PENGERTIAN PERTANIAN DALAM ARTI LUAS AGRICULTURE

            PengertianPertanian Dalam Arti Luas (Agriculture )

Pertaniandalam arti luas (Agriculture), darisudut pandang bahasa (etimologi) terdiri ataas dua istilah, yaitu agri atau ager  yg brarti tanah serta cultur atau colere  yang berarti pengelolaan. Jadi pertanian dalamarti luas (agriculture) diartikansebagai aktivitas pengelolaan tanah. Pengelolaan ini dimaksudkan untukkepentingan kehidupan tanaman dan fauna, sedangkan tanah digunakan sebagaiwadah atau tempat aktivitas pengelolaan tersebut, yang kesemuanya itu untukkelangsungan hidup insan.
            Adapun batasan atau definisi agriculture berdasarkan beberapa pakar adalahsebagai berikut :
1.menurutVan Aarsten (1953), agriculture  merupakan gigunakan aktivitas manusia untukmemperoleh output yg berasal berdasarkan tumbuh-tanaman dan hewan yg dalam mulanyadicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telahdiberikan sang alam guna memgembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan tersebut.
Dari batasan tersebut kentara bahwa buat dapatdisebut sebagai pertanian perlu dipenuhi beberapa persyaratan :
a.adanyaalam beserta isinya diantaranya tanah sebagai tempat aktivitas, dan tumbuhanserta fauna menjadi obyek kegiatan.
b.adanyakegiatan manusia pada menyemournakan segala sesuatu yang sudah diberikan olehalam serta atau Yang Maha Kuasa buat kepentingan/kelangsungan hidup manusiamelalui dua golongan yaitu flora/flora serta fauna/ternak dan ikan.
c.adausaha insan buat menerima produk/hasil ekonomi yg lebih besar daripadasebelum adanya aktivitas manusia
2.menurutMosher (1966), pertanian adalah suatu bentuk produksi yang spesial , yangdidasarkan dalam proses pertumbuhan flora serta hewan. Petani mengelola danmerangsang pertumbuhan flora dan hewan dalam suatu bisnis tani, dimana kegiatanproduksi adalah bisnis, sehinggga pengeluaran serta pendapatan sangat pentingartinya.
3.menurutSpedding (1979), pertanian pada pandangan modern adalah aktivitas manusiauntuk manusia serta dilaksanakan guna memperoleh hasil yg menguntungkan sehinggahams jua mencakup kegiatan ekonomi dan pengelolaan di samping biologi.


PengertianPertanian Dalam Arti Sempit (Agronomy)

Pengertian/batasanAgronomy menurut beberapa pakar merupakan menjadi berikut:
1.menurutKipps (1970), Agronomy merupakan: the study of applied of the science of soilmanagement and of the production of crops (studi mengenai pelaksanaan ilmupengelolaan tanah serta produksi tanaman ). Dari batasan di atas kentara bahwaagronomy adalah ilmu yang mengusut tentang pengelolaan tanah buat kehidupantanaman sebagai akibatnya tidak termasuk kehidupan fauna. Oleh karenanya agronomycakupannya lebih sempit apabila dibandingkan dengan agriculture.
2.menurutSamsu'ud Sadjad (1977), agronomy atau agronomi menurut bahasa asal menurut kataagros yang berarti lapang, serta nomos yg berarti pengelolaan, sehinggaagronomi berarti pengelolaan lapang produksi dengan target produksi fisik yangmaksimum.
3.menurut Sumantri (1980), agronomiadalah ilmu yang mempelajari segala aspek biofisik yang berkaitan dengan usahapenyempurnaan budidaya tumbuhan buat memperoleh produksi fisik yang maksimum.



Daribeberapa batasan di atas kentara bahwa sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaantanaman dan lingkungannya merupakan produksi fisik yang maksimum, bukan produksifisik yang optimum atau yg paling menguntungkan. Hal ini dapat dimengertikarena dalam pengelolaan suatu flora diharapkan adanya sarana produksi danbiaya tenaga kerja yang setiap saat selalu berubah. Apabila target pengelolaantanaman merupakan hasil yg menguntungkan maka ilmu buat mendapatkan hasilfisik, akan selalu berubah-ubah dalam kurun saat yang sangat pendek atausetiap musim tanam akan selalu berubah. Keadaan ini akan sangat menyulitkandalam hadiah inovasi bar' atau rekomendasi kepada petani dalam pelaksanaan teknikbudidaya flora.V

MAKALAH PERMASALAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.LatarBelakang


 Sektor pertanian merupakan andalan untukmeningkatkan kesejahteraan sebagian warga Indonesia lantaran sebagian besarmasyarakat Indonesia tinggal di desa dan bekerja pada sektor pertanian. Di lihatdari kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian secara makro terjadipenurunan, di mana kontribusi sektor pertanian terhadap PDB pada tahun 201015,3 %, kemudian turun sebagai 14,7 % . Di tinjau dari luas panen padi tahun2010 sebesar 13.253.450 ha, lalu turun sebagai 13.203.643 ha dalam 2011.sedangkan menurut produksi padi pada tahun 2010 sebanyak 66.469.394 ton, kemudianturun menjadi 65.756.904 ton padi tahun 2011. Dan dari taraf produktifitaspadi pada tahun 2010 sebanyak 50,15 (ku/ha), kemudian turun menjadi 49,80(ku/ha) pada tahun 2011. Fenomena ekonomi ini menaruh isyarat terjadinyatransformasi ekonomi dalam perekonomian Indonesia secara makro baik secaravertikal juga horisontal.

 Dengan menurunnya taraf produktifitas, luasarea huma pertanian yang secara tidak pribadi menurunkan tingkat produksipertanian khususnya dalam produksi padi. Dengan latar belakang tadi penulismengkaji sektor pertanian secara generik dengan menitikberatkan pada pertarungan,kebijakan dan taktik dalam produksi pangan khususnya produksi padi. Kitaketahui sektor pertanian ditopang sang subsektor lainnya, yakni sektorperkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan dan tanaman pangan, di manasektor tanaman pangan yang sebagai prioritas lantaran termasuk pada kategorikebutuhan primer, maka nir heran bila setiap negara khususnya negaraIndonesia yang adalah negara agraris setiap tahun berupaya untukmemaksimalkan sektor ini. Namun, kita sedikit bersedih karena sektor tersebutbukan sektor primer yg menyumbang pada laju pertumbuhan PDB. Hal ini menandakanadanya transformasi dari sektor pertanian menuju sektor terkini yg berartilahan pertanian semakin sempit lantaran pesatnya peertumbuhan serta pembangunangedung-gedung. Keadaan tadi wajib disikapi menggunakan segera mungkin menurut pusathingga wilayah, dari pejabat hingga rakyat agar tidak bertambahmasyarakat yangmelarat dikarenakan pemerintah yang sibuk dengan rapat tanpa ada tindakperbuat.

2.RumusanMasalah

a.apayang dimaksud menggunakan sektor pertanian ? Dan apa saja subsektornya ?
b.bagaimanaperkembangan dan peranan sektor pertanian terhadap perekonomian ?
c.apaproblema sektor pertanian ? Serta upaya buat mengatasinya ?
d.bagaimanakontribusi kebijakan serta strategi pada pengembangan sektor pertanian ?



3.Tujuan

a.Mengetahui pengertian serta ruang lingkupsektor pertanian bersama kontribusinya pada perekonomian.
b.Mempelajari perkembangan dan peranan sektorpertanian terhadap perekonomian
c.Mampu menganalisis pertarungan dalam sektorpertanian dan bisa mencari solusinya.
d.Mampu menilai, menimbang seberapa besarpengaruh kebijakan dan strategi pada sektor pertanian.


BAB II
PEMBAHASAN


1.Pengertian dan Lingkup Sektor Pertanian

Sektor pertanianyang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan bisnis atausektor produksi adalah pertanian pada arti luas yg meliputi lima subsektoryaitu :

a.subsektorTanaman Pangan

Subsektortanaman pangan tak jarang diklaim subsektor pertanian masyarakat karena flora panganbiasanya diusahakan sang rakyat.


b.subsektorPerkebunan

Subsektorperkebunan dibedakkan atas perkebunan warga dan perkebunan besar . Yangdimaksud dengan perkebunan rakyat artinya : Perkebunan yang diusahakan sendirioleh masyarakat atau warga biasanya dalam skala kecil-kecilan dan denganteknologi yg sederhana. Perkebunan besar artinya semua aktivitas perkebunan yangdijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan berbadan hukum.

c.subsektorKehutanan

Subsektorkehutanan terdiri atas 3 macam kegiatan yaitu : Penebangan kayu, Pengambilanhasil hutan lain, dan perburuan.

d.subsektorPeternakan

Subsektorpeternakan meliputi kegiatan beternak itu sendiri dan pengusahaanhasil-hasilnya yang meliputi produksi ternak-ternak akbar dan kecil dan hasilpemotongan hewan.

e.subsektorPerikanan

Subsektor perikananmeliputi semua output kegiatan perikanan bahari, perairan umum, dan pengolahansederhana atas produk-produk perikanan ( pengeringan serta pengasinan )





2.Perkembangan serta Peranan Sektor PertanianDalam Perekonomian

Sektor pertanianhingga sekarang masih sebagai sumber mata pencaharian primer sebagian besar pendudukIndonesia, pola perkembangan sektor pertanian Indonesia ditempuh melalui 3kemungkinan pola atau jalur :

1.jalur kapitalistik , yakni melalui pengembanganusaha tani- usaha tani berskala akbar dan melibatkan satuan-satuan yangberskala mini .
2.jalur sosialistik, yakni melalui pembentukanusaha tani kolektif berskala besar yg diprakarsai oleh negara.
3.jalur koperasi semi kapitalistik yakni melaluipembinaan usaha tani- usaha tani kecil padat modal yang digalang pada suatukoperasi nasional dibawah pengelolaan negara.

Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2007- 2010
Sektor - Subsektor
2007
2008
2009*
2010**
Sektor Pertanian
3,47
4,83
3,98
2,86

- Tanaman Pangan

3,35
6,06
4,97
1,81

- Perkebunan

4,55
3,67
1,84
2,51

- Peternakan

2,36
3,52
3,45
4,06

- Kehutanan

-0,83
-0,03
1,82
2,07

- Perikanan

5,39
5,07
4,16
5,87
       Ket : * Angka Sementara
               ** Angka Sangat Sementara

Dari tabeldiatas dapat ditinjau bahwa tingkat laju tumbuh sektor pertanian pada membentukPDB dalam tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 0,36 persen sedangkan padatahun 2009 mengalami penurunan sebanyak 1,53 persen serta 1,12 persen pada tahun2010 berdasarkan perhitungan ad interim.

Salah satu teoriyang menyebutkan peranan sektor pertanian pada perekonomian adalah teoripetumbuhan ekonomi contoh lewis tentang proses tranformasi pembangunan ekonomidi negara berkembang. Teori petumbuhan ekonomi lewis diasumsikan bahwa terdapatkelebihan jumlah tenaa kerja serta perekonomian terdiridari sektor industri(kapitalis) dan sektor pertanian atau disebut dengan sektor subsisten. Sektorekonomi pertanian dicirikan menggunakan sektor yang menaruh taraf produktifitas( marginal physical produck ) relatif lebih rendah daripada sektorindustri lantaran jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian lebihbanyak dengan tingkat keterampilan lebih rendah dibandingkan yg bekerja disektor industri. Adapun menurut Kuznet sektor pertanian sanggup menghasilkansurplus atau neraca pembayaran lantaran sumbangannya terhadap ekspor maupunpengembangan produk substitusi impor dan perluasan sektor non pertanian melaluipenyediaan pangan serta bahan standar bagi industry pengolahan.

Peranan pentingpertanian antara lain adalah :

1.menyediakan kebutuhan bahan pangan yangdiperlukan masyarakat buat mengklaim ketahanan pangan.
2.menyediakan bahan standar industri.
3.sebagai pasar potensial bagi produk-produk yangdihasilkan industri.
4.sumber energi kerja dan pembentukan kapital yangdiperlukan bagi pembangunan sektor lain.
5.sumber perolehan devisa (Kuznets, 1964)
6.mengurangi taraf kemiskinan dan peningkatanketahanan pangan
7.menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarianlingkungan.


