PERBEDAAN TUMBUH DAN BERKEMBANG PENJELASAN ARTI KATA DALAM BAHASA INDONESIA

Penjelasan Lengkap tentang Arti Kata Tumbuh serta Berkembang bersama Contohnya caraflexi.blogspot.com - Sering kita dengar kata tumbuh dan berkembang yang dipakai dalam satu kalimat. Misalnya: Usahanya sudah tumbuh dan berkembang menggunakan pesat. 

Sebenarnya apa disparitas antara arti kata tumbuh dan arti istilah berkembang. Keduanya  (kata tumbuh dan berkembang) mempunyai makna yang seakan-akan sama. Akan namun sebenarnya sangat tidak selaras bila dianalisis makna istilah secara mendalam.
Pertama, kita bahas perbedaan antara istilah tumbuh dan berkembang secara morfologis. Kata tumbuh tidak mendapat afiks (imbuhan) sementara istilah berkembang berasal berdasarkan kata dasar kembang. 

Penjelasan istilah kembang sudah terdapat pada postingan sebelumnya yg membandingkan antara kata bunga dan kembang yang berjudul: Perbedaan Bunga dan Kembang.
Kali ini perlu kita jelaskan dulu arti istilah tumbuh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yg diterbitkan oleh pusat bahasa, istilah tumbuh memiliki tiga penerangan arti. Dari ketiga arti istilah tumbuh tersebut, arti yang ke 2 berkaitan erat dengan istilah berkembang. Berikut arti lengkapnya.

Tumbuh

1. muncul (hidup) serta bertambah akbar atau paripurna (mengenai benih flora; bagian tubuh misalnya rambut, gigi, mengenai penyakit kulit misalnya bisul, jerawat):
2 sedang berkembang (menjadi akbar, paripurna, serta sebagainya):
3 muncul; terbit; terjadi (sesuatu):
Dari ketiga arti pada atas, yg dimaksud menggunakan tumbuh adalah yang awalnya mini menjadi akbar, yang awalnya pendek sebagai tinggi, yang awalnya sempit sebagai lebar.
Seperti yg sudah dijelaskan pada awal, kata tumbuh berkaitan erat menggunakan istilah berkembang. Tumbuh pada pada dasarnya, yang awalnya nir terdapat sebagai ada.
Jika dibandingkan dengan berkembang, tumbuh mengandung makna yg awalnya nir terdapat sebagai terdapat, atau berubah wujud.
Misalnya, dalam kalimat:
Biji yang ditanam telah tumbuh menjadi bibit.

Dalam model kalimat di atas, istilah tumbuh jelas dipakai buat memperlihatkan hal yang berubah wujud. Yang awalnya berupa benih, sudah berubah menjadi bibit. Benih awalnya adalah biji-bijian, ad interim ketika mengalami proses tumbuh, berubah sebagai tanaman kecil yang dianggap bibit.
Sementara, istilah berkembang identik dengan bertambah. Misalnya, penggunaan istilah berkembang dalam bidang ilmu hayati.
Contoh Kalimat:
Ayam kampung bisa berkembang biak dengan alamiah.

Arti kata berkembang biak di atas menunjukkan makna bertambah. Yang awalnya hanya induknya saja bertambah dengan anak-anak ayam.
Dari penjelasan pada atas, jelas telah perbedaan antara tumbuh dan berkembang. Jika tumbuh identik dengan berubah menjadi dan semakin akbar. Sementara bila berkembang lebih identik dengan bertambah poly.

Semoga penerangan sederhana mengenai arti istilah tumbuh dan istilah kembang ini sanggup bermanfaat. Juga semakin mengasihi bahasa Indonesia yg sangat kaya. Salam!

PENGERTIAN BANGSA MENURUT PARA AHLI

Pengertian Bangsa Menurut Para Ahli 
Ada beberapa pengertian tentang bangsa (nasion/nation) dan kebangsaan yang berkembang. Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah: bukan suatu ras, bukan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama, bukan jua dibatasi oleh batas-batas geografis atau batas alamiah. Nasion (bangsa) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yg dapat tercipta sang perasaan pengorbanan yg telah lampau dan bersedia dibuat di masa yg akan datang. Nasion memiliki masa lampau namun berlanjut masa kini pada suatu realita yg jelas melalui kesepakatan dan harapan buat hayati bersama (le desire d’entre ensemble). Nasion nir terkait sang negara, karena negara dari hukum. Menurutnya, wilayah serta ras bukan penyebab timbulnya bangsa. Bagi rakyat negara yg dikuasai ras lain (negara jajahan), para pemimpin konvoi/kemerdekaan mengobarkan semangat nasionalisme dari teori Renan. Oleh karenanya nir mengherankan bahwa dalam negara nasional baru (dikenal jua sebagai negara global ketiga) jiwa nasionalisme tumbuh misalnya teori menurut Ernest Renan. 

Sedangkan Hans Kohn (Kaelan, 2002: 213): bangsa terbentuk persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara serta kewarganegaraan. Teori Kohn ini nampaknya dari perkembangan pengertian bangsa (nasion) di Eropa Daratan (kontinental). Bangsa (nasion) di Eropa kontinental bangkit karena revolusi leksikografi, bahwa bahasa milik pribadi-langsung kelompok khas (Anderson, 2001: 126). Eropa (kontinental) dikuasai oleh dinasti Habsburg pada sebahagian Eropa Tengah dan Timur, dinasti Romanov di Eropa Timur, Rusia serta Asia Barat sampai Siberia dan dinasti Usmaniah (Ottoman) di Balkan, Jazirah Arab serta Afrika Utara, sedangkan Eropa Barat dikuasai ex dinasti Bourbon. Bangsawan (penguasa) lokal diharuskan bisa berbahasa Latin sebagai bahasa resmi pada pada daerah dinasti maupun sebagai lingua franca antara para bangsawan (dinasti serta lokal) dan kaum intelek. Persoalan muncul, bahwa yg sanggup menguasai bahasa resmi hanya sedikit. Ini mengakibatkan percetakan nir bisa menerbitkan secara luas karya tulis para intelektual serta menyebabkan kerugian. Sebagai tindak lanjutnya penerbitan lebih banyak memakai bahasa lokal agar warga yang mampu baca tulis lebih poly. Faham egaliterisme pada kalangan masyarakat menumbuhkan nasionalisme dari budaya lokal. Rupanya faktor inilah mengakibatkan Hans Kohn membuat definisi seperti ini. 

Definisi bangsa dari paham bangsa Indonesia tertuang berdasarkan isi Sumpah Pemuda. Menurut Dr. Kaelan, MS. (2002: 213) adanya unsur rakyat yg menciptakan bangsa yaitu: banyak sekali suku, istiadat norma, kebudayaan, agama serta berdiam di suatu daerah yg terdiri atas beribu-ribu pulau. Selanjutnya bangsa juga mempunyai kepentingan yg sama dengan individu, famili juga masyarakat yaitu tetap eksis serta sejahtera. Salah satu persoalan yang ada dari bangsa adalah ancaman disintegrasi, serta yg menjadi penyebab utama biasanya perbedaan persepsi pada upaya rakyat yang ingin “merekatkan diri lebih ke dalam”, yaitu ingin mempertahankan pola. Oleh karenanya dalam bangsa yg baru merdeka atau berdiri diupayakan mempunyai alat perekat yg dari berdasarkan budaya warga . Pada perkembangannya alat perekat ini, dikenal sebagai ideologi yang hendaknya dipahami sang bangsa itu sendiri. 

Sejarah Berdirinya Bangsa Indonesia
Sejarah lahirnya bangsa (nasion) Indonesia cukup panjang dan ini nir tanggal menurut upaya Vereenigde Oost Indische Companie (VOC) yang dilanjutkan Pemerintah Belanda memecah belah masyarakat nusantara, melalui kebijaksanaan pemilahan penduduk. Namun reaksi rakyat nusantara malah ingin manunggal serta berkelompok atas dasar kecenderungan: tempat tinggal, daerah dari serta agama. Inilah embrio semangat persatuan dalam prulisme terbentuk. 

Gerakan Etika Politik pada Eropa dilaksanakan pula di nusantara dengan maksud ingin membalas jasa masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan gampang diatur sang Belanda. Ternyata gerakan ini disambut baik sang kaum konvoi serta dibantu sang para penguasa lokal. Para pemimpin pergerakan melakukan upaya pendidikan serta mendirikan sekolah-sekolah buat kaum pribumi. Boedi Oetomo merupakan organisasi masyarakat pribumi pertama melakukan pendidikan untuk kaum pribumi. Kaum pribumi menjadi haus bacaan dan ilmu pengetahuan. Sastra Barat mulai diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Melayu serta Jawa yang akhirnya membangkitkan semangat egaliter. Dari semangat egaliter membangkitkan kesadaran berbangsa dan berpolitik, yg selanjutnya mejadi gerakan politik sebagai akibatnya lahirnya bangsa Indonesia. Oleh karena itu Ben Anderson beropini bahwa nation state merupakan komunitas terbayang yg menyatu. 

Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme mengandung arti faham buat mencintai bangsa serta negara sendiri (Indonesia). Nasionalisme adalah gerakan sentimen mencintai bangsa namun hendaknya pada koridor universal. Dengan semangat nasionalisme yg tinggi akan terbangun kekuatan serta kontinuitas sentimen mengasihi bangsa dalam bentuk bukti diri nasional.

Faham nasionalisme terbangun melalui beberapa konsep antara lain: (1) konsep theologi yang identik menggunakan fitrah manusia buat manunggal membangun warga serta membangsa; (dua) konsep politik yang terbangun melalui hakikat budaya politik bangsa; (3) konsep budaya yang permanen menghormati tumbuh dan berkembangnya semangat semangat multikultur. Namun kini faham nasionalisme lebih menekankan pada aspek politik.

