PENGERTIAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PAUDNI

Filosofi
Belajar sepanjang hayat (life long learning) adalah prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal dan informal. Belajar sepanjang hayat berasumsi bahwa proses belajar terjadi seumur hayati walaupun menggunakan cara yg tidak selaras dan proses yg berbeda. Khususnya pada anak usia dini lingkungan selalu berpengaruh terhadap perkembangan anak, khususnya dalam anak mini .
Kondisi lingkungan dapat terjadi anak mengalami hambatan pada perkembangannya atau bahkan mengalami penyimpangan perkembangan, baik pada aspek kognitif, emosi, sosial, spiritual juga fisik. Karenanya pendidik/pengajar serta orangtua dituntut buat bisa tahu syarat anak serta memberikan perlakuan spesifik dalam anak agar tidak muncul syok yg berkepanjangan.
Dalam syarat misalnya ini stimulasi yg diberikan dalam anak wajib sangat hati-hati. Artinya acara harus memperhatikan syarat psikologis anak baik buat tujuan stimulasi, saat stimulasi, aspek yang distimulasi maupun media yang akan digunakan untuk menstimulasi. Uraian di atas menguatkan pendapat bahwa pendidikan dan stimulasi anak seharusnya dilakukan secara utuh dan keseluruhan.
Konsep ini berdasarkan dalam pandangan bahwa setiap pendidik anak wajib memperhatikan tumbuh kembang serta kebutuhan anak, situasi dan latar belakang anak dan ada kolaborasi yg kondusif antar aneka macam instansi terkait.
Pengertian Holistik mengandung arti seluruh sistem yang melengkapi proses tumbuh kembang anak, berpusat serta terintegrasi pada PAUD yg berorientasi buat kepentingan terbaik bagi anak. Anak tumbuh serta berkembang dalam suatu proses yg komplek, dinamis, dalam lingkungan dimana anak secara aktif berinteraksi menggunakan lingkungan yg terjadi secara sistematik konstektual.
Pendidikan anak usia dini menjadi awal dari perkembangan seorang insan menempati fase primer. Pada masa ini disebut menjadi golden age serta penanganannya memerlukan taktik, metode, serta program yg sistematis dan kontinyu.
Pendidikan ini akan memberi landasaan awal anak buat mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan di masa golden age serta menginternalisasikan serta membiasakan karakter bangsa yg akan dipakai menjadi kemampuan serta perilaku yg berkarakter buat memasuki taraf pendidikan selanjutnya.
Pengembangan (pemberdayaan serta tumbuh–kembangkan) langsung bukannya pembentukan langsung, jadi tidak menciptakan kepribadian baru dan mengganti bakat dasar anak ( Prof.dr. Retno S. Sudibyo, M.sc. Apt, )
Layanan pendidikan nonformal serta informal bertujuan buat mendapatkan layanan pendidikan yang nir diperoleh menurut pendidikan formal, mengatasi dari kemunduran pendidikan sebelumnya, untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru, meningkatkan keahlian, menyebarkan kepribadian atau buat beberapa tujuan lainnya (Cropley, 1972).
Dengan pemaknaan seperti itu maka eksistensi pendidikan nonformal serta informal bisa memainkan peran sebagai pengganti (substitute), pelengkap (complement), dan/atau penambah (suplement), dan yg diselenggarakan pendidikan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan dikeluarga serta di lingkungan yg berbentuk aktivitas belajar secara berdikari.
Filosofi tersebut di atas, telah menempatkan PAUDNI pada posisi strategis dalam keseluruhan sistem pendidikan nasional. Filosofi tersebut menjadikan PAUD memiliki karakteristik tersendiri yang unik dan spesifik sehingga sangat berbeda dengan karakteristik pendidikan formal.
Keunikan PAUDNI tadi bisa disimak berdasarkan penjelasan Sudjana (2000) yg mengidentifikasi ciri pendidikan nonformal berdasarkan lima lima perspektif yakni: pertama, ditinjau menurut tujuannya, pendidikan nonformal bersifat jangka pendek serta spesifik, dan kurang menekankan pada ijazah. Kedua, dilihat dari waktunya, relatif singkat, lebih menekankan pada masa kini serta menggunakan waktu nir terus menerus. Ketiga, dilihat menurut isi programnya, kurikulum berpusat dalam kepentingan masyarakat belajar, mengutamakan penerapan. Keempat, dipandang berdasarkan proses pembelajarannya, pendidikan nonformal dipusatkan di lingkungan rakyat, berkaitan dengan kehidupan warga belajar serta warga , dan kelima, ditinjau dari aspek pengendaliannya, dikendalikan secara beserta-sama oleh pelaksana acara dan masyarakat belajar, serta mengutamakan pendekatan demokratis.
 
Jenis dan Kondisi Sasaran PTK PAUDNI
Ruang lingkup yang menjadi sasaran program training dalam rangka peningkatan mutu PTK PAUDNI meliputi:
a. Pendidik PAUDNI
Pendidik PAUDNI merupakan anggota warga yang memiliki tugas serta wewenang pada merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pembinaan.
Pendidik pada PAUDNI ini mencakup:
Pamong Belajar, yaitu Pegawai Negeri Sipil yang berstatus menjadi energi fungsional serta diberi tugas, tanggung jawab, kewenangan, serta hak secara penuh oleh pejabat yg berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, pengembangan model pembelajaran serta penilaian output pembelajaran pendidikan nonformal serta informal.
Pendidik PAUD yaitu pendidik profesional menggunakan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi siswa pada satuan pendidikan anak usia dini.
Tutor Pendidikan Keaksaraan yaitu pendidik yang asal berdasarkan warga yg bertugas dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi proses pembelajaran pada pendidikan keaksaraan.
Fasilitator Desa Intensif (FDI), yaitu energi kontrak berpendidikan sarjana yang bertugas memberikan layanan PAUDNI yang merata serta berkualitas, terutama bagi rakyat yg bermukim di desa-desa menggunakan kategori terpencil serta tertinggal.
Instruktur kursus dan training yaitu pendidik yang direkrut sang lembaga kursus berdasarkan keahlian serta kompetensinya.
Pembina Pramuka, yaitu pendidik profesional dengan tugas utama merencanakan dan melaksanaan pelatihan pramuka pada satuan PAUDNI.
b. Tenaga Kependidikan PAUDNI
Tenaga kependidikan PAUDNI adalah anggota rakyat yang mengabdikan diri serta diangkat buat menunjang penyelenggaraan acara PAUDNI yang bertugas melaksanakan administrasi pengelolaan, pengembangan, pengawasan serta pelayanan teknis buat menunjang proses pendidikan pada satuan PAUDNI.
Tenaga Kependidikan PAUDNI mencakup:
Penilik, yaitu Pegawai Negeri Sipil yg berstatus menjadi energi fungsional yg diberi tugas, tanggung jawab, kewenangan, serta hak secara penuh sang pejabat yg berwenang untuk melakukan pengendalian mutu serta evaluasi impak program PAUDNI.
Tenaga Lapangan Dikmas (TLD), yaitu tenaga yg berstatus menjadi tenaga kontrak menggunakan latar pendidikan sarjana, yang bertugas mendukung penyelenggaraan acara PAUDNI pada kabupaten/kota.
Pengelola/Penyelenggara Satuan PAUDNI, yaitu tenaga yang melakukan pengorganisasian aktivitas pada suatu grup eksklusif guna menyelenggarakan satu atau beberapa program PAUDNI.
Tenaga Administrasi, yaitu energi yang diberi tugas serta wewenang menyelenggarakan tertib administratif dalam satuan PAUDNI.
Tenaga Perpustakaan/Pustakawan, yaitu tenaga yg diberi tugas dan wewenang menyelenggarakan/mengelola dan memberikan pelayanan pada lembaga/unit perpustakaan/taman bacaan masyarakat.
Nara Sumber Teknis, yaitu tenaga yg mempunyai kompetensi dan sertifikasi dalam bidang keterampilan eksklusif, serta dilibatkan dalam upaya peningkatan kemampuan target acara PAUDNI pada satuan pendidikan.
Laboran yaitu energi yg diberi tugas dan kewenangan untuk mengelola laboratorium praktik pada satuan PAUDNI.
Source: //paudni.kemdikbud.go.id/

PENGERTIAN TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

Pengertian Tenaga Kependidikan Profesional 
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan diklaim dengan nama atau kata yg berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan kata personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut menggunakan kata ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut menggunakan kata personel, lalu Makmun (1996) menyebut dengan istilah energi kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yg mengatur mengenai energi kependidikan di Indonesia, serta Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya dengan kata tenaga kependidikan. 

Dari banyak sekali kata yg berkaitan menggunakan tenaga kependidikan tersebut secara konseptual dan teoritik semuanya memang benar pada arti bisa diterima, lebih-lebih istilah energi kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 sepertinya akan lebih sempurna. Namun perlu diketahui bahwa pada manajemen pula dikenal serta digunakan istilah secara lebih generik, yaitu kata sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan goresan pena di kitab ini, maka kata yang digunakan barangkali serta bisa jadi istilah-kata tadi akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya merupakan sama saja.

