PENGERTIAN PERTANIAN DALAM ARTI LUAS AGRICULTURE

            PengertianPertanian Dalam Arti Luas (Agriculture )

Pertaniandalam arti luas (Agriculture), darisudut pandang bahasa (etimologi) terdiri ataas dua istilah, yaitu agri atau ager  yg brarti tanah serta cultur atau colere  yang berarti pengelolaan. Jadi pertanian dalamarti luas (agriculture) diartikansebagai aktivitas pengelolaan tanah. Pengelolaan ini dimaksudkan untukkepentingan kehidupan tanaman dan fauna, sedangkan tanah digunakan sebagaiwadah atau tempat aktivitas pengelolaan tersebut, yang kesemuanya itu untukkelangsungan hidup insan.
            Adapun batasan atau definisi agriculture berdasarkan beberapa pakar adalahsebagai berikut :
1.menurutVan Aarsten (1953), agriculture  merupakan gigunakan aktivitas manusia untukmemperoleh output yg berasal berdasarkan tumbuh-tanaman dan hewan yg dalam mulanyadicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telahdiberikan sang alam guna memgembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan tersebut.
Dari batasan tersebut kentara bahwa buat dapatdisebut sebagai pertanian perlu dipenuhi beberapa persyaratan :
a.adanyaalam beserta isinya diantaranya tanah sebagai tempat aktivitas, dan tumbuhanserta fauna menjadi obyek kegiatan.
b.adanyakegiatan manusia pada menyemournakan segala sesuatu yang sudah diberikan olehalam serta atau Yang Maha Kuasa buat kepentingan/kelangsungan hidup manusiamelalui dua golongan yaitu flora/flora serta fauna/ternak dan ikan.
c.adausaha insan buat menerima produk/hasil ekonomi yg lebih besar daripadasebelum adanya aktivitas manusia
2.menurutMosher (1966), pertanian adalah suatu bentuk produksi yang spesial , yangdidasarkan dalam proses pertumbuhan flora serta hewan. Petani mengelola danmerangsang pertumbuhan flora dan hewan dalam suatu bisnis tani, dimana kegiatanproduksi adalah bisnis, sehinggga pengeluaran serta pendapatan sangat pentingartinya.
3.menurutSpedding (1979), pertanian pada pandangan modern adalah aktivitas manusiauntuk manusia serta dilaksanakan guna memperoleh hasil yg menguntungkan sehinggahams jua mencakup kegiatan ekonomi dan pengelolaan di samping biologi.


PengertianPertanian Dalam Arti Sempit (Agronomy)

Pengertian/batasanAgronomy menurut beberapa pakar merupakan menjadi berikut:
1.menurutKipps (1970), Agronomy merupakan: the study of applied of the science of soilmanagement and of the production of crops (studi mengenai pelaksanaan ilmupengelolaan tanah serta produksi tanaman ). Dari batasan di atas kentara bahwaagronomy adalah ilmu yang mengusut tentang pengelolaan tanah buat kehidupantanaman sebagai akibatnya tidak termasuk kehidupan fauna. Oleh karenanya agronomycakupannya lebih sempit apabila dibandingkan dengan agriculture.
2.menurutSamsu'ud Sadjad (1977), agronomy atau agronomi menurut bahasa asal menurut kataagros yang berarti lapang, serta nomos yg berarti pengelolaan, sehinggaagronomi berarti pengelolaan lapang produksi dengan target produksi fisik yangmaksimum.
3.menurut Sumantri (1980), agronomiadalah ilmu yang mempelajari segala aspek biofisik yang berkaitan dengan usahapenyempurnaan budidaya tumbuhan buat memperoleh produksi fisik yang maksimum.



Daribeberapa batasan di atas kentara bahwa sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaantanaman dan lingkungannya merupakan produksi fisik yang maksimum, bukan produksifisik yang optimum atau yg paling menguntungkan. Hal ini dapat dimengertikarena dalam pengelolaan suatu flora diharapkan adanya sarana produksi danbiaya tenaga kerja yang setiap saat selalu berubah. Apabila target pengelolaantanaman merupakan hasil yg menguntungkan maka ilmu buat mendapatkan hasilfisik, akan selalu berubah-ubah dalam kurun saat yang sangat pendek atausetiap musim tanam akan selalu berubah. Keadaan ini akan sangat menyulitkandalam hadiah inovasi bar' atau rekomendasi kepada petani dalam pelaksanaan teknikbudidaya flora.V

PENGERTIAN DAN LINGKUP PENGENDALIAN HAYATI

Pengertian Dan Lingkup Pengendalian Hayati 
Sejak istilah “pengendalian hayati” pertama kali digunakan oleh Harry S. Smith pada 1919, banyak pengertian diberikan terhadap istilah tersebut. Smith mula-mula menaruh pengertian kepada pengendalian hayati sebagai penggunaan musuh alami yg diintroduksi maupun yg dimanipulasi menurut musuh alami setempat buat mengendalikan serangga hama. Dari sudut pandang mudah, pengendalian biologi dapat dibedakan menjadi: 
1) Introduksi musuh alami yang tidak masih ada pada wilayah yang terinfestasi hama 
2) Peningkatan secara buatan jumlah individu musuh alami yg telah terdapat di wilayah yg terinfestasi hama menggunakan melakukan manipulasi sehingga musuh alami yg terdapat dapat mengakibatkan mortalitas yg lebih tinggi terhadap hama. 

Pengertian pengendalian alami yang diberikan sang Smith tadi kemudian diperluas sang P. De Bach dalam 1964 menggunakan membedakan pengendalian alami serta pengendalian biologi: 
1) Pengendalian alami adalah upaya untuk menjaga populasi organisme yang berfluktuasi pada batas atas dan batas bawah selama suatu jangka waktu eksklusif melalui efek faktor lingkungan abiotik juga biotik 
2) Pengendalian hayati adalah kemampuan predator, parasitoid, maupun patogen pada menjaga padat populasi organisme lain lebih rendah daripada padat populasi dalam keadaan tanpa kehadiran predator, parasitoid, atau patogen. 

De Bach membedakan pengendalian alami dari pengendalian biologi, namun wajib ditinjau bahwa: 
1) Tidak kentara disparitas antara imbas faktor lingkungan biotik pada pengendalian alami menggunakan pengaruh predator, parasitoid, atau parasit pada pengendalian biologi 
2) Pengendalian alami dari de Bach juga meliputi dampak faktor lingkungan abiotik 

Pada 1962, Bosch dan kawan-kawan memodifikasi pengertian pengendalian alami dan pengendalian biologi yang dikemukakan de Bach menjadi: 
1) Pengendalian biologi alami (natural biological control) sebagai pengendalian yg terjadi tanpa campur tangan manusia. 
2) Pengendalian biologi terapan (applied biological control) sebagai manipulasi musuh alami sang manusia buat mengendalikan hama.

Bosch dan kawan-kawan membedakan tiga kategori pengendalian biologi terapan sebagai berikut: 
1) Pengendalian hayati klasik melalui introduksi musuh alami buat mengendalikan hama 
2) Augmentasi musuh alami melalui upaya buat menaikkan populasi atau impak menguntungkan yg diberikan oleh musuh alami 
3) Konservasi musuh alami melalui upaya yg dilakukan dengan sengaja buat melindungi serta menjaga populasi musuh alami. 

Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pengendalian hayati diperluas menjadi meliputi faktor-faktor seperti ketahanan tumbuhan, autosterilisasi, manipulasi genetik, pengendalian budidaya, dan bahkan penggunaan pestisida generasi ketiga semacam zat pengatur tumbuh serangga. Namun dalam perkembangan lebih lanjut, pengertian luas tersebut balik ditinggalkan dan yg digunakan merupakan pengertian berdasarkan Bosch serta mitra-mitra menggunakan perubahan kata pengendalian biologi alami menjadi pengendalian alami (natural control) serta pengendalian hayati terapan sebagai pengendalian biologi (biological control). Weeden dan kawan-mitra berdasarkan Universitas Cornell, Alaihi Salam, contohnya, menaruh pengendalian hayati sebagai penggunaan mahluk hidup semacam predator, parasitoid, serta patogen menggunakan melibatkan campur tangan insan untuk mengendalikan hama, penyakit, dan gulma. Universitas Negara Bagian Michigan, Alaihi Salam, menaruh pengertian yang kurang lebih sama, yaitu upaya yang dilakukan insan buat memanipulasi musuh alami yg terdiri atas predator, parasitoid, patogen, serta pesaing hama (pest competitor) atau sumberdayanya buat mendukung pengendalian hama pada arti luas 

Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik (the Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan AS, Lembaga Keteknikan Alaihi Salam, serta Lembaga Kedokteran AS menganjurkan penggunaan definisi luas pengendalian hayati menjadi penggunaan organisme alami atau hasil rekayasa, gen, atau hasil rekayasa gen buat mengurangi impak negatif yang ditimbulkan oleh organisme hama serta dampak positif yang ditimbulkan oleh organisme bermanfaat misalnya tanaman , pohon hutan, ternak, dan serangga serta organisme bermanfaat lainnya. Definisi yg diperluas ini ditolak sang Divisi Pengendalian Hayati UCB lantaran nir bisa memberikan perbedaan yg kentara dengan metode pengendalian hama lainnya dalam hal karakteristik primer pengendalian yg bersifat self-sustaining tanpa wajib diberikan masukan secara terus menerus serta tergantung padat populasi dalam mekanismenya mengendalikan hama. Divisi Pengendalian Hayati UCB mempertahankan pengertian pengendalian biologi sebagaimana diberikan oleh DeBach sebagai kinerja parasitoid, predator, atau patogen dalam menekan padat populasi organisme lain pada tingkat yg lebih rendah daripada tanpa kehadiran musuh alami tersebut. 