Nasionalisme Indonesia bertitik tolak berdasarkan semangat sumpah pemuda yang dalam dasarnya perubahan semangat kesukuan ke semangat kebangsaan (dikenal menjadi “berdasarkan ke-kami-an menjadi ke-kita-an”). Adapun beberapa ciri spesial nasionalisme Indonesia adalah: (1) Bhineka Tunggal Ika; (dua) Etis (paham etika Pancasila); (3) Universalitik; (4) Terbuka kultural; serta (lima) Percaya diri. 

Pertumbuhan Nasionalisme Indonesia telah mengalami perubahan seiring menggunakan perubahan rezim. Masa Orde Lama semangat persatuan mulai menguap dan identitas nasional (sebagai galat satu bentuk nasionalisme) terdistorsi sebagai identitasnya Bung Karno menjadi Pemimpin Besar Revolusi (PBR). Sedangkan jaman Orde Baru spirit kebangsaan ditumbuhkembangkan buat mengatasi keterpurukan ekonomi warisan orde usang. Tetapi ujung-ujungnya Pancasila secara manipuklatif “diritualisasikan” buat mengamankan proses kolusi, korupsi serta nepotisme serta “kroniisme”. Identitas nasional terdistorsi sebagai bukti diri nasionalnya presiden sebagai penguasa tunggal.

Negara dan Bangsa
Negara dari Logemann adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan menggunakan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan suatu rakyat. Lebih jauh menurut Max Weber negara merupakan struktur politik yang diatur sang hukum, yang mencakup suatu komuniti manusia yang hayati pada suatu daerah eksklusif dan meng-anggap wilayah yang bersangkutan menjadi milik mereka buat tempat tinggal dan penghidupan mereka (Naning, 1983: 3 – 4). Ada pengadaan dan pemeliharan rapikan keter-anggaran (hukum) bagi kehidupan mereka. Ada monopoli kepemilikan serta penggunaan kekuatan fisik secara sah (legitimasi). Dengan demikian Negara adalah indera masyarakat buat mengatur interaksi insan menggunakan insan serta manusia menggunakan Negara. Adanya legitimasi pada Negara, organisasi ini bisa memaksa kekuasaannya secara sah terhadap semua kolektiva dalam warga . Ada 3 sifat yang merupakan kedaulatan. Pertama sifat memaksa, yaitu negara mempunyai kekuasaan untuk meng-gunakan kekerasan fisik secara sah (legal) agar dapat tertib dan aman. Kedua sifat monopoli, yaitu negara berhak serta kuasa tunggal dalam memutuskan tujuan bersama menurut masyarakat/bangsa. Ketiga sifat meliputi seluruh, yaitu semua peraturan perundang-undangan mengenai seluruh orang, baik rakyat negara maupun bukan warganegara.

Menurut Konvensi Montevideo dibutuhkan 3(3) syarat yg bersifat konstitutif. Pertama sine qua non daerah, yaitu suatu daerah yang sudah dinyatakan sebagai milik bangsa tersebut, dan batas-batas wilayah dipengaruhi oleh perjanjian internasional. Kedua sine qua non rakyat, yaitu orang yang mendiami di wilayah tersebut dan bisa terdiri menurut atas berbagai golongan/kolektiva sosial; yang wajib patuh dalam hukum dan Pemerintah yg sah. Ketiga harus ada Pemerintah, yaitu suatu organisasi yg berhak mengatur serta berwewenang merumuskan dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yg mengikat warganya. Lebih lanjut dari Prof DR Sri Soemantri, SH (Diknas, 2001: 50) bisa juga ditambahkan ada pengakuan kedaulatan dari negara lain. Kedaulatan merupakan unsur absolut yang sine qua non serta adalah ciri yang membedakan antara organisasi pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan/sosial. Untuk lebih bisa menghadapi versus, negara berhak menuntut kesetiaan para warganya. Demikian jua dapat ditambahkan adanya tujuan negara yang tersurat/implisit melalui konstitusi. 

Sistimatika Pembahasan
Berkenaan Buku Ajar – III yg bermuatan Pokok Bahasan Bangsa, Negara serta Lingkungan Hidup pada Indonesia, sistimatika pembahasan disusun menjadi berikut:
  1. Pendahuluan. Dengan didahului membahas latar belakang yang berlanjut menggunakan membahas Bangsa serta Negara (termasuk nasionalisme Indonesia), dan Lingkungan Hidup, dan diakhiri menggunakan Sistematika Pembahasan.
  2. Kewarganegaraan Indonesia. Membahas kasus Rakyat Indonesia (WNI), Penduduk (WNI, WNA, Stateless), hak serta kewajiban penduduk (WNI, WNA, Stateless), dan restriksi mobilitas penduduk pada suatu Negara (Imigrasi adalah bentuk kedaulatan suatu negara). 
  3. Negara Hukum dan Konstitusi. Penjelasan mengenai Negara Hukum, makna konstitusi, hak asasi manusia serta Rule of Law di Indonesia
  4. Negara dan Sistem Politik. Membahas bagaimana Pancasila menjadi dasar negara dituangkan pada penyelenggaraan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis (good governance, accountable, transparant)
  5. Wilayah menjadi Ruang Hidup. Membahas teori geopolitik Indonesia dan geostrategi Indonesia (ketahanan nasional) serta ketahanan regional (ASEAN, APEC, OPEC) dan implementasinya pada hukum kewilayahan (aturan darat, bahari, udara termasuk kasus otonomi daerahserta diakhiri dengan tata ruang. Membahas pula pasang surut interaksi antar negara.
  6. Lingkungan Hidup. Membahas masalah Lingkungan Hidup, Sumberdaya alam, serta Implementasi pada planning tata ruang daerah buat pengelolaan lingkungan hidup (Undang-Undang terkait) pada rangka pembangunan yg berkelanjutan. Membahas juga ketidaktahuan serta ketidaktaatan masyarakat, bangsa (sumber daya insan) terhadap tadi sampai mengakibatkan pencemaran serta kerusakan lingkungan.
  7. Ilmu Pengetahuan Alam serta Teknologi. Masalah upaya pengungkapan rahasia dan gejala alam semesta buat memenuhi kebutuhan insan.
Keanekaragaman Hayati dan Konservasi. Perkembangan teknologi yang pesat mengakibatkan perubahan pola pikir serta pola tindak insan. Hal ini akan berlanjut menggunakan pemanfaatan teknologi yg berdampak negatif terhadap lingkungan yang bersifat dunia. Dampak negatif eksploitasi yg berlebihan mengancam kehidupan insan. Usaha-bisnis buat mengatasi kerusakan lingkungan global telah dilaksanakan (Undang-Undang, Konvensi, Deklarasi, serta Ratifikasi).

PENGERTIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BIODIVERSITAS

Pengertian Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Pengertian (berdasarkan Society of American Foresters): Biodiversitas mengacu pada macam dan kelimpahan spesies, komposisi genetiknya, serta komunitas, ekosistem dan bentang alam pada mana mereka berada. 

Definisi yg lain menyatakan bahwa biodiversitas sebagai diversitas kehidupan pada seluruh bentuknya, dan pada seluruh level organisasi. Dalam semua bentuknya menyatakan bahwa biodiversitas mencakup flora, hewan, jamur, bakteri dam mikroorganisme yg lain. Semua level organisasi menampakan bahwa biodiversitas mengacu pada diversitas gen, speses dan ekosistem. 

Diversitas genetik meliputi variasi pada material genetik, seperti gen dan khromosom. Diversitas spesies (taksonomi) kebanyakan diintepretasikan menjadi variasi di antara dan pada pada spesies (termasuk spesies insan), meliputi variasi satuan taksonomi seperti filum, keluarga, genus dsb.

Diversitas genetik adalah titik awal dalam tahu dimensi dari info biodiversitas, namun pada level spesies dan ekosistem bidang kehutanan mempunyai impak akbar. 

Diversitas ekosistem atau bahkan dinamakan diversitas biogeografik berkaitan dengan variasi pada pada daerah (region) biogeografik, bentang alam (landscape) dan tempat asal. Kita harus menyadari bahwa biodiversitas selalu peduli menggunakan variabilitas makhluk hayati pada area atau wilayah yg spesifik. 

Belum semua aspek biodiversitas telah diberikan nama. Masih masih ada poly bentuk variasi, seperti variasi musiman, variasi non-genetik ditimbulkan oleh efek lingkungan (variasi fenotipik). Juga terdapat variasi lantaran disparitas pada antara fase kehidupan (diversitas ontogenik) dan mode kehidupan (diversitas kultural). Namun, 3 bentuk diversitas tersebut di atas boleh dikatakan adalah dimensi biodiversitas yang primer. 

Biodiversitas pula mengacu dalam macam struktur ekologi, fungsi atau proses pada seluruh level pada atas. Biodiversitas terjadi dalam skala spasial yang mulai menurut taraf lokal ke regional dan dunia.



Biodiversitas dapat jua dikelompokkan ke pada: diversitas komposisional, struktural serta fungsi Diversitas komposisional mencakup apa yang dikenal dengan diversitas spesies termasuk diversitas genetik dan ekosistem. Menjaga diversitas genetik sangat krusial bagi eksistensi diversitas spesies, sedangkan menjaga diversitas ekosistem penting buat menyediakan tempat asli yang diharapkan buat mengonservasi berbagai spesies.

