PENGERTIAN EKONOMI DALAM DESIGN LIBERALISME

Pengertian Ekonomi Dalam Design Liberalisme
Pada masa orde lama bangsa Indonesia belum menentukan system pembangunan ekonomi, lantaran dalam saat itu masih disibukkan pada hal pembangunan negara secara konstitusional (nation building), akan tetapi dalam sambutan pidato Presiden Soekarno yang selalu beliau dengung-dengungkan yg kita kenal dengan Nawaksara (22 Juni 1966) adalah tentang system kemandirian ekonomi (self reliance). Dalam decade akhir kepemimpinannya arah perekonomian pun mulai bertendensi ke arah system Sosialisme. Karena dalam era itu visi para pemimpin kita tergoda oleh bangkitnya system Sosialisme ala Lenin dan Marxisme pada negara Uni Soviet serta RRC pada saat itu, sehingga ajaran itu merambah ke bumi pertiwi melalui sebuah gerakan yg kita kenal menggunakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di sisi lain, Bung Hatta seringkali menorehkan pemikiran-pemikiran ekonominya pada sebuah koran "Kedaulatan Rakyat” yg menyebutkan tentang pentingnya menyelamatkan ekonomi warga dengan system demokrasi ekonomi yang termanifestasikan pada bentuk koperasi yang berdasarkan kekeluargaan. 

Pada era orde baru, system ekonomi mulai digodok yg mana visi Indonesia dalam saat itu lebih condong dalam system Kapitalisme Barat yg menerapkan bentuk liberalisme, merkantilisme, keynesianisme serta neo-liberalisme. Lantaran Presiden Soeharto pada saat itu menyerahkan tatanan ekonomi bangsa pada Mafia Berkeley yang sebagian besar lulusan doktor atau master menurut University of California at Berkeley dalam 1960-an atas donasi Ford Foundation.

Setalah masa reformasi yang diteruskan Presiden Habibie yang dikenal dengan system komparatif-kompetitive, maka dalam saat yang sangat singkat sudah menaburkan benih-benih reformasi termasuk di dalamnya system ekonomi komparasi kerakyatan dan neo liberal. Kemudian diteruskan Gusdur yg pada waktu itu tidak memikirkan visi ekonomi karena prioritas kebijakan dalam ketika itu tervokus dalam kesatuan NKRI dan pada masa Megawati, arah kebijakan neo-liberalisme masih jelas walaupun juga sedikit ekonomi kerakyatan mulai dipraktekkan. Pada kepemimpinan Presiden SBY agenda ekonomi kerakyatan agak gencar dilaksanakan khususnya dalam menjalankan program BLT, KUR serta PNPM, walaupun dalam skala makro serta lebih akbar system ekonomi neo-libral juga permanen berjalan.

Maka dalam era sekarang ihwal neo-liberalisme timbul secara hangat, baik pada lembaga diskusi, seminar nasional serta internasional, ulasan warta dan media-media lainnya selesainya Presiden SBY tetapkan calon wakil presiden mendatang Budiono yang sebelumnya menjabat menjadi Gubernur Bank Indonesia. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia tadi, Boediono seseorang ekonom yg menganut paham ekonomi neoliberal, karena itu dia sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.

Dalam goresan pena ini kita tidak bermaksud menguliti Boediono atau paham ekonomi yang dianutnya. Tujuan goresan pena ini adalah buat menguraikan pengertian, asal mula, serta perkembangan Liberalisme dan neoliberalisme secara singkat. Saya berharap, menggunakan memahami liberalisme serta neoliberalisme secara sahih, silang pendapat yg berkaitan menggunakan paham ekonomi ini bisa dihindarkan dari debat kusir. Sebaliknya, para ekonom yang jelas-kentara mengimani neoliberalisme, tidak secara mentah-mentah pula mengelak bahwa dirinya bukan seseorang neoliberalis. Dengan demikian, juridiksi obyektivitas akan dapat ditemukan selesainya kita mengetahui menggunakan jelas system ini, tentunya mempunyai plus serta minus, sebagai akibatnya membutuhkan system ekonomi yang lebih berkeadilan. 

