Manusia, Berfikir Dan Pengetahuan
Kemampuan manusia buat menggunakan logika pada tahu lingkungannya adalah potensi dasar yg memungkinkan manusia Berfikir, dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan pada dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri insan adalah akibat dari kegiatan Berfikir, sang karenanya sangat wajar bila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, humanisme insan pun nir punya makna bahkan mungkin tidak akan pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan insan buat memperoleh pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya pengetahuan itu bisa sebagai fondasi krusial bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam diciptakan serta lalu ALLAH mengajarkan nama-nama, pada dasarnya menandakan bahwa Adam (Manusia) adalah Makhluk yg sanggup Berfikir dan berpengetahuan, serta menggunakan pengetahuan itu Adam bisa melanjutkan kehidupannya pada Dunia. Dalam konteks yg lebih luas, perintah Iqra (bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami pada kaitan dengan dorongan Tuhan dalam Manusia untuk berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun (berfikirlah/pakai logika) yg banyak beredar dalam Al Qur’an. Semua ini dimaksudkan supaya manusia bisa berubah dari nir tahu sebagai memahami, menggunakan tahu dia berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. Semua ini pendasarannya adalah penggunaan nalar melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir insan bisa memasak pengetahuan, dengan pengolahan tadi, pemikiran insan menjadi makin mendalam dan makin bermakna, menggunakan pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia membuatkan, serta dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya insan sanggup melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yg lebih baik, seluruh itu telah membawa kemajuan yg besar pada aneka macam bidang kehidupan manusia (sudut pandang positif/normatif).
Dengan demikian kemampuan buat berubah serta perubahan yg terjadi dalam manusia merupakan makna pokok yg terkandung dalam kegiatan Berfikir dan berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sebagai akibatnya bisa terbebas dari kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan Berfikir insan mampu mengeksplorasi, menentukan dan tetapkan keputusan-keputusan krusial buat kehidupannya.
Pernyataan di atas dalam dasarnya mendeskripsikan keagungan manusia berkaitan menggunakan karakteristik eksistensial manusia sebagai upaya memaknai kehidupannya dan menjadi bagian berdasarkan Alam ini. Dalam konteks perbandingan dengan bagian-bagian alam lainnya, para akhli telah banyak menyelidiki perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya terutama menggunakan makhluk yang agak dekat menggunakan insan yaitu hewan. Secara umum komparasi insan dengan hewan dapat ditinjau berdasarkan sudut pandang Naturalis/biologis serta sudut pandang sosiopsikologis. Secara biologis dalam dasarnya manusia nir poly tidak selaras menggunakan fauna, bahkan Ernst Haeckel (1834 – 1919) mengemukakan bahwa insan pada segala hal benar-benar-benar-benar adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui, demimikian juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa tidaklah masih ada disparitas antara binatang serta manusia dan karena itu bahwa insan itu adalah suatu mesin.
Kalau insan itu sama menggunakan hewan, akan tetapi kenapa insan mampu bermasyarakat serta berperadaban yg nir bisa dilakukan sang hewan ?, pertanyaan ini sudah melahirkan berbagai pemaknaan tentang insan, seperti manusia adalah makhluk yg bermasyarakat (Sosiologis), insan merupakan makhluk yg berbudaya (Antropologis), manusia merupakan hewan yg ketawa, sadar diri, serta merasa malu (Psikologis), seluruh itu kalau ditinjau nir lain lantaran insan adalah fauna yg berfikir/bernalar (the animal that reason) atau Homo Sapien.
