TEORI ASAL USUL NEGARA

Cara flexi---Warga belajar dan anak didik sekalian, pada pembahasan materi Pelajaran PKn dan Tatanegara kita seringkali menyinggung masalah Negara. Apa itu negara?, kemaren sudah kita bahas bersama mengenai pengertian dan konsep negara termasuk konsep atau definisi negara yang pernah diutarakan sang para pakar (Konsep dan Definisi Negara sang para ahli serta ahli lihat pada sini !!). 

Istilah negara, bangsa, dan rakyat kerap kali kita dengar dari ucapan seorang pejabat pemerintah atau orang-orang yang mengurusi pembangunan negara kita, secara eksklusif atau melalui media elektronik maupun cetak. Namun, kata-istilah tadi tidak gampang kita pahami menggunakan baik. Sering terjadi kerancuan dalam menafsirkan yg berakibat dalam kesalahan penerapan dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh karena itu, Anda menjadi masyarakat negara, warga bangsa dan warga masyarakat berkewajiban, memahami konsep-konsep tersebut.

Asal mula terjadinya negara dibagi menjadi dua yaitu; 1) Secara Primer atau Asal mula terjadinya negara dari pendekatan teoritis, serta dua) Secara Sekunder atau Asal mula terjadinya negara berdasarkan informasi.

1. Secara Primer

Terjadinya negara secara primer adalah bertahap yaitu dimulai dari adanya masyarakat hukum yang paling sederhana, lalu berevolusi ketingkat yg lebih maju serta nir dihubungkan dengan negara yang sudah terdapat sebelumnya. Dengan demikian terjadinya negara secara utama merupakan membahas dari mula terjadinya negara yang pertama di dunia.

Menurut G. Jellinek, terjadinya negara secara utama melalui 4 tahapan (Fase) yaitu :
    • Fase Persekutuan insan.
    • Fase Kerajaan.
    • Fase Negara.
    • Fase Negara demokrasi dan Diktatur.


2. Secara Sekunder

Terjadinya negara secara sekunder merupakan membahas terjadinya negara baru yang dihubungkan dengan negara lain yg sudah ada sebelumnya, berkaitan menggunakan hal tersebut maka pengakuan negara lain pada teori sekunder adalah unsur penting berdirinya suatu negara baru.
Untuk mengetahui terjadinya negara baru bisa memakai pendekatan faktual yaitu suatu pendekatan yang didasarkan pada fenomena serta pengalaman sejarah yang benar–benar terjadi.

Menurut fenomena sejarah, terjadinya suatu negara lantaran :

a. Penaklukan/Pendudukan (Occupasi).
Suatu wilayah belum ada yang menguasai lalu diduduki oleh suatu bangsa. Contoh : Liberia diduduki budak–budak negro yg dimerdekakan tahun 1847.

b. Pelepasan diri (Proklamasi).
Suatu daerah yg semula termasuk daerah negara tertentu melepaskan diri dan menyatakan kemerdekaannya. Contoh : Belgia melepaskan diri dari Belanda tahun 1839, Indonesia tahun 1945, Pakistan tahun 1947 (semula wilayah Hindustan), Banglades tahun 1971 (semula wilayah Pakistan), Papua Nugini tahun1975 (semula wilayah Australia), tiga negara Baltik (Latvia, Estonia, Lituania) melepaskan diri berdasarkan Uni Soviet tahun 1991, dsb.C. Peleburan sebagai satu (Fusi). Beberapa negara mengadakan peleburan sebagai satu negara baru. Contoh : Kerajaan Jerman (1871), Vietnam (1975), Jerman (1990), dsb.

d. Pencaplokan / Penguasaan ( Anexatie )
Suatu negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai ( dicaplok ) sang bangsa lain tanpa reaksi berarti. Contoh: negara Israel saat dibuat tahun 1948 poly mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania dan Mesir.

e. Pelenyapan serta pembentukan negara baru.
Suatu negara pecah dan lenyap, kemudian diatas wilayah itu timbul negara baru.
Contoh : Jerman sebagai Jerman Barat dan Jerman Timur tahun 1945.

f. Fusi – Peleburan 
dua negara atau lebih serta membangun sebagai 1 negara.

g. Acessie – Penarikan
Bertambahnya suatu daerah lantaran proses pelumpuran laut dalam kurun saat yg usang serta dihuni oleh grup.

h. Cessie – Penyerahan
Sebuah daerah diserahkan pada Negara lain dari perjanjian.

i. Inovasi
Suatu Negara pecah, kemudian lenyap dan memunculkan Negara baru pada atasnya.

j. Separasi 
Suatu daerah yang semula adalah bagian dari negara eksklusif, kemudian memisahkan diri menurut negara induknya serta menyatakan kemerdekaan. Contoh: Belgia dalam tahun 1839 melepaskan diri dari Belanda


Di aneka macam kitab dan literatur poly teori mengenai asal usul negara pada antaranya akan dijelaskan secara singkat menjadi berikut :

1. Teori Ketuhanan

Teroi ini menganggap bahwa terjadinya negara memang telah kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Anggapan ini berawal dari deteminisme religius, yaitu segala sesuatu yg terjadi ini sudah takdir Allah. Misalnya, Anda bisa membaca Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 atas berkat rahmat Allah...serta seterusnya.


2. Teori Kenyataan

Teori ini menganggap bahwa negara itu timbul karena kenyataan, merupakan berdasarkan kondisi-syarat eksklusif yang sudah dipenuhi, contohnya adanya pemerintahan, daerah, penduduk serta pengakuan menurut dalam serta luar.


3. Teori Perjanjian atau kontrak sosial

Teroi ini mengenganggap negara itu terbentuk menurut perjanjian beserta. Perjanjian ini bisa antar-individu yang bersepakat mendirikan suatu negara ataupun perjanjian antar-individu yg menjajah dengan yang dijajah.


4. Teori Penaklukan

Teori ini menganggap negara itu ada karena adanya grup manusia mengalahkan gerombolan manusia yg lain. Dengan demikian, pembentukan negara dapat terjadi lantaran proklamasi, peleburan dan dominasi atau pemberontakan (Kansil, 1985: 2-tiga). Teori ini juga diklaim teori kekuatan (force theory) karena dalam teori ini kekuatan menciptakan aturan, serta kekuatan itu sendiri adalah pembenaran atau raison d'etic-nya negara


5. Teori Alamiah

Teori ini menduga bahwa negara merupakan ciptaan alam karena insan dipercaya menjadi makhluk sosial dan sekaligus makhluk politik. Oleh karenanya, manusia ditakdirkan untuk hayati bernegara. Jadi dalam situasi dan syarat loka yang terdapat, negara terbentuk dengan sendirinya.


6. Teori Filosofis

Teori filosofis ini jua dikenal sebagai teori idealistis, teori absolut, teori  metafisis. Teori ini bersifat filosofis lantaran merupakan renungan-renungan tentang negara dan bagaimana negara itu seharusnya ada. Bersifat idelis karena adalah pemikiran tentang negara sebagaimana negara itu seharusnya ada, "Negara menjadi ide" bersifat absolut lantaran melihat negara sebagai suatu kesatuan yg omnipetent dan omnikompeten. Bersifat metafisis lantaran adanya negara terlepas dari individu yang menjadi bagian menurut bangsa. Negara memiliki atau mempunyai kemauan sendiri, kepentingan sendiri, serta nilai moral sendiri.


7. Teori Historis

Teori ini menduga bahwa forum-forum sosial tidak dibentuk, namun ada secara evolusioner sinkron dengan kebutuhan-kebutuhan manusia. Olaeh karena itu, forum-lembaga sosial kenegaraan itu ditentukan oleh situasi dan syarat berdasarkan lingkungan setempat, ketika, dna tuntutan zaman sehingga secara historis berkembang menjadi negara-negara misalnya yang kita lihat sekarang ini.


8. Teori Organis

Teori ini menganggap bahwa negara sebagai insan. Pemerintah dianggap menjadi tulang, undang-undang dianggap menjadi syaraf, ketua negara dipercaya sebagai kepala, rakyat dipercaya sebagai daging. Dengan demikian, negara itu lahir, tumbuh, serta berkembang kemudian meninggal.



9. Teori Patrilineal dan Matrilineal

Teori Partilineal serta Matrilineal ini menganggap bahwa negara itu ada menurut perkembangan grup famili yang dikuasai oleh garis keturunan Ayah (patrilineal) atau garis keturunan ibu (matrilineal). Keluarga tersebut terus berkembang dari garis keturunan yang ada dan sebagai benih-benih negara sampai terbentuknya pemerintahan yg terdesentralisasi.


10. Teori Kedaluwarsa

Teori Kedaluwarsa menganggap bahwa negara terbentuk karena memang kekuasaan raja (diterima atau ditolah oleh rakyat) sudah kedaluwarsa mempunyai kerajaan (telah lama memiliki kekuasaan) serta dalam akhirnya sebagai hak milik oleh karena norma. Menurut teori ini, raja bertahta bukan lantaran jure devino (kekuasaan berdasarkan hak-hak ketuhanan), namun dari kebiasaan jure consetudinarjo. Laju dan organisasinya yaitu negara kerajaan ada karena adanya milik yang sudah lama yang kemudian melahirkan hak milik. Raja bertahta sang karena hak milik itu yang didasarkan dalam hukum kebiasaan.


Dari semua teori berasal usul negara tersebut, terlihat jelas bahwa masing-masing teori memiliki konsepsi dasar sesuai menggunakan angapan dan pandangannya sendiri. Pada dasarnya Negara itu mempunyai sifat-sifat spesifik sebagai manisfestasi dari kedaultan yg dimilikinya. Umumnya setiap negara mempunyai sifat memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua.

Demikianlah mengenai teori dan berasal usul negara, semoga berguna buat menambah ilmu pengetahuan kita dan menjadi bahan belajar baik pada mata pelajaran PKn ataupun Ketatanegaraan. Terimakasih.

PENGERTIAN EKONOMI DALAM DESIGN LIBERALISME

Pengertian Ekonomi Dalam Design Liberalisme
Pada masa orde lama bangsa Indonesia belum memilih system pembangunan ekonomi, karena dalam ketika itu masih disibukkan dalam hal pembangunan negara secara konstitusional (nation building), akan tetapi pada sambutan pidato Presiden Soekarno yg selalu dia dengung-dengungkan yg kita kenal dengan Nawaksara (22 Juni 1966) merupakan tentang system kemandirian ekonomi (self reliance). Dalam decade akhir kepemimpinannya arah perekonomian pun mulai bertendensi ke arah system Sosialisme. Karena dalam era itu visi para pemimpin kita tergoda oleh bangkitnya system Sosialisme ala Lenin dan Marxisme di negara Uni Soviet dan RRC dalam ketika itu, sebagai akibatnya ajaran itu merambah ke bumi pertiwi melalui sebuah gerakan yg kita kenal menggunakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di sisi lain, Bung Hatta sering menorehkan pemikiran-pemikiran ekonominya pada sebuah koran "Kedaulatan Rakyat” yang mengungkapkan mengenai pentingnya menyelamatkan ekonomi rakyat menggunakan system demokrasi ekonomi yang termanifestasikan pada bentuk koperasi yang berdasarkan kekeluargaan. 

Pada era orde baru, system ekonomi mulai digodok yang mana visi Indonesia dalam ketika itu lebih condong dalam system Kapitalisme Barat yg menerapkan bentuk liberalisme, merkantilisme, keynesianisme dan neo-liberalisme. Lantaran Presiden Soeharto pada waktu itu menyerahkan tatanan ekonomi bangsa kepada Mafia Berkeley yang sebagian besar lulusan doktor atau master menurut University of California at Berkeley pada 1960-an atas donasi Ford Foundation.

Setalah masa reformasi yang diteruskan Presiden Habibie yang dikenal menggunakan system komparatif-kompetitive, maka pada ketika yang sangat singkat sudah menaburkan benih-benih reformasi termasuk pada dalamnya system ekonomi komparasi kerakyatan dan neo liberal. Kemudian diteruskan Gusdur yg pada saat itu tidak memikirkan visi ekonomi lantaran prioritas kebijakan dalam ketika itu tervokus pada kesatuan NKRI serta dalam masa Megawati, arah kebijakan neo-liberalisme masih kentara walaupun jua sedikit ekonomi kerakyatan mulai dipraktekkan. Pada kepemimpinan Presiden SBY agenda ekonomi kerakyatan agak gencar dilaksanakan khususnya pada menjalankan acara BLT, KUR serta PNPM, walaupun pada skala makro serta lebih akbar system ekonomi neo-libral juga permanen berjalan.

Maka dalam era sekarang perihal neo-liberalisme ada secara hangat, baik dalam forum diskusi, seminar nasional serta internasional, ulasan fakta dan media-media lainnya setelah Presiden SBY menetapkan calon wakil presiden mendatang Budiono yg sebelumnya menjabat menjadi Gubernur Bank Indonesia. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia tadi, Boediono seorang ekonom yg menganut paham ekonomi neoliberal, sebab itu dia sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.

Dalam tulisan ini kita nir bermaksud menguliti Boediono atau paham ekonomi yang dianutnya. Tujuan tulisan ini merupakan untuk menguraikan pengertian, asal mula, dan perkembangan Liberalisme dan neoliberalisme secara singkat. Saya berharap, menggunakan tahu liberalisme dan neoliberalisme secara sahih, silang pendapat yang berkaitan menggunakan paham ekonomi ini dapat dihindarkan dari debat kusir. Sebaliknya, para ekonom yg kentara-kentara mengimani neoliberalisme, nir secara mentah-mentah jua mengelak bahwa dirinya bukan seseorang neoliberalis. Dengan demikian, juridiksi obyektivitas akan dapat ditemukan selesainya kita mengetahui dengan jelas system ini, tentunya memiliki plus dan minus, sebagai akibatnya membutuhkan system ekonomi yang lebih berkeadilan. 

A. Liberalisme
Liberalisme merupakan bentuk system ekonomi yg mengandalkan mesin pasar secara liberal, sebagai akibatnya menjustifikasi pengharaman negara dalam mengintervensi perputaran ekonomi pasar. Maka pasar ini dibiarkan begitu saja berputar secara alamiah, tanpa terdapat batasan sekat-sekat aturan, karena yg bermain di dalamnya aturan supply and dimand. Menurut paham ini tangan mistik (invisible hand) yg mengatur harga pada pasar. Untuk mengetahui secara mendalam kita akan mengulas tentang perkembangan pemikiran system ekonomi ini.

Dalam system pembangunan ekonomi konvensional mempunyai perkembangan-perkembangan pemikiran yang dimulai menurut lahirnya system ini hingga kini . Serta Liberalisme adalah bagian menurut Kapitalisme. Maka jikalau kita klasifikasikan perkembangan ekonomi ini dapat kita golongkan ke pada empat fase: ekonomi klasik, keynesianisme, neo-klasik dan neo-liberalisme. Yang akan kita jelaskan secara tafsil sebagai berikut:

a. Madzhab Ekonomi Klasik
Ekonomi klasik merupakan paham ekonomi yg sangat berpengaruh pada perkembangan pembangunan ekonomi di negara-negara maju. Sebagai founding fathers ekonomi klasik ini Adam Smith, John Malthus serta David Ricardo. Sedangkan Adam Smith memproklamirkan diri teori-teori ekonomi ini menggunakan madzhab individualisme "Laissez Faire, Laissez Passez, Et Le Monde va De Luime me”, berarti: (Biarkan dia bekerja dan tinggalkanlah, global ini akan berjalan dengan sendirinya). Dalam kaitan pembangunan ekonomi, maka teori ini berbunyi: “Biarkan masyarakat mengelola ekonominya menggunakan sendiri, sedangkan negara nir boleh mengintervensinya”.