A. Liberalisme
Liberalisme merupakan bentuk system ekonomi yang mengandalkan mesin pasar secara liberal, sehingga menjustifikasi pengharaman negara pada mengintervensi perputaran ekonomi pasar. Maka pasar ini dibiarkan begitu saja berputar secara alamiah, tanpa ada batasan sekat-sekat aturan, lantaran yang bermain pada dalamnya hukum supply and dimand. Menurut paham ini tangan mistik (invisible hand) yang mengatur harga dalam pasar. Untuk mengetahui secara mendalam kita akan mengulas mengenai perkembangan pemikiran system ekonomi ini.

Dalam system pembangunan ekonomi konvensional memiliki perkembangan-perkembangan pemikiran yg dimulai berdasarkan lahirnya system ini sampai sekarang. Dan Liberalisme adalah bagian menurut Kapitalisme. Maka bila kita klasifikasikan perkembangan ekonomi ini bisa kita golongkan ke pada empat fase: ekonomi klasik, keynesianisme, neo-klasik dan neo-liberalisme. Yang akan kita jelaskan secara tafsil menjadi berikut:

a. Madzhab Ekonomi Klasik
Ekonomi klasik adalah paham ekonomi yang sangat berpengaruh pada perkembangan pembangunan ekonomi di negara-negara maju. Sebagai founding fathers ekonomi klasik ini Adam Smith, John Malthus dan David Ricardo. Sedangkan Adam Smith memproklamirkan diri teori-teori ekonomi ini dengan madzhab individualisme "Laissez Faire, Laissez Passez, Et Le Monde va De Luime me”, berarti: (Biarkan beliau bekerja dan tinggalkanlah, dunia ini akan berjalan dengan sendirinya). Dalam kaitan pembangunan ekonomi, maka teori ini berbunyi: “Biarkan rakyat mengelola ekonominya menggunakan sendiri, sedangkan negara tidak boleh mengintervensinya”.

Paham inilah yang memunculkan ghirah individualisme, yang sangat mensugesti pemikiran pembangunan ekonomi pada negara-negara barat dan USA, serta juga terhadap pola hayati warga Indonesia pada perkotaan yg life style berkiblat kepada barat yang sangat bertentangan menggunakan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Adam Smith menolak pemikiran ekonomi intervensi negara terhadap perputaran ekonomi dalam rakyat, yaitu dengan memberikan peluang perputaran ekonomi kepada warga secara liberal menjadi prosedur pasar, sebagai akibatnya rakyat bisa berkonsumsi dan berproduksi yang dipengaruhi oleh harga pasar dengan hukum penawaran serta permintaan (supply and dimand).

Dalam hal ini, Adam Smith berkeyakinan bahwa menggunakan nir adanya hegemoni negara pada pengaturan pasar akan dapat menjamin keseimbangan ekonomi dalam warga . Dan harga yg ditentukan oleh mekanisme pasar pada pandangan Smith akan dapat menghipnotis produksi, income/pendapatan, deposito, distribusi serta konsumsi. Dengan demikian, maka harga yang sudah dipengaruhi sang mekanisme pasar akan bisa mengelola perencanaan produksi, tabungan deposito, serta distribusi secara natural, sehingga akan dapat menghipnotis pertumbuhan ekonomi secara alami. Dengan berkeyakinan bahwa factor-faktor tangan mistik (invisible hand) akan berdampak dalam natural order serta natural price pada ekonomi. 

Dalam kenyataannya, teori individualisme ini berdampak dalam kerusakan social yang mengakibatkan kesenjangan social antara masyarakat kaya dan rakyat miskin, karena teori ini berdampak dalam tatanan social yg kaya makin kaya dan yg miskin makin terhimpit serta terjepit, karena berdasar teori “Yang kaya memakan yang miskin”. Dengan demikian, teori Adam Smith ini jelas ditolak mentah-mentah lantaran meninggalkan great depression ekonomi dunia pada tahun 1929 khususnya bagi negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Para tokoh ekonomi klasik lain –Khusunya Malthus, David Ricardo dan John S. Mill- menambahkan mengenai 2 faktor yg bisa Mengganggu pembangunan ekonomi: Tingginya pertambahan angka penduduk serta kelangkaan sumber daya alam (SDA). Sehingga kedua factor inilah yg apabila berkembang subur dalam warga akan berdampak dalam keterbelakangan ekonomi masyarakat, dan warga nir bertambah maju, bahkan akan terperosok ke pada resesi ekonomi (stationary). Sekira secara umum dikuasai rakyat hidup dalam level kemiskinan yg dianggap dengan Minimum Subistence Level. Maka secara otomatis buat mendongkrak rakyat dalam level ini, akan memakai pola pemikiran pembangunan ekonomi yg kita sebut dengan Gradualistic Model of Growth & Stagnation. 