Pengertian pengendalian hayati yg dipakai dewasa ini serta gampang diingat adalah yg diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control, AS, yg mendefinisikan pengendalian biologi sebagai 3 gerombolan yang masing-masing terdiri atas tiga unsur (three sets of three). Ketiga grup yg dimaksudkan meliputi “siapa” (who), yaitu musuh alami yang digunakan menjadi agen pengendali, “apa” (what), yaitu tujuan pengendalian biologi, dan “bagaimana” (how), yaitu cara musuh alami digunakan buat mencapai tujuan pengendalian hayati. Kelompok “siapa” terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, dan patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi, dan penundaan, serta kelompok “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur importasi, augmentasi, serta konservasi. Sebagaimana akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya, pengertian three sets of three tadi tentu saja bukan merupakan harga meninggal, melainkan hanya buat mempermudah mengingat. Kelompok “apa” ternyata nir hanya terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, namun juga pemakan gulma (weed feeders) pada pengendalian biologi gulma dan berlawanan pada pengendalian hayati penyakit tanaman .

Lingkup Materi Kuliah Pengendalian Hayati 
Sebelum memeriksa pengendalian biologi secara rinci sebagaimana akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya, terlebih dahulu perlu diperoleh citra sekilas (overview) tentang pengendalian biologi. Gambaran sekilas tadi diperlukan menjadi panduan buat mengaitkan satu bab menggunakan bab lain sehingga menggunakan menyelidiki secara rinci bab demi bab, citra utuh pengendalian biologi tidak sebagai kabur. 

Pengendalian biologi yg akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya pada dasarnya adalah materi yg tersaji buat menaruh kompetensi dasar atau pengantar mengenai pengendalian hayati serangga hama, patogen, dan gulma pertanian dalam konteks menjadi galat satu komponen menurut Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Untuk memudahkan pemahaman dan mempertahankan keterkaitan antar topik, materi akan disajikan dalam bab-bab yang dikelompokkan sebagai bagian-bagian: 
1) Pendahuluan dan dasar-dasar ekologis, yg berisi bab-bab yang akan menguraikan sejarah dan pengertian pengendalian hayati, dasar-dasar dinamika populasi, dinamika interaksi predator-mangsa serta hubungan parasitoid-inang, serta dinamika hubungan patogen-inang. 
2) Pengenalan Agen Pengendali Hayati yang berisi bab-bab yang akan menguraikan pengenalan predator, sosialisasi parasitoid, pengenalan patogen dan antagonis, serta sosialisasi pemakan gulma. 
3) Pengembangan dan penerapan pengendalian biologi yang berisi bab-bab yang akan menguraikan mekanisme pengembangan pengendalian biologi klasik, mekanisme pengembangan pestisida biologi, mekanisme perlindungan musuh alami, serta penerapan dan penilaian pengendalian hayati. 

Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian pengertian serta lingkup pengendalian hayati, pengendalian hayati merupakan upaya manusia dalam memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama pada arti luas. Ini berarti bahwa pengendalian hayati merupakan tindakan manipulasi ekosistem pada kaitan dengan hubungan antara populasi musuh alami dengan populasi hama yg menjadi sasarannya. Interaksi tadi perlu dipahami menjadi dasar memahami cara kerja pengendalian hayati secara utuh. 

Musuh alami meliputi seluruh mahluk hidup yang memanfaatkan mahluk hayati lain buat mengklaim kelangsungan hidupnya. Pengendalian alami berkaitan menggunakan peranan musuh alami tersebut dalam menekan populasi hama dalam arti luas sebagaimana adanya tanpa campur tangan insan. Musuh alami yg sama yg secara sengaja melalui importasi, augmentasi, dan perlindungan dimanfaatkan buat mengendalikan hama disebut agen pengendali biologi (biological control agent). Dalam kitab -kitab teks berbahasa Indonesia tentang pengendalian hayati, istilah biological control agent diindonesiakan menjadi “agensia pengendali hayati”. Tetapi pengindonesiaan istilah Inggris “agent” menjadi “agensia” nir sesuai dengan kaidah pembentukan istilah dalam bahasa Indonesia (“president” diindonesiakan menjadi “presiden” dan bukan “presidensia”, “antagonist” sebagai “berlawanan” dan bukan “antagonisia”). Istilah “agensi” pula tidak tepat lantaran dalam bahasa Inggris istilah “agency” memiliki makna yg tidak sinkron dengan istilah “agent” sebagaimana dipakai pada istilah biological control agents. Oleh karena itu, istilah yang selanjutnya akan dipakai untuk mengacu pada musuh alami yang digunakan secara sengaja untuk mengendalikan hama dalam arti luas adalah agen pengendali hayati. 

Sebagaimana sudah diuraikan dalam sejarah pengendalian hayati, pengendalian biologi pertama-tama dipakai terhadap hewan hama. Dalam pengendalian binatang hama, agen pengendali yang lazim dipakai terdiri atas predator, parasitoid, dan patogen sehingga komponen “apa” pada pengertian pengendalian biologi yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control hanya terdiri atas 3 unsur. Kini pengendalian biologi sudah dilakukan terhadap binatang hama, penyakit tumbuhan, dan gulma sebagai akibatnya tiga unsur tadi wajib diperluas menggunakan antagonis serta pemakan gulma (weed feeder). Dengan pengendalian hayati yang kini mencakup pengendalian binatang hama, penyakit tumbuhan, dan gulma, agen pengendali biologi terdiri atas unsur-unsur: 
1) Predator, yaitu mahluk hayati yg memakan mahluk hidup lain yang lebih kecil atau lebih lemah menurut dirinya. Mahluk hayati lain yang dimakan sang predator disebut mangsa (prey) dan proses pemakanannya disebut predasi. 
2) Parasitoid, yaitu mahluk hayati parasitik yg hayati pada dalam atau pada permukaan tubuh serta pada akhirnya menyebabkan kematian mahluk lain yang ditumpanginya. Mahluk lain yang ditumpangi parasitoid diklaim inang (host) dan proses interaksinya diklaim parasitasi. 
3) Patogen, yaitu mahluk hidup parasitik mikroskopik yang hayati pada pada atau di bagian atas tubuh serta dalam akhirnya menyebabkan kematian mahluk hidup lain yang diserangnya. Mahluk lain yang diserang patogen disebut inang (host).
4) Antagonis, yaitu mahluk hayati mikroskopik yang bisa menyebabkan pengaruh nir menguntungkan bagi mahluk hayati lain melalui kerusakan fisik, parasitasi, sekresi antibiotik, serta bentuk-bentuk penghambatan lain misalnya persaingan buat memperoleh hara dan ruang tumbuh. 
5) Pemakan gulma, yaitu mahluk hayati pemakan gulma tetapi nir mamakan flora lain yang bermanfaat. 

Dalam kitab -kitab teks pengendalian biologi, acapkali pula digunakan kata “parasit” buat mengacu pada parasitoid. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa penggunaan parasit hanya buat mengacu kepada parasitoid dapat menimbulkan kebingungan lantaran terdapat parasit yang merupakan patogen atau bahkan antagonis. Istilah “patogen” dalam pengendalian hayati mencakup patogen terhadap binatang hama, terhadap patogen penyebab penyakit flora, dan terhadap gulma. 

Mengingat pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan mahluk hidup lain buat mengendalikan hama dalam arti luas maka poly kalangan menduga pengendalian biologi sebagai metode pengendalian yang sekali dilakukan maka akan berlangsung terus menggunakan sendirinya sehingga biayanya murah. Dalam kenyataannya, pengertian murah pada pengendalian hayati bersifat sangat nisbi serta kontekstual. 