Diversitas struktural berkaitan menggunakan susunan spasial unit-unit fisik. Pada level tegakan, diversitas struktural dapat dikarakterisasi menggunakan jumlah tingkatan dalam hutan, contohnya kanopi flora utama, subkanopi, semak, tumbuhan herba. Pada level bentang alam, diversitas struktural bisa diukur dengan distribusi kelas-kelas umur dalam suatu hutan atau susunan spasial menurut ekosistem yg tidak sinkron.

Diversitas fungsional adalah variasi pada proses-proses ekologi, misalnya pendauran unsur hara atau genre energi. Ini merupakan komponen yang paling sulit buat diukur serta dipahami. Perlu dipahami bahwa ketiga komponen diversitas tersebut saling berkaitan. Misalnya, perubahan pada diversitas komposisional dan struktural, mengakibatkan perubahan dalam proses-proses ekologi. 

Ahli ekologi memberdakan biodiversitas pada skala spasial pada tiga kategori: alpha, beta dan gamma . Diversitas alpha merupakan diversitas pada dalam suatu habitat. Diversitas beta adalah diversitas di antara daerah asal, sedangkan diversitas gamma adalah diversitas pada antara geografi (diversitas skala geografi). 

Diversitas genetik
Diversitas genetik terdapat dalam empat level organisasi: di antara spesies, di antara populasi, pada pada populasi serta di pada individu.

Diversitas di antara spesies telah relatif jelas, sungguhpun kita tak jarang tidak berpikir bahwa perbedaan pada antara spesies sebagai manifestasi dari diversitas genetik lantaran kita bisa membedakan spesies dengan mudah tanpa mengetahui komposisi gennya.

Diversitas genetik di antara populasi berdasarkan suatu spesies jua tak jarang sangat besar . Di dunia pertanian contohnya terdapat berbagai macam varietas (padi, jagung), meskipun ini output seleksi buatan. Di spesies pohon disparitas antara populasi dalam spesies yg sama (dikenal menggunakan kata provenans) sering besar . 

Dalam populasi kebanyakan populasi alami, disparitas genetik di antara individu sering pula akbar. Akhirnya diversitas genetik masih ada di dalam suatu individu bilamana ada dua alel buat gen yang sama (perbedaan konfigurasi DNA yg menduduki lokus yg sama pada suatu khromosom). 

Di masa lalu hanya sedikit perhatian diberikan pada diversitas genetik pada populasi alami, sungguhpun ini sangat penting bagi kelestarian berdasarkan bentuk-bentuk biologi, perkembangan diversitas spesies (evolusi) dan berfungsinya biosfer, ekosistem dan komunitas hayati. 

Bersarnya diversitas pada pada suatu spesies tergantung dalam jumlah individu, kisaran penyebaran geografinya, tingkat isolasi dari populasi serta sistem genetiknya. 

Peran krusial pula dilakukan oleh proses-proses seleksi alami dan antropogenik, serta juga faktor-faktor yg berpengaruh pada perubahan spasial dan temporal pada komposisi genetik berdasarkan spesies atau populasi. 

Diversitas genetik krusial bagi kemampuan spesies dan populasi mengikuti keadaan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta karenanya adalah persyaratan bagi kelangsungan hidupnya. 

Pada spesies yang berkembang biak secara seksual, setiap populasi lokal mengandung kombinasi gen tertentu. Jadi, suatu spesies merupakan perpaduan populasi yang tidak sama secara genetik satu sama lain. Perbedaan genetik ini diwujudkan sebagai perbedaan pada antara populasi pada sifat morfologi, fisiologi, kelakuan, dan sejarah hidup (life history). Dengan istilah lain, sifat-sifat genetik (genotipe) menghipnotis sifat-sifat yg diekspresikan (fenotipe). 

Seleksi alami pada awalnya bekerja dalam level fenotipik, memihak kepada atau tidak menguntungkan buat sifat-sifat yang diekspresikan (fenotipe). Lukang gen (gene pool) – agregat total gen pada suatu populasi pada suatu ketika, akan berubah ketika organisme menggunakan fenotipe yg kompatibel menggunakan lingkungan akan lebih mampu bertahan hayati dalam jangka lama serta akan berkembang biak lebih banyak dan meneruskan gen-gennya lebih banyak juga ke generasi berikutnya. 

Besarnya diversitas genetik dalam populasi lokal sangat bervariasi. Banyak kegiatan konservasi peduli menggunakan penjagaan diversitas genetik tanaman atau fauna. Populasi kecil yg berbiak secara aseksual dan terisolasi, sering mempunyai diversitas genetik yang kecil di antara individu, sedangkan dalam populasi akbar serta berbiak secara seksual acapkali mempunyai variasi yg akbar. Dua faktor utama yg bertanggung kepada jawab adanya variasi ini, yaitu cara bereproduksi (seksual atau aseksual) dan berukuran populasi. 

Cara reproduksi 
Pada populasi seksual, gen direkombinasi pada setiap generasi, membentuk genotipe baru. Kebanyakan keturunan spesies seksual mewarisi separuh gennya menurut induk betina dan separuhnya lagi dari induk jantan, susunan genetiknya menggunakan demikian tidak sinkron menggunakan ke 2 induknya atau menggunakan individu yg lain pada pada populasi.

Adanya mutasi yg menguntungkan, yg pada awalnya muncul dalam suatu individu dapat direkombinasi dalam kurun waktu eksklusif dalam populasi seksual. Sebaliknya, keturunan individu aseksual secara genetik identik dengan induknya. Satu-satunya sumber kombinasi gen pada populasi aseksual merupakan mutasi (perubahan dalam material genetik yang diwariskan ke keturunannya). Mutasi mungkin terjadi spontan (kekeliruan dalam replikasi material genetik) atau terjadi lantaran efek faktor eksternal (misal radiasi serta bahan kimia eksklusif). Mutasi terjadi di pada gen yang masih ada dalam molekul DNA- deoxyribonucleic acid.  
Populasi aseksual mengakumulasi variasi genetiknya hanya pada laju mutasi genya. Mutasi yg menguntungkan pada individu aseksual yang tidak sinkron tidak mungkin mengalami rekombinasi gen serta ada pada suatu individu seperti layaknya dalam populasi seksual. Kombinasi gen yg menguntungkan akan lebih akbar pada populasi seksual daripada populasi aseksual.

Ukuran populasi
Dalam jangka panjang, diversitas genetik akan lebih lestari dalam populasi besar daripada dalam populasi kecil. Melalui impak damparan genetik (genetic drift- perubahan dalam lukang gen menurut suatu populasi kecil yang berlangsung semata-mata lantaran proses kebetulan), suatu sifat genetik bisa hilang menurut populasi kecil menggunakan cepat.

Sebagai model, populasi mempunyai 2 atau lebih bentuk gen (dinamakan alel). Tergantung alel mana suatu individu mewarisi, suatu fenotipe eksklusif akan didapatkan. Bila populasi tetap berukuran mini dalam jangka waktu usang, mereka mungkin kehilangan salah satu alel menurut setiap gen lantaran proses kebetulan. Kehilangan alel terjadi lantaran eror sampling. Ketika beberapa individu kawin, mereka bertukar gen. Bayangkan awalnya separuh populasi mempunyai satu bentuk gen eksklusif, dan separuhnya populasi yg lain mempunyai bentuk gen yang lain. Karena kebetulan, dalam populasi kecil pertukaran gen dapat mengakibatkan semua individu dalam generasi berikutnya mempunyai alel yg sama. Satu-satunya cara bagi populasi ini mengadung variasi dari gen ini lagi merupakan melalui mutasi gen atau imigrasi individu menurut populasi lain. Meminimalkan kehilangan diversitas genetik pada populasi kecil merupakan dilema primer yang dihadapi dalam upaya perlindungan. 

Diversitas spesies (taksonomi)
Prokaryot : 5.500 spesies terdiri berdasarkan bakteri 
Eukaryot : 
- kerajaan flora (plantae) : lumut-lumutan (17.000 spesies), pakuan, cycad, konifer (750 spesies), ginko, tumbuhan berbunga (250.000 spesies),
- kerajaan hewan : karang (lima.000 spesies), coleonterata (9.000 spesies), echinoderm (6.100 spesies), artoprod (750.000 spesies), ikan (19.000 spesies), amfibi (4.000 spesies), reptil (6.300 spesies), burung (9.000 spesies), mamal (4.100 spesies)
- Prostista serta jamur: 47.000 spesies.

Diversitas ekosistem (biogeografik)
Diversitas spesies ditentukan nir hanya sang jumlah spesies di pada komunitas hayati, misalnya kekayaan spesies (species richness), namun pula sang kelimpahan relatif individu (relative abundance) pada komunitas.

Kelimpahan spesies adalah jumlah individu per spesies dan kelimpahan nisbi mengacu dalam kemerataan distribusi individu di antara spesies dalam suatu komunitas. 

Dua komunitas mungkin sama-sama kaya dalam spesies, tetapi tidak sama pada kelimpahan relatif. Misalnya, dua komunitas mungkin masing-masing mengandung 10 spesies serta 500 individu, tetapi dalam komunitas yang pertama seluruh spesies sama-sama generik (misal, 50 individual buat setiap spesies), ad interim dalam komunias yg kedua satu spesies secara signifikan jumlahnya lebih banyak daripada empat spesies yg lain. Maka komunitas pertama dikatakan mempunyai kelimpahan relatif yg lebih tinggi daripada komunitas kedua. 

Komponen diversitas spesies ini merespons tidak sinkron pada kondisi tempat asli yang tidak sama. Suatu wilayah yg nir mempunyai variasi tempat asli yang luas umumnya miskin spesies, namun beberapa spesies yang sanggup menduduki daerah ini mungkin berlimpah lantaran kompetisi menggunakan spesies lain buat sumberdaya akan berkurang.