Persoalannya yg timbul serta perlu dibahas merupakan siapakah yang dimaksud menggunakan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan generik Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (lima) tenaga kependidikan yang dimaksud merupakan anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tadi jua dijelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi menjadi pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yg sinkron dengan kekhususannya, serta partisipasi pada menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (lima) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tadi dapatlah diketahui bahwa energi kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yg jauh lebih luas berdasarkan pendidik. Bisa jadi yg dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut pada samping pendidik, misalnya pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah pula termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, penguji serta yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya insan atau energi kependidikan tersebut krusial buat dibahas pada kajian ini lantaran sangat bermanfaat tidak saja buat kepentingan pada pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yg lebih penting merupakan untuk kepentingan mudah pada rangka dapat mengkontribusi aplikasi pengembangan energi kependidikan khususnya kepala sekolah yang dipercaya ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya insan tersebut dalam segala fungsi serta kiprahnya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya insan yang dilandasi sang suatu persepsi, kajian teori yang galat, dan galat, yg dijadikan dasar pada mengelola seluruh faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, serta fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan sebagai signifikan dan determinan pada mencapai tujuan pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya insan akan sangat menentukan keberhasilanya, serta memang agak tidak selaras menggunakan mengelola material yang berupa mesin-mesin atau teknologi yang sophisticated dimana mesin-mesin tersebut walaupun pula menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tadi tidak akan bisa mengeluh, nir mampu melawan perintah, nir akan mangkir pada melaksanakan tugas, nir akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam permasalahan-pertarungan seperti insan, nir akan bisa mengajukan tuntutan pemugaran nasib, serta perbuatan-perbuatan negatif yg lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tadi, maka pada penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan serta menempati posisi kunci pada sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yg memiliki kualitas kemampuan yang profesional serta kinerja yg baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yg dihasilkan, melainkan jua berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan pada pembangunan, yang dalam gilirannya lalu akan berpengaruh pada kualitas peradaban serta martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian pula buat lebih bisa memahami kajian mengenai profesi kependidikan ini secara konseptual serta teoritik, lebih empirik serta simpel, maka kajiannya akan difokuskan dalam energi kependidikan tetentu saja, khususnya ketua sekolah saja, lantaran jabatan ketua sekolah tersebut adalah adalah pengembangan jabatan menurut guru. Kepala sekolah menjadi jabatan atau tugas tambahan dari guru cukup menarik buat dibahas karena pada dalam diri ketua sekolah tadi pada samping berfungsi sebagai pendidik pula disebutkan berfungsi menjadi manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator serta mativator, sehingga jabatan ketua sekolah tersebut acapkali diakronimkan sebagai Emaslim. Dengan mengkhu-suskan penekanan kajiannya dalam kepala sekolah pula akan lebih gampang pada menaruh berbagai gambaran, model-model, pendalaman juga pada pengayaannya. 

Jenis-jenis dan Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian serta penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan telah bisa dimengerti secara jelas yang dimaksud menggunakan energi kependidikan tadi adalah anggota rakyat yg mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelenggaraan pendidikan misalnya guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, serta fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi pula termasuk semua pengelola yayasan pada forum-forum pendidikan partikelir, serta seluruh pengambil kebijakan pada birokrasi dan stafnya pada tingkat sentra, wilayah provinsi, kabupaten/kota, taraf keca-matan, serta di tingkat desa.

Kalau dilema jenis-jenis energi kependidikan dan energi pendidikan telah tampak dalam pembahasan teruraikan menggunakan sedikit lebih jelas, yang sebagai dilema lebih lanjut adalah kasus bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan ketua sekolah tersebut. Secara teoritik dan mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tadi dapat dibedakan sebagai energi pendidik, energi manajemen kependidikan, energi penunjang teknis kependidikan, energi penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi. 1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas berdasarkan masing-masing kualifikasi energi kependidikan tadi, menggunakan penjelasannya yg lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah. 

Kualifikasi tenaga pendidik merupakan energi kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya secara eksklusif memberikan pelayanan teknis kependidikan pada peserta didik. Sesungguhnya pada hubungan ini alam sudah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua pada tempat tinggal , para guru/dosen, pembimbing dan instruktur pada sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para pelatih atau fasilitator, pamong belajar dalam pusat-pusat atau balai pembinaan serta kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada banyak sekali serikat atau sanggar atau pedepokan dan organisasi yang melatih serta membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz serta pembina di pondok pesantren serta majelis-majelis taklim atau pengajian pada surau serta langgar, para penyiar TV serta Radio yg mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, kitab bacaan, kitab pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah juga oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tersebut bisa secara tatap muka secara langsung di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, serta aneka macam bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa perkara kualifikasi akademik energi pendidik tadi adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru bisa diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi acara sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (dua) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seseorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan didapatkan sang perguruan tinggi. Demikian pula pada PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa pengajar SD/MI/SDLB wajib berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru Sekolah Menengah pertama/MTs/ SMPLB wajib berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sinkron menggunakan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yg diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tadi, sepertinya kualifikasi pengajar misalnya menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seseorang guru tersebut merupakan sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian bila makna suara pasal-pasal yang diatur serta terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang pengajar, serta PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa buat sebagai guru pada Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 berdasarkan program studi yang relevan, misalnya untuk sebagai guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang buat dapat diangkat menjadi pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB dipersyaratkan wajib lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika Sekolah Menengah pertama/MTS/ SMPLB atau Sekolah Menengah Atas/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi pengajar ini adalah suatu lompatan yg cukup signifikan dalam upaya menaikkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). 

Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara nir pribadi kepada energi teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua kegiatan penyelenggaraan pengelolaan acara aktivitas kependidikan pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, hingga pada tingkat operasional. Sehubungan fungsi energi manajemen tersebut, maka yg sanggup dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan merupakan: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat sentra hingga taraf operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para ketua sekolah, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para penghasil kebijakan atau keputusan. 

Kualifikasi energi penunjang teknis kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya menyiapkan kelengkapan wahana dan fasilitas teknis kependidikan berikut menaruh pelayanan teknis pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan menggunakan fungsi tenaga penunjang teknis yg dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran pada laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi sumber belajar pada studio, teknisi sumber belajar pada PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi energi penunjang administrasi kependidikan, energi kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan serta menyiapkan sarana serta prasarana kependidikan dan menaruh layanan jasa administratif pada pihak tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, serta tenaga teknis fungsional, dan penunjang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan menggunakan tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, diantaranya bisa disebut seperti tenaga admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi energi peneliti, pengembang, serta konsultan kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya nir terlibat secara eksklusif pada teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada energi penunjang administratif kependidikan, namun hanya menyiapkan banyak sekali perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal serta konsultansi pada seluruh pihak yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan bertang-gunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan serta pembuatan keputusan mengenai kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya pada perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya dalam suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki aneka macam sentra penelitian, banyak sekali sentra pengembangan, maupun banyak sekali pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan pada uraian mengenai aneka macam jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut kentara kepala sekolah merupakan termasuk energi kependidikan yg memiliki kualifikasi menjadi tenaga manajemen pendidik, lantaran secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada energi teknis kependidikan, merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan menaruh pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan pada taraf persekolahan. Sehingga pada pada Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, buat dapat seseorang guru diberikan tugas tambahan sebagai ketua sekolah merupakan seseorang guru apabila sudah memenuhi persyaratan kualifikasi secara umum, dan kualifikasi khusus ketua sekolah. Persyaratan kualifikasi generik yang dimaksudkan adalah menjadi berikut: (a) memiliki kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan dalam perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) dalam ketika diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c) mempunyai penga-halaman mengajar sekuarang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di TK/Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak/RA) memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya tiga tahun pada Taman Kanak-kanak/RA, dan (d) mempunyai pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan menggunakan kepangkatan yg dimuntahkan oleh yayasan atau forum yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang guru untuk dapat diangkat menjadi kepala sekolah tersebut sangan tergantung dalam jenis dan jenjang persekolahan tadi, maka barangkali sebagai contoh dapat dikutifkan persyaratan kualifikasi khusus Kepala SMA/Madrsah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut: (1) bersetatus menjadi pengajar SMA/MA, (2) memiliki sertifikat pendidik menjadi guru SMA/MA, dan (3) memiliki sertifikat kepla sekolah Sekolah Menengah Atas/MA yg diterbitkan oleh forum yg ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan ketua sekolah merupakan tugas tambahan dari guru, maka secara fungsional tugas kepala sekolah masih permanen menjadi energi kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara langsung jua menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada siswa, dan sebagai tenaga manajemen pendidikan melakukan layanan secara nir eksklusif pada energi teknis kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam tingkat persekolahan. Jadi pada jabatan kepala sekolah tadi termasuk dua kualifikasi yaitu sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendidikan dan energi pendidik. Untuk ketua sekolah sebagai kualifikasi energi manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan kepala sekolah akan dibahas secara lebih teoritikal, lebih pada, dan lebih luas pada pembahasan bab-bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah sebagai kualifikasi energi pendidik akan dibahas pada uraian selanjutnya.

Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di dalam uraian tentang jenis serta kualifikasi energi kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah merupakan jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik juga fungsional kepala sekolah jua disebutkan termasuk tenaga pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai Sistem pendidikan Nasional pada pasal 39 (dua) berbunyi pendidik merupakan tenaga profesional yg bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan serta pembinaan, dan melakukan penelitian dan darma pada rakyat, terutama bagi pendidik dalam perguruan tinggi. Kemudian pada Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 1 (1) berbunyi pengajar merupakan pendidik professional dengan tugas primer mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi ketua sekolah sebagai tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka ketua sekolah jua melaksanakan tugas menjadi pendidik, yaitu mendidik. Mendidik berdasarkan Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecer-dasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan perilaku dan tata laku seseorang atau sekelompok orang pada usaha mendewasakan manusia melalui upaya pedagogi dan latihan. Demikian jua dalam perkembangan selanjutnya istilah pendidikan dipersamakan dengan istilah-kata pengajaran. 

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga diselenggarakan pada luar sekolah, yaitu keluarga serta rakyat. Lebih jauh bisa pula dipahami bahwa seseorang pendidik tersebut harus sahih-benar mengetahui teori-teori dan metode pada pendidikan tersebut. Kepala sekolah menjadi seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan serta menaikkan paling nir empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin serta tabiat insan, (2) nilai moral yang berkaitan menggunakan hal-hal ajaran baik dan buruk tentang perbuatan, perilaku serta kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, serta kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan menggunakan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan insan terhadap seni serta estetika. 