3.Problematika Sektor Pertanian

Sebagian besarpetani pada Indonesia mengkategorikan sebagai petani gurem, menggunakan penguasaan assetproduksi minimal dan jauh menurut memadai buat suatu usaha yang layak bagipemenuhan pendapatan keluarga . Dari keadaan ini tercermin bahwa peningkatankesejahteraan petani tidak akan tercapai jika hanya mengandalkan dalam hasilpertaniannya. Upaya-upaya peningkatan pendapatan petani menurut bisnis tani yangdiusahakan perlu di masukkan menggunakan pendapatan yg diperoleh berdasarkan bisnis ataubekerja pada luar usaha tani atau di luar sektor pertanian.
Fenomena ekspansi sektor indutri mendorong terjadinya prosestransformasi ekonomi berdasarkan sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Prosestransformasi ini akan berhenti manakala tingkat upah pada sektor pertanianmendekati tingkat upah di sektor industri.
Fenomena inimenyebabkan luas huma pertanian produktif relatif semakin sempit karenaterjadinya alih fungsi lahan berdasarkan lahan pertanian buat kebutuhan pemukimanindustry infrakstruktur jalan dll. Ledakan jumlah penduduk menyebabkan krisisterhadap tersedianya huma pertanian karna terjadinya alih fungsi lahan yangkecendrungan semakin meningkat menurut ketika ke waktu dan menimbulkan persoalanpengangguran tersembunyi atau pengangguran tak kentara suatu keadaan yangditimbulkan lantaran petani semakin kehilangan huma pertanian dan dalam jangkapanjang kkrisis sektor pertanian akan mengakibatkan terjadinya kemiskinan dipedesaan.
Namun yang perludi kritisi adalah bahwa peningkatan produksi pertanian lebih banyak karenaupaya intensifikasi pertanian melalui panen dua atau 3 kali setahun danekstentifikasi pertanian menggunakan memperluas huma pertanian sementara relatifmasih sedikit yang berkaitan menggunakan upaya aplikasi teknologi. Hal ini cukupmerisaukan lantaran tekanan kebutuhan lahan yg relatif tinggi menyebabkan lahanpertanian semakin termarginalkan dan bergeser ke wilayah yang tingkatproduktifitasnya lebih rendah. Implikasi yang ditimbulkan dari kenyataan iniadalah terjadinya penurunan serta perlambatan produksi pertanian khususnyaproduksi padi.

Adapun kendalayang dihadapi pada pengembangan pertanian khususnya petani skala kecilantaralain:

1.lemahnyastruktur permodalan dan akses terhadap asal permodalan
Salah satufaktor produksi penting dalam bisnis tani adalah kapital. Besar-kecilnya kalausaha tani yg dilakukan tergantung berdasarkan pemilikan modal. Secara umumpemilikan kapital petani masih relatif mini , karena kapital ini umumnya bersumberdari penyisihan pendapatan bisnis tani sebelumnya. Untuk memodali bisnis taniselanjutnya petani terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang padaorang lain yg lebih sanggup (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani diambildulu menurut toko menggunakan perjanjian pembayarannya sehabis panen. Kondisi sepertiinilah yg mengakibatkan petani tak jarang terjerat pada sistem pinjaman yg secaraekonomi merugikan pihak petani.

2.ketersediaanlahan dan perkara kesuburan tanah.
Kesuburan tanahsebagai faktor produksi utama dalam pertanian. Permasalahannya bukan sajamenyangkut makin terbatasnya huma yang bisa dimanfaatkan petani, namun jugaberkaitan menggunakan perubahan perilaku petani pada berusaha tani.

3.pengadaandan penyaluran sarana produksi.
Sarana produksisangat diperlukan pada proses produksi buat menerima hasil yg memuaskan.pengadaan sarana produksi itu bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalamjumlah yang cukup, namun yg lebih penting merupakan jenis serta kualitasnya.


4.terbatasnyakemampuan dalam penguasaan teknologi.
Usaha pertanianmerupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam prosestersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi serta sarana produksi yang merupakanfaktor masukan produksi yg diharapkan dalam proses tadi buat mendapatkankeluaran yg diinginkan.

5.lemahnyaorganisasi dan manajemen bisnis tani.
Organisasimerupakan wadah yang sangat krusial pada warga , terutama kaitannya denganpenyampaian keterangan (top down) serta panyaluran inspirasi (bottom up)para anggotanya.


6.kurangnyakuantitas dan kualitas sumberdaya insan buat sektor agribisnis.
Petani merupakansumberdaya insan yang memegang peranan penting dalam memilih keberhasilansuatu kegiatan bisnis tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligusmanajer pada usaha tani itu sendiri.


4.Kebijakan dan Strategi PengembanganSektor Pertanian

Masa depresiekonomi tahun 1930-an adalah awal kebijakan pengendalian eksklusif hargaberas oleh pemerintah penjajahan belanda. Awal tahun 1933 pemerintahmengeluarkan kebijakan pembatasan impor beras melalui cara lesensidanpengawasan harga secara pribadi. Sekitar tahun 1939 dibuat badanpemerintah yg bertugas melaksanakan supervisi terhadap produksi danpemasaran beras yaitu stichting het voedingsmidlendsfonts (VMF) pada masa ordelama kebijakan pangan dilakukan pemerintah dalam bentuk hadiah gaji sebagianberupa beras menggunakan tujuan mempertahankan pendapatan riil warga . Padatahun 1952 dimuntahkan acara kesejahteraan kasimo buat mencapai tujuanswasembada pangan. Pada tahun 1959 digulirkan acara padi sentral untukmewujudkan sasaran swasembada pangan tetapi acara ini gagal. Pada tahun 1963diselenggarakan program penyuluhan pertanian yaitu BIMAS melalui panca usahatani yaitu penggunaan dan pengendalian air yg baik, penggunaan bibit unggul ,penggunaan pupuk serta pestisida yg rasional, cara bercocok tanam yg tepatdan forum koperasi yg bertenaga.

Pada tahun 1966pemerintah menggulirkan acara KOLOGNAS ( Komando Logistik Nasional ) yaitusuatu badan yang bertugas buat menangani kasus distribusi bahan kebutuhanpokok dan diberi wewenang tambahan yaitu menyalurkan dana kredit pertaniankepada peserta BIMAS melalui gubernur serta bupati. Pada tahun 1967 terjadikrisis beras sehingga melahirkan acara bisnis intensifikasi masalah (INMAS)yang berhasil mendorong peningkatan produksi beras namun nir diikuti denganpeningkatan kesejahteraan petani lantaran harga gabah lebih rendah dibandingharga saprodi sehingga mengurangi intensif petani buat menanam lahanpertanian. Hal ini mendorong keluarnya Rumus Tani yaitu kebijakanpengendalian harga beras wajib sekitar sama menggunakan harga pupuk supaya petanidapat terus berproduksi dan menaikkan tingkat kesejahteraannya. Pada 14 Mei1967 lahirlah Badan Urusan Logistik (Bulog), yang berfungsi sebagai agenpembeli beras tunggal. Berdirinya Bulog sejak awal diproyeksikan buat menjagaketahanan pangan Indonesia melalui dua mekanisme yakni stabilisasi harga berasdan pengadaan bulanan buat PNS serta militer. Pada Repelita 1 dan dua (1969-1979),Bulog menerima tambahan tugas menjadi manajemen stok penyangga pangan nasionaldan penggunaan neraca pangan nasional menjadi baku ketahanan pangan. Pada1971, Bulog jua memiliki tugas menjadi pengimpor gula serta gandum. Pada 1973,lahirlah Serikat Petani Indonesia (SPI). Untuk mencapai swasembada beras pada1974, dikeluarkanlah Revolusi Hijau oleh Soeharto. Namun Revolusi Hijau telahmenyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi serta sosial pedesaan. Sebab, ternyataRevolusi Hijau hanyalah menguntungkan petaniyang memiliki tanah lebih darisetengah hektare, serta petani kaya pada pedesaan, dan penyelenggara negara ditingkat pedesaan.

Pada 1977, Bulogmendapat tugas tambahan balik , yakni menjadi kontrol impor kedelai. Hingga1978 ditetapkanlah harga dasar jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau.pada Repelita tiga dan 4 Orde Baru, kebijakan pangan menurut swasembada beras beralihke swasembada pangan. Dalam 1984 Indonesia mencapai level swasembada pangan danmendapat medali berdasarkan Food and Agriculture Organization (FAO). Indonesiadinyatakan sanggup mandiri pada memenuhi kebutuhan beras atau mencapaiswasembada pangan. Pada Repelita lima, 6, serta 7 rezim pemerintahan Soeharto,kebijakan pangan kembali ke swasembada beras. Tahun 1995, para pegawai Bulogdianugrahi penghargaan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada 1997, fungsiBulog ditetapkan hanya buat mengontrol harga beras dan gula pasir. Penyempitanperan Bulog balik terjadi pada 1998, yakni hanya berfungsi menjadi pengontrolberas. Masa reformasi pada rezim pemerintahaan Habibie tahun 1998/1999, keadaanekonomi Indonesia memburuk, krisis moneter terjadi. Utang negara menggelembung,warga miskin membengkak jumlahnya mencapai lebih berdasarkan 30 juta orang. Penjualanpesawat IPTN (dahulu Industri Pesawat Terbang Nurtanio) dilakukan buat ditukardengan beras ketan Thailand. Kebijakan swasembada beras masih berlangsunghingga era pemerintahan Gus Dur. Pada 2000, tugas Bulog ditekankan untukmengatur logistik beras, mulai menurut penyediaan, distribusi, hingga kontrolharga.

Setelah masatransisi usai, bergantilah ke pemerintahaan Megawati tahun 2000-2004. Selamaempat tahun kepemimpinan Megawati, penjiplakkan kebijakan swasembada panganterus dilakukan. Statement Megawati yg terkenal merupakan ''tidak terdapat pilihanlain kecuali swasembada''. Fakta menandakan bahwa produksi pangan Indonesiatahun 2004 sanggup menaruh output yang menggembirakan, hampir menyamai era1984. Perbedaannya, keberhasilan swasembada beras tahun 1984 itu dicapaimelalui kerja keras bertahun-tahun menggunakan aneka upaya pembangunan sepertiirigasi, penyuluhan, atau bimbingan masyarakat, pembangunan pabrik pupuk,pemberdayaan petani melalui KUT, KUD, dan lain sebagainya. Lain halnya dengankeberhasilan swasembada beras pada tahun 2004 yg lebih banyak dipicu olehmembaiknya harga beras di pasar internasional yang melonjak amat drastis, dari165 dolar AS/ton tahun  1998 sebagai 270dolar Alaihi Salam/ton tahun 2005. Pada pemerintahan Megawati pula melarang impor berasdengan dikeluarkannya Inpres No 9/2002 yg berlaku semenjak Januari 2003 hinggasetahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Efek positifnya,produksi beras mengalami peningkatan.

Saat ini,pemerintahan SBY tetapkan kebijakan Revitalisasi Pertanian yg dicanangkanJuni 2005. Dalam kebijakan itu menetapkan sasaran swasembada gula tercapai tahun2008, swasembada daging 2010 serta swasembada kedelai 2015. Revitalisasipertanian adalah sebuah komitmen buat meningkatkan pendapatan pertanian,pembangunan agribisnis yg bisa menyerap tenaga kerja dan swasembada beras,jagung, dan palawija.namun sehubungan menggunakan melonjaknya harga kebutuhanpokok dalam awal 2008, maka pemerintah akhirnya mengumumkan paket kebijakanpangan buat komoditi beras, minyak goreng, kedelai serta terigu dalam rangkamenstabilkan gejolak harga ke taraf wajar. Pemerintah juga memberikan subsidipangan sebesar Rp 3,6 triliun. Yakni buat penambahan aturan raskin Rp 2,6triliun dengan volume raskin 5 kg per rumah tangga, melanjutkan operasi pasarminyak goreng Rp 0,5 triliun, serta penyusunan program bantuan eksklusif kepadaperajin tempe memahami sebanyak Rp 0,5 triliun. Selanjutnya pelaksanaan dariKebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014 yang telah dibuat pemerintahharus dilakukan secara mengikat. Apabila KUKP tidak diterapkan secara mengikatmaka tidak akan terjadi sebuah perubahan yang signifikan pada mengatasipersoalan kerawanan pangan.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Untuk mewujudkan sektor pertanian yang maju, terbaru, berdaya saing, danmampu memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya diperlukan upaya-upaya yangterstruktur dan terukur. Beberapa upaya yg sudah dilakukan buat peningkatanproduksi pangan diantaranya :

1.penyusunan Roadmap Peningkatan Produksi BerasNasional (P2BN) menuju surplus beras 10 juta ton dalam tahun 2014.
2.audit lahan sawah di pulau Jawa.
3.peningkatan produktifitas melalui peningkatanmutu benih.
4.gerakan peningkatan Produksi Pangan BerbasisKorporasi ( GP3K ).
5.penelitian dan pelepasan varietas unggul.
6.introduksi teknologi pupuk berimbang.
7.perluasan areal tanam.
8.penyuluhan dan pendampingan.

