PENGERTIAN KOMPETENSI GURU

Pengertian Kompetensi Pengajar 
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang pengajar serta dosen akan memiliki impak yg sangat besar buat dunia pendidikan Indonesia. Sasaran utamanya adalah peningkatan mutu pendidikan, peningkatan mutu pendidikan dibangun berdasarkan banyak sekali aspek, Guru merupakan merupakan galat satu faktor yg memilih buat mencapai tujuan peningkatan kualitas tadi.

Keinginan bertenaga pemerintah memperbaiki mutu pendidikan nir hanya ditunjukan dengan undang-undang saja melainkan penyiapan aturan buat kesejahteraan pengajar dan dosen, berbagai acara serta pembinaan guru dan investasi jangka panjang dengan menyediakan, membentuk dan memperbaiki sarana prasarana pendidikan.

Guru yang semula adalah jabatan, melalui Undang-undang ini ditingkatkan menjadi Profesi, merupakan seorang belum mampu dinyatakan menjadi guru apabila belum memenuhi beberapa persyaratan syarat-kondisi tersebut merupakan:

Guru harus mempunyai:
1. Kualifikasi akademik
Kualifikasi adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yg wajib dimiliki oleh pengajar sesuai menggunakan jenis, jenjang, serta satuan pendidikan formal pada tempat penugasan. Kualifikasi akademik ditunjukkan dengan ijazah yg merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi pengajar buat melaksanakan tugas menjadi pendidik dalam jenjang, jenis, serta satuan pendidikan atau mata pelajaran yg diajarkannya sinkron baku nasional pendidikan, yaitu: 
a) Untuk guru pada pendidikan usia dini, memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan dini atau psikologi.
b) Untuk guru dalam pendidikan SD/MI, mempunyai kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi pada bidang pendidikan Sekolah Dasar/MI, kependidikan lain atau psikologi. 
c) Untuk pengajar pada pendidikan Sekolah Menengah pertama/MTs. Atau bentuk lain yang sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi menggunakan acara pendidikan yg sesuai menggunakan mata pelajaran yg diajarkan. 
d) Untuk guru dalam pendidikan SMA/MA atau bentuk lain yg sederajat mempunyai kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi pada bidang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. 
e) Untuk guru dalam pendidikan SDLB/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) menggunakan latar belakang pendidikan tinggi dengan acara pendidikan spesifik atau sarjana yang sinkron menggunakan mata pelajaran yg diajarkan. 
f) Untuk pengajar dalam pendidikan MAK/Sekolah Menengah Kejuruan atau bentuk lain yg sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yg sesuai menggunakan mata pelajaran yang diajarkan.

2. Kompetensi
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh pengajar dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan ditampilkan melalui unjuk kerja. Mentri Pendidikan Nasional melalui keputusannya angka 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas serta penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Sehingga komptensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan serta sikap yang terwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab pada melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Menurut Undang-undang angka 14 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 serta peraturan pemerintah angka 74 tahun 2008 tentang guru disebutkan bahwa kompetensi guru mencakup komptensi personal, komptensi paedagogik, kompetensi professional, serta kompetensi sosial.

3. Sertifikat pendidik
Sertifikat pendidik diperoleh guru melalui program tunjangan profesi pengajar. Program sertifikasi pengajar merupakan program yg berisi proses hadiah sertifikat pendidik buat guru. Guru yg telah mengikuti serta dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat guru sebagai energi professional. Secara garis besar program tunjangan profesi guru dibedakan sebagai:
a. Program tunjangan profesi buat pengajar yg telah terdapat (pengajar pada jabatan)
b. Program tunjangan profesi buat calon guru.

4. Sehat jasmani serta rohani
Seorang guru dikatakan sehat jasmani dan rohani selesainya yang bersangkutan mengikuti mekanisme uji kesehatan serta dinyatakan dengan surat warta berdasarkan dokter.

5. Kemampuan buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Seperti telah diamanatkan dalam Undang-undang angka 14 tahun 2005 bahwa pengajar memiliki peran serta kedudukan yg strategis pada pembangunan nasional di bidang pendidikan, sang karenanya profesi keguruan perlu dikembangkan sebagai profesi yg bermartabat. Sebagai energi professional, guru dituntut sanggup melaksanakan pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik supaya sebagai manusia yang bertakwa pada Tuhan yg Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan menjadi masyarakat Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sebagai kompensasi dari tuntutan tersebut maka pemerintah menaruh aturan lebih buat kesejahteraan dan perlindungan profesionalisme pengajar. Guru yang profesional harus mempunyai kompetensi. Peraturan pemerintah angka 74 tahun 2008 tentang guru menyebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, serta perilaku yg wajib dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan sang Guru pada melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru bersifat holistic. Dan kompetensi yang harus dimiliki sang pengajar mencakup kompetensi pedagogik, profesional, sosial serta personal. 

1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemapuan guru pada pengelolaan pembelajaran siswa yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. Pemahaman terhadap siswa;
c. Pengembangan kurikulum atau silabus;
d. Perancangan pembelajaran;
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik serta dialogis;
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. Evaluasi hasil belajar; dan
h. Pengembangan peserta didik buat mengaktualisasikan.

Secara rinci masing-masing subkompetensi dijabarkan menjadi indikator-indikator esensial menjadi berikut:
Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam mempunyai indikator esensial tahu peserta didik menggunakan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, tahu peserta didik menggunakan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal siswa.

Subkompetensi merancang pembelajaran, didalamnya termasuk tahu landasan pendidikan buat kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki beberapa indikator, diantaranya merupakan memahami landasan kependidikan, menerapakan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran menurut karakteristik peserta didik, kompetensi yg ingin dicapai menurut bahan ajar, dan menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan stategi yang dipilih.

Subkompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki indikator menata latar (setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. 

Subkompetensi merancang dan melaksanakan penilaian pembelajaran memiliki indikator merancang dan melaksanakan penilaian proses serta output belajar secara berkesinambungan menggunakan banyak sekali metode, menganalisis output penilaian proses serta output buat menentukan taraf ketuntasan belajar, dan memanfaatkan output evaluasi pembelajaran buat perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

Subkompetensi berbagi peserta didik buat mengaktualisasikan aneka macam potensinya mempunyai indikator memfasilitasi siswa buat pengembangan aneka macam potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik buat membuatkan berbagai potensi non-akademik.

Kompetensi Pedagogik adalah keliru satu jenis kompetensi yg absolut perlu dikuasai pengajar. Kompetensi Pedagogik dalam dasarnya merupakan kemampuan pengajar dalam mengelola pembelajaran siswa. Kompetensi Pedagogik adalah kompetensi khas, yg akan membedakan guru menggunakan profesi lainnya dan akan menentukan taraf keberhasilan proses serta output pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi ini tidak diperoleh secara datang-datang tetapi melalui upaya belajar secara terus menerus serta sistematis, baik pada masa pra jabatan (pendidikan calon pengajar) juga selama dalam jabatan, yang didukung sang talenta, minat serta potensi keguruan lainnya menurut masing-masing individu yang bersangkutan.

Berkaitan dengan aktivitas Penilaian Kinerja Guru masih ada 7 (tujuh) aspek serta 45 (empat puluh lima) indikator yg berkenaan dominasi kompetensi pedagogik. Berikut ini tersaji ketujuh aspek kompetensi pedagogik beserta indikatornya:

A. Menguasai karakteristik siswa. 
Guru bisa mencatat serta menggunakan fakta tentang ciri siswa untuk membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, serta latar belakang sosial budaya:
1. Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik pada kelasnya,
2. Guru memastikan bahwa semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama buat berpartisipasi aktif pada aktivitas pembelajaran,
3. Pengajar dapat mengatur kelas buat memberikan kesempatan belajar yg sama pada semua siswa menggunakan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang tidak sama,
4. Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan konduite peserta didik buat mencegah supaya konduite tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya,
5. Pengajar membantu mengembangkan potensi serta mengatasi kekurangan siswa,
6. Pengajar memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik eksklusif supaya bisa mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga siswa tersebut nir termarjinalkan (tersisihkan, diolok‐olok, minder, dsb).

