PERBEDAAN TUMBUH DAN BERKEMBANG PENJELASAN ARTI KATA DALAM BAHASA INDONESIA

Penjelasan Lengkap tentang Arti Kata Tumbuh serta Berkembang bersama Contohnya caraflexi.blogspot.com - Sering kita dengar kata tumbuh dan berkembang yang dipakai dalam satu kalimat. Misalnya: Usahanya sudah tumbuh dan berkembang menggunakan pesat. 

Sebenarnya apa disparitas antara arti kata tumbuh dan arti istilah berkembang. Keduanya  (kata tumbuh dan berkembang) mempunyai makna yang seakan-akan sama. Akan namun sebenarnya sangat tidak selaras bila dianalisis makna istilah secara mendalam.
Pertama, kita bahas perbedaan antara istilah tumbuh dan berkembang secara morfologis. Kata tumbuh tidak mendapat afiks (imbuhan) sementara istilah berkembang berasal berdasarkan kata dasar kembang. 

Penjelasan istilah kembang sudah terdapat pada postingan sebelumnya yg membandingkan antara kata bunga dan kembang yang berjudul: Perbedaan Bunga dan Kembang.
Kali ini perlu kita jelaskan dulu arti istilah tumbuh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yg diterbitkan oleh pusat bahasa, istilah tumbuh memiliki tiga penerangan arti. Dari ketiga arti istilah tumbuh tersebut, arti yang ke 2 berkaitan erat dengan istilah berkembang. Berikut arti lengkapnya.

Tumbuh

1. muncul (hidup) serta bertambah akbar atau paripurna (mengenai benih flora; bagian tubuh misalnya rambut, gigi, mengenai penyakit kulit misalnya bisul, jerawat):
2 sedang berkembang (menjadi akbar, paripurna, serta sebagainya):
3 muncul; terbit; terjadi (sesuatu):
Dari ketiga arti pada atas, yg dimaksud menggunakan tumbuh adalah yang awalnya mini menjadi akbar, yang awalnya pendek sebagai tinggi, yang awalnya sempit sebagai lebar.
Seperti yg sudah dijelaskan pada awal, kata tumbuh berkaitan erat menggunakan istilah berkembang. Tumbuh pada pada dasarnya, yang awalnya nir terdapat sebagai ada.
Jika dibandingkan dengan berkembang, tumbuh mengandung makna yg awalnya nir terdapat sebagai terdapat, atau berubah wujud.
Misalnya, dalam kalimat:
Biji yang ditanam telah tumbuh menjadi bibit.

Dalam model kalimat di atas, istilah tumbuh jelas dipakai buat memperlihatkan hal yang berubah wujud. Yang awalnya berupa benih, sudah berubah menjadi bibit. Benih awalnya adalah biji-bijian, ad interim ketika mengalami proses tumbuh, berubah sebagai tanaman kecil yang dianggap bibit.
Sementara, istilah berkembang identik dengan bertambah. Misalnya, penggunaan istilah berkembang dalam bidang ilmu hayati.
Contoh Kalimat:
Ayam kampung bisa berkembang biak dengan alamiah.

Arti kata berkembang biak di atas menunjukkan makna bertambah. Yang awalnya hanya induknya saja bertambah dengan anak-anak ayam.
Dari penjelasan pada atas, jelas telah perbedaan antara tumbuh dan berkembang. Jika tumbuh identik dengan berubah menjadi dan semakin akbar. Sementara bila berkembang lebih identik dengan bertambah poly.

Semoga penerangan sederhana mengenai arti istilah tumbuh dan istilah kembang ini sanggup bermanfaat. Juga semakin mengasihi bahasa Indonesia yg sangat kaya. Salam!

KEBERHASILAN PENDIDIKAN ISLAM

Keberhasilan Pendidikan Islam 
Pendidikan Islam merupakan suatu aktivitas buat berbagi semua aspek kepribadian subjek didik yang berjalan seumur hidup. Maka dalam hal ini pendidikan harus dilaksanakan secara trylogi pendidikan yaitu pendidikan informal (tempat tinggal tangga), pendidikan formal (disekolah) dan pendidikan non formal (dalam warga ). 

H. M. Arifin bahwa pendidikan Islam merupakan menjadi usaha membina dan mengembangkanpribadai insan dari aspek-aspek rohaniah serta jasmaniah juga wajib berlangsung secara sedikit demi sedikit sang lantaran suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan.

Omar Muhammad At-Toumy al-Syaebani mengemukakan bahwa pendidikan Islam diartikan menjadi usaha membarui tingkah laris individu pada kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.

Mohd. Fadil Al-Djamaly menyampaikan bahwa pendidikan Islam merupakan proses yg mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik serta mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai menggunakan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (efek menurut luar). 

Pendapat Mohd. Fadil Al-Djamaly pada atas bahwa manusia ketika lahir ke global memiliki potensi (fitrah), maka potensi dasar tersebut perlu dikembangkan melalui pendidikan sebagai akibatnya subjek didik dapat mengaktualisasikan ilmu dalam kehidupannya. 

Sebagaimana Allah berfirman dalam surat ar-Rum Ayat 30, yg merupakan: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada kepercayaan Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah membangun insan menurut fitrah itu, tidak terdapat perubahan dalam fitrah Allah. (itulah) kepercayaan yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Ruum: 30).

Islam menegaskan bahwa anak dalam dasarnya baik, ketiak dilahirkan dalam fitrah yang suci. Sehingga seorang bayi, hidup pada alam paradise (jika mangkat pada keadaan Islam dianggap langsung masuk ke nirwana). Dalam perkembangan selanjutnya, pada istilah keagamaan, lantaran kelemahannya sendiri, sang bayi yang tumbuh pelanpelan menjadi dewasa ini lalu tergiur, lantaran taraikan kehidupan dunia, sebagai akibatnya sedikit-sedikit ia masuk ke dalam inferno “neraka dunia” (metafor buat mereka yeng menjauhi diri dari bunyi hatinya yang suci).

Karena dosanya hatinya pun jadi kotor. Kemudian dalam suatu keadaan yang dianggap penyucian, seorang insan dilatih balik untuk tanggal dari infernonya berdasarkan neraka dirinya. Inilah proses kealam purgatorio, alam pencucian diri, dimana akan dirinya. Inilah proses ke alam purgatorio, alam pencucian diri, dimana akan terbuka balik alam kefitrahannya, yg dalam dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam kefitrahan ini. Keadaan hati yang terdapat pada kecermelangannya. Sebenarnya fitrah ini bukanlah sesuatu yg didapatkan atau diusahakan, tetapi sesuatu yang ditemukan balik . Itu sebabnya istilah yang digunakan (seperti misalnya pada Idul Fitri kita minggu depan) adalah “balik ke fitrah” yang secara simbolik adalah adalah merayakan kembalinya diri kita balik kea lam paradise (surge diri) alam kefitrahan manasia (pulang kepada kecemerlangan suara hati) dari dari penciptaannya. 

Dengan kemampuan dasar pada atas Abdul ‘Ala al-Maududi menyatakan insan telah dibentuk sang Tuhan dalam dua aspek kehidupan pada dua suasana aktivitas yang tidak sinkron. Pertama beliau berada pada pada suasana pada mana dirinya secara menyeluruh diatur sang hukum Tuhannya. Dia sedikitpun tak bisa beringsut dan tak bisa menghindari sama sekali menurut aturan Tuhannya. Juga dia tak bisa mengubah dan melangkahinya. 

Dengan istilah lain dia benar-benar terperangkap pada genggaman aturan alam serta terikat buat mematuhinya. Kedua, insan telah dianugerahi kemampuan nalar serta kecerdasan. Ia dapat berpikir serta membuat pertimbangan dangan akalnya buat memilih dan menolak serta mengambil atau membuangnya. Ia juga bisa memeluk kepercayaan apa saja, mengikuti cara hidup apa saja, dan menciptakan kehidupannya sinkron menggunakan ideology yg dipilih. Diapun dapat membangun kode tingkah lakunya sendiri atau menerima saja kode-kode yg di untuk sang orang lain. Dia telah diberi kemampuan “free will” (bebas berkehendak) serta bisa menetapkan arah perbuatannya sendiri.

Herman H. Horne beropini pendidikan harus dilihat suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbale balik menggunakan alam sekitar, dengan sesama manusia serta dengan watak yang tertinggi berdasarkan kosmos.

Brubacher bahwa pendidikan merupakan proses timbal balik menurut tiap pribadi manusia pada rangka penyesuaian dirinya denganalam semesta dan temannya. 

Pendidikan adalah perkembangan yg terorganisasi serta kelengkapan dari seluruh potensi-potensi insan, moral, intelektual serta jasmani (fisik), oleh serta untuk kepribadian individunya dan kegunaan yg diharapkan demi menghimpun semua kegiatan tadi bagi tujuan akhir hidupnya. Pendidikan adalah proses dimana potensi-potensi ini (kemampuan kapasitas) insan yg mudah ditentukan oleh norma-kebiasaan agar disempurnakan oleh kebiasaan yg baik, oleh indera atau media yang disusun sedemikian rupa dan dikelola sang insan untuk menolong orang lain atau dirinya buat mencapai tujuan yg ditetapkan.

Dari pendapat pada atas dapat dijelaskan bahwa setiap jenis pendidikan baik informal, formal serta non informal agar subjek didik terjadi perkembangan kecerdasan baik kecerdasan intelektual, spiritual juga emosional serta pula dapat diaktualisasi oleh subjek didik dalam kehidupannya, maka pendidikan serta pengajaran harus diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. 

Dalam hal ini secara empiris kebanyakan subjek didik belum mengaktualisasikan ilmu-ilmu pengetahuan atau meteri-bahan ajar yang telah dipelajari secara formal atau non formal. Justru itu pembelajaran tersebut belum tercapai tujuan operasional yaitu tujuan mudah yang dicapai malalui sejumlah aktivitas pendidikan tertentu. Dalam pendidikan formal, diklaim jua tujuan instruksional yg dikembangkan sebagai Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Tujuan Instruksional tadi adalah tujuan pengajaran yg direncanakan dalam unit kegiatan pedagogi tertentu. Maka dalam hal ini, bila Tujuan Instruksional Umum serta Tujuan Instruksional Khusus belum tercapai, sebagai akibatnya belum tercapai jua Tujuan Pendidikan Islam. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam yang merupakan kemampuan dan keterampilan yang menuju pada insan kamil (insan paripurna). 

Dari di atas Burhan Somad bahwa tujuan pendidikan Islam merupakan membentuk individu bercorak dan berderajat tertinggi menurut ukuran Allah yg merupakan tujuan hayati manusia.

Dalam hal ini Allah sudah berfirman dalam surat at-Tin ayat 4-6 yaitu: “Sesungguhnya Kami sudah membangun manusia pada bentuk yg sebaikbaiknya, lalu Kami kembalikan dia ke derajat yang paling rendah, kecuali orang-orang yang beriman dan yg mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang nir putus-putusnya”. 

