Growth) 
Diketahui bahwa ROE ( Return on Equity) mampu disusun berdasarkan aneka macam komponen menggunakan persamaan Du Pont Lantaran ROE sangat menonjol dalam memilih taraf pertumbuhan yang berkelanjutan, kentara bahwa factor penting yg memilih ROE juga krusial menentukan pertumbuhan

ROE = Profit margin X Total Asset turnover X Modal Sendiri Multiplier

Disini bisa melihat, apapun yg menambah ROE akan menambah tingkat pertumbuhan yg berkelanjutan dengan cara membuat pembilang semakin akbar dan penyebut semakin kecil. Meningkatkan plowback ratio pula akan menyebabkan dampak yang sama. Jikalau semuanya disatukan dapat diketahui bahwa kemampuan perusahaan menopang pertumbuhan menurut 4 faktor berikut adalah :

  1. Profit Margin : Penambahan profit margin akan menaikkan kemampuan perusahaan buat membuat dana secara internal serta menaikkan pertumbuhan yang sustain atau dipertahankan.
  2. Devidend Policy : Pengurangan persentase keuntungan bersih yang dibayarkan buat deviden akan mempertinggi retention ratio. Hal ini akan membentuk ekuitas secara internal dan mempertinggi pertumbuhan sustain atau dipertahankan.
  3. Financial Policy : Peningkatan dalam Hutang-Modal Sendiri ratio akan mempertinggi leverage keuangan perusahaan. Karena ini membuka peluang tambahan hutang, maka tentu saja taraf pertumbuhan yang sustain juga akan semakin tinggi.
  4. Total Asset Turnover : Peningkatan pada total asset turnover perusahaan akan menaikkan penjualan dihasilkan buat setiap rupiah aset. Ini akan mengurangi kebutuhan perusahaan akan aset baru sebagai akibatnya terdapat pertumbuhan penjualan dan bagaimanapun akan menaikkan tingkat pertumbuhan yg sustain. Ingat, bahwa peningkatan total asset turnover sama saja mengurangi intensitas kapital

PERENCANAAN KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN

Perencanaan Keuangan serta Pertumbuhan Perusahaan
Keberhasilan sebuah perusahaan bisa terlihat dari kemampuan para pengelola atau pihak manajemen perusahaan memanfaatkan peluang secara maksimal sehingga membentuk return (imbal output) sinkron yg dibutuhkan, itulah sebabnya tugas yg utama berdasarkan pengelola atau pihak manajemen perusahaan merupakan merencanakan masa depan perusahaan agar seluruh peluang atau kemungkinan yang diprediksi bisa diambil serta direalisasikan.

Pada dasarnya sebuah perencanaan tentang masa depan adalah perencanaan jangka panjang, itulah sebabnya diharapkan sebuah koordinasi yang padu tentang perencanaan jangka panjang berdasarkan aneka macam fungsi dalam perusahaan. Dalam hal perencanaan keuangan jangka panjang perusahaan dibutuhkan unsur-unsur dasar berdasarkan kebijakan keuangan perusahaan, membaginya sebagai 4 (empat) unsur yakni :
  1. Perusahaan membutuhkan investasi pada asset-aset baru : Unsur ini akan muncul dari peluang-peluang investasi yg dipilih buat dilaksanakan perusahaan dan adalah output berdasarkan keputusan penganggaran kapital perusahaan.
  2. Tingkat Leverage keuangan yang dipilih buat dipergunakan : Hal ini akan menentukan jumlah pinjaman yg akan dipakai sang perusahaan buat mendanai investasinya dalam asset riil. Hal ini adalah kebijakan struktur kapital perusahaan. 
  3. Jumlah kas yang dirasakan perusahaan perlu dan layak buat dibayarkan kepada pemegang saham: hal ini ada kebijakan dividen perusahaan. 
  4. Jumlah likuiditas serta modal kerja yg diharapkan perusahaan pada operasi sehari-hari: Ini adalah keputusan modal kerja bersih perusahaan. 
Jadi keputusan mengenai perencanaan keuangan perusahaan mengenai masa depan perusahaan tersebut akan mencakup ke-empat area ini yang dalam gilirannya akan mencakup peluang pertumbuhan perusahaan yang berimbas dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan baik melalui internal maupun eksternal yang akan memilih profitabilitas perusahaan tadi.