B. Menguasasi teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik. 
Guru sanggup tetapkan banyak sekali pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yg mendidik secara kreatif sinkron dengan standar kompetensi pengajar. Guru sanggup menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka buat belajar:
1. Pengajar memberi kesempatan kepada siswa buat menguasai materi pembelajaran sinkron usia serta kemampuan belajarnya melalui pengaturan proses pembelajaran serta kegiatan yg bervariasi,
2. Guru selalu memastikan taraf pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran tertentu dan menyesuaikan kegiatan pembelajaran berikutnya dari tingkat pemahaman tersebut,
3. Guru bisa menyebutkan alasan aplikasi aktivitas/aktivitas yang dilakukannya, baik yg sinkron maupun yang tidak sinkron dengan planning, terkait keberhasilan pembelajaran,
4. Pengajar menggunakan aneka macam teknik buat memotiviasi kemauan belajar peserta didik,
5. Pengajar merencanakan kegiatan pembelajaran yang saling terkait satu sama lain, menggunakan memperhatikan tujuan pembelajaran maupun proses belajar peserta didik,
6. Pengajar memperhatikan respon siswa yang belum/kurang memahami materi pembelajaran yg diajarkan dan menggunakannya untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.

C. Pengembangan kurikulum. 
Guru bisa menyusun silabus sinkron menggunakan tujuan terpenting kurikulum dan menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan pembelajaran. Guru sanggup memilih, menyusun, serta menata materi pembelajaran yang sesuai menggunakan kebutuhan siswa:
1. Guru bisa menyusun silabus yg sinkron dengan kurikulum,
2. Guru merancang rencana pembelajaran yg sinkron menggunakan silabus buat membahas bahan ajar tertentu supaya peserta didik bisa mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan,
3. Guru mengikuti urutan materi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran,
4. Pengajar menentukan materi pembelajaran yang: (1) sinkron menggunakan tujuan pembelajaran, (dua) sempurna serta terkini, (3) sesuai menggunakan usia dan taraf kemampuan belajar siswa, (4) dapat dilaksanakan di kelas dan (5) sesuai dengan konteks kehidupan sehari‐hari siswa.

D. Kegiatan pembelajaran yang mendidik. 
Guru bisa menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran yg mendidik secara lengkap. Pengajar sanggup melaksanakan kegiatan pembelajaran yg sinkron dengan kebutuhan peserta didik. Guru bisa menyusun serta menggunakan berbagai materi pembelajaran dan sumber belajar sesuai menggunakan ciri siswa. Jika relevan, pengajar memanfaatkan teknologi kabar komunikasi (TIK) buat kepentingan pembelajaran:
1. Pengajar melaksanakan aktivitas pembelajaran sinkron dengan rancangan yg telah disusun secara lengkap dan pelaksanaan kegiatan tersebut menandakan bahwa guru mengerti tentang tujuannya,
2. Pengajar melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bertujuan buat membantu proses belajar peserta didik, bukan buat menguji sehingga menciptakan siswa merasa tertekan,
3. Guru mengkomunikasikan keterangan baru (misalnya materi tambahan) sesuai dengan usia serta taraf kemampuan belajar peserta didik,
4. Pengajar menyikapi kesalahan yg dilakukan siswa sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata‐mata kesalahan yang wajib dikoreksi. Misalnya: dengan mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang putusan bulat/nir putusan bulat menggunakan jawaban tadi, sebelum memberikan penjelasan mengenai jawaban yamg benar,
5. Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sinkron isi kurikulum serta mengkaitkannya menggunakan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik,
6. Pengajar melakukan kegiatan pembelajaran secara bervariasi menggunakan ketika yg relatif buat aktivitas pembelajaran yang sesuai menggunakan usia dan taraf kemampuan belajar serta mempertahankan perhatian siswa,
7. Pengajar mengelola kelas menggunakan efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar seluruh waktu peserta dapat termanfaatkan secara produktif,
8. Pengajar mampu audio‐visual (termasuk tik) buat mempertinggi motivasi belajar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menyesuaikan kegiatan pembelajaran yg dirancang dengan kondisi kelas,
9. Guru menaruh banyak kesempatan kepada peserta didik buat bertanya, mempraktekkan serta berinteraksi menggunakan siswa lain,
10. Guru mengatur aplikasi kegiatan pembelajaran secara sistematis buat membantu proses belajar siswa. Sebagaicontoh: pengajar menambah keterangan baru sesudah mengevaluasi pemahaman peserta didik terhadap materi sebelumnya, dan
11. Guru menggunakan indera bantu mengajar, serta/atau audio‐visual (termasuk tik) buat menaikkan motivasi belajar pesertadidik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

E. Pengembangan potensi siswa. 
Guru bisa menganalisis potensi pembelajaran setiap siswa serta mengidentifikasi pengembangan potensi siswa melalui program embelajaran yang mendukung murid mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, serta kreativitasnya hingga terdapat bukti jelas bahwa peserta didik mengaktualisasikan potensi mereka: 
1. Pengajar menganalisis output belajar berdasarkan segala bentuk penilaian terhadap setiap peserta didik untuk mengetahui tingkat kemajuan masing‐masing.
2. Pengajar merancang serta melaksanakan kegiatan pembelajaran yg mendorong peserta didik buat belajar sesuai dengan kecakapan serta pola belajar masing‐masing.
3. Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran buat memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis peserta didik.
4. Guru secara aktif membantu peserta didik pada proses pembelajaran dengan menaruh perhatian kepada setiap individu.
5. Guru dapat mengidentifikasi menggunakan sahih mengenai bakat, minat, potensi, dan kesulitan belajar masing-masing siswa.
6. Pengajar memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sinkron menggunakan cara belajarnya masing-masing.
7. Guru memusatkan perhatian pada hubungan menggunakan siswa dan mendorongnya buat memahami serta menggunakan liputan yang disampaikan.

F. Komunikasi dengan peserta didik. 
Guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik serta santun menggunakan siswa serta bersikap antusias dan positif. Pengajar sanggup memberikan respon yang lengkap dan relevan pada komentar atau pertanyaan siswa:
1. Guru memakai pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik, termasuk menaruh pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik buat menjawab menggunakan ide serta pengetahuan mereka.
2. Pengajar memberikan perhatian serta mendengarkan semua pertanyaan serta tanggapan siswa, tanpamenginterupsi, kecuali apabila diharapkan untuk membantu atau mengklarifikasi pertanyaan/tanggapan tersebut.
3. Guru menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, sahih, dan terkini, sesuai tujuan pembelajaran dan isi kurikulum, tanpa mempermalukannya.
4. Guru menyajikan aktivitas pembelajaran yg bisa menumbuhkan kerja sama yg baik antarpeserta didik.
5. Pengajar mendengarkan serta menaruh perhatian terhadap seluruh jawaban peserta didik baik yg benar juga yang dianggap keliru buat mengukur taraf pemahaman siswa.
6. Pengajar menaruh perhatian terhadap pertanyaan peserta didik dan meresponnya secara lengkap danrelevan buat menghilangkan kebingungan pada siswa.

G. Penilaian serta Evaluasi. 
Guru bisa menyelenggarakan evaluasi proses serta hasil belajar secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas efektivitas proses dan hasil belajar dan memakai informasi output penilaian dan penilaian buat merancang program remedial serta pengayaan. Pengajar sanggup menggunakan output analisis evaluasi pada proses pembelajarannya:
1. Guru menyusun indera evaluasi yang sinkron dengan tujuan pembelajaran buat mencapai kompetensi eksklusif seperti yg tertulis pada RPP.
2. Guru melaksanakan evaluasi menggunakan berbagai teknik serta jenis evaluasi, selain evaluasi formal yang dilaksanakan sekolah, dan mengumumkan output dan implikasinya pada siswa, mengenai tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran yg sudah serta akan dipelajari.
3. Guru menganalisis hasil evaluasi buat mengidentifikasi topik/kompetensi dasar yang sulit sebagai akibatnya diketahui kekuatan dan kelemahan masing‐masing peserta didik buat keperluan remedial dan pengayaan.
4. Guru memanfaatkan masukan berdasarkan peserta didik serta merefleksikannya buat menaikkan pembelajaran selanjutnya, serta dapat membuktikannya melalui catatan, jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, materi tambahan, dan sebagainya.
5. Guru memanfatkan hasil evaluasi sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.