Paham inilah yg memunculkan ghirah individualisme, yang sangat mensugesti pemikiran pembangunan ekonomi di negara-negara barat serta USA, dan pula terhadap pola hidup warga Indonesia pada perkotaan yang life style berkiblat kepada barat yang sangat bertentangan menggunakan Pancasila dan UUD 1945. Adam Smith menolak pemikiran ekonomi intervensi negara terhadap perputaran ekonomi dalam rakyat, yaitu dengan memberikan peluang perputaran ekonomi kepada warga secara liberal sebagai mekanisme pasar, sebagai akibatnya masyarakat sanggup berkonsumsi dan berproduksi yang dipengaruhi oleh harga pasar menggunakan hukum penawaran dan permintaan (supply and dimand).

Dalam hal ini, Adam Smith berkeyakinan bahwa dengan nir adanya hegemoni negara dalam pengaturan pasar akan bisa menjamin keseimbangan ekonomi dalam warga . Dan harga yang ditentukan sang prosedur pasar dalam pandangan Smith akan bisa mensugesti produksi, income/pendapatan, deposito, distribusi dan konsumsi. Dengan demikian, maka harga yang sudah ditentukan sang prosedur pasar akan dapat mengelola perencanaan produksi, tabungan deposito, serta distribusi secara natural, sehingga akan bisa mensugesti pertumbuhan ekonomi secara alami. Dengan berkeyakinan bahwa factor-faktor tangan mistik (invisible hand) akan berdampak pada natural order serta natural price dalam ekonomi. 

Dalam kenyataannya, teori individualisme ini berdampak pada kerusakan social yg mengakibatkan kesenjangan social antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, karena teori ini berdampak dalam tatanan social yang kaya makin kaya dan yang miskin makin terhimpit serta terjepit, karena berdasar teori “Yang kaya memakan yg miskin”. Dengan demikian, teori Adam Smith ini jelas ditolak mentah-mentah lantaran meninggalkan great depression ekonomi dunia pada tahun 1929 khususnya bagi negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Para tokoh ekonomi klasik lain –Khusunya Malthus, David Ricardo serta John S. Mill- menambahkan mengenai 2 faktor yang dapat merusak pembangunan ekonomi: Tingginya pertambahan nomor penduduk dan kelangkaan sumber daya alam (SDA). Sehingga kedua factor inilah yg bila berkembang fertile pada warga akan berdampak pada keterbelakangan ekonomi rakyat, serta warga nir bertambah maju, bahkan akan terperosok ke dalam resesi ekonomi (stationary). Sekira mayoritas masyarakat hidup pada level kemiskinan yang diklaim dengan Minimum Subistence Level. Maka secara otomatis buat mendongkrak warga pada level ini, akan menggunakan pola pemikiran pembangunan ekonomi yang kita sebut dengan Gradualistic Model of Growth & Stagnation. 

Perbedaan mendasar antara teori-teori pembangunan ekonomi Ricardo, Malthus dan Smith terletak pada analisa pembangunan tentang konsep peran penduduk menjadi unsure ekonomi. Menurut Smith angka pertambahan penduduk adalah bagian berdasarkan factor-faktor produksi yg akan melahirkan perluasan pasar dan pertumbuhan ekonomi. Dengan semakin luasnya pasar, maka akan membuka penemuan-inovasi baru sebagai imbas berdasarkan bonus perluasan distribusi pekerjaan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Masih dalam frame teori-teori ekonomi Smith, John S. Mill berpendapat bahwa menggunakan system spesilisasi dan distribusi kerja (division of labor) profesionalisme para pekerja serta produktifitasnya akan meningkat, yg berdampak dalam pertumbuhan ekonomi. Sedangkan David Ricardo serta Malthus berpendapat bahwa menggunakan semakin bertambahnya penduduk maka pada jangka panjang ekonomi akan terjerembab ke pada resesi ekonomi, dikarenakan pertumbuhan penduduk melampui pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, maka sesuai dengan pendapatnya pembangunan ekonomi akan balik ke level minimal (kemiskinan), dan Ricardo menambahkan bahwa tingginya produktifitas yg disebabkan sang penggunaan tehnologi maju berdampak dalam resesi ekonomi, akan namun nir murni disebabkan oleh alih tehnologi maju. 

b. Madzhab Ekonomi Keynesianisme
Madzhab Keynesianisme ini sangat membantah tentang teori-teori ekonomi Smith sebagaimana aku jelaskan pada atas, dan pemikiran Keyn terfokus dalam upaya anugerah solusi problematika ekonomi klasik dengan teori-teori: kerja, pemberdayaan, system bunga dan moneter. Dan revolusi Keyn ini kembali berupaya untuk menerapkan kebijakan-kebijakannya dalam memberikan solusi problematika melemahnya permintaan makro secara empiris serta tetap focus pada pentingnya hegemoni pemerintah secara eksklusif melalui kebijakan-kebijakan financial. Yaitu dengan menerapkan kebijakan-kebijakan investasi publik menggunakan menutup mata tentang pentingnya kebutuhan investasi dalam era kini . Dengan demikian Pemikiran Keyn merupakan atithesa pemikiran Smith dan Mark.

Pada tahun 1936 sebagai tahun lahirnya Madzhab Keynesianisme, yg mengfokuskan pemikirannya pada analisa ekonomi jangka pendek. Yang mana global mengalami depresi ekonomi secara akbar-besaran serta pengangguran pun merajalela. Dalam general theorinya Keyn beropini bahwa krisis ekonomi yg terjadi di Amerika Serikat serta negara-negara barat itu disebabkan sang kurangnya investasi menurut para investor secara umum. Oleh karena itu, buat menaruh solusi atas krisis ini, negara harus melakukan intervensi di dalamnya. 

Dalam perkembangan theorinya, Theori Keyn mengakui teori pertumbuhan ekonomi kontemporer yg mengfokuskan diri dalam phisical capital formulation dan human capital/human invesment. Dampak menurut teori Keyn ini dalam perkembangannya melahirkan teori pertumbuhan yg dianalisis sang Harrod (1948) dan Domar (1946) yang mengfokuskan analisanya dalam permintaan makro secara realitas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Menurut pendapat keduanya bahwa pertumbuhan ekonomi itu dipengaruhi oleh 2 unsure: Investasi dan Capital Output Rasio. 

Menurut teori ini rakyat diharuskan memiliki tabungan deposito sebagai asal investasi. Dan dari galat satu penelitian mengungkapkan bahwa setiap tabungan deposito dan investasi bertambah maka berdampak dalam pertumbuhan ekonomi. Dan begitu kebalikannya, setiap rendahnya capital output rasio akan berdampak dalam lemahnya pertumbuhan ekonomi. 

Menurut pemikiran Hanson, yg sangat memperhatikan bahaya tekanan inflasi –khususnya inflasi harga- terhadap kemajuan-kemajuan yang diraih negara-negara maju, yang akan berdampak dalam resesi produksi dalam jangka panjang (secular stagnation), karena nir bersesuaian antara harga-harga asal daya produksi –selanjutnya harga-harga barang produksi- dengan tingginya produktifitas yang berimbas pada lemahnya struktur ekonomi pada proses produksi. Sehingga mengharuskan hegemoni negara pada membatasi inflasi harga menggunakan cara menentukan harga secara eksklusif atau tidak pribadi melalui kebijakan-kebijakan financial. 

c. Neo-Klasik
Madzhab ekonomi Neo-Klasik mengfokuskan pemikirannya dalam solusi peroblematika ekonomi jangka pendek. Yang menekankan pentingnya peran redistribusi asal daya ekonomi (Optimum allocation of existing resources) buat menambah kualitas produksi. Menurut teori ini kemajuan tehnologi mempunyai donasi signifikan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, dan unsure tehnologi mempunyai imbas yang tinggi pada meningkatkan kecepatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 

Dalam teori ini kemajuan tehnologi merupakan unsure krusial yg dapat dimanfa’atkan semua negara di dunia ini. Dalam system ekonomi terbuka, seluruh factor-faktor produksi akan dapat berpindah secara gampang diantara negara-negara di global, dan indera-indera tehnologi ini akan bisa dimanfa’atkan secara lebih leluasa oleh negara-negara yg membutuhkannya. Dan sang karena itu, akan terjadi convergent pertumbuhan ekonomi pada semua negara di dunia, hal itu berarti: kesenjangan ekonomi antar negara akan menipis. 

Dalam perkembangan teori pertumbuhan ekonomi ini, pemikiran yang menyebutkan peranan perdagangan menjadi factor krusial selain factor tenaga kerja, kapital financial dan tehnologi. System dagang/perdagangan diakui menjadi factor yg sangat menghipnotis pertumbuhan ekonomi pada negara manapun. Seperti yang dikatakan tokoh ekonomi Neo-Klasik Nurkse (1953) yang menjelaskan bahwa perdagangan merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi pada abad ke –19, bagi negara-negara maju seperti USA, Canada serta Australia. Dalil realitas yg menguatkan asumsi tersebut adalah terwujudnya kemajuan ekonomi negara-negara industri baru, yg mana negara-negara ini sangat miskin akan sumber daya alam (SDA), contohnya: Korea Selatan, Taiwan, Hongkong serta Singapura, pertumbuhan ekonomi negara-negara ini didorong sang tingginya kegiatan perdagangan internasional.

Sebagai kesimpulan bahwa system ekonomi liberalisme adalah gugusan dari madzhab ekonomi klasik, keynisan serta neo-klasik yang menelurkan kebijakan-kebijakan ekonomi berupa liberalisasi pasar, kebijakan pro-pasar, individualisme, kebijakan pro-bunga (system ribawi), pertumbuhan penduduk sebagai penghambat ekonomi, liberalisasi keuangan, spesialisasi bidang menuju profesionalisme tenaga kerja, system redistribusi ekonomi yang berbentuk subsidi harga dan produk sebagai bentuk kebijakan buat kesejahteraan masyarakat, penggunaan tehnologi maju, teori pertumbuhan ekonomi, intervensi negara pada pasar menjadi produsen hokum. Dan menjadi dampak dari pemberlakuan system liberalisasi ekonomi terbangunnya system kesenjangan ekonomi rakyat yg sangat lebar, system korupsi, system monopoli serta keserakahan yang berakhir pada krisis ekonomi, pengangguran merajalela dan berujung dalam sunami social.

B. Neo-Liberalisme
Neo-Liberalisme merupakan bentuk baru dari madzhab ekonomi pasar liberal. Yang mana system ini menjadi sebuah upaya buat mengoreksi kelemahan yg terdapat pada liberalisme. Sebagaimana diketahui, pada paham ekonomi pasar liberal yg telah aku jelaskan di atas, pasar diyakini memiliki kemampuan buat mengurus dirinya sendiri. Lantaran pasar bisa mengurus dirinya sendiri, maka campur tangan negara dalam mengurus perekonomian nir diharapkan sama sekali. Tetapi sesudah perekonomian global terjerumus ke dalam depresi akbar dalam tahun 1929, kepercayaan terhadap paham ekonomi pasar liberal merosot secara drastis. Pasar ternyata nir hanya nir mampu mengurus dirinya sendiri, tetapi dapat sebagai asal malapetaka bagi kemanusiaan. 

Menyadari kelemahan ekonomi pasar liberal tersebut, pada September 1932, sejumlah ekonom Jerman yg dimotori sang Rustow dan Eucken mengusulkan dilakukannya pemugaran terhadap paham ekonomi pasar, yaitu dengan memperkuat peranan negara menjadi penghasil peraturan. Dalam perkembangannya, gagasan Rostow serta Eucken diboyong ke Chicago serta dikembangkan lebih lanjut sang Ropke dan Simon. 

Sudah menjadi maklum bahwa untuk mengegolkan system ekonomi neo-liberal, maka diharapkan pengemasan paket kebijakan ini pada bentuk paket kebijakan ekonomi ordoliberalisme, inti kebijakan ekonomi pasar neoliberal adalah menjadi berikut: 
(1) tujuan utama ekonomi neoliberal merupakan pengembangan kebebasan individu buat bersaing secara bebas-sempurna pada pasar;
(dua) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui dan 
(tiga) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan output dari penertiban pasar yg dilakukan sang negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961). 

Tetapi dalam konferensi moneter serta keuangan internasional yg diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Bretton Woods, Amerika Serikat (Alaihi Salam) dalam 1944, yg diselenggarakan buat mencari solusi terhadap kerentanan perekonomian dunia, konsep yang ditawarkan oleh para ekonom neoliberal tadi tersisih sang konsep negara kesejahteraan yg digagas sang John Maynard Keynes, yang selanjutnya disebut madzhab ekonomi Keynisianisme.

Sebagaimana diketahui, dalam konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan negara dalam perekonomian tidak dibatasi hanya sebagai produsen peraturan, namun diperluas sebagai akibatnya meliputi pula wewenang buat melakukan hegemoni fiskal dan moneter, khususnya buat menggerakkan sektor riil, membentuk lapangan kerja dan menjamin stabilitas moneter. Terkait dengan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan menggunakan tegas menyampaikan: ”Selama masih ada pengangguran, selama itu juga campur tangan negara pada perekonomian tetap dibenarkan.”.

Akan tetapi madzhab keynesianisme nir bertahan lama . Pada awal 1970-an, menyusul terpilihnya Reagen menjadi presiden Alaihi Salam dan Tatcher menjadi Perdana Menteri Inggris, neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum buat diterapkan secara luas. Di Amerika hal itu ditandai menggunakan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara akbar-besaran, sedang pada Inggris ditandai menggunakan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal.

Maka dalam tahun 1980-an, madzhab ekonomi Neo-Leberalisme menemukan momentumnya dengan mengaplikasikannya pada negara-negara sedang berkembang. Menyusul terjadinya krisis moneter secara luas pada negara-negara Amerika Latin. Departemen Keuangan AS bekerja sama menggunakan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yg dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket kebijakan Konsensus Washington yg menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut adalah menjadi berikut: 
(1) aplikasi kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusan subsidi; 
(2) liberalisasi sektor keuangan; 
(3) liberalisasi perdagangan; serta 
(4) pelaksanaan privatisasi BUMN.

Bila kita melihat perputaran kegiatan ekonomi pada Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung sehabis perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998 kemudian. Secara naratif hal itu dapat disimak dalam aneka macam nota kesepahaman yg ditandatatangani pemerintah bersama IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan pribadi IMF pada 2006 kemudian, aplikasi rencana-agenda tadi selanjutnya dikawal sang Bank Dunia, ADB serta USAID. Walaupun menurut ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan penerapan system ekonomi neo-liberal yg purely sangat sulit ditemukan, semuanya serba dibatasi UU sang negara dan negara pula sangat melindungi rakyat dengan menerapkan kebijakan yg membantu warga miskin. Terutama pada era Presiden SBY acara ekonomi kerakyatan sudah mulai digulirkan yang dikenal menggunakan kata triple track strategy; pro-job, pro poor serta pro-growth, yg dijabarkan pada bentuk 3 program; KUR, PNPM, BLT. Akan tetapi secara makro program neo-libralisme masih kental dilakukan oleh pemerintah walaupun secara sedikit demi sedikit masuk pada ekonomi yg pro-masyarakat lewat acara-programnya. Intinya mesin neo-liberalisme masih berputar dalam system perputaran ekonomi Indonesia yang dikomparasikan menggunakan acara pro-rakyat.

