PENGERTIAN TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

Pengertian Tenaga Kependidikan Profesional 
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan diklaim dengan nama atau kata yg berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan kata personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut menggunakan kata ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut menggunakan kata personel, lalu Makmun (1996) menyebut dengan istilah energi kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yg mengatur mengenai energi kependidikan di Indonesia, serta Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya dengan kata tenaga kependidikan. 

Dari banyak sekali kata yg berkaitan menggunakan tenaga kependidikan tersebut secara konseptual dan teoritik semuanya memang benar pada arti bisa diterima, lebih-lebih istilah energi kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 sepertinya akan lebih sempurna. Namun perlu diketahui bahwa pada manajemen pula dikenal serta digunakan istilah secara lebih generik, yaitu kata sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan goresan pena di kitab ini, maka kata yang digunakan barangkali serta bisa jadi istilah-kata tadi akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya merupakan sama saja.

Persoalannya yg timbul serta perlu dibahas merupakan siapakah yang dimaksud menggunakan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan generik Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (lima) tenaga kependidikan yang dimaksud merupakan anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tadi jua dijelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi menjadi pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yg sinkron dengan kekhususannya, serta partisipasi pada menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (lima) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tadi dapatlah diketahui bahwa energi kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yg jauh lebih luas berdasarkan pendidik. Bisa jadi yg dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut pada samping pendidik, misalnya pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah pula termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, penguji serta yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya insan atau energi kependidikan tersebut krusial buat dibahas pada kajian ini lantaran sangat bermanfaat tidak saja buat kepentingan pada pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yg lebih penting merupakan untuk kepentingan mudah pada rangka dapat mengkontribusi aplikasi pengembangan energi kependidikan khususnya kepala sekolah yang dipercaya ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya insan tersebut dalam segala fungsi serta kiprahnya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya insan yang dilandasi sang suatu persepsi, kajian teori yang galat, dan galat, yg dijadikan dasar pada mengelola seluruh faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, serta fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan sebagai signifikan dan determinan pada mencapai tujuan pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya insan akan sangat menentukan keberhasilanya, serta memang agak tidak selaras menggunakan mengelola material yang berupa mesin-mesin atau teknologi yang sophisticated dimana mesin-mesin tersebut walaupun pula menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tadi tidak akan bisa mengeluh, nir mampu melawan perintah, nir akan mangkir pada melaksanakan tugas, nir akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam permasalahan-pertarungan seperti insan, nir akan bisa mengajukan tuntutan pemugaran nasib, serta perbuatan-perbuatan negatif yg lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tadi, maka pada penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan serta menempati posisi kunci pada sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yg memiliki kualitas kemampuan yang profesional serta kinerja yg baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yg dihasilkan, melainkan jua berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan pada pembangunan, yang dalam gilirannya lalu akan berpengaruh pada kualitas peradaban serta martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian pula buat lebih bisa memahami kajian mengenai profesi kependidikan ini secara konseptual serta teoritik, lebih empirik serta simpel, maka kajiannya akan difokuskan dalam energi kependidikan tetentu saja, khususnya ketua sekolah saja, lantaran jabatan ketua sekolah tersebut adalah adalah pengembangan jabatan menurut guru. Kepala sekolah menjadi jabatan atau tugas tambahan dari guru cukup menarik buat dibahas karena pada dalam diri ketua sekolah tadi pada samping berfungsi sebagai pendidik pula disebutkan berfungsi menjadi manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator serta mativator, sehingga jabatan ketua sekolah tersebut acapkali diakronimkan sebagai Emaslim. Dengan mengkhu-suskan penekanan kajiannya dalam kepala sekolah pula akan lebih gampang pada menaruh berbagai gambaran, model-model, pendalaman juga pada pengayaannya. 

Jenis-jenis dan Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian serta penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan telah bisa dimengerti secara jelas yang dimaksud menggunakan energi kependidikan tadi adalah anggota rakyat yg mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelenggaraan pendidikan misalnya guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, serta fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi pula termasuk semua pengelola yayasan pada forum-forum pendidikan partikelir, serta seluruh pengambil kebijakan pada birokrasi dan stafnya pada tingkat sentra, wilayah provinsi, kabupaten/kota, taraf keca-matan, serta di tingkat desa.

Kalau dilema jenis-jenis energi kependidikan dan energi pendidikan telah tampak dalam pembahasan teruraikan menggunakan sedikit lebih jelas, yang sebagai dilema lebih lanjut adalah kasus bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan ketua sekolah tersebut. Secara teoritik dan mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tadi dapat dibedakan sebagai energi pendidik, energi manajemen kependidikan, energi penunjang teknis kependidikan, energi penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi. 1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas berdasarkan masing-masing kualifikasi energi kependidikan tadi, menggunakan penjelasannya yg lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah. 

Kualifikasi tenaga pendidik merupakan energi kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya secara eksklusif memberikan pelayanan teknis kependidikan pada peserta didik. Sesungguhnya pada hubungan ini alam sudah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua pada tempat tinggal , para guru/dosen, pembimbing dan instruktur pada sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para pelatih atau fasilitator, pamong belajar dalam pusat-pusat atau balai pembinaan serta kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada banyak sekali serikat atau sanggar atau pedepokan dan organisasi yang melatih serta membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz serta pembina di pondok pesantren serta majelis-majelis taklim atau pengajian pada surau serta langgar, para penyiar TV serta Radio yg mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, kitab bacaan, kitab pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah juga oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tersebut bisa secara tatap muka secara langsung di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, serta aneka macam bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa perkara kualifikasi akademik energi pendidik tadi adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru bisa diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi acara sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (dua) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seseorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan didapatkan sang perguruan tinggi. Demikian pula pada PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa pengajar SD/MI/SDLB wajib berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru Sekolah Menengah pertama/MTs/ SMPLB wajib berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sinkron menggunakan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yg diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tadi, sepertinya kualifikasi pengajar misalnya menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seseorang guru tersebut merupakan sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian bila makna suara pasal-pasal yang diatur serta terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang pengajar, serta PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa buat sebagai guru pada Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 berdasarkan program studi yang relevan, misalnya untuk sebagai guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang buat dapat diangkat menjadi pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB dipersyaratkan wajib lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika Sekolah Menengah pertama/MTS/ SMPLB atau Sekolah Menengah Atas/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi pengajar ini adalah suatu lompatan yg cukup signifikan dalam upaya menaikkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). 

Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara nir pribadi kepada energi teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua kegiatan penyelenggaraan pengelolaan acara aktivitas kependidikan pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, hingga pada tingkat operasional. Sehubungan fungsi energi manajemen tersebut, maka yg sanggup dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan merupakan: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat sentra hingga taraf operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para ketua sekolah, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para penghasil kebijakan atau keputusan. 

Kualifikasi energi penunjang teknis kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya menyiapkan kelengkapan wahana dan fasilitas teknis kependidikan berikut menaruh pelayanan teknis pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan menggunakan fungsi tenaga penunjang teknis yg dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran pada laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi sumber belajar pada studio, teknisi sumber belajar pada PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi energi penunjang administrasi kependidikan, energi kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan serta menyiapkan sarana serta prasarana kependidikan dan menaruh layanan jasa administratif pada pihak tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, serta tenaga teknis fungsional, dan penunjang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan menggunakan tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, diantaranya bisa disebut seperti tenaga admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi energi peneliti, pengembang, serta konsultan kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya nir terlibat secara eksklusif pada teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada energi penunjang administratif kependidikan, namun hanya menyiapkan banyak sekali perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal serta konsultansi pada seluruh pihak yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan bertang-gunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan serta pembuatan keputusan mengenai kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya pada perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya dalam suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki aneka macam sentra penelitian, banyak sekali sentra pengembangan, maupun banyak sekali pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan pada uraian mengenai aneka macam jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut kentara kepala sekolah merupakan termasuk energi kependidikan yg memiliki kualifikasi menjadi tenaga manajemen pendidik, lantaran secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada energi teknis kependidikan, merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan menaruh pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan pada taraf persekolahan. Sehingga pada pada Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, buat dapat seseorang guru diberikan tugas tambahan sebagai ketua sekolah merupakan seseorang guru apabila sudah memenuhi persyaratan kualifikasi secara umum, dan kualifikasi khusus ketua sekolah. Persyaratan kualifikasi generik yang dimaksudkan adalah menjadi berikut: (a) memiliki kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan dalam perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) dalam ketika diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c) mempunyai penga-halaman mengajar sekuarang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di TK/Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak/RA) memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya tiga tahun pada Taman Kanak-kanak/RA, dan (d) mempunyai pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan menggunakan kepangkatan yg dimuntahkan oleh yayasan atau forum yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang guru untuk dapat diangkat menjadi kepala sekolah tersebut sangan tergantung dalam jenis dan jenjang persekolahan tadi, maka barangkali sebagai contoh dapat dikutifkan persyaratan kualifikasi khusus Kepala SMA/Madrsah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut: (1) bersetatus menjadi pengajar SMA/MA, (2) memiliki sertifikat pendidik menjadi guru SMA/MA, dan (3) memiliki sertifikat kepla sekolah Sekolah Menengah Atas/MA yg diterbitkan oleh forum yg ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan ketua sekolah merupakan tugas tambahan dari guru, maka secara fungsional tugas kepala sekolah masih permanen menjadi energi kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara langsung jua menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada siswa, dan sebagai tenaga manajemen pendidikan melakukan layanan secara nir eksklusif pada energi teknis kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam tingkat persekolahan. Jadi pada jabatan kepala sekolah tadi termasuk dua kualifikasi yaitu sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendidikan dan energi pendidik. Untuk ketua sekolah sebagai kualifikasi energi manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan kepala sekolah akan dibahas secara lebih teoritikal, lebih pada, dan lebih luas pada pembahasan bab-bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah sebagai kualifikasi energi pendidik akan dibahas pada uraian selanjutnya.

Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di dalam uraian tentang jenis serta kualifikasi energi kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah merupakan jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik juga fungsional kepala sekolah jua disebutkan termasuk tenaga pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai Sistem pendidikan Nasional pada pasal 39 (dua) berbunyi pendidik merupakan tenaga profesional yg bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan serta pembinaan, dan melakukan penelitian dan darma pada rakyat, terutama bagi pendidik dalam perguruan tinggi. Kemudian pada Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 1 (1) berbunyi pengajar merupakan pendidik professional dengan tugas primer mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi ketua sekolah sebagai tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka ketua sekolah jua melaksanakan tugas menjadi pendidik, yaitu mendidik. Mendidik berdasarkan Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecer-dasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan perilaku dan tata laku seseorang atau sekelompok orang pada usaha mendewasakan manusia melalui upaya pedagogi dan latihan. Demikian jua dalam perkembangan selanjutnya istilah pendidikan dipersamakan dengan istilah-kata pengajaran. 

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga diselenggarakan pada luar sekolah, yaitu keluarga serta rakyat. Lebih jauh bisa pula dipahami bahwa seseorang pendidik tersebut harus sahih-benar mengetahui teori-teori dan metode pada pendidikan tersebut. Kepala sekolah menjadi seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan serta menaikkan paling nir empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin serta tabiat insan, (2) nilai moral yang berkaitan menggunakan hal-hal ajaran baik dan buruk tentang perbuatan, perilaku serta kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, serta kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan menggunakan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan insan terhadap seni serta estetika. 

Kepala sekolah sebagai pendidik juga harus memperhatikan 2 konflik utama, yaitu pertama merupakan sasarannya, serta yang ke 2 adalah cara dalam melaksanakan perannya menjadi pendidik. 

Ada tiga gerombolan yang menjadi target berdasarkan ketua sekolah dalam melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama merupakan peserta didik atau anak didik, yang ke 2 adalah pegawai administrasi, serta yg ketiga adalah guru-pengajar. Ketiga kelompok ini menjadi sasaran pada pendidikan yg dilakukan sang ketua sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara grup yang satu menggunakan gerombolan yang lainnya mempunyai perbedaan-disparitas yg sangat prinsip, yang secara generik dapat ditinjau pada banyak sekali gejala serta konduite yg ditunjukannya misalnya misalnya dalam tingkat kematangannya, latar belakang sosial yang tidak sinkron, motivasi yang berbeda, taraf kesadaran pada bertanggungjawab, dan lain sebagainya. Konsekwensi menggunakan adanya disparitas-disparitas tersebut adalah kepala sekolah di pada melaksanakan tugas mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yang berkaitan menggunakan perilaku bathin serta tabiat insan, (dua) nilai moral yang brkaitan dengan hal-hal ajaran baik serta jelek mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (tiga) nilai fisik hal-hal yg berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan insan secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan menggunakan kepekaan insan terhadap seni serta estetika, pula seharusnya dengan menggunakan cara atau pendekatan yang berbeda-beda terhadap setiap target didiknya, tidak mampu dilakukan dengan pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang sanggup dipakai oleh ketua sekolah terhadap kelompok sasaran dalam melaksanakan pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, dan pengajar-gurunya. Pertama dengan memakai pendekatan atau taktik persuasi. Persuasi yg dimaksudkan pada sini adalah mampu meyakinkan secara halus sehingga para siswa, staf pegawai administrasi dan pengajar-guru konfiden akan kebenaran, merasa perlu serta menduga krusial nilai-nilai yang terkandung pada nilai-nilai aspek mental, moral, fisik, serta estetika ke pada kehidupan mereka. Persuasi bisa dilakukan secara individu juga secara grup.

Kedua dengan pendekatan dan setrategi keteladanan, adalah hal yg patut, baik dan perlu untuk dicontoh yg disampaikan oleh kepala sekolah melalui perilaku, perbuatan, perilaku termasuk penampilan kerja serta penampilan fisik. 

Sudah tentunya ketua sekolah pada memakai pendekatan dan strategi persuasi serta keteladanan terhadap muridnya, staf pegawai, dan pengajar-pengajar tadi harus tetap berpijak dan menghormati kebiasaan-kebiasaan dan etika-etika yg berlaku dimasyarakat khususnya di global pendidikan. Secara lebih khusus bagaimana ketua sekolah seharusnya memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya harus memahami bahwa pengertian pendidikan tadi tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi jua adalah menjadi bimbingan, serta yang lebih penting juga merupakan bagaimana pada mengaplikasikannya proses bimbingan tadi. Tampaknya pada interaksi dengan pemaknaan terhadap bimbingan tadi tidak bisa dilepaskan berdasarkan pengertian pembimbingan yg dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dalam sistem among tersebut merupakan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat tersebut memiliki arti bahwa pendidikan wajib bisa memberi model, wajib bisa memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis Kosasi, 1999). Sebagai ketua sekolah wajib bisa membentuk dan menum-buhkan kodisi yg aman yang dapat memberi dan membiarkan anak didiknya menuruti talenta dan kondratnya ad interim ketua sekolah memperhatikannya, dan mem-pengaruhinya pada arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti pada bersikap memilih ke arah pembentukan kemana murid mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

Kepala sekolah menjadi seorang pemimpin pada sekolah harus bersikap positif terha-dap guru-pengajar dan pegawai administrasi lainnya pada melaksanakan tugasnya untuk pencapai tujuan sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu buat bisa kerjasama, mam-pu buat memberi arahan, serta memberi petunjuk, kepala sekolah diperlukan jua bisa mendapat banyak sekali tambahkan, serta kritik dari guru-pengajar. Kepala sekolah jua bisa membina, mendidik, melatih seluruh pengajar dan pesonil sinkron dengan bidang tugasnya masing-masing dalam bisnis tambahan pengetahuan keterampilan dan pengalaman juga perubahan sikap yang lebih positif terhadap pelakasanaan tugas.

PENGERTIAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PAUDNI

Filosofi
Belajar sepanjang hayat (life long learning) adalah prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal dan informal. Belajar sepanjang hayat berasumsi bahwa proses belajar terjadi seumur hayati walaupun menggunakan cara yg tidak selaras dan proses yg berbeda. Khususnya pada anak usia dini lingkungan selalu berpengaruh terhadap perkembangan anak, khususnya dalam anak mini .
Kondisi lingkungan dapat terjadi anak mengalami hambatan pada perkembangannya atau bahkan mengalami penyimpangan perkembangan, baik pada aspek kognitif, emosi, sosial, spiritual juga fisik. Karenanya pendidik/pengajar serta orangtua dituntut buat bisa tahu syarat anak serta memberikan perlakuan spesifik dalam anak agar tidak muncul syok yg berkepanjangan.
Dalam syarat misalnya ini stimulasi yg diberikan dalam anak wajib sangat hati-hati. Artinya acara harus memperhatikan syarat psikologis anak baik buat tujuan stimulasi, saat stimulasi, aspek yang distimulasi maupun media yang akan digunakan untuk menstimulasi. Uraian di atas menguatkan pendapat bahwa pendidikan dan stimulasi anak seharusnya dilakukan secara utuh dan keseluruhan.
Konsep ini berdasarkan dalam pandangan bahwa setiap pendidik anak wajib memperhatikan tumbuh kembang serta kebutuhan anak, situasi dan latar belakang anak dan ada kolaborasi yg kondusif antar aneka macam instansi terkait.
Pengertian Holistik mengandung arti seluruh sistem yang melengkapi proses tumbuh kembang anak, berpusat serta terintegrasi pada PAUD yg berorientasi buat kepentingan terbaik bagi anak. Anak tumbuh serta berkembang dalam suatu proses yg komplek, dinamis, dalam lingkungan dimana anak secara aktif berinteraksi menggunakan lingkungan yg terjadi secara sistematik konstektual.
Pendidikan anak usia dini menjadi awal dari perkembangan seorang insan menempati fase primer. Pada masa ini disebut menjadi golden age serta penanganannya memerlukan taktik, metode, serta program yg sistematis dan kontinyu.
Pendidikan ini akan memberi landasaan awal anak buat mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan di masa golden age serta menginternalisasikan serta membiasakan karakter bangsa yg akan dipakai menjadi kemampuan serta perilaku yg berkarakter buat memasuki taraf pendidikan selanjutnya.
Pengembangan (pemberdayaan serta tumbuh–kembangkan) langsung bukannya pembentukan langsung, jadi tidak menciptakan kepribadian baru dan mengganti bakat dasar anak ( Prof.dr. Retno S. Sudibyo, M.sc. Apt, )
Layanan pendidikan nonformal serta informal bertujuan buat mendapatkan layanan pendidikan yang nir diperoleh menurut pendidikan formal, mengatasi dari kemunduran pendidikan sebelumnya, untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru, meningkatkan keahlian, menyebarkan kepribadian atau buat beberapa tujuan lainnya (Cropley, 1972).
Dengan pemaknaan seperti itu maka eksistensi pendidikan nonformal serta informal bisa memainkan peran sebagai pengganti (substitute), pelengkap (complement), dan/atau penambah (suplement), dan yg diselenggarakan pendidikan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan dikeluarga serta di lingkungan yg berbentuk aktivitas belajar secara berdikari.
Filosofi tersebut di atas, telah menempatkan PAUDNI pada posisi strategis dalam keseluruhan sistem pendidikan nasional. Filosofi tersebut menjadikan PAUD memiliki karakteristik tersendiri yang unik dan spesifik sehingga sangat berbeda dengan karakteristik pendidikan formal.
Keunikan PAUDNI tadi bisa disimak berdasarkan penjelasan Sudjana (2000) yg mengidentifikasi ciri pendidikan nonformal berdasarkan lima lima perspektif yakni: pertama, ditinjau menurut tujuannya, pendidikan nonformal bersifat jangka pendek serta spesifik, dan kurang menekankan pada ijazah. Kedua, dilihat dari waktunya, relatif singkat, lebih menekankan pada masa kini serta menggunakan waktu nir terus menerus. Ketiga, dilihat menurut isi programnya, kurikulum berpusat dalam kepentingan masyarakat belajar, mengutamakan penerapan. Keempat, dipandang berdasarkan proses pembelajarannya, pendidikan nonformal dipusatkan di lingkungan rakyat, berkaitan dengan kehidupan warga belajar serta warga , dan kelima, ditinjau dari aspek pengendaliannya, dikendalikan secara beserta-sama oleh pelaksana acara dan masyarakat belajar, serta mengutamakan pendekatan demokratis.
 
Jenis dan Kondisi Sasaran PTK PAUDNI
Ruang lingkup yang menjadi sasaran program training dalam rangka peningkatan mutu PTK PAUDNI meliputi:
a. Pendidik PAUDNI
Pendidik PAUDNI merupakan anggota warga yang memiliki tugas serta wewenang pada merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pembinaan.
Pendidik pada PAUDNI ini mencakup:
Pamong Belajar, yaitu Pegawai Negeri Sipil yang berstatus menjadi energi fungsional serta diberi tugas, tanggung jawab, kewenangan, serta hak secara penuh oleh pejabat yg berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, pengembangan model pembelajaran serta penilaian output pembelajaran pendidikan nonformal serta informal.
Pendidik PAUD yaitu pendidik profesional menggunakan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi siswa pada satuan pendidikan anak usia dini.
Tutor Pendidikan Keaksaraan yaitu pendidik yang asal berdasarkan warga yg bertugas dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi proses pembelajaran pada pendidikan keaksaraan.
Fasilitator Desa Intensif (FDI), yaitu energi kontrak berpendidikan sarjana yang bertugas memberikan layanan PAUDNI yang merata serta berkualitas, terutama bagi rakyat yg bermukim di desa-desa menggunakan kategori terpencil serta tertinggal.
Instruktur kursus dan training yaitu pendidik yang direkrut sang lembaga kursus berdasarkan keahlian serta kompetensinya.
Pembina Pramuka, yaitu pendidik profesional dengan tugas utama merencanakan dan melaksanaan pelatihan pramuka pada satuan PAUDNI.
b. Tenaga Kependidikan PAUDNI
Tenaga kependidikan PAUDNI adalah anggota rakyat yang mengabdikan diri serta diangkat buat menunjang penyelenggaraan acara PAUDNI yang bertugas melaksanakan administrasi pengelolaan, pengembangan, pengawasan serta pelayanan teknis buat menunjang proses pendidikan pada satuan PAUDNI.
Tenaga Kependidikan PAUDNI mencakup:
Penilik, yaitu Pegawai Negeri Sipil yg berstatus menjadi energi fungsional yg diberi tugas, tanggung jawab, kewenangan, serta hak secara penuh sang pejabat yg berwenang untuk melakukan pengendalian mutu serta evaluasi impak program PAUDNI.
Tenaga Lapangan Dikmas (TLD), yaitu tenaga yg berstatus menjadi tenaga kontrak menggunakan latar pendidikan sarjana, yang bertugas mendukung penyelenggaraan acara PAUDNI pada kabupaten/kota.
Pengelola/Penyelenggara Satuan PAUDNI, yaitu tenaga yang melakukan pengorganisasian aktivitas pada suatu grup eksklusif guna menyelenggarakan satu atau beberapa program PAUDNI.
Tenaga Administrasi, yaitu energi yang diberi tugas serta wewenang menyelenggarakan tertib administratif dalam satuan PAUDNI.
Tenaga Perpustakaan/Pustakawan, yaitu tenaga yg diberi tugas dan wewenang menyelenggarakan/mengelola dan memberikan pelayanan pada lembaga/unit perpustakaan/taman bacaan masyarakat.
Nara Sumber Teknis, yaitu tenaga yg mempunyai kompetensi dan sertifikasi dalam bidang keterampilan eksklusif, serta dilibatkan dalam upaya peningkatan kemampuan target acara PAUDNI pada satuan pendidikan.
Laboran yaitu energi yg diberi tugas dan kewenangan untuk mengelola laboratorium praktik pada satuan PAUDNI.
Source: //paudni.kemdikbud.go.id/

PENGERTIAN TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

Pengertian Tenaga Kependidikan Profesional 
Tenaga kependidikan pada beberapa kepustakaan diklaim dengan nama atau istilah yang bhineka. Sutisna (1983) menyebut menggunakan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan kata sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut dengan kata ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan kata personel, kemudian Makmun (1996) menyebut dengan kata tenaga kependidikan, sedangkan bila melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan pada Indonesia, dan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya menggunakan kata tenaga kependidikan. 

Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan energi kependidikan tersebut secara konseptual serta teoritik semuanya memang benar dalam arti bisa diterima, lebih-lebih istilah energi kependidikan yg memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 sepertinya akan lebih sempurna. Tetapi perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga dikenal serta dipakai istilah secara lebih umum, yaitu istilah asal daya manusia. Kemudian pada kaitannya menggunakan goresan pena di buku ini, maka istilah yg dipakai barangkali serta sanggup jadi kata-istilah tadi akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.