Tren dalam kekayaan spesies mungkin mengindikasikan syarat masa lalu dan kini menurut suatu daerah. Kontinen antartika mempunyai sedikit spesies lantaran lingkungannya yang keras, namun pulau-pulau mini di tengah samudra miskin akan spesies karena sulit dicapai berdasarkan lokasi lain. 

Gradien dunia pula berpengaruh dalam kekayaan spesies. Gradien yang paling konkret adalah garis lintang; terdapat lebih banyak spesies pada wilayah tropis daripada di daerah temperit. Faktor-faktor ekologis berperan dalam perbedaan ini. Temperatur lebih tinggi, kepastian iklim, serta musim tumbuh yg lebih lama membangun tempat asal yang lebih aman sehingga membuat diversitas spesies yang lebih besar . Hutan hutan hujan yg paling majemuk, padang rumput tropis lebih majemuk daripada padang rumput temperit. 

Faktor lain yg berpengaruh dalam kekayaan spesies dalam suatu area adalah jarak atau barier yang memisahkan area tadi menggunakan sumber spesies. Probabilitas bahwa spesies akan mencapai suatu pulau pada samudra atau lembah terisolasi adalah mini . Binatang terutama yg nir terbang kemungkinanannya juga mini mencapai area seperti ini.

Berdasarkan pengalaman tanaman serta fauna pada suatu wilayah berbeda dengan daerah lain. Mengapa terjadi ? Mengapa spesies yg sama nir dijumpai dalam suatu daerah meskipun kondisinya cocok buat berkembang?

Kondisi genografis pada seluruh dunia yang mempunyai syarat lingkungkan yg sama sanggup membuat tipe biota yang sama. Situasi ini secara efektif memisahkan biosfer ke pada biom – komunitas ekologi yg memiliki syarat iklim dan fitur geologi yang sama yang mendukung spesies dengan taktik hidup serta adaptasi yg sama. 

Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe bioma terestrial, ini terletak dalam beberapa tempat pada bumi di mana kondisi iklim dan geologi membuat lingkungan yg seperti. Bioma hutan hujan tropis mengandung komunitas hayati yang secara umum sama, tetapi spesiesnya nir sama berdasarkan satu hutan tropis ke hutan tropis yang lain. Tetapi, setiap hutan tropis akan mengandung organisme yang secara ekologis ekuivalen, yaitu spesies tidak selaras namun mempunyai daur hayati serupa serta cara beradaptasi yang mirip pada kondisi lingkungan. 

Penyebaran hewan serta tanaman yang unik pada berbagai bioma nir dapat hanya dijelaskan melalui faktor iklim dan zonasi lintang. Peristiwa geologis misalnya damparan kontinen serta kondisi iklim masa kemudian wajib dipertimbangkan juga. 

PENGERTIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BIODIVERSITAS

Pengertian Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Pengertian (menurut Society of American Foresters): Biodiversitas mengacu dalam macam serta kelimpahan spesies, komposisi genetiknya, serta komunitas, ekosistem serta bentang alam di mana mereka berada. 

Definisi yang lain menyatakan bahwa biodiversitas menjadi diversitas kehidupan pada seluruh bentuknya, dan dalam semua level organisasi. Dalam seluruh bentuknya menyatakan bahwa biodiversitas mencakup flora, binatang, jamur, bakteri dam mikroorganisme yg lain. Semua level organisasi menampakan bahwa biodiversitas mengacu pada diversitas gen, speses serta ekosistem. 

Diversitas genetik mencakup variasi pada material genetik, misalnya gen serta khromosom. Diversitas spesies (taksonomi) kebanyakan diintepretasikan menjadi variasi di antara dan di dalam spesies (termasuk spesies manusia), mencakup variasi satuan taksonomi misalnya filum, famili, genus dsb.

Diversitas genetik merupakan titik awal dalam memahami dimensi dari isu biodiversitas, namun pada level spesies serta ekosistem bidang kehutanan mempunyai impak akbar. 

Diversitas ekosistem atau bahkan dinamakan diversitas biogeografik berkaitan menggunakan variasi di pada wilayah (region) biogeografik, bentang alam (landscape) serta tempat asal. Kita harus menyadari bahwa biodiversitas selalu peduli dengan variabilitas makhluk hayati pada area atau wilayah yg spesifik. 

Belum semua aspek biodiversitas telah diberikan nama. Masih terdapat banyak bentuk variasi, seperti variasi musiman, variasi non-genetik ditimbulkan oleh efek lingkungan (variasi fenotipik). Juga terdapat variasi lantaran disparitas pada antara fase kehidupan (diversitas ontogenik) serta mode kehidupan (diversitas kultural). Namun, 3 bentuk diversitas tadi pada atas boleh dikatakan merupakan dimensi biodiversitas yang primer. 

Biodiversitas juga mengacu pada macam struktur ekologi, fungsi atau proses dalam seluruh level di atas. Biodiversitas terjadi dalam skala spasial yg mulai berdasarkan taraf lokal ke regional dan global.



Biodiversitas bisa pula dikelompokkan ke pada: diversitas komposisional, struktural dan fungsi Diversitas komposisional mencakup apa yang dikenal menggunakan diversitas spesies termasuk diversitas genetik serta ekosistem. Menjaga diversitas genetik sangat krusial bagi keberadaan diversitas spesies, sedangkan menjaga diversitas ekosistem krusial buat menyediakan habitat yg diperlukan buat mengonservasi berbagai spesies.

Diversitas struktural berkaitan menggunakan susunan spasial unit-unit fisik. Pada level tegakan, diversitas struktural dapat dikarakterisasi dengan jumlah tingkatan dalam hutan, contohnya kanopi tumbuhan primer, subkanopi, semak, tumbuhan herba. Pada level bentang alam, diversitas struktural dapat diukur dengan distribusi kelas-kelas umur pada suatu hutan atau susunan spasial menurut ekosistem yg berbeda.

Diversitas fungsional merupakan variasi pada proses-proses ekologi, misalnya pendauran unsur hara atau aliran energi. Ini merupakan komponen yang paling sulit buat diukur serta dipahami. Perlu dipahami bahwa ketiga komponen diversitas tadi saling berkaitan. Misalnya, perubahan dalam diversitas komposisional dan struktural, mengakibatkan perubahan dalam proses-proses ekologi. 

Ahli ekologi memberdakan biodiversitas dalam skala spasial pada tiga kategori: alpha, beta serta gamma . Diversitas alpha merupakan diversitas di pada suatu tempat asli. Diversitas beta adalah diversitas di antara habitat, sedangkan diversitas gamma merupakan diversitas pada antara geografi (diversitas skala geografi). 

Diversitas genetik
Diversitas genetik masih ada dalam empat level organisasi: pada antara spesies, di antara populasi, di pada populasi dan pada pada individu.

Diversitas pada antara spesies telah relatif jelas, sungguhpun kita seringkali tidak berpikir bahwa perbedaan pada antara spesies menjadi manifestasi berdasarkan diversitas genetik lantaran kita dapat membedakan spesies menggunakan gampang tanpa mengetahui komposisi gennya.

Diversitas genetik pada antara populasi menurut suatu spesies jua seringkali sangat besar . Di dunia pertanian contohnya terdapat berbagai macam varietas (padi, jagung), meskipun ini hasil seleksi protesis. Di spesies pohon perbedaan antara populasi pada spesies yang sama (dikenal dengan istilah provenans) acapkali akbar. 

Dalam populasi kebanyakan populasi alami, perbedaan genetik pada antara individu sering juga besar . Akhirnya diversitas genetik masih ada di pada suatu individu bilamana terdapat dua alel untuk gen yang sama (disparitas konfigurasi DNA yg menduduki lokus yg sama dalam suatu khromosom). 

Di masa lalu hanya sedikit perhatian diberikan dalam diversitas genetik dalam populasi alami, sungguhpun ini sangat krusial bagi kelestarian menurut bentuk-bentuk hayati, perkembangan diversitas spesies (evolusi) dan berfungsinya biosfer, ekosistem serta komunitas biologi. 

Bersarnya diversitas pada pada suatu spesies tergantung pada jumlah individu, kisaran penyebaran geografinya, tingkat isolasi menurut populasi dan sistem genetiknya. 

Peran penting pula dilakukan sang proses-proses seleksi alami dan antropogenik, serta pula faktor-faktor yg berpengaruh pada perubahan spasial serta temporal pada komposisi genetik berdasarkan spesies atau populasi. 

Diversitas genetik penting bagi kemampuan spesies serta populasi menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan dan karenanya adalah persyaratan bagi kelangsungan hidupnya. 

Pada spesies yang berkembang biak secara seksual, setiap populasi lokal mengandung kombinasi gen tertentu. Jadi, suatu spesies adalah perpaduan populasi yg tidak sama secara genetik satu sama lain. Perbedaan genetik ini diwujudkan sebagai perbedaan pada antara populasi pada sifat morfologi, fisiologi, kelakuan, serta sejarah hayati (life history). Dengan istilah lain, sifat-sifat genetik (genotipe) mempengaruhi sifat-sifat yg diekspresikan (fenotipe). 

Seleksi alami pada awalnya bekerja pada level fenotipik, memihak pada atau nir menguntungkan buat sifat-sifat yang diekspresikan (fenotipe). Lukang gen (gene pool) – agregat total gen pada suatu populasi dalam suatu waktu, akan berubah waktu organisme menggunakan fenotipe yg kompatibel dengan lingkungan akan lebih bisa bertahan hayati pada jangka lama dan akan berkembang biak lebih poly serta meneruskan gen-gennya lebih banyak juga ke generasi berikutnya. 