Adapun proses perencanaan keuangan adalah merupakan kegiatan perencanaan keuangan yg memperkirakan posisi serta syarat keuangan di masa depan, sehingga dalam menyusun rencana keuangan tadi dipergunakan serangkaian skenario yg merupakan perkiraan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi di masa depan. Adapun serangkaian skenario masa depan tadi umumnya dibagi pada 3 (3) kondisi:
  1. Kondisi Terburuk ( Worst Condition) : Kondisi ini merupakan syarat yang diperkirakan terjadi waktu situasi perusahaan dan perekonomian sedang berada dalam situasi yang sulit sebagai akibatnya angka-angka yg digunakan dalam perencanaan merupakan angka-nomor yg pesimistis.
  2. Kondisi Normal (Normal Condition): Kondisi ini adalah kondisi dimana dianggap situasi perusahaan serta perekonomian yg biasa terjadi serta berjalan misalnya sebelumnya.
  3. Kondisi Terbaik ( Best Condition): Kondisi ini merupakan syarat waktu situasi perusahaan atau perekonomian sedang berada dalam situasi terbaiknya sebagai akibatnya angka –angka yg digunakan pada perencanaan adalah nomor –nomor yang optimistik.

Model Perencanaan Keuangan
Ketika sebuah perencanaan keuangan dibuat maka rencana tadi jua akan memasukkan laporan keuangan yakni neraca, laporan keuntungan-rugi menjadi bagian menurut perencanaan yang dibuat, adapun laporan keuangan ini diklaim jua laporan keuangan pro forma ( “pada bentuk”) . Jadi dalam hal ini laporan keuangan pro forma ini akan memasukkan serangkaian kemungkinan atau skenario yang terjadi pada masa depan, sehingga laporan keuangan pro forma merupakan hasil dari model perencanaan keuangan.

Andaikan seseorang memberikan data proyeksi penjualan yang telah diperkirakan maka contoh perencanaan keuangan akan menyediakan laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi yang didapatkan berdasarkan data proyeksi penjualan tersebut. Disini, data proyeksi penjualan yang telah diperkirakan tersebut menjadi “penggerak (driver)” yg artinya data proyeksi penjualan ini akan diberikan terlebih dahulu, kemudian data proyeksi laporan keuanganitu akan dihitung menurut atas data tersebut. 

Bisa saja, nomor proyeksi penjualan akan diberikan pada bentuk tingkat pertumbuhan pada penjualan, hal ini tidaklah menjadi duduk perkara karena perhitungan proyeksi penjualan akan diketahui sehabis diketahui tingkat pertumbuhannya. Sesudah dilakukan serangkaian skenario, maka yang teRp.enting disini bukanlah proyeksi penjualan wajib sempurna namun bagaimana interaksi atau keterkaitan antara investasi dan kebutuhan pendanaan pada aneka macam kemungkinan taraf penjualan bisa diketahui buat dipelajari agar bisa dilakukan keputusan-keputusan strategis serta berdampak jangka panjang.

Dalam hal investasi, disini akan diperkirakan proyeksi belanja kapital, serta akan terlihat pula disini proyeksi neraca melalui perubahan pada total asset tetap dan modal kerja higienis, sedangkan dalam hal keuangan (financing) akan bagaimana mencari dana yang diperlukan terhadap dana investasi yg diharapkan, akan ada masalah mengenai kebijakan deviden dan kebijakan utang agar perusahaan mendapatkan dana yg “siap” buat dipakai belanja kapital. 

Setelah data proyeksi penjualan dan perkiraan belanja kapital yg diharapkan diketahui maka akan terjadi ketidak-seimbangan dalam neraca, hal ini dikarenakan proyeksi total asset pasti lebih akbar menurut proyeksi sisi total pasiva. Karena itu diharapkan pendanaan baru buat menutupi semua proyeksi belanja modal, variable penyeimbang inilah yg dianggap “Plug” yang wajib dipilih, Penyeimbang ini adalah sumber berdasarkan pendanaan eksternal spesifik yg diharapkan untuk mengatasi kekuranagn (kelebihan) pada pendanaan sehingga dana bisa menjadi seimbang lagi seperti sebelumnya.