Persoalannya yang timbul serta perlu dibahas adalah siapakah yg dimaksud menggunakan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan generik Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (lima) tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yg mengabdikan diri serta diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut pula dijelaskan pendidik merupakan energi kependidikan yg berkualifikasi sebagai pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yg sinkron menggunakan kekhususannya, dan partisipasi pada menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan dalam bunyi pasal 1 (5) serta (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga kependidikan tadi merupakan memiliki makna serta cakupan yg jauh lebih luas menurut pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk menggunakan energi kependidikan tadi di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, serta fasilitator, merupakan jua termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, penguji serta yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya insan atau tenaga kependidikan tersebut krusial buat dibahas pada kajian ini karena sangat berguna tidak saja buat kepentingan pada pengembangan keilmuan atau pada bidang teoritik akademik, tetapi yg lebih penting merupakan buat kepentingan mudah pada rangka dapat mengkontribusi aplikasi pengembangan tenaga kependidikan khususnya ketua sekolah yang dipercaya ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tadi dalam segala fungsi serta perannya sangat krusial bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk pada bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya insan yg dilandasi sang suatu persepsi, kajian teori yg galat, serta keliru, yg dijadikan dasar pada mengelola seluruh faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tadi tidak akan menjadi signifikan serta determinan pada mencapai tujuan pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang agak tidak sinkron dengan mengelola material yg berupa mesin-mesin atau teknologi yg canggih dimana mesin-mesin tadi walaupun jua memilih keberhasilan suatu organisasi, namun mesin-mesin tadi tidak akan bisa mengeluh, nir sanggup melawan perintah, nir akan mangkir dalam melaksanakan tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, nir akan terlibat pada permasalahan-pertarungan seperti manusia, nir akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan negatif yg lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penerangan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yg determinan serta menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya insan atau tenaga kependidikan yg mempunyai kualitas kemampuan yg profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yg dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja serta jasa para lulusan pada pembangunan, yang dalam gilirannya lalu akan berpengaruh dalam kualitas peradaban serta martabat hayati warga , bangsa, dan umat insan dalam umumnya. Demikian juga buat lebih dapat tahu kajian mengenai profesi kependidikan ini secara konseptual serta teoritik, lebih empirik dan simpel, maka kajiannya akan difokuskan pada energi kependidikan tetentu saja, khususnya kepala sekolah saja, lantaran jabatan kepala sekolah tersebut adalah adalah pengembangan jabatan dari guru. Kepala sekolah menjadi jabatan atau tugas tambahan berdasarkan guru cukup menarik buat dibahas lantaran di dalam diri ketua sekolah tersebut di samping berfungsi menjadi pendidik jua disebutkan berfungsi menjadi manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator dan mativator, sebagai akibatnya jabatan ketua sekolah tersebut seringkali diakronimkan sebagai Emaslim. Dengan mengkhu-suskan penekanan kajiannya pada kepala sekolah pula akan lebih mudah dalam memberikan berbagai ilustrasi, model-contoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. 

Jenis-jenis serta Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian energi kependidikan sudah bisa dimengerti secara jelas yg dimaksud dengan energi kependidikan tadi merupakan anggota warga yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan misalnya guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, dan fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, kepala, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi pula termasuk semua pengelola yayasan dalam forum-forum pendidikan swasta, serta semua pengambil kebijakan di birokrasi serta stafnya di taraf pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat keca-matan, serta pada taraf desa.

Kalau masalah jenis-jenis tenaga kependidikan serta tenaga pendidikan sudah tampak pada pembahasan teruraikan menggunakan sedikit lebih kentara, yang menjadi duduk perkara lebih lanjut merupakan masalah bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan kepala sekolah tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi energi kependidikan tersebut dapat dibedakan sebagai tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi. 1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas berdasarkan masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, menggunakan penjelasannya yg lebih difokuskan pada kualifikasi energi kependidikan khususnya ketua sekolah. 

Kualifikasi tenaga pendidik merupakan energi kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya secara langsung menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Sesungguhnya pada interaksi ini alam sudah melibatkan seluruh orang yang melaksanakan tugas pelayanan tadi termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada sentra-pusat atau balai pembinaan serta kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada aneka macam perkumpulan atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yg melatih dan membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz serta pembina di pondok pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian pada surau serta langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh acara serta mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, kitab pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan pada bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yg diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tadi bisa secara tatap muka secara langsung pada kelas atau melalui TV, sistem belajar jeda jauh, secara korespondensi, dan aneka macam bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik energi pendidik tadi adalah diatur sang undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, bila diperhatikan pasal 9 undang-undang pengajar bisa diketahui bahwa kualifikasi akademik seseorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu jikalau diperhatikan pasal 42 (dua) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seseorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan sang perguruan tinggi. Demikian jua dalam PP No. 19 tahun 2005 pada pasal 29 (dua) disebutkan bahwa pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian pada pasal yg sama ayat tiganya disebutkan bahwa pengajar Sekolah Menengah pertama/MTs/ SMPLB wajib berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yg sinkron dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari suara ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang serta peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi pengajar misalnya menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Tetapi demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan masih ada pada undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut serta disenergikan bisa disimpulkan bahwa buat sebagai pengajar pada Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 berdasarkan program studi yang relevan, misalnya buat menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang buat bisa diangkat sebagai pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika Sekolah Menengah pertama/MTS/ SMPLB atau SMA/MA/Sekolah Menengah Kejuruan/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya mempertinggi kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). 

Kualifikasi energi manajemen kependidikan, merupakan energi kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara nir pribadi pada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam seluruh jenjang tataran sistem pendidikan mulai taraf struktural sentra, regional atau wilayah, hingga dalam taraf operasional. Sehubungan fungsi energi manajemen tersebut, maka yang sanggup dimasukkan menjadi tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural berdasarkan taraf sentra sampai taraf operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para ketua sekolah, penilik serta pengawas, penilai serta penguji pendidikan, para penghasil kebijakan atau keputusan. 

Kualifikasi energi penunjang teknis kependidikan, adalah energi kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya menyiapkan kelengkapan wahana dan fasilitas teknis kependidikan berikut menaruh pelayanan teknis pemanfaatannya pada menjamin kelangsungan serta kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi energi penunjang teknis yg dimaksudkan merupakan meliputi misalnya teknisi asal belajar di bengkel atau workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi asal belajar pada studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya mengadakan dan menyiapkan wahana serta prasarana kependidikan serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak energi manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan sesuai menggunakan kepentingannya. Siapa yg dimaksudkan menggunakan energi penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat diklaim misalnya energi admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi energi peneliti, pengembang, dan konsultan kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya nir terlibat secara pribadi pada teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, serta kepada energi penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan berbagai perangkat liputan serta data yang relevan dan bisa dipertanggung jawabkan dan memberikan jasa pelayanan informal serta konsultansi kepada semua pihak yg berkepentingan menggunakan kependidikan, khususnya mereka yg bertugas serta bertang-gunjawab serta terlibat menggunakan penyelengaraan, pengelolaan serta pembuatan keputusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada seluruh jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yg menangani bidang kependidikan mempunyai aneka macam pusat penelitian, banyak sekali pusat pengembangan, juga banyak sekali pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan dalam uraian tentang banyak sekali jenis kualifikasi energi kependidikan tersebut kentara kepala sekolah merupakan termasuk tenaga kependidikan yg memiliki kualifikasi menjadi tenaga manajemen pendidik, lantaran secara fungsional melakukan layanan secara tidak eksklusif kepada tenaga teknis kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi serta menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada tingkat persekolahan. Sehingga di pada Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, buat bisa seseorang pengajar diberikan tugas tambahan menjadi ketua sekolah merupakan seseorang pengajar apabila telah memenuhi persyaratan kualifikasi secara umum, dan kualifikasi spesifik kepala sekolah. Persyaratan kualifikasi umum yg dimaksudkan adalah sebagai berikut: (a) mempunyai kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) dalam saat diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c) memiliki penga-page mengajar sekuarang-kurangnya lima tahun dari jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak/RA) memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya 3 tahun pada TK/RA, dan (d) memiliki pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan dengan kepangkatan yg dimuntahkan oleh yayasan atau lembaga yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang wajib dipenuhi sang seseorang pengajar buat dapat diangkat menjadi kepala sekolah tadi sangan tergantung dalam jenis dan jenjang persekolahan tadi, maka barangkali menjadi model bisa dikutifkan persyaratan kualifikasi spesifik Kepala SMA/Madrsah Aliyah (SMA/MA) merupakan menjadi berikut: (1) bersetatus menjadi guru Sekolah Menengah Atas/MA, (2) mempunyai sertifikat pendidik menjadi pengajar SMA/MA, serta (tiga) memiliki sertifikat kepla sekolah SMA/MA yg diterbitkan sang lembaga yg ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan ketua sekolah adalah tugas tambahan menurut pengajar, maka secara fungsional tugas ketua sekolah masih tetap sebagai energi kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara eksklusif juga menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada siswa, serta sebagai energi manajemen pendidikan melakukan layanan secara tidak eksklusif kepada energi teknis kependidikan, merancang serta merencanakan, mengorganisasikan serta menaruh pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam tingkat persekolahan. Jadi dalam jabatan ketua sekolah tersebut termasuk 2 kualifikasi yaitu menjadi kualifikasi energi manajemen pendidikan serta energi pendidik. Untuk kepala sekolah sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan ketua sekolah akan dibahas secara lebih teoritikal, lebih dalam, serta lebih luas dalam pembahasan bab-bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah menjadi kualifikasi tenaga pendidik akan dibahas pada uraian selanjutnya.

Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di pada uraian tentang jenis serta kualifikasi tenaga kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah adalah jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik juga fungsional ketua sekolah pula disebutkan termasuk energi pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai Sistem pendidikan Nasional pada pasal 39 (2) berbunyi pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai output pembelajaran, melakukan pembim-bingan serta pembinaan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidik dalam perguruan tinggi. Kemudian pada Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Pengajar dan Dosen pada pasal 1 (1) berbunyi guru merupakan pendidik professional dengan tugas primer mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi kepala sekolah menjadi tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka kepala sekolah pula melaksanakan tugas menjadi pendidik, yaitu mendidik. Mendidik berdasarkan Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan tentang akhlak dan kecer-dasan pikiran sebagai akibatnya pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan sikap serta tata laku seorang atau sekelompok orang pada usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Demikian pula pada perkembangan selanjutnya kata pendidikan dipersamakan dengan istilah-kata pedagogi. 

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut menaruh tanda bahwa proses pendidikan pada samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, bisa pula diselenggarakan pada luar sekolah, yaitu famili serta masyarakat. Lebih jauh bisa pula dipahami bahwa seseorang pendidik tersebut harus benar-benar mengetahui teori-teori serta metode pada pendidikan tersebut. Kepala sekolah sebagai seseorang pendidik harus sanggup menanamkan, memajukan dan menaikkan paling tidak empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin dan watak manusia, (dua) nilai moral yang berkaitan dengan hal-hal ajaran baik dan buruk tentang perbuatan, perilaku serta kewajiban atu moral yg diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan insan terhadap seni dan keindahan. 

Kepala sekolah sebagai pendidik juga wajib memperhatikan dua perseteruan utama, yaitu pertama adalah sasarannya, serta yg ke 2 adalah cara dalam melaksanakan kiprahnya menjadi pendidik. 

Ada tiga grup yg menjadi sasaran dari kepala sekolah pada melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama adalah siswa atau murid, yang kedua merupakan pegawai administrasi, serta yang ketiga merupakan pengajar-pengajar. Ketiga grup ini sebagai sasaran dalam pendidikan yg dilakukan sang kepala sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara kelompok yang satu menggunakan kelompok yg lainnya mempunyai perbedaan-perbedaan yg sangat prinsip, yg secara generik dapat ditinjau dalam aneka macam tanda-tanda serta konduite yang ditunjukannya misalnya misalnya pada taraf kematangannya, latar belakang sosial yang berbeda, motivasi yang berbeda, tingkat pencerahan pada bertanggungjawab, serta lain sebagainya. Konsekwensi menggunakan adanya perbedaan-perbedaan tersebut merupakan ketua sekolah pada dalam melaksanakan tugas mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin dan watak insan, (2) nilai moral yg brkaitan menggunakan hal-hal ajaran baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yg diartikan menjadi ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (tiga) nilai fisik hal-hal yg berkaitan menggunakan syarat jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yg berkaitan menggunakan kepekaan insan terhadap seni dan keindahan, juga seharusnya menggunakan memakai cara atau pendekatan yang bhineka terhadap setiap sasaran didiknya, tidak mampu dilakukan menggunakan pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang sanggup dipakai sang ketua sekolah terhadap grup target pada melaksanakan pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, serta pengajar-gurunya. Pertama dengan menggunakan pendekatan atau taktik persuasi. Persuasi yg dimaksudkan di sini adalah bisa meyakinkan secara halus sebagai akibatnya para siswa, staf pegawai administrasi dan guru-pengajar yakin akan kebenaran, merasa perlu dan menduga krusial nilai-nilai yg terkandung dalam nilai-nilai aspek mental, moral, fisik, serta keindahan ke dalam kehidupan mereka. Persuasi dapat dilakukan secara individu maupun secara gerombolan .

Kedua menggunakan pendekatan dan setrategi keteladanan, merupakan hal yg patut, baik serta perlu untuk dicontoh yg disampaikan oleh kepala sekolah melalui sikap, perbuatan, konduite termasuk penampilan kerja serta penampilan fisik. 

Sudah tentunya kepala sekolah dalam menggunakan pendekatan serta strategi persuasi dan keteladanan terhadap muridnya, staf pegawai, serta pengajar-pengajar tersebut harus permanen berpijak serta menghormati norma-kebiasaan dan etika-etika yang berlaku dimasyarakat khususnya di global pendidikan. Secara lebih spesifik bagaimana ketua sekolah seharusnya memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya wajib tahu bahwa pengertian pendidikan tadi tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi pula adalah menjadi bimbingan, dan yang lebih krusial jua adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya proses bimbingan tersebut. Tampaknya dalam interaksi dengan pemaknaan terhadap bimbingan tersebut tidak bisa dilepaskan menurut pengertian pembimbingan yang dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara pada sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang populer pada sistem among tadi adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, serta tut wuri handayani. Ketiga kalimat tadi memiliki arti bahwa pendidikan harus bisa memberi model, harus bisa menaruh dampak, serta harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis Kosasi, 1999). Sebagai ketua sekolah harus mampu membentuk serta menum-buhkan kodisi yg aman yg bisa memberi serta membiarkan anak didiknya menuruti talenta serta kondratnya ad interim ketua sekolah memperhatikannya, serta mem-pengaruhinya pada arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti dalam bersikap menentukan ke arah pembentukan kemana anak didik mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

Kepala sekolah menjadi seorang pemimpin di sekolah harus bersikap positif terha-dap guru-guru dan pegawai administrasi lainnya dalam melaksanakan tugasnya buat pencapai tujuan sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu buat bisa kerjasama, mam-pu buat memberi arahan, dan memberi petunjuk, ketua sekolah diperlukan juga bisa menerima aneka macam tambahkan, serta kritik berdasarkan pengajar-guru. Kepala sekolah pula bisa membina, mendidik, melatih seluruh pengajar serta pesonil sinkron dengan bidang tugasnya masing-masing pada bisnis tambahan pengetahuan keterampilan serta pengalaman juga perubahan sikap yg lebih positif terhadap pelakasanaan tugas.

PENGERTIAN KOMPETENSI GURU

Pengertian Kompetensi Pengajar 
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang pengajar serta dosen akan memiliki impak yg sangat besar buat dunia pendidikan Indonesia. Sasaran utamanya adalah peningkatan mutu pendidikan, peningkatan mutu pendidikan dibangun berdasarkan banyak sekali aspek, Guru merupakan merupakan galat satu faktor yg memilih buat mencapai tujuan peningkatan kualitas tadi.

Keinginan bertenaga pemerintah memperbaiki mutu pendidikan nir hanya ditunjukan dengan undang-undang saja melainkan penyiapan aturan buat kesejahteraan pengajar dan dosen, berbagai acara serta pembinaan guru dan investasi jangka panjang dengan menyediakan, membentuk dan memperbaiki sarana prasarana pendidikan.

Guru yang semula adalah jabatan, melalui Undang-undang ini ditingkatkan menjadi Profesi, merupakan seorang belum mampu dinyatakan menjadi guru apabila belum memenuhi beberapa persyaratan syarat-kondisi tersebut merupakan:

Guru harus mempunyai:
1. Kualifikasi akademik
Kualifikasi adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yg wajib dimiliki oleh pengajar sesuai menggunakan jenis, jenjang, serta satuan pendidikan formal pada tempat penugasan. Kualifikasi akademik ditunjukkan dengan ijazah yg merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi pengajar buat melaksanakan tugas menjadi pendidik dalam jenjang, jenis, serta satuan pendidikan atau mata pelajaran yg diajarkannya sinkron baku nasional pendidikan, yaitu: 
a) Untuk guru pada pendidikan usia dini, memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan dini atau psikologi.
b) Untuk guru dalam pendidikan SD/MI, mempunyai kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi pada bidang pendidikan Sekolah Dasar/MI, kependidikan lain atau psikologi. 
c) Untuk pengajar pada pendidikan Sekolah Menengah pertama/MTs. Atau bentuk lain yang sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi menggunakan acara pendidikan yg sesuai menggunakan mata pelajaran yg diajarkan. 
d) Untuk guru dalam pendidikan SMA/MA atau bentuk lain yg sederajat mempunyai kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi pada bidang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. 
e) Untuk guru dalam pendidikan SDLB/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) menggunakan latar belakang pendidikan tinggi dengan acara pendidikan spesifik atau sarjana yang sinkron menggunakan mata pelajaran yg diajarkan. 
f) Untuk pengajar dalam pendidikan MAK/Sekolah Menengah Kejuruan atau bentuk lain yg sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yg sesuai menggunakan mata pelajaran yang diajarkan.