2. Kompetensi Profesional;
Kompetensi profesional adalah kemampuan Pengajar dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta/atau seni serta budaya yang diampunya yg sekurang-kurangnya mencakup dominasi:
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai menggunakan baku isi acara satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau grup mata pelajaran yg akan diampu; dan
b. Konsep serta metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan acara satuan pendidikan, mata pelajaran, serta/atau gerombolan mata pelajaran yang akan diampu. 

Setiap subkompetensi tersebut diatas mempunyai indikator yg tidak sama. Subkompetensi menguasai subtansi keilmuan yg terkait dengan bidang studi memiliki indikator memahami materi yg ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menanungi atau koheren menggunakan materi ajar, memahahi interaksi konsep antar mata pelajaran terkait, serta menerapkan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 

Subkompetensi menguasi struktur dan metode keilmuan memiliki indikator menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis buat memperdalam pengetahuan /materi bidang studi secara profesional pada konteks secara global. 

3. Kompetensi Sosial 
Kemampuan pengajar dalam komunikasi secara efektif menggunakan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan warga . Diharapkan pengajar bisa berkomunikasi secara simpatik dan empatik menggunakan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, dan warga , serta mempunyai kontribusi terhadap perkembangan siswa, sekolah dan warga , serta bisa memanfaatkan teknologi berita serta komunikasi (ICT) buat berkomunikasi serta pengembangan diri.

Kompetensi sosial adalah kemampuan pengajar sebagai bagian dari warga yang sekurang-kurangnya mencakup kompetensi buat:
a. Berkomunikasi verbal, tulis, serta/atau isyarat secarasantun;
b. Menggunakan teknologi komunikasi serta informasisecara fungsional;
c. Bergaul secara efektif menggunakan siswa, sesamapendidik, energi kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali siswa;
d. Bergaul secara santun dengan rakyat sekitar dengan mengindahkan kebiasaan serta sistem nilaiyang berlaku; dan
e. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

4. Kompetensi Kepribadian (Personal)
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal pengajar yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, sebagai teladan bagi siswa serta berahlak mulia. Secara rinci subkompetensi terbebut dapat dijabarkan sebagai beikut:

Subkompetensi kepribadian yang mantap serta stabil mempunyai indikator bertindak sinkron menggunakan kebiasaan hokum, bertindak sinkron menggunakan kebiasaan sosial, bangga menjadi guru, dan mempunyai konsistensi pada bertindak sesuai menggunakan kebiasaan.

Subkompetensi kepribadian yang dewasa mempunyai indikator menampilkan kemandirian dalam bertindak menjadi pendidikan dan mempunyai etos kerja sebagai guru.

Subkompetensi kepribadian yang arif mempunyai indikator menampilkan tindakan yg didasarkan pada kemanfaatan siswa, sekolah dam masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. 

Subkompetensi kepribadian yg berwibawa mempunyai indikator memiliki prilaku yg berpenagaruh positip terhadap siswa dan mempunyai prilaku yang disegani.

Subkompetensi berakhlak mulia dan menjadi teladan memiliko indikator bertindak sesuai dengan kebiasaan religious (iman serta takwa, amanah, nrimo, suka menolong) dan mempunyai prilaku yang diteladani siswa.

Subkompetensi evaluasi diri serta pengembangan diri memiliki indikator mempunyai kemampuan buat berintrospeksi dan mampu membuatkan potensi diri secara maksimal .

Guru serta Kompetensi Sosial 
Keberhasilan pembelajaran pada siswa sangat ditentukan oleh guru, lantaran pengajar merupakan pemimpin pembelajaran, fasilitator, serta sekaligus merupakan sentra inisiatif pembelajaran. Itulah sebabnya, pengajar harus senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya. Guru perlu mempunyai baku profesi menggunakan menguasai materi serta strategi pembelajaran dan bisa mendorong siswanya buat belajar bersungguh-benar-benar. Selain standar profesi, guru perlu mempunyai standar menjadi berikut:
1. Standar intelektual: guru wajib mempunyai pengetahuan serta keterampilan yang memadai agar bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
2. Standar fisik: guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yg membahayakan diri, siswa dan lingkungannya.
3. Standar psikis: pengajar wajib sehat rohani, merupakan tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yang dapat mengganggu aplikasi tugas profesionalnya.
4. Standar mental: guru harus mempunyai mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki pengabdian yg tinggi dalam tugas serta jabatannya.
5. Standar moral: guru harus memiliki budi pekerti luhur serta perilaku moral yg tinggi.
6. Standar sosial: pengajar wajib mempunyai kemampuan buat berkomunikasi serta bergaul menggunakan rakyat lingkungannya.
7. Standar spiritual: guru wajib beriman pada Allah yg diwujudkan pada ibadah pada kehidupan sehari-hari.

Untuk bisa memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian aktivitas pendidikan dan pembelajaran, seseorang guru dituntut buat mempunyai kualifikasi eksklusif yang diklaim pula kompetensi. Yang dimaksud menggunakan kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan konduite yang wajib dimiliki, dihayati dan dikuasai sang pengajar atau dosen pada melaksanakan tugas keprofesionalan. Berarti kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yg diperoleh melalui pendidikan; kompetensi pengajar menunjuk pada performance serta perbuatan yang rasional buat memenuhi spesifikasi eksklusif pada dalam aplikasi tugas-tugas pendidikan.

Kompetensi bagi guru buat tujuan pendidikan secara umum berkaitan menggunakan empat aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini bukanlah suatu titik akhir berdasarkan suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).

Kompetensi paedagogik dan profesional mencakup dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, dan kemahiran buat melaksanakannya pada proses belajar mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan serta ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga pendidikan. Tetapi, kompetensi kepribadian serta sosial, yg meliputi etika, moral, darma, kemampuan sosial, dan spiritual adalah kristalisasi pengalaman dan pergaulan seseorang pengajar, yang terbentuk pada lingkungan keluarga, warga serta sekolah tempat melaksanakan tugas.

Pengembangan kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga resmi lantaran kualitas kompetensi ini ditempa dan dipengaruhi sang kondisi serta situasi rakyat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman pada tugas. Padahal, aneka macam lingkungan tadi tak jarang adalah “tempat yg bermasalah serta berpenyakit masyarakat”, misalnya hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, serta persaingan yang tidak sehat. Dalam lingkungan yang demikian, nilai-nilai yg telah diperoleh pada forum pendidikan, serta telah membangun karakter peserta didik “yg baik” bisa luntur sesudah berinteraksi menggunakan warga . Siaran televisi misalnya, sangat kuat pengaruhnya pada budaya dan gaya hayati anak-anak, remaja dan pemuda. Contoh konkritnya, acara “Smack Down” yg telah memakan banyak korban, bahkan korbannya adalah anak-anak yang masih duduk pada bangku sekolah sekolah dasar. Dengan demikian guru nir hanya dituntut buat menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yg tinggi serta wawasan yg luas terhadap dunia pendidikan, tetapi jua wajib mempunyai pemahaman yang mendalam mengenai hakikat insan, serta warga .

Kompetensi Sosial Seorang Guru 
Ada empat pilar pendidikan yg akan menciptakan insan semakin maju:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), adalah belajar itu wajib dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan namun harus ada pengertian yg dalam.
2. Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), sehabis kita tahu dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari kemudian kita melakukannya.
3. Learning to be (belajar sebagai seorang). Kita wajib mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hayati? Dengan demikian kita akan mampu mengendalikan diri serta mempunyai kepribadian buat mau dibentuk lebih baik lagi serta maju pada bidang pengetahuan.
4. Learning to live together (belajar hayati beserta). Sejak Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa insan nir dapat hayati sendiri tetapi saling membutuhkan seseorang menggunakan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu insan wajib hayati beserta, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai serta saling menghormati satu menggunakan yg lain.

Pada buah ke 4 pada atas, tampaklah bahwa kompetensi sosial mutlak dimiliki seseorang guru. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru menjadi bagian dari warga buat berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan rakyat kurang lebih (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat tiga buah d). Lantaran itu pengajar harus bisa berkomunikasi menggunakan baik secara verbal, tulisan, dan isyarat; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; berteman secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, energi kependidikan, orang tua/wali siswa; berteman secara santun dengan warga kurang lebih.

Memang guru wajib mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan praktek pendidikan, dan menguasai kurikulum dan metodologi pembelajaran. Namun sebagai anggota masyarakat, setiap pengajar wajib pintar bergaul menggunakan masyarakat. Untuk itu, beliau wajib menguasai psikologi sosial, mempunyai pengetahuan mengenai hubungan antar manusia, mempunyai keterampilan membina grup, keterampilan berafiliasi pada kelompok, dan menuntaskan tugas beserta pada gerombolan .