Dengan demikian pendidikan Islam merupakan segala upaya atau proses pendidikan yg dilakukan buat membimbing tingkah laris insan baik individu maupun sosial buat mengarahkan potensi baik yg sinkron menggunakan fitrahnya melalui proses intelektual serta spiritual berlandasan nilai Islam buat mencapai kehidupan pada global serta akhirat. Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar “transfer of knowledge” ataupun “transfer of pelatihan”, namun lebih merupakan suatu sistem yang ditata pada atas pondasi “keimanan” serta “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara pribadi menggunakan Tuhan. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam merupakan suatu kegiatan yang mengarahkan menggunakan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam bisa digambarkan menjadi suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian global serta akhirat melalui ilmu serta ibadah. Karena pendidikan Islam membawa insan untuk kebahagian global serta akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah “nilai-nilai Islam tentang insan, hakikat dan sifat-sifatnya, misi serta tujuan hidupnya pada global ini dan akhirat nanti, hak serta kewajibanny sebagai individu serta anggota warga . Semua ini dapat kita jumpai dalam Al-Quran serta Hadits. Jadi, dapat dikatakan bahwa konsepsi pendidikan contoh Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu menjadi upaya “mencerdaskan” semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan menggunakan konsep Islam tentang manusia dan hakikat eksistensinya. Maka pendidikan Islam menjadi suatu pranata sosial, jua sangat terkait dengan pandangan Islam mengenai hakikat eksistensi (eksistensi) insan. Oleh karenanya, pendidikan Islam jua berupaya buat menumbuhkan pemahaman dan pencerahan bahwa manusia itu sama di depan Allah serta perbedaannya adalah terletak dalam kadar ketakwaan masing-masing manusia, menjadi bentuk perbedaan secara kualitiatif. 

1. Hakikat Subjek Didik
Dalam proses pembelajaran subjek didik unsur yang sangat penting di samping pengajar dan fasilitas lainnya, sebagai akibatnya perlu dibahas terlebih dahulu hakikat daripada subjek didik tersebut. Manusia diciptakan Allah selain sebagai hamba-Nya, pula menjadi penguasa (khalifa) di atas bumi. Selaku hamba serta khalifah manusia telah diberikan kelengkapan kemampuan jasmaniah (fisiologis) serta rohaniah (mental psikologis) yg dapat di kembang tumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi indera yang berdaya guna pada ikhtiar kemanusiaannya buat melaksanakan tugas pokok kehidupan di global. 

Manusia diberi hayati oleh Allah tidak secara outomatis serta eksklusif, akan namun melalui proses panjang yg melibatkan aneka macam faktor dan aspek. Ini nir berarti Allah nir mampu atau nir kuasa menciptakannya sekaligus. Akan tetapi justru lantaran ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang dianggap “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi makhluk lain yang pula diberi hayati oleh Allah, yakni tumbuhan serta hewan.

Kehidupan yang demikian adalah proses interaksi interaktif secara harmonis serta seimbang yg saling menunjang antara manusia, alam serta segala isinya utamanya flora serta hewan, pada suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yg disebut ekosistem. Tata nilai serta tatanan itulah yg disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang seringkali dipengaruhi sang paradigm sinamis yg berkembang pada komunitas warga di samping dampak ajaran kepercayaan yang menjadi asal pandangan baru moral dan etika itu. 

Oleh karenanya buat mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tadi, pendidikan adalah wahana atau indera yg memilih sampai pada mana titik optimal kemampuan-kemampuan tadi dapat dicapai.

Berdasarkan pernyataan pada pada bisnis pengembangan subjek didik, maka perlu diarahkan materi yg relevan dalam pembelajaran, sehingga subjek didik sanggup menguasai, baik kemampuan kognitif, efektif juga psychomotorik. Jika kemampuan terdapat dalam subjek didik, maka tercapailah tujuan intruksional. Dengan tercapai tujuan instruksional maka tercapai jua tujuan pendidikan Islam. 

Demikian juga hakikat subjek didik adalah menjadi makhluk yg dalam perkembangannya selalu dipengaruhi oleh unsur heredity (keturunan) serta lingkungan. 

Sebagaimana Nabi SAW bersabda: Artinya: “tiap anak yang dilahirkan membawa fitrah, maka ke 2 orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nasrani atau majusi.

Hadits di atas semenjak manusia lahir telah membawa kemampuankemampuan atau berdasarkan hadits tersebut fitrah (potensi). Sedangkan orang tua pada hadits tersebut adalah lingkungan, sebagaimana dimaksud sang para ahli pendidikan, oleh karena demikian ke 2 faktor tersebut pada atas sangat memilih perkembangan subjek didik pada proses pendidikan.

Pengaruh ini dapat terjadi pada aspek jasmani, logika maupun dalam aspek rohani. Menurut al-Syaibani imbas ini dimulai semenjak bayi berupa embrio serta baru berakhir setelaj kematian orang tersebut. Justru itu begitu bertenaga dan bercampur campurkan dan kocok peranan berdasarkan faktor-faktor ini maka sukar sekali buat bisa memilih faktor mayoritas yeng berpengaruh yang pada perkembangan subjek didik dalam pendidikan, akan namun dalam beberapa hala kita bisa melihat pertumbuhan serta perkembangan yg muncul dalam subjek didik dalam faktor keturunan, seperti roman muka, mata, warna rambut serta sebagainya. Demikian jua dalam faktor lingkungan depat dilihat pada pertumbuhan kepribadian serta sosial subjek didik.

Islam menjadi agama yg sempurna telah memberikan pijakan yang jelas tentang tujuan serta hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah insan yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan supaya dia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba yang siap menjalankan selebaran yang dibebankan kepadanya sebagai khalifah pada muka bumi, sebagaimana yang tertuang dalam firman-Nya yg merupakan: “ingatlah waktu Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak membuahkan seorang khalifah dimuka bumi” mereka mengungkapkan “mengapa Engkau hendak menjaikan seseorang (khalifah) pada muka bumi, itu orang yg akan menciptakan kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”? Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Bagarah: 30). 

Selanjutnya Allah berfirman yg ialah: “sesungguhnya Kami sudah mengemukakan amanat pada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan buat memikul amanat itu serta mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya insan itu amat zalim dan amat udik”. (QS. Al-Ahzab: 72). 

Oleh karena itu pendidikan berarti adalah suatu proses membina seluruh potensi insan sebagai makhluk yg beriman serta bertakwa, berpikir dan berkarya, sehat, bertenaga dan berketerampilan tinggi buat kemaslahatan diri dan lingkungannya. 

Pendidikan dibutuhkan tidak hanya focus dalam masalah intelektual namun pula emosional dan spiritual. Walaupun kecerdasan intelektual (IQ) memiliki kedudukan dan posisi yg sangat penting, akan namun tanpa kehadiran kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang adalah kecerdasan yg berhubungan dengan perasaan yang bersumber pada hati, tidak akan optimal serta bermakna. Banyak orang berusaha untuk merubah global, namun sedikit sekali orang terlebih dahulu berusaha merubah dirinya sebagai langsung yg lebih baik serta shaleh. Orang sukses sejati adalah orang yang terus menerus berusaha membersihakan hati. 

John Locke (1623-1704) filosof Inggris yg populer dengan teorinya tabula rasa berkata bahwa jiwa manusia waktu dilahirkan laksana kertas bersih (istilahnya meja lilin) lalu diisi menggunakan pengalaman-pengalaman yg diperoleh pada hidupnya, maka pendidikan sangat berpengaruh pada seseorang. 

Dalam hal ini, keharusan mendapatkan pendidikan masih ada beberapa aspek diantaranya menjadi berikut: 

a. Aspek paedagogis 
Dalam aspek ini para pakar didik memandang manusia sebagai animal educandum, yaitu makhluk yang memerlukan pendidikan, sebagai akibatnya manusia menggunakan potensi yang dimilikinya bisa dididik dan dikembangkannya, akan sebagai manusia yang memadai secara fisik, psikis dan mental. 

b. Aspek sosiologis dan cultural 
Menurut ahli sosiologi, dalam prinsipnya manusia adalah moscius yaitu makhluk yang berwatak atau berkemampuan dasar atau yg mempunyai garizah (insting) buat hayati bermasyarakat, sebagai makhluk sosial, manusia wajib memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responability) yg diharapkan pada menyebarkan interaksi timbal balik (interelasi) dan saling imbas mempengaruhi antara sesame anggota masyarakat dalam kesatuan hayati mereka, oleh karena demikian manusia sosial berkembang, hal ini adalah makhluk yang berkebudayaan, baik moral juga mental. 

c. Aspek Tauhid 
Aspek Tauhid ialah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia merupakan makhluk yang berketuhanan, karena ketika manusia dilahirkan telah memiliki kemampuan dasar (potensi) yaitu percaya pada Tuhan. Itulah sebabnya insan sebagai makhluk yang berketuhanan atau beragama, maka pada dalam jiwa manusia masih ada insting religious atau garizah diniyah (insting percaya dalam agama). Oleh lantaran demikian buat menyebarkan naluri religious atau garizah diniyah, yaitu melalui proses pendidikan, sebagai akibatnya insan atau subjek didik bisa mengaktualisasi pada kehidupannya, sebagai inti dari ajaran Islam yaitu “rahmatal lil ‘alamin” Dalam hal ini Islam menyetujui juga imbas lingkungan pada perkembangan fitrah sebagaimana hadits yg diriwayatkan oleh Bukhari pada atas, tetapi bukan berarti Islam sebagai perhambaan dalam lingkungan. Memang pada realitasnya lingkungan memegang peranan yang cukup krusial dalam pembentukan tingkah laku subjek didik, akan namun bulan satu-satunya faktor yg menentukan, kecuali berat sebelah pada hakikat manusia, pula tidak menghargai harkat insan yg pada hakikatnya berpusat pada proses individualitas san sosialitas secara naluriah yang tidak mungkin dihindarkan dalam perkembangan hidupnya. Individualitas dan sosialitas manusia sebagai makhluk Tuhan, baru terbentuk dengan Integrited apabila dilandasi dengan faktor moralitas.

Menurut Immanuel (1724-1804) filosof akbar global (Jerman), menyampaikan manusia tidak akan bisa mengendalikan diri sendiri. Manusia mengenali dirinya menurut apa yang tampak (baik secara realitas maupun secara bathin). Yang krusial bagi dunia pendidikan menurut Kant adalah bahwa manusia makhluk rasional, manusia bebas bertindak berdasarkan alasan moral manusia bertindak bukan buat dirinya sendiri. Jadi tatkala manusia akan bertindak beliau meski memiliki alasan melakukan tindakan itu. Menurut Kant, hal ini pada fauna tidak. 

Dengan demikian, pemahaman terhadap subjek hakikat subjek didik pada pendidikan Islam merupakan sebagai acuan dalam proses pembalajara, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Hakikat subjek didik ini mencakup ketrampilan unsur jasmani, kecerdasan intelektual yg absolut diperlukan insan sebagai langkah untuk membuatkan dirinya ke arah kemajuan yang teguh pada Allah, sebagai akibatnya manusia secara langsung bisa mengakui keberadaan Tuhan sebagai zat yang paling mulia. Hal ini telah termaktub dalam surah Al-Ambiya ayat 80 yg berbunyi menjadi berikut: 

Artinya: “Dan telah kami ajarkan pada Daud menciptakan baju besi buat kamu, guna memlihara kamu dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).

Demikian jua pada surat al-Angkabut ayat 43 yg berbunyi sebagai berikut: 
Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat buat manusia serta tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yg berilmu Berdasarkan ayat yang di atas bahwa hakikat subjek manusia sebagai didik memiliki potensi-potensi yg perlu dikembang baik unsur jasmaniyah juga unsur rohaniah. 