PENGERTIAN EKONOMI DALAM DESIGN LIBERALISME

Pengertian Ekonomi Dalam Design Liberalisme
Pada masa orde lama bangsa Indonesia belum menentukan system pembangunan ekonomi, lantaran dalam saat itu masih disibukkan pada hal pembangunan negara secara konstitusional (nation building), akan tetapi dalam sambutan pidato Presiden Soekarno yang selalu beliau dengung-dengungkan yg kita kenal dengan Nawaksara (22 Juni 1966) adalah tentang system kemandirian ekonomi (self reliance). Dalam decade akhir kepemimpinannya arah perekonomian pun mulai bertendensi ke arah system Sosialisme. Karena dalam era itu visi para pemimpin kita tergoda oleh bangkitnya system Sosialisme ala Lenin dan Marxisme pada negara Uni Soviet serta RRC pada saat itu, sehingga ajaran itu merambah ke bumi pertiwi melalui sebuah gerakan yg kita kenal menggunakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di sisi lain, Bung Hatta seringkali menorehkan pemikiran-pemikiran ekonominya pada sebuah koran "Kedaulatan Rakyat” yg menyebutkan tentang pentingnya menyelamatkan ekonomi warga dengan system demokrasi ekonomi yang termanifestasikan pada bentuk koperasi yang berdasarkan kekeluargaan. 

Pada era orde baru, system ekonomi mulai digodok yg mana visi Indonesia dalam saat itu lebih condong dalam system Kapitalisme Barat yg menerapkan bentuk liberalisme, merkantilisme, keynesianisme serta neo-liberalisme. Lantaran Presiden Soeharto pada saat itu menyerahkan tatanan ekonomi bangsa pada Mafia Berkeley yang sebagian besar lulusan doktor atau master menurut University of California at Berkeley dalam 1960-an atas donasi Ford Foundation.

Setalah masa reformasi yang diteruskan Presiden Habibie yang dikenal dengan system komparatif-kompetitive, maka dalam saat yang sangat singkat sudah menaburkan benih-benih reformasi termasuk di dalamnya system ekonomi komparasi kerakyatan dan neo liberal. Kemudian diteruskan Gusdur yg pada waktu itu tidak memikirkan visi ekonomi karena prioritas kebijakan dalam ketika itu tervokus dalam kesatuan NKRI dan pada masa Megawati, arah kebijakan neo-liberalisme masih jelas walaupun juga sedikit ekonomi kerakyatan mulai dipraktekkan. Pada kepemimpinan Presiden SBY agenda ekonomi kerakyatan agak gencar dilaksanakan khususnya dalam menjalankan program BLT, KUR serta PNPM, walaupun dalam skala makro serta lebih akbar system ekonomi neo-libral juga permanen berjalan.

Maka dalam era sekarang ihwal neo-liberalisme timbul secara hangat, baik pada lembaga diskusi, seminar nasional serta internasional, ulasan warta dan media-media lainnya selesainya Presiden SBY tetapkan calon wakil presiden mendatang Budiono yang sebelumnya menjabat menjadi Gubernur Bank Indonesia. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia tadi, Boediono seseorang ekonom yg menganut paham ekonomi neoliberal, karena itu dia sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.

Dalam goresan pena ini kita tidak bermaksud menguliti Boediono atau paham ekonomi yang dianutnya. Tujuan goresan pena ini adalah buat menguraikan pengertian, asal mula, serta perkembangan Liberalisme dan neoliberalisme secara singkat. Saya berharap, menggunakan memahami liberalisme serta neoliberalisme secara sahih, silang pendapat yg berkaitan menggunakan paham ekonomi ini bisa dihindarkan dari debat kusir. Sebaliknya, para ekonom yang jelas-kentara mengimani neoliberalisme, tidak secara mentah-mentah pula mengelak bahwa dirinya bukan seseorang neoliberalis. Dengan demikian, juridiksi obyektivitas akan dapat ditemukan selesainya kita mengetahui menggunakan jelas system ini, tentunya mempunyai plus serta minus, sebagai akibatnya membutuhkan system ekonomi yang lebih berkeadilan. 

A. Liberalisme
Liberalisme merupakan bentuk system ekonomi yang mengandalkan mesin pasar secara liberal, sehingga menjustifikasi pengharaman negara pada mengintervensi perputaran ekonomi pasar. Maka pasar ini dibiarkan begitu saja berputar secara alamiah, tanpa ada batasan sekat-sekat aturan, lantaran yang bermain pada dalamnya hukum supply and dimand. Menurut paham ini tangan mistik (invisible hand) yang mengatur harga dalam pasar. Untuk mengetahui secara mendalam kita akan mengulas mengenai perkembangan pemikiran system ekonomi ini.

Dalam system pembangunan ekonomi konvensional memiliki perkembangan-perkembangan pemikiran yg dimulai berdasarkan lahirnya system ini sampai sekarang. Dan Liberalisme adalah bagian menurut Kapitalisme. Maka bila kita klasifikasikan perkembangan ekonomi ini bisa kita golongkan ke pada empat fase: ekonomi klasik, keynesianisme, neo-klasik dan neo-liberalisme. Yang akan kita jelaskan secara tafsil menjadi berikut:

a. Madzhab Ekonomi Klasik
Ekonomi klasik adalah paham ekonomi yang sangat berpengaruh pada perkembangan pembangunan ekonomi di negara-negara maju. Sebagai founding fathers ekonomi klasik ini Adam Smith, John Malthus dan David Ricardo. Sedangkan Adam Smith memproklamirkan diri teori-teori ekonomi ini dengan madzhab individualisme "Laissez Faire, Laissez Passez, Et Le Monde va De Luime me”, berarti: (Biarkan beliau bekerja dan tinggalkanlah, dunia ini akan berjalan dengan sendirinya). Dalam kaitan pembangunan ekonomi, maka teori ini berbunyi: “Biarkan rakyat mengelola ekonominya menggunakan sendiri, sedangkan negara tidak boleh mengintervensinya”.

Paham inilah yang memunculkan ghirah individualisme, yang sangat mensugesti pemikiran pembangunan ekonomi pada negara-negara barat dan USA, serta juga terhadap pola hayati warga Indonesia pada perkotaan yg life style berkiblat kepada barat yang sangat bertentangan menggunakan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Adam Smith menolak pemikiran ekonomi intervensi negara terhadap perputaran ekonomi dalam rakyat, yaitu dengan memberikan peluang perputaran ekonomi kepada warga secara liberal menjadi prosedur pasar, sebagai akibatnya rakyat bisa berkonsumsi dan berproduksi yang dipengaruhi oleh harga pasar dengan hukum penawaran serta permintaan (supply and dimand).

Dalam hal ini, Adam Smith berkeyakinan bahwa menggunakan nir adanya hegemoni negara pada pengaturan pasar akan dapat menjamin keseimbangan ekonomi dalam warga . Dan harga yg ditentukan oleh mekanisme pasar pada pandangan Smith akan dapat menghipnotis produksi, income/pendapatan, deposito, distribusi serta konsumsi. Dengan demikian, maka harga yang sudah dipengaruhi sang mekanisme pasar akan bisa mengelola perencanaan produksi, tabungan deposito, serta distribusi secara natural, sehingga akan dapat menghipnotis pertumbuhan ekonomi secara alami. Dengan berkeyakinan bahwa factor-faktor tangan mistik (invisible hand) akan berdampak dalam natural order serta natural price pada ekonomi. 

Dalam kenyataannya, teori individualisme ini berdampak dalam kerusakan social yang mengakibatkan kesenjangan social antara masyarakat kaya dan rakyat miskin, karena teori ini berdampak dalam tatanan social yg kaya makin kaya dan yg miskin makin terhimpit serta terjepit, karena berdasar teori “Yang kaya memakan yang miskin”. Dengan demikian, teori Adam Smith ini jelas ditolak mentah-mentah lantaran meninggalkan great depression ekonomi dunia pada tahun 1929 khususnya bagi negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Para tokoh ekonomi klasik lain –Khusunya Malthus, David Ricardo dan John S. Mill- menambahkan mengenai 2 faktor yg bisa Mengganggu pembangunan ekonomi: Tingginya pertambahan angka penduduk serta kelangkaan sumber daya alam (SDA). Sehingga kedua factor inilah yg apabila berkembang subur dalam warga akan berdampak dalam keterbelakangan ekonomi masyarakat, dan warga nir bertambah maju, bahkan akan terperosok ke pada resesi ekonomi (stationary). Sekira secara umum dikuasai rakyat hidup dalam level kemiskinan yg dianggap dengan Minimum Subistence Level. Maka secara otomatis buat mendongkrak rakyat dalam level ini, akan memakai pola pemikiran pembangunan ekonomi yg kita sebut dengan Gradualistic Model of Growth & Stagnation. 

Perbedaan fundamental antara teori-teori pembangunan ekonomi Ricardo, Malthus dan Smith terletak dalam analisa pembangunan tentang konsep peran penduduk sebagai unsure ekonomi. Menurut Smith angka pertambahan penduduk adalah bagian dari factor-faktor produksi yg akan melahirkan perluasan pasar serta pertumbuhan ekonomi. Dengan semakin luasnya pasar, maka akan membuka inovasi-penemuan baru sebagai dampak dari bonus perluasan distribusi pekerjaan yg akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Masih dalam frame teori-teori ekonomi Smith, John S. Mill berpendapat bahwa menggunakan system spesilisasi dan distribusi kerja (division of labor) profesionalisme para pekerja dan produktifitasnya akan meningkat, yang berdampak dalam pertumbuhan ekonomi. Sedangkan David Ricardo dan Malthus beropini bahwa dengan semakin bertambahnya penduduk maka pada jangka panjang ekonomi akan terjerembab ke pada resesi ekonomi, dikarenakan pertumbuhan penduduk melampui pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, maka sinkron dengan pendapatnya pembangunan ekonomi akan balik ke level minimal (kemiskinan), serta Ricardo menambahkan bahwa tingginya produktifitas yg ditimbulkan sang penggunaan tehnologi maju berdampak pada resesi ekonomi, akan namun tidak murni disebabkan sang alih tehnologi maju. 

b. Madzhab Ekonomi Keynesianisme
Madzhab Keynesianisme ini sangat membantah mengenai teori-teori ekonomi Smith sebagaimana saya jelaskan pada atas, serta pemikiran Keyn terfokus dalam upaya pemberian solusi problematika ekonomi klasik menggunakan teori-teori: kerja, pemberdayaan, system bunga dan moneter. Dan revolusi Keyn ini pulang berupaya buat menerapkan kebijakan-kebijakannya pada menaruh solusi problematika melemahnya permintaan makro secara empiris dan tetap focus dalam pentingnya intervensi pemerintah secara pribadi melalui kebijakan-kebijakan financial. Yaitu dengan menerapkan kebijakan-kebijakan investasi publik menggunakan menutup mata tentang pentingnya kebutuhan investasi dalam era kini . Dengan demikian Pemikiran Keyn merupakan atithesa pemikiran Smith serta Mark.

Pada tahun 1936 menjadi tahun lahirnya Madzhab Keynesianisme, yang mengfokuskan pemikirannya pada analisa ekonomi jangka pendek. Yang mana global mengalami depresi ekonomi secara besar -besaran dan pengangguran pun merajalela. Dalam general theorinya Keyn berpendapat bahwa krisis ekonomi yang terjadi pada Amerika Serikat serta negara-negara barat itu ditimbulkan sang kurangnya investasi berdasarkan para investor secara umum. Oleh karena itu, buat memberikan solusi atas krisis ini, negara harus melakukan hegemoni di dalamnya. 

Dalam perkembangan theorinya, Theori Keyn mengakui teori pertumbuhan ekonomi pada masa ini yang mengfokuskan diri dalam phisical capital formulation serta human capital/human invesment. Dampak dari teori Keyn ini dalam perkembangannya melahirkan teori pertumbuhan yg dianalisis sang Harrod (1948) serta Domar (1946) yang mengfokuskan analisanya dalam permintaan makro secara empiris pada mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Menurut pendapat keduanya bahwa pertumbuhan ekonomi itu ditentukan sang 2 unsure: Investasi serta Capital Output Rasio. 

Menurut teori ini rakyat diharuskan mempunyai tabungan deposito menjadi sumber investasi. Dan menurut salah satu penelitian berkata bahwa setiap tabungan deposito dan investasi bertambah maka berdampak dalam pertumbuhan ekonomi. Dan begitu kebalikannya, setiap rendahnya capital output rasio akan berdampak pada lemahnya pertumbuhan ekonomi. 

Menurut pemikiran Hanson, yang sangat memperhatikan bahaya tekanan inflasi –khususnya inflasi harga- terhadap kemajuan-kemajuan yang diraih negara-negara maju, yg akan berdampak dalam resesi produksi pada jangka panjang (secular stagnation), karena nir bersesuaian antara harga-harga asal daya produksi –selanjutnya harga-harga barang produksi- dengan tingginya produktifitas yang berimbas pada lemahnya struktur ekonomi pada proses produksi. Sehingga mengharuskan hegemoni negara pada membatasi inflasi harga dengan cara menentukan harga secara eksklusif atau tidak eksklusif melalui kebijakan-kebijakan financial. 

c. Neo-Klasik
Madzhab ekonomi Neo-Klasik mengfokuskan pemikirannya dalam solusi peroblematika ekonomi jangka pendek. Yang menekankan pentingnya kiprah redistribusi asal daya ekonomi (Optimum allocation of existing resources) buat menambah kualitas produksi. Menurut teori ini kemajuan tehnologi mempunyai kontribusi signifikan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, serta unsure tehnologi mempunyai efek yang tinggi dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara. 

Dalam teori ini kemajuan tehnologi merupakan unsure penting yang dapat dimanfa’atkan seluruh negara pada global ini. Dalam system ekonomi terbuka, semua factor-faktor produksi akan dapat berpindah secara gampang diantara negara-negara pada dunia, serta alat-indera tehnologi ini akan dapat dimanfa’atkan secara lebih leluasa oleh negara-negara yg membutuhkannya. Dan oleh karena itu, akan terjadi convergent pertumbuhan ekonomi di semua negara di dunia, hal itu berarti: kesenjangan ekonomi antar negara akan menipis. 

Dalam perkembangan teori pertumbuhan ekonomi ini, pemikiran yang menjelaskan peranan perdagangan sebagai factor krusial selain factor energi kerja, modal financial dan tehnologi. System dagang/perdagangan diakui menjadi factor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara manapun. Seperti yg dikatakan tokoh ekonomi Neo-Klasik Nurkse (1953) yang menyebutkan bahwa perdagangan adalah penggerak pertumbuhan ekonomi pada abad ke –19, bagi negara-negara maju misalnya USA, Canada dan Australia. Dalil realitas yg menguatkan perkiraan tadi adalah terwujudnya kemajuan ekonomi negara-negara industri baru, yang mana negara-negara ini sangat miskin akan sumber daya alam (SDA), misalnya: Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura, pertumbuhan ekonomi negara-negara ini didorong sang tingginya aktivitas perdagangan internasional.

Sebagai konklusi bahwa system ekonomi liberalisme merupakan deretan menurut madzhab ekonomi klasik, keynisan serta neo-klasik yang menelurkan kebijakan-kebijakan ekonomi berupa liberalisasi pasar, kebijakan pro-pasar, individualisme, kebijakan pro-bunga (system ribawi), pertumbuhan penduduk menjadi penghambat ekonomi, liberalisasi keuangan, spesialisasi bidang menuju profesionalisme tenaga kerja, system redistribusi ekonomi yang berbentuk subsidi harga dan produk sebagai bentuk kebijakan buat kesejahteraan rakyat, penggunaan tehnologi maju, teori pertumbuhan ekonomi, hegemoni negara dalam pasar menjadi pembuat hokum. Dan menjadi pengaruh menurut pemberlakuan system liberalisasi ekonomi terbangunnya system kesenjangan ekonomi masyarakat yg sangat lebar, system korupsi, system monopoli serta keserakahan yg berakhir pada krisis ekonomi, pengangguran merajalela serta berujung dalam sunami social.