Dengan tahu uraian pada atas, nampak bahwa ada sudut pandang yg cenderung merendahkan manusia, serta ada yang mengagungkannya, semua sudut pandang tadi memang dibutuhkan untuk menjaga ekuilibrium memaknai insan. Blaise Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa merupakan berbahaya apabila kita menerangkan insan sebagai makhluk yang memiliki sifat-sifat binatang dengan tidak membuktikan kebesaran insan menjadi manusia. Sebaliknya adalah bahaya buat membuktikan manusia sebagai makhluk yg akbar dengan tidak menunjukan kerendahan, dan lebih berbahaya lagi jika kita nir pertanda sudut kebesaran dan kelemahannya sama sekali (Rasjidi. 1970 : 8). Guna memahami lebih jauh siapa itu insan, berikut adalah akan dikemukakan beberapa definisi yg dikemukakan sang para akhli :
- Plato (427 – 348). Dalam pandangan Plato insan dipandang secara dualistik yaitu unsur jasad serta unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa nir, jiwa memiliki 3 fungsi (kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides (Keberanian), serta epithymetikon (Keinginan)
- Aristoteles (384 – 322 SM). Manusia itu merupakan hewan yg berakal sehat, yg mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara menurut nalar fikirannya. Manusia itu merupakan fauna yg berpolitik (Zoon Politicon/Political Animal), hewan yang membentuk warga di atas keluarga-famili sebagai pengelompokan impersonal menurut dalam kampung dan negara.
- Ibnu Sina (980 -1037 M). Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kesanggupan : 1) makan, dua) tumbuh, 3) ber-kembang biak, 4) pengamatan hal-hal yang istimewa, lima) konvoi pada bawah kekuasaan, 6) ketahuan (pengetahuan mengenai) hal-hal yang generik, dan 7) kehendak bebas. Menurut beliau, flora hanya memiliki kesanggupan 1, 2, dan 3, dan fauna mempunyai kesanggupan 1, dua, tiga, 4, dan lima.
- Ibnu Khaldun (1332 – 1406). Manusia adalah fauna dengan kesanggupan berpikir, kesanggupan ini adalah sumber menurut kesempurnaan serta puncak menurut segala kemulyaan dan ketinggian pada atas makhluk-makhluk lain.
- Ibnu Miskawaih. Menyatakan bahwa insan merupakan makhluk yg mempunyai kekuatan-kekuatan yaitu : 1) Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan berfikir/nalar), 2) Al Quwwatul Godhbiyyah (Marah, 3) Al Quwwatu Syahwiyah (sahwat).
- Harold H. Titus menyatakan : Man is an animal organism, it is true but he is able to study himself as organism and to compare and interpret living forms and to inquire about the meaning of human existence. Selanjutnya Dia menjelaskan beberapa faktor yang berkaitan (menjadi karakteristik – pen) menggunakan insan menjadi eksklusif yaitu :
i. Self conscioueness
ii. Reflective thinking, abstract thought, or the power of generalization
iii. Ethical discrimination and the power of choice
iv. Aesthetic appreciation
v. Worship and faith in a higher power
vi. Creativity of a new order
- William E. Hocking menyatakan : Man can be defined as the animal who thinks in term of totalities.
- C.E.M. Joad. Menyatakan : every thing and every creature in the world except man acts as it must, or act as it pleased, man alone act on occasion as he ought
- R.F. Beerling. Menyatakan bahwa manusia itu tukang bertanya.
Dari uraian serta aneka macam definisi tersebut pada atas dapatlah ditarik beberapa kesimpulan tentang siapa itu insan yaitu :
1. Secara fisikal, insan sejenis hewan juga
2. Manusia punya kemampuan buat bertanya
3. Manusia punya kemampuan buat berpengetahuan
4. Manusia punya kemauan bebas
5. Manusia bisa berprilaku sinkron norma (bermoral)
6. Manusia merupakan makhluk yang bermasyarakat serta berbudaya
7. Manusia punya kemampuan berfikir reflektif pada totalitas dengan sadar diri
8. Manusia merupakan makhluk yang punya kemampuan buat percaya dalam Tuhan
Dengan demikian nampaknya terdapat disparitas sekaligus persamaan antara insan dengan makhluk lain khususnya hewan, secara fisikal/biologis disparitas insan dengan hewan lebih bersifat gradual dan tidak prinsipil, sedangkan pada aspek kemampuan berfikir, bermasyarakat serta berbudaya, dan bertuhan perbedaannya sangat asasi/prinsipil, ini berarti bila manusia dalam kehidupannya hanya bekutat pada urusan-urusan fisik biologis misalnya makan, minum, beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh tidak sama menggunakan hewan, satu-satunya yang mampu mengangkat manusia lebih tinggi merupakan penggunaan akal buat berfikir dan berpengetahuan dan mengaplikasikan pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah warga mudun dan berbudaya, disamping itu kemampuan tersebut sudah mendorong manusia buat berfikir tentang sesuatu yang melebihi pengalamannya seperti keyakinan dalam Tuhan yg adalah inti dari semua ajaran Agama. Oleh karena itu carilah ilmu serta berfikirlah terus supaya posisi kita menjadi manusia menjadi semakin jauh berdasarkan posisi fauna dalam konstelasi kehidupan pada alam ini. Meskipun demikian penggambaran di atas wajib ditinjau sebagai suatu pendekatan saja pada memberi makna manusia, karena insan itu sendiri merupakan makhluk yang sangat multi dimensi, sehingga citra yang seutuhnya akan terus sebagai perhatian dan kajian yg menarik, untuk itu tidak hiperbola jika Louis Leahy beropini bahwa manusia itu menjadi makhluk paradoksal dan sebuah misteri, hal ini pertanda betapa kompleks nya memaknai insan menggunakan seluruh dimensinya.