2. Tujuan Pendidikan Islam 
Dalam rangka buat mencapai suatu tujuan menurut filsafat pendidikan Islam wajib mempunyai suatu proses pendidikan, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan dalam hakikatnya adalah suatu perwujudan menurut nilai-nilai ideal yang terbentuk pada eksklusif manusia yg diinginkan. Nilai-nilai ideal itu menghipnotis dan mewarnai pola kepribadian manusia sehingga menciptakan dalam prilaku lahiriyah. Oleh karena demikian prilaku lahiriyah adalah cerminan yang memproyeksi nilai-nilai yg sudah mengacu di pada jiwa manusia menjadi produk dari proses kependidikan. 

Tujuan pendidikan Islam merupakan idealisme (harapan) yang mengandung nilai-nilai Islami yg hendak dicapai sang proses kependidikan yg berdasarkan ajaran Islam secara bertahap. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam adalah merupakan penggambaran nilai-nilai Islam yg hendak diwujukan dalam langsung insan menjadi subjek didik yg dalam akhirnya proses pendidikan yg disadari atau dijiwai sang iman serta takwa kepada Allah menjadi asal kekuasaan mutlak.

Tujuan pendidikan Islam adalah buat mencapai ekuilibrium pertumbuhan kepribadian insan secara menyeluruh serta seimbang yg dilakukan melalui latihan jiwa, nalar pikiran (intelektual), diri insan yang rasional, perasaan indra. Lantaran itu, pendidikan hendaknya meliputi pengembangan seluruh aspek fitrah siswa, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual juga kolektif serta mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan manusia terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna pada Allah, baik secara langsung, komunitas, juga semua umat manusia. Pendidikan, jika dipahami dari pengertiannya maka kita bisa menggolongkan menjadi satu disiplin keilmuan yg mandiri, yaitu ilmu pendidikan. 

Ilmu pendidikan adalah sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. Riset disajikan dalam bentuk konsep-konsep, maka ilmu pendidikan bisa dibataskan sebagai sistem konsep pendidikan yang didapatkan melalui riset. Disini kita akan memilih objek formal ilmu pendidikan yang maha luas, luas terbatas tetapi jua diartikan sempit. Dalam pengertian maha luas, pendidikan merupakan segala situasi pada hayati yg menghipnotis dalam pertumbuhan seorang, sanggup berupa pengalaman belajar sepanjang hidup, tidak terbatas dalam waktu, loka, bentuk sekolah, jenis lingkungan dan tidak terbatas pada bentuk kegiatannya. 

Pengertian kemaha-luasna implisit pada tujuan pendidikannya. Dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan. Pendidikan sanggup diartikan imbas yg diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap siswa agar memiliki kemampuan paripurna serta pencerahan penuh terhadap hubungan dan tusas-tugas sosial mereka. Dengan istilah lain pendidikan memperliahatkan keterbatasan pada ketika, tempat, bentuk kegiatana dan tujuan pada proses berlangsungnya pendidikan. Dalam pengertian luas terbatas memberikan cara lain definisi pendidikan, yaitu menggunakan melihat kelemahan dari definisi pendidikan maha luas yg tidak tegas menggambarkan batas-batas imbas pendidikan serta bukan pendidikan terhadap pertumbuhan individu. Sedangkan kekuatannya terletak pada menempatkan aktivitas atau pengalaman-pengalaman belajar sebagai inti dalam proses pendisikan yg berlangsung dimanapun dalam lingkungan hayati, baik sekolah juga di luar sekolah. Selanjutnya kelemahan pada definisi sempit pendidikan, antara lain terletak dalam sangat kuatnya campur tangan pendidikan dalam proses pendidikan sebagai akibatnya proses pendidikan lebih adalah kegiatan mengajar daripada kegiatan belajar yang mengandung makna pendidikan terasing berdasarkan kehidupan sehingga lulusannya ditolak sang rakyat. Adapun kekuatannya, anatara lain terletak pada bentuk aktivitas pendidikannya yang dilaksanakan secara terprogram serta sistematis. Al-Attas bahwa tujuan pendidikan Islam adalah insan yang baik terlalu generik.

Sedangkan menurut Marimba mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam berbentuk orang yg berkepribadian Muslim Al-Abrasyi mengungkapkan tujuan akhir pendidikan Islam merupakan insan yg berakhlak baik.

Sedang Abdul Fattah tujuan generik pendidikan Islam dan jua merupakan tujuan spesifik pendidikan Islam merupakan mewujud insan sebagai hamba Allah yaitu beribadah pada Allah tujuan tersebut yang dimaksud adalah buat sesame insan atau subjek didik buat bisa beribadah kepada Allah. 

Oleh lantaran demikian, Islam menghendaki agar subjek didik diajarkan agar mampu merealisasikan tujuan hidupnya, sebagaimana Allah sudah mencantumkan dalam Al-Quran nur Karim. Tujuan hayati subjek didik (manusia), agar dapat mengabdi pada Allah, hal ini Allah telah berfirman pada surat Adz-Dzariyat ayat 56, yaitu: 

Artinya: “Dan Aku nir menciptakan jin serta manusia melainkan supaya mereka mengabdi pada-Ku.

Ayat di atas, subjek didik harus menjalankan perintah AllahSWT menggunakan mengabdi kepada-Nya, yg mencakup semua aspek serta segala yang dilakukan subjek didik baik perkataan, perbuatan, perasaan serta zikir atau fikirnya kepada Allah. 

Maka hal ini subjek didik harus memeriksa aspek-aspek tersebut terlebih dahulu untuk tercapai tujuan pendidikan Islam. Maka pada hal ini tujuan pendidikan Islam adalah cerminan serta realisasi berdasarkan perilaku penyerahan diri sepenuhnya pada Allah, baik seorang subjek didik ataupun kelompok juga insan secara holistik, menjadi hamba Allah yang berserah diri pada Khalidnya, ini adalah hamba-Nya yang beriman, berilmu pengetahuan serta beramal shaleh.

Sesuai dengan firman Allah SWT pada surat At-Taubah ayat 122, yg berbunyi: 
Artinya: “Dan nir sepatutnya bagi mukminin itu pulang semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi menurut tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang buat memperdalam pengetahuan mereka mengenai kepercayaan serta buat member peringatan kapada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu bisa menjaga dirinya”.

Ayat pada atas bisa bahwa, maka subjek didik wajib menuntut ilmu pengetahuan, kemudian merealisasikan pada kehidupan, yang merupakan tujuan hidupnya. Dalam hal ini sesuai pada konsep filsafat Islam, bahwa tujuan hidup insan atau subjek didik merupakan mencapai perjumpaan kembali dengan Tuhan, dalam hal ini nir bersifat materi, misalnya pulang air hujan ke laut serta secara materi manusia nir pulang kepada Tuhannya, tetapi pulang ke berasal materi yang membangun jasadnya. Maka pertemuaan itu terjadi dalam tahapan nafs, yg sepenuhnya bersifat spiritual, lantaran hakikat nafs adalah spiritual, lalu Allah SWT memanggil balik pada-Nya dengan sangat indah.

Manusia atau subjek didik dalam hakikatnya merupakan mengandung nilai-nilai prilaku insan yg didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa pada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yg wajib ditaati, sebagai perwujudan penyerahan diri secara total pada Allah. Penyerahan diri tersebut merupakan perhambaan diri manusia hanya pada Allah semata-mata. Oleh lantaran demikian, apabila subjek didik telah bersikap menghambakan diri pada Allah, berarti subjek didik tersebut berada pada dimensi kehidupan menerima kebahagian di global dan kebahagian akhirat, yg adalah tujuan pendidikan Islam secara Insan Kamil (manusia paripurna). Sehingga mendeskripsikan kepribadian subjek didik yang baik atau kepribadian rabbani. 

Adapun demensi kehidupan yg mengandung nilai ideal islami bisa dikatagorikan ked ala 3 macam yaitu sebgai berikut : 
a. Dimensi yang mengandung nilai yabg menaikkan kesejahteraan hayati manusia pada global. Dimensi kehidupan ini mendorong aktivitas insan buat mengelola serta memanfaatkan global ini agar sebagai bakal/sarana bagi kehidupan di akhirat. 
b. Dimensi yang mengandung nilai yang mendorongkan manusia berusaha keras buat meraih kehidupan di akhirat yg membahagiakan. Dimensi ini menuntut insan buat nir terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yg dimiliki, namun kemelaratan atau kemiskinan dunia wajib diberantas, sebab kemelaratan duniawi bisa sebagai ancaman yg menjerumuskan insan kepada kukurufan. 
c. Dimensi yang mengandung nilai yg bisa memadukan ( mengintegrasikan ) antara kepentingan hidup duniwi dan ukhrawi. Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hayati ini menjadi daya tanggal terhadap imbas-pengaruh negative berdasarkan aneka macam gejolak kehidupan yang menggoda kenyamanan hidup insan, baik yang bersiap sepritual , sosial, cultural, ekonomi, juga ideologis dalam hidup pribadi manusia

Oleh karena demikian subjek didik wajib pada berikan pembeljaran yg dapat sistimatis dan termotivasi buat merealisasikan idealitas Islami, sebagai akibatnya dapat memadukan atau mengintegrasikan antara kepentingan dunia serta akhirat, yg mengandung nilai-nilai Islami pada kehidupannya. Maka pada hal ini subjek didik sebagai insan”rahmatal lil ‘alamin ( insan yang mendapat rahamat selurh ala kecil ). 

a. Pendidik Dalam Pendidikan Islam 
Pendidik merupakan :Pengajar, pengajar dalam bahasa arab mu’allim, mu’allimah, ustaz ustazah, sedangkan dalam bahasa inggris merupakan teacher”. Jadi guru atau pendidik siapa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan subjek didik, seperti orang tua (ayah dan bunda), Lantaran orang tua merupakan pendidik yg paling pertama dan primer, sebagaiman Allah berfirman dalam Al-Quran at-Tahrim ayat 6 yang berbunyi: 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari ancaman neraka…” 

Berdasarkan ayat di atas “dirimu” merupakan orang tua (ayah serta mak ), sebagai anggota famili yang mempunyai kewajiban tanggung jawab terhadap anak-anaknya yaitu pada mendidik serta menaruh pengetahuan secara murni dan konsukuen, sehingga tercapai tujuan yg pada harapkan. Maka dalam hal ini orang tua merupakan menjadi tugas yang paling pertama serta primer dalam rumah tngga ( Al baitu madrasatul ula ). Akan namun oaring tua tidak mampu mendidik anak-anak pada sebakan karena perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan pendidikan lainnya, maka pada antarkan ke sekolah formal atau non formal lainnya. Oleh lantaran demikian pendidik dalam pandangan Islam adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi subjek didik, baik potensi kognitif, efektifmaupun psykomotorik, yg harus di kembangkan secara seimbang hingga ke tingkat tinggi Mengajarkan subjek didikdari ketidak tahuan sebagai manusia yg berilmu serta berpengatuahuan, berakhlak dan berperadaban dalah tanggung jawab pendidik bisa menunjuk pendidik-pendidik dalam masa lamapau serta jua pendidik-pendidik dalam mas awal islam bagaiman keikhlasan serta rasa tanggung jawab moral mareka umt sebagai akibatnya menghabiskan ketika bertahun-tahun untuk mencerdaskan umat tanpa mengharap pembalasandari insan. 