Sebagai individu yg bergerak dalam pendidikan serta juga sebagai anggota masyarakat, pengajar harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seseorang pendidik. Guru harus bisa digugu serta ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan pengajar sanggup dianggap buat dilaksanakan serta pola hidupnya mampu ditiru atau diteladani. Pengajar seringkali dijadikan panutan oleh masyarakat, buat itu pengajar harus mengenal nilai-nilai yg dianut dan berkembang di masyarakat loka melaksanakan tugas serta berdomisili.

Sebagai eksklusif yang hidup di tengah-tengah rakyat, pengajar perlu mempunyai kemampuan buat berbaur dengan masyarakat contohnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, serta kepemudaan. Keluwesan bergaul wajib dimiliki, sebab jika tidak, pergaulannya akan sebagai kaku serta menjadikan yang bersangkutan kurang sanggup diterima oleh masyarakat.

Bila pengajar memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani oleh para anak didik. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, siswa perlu diperkenalkan menggunakan kecerdasan sosial (social intelegence), supaya mereka mempunyai hati nurani, rasa perduli, empati serta simpati pada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya interaksi yg bertenaga menggunakan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, dan membuat karya buat membentuk orang lain. Mereka santun serta peduli sesama, amanah serta bersih pada berperilaku.

Sumber kecerdasan merupakan intelektual menjadi pengolah pengetahuan antara hati dan nalar manusia. Dari logika muncul kecerdasan intelektual serta kecerdasan bertindak yg memandu kecerdasan bicara dan kerja. Sedangkan dari hati muncul kecerdasan spiritual, emosional serta sosial.

Sosial inteligensi membangun manusia yg setia pada kebersamaan. Apabila terdapat satu warganya yg menderita adalah penderitaan bersama. Sebaliknya jika ada kebahagiaan sebagai/merupakan kebahagiaan semua warga . Dalam strata nasional, sosial intelegensi membimbing para pemimpin buat selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan warga .

Cara berbagi kecerdasan sosial pada lingkungan sekolah diantaranya: diskusi, hadap perkara, bermain kiprah, kunjungan pribadi ke masyarakat dan lingkungan sosial yang majemuk. Apabila kegiatan serta metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan bisa berbagi kecerdasan sosial bagi seluruh rakyat sekolah, sehingga mereka sebagai rakyat yg peduli terhadap syarat sosial warga dan ikut memecahkan berbagai konflik sosial yg dihadapi oleh rakyat.

PENGERTIAN KOMPETENSI GURU

Pengertian Kompetensi Pengajar 
Undang-undang angka 14 tahun 2005 mengenai pengajar serta dosen akan mempunyai efek yg sangat besar buat global pendidikan Indonesia. Sasaran utamanya adalah peningkatan mutu pendidikan, peningkatan mutu pendidikan dibangun dari banyak sekali aspek, Pengajar adalah adalah galat satu faktor yg menentukan buat mencapai tujuan peningkatan kualitas tersebut.

Keinginan kuat pemerintah memperbaiki mutu pendidikan nir hanya ditunjukan dengan undang-undang saja melainkan penyiapan aturan buat kesejahteraan pengajar dan dosen, berbagai program dan training guru serta investasi jangka panjang menggunakan menyediakan, menciptakan dan memperbaiki wahana prasarana pendidikan.

Guru yg semula adalah jabatan, melalui Undang-undang ini ditingkatkan sebagai Profesi, adalah seorang belum sanggup dinyatakan sebagai guru apabila belum memenuhi beberapa persyaratan kondisi-syarat tadi merupakan:

Guru wajib mempunyai:
1. Kualifikasi akademik
Kualifikasi merupakan ijazah jenjang pendidikan akademik yg wajib dimiliki oleh guru sesuai menggunakan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal pada tempat penugasan. Kualifikasi akademik ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yg dipersyaratkan bagi guru buat melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam jenjang, jenis, serta satuan pendidikan atau mata pelajaran yg diajarkannya sinkron baku nasional pendidikan, yaitu: 
a) Untuk guru pada pendidikan usia dini, memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi pada bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan dini atau psikologi.
b) Untuk guru pada pendidikan SD/MI, memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi pada bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain atau psikologi. 
c) Untuk pengajar dalam pendidikan Sekolah Menengah pertama/MTs. Atau bentuk lain yang sederajat mempunyai kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi menggunakan program pendidikan yg sinkron dengan mata pelajaran yg diajarkan. 
d) Untuk pengajar pada pendidikan SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) menggunakan latar belakang pendidikan tinggi pada bidang pendidikan yang sinkron menggunakan mata pelajaran yang diajarkan. 
e) Untuk guru pada pendidikan SDLB/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, mempunyai kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi dengan acara pendidikan spesifik atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yg diajarkan. 
f) Untuk pengajar pada pendidikan MAK/SMK atau bentuk lain yg sederajat mempunyai kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana tingkatan satu (S-1) menggunakan latar belakang pendidikan tinggi dengan acara pendidikan yang sinkron menggunakan mata pelajaran yg diajarkan.

2. Kompetensi
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yg harus dimiliki, dihayati, dikuasai, serta diwujudkan sang guru pada melaksanakan tugas keprofesionalan serta ditampilkan melalui unjuk kerja. Mentri Pendidikan Nasional melalui keputusannya angka 045/U/2002 menjelaskan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab pada melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Sehingga komptensi guru dapat diartikan menjadi kebulatan pengetahuan, keterampilan serta sikap yang terwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas menjadi agen pembelajaran. Menurut Undang-undang angka 14 tahun 2005 serta Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 serta peraturan pemerintah angka 74 tahun 2008 mengenai pengajar disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi komptensi personal, komptensi paedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi sosial.

3. Sertifikat pendidik
Sertifikat pendidik diperoleh guru melalui program tunjangan profesi guru. Program sertifikasi pengajar adalah acara yang berisi proses anugerah sertifikat pendidik buat pengajar. Pengajar yg telah mengikuti dan dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat pengajar sebagai tenaga professional. Secara garis besar program tunjangan profesi guru dibedakan sebagai:
a. Program tunjangan profesi buat pengajar yg telah terdapat (pengajar pada jabatan)
b. Program tunjangan profesi buat calon guru.

4. Sehat jasmani dan rohani
Seorang guru dikatakan sehat jasmani dan rohani selesainya yg bersangkutan mengikuti mekanisme uji kesehatan dan dinyatakan menggunakan surat keterangan berdasarkan dokter.

5. Kemampuan buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Seperti sudah diamanatkan pada Undang-undang angka 14 tahun 2005 bahwa pengajar mempunyai kiprah serta kedudukan yg strategis pada pembangunan nasional di bidang pendidikan, sang karena itu profesi keguruan perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Sebagai energi professional, guru dituntut bisa melaksanakan pendidikan nasional serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi siswa supaya sebagai manusia yg bertakwa kepada Tuhan yg Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan sebagai warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Sebagai kompensasi dari tuntutan tadi maka pemerintah menaruh aturan lebih buat kesejahteraan serta proteksi profesionalisme guru. Guru yg profesional wajib mempunyai kompetensi. Peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang pengajar menjelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, serta konduite yg wajib dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan sang Pengajar dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru bersifat holistic. Serta kompetensi yg wajib dimiliki sang guru meliputi kompetensi pedagogik, profesional, sosial serta personal. 

1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemapuan guru pada pengelolaan pembelajaran siswa yg sekurang-kurangnya meliputi:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. Pemahaman terhadap siswa;
c. Pengembangan kurikulum atau silabus;
d. Perancangan pembelajaran;
e. Pelaksanaan pembelajaran yg mendidik dan dialogis;
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. Evaluasi output belajar; dan
h. Pengembangan peserta didik buat mengaktualisasikan.

Secara rinci masing-masing subkompetensi dijabarkan menjadi indikator-indikator esensial menjadi berikut:
Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial tahu peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.

Subkompetensi merancang pembelajaran, didalamnya termasuk tahu landasan pendidikan buat kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini mempunyai beberapa indikator, diantaranya merupakan tahu landasan kependidikan, menerapakan teori belajar serta pembelajaran, menentukan taktik pembelajaran menurut ciri peserta didik, kompetensi yg ingin dicapai menurut materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran menurut stategi yg dipilih.