Dalam rangka memilih taktik dan kebijakan pertanian dan panganpada masa depan kiranya perlu mempertimbangkan beberapa aspek berikut :

1.strategi pengembangn pertanian pada sektor hululebih di orientasikan dalam pengembangan yg berbasis pasar serta agribisnismodern sehingga terkait dengan bidang lainnya seperti penyediaan bibit unggul yangmemadai, perluasan subsidi pupuk, aplikasi dan pemantauan kredit pertanianyang murah, teknik serta manajemen pertanian yg profesional.
2.mekanisme penunjukkan rekanan impor beras harusdilakukan secara transparan agar tercapai taraf harga yg rasional ditingkat konsumen tanpa merugikan petani.
3.kebijakan diversifikasi produk pangan melaluisosialisasi dengan pendekatan ekonomi sehingga bisa mendorong motivasi petanimenanam jenis tanaman alternatif selain beras.
4.pembangunan sektor pertanian harus dilakukansecara terintegrasi dengan pembangunan di wilayah perdesaan dalam kerangkapembangunan kesejahteraaan masyarakat petani di desa.





PENGERTIAN KEBIJAKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Kebijakan Menurut Para Ahli
Kebijakan adalah panduan-panduan serta ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih pada melaksanakan (memanage) suatu acara buat mencapai tujuan eksklusif.

Perencanaan merupakan seluruh aktivitas (planning) yg dilakukan sebelum melakukan suatu kegiatan, menurut suatu program proyek, yakni memilih tujuan objective, tujuan antara, kebijakan, prosedur dan program. Sukirno (1985) mengemukakan pendapatnya tentang konsep pembangunan, mempunyai tiga sifat penting, yaitu : proses terjadinya perubahan secara terus menerus, adanya bisnis buat menaikkan pendapatan perkapita rakyat dan kenaikan pendapatan rakyat yg terjadi dalam jangka ketika yg,panjang.

Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya kenyataan semata, tetapi dalam akhirnya pembangunan tadi harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan insan. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yg berdimensi jamak, yg melibatkan masalah pengorganisasian serta peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi serta sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini ialah membahas komponen-komponen ekonomi juga non ekonomi Todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi sudah digariskan balik dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan serta pengangguran pada kontenks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi negara yg sedang berkembang.

Rostow (1971) jua menyatakan bahwa pengertian pembangunan tidak hanya dalam lebih banyak hasil yang didapatkan namun juga lebih poly hasil daripada yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyarakat tradisional, pra syarat tanggal landas, tanggal landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar -besaran. Kunci diantara tahapan ini adalah tahap tanggal landas yang didorong oleh satu atau lebih sektor. Pesatnya pertumbuhan sektor utama ini sudah menarik bersamanya bagian ekonomi yang kurang bergerak maju.

Menurut Hanafiah (1892) pengertian pembangunan mengalami perubahan lantaran pengalaman pada tahun 1950-an hingga tahun 1960-an menerangkan bahwa pembangunan yg berorientasi dalam kenaikan pendapatan nasional nir sanggup memecahkan kasus pembangunan. Hal ini terlihat menurut tingkat hayati sebagian besar warga tidak mengalami pemugaran kendatipun sasaran kenaikan pendapatan nasional per tahun semakin tinggi. Dengan istilah lain, ada indikasi-indikasi kesalahan besar pada mengartikan istilah pembangunan secara sempit.

Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak mampu diartikan sebagai kegiatan-aktivitas yg dilakukan negara buat membuatkan aktivitas ekonomi serta tingkat hayati masyarakatnya.

Berbagai sudut pandang bisa digunakan buat menelaah pembangunan pedesaan. 
Menurut Haeruman ( 1997 ), ada dua sisi pandang buat mengkaji pedesaan, yaitu: 
1. Pembangunan pedesaan dicermati menjadi suatu proses alamiah yg bertumpu pada potensi yang dimiliki serta kemampuan masyarakat desa itu sendiri. Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari luar sehingga perubahan yg diharapkan berlangsung pada rentang ketika yang panjang. 
2) Sisi yg lain memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai suatu hubungan antar potensi yang dimiliki sang masyarakt desa serta dorongan berdasarkan luar buat mempercepat pemabangunan pedesaan.

Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yg berlangsung didesa yg mencakup semua aspek kehidupan dan penghidupan warga . Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia no : 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana dimaksud pada ayat (dua) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai menggunakan kewenangannya serta dari ayat (3) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.

Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut:
1.mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.
2.menjamin sinkronisasi dan sinergi menggunakan pelaksanaan Pembangunan Daerah.
3.menjamin keterkaitan dan konsistensi antara Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan dan Pengawasan.
4. Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat
5. Menjamin tercapainya penggunaan Sumber Daya Desa secara efisien, efektif, berkeadilan serta berkelanjutan.

Kebijakan perencanaan pembangunan desa adalah suatu panduan-pedoman dan ketentuan-ketentuan yg dianut atau dipilih pada perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang meliputi seluruh aspek kehidupan serta penghidupan warga sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat
- Produktivitas kegiatan ekonomi, seperti pertanian, peternakan mengalami peningkatan
- Proses produksi sedang mengalami perubahan relatif berat, melalui adopsi teknologi
- Komersialisasi sudah relatif tinggi, pasar digunakan buat menjual output dan membeli input produksi
- Penggunaan tenaga kerja luar dan adanya pasar upah tenaga kerja mulai berkembang
- Memanfaatkan teknologi baru
- Produksi berorientasi pasar. Sebagian besar dijual untuk pasar sebagai akibatnya jenis komoditi yg diproduksi selalu diubahsuaikan dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi adalah buat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
- Mulai menerapkan sistem Agribisnis Paradigma Pertanian berubah sebagai  Agribisnis dan Agroindustri serta perdagangan berkembang.
- Masyarakat sangat menghargai pedidikan, bersedia melakukan human  investment
- Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan di kota. Perbedaannya aktivitas ekonominya merupakan berbasis pedesaan seperti pertanian, industri desa. Masalah-Masalah Dalam Pembangunan

Masalah yang dikemukakan oleh Chayanov serta boeke, terutama berdasarkan atas sistem sosial atau kebudayaan yg berakar dalam yg menciptakan Teori Ekonomi Modern seolah-olah tidak dapat diterapkan pada desa-desa atau warga seperti ini. Tetapi selain kasus yang dari dari sistem sosial atau kebudayaan, sebenarnya banyak masalah lain yang menyebabkan timbulnya perkara pembangunan desa kasus-perkara tersebut terutama adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk penduduk yang berat, sehingga pemilikan tanah semakin berkurang, terutama dalam daerah yang terbatas lahannya (Sumber Daya Alam)
2. Tingkat Pendidikan rendah yang menyebabkan adopsi teknologi rendah dan stagnansi produk juga kasus lain yang bisa ada dengan serius misalnya kasus kesehatan, rendahnya produktivitas kerja dan masalah kepemimpinan desa 

Kabupaten Madiun menaruh kemudahan pada pembangunan prasarana seperti irigasi, drainase, dalam pemasaran output-hasil pertanian, pengadaan kapital buat pembaharuan usaha-bisnis pertanian (perkreditan serta akumulasi kapital)

Masalah ini perlu dimengerti keadaannya, agar kebijakan dan perencanaan pembangunan desa dapat dibuat dengan relatif lebih baik.

Pemerintahan Desa pada menyelenggarakan kewenangannya dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan untuk mewujudkan kemandirian serta kesejahteraan masyarakat belum dapat optimal lantaran terdapat banyak sekali perseteruan, misalnya;
1. Terlalu cepatnya perubahan banyak sekali peraturan perundang-undangan sebagai akibatnya menimbulkan kebingungan ditingkat pelaksana serta terkadang peraturan perundang-undangan yg diharapkan kurang lengkap dan memadai; 
2. Fasilitasi oleh Pemerintah serta Pemerintah Daerah masih tak jarang terlambat; 
3. Terbatasnya tingkat kesejahteraan para penyelenggaran pemerintahan desa; 
4. Sebagian kualitas aparat pemerintahan desa masih terbatas pada menggalang partisipasi masyarakat, menumbuhkan keswadayaan serta kemandirian pada menciptakan, memanfaatkan, memelihara serta menyebarkan output-hasil pembangunan;
5. Sangat terbatasnya sarana serta prasarana pemerintahan desa 
6. Belum terdapat kepastian mengenai kewenangan dan asal pendapatan 

Kebijakan Pembangunan Desa
Bertolak dari pertarungan diatas, Pemerintah memutuskan banyak sekali kebijakan buat memberdayakan, memantapkan, menguatkan Pemerintahan Desa. Kebijakan dimaksud antara lain:
(a) Pemantapan kerangka aturan
(b) Penataan wewenang dan baku pelayanan minimal Desa; 
(c) Pemantapan kelembagaan; 
(d) Pemantapan administrasi serta keuangan Desa;
(e) Peningkatan asal daya manusia penyelenggara pemerintahan desa dan 
(f) peningkatan kesejahteraan para penyelenggara pemerintahan desa.
Untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana diurai diatas, acara prioritas yang akan dilaksanakan sang Pemerintah Daerah meliputi: 

1. Pemantapan kerangka anggaran:
Lingkup kegiatannya yaitu; meningkatkan kecepatan penyelesaian Peraturan Pemerintah, perda, Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa yg sinkron menggunakan prinsip keanekaragaman, demokratisasi, otonomi, partisipasi dan pemberdayaan warga . 

2. Penataan organisasi dan wewenang: 
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan organisasi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) serta Lembaga Kemasyarakatan Desa beserta wewenang yg wajib dimilikinya; 

3. Pemantapan sumber pendapatan dan kekayaan desa: 
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan manajemen perimbangan keuangan antara Kabupaten/Kota menggunakan Desa terutama mengenai alokasi dana desa, upaya peningkatan pendapatan orisinil desa, upaya penga-daan bantuan menurut pemerintah dan pemerintah provinsi kepada desa, pembentukan badan usaha milik desa dan peningkatan dayaguna serta output guna aset yang dimiliki juga yg dikelola sang desa.

4. Penataan sistem informasi dan administrasi pemerintahan desa yg gampang, cepat, dan murah terutama yg berkaitan menggunakan kebutuhan dasar. 

5. Pemantapan serta pengembangan kapasitas:
Lingkup kegiatannya yaitu; menaikkan kapasitas Kepala Desa, Perangkat Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa agar lebih bisa menyelenggarakan pelayanan kepada rakyat secara demokratis, transparan serta akuntabel berdasarkan nilai-nilai sosial budaya setempat. 

6. Pengadaan wahana serta prasarana: 
Lingkup kegiatannya yaitu; penyediaan wahana serta prasarana pemerintahan desa yang memadai pada rangka melaksanakan tugas dan kegunaannya sebagai pelayan rakyat yg terdepan.

Beberapa program-program pembangunan pedesaan yang pernah dilaksanakan, misalnya program bidang pangan, acara Inpres Desa Tertinggal, merupakan galat satu upaya pemerintah pada rangka membuatkan pedesaan dalam mengejar ketertinggalannya menurut perkotaan. Selain itu guna menyokong program pangan, pemerintah menyediakan donasi Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani pada menaruh permodalan pada pengelolaan lahannya. 