Meskipun demikian, pengendalian biologi memang memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan metode pengendalian lainnya. Kelebihan tersebut merupakan sebagai berikut: 
1) Dalam skala pelaksanaan sang petani, pengendalian biologi (khususnya pengendalian biologi klasik) merupakan metode pengendalian yang relatif murah. Tetapi pengembangan pengendalian hayati pada biasanya klasik memerlukan porto dan sumberdaya lain dalam jumlah yang sangat besar . 
2) Pengendalian hayati adalah metode pengendalian yang aman bagi lingkungan dan bagi kesehatan manusia. Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena nir berbahaya bagi mahluk hidup bukan sasaran sehingga nir menimbulkan resurgensi hama juga ledakan hama kedua. Pengendalian biologi aman bagi kesehatan manusia lantaran mahluk hidup yang digunakan bukan merupakan mahluk hidup yang berbahaya bagi kesehatan manusia. 
3) Pengendalian hayati tidak mendorong terjadinya hama, patogen penyakit flora, maupun gulma yang resisten misalnya halnya yg dapat terjadi dalam pengendalian kimiawi. 

Selain kelebihan tersebut, pengendalian biologi jua memiliki keterbatasan. Keterbatasan yg krusial merupakan sebagai berikut: 
1) Pengendalian biologi tidak mungkin dilakukan buat mengeradikasi hama sasarannya sebab kelangsungan hidup agen pengendali hayati, khususnya pengendalian hayati klasik, tergantung dalam ketersediaan hama sasarannya sebagai bahan makanan bagi kelangsungan hidupnya 
2) Efektivitas pengendalian hayati umumnya memerlukan ketika yang lama dan bersifat relatif pada kaitan dengan ambang ekonomi yang wajib ditetapkan terlebih dahulu. 
3) Pengembangan pengendalian hayati adalah pekerjaan yang memerlukan dukungan sumberdaya yg besar dalam bentuk energi ahli, fasilitas, dana, dan waktu tanpa ada agunan keberhasilan. 

Pengendalian biologi modern adalah salah satu metode pengendalian yang masih reltif baru. Sebagai metode pengendalian yg nisbi masih baru, penerapannya seringkali menghadapi poly hambatan, baik teknis juga non-teknis. Tetapi menjadi metode yg relatif masih baru, pengendalian hayati adalah metode pengendalian yang poly dibicarakan serta poly tersedia sumberdayanya di internet. Hampir seluruh universitas pada Alaihi Salam menyediakan situs spesifik mengenai pengendalian hayati, selain pula situs yg disediakan sang organisasi pengendalian hayati. Situs-situs internet tadi dapat dimanfaatkan sebagai sumber fakta tambahan buat dapat lebih tahu segala sesuatu yg berkaitan dengan pengendalian biologi. 

Pengendalian hayati: Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Filosofi pengendalian alami serta hayati
Pada awalnya, insan memahami bahwa setiap jenis organisme akan memiliki musuh alami yg secara alamiah akan mengendalikan populasi organisme tadi. Fakta ini lalu diistilahkan oleh insan, pengendalian alami (Natural Control). Bagaimana menggunakan pengendalian hayati? Samakah merupakan?

Pengendalian biologi (Biological Control) sifatnya lebih dekat menggunakan kepentingan manusia. Artinya, pengendalian organisme yg mengganggu insan dengan musuh alaminya disebut pengendalian hayati. Di pada definisi ini terkandung dua istilah penting, yaitu hama serta insan. Artinya, apabila organisme tersebut tidak “mengganggu” atau “merugikan” manusia, maka setiap musuh alami yg menyerang dan makan padanya nir diklaim menjadi agensia pengendali hayati, tetapi agensia pengendali alami. Di pada pengendalian biologi juga terjadi campur tangan manusia, meliputi manipulasi jenis, keragaman, dan kemelimpahan musuh alami yang cocok.

Sejarah pengendalian hayati
Sejarah pengendalian hayati hampir sama tuanya menggunakan upaya awal insan buat bercocok tanam. Misalnya, dalam tahun 300-an M tercatat bangsa Cina sudah memakai semut rangrang (Oecophylla smaragdina) buat melindungi tumbuhan jeruk Mandarin menurut hama. Di dunia Barat, kesuksesan praktek pengendalian biologi dicapai dalam akhir abad ke-19, yaitu dengan kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi.

Selanjutnya, semenjak awal abad ke-20, upaya pengendalian biologi sudah mulai memperhatikan sisi ekologis serta irit menurut agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh alami, sehingga kekuatan fokus dalam organisme pengganggu sebagai berkurang. Penelitian terbaru pula membicarakan kompleksitas hubungan antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yang dapat mempengaruhi keberhasilan fokus populasi organisme pengganggu sang musuh alami.

Rodolia cardinalis, pemangsa kutu Icerya purchasi

Bagaimana memanfaatkan musuh alami buat mengendalikan organisme pengganggu?

Pada aras teknis, ada sebuah pertanyaan: Bagaimana memanfaatkan musuh alami secara efektif?

Pemanfaatan organisme musuh alami dapat dilakukan menggunakan teknik pemasukan (importasi) dari loka lain (disebut juga introduksi), perlindungan (menjaga potensi musuh alami pada satu wilayah), dan augmentasi (penambahan jumlah individu musuh alami yg sudah ada pada satu wilayah). Teknik augmentasi dapat berupa inokulatif (menambahkan sejumlah musuh alami), inundasi (menambahkan musuh alami pada jumlah sangat poly buat memperkuat tekanan terhadap organisme pengganggu), atau suplemen, apabila musuh alami sahih-benar sangat rendah populasinya.

Untung-rugi pengendalian hayati
Definisi pengendalian hayati merupakan pemanfaatan jenis musuh alami eksklusif buat mengendalikan jenis organisme pengganggu tertentu. Jenis musuh alami yg dipilih tadi sanggup berupa pemangsa (predator), parasitoid, juga patogen yang menyerang organisme pengganggu. Beberapa ahli juga memasukkan pemanfaatan “pestisida” yg tidak berbahaya bagi organisme berguna hingga penggunaan musuh alami, termasuk patogen yg seringkali diformulasikan sebagai pestisida (hayati).

Pengendalian hayati dianggap oleh poly kalangan menjadi galat satu komponen pengelolaan organisme pengganggu yg kondusif dan efektif. Tetapi benarkah demikian?

Seperti disebutkan di atas, bahwa organisme musuh alami jua mempunyai sifat bioekologi yg relatif rumit. Misalnya, kesamaan organisme karnivora buat memangsa organisme karnivora yg lain, dibandingkan dengan memangsa organisme herbivora, atau sifat polifaga dari organisme musuh alami, atau bahkan kanibalisme. Sifat-sifat ini dalam kondisi eksklusif akan menurunkan taraf kemempanannya selaku organisme pengendali hayati.

Penelitian penulis dalam hubungan antar jenis afidofaga (pemakan kutu afid), yaitu kumbang koksi serta lalat syrphid, menyebutkan bahwa ke 2 jenis afidofaga ini saling berkompetisi serta saling memangsa (diistilahkan dengan Intraguild Predation atau pemangsaan di dalam satu guild). Artinya, jika pada pada agroekosistem yg kita kelola terdapat sekian poly jenis organisme musuh alami, tidak secara otomatis akan mengklaim keberlangsungan pengendalian biologi karena masing-masing jenis sanggup jadi saling berkompetisi atau memangsa, serta tidak berperan menjadi pemangsa pada organisme pengganggu yg seharusnya dilakukannya.

Jika teknik introduksi digunakan untuk mengendalikan jenis organisme pengganggu, terutama jenis baru yg belum mempunyai kompleks musuh alami, maka harus didahului dengan kajian yg sangat teliti buat meminimalkan potensi kerusakan ekosistem oleh spesies invasif.

Bagaimana memutuskan untuk memakai musuh alami?
Sebenarnya, jika ekosistem pertanian relatif baik, maka kemungkinan buat memanfaatkan musuh alami cukup akbar. Artinya, ekosistem yang nir “dipadati” sang bahan-bahan kimia-sintetik semacam pestisida serta pupuk menaruh lingkungan yg “nyaman” bagi musuh alami buat berkembang biak dan mencari pakan. Di dalam hal ini, pada syarat populasi organisme pengganggu nir cukup mengkuatirkan, maka menyerahkan nasib mereka pada musuh alami adalah tindakan yg paling masuk akal.

Namun, bagaimana bila populasi organisme pengganggu datang-datang meledak? Apakah musuh alami berguna? Dalam syarat yg semacam itu, musuh alami memang dipercaya tidak efektif lagi. Jadi, upaya lain harus dilakukan untuk menurunkan populasi organisme pengganggu.