Kepala sekolah sebagai pendidik juga harus memperhatikan 2 konflik utama, yaitu pertama merupakan sasarannya, serta yang ke 2 adalah cara dalam melaksanakan perannya menjadi pendidik. 

Ada tiga gerombolan yang menjadi target berdasarkan ketua sekolah dalam melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama merupakan peserta didik atau anak didik, yang ke 2 adalah pegawai administrasi, serta yg ketiga adalah guru-pengajar. Ketiga kelompok ini menjadi sasaran pada pendidikan yg dilakukan sang ketua sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara grup yang satu menggunakan gerombolan yang lainnya mempunyai perbedaan-disparitas yg sangat prinsip, yang secara generik dapat ditinjau pada banyak sekali gejala serta konduite yg ditunjukannya misalnya misalnya dalam tingkat kematangannya, latar belakang sosial yang tidak sinkron, motivasi yang berbeda, taraf kesadaran pada bertanggungjawab, dan lain sebagainya. Konsekwensi menggunakan adanya disparitas-disparitas tersebut adalah kepala sekolah di pada melaksanakan tugas mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yang berkaitan menggunakan perilaku bathin serta tabiat insan, (dua) nilai moral yang brkaitan dengan hal-hal ajaran baik serta jelek mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (tiga) nilai fisik hal-hal yg berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan insan secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan menggunakan kepekaan insan terhadap seni serta estetika, pula seharusnya dengan menggunakan cara atau pendekatan yang berbeda-beda terhadap setiap target didiknya, tidak mampu dilakukan dengan pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang sanggup dipakai oleh ketua sekolah terhadap kelompok sasaran dalam melaksanakan pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, dan pengajar-gurunya. Pertama dengan memakai pendekatan atau taktik persuasi. Persuasi yg dimaksudkan pada sini adalah mampu meyakinkan secara halus sehingga para siswa, staf pegawai administrasi dan pengajar-guru konfiden akan kebenaran, merasa perlu serta menduga krusial nilai-nilai yang terkandung pada nilai-nilai aspek mental, moral, fisik, serta estetika ke pada kehidupan mereka. Persuasi bisa dilakukan secara individu juga secara grup.

Kedua dengan pendekatan dan setrategi keteladanan, adalah hal yg patut, baik dan perlu untuk dicontoh yg disampaikan oleh kepala sekolah melalui perilaku, perbuatan, perilaku termasuk penampilan kerja serta penampilan fisik. 

Sudah tentunya ketua sekolah pada memakai pendekatan dan strategi persuasi serta keteladanan terhadap muridnya, staf pegawai, dan pengajar-pengajar tadi harus tetap berpijak dan menghormati kebiasaan-kebiasaan dan etika-etika yg berlaku dimasyarakat khususnya di global pendidikan. Secara lebih khusus bagaimana ketua sekolah seharusnya memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya harus memahami bahwa pengertian pendidikan tadi tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi jua adalah menjadi bimbingan, serta yang lebih penting juga merupakan bagaimana pada mengaplikasikannya proses bimbingan tadi. Tampaknya pada interaksi dengan pemaknaan terhadap bimbingan tadi tidak bisa dilepaskan berdasarkan pengertian pembimbingan yg dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dalam sistem among tersebut merupakan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat tersebut memiliki arti bahwa pendidikan wajib bisa memberi model, wajib bisa memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis Kosasi, 1999). Sebagai ketua sekolah wajib bisa membentuk dan menum-buhkan kodisi yg aman yang dapat memberi dan membiarkan anak didiknya menuruti talenta dan kondratnya ad interim ketua sekolah memperhatikannya, dan mem-pengaruhinya pada arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti pada bersikap memilih ke arah pembentukan kemana murid mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

Kepala sekolah menjadi seorang pemimpin pada sekolah harus bersikap positif terha-dap guru-pengajar dan pegawai administrasi lainnya pada melaksanakan tugasnya untuk pencapai tujuan sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu buat bisa kerjasama, mam-pu buat memberi arahan, serta memberi petunjuk, kepala sekolah diperlukan jua bisa mendapat banyak sekali tambahkan, serta kritik dari guru-pengajar. Kepala sekolah jua bisa membina, mendidik, melatih seluruh pengajar dan pesonil sinkron dengan bidang tugasnya masing-masing dalam bisnis tambahan pengetahuan keterampilan dan pengalaman juga perubahan sikap yang lebih positif terhadap pelakasanaan tugas.

PENGERTIAN TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

Pengertian Tenaga Kependidikan Profesional 
Tenaga kependidikan pada beberapa kepustakaan diklaim dengan nama atau istilah yang bhineka. Sutisna (1983) menyebut menggunakan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan kata sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut dengan kata ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan kata personel, kemudian Makmun (1996) menyebut dengan kata tenaga kependidikan, sedangkan bila melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan pada Indonesia, dan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya menggunakan kata tenaga kependidikan. 

Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan energi kependidikan tersebut secara konseptual serta teoritik semuanya memang benar dalam arti bisa diterima, lebih-lebih istilah energi kependidikan yg memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 sepertinya akan lebih sempurna. Tetapi perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga dikenal serta dipakai istilah secara lebih umum, yaitu istilah asal daya manusia. Kemudian pada kaitannya menggunakan goresan pena di buku ini, maka istilah yg dipakai barangkali serta sanggup jadi kata-istilah tadi akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.

Persoalannya yang timbul serta perlu dibahas adalah siapakah yg dimaksud menggunakan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan generik Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (lima) tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yg mengabdikan diri serta diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut pula dijelaskan pendidik merupakan energi kependidikan yg berkualifikasi sebagai pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yg sinkron menggunakan kekhususannya, dan partisipasi pada menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan dalam bunyi pasal 1 (5) serta (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga kependidikan tadi merupakan memiliki makna serta cakupan yg jauh lebih luas menurut pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk menggunakan energi kependidikan tadi di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, serta fasilitator, merupakan jua termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, penguji serta yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya insan atau tenaga kependidikan tersebut krusial buat dibahas pada kajian ini karena sangat berguna tidak saja buat kepentingan pada pengembangan keilmuan atau pada bidang teoritik akademik, tetapi yg lebih penting merupakan buat kepentingan mudah pada rangka dapat mengkontribusi aplikasi pengembangan tenaga kependidikan khususnya ketua sekolah yang dipercaya ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tadi dalam segala fungsi serta perannya sangat krusial bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk pada bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya insan yg dilandasi sang suatu persepsi, kajian teori yg galat, serta keliru, yg dijadikan dasar pada mengelola seluruh faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tadi tidak akan menjadi signifikan serta determinan pada mencapai tujuan pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang agak tidak sinkron dengan mengelola material yg berupa mesin-mesin atau teknologi yg canggih dimana mesin-mesin tadi walaupun jua memilih keberhasilan suatu organisasi, namun mesin-mesin tadi tidak akan bisa mengeluh, nir sanggup melawan perintah, nir akan mangkir dalam melaksanakan tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, nir akan terlibat pada permasalahan-pertarungan seperti manusia, nir akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan negatif yg lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penerangan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yg determinan serta menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya insan atau tenaga kependidikan yg mempunyai kualitas kemampuan yg profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yg dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja serta jasa para lulusan pada pembangunan, yang dalam gilirannya lalu akan berpengaruh dalam kualitas peradaban serta martabat hayati warga , bangsa, dan umat insan dalam umumnya. Demikian juga buat lebih dapat tahu kajian mengenai profesi kependidikan ini secara konseptual serta teoritik, lebih empirik dan simpel, maka kajiannya akan difokuskan pada energi kependidikan tetentu saja, khususnya kepala sekolah saja, lantaran jabatan kepala sekolah tersebut adalah adalah pengembangan jabatan dari guru. Kepala sekolah menjadi jabatan atau tugas tambahan berdasarkan guru cukup menarik buat dibahas lantaran di dalam diri ketua sekolah tersebut di samping berfungsi menjadi pendidik jua disebutkan berfungsi menjadi manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator dan mativator, sebagai akibatnya jabatan ketua sekolah tersebut seringkali diakronimkan sebagai Emaslim. Dengan mengkhu-suskan penekanan kajiannya pada kepala sekolah pula akan lebih mudah dalam memberikan berbagai ilustrasi, model-contoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. 

Jenis-jenis serta Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian energi kependidikan sudah bisa dimengerti secara jelas yg dimaksud dengan energi kependidikan tadi merupakan anggota warga yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan misalnya guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, dan fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, kepala, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi pula termasuk semua pengelola yayasan dalam forum-forum pendidikan swasta, serta semua pengambil kebijakan di birokrasi serta stafnya di taraf pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat keca-matan, serta pada taraf desa.

Kalau masalah jenis-jenis tenaga kependidikan serta tenaga pendidikan sudah tampak pada pembahasan teruraikan menggunakan sedikit lebih kentara, yang menjadi duduk perkara lebih lanjut merupakan masalah bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan kepala sekolah tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi energi kependidikan tersebut dapat dibedakan sebagai tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi. 1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas berdasarkan masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, menggunakan penjelasannya yg lebih difokuskan pada kualifikasi energi kependidikan khususnya ketua sekolah. 