Akan namun acara-acara tadi belum bisa menaikkan kesejahteraan petani karena harga beras lokal masih relative lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras impor. Sedangkan dana pengembalian KUT sampai saat ini poly yang menunggak karena petani nir sanggup membayar cicilan tadi. Adapun program IDT lebih cenderung dalam pembangunan fisik saja sehingga penekanan terhadap pembangunan masyarakat umum kurang tersentuh. Padahal berbagai dilema yang membutuhkan penanganan pembangunan rakyat desa sesungguhnya sangat mendesak, seperti ketertinggalaan desa dari kota hampIr di segala bidang, nir terakomodasinya impian serta kebutuhan masyarakat dalam acara-program pemerintah, serta kualiatas pendidikan serta kesejahteraan masih rendah. 

Berdasarkan pengalaman tadi telah seharusnya pendekataan pembangunan pedesaan mulai diarahkan secara integral dengan mempertimbangkan kekhasan daerah baik dilihat menurut sisi syarat, potensi dan prospek menurut masing-masing wilayah. Tetapi di dalam penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara generik bisa dicermati pada 3 kelompok (Haeruman, 1997), yaitu :
  • Kebijakan secara nir pribadi diarahkan dalam penciptaan kondisi yg menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukung aktivitas sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana serta prasarana pendukung (pasar, pendidikan, kesehatan, jalan, serta lain sebagainya), penguatan kelembagaan, dan proteksi terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang. 
  • Kebijakan yang langsung diarahkan dalam peningkatan aktivitas ekonomi rakyat pedesaan. 
  • Kebijakan spesifik menjangkau warga melalui upaya khusus, misalnya penjaminan aturan melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan serta ketenangan masyarakat. 
  • Di samping itu kebijakan pembangunan pedesaan wajib dilaksanakan melalui pendekatan sektoral dan regional. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pernyataan yang mengkut sektor apa yg perlu dikembangkan buat mencapai tujuan pembangunan. Berbeda menggunakan pendekatan sektoral, pendekatan regional lebih menitik beratkan dalam daerah mana yg perlu mendapat prioritas buat dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sinkron untuk dikembangkan pada masing-masing daerah. Di dalam kenyataan, pendekatan regional acapkali diambil tidak pada kerangka totalitas, melainkan hanya buat beberapa wilayah eksklusif, seperti daerah kolot, wilayah perbatasan, atau daerah yg diperlukan memiliki posisi trategis dalam arti ekonomi-politis. Oleh lantaran arah yg dituju merupakan adonan antara pendekatan sektoral dan regional, maka pembangunan daerah perlu selalu dikaitkan dimensi sektoral dengan dimensi spasial.

BEBERAPA CATATAN TENTANG GOOD GOVERNANCE

Beberapa Catatan Tentang “Good Governance”
Sampai waktu ini poly pihak berbicara tentang good public governance/ bureaucracy khususnya bagi negara-negara berkembang yang sedang berupaya keras melaksanakan pembangunan di aneka macam sektor kehidupan masyarakatnya. Berbagai pandangan dan pendapat poly dilontarkan guna membangun good public governance itu. Tentunya, upaya tadi bukanlah hal yg mudah dilaksanakan misalnya halnya membentuk suatu sarana fisik, gedung misalnya, yang mampu diperkirakan secara niscaya bahan-bahannya serta saat selesainya gedung tersebut. Pembangunan administrasi negara (baca: birokrasi pemerintahan atau aparatur pemerintahan) tidak sanggup dibangun semudah serta secepat seperti pembangunan gedung tadi. Hal ini dikarenakan, administrasi negara selain adalah keliru satu sistem sosial menggunakan berbagai kompleksitas elemennya, pula adalah salah satu sub sistem menurut suatu sistem yang lebih akbar yaitu sistem kehidupan bangsa serta negara. Bahkan pada era globalisasi waktu ini, sistem administrasi negara jua terkait dan dipengaruhi oleh perkembangan dunia internasional, contohnya perkembangan perdagangan internasional melalui lembaga Kerjasama Ekonomi Asia Pasific (APEC) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Semuanya itu, harus sebagai perhatian dan direspon sang sistem administrasi negara pada rangka mengantisipasi aneka macam perkembangan sosial, politik, dan ekonomi baik di dalam negeri juga pada global internasional. Karenanya, pengkajian terhadap pertarungan sistem administrasi negara atau birokrasi pemerintahan memerlukan pula perhatian terhadap keadaan dan perkembangan sistem-sistem lainnya di luar sistem birokrasi pemerintahan itu sendiri baik lingkup nasional seperti sistem aturan nasional, sistem politik, serta sistem sosial rakyat, maupun lingkup internasional contohnya ASEAN, APEC, dan WTO. Upaya untuk memperbaiki sistem administrasi negara khususnya pada sebagian akbar negaranegara berkembang nir sanggup diperlukan hanya akan ada serta dilaksanakan oleh sistem itu sendiri, tanpa melibatkan sistem-sistem lainnya yg relevan, khususnya yang berada dalam negara yang bersangkutan. 

Bagaimana relevansi gambaran di atas menggunakan konteks birokrasi atau aparatur pemerintahan Indonesia yang saat ini sedang “kurang dipercaya” (adanya krisis kepercayaan terhadap aparatur pemerintahan) oleh masyarakat generik? Dalam tulisan ini akan dibahas tentang konflik aparatur atau birokrasi pemerintahan Indonesia dan upaya memperbaiki kinerjanya sebagai akibatnya bisa benar-sahih menjalankan tugas dan kegunaannya menjadi abdi negara dan abdi warga bagi kesejahteraan bangsa serta warga pada umumnya. 

Penyakit pada Birokrasi Pemerintahan 
Tuntutan buat membangun sistem administrasi negara (aparatur pemerintahan) tak jarang dianggap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses menciptakan kehidupan berbangsa serta bernegara yg demokratis, dan menjunjung tinggi aturan dalam arti yg sebenarnya. Administrasi negara dapat diartikan menjadi apa yg dilakukan pemerintah atau sang instansi, mulai menurut perencanaan hingga tahap penilaian, demikian seterusnya. Kegiatan administrasi negara ini juga termasuk kegiatan menyerap aspirasi rakyat, mengolah data/liputan, dan menyampaikannya kepada policy makers, dan mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi aplikasi kebijaksanaan publik. Luasnya cakupan administasi negara dapat dipandang dari keterkaitan antara administrasi negara dengan disiplin ilmu lainnya misalnya ilmu ekonomi, politik, sosiologi, aturan, psikologi, pelayanan sosial, enjinering, serta kesehatan. 

Demikian pentingnya administrasi negara, sehingga ada anggapan bahwa baik buruknya kinerja pemerintah atau suatu instansi pemerintah bisa dilihat pertama kali menggunakan melihat bagaimana pemerintah atau instansi pemerintah tersebut mengadministrasikan (dalam arti yang luas seperti mengelola sumber daya, serta bukan arti yang sempit yaitu pekerjaan kesekretariatan) aktivitas pemerintahan umum dan pembangunan yg diembannya. Pentingnya aktivitas administrasi ini mungkin secara mikro dapat digambarkan menggunakan kinerja NASA (National Aeronautic and Space Administration) Amerika Serikat, yg berhasil membawa kejayaan program ruang angkasa Amerika mengungguli acara ruang angkasa Uni Sovyet atau sekarang Russia sejak tahun 1960an. Sebenarnya, kualitas pakar ruang angkasa Uni Sovyet nir kalah dibandingkan dengan yg dimiliki Amerika, tetapi karena NASA melalukan pendayagunaan administrasinya (dalam arti yang luas) buat mengorganisir dan mendayagunakan seluruh potensi ahli ruang angkasa serta asal daya lainnya yg dimilikinya, maka akhirnya program ruang angkasa Amerika sampai saat ini bisa mengungguli program ruang angkasa Russia. “The American won because they had managers - public administrators - who were not necessarily more capable as individuals but decidedly more capable within their political, organizational, and cultural environment”. 

Bagaimana menggunakan sistem administrasi negara di negara-negara berkembang? Nampaknya sulit menemukan administrasi negara yang berkualitas di negara-negara berkembang, dalam arti kualitasnya nir tidak sama jauh dengan negara-negara yang sudah maju (Eropa Barat, Jepang dan Amerika Utara). Singapura, yg kualitas administrasi negaranya dinilai sama dengan negara-negara maju, bisa dipercaya bukan lagi sebagai negara berkembang tetapi bisa mengkategorikan menjadi negara industri baru atau bahkan negara maju. Menurut laporan Transparency International, forum independen Jerman di Berlin, lepas 31 Juli 1997, tingkat korupsi di lingkungan aparatur pemerintah Singapura relatif sangat kecil, sebagai akibatnya sistem administrasi negaranya menduduki peringkat ke-9 terbersih (clean) berdasarkan korupsi. Peringkat lainnya didominasi oleh negara-negara maju, misalnya Denmark (1), Finlandia (2), Swedia (tiga), Belanda (6), Norwegia (7), Austria (8), dan Luxemburg (10). Sebaliknya, peringkat negara-negara yang memiliki tingkat korupsi yang parah didominasi oleh negara-negara berkembang, antara lain Nigeria, Bolivia, Columbia, Rusia, Pakistan, Mexico, serta Indonesia. 

Laporan tersebut bisa saja diperdebatkan kebenarannya. Namun, terlepas setuju atau nir, citra tingkat korupsi tadi dapat dijadikan masukan atau tolok ukur buat mengevaluasi kinerja sistem adminstrasi negara suatu negara, termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan, korupsi sangat terkait erat menggunakan lemahnya sistem administrasi negara, mulai dari tahap perencanaan, aplikasi, sampai termin supervisi, pengendalian, serta evaluasi. Bahkan keterkaitan korupsi nir hanya dengan berbagai elemen yang ada dalam sistem administrasi negara itu sendiri, namun jua terkait erat menggunakan sistem lain diluarnya, misalnya sistem politik, sistem aturan, dan sistem sosial rakyat. Tingkat korupsi yg telah sangat merisaukan mungkin juga bisa mencerminkan taraf sakitnya sistem politik, sistem hukum, dan sistem sosial rakyat. 

Korupsi nir saja pada bentuk materi (finansial), namun pula wewenang, tugas pokok dan fungsi, ketika kerja, serta sebagainya. Kritik yang dilontarkan kepada aparatur pemerintah tentang suatu kebijakan sering kurang diperhatikan, atau kalaupun diperhatikan cenderung tidak/enggan ditindaklanjuti. Anggapan diperhatikan ini sering dijadikan sebagai justifikasi bahwa aparatur pemerintah telah melibatkan partisipasi rakyat dalam pembuatan kebijaksanaan tertentu. Akibatnya, cepat atau lambat kebijaksanaan tersebut acapkali nir mencapai sasarannya. Berbagai kebijaksanaan yg diputuskan sendiri tanpa atau dengan formalitas melibatkan rakyat bisa dijumpai dalam birokrasi pemerintahan kita. Hal misalnya ini sama saja menggunakan menyimpan bom saat yg dalam suatu ketika akan meledak. Ini terbukti menggunakan munculnya fenomena krisis kepercayaan masyarakat kepada aparatur pemerintah, mulai menurut kelurahan/desa sampai departemen, pada setahun terakhir ini yang ditandai dengan maraknya aneka macam tuntutan masyarakat terhadap para birokrat atau pimpinan birokrasi pemerintahan. Bahkan ketidakpercayaan tersebut pula dimanifestasikan sang masyarakat di aneka macam daerah pada bentuk tindakan main hakim sendiri contohnya terhadap wahana hiburan malam akibat nir jelasnya kebijaksanaan aparatur pemerintah setempat mengenai hal tersebut, terhadap beberapa perampok pada Jakarta yg tertangkap, serta perusakan/pembakaran kapal pukat harimau oleh nelayan tradisional di Sumatra Utara beberapa waktu lalu. 