Pendidik adalah orang yang memiliki komitmen terhadap tuntutan agamanya. Berbicara sahih serta jujur, mempunyai semangat belajar ( mencari ilmu ) yg tinggi bagi mencapai ilmu yg banyak serta memperluas cakrawala pemikiran sebagai akibatnya sebagai loka bertana manusia lain selama hidupnya. Pendidik merupakan orang dewasa yang bertanggung jawab member bimbingandan bantuan kepada anak didik ( subjek didik ) dalam perkembangan jasmani serta rohaninya supaya mencapai kedewasaannya, bisa melaksakan tugasnya menjadi makhluk allah yaitu khalifah pada bagian atas bumi, sebagai makhluk sosial dan menjadi individu yang mampu berdiri sendiri. 

Pendidikan Islam adalah individuyang melaksanakan tindakan mendidik dan berdasarkan tugas-tugas pendidik secara islam pada satu situasi pandidikan Islam buat mencapai tujuan yg pada harapkan. 

Seorang pendidik menjalankan proses belajar mengajar sangat pada perlukan komitmen, sebab, pendidik merupakan pembangkit motivasi dan penentu arah subjek didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Keikhlasan, kesetiaan serta tanggung jawab, kesabaran, bersikap adil, bisa memakai metode yg bervariasi bertingkah laku rabbani (berakhlak yg baik merupakan sifat-sifat seorang pendidik pada mentranfer ilmu pada subjek, sehingga member corak dan model subjek didik yang mapu membuatkan ilmu pengetahuannya dalam kehidupannya. Pendidik itu menjadi pemimpin, pendidik, serta pelatih bagi subjek-subjek di pada kelas, serta juga menjadi rujukan vagi subjek-subjek dan rakyat sekitarnya. Dia wajib menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, nilai ilmu, serta dapat menjadikan sebagai contoh teladan bagi subjek dan rakyat di mana beliau hidup.

Pendidik itu menjadi pemegang jujur ibu bapak orang tua atau warga , sang karena itu wajib cepat dan tanggap terhadap kebutuhan dan harapan warga dan mak bapak subjek. Ia wajib menyadari serta penuh komitmen bahwa tugasnya mendidik, mengajar, dan wajib dapat mengikuti perkembangan zaman serta berbagi metode mengajar supaya nir membosankan subjek. 

Namun demikian bila kita sudah memiliki komitmen pada mengajar serta membimbing siswa atau subjek agar menjadi insan yg berguna dunia serta akhirat. 

Kita juga harus mempunyai komitmen yang bertenaga terhadap manhaj kehidupan kita sesuai dengan tuntutan Allah serta Rasul-nya. Pendidik perlu memberikan pelajaran pada subjek didik tentang komitmententang manhaj Allah pada aqidah, ibadah, etika, kehidupan sosial, yang tinggi pada kehidupan sehari-hari yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasul SAW serta wajib selalu dalam manhaj Allah pada berakidah yg benar, beribadah dan berakhlak misalnya akhlak Rasulullah SAW, pada kehidupan sosial antara seseorang muslim dengan muslim yg lain adalah bersaudara serta penuhilah hak-hak mareka menjadi saudara kandung. 

Oleh lantaran demikian pendidik harus mempunyai kompetensi baik pengetahuan yang di perlukan untuk di berikan pada subjek didik. Pengetahuan nir sekedardi ketahui sang pendidik, namun pula pada amalkan serta di yakininya. Juga memiliki ketrampilan serta nilai-nilai keagamaan yang harus pada berikan kepada subjek didik dalam suatu pembelajaran tertentu, sebagai akibatnya subjek didik mampu serta mempunyai pengetahuan yg relatif, ketrampilan yg memadai dan nilai-nilai keaagamaan yang wajib dimiliki, sebagai akibatnya tercapailah tujuan pembelajarannya. 

Di samping itu pula tugas pendidik adalah : 
a. Membimbing subjek didik yaitu dengan cara mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesnggupan, talenta, minat dan sebagainya. 
b. Menciptakan situasi buat pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan pendidikan bisa berlangsung dengan baik serta output yg memuaskan. 
c. Memiliki pengetahuan yang cukup, supaya pembelajaran bisa pada pahami sang subjek didik, sehingga tercapai tujuan yang di inginkan dengan demikian pendidik harus melaksakan tugas-tugasnya dalm proses pembelajaran baik membimbing, menolong, mengevaluasi, kreativitas serta jua mempunyai pengetahuan yg tinggi, juga mempunyai sifat-sifat pendidik, sehingga subjek didik bisa tahu dan mengerti apa yang telah di jelaskannya dan bisa mengaplikasi dalam kehidupannya. 

b. Metode dlam proses proses pendidikan Islam 
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat krusial pada upaya pencapaian tujuan. Tanpa metode dalam suatu pembelajaran terhadap suatu materi nir akan berjalan pembelajaran secara efektif dan efisien. 

Justru itu pada penggunaan metode harus sempurna guna , shingga mengandung nilai-nilai intrinsik ekstrinsik yang relevan dengan materi pembelajaran, maka secara fungsional dapat di gunakan buat merealisasikan nilai-nilai ideal yg terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara penggunaan metode dengan materi pembelajaran wajib relevasi ( keterkaitan, karena proses pendidikan Islam mengandung makna internalisasi dan transformasi nilai-nilai islam ke pada langsung subjek didik dalam upaya membentuk eksklusif muslim yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yg amaliah mengacu dalam tuntutan kepercayaan dan tuntutan hidup bermasyarakat jadi metode-metode pembelajaran, contohnya metode ceramah, tnya jawab, demontrasi, diskusi drama, metode karya wisata, metode nasehat, metode ‘iqab, metode karja gerombolan , metode drill, metode Imlak, metode hafalan dan lain-lain. 

Penggunaan metode mengajar sperti yg tadi di atas cukup poly, hal ini terbukti pada zaman keemasan Islam perkembangan ilmu pengetahuan yaitu filosoffilosof Islam populer misalnya al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Maskaweh. Al- Mawardi, ibnu Saina, Al- Ghazali. Ibnu Rusydi, Ibnu Thufail, Ibnu Khaldun dan lain-lain, metodemetode pembelajaran yang digunakan yaitu: metode Halaqah (bulat), metode mendengar, metode mambaca, metode Imla’, metode hafalan, metode pemahaman, metode lawatan serta lain-lain. Maka hal ini bisa terlihat bahwa, missal dalam penggunaan metode Halaqah (bundar) sangat efektif serta efesien, misalnya pada membahas suatu topic, seminar dan lain-lain, sehingga subjek termotivasi dalam proses pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. 

Oleh karena demikian menjadi keliru satu komponen operasional ilmu pendidikan Islam, metode harus mengandung potensi yg bersifat mengarahkan meteri pelajaran pada tujuan pendidikan yg ingin dicapai, melalui proses, baik kelembagaan formal, non formal juga informal, sebagai akibatnya memiliki hubungan dan relevansi yang senada menggunakan tujuan pendidika Islam. 

Dalam hal ini terdapat 3 aspek nilai yang terkandung pada tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode yg memiliki hubungan dan relavansi, yaitu: pertama, menciptakan subjek didik sebagai hamba Allah yg mengabdi pada-Nya. Kedua, bernilai edukatif yang mengacu pada petunjuk Al-Quran. Ketiga, adalah berkaitan menggunakan motivasi serta kedisiplinan sinkron menggunakan ajaran Al-Quran yg disebut pahala serta siksa.

Sedangkan menurut ilmu Hasan Langgulung, penggunaan metode pembelajaran adalah cara buat mencapai tujuan pendidikan Islam, melalui 3 aspek, yaitu: pertama, pembinaan karakter subjek didik, yaitu insan dilahirkan dalam keadaan fitrah, sehingga pendidik menggunkan metode-metode yang bervariasi pada pendidikan dan pedagogi dakan perubahan dan perkembangan potensi subjek didik kearah yg lebih baik. Kedua, penggunaan metode yang relevan menggunakan syarat dan materi pelajaran. Ketiga, yaitu konvoi (motivasi) serta disiplin yaitu ganjaran (Thawab) serta hukuman (‘Iqab).

c. Pendidikan dalam perspektif Pendidikan Islam 
Dalam pendidikan Islam, pendidikan mempunyai arti serta yang sangat krusial, kerena memiliki tanggung jawab serta menentukan arah pendidikan. Diantara kiprah pendidikan yaitu, menjadi pengajar, pendamping, fasilitator, motivator, pembimbing, pengarah, sebagai uswah bhasanah (contoh teladan yang baik) serta lain-lainnya. Oleh karena demikian kiprah pendidik sangat krusial dalam pendidikan Islam dan menggunakan berbagai macam cara mentrasfer ilmu pengetahuan kepada subjek didik. Justru itu Islam sangat menghargai orang-orang yg berilmu pengetahuan serta mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi orang Islam lainnya, yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yg berbunyi: 

Artinya: “hai orang-orang yang beriman jika dikatakan padamu “belapanglapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah pasti Allah akan member kelapangan untukmu dan apabila dikatakan “berdirilah engkau ” maka berdirilah, pasti Allah akan meninggikan orang-orang yg beriman di antaramu serta orang-orang yg diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat serta Allah Maha Mangetahui apa yg engkau kerjakan”.

Dari ayat pada atas bisa dijelaskan bahwa sangatlah keberuntungan yg dimiliki oleh orang yg berilmu pengetahuan atau pendidik yg mengajar ilmunya kepada orang lain. Agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini Al-Ghazali manyarankan pendidik harus memiliki adab yang baik, sehingga subjek didik akan selalu melihat kepadanya menjadi contoh yang wajib selalu diikutinya, Al-Ghazali mengatakan: “mata siswa selalu tertuju kepadanya, telinganya selalu menganggap baik, berarti baik jua di sisi mereka serta bila menganggap jelek, berarti tidak baik jua pada sisi mereka.

Maka pada hal ini pendidik harus memiliki sifat uswatun hasanah pada kehidupannya sehari-hari baik di sekolah, di tempat tinggal tangga juga pada masyarkat, sehingga subjek didik dapat mencontohkannya. Justru itu materi yang disampaikan bisa diterima sang subjek didik, lantaran sesuai antara perkataan menggunakan perbuatan. 

Lembaga pendidikan islam 
Dalam proses perkembangan potensi subjek didik, maka forum pendidikan adalah syarat absolut menggunakan tugas dan tanggung jawabnya yang cultural edukatif terhadap subjek didik dan pula masyarakat pada pengembangan pendidikan secara continuo (terus menerus). Dengan demikian lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab pada bisnis untuk pengembangan subjek didik buat mencapai tujuan hidup, yaitu: 

1. Pembebasan manusia atau subjek didik berdasarkan semacam api neraka sinkron dengan perintah Allah, sebagaimana sudah berfirman dalam surat at-Tahrim ayat 6, yang artinya “jagalah dirimu dan keluargamu dari ancaman barah neraka”. 

2. Pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang mempunyai keselarasan dan keseimbangan hayati bahagia pada global dan di akhirat sebagai realisasi dambaan seorang yg beriman buat mencapai tujuan hayati manusia 

3. Membentuk pribadi subjek didik yang bisa berbagi potensi-potensi atau kemampuan yang telah dimiliki, baik kemampuan pengetahuan, kemampuan nilai serta pula kemapuan skill (keterampilan), sebagai akibatnya subjek didik bisa memperhambakan dirinya pada Allah. 

Dengan demikian bahwa forum-forum pendidikan adalah cerminan menurut idealitas umat Islam yang sekaligus dalam tingkat eksklusif ia dapat sebagai perubahan terhadap ketinggalan atau kemunduran idealitas umat Islam. Dalam hal ini forum-lembaga pendidikan Islam sebagai dimisiator (pembangkit) atau mativator terhadap umat Islam, sehingga terpancar asal idealitas ajaran Islam yg dianalisa serta dikembangkan oelh lembaga tadi.