Perbedaan fundamental antara teori-teori pembangunan ekonomi Ricardo, Malthus dan Smith terletak dalam analisa pembangunan tentang konsep peran penduduk sebagai unsure ekonomi. Menurut Smith angka pertambahan penduduk adalah bagian dari factor-faktor produksi yg akan melahirkan perluasan pasar serta pertumbuhan ekonomi. Dengan semakin luasnya pasar, maka akan membuka inovasi-penemuan baru sebagai dampak dari bonus perluasan distribusi pekerjaan yg akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Masih dalam frame teori-teori ekonomi Smith, John S. Mill berpendapat bahwa menggunakan system spesilisasi dan distribusi kerja (division of labor) profesionalisme para pekerja dan produktifitasnya akan meningkat, yang berdampak dalam pertumbuhan ekonomi. Sedangkan David Ricardo dan Malthus beropini bahwa dengan semakin bertambahnya penduduk maka pada jangka panjang ekonomi akan terjerembab ke pada resesi ekonomi, dikarenakan pertumbuhan penduduk melampui pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, maka sinkron dengan pendapatnya pembangunan ekonomi akan balik ke level minimal (kemiskinan), serta Ricardo menambahkan bahwa tingginya produktifitas yg ditimbulkan sang penggunaan tehnologi maju berdampak pada resesi ekonomi, akan namun tidak murni disebabkan sang alih tehnologi maju. 

b. Madzhab Ekonomi Keynesianisme
Madzhab Keynesianisme ini sangat membantah mengenai teori-teori ekonomi Smith sebagaimana saya jelaskan pada atas, serta pemikiran Keyn terfokus dalam upaya pemberian solusi problematika ekonomi klasik menggunakan teori-teori: kerja, pemberdayaan, system bunga dan moneter. Dan revolusi Keyn ini pulang berupaya buat menerapkan kebijakan-kebijakannya pada menaruh solusi problematika melemahnya permintaan makro secara empiris dan tetap focus dalam pentingnya intervensi pemerintah secara pribadi melalui kebijakan-kebijakan financial. Yaitu dengan menerapkan kebijakan-kebijakan investasi publik menggunakan menutup mata tentang pentingnya kebutuhan investasi dalam era kini . Dengan demikian Pemikiran Keyn merupakan atithesa pemikiran Smith serta Mark.

Pada tahun 1936 menjadi tahun lahirnya Madzhab Keynesianisme, yang mengfokuskan pemikirannya pada analisa ekonomi jangka pendek. Yang mana global mengalami depresi ekonomi secara besar -besaran dan pengangguran pun merajalela. Dalam general theorinya Keyn berpendapat bahwa krisis ekonomi yang terjadi pada Amerika Serikat serta negara-negara barat itu ditimbulkan sang kurangnya investasi berdasarkan para investor secara umum. Oleh karena itu, buat memberikan solusi atas krisis ini, negara harus melakukan hegemoni di dalamnya. 

Dalam perkembangan theorinya, Theori Keyn mengakui teori pertumbuhan ekonomi pada masa ini yang mengfokuskan diri dalam phisical capital formulation serta human capital/human invesment. Dampak dari teori Keyn ini dalam perkembangannya melahirkan teori pertumbuhan yg dianalisis sang Harrod (1948) serta Domar (1946) yang mengfokuskan analisanya dalam permintaan makro secara empiris pada mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Menurut pendapat keduanya bahwa pertumbuhan ekonomi itu ditentukan sang 2 unsure: Investasi serta Capital Output Rasio. 

Menurut teori ini rakyat diharuskan mempunyai tabungan deposito menjadi sumber investasi. Dan menurut salah satu penelitian berkata bahwa setiap tabungan deposito dan investasi bertambah maka berdampak dalam pertumbuhan ekonomi. Dan begitu kebalikannya, setiap rendahnya capital output rasio akan berdampak pada lemahnya pertumbuhan ekonomi. 