B. Neo-Liberalisme
Neo-Liberalisme adalah bentuk baru menurut madzhab ekonomi pasar liberal. Yang mana system ini sebagai sebuah upaya buat mengoreksi kelemahan yang masih ada pada liberalisme. Sebagaimana diketahui, pada paham ekonomi pasar liberal yang telah aku jelaskan di atas, pasar diyakini mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Karena pasar dapat mengurus dirinya sendiri, maka campur tangan negara pada mengurus perekonomian tidak diharapkan sama sekali. Namun selesainya perekonomian global terjerumus ke pada depresi besar pada tahun 1929, kepercayaan terhadap paham ekonomi pasar liberal merosot secara drastis. Pasar ternyata tidak hanya tidak bisa mengurus dirinya sendiri, tetapi bisa menjadi asal malapetaka bagi humanisme. 

Menyadari kelemahan ekonomi pasar liberal tersebut, dalam September 1932, sejumlah ekonom Jerman yang dimotori oleh Rustow serta Eucken mengusulkan dilakukannya perbaikan terhadap paham ekonomi pasar, yaitu dengan memperkuat peranan negara menjadi produsen peraturan. Dalam perkembangannya, gagasan Rostow serta Eucken diboyong ke Chicago serta dikembangkan lebih lanjut sang Ropke dan Simon. 

Sudah menjadi maklum bahwa buat mengegolkan system ekonomi neo-liberal, maka dibutuhkan pengemasan paket kebijakan ini pada bentuk paket kebijakan ekonomi ordoliberalisme, inti kebijakan ekonomi pasar neoliberal merupakan menjadi berikut: 
(1) tujuan primer ekonomi neoliberal merupakan pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna pada pasar;
(2) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui dan 
(3) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan sang negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961). 

Tetapi dalam konferensi moneter dan keuangan internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Bretton Woods, Amerika Serikat (AS) pada 1944, yang diselenggarakan buat mencari solusi terhadap kerentanan perekonomian dunia, konsep yang ditawarkan sang para ekonom neoliberal tadi tersisih sang konsep negara kesejahteraan yang digagas sang John Maynard Keynes, yg selanjutnya disebut madzhab ekonomi Keynisianisme.

Sebagaimana diketahui, pada konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan negara pada perekonomian tidak dibatasi hanya menjadi produsen peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi juga kewenangan buat melakukan hegemoni fiskal serta moneter, khususnya buat menggerakkan sektor riil, membentuk lapangan kerja dan menjamin stabilitas moneter. Terkait menggunakan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan dengan tegas berkata: ”Selama terdapat pengangguran, selama itu juga campur tangan negara dalam perekonomian tetap dibenarkan.”.

Akan namun madzhab keynesianisme nir bertahan usang. Pada awal 1970-an, menyusul terpilihnya Reagen menjadi presiden AS dan Tatcher menjadi Perdana Menteri Inggris, neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum buat diterapkan secara luas. Di Amerika hal itu ditandai dengan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara besar -besaran, sedang di Inggris ditandai menggunakan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal.

Maka dalam tahun 1980-an, madzhab ekonomi Neo-Leberalisme menemukan momentumnya dengan mengaplikasikannya pada negara-negara sedang berkembang. Menyusul terjadinya krisis moneter secara luas di negara-negara Amerika Latin. Departemen Keuangan AS bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yg dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket kebijakan Konsensus Washington yg sebagai pilihan menu dasar acara penyesuaian struktural IMF tersebut merupakan menjadi berikut: 
(1) aplikasi kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusan subsidi; 
(2) liberalisasi sektor keuangan; 
(3) liberalisasi perdagangan; serta 
(4) aplikasi privatisasi BUMN.

Bila kita melihat perputaran aktivitas ekonomi di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter dalam 1997/1998 lalu. Secara naratif hal itu dapat disimak pada berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah beserta IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan pribadi IMF dalam 2006 lalu, pelaksanaan agenda-rencana tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan USAID. Walaupun berdasarkan ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan penerapan system ekonomi neo-liberal yg purely sangat sulit ditemukan, semuanya serba dibatasi UU oleh negara serta negara jua sangat melindungi masyarakat dengan menerapkan kebijakan yg membantu warga miskin. Terutama pada era Presiden SBY acara ekonomi kerakyatan telah mulai digulirkan yg dikenal menggunakan kata triple track strategy; pro-job, pro poor serta pro-growth, yang dijabarkan dalam bentuk 3 acara; KUR, PNPM, BLT. Akan tetapi secara makro acara neo-libralisme masih kental dilakukan sang pemerintah walaupun secara bertahap masuk pada ekonomi yang pro-rakyat lewat acara-programnya. Intinya mesin neo-liberalisme masih berputar dalam system perputaran ekonomi Indonesia yang dikomparasikan dengan program pro-warga .

SEJARAH PERTUMBUHAN ILMUILMU KEISLAMAN

Sejarah Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Keislaman
Sejarah awal kelahiran, Islam sudah menaruh penghargaan begitu akbar terhadap ilmu. Pandangan Islam tentang pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan kelahirannya Islam itu sendiri. Ketika Rarulullah SAW menerima wahyu pertama yg mula-mula diperintahkan kepadanya ‘membaca’. Pada masa kejayaan umat Islam, khususnya dalam masa pemerintahan dinasti Umayah dan dinasti Abasyiah, ilmu Keislaman tumbuh menggunakan sangat pesat serta maju. Kemajuan ilmu Keislaman sudah membawa Islam dalam masa keemasannya. Dalam sejarah ilmu Keislaman, kita mengenal nama-nama tokoh ilmu diantaranya Al-Mansur, Harun Al-Rosyid, Ibnu Kholdun, serta lain sebagainya yg telah menaruh perhatian besar terhadap ilmu Islam. Pada masa itu proses penterjemahan karya-karya filosof Yunani ke pada bahasa arab berjalan menggunakan pesat. Sejarah jua mencatat kemajuan ilmu-ilmu Keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqih serta disiplin ilmu ke-Islam yang lain. Tokoh-tokoh pada bidang tafsir, diantaranya Al-Thabary menggunakan karyanya Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an al-Bukhary, menggunakan karya yg diciptakan yaitu Al-Jami’ al-Shahih, Muslim, Ibnu Majah, serta lain sebagainya

1. Islamic Studies Model Barat Dan Orientalis
Masa Islamic studies model barat serta orientalis dimulai bersamaan menggunakan munculnya Negara-negara barat kepentas global, sesudah mengalami masa gelap (dark ages) yg relatif lama . Masa ini pula adalah permulaan Negara-negara barat, yaitu Eropa mempunyai asa bertemu dengan rakyat Islam di Negara-negara lain, yang berujung dengan penjajahan mereka terhadap Negara-negara pada timur (meliputi Indian, Cina, Birma yg masyarakatnya pemeluk kepercayaan -agama Hindu, Budha atau lainnya menggunakan cara mengirimkan para sarjana yang mendapat sebutan dengan orientalis.

Para orientalis biasanya membagi global sebagai 2 yaitu Barat (west atau occident) serta Timur (east atau orient). Yang berfungsi menjadi doktrin politik buat menguasai timur yg merupakan ngara atau warga yang lebih lemah dibandingkan menggunakan barat.

Setelah tujuan penjajahan berkurang atau bahkan telah tidak terdapat, Islamic studies di barat ditempatkan dalam kajian akademik, dimana pelakunya lebih merasa adanya tuntutan akademik, bukan lagi tuntutan politis serta jika kita amati secara seksama dan menyeluruh, Islamic studies di Barat dilakukan menggunakan melalui salah satu berdasarkan empat pendekatan yaitu : 

Pertama, menggunakan metode ilmu-ilmu yg masuk pada dalam gerombolan humanities, seperti filsafat, filologi ilmu bahasa, serta sejarah terkadang dimasukkan ke pada bagian social sciences.

Kedua, menggunakan pendekatan yang biasa digunakan pada disiplin atau kajian teologi agama-agama, studi Bible dan sejarah gereja, yang berarti trainingnya Dr. Divinity schools. Oleh Karen aitu tidak aneh kalau poly orientalis merupakan jua pastur, pendeta, uskup atau setidaknya missionaries.

Ketiga, memakai metode ilmu-ilmu social, seperti sosiologi, antropologi, ilmu politik serta psikologi (terdapat yang mengelompokkan psikologi ke dalam humanities). Oleh karena itu mereka sanggup disebut menggunakan orientalis atau pakar pada dalam ke-Islaman sesudah menerima pendidikan pada dalam jurusan atau fakultas disiplin-disiplin tersebut dengan mengadakan kajian / penelitian, khususnya buat penulisan disertasinya, tentang Islam atau rakyat Islam.

Keempat, menggunakan pendekatan yang dilakukan di dalam department-department, pusat-pusat atau hanya committee, buat area studies misalnya Midate Eastern Studies / near, Eastern Languages and Civilizations serta South Asian Studies atau suatu committes seperti UCLA.

Keunggulan studies Islam dibarat merupakan dalam aspek metodologi serta jua strategi, yang dimaksud strategi disini adalah tentang bagaimana cara buat menguasai materi yang begitu poly dapat dipergunakan seefisien mungkin. 

2. Islam menjadi Kajian Akademik (Islamologi)
Kajian akademik yakni buat ilmu-ilmu Keislaman disini dimaksudkan menggunakan “studi kritis” (critical studies) yg menurut berukuran tradisi barat bercirikan “tidak percaya” atau mempertanyakan terhadap masalah atau hasil pemikiran yg dikajinya. Bisa juga buat menolak atau berbagi teori yang dikajinya, atau mampu jua buat menciptakan interpretasi ulang. Jadi seorang yang melakukan kajian nir hanya sekedar buat menghafal dan kemudian mengikuti kerja orang lain. Keragu-raguan terhadap hal-hal yang dikaji itu merupakan dasar utama kajian akademik. Maka seorang yg sedang melakukan kajian wajib paham secara diskriptif terlebih dahulu terhadap apa yg akan dikaji.

Selama ini yg terjadi bahwa jikalau kita berbicara tentang studi Islam, hampir selalu merujuk dalam sosok ajaran Islam. Persoalannya kini adalah bagaimana umat insan, dan khususnya umat Islam masa sekarang, memperoleh ilmu ini. Apabila kita lihat dengan kritis sosok ajaran Islam sebenarnya juga terlingkupi konflik secara akademik. Istilah kajian akademik terhadap ajaran Islam masih dianggap sensitive, apa yg tak jarang dipercaya menjadi “doktrin” agama yang berserakan di berbagai jenis ilmu-ilmu Keislaman dalam hakikatnya sarat dengan output pemikiran (ijtihad) pada pemikir dalam saat yang telah lampau. Oleh Lantaran itu perlu adanya pemikiran yg dilakukan secara sistematis.

Dalam menyelidiki Islam, tujuan utamanya adalah buat tahu Islam. Suatu model di tingkat perguruan tinggi, satu pertanyaan timbul : “Belajar Islam tersebut lewat siapa ?” yakni, lewat guru / ulama’ atau goresan pena siapa ? Benarkah si guru / ulama’ atau penulis itu sempurna di dalam tahu Islam? Nah, disinilah letak kajian akademik terhadap Islam yg dilakukan oleh sarjana muslim sendiri : yaitu, kajian akademik terhadap pemikiran ulama’ terdahulu pada pada tahu Islam (ini lebih banyak berupa normative) 

3. Kajian Islam menggunakan Pendekatan Ilmu Sosial 
Ketika pemikiran Islam dikaji menggunakan meletakkannya pada posisi hasil pemikiran ulama serta dilihatnya secara interdisipliner, maka kajian misalnya ini akan memerlukan disiplin lain menurut luar (social sciences / humanities). Kajian misalnya ini masih mengkategorikan dalam kajian “ajaran Islam” itu sendiri, bukan kajian disiplin lain. Sekarang bagaimana menggunakan kajian Islam dengan menggunakan disiplin ilmu-ilmu social ?

Penggunaan disiplin ilmu social buat mempelajari warga muslim mau nir mau harus tidak lepas berdasarkan kajian Islam itu sendiri pada konteks sosialnya. Artinya, ajaran dan keyakinan Islam nir sanggup dilepaskan sama sekali berdasarkan proses analisisnya. Jika hal seperti ini yang dituntut, maka tak jarang terjadi gap dalam praktek kajian ilmu social pada umumnya yang nir pernah memperhitungkan ajaran Islam. Gap itu terjadi antara wujud perilaku yang dianalisis yang sedikit atau banyak ada bekas berdasarkan ajaran Islam, pada satu pihak, menggunakan analisis sekuler yang sama sekali tidak memperhitungkan pengaruh ajaran tadi, dilain pihak. Dan dalam fenomena juga terjadi gap antara pemeluk Islam (terutama sekali yang dilihatnya secara formalitas) dengan sosok ajaran Islam normative yang acapkali nir dipraktekkan sang pemeluknya.

Berbicara tentang gap antara praktek social dan normative tersebut diatas, acapkali terjadi asumsi bahwa Islam termasuk secara normative dicermati menurut perilaku pemeluknya jadi meraka mendefinisikan Islam dari output analisisnya menyelidiki warga Islam pada timur tengah, yang akan menghasilkan bukan saja Islam identik menggunakan timur tengah, tetapi jua akan menghasilkan bahwa Islam itu hanyalah apa yg terwujud pada permukaan pemeluknya. Dalam keadaan ini berarti nir terdapat pemisahan antara ajaran normative yang tidak terdeteksi menggunakan konduite masyarakat yg sebagai incaran target analisis mereka.

4. Islam VS Ilmu Keislaman
Karena Islam bersifat kognitif sedangkan ilmu Keislaman bersifat psikomotorik. Ada orang yang memiliki wawasan luas mengenai ilmu Keislaman namun nir menjalankannya. Baginya ilmu Keislaman hanyalah adalah ilmu yang perlu dikaji bukan sesuatu yg wajib diamalkan. Termasuk pada kelompok ini merupakan para Islamisist atau orang-orang orientalis yang monoton menyelidiki mengenai ilmu Keislaman, namun nir ada komitmen buat mempraktikkannya. Sedangkan Islam bukanlah objek kajian melainkan kebiasaan, doktrin, disiplin, dan nilai-nilai yg wajib diamalkan. Islam itu harus dipelajari dan dikaji terus-menerus. Islam itu nir perlu dikaji serta didiskusikan secara mendalam. Nah, pandangan inilah yg perlu diluruskan. Mengapa ? Ya, karena “Al-ilmu qab al-‘amal”, bahwa ilmu itu penting buat kepentingan praktik. Dengan demikian bahwa Islam itu mengandung dua dimensi yg sinergis : Ilmu dan amal. Islam merupakan agama yg sempurna, dan perlu buat di amalkan dan itu diklaim menggunakan ilmu Keislaman. Lantaran ilmu Keislaman merupakan menilik segala tentang Islam.