MAKNA BERFIKIR
Semua karakteristik manusia yang menggambargakan ketinggian serta keagungan dalam dasarnya merupakan akibat dari anugrah nalar yg dimilikinya, dan pemanfaatannya buat aktivitas berfikir, bahkan Tuhan pun menaruh tugas kekhalifahan (yang terbingkai pada perintah serta larangan) di muka bumi dalam manusia tidak terlepas menurut kapasitas akal buat berfikir, berpengetahuan, dan membuat keputusan buat melakukan dan atau nir melakukan yg tanggungjawabnya inheren dalam manusia, sehingga perlu dimintai pertanggungjawaban.
Sutan Takdir Alisjahbana. Menyatakan bahwa pikiran memberi manusia pengetahuan yg bisa dipakainya sebagai panduan pada perbuatannya, sedangkan kemauanlah yang menjadi pendorong perbuatan mereka. Oleh karena itu berfikir merupakan atribut penting yang membuahkan insan menjadi manusia, berfikir adalah fondasi serta kemauan adalah pendorongnya.
Kalau berfikir (penggunaan kekuatan logika) adalah keliru satu karakteristik penting yg membedakan insan menggunakan hewan, sekarang apa yg dimaksud berfikir, apakah setiap penggunaan logika dapat dikategorikan berfikir, ataukah penggunaan akal dengan cara eksklusif saja yg dianggap berfikir. Para akhli sudah mencoba mendefinisikan makna berfikir menggunakan rumusannya sendiri-sendiri, tetapi yang kentara tanpa nalar nampaknya kegiatan berfikir tidak mungkin dapat dilakukan, demikian pula pemilikan nalar secara fisikal nir serta merta mengindikasikan kegiata berfikir.
Menurut J.M. Bochenski berfikir merupakan perkembangan pandangan baru serta konsep, definisi ini nampak sangat sederhana namun substansinya relatif mendalam, berfikir bukanlah kegiatan fisik tetapi adalah kegiatan mental, apabila seseorang secara mental sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka orang tersebut sanggup dikatakan sedang berfikir. Jika demikian berarti bahwa berfikir merupakan upaya buat mencapai pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu merupakan upaya buat menjadikan sesuatu itu terdapat pada diri (gambaran mental) seseorang, dan bila itu terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa menggunakan berfikir insan akan mampu memperoleh pengetahuan, dan menggunakan pengetahuan itu insan sebagai lebih mampu buat melanjutkan tugas kekhalifahannya pada muka bumi serta sanggup memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.
Sementara itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir (pemikiran) yaitu mencari sesuatu yang belum diketahui dari sesuatu yang sudah diketahui. Definisi ini menandakan bahwa suatu kegiatan berfikir baru mungkin terjadi jika akal/pikiran seorang telah mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu digunakan buat mengetahui sesuatu yg lain, sesuatu yang diketahui itu bisa merupakan data, konsep atau sebuah idea, serta hal ini lalu berkembang atau dikembangkan sebagai akibatnya diperoleh suatu yg lalu diketahui atau mampu jua dianggap konklusi. Dengan demikian kedua definisi yang dikemukakan akhli tadi dalam dasarnya bersifat saling melengkapi. Berfikir adalah upaya buat memperoleh pengetahuan serta menggunakan pengetahuan tersebut proses berfikir bisa terus berlanjut guna memperoleh pengetahuan yg baru, dan proses itu tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus dilakukan.