Subkompetensi melaksanakan pembelajaran mempunyai indikator menata latar (setting) pembelajaran serta melaksanakan pembelajaran yang aman. 

Subkompetensi merancang serta melaksanakan penilaian pembelajaran mempunyai indikator merancang serta melaksanakan penilaian proses dan output belajar secara berkesinambungan menggunakan berbagai metode, menganalisis output penilaian proses dan output untuk menentukan taraf ketuntasan belajar, dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran buat pemugaran kualitas acara pembelajaran secara generik.

Subkompetensi menyebarkan siswa buat mengaktualisasikan banyak sekali potensinya memiliki indikator memfasilitasi peserta didik buat pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik buat mengembangkan aneka macam potensi non-akademik.

Kompetensi Pedagogik adalah galat satu jenis kompetensi yang absolut perlu dikuasai guru. Kompetensi Pedagogik dalam dasarnya merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi Pedagogik adalah kompetensi spesial , yg akan membedakan guru dengan profesi lainnya serta akan menentukan taraf keberhasilan proses dan output pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi ini tidak diperoleh secara tiba-datang tetapi melalui upaya belajar secara terus menerus dan sistematis, baik pada masa pra jabatan (pendidikan calon guru) maupun selama pada jabatan, yang didukung oleh talenta, minat dan potensi keguruan lainnya menurut masing-masing individu yg bersangkutan.

Berkaitan dengan aktivitas Penilaian Kinerja Guru masih ada 7 (tujuh) aspek dan 45 (empat puluh lima) indikator yg berkenaan dominasi kompetensi pedagogik. Berikut ini tersaji ketujuh aspek kompetensi pedagogik beserta indikatornya:

A. Menguasai karakteristik siswa. 
Guru mampu mencatat serta memakai warta tentang ciri siswa buat membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait menggunakan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, serta latar belakang sosial budaya:
1. Pengajar bisa mengidentifikasi ciri belajar setiap siswa pada kelasnya,
2. Guru memastikan bahwa seluruh siswa mendapatkan kesempatan yg sama buat berpartisipasi aktif pada aktivitas pembelajaran,
3. Pengajar bisa mengatur kelas buat memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik menggunakan kelainan fisik serta kemampuan belajar yg berbeda,
4. Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku siswa untuk mencegah supaya konduite tadi tidak merugikan siswa lainnya,
5. Guru membantu membuatkan potensi dan mengatasi kekurangan siswa,
6. Pengajar memperhatikan siswa dengan kelemahan fisik tertentu supaya bisa mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tadi nir termarjinalkan (tersisihkan, diolok‐olok, minder, dsb).

B. Menguasasi teori belajar dan prinsip pembelajaran yg mendidik. 
Guru sanggup tetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan baku kompetensi guru. Pengajar sanggup menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka buat belajar:
1. Pengajar memberi kesempatan pada siswa buat menguasai materi pembelajaran sesuai usia serta kemampuan belajarnya melalui pengaturan proses pembelajaran serta aktivitas yg bervariasi,
2. Pengajar selalu memastikan taraf pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran eksklusif serta menyesuaikan kegiatan pembelajaran berikutnya dari tingkat pemahaman tersebut,
3. Pengajar dapat menyebutkan alasan pelaksanaan kegiatan/aktivitas yang dilakukannya, baik yg sesuai maupun yg tidak selaras dengan planning, terkait keberhasilan pembelajaran,
4. Guru memakai aneka macam teknik untuk memotiviasi kemauan belajar peserta didik,
5. Guru merencanakan aktivitas pembelajaran yg saling terkait satu sama lain, menggunakan memperhatikan tujuan pembelajaran maupun proses belajar siswa,
6. Pengajar memperhatikan respon siswa yang belum/kurang tahu materi pembelajaran yang diajarkan dan menggunakannya buat memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.

C. Pengembangan kurikulum. 
Guru mampu menyusun silabus sesuai menggunakan tujuan terpenting kurikulum serta menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan pembelajaran. Pengajar mampu menentukan, menyusun, serta menata materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik:
1. Pengajar dapat menyusun silabus yang sesuai menggunakan kurikulum,
2. Pengajar merancang rencana pembelajaran yang sinkron dengan silabus buat membahas materi ajar tertentu supaya peserta didik dapat mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan,
3. Guru mengikuti urutan materi pembelajaran menggunakan memperhatikan tujuan pembelajaran,
4. Guru menentukan materi pembelajaran yg: (1) sinkron menggunakan tujuan pembelajaran, (dua) tepat dan terkini, (tiga) sesuai menggunakan usia serta tingkat kemampuan belajar siswa, (4) bisa dilaksanakan pada kelas dan (5) sesuai dengan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik.

D. Kegiatan pembelajaran yang mendidik. 
Guru sanggup menyusun serta melaksanakan rancangan pembelajaran yang mendidik secara lengkap. Guru sanggup melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pengajar bisa menyusun dan menggunakan banyak sekali materi pembelajaran serta asal belajar sesuai menggunakan ciri peserta didik. Apabila relevan, pengajar memanfaatkan teknologi keterangan komunikasi (TIK) buat kepentingan pembelajaran:
1. Pengajar melaksanakan aktivitas pembelajaran sinkron menggunakan rancangan yg telah disusun secara lengkap serta pelaksanaan aktivitas tersebut menandakan bahwa guru mengerti tentang tujuannya,
2. Pengajar melaksanakan aktivitas pembelajaran yg bertujuan buat membantu proses belajar siswa, bukan buat menguji sebagai akibatnya membuat peserta didik merasa stress,
3. Guru mengkomunikasikan fakta baru (contohnya materi tambahan) sesuai menggunakan usia dan taraf kemampuan belajar siswa,
4. Guru menyikapi kesalahan yg dilakukan siswa menjadi tahapan proses pembelajaran, bukan semata‐mata kesalahan yang wajib dikoreksi. Misalnya: menggunakan mengetahui terlebih dahulu siswa lain yg putusan bulat/tidak setuju dengan jawaban tadi, sebelum memberikan penerangan tentang jawaban yamg sahih,
5. Pengajar melaksanakan kegiatan pembelajaran sinkron isi kurikulum serta mengkaitkannya dengan konteks kehidupan sehari‐hari siswa,
6. Guru melakukan kegiatan pembelajaran secara bervariasi dengan saat yg cukup buat aktivitas pembelajaran yang sesuai menggunakan usia dan taraf kemampuan belajar dan mempertahankan perhatian siswa,
7. Guru mengelola kelas menggunakan efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar seluruh ketika peserta bisa termanfaatkan secara produktif,
8. Pengajar bisa audio‐visual (termasuk tik) buat menaikkan motivasi belajar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menyesuaikan kegiatan pembelajaran yang didesain menggunakan kondisi kelas,
9. Guru memberikan poly kesempatan pada peserta didik buat bertanya, mempraktekkan serta berinteraksi menggunakan siswa lain,
10. Pengajar mengatur aplikasi kegiatan pembelajaran secara sistematis buat membantu proses belajar siswa. Sebagaicontoh: guru menambah fakta baru setelah mengevaluasi pemahaman peserta didik terhadap materi sebelumnya, dan
11. Pengajar menggunakan indera bantu mengajar, dan/atau audio‐visual (termasuk tik) untuk menaikkan motivasi belajar pesertadidik pada mencapai tujuan pembelajaran.

E. Pengembangan potensi peserta didik. 
Guru mampu menganalisis potensi pembelajaran setiap siswa serta mengidentifikasi pengembangan potensi peserta didik melalui acara embelajaran yang mendukung anak didik mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, serta kreativitasnya sampai ada bukti jelas bahwa siswa mengaktualisasikan potensi mereka: 
1. Guru menganalisis hasil belajar dari segala bentuk penilaian terhadap setiap siswa buat mengetahui taraf kemajuan masing‐masing.
2. Guru merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yg mendorong siswa buat belajar sesuai menggunakan kecakapan dan pola belajar masing‐masing.
3. Pengajar merancang serta melaksanakan kegiatan pembelajaran buat memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis siswa.
4. Guru secara aktif membantu siswa dalam proses pembelajaran menggunakan memberikan perhatian kepada setiap individu.
5. Pengajar bisa mengidentifikasi dengan benar tentang bakat, minat, potensi, dan kesulitan belajar masing-masing peserta didik.
6. Pengajar memberikan kesempatan belajar pada siswa sinkron dengan cara belajarnya masing-masing.
7. Guru memusatkan perhatian dalam interaksi menggunakan peserta didik dan mendorongnya untuk tahu serta menggunakan liputan yg disampaikan.