Justru lembaga pendidikan tadi dapat menyiapkan subjek didik yang unggul, menggunakan kriteria sekurang-kurangnya menjadi berikut: pertama, harus berdedikasi dan berdisiplin yg tinggi, yaitu mempunyai rasa pengabdian terhadap tugas serta pekerjaannya. Kedua, insan unggul wajib mempunyai sifat amanah, yaitu dapat bekerja sama (pada suatu networking) dengan orang lain. Ketiga, insan atau subjek didik yg unggul haruslah inovatif, yaitu dia selalu mengadakan kompetisi, sebagai akibatnya selalu mencari yang lain. Keempat, manusia atau subjek didik unggul harus tekun, yaitu melaksanakan dan memfokuskan aktivitas yang sedang dihadapi. Kelima, subjek didik yg unggul haruslah giat, yaitu perilaku tekun yang suatu dedikasi terhadap pekerjaannya dalam mencari yg lebih baik. Keenam, subjek didik ungguk harus mampu mengendalikan dirinya.

Justru ini buat mencapai keunggulan serta kemajuaan subjek didik secara baik serta paripurna, maka harus dilaksanakan serta diusahakan, yaitu kedisiplinan yg tinggi, kejujuran, giat, inovatif, dan kreati dalam mencari banyak sekali ilmu pengetahuan yg lebih maju lantaran akan mengalami perubahan serta tantangan pada hayati. Dengan demikian forum-forum pendidikan Islam mengalami tantangan dan hambatannya dalam melaksanakan fungsi serta tugasnya.

KEBERHASILAN PENDIDIKAN ISLAM

Keberhasilan Pendidikan Islam 
Pendidikan Islam adalah suatu aktivitas buat menyebarkan semua aspek kepribadian subjek didik yang berjalan seumur hayati. Maka pada hal ini pendidikan harus dilaksanakan secara trylogi pendidikan yaitu pendidikan informal (tempat tinggal tangga), pendidikan formal (disekolah) serta pendidikan non formal (pada warga ). 

H. M. Arifin bahwa pendidikan Islam adalah sebagai bisnis membina serta mengembangkanpribadai manusia berdasarkan aspek-aspek rohaniah serta jasmaniah juga wajib berlangsung secara bertahap oleh lantaran suatu kematangan yg bertitik akhir dalam optimalisasi perkembangan/pertumbuhan.

Omar Muhammad At-Toumy al-Syaebani mengemukakan bahwa pendidikan Islam diartikan menjadi usaha mengganti tingkah laris individu dalam kehidupan pada alam sekitarnya melalui proses kependidikan.

Mohd. Fadil Al-Djamaly menyampaikan bahwa pendidikan Islam merupakan proses yang mengarahkan insan kepada kehidupan yg baik serta mengangkat derajat kemanusiaannya, sinkron menggunakan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (dampak dari luar). 

Pendapat Mohd. Fadil Al-Djamaly di atas bahwa manusia ketika lahir ke dunia memiliki potensi (fitrah), maka potensi dasar tersebut perlu dikembangkan melalui pendidikan sehingga subjek didik bisa mengaktualisasikan ilmu pada kehidupannya. 

Sebagaimana Allah berfirman dalam surat ar-Rum Ayat 30, yg ialah: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yg sudah menciptakan manusia dari fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yg lurus, namun kebanyakan insan nir mengetahui” (QS. Ar-Ruum: 30).

Islam menegaskan bahwa anak pada dasarnya baik, ketiak dilahirkan dalam fitrah yang suci. Sehingga seseorang bayi, hayati pada alam paradise (kalau meninggal dalam keadaan Islam dianggap eksklusif masuk ke surga ). Dalam perkembangan selanjutnya, dalam kata keagamaan, lantaran kelemahannya sendiri, sang bayi yang tumbuh pelanpelan menjadi dewasa ini kemudian tergoda, lantaran taraikan kehidupan dunia, sehingga sedikit-sedikit ia masuk ke dalam inferno “neraka global” (metafor buat mereka yeng menjauhi diri berdasarkan suara hatinya yg kudus).

Karena dosanya hatinya pun jadi kotor. Kemudian pada suatu keadaan yg disebut penyucian, seorang insan dilatih kembali buat tanggal dari infernonya dari neraka dirinya. Inilah proses kealam purgatorio, alam pembersihan diri, dimana akan dirinya. Inilah proses ke alam purgatorio, alam pembersihan diri, dimana akan terbuka kembali alam kefitrahannya, yg pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam kefitrahan ini. Keadaan hati yang ada pada kecermelangannya. Sebenarnya fitrah ini bukanlah sesuatu yg dihasilkan atau diusahakan, namun sesuatu yg ditemukan balik . Itu sebabnya istilah yang dipakai (misalnya misalnya dalam Idul Fitri kita minggu depan) adalah “pulang ke fitrah” yang secara simbolik artinya adalah merayakan kembalinya diri kita kembali kea lam paradise (surge diri) alam kefitrahan manasia (kembali pada kecemerlangan suara hati) asal menurut penciptaannya. 

Dengan kemampuan dasar pada atas Abdul ‘Ala al-Maududi menyatakan insan sudah dibentuk sang Tuhan pada 2 aspek kehidupan pada dua suasana kegiatan yg tidak sinkron. Pertama dia berada pada dalam suasana di mana dirinya secara menyeluruh diatur oleh hukum Tuhannya. Dia sedikitpun tidak dapat beringsut serta tidak dapat menghindari sama sekali dari anggaran Tuhannya. Juga ia tak bisa mengganti dan melangkahinya. 

Dengan istilah lain ia sahih-benar terperangkap pada genggaman hukum alam dan terikat buat mematuhinya. Kedua, manusia telah dianugerahi kemampuan logika serta kecerdasan. Ia bisa berpikir dan menciptakan pertimbangan dangan akalnya buat memilih serta menolak serta merogoh atau membuangnya. Ia juga dapat memeluk agama apa saja, mengikuti cara hayati apa saja, dan membangun kehidupannya sinkron menggunakan ideology yang dipilih. Diapun dapat menciptakan kode tingkah lakunya sendiri atau menerima saja kode-kode yang di buat oleh orang lain. Dia sudah diberi kemampuan “free will” (bebas berkehendak) serta dapat memutuskan arah perbuatannya sendiri.

Herman H. Horne berpendapat pendidikan harus dilihat suatu proses penyesuaian diri insan secara timbale kembali dengan alam sekitar, menggunakan sesama manusia serta dengan watak yg tertinggi dari kosmos.

Brubacher bahwa pendidikan adalah proses timbal kembali menurut tiap eksklusif insan pada rangka penyesuaian dirinya denganalam semesta serta temannya. 

Pendidikan adalah perkembangan yang terorganisasi serta kelengkapan dari semua potensi-potensi insan, moral, intelektual dan jasmani (fisik), sang dan buat kepribadian individunya dan kegunaan yg diperlukan demi menghimpun seluruh aktivitas tersebut bagi tujuan akhir hidupnya. Pendidikan adalah proses dimana potensi-potensi ini (kemampuan kapasitas) manusia yg gampang dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan supaya disempurnakan sang norma yg baik, sang indera atau media yang disusun sedemikian rupa dan dikelola sang manusia buat menolong orang lain atau dirinya untuk mencapai tujuan yg ditetapkan.

Dari pendapat pada atas dapat dijelaskan bahwa setiap jenis pendidikan baik informal, formal dan non informal agar subjek didik terjadi perkembangan kecerdasan baik kecerdasan intelektual, spiritual juga emosional serta jua dapat diaktualisasi sang subjek didik dalam kehidupannya, maka pendidikan serta pengajaran harus diarahkan sinkron dengan tujuan pendidikan Islam. 

Dalam hal ini secara empiris kebanyakan subjek didik belum mengaktualisasikan ilmu-ilmu pengetahuan atau meteri-bahan ajar yang sudah dipelajari secara formal atau non formal. Justru itu pembelajaran tadi belum tercapai tujuan operasional yaitu tujuan mudah yg dicapai malalui sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam pendidikan formal, disebut jua tujuan instruksional yang dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Tujuan Instruksional tadi adalah tujuan pengajaran yang direncanakan pada unit kegiatan pengajaran tertentu. Maka pada hal ini, jika Tujuan Instruksional Umum serta Tujuan Instruksional Khusus belum tercapai, sehingga belum tercapai pula Tujuan Pendidikan Islam. Oleh karenanya tujuan pendidikan Islam yg merupakan kemampuan dan keterampilan yang menuju kepada manusia kamil (manusia paripurna). 

Dari pada atas Burhan Somad bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan individu bercorak serta berderajat tertinggi dari berukuran Allah yang merupakan tujuan hidup manusia.

Dalam hal ini Allah sudah berfirman dalam surat at-Tin ayat 4-6 yaitu: “Sesungguhnya Kami sudah membentuk manusia dalam bentuk yg sebaikbaiknya, kemudian Kami kembalikan beliau ke derajat yang paling rendah, kecuali orang-orang yang beriman serta yg mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yg nir putus-putusnya”. 

Dengan demikian pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan yg dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu juga sosial buat mengarahkan potensi baik yang sinkron menggunakan fitrahnya melalui proses intelektual serta spiritual berlandasan nilai Islam untuk mencapai kehidupan pada global serta akhirat. Dari pandangan ini, bisa dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar “transfer of knowledge” ataupun “transfer of training”, tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata pada atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung menggunakan Tuhan. Dengan demikian, bisa dikatakan pendidikan Islam merupakan suatu kegiatan yang mengarahkan menggunakan sengaja perkembangan seorang sesuai atau sejalan menggunakan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam bisa digambarkan menjadi suatu sistem yang membawa insan kearah kebahagian dunia serta akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia serta akhirat, maka yang harus diperhatikan merupakan “nilai-nilai Islam mengenai insan, hakikat serta sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya pada global ini serta akhirat nanti, hak serta kewajibanny menjadi individu serta anggota rakyat. Semua ini dapat kita jumpai pada Al-Quran serta Hadits. Jadi, bisa dikatakan bahwa konsepsi pendidikan contoh Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya “mencerdaskan” semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan menggunakan konsep Islam mengenai insan dan hakikat eksistensinya. Maka pendidikan Islam menjadi suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam mengenai hakikat eksistensi (eksistensi) insan. Oleh karena itu, pendidikan Islam pula berupaya buat menumbuhkan pemahaman serta kesadaran bahwa insan itu sama di depan Allah dan perbedaannya adalah terletak pada kadar ketakwaan masing-masing insan, menjadi bentuk perbedaan secara kualitiatif. 

1. Hakikat Subjek Didik
Dalam proses pembelajaran subjek didik unsur yg sangat penting di samping pengajar serta fasilitas lainnya, sehingga perlu dibahas terlebih dahulu hakikat daripada subjek didik tersebut. Manusia diciptakan Allah selain sebagai hamba-Nya, pula menjadi penguasa (khalifa) di atas bumi. Selaku hamba serta khalifah manusia telah diberikan kelengkapan kemampuan jasmaniah (fisiologis) serta rohaniah (mental psikologis) yang bisa pada kembang tumbuhkan seoptimal mungkin, sebagai akibatnya sebagai alat yang berdaya guna pada ikhtiar kemanusiaannya buat melaksanakan tugas utama kehidupan di global. 