Kualifikasi tenaga pendidik merupakan energi kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya secara langsung menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Sesungguhnya pada interaksi ini alam sudah melibatkan seluruh orang yang melaksanakan tugas pelayanan tadi termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada sentra-pusat atau balai pembinaan serta kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada aneka macam perkumpulan atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yg melatih dan membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz serta pembina di pondok pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian pada surau serta langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh acara serta mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, kitab pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan pada bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yg diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tadi bisa secara tatap muka secara langsung pada kelas atau melalui TV, sistem belajar jeda jauh, secara korespondensi, dan aneka macam bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik energi pendidik tadi adalah diatur sang undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, bila diperhatikan pasal 9 undang-undang pengajar bisa diketahui bahwa kualifikasi akademik seseorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu jikalau diperhatikan pasal 42 (dua) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seseorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan sang perguruan tinggi. Demikian jua dalam PP No. 19 tahun 2005 pada pasal 29 (dua) disebutkan bahwa pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian pada pasal yg sama ayat tiganya disebutkan bahwa pengajar Sekolah Menengah pertama/MTs/ SMPLB wajib berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yg sinkron dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari suara ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang serta peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi pengajar misalnya menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Tetapi demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan masih ada pada undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut serta disenergikan bisa disimpulkan bahwa buat sebagai pengajar pada Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 berdasarkan program studi yang relevan, misalnya buat menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang buat bisa diangkat sebagai pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika Sekolah Menengah pertama/MTS/ SMPLB atau SMA/MA/Sekolah Menengah Kejuruan/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya mempertinggi kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). 

Kualifikasi energi manajemen kependidikan, merupakan energi kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara nir pribadi pada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam seluruh jenjang tataran sistem pendidikan mulai taraf struktural sentra, regional atau wilayah, hingga dalam taraf operasional. Sehubungan fungsi energi manajemen tersebut, maka yang sanggup dimasukkan menjadi tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural berdasarkan taraf sentra sampai taraf operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para ketua sekolah, penilik serta pengawas, penilai serta penguji pendidikan, para penghasil kebijakan atau keputusan. 

Kualifikasi energi penunjang teknis kependidikan, adalah energi kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya menyiapkan kelengkapan wahana dan fasilitas teknis kependidikan berikut menaruh pelayanan teknis pemanfaatannya pada menjamin kelangsungan serta kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi energi penunjang teknis yg dimaksudkan merupakan meliputi misalnya teknisi asal belajar di bengkel atau workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi asal belajar pada studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya mengadakan dan menyiapkan wahana serta prasarana kependidikan serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak energi manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan sesuai menggunakan kepentingannya. Siapa yg dimaksudkan menggunakan energi penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat diklaim misalnya energi admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi energi peneliti, pengembang, dan konsultan kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya nir terlibat secara pribadi pada teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, serta kepada energi penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan berbagai perangkat liputan serta data yang relevan dan bisa dipertanggung jawabkan dan memberikan jasa pelayanan informal serta konsultansi kepada semua pihak yg berkepentingan menggunakan kependidikan, khususnya mereka yg bertugas serta bertang-gunjawab serta terlibat menggunakan penyelengaraan, pengelolaan serta pembuatan keputusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada seluruh jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yg menangani bidang kependidikan mempunyai aneka macam pusat penelitian, banyak sekali pusat pengembangan, juga banyak sekali pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan dalam uraian tentang banyak sekali jenis kualifikasi energi kependidikan tersebut kentara kepala sekolah merupakan termasuk tenaga kependidikan yg memiliki kualifikasi menjadi tenaga manajemen pendidik, lantaran secara fungsional melakukan layanan secara tidak eksklusif kepada tenaga teknis kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi serta menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada tingkat persekolahan. Sehingga di pada Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, buat bisa seseorang pengajar diberikan tugas tambahan menjadi ketua sekolah merupakan seseorang pengajar apabila telah memenuhi persyaratan kualifikasi secara umum, dan kualifikasi spesifik kepala sekolah. Persyaratan kualifikasi umum yg dimaksudkan adalah sebagai berikut: (a) mempunyai kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) dalam saat diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c) memiliki penga-page mengajar sekuarang-kurangnya lima tahun dari jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak/RA) memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya 3 tahun pada TK/RA, dan (d) memiliki pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan dengan kepangkatan yg dimuntahkan oleh yayasan atau lembaga yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang wajib dipenuhi sang seseorang pengajar buat dapat diangkat menjadi kepala sekolah tadi sangan tergantung dalam jenis dan jenjang persekolahan tadi, maka barangkali menjadi model bisa dikutifkan persyaratan kualifikasi spesifik Kepala SMA/Madrsah Aliyah (SMA/MA) merupakan menjadi berikut: (1) bersetatus menjadi guru Sekolah Menengah Atas/MA, (2) mempunyai sertifikat pendidik menjadi pengajar SMA/MA, serta (tiga) memiliki sertifikat kepla sekolah SMA/MA yg diterbitkan sang lembaga yg ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan ketua sekolah adalah tugas tambahan menurut pengajar, maka secara fungsional tugas ketua sekolah masih tetap sebagai energi kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara eksklusif juga menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada siswa, serta sebagai energi manajemen pendidikan melakukan layanan secara tidak eksklusif kepada energi teknis kependidikan, merancang serta merencanakan, mengorganisasikan serta menaruh pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam tingkat persekolahan. Jadi dalam jabatan ketua sekolah tersebut termasuk 2 kualifikasi yaitu menjadi kualifikasi energi manajemen pendidikan serta energi pendidik. Untuk kepala sekolah sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan ketua sekolah akan dibahas secara lebih teoritikal, lebih dalam, serta lebih luas dalam pembahasan bab-bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah menjadi kualifikasi tenaga pendidik akan dibahas pada uraian selanjutnya.

Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di pada uraian tentang jenis serta kualifikasi tenaga kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah adalah jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik juga fungsional ketua sekolah pula disebutkan termasuk energi pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai Sistem pendidikan Nasional pada pasal 39 (2) berbunyi pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai output pembelajaran, melakukan pembim-bingan serta pembinaan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidik dalam perguruan tinggi. Kemudian pada Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Pengajar dan Dosen pada pasal 1 (1) berbunyi guru merupakan pendidik professional dengan tugas primer mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi kepala sekolah menjadi tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka kepala sekolah pula melaksanakan tugas menjadi pendidik, yaitu mendidik. Mendidik berdasarkan Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan tentang akhlak dan kecer-dasan pikiran sebagai akibatnya pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan sikap serta tata laku seorang atau sekelompok orang pada usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Demikian pula pada perkembangan selanjutnya kata pendidikan dipersamakan dengan istilah-kata pedagogi. 

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut menaruh tanda bahwa proses pendidikan pada samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, bisa pula diselenggarakan pada luar sekolah, yaitu famili serta masyarakat. Lebih jauh bisa pula dipahami bahwa seseorang pendidik tersebut harus benar-benar mengetahui teori-teori serta metode pada pendidikan tersebut. Kepala sekolah sebagai seseorang pendidik harus sanggup menanamkan, memajukan dan menaikkan paling tidak empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin dan watak manusia, (dua) nilai moral yang berkaitan dengan hal-hal ajaran baik dan buruk tentang perbuatan, perilaku serta kewajiban atu moral yg diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan insan terhadap seni dan keindahan. 

Kepala sekolah sebagai pendidik juga wajib memperhatikan dua perseteruan utama, yaitu pertama adalah sasarannya, serta yg ke 2 adalah cara dalam melaksanakan kiprahnya menjadi pendidik. 

Ada tiga grup yg menjadi sasaran dari kepala sekolah pada melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama adalah siswa atau murid, yang kedua merupakan pegawai administrasi, serta yang ketiga merupakan pengajar-pengajar. Ketiga grup ini sebagai sasaran dalam pendidikan yg dilakukan sang kepala sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara kelompok yang satu menggunakan kelompok yg lainnya mempunyai perbedaan-perbedaan yg sangat prinsip, yg secara generik dapat ditinjau dalam aneka macam tanda-tanda serta konduite yang ditunjukannya misalnya misalnya pada taraf kematangannya, latar belakang sosial yang berbeda, motivasi yang berbeda, tingkat pencerahan pada bertanggungjawab, serta lain sebagainya. Konsekwensi menggunakan adanya perbedaan-perbedaan tersebut merupakan ketua sekolah pada dalam melaksanakan tugas mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin dan watak insan, (2) nilai moral yg brkaitan menggunakan hal-hal ajaran baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yg diartikan menjadi ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (tiga) nilai fisik hal-hal yg berkaitan menggunakan syarat jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yg berkaitan menggunakan kepekaan insan terhadap seni dan keindahan, juga seharusnya menggunakan memakai cara atau pendekatan yang bhineka terhadap setiap sasaran didiknya, tidak mampu dilakukan menggunakan pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang sanggup dipakai sang ketua sekolah terhadap grup target pada melaksanakan pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, serta pengajar-gurunya. Pertama dengan menggunakan pendekatan atau taktik persuasi. Persuasi yg dimaksudkan di sini adalah bisa meyakinkan secara halus sebagai akibatnya para siswa, staf pegawai administrasi dan guru-pengajar yakin akan kebenaran, merasa perlu dan menduga krusial nilai-nilai yg terkandung dalam nilai-nilai aspek mental, moral, fisik, serta keindahan ke dalam kehidupan mereka. Persuasi dapat dilakukan secara individu maupun secara gerombolan .

Kedua menggunakan pendekatan dan setrategi keteladanan, merupakan hal yg patut, baik serta perlu untuk dicontoh yg disampaikan oleh kepala sekolah melalui sikap, perbuatan, konduite termasuk penampilan kerja serta penampilan fisik. 