F. Komunikasi menggunakan siswa. 
Guru sanggup berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan siswa dan bersikap antusias serta positif. Pengajar bisa memberikan respon yg lengkap serta relevan pada komentar atau pertanyaan siswa:
1. Pengajar memakai pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi siswa, termasuk menaruh pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik untuk menjawab dengan ide dan pengetahuan mereka.
2. Pengajar memberikan perhatian dan mendengarkan seluruh pertanyaan dan tanggapan siswa, tanpamenginterupsi, kecuali jika diperlukan buat membantu atau mengklarifikasi pertanyaan/tanggapan tadi.
3. Guru menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, sahih, serta mutakhir, sesuai tujuan pembelajaran serta isi kurikulum, tanpa mempermalukannya.
4. Pengajar menyajikan aktivitas pembelajaran yang bisa menumbuhkan kerja sama yang baik antarpeserta didik.
5. Guru mendengarkan serta menaruh perhatian terhadap semua jawaban peserta didik baik yang sahih juga yg dianggap galat buat mengukur taraf pemahaman siswa.
6. Pengajar menaruh perhatian terhadap pertanyaan siswa dan meresponnya secara lengkap danrelevan buat menghilangkan kebingungan pada peserta didik.

G. Penilaian dan Evaluasi. 
Guru sanggup menyelenggarakan evaluasi proses dan hasil belajar secara berkesinambungan. Pengajar melakukan penilaian atas efektivitas proses dan output belajar serta memakai berita output penilaian serta evaluasi untuk merancang acara remedial serta pengayaan. Pengajar mampu menggunakan output analisis penilaian dalam proses pembelajarannya:
1. Pengajar menyusun alat penilaian yg sesuai menggunakan tujuan pembelajaran buat mencapai kompetensi eksklusif seperti yang tertulis dalam RPP.
2. Pengajar melaksanakan penilaian menggunakan berbagai teknik dan jenis penilaian, selain penilaian formal yang dilaksanakan sekolah, serta mengumumkan hasil serta implikasinya kepada siswa, tentang taraf pemahaman terhadap materi pembelajaran yg sudah dan akan dipelajari.
3. Pengajar menganalisis hasil evaluasi buat mengidentifikasi topik/kompetensi dasar yg sulit sehingga diketahui kekuatan dan kelemahan masing‐masing peserta didik buat keperluan remedial serta pengayaan.
4. Guru memanfaatkan masukan berdasarkan siswa serta merefleksikannya buat menaikkan pembelajaran selanjutnya, dan bisa membuktikannya melalui catatan, jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, materi tambahan, serta sebagainya.
5. Pengajar memanfatkan output evaluasi menjadi bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.

2. Kompetensi Profesional;
Kompetensi profesional adalah kemampuan Pengajar pada menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta/atau seni serta budaya yang diampunya yg sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan baku isi acara satuan pendidikan, mata pelajaran, serta/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan acara satuan pendidikan, mata pelajaran, serta/atau gerombolan mata pelajaran yg akan diampu. 

Setiap subkompetensi tersebut diatas mempunyai indikator yg tidak selaras. Subkompetensi menguasai subtansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi mempunyai indikator memahami materi yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yg menanungi atau koheren menggunakan bahan ajar, memahahi interaksi konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 

Subkompetensi menguasi struktur dan metode keilmuan mempunyai indikator menguasai langkah-langkah penelitian serta kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan /materi bidang studi secara profesional pada konteks secara dunia. 

3. Kompetensi Sosial 
Kemampuan pengajar pada komunikasi secara efektif menggunakan siswa, sesama pendidik, energi kependidikan, orang tua/wali, dan warga . Diharapkan pengajar bisa berkomunikasi secara simpatik dan empatik dengan peserta didik, orang tua siswa, sesama pendidik dan energi kependidikan, dan warga , dan memiliki donasi terhadap perkembangan murid, sekolah dan rakyat, serta dapat memanfaatkan teknologi warta serta komunikasi (ICT) buat berkomunikasi dan pengembangan diri.

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru menjadi bagian menurut rakyat yg sekurang-kurangnya mencakup kompetensi buat:
a. Berkomunikasi mulut, tulis, serta/atau isyarat secarasantun;
b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasisecara fungsional;
c. Berteman secara efektif menggunakan peserta didik, sesamapendidik, energi kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
d. Bergaul secara santun dengan rakyat lebih kurang menggunakan mengindahkan kebiasaan serta sistem nilaiyang berlaku; dan
e. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

4. Kompetensi Kepribadian (Personal)
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal pengajar yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif serta berwibawa, menjadi teladan bagi siswa serta berahlak mulia. Secara rinci subkompetensi terbebut dapat dijabarkan menjadi beikut:

Subkompetensi kepribadian yg mantap dan stabil mempunyai indikator bertindak sinkron menggunakan kebiasaan hokum, bertindak sinkron menggunakan norma sosial, bangga menjadi pengajar, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sinkron dengan norma.

Subkompetensi kepribadian yang dewasa mempunyai indikator menampilkan kemandirian pada bertindak menjadi pendidikan serta memiliki pandangan hidup kerja menjadi pengajar.

Subkompetensi kepribadian yang arif mempunyai indikator menampilkan tindakan yang didasarkan dalam kemanfaatan peserta didik, sekolah dam masyarakat serta menampakan keterbukaan dalam berpikir serta bertindak. 

Subkompetensi kepribadian yang berwibawa memiliki indikator memiliki prilaku yang berpenagaruh positip terhadap siswa dan mempunyai prilaku yg disegani.

Subkompetensi berakhlak mulia serta sebagai teladan memiliko indikator bertindak sesuai dengan kebiasaan religious (iman dan takwa, amanah, lapang dada, senang menolong) dan mempunyai prilaku yg diteladani siswa.

Subkompetensi penilaian diri dan pengembangan diri mempunyai indikator memiliki kemampuan buat berintrospeksi dan bisa mengembangkan potensi diri secara maksimal .

Guru dan Kompetensi Sosial 
Keberhasilan pembelajaran kepada siswa sangat ditentukan oleh guru, karena guru adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator, serta sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran. Itulah sebabnya, pengajar harus senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya. Guru perlu memiliki baku profesi menggunakan menguasai materi serta taktik pembelajaran dan bisa mendorong siswanya buat belajar bersungguh-benar-benar. Selain standar profesi, guru perlu memiliki baku sebagai berikut:
1. Standar intelektual: guru wajib mempunyai pengetahuan serta keterampilan yg memadai supaya bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya menggunakan baik dan profesional.
2. Standar fisik: guru wajib sehat jasmani, berbadan sehat, serta tidak mempunyai penyakit menular yang membahayakan diri, peserta didik serta lingkungannya.
3. Standar psikis: pengajar harus sehat rohani, artinya nir mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yg bisa mengganggu aplikasi tugas profesionalnya.
4. Standar mental: pengajar wajib memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yg tinggi pada tugas serta jabatannya.
5. Standar moral: pengajar harus mempunyai budi pekerti luhur dan sikap moral yg tinggi.
6. Standar sosial: pengajar harus mempunyai kemampuan buat berkomunikasi dan berteman dengan warga lingkungannya.
7. Standar spiritual: guru wajib beriman pada Allah yang diwujudkan dalam ibadah pada kehidupan sehari-hari.

Untuk bisa memperoleh hasil yang baik pada suatu rangkaian aktivitas pendidikan dan pembelajaran, seorang pengajar dituntut buat memiliki kualifikasi eksklusif yg diklaim pula kompetensi. Yang dimaksud menggunakan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan konduite yg harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Berarti kompetensi mengacu dalam kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi pengajar menunjuk pada performance dan perbuatan yang rasional buat memenuhi spesifikasi tertentu di pada aplikasi tugas-tugas pendidikan.

Kompetensi bagi pengajar buat tujuan pendidikan secara generik berkaitan menggunakan empat aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).