Besarnya diversitas genetik dalam populasi lokal sangat bervariasi. Banyak kegiatan konservasi peduli dengan penjagaan diversitas genetik flora atau fauna. Populasi kecil yang berbiak secara aseksual serta terisolasi, seringkali mempunyai diversitas genetik yg mini di antara individu, sedangkan dalam populasi besar dan berbiak secara seksual sering mempunyai variasi yang akbar. Dua faktor primer yang bertanggung pada jawab adanya variasi ini, yaitu cara bereproduksi (seksual atau aseksual) serta berukuran populasi. 

Cara reproduksi 
Pada populasi seksual, gen direkombinasi pada setiap generasi, menghasilkan genotipe baru. Kebanyakan keturunan spesies seksual mewarisi separuh gennya menurut induk betina dan separuhnya lagi berdasarkan induk jantan, susunan genetiknya menggunakan demikian tidak sama dengan kedua induknya atau dengan individu yg lain di dalam populasi.

Adanya mutasi yang menguntungkan, yg dalam awalnya ada pada suatu individu bisa direkombinasi dalam kurun waktu eksklusif pada populasi seksual. Sebaliknya, keturunan individu aseksual secara genetik identik dengan induknya. Satu-satunya sumber kombinasi gen pada populasi aseksual adalah mutasi (perubahan dalam material genetik yg diwariskan ke keturunannya). Mutasi mungkin terjadi spontan (kekeliruan pada replikasi material genetik) atau terjadi karena imbas faktor eksternal (misal radiasi serta bahan kimia tertentu). Mutasi terjadi pada dalam gen yg terdapat pada molekul DNA- deoxyribonucleic acid.  
Populasi aseksual mengakumulasi variasi genetiknya hanya pada laju mutasi genya. Mutasi yang menguntungkan dalam individu aseksual yang tidak sinkron tidak mungkin mengalami rekombinasi gen serta timbul pada suatu individu misalnya layaknya pada populasi seksual. Kombinasi gen yang menguntungkan akan lebih besar pada populasi seksual daripada populasi aseksual.

Ukuran populasi
Dalam jangka panjang, diversitas genetik akan lebih lestari pada populasi akbar daripada pada populasi kecil. Melalui dampak damparan genetik (genetic drift- perubahan dalam lukang gen menurut suatu populasi kecil yang berlangsung semata-mata karena proses kebetulan), suatu sifat genetik dapat hilang dari populasi mini menggunakan cepat.

Sebagai model, populasi memiliki 2 atau lebih bentuk gen (dinamakan alel). Tergantung alel mana suatu individu mewarisi, suatu fenotipe eksklusif akan didapatkan. Bila populasi permanen berukuran kecil dalam jangka ketika usang, mereka mungkin kehilangan galat satu alel dari setiap gen lantaran proses kebetulan. Kehilangan alel terjadi lantaran eror sampling. Ketika beberapa individu kawin, mereka bertukar gen. Bayangkan awalnya separuh populasi memiliki satu bentuk gen tertentu, dan separuhnya populasi yang lain memiliki bentuk gen yg lain. Lantaran kebetulan, pada populasi kecil pertukaran gen bisa menyebabkan semua individu pada generasi berikutnya memiliki alel yang sama. Satu-satunya cara bagi populasi ini mengadung variasi menurut gen ini lagi adalah melalui mutasi gen atau imigrasi individu berdasarkan populasi lain. Meminimalkan kehilangan diversitas genetik dalam populasi kecil merupakan dilema primer yang dihadapi dalam upaya perlindungan. 

Diversitas spesies (taksonomi)
Prokaryot : lima.500 spesies terdiri menurut bakteri 
Eukaryot : 
- kerajaan tumbuhan (plantae) : lumut-lumutan (17.000 spesies), pakuan, cycad, konifer (750 spesies), ginko, flora berbunga (250.000 spesies),
- kerajaan fauna : karang (lima.000 spesies), coleonterata (9.000 spesies), echinoderm (6.100 spesies), artoprod (750.000 spesies), ikan (19.000 spesies), amfibi (4.000 spesies), reptil (6.300 spesies), burung (9.000 spesies), mamal (4.100 spesies)
- Prostista dan jamur: 47.000 spesies.

Diversitas ekosistem (biogeografik)
Diversitas spesies ditentukan nir hanya sang jumlah spesies di pada komunitas biologi, contohnya kekayaan spesies (species richness), namun juga sang kelimpahan relatif individu (relative abundance) pada komunitas.

Kelimpahan spesies adalah jumlah individu per spesies serta kelimpahan relatif mengacu dalam kemerataan distribusi individu pada antara spesies dalam suatu komunitas. 

Dua komunitas mungkin sama-sama kaya pada spesies, tetapi tidak sama pada kelimpahan nisbi. Misalnya, dua komunitas mungkin masing-masing mengandung 10 spesies dan 500 individu, namun dalam komunitas yang pertama seluruh spesies sama-sama umum (misal, 50 individual buat setiap spesies), sementara dalam komunias yg ke 2 satu spesies secara signifikan jumlahnya lebih poly daripada empat spesies yg lain. Maka komunitas pertama dikatakan mempunyai kelimpahan nisbi yang lebih tinggi daripada komunitas kedua. 

Komponen diversitas spesies ini merespons berbeda dalam kondisi tempat asal yang tidak selaras. Suatu wilayah yg tidak mempunyai variasi tempat asli yang luas umumnya miskin spesies, tetapi beberapa spesies yg mampu menduduki wilayah ini mungkin berlimpah karena kompetisi dengan spesies lain untuk sumberdaya akan berkurang.

Tren pada kekayaan spesies mungkin mengindikasikan kondisi masa lalu serta kini dari suatu daerah. Kontinen antartika memiliki sedikit spesies karena lingkungannya yg keras, tetapi pulau-pulau mini pada tengah samudra miskin akan spesies lantaran sulit dicapai menurut lokasi lain. 

Gradien global juga berpengaruh pada kekayaan spesies. Gradien yang paling konkret merupakan garis lintang; terdapat lebih banyak spesies pada daerah tropis daripada pada wilayah temperit. Faktor-faktor ekologis berperan dalam perbedaan ini. Temperatur lebih tinggi, kepastian iklim, dan demam isu tumbuh yg lebih usang menciptakan daerah asal yang lebih aman sebagai akibatnya membuat diversitas spesies yg lebih besar . Hutan hutan hujan yang paling beragam, padang rumput tropis lebih beragam daripada padang rumput temperit. 

Faktor lain yg berpengaruh dalam kekayaan spesies dalam suatu area adalah jeda atau barier yang memisahkan area tersebut menggunakan sumber spesies. Probabilitas bahwa spesies akan mencapai suatu pulau pada samudra atau lembah terisolasi merupakan kecil. Binatang terutama yg tidak terbang kemungkinanannya jua kecil mencapai area seperti ini.

Berdasarkan pengalaman tumbuhan dan fauna pada suatu wilayah tidak sama dengan daerah lain. Mengapa terjadi ? Mengapa spesies yg sama nir dijumpai dalam suatu wilayah meskipun kondisinya cocok buat berkembang?

Kondisi genografis di seluruh dunia yg memiliki kondisi lingkungkan yang sama sanggup membuat tipe biota yg sama. Situasi ini secara efektif memisahkan biosfer ke dalam biom – komunitas ekologi yang mempunyai syarat iklim serta fitur geologi yg sama yg mendukung spesies dengan taktik hidup dan adaptasi yg sama. 

Hutan hujan tropis adalah galat satu tipe bioma terestrial, ini terletak pada beberapa tempat pada bumi di mana syarat iklim dan geologi menghasilkan lingkungan yg mirip. Bioma hutan hujan tropis mengandung komunitas hayati yg secara generik sama, tetapi spesiesnya nir sama dari satu hutan tropis ke hutan tropis yang lain. Namun, setiap hutan tropis akan mengandung organisme yang secara ekologis ekuivalen, yaitu spesies tidak sinkron tetapi memiliki daur hayati serupa serta cara mengikuti keadaan yg seperti dalam syarat lingkungan. 

Penyebaran hewan dan tumbuhan yg unik pada aneka macam bioma tidak dapat hanya dijelaskan melalui faktor iklim serta zonasi lintang. Peristiwa geologis misalnya damparan kontinen dan syarat iklim masa lalu wajib dipertimbangkan jua. 

SEJARAH LAHIRNYA SOSIOLOGI

Sejarah Lahirnya Sosiologi 
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, lantaran pergeseran pandangan tentang rakyat, sebagai ilmu empiris yg memperoleh pijakan yg kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yg otonom dapat lahir karena terlepas berdasarkan efek filsafat. Nama sosiologi buat pertama kali digunakan sang August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari warga . Sosiologi mempelajari aneka macam tindakan sosial yang berkembang menjadi dalam empiris sosial. Mengingat banyaknya realitas social, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan lain-lain. Rintisan Comte tersebut disambut hangat sang rakyat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar pada bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya asal berdasarkan Eropa. Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan menilik masyarakat yang amat berguna buat perkembangan sosiologi. Émile Durkheim ilmuwan sosial Perancis berhasil melembagakan Sosiologi menjadi disiplin akademis. Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yg berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang tahu warga seperti tubuh insan, sebagai suatu organisasi yg terdiri atas bagian-bagian yg tergantung satu sama lain. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yg menganggap permasalahan antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan rakyat. Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan , tujuan, serta sikap yg sebagai penuntun perilaku manusia. Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology. 