Sudah tentunya kepala sekolah dalam menggunakan pendekatan serta strategi persuasi dan keteladanan terhadap muridnya, staf pegawai, serta pengajar-pengajar tersebut harus permanen berpijak serta menghormati norma-kebiasaan dan etika-etika yang berlaku dimasyarakat khususnya di global pendidikan. Secara lebih spesifik bagaimana ketua sekolah seharusnya memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya wajib tahu bahwa pengertian pendidikan tadi tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi pula adalah menjadi bimbingan, dan yang lebih krusial jua adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya proses bimbingan tersebut. Tampaknya dalam interaksi dengan pemaknaan terhadap bimbingan tersebut tidak bisa dilepaskan menurut pengertian pembimbingan yang dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara pada sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang populer pada sistem among tadi adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, serta tut wuri handayani. Ketiga kalimat tadi memiliki arti bahwa pendidikan harus bisa memberi model, harus bisa menaruh dampak, serta harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis Kosasi, 1999). Sebagai ketua sekolah harus mampu membentuk serta menum-buhkan kodisi yg aman yg bisa memberi serta membiarkan anak didiknya menuruti talenta serta kondratnya ad interim ketua sekolah memperhatikannya, serta mem-pengaruhinya pada arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti dalam bersikap menentukan ke arah pembentukan kemana anak didik mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

Kepala sekolah menjadi seorang pemimpin di sekolah harus bersikap positif terha-dap guru-guru dan pegawai administrasi lainnya dalam melaksanakan tugasnya buat pencapai tujuan sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu buat bisa kerjasama, mam-pu buat memberi arahan, dan memberi petunjuk, ketua sekolah diperlukan juga bisa menerima aneka macam tambahkan, serta kritik berdasarkan pengajar-guru. Kepala sekolah pula bisa membina, mendidik, melatih seluruh pengajar serta pesonil sinkron dengan bidang tugasnya masing-masing pada bisnis tambahan pengetahuan keterampilan serta pengalaman juga perubahan sikap yg lebih positif terhadap pelakasanaan tugas.

PENGERTIAN SANGGAR KEGIATAN BELAJAR SKB DAN PENGEMBANGANNYA

Pengertian Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)

Sanggar Kegiatan Belajar adalah satuan penyelenggara Pendidikan Nonformal serta Informal (PNFI) yg didirikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai badan aturan pendidikan pemerintah, yg mempunyai tugas serta fungsi merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasikan, mengevaluasi, membina, mengendalikan mutu, dan penyelenggara percontohan dan layanan program PNFI yang inovatif.

Dalam Permendikbud Nomor 4 tahun 2016 Tentang Pedoman Alih Fungsi Sanggar Kegiatan Belajar Menjadi Satuan Pendidikan Nonformal, pada sebutkan bahwa Sanggar Kegiatan Belajar atau sebutan lainnya disebut SKB adalah unit pelaksana teknis daerah kabupaten/kota. Unit pelaksanak Teknis Daerah selanjutnya dianggap UPTD merupakan unsur pelaksana tugas teknis pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Menurut Peraturan Dirjen PAUD dan Dimas Nomor 1453 tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Satuan Pendidikan Nonformal Sanggar Kegiatan Belajar di jelaskan bawa:


Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) menjadi satuan pendidikan nonformal homogen. Artinya, SKB adalah grup layanan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan nonformal. Dengan status menjadi gerombolan layanan, SKB memiliki hak serta kewenangan buat:

  1. mengubah organisasi SKB sesuais menggunakan kebutuhan menjadi satuan pendidikan, diantaranya ketua SKB adalah pejabat fungsional bertugas membentuk dan melaksanakan pembelajaran (pengajar nonformal);
  2. menyelenggarakan program pendidikan luar sekolah (PAUD dan Dikmas) fyakni pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan wanita, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan serta pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yg ditujukan buat berbagi kemampan siswa;
  3. memperoleh fasilitas wahana dan prasarana, pendidik serta tenaga kependidikan, dan aturan operasional yang memadail serta 
  4. memperoleh pelatihan sehingga dapat mencapai standar nasional pendidikan serta terakreditasi.

SKB adalah satuan pendidikan nonformal homogen pada bawah dinas pendidikan kabupaten/kota. SKB secara teknis administratif bertanggung jawab pada kepala dinas pendidikan pada kabupaten kota, dan secara teknis adukatif dibina oleh pada bidang yang bertanggung jawab dalam aplikasi program PAUD serta Dikmas pada dinas pendidikan kabupaten/kota. Secara nasional SKB dibina sang Ditjen PAUD serta Dikmas sedangkan peningkatan mutu pendidik dan energi kependidikan di SKB dibina sang Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan PAUD serta Dikmas Ditjen Pengajar dan Tenaga Kependidikan. 


Kerangka Berpikir Pengembangan SKB

Sanggar aktivitas Belajar (SKB), kedepannya diarahkan tampil menggunakan layanan acara PNFI yang berkualitas, bukan hanya sekedar melaksanakan dari petunjuk teknis (juknis) semata atau sekedar memenuhi pelayanan minimal (implementing) seperti yang dilakukan selama ini, tetapi tampil improving bahkan innovating. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, diharapkan dukungan beberapa komponen seperti kelembagaan.organisasi yang mantap, manajemen serta kepemimpinan yg menunjang, ketenagaan (PTK=-PNF yang berkualitas, fasilitas sarana dan prasarana yg memadai, pendanaan yg mencukupi, pelayanan informasi, administrasi yg tertib, penataan lingkungan yg kondusif, dan pengembangan jaringan kerjasama (kemitraan). Beberapa kerangka dasar yg sebagai pijakan dalam pengembangan SKB antara lain:

1. Fokus Pada Pelanggan (Customer focus). 

Penyelenggaraan program-program SKB harus diasarkan pada kebutuhan warga dan sekaligus sebagai upaya pada memenuhi kebutuhan warga . Kebutuhan warga tersebut diperoleh menurut hasil analisis kebutuhan rakyat secara nyata pada lapangan.

2. Pemberdayaan semua komponen (Total involvement)

Standarisasi SKB dilakukan pada konteks training serta pengembangan seluruh komponen yang terdapat pada SKB, baik kepala, unsur rapikan usaha, pamgong belajar, atau pendidik dan energi kependidikan lainnya. Semua komponen SKB hendaknya mengambil kiprah serta terlibat aktif dalam upaya melakukan transformasi mutu menggunakan penerapan open management.

3. Terukur (Measurments)

Setiap acara yang dilakukan SKB dan inovasinya harus jelas baku/ kriteria mutu yang diharapkan serta terukur serta SKB senantiasa melakukan pemantauan dari indikator mutu yg ditetapkan.

4. Komitmen (Comitment)

Setiap SKB wajib secara benar-benar-sungguh mendayagunakan banyak sekali asal daya yg dimilikinya menggunakan sebaik-baiknya termasuk fasilitas, porto personil, serta waktu.

5. Perbaikan secara bekelanjutan (Continous improvement)

Seiring menggunakan berubahnya lingkungan strategis, SKB dituntut secara terus menerus melakukai perbaikan mutu. Hal ini berarti bahwa unsur primer SKB juga memerlukan pemutakhiran berkelanjutan, peningkatan kompetensi ketenagaan, pemutakhiran modul/kitab , wahana kerja, laboratorium, efisiensi saat. Semua ini diperlukan buat mendukung realisasi peningkatan kualitas kerja SKB.

6. Penguatan kelembagaan SKB (Capacity building)

SKB sebagai institusi membutuhkan pemberdayaan kapasitanya supaya mampu menampilkan kinerja yg unggul. Untuk itu, perlu hegemoni secara struktural, kultural, dan interaksional.

a. Intervensi struktural
Intervensi struktural menekankan dalam pemberdayaan eksternal buat menghasilkan perubahan/perbaikan. Faktor eksternal misalnya peraturan perundang-undangan atau keputusan yg mempunyai kekuatan hukum, pembenahan system governance SKB penyediaan dana penguatan acara-acara PNFI, donasi pendidikan atau beasiswa, dan sebagainya.

b. Intervensi kultural
Intervensi kultural lebih menekankan pada upaya-upaya perubahan melalui unsur-unsur yang ada pada SKB. Salah satu konsep taktik cultural yg dikembangkan merupakan model perubahan birokrasi meliputi: (a) merubah kebiasaan kerja buat menerima pengalaman baru; (b) menumbuhkan komitment emosional; (c) mengubah mind set (Osborne & Plastrik, 1977). Interval cultural contohnya budaya akademis (misalnya norma berpikir ilmiah, berdiskusi, membaca serta menghargai pendapat orang lain), pembudayaan nilai kebersihan menggunakan menciptakan lingkungan yang bersih serta latif, membudayakan nilai demokrasi menggunakan menghidupkan proses demokrasi seutuhnya (kebebasan, kebersamaan, keadilan, penghargaan harkat manusia), membudayakan nilai pro kualitas dengan menumbuhkan motivasi berprestasi yg kompetitif menggunakan memperhatikan proporsi serta fungsi setiap unit pada SKB.

c. Intevensi dinamika interaksional
interaksi sosial di SKB berdimensi ganda mencakup interaksi akademik (antara tutor serta masyarakat belajar), hubungan manajerial (antara ketua serta stafnya), dan interaksi sosial yaitu interaksi antara ketua menggunakan karyawan, karyawan dengan karyawan, ketua menggunakan warga belajar dan hubungan sesama tutor juga sesama warga belajar.


7. Standarisasi SKB

Untuk memicu SKB pada upaya menaikkan kinerjanya, maka perlu dilakukan standarisasi SKB, Aspek standarisasi bersifat menyeluruh mencakup berbagai dimensi. Acuan utama pada standarisasi SKB adalah Peraturan Pemerintah Nomoir 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Norma-norma baku kelembagaan yg dimaksud mencakup : 
1. Standa Pengelolaan
2. Standar Tenaga Pendidik dan Kependidikan
3. Standar Sarana serta Prasarana
4. Standar Isi
5. Standar Proses
6. Standar Kompetensi lulusan
7. Standar Penilaian
8. Standar Pembiayaan 

Sanggar aktivitas Belajar (SKB) sebagai lembaga pendidikan nonformal yg tidak sama dengan satuan pendidikan, SKB memungkinkan buat menyelenggarakan banyak sekali satuan pendidikan nonformal, oleh karena itu baku kelembagaan lebih menekankan dalam aspek pengelolaan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, dan Standar Proses Pembelajaran. Adapun terkait dengan baku isi, Standar kompetensi lulusan, Standar evaluasi serta Standar pembiayaan sangat tergantung dalam masing-masing satuan pendidikan nonformal yang dilaksanakan.