2. Kompetensi
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh pengajar dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan ditampilkan melalui unjuk kerja. Mentri Pendidikan Nasional melalui keputusannya angka 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas serta penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Sehingga komptensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan serta sikap yang terwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab pada melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Menurut Undang-undang angka 14 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 serta peraturan pemerintah angka 74 tahun 2008 tentang guru disebutkan bahwa kompetensi guru mencakup komptensi personal, komptensi paedagogik, kompetensi professional, serta kompetensi sosial.

3. Sertifikat pendidik
Sertifikat pendidik diperoleh guru melalui program tunjangan profesi pengajar. Program sertifikasi pengajar merupakan program yg berisi proses hadiah sertifikat pendidik buat guru. Guru yg telah mengikuti serta dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat guru sebagai energi professional. Secara garis besar program tunjangan profesi guru dibedakan sebagai:
a. Program tunjangan profesi buat pengajar yg telah terdapat (pengajar pada jabatan)
b. Program tunjangan profesi buat calon guru.

4. Sehat jasmani serta rohani
Seorang guru dikatakan sehat jasmani dan rohani selesainya yang bersangkutan mengikuti mekanisme uji kesehatan serta dinyatakan dengan surat warta berdasarkan dokter.

5. Kemampuan buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Seperti telah diamanatkan dalam Undang-undang angka 14 tahun 2005 bahwa pengajar memiliki peran serta kedudukan yg strategis pada pembangunan nasional di bidang pendidikan, sang karenanya profesi keguruan perlu dikembangkan sebagai profesi yg bermartabat. Sebagai energi professional, guru dituntut sanggup melaksanakan pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik supaya sebagai manusia yang bertakwa pada Tuhan yg Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan menjadi masyarakat Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sebagai kompensasi dari tuntutan tersebut maka pemerintah menaruh aturan lebih buat kesejahteraan dan perlindungan profesionalisme pengajar. Guru yang profesional harus mempunyai kompetensi. Peraturan pemerintah angka 74 tahun 2008 tentang guru menyebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, serta perilaku yg wajib dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan sang Guru pada melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru bersifat holistic. Dan kompetensi yang harus dimiliki sang pengajar mencakup kompetensi pedagogik, profesional, sosial serta personal. 

1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemapuan guru pada pengelolaan pembelajaran siswa yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. Pemahaman terhadap siswa;
c. Pengembangan kurikulum atau silabus;
d. Perancangan pembelajaran;
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik serta dialogis;
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. Evaluasi hasil belajar; dan
h. Pengembangan peserta didik buat mengaktualisasikan.

Secara rinci masing-masing subkompetensi dijabarkan menjadi indikator-indikator esensial menjadi berikut:
Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam mempunyai indikator esensial tahu peserta didik menggunakan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, tahu peserta didik menggunakan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal siswa.

Subkompetensi merancang pembelajaran, didalamnya termasuk tahu landasan pendidikan buat kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki beberapa indikator, diantaranya merupakan memahami landasan kependidikan, menerapakan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran menurut karakteristik peserta didik, kompetensi yg ingin dicapai menurut bahan ajar, dan menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan stategi yang dipilih.

Subkompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki indikator menata latar (setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. 

Subkompetensi merancang dan melaksanakan penilaian pembelajaran memiliki indikator merancang dan melaksanakan penilaian proses serta output belajar secara berkesinambungan menggunakan banyak sekali metode, menganalisis output penilaian proses serta output buat menentukan taraf ketuntasan belajar, dan memanfaatkan output evaluasi pembelajaran buat perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

Subkompetensi berbagi peserta didik buat mengaktualisasikan aneka macam potensinya mempunyai indikator memfasilitasi siswa buat pengembangan aneka macam potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik buat membuatkan berbagai potensi non-akademik.

Kompetensi Pedagogik adalah keliru satu jenis kompetensi yg absolut perlu dikuasai pengajar. Kompetensi Pedagogik dalam dasarnya merupakan kemampuan pengajar dalam mengelola pembelajaran siswa. Kompetensi Pedagogik adalah kompetensi khas, yg akan membedakan guru menggunakan profesi lainnya dan akan menentukan taraf keberhasilan proses serta output pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi ini tidak diperoleh secara datang-datang tetapi melalui upaya belajar secara terus menerus serta sistematis, baik pada masa pra jabatan (pendidikan calon pengajar) juga selama dalam jabatan, yang didukung sang talenta, minat serta potensi keguruan lainnya menurut masing-masing individu yang bersangkutan.

Berkaitan dengan aktivitas Penilaian Kinerja Guru masih ada 7 (tujuh) aspek serta 45 (empat puluh lima) indikator yg berkenaan dominasi kompetensi pedagogik. Berikut ini tersaji ketujuh aspek kompetensi pedagogik beserta indikatornya:

A. Menguasai karakteristik siswa. 
Guru bisa mencatat serta menggunakan fakta tentang ciri siswa untuk membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, serta latar belakang sosial budaya:
1. Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik pada kelasnya,
2. Guru memastikan bahwa semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama buat berpartisipasi aktif pada aktivitas pembelajaran,
3. Pengajar dapat mengatur kelas buat memberikan kesempatan belajar yg sama pada semua siswa menggunakan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang tidak sama,
4. Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan konduite peserta didik buat mencegah supaya konduite tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya,
5. Pengajar membantu mengembangkan potensi serta mengatasi kekurangan siswa,
6. Pengajar memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik eksklusif supaya bisa mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga siswa tersebut nir termarjinalkan (tersisihkan, diolok‐olok, minder, dsb).

B. Menguasasi teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik. 
Guru sanggup tetapkan banyak sekali pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yg mendidik secara kreatif sinkron dengan standar kompetensi pengajar. Guru sanggup menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka buat belajar:
1. Pengajar memberi kesempatan kepada siswa buat menguasai materi pembelajaran sinkron usia serta kemampuan belajarnya melalui pengaturan proses pembelajaran serta kegiatan yg bervariasi,
2. Guru selalu memastikan taraf pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran tertentu dan menyesuaikan kegiatan pembelajaran berikutnya dari tingkat pemahaman tersebut,
3. Guru bisa menyebutkan alasan aplikasi aktivitas/aktivitas yang dilakukannya, baik yg sinkron maupun yang tidak sinkron dengan planning, terkait keberhasilan pembelajaran,
4. Pengajar menggunakan aneka macam teknik buat memotiviasi kemauan belajar peserta didik,
5. Pengajar merencanakan kegiatan pembelajaran yang saling terkait satu sama lain, menggunakan memperhatikan tujuan pembelajaran maupun proses belajar peserta didik,
6. Pengajar memperhatikan respon siswa yang belum/kurang memahami materi pembelajaran yg diajarkan dan menggunakannya untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.

C. Pengembangan kurikulum. 
Guru bisa menyusun silabus sinkron menggunakan tujuan terpenting kurikulum dan menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan pembelajaran. Guru sanggup memilih, menyusun, serta menata materi pembelajaran yang sesuai menggunakan kebutuhan siswa:
1. Guru bisa menyusun silabus yg sinkron dengan kurikulum,
2. Guru merancang rencana pembelajaran yg sinkron menggunakan silabus buat membahas bahan ajar tertentu supaya peserta didik bisa mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan,
3. Guru mengikuti urutan materi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran,
4. Pengajar menentukan materi pembelajaran yang: (1) sinkron menggunakan tujuan pembelajaran, (dua) sempurna serta terkini, (3) sesuai menggunakan usia dan taraf kemampuan belajar siswa, (4) dapat dilaksanakan di kelas dan (5) sesuai dengan konteks kehidupan sehari‐hari siswa.