Kompetensi paedagogik serta profesional meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, dan kemahiran buat melaksanakannya pada proses belajar mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik serta profesi suatu lembaga pendidikan. Tetapi, kompetensi kepribadian dan sosial, yg meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan sosial, serta spiritual adalah kristalisasi pengalaman dan pergaulan seseorang pengajar, yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, rakyat dan sekolah loka melaksanakan tugas.

Pengembangan kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga resmi karena kualitas kompetensi ini ditempa dan dipengaruhi oleh kondisi dan situasi masyarakat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman pada tugas. Padahal, aneka macam lingkungan tersebut seringkali merupakan “tempat yang bermasalah serta berpenyakit warga ”, misalnya hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, dan persaingan yg nir sehat. Dalam lingkungan yg demikian, nilai-nilai yg sudah diperoleh pada forum pendidikan, serta sudah menciptakan karakter siswa “yg baik” mampu luntur sesudah berinteraksi menggunakan warga . Siaran televisi contohnya, sangat bertenaga pengaruhnya dalam budaya dan gaya hayati anak-anak, remaja serta pemuda. Contoh konkritnya, acara “Smack Down” yg telah memakan poly korban, bahkan korbannya merupakan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah sekolah dasar. Dengan demikian pengajar nir hanya dituntut buat menguasai bidang ilmu, materi ajar, metode pembelajaran, memotivasi siswa, mempunyai keterampilan yg tinggi dan wawasan yg luas terhadap dunia pendidikan, tetapi jua wajib mempunyai pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia, serta warga .

Kompetensi Sosial Seorang Pengajar 
Ada empat pilar pendidikan yang akan menciptakan insan semakin maju:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), merupakan belajar itu harus dapat tahu apa yg dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi sine qua non pengertian yg dalam.
2. Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), selesainya kita tahu dan mengerti menggunakan sahih apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya.
3. Learning to be (belajar sebagai seorang). Kita harus mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hayati? Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian buat mau dibuat lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan.
4. Learning to live together (belajar hayati beserta). Sejak Tuhan Allah menciptakan insan, wajib disadari bahwa manusia tidak bisa hayati sendiri namun saling membutuhkan seorang dengan yg lainnya, sine qua non penolong. Karena itu insan harus hayati beserta, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati serta saling menyayangi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu menggunakan yang lain.

Pada butir ke 4 pada atas, tampaklah bahwa kompetensi sosial mutlak dimiliki seorang pengajar. Yang dimaksud menggunakan kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari warga buat berkomunikasi serta bergaul secara efektif menggunakan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali siswa, serta warga lebih kurang (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat tiga buah d). Karena itu guru wajib bisa berkomunikasi dengan baik secara mulut, goresan pena, dan isyarat; memakai teknologi komunikasi serta berita; bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, energi kependidikan, orang tua/wali peserta didik; bergaul secara santun menggunakan rakyat sekitar.

Memang guru wajib memiliki pengetahuan yang luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori serta praktek pendidikan, serta menguasai kurikulum serta metodologi pembelajaran. Namun menjadi anggota warga , setiap pengajar harus pandai berteman menggunakan warga . Untuk itu, dia harus menguasai psikologi sosial, mempunyai pengetahuan mengenai interaksi antar manusia, mempunyai keterampilan membina gerombolan , keterampilan berhubungan dalam gerombolan , dan menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.

Sebagai individu yang berkecimpung pada pendidikan dan juga sebagai anggota rakyat, guru wajib memiliki kepribadian yg mencerminkan seorang pendidik. Guru wajib sanggup digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dianggap untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru seringkali dijadikan panutan sang warga , buat itu guru wajib mengenal nilai-nilai yang dianut serta berkembang di masyarakat loka melaksanakan tugas serta berdomisili.

Sebagai pribadi yg hidup di tengah-tengah rakyat, guru perlu mempunyai kemampuan untuk berbaur dengan warga contohnya melalui aktivitas olahraga, keagamaan, serta kepemudaan. Keluwesan bergaul wajib dimiliki, karena bila nir, pergaulannya akan sebagai kaku dan berakibat yg bersangkutan kurang bisa diterima oleh warga .

Bila guru memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani sang para murid. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, siswa perlu diperkenalkan menggunakan kecerdasan sosial (social intelegence), supaya mereka mempunyai hati nurani, rasa perduli, ikut merasakan serta simpati pada sesama. Pribadi yg memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya hubungan yang bertenaga dengan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, serta membentuk karya buat menciptakan orang lain. Mereka santun serta peduli sesama, jujur dan bersih pada berperilaku.

Sumber kecerdasan adalah intelektual menjadi pengolah pengetahuan antara hati dan logika manusia. Dari nalar muncul kecerdasan intelektual serta kecerdasan bertindak yg memandu kecerdasan bicara serta kerja. Sedangkan menurut hati ada kecerdasan spiritual, emosional dan sosial.

Sosial inteligensi membentuk manusia yg setia pada kebersamaan. Apabila ada satu warganya yang menderita merupakan penderitaan bersama. Sebaliknya bila terdapat kebahagiaan menjadi/adalah kebahagiaan seluruh warga . Dalam tingkatan nasional, sosial intelegensi membimbing para pemimpin buat selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya menggunakan mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan rakyat.

Cara berbagi kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, hadap kasus, bermain kiprah, kunjungan langsung ke masyarakat serta lingkungan sosial yang majemuk. Apabila aktivitas dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi rakyat yg peduli terhadap syarat sosial masyarakat serta ikut memecahkan aneka macam perseteruan sosial yg dihadapi sang masyarakat.

MANAJEMEN PROFESI KEPENDIDIKAN

Manajemen Profesi Kependidikan 
Rasional 
Dalam pembahasan sebelumnya sudah ditegaskan, bahwa energi kependidikan merupakan mencakup baik pengajar, maupun non pengajar. Secara rinci yg termasuk energi kependidikan di sekolah adalah meliputi: guru, kepala sekolah, tenaga bimbingan, serta energi administrasi atau rapikan-usaha. Tetapi dalam kitab ini pembahasan tentang tenaga kependidikan tadi lebih ditekankan dalam pengkajian jabatan pengajar menjadi suatu profesi, sehingga dalam pembahasan berikutnya nanti yang dimaksud menggunakan tenaga kependidikan merupakan pengajar. Tenaga kependidikan lainnya, misalnya ketua sekolah (administrator pendidikan) dan tenaga pelayanan bimbingan akan dibahas sepintas saja. 

Alasan mengapa pengajar yang paling poly disoroti pada kitab ini adalah, pertama, lantaran pengajar adalah tenaga utama di suatu sekolah, mereka merupakan tenaga penggerak utama di sektor pendidikan dan paling mayoritas peranannya dalam mencapai keberhasilan tujuan pendidikan. Kedua, pada samping menjadi penggerak utama pada sektor pendidikan, jumlah mereka termasuk paling poly pada bandingkan dengan dengan energi kependidikan yang lainnya. 

Sebagai energi penggerak utama pada bidang pendidikan dengan jumlah paling akbar, yang dibutuhkan dapat memajukan dunia pendidikan, pengajar mempunyai tugas-tugas kependidikan yang amat berat, walaupun mereka sering mendapatkan perlakuan yang kurang adil. Banyak guru yg terpaksa ditempatkan pada loka (tempat kerja) yg berdeak-friksi serta bekerja dengan alat-alat yang pas-pasan. Mereka jua memperoleh penghasilan yang pas-pasan juga, pada hal berdasarkan sini mereka dibutuhkan bisa melaksanakan tugas pendidikan dengan baik. Belum lagi dengan tugas-tugas tambahan non mengajar, seperti aktivitas ko-kurikuler yang menyita poly ketika guru, tetapi tanpa imbalan yg memadai. 

Tugas-tugas pengajar tadi akan semakin terasa lebih berat dan kompleks jika dihadapkan menggunakan luapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun menggunakan dukunan fasilitas yg minim dan dengan iklim kerja yg belum menyenangkan. 