Bagaimana menggunakan upaya augmentasi inundasi? Cukupkah untuk melawan populasi organisme pengganggu yg menggila? Cara inipun dilihat tidak relatif kuat, karena cara ini dilakukan hanya jika proses fokus sang musuh alami sudah berjalan, namun belum relatif cepat. Nah, fungsi augmentasi merupakan menambah daya tekan musuh alami terhadap organisme. Tetapi, jika telah terlanjur terjadi ledakan, maka musuh alami tidak akan sanggup berperan poly.

Mempersiapkan musuh alami
Pada upaya konservasi, populasi musuh alami dapat dipertahankan dengan cara menanam tanaman atau flora yg membentuk pakan cara lain (nektar serta serbuk sari) serta mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa meracun dan membunuh musuh alami.

Pada upaya augmentasi, pembiakan massal serangga adalah upaya yang poly dilakukan. Perlu dicatat, bahwa pembiakan massal merupakan sebuah upaya yang relatif sulit, mahal, dan membutuhkan saat cukup usang. Oleh karenanya, pengendalian hayati kadang-kadang dianggap mahal di awal, meskipun murah pada akhir proses, terutama bila proses fokus organisme pengganggu oleh musuh alami berjalan dengan efektif.

Parasitoid telur, tawon Trichogramma sp. (asal: //ampest.typepad.com)

Larva Chrysoperla carnea (foto: Erick Steinert, 2004)

Evaluasi kemapanan serta potensi dampak negatif musuh alami

Salah satu kelemahan dalam bidang aplikasi pengendalian hayati adalah evaluasi terhadap (1) kemapanan atau adaptasi musuh alami, serta (dua) evaluasi dampak negatif musuh alami. Evaluasi pertama dapat dilakukan pada lapangan pada bentuk survei terhadap eksistensi semenjak pertama kali dilepaskan sampai menggunakan saat tertentu, misalnya setahun atau 2 tahun. Evaluasi ke 2 dapat dilakukan baik di lapangan atau di laboratorium, dan mencakup kajian sifat interaksi jenis musuh alami yang dilepaskan dengan jenis musuh alami yang lain yang terdapat di lapangan, terutama jenis-jenis lokal. Penelitian sederhana pada laboratorium cukup menarik dilakukan, misalnya menggunakan menggunakan uji predasi atau IGP.

PENGERTIAN DAN LINGKUP PENGENDALIAN HAYATI

Pengertian Dan Lingkup Pengendalian Hayati 
Sejak istilah “pengendalian biologi” pertama kali digunakan oleh Harry S. Smith dalam 1919, poly pengertian diberikan terhadap istilah tersebut. Smith mula-mula memberikan pengertian pada pengendalian hayati sebagai penggunaan musuh alami yang diintroduksi maupun yang dimanipulasi menurut musuh alami setempat buat mengendalikan serangga hama. Dari sudut pandang praktis, pengendalian biologi dapat dibedakan sebagai: 
1) Introduksi musuh alami yang tidak terdapat pada daerah yg terinfestasi hama 
2) Peningkatan secara protesis jumlah individu musuh alami yg telah ada pada wilayah yg terinfestasi hama dengan melakukan manipulasi sehingga musuh alami yg ada bisa mengakibatkan mortalitas yg lebih tinggi terhadap hama. 

Pengertian pengendalian alami yg diberikan sang Smith tadi lalu diperluas sang P. De Bach dalam 1964 dengan membedakan pengendalian alami serta pengendalian biologi: 
1) Pengendalian alami adalah upaya untuk menjaga populasi organisme yang berfluktuasi dalam batas atas serta batas bawah selama suatu jangka ketika tertentu melalui efek faktor lingkungan abiotik juga biotik 
2) Pengendalian biologi merupakan kemampuan predator, parasitoid, juga patogen dalam menjaga padat populasi organisme lain lebih rendah daripada padat populasi pada keadaan tanpa kehadiran predator, parasitoid, atau patogen. 

De Bach membedakan pengendalian alami dari pengendalian hayati, namun harus dicermati bahwa: 
1) Tidak kentara perbedaan antara pengaruh faktor lingkungan biotik dalam pengendalian alami menggunakan pengaruh predator, parasitoid, atau parasit dalam pengendalian biologi 
2) Pengendalian alami menurut de Bach jua meliputi pengaruh faktor lingkungan abiotik 

Pada 1962, Bosch serta kawan-kawan memodifikasi pengertian pengendalian alami dan pengendalian hayati yg dikemukakan de Bach menjadi: 
1) Pengendalian biologi alami (natural biological control) menjadi pengendalian yg terjadi tanpa campur tangan manusia. 
2) Pengendalian biologi terapan (applied biological control) menjadi manipulasi musuh alami oleh manusia buat mengendalikan hama.

Bosch serta mitra-kawan membedakan 3 kategori pengendalian hayati terapan sebagai berikut: 
1) Pengendalian biologi klasik melalui introduksi musuh alami buat mengendalikan hama 
2) Augmentasi musuh alami melalui upaya untuk meningkatkan populasi atau efek menguntungkan yg diberikan sang musuh alami 
3) Konservasi musuh alami melalui upaya yg dilakukan menggunakan sengaja buat melindungi dan menjaga populasi musuh alami. 

Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pengendalian hayati diperluas menjadi meliputi faktor-faktor seperti ketahanan tumbuhan, autosterilisasi, manipulasi genetik, pengendalian budidaya, dan bahkan penggunaan pestisida generasi ketiga semacam zat pengatur tumbuh serangga. Tetapi dalam perkembangan lebih lanjut, pengertian luas tersebut pulang ditinggalkan serta yang dipakai adalah pengertian berdasarkan Bosch serta mitra-kawan dengan perubahan istilah pengendalian biologi alami menjadi pengendalian alami (natural control) serta pengendalian biologi terapan sebagai pengendalian hayati (biological control). Weeden dan kawan-kawan dari Universitas Cornell, Alaihi Salam, contohnya, menaruh pengendalian hayati menjadi penggunaan mahluk hayati semacam predator, parasitoid, serta patogen menggunakan melibatkan campur tangan insan buat mengendalikan hama, penyakit, serta gulma. Universitas Negara Bagian Michigan, AS, menaruh pengertian yg kurang lebih sama, yaitu upaya yang dilakukan insan buat memanipulasi musuh alami yang terdiri atas predator, parasitoid, patogen, dan pesaing hama (pest competitor) atau sumberdayanya untuk mendukung pengendalian hama dalam arti luas 

Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik (the Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP) berdasarkan Lembaga Ilmu Pengetahuan AS, Lembaga Keteknikan Alaihi Salam, dan Lembaga Kedokteran AS menganjurkan penggunaan definisi luas pengendalian biologi menjadi penggunaan organisme alami atau output rekayasa, gen, atau output rekayasa gen buat mengurangi efek negatif yang disebabkan oleh organisme hama dan impak positif yg disebabkan oleh organisme bermanfaat seperti flora, pohon hutan, ternak, serta serangga dan organisme berguna lainnya. Definisi yg diperluas ini ditolak sang Divisi Pengendalian Hayati UCB karena nir dapat memberikan perbedaan yang kentara menggunakan metode pengendalian hama lainnya pada hal ciri utama pengendalian yg bersifat self-sustaining tanpa wajib diberikan masukan secara terus menerus dan tergantung padat populasi pada mekanismenya mengendalikan hama. Divisi Pengendalian Hayati UCB mempertahankan pengertian pengendalian hayati sebagaimana diberikan sang DeBach menjadi kinerja parasitoid, predator, atau patogen dalam menekan padat populasi organisme lain pada taraf yg lebih rendah daripada tanpa kehadiran musuh alami tadi. 

Pengertian pengendalian hayati yg digunakan dewasa ini serta mudah diingat merupakan yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control, Alaihi Salam, yg mendefinisikan pengendalian biologi sebagai tiga gerombolan yg masing-masing terdiri atas tiga unsur (three sets of three). Ketiga gerombolan yg dimaksudkan mencakup “siapa” (who), yaitu musuh alami yang dipakai menjadi agen pengendali, “apa” (what), yaitu tujuan pengendalian biologi, serta “bagaimana” (how), yaitu cara musuh alami dipakai untuk mencapai tujuan pengendalian hayati. Kelompok “siapa” terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi, serta penundaan, dan gerombolan “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur importasi, augmentasi, dan konservasi. Sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya, pengertian three sets of three tadi tentu saja bukan merupakan harga meninggal, melainkan hanya untuk mempermudah mengingat. Kelompok “apa” ternyata tidak hanya terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, namun pula pemakan gulma (weed feeders) dalam pengendalian biologi gulma dan antagonis dalam pengendalian hayati penyakit flora.