D. Kegiatan pembelajaran yang mendidik. 
Guru bisa menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran yg mendidik secara lengkap. Pengajar sanggup melaksanakan kegiatan pembelajaran yg sinkron dengan kebutuhan peserta didik. Guru bisa menyusun serta menggunakan berbagai materi pembelajaran dan sumber belajar sesuai menggunakan ciri siswa. Jika relevan, pengajar memanfaatkan teknologi kabar komunikasi (TIK) buat kepentingan pembelajaran:
1. Pengajar melaksanakan aktivitas pembelajaran sinkron dengan rancangan yg telah disusun secara lengkap dan pelaksanaan kegiatan tersebut menandakan bahwa guru mengerti tentang tujuannya,
2. Pengajar melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bertujuan buat membantu proses belajar peserta didik, bukan buat menguji sehingga menciptakan siswa merasa tertekan,
3. Guru mengkomunikasikan keterangan baru (misalnya materi tambahan) sesuai dengan usia serta taraf kemampuan belajar peserta didik,
4. Pengajar menyikapi kesalahan yg dilakukan siswa sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata‐mata kesalahan yang wajib dikoreksi. Misalnya: dengan mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang putusan bulat/nir putusan bulat menggunakan jawaban tadi, sebelum memberikan penjelasan mengenai jawaban yamg benar,
5. Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sinkron isi kurikulum serta mengkaitkannya menggunakan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik,
6. Pengajar melakukan kegiatan pembelajaran secara bervariasi menggunakan ketika yg relatif buat aktivitas pembelajaran yang sesuai menggunakan usia dan taraf kemampuan belajar serta mempertahankan perhatian siswa,
7. Pengajar mengelola kelas menggunakan efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar seluruh waktu peserta dapat termanfaatkan secara produktif,
8. Pengajar mampu audio‐visual (termasuk tik) buat mempertinggi motivasi belajar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menyesuaikan kegiatan pembelajaran yg dirancang dengan kondisi kelas,
9. Guru menaruh banyak kesempatan kepada peserta didik buat bertanya, mempraktekkan serta berinteraksi menggunakan siswa lain,
10. Guru mengatur aplikasi kegiatan pembelajaran secara sistematis buat membantu proses belajar siswa. Sebagaicontoh: pengajar menambah keterangan baru sesudah mengevaluasi pemahaman peserta didik terhadap materi sebelumnya, dan
11. Guru menggunakan indera bantu mengajar, serta/atau audio‐visual (termasuk tik) buat menaikkan motivasi belajar pesertadidik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

E. Pengembangan potensi siswa. 
Guru bisa menganalisis potensi pembelajaran setiap siswa serta mengidentifikasi pengembangan potensi siswa melalui program embelajaran yang mendukung murid mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, serta kreativitasnya hingga terdapat bukti jelas bahwa peserta didik mengaktualisasikan potensi mereka: 
1. Pengajar menganalisis output belajar berdasarkan segala bentuk penilaian terhadap setiap peserta didik untuk mengetahui tingkat kemajuan masing‐masing.
2. Pengajar merancang serta melaksanakan kegiatan pembelajaran yg mendorong peserta didik buat belajar sesuai dengan kecakapan serta pola belajar masing‐masing.
3. Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran buat memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis peserta didik.
4. Guru secara aktif membantu peserta didik pada proses pembelajaran dengan menaruh perhatian kepada setiap individu.
5. Guru dapat mengidentifikasi menggunakan sahih mengenai bakat, minat, potensi, dan kesulitan belajar masing-masing siswa.
6. Pengajar memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sinkron menggunakan cara belajarnya masing-masing.
7. Guru memusatkan perhatian pada hubungan menggunakan siswa dan mendorongnya buat memahami serta menggunakan liputan yang disampaikan.

F. Komunikasi dengan peserta didik. 
Guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik serta santun menggunakan siswa serta bersikap antusias dan positif. Pengajar sanggup memberikan respon yang lengkap dan relevan pada komentar atau pertanyaan siswa:
1. Guru memakai pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik, termasuk menaruh pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik buat menjawab menggunakan ide serta pengetahuan mereka.
2. Pengajar memberikan perhatian serta mendengarkan semua pertanyaan serta tanggapan siswa, tanpamenginterupsi, kecuali apabila diharapkan untuk membantu atau mengklarifikasi pertanyaan/tanggapan tersebut.
3. Guru menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, sahih, dan terkini, sesuai tujuan pembelajaran dan isi kurikulum, tanpa mempermalukannya.
4. Guru menyajikan aktivitas pembelajaran yg bisa menumbuhkan kerja sama yg baik antarpeserta didik.
5. Pengajar mendengarkan serta menaruh perhatian terhadap seluruh jawaban peserta didik baik yg benar juga yang dianggap keliru buat mengukur taraf pemahaman siswa.
6. Pengajar menaruh perhatian terhadap pertanyaan peserta didik dan meresponnya secara lengkap danrelevan buat menghilangkan kebingungan pada siswa.

G. Penilaian serta Evaluasi. 
Guru bisa menyelenggarakan evaluasi proses serta hasil belajar secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas efektivitas proses dan hasil belajar dan memakai informasi output penilaian dan penilaian buat merancang program remedial serta pengayaan. Pengajar sanggup menggunakan output analisis evaluasi pada proses pembelajarannya:
1. Guru menyusun indera evaluasi yang sinkron dengan tujuan pembelajaran buat mencapai kompetensi eksklusif seperti yg tertulis pada RPP.
2. Guru melaksanakan evaluasi menggunakan berbagai teknik serta jenis evaluasi, selain evaluasi formal yang dilaksanakan sekolah, dan mengumumkan output dan implikasinya pada siswa, mengenai tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran yg sudah serta akan dipelajari.
3. Guru menganalisis hasil evaluasi buat mengidentifikasi topik/kompetensi dasar yang sulit sebagai akibatnya diketahui kekuatan dan kelemahan masing‐masing peserta didik buat keperluan remedial dan pengayaan.
4. Guru memanfaatkan masukan berdasarkan peserta didik serta merefleksikannya buat menaikkan pembelajaran selanjutnya, serta dapat membuktikannya melalui catatan, jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, materi tambahan, dan sebagainya.
5. Guru memanfatkan hasil evaluasi sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.

2. Kompetensi Profesional;
Kompetensi profesional adalah kemampuan Pengajar dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta/atau seni serta budaya yang diampunya yg sekurang-kurangnya mencakup dominasi:
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai menggunakan baku isi acara satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau grup mata pelajaran yg akan diampu; dan
b. Konsep serta metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan acara satuan pendidikan, mata pelajaran, serta/atau gerombolan mata pelajaran yang akan diampu. 

Setiap subkompetensi tersebut diatas mempunyai indikator yg tidak sama. Subkompetensi menguasai subtansi keilmuan yg terkait dengan bidang studi memiliki indikator memahami materi yg ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menanungi atau koheren menggunakan materi ajar, memahahi interaksi konsep antar mata pelajaran terkait, serta menerapkan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 

Subkompetensi menguasi struktur dan metode keilmuan memiliki indikator menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis buat memperdalam pengetahuan /materi bidang studi secara profesional pada konteks secara global. 

3. Kompetensi Sosial 
Kemampuan pengajar dalam komunikasi secara efektif menggunakan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan warga . Diharapkan pengajar bisa berkomunikasi secara simpatik dan empatik menggunakan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, dan warga , serta mempunyai kontribusi terhadap perkembangan siswa, sekolah dan warga , serta bisa memanfaatkan teknologi berita serta komunikasi (ICT) buat berkomunikasi serta pengembangan diri.

Kompetensi sosial adalah kemampuan pengajar sebagai bagian dari warga yang sekurang-kurangnya mencakup kompetensi buat:
a. Berkomunikasi verbal, tulis, serta/atau isyarat secarasantun;
b. Menggunakan teknologi komunikasi serta informasisecara fungsional;
c. Bergaul secara efektif menggunakan siswa, sesamapendidik, energi kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali siswa;
d. Bergaul secara santun dengan rakyat sekitar dengan mengindahkan kebiasaan serta sistem nilaiyang berlaku; dan
e. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

4. Kompetensi Kepribadian (Personal)
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal pengajar yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, sebagai teladan bagi siswa serta berahlak mulia. Secara rinci subkompetensi terbebut dapat dijabarkan sebagai beikut:

Subkompetensi kepribadian yang mantap serta stabil mempunyai indikator bertindak sinkron menggunakan kebiasaan hokum, bertindak sinkron menggunakan kebiasaan sosial, bangga menjadi guru, dan mempunyai konsistensi pada bertindak sesuai menggunakan kebiasaan.

Subkompetensi kepribadian yang dewasa mempunyai indikator menampilkan kemandirian dalam bertindak menjadi pendidikan dan mempunyai etos kerja sebagai guru.