Menurut Jujus S Suriasumantri Berfikir adalah suatu proses yg menjadikan pengetahuan. Proses ini adalah serangkaian mobilitas pemikiran pada mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yg berupa pengetahuan. Dengan demikian berfikir memiliki gradasi yg tidak sama menurut berfikir sederhana hingga berfikir yang sulit, dari berfikir hanya buat mengikatkan subjek serta objek hingga menggunakan berfikir yg menuntut kesimpulan menurut ikatan tersebut. Sementara itu Partap Sing Mehra menyatakan bahwa proses berfikir meliputi hal-hal menjadi berikut yaitu :
- Conception (pembentukan gagasan)
- Judgement (memilih sesuatu)
- Reasoning (Pertimbangan pemikiran/penalaran)
Bila seseorang menyampaikan bahwa beliau sedang berfikir tentang sesuatu, ini mungkin berarti bahwa dia sedang menciptakan gagasan generik mengenai sesuatu, atau sedang memilih sesuatu, atau sedang mempertimbangkan (mencari argumentasi) berkaitan dengan sesuatu tersebut.
Cakupan proses berfikir sebagaimana disebutkan pada atas mendeskripsikan bentuk substansi pencapaian kesimpulan, pada setiap cakupan terbentang suatu proses (urutan) berfikir eksklusif sinkron dengan substansinya. Menurut John Dewey proses berfikir mempuyai urutan-urutan (proses) menjadi berikut :
- Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap indera, sulit tentang sifat, ataupun dalam menunjukkan hal-hal yang timbul secara datang-datang.
- Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi pada bentuk permasalahan.
- Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau teori.
- Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi menggunakan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).
- Menguatkan pembuktian tentang ide-pandangan baru di atas dan menyimpulkannya baik melalui berita-berita ataupun percobaan-percobaan.
Sementara itu Kelly mengemukakan bahwa proses berfikir mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
- Timbul rasa sulit
- Rasa sulit tadi didefinisikan
- Mencari suatu pemecahan sementara
- Menambah berita terhadap pemecahan tersebut yg menuju kepada agama bahwa pemecahan tersebut adalah sahih.
- Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental
- Mengadakan penelitian terhadap inovasi-inovasi eksperimental menuju pemecahan secara mental buat diterima atau ditolak sehingga pulang mengakibatkan rasa sulit.
- Memberikan suatu pandangan ke depan atau citra mental mengenai situasi yg akan datang untuk bisa memakai pemecahan tadi secara tepat.
Urutan langkah (proses) berfikir seperti tadi di atas lebih menggambarkan suatu cara berfikir ilmiah, yang pada dasarnya merupakan gradasi eksklusif disamping berfikir biasa yg sederhana dan berfikir radikal filosofis, namun urutan tersebut bisa membantu bagaimana seseorang berfikir dengan cara yg benar, baik untuk hal-hal yang sederhana serta konkrit maupun hal-hal yg rumit dan abstrak, dan semua ini ditentukan sang pengetahuan yg dimiliki oleh orang yg berfikir tersebut.
MAKNA PENGETAHUAN
Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan (Knowledge) atau sesuatu yang diketahui supaya pencapaian pengetahuan baru lainnya bisa berproses dengan benar, kini apa yg dimaksud dengan pengetahuan ?, menurut Langeveld pengetahuan ialah kesatuan subjek yang mengetahui serta objek yg diketahui, pada tempat lain beliau mengemukakan bahwa pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yg diketahui, suatu kesatuan dalam mana objek itu dicermati oleh subjek sebagai dikenalinya. Dengan demikian pengetahuan selalu berkaitan menggunakan objek yang diketahui, sedangkan Feibleman menyebutnya hubungan subjek dan objek (Knowledge : relation between object and subject). Subjek adalah individu yg punya kemampuan mengetahui (berakal) serta objek adalah benda-benda atau hal-hal yang ingin diketahui. Individu (manusia) adalah suatu empiris serta benda-benda adalah empiris yg lain, interaksi keduanya adalah proses buat mengetahui dan apabila bersatu jadilah pengetahuan bagi manusia. Di sini terlihat bahwa subjek mesti berpartisipasi aktif pada proses penyatuan sedang objek pun harus berpartisipasi dalam keadaannya, subjek merupakan suatu empiris demikian juga objek, ke 2 realitas ini berproses dalam suatu interaksi partisipatif, tanpa seluruh ini mustahil pengetahuan terjadi, hal ini sejalan menggunakan pendapat Max Scheler yg menyatakan bahwa pengetahuan menjadi partisipasi sang suatu realita dalam suatu realita yang lain, namun tanpa modifikasi-modifikasi pada kualitas yang lain itu. Sebaliknya subjek yg mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya.