Lingkup Materi Kuliah Pengendalian Hayati 
Sebelum menilik pengendalian hayati secara rinci sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya, terlebih dahulu perlu diperoleh citra sekilas (overview) tentang pengendalian biologi. Gambaran sekilas tersebut dibutuhkan menjadi pedoman buat mengaitkan satu bab menggunakan bab lain sehingga dengan menilik secara rinci bab demi bab, gambaran utuh pengendalian biologi tidak sebagai kabur. 

Pengendalian hayati yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya dalam dasarnya merupakan materi yg disajikan buat menaruh kompetensi dasar atau pengantar mengenai pengendalian biologi serangga hama, patogen, dan gulma pertanian pada konteks menjadi keliru satu komponen berdasarkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Untuk memudahkan pemahaman dan mempertahankan keterkaitan antar topik, materi akan disajikan dalam bab-bab yang dikelompokkan sebagai bagian-bagian: 
1) Pendahuluan serta dasar-dasar ekologis, yang berisi bab-bab yang akan menguraikan sejarah dan pengertian pengendalian biologi, dasar-dasar dinamika populasi, dinamika interaksi predator-mangsa dan hubungan parasitoid-inang, dan dinamika interaksi patogen-inang. 
2) Pengenalan Agen Pengendali Hayati yg berisi bab-bab yg akan menguraikan pengenalan predator, sosialisasi parasitoid, sosialisasi patogen serta berlawanan, serta pengenalan pemakan gulma. 
3) Pengembangan serta penerapan pengendalian hayati yg berisi bab-bab yg akan menguraikan prosedur pengembangan pengendalian hayati klasik, prosedur pengembangan pestisida biologi, prosedur konservasi musuh alami, dan penerapan dan penilaian pengendalian hayati. 

Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian pengertian dan lingkup pengendalian hayati, pengendalian biologi adalah upaya insan dalam memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama dalam arti luas. Ini berarti bahwa pengendalian biologi merupakan tindakan manipulasi ekosistem pada kaitan dengan interaksi antara populasi musuh alami dengan populasi hama yang menjadi sasarannya. Interaksi tersebut perlu dipahami menjadi dasar memahami cara kerja pengendalian hayati secara utuh. 

Musuh alami mencakup semua mahluk hayati yg memanfaatkan mahluk hayati lain buat menjamin kelangsungan hidupnya. Pengendalian alami berkaitan menggunakan peranan musuh alami tersebut pada menekan populasi hama pada arti luas sebagaimana adanya tanpa campur tangan manusia. Musuh alami yang sama yg secara sengaja melalui importasi, augmentasi, dan konservasi dimanfaatkan untuk mengendalikan hama disebut agen pengendali biologi (biological control agent). Dalam buku-buku teks berbahasa Indonesia tentang pengendalian biologi, istilah biological control agent diindonesiakan sebagai “agensia pengendali hayati”. Namun pengindonesiaan istilah Inggris “agent” menjadi “agensia” tidak sinkron dengan kaidah pembentukan kata pada bahasa Indonesia (“president” diindonesiakan sebagai “presiden” serta bukan “presidensia”, “antagonist” menjadi “antagonis” serta bukan “antagonisia”). Istilah “agensi” jua nir tepat lantaran pada bahasa Inggris istilah “agency” mempunyai makna yang tidak sama dengan kata “agent” sebagaimana digunakan pada istilah biological control agents. Oleh karenanya, kata yg selanjutnya akan dipakai buat mengacu kepada musuh alami yg dipakai secara sengaja buat mengendalikan hama pada arti luas merupakan agen pengendali hayati. 

Sebagaimana telah diuraikan dalam sejarah pengendalian biologi, pengendalian hayati pertama-tama digunakan terhadap hewan hama. Dalam pengendalian hewan hama, agen pengendali yang lazim dipakai terdiri atas predator, parasitoid, dan patogen sebagai akibatnya komponen “apa” dalam pengertian pengendalian hayati yg diberikan sang Midwest Institut for Biological Control hanya terdiri atas 3 unsur. Kini pengendalian hayati sudah dilakukan terhadap binatang hama, penyakit tumbuhan, serta gulma sehingga tiga unsur tadi wajib diperluas menggunakan berlawanan serta pemakan gulma (weed feeder). Dengan pengendalian biologi yg sekarang meliputi pengendalian binatang hama, penyakit tumbuhan, serta gulma, agen pengendali hayati terdiri atas unsur-unsur: 
1) Predator, yaitu mahluk hidup yang memakan mahluk hayati lain yg lebih mini atau lebih lemah dari dirinya. Mahluk hayati lain yang dimakan oleh predator diklaim mangsa (prey) serta proses pemakanannya diklaim predasi. 
2) Parasitoid, yaitu mahluk hidup parasitik yang hayati pada dalam atau di permukaan tubuh serta dalam akhirnya mengakibatkan kematian mahluk lain yg ditumpanginya. Mahluk lain yang ditumpangi parasitoid dianggap inang (host) serta proses interaksinya dianggap parasitasi. 
3) Patogen, yaitu mahluk hayati parasitik mikroskopik yg hayati di dalam atau pada permukaan tubuh dan dalam akhirnya mengakibatkan kematian mahluk hayati lain yang diserangnya. Mahluk lain yg diserang patogen diklaim inang (host).
4) Antagonis, yaitu mahluk hayati mikroskopik yg dapat mengakibatkan imbas tidak menguntungkan bagi mahluk hayati lain melalui kerusakan fisik, parasitasi, sekresi antibiotik, dan bentuk-bentuk penghambatan lain seperti persaingan untuk memperoleh hara serta ruang tumbuh. 
5) Pemakan gulma, yaitu mahluk hidup pemakan gulma namun nir mamakan flora lain yang bermanfaat. 

Dalam buku-kitab teks pengendalian hayati, seringkali jua digunakan kata “parasit” buat mengacu pada parasitoid. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa penggunaan parasit hanya buat mengacu kepada parasitoid dapat menimbulkan kebingungan karena terdapat parasit yg adalah patogen atau bahkan berlawanan. Istilah “patogen” dalam pengendalian hayati meliputi patogen terhadap binatang hama, terhadap patogen penyebab penyakit tanaman , serta terhadap gulma. 

Mengingat pengendalian biologi dilakukan menggunakan memanfaatkan mahluk hayati lain buat mengendalikan hama pada arti luas maka poly kalangan menduga pengendalian hayati sebagai metode pengendalian yg sekali dilakukan maka akan berlangsung terus menggunakan sendirinya sebagai akibatnya biayanya murah. Dalam kenyataannya, pengertian murah pada pengendalian biologi bersifat sangat relatif dan kontekstual. 

Meskipun demikian, pengendalian hayati memang mempunyai sejumlah kelebihan dibandingkan menggunakan metode pengendalian lainnya. Kelebihan tadi adalah sebagai berikut: 
1) Dalam skala pelaksanaan sang petani, pengendalian hayati (khususnya pengendalian biologi klasik) merupakan metode pengendalian yang relatif murah. Namun pengembangan pengendalian hayati pada umumnya klasik memerlukan porto serta sumberdaya lain pada jumlah yg sangat akbar. 
2) Pengendalian biologi merupakan metode pengendalian yang aman bagi lingkungan dan bagi kesehatan insan. Pengendalian hayati kondusif bagi lingkungan lantaran nir berbahaya bagi mahluk hidup bukan sasaran sehingga nir menimbulkan resurgensi hama juga ledakan hama ke 2. Pengendalian hayati aman bagi kesehatan manusia lantaran mahluk hidup yang dipakai bukan merupakan mahluk hayati yg berbahaya bagi kesehatan insan. 
3) Pengendalian biologi nir mendorong terjadinya hama, patogen penyakit flora, juga gulma yang resisten seperti halnya yg dapat terjadi dalam pengendalian kimiawi. 

Selain kelebihan tadi, pengendalian hayati pula memiliki keterbatasan. Keterbatasan yang penting merupakan sebagai berikut: 
1) Pengendalian hayati nir mungkin dilakukan buat mengeradikasi hama sasarannya sebab kelangsungan hayati agen pengendali hayati, khususnya pengendalian biologi klasik, tergantung pada ketersediaan hama sasarannya sebagai bahan makanan bagi kelangsungan hidupnya 
2) Efektivitas pengendalian biologi umumnya memerlukan ketika yang usang serta bersifat nisbi dalam kaitan dengan ambang ekonomi yg harus ditetapkan terlebih dahulu. 
3) Pengembangan pengendalian biologi merupakan pekerjaan yg memerlukan dukungan sumberdaya yg akbar pada bentuk energi ahli, fasilitas, dana, serta ketika tanpa ada jaminan keberhasilan. 