Subkompetensi kepribadian yang arif mempunyai indikator menampilkan tindakan yg didasarkan pada kemanfaatan siswa, sekolah dam masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. 

Subkompetensi kepribadian yg berwibawa mempunyai indikator memiliki prilaku yg berpenagaruh positip terhadap siswa dan mempunyai prilaku yang disegani.

Subkompetensi berakhlak mulia dan menjadi teladan memiliko indikator bertindak sesuai dengan kebiasaan religious (iman serta takwa, amanah, nrimo, suka menolong) dan mempunyai prilaku yang diteladani siswa.

Subkompetensi evaluasi diri serta pengembangan diri memiliki indikator mempunyai kemampuan buat berintrospeksi dan mampu membuatkan potensi diri secara maksimal .

Guru serta Kompetensi Sosial 
Keberhasilan pembelajaran pada siswa sangat ditentukan oleh guru, lantaran pengajar merupakan pemimpin pembelajaran, fasilitator, serta sekaligus merupakan sentra inisiatif pembelajaran. Itulah sebabnya, pengajar harus senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya. Guru perlu mempunyai baku profesi menggunakan menguasai materi serta strategi pembelajaran dan bisa mendorong siswanya buat belajar bersungguh-benar-benar. Selain standar profesi, guru perlu mempunyai standar menjadi berikut:
1. Standar intelektual: guru wajib mempunyai pengetahuan serta keterampilan yang memadai agar bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
2. Standar fisik: guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yg membahayakan diri, siswa dan lingkungannya.
3. Standar psikis: pengajar wajib sehat rohani, merupakan tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yang dapat mengganggu aplikasi tugas profesionalnya.
4. Standar mental: guru harus mempunyai mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki pengabdian yg tinggi dalam tugas serta jabatannya.
5. Standar moral: guru harus memiliki budi pekerti luhur serta perilaku moral yg tinggi.
6. Standar sosial: pengajar wajib mempunyai kemampuan buat berkomunikasi serta bergaul menggunakan rakyat lingkungannya.
7. Standar spiritual: guru wajib beriman pada Allah yg diwujudkan pada ibadah pada kehidupan sehari-hari.

Untuk bisa memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian aktivitas pendidikan dan pembelajaran, seseorang guru dituntut buat mempunyai kualifikasi eksklusif yang diklaim pula kompetensi. Yang dimaksud menggunakan kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan konduite yang wajib dimiliki, dihayati dan dikuasai sang pengajar atau dosen pada melaksanakan tugas keprofesionalan. Berarti kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yg diperoleh melalui pendidikan; kompetensi pengajar menunjuk pada performance serta perbuatan yang rasional buat memenuhi spesifikasi eksklusif pada dalam aplikasi tugas-tugas pendidikan.

Kompetensi bagi guru buat tujuan pendidikan secara umum berkaitan menggunakan empat aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini bukanlah suatu titik akhir berdasarkan suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).

Kompetensi paedagogik dan profesional mencakup dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, dan kemahiran buat melaksanakannya pada proses belajar mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan serta ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga pendidikan. Tetapi, kompetensi kepribadian serta sosial, yg meliputi etika, moral, darma, kemampuan sosial, dan spiritual adalah kristalisasi pengalaman dan pergaulan seseorang pengajar, yang terbentuk pada lingkungan keluarga, warga serta sekolah tempat melaksanakan tugas.

Pengembangan kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga resmi lantaran kualitas kompetensi ini ditempa dan dipengaruhi sang kondisi serta situasi rakyat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman pada tugas. Padahal, aneka macam lingkungan tadi tak jarang adalah “tempat yg bermasalah serta berpenyakit masyarakat”, misalnya hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, serta persaingan yang tidak sehat. Dalam lingkungan yang demikian, nilai-nilai yg telah diperoleh pada forum pendidikan, serta telah membangun karakter peserta didik “yg baik” bisa luntur sesudah berinteraksi menggunakan warga . Siaran televisi misalnya, sangat kuat pengaruhnya pada budaya dan gaya hayati anak-anak, remaja dan pemuda. Contoh konkritnya, acara “Smack Down” yg telah memakan banyak korban, bahkan korbannya adalah anak-anak yang masih duduk pada bangku sekolah sekolah dasar. Dengan demikian guru nir hanya dituntut buat menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yg tinggi serta wawasan yg luas terhadap dunia pendidikan, tetapi jua wajib mempunyai pemahaman yang mendalam mengenai hakikat insan, serta warga .

Kompetensi Sosial Seorang Guru 
Ada empat pilar pendidikan yg akan menciptakan insan semakin maju:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), adalah belajar itu wajib dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan namun harus ada pengertian yg dalam.
2. Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), sehabis kita tahu dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari kemudian kita melakukannya.
3. Learning to be (belajar sebagai seorang). Kita wajib mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hayati? Dengan demikian kita akan mampu mengendalikan diri serta mempunyai kepribadian buat mau dibentuk lebih baik lagi serta maju pada bidang pengetahuan.
4. Learning to live together (belajar hayati beserta). Sejak Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa insan nir dapat hayati sendiri tetapi saling membutuhkan seseorang menggunakan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu insan wajib hayati beserta, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai serta saling menghormati satu menggunakan yg lain.

Pada buah ke 4 pada atas, tampaklah bahwa kompetensi sosial mutlak dimiliki seseorang guru. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru menjadi bagian dari warga buat berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan rakyat kurang lebih (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat tiga buah d). Lantaran itu pengajar harus bisa berkomunikasi menggunakan baik secara verbal, tulisan, dan isyarat; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; berteman secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, energi kependidikan, orang tua/wali siswa; berteman secara santun dengan warga kurang lebih.

Memang guru wajib mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan praktek pendidikan, dan menguasai kurikulum dan metodologi pembelajaran. Namun sebagai anggota masyarakat, setiap pengajar wajib pintar bergaul menggunakan masyarakat. Untuk itu, beliau wajib menguasai psikologi sosial, mempunyai pengetahuan mengenai hubungan antar manusia, mempunyai keterampilan membina grup, keterampilan berafiliasi pada kelompok, dan menuntaskan tugas beserta pada gerombolan .

Sebagai individu yg bergerak dalam pendidikan serta juga sebagai anggota masyarakat, pengajar harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seseorang pendidik. Guru harus bisa digugu serta ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan pengajar sanggup dianggap buat dilaksanakan serta pola hidupnya mampu ditiru atau diteladani. Pengajar seringkali dijadikan panutan oleh masyarakat, buat itu pengajar harus mengenal nilai-nilai yg dianut dan berkembang di masyarakat loka melaksanakan tugas serta berdomisili.

Sebagai eksklusif yang hidup di tengah-tengah rakyat, pengajar perlu mempunyai kemampuan buat berbaur dengan masyarakat contohnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, serta kepemudaan. Keluwesan bergaul wajib dimiliki, sebab jika tidak, pergaulannya akan sebagai kaku serta menjadikan yang bersangkutan kurang sanggup diterima oleh masyarakat.

Bila pengajar memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani oleh para anak didik. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, siswa perlu diperkenalkan menggunakan kecerdasan sosial (social intelegence), supaya mereka mempunyai hati nurani, rasa perduli, empati serta simpati pada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya interaksi yg bertenaga menggunakan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, dan membuat karya buat membentuk orang lain. Mereka santun serta peduli sesama, amanah serta bersih pada berperilaku.

Sumber kecerdasan merupakan intelektual menjadi pengolah pengetahuan antara hati dan nalar manusia. Dari logika muncul kecerdasan intelektual serta kecerdasan bertindak yg memandu kecerdasan bicara dan kerja. Sedangkan dari hati muncul kecerdasan spiritual, emosional serta sosial.

Sosial inteligensi membangun manusia yg setia pada kebersamaan. Apabila terdapat satu warganya yg menderita adalah penderitaan bersama. Sebaliknya jika ada kebahagiaan sebagai/merupakan kebahagiaan semua warga . Dalam strata nasional, sosial intelegensi membimbing para pemimpin buat selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan warga .

Cara berbagi kecerdasan sosial pada lingkungan sekolah diantaranya: diskusi, hadap perkara, bermain kiprah, kunjungan pribadi ke masyarakat dan lingkungan sosial yang majemuk. Apabila kegiatan serta metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan bisa berbagi kecerdasan sosial bagi seluruh rakyat sekolah, sehingga mereka sebagai rakyat yg peduli terhadap syarat sosial warga dan ikut memecahkan berbagai konflik sosial yg dihadapi oleh rakyat.