Manusia diberi hayati sang Allah nir secara outomatis serta langsung, akan tetapi melalui proses panjang yg melibatkan berbagai faktor serta aspek. Ini tidak berarti Allah nir bisa atau tidak kuasa menciptakannya sekaligus. Akan namun justru lantaran terdapat proses itulah maka tercipta dan muncul apa yg diklaim “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri juga bagi makhluk lain yang pula diberi hidup sang Allah, yakni flora serta hewan.

Kehidupan yg demikian merupakan proses hubungan interaktif secara harmonis dan seimbang yang saling menunjang antara insan, alam dan segala isinya utamanya flora dan hewan, pada suatu “tata nilai” juga “tatanan” yang dianggap ekosistem. Tata nilai serta tatanan itulah yang diklaim pula “moral dan etika kehidupan alam” yang acapkali ditentukan oleh paradigm sinamis yg berkembang dalam komunitas warga pada samping imbas ajaran agama yg menjadi sumber wangsit moral serta etika itu. 

Oleh karena itu buat mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah serta rohaniah tadi, pendidikan adalah sarana atau indera yang memilih sampai pada mana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut bisa dicapai.

Berdasarkan pernyataan pada pada usaha pengembangan subjek didik, maka perlu diarahkan materi yang relevan pada pembelajaran, sebagai akibatnya subjek didik bisa menguasai, baik kemampuan kognitif, efektif maupun psychomotorik. Apabila kemampuan terdapat dalam subjek didik, maka tercapailah tujuan intruksional. Dengan tercapai tujuan instruksional maka tercapai pula tujuan pendidikan Islam. 

Demikian jua hakikat subjek didik merupakan menjadi makhluk yg pada perkembangannya selalu dipengaruhi sang unsur heredity (keturunan) dan lingkungan. 

Sebagaimana Nabi SAW bersabda: Artinya: “tiap anak yang dilahirkan membawa fitrah, maka ke 2 orang tuanyalah yang berakibat Yahudi atau Nasrani atau majusi.

Hadits di atas sejak insan lahir telah membawa kemampuankemampuan atau dari hadits tersebut fitrah (potensi). Sedangkan orang tua pada hadits tersebut adalah lingkungan, sebagaimana dimaksud sang para ahli pendidikan, sang karena demikian ke 2 faktor tersebut di atas sangat memilih perkembangan subjek didik pada proses pendidikan.

Pengaruh ini bisa terjadi pada aspek jasmani, logika maupun dalam aspek rohani. Menurut al-Syaibani dampak ini dimulai sejak bayi berupa embrio serta baru berakhir setelaj kematian orang tadi. Justru itu begitu bertenaga dan bercampur aduk rata peranan dari faktor-faktor ini maka sukar sekali buat bisa memilih faktor lebih banyak didominasi yeng berpengaruh yg dalam perkembangan subjek didik dalam pendidikan, akan tetapi pada beberapa hala kita dapat melihat pertumbuhan serta perkembangan yg muncul dalam subjek didik dalam faktor keturunan, misalnya roman muka, mata, rona rambut serta sebagainya. Demikian pula dalam faktor lingkungan depat ditinjau pada pertumbuhan kepribadian serta sosial subjek didik.

Islam sebagai agama yg paripurna telah memberikan pijakan yang kentara tentang tujuan dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yg condong pada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar dia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba yg siap menjalankan selebaran yang dibebankan kepadanya sebagai khalifah pada muka bumi, sebagaimana yg tertuang pada firman-Nya yg ialah: “ingatlah saat Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak membuahkan seseorang khalifah dimuka bumi” mereka menyampaikan “mengapa Engkau hendak menjaikan seseorang (khalifah) di muka bumi, itu orang yang akan menciptakan kerusakan padanya serta menumpahkan darah, padahal Kami Senantiasa bertasbih menggunakan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”? Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yg tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Bagarah: 30). 

Selanjutnya Allah berfirman yg artinya: “sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat pada langit, bumi serta gunung-gunung, maka semuanya enggan buat memikul amanat itu serta mereka risi akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya insan itu amat zalim serta amat terbelakang”. (QS. Al-Ahzab: 72). 

Oleh karena itu pendidikan berarti adalah suatu proses membina semua potensi insan menjadi makhluk yg beriman dan bertakwa, berpikir dan berkarya, sehat, kuat serta berketerampilan tinggi buat kemaslahatan diri serta lingkungannya. 

Pendidikan diperlukan tidak hanya focus pada perkara intelektual namun juga emosional serta spiritual. Walaupun kecerdasan intelektual (IQ) mempunyai kedudukan dan posisi yg sangat penting, akan namun tanpa kehadiran kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yg merupakan kecerdasan yg herbi perasaan yang bersumber dalam hati, nir akan optimal serta bermakna. Banyak orang berusaha untuk merubah global, namun sedikit sekali orang terlebih dahulu berusaha merubah dirinya sebagai langsung yang lebih baik dan shaleh. Orang sukses sejati merupakan orang yg terus menerus berusaha membersihakan hati. 

John Locke (1623-1704) filosof Inggris yg terkenal dengan teorinya tabula rasa mengungkapkan bahwa jiwa manusia waktu dilahirkan laksana kertas bersih (istilahnya meja lilin) lalu diisi dengan pengalaman-pengalaman yg diperoleh pada hidupnya, maka pendidikan sangat berpengaruh pada seorang. 

Dalam hal ini, keharusan mendapatkan pendidikan masih ada beberapa aspek antara lain menjadi berikut: 

a. Aspek paedagogis 
Dalam aspek ini para pakar didik memandang insan menjadi animal educandum, yaitu makhluk yang memerlukan pendidikan, sehingga insan menggunakan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkannya, akan sebagai manusia yang memadai secara fisik, psikis serta mental. 

b. Aspek sosiologis dan cultural 
Menurut ahli sosiologi, pada prinsipnya insan adalah moscius yaitu makhluk yg berwatak atau berkemampuan dasar atau yang mempunyai garizah (naluri) buat hayati bermasyarakat, sebagai makhluk sosial, manusia wajib mempunyai rasa tanggung jawab sosial (social responability) yg diharapkan pada membuatkan interaksi timbal pulang (interelasi) dan saling impak menghipnotis antara sesame anggota warga pada kesatuan hidup mereka, oleh karena demikian insan sosial berkembang, hal ini adalah makhluk yg berkebudayaan, baik moral juga mental. 

c. Aspek Tauhid 
Aspek Tauhid adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa insan adalah makhluk yang berketuhanan, karena ketika insan dilahirkan telah mempunyai kemampuan dasar (potensi) yaitu percaya kepada Tuhan. Itulah sebabnya manusia sebagai makhluk yang berketuhanan atau beragama, maka pada dalam jiwa insan terdapat naluri religious atau garizah diniyah (naluri percaya dalam agama). Oleh lantaran demikian untuk mengembangkan insting religious atau garizah diniyah, yaitu melalui proses pendidikan, sebagai akibatnya insan atau subjek didik bisa mengaktualisasi dalam kehidupannya, sebagai inti menurut ajaran Islam yaitu “rahmatal lil ‘alamin” Dalam hal ini Islam menyetujui juga pengaruh lingkungan dalam perkembangan fitrah sebagaimana hadits yg diriwayatkan sang Bukhari di atas, tetapi bukan berarti Islam sebagai perhambaan pada lingkungan. Memang dalam realitasnya lingkungan memegang peranan yang relatif penting dalam pembentukan tingkah laris subjek didik, akan namun bulan satu-satunya faktor yang menentukan, kecuali berat sebelah dalam hakikat manusia, juga tidak menghargai harkat manusia yang pada hakikatnya berpusat pada proses individualitas san sosialitas secara naluriah yg tak mungkin dihindarkan dalam perkembangan hidupnya. Individualitas dan sosialitas insan sebagai makhluk Tuhan, baru terbentuk dengan Integrited bila dilandasi dengan faktor moralitas.

Menurut Immanuel (1724-1804) filosof akbar global (Jerman), mengungkapkan insan nir akan mampu mengendalikan diri sendiri. Manusia mengenali dirinya menurut apa yang tampak (baik secara realitas juga secara bathin). Yang krusial bagi dunia pendidikan menurut Kant adalah bahwa manusia makhluk rasional, insan bebas bertindak menurut alasan moral manusia bertindak bukan buat dirinya sendiri. Jadi tatkala insan akan bertindak beliau meski mempunyai alasan melakukan tindakan itu. Menurut Kant, hal ini dalam fauna tidak. 

Dengan demikian, pemahaman terhadap subjek hakikat subjek didik pada pendidikan Islam adalah sebagai acuan dalam proses pembalajara, supaya tujuan yang sudah ditetapkan dapat tercapai. Hakikat subjek didik ini mencakup ketrampilan unsur jasmani, kecerdasan intelektual yang mutlak diharapkan insan menjadi langkah buat menyebarkan dirinya ke arah kemajuan yang teguh pada Allah, sebagai akibatnya manusia secara langsung bisa mengakui eksistensi Tuhan menjadi zat yg paling mulia. Hal ini sudah termaktub pada surah Al-Ambiya ayat 80 yg berbunyi menjadi berikut: 

Artinya: “Dan sudah kami ajarkan kepada Daud menciptakan baju besi untuk kamu, guna memlihara kamu dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur (pada Allah).

Demikian pula dalam surat al-Angkabut ayat 43 yang berbunyi menjadi berikut: 
Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat buat manusia dan tiada yg memahaminya kecuali orang-orang yg berilmu Berdasarkan ayat yang pada atas bahwa hakikat subjek manusia sebagai didik memiliki potensi-potensi yang perlu dikembang baik unsur jasmaniyah juga unsur rohaniah. 

2. Tujuan Pendidikan Islam 
Dalam rangka buat mencapai suatu tujuan menurut filsafat pendidikan Islam harus mempunyai suatu proses pendidikan, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan dalam hakikatnya adalah suatu perwujudan berdasarkan nilai-nilai ideal yg terbentuk pada pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mensugesti serta mewarnai pola kepribadian insan sehingga membentuk pada prilaku lahiriyah. Oleh lantaran demikian prilaku lahiriyah merupakan cerminan yang memproyeksi nilai-nilai yang telah mengacu di pada jiwa insan menjadi produk berdasarkan proses kependidikan. 

Tujuan pendidikan Islam adalah idealisme (hasrat) yg mengandung nilai-nilai Islami yang hendak dicapai oleh proses kependidikan yang menurut ajaran Islam secara bertahap. Oleh karenanya tujuan pendidikan Islam adalah merupakan penggambaran nilai-nilai Islam yang hendak diwujukan pada eksklusif manusia menjadi subjek didik yang pada akhirnya proses pendidikan yang disadari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah menjadi sumber kekuasaan mutlak.

Tujuan pendidikan Islam merupakan buat mencapai ekuilibrium pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, nalar pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional, perasaan indra. Karena itu, pendidikan hendaknya meliputi pengembangan semua aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, khayalan, fisik, ilmiah serta bahasa, baik secara individual juga kolektif serta mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan serta kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan insan terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat insan. Pendidikan, bila dipahami dari pengertiannya maka kita mampu menggolongkan sebagai satu disiplin keilmuan yang berdikari, yaitu ilmu pendidikan. 