Tentu saja, yg terakhir dan jua sangat penting adalah dalam perencanaan tadi haruslah secara kentara menyatakan kondisi perekonomian suatu negara atau daerah kekuasaan politik dimana perusahaan tersebut berada, hal ini dikenal sebagai syarat makro-ekonomi suatu negara. Kondisi makro- ekonomian tadi antara lain mengenai inflasi, taraf suku bunga serta tarif pajak perusahaan.

Model Sederhana berdasarkan Perencanaan Keuangan
Adapun sebuah contoh dari model perencanaan keuangan sederhana menjadi berikut :
PT. Campur
Laporan Keuangan
Laporan Rugi Laba
Neraca
Penjualan

Rp.1000
Aset
Rp. 500
Hutang
Rp.250
Biaya

800


Modal Sendiri
Rp.250
Laba bersih
Rp.200
Total
Rp.500
Total
Rp.500

Perencanaan keuangan PT.campur berasumsi bahwa semua variabel terikat dalam penjualan serta interaksi yang sekarang merupakan optimal. Artinya semua item akan berkembang menggunakan persentase yg sama menggunakan penjualan. Misalkan penjualan meningkat 20 % berdasarkan Rp.1000 menjadi Rp.1200. Perencana pula akan meramalkan bahwa masih ada peningkatan biaya sebesar 20 persen, dari Rp. 800 menjadi Rp.800X1,dua=Rp.960. Laporan Pro forma akan menjadi:
Pro Forma
Laporan Laba Rugi
Penjualan
Rp. 1200
Biaya
960
Laba bersih
Rp.240
Asumsi bahwa semua variabel akan meningkat sebesar 20 %, membuat kita juga dapat membuat neraca pro forma.
Pro Forma Neraca
Aset
Rp.600(+100)

Hutang
Rp. 300(+50)



Modal Sendiri
300(+50)
Total
Rp.600(+100)

Total
Rp.600 (+100)

Sekarang kita harus merekonsiliasi ke 2 pro forma. Contohnya dapatkah Laba higienis sama menggunakan Rp.240 dan Modal Sendiri meningkat hanya Rp.50? Jawabannya merupakan bahwa PT.campur wajib membayar disparitas sebesar Rp.240-Rp.50=Rp.190,kemungkinan menjadi dividen. Dalam kasus ini dividen adalah plug variable.

Misalkan PT.campur tidak membayar Rp.190 tersebut. Dalam perkara ini, tambahan ke Laba ditahan merupakan sejumlah Rp.240. Pos Modal Sendiri PT.campur akan bertambah menjadi Rp.490(Rp.250 sebagai starting income+Rp.240 sebagai net income), serta hutang wajib dilunasi buat menjaga jumlah asset tetap Rp.600.

Dengan Rp.600 pada total Aset and Rp.490 pada Modal Sendiri, maka Hutang wajib Rp.600-Rp.490=Rp.190. Karena saldo awal Hutang merupakan Rp.250, maka PT.campur harus melunasi hutang sebanyak Rp.250-Rp.110=Rp.140. Maka neraca pro forma akan sebagai:
Pro Forma Neraca
Aset
$600(+100)

Hutang
$ 110(-140)



Modal Sendiri
490(+240)
Total
$600(+100)

Total
$600 (+100)
Dalam masalah ini, Hutang merupakan plug variable yang digunakan buat menyeimbangkan proyeksi total aset serta Kewajiban. Contoh ini menerangkan hubungan diantara pertumbuhan penjualan serta kebijakan keuangan. Ketika penjualan semakin tinggi, total aset jua meningkat. Hal ini terjadi lantaran perusahaan harus berinvestasi pada kapital kerja bersih (net working capital) serta Aset tetap (fixed asset) buat mendukung taraf penjualan yg lebih tinggi. Karena Aset berkembang, total Modal Sendiri dan Kewajiban (Hutang) pula akan berkembang.