5. Konsep Ilmu serta Tradisi Islam 
Seorang ilmuan muslim yg tergolong awal, yaitu al-syafi’i, mengelompokkan ilmu menjadi 2, pertama dia sebut menggunakan ilm’ amah (ilmu yg diterima secara umum) dan keuda ilm’ khassah (ilmu yang diteirma secara generik) dan kedua ilm’ amah (ilmu yang menjadi wilayah orang-orang tertentu, yakni ulama). Yang pertama (Ilmu ‘ammah) mempelajari nass menggunakan tegas pada Al-Qur’an serta jelas diterima sang umat Islam yang tergolong gerombolan ini adalah kewajiban shalat 5 waktu, puasa ramadhan, menunaikan ibadah haji bila mampu, membayar zakat, keharaman berzina, membunuh, mencuri serta minum khamr, dan ini seluruh tidak terdapat perbedaan pendapat diantara muslim. Kalau dalam gerombolan pertama nir terjadi disparitas pendapat, maka buat yg ke 2 terbuka ruang buat terjadinya disparitas pendapat. Perbedaan pendapat itu bisa terjadi ditimbulkan perbedaan analisis atau perbedaan kesimpulan penelitiannya, yg berarti terdapat kebebasan studi.

Kalau kita cermati, pada Islam kita mempunyai wahyu Allah berupa Al-Qur’an yang Al-Qur’an ini disebut menjadi Qat’iy al wurud yg merupakan bahwa keberadaan Al-Qur’an termasuk teks-nya sudah difinal dengan istilah lain teks Al-Qur’an ini tidak ada campur tangan pemikiran serta penelitian manusia. Untuk memahami Al-Qur’an serta Sunnah itu telah terjadi pemikiran bebas sang ulama. Sebagai akibatnya telah muncul beberapa jenis ilmu yg kemudian disebut sebagai ilmu Keislaman atau ilmu agama Islam. Hal ini meliputi ajaran Islam itu sendiri, yang seringkali kita terjebak menggunakan memakai kata doktrin yg sebenarnya itu merupakan sejarah pemikiran ulama buat memahami wahyu tersebut dan jenis-jenis ilmu itulah yg menjadi objek penelitian ilmu-ilmu ke-Islaman.

6. Rekontruksi 
Ketika Nabi Muhammad SAW. Masih hayati, para sahabatnya selalu menerima bimbingan langsung berdasarkan Nabi. Wahyu Allah pula turun kebumi menjadi petunjuk yg kita kenal menggunakan nama Al-Qur’an. Setelah nabi SAW. Wafat, telah menjadi consensus umat Islam bahwa asal utama Islam merupakan Al-Qur’an serta Hadist Nabi. Untuk yang pertama nir satupun orang yang membantah sedangkan buat yg ke 2 terdapat sedikit orang yang tidak mengakuinya. Dengan alas an bahwa hadist itu hanyalah penerangan terhadap Al-Qur’an bukan menjadi sumber utama yg berdiri sendiri.

Dalam bepergian sejarahnya, para pemikir atau ulama telah banyak menghabiskan waktunya untuk tahu nashsh itu pada ketika yang bersamaan, mereka jua menyelidiki sejarah serta keadaan rakyat yg melingkupi turunnya nashsh tadi. Di satu sisi, hal ini berkaitan erat menggunakan nash serta disisi lain, mereka pula menemukan beberapa perkara yang nir dapat secara pribadi dipahami dan dipelajari berdasarkan pemahaman nashsh tersebut, tetapi, kita pula perlu jangan lupa bahwa nash itu sendiri juga mengajarkan penggunaan akal pikiran (kauniyah). Sedangkan penggunaan nalar sebagai proses buat dapat membentuk argumentasi serta proses deduktif dan induktif,

Jika dipandang semata-mata berdasarkan wujud nashsh, adanya nashs itu terbatas. Sementara itu kehidupan manusia selalu berkembang dan berubah. Maka menurut sisi ini terkadang terjadi kesenjangan masalah. Dalam kebebasan serta kemampuan mengembangkan pemikiran Islam atau ilmu-ilmu ke Islaman berdasarkan banyak sekali perbedaan pendapat maka muncullah pemahaman serta pemikiran sebagai disiplin ilmu dalam Islam, seperti ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadist dll.

SEJARAH PERTUMBUHAN ILMUILMU KEISLAMAN

Sejarah Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Keislaman
Sejarah awal kelahiran, Islam telah menaruh penghargaan begitu besar terhadap ilmu. Pandangan Islam mengenai pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan kelahirannya Islam itu sendiri. Ketika Rarulullah SAW menerima wahyu pertama yg mula-mula diperintahkan kepadanya ‘membaca’. Pada masa kejayaan umat Islam, khususnya dalam masa pemerintahan dinasti Umayah dan dinasti Abasyiah, ilmu Keislaman tumbuh dengan sangat pesat serta maju. Kemajuan ilmu Keislaman sudah membawa Islam pada masa keemasannya. Dalam sejarah ilmu Keislaman, kita mengenal nama-nama tokoh ilmu diantaranya Al-Mansur, Harun Al-Rosyid, Ibnu Kholdun, serta lain sebagainya yg sudah menaruh perhatian akbar terhadap ilmu Islam. Pada masa itu proses penterjemahan karya-karya filosof Yunani ke dalam bahasa arab berjalan dengan pesat. Sejarah jua mencatat kemajuan ilmu-ilmu Keislaman, baik pada bidang tafsir, hadits, fiqih dan disiplin ilmu ke-Islam yg lain. Tokoh-tokoh dalam bidang tafsir, antara lain Al-Thabary dengan karyanya Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an al-Bukhary, dengan karya yang diciptakan yaitu Al-Jami’ al-Shahih, Muslim, Ibnu Majah, dan lain sebagainya

1. Islamic Studies Model Barat Dan Orientalis
Masa Islamic studies model barat serta orientalis dimulai bersamaan dengan keluarnya Negara-negara barat kepentas dunia, selesainya mengalami masa gelap (dark ages) yg relatif lama . Masa ini pula merupakan permulaan Negara-negara barat, yaitu Eropa memiliki keinginan bertemu dengan masyarakat Islam pada Negara-negara lain, yang berujung menggunakan penjajahan mereka terhadap Negara-negara pada timur (meliputi Indian, Cina, Birma yg masyarakatnya pemeluk kepercayaan -kepercayaan Hindu, Budha atau lainnya dengan cara mengirimkan para sarjana yang mendapat sebutan menggunakan orientalis.

Para orientalis umumnya membagi global menjadi 2 yaitu Barat (west atau occident) serta Timur (east atau orient). Yang berfungsi menjadi doktrin politik buat menguasai timur yang merupakan ngara atau rakyat yg lebih lemah dibandingkan dengan barat.

Setelah tujuan penjajahan berkurang atau bahkan telah nir terdapat, Islamic studies pada barat ditempatkan dalam kajian akademik, dimana pelakunya lebih merasa adanya tuntutan akademik, bukan lagi tuntutan politis dan bila kita amati secara seksama dan menyeluruh, Islamic studies di Barat dilakukan dengan melalui keliru satu berdasarkan empat pendekatan yaitu : 

Pertama, menggunakan metode ilmu-ilmu yg masuk di pada gerombolan humanities, seperti filsafat, filologi ilmu bahasa, serta sejarah terkadang dimasukkan ke pada bagian social sciences.

Kedua, menggunakan pendekatan yang biasa digunakan dalam disiplin atau kajian teologi agama-kepercayaan , studi Bible serta sejarah gereja, yang berarti trainingnya Dr. Divinity schools. Oleh Karen aitu nir aneh jikalau poly orientalis merupakan juga pastur, rahib, uskup atau setidaknya missionaries.

Ketiga, menggunakan metode ilmu-ilmu social, seperti sosiologi, antropologi, ilmu politik dan psikologi (terdapat yang mengelompokkan psikologi ke pada humanities). Oleh karenanya mereka sanggup diklaim dengan orientalis atau pakar di dalam ke-Islaman sehabis mendapatkan pendidikan pada dalam jurusan atau fakultas disiplin-disiplin tadi menggunakan mengadakan kajian / penelitian, khususnya buat penulisan disertasinya, mengenai Islam atau warga Islam.

Keempat, memakai pendekatan yg dilakukan pada dalam department-department, sentra-sentra atau hanya committee, buat area studies misalnya Midate Eastern Studies / near, Eastern Languages and Civilizations dan South Asian Studies atau suatu committes seperti UCLA.

Keunggulan studies Islam dibarat adalah pada aspek metodologi dan pula taktik, yang dimaksud taktik disini adalah tentang bagaimana cara buat menguasai materi yang begitu poly bisa dipergunakan seefisien mungkin. 

2. Islam menjadi Kajian Akademik (Islamologi)
Kajian akademik yakni buat ilmu-ilmu Keislaman disini dimaksudkan menggunakan “studi kritis” (critical studies) yg berdasarkan ukuran tradisi barat bercirikan “nir percaya” atau mempertanyakan terhadap kasus atau hasil pemikiran yang dikajinya. Bisa juga buat menolak atau mengembangkan teori yang dikajinya, atau sanggup pula buat menciptakan interpretasi ulang. Jadi seorang yang melakukan kajian nir hanya sekedar untuk menghafal dan lalu mengikuti kerja orang lain. Keragu-raguan terhadap hal-hal yang dikaji itu adalah dasar primer kajian akademik. Maka seseorang yang sedang melakukan kajian harus paham secara diskriptif terlebih dahulu terhadap apa yg akan dikaji.

Selama ini yang terjadi bahwa bila kita berbicara tentang studi Islam, hampir selalu merujuk pada sosok ajaran Islam. Persoalannya sekarang merupakan bagaimana umat insan, dan khususnya umat Islam masa kini , memperoleh ilmu ini. Jika kita lihat menggunakan kritis sosok ajaran Islam sebenarnya juga terlingkupi pertarungan secara akademik. Istilah kajian akademik terhadap ajaran Islam masih dipercaya sensitive, apa yang seringkali dianggap sebagai “doktrin” kepercayaan yg berserakan pada aneka macam jenis ilmu-ilmu Keislaman dalam hakikatnya sarat dengan output pemikiran (ijtihad) pada pemikir dalam saat yg sudah lampau. Oleh Lantaran itu perlu adanya pemikiran yg dilakukan secara sistematis.

Dalam memeriksa Islam, tujuan utamanya adalah buat memahami Islam. Suatu model pada taraf perguruan tinggi, satu pertanyaan muncul : “Belajar Islam tersebut lewat siapa ?” yakni, lewat guru / ulama’ atau goresan pena siapa ? Benarkah si pengajar / ulama’ atau penulis itu tepat pada pada tahu Islam? Nah, disinilah letak kajian akademik terhadap Islam yang dilakukan sang sarjana muslim sendiri : yaitu, kajian akademik terhadap pemikiran ulama’ terdahulu di pada memahami Islam (ini lebih banyak berupa normative) 

3. Kajian Islam menggunakan Pendekatan Ilmu Sosial 
Ketika pemikiran Islam dikaji menggunakan meletakkannya dalam posisi hasil pemikiran ulama dan dilihatnya secara interdisipliner, maka kajian seperti ini akan memerlukan disiplin lain menurut luar (social sciences / humanities). Kajian seperti ini masih mengkategorikan pada kajian “ajaran Islam” itu sendiri, bukan kajian disiplin lain. Sekarang bagaimana dengan kajian Islam dengan menggunakan disiplin ilmu-ilmu social ?

Penggunaan disiplin ilmu social buat mengkaji masyarakat muslim mau nir mau harus nir lepas dari kajian Islam itu sendiri pada konteks sosialnya. Artinya, ajaran dan keyakinan Islam tidak mampu dilepaskan sama sekali dari proses analisisnya. Apabila hal seperti ini yang dituntut, maka seringkali terjadi gap dalam praktek kajian ilmu social pada umumnya yang nir pernah memperhitungkan ajaran Islam. Gap itu terjadi antara wujud perilaku yg dianalisis yg sedikit atau poly ada bekas dari ajaran Islam, di satu pihak, menggunakan analisis sekuler yang sama sekali nir memperhitungkan dampak ajaran tadi, dilain pihak. Dan pada kenyataan pula terjadi gap antara pemeluk Islam (terutama sekali yang dilihatnya secara formalitas) dengan sosok ajaran Islam normative yg tak jarang nir dipraktekkan oleh pemeluknya.

Berbicara mengenai gap antara praktek social serta normative tadi diatas, tak jarang terjadi asumsi bahwa Islam termasuk secara normative dipandang dari perilaku pemeluknya jadi meraka mendefinisikan Islam berdasarkan hasil analisisnya mengkaji rakyat Islam di timur tengah, yang akan membuat bukan saja Islam identik menggunakan timur tengah, tetapi pula akan membuat bahwa Islam itu hanyalah apa yang terwujud dalam bagian atas pemeluknya. Dalam keadaan ini berarti tidak terdapat pemisahan antara ajaran normative yg tidak terdeteksi menggunakan konduite warga yang menjadi incaran target analisis mereka.

4. Islam VS Ilmu Keislaman
Karena Islam bersifat kognitif sedangkan ilmu Keislaman bersifat psikomotorik. Ada orang yang mempunyai wawasan luas tentang ilmu Keislaman tetapi nir menjalankannya. Baginya ilmu Keislaman hanyalah merupakan ilmu yang perlu dikaji bukan sesuatu yang harus diamalkan. Termasuk pada grup ini adalah para Islamisist atau orang-orang orientalis yang monoton mengkaji mengenai ilmu Keislaman, tetapi tidak terdapat komitmen buat mempraktikkannya. Sedangkan Islam bukanlah objek kajian melainkan kebiasaan, doktrin, disiplin, serta nilai-nilai yg wajib diamalkan. Islam itu harus dipelajari serta dikaji monoton. Islam itu nir perlu dikaji dan didiskusikan secara mendalam. Nah, pandangan inilah yg perlu diluruskan. Mengapa ? Ya, karena “Al-ilmu qab al-‘amal”, bahwa ilmu itu penting buat kepentingan praktik. Dengan demikian bahwa Islam itu mengandung 2 dimensi yang sinergis : Ilmu serta amal. Islam merupakan agama yang paripurna, serta perlu untuk pada amalkan serta itu dianggap menggunakan ilmu Keislaman. Lantaran ilmu Keislaman merupakan memeriksa segala tentang Islam.

5. Konsep Ilmu serta Tradisi Islam 
Seorang ilmuan muslim yang tergolong awal, yaitu al-syafi’i, mengelompokkan ilmu menjadi dua, pertama beliau sebut menggunakan ilm’ amah (ilmu yang diterima secara umum) serta keuda ilm’ khassah (ilmu yg diteirma secara generik) dan ke 2 ilm’ amah (ilmu yang sebagai wilayah orang-orang tertentu, yakni ulama). Yang pertama (Ilmu ‘ammah) memeriksa nass menggunakan tegas pada Al-Qur’an dan kentara diterima sang umat Islam yang tergolong grup ini merupakan kewajiban shalat 5 waktu, puasa ramadhan, menunaikan ibadah haji jika mampu, membayar zakat, keharaman berzina, membunuh, mencuri dan minum khamr, serta ini semua tidak terdapat perbedaan pendapat diantara muslim. Kalau pada gerombolan pertama tidak terjadi perbedaan pendapat, maka untuk yang ke 2 terbuka ruang buat terjadinya perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat itu sanggup terjadi disebabkan disparitas analisis atau perbedaan kesimpulan penelitiannya, yang berarti terdapat kebebasan studi.