Ilmu pendidikan adalah sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yg diperoleh melalui riset. Riset disajikan dalam bentuk konsep-konsep, maka ilmu pendidikan bisa dibataskan sebagai sistem konsep pendidikan yg dihasilkan melalui riset. Disini kita akan menentukan objek formal ilmu pendidikan yg maha luas, luas terbatas namun jua diartikan sempit. Dalam pengertian maha luas, pendidikan adalah segala situasi dalam hayati yg mensugesti pada pertumbuhan seorang, sanggup berupa pengalaman belajar sepanjang hayati, tidak terbatas pada waktu, loka, bentuk sekolah, jenis lingkungan dan tidak terbatas dalam bentuk kegiatannya. 

Pengertian kemaha-luasna implisit pada tujuan pendidikannya. Dalam pengertian sempit, pendidikan merupakan sekolah atau persekolahan. Pendidikan mampu diartikan impak yg diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap siswa agar mempunyai kemampuan sempurna serta kesadaran penuh terhadap hubungan dan tusas-tugas sosial mereka. Dengan istilah lain pendidikan memperliahatkan keterbatasan pada waktu, tempat, bentuk kegiatana serta tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan. Dalam pengertian luas terbatas menaruh alternatif definisi pendidikan, yaitu menggunakan melihat kelemahan berdasarkan definisi pendidikan maha luas yang tidak tegas menggambarkan batas-batas dampak pendidikan serta bukan pendidikan terhadap pertumbuhan individu. Sedangkan kekuatannya terletak dalam menempatkan aktivitas atau pengalaman-pengalaman belajar menjadi inti dalam proses pendisikan yg berlangsung dimanapun dalam lingkungan hidup, baik sekolah juga pada luar sekolah. Selanjutnya kelemahan pada definisi sempit pendidikan, diantaranya terletak pada sangat kuatnya campur tangan pendidikan pada proses pendidikan sebagai akibatnya proses pendidikan lebih adalah kegiatan mengajar daripada kegiatan belajar yg mengandung makna pendidikan terasing menurut kehidupan sehingga lulusannya ditolak oleh masyarakat. Adapun kekuatannya, anatara lain terletak pada bentuk kegiatan pendidikannya yg dilaksanakan secara terprogram serta sistematis. Al-Attas bahwa tujuan pendidikan Islam merupakan insan yang baik terlalu generik.

Sedangkan berdasarkan Marimba menyampaikan bahwa tujuan pendidikan Islam berbentuk orang yg berkepribadian Muslim Al-Abrasyi mengungkapkan tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang berakhlak baik.

Sedang Abdul Fattah tujuan umum pendidikan Islam serta juga merupakan tujuan spesifik pendidikan Islam merupakan mewujud manusia sebagai hamba Allah yaitu beribadah pada Allah tujuan tadi yg dimaksud adalah buat sesame insan atau subjek didik buat dapat beribadah kepada Allah. 

Oleh lantaran demikian, Islam menghendaki agar subjek didik diajarkan agar mampu merealisasikan tujuan hidupnya, sebagaimana Allah telah mencantumkan dalam Al-Quran nur Karim. Tujuan hayati subjek didik (manusia), agar dapat mengabdi kepada Allah, hal ini Allah sudah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56, yaitu: 

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin serta insan melainkan agar mereka mengabdi pada-Ku.

Ayat di atas, subjek didik wajib menjalankan perintah AllahSWT menggunakan mengabdi kepada-Nya, yg meliputi semua aspek dan segala yg dilakukan subjek didik baik perkataan, perbuatan, perasaan dan zikir atau fikirnya kepada Allah. 

Maka hal ini subjek didik harus memeriksa aspek-aspek tersebut terlebih dahulu buat tercapai tujuan pendidikan Islam. Maka pada hal ini tujuan pendidikan Islam merupakan cerminan dan realisasi dari perilaku penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik seorang subjek didik ataupun gerombolan juga manusia secara holistik, sebagai hamba Allah yg berserah diri pada Khalidnya, ini merupakan hamba-Nya yg beriman, berilmu pengetahuan serta beramal shaleh.

Sesuai menggunakan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 122, yang berbunyi: 
Artinya: “Dan tidak sepatutnya bagi mukminin itu pulang semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan buat member peringatan kapada kaumnya apabila mereka telah balik kepadanya, agar mereka itu bisa menjaga dirinya”.

Ayat di atas bisa bahwa, maka subjek didik wajib menuntut ilmu pengetahuan, kemudian merealisasikan dalam kehidupan, yg merupakan tujuan hidupnya. Dalam hal ini sinkron dalam konsep filsafat Islam, bahwa tujuan hayati insan atau subjek didik merupakan mencapai perjumpaan pulang dengan Tuhan, dalam hal ini tidak bersifat materi, seperti pulang air hujan ke laut serta secara materi manusia tidak pulang pada Tuhannya, tetapi balik ke dari materi yg menciptakan jasadnya. Maka pertemuaan itu terjadi pada tahapan nafs, yang sepenuhnya bersifat spiritual, lantaran hakikat nafs adalah spiritual, kemudian Allah SWT memanggil balik kepada-Nya dengan sangat latif.

Manusia atau subjek didik dalam hakikatnya adalah mengandung nilai-nilai prilaku insan yg didasari atau dijiwai sang iman serta takwa pada Allah menjadi sumber kekuasaan absolut yang harus ditaati, menjadi perwujudan penyerahan diri secara total kepada Allah. Penyerahan diri tadi adalah perhambaan diri manusia hanya kepada Allah semata-mata. Oleh karena demikian, jika subjek didik sudah bersikap menghambakan diri dalam Allah, berarti subjek didik tadi berada dalam dimensi kehidupan mendapat kebahagian di dunia serta kebahagian akhirat, yang adalah tujuan pendidikan Islam secara Insan Kamil (insan sempurna). Sehingga menggambarkan kepribadian subjek didik yg baik atau kepribadian rabbani. 

Adapun demensi kehidupan yg mengandung nilai ideal islami dapat dikatagorikan ked ala tiga macam yaitu sebgai berikut : 
a. Dimensi yg mengandung nilai yabg menaikkan kesejahteraan hidup manusia di dunia. Dimensi kehidupan ini mendorong kegiatan manusia buat mengelola dan memanfaatkan dunia ini supaya sebagai bakal/sarana bagi kehidupan di akhirat. 
b. Dimensi yang mengandung nilai yg mendorongkan manusia berusaha keras buat meraih kehidupan pada akhirat yang membahagiakan. Dimensi ini menuntut manusia buat tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yg dimiliki, tetapi kemelaratan atau kemiskinan dunia harus diberantas, sebab kemelaratan duniawi sanggup sebagai ancaman yg menjerumuskan manusia kepada kukurufan. 
c. Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan ( mengintegrasikan ) antara kepentingan hidup duniwi dan ukhrawi. Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hayati ini sebagai daya lepas terhadap impak-dampak negative dari aneka macam gejolak kehidupan yang menarik hati ketenangan hidup insan, baik yg bersiap sepritual , sosial, cultural, ekonomi, maupun ideologis dalam hayati pribadi manusia

Oleh lantaran demikian subjek didik wajib di berikan pembeljaran yang dapat sistimatis serta termotivasi buat merealisasikan idealitas Islami, sebagai akibatnya bisa memadukan atau mengintegrasikan antara kepentingan global serta akhirat, yang mengandung nilai-nilai Islami pada kehidupannya. Maka pada hal ini subjek didik sebagai manusia”rahmatal lil ‘alamin ( insan yang menerima rahamat selurh ala mini ). 

a. Pendidik Dalam Pendidikan Islam 
Pendidik adalah :Guru, guru dalam bahasa arab mu’allim, mu’allimah, ustaz ustazah, sedangkan pada bahasa inggris merupakan teacher”. Jadi pengajar atau pendidik siapa yg bertanggung jawab terhadap perkembangan subjek didik, seperti orang tua (ayah serta mak ), Lantaran orang tua adalah pendidik yg paling pertama serta utama, sebagaiman Allah berfirman dalam Al-Quran at-Tahrim ayat 6 yg berbunyi: 

Artinya: “Hai orang-orang yg beriman peliharalah dirimu dan keluargamu menurut ancaman neraka…” 

Berdasarkan ayat pada atas “dirimu” adalah orang tua (ayah serta mak ), sebagai anggota keluarga yang mempunyai kewajiban tanggung jawab terhadap anak-anaknya yaitu dalam mendidik dan memberikan pengetahuan secara murni serta konsukuen, sebagai akibatnya tercapai tujuan yg pada harapkan. Maka dalam hal ini orang tua merupakan menjadi tugas yang paling pertama dan utama pada tempat tinggal tngga ( Al baitu madrasatul ula ). Akan namun oaring tua nir mampu mendidik anak-anak pada sebakan lantaran perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, perilaku dan kebutuhan pendidikan lainnya, maka pada antarkan ke sekolah formal atau non formal lainnya. Oleh karena demikian pendidik pada pandangan Islam merupakan mengupayakan perkembangan seluruh potensi subjek didik, baik potensi kognitif, efektifmaupun psykomotorik, yg harus di kembangkan secara seimbang sampai ke tingkat tinggi Mengajarkan subjek didikdari ketidak tahuan menjadi manusia yg berilmu dan berpengatuahuan, berakhlak dan berperadaban dalah tanggung jawab pendidik bisa memilih pendidik-pendidik dalam masa lamapau serta jua pendidik-pendidik dalam mas awal islam bagaiman keikhlasan serta rasa tanggung jawab moral mareka umt sehingga menghabiskan saat bertahun-tahun buat mencerdaskan umat tanpa mengharap pembalasandari manusia. 

Pendidik merupakan orang yang mempunyai komitmen terhadap tuntutan agamanya. Berbicara benar serta jujur, mempunyai semangat belajar ( mencari ilmu ) yang tinggi bagi mencapai ilmu yg poly dan memperluas cakrawala pemikiran sebagai akibatnya menjadi loka bertana insan lain selama hidupnya. Pendidik merupakan orang dewasa yang bertanggung jawab member bimbingandan bantuan pada anak didik ( subjek didik ) pada perkembangan jasmani dan rohaninya supaya mencapai kedewasaannya, bisa melaksakan tugasnya sebagai makhluk allah yaitu khalifah di bagian atas bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang bisa berdiri sendiri. 

Pendidikan Islam adalah individuyang melaksanakan tindakan mendidik dan berdasarkan tugas-tugas pendidik secara islam dalam satu situasi pandidikan Islam buat mencapai tujuan yg di harapkan. 

Seorang pendidik menjalankan proses belajar mengajar sangat pada perlukan komitmen, karena, pendidik adalah pembangkit motivasi serta penentu arah subjek didik buat mencapai tujuan pendidikan. Keikhlasan, kesetiaan dan tanggung jawab, kesabaran, bersikap adil, mampu menggunakan metode yang bervariasi bertingkah laris rabbani (berakhlak yg baik adalah sifat-sifat seorang pendidik dalam mentranfer ilmu kepada subjek, sehingga member corak serta model subjek didik yang mapu mengembangkan ilmu pengetahuannya pada kehidupannya. Pendidik itu menjadi pemimpin, pendidik, serta instruktur bagi subjek-subjek pada dalam kelas, serta pula sebagai rujukan vagi subjek-subjek serta warga sekitarnya. Dia harus menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, nilai ilmu, dan bisa mengakibatkan sebagai model teladan bagi subjek dan masyarakat pada mana dia hidup.

Pendidik itu menjadi pemegang jujur mak bapak orang tua atau rakyat, sang karenanya harus cepat serta tanggap terhadap kebutuhan dan cita-cita masyarakat dan bunda bapak subjek. Ia wajib menyadari serta penuh komitmen bahwa tugasnya mendidik, mengajar, serta harus dapat mengikuti perkembangan zaman dan mengembangkan metode mengajar agar tidak membosankan subjek. 