Penyakit korupsi memang tidak hanya milik dan identik menggunakan negara-negara berkembang saja, namun juga bisa dijumpai pada negara-negara maju. Hanya saja, taraf korupsi di negara-negara maju baik pada kualitas juga kuantitasnya nisbi kecil. Kuatnya sistem kontrol menurut sistem-sistem lainnya (aturan atau yudikatif, legislatif, dan sosial rakyat dengan aneka macam kelembagaannya) terhadap perilaku birokrasi pemerintahan serta pula partai politik yang berkuasa (the ruling party) “memaksa” birokrasi pemerintahan serta partai yang berkuasa buat berupaya memperbaiki kinerjanya. Tidak jarang kesalahan yang tampak kecil yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan, bisa menjadi informasi sosial dan isu politik yg akbar, misalnya kasus ketidakadilan pada alokasi anggaran pendidikan atau masalah pelayanan sosial yg dianggap lambat, serta masalah suap yang dapat membawa ke pengadilan nir saja pegawai yang mendapat suap namun juga rakyat yang menaruh suap tersebut. 

Namun demikian, kelemahan-kelemahan tadi akan menggunakan gampang diperbaiki oleh aparatur pemerintahannya. Kesadaran aparatur pemerintahan tentang peran serta kegunaannya dan kesadaran buat selalu mencari yang terbaik bagi sistem administrasi negaranya merupakan merupakan salah satu faktor utama mengapa reorientasi, revitalisasi, atau reformasi birokrasi pemerintahan tampak demikian mudah dan cepatnya dilakukan sang negara-negara maju. Misalnya, (a) penyempurnaan pelayanan generik di Inggris melalui program First Steps dan Next Steps masa Margareth Thatcher (semenjak 1979) yang dilanjutkan dengan program Citizen’s Charter masa John Major dan Tony Blair; (b) sosialisasi istilah serta isu good governance oleh pemerintahan Mitterand pada Perancis; serta (c) gagasan reinventing government pada Amerika buat memperbaiki peran birokrasi pemerintahan pada tahun 1990-an. Beberapa negara maju lainnya jua melakukan banyak sekali penyempurnaan pada sistem administrasi negaranya. Semua upaya tadi dimaksudkan terutama buat mempertinggi kinerja aparatur pemerintahannya agar lebih bisa memberikan kontribusi yang besar kepada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya secara generik, dan juga untuk memenangkan persaingan yang makin tajam pada era globalisasi. Salah satu fenomena menarik menurut birokrasi pemerintahan pada negara-negara maju merupakan keberadaannya yang permanen stabil dan permanen terorganisasikan dengan baik sebagai akibatnya tetap mampu konsisten memberikan pelayanan pada masyarakat walaupun sedang terjadi “perubahan atau permasalahan” politik yang tajam, misalnya kegiatan pemilu, dan turunnya atau pergantian Perdana Menteri (Ball, 1993). Dengan demikian, tampak kemandirian dan sifat profesionalisme dalam birokrasi pemerintah tersebut, dimana ia permanen konsisten melaksanakan kiprahnya sebagai pelayan warga , dan bukan pelayan atau perpanjangan kekuasaan menurut partai yg berkuasa.

Berbeda dengan kondisi di negara-negara maju tadi, di negara-negara berkembang pada umumnya birokrasi pemerintahannya cenderung sulit buat berubah kearah yg lebih baik. Birokrasi pemerintahannya masih berada posisi yang kurang atau tidak stabil dan belum menemukan pola kerja yang baik. Perubahan pimpinan negara dan bahkan seorang kepala unit kerja dapat merubah sistem administrasi (negara) kearah yang lebih buruk, atau menggunakan kata lain ganti pimpinan ganti gaya administrasi (Gambar 1 mencerminkan posisi sistem administrasi negara pada negara maju dan negara berkembang). Berbagai penyakit birokrasi (bureaupathology) termasuk korupsi cenderung sulit disembuhkan. Salah satu penyebabnya merupakan lantaran birokrasi pemerintahan seringkali dipakai sebagai alat perpanjangan kekuasaan sang para penguasa buat mempertahankan kekuasaan secara nir demokratis dan merugikan rakyat generik. Akibatnya, kiprah aparatur pemerintah yang seharusnya menjadi abdi negara dan abdi warga , yang mengutamakan kepentingan negara dan warga generik, cepat atau lambat berubah sebagai pelayan partai atau kelompok yg berkuasa. Selanjutnya, birokrat cenderung berperan sebagai yg dilayani sedangkan masyarakat sebagai yang melayani (patron-client) menggunakan memberikan imbalan eksklusif atas suatu jasa yg diberikan birokrat tersebut. 

Kondisi tersebut tidak saja terjadi dalam aparatur pemerintah taraf sentra namun juga pada wilayah-daerah. Berbagai kebijaksanaan yg dikeluarkan acapkali menandakan keadaan tadi. Misalnya, kebijakan di bidang perdagangan serta industri serta proses tender proyek fisik disusun buat menguntungkan kelompok eksklusif baik yang ada pada birokrasi pemerintahan maupun yg pada luar namun punya kaitan erat menggunakan para pejabat birokrasi pemerintahan. Pendekatan kekuasaan yang dilakukan oleh grup atau partai yang berkuasa kepada birokrasi pemerintahan telah menularkan serta menciptakan birokrasi pemerintahan untuk menggunakan pendekatan yang sama dalam banyak sekali kegiatannya baik di dalam aktivitas internal birokrasi serta terutama pada aktivitas yang melibatkan warga . Demikian kuasanya birokrasi sebagai akibatnya sikap aparatur pemerintah tak jarang sebagai merasa paling tahu (yg lebih mengetahui diantara yg mengetahui), paling sanggup/mampu, dan paling berkuasa. Ketiga sikap ini bisa dikatakan telah sebagai “stempel atau nilai (values)“ para pegawai birokrasi pemerintahan, dan mencerminkan betapa pendekatan kekuasaan telah digunakan oleh birokrasi. Padahal pendekatan kekuasaan ini cenderung merusak partisipasi masyarakat dan merusak munculnya berbagai inisiatif serta alternatif pemecahan konflik pembangunan pada berbagai sektor kehidupan. Selain itu, pendekatan kekuasaan menciptakan birokrasi pemerintah kebal terhadap kritikan serta aturan hukum. Sebagai model, pada Indonesia cukup poly keputusan peradilan tata usaha negara (PTUN) yang memenangkan tuntutan rakyat, namun pada kenyataannya nir diindahkan atau dilaksanakan oleh para pejabat birokrasi. Hal ini sinkron menggunakan asumsi bahwa kekuasaan yang hiperbola atau absolut cenderung menunjuk dalam korupsi (absolute power tends to corrupt), tentunya bila kekuasaan tadi nir dikontrol atau dikendalikan. 

Menurut Heady dan Wallis, sistem administrasi negara atau birokrasi pemerintahan pada negara-negara berkembang ditandai menggunakan beberapa kelemahan yg pula adalah karakteristik utamanya (Kartasasmita, 1997). Kelemahan atau karakteristik-karakteristik tersebut nampaknya relevan menggunakan kondisi birokrasi pemerintahan kita selama ini. 

Heady menyebutkan ada 5 ciri: 
Pertama, pola dasar (basic pattern) sistem administrasi negaranya merupakan tiruan atau jiplakan berdasarkan sistem administrasi kolonial yg dikembangkan negara penjajah khusus buat negara yg dijajahnya. Biasanya, pola administrasi negara yang diterapkan negara penjajah di negara yang dijajah bersifat elitis, otoriter, cenderung terpisah (menjadi menara gading) menurut rakyat dan lingkungannya. Selain sifat-sifat di atas, dalam birokrasi kita juga dapat dijumpai nilai patron–client yg menempatkan aparatur menjadi pihak yg dilayani serta warga menjadi pihak yang melayani. 

Kedua, birokrasi pemerintahan kekurangan sumberdaya manusia yang berkualitas baik berdasarkan segi kepemimpinan, manajemen, kemampuan dan keterampilan teknis yg sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Sebaliknya, syarat yg acapkali dijumpai adalah banyaknya sumber daya insan yg kurang berkualitas dengan pembagian tugas yg tidak kentara. Akibatnya, tidak saja terjadi inefsiensi pada penggunaan sumberdaya manusia, tetapi jua terjadi penumpukkan pegawai pada satu unit kerja atau instansi. 

Ketiga, birokrasi cenderung mengutamakan atau berorientasi dalam kepentingan pribadi atau kelompok berdasarkan dalam kepentingan warga atau pencapaian sasaran yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Kelompok ini selain berada pada lingkungan internal birokrasi pula yang berada di luar birokrasi dan diuntungkan oleh birokrasi. 

Keempat, apa yang dinyatakan baik tertulis juga verbal oleh birokrasi seringkali tidak sinkron menggunakan realitas. Misalnya dalam laporan resmi disebutkan kinerja instansi X dilaporkan secara resmi sudah membaik, namun pada kenyataannya nir demikian. Contoh lain, peraturan tertentu dikeluarkan hanya buat kebutuhan politis (membuat kesan bahwa pemerintah memperhatikan perkara tersebut), dan bukan buat dilaksanakan dikarenakan kesulitan eksklusif atau pula nir/kurang adanya political will untuk melaksanakannya. 

Kelima, birokrasi cenderung bersifat otonom pada arti tanggal menurut proses politik serta supervisi masyarakat. Ciri ini erat kaitannya menggunakan ciri pertama di atas. Dalam hal ini, birokrasi seakan-akan menjadi menara gading yang tidak tersentuh. Ia bisa tetapkan apa saja tanpa merasa perlu memperhatikan dan mengajak pihak lain (stake holders) untuk merumuskannnya. Akibatnya, perilaku peka, responsif serta agresif terhadap pertarungan pembangunan yang seharusnya dimiliki aparatur pemerintahan sebagai tumpul, serta digantikan dengan perilaku mengutamakan diri sendiri atau kelompoknya (selfish), reaktif, dan lamban. Pemanfaatan birokrasi pemerintahan sebagai perpanjangan tangan partai yang berkuasa cenderung membentuk perilaku merasa berkuasa serta kurang peka terhadap aspirasi rakyat di kalangan birokrat. Salah satu akibatnya, warga generik sering menjadi korban berdasarkan “kebijaksanaan” aparatur pemerintah. Kondisi ini cepat atau lambat mengakibatkan rasa nir puas dan bahkan nir mustahil berkembang sebagai “dendam” pada diri rakyat yg suatu waktu mampu saja meledak. Maraknya tuntutan mundur, yang seringkali diwarnai, terhadap para pejabat pemerintah baik pada tingkat sentra, wilayah, dan bahkan desa (Kepala Desa) bisa dijadikan model kenyataan di atas. 

Dua ciri lainnya dibubuhi oleh Wallis
Pertama, administrasi di poly negara berkembang sangat lamban dan menjadi semakin birokratik. Kondisi ini erat kaitannya menggunakan kesejahteraan (gaji) mereka yg relatif kecil, sebagai akibatnya mempengaruhi semangat pegawainya buat bekerja secara baik. Bahkan, pula tanpa sadar mendorong mereka untuk membangun tambahan kesejahteraan diantaranya melalui aplikasi wewenang/tugasnya sebagai pegawai. Sebagai model, “menambah-nambah” persyaratan serta prosedur pelayanan menggunakan harapan mendapat atau meminta “imbalan” dari orang yang dilayaninya. Pola pelayanan menggunakan “imbalan” ini tidak hanya terjadi pada bidang pelayanan generik kepada rakyat umum, tetapi jua pelayanan bagi atau antarsesama aparatur pemerintah, contohnya “imbalan” bagi pengurusan administrasi promosi pegawai instansi vertikal, dan sebagainya, atau urusan lainnya antarinstansi. 