Kalau kita cermati, dalam Islam kita memiliki wahyu Allah berupa Al-Qur’an yang Al-Qur’an ini disebut menjadi Qat’iy al wurud yang artinya bahwa keberadaan Al-Qur’an termasuk teks-nya sudah difinal dengan kata lain teks Al-Qur’an ini nir terdapat campur tangan pemikiran serta penelitian insan. Untuk tahu Al-Qur’an dan Sunnah itu sudah terjadi pemikiran bebas oleh ulama. Sebagai akibatnya sudah muncul beberapa jenis ilmu yg kemudian diklaim menjadi ilmu Keislaman atau ilmu kepercayaan Islam. Hal ini mencakup ajaran Islam itu sendiri, yg sering kita terjebak menggunakan menggunakan istilah doktrin yang sebenarnya itu adalah sejarah pemikiran ulama buat tahu wahyu tadi dan jenis-jenis ilmu itulah yang menjadi objek penelitian ilmu-ilmu ke-Islaman.

6. Rekontruksi 
Ketika Nabi Muhammad SAW. Masih hayati, para sahabatnya selalu menerima bimbingan eksklusif menurut Nabi. Wahyu Allah jua turun kebumi menjadi petunjuk yg kita kenal menggunakan nama Al-Qur’an. Setelah nabi SAW. Wafat, sudah menjadi consensus umat Islam bahwa asal primer Islam merupakan Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Untuk yg pertama tidak satupun orang yg membantah sedangkan buat yg kedua terdapat sedikit orang yg tidak mengakuinya. Dengan alas an bahwa hadist itu hanyalah penjelasan terhadap Al-Qur’an bukan sebagai sumber primer yang berdiri sendiri.

Dalam perjalanan sejarahnya, para pemikir atau ulama sudah banyak menghabiskan waktunya buat memahami nashsh itu pada ketika yang bersamaan, mereka jua mempelajari sejarah serta keadaan rakyat yg melingkupi turunnya nashsh tersebut. Di satu sisi, hal ini berkaitan erat dengan nash serta disisi lain, mereka juga menemukan beberapa kasus yg tidak bisa secara pribadi dipahami dan dipelajari menurut pemahaman nashsh tersebut, namun, kita pula perlu jangan lupa bahwa nash itu sendiri pula mengajarkan penggunaan logika pikiran (kauniyah). Sedangkan penggunaan logika menjadi proses buat bisa membuat argumentasi dan proses deduktif dan induktif,

Jika dicermati semata-mata dari wujud nashsh, adanya nashs itu terbatas. Sementara itu kehidupan manusia selalu berkembang serta berubah. Maka dari sisi ini terkadang terjadi kesenjangan masalah. Dalam kebebasan dan kemampuan menyebarkan pemikiran Islam atau ilmu-ilmu ke Islaman berdasarkan banyak sekali perbedaan pendapat maka muncullah pemahaman serta pemikiran sebagai disiplin ilmu dalam Islam, seperti ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadist dll.

PERKEMBANGAN PERADABAN DAN FAKTORFAKTOR JATUH BANGUN SESEBUAH PERADABAN

Perkembangan Peradaban Dan Faktor-Faktor Jatuh Bangun Sesebuah Peradaban 
Teori Alunan ( Rhythmic Theory )
Teori ini dikemukakan sang Akbar S. Ahmed, seseorang bekas menteri di Pakistan dan bekas Profesor di beberapa universiti ternama misalnya Universiti Cambridge, Universiti London serta dia pula merupakan bekas Profesor Tamu pada Universiti Princeton serta Harvard. Menurut dia, sejarah peradaban insan boleh ditinjau sebagai satu alunan yg menaik dan menurun, bukannya berkembang melalui peringkat permulaan, kemuncak dan kemerosotan. Alunan secara kontinum serta pola misalnya ini akan berterusan berdasarkan masa ke semasa atau berdasarkan satu generasi ke generasi yang lain. 

Akbar S. Ahmed melihat konsep peradaban itu lebih luas, bukan sekadar sebuah kerajaan serta empayar, namun peradaban ( Islam yang dikajinya ) boleh berkembang pada mana-mana sahaja menurut masa ke semasa. Meskipun sesebuah kerajaan mengalami kegemilangan serta kemerosotan, malah terdapat yang merosot dan tidak ada lagi, namun akan terdapat peradaban baru yang akan bangkit. Menurutnya, Delhi diambilalih oleh orang Muslim dalam tahun 1192 sang Muhammad Ghori, Baghdad nir usang lalu direbut sang orang Mongol. Orang Islam menguasai Konstantinopole pada tahun 1453 dan menamakan kota itu sebagai Istanbul yang bermaksud kota Islam, tetapi dalam tahun 1492, Islam kehilangan Granada yg lalu sebagai kota Kristian. Pendek istilah, Islam mengalami kemunduran pada suatu tempat, namun hayati balik pada loka lain; Islam lesu di loka tertentu, namun berkembang pesat di tempat lain. 

Teori yang diutarakan sang Akbar S. Ahmed ini diterima dan diperkembangkan lagi sang Profesor Hashim Musa berdasarkan Akademi Pengajian Melayu, Universiti Malaya. Asas-asas teori Akbar S. Ahmed diperkukuhkan sang Hashim Musa yang memfokuskan kajiannya terhadap peradaban Melayu Islam. Kedua-2 sarjana ini memiliki pendapat yang sama dalam usaha merungkai penafsiran sarjana Barat yg beranggapan bahawa pola pembinaan serta kejatuhan peradaban Islam adalah sama seperti yang berlaku terhadap tamadun lain di global. Kedua-duanya mengemukakan pola alunan naik turun peradaban menurut insiden-peristiwa penting serta genting yg merentasi tempoh masa tertentu. 

Akbar S. Ahmed menelusuri kronologi peradaban Islam dari tahun 853 Sebelum Masihi ( semenjak sebutan Arab ditemukan) sebagai akibatnya 1986 ( Undang-undang Tentera dimansuhkan di Pakistan dan Pembunuhan Profesor Ismail al-Faruki serta isterinya dibunuh pada Amerika Syarikat. Hashim Musa pula menjejaki perkembangan peradaban Islam bermula menurut tahun 610 Masihi ( wahyu pertama diturunkan ) sehingga tahun 1999 ( perebutan kekuasaan tentera di Pakistan dan parti pemerintahan Islam berkuasa di Pakistan ). Hashim Musa juga memperturunkan detik-dtk utama dalam formasi sejarah kebangkitan serta kecundangan dan naik turunnya peradaban Melayu Islam pada Alam Melayu yang bermula dalam tahun 840 Masihi ( Penabalan Sultan Perlak 1 ) hingga tahun 1999 ( Abdul Rahman Wahid menjadi Presiden Indonesia ). 

Dalam bisnis menghuraikan teorinya, Akbar S. Ahmed memakai konsep ideal Muslim. Konsep ini membawa maksud bahawa perilaku serta tindak-tanduk masyarakat Islam perlu mencontohi amalan Nabi Muhammad s.A.W. Dan para sahabat baginda, jika ingin mengembalikan kegemilangan peradaban mereka. Akbar S. Ahmed memperturunkan 2 buah hadis bagi mengukuhkan hujahnya iaitu “ Yang terbaik daripada kalangan umatku merupakan generasiku kemudian mereka yg mengikutinya serta yang mengikuti setelah itu”. Begitu pula menggunakan hadis yang berbunyi “ Para sahabatku itu ibarat bintang kejora. Bilamana kamu meneladani salah seorang di antara mereka, maka kamu memperoleh tuntutan yang benar”. Justeru Akbar S. Ahmed menegaskan 

“ The farther from the ideal, the greater the tension in society”

Penegasan ini membawa maksud bahawa amalan kehidupan rakyat Islam berada di kemuncak pada era Nabi Muhammad s.A.W., lalu diteruskan oleh para teman semasa pemerintahan khalifah al-Rasyidin. Tahap peradaban semakin merosot bila konsep ideal Muslim diabaikan. Hal ini digambarkan sang Akbar S. Ahmed seperti keadaan yang berlaku pada Baghdad pada masa pemerintahan kerajaan Bani Abbasiyyah.

Hashim Musa pada analisisnya terhadap kemerosotan Tamadun Melayu Islam beropini bahawa kemerosotan sesebuah peradaban berlaku bila tiada lagi keseimbangan dan kesaksamaan antara tuntutan dan kekreatifan fizikal, mental serta spritual. Nilai kebendaan jua mengatasi nilai kerohanian. Menurutnya lagi masyarakat yg memakai bahan asal dan barang simpanan buat memenuhi kehendak-kehendak kemewahan dan kemegahan turut menyumbang kepada kemerosotan sesebuah peradaban. Begitu jua menggunakan sifat kealpaan di peringkat negara serta rakyat yg mengenepikan sifat kerajinan serta kesungguhan, ketabahan serta keusahawanan. Selain itu, ekoran daripada imbas kebendaan, kekayaan serta pangkat merosotkan aspek akhlak dan etika, maka timbullah hasad dengki, dendam kesumat, penyelewengan, keangkuhan, perkelahian serta permusuhan sesama sendiri. Semuanya ini akan menyebabkan keretakan dalaman yg akan merosakkan ciri-ciri Islam, iman serta ehsan dalam diri insan dan masyarakatnya. Gejala-tanda-tanda misalnya ini sudah menyebabkan kejatuhan pusat-sentra tamadun Melayu Islam. 

Teori Kitaran ( cyclical theory )
Menurut pengemuka-pengemuka teori ini, sesebuah kerajaan atau peradaban akan berkecimpung seperti kitaran atau putaran yang melalui beberapa peringkat perkembangannya. Ruang lingkup perkembangan peradaban itu dimulakan dengan peringkat pengasasan, kemajuan serta kegemilangan, serta akhirnya pada peringkat kemerosotan serta keruntuhan. Kekosongan itu akan diambilalih oleh sebuah kerajaan, dinasti atau peradaban yang lain. Kerajaan atau dinasti baru itu akan mengikut pola yg serupa seperti kerajaan sebelumnya. Dua sarjana yg melihat perkembangan peradaban melalui cara sebegini merupakan Ibn Khaldun serta Malik Bennabi.

Nama Ibn Khaldun misalnya yg ditulisnya sendiri ialah Abd. Al-Rahman ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn al-Hassan ibn Muhammad. Dalam bukunya Mukaddimah, Ibn Khaldun berusaha mencari peraturan bagaimana sesebuah warga berperadaban mengalami perkembangan serta kemudiannya merosot. Menurutnya lagi masih ada lima termin perkembangan sesebuah dinasti atau peradaban.

Pada tahap pertama, sesebuah kerajaan atau dinasti dimulakan dengan kejayaan menumpaskan dinasti yang sebelumnya serta rajanya berjaya mengekalkan rasa kekitaan serta mempunyai perhubungan yg rapat antara semua pengikutnya. Tahap yg kedua, berlaku jika raja mengenepikan rakyatnya dan menghalang mereka daripada merogoh bahagian pada urusan pemerintahan. Pada termin ini jua raja berusaha mengumpul serta memperbanyakkan pengikutnya. Kaum kerabatnya diutamakan. Bagaimanapun, di kalangan yang menentang baginda, mereka akan diketepikan.

Tahap yg ketiga, adalah tahap bersenang lenang yang ditandai menggunakan golongan raja serta bangsawan melalui perlonggokan harta, kuasa, pangkat, training monumen, serta hadiah hadiah pada rakyatnya. Tahap keempat adalah tahap kepuasan dan kedamaian. Raja bersyukur serta berpuas hati dengan apa yang diusahakan sang pemerintah terdahulu serta menteladani apa yg mereka lakukan. Pada pendapat mereka, melanggar tata cara bererti suatu malapetaka yg akan menimpa ke atas kerajaan mereka.

Tahap kelima merupakan tahap pembaziran serta pemborosan, penyalahgunaan kuasa dan pemerintah gemarkan keseronokan serta berfoya-foya. Pada peringkat ini raja dan bangsawan membelanjakan khazanah negara dengan sesuka hati. Mengambil pembantu yg berwatak dursila untuk melakukan tugas-tugas penting serta berusaha merosakkan hubungan orang-orang yg berpengaruh serta disenangi oleh warga serta pemimpin yg terdahulu. Justeru muncul kebencian, penentangan serta perseteruan dalaman yg membawa kepada pemberontakan pada kalangan rakyat jelata dan kemusnahan sesebuah kerajaan itu. Dinasti yg baru akan mengambil alih kuasa yang akan menciptakan satu kitaran dinasti atau tamadun yg baru.

Asas pada training tamadun manusia adalah asabiyah atau semangat kesukuan. Apabila manusia tinggal menetap, mereka pula mengekalkan keperluan asas dan pengeluaran mewah mengatasi keperluan asas. Manakala ekonomi sebagai lemah serta porak poranda. Masyarakat akan jatuh miskin dan rasuah berleluasa. Ekoran perkembangan pada pelbagai bidang seperti pada bidang kesenian, kraf, sains serta teknologi, maka lahirlah peradaban. Keadaan ini nir berterusan. Akan hingga masanya golongan elit pemimpin berpuas hati dan lalai menggunakan kemewahan. Semangat asabiyah akan luntur, terhakis sedikit demi sedikit sebagai akibatnya membawa kepada keruntuhan sesebuah peradaban.

Malik Bennabi (1905-1973) seorang sarjana Algeria yg menerima pendidikan pada Perancis, turut terpengaruh dengan teori kitaran yg dikemukakan sang Ibn Khaldun. Pada asasnya teori kitaran Malik Bennabi berkembang melalui tiga tahap iaitu tahap pimpinan roh (permulaan kebangkitan), tahap pimpinan logika ( penyebarluasan ), tahap pimpinan insting ( kehancuran serta kejatuhan ).

Pada tahap pimpinan roh, seseorang mempunyai fitrah semulajadi, serta dalam period ini pemikiran serta tindakan masyarakat banyak dipengaruhi unsur-unsur yg dinamakan roh (spritual). Bagi Malik Bennabi, hanya spiritual akan memberi semangat kemanusiaan untuk berkembang serta membentuk peradaban. Apabila spiritual jatuh, dengan sendirinya peradaban akan menurun. Dalam sejarah Islam period ini bermula apabila lahirnya Nabi Muhammad s.A.W. Dengan memberi petunjuk dan wahyu sehinggalah berlakunya perang Siffin pada tahun 38 Hijrah. 

Ekoran tahap kehidupan manusia menjadi lebih maju, kompleks dan insan berhadapan dengan kasus-masalah baru menyebabkan masyarakat mula cenderung menggunakan logika serta proses ini berlaku secara perlahan. Pada period ini insan nir lagi berminat menggunakan pemikiran keagamaan menyebabkan sedikit sekali efek agama dalam kehidupan insan. Unsur-unsur metafizik (ghaib) semakin terhakis sungguhpun berlakunya perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.

Fenomena ini memberi kesan terhadap psikologi individu serta bentuk moral warga yg berfungsi menjadi pengawal tingkah laris seseorang. Semakin jauh rakyat daripada ikatan moral dan norma-norma, semakin besar pula kesan terhadap pengamalan moral dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini dikenalpasti sebagai permulaan timbulnya penyakit-penyakit sosial dalam warga . Di Eropah period ini berlaku dengan lahirnya Descartisme serta perluasan daerah yg disusuli dengan penemuan benua-benua Amerika oleh Columbus. Dalam peradaban Islam, tempoh in berlaku jika berakhirnya perang Siffin, dan Muawiyah bin Sufyan dikatakan bertanggungjawab merosakkan keseimbangan antara unsur-unsur material dan roh.

Pada termin ketiga, akal sudah kehilangan fungsi sosial buat membimbing manusia. Masyarakat terasing daripada pemikiran keagamaan dan cuba menyesuaikan diri dengan hal-hal keagamaan mengikut kehendak mereka. Soal-soal keagamaan disempitkan pada hal-hal ibadat sahaja. Dalam tahap ini, berlakunya kegiatan rasuah menggunakan berleluasa kerana kehendak insting yang nir terkawal. Dalam era ini, muncul poly genre sufi yang dari Malik Bennabi menjadi usaha pelarian rakyat, dan keadaan ini berterusan sampai sekarang.