Hal yg wajib kita perhatikan berdasarkan contoh di atas adalah cara Kewajiban (Hutang) dan Modal Sendiri berubah berubah bergantung dalam dalam kebijakan pendanaan dan kebijakan dividen perusahaan. Pertumbuhan asset dipengaruhi bagaimana perusahaan mendanai pertumbuhan tersebut.

Pendekatan Persentase Penjualan (The Percentage of PenjualanApproach)
Pada bagian sebelumnya, kita mendisikripsikan sebuah contoh perencanaan yang simple dimana persentase seluruh pos meningkat secara bersamaan dengan persentase penjualan.ini mungkin asumsi yang logis bagi beberapa pos atau akun dalam laporan keuangan. Tetapi buat pinjaman jangka panjang mungkin nir akan sesuai. Jumlah dari pinjaman jangka panjang itu dipengaruhi oleh pihak manajemen, dan tidak ada kaitannya menggunakan tingkat penjualan.

Pada bagian ini, akan dijelaskan tambahan atau ekspansi dari contoh sederhana yang sebelumnya. Prinsip dasarnya adalah buat memisahkan Laporan Rugi-Laba dan Neraca sebagai 2 kelompok, dimana yang satu langsung terkait penjualan serta yang satunya nir pribadi terkait. Jika suatu ramalan penjualan ditetapkan,maka akan dapat mengitung berapa banyak dana yang diperlukan perusahaan buat menopang prediksi taraf penjualan.

Laporan Laba Rugi (The Income Statement)
Dimulai membahas menggunakan memakai laporan Laba -Rugi milik PT.hale, seperti yg ditunjukan pada tabel 4.1. Disini masih menyederhanakan hal – hal berikut misalnya : biaya , penyusutan, dan bunga pada satu bentuk pos atau akun : porto.

PT.hale telah memproyeksikan 25% peningkatan dalam Penjualan buat tahun yg akan datang, jadi mengantisipasi penjualan sejumlah Rp.1000 x 1.25 = Rp.1250. Untuk membentuk pro forma laporan Rugi Laba, kita asumsikan bahwa total porto akan terus berjalan pada level (Rp.800/1000 )= 80% menurut penjualan. Dengan perkiraan ini, pro forma laoran Rugi Laba PT.hale ditampilkan pada tabel 4.2. Konsekwensi dari mengasumsikan bahwa biaya itu mempunyai persentase yang konstan dengan Penjualan merupakan profit margin itu akan konstan. Untuk memeriksanya,profit marginnya Rp.132/1000 = 13.2%. Di pro forma milik PT.hale, profit marginnya Rp.165/1250 = 13.dua%, jadi itu tidak berubah.

Selanjutnya, kita butuh memproyeksikan pembayaran dividen. Jumlahnya tergantung pihak manajemen PT.hale. Kita akan mengasumsikan PT.hale memiliki kebijakan buat membayar dividen secara tunai.

TABLE 
PT.hale
Laporan Laba Rugi
Penjualan
 Rp.          1,000
Biaya-biaya
 Rp.              800
Laba kena pajak
 Rp.              200
Pajak (34%)
 Rp.                68
Laba bersih
 Rp.              132
     Dividend
 Rp.                                44

     Tambahan Laba ditahan

 Rp.                                88


TABLE 
PT.hale
Laporan Laba Rugi Pro Forma
Penjualan(proyeksi)
 Rp.          1,250
Costs (80% menurut penjualan)
 Rp.          1,000
Laba kena pajak
 Rp.              250
Pajak (34%)
 Rp.                85
Laba bersih


 Rp.              165


Untuksebagian akbar dari tahun sekarang, dividendpayout ratio merupakan :
            Dividend payout ratio = CashDividens/Net Income
                                                = Rp.44/132 = 33 1/tigapersen
Kitajuga bisa menghitung ratio berdasarkan tambahan laba ditahan terhadap laba bersih :
            Tambahan Laba ditahan/Laba ditahan =Rp.88/132 = 66 2/tigapersen
Ratioini biasa dianggap menggunakan retention ratioatau plowback ratio, serta itu samadengan 1 dikurangi menggunakan dividend payoutratio, lantaran sisa yg nir dibayarkan sebagai  laba yang ditahan. Dengan asumsi bahwa payout ratio konstan, berikut adalah adalahproyeksi dividen serta tambahan pada Laba yang ditahan:
               Proyeksi dividen buat pemegangsaham= Rp.165X1/tiga= Rp.  55
                            Proyeksi tambahan  Laba yg ditahan  =Rp.165X2/tiga  =Rp.110