Pengendalian hayati terbaru adalah galat satu metode pengendalian yang masih reltif baru. Sebagai metode pengendalian yang nisbi masih baru, penerapannya tak jarang menghadapi poly hambatan, baik teknis maupun non-teknis. Tetapi sebagai metode yg nisbi masih baru, pengendalian hayati adalah metode pengendalian yg poly dibicarakan dan banyak tersedia sumberdayanya di internet. Hampir seluruh universitas di AS menyediakan situs khusus tentang pengendalian biologi, selain pula situs yg disediakan sang organisasi pengendalian hayati. Situs-situs internet tersebut dapat dimanfaatkan sebagai asal liputan tambahan buat dapat lebih memahami segala sesuatu yg berkaitan menggunakan pengendalian hayati. 

Pengendalian biologi: Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Filosofi pengendalian alami dan hayati
Pada awalnya, insan memahami bahwa setiap jenis organisme akan memiliki musuh alami yang secara alamiah akan mengendalikan populasi organisme tersebut. Fakta ini lalu diistilahkan oleh manusia, pengendalian alami (Natural Control). Bagaimana dengan pengendalian biologi? Samakah ialah?

Pengendalian hayati (Biological Control) sifatnya lebih dekat menggunakan kepentingan insan. Artinya, pengendalian organisme yang mengganggu manusia menggunakan musuh alaminya diklaim pengendalian hayati. Di pada definisi ini terkandung 2 istilah krusial, yaitu hama serta manusia. Artinya, apabila organisme tadi tidak “mengganggu” atau “merugikan” manusia, maka setiap musuh alami yang menyerang serta makan padanya tidak disebut sebagai agensia pengendali hayati, namun agensia pengendali alami. Di dalam pengendalian hayati juga terjadi campur tangan manusia, mencakup manipulasi jenis, keragaman, serta kemelimpahan musuh alami yg cocok.

Sejarah pengendalian hayati
Sejarah pengendalian biologi hampir sama tuanya dengan upaya awal manusia buat bercocok tanam. Misalnya, pada tahun 300-an M tercatat bangsa Cina sudah menggunakan semut rangrang (Oecophylla smaragdina) buat melindungi tanaman jeruk Mandarin berdasarkan hama. Di global Barat, kesuksesan praktek pengendalian hayati dicapai dalam akhir abad ke-19, yaitu dengan kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi.

Selanjutnya, sejak awal abad ke-20, upaya pengendalian hayati sudah mulai memperhatikan sisi ekologis serta hemat dari agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh alami, sebagai akibatnya kekuatan penekanan pada organisme pengganggu sebagai berkurang. Penelitian modern juga membicarakan kompleksitas interaksi antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yg bisa mempengaruhi keberhasilan penekanan populasi organisme pengganggu sang musuh alami.

Rodolia cardinalis, pemangsa kutu Icerya purchasi

Bagaimana memanfaatkan musuh alami buat mengendalikan organisme pengganggu?

Pada aras teknis, timbul sebuah pertanyaan: Bagaimana memanfaatkan musuh alami secara efektif?

Pemanfaatan organisme musuh alami dapat dilakukan dengan teknik pemasukan (importasi) berdasarkan tempat lain (dianggap jua introduksi), konservasi (menjaga potensi musuh alami di satu daerah), dan augmentasi (penambahan jumlah individu musuh alami yang telah ada di satu daerah). Teknik augmentasi dapat berupa inokulatif (menambahkan sejumlah musuh alami), inundasi (menambahkan musuh alami dalam jumlah sangat poly untuk memperkuat tekanan terhadap organisme pengganggu), atau suplemen, apabila musuh alami sahih-benar sangat rendah populasinya.

Untung-rugi pengendalian hayati
Definisi pengendalian biologi adalah pemanfaatan jenis musuh alami eksklusif buat mengendalikan jenis organisme pengganggu tertentu. Jenis musuh alami yg dipilih tersebut sanggup berupa pemangsa (predator), parasitoid, juga patogen yg menyerang organisme pengganggu. Beberapa ahli juga memasukkan pemanfaatan “pestisida” yg tidak berbahaya bagi organisme berguna hingga penggunaan musuh alami, termasuk patogen yang seringkali diformulasikan menjadi pestisida (hayati).

Pengendalian biologi dianggap sang banyak kalangan sebagai salah satu komponen pengelolaan organisme pengganggu yg kondusif dan efektif. Tetapi benarkah demikian?

Seperti disebutkan pada atas, bahwa organisme musuh alami juga memiliki sifat bioekologi yang cukup rumit. Misalnya, kecenderungan organisme karnivora buat memangsa organisme hewan pemakan daging yg lain, dibandingkan menggunakan memangsa organisme herbivora, atau sifat polifaga dari organisme musuh alami, atau bahkan kanibalisme. Sifat-sifat ini dalam syarat eksklusif akan menurunkan taraf kemempanannya selaku organisme pengendali hayati.

Penelitian penulis pada hubungan antar jenis afidofaga (pemakan kutu afid), yaitu kumbang koksi serta lalat syrphid, menjelaskan bahwa kedua jenis afidofaga ini saling berkompetisi serta saling memangsa (diistilahkan dengan Intraguild Predation atau pemangsaan pada pada satu guild). Artinya, jika pada pada agroekosistem yg kita kelola terdapat sekian poly jenis organisme musuh alami, tidak secara otomatis akan menjamin keberlangsungan pengendalian hayati karena masing-masing jenis mampu jadi saling berkompetisi atau memangsa, dan tidak berperan menjadi pemangsa dalam organisme pengganggu yang seharusnya dilakukannya.

Jika teknik introduksi digunakan buat mengendalikan jenis organisme pengganggu, terutama jenis baru yg belum memiliki kompleks musuh alami, maka wajib didahului dengan kajian yg sangat teliti untuk meminimalkan potensi kerusakan ekosistem sang spesies invasif.

Bagaimana tetapkan buat memakai musuh alami?
Sebenarnya, bila ekosistem pertanian relatif baik, maka kemungkinan buat memanfaatkan musuh alami relatif besar . Artinya, ekosistem yang nir “dipadati” oleh bahan-bahan kimia-sintetik semacam pestisida serta pupuk memberikan lingkungan yg “nyaman” bagi musuh alami buat berkembang biak serta mencari pakan. Di pada hal ini, pada kondisi populasi organisme pengganggu nir relatif mengkuatirkan, maka menyerahkan nasib mereka pada musuh alami adalah tindakan yg paling masuk akal.

Namun, bagaimana jika populasi organisme pengganggu tiba-datang meledak? Apakah musuh alami berguna? Dalam kondisi yang semacam itu, musuh alami memang dipercaya tidak efektif lagi. Jadi, upaya lain wajib dilakukan buat menurunkan populasi organisme pengganggu.

Bagaimana menggunakan upaya augmentasi inundasi? Cukupkah buat melawan populasi organisme pengganggu yg menggila? Cara inipun ditinjau nir cukup kuat, lantaran cara ini dilakukan hanya jika proses penekanan oleh musuh alami sudah berjalan, tetapi belum cukup cepat. Nah, fungsi augmentasi adalah menambah daya tekan musuh alami terhadap organisme. Namun, jika sudah terlanjur terjadi ledakan, maka musuh alami tidak akan sanggup berperan banyak.

Mempersiapkan musuh alami
Pada upaya perlindungan, populasi musuh alami bisa dipertahankan dengan cara menanam tumbuhan atau flora yang membuat pakan cara lain (nektar dan bubuk sari) dan mengurangi penggunaan bahan-bahan yang dapat meracun dan membunuh musuh alami.

Pada upaya augmentasi, pembiakan massal serangga adalah upaya yang banyak dilakukan. Perlu dicatat, bahwa pembiakan massal adalah sebuah upaya yg cukup sulit, mahal, serta membutuhkan ketika relatif usang. Oleh karena itu, pengendalian hayati kadang-kadang dipercaya mahal pada awal, meskipun murah pada akhir proses, terutama bila proses penekanan organisme pengganggu sang musuh alami berjalan menggunakan efektif.