Kedua, aspek-aspek yang non-birokratik (administratif) sangat berpengaruh terhadap birokrasi. Misalnya, hubungan keluarga, interaksi primordial (suku, agama, keturunan, dan sebagainya), golongan atau keterkaitan politik. Keadaan seperti ini cenderung mempersulit birokrasi pemerintahan untuk bertindak serta bekerja secara objektif serta rasional, dan berdasarkan anggaran aturan yg berlaku. Bahkan orientasi birokrasi yg seharusnya buat kepentingan negara serta rakyat, dapat diganti menjadi buat kepentingan kelompoknya. Kegiatan-aktivitas yang gampang dijumpai pada kaitannya menggunakan aspek-aspek pada atas, antara lain dalam rekrutmen dan kenaikan pangkat pegawai serta kegiatan tender proyek. Birokrasi pemerintahan kita juga mengalami hal ini, baik dalam masa sebelum tahun 1970an dimana kepentingan aneka macam partai politik sudah mengkotakkotakkan orientasi kerja para pejabat birokrasi. Sebaliknya, sesudah tahun 1970an juga terlihat penguasaan satu kelompok politik tertentu dalam birokrasi yg pada akhirnya membawa birokrasi tidak dapat melaksanakan perannya menjadi abdi negara dan abdi rakyat dan menimbulkan krisis agama pada aparatur pemerintahan. Kebiasan membawa “teman” pejabat yg pindah menurut satu instansi ke instansi lain secara nir rasional menggunakan tujuan “mengamankan” kerja pejabat yg bersangkutan juga cermin berdasarkan ciri di atas (mungkin ini lebih sempurna dipercaya sebagai kronisme yang tidak dalam tempatnya). Contoh lain merupakan kondisi birokrasi pemerintahan pada sebagian akbar negaranegara Afrika Sub Sahara yang banyak diwarnai dengan pertentangan kepentingan kelompok suku (ethnic groups)

Aparatur Pemerintah yg Profesional 
Seperti telah diuraikan sebelumnya yg dimaksud menggunakan aparatur pemerintahan atau birokrasi pemerintahan yang profesional dalam tulisan ini nir lain (terjemahan bebas) adalah good public governance. Kata profesional tersebut walaupun terasa sedikit absurd sebagai terjemahan dari kata good, namun agaknya lebih sempurna karena pengertiannya menjadi lebih luas dan kentara dibandingkan bila menterjemahkan istilah good menjadi baik atau berwibawa. Sedangkan governance diartikan menjadi pemerintahan dimana didalamnya terdapat aparatur, sebagai akibatnya dapat dianggap menjadi aparatur pemerintahan (terjemahan bebas). Dengan demikian, yang dimaksud menggunakan good public governance pada sini merupakan aparatur atau birokrasi pemerintahan yang profesional. Aparatur atau birokrasi pemerintahan yang profesional diantaranya memiliki kinerja yang efisien pada penggunaan sumberdaya dan efektif pada mencapai target serta target berbagai kebijaksanaan serta programnya, yg kesemuanya itu ditujukan untuk kepentingan, kesejahteraan, serta kemakmuran bangsa serta negara. Kata profesional tadi pula secara pribadi menggiring kita kepada suatu pengertian bahwa birokrasi atau aparatur tersebut bekerja dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kewibawaan aparatur pemerintah (aparatur pemerintah yg berwibawa) akan ada dengan sendirinya apabila beliau sudah dapat bekerja serta membuat kinerjanya yang efisien dan efektif. 

Terminologi governance, good governance atau good public governance atau kata lain yg seperti dengan itu menjadi terkenal pada Indonesia dalam dua-tiga tahun terahir ini karena banyak diperkenalkan oleh forum pemberi bantuan luar negeri (foreign donor agencies) baik yg bersifat multilateral juga bilateral (World Bank, 1994). Terminologi tersebut seringkali dikaitkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan (aid policies), dalam arti (good) governance atau government dijadikan galat satu aspek yg perlu dipertimbangkan pada hadiah donasi baik berupa pinjaman (loan) maupun bantuan gratis (grant). Walaupun beberapa lembaga donor internasional cenderung memakai terminologi yg berbeda mengenai aparatur pemerintahan, tetapi yang dimaksud adalah sama. 

World Bank lebih suka memakai istilah good (public) governance, dan mengartikan governance menjadi the manner in which power is exercised in the management of a country’s economic and social resources for development” (World Bank, 1994). Sedangkan African Development Bank (AfDB) memperkenalkan istilah macrogovernance, mesogovernance (combining forms of governance) serta microgovernance buat membedakan strata pemerintahan. AfDB menganggap bahwa regim pemerintahan otoriter yang mempunyai komitmen yg bertenaga terhadap pembangunan mungkin saja menciptakan good governance walaupun pada tingkatan kualitas yg cukup atau nisbi mini . Kemudian, Inter-American Development Bank lebih menekankan negara-negara peminjam buat melaksanakan modernisasi administrasi negara (modernization of public administration). 

Sementara itu, United Kingdom’s ODA nir membedakan antara good govenance menggunakan good government. Kedua kata tersebut dianggap merujuk pada hal yg sama serta menekankan dalam aspek-aspek normatif pemerintahan yang digunakan buat menyusun aneka macam kriteria menurut yg bersifat politik sampai ekonomi. Kriteria tadi digunakan dalam merumuskan kebijaksanaan hadiah donasi luar negeri khususnya pada negara-negara berkembang. Sedangkan World Bank mengidentifikasi 3 aspek yang terkait menggunakan governance yaitu (a) bentuk rejim politik (the form of political regime); (b) process dimana kekuasaan digunakan di pada manajemen asal daya sosial serta ekonomi bagi aktivitas pembangunan; serta (c) kemampuan pemerintah buat mendisain, memformulasikan, melaksanakan kebijaksanaan, dan melaksanakan fungsi-fungsinya. Mengingat aspek pertama di atas bukan adalah bidangnya, maka World Bank lebih memfokuskan pada 2 aspek terakhir saja. 

Kriteria tentang good governance jua disusun oleh OECD’s Development Assistance Committee, menggunakan memakai definisi governance-nya World Bank, yg mencakup ruang lingkup: (a) participatory development, (b) human rights, dan (c) democratization. Secara lebih khusus, ketiga ruang lingkup tadi dijabarkan pada tolok ukur sebagai berikut: (a) pemerintahan yg menerima legitimasi (legitimacy of government mencerminkan degree of democratization); (b) akuntabilitas politik dan perangkat pejabat pemerintahan (tercermin menurut media freedom, transparent decison making, dan accountability mechanism); (c) kemampuan pemerintah buat menyusun kebijaksanaan dan mendistribusikan pelayanan yang baik; serta (d) komitmen yang konkret terhadap masalah hak asasi insan serta anggaran aturan (baik yg berkaitan dengan hakhak individu serta grup, keamanan, aktivitas sosial serta ekonomi, serta partisipasi rakyat). 

Dari berbagai gambaran di atas, secara singkat bisa disimpulkan bahwa setidaktidaknya terdapat 5 karakteristik atau prinsip utama yg harus dipenuhi sang suatu birokrasi atau aparatur pemerintahan buat bisa diklaim sebagai good public governance atau good public government, yaitu: (1) akuntabilitas (accountability, banyak yang mengartikannya menjadi kewajiban buat mempertanggungjawabkan); (2) keterbukaan dan transparan (openness and transparency); dan (3) ketaatan dalam anggaran hukum (Bhatta, 1996; dan World Bank, 1991). Ciri lainnya adalah, (4) komitmen yang kuat buat bekerja bagi kepentingan bangsa serta negara, serta bukan dalam gerombolan atau langsung; serta (5) komitmen buat mengikutsertakan dan memberi kesempatan pada masyarakat buat berpartisipasi pada pembangunan. Kelima prinsip tersebut saling mengisi. 

Akuntabilitas pada arti aparatur pemerintah harus bisa mempertanggung jawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan di bidang tugas dan fungsinya. Dalam interaksi ini, dengan prinsip akuntabilitas tersebut aparatur pemerintah harus bisa mempertanggungjawabkan kebijaksanaan, acara dan kegiatannya yang dilaksanakan atau dikeluarkannya termasuk jua yg terkait erat menggunakan pendayagunaan ketiga komponen dalam birokrasi pemerintahan yaitu kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusianya. Misalnya, pengembangan atau perubahan organisasi suatu instansi wajib bisa dipertanggungjawabkan menurut segi efisiensi dan efektivitas aplikasi tugas dan fungsi instansi tadi. Sehingga nir terjadi lagi pengembangan atau penambahan struktur organisasi yg berdasarkan pada kepentingan langsung atau gerombolan hanya buat menampung kerabat/sahabat atau menempatkan orang yg nir disukai. 

Seharusnya pengembangan serta perubahan organisasi berdasarkan pada analisis jabatan dan kebutuhan kerja instansi yg sebenarnya. Demikian pula aktivitas penggunaan asal daya diantaranya di bidang keuangan dan asal daya manusia, dan pelaksanaan ketatalaksanaan atau manajemen kerja, harus juga bisa dipertanggung-jawabkan secara logis. 

Prinsip akuntabilitas “mensyaratkan” adanya perhitungan cost and benefit analysis (tidak terbatas dari segi ekonomi, tetapi jua sosial, dan sebagainya tergantung bidang kebijaksanaan atau kegiatannya) dalam berbagai kebijaksanaan serta tindakan aparatur pemerintah. Selain itu, akuntabilitas juga berkaitan erat menggunakan pertanggungjawaban terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian target atau target kebijaksanaan atau program. Dengan demikian, nir terdapat satu kebijaksanaan, program, serta kegiatan yg dilaksanakan sang aparatur pemerintahan yang bisa lepas berdasarkan prinsip ini. 

Keterbukaan serta transparan (openness and transparency), merupakan warga dan sesama aparatur pemerintah dapat mengetahui dan memperoleh data dan warta menggunakan gampang tentang kebijaksanaan, program, serta kegiatan aparatur pemerintahan baik pada taraf pusat juga daerah, atau data dan berita lainnya yg nir dilarang dari peraturan perundang-undangan yang disepakati bersama. Keterbukaan dan transparan pula dalam arti warga atau sesama aparatur dapat mengetahui atau dilibatkan pada perumusan atau perencanaan, pelaksanaan, dan supervisi menggunakan pengendalian aplikasi kebijaksanaan publik yang terkait menggunakan dirinya. Data dan berita yang berkaitan menggunakan tugas/fungsi aparatur pemerintahan (instansi) yg bersangkutan harus disediakan secara sahih, contohnya data PNS oleh BAKN, data guru sang Depdikbud, data realisasi panen padi oleh Departemen Pertanian, serta sebagainya. Sudah saatnya perlu dihindari adanya data dan berita yg bersifat “menyenangkan” tetapi menutupi yg sebenarnya. Hal ini penting, lantaran keputusan atau kebijakan publik (public policy) yang diambil pimpinan yang tidak didasarkan dalam data serta informasi yang sebenarnya, maka keputusan atau kebijaksanaan tersebut tidak akan merampungkan masalah. Bahkan nir tidak mungkin, keputusan atau kebijaksanaan tadi akan menyebabkan perkara baru yg lebih rumit. Misalnya, kebijaksanaan huma gambut pada Kalimantan yg kurang didasarkan data dan warta yang akurat, akhirnya menyebabkan masalah baru misalnya kasus lingkungan, aturan (pemborosan), dan penderitaan transmigran yang ditempatkan di sana. Contoh lain yang menarik merupakan “kebijaksanaan lisan” Gubernur DKI yang mengizinkan becak beroperasi di Jakarta yg sempat mengakibatkan kasus sebagai akibatnya dalam waktu singkat wajib dibatalkan. 

Sikap pemerintah yang terbuka serta transparan dalam menyediakan data dan warta tadi nir hanya akan mendorong partisipasi warga dalam berbagai kegiatan pemerintahan dan pembangunan, tetapi bisa pula mencedaskan masyarakat, mendorong perkembangan ilmu pengetahuan (riset, penelitian, kajian), mendewasakan rakyat serta mengakibatkan perilaku kritis pada warga , serta turut membangun suasana demokratis pada diri masyarakat. Dengan cara demikian, cepat atau lambat akan tumbuh kepedulian yg tinggi terhadap kinerja birokrasi pemerintahan, dan akan tumbuh sikap dialog serta saling kontrol antara warga serta birokrasi pemerintahan. Tetapi demikian, persoalannya sekarang adalah apakah birokrasi atau aparatur pemerintahan punya cukup kemauan buat terbuka serta transparan atau nir, serta jujur pada menyediakan data dan informasinya. 