Malik Bennabi menegaskan bahawa masih ada tiga unsur yang membina peradaban iaitu manusia, bumi, serta idea bagi mencapai kemajuan serta mencipta tamadun. Unsur manusia dianggap lebih utama kerana manusia perlu mempunyai usaha (kerja) yg akan membantu membina peradaban sesuatu bangsa. Beliau memberi contoh bagaimana warga awal Islam sudah berusaha buat membina masjid di Madinah yg dijadikan tempat mengatur strategi bagi membangunkan ummah. 

Malik Bennabi berpendapat nilai bumi bergantung pada pemiliknya bukan menurut sudut jenis dan kesesuaian tanaman . Tanah sangat tinggi nilainya jikalau dimiliki sang orang-orang berperadaban, kebalikannya tidak berharga bila dimiliki oleh orang yg nir berperadaban. Di Algeria banyak tanah yg dahulunya fertile tetapi sekarang menjadi tandus dan ditinggalkan sungguhpun beliau mengakui bahawa faktor udara serta iklim (serangan angin pasir) mensugesti kehidupan, namun perilaku manusia dalam menghadapi ancaman tersebut merupakan lebih penting. Manusia perlu berikhtiar serta mencari jalan menuntaskan perkara tadi. Sikap yg positif ini tidak ditunjukkan oleh orang Algeria.

Malik Bennabi turut meletakkan keutamaan pada unsur idea. Kekayaan material atau benda tetapi miskin idea nir memungkinkan tamadun dibina menggunakan kukuh. Seperti yang ditegaskan Fawzia Bariun:

“He had noticed that the dilemma of the underdeveloped countries was not their lack of things, but their poverty of ideas.”

Beliau merumuskan bahawa masa adalah krusial untuk menebus kemunduran umat Islam. Bangsa Arab terutamanya mempunyai sama poly jumlah saat misalnya yg dimiliki oleh bangsa yg maju tetapi bangsa Arab nir memperhitungkan masa dengan baik. Menurutnya lagi, kaedah yang paling sesuai buat mengajar umat Islam tentang pentingnya masa merupakan melalui proses pendidikan. Beliau memberi model warga Jerman selepas Perang Dunia Kedua, iaitu dalam tahun 1948, pemerintah Jerman mewajibkan semua warganegara bekerja secara sukarela 2 jam sehari yg dilakukan semata-mata buat kepentingan masyarakat. Hasilnya pada masa terdekat perubahan yang besar telah berlaku dalam masyarakat Jerman dalam bidang ekonomi serta sosial.

Teori Linear
Teori ini beranggapan bahawa sesebuah peradaban akan berubah mengikut landasan yg serupa satu kumpulan yang berbentuk linear. Teori ini menjelaskan bagaimana sesebuah peradaban dilahirkan, berkembang menggunakan pesat, mencapai puncak kegemilangan , mengalami kemerosotan dan berakhir menggunakan kemusnahan dan kehancuran. Antara sarjana yg berpegang pada teori ini termasuklah Arnold Toynbee dan Carrol Quigley.

Arnold Toynbee (1889-1949) seseorang sarjana sejarah British sudah menumpukan kajiannya terhadap arah aliran serta peraturan perkembangan peradaban merujuk pada 21 peradaban melalui bukunya A Study of History. Beliau yang hayati dalam era Perang Dunia Pertama serta Perang Dunia Kedua, kurang senang menggunakan perubahan peradaban yang berlaku pada sekelilingnya. Beliau melihat kemerosotan yang berlaku dan dikatakan memiliki persamaan misalnya yg diperjelaskan sang Gibbon pada karyanya berjudul Decline and Fall of the Roman Empire. Toynbee sedar bahawa saat berlakunya kemerosotan Empayar Rom, banyak lagi peradaban lain yg mengalami keadaan yg sama. Melalui data-data yang dikumpulkannya daripada hampir 2 dozen peradaban, dia telah merangka teori perkembangan peradaban. 

Menurut Toynbee, sesebuah peradaban akan melalui beberapa tahap perkembangannya iaitu permulaan ( genesis ), pertumbuhan ( growth ), perpecahan ( break down ), kejatuhan ( distintegration ) serta kelenyapan ( dissolution ). 

Permulaan peradaban berlaku ekoran tindak balas manusia terhadap cabaran alam semulajadi atau persekitaran sosial. Untuk menghadapi cabaran ini, maka muncullah golongan minoriti kreatif bagi memimpin dan membangunkan warga . Toynbee menggelarkan golongan ini menjadi mimesis. Golongan majoriti warga merasa selesa menggunakan pencapaian (memenuhi keperluan golongan majoriti) yang dilakukan oleh pemimpin minoriti yang kreatif. 

Keadaan ini akan berakhir sehabis cabaran itu telah sebagai norma pada mereka. Situasi ini pernah dihadapi sang rakyat Neolitik yang berpuashati dengan tempat tinggal, peralatan yang digunakan serta kegiatan bercucuk tanam yg mereka usahakan. Akibatnya, peradaban itu akan diambil alih sang golongan minoriti lebih banyak didominasi yg memerintah secara kuku besi. Peradaban mula retak setelah golongan majoriti melihat golongan minoriti dominan memiliki keistimewaan pada struktur sosial masyarakat. Masyarakat biasanya nir lagi menganggap golongan minoriti lebih banyak didominasi sebagai role model mereka.

Golongan majoriti bukan elit ini mencicipi mereka bukan lagi berada pada peradaban tersebut dan disingkirkan (alienated) serta Toynbee mengkelaskan golongan ini kepada 2 formasi iaitu proletariat dalaman serta proletariat luaran. Masyarakat berada dalam keadaan kebingungan, bagaimanapun pemerintahan masih bisa dilaksanakan oleh golongan minoriti mayoritas. Kelompok elit ini nir lagi kreatif, tetapi sekadar berjaya mempertahan kedudukannya menjadi kelompok yg mayoritas sahaja. Keadaan ini membawa pada pemerintahan yg kucar-kacir dan kawalan yg longgar ke atas warga oleh golongan pemerintah.

Tekanan hebat yang dikenakan ke atas golongan proletariat luaran, mengakibatkan mereka bangkit serta membentuk satu pasukan tentera yg digelar Toynbee menjadi ‘barbarian war-bands’. Golongan ini kemudiannya merogoh alih tampuk pemerintahan. Walaupun mereka belajar serta menguasai teknologi ketenteraan, golongan barbarian ini mengabaikan nilai-nilai kesopanan serta humanisme yg baik.

Tahap seterusnya menampakan golongan ploretariat dalaman mencari jalan keluar menggunakan menganuti kepercayaan baru ( higher religious ) dan lain-lain ideologi. Masyarakat melihat kepercayaan digunakan oleh golongan elit pemerintah buat mengekalkan status quo mereka. Akhirnya, bagi Toynbee peradaban tersebut runtuh serta diambil alih sang pemerintahan yg bercorak ‘Universal Church’ Maka bermulalah peradaban baru.

Arnold Toynbee berpendapat bahawa kesengsaraan hayati adalah faktor primer yang melahirkan tamadun yg tinggi. Penderitaan hayati sudah merangsang insan buat mencari jalan bagi membebaskan diri daripada belenggu kesengsaraan. Keadaan tadi memberi kekuatan dari segi mental serta fizikal buat mencipta kejayaan baru.

Toynbee percaya bahawa peranan agama mampu menjadikan ubat yang paling mujarab buat menangani krisis peradaban yg menuju kehancuran. Beliau seterusnya merumuskan bahawa kepercayaan lahir daripada tamadun yang lemah atau sedang runtuh. Berdasarkan krisis moral yang berlaku pada kalangan rakyat Barat yang membelakangkan kepercayaan Kristian, beliau meramalkan Barat akhirnya akan dipengaruhi sang satu agama yang berkembang dari Timur. 

Jangka waktu antara ketiga-tiga fasa (break down, distintegration serta dissolution) mungkin mengambil masa yang lama , seribu tahun atau lebih. Toynbee menegaskan bahawa kejatuhan sesebuah peradaban ditimbulkan sang faktor dalaman serta bukan faktor luaran. Jadi, Toynbee sependapat dengan Ibn Khaldun yang menyatakan bahawa pihak pemerintah yang leka dengan kemewahan serta berpuas hati dengan kejayaan yang dicapai memudaratkan sesebuah peradaban.

Carrol Quigley dalam bukunya The Evolution of Civilizations, berpendapat proses perkembangan sesebuah tamadun akan melalui tujuh termin iaitu bermula menggunakan tahap campuran (mixture), kandungan (gestation), pengembangan (expansion), era konflik (age of conflic), empayar sejagat (universal of empire), keretakan (decay) serta penaklukan (invasion). 

Bagi menggunapakai teorinya, beliau telah merujuk kepada lebih 10 tamadun iaitu tamadun Mesir, Mesopotamia, Tamadun Klasik, Rusia, China, India, Islam, Inca, Aztec serta Minoan. Setiap tamadun ini diberi tempoh masa mengikut tahap tertentu. 

Setiap peradaban bermula dengan adonan dua atau lebih budaya. Kebanyakan campuran budaya ini timbul pada kawasan sempadan antara dua atau lebih budaya. Apabila keadaan ini berlaku, akan wujudlah persefahaman dalam hal-hal yang berkaitan menggunakan istiadat serta pula keperluan-keperluan asas. Kedua-2 pihak perlu menciptakan keputusan bersama bagi memenuhi kehendak mereka, dengan itu wujudlah peradaban baru yang dari persetujuan bersama. 

Pada tahap kedua terdapat sedikit perubahan dalam masyarakat dan kebanyakan anggota rakyat dicermati mempunyai kedudukan yg stabil dalam struktur masyarakatnya. Quigley menamakan termin ini menjadi termin kandungan. Tahap yang ketiga ada apabila wujudnya ciri-ciri berikut iaitu perubahan pada pengeluaran kuliner, pertambahan jumlah penduduk, berlakunya proses penjelajahan dan penjajahan dan perubahan pada ilmu pengetahuan.

Bagi Quigley tahap keempat iaitu era permasalahan adalah tahap lebih kompleks, cukup menarik dan lebih kritikal apabila dibandingkan dengan ketujuh-tujuh tahap peradaban. Antara ciri-karakteristik primer termin ini adalah kemerosotan pada pengembangan, keluarnya ketegangan serta berlakunya perseteruan kelas khususnya pada kawasan-kawasan penempatan primer. Selain itu era ini juga digambarkan dengan bertambahnya keganasan dampak berlakunya peperangan menggunakan penjajah serta timbulnya ketidakwarasan, perilaku gampang putus harapan, pengamalan agama tahyul serta penentangan terhadap aspek keduniaan semata-mata. Ekoran daripada penglibatan pada perang imperialis, menyebabkan kadar pengembangan sebagai perlahan.

Keadaan seterusnya akan menyebabkan wujudnya dominasi politik sang satu pihak yang melahirkan fasa kelima iaitu tahap empayar sejagat. Tahap ini ini dikenali Quigley menjadi zaman keemasan iaitu era keamanan dan kemakmuran. Keamanan muncul sesudah ketiadaan perbalahan antara unit-unit politik dan pula ketiadaan pertentangan menggunakan rakyat yg berhampiran. Kemakmuran pula wujud kerana berakhirnya peperangan dalam warga , luasnya perdagangan antarabangsa serta kewujudan sistem mata wang. Tahap ini bisa dicermati dengan kemajuan yg berlaku di bandar-bandar utama serta pelatihan monumen misalnya Taman Tergantung Babylon, piramid dan sebagainya. 

Tahap keretakan ada apabila berlakunya kemerosotan ekonomi yg ketara, kemerosotan taraf hidup, perang saudara menggunakan pelbagai pihak yang berkepentingan dan termin buta huruf yang tinggi. Masyarakat semakin lemah walaupun pelbagai usaha diambil buat memulihkan keadaan, namun kepincangan dalam rakyat terus berlaku. Pada masa ini ada gerakan kepercayaan baru untuk menarik perhatian warga . 

Tahap ini mungkin merogoh masa yang lama sebagai akibatnya ada tahap yang ke 7 iaitu termin penaklukan. Tahap ini berlaku apabila masyarakat bersedia mempertahankan diri mereka dan kesempatan ini diambil oleh pihak luar yg lebih berwibawa dan bertenaga. Kesan daripada penaklukan ini menyebabkan sesebuah peradaban itu hancur serta lenyap.

Quigley berpendapat bahawa jatuh bangunnya sesebuah peradaban ditentukan sang alat pengembangan (an instrument of expansion). Terdapat tiga elemen krusial dalam alat pengembangan ini iaitu bonus buat mencipta, terdapat peningkatan dalam output (accumulation of surplus) yg membolehkan sebahagian masyarakat menguasai kekayaan serta membelanjakan kekayaan tersebut. Peningkatan output tadi digunakan untuk membuat ciptaan-kreasi baru. Kejayaan pada penciptaan itu bergantung pada cara masyarakat itu mengelolakan anggotanya. Sesetengah warga menawarkan insentif yang poly, kerana masih ada poly ganjaran dan galakan daripada instituisi mereka. .

Accumulation of surplus bermaksud sebahagian individu atau organisasi dalam rakyat mempunyai sumber-sumber kekayaan yg melebihi keperluan mereka dan ini membolehkan perbelanjaan sumber-sumber tadi pada jangka masa pendek.

Surplus creating instrument merupakan elemen penting buat menyemarakkan lagi perkembangan peradaban pada samping adanya unsur-unsur rekacipta (invention) serta pelaburan. Unsur “lebihan mencipta indera” ini bukan sahaja merujuk kepada organisasi ekonomi namun boleh juga pada organisasi-organisasi politik, ketenteraan, sosial, kepercayaan serta sebagainya. Di Mesopotamia, golongan rahib diberi penghormatan yang tinggi dalam masyarakat. Di Mesir, organisasi politik mencipta lebihan melalui kutipan cukai daripada masyarakat jelata. Dalam peradaban Barat , pada zaman Feudal, organisasi ketenteraan mencipta ( lebihan mencipta alat ) menggunakan membenarkan sebahagian mini masyarakat, golongan tentera atau tuan-tuan tanah mengumpul hasil-hasil ekonomi daripada golongan serf supaya golongan serf menerima perlindungan.

“Alat pengembangan” akan merosot secara perlahan ekoran kadar pelaburan susut nilai. Keadaan ini semakin jelek apabila berlakunya pengurangan pada penciptaan serta accumulator of surplus. Hal ini boleh berlaku kerana beberapa sebab. Antaranya adalah sekumpulan warga menguasai sumber-asal ekonomi dan golongan ini nir mahu melakukan apa-apa perubahan untuk memperbaiki rakyat. Dalam masa yg sama, usaha-bisnis training monumen, serta perbelanjaan terhadap projek-projek mewah tidak membawa kepada cara pengeluaran yg berkesan. Keadaan pada warga terus mewujudkan tekanan dan melemahkan anggota masyarakat buat melakukan aktiviti yg kreatif serta inovatif. Quigley merumuskan bahawa peradaban itu muncul jika lahirnya ‘ a producing society with an intrument of expansion ‘ 

Teori Pertembungan/Petentangan Peradaban
Sungguhpun ke 2-2 tokoh yg akan dibincangkan ini kurang jelas membicarkan persoalan perkembangan proses perkembangan peradaban, namun penulis merasakan bahawa idea-idea yg diketengahkan mereka masih relevan menggunakan utama duduk perkara kita iaitu perkembangan peradaban dan faktor-faktor yang menentu jatuh bangunnya sesebuah peradaban. 