                                      Rp.165


Neraca ( The Neraca)
Untuk membuat pro forma Neraca, dimulai menggunakan statements yg paling baru. Dalam neracadi asumsikan bahwa beberapa pos atau akunnya dapat mensugesti penjualan dan juga ada yg tidak. Untuk pos atau akun yang memliki hubungan dengan penjualan, dinyatakan persentase penjualan pada tahun yang baru saja sudah selesai.ketika sebuah pos tersebut nir mempengaruhi penjualan secara pribadi, dituliskan “n/a” (not applicable).

Untuk model, pada bagian aset, maka persediaan sama menggunakan 60persen dari Penjualan(Rp.600/1000) buat akhir tahun. Kita asumsikan persentase diaplikasikan buat tahun yang akan tiba, jadi setiap peningkatan Rp.1,- pada penjualan, persaediaan akan naik sebanyak Rp..60. Ratio menurut total assets kepada penjualan buat akhir tahun adalah Rp.3000/1000 = tiga, atau 300%.

Ratio dari total assets pada penjualan itu dianggap sebagai capital intensity ratio.itu memberitahukan bahwa jumlah asset yg diperlukan buat menghasilkan Rp.1 dalam penjualan. Jadi meningkat ratio nya, semakin tinggi capital intensity pada suatu perusahaan.

Selanjutnya disusunlah neraca pro forma buat PT.hale. Lakukan menggunakan memakai persentase-persentase yg dihitung guna menghitung jumlah yang diproyeksikan. Perlu diperhatikan, buat pos-pos yang nir berkecimpung pribadi mengikuti penjualan, sumsi awalnya nir ada perubahan dan hanya menulis saldo aslinya. Dari neraca diatas bahwa aset diproyeksikan naik sebanyak Rp.750. Namun tanpa pendanaan tambahan, kewajiban serta ekuitas (modal sendiri) hanya mengalami kenaikan Rp.185 sehingga terjadi kekurangan sebesar Rp.750-185= Rp 565. Ini dianggap kebutuhan pendanaan eksternal (EFN= External Financing Needed)


SKENARIO KHUSUS (A PARTICULAR SCENARIO)
Model prencanaan finansial ini mengingatkan dalam humor mengenai warta cantik danberita tidak baik. Berita bagusnya, Perusahaan ternyata sanggup memproyeksikan kenaikan penjualan 25%. Berita buruknya merupakan hal itu tidak mungkin terjadi kecuali PT.hale entah dengan cara bagaimana harus mencari pembiayaan sebanyak Rp.565.

Selain itu, hal ini merupakan model yg mengagumkan bagaimana proses perencanaan bisa menyelesaikan kasus serta potensi konflik. Mengapa ? Jika kita lihat dalam PT.hale, misalkan perusahaan ini punya tujuan nir mau meminjam sedikitpun buat dana tambahan serta tidak mau menjual ekuitas baru, maka kenaikan 25% mungkin nir mampu dilakukan. Jika kita menambahkan Rp.565 sebagai pendanaan yang baru maka PT.hale memiliki tiga asal yg memungkinkan : Pinjaman jangka pendek, Pinjaman jangka panjang, dan Ekuitas baru. Jadi, ini tergantung menurut keputusan manajemen.

Misalnya PT.hale menetapkan buat meminjam dana yang butuhkan, dalam kasus ini perusahaan bisa menentukan buat meminjam sebagian pinjaman jangka panjang serta sebagian lagi pinjaman jangka pendek. Contohnya, aset lancar (current asset ) bertambah Rp.300 dimana current kewajiban (liabilities) hanya bertambah Rp.75. PT.hale pula dapat meminjam Rp.300-Rp.75=Rp.225 sebagai pinjaman jangka pendek. Dengan Rp.565 yang dibutuhkan maka residu Rp.565-Rp.225= Rp.340 sanggup didapatkan dengan pinjaman jangka panjang. Tabel 4.5 membuktikan pro forma neraca PT.hale.