8. Partisipasi Masyarakat pada SKB

SKB dalam melaksanakan tugas dan kegunaannya tidak bisa bekerja sendiri tetapi harus sanggup berkerjasama dengan warga . Masyarakat pada sini memiliki makna yg luas, mampu berarti orang tua rakyat belajar, instansi terkait (baik pemerintah juga swasta), organisasi sosial serta kemasyarakatan, dunia usaha, sponsor, donatur forum, juga perorangan. Lantaran itu, SKB harus mengembangkan pola kemitraan dalam melaksanakan program PNFI.

Berikut merupakan kerangka dasar berpikir yg menjadi pijakan dalam pengembangan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sbb:



Pengembang SKB memang perlu terus dilakukan supaya bisa mengimbangi perubahan lingkungan strategis. SKB perlu ditata dan dibenahi secara komprehensif dan berkesinambungan sehingga sahih-sahih siap melaksanakan tugas serta fungsinya. Salah satu cara yg diupayakan adalah melalui standarisasi pembentukan serta pengembangannya menjadi langkah menuju peningkatan kualitas acara secara utuh.

Demikian mengenai pengertian dan pengembangan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) semoga berguna. Terimakasih.

Referensi:
- Pedoman Umum Pembentukan serta Pengembangan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) PNFI Tahun 2011 Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas
- Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
- Permendikbud Nomor 4 tahun 2016 Tentang Pedoman Alih Fungsi Sanggar Kegiatan Belajar Menjadi Satuan Pendidikan Nonformal.
Peraturan Dirjen PAUD dan Dimas Nomor 1453 tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Satuan Pendidikan Nonformal Sanggar Kegiatan Belajar

MENGENAL DAN MENGEMBANGKAN SEKOLAH RAMAH ANAK


Dasar :

1. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 20013 Pasal 1 :
“Pemenuhan Hak Pendidikan Anak merupakan usaha sadar serta berkala buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar siswa pada usia anak secara aktif membuatkan potensi dirinya buat mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,dan keterampilan yg diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 4 tentang proteksi anak:
“menjelaskan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, serta berpartisipasi secara lumrah sesuai harkat dan martabat humanisme, dan mendapatkan proteksi dari kekerasan serta diskriminasi. Disebutkan pada atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dijabarkan sebagai hak buat beropini dan didengarkan suaranya.”

PROGRAM PENGEMBANGAN SEKOLAH RAMAH ANAK


A. Pengertian

Sekolah Ramah Anak  adalah sekolah yg secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara berkala dan bertanggung jawab. Prinsip utama merupakan non subordinat kepentingan, hak hidup serta penghargaan terhadap anak. Sebagaimana dalam suara pasal 4 UU No.23 Tahun 2002 mengenai proteksi anak, menjelaskan bahwa anak memiliki hak untuk bisa hidup tumbuh, berkembang, serta berpartisipasi secara wajar sesuai harkat serta martabat kemanusiaan, dan menerima proteksi berdasarkan kekerasan dan subordinat.disebutkan di atas galat satunya adalah berpartisipasi yg dijabarkan sebagai hak buat berpendapat dan didengarkan suaranya. Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yg terbuka melibatkan anak buat berpartisipasi pada segala aktivitas, kehidupan sosial,serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak.

SekolahRamah Anak adalah sekolah/madrasah yg kondusif, bersih, sehat, hijau, inklusifdannyamanbagi perkembangan fisik, kognisidan psikososial anak perempuandananaklaki-lakitermasukanak yang memerlukanpendidikankhususdan/ataupendidikanlayanankhusus.

B. Ruang Lingkup Sekolah Ramah Anak

Dalam bisnis mewujudkan Sekolah Ramah Anak perlu didukung sang aneka macam pihak diantaranya keluarga serta rakyat yang sebenarnya adalah pusat pendidikan terdekat anak. Lingkungan yg mendukung, melindungi memberi rasa aman dan nyaman bagi anak akan sangat membantu proses mencari jati diri. Kebiasaan anak memiliki kecenderungan meniru, mencoba dan mencari pengakuan akan eksistensinya pada lingkungan loka mereka tinggal. Berikut adalah kiprah aktif berbagai unsur pendukung terciptanya Sekolah Ramah Anak.


No
Ruang Lingkup
Uraian
1.
Keluarga
–Sebagai sentra pendidikan primer dan pertama bagi anak.
–Sebagai fungsi proteksi ekonomi, sekaligus memberi ruang berekpresi serta berkreasi.
2.
Sekolah
–melayani kebutuhan siswa khususnya yg termargin dalam pendidikan
–peduli keadaan anak sebelum dan setelah belajar
–peduli kesehatan, gizi, serta membantu belajar hidup sehat.
–menghargai hak-hak anak serta kesetaraan gender.
–menjadi motivator, fasilitator sekaligus sahabat bagi anak.
3.
Masyarakat
–Sebagai komunitas serta loka pendidikan sehabis keluarga    
–Menjalin kerjasama menggunakan sekolah. Menjadi penerima hasil sekolah.

Sekolah merupakan institusi yang memiliki mandat buat menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran secara sistematis serta berkesinambungan. Para pendidik dan tenaga kependidikan pada sekolah diharapkan menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yg bisa memfasilitasi siswa berperilaku terpelajar. Perilaku terpelajar ditampilkan pada bentuk pencapaian prestasi akademik, memberitahuakn konduite yg  beretika dan berakhlak mulia, memiliki motivasi belajar yang tinggi.
C. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Ramah Anak
Ada beberapa prinsip yg bisa diterapkan buat membentuk sekolah ramah anak, antara lain:
  1. Sekolah dituntut buat sanggup menghadirkan dirinya menjadi sebuah media, tidak sekedar tempat yang menyenangkan bagi anak buat belajar.
  2. Dunia anak merupakan “bermain”. Dalam bermain itulah sesungguhnya anak melakukan proses belajar dan bekerja. Sekolah merupakan tempat bermain yang memperkenalkan persaingan yang sehat pada sebuah proses belajar-mengajar.
  3. Sekolah perlu membentuk ruang bagi anak buat berbicara tentang sekolahnya. Tujuannya agar terjadi dialektika antara nilai yg diberikan sang pendidikan kepada anak.
  4. Para pendidik tidak perlu merasa terancam dengan evaluasi siswa karena pada dasarnya nilai nir menambah empiris atau substansi para obyek, melainkan hanya nilai. Nilai bukan merupakan benda atau unsur dari benda, melainkan sifat, kualitas, suigeneris yg dimiliki obyek eksklusif yang dikatakan “baik”. (Risieri Frondizi, 2001:9)
  5. Sekolah bukan adalah dunia yg terpisah berdasarkan realitas keseharian anak dalam famili lantaran pencapaian harapan seorang anak tidak dapat terpisahan menurut empiris keseharian. Keterbatasan jam pelajaran dan kurikulum yang mengikat menjadi kendala buat memaknai lebih dalam interaksi antara pendidik menggunakan anak. Untuk menyiasati hal tersebut sekolah dapat mengadakan jam spesifik diluar jam sekolah yg berisi sharing antar anak maupun sharing antara guru menggunakan anak tentang realitas hidupnya di famili masing-masing, misalnya: diskusi bagaimana hubungan dengan orang tua, apa reaksi orang tua waktu mereka menerima nilai buruk di sekolah, atau apa yg dibutuhkan orang tua terhadap mereka. Hasil pertemuan dapat sebagai bahan refleksi pada sebuah materi pelajaran yang disampaikan pada kelas. Cara ini merupakan siasat bagi pendidik buat mengetahui kondisi anak karena disebagian warga , anak dipercaya investasi keluarga, sebagai jaminan tempat bergantung di hari tua (Yulfita, 2000:22).

D. Aspek Penyelenggaraan Sekolah Ramah Anak
Sekolah wajib membentuk suasana yang konduksif supaya anak merasa nyaman dan bisa mengekspresikan potensinya. Agar suasana konduksif tersebut tercipta, maka ada beberapa aspek yg perlu diperhatikan, terutama: (1) program sekolah yang sinkron; (2) lingkungan sekolah yang mendukung; serta (3) aspek wahana-prasarana yg memadai.
1. Program sekolah yang sesuai
Program sekolah seharusnya disesuaikan menggunakan global anak, merupakan program diadaptasi menggunakan tahap-termin pertumbuhan serta perkembangan anak.anak nir wajib dipaksakan melakukan sesuatu namun menggunakan program tadi anak secara otomatis terdorong buat mengeksplorasi dirinya.faktor krusial yang perlu diperhatikan sekolah merupakan partisipasi aktif anak terhadap kegaiatan yg diprogramkan.partisipasi yg tumbuh lantaran sesuai dengan kebutuhan anak.


Pada anak Sekolah Dasar ke bawah program sekolah lebih menekankan dalam fungsi serta sedikit proses, bukan menekankan produk atau hasil. Produk hanya adalah konsekuensi berdasarkan fungsi.dalam teori hayati menyatakan “Fungsi membentuk organ.” Fungsi yg kurang diaktifkan akan mengakibatkan atrofi, dan sebaliknya organ akan terbentuk bila cukup fungsi. Hal ini relevan bila dikaitkan dengan pertumbuhan serta perkembangan anak. Oleh karena itu, apa pun aktivitasnya diperlukan tidak merusak pertumbuhan dan perkembangan anak, baik yang berkaitan dengan fisik, mental, maupun sosialnya. Biasanya dengan aktivitas bermain misalnya, kualitas-kualitas tersebut dapat difungsikan secara serempak. Di sisi lain, nilai-nilai karakter yg seharusnya dimiliki anak jua dapat terbina sebagai efek partisipasi aktif anak.