Parasitoid telur, tawon Trichogramma sp. (sumber: //ampest.typepad.com)

Larva Chrysoperla carnea (foto: Erick Steinert, 2004)

Evaluasi kemapanan dan potensi pengaruh negatif musuh alami

Salah satu kelemahan pada bidang aplikasi pengendalian hayati adalah penilaian terhadap (1) kemapanan atau adaptasi musuh alami, dan (dua) evaluasi impak negatif musuh alami. Evaluasi pertama dapat dilakukan di lapangan pada bentuk survei terhadap keberadaan semenjak pertama kali dilepaskan sampai dengan saat eksklusif, misalnya setahun atau dua tahun. Evaluasi ke 2 dapat dilakukan baik di lapangan atau pada laboratorium, serta mencakup kajian sifat hubungan jenis musuh alami yang dilepaskan dengan jenis musuh alami yang lain yang terdapat pada lapangan, terutama jenis-jenis lokal. Penelitian sederhana pada laboratorium cukup menarik dilakukan, misalnya menggunakan menggunakan uji predasi atau IGP.

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki banyak sekali tafsiran yg dirumuskan sang pakar-ahli dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi bhineka satu menggunakan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan dari ahli yg bersangkutan. Istilah kurikulum asal berdasarkan bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jarak yang wajib ditempuh oleh seorang pelari. Pada saat itu, pengertian kurikulum merupakan jangka waktu pendidikan yg wajib ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa sudah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap menjadi jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir dari suatu bepergian serta ditandai sang perolehan suatu ijazah tertentu.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun 5 puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yg memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama ialah dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut adalah.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari oleh anak didik buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dicermati menjadi pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan pada anak didik, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yg bermanfaat baginya. 

Kurikulum menjadi rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yg disediakan untuk membelajarkan murid. Dengan program itu para murid melakukan aneka macam kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan serta perkembangan tingkah laku anak didik, sesuai dengan tujuan pendidikan serta pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi murid yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tadi bisa tercapai. Kurikulum tidak terbatas dalam sejumlah mata pelajaran saja, melainkan mencakup segala sesuatu yg bisa mempengaruhi perkembangan anak didik, misalnya: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, serta lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan aktivitas yang akan serta perlu dilakukan sang anak didik direncanakan dalam suatu kurikulum. 

Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg agak berbeda menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu membuktikan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi jua kegiatan-aktivitas diluar kelas. Tidak terdapat pemisahan yg tegas antara intra serta ekstra kurikulum. Semua kegiatan yg memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi murid pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi maupun bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yg mempunyai tujuan eksklusif, yang diajarkan menggunakan cara eksklusif dan kemudian dilakukan penilaian. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 mengenai Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat planning serta pengaturan mengenai tujuan, isi, serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai menjadi panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta memiliki dampak terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan serta kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum nir dapat dilakukan secara asal-asalan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg kuat, yang didasarkan dalam output-output pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yg nir didasarkan pada landasan yang kuat bisa membuahkan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan insan.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya menggunakan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian, sinkron dengan jenis serta jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yang dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yg berlaku dalam rakyat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yg memilih dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hayati (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yg meliputi kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, aturan, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi yang sinkron dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tadi saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau keinginan warga . Berdasarkan harapan tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan adalah pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal utama, yakni (1). Cita-cita warga , dan (dua). Kebutuhan peserta didik yg hayati di rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan wajib dilaksanakan dalam konduite sehari-hari. Hal ini menerangkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan pada rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan sebagai asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau rakyat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa mengenai model manusia yang diharapakan sinkron menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu dan rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan wajib dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum serta obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus kentara serta nir boleh meragukan.
2) Konsisten dengan fenomena, berdasarkan penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten menggunakan pengalaman, yg sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya dan kepercayaan yg berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan kepercayaan tidaklah terlepas menurut kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh pada diri insan, khususnya menjadi peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian akbar ditentukan oleh hubungan sosial yang menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai dengan syarat lingkungan serta masyarakat lebih kurang. Agama yang membatasi tingkah laku kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap siswa niscaya memiliki karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yg memiliki disparitas dalam hal kemampuan mengikuti keadaan atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yg sesuai dengan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yg luas, lingkungan adalah suatu sistem yang dianggap ekosistem, yg mencakup holistik faktor lingkungan, yang tertuju dalam peningkatan mutu kehidupan pada atas bumi ini. Faktor-faktor pada ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi tanaman dan fauna
4) Lingkungan geografis, misalnya bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yg mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik pada jumlah maupun pada mutunya. Lingkungan sosial budaya adalah asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat menggunakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan utama pembangunan merupakan buat menumbuhkan sikap serta tekad kemandirian insan serta warga Indonesia pada rangka menaikkan kualitas asal daya insan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tadi, maka dilaksanakan proses pembangunan yang titik beratnya terletak dalam pembangunan ekonomi yg seiring dan didukung sang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yg bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos serta telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga dan lingkungan hayati (GBHN, 1993).

Gambaran mengenai proses serta tujuan pembangunan tadi pada atas sekaligus mendeskripsikan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana menaruh akibat tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan pada perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan asal daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota warga yang memiliki kemampuan keilmuan serta keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian hasrat nasional, yakni suatu warga yang maju, berdikari, serta sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan serta keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya rakyat berdikari, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif menggunakan training sumber daya manusia, pengembangan wahana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni untuk menaikkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, syarat sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut pada asas pemanfaatannya yang bisa menaruh pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang menyebarkan serta memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat serta mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama pada lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek buat disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama pada pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (dua) psikologis; (tiga) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, pada bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tadi.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan penting pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan dalam banyak sekali genre filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak dalam aliran – aliran filsafat tertentu, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), pada bawah ini diuraikan mengenai isi menurut-menurut masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta keindahan menurut warisan budaya dan dampak sosial eksklusif. Pengetahuan dipercaya lebih krusial dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan dalam kebenaran mutlak, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat serta ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar bisa sebagai anggota rakyat yg berguna. Matematika, sains serta mata pelajaran lainnya dipercaya menjadi dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hidup pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme jua lebih berorientasi dalam masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi sumber pengetahuan mengenai hayati serta makna. Untuk memahamu kehidupan seorang mesti tahu dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada global? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani disparitas individual, berpusat dalam siswa, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme adalah landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah penjelasan terperinci lanjut dari genre progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan mengenai disparitas individual misalnya dalam progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan masalah, berfikir kritis serta sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut genre ini menekankan pada output belajar dan proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme menaruh dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan pada Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat niscaya memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, pada praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan aneka macam kepentingan yg terkait menggunakan pendidikan. Meskipun demikian waktu ini, pada beberapa negara serta khususnya pada Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu menggunakan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan adalah ilmu yg mengusut tentang konduite individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji mengenai hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang menyelidiki tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar menyelidiki tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya pada belajar yg semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yg mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi adalah ”ciri fundamental dari seorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yg efektif serta atau penampilan yg terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan juga tentang lima tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan buat melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yg merespons secara konsisten aneka macam situasi atau informasi. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laku , nilai atau image seseorang. 
  • Pengetahuan; yaitu warta khusus yang dimiliki seseorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik juga mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat mudah terhadap perencanaan sumber daya insan atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan karakteristik-karakteristik seorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam dan merupakan pusat kepribadian seorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih gampang dikembangkan Pelatihan adalah hal sempurna buat menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit buat dikenali dan dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dicermati sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hayati, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik dari dari rakyat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal pada lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat juga. Kehidupan masyarakat, menggunakan segala ciri dan kekayaan budayanya sebagai landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – insan yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, namun justru melalui pendidikan diperlukan bisa lebih mengerti serta sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, juga proses pendidikan harus diubahsuaikan menggunakan kebutuhan, syarat, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yg ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting pada sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para rakyat rakyat. Nilai-nilai tersebut bisa bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan rakyat maka nilai-nilai yg ada dalam rakyat jua turut berkembang sebagai akibatnya menuntut setiap warga warga buat melakukan perubahan serta penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi di kurang lebih rakyat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa kemudian, turut dan dalam peradaban kini serta membuat peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya dalam suatu rakyat, baik dalam konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yg dimiliki insan masih nisbi sederhana, tetapi semenjak abad pertengahan mengalami perkembangan yg pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini serta dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yg nir mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia mampu menginjakkan kaki di Bulan, namun berkat kemajuan pada bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat pada Bulan dan Neil Amstrong adalah orang pertama yg berhasil menginjakkan kaki di Bulan. 

Kemajuan cepat global dalam bidang warta dan teknologi dalam dua dekade terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi serta politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yang berlaku dalam konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan kini ini, diharapkan masyarakat yg berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai rakyat sangat majemuk serta canggih, sebagai akibatnya diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi buat berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, dan menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama pada bidang transportasi serta komunikasi sudah bisa merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir serta mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi buat kemaslahatan serta kelangsungan hayati insan.