Menurut pemikiran Hanson, yang sangat memperhatikan bahaya tekanan inflasi –khususnya inflasi harga- terhadap kemajuan-kemajuan yang diraih negara-negara maju, yg akan berdampak dalam resesi produksi pada jangka panjang (secular stagnation), karena nir bersesuaian antara harga-harga asal daya produksi –selanjutnya harga-harga barang produksi- dengan tingginya produktifitas yang berimbas pada lemahnya struktur ekonomi pada proses produksi. Sehingga mengharuskan hegemoni negara pada membatasi inflasi harga dengan cara menentukan harga secara eksklusif atau tidak eksklusif melalui kebijakan-kebijakan financial. 

c. Neo-Klasik
Madzhab ekonomi Neo-Klasik mengfokuskan pemikirannya dalam solusi peroblematika ekonomi jangka pendek. Yang menekankan pentingnya kiprah redistribusi asal daya ekonomi (Optimum allocation of existing resources) buat menambah kualitas produksi. Menurut teori ini kemajuan tehnologi mempunyai kontribusi signifikan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, serta unsure tehnologi mempunyai efek yang tinggi dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara. 

Dalam teori ini kemajuan tehnologi merupakan unsure penting yang dapat dimanfa’atkan seluruh negara pada global ini. Dalam system ekonomi terbuka, semua factor-faktor produksi akan dapat berpindah secara gampang diantara negara-negara pada dunia, serta alat-indera tehnologi ini akan dapat dimanfa’atkan secara lebih leluasa oleh negara-negara yg membutuhkannya. Dan oleh karena itu, akan terjadi convergent pertumbuhan ekonomi di semua negara di dunia, hal itu berarti: kesenjangan ekonomi antar negara akan menipis. 

Dalam perkembangan teori pertumbuhan ekonomi ini, pemikiran yang menjelaskan peranan perdagangan sebagai factor krusial selain factor energi kerja, modal financial dan tehnologi. System dagang/perdagangan diakui menjadi factor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara manapun. Seperti yg dikatakan tokoh ekonomi Neo-Klasik Nurkse (1953) yang menyebutkan bahwa perdagangan adalah penggerak pertumbuhan ekonomi pada abad ke –19, bagi negara-negara maju misalnya USA, Canada dan Australia. Dalil realitas yg menguatkan perkiraan tadi adalah terwujudnya kemajuan ekonomi negara-negara industri baru, yang mana negara-negara ini sangat miskin akan sumber daya alam (SDA), misalnya: Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura, pertumbuhan ekonomi negara-negara ini didorong sang tingginya aktivitas perdagangan internasional.

Sebagai konklusi bahwa system ekonomi liberalisme merupakan deretan menurut madzhab ekonomi klasik, keynisan serta neo-klasik yang menelurkan kebijakan-kebijakan ekonomi berupa liberalisasi pasar, kebijakan pro-pasar, individualisme, kebijakan pro-bunga (system ribawi), pertumbuhan penduduk menjadi penghambat ekonomi, liberalisasi keuangan, spesialisasi bidang menuju profesionalisme tenaga kerja, system redistribusi ekonomi yang berbentuk subsidi harga dan produk sebagai bentuk kebijakan buat kesejahteraan rakyat, penggunaan tehnologi maju, teori pertumbuhan ekonomi, hegemoni negara dalam pasar menjadi pembuat hokum. Dan menjadi pengaruh menurut pemberlakuan system liberalisasi ekonomi terbangunnya system kesenjangan ekonomi masyarakat yg sangat lebar, system korupsi, system monopoli serta keserakahan yg berakhir pada krisis ekonomi, pengangguran merajalela serta berujung dalam sunami social.

B. Neo-Liberalisme
Neo-Liberalisme adalah bentuk baru menurut madzhab ekonomi pasar liberal. Yang mana system ini sebagai sebuah upaya buat mengoreksi kelemahan yang masih ada pada liberalisme. Sebagaimana diketahui, pada paham ekonomi pasar liberal yang telah aku jelaskan di atas, pasar diyakini mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Karena pasar dapat mengurus dirinya sendiri, maka campur tangan negara pada mengurus perekonomian tidak diharapkan sama sekali. Namun selesainya perekonomian global terjerumus ke pada depresi besar pada tahun 1929, kepercayaan terhadap paham ekonomi pasar liberal merosot secara drastis. Pasar ternyata tidak hanya tidak bisa mengurus dirinya sendiri, tetapi bisa menjadi asal malapetaka bagi humanisme. 