A. Latar Belakang Historis Sosiologi Pendidikan
Ketika diangkat sebagai Presiden American Sosiological Association pada tahun 1883, Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis, membicarakan pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa asal utama disparitas kelas sosial dalam warga Amerika merupakan perbedaan dalam memiliki kesempatan, khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan. Orang berpendidikan lebih tinggi mempunyai peluang lebih akbar untuk maju dan mempunyai kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan dilihat sebagai faktor pembeda antara kelas-kelas sosial yang cukup merisaukan. Untuk menghilangkan disparitas-disparitas tadi beliau mendesak pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan, serta wajib belajar di USA berlangsung 11 tahun, hingga tamat Senior High School (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 78).

Buah pikiran Ward dijadikan landasan buat lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu yang baru pada sosiologi pada awal abad ke-20. Ia seringkali dijuluki menjadi “Bapak Sosiologi Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 79). Fokus kajian Educational Sociology merupakan penggunaan pendidikan pendidikan sebagai alat buat memecahkan perseteruan social serta sekaligus memberikan rekomendasi buat mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri. Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat sambutan luas dikalangan universitas pada USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yg menyelenggarakan perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914. Selanjutnya, dalam tahun 1923 dibentuk organisasi professional bernama National Society for the Study of Educational Sociology serta menerbitkan Journal of educational Sociology. Pada tahun 1928, organisasi progesional yg mandiri itu bergabung ke dalam seksi pendidikan menurut American Sociological Society.

Pada tahun 1928 Robert Angel mengkeritik Educational Sociology serta memperkenalkan nama baru yaitu Sociology of Education dengan focus perhatian pada penelitian dan publikasi hasilnya, sebagai akibatnya Sociology of Education bisa menjadi sumber data serta informasi ilmiah, dan studi akademis yang bertujuan berbagi teori serta ilmu sendiri. Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin segar dan menarik para sosiolog buat melakukan penelitian dalam bidang pendidikan. Maka diubahlah nama Educational Sociology menjadi Sociology of Education serta Journal of Educational Sociology menjadi Journal of the Sociology of Education (1963). Serta seksi Educational Sociology pada American Sociological Society pun berubah menjadi seksi Sociology of Education yg berlaku sampai sekarang. Penelitian serta publikasi hasilnya menandai kehidupan Sociology of Education sejak pasca Perang Dunia II.

Di Indonesia, perhatian akan kiprah pendidikan pada pengembangan rakyat, dimulai lebih kurang tahun 1900, waktu Indonesia masih dijajah Belanda. Para pendukung politis etis pada Negeri Belanda waktu itu melihat adanya keterpurukan kehidupan orang Indonesia. Mereka mendesak agar pemerintah jajahan melakukan politik balas budi buat memerangi ketidakadilan melalui edukasi, irigasi, serta emigrasi. Meskipun pada mulanya acara pendidkan itu amat elitis, lama kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai penyelenggaraan harus belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan dalam ketika itu antara lain: Van Deventer, R.A.kartini, dan R.dewi Sartika.

B. Pengertian Landasan Sosiologi
Manusia selalu hayati berkelompok, sesuatu yg jua terdapat pada makhluk hidup lainnya yakni fauna. Meskipun demikian, pengelompokan manusia jauh lebih rumit menurut pengelompokan fauna. 

Wayan Ardhana (1968) menyatakan ciri-ciri hidup berkelompok dalam hewan dalam kutipan berikut. 

Pada fauna, hayati berkelompok memiliki cirri-ciri: Ada pembagian kerja yang tetap pada anggotanya, ada ketergantungan antar anggota, ada kerjasama antar anggota, terdapat komunikasi antar anggota, dan ada subordinat antar individu yg hidup dalam suatu gerombolan dengan individu yang hayati pada kelompok lain. 

Ciri-karakteristik hewan tersebut bisa pula ditemukan pada insan. Kehidupan sosial insan tadi dipelajari oleh filsafat, yg berusaha mencari hakekat warga yang sebenarnya. Filsafat sosial acapkali membedakan insan menjadi individu dan manusia sebagai anggota rakyat. Pandangan genre-genre filsafat mengenai empiris sosial itu berbeda-beda, sebagai akibatnya dapat ditemukan bermacam-macam aliran filsafat sosial.

Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses hubungan antara dua individu, bahkan 2 generasi, yg memungkinkan generasi belia memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan yg sistematis terjadi di forum sekolah yang dengan sengaja di bentuk sang rakyat. Perhatian sosiologi dalam pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatnya perhatian sosiologi dalam kegiatan pendidikan tadi maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.

Landasan sosiologis pendidikan merupakan acuan atau asumsi dalam penerapan pendidikan yang bertolak pada hubungan antar individu menjadi mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kegiatan pendidikan adalah suatu proses interaksi antara 2 individu (pendidik serta peserta didik) bahkan dua generasi yang memungkinkan generasi belia mengembangkan diri. Pengembangan diri tadi dilakukan dalam aktivitas pendidikan. Oleh karenanya aktivitas pendidikan dapat berlangsung baik di lingkungan famili, sekolah serta warga . Oleh karenanya kajian sosiologis mengenai pendidikan meliputi semua jalur pendidikan tersebut.
Pendidikan famili sangat krusial, karena keluarga adalah lembaga sosial yg pertama bagi setiap insan. Oleh karenanya proses sosialisasi dimulai berdasarkan famili dimana anak mulai berbagi diri. Dalam keluarga itulah mulai ditanamkan nilai-nilai dan perilaku yang dapat menghipnotis perkembangan anak. Nilai-nilai agama, nilai-nilai moral, budaya serta ketrampilan perlu dikembangkan dalam pendidikan famili. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi pada forum sekolah yg dengan sengaja dibentuk sang rakyat menggunakan perencanaan serta aplikasi yang mantap. Selanjutnya disamping sekolah, proses pendidikan jua dipengaruhi sang banyak sekali gerombolan mini pada rakyat. Seperti kelompok keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dll. Yang sebagai fokus pada aktivitas ini merupakan aspek sosiologis, dan dalam aspek pembaharuan masyarakat. Dalam aplikasi pada aneka macam negara diupayakan keseimbangan antara pelestarian serta pengembangan budaya dan rakyat.

C. Norma-Norma Yang Terkandung Dalam Landasan Sosiologi Pendidikan
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber menurut norma kehidupan warga yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita wajib memusatkan perhatian dalam pola interaksi antar eksklusif serta antar kelompok dalam masyrakat tadi. Untuk terciptanya kehidupan rakyat yg rukun serta damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang pada perkembangannya sebagai norma-kebiasaan social yang mengikat kehidupan bermasyarakat serta wajib dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam kebiasaan yg dianut oleh pengikutnya, yaitu: paham individualisme, paham kolektivisme, paham integralistik.

Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka serta hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan nir mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme mengakibatkan cara pandang yg lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan warga . Dalam warga misalnya ini, usaha buat mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu menggunakan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan pengaruh yg kuat. 

Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan pada masyarakat serta kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah menjadi indera bagi masyarakatnya. 

Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota rakyat saling berafiliasi erat satu sama lain secara organis adalah rakyat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia nir secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah langsung dan juga merupakan relasi. Kepentingan rakyat secara holistik diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.

Landasan sosiologis pendidikan pada Indonesia menganut paham integralistik yg bersumber menurut kebiasaan kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan serta gotong royong, kebersamaan, musyawarah buat konsensus, (2) kesejahteraan bersama sebagai tujuan hayati bermasyarakat, (3) negara melindungi masyarakat negaranya, serta (4) selaras serasi seimbang antara hak serta kewajiban. Oleh karenanya, pendidikan di Indonesia nir hanya menaikkan kualitas insan secara orang per orang melainkan jua kualitas struktur masyarakatnya.

D. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Para ahli sosiologi dan ahli pendidikan sepakat bahwa, sinkron dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology) merupakan cabang ilmu Sosiologi, yg pengkajiannya dibutuhkan oleh professional dibidang pendidikan (calon guru, para pengajar, serta pemikir pendidikan) serta para mahasisiwa dan professional sosiologi.

Sosiologi Pendidikan dibutuhkan bisa menaruh rekomendasi mengenai bagaimana harapan dan tuntutan rakyat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana usahakan pendidikan itu berlangsung dari kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional juga lokal.

Sosiologi pendidikan adalah analisis ilmiah tentang proses sosial serta pola-pola interaksi sosial pada pada sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang.

1. Hubungan sistem pendidikan menggunakan aspek masyarakat lain, yang menyelidiki:
a. Fungsi pendidikan pada kebudayaan.
b. Hubungan sisitem pendidikan serta proses kontrol sosial serta sistem kekuasaan.
c. Fungsi sistem pendidikan pada memelihara serta mendorong proses sosial dan perubahn kebudayaan.
d. Hubungan Pendidikan menggunakan kelas sosial atau sistem status.
e. Fungsionalisasi sistem pendidikan formal pada hubungannya menggunakan ras, kebudayaan, atau grup-gerombolan dalam rakyat 

2. Hubungan humanisme pada sekolah yang mencakup:
a. Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang tidak sinkron dengan kebudayaan di luar sekolah.
b. Pola Interaksi sosial atau struktur warga sekolah.

3. Pengaruh sekolah dalam prilaku anggotanya, yang menilik:
a. Peranan sosial pengajar.
b. Sifat kepribadian guru.
c. Pengaruh kepribadian pengajar terhadap tingkah laris siswa.
d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak.

4. Sekolah dalam komunitas, yg menilik pola hubungan antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yg meliputi:
a. Pelukisan mengenai komunitas misalnya tampak pada pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.
b. Analisis tentang komunitas misalnya tampak terjadi dalam sistem sosial komunitas kaum tidak terpelajar.
c. Hubungan antara sekolah dan komunitas pada fungsi kependidikannya.
d. Faktor-faktor demografi dan ekologi pada hubungannya dengan organisasi sekolah.