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” mempunyai berbagai tafsiran yang dirumuskan sang pakar-ahli pada bidang pengembangan kurikulum semenjak dulu hingga dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi berbeda-beda satu dengan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan menurut ahli yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jeda yang harus ditempuh sang seseorang pelari. Pada ketika itu, pengertian kurikulum ialah jangka saat pendidikan yg harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan buat memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, murid bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu loka ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan istilah lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir menurut suatu bepergian dan ditandai sang perolehan suatu ijazah eksklusif.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer dari tahun 5 puluhan, yg dipopulerkan sang mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang pada luar pendidikan. Sebelumnya yg lazim digunakan merupakan “rencana pelajaran” dalam hakikatnya kurikulum sama sama merupakan dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi serta bahan ajar. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari sang siswa buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dilihat sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pintar masa lampau, yg sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tadi mengisis materi pelajaran yg disampaikan kepada anak didik, sebagai akibatnya memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya. 

Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum merupakan suatu acara pendidikan yang disediakan buat membelajarkan anak didik. Dengan program itu para siswa melakukan banyak sekali kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laris murid, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yg menaruh kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum wajib disusun sedemikian rupa supaya maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum nir terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yg dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, seperti: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, page sekolah, serta lain-lain; yg dalam gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan serta aktivitas yg akan serta perlu dilakukan oleh murid direncanakan pada suatu kurikulum. 

Kurikulum menjadi pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg relatif tidak sama menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum adalah serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu menerangkan, bahwa aktivitas-kegiatan kurikulum nir terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi pula aktivitas-aktivitas diluar kelas. Tidak ada pemisahan yg tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua aktivitas yg menaruh pengalaman belajar/pendidikan bagi anak didik pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana serta pengaturan mengenai isi juga bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yg dipakai menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 mengenai Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum merupakan serangkaian mata ajar serta pengalaman belajar yang mempunyai tujuan eksklusif, yg diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari aneka macam macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi, dan bahan pelajaran dan cara yang dipakai sebagai panduan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta mempunyai pengaruh terhadap seluruh aktivitas pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan dan kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg bertenaga, yang didasarkan pada output-output pemikiran dan penelitian yg mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak berdasarkan dalam landasan yg bertenaga bisa menjadikan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat jua terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi serta kesenian, sinkron dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat serta pendidikan nasional yg dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yg dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yang berlaku dalam warga kita.
3. Perkembangan siswa, yg menunjuk dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), serta lingkungan hayati (bioekologi), dan lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan masyarakat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai serta kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau impian masyarakat. Berdasarkan keinginan tersebut masih ada landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan istilah lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup rakyat. Filsafat pendidikan sebagai landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh 2 hal pokok, yakni (1). Cita-cita warga , serta (2). Kebutuhan siswa yang hayati pada rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan pada konduite sehari-hari. Hal ini menampakan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan menjadi asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa tentang model insan yg diharapakan sesuai menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu serta rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan menurut kriteria yg bersifat generik dan obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan wajib kentara serta tidak boleh mewaspadai.
2) Konsisten menggunakan fenomena, dari penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya serta kepercayaan yg berlaku pada masyarakat
Keadaan sosial budaya serta agama tidaklah terlepas berdasarkan kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh dalam diri manusia, khususnya menjadi siswa. Sikap atau tingkah laku seorang sebagian besar dipengaruhi sang hubungan sosial yg menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai menggunakan syarat lingkungan serta masyarakat sekitar. Agama yg membatasi tingkah laris kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap peserta didik pasti memiliki karateristik yang tidak sinkron. Dengan keadaan siswa yg mempunyai perbedaan pada hal kemampuan beradaptasi atau dalan hal perkembangan, tentunya jua ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yang sinkron menggunakan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yang luas, lingkungan adalah suatu sistem yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yg mencakup tumbuhan dan fauna
4) Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat dipakai menjadi kapital atau kekuatan yang menghipnotis pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah juga dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi terdapat 3 asal daya yg terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan pokok pembangunan merupakan buat menumbuhkan perilaku dan tekad kemandirian insan serta masyarakat Indonesia dalam rangka menaikkan kualitas sumber daya manusia buat mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu warga yg maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses pembangunan yg titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring serta didukung sang pengembangan asal daya manusia yg berkualitas, dan upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini memilih pada kebutuhan pembangunan sesuai menggunakan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri, pertanian, energi kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, bisnis nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga serta lingkungan hidup (GBHN, 1993).

Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tadi di atas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan istilah lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya serta kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi serta pengembangan sumber daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota rakyat yg mempunyai kemampuan keilmuan dan keahlian, yg bersifat mendukung ketercapaian impian nasional, yakni suatu warga yang maju, mandiri, dan sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya warga mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka terdapat tiga hal yang dijadikan menjadi dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yg bergerak maju serta efektif dengan pembinaan sumber daya insan, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan dan rekayasa dan produksi barang serta jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni buat meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek wajib selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi serta efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut dalam asas pemanfaatannya yg bisa memberikan pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, serta pengembangan ilmupengetahuan serta tekhnologi dilaksanakan sang banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang berbagi serta memanfaatkan iptek buat menunjang pembangunan pada segala bidang.
2) Masyarakat, yg memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat dan mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, membuatkan iptek buat disumbangkan pada pembangunan.
4) Pengusaha, buat kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan primer dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; serta (4) ilmu pengetahuan serta tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan krusial pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti pada Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai genre filsafat, misalnya : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, serta rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada genre – aliran filsafat eksklusif, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yg dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan mengenai isi berdasarkan-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta estetika menurut warisan budaya serta impak sosial tertentu. Pengetahuan dipercaya lebih penting serta kurang memperhatikan aktivitas sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yg tidak terikat dalam loka dan ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa kemudian. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan serta keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota warga yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dipercaya sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hayati pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi asal pengetahuan tentang hayati dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada dunia? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat dalam peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar siswa aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah elaborasi lanjut menurut aliran progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang disparitas individual misalnya pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan kasus, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar serta proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yg mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing genre filsafat pasti memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan serta mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian ketika ini, dalam beberapa negara serta khususnya di Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan pada pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat 2 bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (dua) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang menyelidiki mengenai perilaku individu berkenaan menggunakan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang bekerjasama perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar adalah ilmu yg mempelajari mengenai perilaku individu pada konteks belajar. Psikologi belajar menelaah tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya dalam belajar yg semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan ”karakteristik fundamental berdasarkan seseorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yang efektif serta atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan jua tentang 5 tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan untuk melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yang merespons secara konsisten aneka macam situasi atau fakta. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laris, nilai atau image seorang. 
  • Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan serta pengetahuan cenderung lebih tampak dalam permukaan ciri-karakteristik seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi serta lebih mendalam serta adalah pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan serta keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan adalah hal tepat untuk mengklaim kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan serta motif jauh lebih sulit untuk dikenali serta dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dilihat menjadi suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum memilih aplikasi dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan adalah usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hidup, bekerja serta mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik asal menurut rakyat, menerima pendidikan baik formal juga informal dalam lingkungan masyarakat serta diarahkan bagi kehidupan warga jua. Kehidupan rakyat, menggunakan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan serta sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita nir mengharapkan muncul manusia – insan yang sebagai terasing berdasarkan lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karenanya, tujuan, isi, maupun proses pendidikan wajib diubahsuaikan dengan kebutuhan, kondisi, ciri, kekayaan dan perkembangan yang terdapat di masyakarakat.

Setiap lingkungan rakyat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yg mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya merupakan tatanan nilai-nilai yg mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para masyarakat warga . Nilai-nilai tadi dapat bersumber berdasarkan agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan menggunakan perkembangan warga maka nilai-nilai yang terdapat pada warga juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga rakyat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi pada lebih kurang warga .

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan insan mengenal peradaban masa kemudian, turut serta dalam peradaban kini serta menciptakan peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya pada suatu rakyat, baik pada konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki insan masih relatif sederhana, tetapi sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yg sebelumnya merupakan sesuatu yg tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menduga mustahil bila insan sanggup menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan serta Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki pada Bulan. 

Kemajuan cepat dunia pada bidang fakta dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yg berlaku dalam konteks dunia dan lokal.

Selain itu, pada abad pengetahuan kini ini, diperlukan warga yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat serta baku mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang wajib dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sebagai akibatnya dibutuhkan kurikulum yang disertai menggunakan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, menentukan dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi serta komunikasi telah bisa merubah tatanan kehidupan insan. Oleh karenanya, kurikulum seyogyanya bisa mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi buat kemaslahatan dan kelangsungan hidup insan.