Kekuatan sekolah terutama pada kualitas pengajar, tanpa mengabaikan faktor lain. Guru memiliki peran penting dalam menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu. Untuk di Sekolah Dasar serta TK, guru wajib memiliki minimal tiga potensi, yaitu: (1)mempunyai rasa kecintaan pada anak (Having sense of love to the children); (dua) memahami dunia anak (Having sense of love to the children); serta (3) mampu mendekati anak menggunakan sempurna (baca: metode) (Having appropriate approach).
2. Lingkungan sekolah yg mendukung
Suasana lingkungan sekolah seharusnya sebagai loka bagi anak buat belajar mengenai kehidupan.apalagi sekolah yang memprogramkan kegiatannya sampai sore. Suasana kegiatan anak yg terdapat pada rakyat juga diprogramkan pada sekolah sehingga anak permanen menerima pengalaman-pengalaman yang seharusnya ia dapatkan di masyarakat. Bagi anak lingkungan serta suasana yang memungkinkan buat bermain sangatlah penting karena bermain bagi anak merupakan bagian menurut hidupnya. Bahkan UNESCO menyatakan “Right to play” (hak bermain).
Pada dasarnya, bermain dapat dikatakan menjadi bentuk miniatur berdasarkan masyarakat.artinya, nilai-nilai yang terdapat pada rakyat pula terdapat pada pada permainan atau aktivitas bermain.
Jika suasana ini bisa tercipta pada sekolah, maka suasana di lingkungan sekolah sangat kondusif untuk menumbuh-kembangkan potensi anak lantaran anak bisa mengekspresikan dirinya secara leluasa sinkron dengan dunianya.
Di samping itu, penciptaan lingkungan yang higienis, akses air minum yang sehat, bebas berdasarkan sarang kuman, dan gizi yg memadai merupakan faktor yang krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
3. Sarana-prasarana yg memadai
Sarana-prasarana utama yg diperlukan merupakan yg berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak. Sarana-prasarana tidak harus mahal namun sesuai dengan kebutuhan anak.
Adanya zona aman serta selamat ke sekolah, adanya tempat bebas reklame rokok, pendidikan inklusif jua adalah faktor yg diperhatikan sekolah. Sekolah jua perlu melakukan penataan lingkungan sekolah serta kelas yang menarik, memikat, mengesankan, serta pola pengasuhan serta pendekatan individual sehingga sekolah sebagai loka yang nyaman serta  menyenangkan.
Sekolah jua mengklaim hak partisipasi anak. Adanya lembaga anak, ketersediaan pusat-sentra berita layak anak, ketersediaan fasilitas kreatif serta rekreatif dalam anak, ketersediaan kotak saran kelas dan sekolah, ketersediaan papan pengumuman, ketersediaan majalah atau koran anak. Sekolah hendaknya memungkinkan anak buat melakukan sesuatu yg mencakup hak buat membicarakan pandangan dan perasaannya terhadap situasi yg memiliki dampak dalam anak.
Karena sekolah merupakan loka pendidikan anak tanpa kecuali (pendidikan buat seluruh) maka akses bagi seluruh anak juga wajib disediakan. (Prof Dr Furqon Hidayatullah, MPd, Dekan FKIP UNS dan Dewan Pakar Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus).


ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN IMPLEMENTASI SEKOLAH RAMAH ANAK
A. Kondisi Sekolah


Kondisi sekolah waktu ini bisa dimaknai sebagai suatu sekolah yang kurang memfasilitasi serta memberdayakan potensi anak.untuk memberdayakan potensi anak sekolah tentunya harus memprogramkan sesuatunya yg menyebabkan potensi anak tumbuh dan berkembang. Konsekuensi membangun sekolah ramah anak tidaklah mudah karena sekolah di samping harus menciptakan acara sekolah yang memadai, sekolah jua wajib membentuk lingkungan yg edukatif
Banyak kegiatan sekolah yg biasa dilakukan anak  yg memiliki nilai-nilai positif pada membangun karakter dan kepribadian. Dengan adanya perubahan, terutama pada kota-kota lantaran terbatasnya lahan serta perubahan struktur bangunan sekolah menyebabkan beberapa aktivitas yg krusial bagi anak tadi hilang serta nir bisa dilakukan lagi.misalnya, lompat tali sebagai bentuk aktivitas uji diri, sekarang tidak bisa dilakukan karena sebagian akbar sudah dimanfaatkan buat lahan parkir atau tertutup bangunan.
Jika kegiatan-aktivitas tersebut tidak tergantikan berarti ada beberapa potensi anak yg hilang karena tidak dapat dilakukan anak pada sekolah.oleh karena itu, perlu dicari solusi buat menggantikan kegiatan yang hilang tersebut. Utamanya, akan lebih cantik jika sekolah memprogramkannya. Jika dikaitkan menggunakan sekolah ramah anak maka pemrograman semacam ini sangat penting sebagai bentuk pelayanan dalam anak dalam rangka memberdayakan potensinya.apalagi sekolah-sekolah yg memprogramkan kegiatannya sampai sore.
B. Arah Kebijakan Sekolah Ramah Anak
  • Melaksanakan UU Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak
  • Melaksanakan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
  • Penyusunan tata tertib yang sinkron menggunakan Konvensi Hak Anak (KHA)
  • Peningkatan aplikasi Undang-Undang Perlindungan Anak sinkron menggunakan proses pembelajaran yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam global pendidikan.

C. Strategi Pengembangan Sekolah Ramah Anak


Sekolah merupakan penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran secara sistematis serta berkesinambungan. Para pendidik serta tenaga kependidikan pada sekolah dibutuhkan menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yang bisa memfasilitasi siswa berperilaku terpelajar. Perilaku terpelajar ditampilkan pada bentuk pencapaian prestasi akademik, menunjukkan perilaku yang  beretika serta berakhlak mulia, memiliki motivasi belajar yang tinggi, kreatif, disiplin, bertanggung jawab, serta menampakan karakter diri menjadi warga rakyat, warga Negara serta bangsa.
Sekolah wajib dapat membangun suasana yg aman agar murid merasa nyaman dan bisa mengekspresikan potensinya. Agar tercipta suasana kondusif tadi, maka terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, terutama:
Perencanaan program sekolah yang sesuai dengan termin-tahap pertumbuhan serta perkembangan siswa. Anak nir wajib dipaksakan melakukan sesuatu, tetapi menggunakan program tersebut anak secara otomatis terdorong untuk mengeksplorasi dirinya. Faktor penting yg perlu diperhatikan sekolah merupakan partisipasi aktif anak terhadap banyak sekali kegiatan yg diprogramkan, tetapi sesuai menggunakan kebutuhan anak.
 Lingkungan sekolah yang mendukung. Jika suasana ini bisa tercipta pada sekolah, maka suasana di lingkungan sekolah sangat kondusif untuk menumbuh-kembangkan potensi anak lantaran anak bisa mengekspresikan dirinya secara leluasa sinkron dengan dunianya. Di samping itu, penciptaan lingkungan yang higienis, akses air minum yang sehat, bebas berdasarkan sarang kuman, dan gizi yg memadai merupakan faktor yang krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Aspek wahana-prasarana yang memadai, terutama yg berkaitan menggunakan kebutuhan pembelajaran siswa. Sarana-prasarana nir wajib mahal tetapi sinkron menggunakan kebutuhan anak. Adanya zona kondusif dan selamat ke sekolah, adanya tempat bebas reklame rokok, pendidikan inklusif jua adalah faktor yg diperhatikan sekolah. Penataan lingkungan sekolah dan kelas yang menarik, memikat, mengesankan, serta pola pengasuhan dan pendekatan individual sehingga sekolah sebagai tempat yg nyaman dan  menyenangkan.
Sekolah jua harus menjamin hak partisipasi anak.  Adanya forum anak, ketersediaan sentra-pusat keterangan layak anak, ketersediaan fasilitas kreatif serta rekreatif dalam anak, ketersediaan kotak saran kelas dan sekolah, ketersediaan papan pengumuman, ketersediaan majalah atau koran anak. Sekolah hendaknya memungkinkan anak buat melakukan sesuatu yg mencakup hak buat menyampaikan pandangan dan perasaannya terhadap situasi yang mempunyai dampak dalam dirinya.
Sekolah yang ramah anak merupakan institusi yang mengenal dan menghargai hak anak buat memperoleh pendidikan, kesehatan, kesempatan bermain serta bersenang, melindungi berdasarkan kekerasan serta pelecehan, dapat mengungkapkan pandangan secara bebas, serta berperan dan pada merogoh keputusan sesuai menggunakan kapasitas mereka. Sekolah jua menanamkan tanggung jawab buat menghormati hak-hak orang lain, kemajemukan serta menyelesaikan masalah perbedaan tanpa melakukan kekerasan.
IMPLEMENTASI SEKOLAH RAMAH ANAK

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Republik Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak, diharapkan syarat dan perlindungan anak sebagai lebih baik karena undang-undang tadi memuat perlindungan terbaik bagi anak, yaitu hak buat hayati, tumbuh serta berkembang, partisipasi serta proteksi anak berdasarkan kekerasan.
Dalam upaya melindungi anak berdasarkan kekerasan, acara Sekolah Ramah Anak secara spesifik berupaya mencegah kekerasan dalam anak pada sekolah. Aksesibilitas di sekolah lebih mudah dibandingkan pada rumah, buat itu sekolah mempunyai kiprah strategis pada mencegah kekerasan terhadap anak. Untuk itu guru-guru perlu mengetahui mengenai pencegahan kekerasan, termasuk cara alternatif dalam mendidik dan mendisiplinkan anak.
Di bawah ini beberapa model implementasi Sekolah Ramah Anak ke pada 8 (delapan) Standar Pendidikan.