SKENARIO ALTERNATIF (AN ALTERNATIVE SCENARIO )
Asumsi bahwa asset adalah presentase permanen berdasarkan penjualan merupakan sahih, tapi mungkin saja tidak cocok dalam beberapa syarat riil yang terjadi. Khususnya jika mengasumsikan PT.hale memakai 100 persen kapasitas karena setiap peningkatan pada penjualan mengarah pada peningkatan fixed assets. Bagi sebagian bisnis, mungkin akan terjadi sedikit kelonggaran atau kelebihan kapasitas, serta produksi mungkin mampu bertambah dengan menjalankan shift tambahan.

Jika kita mengasumsikan bahwa PT.hale beroperasi dalam 70% menurut holistik kapasitas, maka kebutuhan dana eksternal akan sedikit berbeda. Ketika dikatatakan “ 70 persen dari kapasitas”, hal ini bermaksud bahwa level penjualan waktu ini 70 % menurut keseluruhan kapasitas

Penjualan waktu ini: Rp.1000 = 70 X Kapasitas penuh

Penjualan dengan kapasitas penuh: Rp.1000/70 = Rp.1429

Ini memberitahukan bahwa penjualan naik hampir 43 persen menurut Rp.1000 menjadi Rp.1429 sebelum sedikitpun aset permanen dibutuhkan. 

Pada skenario sebelumnya, diasumsikan bahwa penambahan aset tetapRp.450 sangat dibutuhkan. Sedangkan pada skenario yg kini , nir terdapat aset tetap yg dibutuhkan lantaran penjualan hanya diproyeksikan hanya menjadi Rp.1250 yang mana kurang menurut Rp.1429 menjadi level kapasitas penuh. Hasilnya, perkiraan awal sebesar Rp.565 dalam dana eksternal dievaluasi terlalu tinggi. Kita berasumsi bahwa Rp.450 dalam aset tetap baru diharapkan. Padahal nir ada penggunaan menurut aset baru permanen diharapkan. Sehingga bila beroperasi pada 70 % kapasitas, maka hanya memerlukan Rp.115 (Rp.565-Rp.450) pada dana eksternal.

Pendanaan dan Pertumbuhan Eksterna (External Financing and Growth) 
Kebutuhan pendanaan eksternal dan pertumbuhan bekerjasama.semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan atau assets, maka semakin akbar jua pendanaan eksternal yg diperlukan. Bila pada bagian sebelumnya kita tinggal menentukan pendanaan eksternalnya saja, maka pada bagian ini kita akan mencari tahu hubungan antar kebijakan finansial serta kemampuan perusahaan untuk mendanai investasi baru serta pertumbuhannya. 

EFN serta Pertumbuhan (EFN and Growth)
Hal pertama yang wajib dilakukan adalah mengadakan interaksi antara EFN serta Growth. Untuk melakukannya kita akan menunjukan income statement singkat serta neraca menurut PT,HaLe pada table 4.6
PT,HaLe
Laporan Rugi Laba
Penjualan
 Rp.    500
Biaya
 Rp.    400
Laba kena pajak
 Rp.    100
Pajak (34%)
 Rp.      34
Laba bersih
 Rp.      66
Deviden
 Rp.      22
Tambahan Laba ditahan
 Rp.      44

PT.hale
Neraca
Asset
Kewajiban
Rp.
Percentage of Sales
Rp.
Percentage of Sales
Aset lancar
200
40persen
Total Hutang
250
n/a
Aktiva Tetap bersih
300
60persen
Modal Sendiri
250
n/a
Total Asset
500
100%
Total Kewajiban and Modal Sendiri
500
n/a


PT.hale memperkirakan level penjualan tahun depan sebanyak Rp. 600, semakin tinggi Rp. 100. Diketahui bahwa persentase kenaikan penjualan sebesar 20% maka pada tabel 4.7 mengilustrasikan dengan tingkat pertumbuhan 20%, PT.hale membutuhkan penambahan Rp.100 pada asset baru (dipercaya kapasitas penuh). Proyeksi penambahan dalam laba yg ditahan merupakan Rp. 52.8, maka EFN nya adalah Rp.100 - 52.8 = Rp.47.2
PT.hale