Prinsip ketiga, ketaatan pada anggaran aturan merupakan aparatur pemerintahan menjunjung tinggi dan mendasarkan setiap tindakannya pada aturan aturan, baik yg berkaitan menggunakan lingkungan eksternal (warga luas) juga yang berlaku terbatas di lingkungan internalnya, misalnya aturan kepegawaian dan aturan supervisi fungsional. Prinsip ini juga mensyaratkan terbukanya kesempatan pada rakyat luas untuk terlibat serta berpartisipasi pada perumusan peraturan perundang-undangan yang berkaitan menggunakan warga . Prinsip keempat, komitmen yang bertenaga buat bekerja bagi kepentingan bangsa dan negara, serta bukan dalam gerombolan , eksklusif atau partai yg sebagai idolanya, adalah hal yang mutlak dimiliki sang aparatur pemerintahan. Hal ini sinkron dengan tugas serta fungsi pemerintah, sebagai pembina, pengarah, dan penyelenggara pemerintahan generik dan pembangunan (dalam batas-batas tertentu). 

Terakhir, komitmen buat mengikutsertakan dan memberi kesempatan kepada rakyat buat berpartisipasi dalam pembangunan. Hal ini penting, karena tanpa komitmen ini maka yang muncul bukan partisipasi rakyat tetapi antipati dan ketidaksukaan pada diri rakyat terhadap konduite serta kebijaksanaan aparatur pemerintah. Pada waktu yg sama, pada diri aparatur atau birokrasi pemerintahan akan tumbuh secara perlahan tetapi pasti perilaku mendominasi, asumsi atau perasaan paling tahu, paling bisa, serta paling berkuasa, serta cenderung tidak mau tahu kondisi dan pendapat orang lain, yang dalam akhirnya menimbulkan arogansi birokrasi pemerintah

Bagaimana Menciptakan Aparatur Pemerintah yang Profesional?
Mungkin terlalu hiperbola bila menganalogikan upaya menyembuhkan penyakit birokrasi pemerintahan dan sekaligus membentuk birokrasi pemerintahan yang profesional (good public governance/bureaucracy) pada negara-negara berkembang menggunakan upaya mengurai benang kusut. Namun demikian, itulah gambar-an yg sebenarnya. Persoalannya kini merupakan bagaimana memberdayakan seluruh komponen birokrasi pemerintahan (kelembagaan, ketatalaksanaan, serta sumberdaya manusianya) supaya sebagai aparatur pemerintahan yg profesional. 

Dalam hubungan ini yang pertama-tama wajib dipahami merupakan bahwa reformasi terhadap birokrasi pemerintahan kita bukan pada arti mengganti secara total. Misalnya menggunakan segera mengubah seluruh atau sebagian besar pejabat struktural atau pegawai negeri sipil yang ada dengan yang baru. Bisa dibayangkan betapa sulit mengubah sekian puluh ribu pejabat struktural (eselon V sampai eselon I), atau 4,1 juta PNS pada ketika singkat. Mengingat hal tersebut, dan pula nir semua komponen dalam aparatur pemerintah mengidap “penyakit” atau tidak berfungsi dengan baik, maka upaya yang realistis dilakukan merupakan menggunakan mem-perbaiki komponen-komponen yang rusak. 

Kemudian, apakah birokrasi pemerintahan kita dapat mengobati dan menyembuhkan dirinya sendiri tanpa dukungan pihak lainnya? Nampaknya buat waktu ini serta mungkin dalam beberapa tahun mendatang sulit terjadi, mengingat berbagai faktor yang melekat dalam diri birokrasi pemerintahan kita selama lebih dari 3 dekade terakhir ini, diantaranya kecenderungan resistant to change dalam birokrasi atau kecenderungan adanya penyakit entropi yaitu kurang adanya kemauan serta kemampuan untuk memperbaiki diri atas inisiatif sendiri tanpa wajib ditekan oleh sistem lain di luar birokrasi pemerintahan. Karena itu, eksploitasi sistem administrasi negara wajib juga melibatkan sistem-sistem lain di luar dirinya. 

Birokrasi pemerintahan atau sistem administrasi negara bukanlah closed system. Ia merupakan opened system serta merupakan bagian atau sub sistem menurut suatu sistem kehidupan bangsa serta negara sebagai akibatnya eksistensi dan kinerjanya ditentukan serta mempengaruhi sub sistem lainnya. Hal ini sinkron dengan konsep Administrasi Pembangunan yang diartikan menjadi “administrasi negara buat mendukung pembangunan serta pembangunan administrasi negara itu sendiri.” Maksudnya, bagaimana membentuk suatu sistem administrasi negara yang dapat mendukung proses pembangunan secara efisien serta efektif, dan kebalikannya bagaimana proses atau keberhasilan pembangunan tersebut punya efek yang positif untuk turut menciptakan administrasi negara yang baik. Dengan demikian, buat mewujudkan sistem administrasi negara yang profesional nir dilakukan dari pada diri sistem administrasi negara saja, namun juga wajib pada dukung menggunakan pembangunan di bidang lainnya, yaitu pemberdayaan lembaga legislatif, yudikatif, media massa, pendidikan warga , dan organisasi warga (seperti organisasi profesional dan forum swadaya rakyat). Misalnya, pada perkara “suap-menyuap”, pengadilan tidak hanya mengadili aparatur yg menerima suap saja, tetapi juga harus membawa rakyat yg menaruh suap tadi. 

Keberhasilan pembangunan dan pemberdayaan bidang atau sistem lainnya pada luar sistem administrasi negara cepat atau lambat akan memberikan tekanan kepada sistem administrasi negara buat memperbaiki kinerjanya. Demikian pula, kemajuan dalam pembangunan sistem administrasi negara akan menaruh donasi positif kepada kegiatan pembangunan. Dengan demikian akan terdapat sinergi antar elemen-elemen pada sistem kehidupan bangsa dan negara, yang akan mendorong sistem administrasi negara buat memberdayakan dirinya melalui interaksi positif antar elemen-elemennya (thermodinamic). 

Pemberdayaan sistem administrasi negara meliputi tiga elemen atau komponen yang saling terkait, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya insan. Pemberdayaan ketiga komponen tersebut wajib berdasarkan dalam prinsip atau tolok ukur efisiensi dan efektivitas kerja. Kedua prinsip ini sine qua non dalam setiap kebijaksanaan buat memberdayakan ketiga komponen tadi. Nampaknya pemasyarakatan prinsip ini bukanlah suatu hal yang mudah. Untuk itu dibutuhkan, strategi pemasyarakatan nilai-nilai sosial (social values marketing) yang bersiklus buat mengubah perilaku (Kotler dan Roberto, 1989) dan menghidupkan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas dalam diri aparatur pemerintah, serta jua warga luas. “Pandangan atau nilai” yg tidak mendukung dan merusak birokrasi pemerintahan harus dihapus, misalnya asumsi bahwa atasan adalah pemegang kekuasaan mutlak yg selalu sahih dan lebih memahami sebagai akibatnya bawahan harus patuh serta enggan menaruh masukan. 

Di bidang kelembagaan, wajib dilakukan reorganisasi terhadap organisasi atau kelembagaan aneka macam instansi. Pengembangan dan perubahan organisasi (organization development and change) harus diarahkan buat: (1) menghindari terjadinya pembentukan unit-unit kerja yg merusak efisiensi serta efektivitas kerja, termasuk duplikasi tugas serta fungsi, serta yg sekedar menampung pegawai, tanpa tugas dan fungsi yang jelas; (2) menghindari terjadinya penyeragaman bentuk serta unit kerja yang tidak perlu tanpa memperhatikan kebutuhan serta analisis beban kerja yang sebenarnya. 

Di bidang ketatalaksanaan atau manajemen, pemberdayaan perlu dilakukan dengan menyusun banyak sekali sistem manajemen yang realistis serta applicable mulai dari manajemen kebijaksanaan yg bersifat makro hingga panduan kerja yg kentara bahkan sistem penyimpanan arsip. Sistem kearsipan sekilas tampak tidak berarti, padahal tidak saja bisa menyebabkan economic cost tetapi jua social serta political cost yang nir sedikit yang tidak jarang menimbulkan konflik jika lalai memperhati-kannya. Sebagai contoh, banyak sekali perkara pertanahan seringkali muncul karena lemahnya sistem file pertanahan. Demikian jua dengan sistem pendaftaran kependudukan dimana seseorang penduduk DKI Jakarta dapat memiliki jua kartu tanda penduduk DKI, Bekasi, Tanggerang, dan Gunung Kidul. Padahal sistem pendaftaran kependuduk-an ini sangat krusial buat menghasilkan data kependudukan yg akurat. Data tadi sangat bermanfaat menjadi masukan pengambilan kebijaksanaan pada banyak sekali sektor pembangunan, misalnya program keluarga berencana, penanggulangan kemiskinan, pemilihan umum, dan sebagainya. Selanjutnya, sistem kearsipan yang baik akan berdampak positif, contohnya Departemen Luar Negeri dan beberapa instansi terkait dapat menuntaskan masalah pulau Simpadan serta Lingitan dengan Malaysia, lantaran adanya dokumen perjanjian Belanda dan Inggris dalam masa kolonial Belanda mengenai status ke 2 pulau tersebut yang disimpan rapi oleh Arsip Nasional. 

Terakhir merupakan pembangunan sumber daya manusia baik menurut segi kualitas (kemampuan, tingkat pendidikan, sikap, serta kariernya) serta kesejahteraannya. Berbagai diklat perlu ditata rapi serta diadaptasi menggunakan kebutuhan konkret. Demikian juga sistem pembinaan karier, termasuk sistem rekrutmen, promosi, DP3 dan sebagainya. Perilaku aparatur perlu dibenahi supaya berorientasi dalam produktivitas dan kualitas kerja serta mengutamakan kepentingan masyarakat umum serta social equity, bukan kepentingan grup atau golongan termasuk partai-partai yg berkuasa. Untuk itu, aparatur negara harus dibina sebagai abdi negara dan abdi masyarakat dalam arti yang sebenarnya serta bukan sebagai abdi partai yang berkuasa serta “abdi pengusaha”. 

Tampaknya semua upaya pembangunan sistem administrasi negara akan sulit dicapai tanpa memperhatikan kesejahteraan pegawai negeri (termasuk Tentara Nasional Indonesia serta Polisi). Pegawai negeri merupakan manusia, serta memiliki hak asasi buat hayati layak. Karena itu, adalah nir adil dan nir manusiawi apabila pegawai negeri hanya disuruh bekerja dengan gaji “perjuangan” saja. Selama tiga dasa warsa, sistem gaji “usaha” ini telah menimbulkan social cost, selain economic cost, yang sangat mahal khususnya dalam bentuk “pembenaran dan penyebaran” praktek-praktek korupsi menggunakan segala bentuknya. Praktekpraktek seperti ini secara lambat tapi niscaya seakan-akan telah “membudaya” dalam birokrasi pemerintahan. Penghapusan terhadap social cost tadi bukan adalah hal yang gampang, serta hal inilah yg sedang kita alami sampai waktu ini. Karena itu, sistem pengajian pegawai negeri wajib diperbaiki supaya pegawai negeri dapat hayati layak pada arti bisa menghidupi keluarganya (pakaian, pangan, papan, dan kebutuhan sosialnya). Selain itu, sistem penggajian (honor PNS baku nasional dan tunjangan lain yang belum tentu seluruh instansi men-dapatkannya) tadi juga harus adil dan proporsional serta terbuka buat seluruh pegawai negeri dan instansi pemerintah tanpa pilih kasih. 

Disadari bahwa peningkatan gaji nir berarti akan otomatis memperbaiki kinerja aparatur negara baik pada kualitas produktivitas kerjanya juga sikap atau konduite kerjanya. Namun tanpa pemugaran gaji, maka sangat sulit sekali mengharapkan kinerja aparatur pemerintah akan baik. Mengingat honor bukan satu-satunya faktor buat mendorong peningkatan kinerja, maka peningkatan gaji tadi pula harus dibarengi dengan pendayagunaan bidang lainnya, contohnya pengawasan, pembinaan karier, serta diklat bagi pegawai.

PENGERTIAN KEBIJAKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Kebijakan Menurut Para Ahli
Kebijakan merupakan panduan-pedoman dan ketentuan-ketentuan yg dianut atau dipilih pada melaksanakan (memanage) suatu acara untuk mencapai tujuan eksklusif.