IMPLEMENTASISEKOLAH RAMAH ANAK
KEDALAM 8 (DELAPAN) STANDAR PENDIDIKAN
 
No
Standard
uraian
1
Standar kompetensi lulusan
Digunakan sebagai pedoman evaluasi pada penentuan kelulusan siswa menurut satuan pendidikan.
– Lulusan mempunyai sikap anti kekerasan
-  Lulusan memiliki perilaku toleransi yg tinggi
– Lulusan memiliki perilaku peduli lingkungan
– Lulusan memiliki sikap setia kawan
– Lulusan mempunyai perilaku bangga terhadap sekolah serta almamater.
2
Standar Isi- Kerangka dasar serta struktur kurikulum
– Beban belajar
– Kurikulum taraf satuan pendidikan
– Kalender Pendidikan /akademik
–Standar Isi mencantumkan aplikasi Sekolah Ramah Anak
–Dasar hukum mencantumkan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA)
3.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik wajib mempunyai kualifikasi akademik serta kompetensi menjadi agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Pendidik dan tenaga kependidikan bisa mewujudkan Sekolah Ramah Anak : Sekolah Bebas kekerasan baik:
–  kekerasan secara  Fisik (physical abuse) 
Secara sengaja dan paksa dilakukan terhadap bagian tubuh anak yg bisa membentuk ataupun nir membentuk luka fisik dalam anak contohnya : memukul, menguncang-guncang anak dengan keras, mencekik, mengigit, menendang, meracuni, menyundut anak menggunakan rokok, serta lain-lain.
–   kekerasan secara sexsual (sexual abuse),
terjadi apabila anak dipakai buat tujuan seksual bagi orang yg lebih tua usianya. Misalnya memaparkan anak pada kegiatan atau perilaku seksual, atau memegang atau raba anak atau mengundang anak melakukannya. Termasuk disini adalah penyalahgunaan anak buat pornografi, pelacuran atau bentuk ekploitasi seksual lainnya.
–   kekerasan secara emosional (emotional abuse)
Meliputi serangan terhadap perasaaan dan harga diri anak. Perlakuan keliru ini sering luput menurut perhatian padahal peristiwa bisa sangat tak jarang karena umumnya terkait pada ketidakmampuan serta / atau kurang efektifnya orang tua/pengajar/orang dewasa pada menghadapi anak. Bentuknya sanggup mempermalukan anak, penghinaan, penolakan, mengatakan anak “Bodoh”, “malas”, “nakal”, menghardik, menyumpai anak serta lain-lain.
–   Penelantaran anak.
Terjadi jika orang tua wali pengasuh, pengajar, orang dewasa nir menyediakan kebutuhan fundamental bagi anak buat bisa berkembang normal secara emosional, psikologis serta fisik. Contoh tidak diberi makan, sandang, tempat berteduh, tidak menerima loka duduk, diabaikan keberadaannya serta lain-lain
Guru tahu Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA)
4
Standar Proses
Proses pembelajaran, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik buat berperan aktif serta menaruh ruang yang relatif bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sinkron menggunakan bakat, minat, perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan.
memberikan donasi berupa sandang seperti seragam, sepatu, tas, kitab serta lain-lain. Pangan seperti hadiah makanan tambahan anak sekolah (PMTAS), kesehatan, dan pendidikan yg memadai bagi anak
–memberikan ruang kepada anak buat berkreasi, berekspresi, dan partisipasi sinkron menggunakan taraf umur dan kematangannya.
–menaruh perlindungan dan rasa kondusif bagi anak.
–Menghargai keberagaman dan memastikan kesetaraan keberadaan.
–Perlakuan adil bagi anak didik pria serta perempuan , cerdas lemah, kaya miskin, normal cacat serta anak pejabat dan buruh.
–Penerapan kebiasaan agama, sosial dan budaya setempat
–Kasih sayang kepada siswa, memberikan perhatian bagi mereka yang lemah pada proses belajar karena menaruh hukuman fisik maupun non fisik mampu menjadikan anak stress berat.
–Saling menghormati hak hak anak baik antar siswa, antar energi kependidikan serta antara tenaga kependidikan dan siswa.
–Terjadi proses belajar sedemikan rupa sebagai akibatnya siswa merasa bahagia mengikuti pelajaran, nir ada rasa takut, cemas dan was-was, nir merasa rendah diri lantaran bersaing menggunakan teman lain.
–Membiasakan etika mengeluarkan pendapat menggunakan rapikan cara :
–Tidak memotong pembicaraan orang lain
–Mengancungkan tangan waktu ingin berpendapat, berbicara sesudah dipersilahkan.
–Mendengarkan pendapat orang lain.
–Proses belajar mengajar didukung sang media ajar seperti kitab pelajaran dan indera bantu ajar/peraga sehingga membantu daya serap anak didik.
5
Standar Sarana dan Prasarana
–Persyaratan minimal tentang wahana : perabot, alat-alat pendidikan, media pendidikan, kitab dan sumber belajar lainnya, Bahan habis pakai.
–Persyaratan minimal mengenai prasarana : ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi serta jasa, loka berolahraga, loka beribadah, loka bermain, tempat berekreasi.
–Penataan kelas Murid dilibatkan dalam penataan bangku, dekorasi, dan kebersihan supaya betah dikelas.
–Penataan loka duduk yg fleksibel sesuai menggunakan kebutuhan.
–murid dilibatkan pada memajang karya, hasil ulangan/tes, bahan dan kitab sebagai akibatnya artistik serta menarik dan menyediakan pojok baca
–bangku dan kursi ukurannya diadaptasi dengan berukuran postur anak indonesia serta gampang buat digeser guna membangun kelas yang dinamis.
–Lingkungan Sekolah
–Murid dilibatkan pada pendapat buat menciptakan lingkungan sekolah (penentuan warna dinding kelas, hiasan, kotak saran, majalah dinding, taman kebun sekolah)
–pengajar terlibat pribadi pada menjaga kebersihan lingkungan menggunakan memberikan model  seperti memungut sampah , membersihkan meja sendiri.
–Fasilitas sanitasi misalnya toilet, tempat cuci, diubahsuaikan menggunakan postur serta fasilitas.
–Lingungan sekolah bebas asap rokok
–Tersedia fasilitas air higienis, hygiene, dan sanitasi, fasilitas kebersihan serta fasilitas kesehatan
–Penerapan kebijakan atau peraturan yang mendukung kebersihan serta kesehatan yang disepakati, dikontrol serta dilaksanakan oleh seluruh murid serta masyarakat sekolah.
–Penerapan kebijakan atau peraturan yg melibatkan murid. Contoh rapikan tertib sekolah.
–Menyediakan loka serta sarana bermain karena bermain menjadi global anak supaya anak memperoleh kesenangan, persahabatan, memperoleh sahabat baru, merasa enak, belajar keterampilan baru.
–Lingkungan Lain
–Kamar mandi higienis bebas bau
–Ruang perpustakaan, ruang UKS, ruang Laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, instalasi serta jasa, loka berolahraga, loka beribadah, tempat bermain, loka berekreasi merupakan tempat yang representatif bagi anak.
–Ruang kantin bersih, bebas dari debu dan lalat.
–Kantin yg menjual kuliner yang nir membahayakan bagi kesehatan anak.
–Menciptkan lingkungan yg  memungkinkan anak makan nir sambil berdiri.
–Menciptakan lingkungan yg nyaman buat beraktivitas.
6
Standar pembiayaan
Persyaratan minimal mengenai biaya investasi :
–Meliputi biaya penyediaan wahana serta prasarana, pengembangan sumber daya manusia serta modal tetap
–Persyaratan minimal biaya personal :
–Meliputi porto pendidikan yang wajib dikeluarkan sang peserta didik buat sanggup mengikuti proses pembelajaran secara teratur serta berkelanjutan
–Persyaratan minimal mengenai porto operasi meliputi :
–Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yg inheren dalam gaji
–Bahan atau peralatan pendidik habis pakai
–Biaya operasi pendidikan tidak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, komsumsi, pajak, premi serta lain sebagainya.
–Anak tidak dilibatkan pada urusan keuangan yg terkait menggunakan kewajiban orang tua/ wali murid-            Infaq tidak dipakai buat alasan men cari dana tambahan (*tidak terdapat tekanan serta sindiran bagi anak yang nir sanggup memberi infaq)
–Program wisata dibahas secara transpa ran dengan orangtua murid serta anak (disinyalir terdapat unsur “paksaan”).
7
Standar Pengelolaan Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, Pemda, serta pemerintah.
Dikdasmen :
Menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukan menggunakan kemandirian, kemitraan, partispasi, keterbukaan, serta akuntabilitas.
Dikti :
Menerapkan swatantra perguruan tinggin yang dalam batas-batas yg diatur pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku menaruh kebebasan serta mendorong kemandirian.
–Tata tertib pengajar dipajang agar anak dapat membaca
–Sanksi yang diberikan pada anak yg melanggar tata tertib, disepakati antara pengajar, anak dan orang tua pada awal tahun pelajaran.
–Penerapan konsekuensi logis bagi pelanggar tata tertib. Contoh: penerapan “poin”
–Pemberian “reward” disosialisasikan kepada masyarakat sekola dalam awal tahun pelajaran.
–Program sekolah/kebijakan sekolah disosialisasikan kepada masyarakat sekolah.
8
Standar penilaian pendidikan
Standar penilaian pendidikan adalah baku nasional penilaian pendidikan tentang prosedur prosedur serta instrumen evaluasi hasil belajar peserta didik
–Memberikan reward bagi anak berprestasi baik akademik juga non akademik.-          Memberikan bimbingan serta motivasi kepada anak yang kurang berhasil dalam penilaian.
–Tidak mempermalukan anak dihadapan temannya terhadap prestasinya yang kurang
–Pengajar secara transparan menyebutkan kepada anak kriteria penilaian.
–Mengoreksi serta menilai Pekerjaan Rumah.
–Anak diberi kesempatan menilai kinerja guru.