Pro-Forma Income Statement

Penjualan(projected)
 Rp.         600.0

Biaya (80% of Sales)
 Rp.         480.0

Laba kena pajak
 Rp.         120.0

Pajak(34%)
 Rp.           40.8

Laba bersih
 Rp.           79.dua

Devidend
 Rp.         26.4

Tambahan Laba yg ditahan
 Rp.         52.8





Neraca PT HaLe
Aset
Liabilities
Rp.
Persentase Penjualan
Rp.
Percentage Penjualan
Aset Lancar
240
40persen
Total Hutang
250
n/a
Aktiva tetap bersih
360
60persen
Modal Sendiri
302.8
n/a
Total Asset
600
100%
Total hutang and Modal Sendiri
552.8
n/a
EFN (Kebutuhan pendanaan menurut luar)
47.2
n/a
Tabel pada atas memperlihatkan EFN berdasarkan taraf pertumbuhan yang tidak selaras. Proyeksi tambahan ke Laba yang ditahan dan proyeksi ratio Hutang serta Modal Sendiri buat setiap scenario jua masih ada di tabel. Dalam menentukan rasio Hutang dan Modal Sendiri, diasumsikan bahwa dana yang dibutuhkan adalah pinjaman, serta juga berasumsi bahwa dana surplus dipakai buat melunasi hutang. Lalu untuk pertumbuhan nol, utang berkurang sebanyak Rp.44 menurut Rp.250 sebagai Rp.206.. Pertambahan asset yang dibutuhkan sama menggunakan aset asli sebesar Rp.500 dikalikan dengan taraf pertumbuhan. Tambahan ke retained earning sama dengan Rp.44 ditambah menggunakan Rp.44 dikali taraf pertumbuhan.

Untuk tingkat pertumbuhan yang nisbi rendah, PT.hale akan menjalankan surplus dan rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan menurun. Namun taraf pertumbuhan meningkat sampai 10 %, surplus menjadi berubah defisit. Lebih lanjut, saat taraf pertumbuhan melebihi 20 persen, rasio Hutang serta Modal Sendirinya akan melewati nilai 1,0.

Kebijakan keuangan serta pertumbuhan
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, sudah dinyatakan bahwa terdapat sebuah interaksi langsung antara pertumbuhan serta pembiayaan eksternal. Dalam bagian ini, dua taraf pertumbuhan yg khususnya yg berguna dalam perencanaan jeda jauh.

Tingkat pertumbuhan internal, Tingkat Pertumbuhan pertama merupakan pertumbuhan maksimum yang dapatdiraih menggunakan tidak terdapat pembiayaan eksternal apapun. Diklaim taraf pertumbuhan internal karena ini adalah taraf perusahaan dapat mempertahankan menggunakan mengandalkan pembiayaan internal. Dalam gambar 4.1, taraf pertumbuhan internal ini diwakili sang titik mana dua garis bertemu..pada titik ini. Peningkatan penambahan aset yang diperlukan pada aset merupakan persis sama menggunakan penambahan buat dipertahankan penghasilan, serta kebutuhan pertumbuhan external ( external financing needed) merupakan nol. Hal ini terjadi saat pertumbuhan angka ini sedikit kurang berdasarkan 10 persen. Menggunakan sedikit perhitungan matematis, maka dapat didefinisikan tingkat pertumbuhan ini t =

Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate) = (ROA x b)/1-ROA x b

di sini, ROA merupakan keuntungan atas aset (Return on Aset), serta b adalah ratio retensi, rasio yang melihat dana ditanamkan balik ke perusahaan.

Untuk perusahaan PT.halelaba bersihnya sebanyak Rp. 66 and total asetnya adalah Rp.500, Sehingga ROA merupakan Rp.66/Rp.500= 13.dua%. Dari Laba higienis sebesar Rp.66, Rp.44 adalah bagian laba yg ditanamkan pulang ke perusahaan, jadi plowback ratio merupakan Rp.44/Rp.66= dua/3. Dengan hasil ini, dapat menghitung Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate):

Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate): (ROA x b)/ 1- ROA x b

0.132x(2/tiga)/ 1- .132x (2/3) = 9.65 %

Dengan demikian, perusahaan PT.hale bisa memperluas atau ekspansi di taraf maximun 9.65 % per tahun tanpa pengeluaran pembiayaan external.

Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate), Jika perusahaan PT.hale berharap buat berkembang lebih cepat dari 9,65% pertahun, maka pembiayaan eksternal wajib diatur atau diadakan. Pembahasan mengenai Tingkat Pertumbuhan yg sustain (Sustainable Growth Rate) adalah taraf pertumbuhan aporisma oleh sebuah perusahaan dengan nir terdapat pembiayaan menurut ekuitas (Modal Sendiri) tapi tetap mempertahankan rasio utang-ekuitas tersebut sama.

Untuk Tingkat Pertumbuhan yg sustain (Sustainable Growth Rate ) perushaan PT.hale adalah kira-kira 20 % karena rasio utang-ekuitas dekat 1.0 dalam tingkat pertumbuhan tadi.

Tingkat Pertumbuhan yg sustain (Sustainable Growth Rate): ( ROE x b)/ 1 – ROE x b

Perhitungan ini identik dengan tingkat pertumbuhan interna, kecuali rasio profitabilitas yang digunakan merupakan ROE bukan ROA.L 

Untuk perusahaan PT.hale, Laba bersihnya adalah Rp.66 serta totl ekuitasnya Rp.250, dengan demikian ROEnya Rp.66/Rp.250 = 26.4 %, sedangkan Plowback rationnya merupakan, b, tetap dua/3, jadi Tingkat Pertumbuhan yg sustain (Sustainable Growth Rate) menjadi berikut :

Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate ) : ROE x b/ 1-ROExb

0.264x (2/tiga)/ 0.264x (dua/tiga) : 21,36persen

Dengan demikian, perusahaan PT.hale dapat memperluas usahanya atau perluasan dalam taraf maximal sebanyak 21.36 % pertahun tanpa pembiayaan ekuitas dari pihak eksternal.

Determinan berdasarkan Pertumbuhan (Determinants of Growth) 
Diketahui bahwa ROE ( Return on Equity) sanggup disusun berdasarkan aneka macam komponen menggunakan persamaan Du Pont Karena ROE sangat menonjol dalam memilih tingkat pertumbuhan yg berkelanjutan, jelas bahwa factor penting yang menentukan ROE pula penting menentukan pertumbuhan

ROE = Profit margin X Total Asset turnover X Modal Sendiri Multiplier

Disini dapat melihat, apapun yang menambah ROE akan menambah tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan dengan cara menciptakan pembilang semakin akbar dan penyebut semakin mini . Meningkatkan plowback ratio jua akan menyebabkan imbas yang sama. Jikalau semuanya disatukan bisa diketahui bahwa kemampuan perusahaan menopang pertumbuhan menurut 4 faktor ini dia :

  1. Profit Margin : Penambahan profit margin akan menaikkan kemampuan perusahaan untuk membuat dana secara internal dan menaikkan pertumbuhan yang sustain atau dipertahankan.
  2. Devidend Policy : Pengurangan persentase laba bersih yg dibayarkan buat deviden akan menaikkan retention ratio. Hal ini akan membentuk ekuitas secara internal serta menaikkan pertumbuhan sustain atau dipertahankan.
  3. Financial Policy : Peningkatan dalam Hutang-Modal Sendiri ratio akan menaikkan leverage keuangan perusahaan. Lantaran ini membuka peluang tambahan hutang, maka tentu saja tingkat pertumbuhan yang sustain pula akan semakin tinggi.
  4. Total Asset Turnover : Peningkatan dalam total asset turnover perusahaan akan mempertinggi penjualan dihasilkan buat setiap rupiah aset. Ini akan mengurangi kebutuhan perusahaan akan aset baru sebagai akibatnya ada pertumbuhan penjualan dan bagaimanapun akan menaikkan taraf pertumbuhan yang sustain. Ingat, bahwa peningkatan total asset turnover sama saja mengurangi intensitas kapital