Keempat bidang yang dipelajari tadi sangat esensial menjadi wahana buat memahami sistem pendidikan pada kaitannya menggunakan holistik hayati rakyat (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/67).

Rochman Natawidjaja (et. Al., 2007: 82) menyatakan bahwa “sosiologi pendidikan secara operasional ... ... Sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian ... Mempelajari interaksi antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, ... Unit pendidikan dengan komunitas sekitar, hubungan social ... Orang-orang pada satu unit pendidikan, serta pengaruh pendidikan dalam kehidupan peserta didik”.

E. Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan
1. Fungsi eksplanasi, yaitu mengungkapkan atau memberikan pemahaman tentang kenyataan yg termasuk ke pada ruang lingkup pembahasannya. Untuk diharapkan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yg bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan aturan-hukum yg mantap, data dan warta mengenai output penelitian lapangan yg actual, baik berdasarkan lingkungan sendiri juga menurut lingkungan lain, dan fakta tentang kasus serta tantangan yang dihadapi. Dengan fakta yg lengkap dan seksama, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik serta akan bisa menafsirkan fenomena-fenomena yg dihadapi secara akurat. Penjelasan-penerangan itu sanggup disampaikan melalui berbagai media komunikasi.

2. Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi serta pertarungan pendidikan yang diperkirakan akan timbul dalam masa yang akan tiba. Sejalan menggunakan itu, tuntutan warga akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal serta eksternal yang masuk ke pada warga melalui aneka macam media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat dibutuhkan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.

3. Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yg dihadapi dalam kehidupan warga misalnya perkara lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yg memerlukan dukungan pendidikan, serta masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.

Jadi, secara umum sosiologi pendidikan bertujuan untuk menyebarkan fungsi-kegunaannya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, serta utilisasi) melalui pengkajian mengenai keterkaitan fenomena-fenomena siosial serta pendidikan, pada rangka mencari contoh-model pendidikan yg lebih fungsional dalam kehidupan warga . Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha buat menghimpun data dan kabar tentang interaksi sosial di antara orang-orang yg terlibat pada institusi pendidikan dan dampaknya bagi siswa, mengenai interaksi antara lembaga pendidikan serta komunitas sekitarnya, serta mengenai hubungan antara pendidikan menggunakan pranata kehidupan lain.

F. Masyarakat Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung serta terikat sang nilai serta kebiasaan yang dipatuhi bersama, dalam umumnya berdomisili pada daerah tertentu, serta adakalanya mereka memiliki interaksi darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat bisa merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun pada arti sempit. Masyarakat dalam arti luas dalam umumnya lebih abstrak misalnya rakyat bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit contohnya marga atau suku. Masyarakat sebagai kesatuan hayati memiliki karakteristik utama, diantaranya: (1) terdapat interaksi antara warga -warganya, (dua) pola tingkah laris warganya diatur sang adapt adat, kebiasaan-norma, hukum, serta aturan-anggaran spesial , (3) ada rasa bukti diri kuat yang mengikat para warganya.

Umar Tirtarahardja dan La Sulo (1994: 100) menyatakan bahwa “kesatuan daerah, kesatuan adat- istiadat, rasa bukti diri, serta rasa loyalitas terhadap kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga menjadi patriotisme, nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial warga Indonesia mempnyai bepergian sejarah yg panjang”

Dari dulu sampai kini , karakteristik yg menonjol dari rakyat Indonesia adalah sebagai warga beragam yg beredar pada ribuan pulau pada nusantara. Melalui perjalanan panjang, warga yg berbeda-beda tadi akhirnya mencapai satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara dan berusaha mewujudkan satu rakyat Indonesia sebagaiu rakyat yang bhinneka tunggal ika. Sampai ketika ini, rakyat Indonesia masih ditandai sang 2 karakteristik yang unik, yakni (1) secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social atau komunitas menurut perbedaan suku, agama, istiadat tata cara, dan kedaerahan, dan (2) secara vertical ditandai sang adanya disparitas pola kehidupan antara lapisan atas, menengah, serta lapisan bawah.

Pada zaman penjajahan, sifat dasar warga Indonesia yang menonjol adalah (1) terjadi segmentasi ke dalam bentuk gerombolan social atau golongan social jajahan yang tak jarang mempunyai sub-kebudayaan sendiri, (dua) memiliki struktur social yg terbagi-bagi, (3) tak jarang anggota warga atau gerombolan tidak membuatkan consensus di antara mereka terhadap nilai-nilai yang bersifat mendasar, (4) diantara kelompok relative acapkali mengalami perseteruan, (lima) terdapat saling ketergantungan di bidang ekonomi, (6) adanya dominasi politiuk oleh suatu gerombolan atas grup-kelompok social yang lain, dan (7) secara relative integrasi social sukar dapat tumbuh (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/70).

Masyarakat Indonesia sesudah kemerdekaan, utamanya dalam zaman pemerintahan Orde Baru, telah banyak mengalami perubahan. Sebagai rakyat beragam, maka komunitas dengan ciri-karakteristik unik, baik secara horizontal juga secara vertical, masih dapat ditemukan, demikian juga halnya menggunakan sifat-sifat dasar menurut zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun niat politik yang bertenaga menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia dan kemajuan pada aneka macam bidang pembangunan, maka sisi ketunggalan menurut “bhinneka tunggal ika” makin mencuat. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui aktivitas jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, sudah menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yg semakin kokoh.

Berbagai upaya telah dilakukan menggunakan nir mengabaikan fenomena tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin menerima perhatian yang semestinya dengan diantaranya dimasukkannya muatan lokal (mulok) di pada kurikulum sekolah. Perlu ditegaskan bahwa muatan local pada dalam kurikulum tidak dimaksudkan sebagai upaya menciptakan “manusia lokal”, akan tetapi haruslah dirancang dan dilaksanakan pada rangka mewujudkan “insan Indonesia” pada suatu lokal eksklusif. Dengan demikian akan dapat diwujudkan insan Indonesia menggunakan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan namun yg memahami serta menyatu dengan lingkungan (alam, sosial, serta budaya) disekitarnya.

PENGERTIAN BANGSA MENURUT PARA AHLI

Pengertian Bangsa Menurut Para Ahli 
Ada beberapa pengertian mengenai bangsa (nasion/nation) serta kebangsaan yang berkembang. Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah: bukan suatu ras, bukan orang-orang yg memiliki kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi sang batas-batas geografis atau batas alamiah. Nasion (bangsa) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang bisa tercipta sang perasaan pengorbanan yg sudah lampau dan bersedia dibentuk pada masa yg akan datang. Nasion mempunyai masa lampau namun berlanjut masa kini pada suatu realita yang kentara melalui kesepakatan serta harapan untuk hayati bersama (le desire d’entre ensemble). Nasion tidak terkait oleh negara, karena negara berdasarkan hukum. Menurutnya, daerah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa. Bagi warga negara yg dikuasai ras lain (negara jajahan), para pemimpin konvoi/kemerdekaan mengobarkan semangat nasionalisme menurut teori Renan. Oleh karenanya tidak mengherankan bahwa pada negara nasional baru (dikenal juga sebagai negara dunia ketiga) jiwa nasionalisme tumbuh misalnya teori berdasarkan Ernest Renan. 

Sedangkan Hans Kohn (Kaelan, 2002: 213): bangsa terbentuk persamaan bahasa, ras, kepercayaan , peradaban, daerah, negara dan kewarganegaraan. Teori Kohn ini nampaknya dari perkembangan pengertian bangsa (nasion) di Eropa Daratan (kontinental). Bangsa (nasion) di Eropa kontinental bangkit lantaran revolusi leksikografi, bahwa bahasa milik eksklusif-langsung grup khas (Anderson, 2001: 126). Eropa (kontinental) dikuasai sang dinasti Habsburg di sebahagian Eropa Tengah serta Timur, dinasti Romanov di Eropa Timur, Rusia serta Asia Barat hingga Siberia serta dinasti Usmaniah (Ottoman) di Balkan, Jazirah Arab serta Afrika Utara, sedangkan Eropa Barat dikuasai ex dinasti Bourbon. Bangsawan (penguasa) lokal diharuskan mampu berbahasa Latin menjadi bahasa resmi di pada wilayah dinasti maupun menjadi lingua franca antara para bangsawan (dinasti serta lokal) dan kaum intelek. Persoalan timbul, bahwa yg bisa menguasai bahasa resmi hanya sedikit. Ini mengakibatkan percetakan tidak dapat menerbitkan secara luas karya tulis para intelektual serta menimbulkan kerugian. Sebagai tindak lanjutnya penerbitan lebih poly memakai bahasa lokal supaya rakyat yg bisa baca tulis lebih banyak. Faham egaliterisme pada kalangan masyarakat menumbuhkan nasionalisme berdasarkan budaya lokal. Rupanya faktor inilah menjadikan Hans Kohn menciptakan definisi misalnya ini. 

Definisi bangsa berdasarkan paham bangsa Indonesia tertuang berdasarkan isi Sumpah Pemuda. Menurut Dr. Kaelan, MS. (2002: 213) adanya unsur rakyat yang membangun bangsa yaitu: aneka macam suku, adat adat, kebudayaan, kepercayaan serta berdiam pada suatu daerah yang terdiri atas beribu-ribu pulau. Selanjutnya bangsa jua mempunyai kepentingan yg sama menggunakan individu, keluarga maupun masyarakat yaitu tetap eksis serta sejahtera. Salah satu masalah yang timbul menurut bangsa merupakan ancaman disintegrasi, serta yang sebagai penyebab utama umumnya perbedaan persepsi pada upaya masyarakat yg ingin “merekatkan diri lebih ke dalam”, yaitu ingin mempertahankan pola. Oleh karena itu pada bangsa yang baru merdeka atau berdiri diupayakan mempunyai indera perekat yg berasal dari budaya warga . Pada perkembangannya alat perekat ini, dikenal sebagai ideologi yg hendaknya dipahami oleh bangsa itu sendiri. 