Apabila membincangkan teori-teori jatuh bangunnya sebuah peradaban masa kini , cita rasanya kurang lengkap bila kita nir mengetengahkan tesis yg dikemukakan oleh Samuel P. Huntington pada bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of World Order. Buku yang penuh kontroversi dan menarik perdebatan ramai, sekarang telah membuka era baru dalam kajian peradaban yg lebih komprehensif apabila dibandingkan menggunakan teori-teori yg terdahulu.

Sungguhpun Huntington lebih memfokuskan pada tema pertembungan peradaban, namun dia mengakui terdapat faktor-faktor yg menyumbang pada kekuatan sesebuah peradaban moden serta terdapat faktor-faktor yang sebagai penentu kurangnya dampak sesebuah peradaban. Hal ini ditegaskan oleh beliau bahawa peradaban-peradaban senantiasa mengalami kemunduran sekaligus berkembang. Peradaban bersifat dinamis, bangkit serta jatuh, menyatu serta saling terpisah, dan sebagaimana halnya dengan apa yg mereka belajar sejarah, beliau juga karam dan terkubur pada pada pasir-pasir masa.

Bagi Huntington, perseteruan antara peradaban adalah fasa yang terkini dalam konflik dunia moden khususnya selepas era perang dingin. Menurutnya identiti peradaban akan menjadi lebih penting dalam masa hadapan, dan sebahagian global akan dibuat oleh hubungan antara tujuh atau peradaban akbar ini. Peradaban akbar itu termasuklah peradaban Barat, Confucios, Jepun, Islam, Hindu, Slavic-Orthodox, Latin Amerika serta mungkin jua peradaban Afrika. Perseteruan yang paling penting pada masa hadapan dijangka akan berlaku pada garis keretakan yang memisahkan peradaban-peradaban ini. 

Huntington memperturunkan enam faktor yang menyebabkan berlakunya keretakan atau pertembungan antara peradaban. Faktor yg pertama adalah peradaban dibezakan antara satu sama lain sang sejarah, bahasa, budaya, tradisi serta yg paling krusial ialah kepercayaan . Justeru, masyarakat daripada peradaban yg berbeza mempunyai pandangan yang berlainan tentang banyak kasus. Menurut Huntington perbezaan ini muncul pada proses yg usang serta perbezaan ini nir gampang lenyap kerana sifatnya lebih asasi, berbanding dengan perbezaan ideologi politik dan rejim kerajaan yang berasaskan politik.

Kedua, interaksi antara insan daripada berlainan peradaban semakin bertambah kerana global sekarang semakin mengecil. Peningkatan interaksi ini memperdalamkan lagi kesedaran pada kalangan grup itu sendiri. Orang Amerika contohnya lebih bersifat negatif terhadap pelabur-pelabur Jepun daripada pelabur berdasarkan Kanada serta negara-negara Eropah yg lain.

Ketiga, proses pemodenan ekonomi serta perubahan sosial di seluruh dunia sudah memisahkan orang daripada identiti tempatan yang telah lama berakar umbi dan proses ini melemahkan negara bangsa menjadi asas identiti. Bagaimanapun berdasarkan Huntington, kepercayaan sudah berjaya menembusi jurang selalunya dalam bentuk gerakan yang dilabelkan sebagai fundamentalis. Golongan fundamentalis terdiri daripada kalangan anak muda, lulusan universiti, sekolah menengah, para profesional dan pakar perniagaan.

Keempat, kesedaran tamadun akan semakin semakin tinggi dan akan dipercepatkan oleh dwi-peranan Barat. Pada satu pihak, Barat berada pada puncak kekuasaan serta pada masa yang sama menjadi kesan kekuasaan Barat mengakibatkan dunia Barat mencari jalan keluar misalnya pengislaman semula Timur Tengah. Kelima, ciri dan perbezaan kebudayaan relatif sukar buat diubahsuai serta oleh itu sukar dikompromikan berbanding dengan karakteristik-ciri ekonomi dan politik. Malah lebih daripada dilema etnik, kepercayaan adalah tekanan yang hebat di kalangan umat insan. Seseorang itu mungkin boleh dipercaya separuh Perancis dan separuh Arab serta seterusnya sebagai rakyat 2 negara. Tetapi nir mungkin boleh menjadi separuh Katolik dan separuh Islam.

Yang terakhir adalah keserantauan ekonomi semakin meningkat mengakibatkan kerjasama serantau menguntungkan negara-negara anggota kesatuan menurut peradaban yang sama. Salah satu kejayaan Barat adalah kerjasama serantau yg diamalkan dan dikongsi beserta seperti Kesatuan Ekonomi Eropah (EEC). Bergantung kepada asas-asas dalam budaya di Eropah dan Kristian Barat namun kejayaan ini nir mutlak akibat ada perkara mengenai tiadanya persefahaman seperti itu. Penggunaan mata wang Euro memberitahuakn Britain enggan menyertainya. Sungguhpun peradaban-peradaban lain di Asia Selatan serta Asia Tenggara mempunyai organisasi serantau mereka sendiri seperti South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), tetapi kejayaan kerjasama dalam bidang ekonomi kurang menggalakkan. 

Faktor kedua yang berakibat peradaban Barat lebih lebih banyak didominasi artinya pelaku utamanya iaitu Amerika berganding bahu di belakang sahabat seagama mereka. Barat sekarang berada pada kemuncak kekuasaannya. Musuhnya Jepun nir memiliki taring yg berbeza. Barat menguasai politik antarabangsa serta instituisi keselamatan bersama-sama Jepun. Soal politik sejagat dan berita keselamatan diselesaikan menggunakan arahan Amerika Syarikat, Britain serta Perancis secara berkesan. Isu ekonomi dunia diselenggarakan sang Amerika Syarikat, Jerman serta Jepun dan kesemuanya mengekalkan interaksi yang amat kedap antara satu sama lain menggunakan mengenepikan negara-negara yg sebahagian besarnya bukan negara Barat.

Pengaruh Barat terhadap Majlis Keselamatan Bangsa-Bangsa Bersatu yg hanya sesekali diganggu sang dispensasi undi China, mendorong keputusan Bangsa-Bangsa Bersatu memerangi Iraq serta seterusnya memusnahkan senjata sophisticated Iraq serta menghapuskan kemampuannya membuat senjata. 

Dalam membicarakan tahap perkembangan peradaban insan, Ali Shariati mengaitkan peristiwa Habil dan Qabil menjadi titik bermula sejarah bermulanya kontradiksi manusia. Dengan melihat berdasarkan sudut sosiologi, kisah ini mencerminkan berakhirnya zaman kehidupan primitif. Berakhirnya zaman ini bererti sistem kehidupan asal insan yg menitikberatkan soal persamaan dan persaudaraan sebagaimana yg digambarkan melalui kegiatan berburu dan menangkap ikan pada zaman Habil.

Sistem ini kemudiannya digantikan juga dengan sistem pertanian yang mengizinkan pemilikan peribadi. Apabila berlakunya pembolotan pemilikan peribadi, maka lahirlah rakyat kelas pertama yang melakukan penindasan dan kezaliman. Matinya Habil serta hidupnya Qabil, adalah kenyataan sejarah yang tidak bisa diubah lagi. Habil meninggal tanpa meninggalkan zuriat, yg mengizinkan keturunan Qabil buat terus hidup, berkuasa dan mencorakkan segala-galanya. Apabila rakyat, kerajaan, ekonomi, kepercayaan telah dikuasai sang Qabil maka pandangan serta perbuatan Qabil mula diterima sebagai nilai sejagat masyarakat selepas itu. Inilah peristiwa yang menjadi punca pada keidakseimbang yg berlaku pada pandangan serta kehidupan insan kini .

Ali Shariati menegaskan lagi bahawa pertelagahan yg berlaku antara Habil serta Qabil bukanlah pertelagahan antara adik beradik kerana merebut seorang gadis, malah pertelagahan tadi mewakili satu kontradiksi yang berterusan antara dua pihak pada masyarakat insan . Kisah ini adalah cerita yg sebagai transedental kisah hidup insan di sepanjang zaman.

Sebagai lanjutan daripada kisah Habil. Ali Shariati menyebut empat insan yang dianggap pada Al-Quran yang dilambangkan melalui watak Firaun, Qarun, Haman, serta Bal’am. Pada setiap zaman, keempat-empat jenis insan ini telah tampil menjadi pendukung status quo dan penentang perubahan sosial. Firaun merupakan penguasa yg korup, penindas yg selalu merasa dirinya sahaja yg benar, tonggak sistem kezaliman dan kemusyrikan. Haman mewakili gerombolan teknokrat, ilmuan yang menunjang kezaliman menggunakan memperalatkan ilmu. Qarun merupakan cerminan kaum kapitalis, pemilik sumber kekayaan, rakus, menghisap semua kekayaan massa. Bal’am melambangkan kaum ruhaniyun, tokoh-tokoh kepercayaan yang memakai kepercayaan untuk mengesahkan kekuasaan yg dikumpul.

Ali Shariati menyampaikan ada dua masalah yang memungkinkan terbinanya sesebuah peradaban. Faktor yg pertama adalah fenomena hijrah atau migrasi serta faktor kedua adalah peranan manusia khususnya golongan intelektual.

Bagi Ali Shariati, hijrah bukan sahaja merujuk pada perpindahan Nabi Muhammad s.A.W. Berdasarkan Mekah ke kota Madinah buat menyelamatkan diri daripada seksaan kaum Quraisy namun mempunyai erti istilah yang lebih luas serta mendalam. Daripada kajian dia terhadap 27 peradaban, Ali Shariati merumuskan bahawa peradaban lahir disebabkan penghijrahan insan berdasarkan tempat dari ke loka baru. Sebaliknya nir terdapat sebarang peradaban yang lahir serta berkembang di kalangan warga primitif yang tidak pernah berpindah dari satu tempat ke tempat yg lain.

Faktor kedua merupakan peranan manusia itu sendiri khususnya golongan intelektual yang bertanggungjawab memilih nasib serta mengganti masa depan mereka, kerana mereka diberi akal fikiran serta kudrat buat berusaha. Beliau mengaitkan faktor tadi menggunakan ayat Al-Quran :

“Tuhan nir akan mengubah nasib sesuatu kaum jika mereka tidak mahu mengubahnya”.(Al Quran)

Golongan intelektual turut terlibat dalam menegakkan sesebuah peradaban. Istilah golongan intelektual yg dipakai Ali Shariati artinya rausyanfikr. Golongan ini bukan sekadar ilmuan tetapi golongan yang merasa bertanggungjawab buat memperbaiki masyarakatnya bagi menunaikan impian mereka. Merumuskannya ke dalam bahasa yg bisa difahami setiap orang, memberikan strategi serta cara lain penyelesaian perkara. Beliau mentafsirkan bahawa golongan intelektual

”one who is conscious of his own “humanistic status” in a specific social and historical time and place. His self awareness lays upon him the burden of responsibility. He responsibily, self-conciuosly leads his people in scientific, social and revolutionary action.” 

Teori Pendekatan Psikologi/Ketuhanan
Aurobindo, seorang reformis dan pakar falsafah India beropini bahawa pola perkembangan peradaban manusia boleh difahami menggunakan memakai pendekatan psikologi. Dengan itu beliau menolak pendekatan teori-teori jatuh bangun oleh para-para sarjana sebelum ini. Beliau mendapati pendekatan psikologi yang dipakai oleh pakar psikologi Jerman iaitu Lamprecht, relatif relevan bagi menjelaskan tahap-tahap perkembangan peradaban insan. Lima termin tadi merupakan termin simbolik, typal, konvensional, individualis serta subjektif.

Pada termin simbolik, simbol-simbol keagamaan memainkan peranan krusial dalam kehidupan rakyat. Manusia secara umumnya melahirkan perasaan mereka melalui unsur-unsur mitos, puisi, serta kesenian. Amalan–amalan budaya dan instituisi sosial turut terpengaruh dengan unsur-unsur simbolik. Misalnya dalam buku Rig Veda dalam zaman Vedik (1500-1000SM) menyanjung serta mengagung-agungkan upacara perkahwinan Surya, puteri pada Dewa Matahari. Manusia dipercaya menjadi manusia kerdil serta adalah imej ketuhanan. Pendek kata simbol-simbol keagamaan hadir pada belakang kehidupan mereka. Aurobindo meletakkan Zaman Vedik iaitu zaman pembentukan budaya orang Arya di India tergolong pada tahap ini.

Tahap typal menunjukkan perkembangan seterusnya pada perkembangan peradaban insan .menurut Aurobindo kesedaran terhadap sistem varna mula berubah. Struktur dan sistem sosial rakyat mula berkembang kerana wujudnya perbezaan dan fungsi ekonomi empat golongan yakni brahmin, ksatriya, vaisya serta sudra. Pada termin ini, agama sebagai penghalang untuk mewujudkan etika kehidupan yg sempurna.

Pada tahap konvensional, pengamalan sistem varna sebagai lebih ketara. Agama juga digambarkan sang Aurobindo sebagai

“religion in the conventional stage becomes stereotype, thought subjected to infallible authorities, and education bound to unchangeable forms”. Eropah dalam Zaman Pertengahan dan India dalam masa sekarang dari Aurobindo masih berada pada tahap konvensional.

Tahap individualis dianggap sebagai ta’kul (reason), memberontak (revolt), kemajuan (progress) dan kebebasan (freedom). Keempat-empat elemen tersebut relatif penting untuk melahirkan rasa ketidakpuashatian pada kalangan anggota warga . Dalam usaha mengatur kehidupan yg lebih paripurna, usaha buat mewujudkan persamaan serta kebebasan di kalangan anggota rakyat mula terserlah. Kesannya muncullah pihak-pihak yang memperjuangkan hak masing-masing nir kira golongan miskin atau kaya yg kemudiannya melahirkan golongan berideologi fasis, komunis dan sosialis. 

Pada tahap subjektif bagi Aurobindo, manusia mestilah melalui semua empat termin sebelum ini buat mencapai tahap terakhir yang pula disebut sebagai spiritual atau dikenali juga sebagai tahap minda unggul (supermind). Pada termin ini insan percaya bahawa kuasa ketuhanan mengatasi keupayaan intelek. Manusia melihat intelek sebagai mediator antara global material (infrarational) serta dunia kerohanian (suprarational). Jika semua orang atau sebahagiannya mendapat ilmu pengetahuan yang subjektif dengan identiti ketuhanan, maka muncullah termin rakyat berperadaban. 

Bagi Aurobindo kondisi buat mencapai tahap minda unggul atau ketuhanan, dua kasus mesti dipenuhi serentak. Pertama, mestilah ada individu

“ who are able to see, to develop, to re-create themselves in the image of Spirit and communicate both their idea and its power to mass.” 

Menurutnya, Mahatma Ghandi sudah mencapai tahap ini. Pandangan ini sama dengan pandangan Ali Shariati yg menganggap bahawa golongan intelek perlu ada buat menggerakkan warga .

Kedua, kesediaan buat membaca minda rakyat supaya message daripada Tuhan dapat diterima. Manusia pada masa ini dipenuhi menggunakan rasa rendah diri, kurang berkesedaran serta kurang mengetahui aspek spiritual. Justeru mereka nir bersedia menerima imej ketuhanan. Aurobindo seterusnya menegaskan bahawa bila seseorang ingin mencapai tahap ketuhanan, unsur-unsur material perlu dihindarkan dalam rakyat.