Pengetahuan pada hakikatnya adalah segenap apa yang diketahui tentang objek eksklusif, termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S Suriasumantri,), Pengetahuan mengenai objek selalu melibatkan dua unsur yakni unsur representasi tetap serta tidak terlukiskan serta unsur penapsiran konsep yg menunjukan respon pemikiran. Unsur konsep dianggap unsur formal sedang unsur permanen adalah unsur material atau isi (Maurice Mandelbaum). Interaksi antara objek menggunakan subjek yang menafsirkan, mengakibatkan pemahaman subjek (manusia) atas objek sebagai kentara, terarah dan sistimatis sehingga bisa membantu memecahkan banyak sekali masalah yang dihadapi. Pengetahuan tumbuh sejalan menggunakan bertambahnya pengalaman, buat itu diperlukan keterangan yg bermakna guna menggali pemikiran untuk menghadapi realitas dunia dimana seorang itu hayati (Harold H Titus).
BERFIKIR DAN PENGETAHUAN
Berfikir dan pengetahuan adalah dua hal yg sebagai ciri keutamaan insan, tanpa pengetahuan insan akan sulit berfikir serta tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut nir mungkin bisa dicapai, sang karena itu nampaknya berfikir serta pengetahuan mempunyai hubungan yg sifatnya siklikal.
Gerak sirkuler antara berfikir serta pengetahuan akan terus mengembang mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yg dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian jua semakin rumit kegiatan berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan insan semakin rumit, tetapi semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sebagai akibatnya lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu masih ada pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yg diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karenanya berfikir serta pengetahuan dipandang berdasarkan ciri prosesnya bisa dibagi ke dalam :
- Berfikir biasa dan sederhana membuat pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial)
- Berfikir sistematis faktual tentang objek eksklusif menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu)
- Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu membentuk pengetahuan filosofis (filsafat)
Semua jenis berfikir serta pengetahuan tadi pada atas mempunyai poisisi serta keuntungannya masing-masing, disparitas hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya permanen merupakan sifat yg inheren menggunakan manusia. Sifat inheren berfikir dan berpengetahuan pada insan sudah sebagai pendorong bagi upaya-upaya buat lebih memahami kaidah-kaidah berfikir benar (nalar), dan seluruh ini makin memerlukan keakhlian, sehingga makin rumit strata berfikir dan pengetahuan makin sedikit yg mempunyai kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki seseorang permanen saja mereka bisa menggunakan akalnya buat berfikir buat memperoleh pengetahuan, terutama pada menghadapi masalah-masalah kehidupan, sebagai akibatnya insan dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini dianggap pengetahuan eksistensial).
Berpengetahuan adalah kondisi absolut bagi manusia buat mempertahankan hidupnya, dan buat itu dalam diri insan telah terdapat nalar yang dapat digunakan berfikir buat lebih mendalami serta memperluas pengetahuan. Paling tidak masih ada dua alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu :
1. Insan tidak bisa hayati pada alam yg belum terolah, sementara hewan siap hayati di alam orisinil dengan aneka macam kemampuan bawaannya.
2. Manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik tersirat maupun eksplisit dan kemampuan berfikir dan pengetahuan adalah sarana buat menjawabnya.
Dengan demikian berfikir dan pengetahuan bagi insan adalah instrumen krusial buat mengatasi berbagai persoalah yg dihadapi dalam hidupnya pada dunia, tanpa itu mungkin yg akan terlihat hanya kemusnahan insan (meski fenomena menunjukan bahwa dengan berfikir dan pengetahuan insan lebih bisa menciptakan kerusakan dan memusnahkan diri sendiri lebih cepat)