Sejarah Berdirinya Bangsa Indonesia
Sejarah lahirnya bangsa (nasion) Indonesia cukup panjang dan ini tidak tanggal dari upaya Vereenigde Oost Indische Companie (VOC) yg dilanjutkan Pemerintah Belanda memecah belah rakyat nusantara, melalui kebijaksanaan pemilahan penduduk. Tetapi reaksi rakyat nusantara malah ingin manunggal serta berkelompok atas dasar kecenderungan: tempat tinggal, daerah asal serta kepercayaan . Inilah embrio semangat persatuan pada prulisme terbentuk. 

Gerakan Etika Politik di Eropa dilaksanakan pula pada nusantara menggunakan maksud ingin membalas jasa masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan mudah diatur oleh Belanda. Ternyata gerakan ini disambut baik oleh kaum konvoi dan dibantu oleh para penguasa lokal. Para pemimpin konvoi melakukan upaya pendidikan serta mendirikan sekolah-sekolah buat kaum pribumi. Boedi Oetomo merupakan organisasi masyarakat pribumi pertama melakukan pendidikan untuk kaum pribumi. Kaum pribumi menjadi haus bacaan serta ilmu pengetahuan. Sastra Barat mulai diterjemahkan serta diterbitkan pada bahasa Melayu serta Jawa yang akhirnya membangkitkan semangat egaliter. Dari semangat egaliter membangkitkan pencerahan berbangsa serta berpolitik, yg selanjutnya mejadi gerakan politik sehingga lahirnya bangsa Indonesia. Oleh karena itu Ben Anderson berpendapat bahwa nation state adalah komunitas terbayang yang menyatu. 

Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme mengandung arti faham buat menyayangi bangsa serta negara sendiri (Indonesia). Nasionalisme adalah gerakan sentimen menyayangi bangsa namun hendaknya dalam koridor universal. Dengan semangat nasionalisme yang tinggi akan terbangun kekuatan dan kontinuitas sentimen mencintai bangsa dalam bentuk identitas nasional.

Faham nasionalisme terbangun melalui beberapa konsep antara lain: (1) konsep theologi yg identik menggunakan fitrah insan buat bersatu membentuk masyarakat dan membangsa; (dua) konsep politik yg terbangun melalui hakikat budaya politik bangsa; (tiga) konsep budaya yang tetap menghormati tumbuh serta berkembangnya semangat semangat multikultur. Tetapi kini faham nasionalisme lebih menekankan pada aspek politik.

Nasionalisme Indonesia bertitik tolak berdasarkan semangat sumpah pemuda yg dalam dasarnya perubahan semangat kesukuan ke semangat kebangsaan (dikenal sebagai “menurut ke-kami-an sebagai ke-kita-an”). Adapun beberapa karakteristik khas nasionalisme Indonesia adalah: (1) Bhineka Tunggal Ika; (2) Etis (paham etika Pancasila); (tiga) Universalitik; (4) Terbuka kultural; serta (lima) Percaya diri. 

Pertumbuhan Nasionalisme Indonesia telah mengalami perubahan seiring dengan perubahan rezim. Masa Orde Lama semangat persatuan mulai menguap serta identitas nasional (sebagai salah satu bentuk nasionalisme) terdistorsi menjadi identitasnya Bung Karno menjadi Pemimpin Besar Revolusi (PBR). Sedangkan jaman Orde Baru spirit kebangsaan ditumbuhkembangkan buat mengatasi keterpurukan ekonomi warisan orde lama . Tetapi ujung-ujungnya Pancasila secara manipuklatif “diritualisasikan” untuk mengamankan proses kolusi, korupsi dan nepotisme serta “kroniisme”. Identitas nasional terdistorsi sebagai bukti diri nasionalnya presiden sebagai penguasa tunggal.

Negara serta Bangsa
Negara berdasarkan Logemann adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur dan menyelenggarakan suatu warga . Lebih jauh berdasarkan Max Weber negara adalah struktur politik yg diatur sang aturan, yang meliputi suatu komuniti insan yang hayati dalam suatu wilayah tertentu dan meng-anggap wilayah yang bersangkutan menjadi milik mereka buat tempat tinggal dan penghidupan mereka (Naning, 1983: tiga – 4). Ada pengadaan dan pemeliharan tata keter-anggaran (aturan) bagi kehidupan mereka. Ada monopoli kepemilikan serta penggunaan kekuatan fisik secara sah (legitimasi). Dengan demikian Negara merupakan indera warga untuk mengatur interaksi insan menggunakan insan dan manusia dengan Negara. Adanya legitimasi dalam Negara, organisasi ini bisa memaksa kekuasaannya secara sah terhadap seluruh kolektiva dalam rakyat. Ada tiga sifat yang merupakan kedaulatan. Pertama sifat memaksa, yaitu negara memiliki kekuasaan untuk meng-gunakan kekerasan fisik secara absah (legal) supaya dapat tertib dan aman. Kedua sifat monopoli, yaitu negara berhak serta kuasa tunggal pada tetapkan tujuan bersama menurut masyarakat/bangsa. Ketiga sifat mencakup seluruh, yaitu seluruh peraturan perundang-undangan mengenai semua orang, baik masyarakat negara maupun bukan warganegara.

Menurut Konvensi Montevideo diperlukan tiga(tiga) kondisi yang bersifat konstitutif. Pertama harus ada wilayah, yaitu suatu wilayah yang sudah dinyatakan menjadi milik bangsa tadi, serta batas-batas daerah dipengaruhi oleh perjanjian internasional. Kedua harus ada warga , yaitu orang yang mendiami pada daerah tadi dan dapat terdiri dari atas aneka macam golongan/kolektiva sosial; yang wajib patuh pada aturan dan Pemerintah yg sah. Ketiga sine qua non Pemerintah, yaitu suatu organisasi yg berhak mengatur serta berwewenang merumuskan dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yg mengikat warganya. Lebih lanjut menurut Prof DR Sri Soemantri, SH (Diknas, 2001: 50) dapat juga ditambahkan terdapat pengakuan kedaulatan menurut negara lain. Kedaulatan merupakan unsur mutlak yg sine qua non dan merupakan karakteristik yang membedakan antara organisasi pemerintah menggunakan organisasi kemasyarakatan/sosial. Untuk lebih mampu menghadapi lawan, negara berhak menuntut kesetiaan para warganya. Demikian jua dapat ditambahkan adanya tujuan negara yang tersurat/implisit melalui konstitusi. 

Sistimatika Pembahasan
Berkenaan Buku Ajar – III yg bermuatan Pokok Bahasan Bangsa, Negara dan Lingkungan Hidup di Indonesia, sistimatika pembahasan disusun sebagai berikut:
  1. Pendahuluan. Dengan didahului membahas latar belakang yang berlanjut menggunakan membahas Bangsa serta Negara (termasuk nasionalisme Indonesia), serta Lingkungan Hidup, serta diakhiri menggunakan Sistematika Pembahasan.
  2. Kewarganegaraan Indonesia. Membahas masalah Rakyat Indonesia (WNI), Penduduk (WNI, WNA, Stateless), hak dan kewajiban penduduk (WNI, WNA, Stateless), serta pembatasan mobilitas penduduk dalam suatu Negara (Imigrasi adalah bentuk kedaulatan suatu negara). 
  3. Negara Hukum serta Konstitusi. Penjelasan tentang Negara Hukum, makna konstitusi, hak asasi insan serta Rule of Law di Indonesia
  4. Negara serta Sistem Politik. Membahas bagaimana Pancasila sebagai dasar negara dituangkan pada penyelenggaraan pemerintahan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yg demokratis (good governance, accountable, transparant)
  5. Wilayah sebagai Ruang Hidup. Membahas teori geopolitik Indonesia serta geostrategi Indonesia (ketahanan nasional) serta ketahanan regional (ASEAN, APEC, OPEC) dan implementasinya dalam hukum kewilayahan (aturan darat, bahari, udara termasuk perkara otonomi daerahserta diakhiri menggunakan tata ruang. Membahas juga pasang surut interaksi antar negara.
  6. Lingkungan Hidup. Membahas kasus Lingkungan Hidup, Sumberdaya alam, serta Implementasi pada planning rapikan ruang wilayah buat pengelolaan lingkungan hidup (Undang-Undang terkait) pada rangka pembangunan yang berkelanjutan. Membahas juga ketidaktahuan dan ketidaktaatan warga , bangsa (asal daya manusia) terhadap tadi hingga mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
  7. Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi. Masalah upaya pengungkapan rahasia serta gejala alam semesta buat memenuhi kebutuhan manusia.
Keanekaragaman Hayati dan Konservasi. Perkembangan teknologi yg pesat mengakibatkan perubahan pola pikir serta pola tindak insan. Hal ini akan berlanjut dengan pemanfaatan teknologi yang berdampak negatif terhadap lingkungan yang bersifat dunia. Dampak negatif pendayagunaan yang berlebihan mengancam kehidupan insan. Usaha-bisnis untuk mengatasi kerusakan lingkungan dunia telah dilaksanakan (Undang-Undang, Konvensi, Deklarasi, dan Ratifikasi).