Menyadari kelemahan ekonomi pasar liberal tersebut, dalam September 1932, sejumlah ekonom Jerman yang dimotori oleh Rustow serta Eucken mengusulkan dilakukannya perbaikan terhadap paham ekonomi pasar, yaitu dengan memperkuat peranan negara menjadi produsen peraturan. Dalam perkembangannya, gagasan Rostow serta Eucken diboyong ke Chicago serta dikembangkan lebih lanjut sang Ropke dan Simon. 

Sudah menjadi maklum bahwa buat mengegolkan system ekonomi neo-liberal, maka dibutuhkan pengemasan paket kebijakan ini pada bentuk paket kebijakan ekonomi ordoliberalisme, inti kebijakan ekonomi pasar neoliberal merupakan menjadi berikut: 
(1) tujuan primer ekonomi neoliberal merupakan pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna pada pasar;
(2) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui dan 
(3) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan sang negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961). 

Tetapi dalam konferensi moneter dan keuangan internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Bretton Woods, Amerika Serikat (AS) pada 1944, yang diselenggarakan buat mencari solusi terhadap kerentanan perekonomian dunia, konsep yang ditawarkan sang para ekonom neoliberal tadi tersisih sang konsep negara kesejahteraan yang digagas sang John Maynard Keynes, yg selanjutnya disebut madzhab ekonomi Keynisianisme.

Sebagaimana diketahui, pada konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan negara pada perekonomian tidak dibatasi hanya menjadi produsen peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi juga kewenangan buat melakukan hegemoni fiskal serta moneter, khususnya buat menggerakkan sektor riil, membentuk lapangan kerja dan menjamin stabilitas moneter. Terkait menggunakan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan dengan tegas berkata: ”Selama terdapat pengangguran, selama itu juga campur tangan negara dalam perekonomian tetap dibenarkan.”.

Akan namun madzhab keynesianisme nir bertahan usang. Pada awal 1970-an, menyusul terpilihnya Reagen menjadi presiden AS dan Tatcher menjadi Perdana Menteri Inggris, neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum buat diterapkan secara luas. Di Amerika hal itu ditandai dengan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara besar -besaran, sedang di Inggris ditandai menggunakan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal.

Maka dalam tahun 1980-an, madzhab ekonomi Neo-Leberalisme menemukan momentumnya dengan mengaplikasikannya pada negara-negara sedang berkembang. Menyusul terjadinya krisis moneter secara luas di negara-negara Amerika Latin. Departemen Keuangan AS bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yg dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket kebijakan Konsensus Washington yg sebagai pilihan menu dasar acara penyesuaian struktural IMF tersebut merupakan menjadi berikut: 
(1) aplikasi kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusan subsidi; 
(2) liberalisasi sektor keuangan; 
(3) liberalisasi perdagangan; serta 
(4) aplikasi privatisasi BUMN.

Bila kita melihat perputaran aktivitas ekonomi di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter dalam 1997/1998 lalu. Secara naratif hal itu dapat disimak pada berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah beserta IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan pribadi IMF dalam 2006 lalu, pelaksanaan agenda-rencana tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan USAID. Walaupun berdasarkan ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan penerapan system ekonomi neo-liberal yg purely sangat sulit ditemukan, semuanya serba dibatasi UU oleh negara serta negara jua sangat melindungi masyarakat dengan menerapkan kebijakan yg membantu warga miskin. Terutama pada era Presiden SBY acara ekonomi kerakyatan telah mulai digulirkan yg dikenal menggunakan kata triple track strategy; pro-job, pro poor serta pro-growth, yang dijabarkan dalam bentuk 3 acara; KUR, PNPM, BLT. Akan tetapi secara makro acara neo-libralisme masih kental dilakukan sang pemerintah walaupun secara bertahap masuk pada ekonomi yang pro-rakyat lewat acara-programnya. Intinya mesin neo-liberalisme masih berputar dalam system perputaran ekonomi Indonesia yang dikomparasikan dengan program pro-warga .

Comments