Namun demikian kalau kita telah memiliki komitmen dalam mengajar serta membimbing siswa atau subjek supaya sebagai insan yang berguna dunia serta akhirat. 

Kita pula harus mempunyai komitmen yang kuat terhadap manhaj kehidupan kita sesuai menggunakan tuntutan Allah serta Rasul-nya. Pendidik perlu menaruh pelajaran kepada subjek didik mengenai komitmententang manhaj Allah pada aqidah, ibadah, etika, kehidupan sosial, yang tinggi pada kehidupan sehari-hari yang bersumber dari Al-Quran serta Sunnah Rasul SAW dan harus selalu dalam manhaj Allah pada berakidah yang sahih, beribadah dan berakhlak seperti akhlak Rasulullah SAW, dalam kehidupan sosial antara seorang muslim menggunakan muslim yang lain adalah bersaudara serta penuhilah hak-hak mareka sebagai saudara kandung. 

Oleh lantaran demikian pendidik harus mempunyai kompetensi baik pengetahuan yang di perlukan buat di berikan kepada subjek didik. Pengetahuan tidak sekedardi ketahui sang pendidik, tetapi jua pada amalkan dan pada yakininya. Juga mempunyai ketrampilan serta nilai-nilai keagamaan yang harus pada berikan kepada subjek didik dalam suatu pembelajaran eksklusif, sebagai akibatnya subjek didik mampu serta memiliki pengetahuan yg cukup, ketrampilan yang memadai dan nilai-nilai keaagamaan yang harus dimiliki, sehingga tercapailah tujuan pembelajarannya. 

Di samping itu pula tugas pendidik merupakan : 
a. Membimbing subjek didik yaitu dengan cara mencari sosialisasi terhadapnya tentang kebutuhan, kesnggupan, bakat, minat dan sebagainya. 
b. Membentuk situasi buat pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan pendidikan bisa berlangsung dengan baik serta output yg memuaskan. 
c. Mempunyai pengetahuan yg cukup, supaya pembelajaran dapat di pahami oleh subjek didik, sehingga tercapai tujuan yg di inginkan menggunakan demikian pendidik harus melaksakan tugas-tugasnya dalm proses pembelajaran baik membimbing, menolong, mengevaluasi, kreativitas dan juga memiliki pengetahuan yg tinggi, juga memiliki sifat-sifat pendidik, sebagai akibatnya subjek didik bisa memahami dan mengerti apa yang sudah di jelaskannya dan bisa mengaplikasi dalam kehidupannya. 

b. Metode dlam proses proses pendidikan Islam 
Dalam proses pendidikan Islam, metode memiliki kedudukan yg sangat krusial dalam upaya pencapaian tujuan. Tanpa metode pada suatu pembelajaran terhadap suatu materi nir akan berjalan pembelajaran secara efektif dan efisien. 

Justru itu pada penggunaan metode wajib tepat guna , shingga mengandung nilai-nilai intrinsik ekstrinsik yg relevan dengan materi pembelajaran, maka secara fungsional bisa pada gunakan buat merealisasikan nilai-nilai ideal yg terkandung pada tujuan pendidikan Islam. Antara penggunaan metode dengan materi pembelajaran wajib relevasi ( keterkaitan, karena proses pendidikan Islam mengandung makna internalisasi dan transformasi nilai-nilai islam ke pada langsung subjek didik pada upaya membentuk langsung muslim yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu pada tuntutan kepercayaan dan tuntutan hidup bermasyarakat jadi metode-metode pembelajaran, contohnya metode ceramah, tnya jawab, demontrasi, diskusi drama, metode karya wisata, metode nasehat, metode ‘iqab, metode karja grup, metode drill, metode Imlak, metode hafalan dan lain-lain. 

Penggunaan metode mengajar sperti yang tadi pada atas relatif poly, hal ini terbukti dalam zaman keemasan Islam perkembangan ilmu pengetahuan yaitu filosoffilosof Islam terkenal seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Maskaweh. Al- Mawardi, ibnu Saina, Al- Ghazali. Ibnu Rusydi, Ibnu Thufail, Ibnu Khaldun dan lain-lain, metodemetode pembelajaran yang dipakai yaitu: metode Halaqah (bulat), metode mendengar, metode mambaca, metode Imla’, metode hafalan, metode pemahaman, metode tandang serta lain-lain. Maka hal ini bisa terlihat bahwa, missal dalam penggunaan metode Halaqah (lingkaran) sangat efektif serta efesien, misalnya dalam membahas suatu topic, seminar dan lain-lain, sebagai akibatnya subjek termotivasi pada proses pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yg dibutuhkan. 

Oleh lantaran demikian menjadi galat satu komponen operasional ilmu pendidikan Islam, metode harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan meteri pelajaran pada tujuan pendidikan yang ingin dicapai, melalui proses, baik kelembagaan formal, non formal juga informal, sebagai akibatnya memiliki interaksi serta relevansi yg senada menggunakan tujuan pendidika Islam. 

Dalam hal ini masih ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yg hendak direalisasikan melalui metode yg memiliki interaksi dan relavansi, yaitu: pertama, membangun subjek didik menjadi hamba Allah yang mengabdi pada-Nya. Kedua, bernilai edukatif yg mengacu kepada petunjuk Al-Quran. Ketiga, adalah berkaitan menggunakan motivasi dan kedisiplinan sesuai menggunakan ajaran Al-Quran yg dianggap pahala serta siksa.

Sedangkan berdasarkan ilmu Hasan Langgulung, penggunaan metode pembelajaran merupakan cara buat mencapai tujuan pendidikan Islam, melalui 3 aspek, yaitu: pertama, training karakter subjek didik, yaitu manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, sebagai akibatnya pendidik menggunkan metode-metode yang bervariasi pada pendidikan serta pengajaran dakan perubahan serta perkembangan potensi subjek didik kearah yang lebih baik. Kedua, penggunaan metode yang relevan dengan kondisi dan bahan ajar. Ketiga, yaitu konvoi (motivasi) dan disiplin yaitu ganjaran (Thawab) serta sanksi (‘Iqab).

c. Pendidikan dalam perspektif Pendidikan Islam 
Dalam pendidikan Islam, pendidikan memiliki arti serta yg sangat penting, kerena memiliki tanggung jawab serta menentukan arah pendidikan. Diantara kiprah pendidikan yaitu, sebagai guru, pendamping, fasilitator, motivator, pembimbing, pengarah, sebagai uswah bhasanah (model teladan yg baik) dan lain-lainnya. Oleh lantaran demikian kiprah pendidik sangat penting dalam pendidikan Islam serta menggunakan aneka macam macam cara mentrasfer ilmu pengetahuan kepada subjek didik. Justru itu Islam sangat menghargai orang-orang yg berilmu pengetahuan serta mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi orang Islam lainnya, yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan serta bukan pendidik. Sebagaimana Allah sudah berfirman pada surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi: 

Artinya: “hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan padamu “belapanglapanglah pada majlis”, maka lapangkanlah pasti Allah akan member kelapangan untukmu serta apabila dikatakan “berdirilah kamu” maka berdirilah, pasti Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yg diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat serta Allah Maha Mangetahui apa yg kamu kerjakan”.

Dari ayat di atas bisa dijelaskan bahwa sangatlah keberuntungan yang dimiliki oleh orang yg berilmu pengetahuan atau pendidik yang mengajar ilmunya pada orang lain. Agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini Al-Ghazali manyarankan pendidik wajib memiliki adab yang baik, sehingga subjek didik akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang wajib selalu diikutinya, Al-Ghazali menyampaikan: “mata siswa selalu tertuju kepadanya, telinganya selalu menganggap baik, berarti baik juga pada sisi mereka serta bila menganggap jelek, berarti buruk pula pada sisi mereka.

Maka dalam hal ini pendidik wajib mempunyai sifat uswatun hasanah dalam kehidupannya sehari-hari baik pada sekolah, pada rumah tangga jua pada masyarkat, sebagai akibatnya subjek didik dapat mencontohkannya. Justru itu materi yg disampaikan bisa diterima oleh subjek didik, lantaran sinkron antara perkataan menggunakan perbuatan. 

Lembaga pendidikan islam 
Dalam proses perkembangan potensi subjek didik, maka lembaga pendidikan merupakan kondisi mutlak menggunakan tugas dan tanggung jawabnya yang cultural edukatif terhadap subjek didik dan pula warga dalam pengembangan pendidikan secara continuo (terus menerus). Dengan demikian forum pendidikan mempunyai tanggung jawab pada bisnis buat pengembangan subjek didik untuk mencapai tujuan hayati, yaitu: 

1. Pembebasan manusia atau subjek didik dari semacam barah neraka sinkron menggunakan perintah Allah, sebagaimana telah berfirman pada surat at-Tahrim ayat 6, yg merupakan “jagalah dirimu dan keluargamu berdasarkan ancaman barah neraka”. 

2. Pembinaan umat insan sebagai hamba Allah yg memiliki keselarasan dan ekuilibrium hidup senang di global serta di akhirat sebagai realisasi dambaan seseorang yang beriman buat mencapai tujuan hayati insan 

3. Membentuk eksklusif subjek didik yang dapat mengembangkan potensi-potensi atau kemampuan yg telah dimiliki, baik kemampuan pengetahuan, kemampuan nilai dan pula kemapuan skill (keterampilan), sebagai akibatnya subjek didik bisa memperhambakan dirinya dalam Allah. 

Dengan demikian bahwa forum-lembaga pendidikan merupakan cerminan dari idealitas umat Islam yang sekaligus dalam taraf eksklusif beliau bisa menjadi perubahan terhadap ketinggalan atau kemunduran idealitas umat Islam. Dalam hal ini forum-lembaga pendidikan Islam menjadi dimisiator (pembangkit) atau mativator terhadap umat Islam, sebagai akibatnya terpancar asal idealitas ajaran Islam yg dianalisa serta dikembangkan oelh lembaga tersebut.

Justru lembaga pendidikan tersebut dapat menyiapkan subjek didik yang unggul, menggunakan kriteria sekurang-kurangnya sebagai berikut: pertama, harus berdedikasi serta berdisiplin yg tinggi, yaitu memiliki rasa darma terhadap tugas serta pekerjaannya. Kedua, manusia unggul harus mempunyai sifat jujur, yaitu dapat bekerja sama (dalam suatu networking) menggunakan orang lain. Ketiga, manusia atau subjek didik yang unggul haruslah inovatif, yaitu ia selalu mengadakan kompetisi, sebagai akibatnya selalu mencari yang lain. Keempat, manusia atau subjek didik unggul wajib tekun, yaitu melaksanakan dan memfokuskan aktivitas yg sedang dihadapi. Kelima, subjek didik yg unggul haruslah ulet , yaitu perilaku tekun yang suatu dedikasi terhadap pekerjaannya dalam mencari yg lebih baik. Keenam, subjek didik ungguk wajib bisa mengendalikan dirinya.

Justru ini buat mencapai keunggulan dan kemajuaan subjek didik secara baik dan sempurna, maka wajib dilaksanakan dan diusahakan, yaitu kedisiplinan yg tinggi, kejujuran, giat, inovatif, dan kreati pada mencari berbagai ilmu pengetahuan yang lebih maju karena akan mengalami perubahan dan tantangan dalam hayati. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan Islam mengalami tantangan serta hambatannya pada melaksanakan fungsi dan tugasnya.