Perencanaan merupakan semua kegiatan (planning) yg dilakukan sebelum melakukan suatu aktivitas, menurut suatu acara proyek, yakni menentukan tujuan objective, tujuan antara, kebijakan, prosedur serta program. Sukirno (1985) mengemukakan pendapatnya mengenai konsep pembangunan, memiliki tiga sifat penting, yaitu : proses terjadinya perubahan secara terus menerus, adanya usaha buat menaikkan pendapatan perkapita masyarakat serta kenaikan pendapatan rakyat yang terjadi pada jangka ketika yang,panjang.

Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya kenyataan semata, tetapi pada akhirnya pembangunan tadi wajib melampaui sisi materi serta keuangan berdasarkan kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami menjadi suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan kasus pengorganisasian dan peninjauan balik holistik sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak pada hal ini adalah membahas komponen-komponen ekonomi juga non ekonomi Todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi telah digariskan balik menggunakan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran dalam kontenks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi negara yang sedang berkembang.

Rostow (1971) jua menyatakan bahwa pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih poly hasil yang dihasilkan tetapi juga lebih poly output daripada yg diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyarakat tradisional, pra kondisi tanggal landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan serta masa konsumsi akbar-besaran. Kunci diantara tahapan ini merupakan tahap lepas landas yg didorong sang satu atau lebih sektor. Pesatnya pertumbuhan sektor utama ini telah menarik bersamanya bagian ekonomi yang kurang bergerak maju.

Menurut Hanafiah (1892) pengertian pembangunan mengalami perubahan lantaran pengalaman dalam tahun 1950-an sampai tahun 1960-an memberitahuakn bahwa pembangunan yg berorientasi pada kenaikan pendapatan nasional tidak bisa memecahkan masalah pembangunan. Hal ini terlihat dari tingkat hidup sebagian akbar masyarakat nir mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan nasional per tahun semakin tinggi. Dengan kata lain, terdapat tanda-tanda kesalahan besar pada mengartikan istilah pembangunan secara sempit.

Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana mempertinggi pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu nir bisa diartikan sebagai aktivitas-aktivitas yg dilakukan negara buat berbagi kegiatan ekonomi serta taraf hayati masyarakatnya.

Berbagai sudut pandang dapat dipakai buat mempelajari pembangunan pedesaan. 
Menurut Haeruman ( 1997 ), terdapat dua sisi pandang buat menelaah pedesaan, yaitu: 
1. Pembangunan pedesaan dicermati sebagai suatu proses alamiah yang bertumpu dalam potensi yg dimiliki dan kemampuan masyarakat desa itu sendiri. Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari luar sebagai akibatnya perubahan yg diperlukan berlangsung dalam rentang saat yg panjang. 
2) Sisi yang lain memandang bahwa pembangunan pedesaan menjadi suatu interaksi antar potensi yang dimiliki oleh masyarakt desa serta dorongan dari luar buat meningkatkan kecepatan pemabangunan pedesaan.

Pembangunan desa merupakan proses kegiatan pembangunan yg berlangsung didesa yang meliputi seluruh aspek kehidupan serta penghidupan warga . Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia no : 72 tahun 2005 mengenai desa sebagaimana dimaksud pada ayat (dua) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sinkron dengan kewenangannya serta menurut ayat (tiga) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa harus melibatkan forum kemasyarakatan desa.

Tujuan Perencanaan Pembangunan menjadi berikut:
1.mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.
2.menjamin sinkronisasi serta sinergi dengan pelaksanaan Pembangunan Daerah.
3.menjamin keterkaitan serta konsistensi antara Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan serta Pengawasan.
4. Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat
5. Menjamin tercapainya penggunaan Sumber Daya Desa secara efisien, efektif, berkeadilan serta berkelanjutan.

Kebijakan perencanaan pembangunan desa adalah suatu panduan-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan pada desa yang meliputi semua aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sebagai akibatnya dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat
- Produktivitas aktivitas ekonomi, seperti pertanian, peternakan mengalami peningkatan
- Proses produksi sedang mengalami perubahan relatif berat, melalui adopsi teknologi
- Komersialisasi sudah relatif tinggi, pasar dipakai buat menjual output dan membeli input produksi
- Penggunaan energi kerja luar dan adanya pasar upah energi kerja mulai berkembang
- Memanfaatkan teknologi baru
- Produksi berorientasi pasar. Sebagian besar dijual buat pasar sehingga jenis komoditi yang diproduksi selalu diadaptasi dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi merupakan buat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
- Mulai menerapkan sistem Agribisnis Paradigma Pertanian berubah menjadi  Agribisnis dan Agroindustri serta perdagangan berkembang.
- Masyarakat sangat menghargai pedidikan, bersedia melakukan human  investment
- Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan di kota. Perbedaannya kegiatan ekonominya adalah berbasis pedesaan seperti pertanian, industri desa. Masalah-Masalah Dalam Pembangunan

Masalah yang dikemukakan oleh Chayanov serta boeke, terutama berdasarkan atas sistem sosial atau kebudayaan yang berakar dalam yang membuat Teori Ekonomi Modern seolah-olah nir bisa diterapkan pada desa-desa atau rakyat seperti ini. Tetapi selain perkara yg berasal menurut sistem sosial atau kebudayaan, sebenarnya banyak perkara lain yg mengakibatkan timbulnya kasus pembangunan desa kasus-masalah tersebut terutama adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk penduduk yg berat, sehingga pemilikan tanah semakin berkurang, terutama pada wilayah yg terbatas lahannya (Sumber Daya Alam)
2. Tingkat Pendidikan rendah yang mengakibatkan adopsi teknologi rendah dan stagnansi produk juga perkara lain yg sanggup ada menggunakan berfokus misalnya perkara kesehatan, rendahnya produktivitas kerja serta masalah kepemimpinan desa 

Kabupaten Madiun menaruh kemudahan pada pembangunan prasarana seperti irigasi, drainase, dalam pemasaran hasil-output pertanian, pengadaan kapital buat pembaharuan usaha-bisnis pertanian (perkreditan dan akumulasi kapital)

Masalah ini perlu dimengerti keadaannya, supaya kebijakan serta perencanaan pembangunan desa dapat dibuat menggunakan cukup lebih baik.

Pemerintahan Desa dalam menyelenggarakan kewenangannya dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan buat mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat belum bisa optimal lantaran terdapat banyak sekali konflik, misalnya;
1. Terlalu cepatnya perubahan banyak sekali peraturan perundang-undangan sehingga mengakibatkan kebingungan ditingkat pelaksana serta terkadang peraturan perundang-undangan yang diharapkan kurang lengkap dan memadai; 
2. Fasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah masih seringkali terlambat; 
3. Terbatasnya taraf kesejahteraan para penyelenggaran pemerintahan desa; 
4. Sebagian kualitas aparat pemerintahan desa masih terbatas pada menggalang partisipasi warga , menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian dalam membangun, memanfaatkan, memelihara serta berbagi output-output pembangunan;
5. Sangat terbatasnya sarana serta prasarana pemerintahan desa 
6. Belum terdapat kepastian mengenai wewenang dan asal pendapatan 

Kebijakan Pembangunan Desa
Bertolak berdasarkan konflik diatas, Pemerintah tetapkan berbagai kebijakan untuk memberdayakan, memantapkan, menguatkan Pemerintahan Desa. Kebijakan dimaksud antara lain:
(a) Pemantapan kerangka aturan
(b) Penataan kewenangan serta baku pelayanan minimal Desa; 
(c) Pemantapan kelembagaan; 
(d) Pemantapan administrasi dan keuangan Desa;
(e) Peningkatan sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan desa serta 
(f) peningkatan kesejahteraan para penyelenggara pemerintahan desa.
Untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana diurai diatas, program prioritas yang akan dilaksanakan sang Pemda meliputi: 

1. Pemantapan kerangka aturan:
Lingkup kegiatannya yaitu; meningkatkan kecepatan penyelesaian Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa serta Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa yg sinkron menggunakan prinsip keanekaragaman, demokratisasi, swatantra, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. 

2. Penataan organisasi dan wewenang: 
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan organisasi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) serta Lembaga Kemasyarakatan Desa bersama wewenang yang wajib dimilikinya; 

3. Pemantapan sumber pendapatan serta kekayaan desa: 
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan manajemen perimbangan keuangan antara Kabupaten/Kota dengan Desa terutama mengenai alokasi dana desa, upaya peningkatan pendapatan orisinil desa, upaya penga-daan bantuan menurut pemerintah dan pemerintah provinsi kepada desa, pembentukan badan usaha milik desa dan peningkatan dayaguna dan output guna aset yang dimiliki juga yg dikelola sang desa.

4. Penataan sistem kabar dan administrasi pemerintahan desa yang mudah, cepat, serta murah terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dasar. 

5. Pemantapan serta pengembangan kapasitas:
Lingkup kegiatannya yaitu; menaikkan kapasitas Kepala Desa, Perangkat Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa agar lebih bisa menyelenggarakan pelayanan pada warga secara demokratis, transparan serta akuntabel menurut nilai-nilai sosial budaya setempat. 

6. Pengadaan wahana serta prasarana: 
Lingkup kegiatannya yaitu; penyediaan wahana dan prasarana pemerintahan desa yg memadai pada rangka melaksanakan tugas serta manfaatnya menjadi pelayan warga yg terdepan.

Beberapa acara-acara pembangunan pedesaan yang pernah dilaksanakan, contohnya program bidang pangan, acara Inpres Desa Tertinggal, merupakan salah satu upaya pemerintah pada rangka mengembangkan pedesaan dalam mengejar ketertinggalannya menurut perkotaan. Selain itu guna menyokong acara pangan, pemerintah menyediakan bantuan Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani pada menaruh permodalan dalam pengelolaan lahannya. 

Akan tetapi program-program tersebut belum sanggup menaikkan kesejahteraan petani lantaran harga beras lokal masih relative lebih tinggi dibandingkan menggunakan harga beras impor. Sedangkan dana pengembalian KUT hingga ketika ini poly yang menunggak lantaran petani nir mampu membayar cicilan tersebut. Adapun program IDT lebih cenderung pada pembangunan fisik saja sehingga fokus terhadap pembangunan masyarakat generik kurang tersentuh. Padahal berbagai persoalan yang membutuhkan penanganan pembangunan rakyat desa sesungguhnya sangat mendesak, misalnya ketertinggalaan desa dari kota hampIr di segala bidang, nir terakomodasinya harapan dan kebutuhan rakyat dalam program-program pemerintah, serta kualiatas pendidikan serta kesejahteraan masih rendah. 

Berdasarkan pengalaman tersebut telah seharusnya pendekataan pembangunan pedesaan mulai diarahkan secara integral menggunakan mempertimbangkan kekhasan wilayah baik dilihat menurut sisi syarat, potensi serta prospek berdasarkan masing-masing wilayah. Tetapi pada pada penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara generik dapat ditinjau pada 3 grup (Haeruman, 1997), yaitu :
  • Kebijakan secara tidak langsung diarahkan dalam penciptaan syarat yg mengklaim kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukung aktivitas sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar, pendidikan, kesehatan, jalan, serta lain sebagainya), penguatan kelembagaan, serta proteksi terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang. 
  • Kebijakan yg langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi warga pedesaan. 
  • Kebijakan khusus menjangkau warga melalui upaya spesifik, seperti penjaminan aturan melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan dan ketenangan masyarakat. 
  • Di samping itu kebijakan pembangunan pedesaan wajib dilaksanakan melalui pendekatan sektoral serta regional. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pernyataan yg mengkut sektor apa yang perlu dikembangkan buat mencapai tujuan pembangunan. Berbeda menggunakan pendekatan sektoral, pendekatan regional lebih menitik beratkan pada wilayah mana yang perlu mendapat prioritas buat dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sinkron untuk dikembangkan di masing-masing daerah. Di dalam fenomena, pendekatan regional seringkali diambil nir pada kerangka totalitas, melainkan hanya buat beberapa daerah tertentu, seperti wilayah kolot, wilayah perbatasan, atau daerah yang dibutuhkan mempunyai posisi trategis pada arti ekonomi-politis. Oleh karena arah yang dituju merupakan campuran antara pendekatan sektoral dan regional, maka pembangunan daerah perlu selalu dikaitkan dimensi sektoral dengan dimensi spasial.