Dengan luapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perkembangan yg dialami warga , maka hal itu membawa konsekuensi serta persyaratan yg semakin berat dan semakin kompleks bagi pelaksana dalam sektor pendidikan pada biasanya serta pengajar dalam khususnya. Sebab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tadi membawa tuntutan baru bagi rakyat; sedangkan warga sendiri telah terbiasa membuahkan sekolah menjadi pintu gerbang pada mengejar perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi tadi. Oleh karena itu wajarlah jika tuntutan terhadap sekolah dan peranan guru juga meningkat. Atau dengan perkataan lain, warga semakin membutuhkan sekolah yang baik menggunakan pengajar-gurunya yang baik atau yg profesional. Masalahnya sekarang adalah bagaimanakah guru yg baik atau profesional itu ? Sebab selama ini dengan ketiadaan kreteria yang jelas mengenai pengajar yg baik/profesional tadi dapat mengakibatkan bermacam-macam penafsiran tentang hal tadi. Untuk memperjelas hal tersebut ini dia akan diuraikan engenai guru yang profesional tersebut.

A. Hakekat Pengajar Sebagai Profesi
Seperti dikemukakan di atas, bahwa pengertian pengajar yang baik atau yg profesional bisa menimbulkan poly penafsiran. Di antara penafsiran tadi diantaranya ada yg menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yg lebih ketat, terdapat yg menghendaki pengawasan yang lebih efektif serta efisien, terdapat yang menghendaki adanya sistem penyiapan/pendidikan yang baik, ada yang menghendaki perlunya komitmen dan semangat kerja yang tinggi, serta terdapat jua yang mengutamakan perlunya kelengkapan wahana serta prasarana yg lebih memungkinan para pengajar menerapkan pengetahuan dan keterampilan yg mereka telah miliki sebelumnya. 

Untuk situasi serta kondisi tertentu, semua hal di atas mungkin sama-sama diperlukan. Lepas dari fenomena, bahwa perkara disiplin kerja bukan sekedar kasus ketaatan akan peraturan yg secara ketat, tetapi mempunyai arti yang jauh lebih luas serta dalam menurut itu. Dengan disiplin yg ketat cenderung buat membuahkan insan itu bertingkah laris secara rutin dan berrsifat mekanis, dalam hal pekerjaan mengajar serta pendidikan lainnya yg harus dilakukan guru serta energi kependidikan memerlukan sifat-sifat kreatif, dinamis dan inovatif. Demikian pula menggunakan pengadaan banyak sekali donasi pada rangka peningkatan kualitas lingkungan kerja yg serasi, menyenangkan dan nyaman, misalnya pengadaan alat-alat laboratorium, bahan-bahan pengajaran serta fasilitas lain yang dibutuhkan. Pada akhirnya bisa jua dikemukakan, bahwa menggunakan gedung yang glamor dan penuh peralatan pendidikan yang sophisticated, namun dihuni oleh pengajar-guru tanpa apresiasi, kreativitas, dinamika, motivasi, semangat, pengabdian dan kompetensi profesional, belumlah adalah agunan buat berhasilnya pendidikan, serta bahkan mungkin sekali akan berakhir dengan frustrasi serta kekecewaan.

Selanjutnya, hakekat pengajar sebagai suatu profesi mempunyai beberapa peran yang melekat dalam profesinya tesebut. Hakekat guru sebagaimana dimaksudkan itu sebagaimana dikemukakan oleh Ditjen Dikti (2006) menjadi berikut: (1) pengajar merupakan pendidik, (2) pengajar berperan menjadi pemimpin serta pendukung nilai-nilai yang dianut sang rakyat, (3) pengajar berperan sebagai fasilitatyor belajar bagi peserta didik, (4) guru turut bertanggungjawab atas tercapainya output belajar siswa, (5) guru sebagai teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sinkron dengan agama yg diberikan kepadanya, (6) guru bertanggung jawab secara profesional buat terus menerus menaikkan kemampuannya, serta (7) pengajar merupakan agen pembaharuan. 

Berdasarkan dalam uraian di atas dapat dikemukakan, bahwa pada mencari jawaban apa serta siapa pengajar yang baik, profesional memerlukan suatu tinjauan yg luas dan melingkupi banyak sekali segi. Sesudah itu barulah disimpulkan profil pengajar yang bagaimana yg dikehendaki. Jawabnya merupakan, bahwa pengajar yang baik, profesional adalah guru yang sanggup menampilkan diri secara utuh sebagai pendidik. Untuk menjadi guru yg baik, bukanlah sekedar dia mau atau sekedar mengetahui sesuatu, akan namun beliau harus dapat menampilkan diri secara utuh sebagai pendidik. Ian harus mempunyai kompetensi eksklusif yang berkaitan menggunakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut mencakup: kompetensi pedagogik, personal/ kepribadian, profesional, serta sosial (UU No. 14/2005). Keempat kompetensi sebagaimana dimaksudkan oleh UU no. 14/2005 tadi dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Kompetensi Pedagogik
Seorang pengajar adalah sekaligus menjadi pendidik. Oleh karena itu guru yg profesional harus mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang memadai dalam hal paedagogik atau ilmu pendidikan. Pada penerangan PP No. 19/2005 ditegaskan, bahwa yg dimaksud menggunakan kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan serta aplikasi pembelajaran, evaluasi output belajar, serta pengembangan peserta didik buat mengaktualisasikan banyak sekali potensi yg dimilikinya. 

Dengan memiliki kompetensi paedagogik tersebut dibutuhkan pengajar akan dapat merancang dan melaksanakan segala kegiatan mengajarnya menurut dimensi pendidikan. Kompetensi ini lebih menekan-kan pada pembentukan insan sempurna. Proses belajar-mengajar nir hanya dilihat berdasarkan bertambahnya ilmu dalam diri anak saja, tetapi bagi pengajar yang tahu ilmu pendidikan, melalui proses belajar-mengajar yg dilakukan juga wajib mengandung aspek pendidikan. Di sini aspek-aspek moral dan akhlak yang mulia perlu dilekatkan dalam bidang studi atau matapelajaran yg diajarkan. Dengan demikian murid bukan saja pintar pada bidang studi, akan tetapi pula memiliki tanggung jawab moral yg melekat dalam bidang studi yg dipelajari. Misalnya, saat mengajarkan metematika, guru nir hanya mengajar materi matematikanya saja, melainkan juga mendidik agar setelah pandai matematika nir digunakan buat hal-hal yang negatif, seperti menipu atau manipulasi penghitngan yg dipercayakan kepadanya. Demikian jua dalam pelajaran-pelajaran lainnya, bila gurunya sudah profesional serta tahu kasus pendidikan, maka diperlukan siswa akan bisa sebagai anak-anak yang pada samping pintar pada matapelajaran, jua bermoral yg baik. Masalah inilah yg selama ini kurang mendapatkan perhatian dalam proses belajar mengajar pada sekolah-sekolah kita ketika ini.

b. Kompetensi Kepribadian (Personal) 
Pada bagian penjelasan PP No. 19/2005 ditegaskan, bahwa yg dimaksud menggunakan kompetensi kepribadian merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, sebagai teladan bagi peserta didik, serta berakhlak mulia. Memiliki kompetensi personal, artinya mempunyai perilaku kepribadian yg mantap, amanah, adil serta penuh dedikasi, sebagai akibatnya bisa menjadi asal teladan bagi subyek didik. Jelasnya dia mempunyai kepribadian yg patut diteladani, sehingga sanggup melaksanakan kepemimpinan yang baik pada kegiatan belajar-mengajar, seperti kepemimpinan yg dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara, yaitu : Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Orang yg memiliki kompetensi kepribadian yang baik akan bisa tahan menghadapi banyak sekali gangguan dalam menjalankan tugasnya. Di samping itu, otrang yg memiliki kompetensi kepribadian yang baik akan selalu dapat menerapkan kecerdasan emosional (emotional intelligence) menggunakan baik dalam pembinaan siswanya.

c. Kompetensi Profesional 
Pada bagian penjelasan PP No. 19/2005 ditegaskan, bahwa yg dimaksud dengan kompetensi profesional merupakan kemampuan dominasi materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yg ditetapkan pada Standar Nasional Pendidikan. Memiliki kompetensi profesional arinya beliau memiliki pengetahuan yg luas, baik dalam kaitan dengan bidang studi/mata pelajaran yg akan diajarkan bersama penunjangnya, metodologi pengajarannnya, bisa mengevaluasi dan mengembangkan materi menggunakan baik. 

Secara rinci kemampuan tersebut dirumuskan ke dalam 10 kompetensi jabatan guru, yaitu mencakup : (1) menguasai bahan/bidang studi, (dua) mengelola program belajar-mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media dan asal belajar, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola hubungan belajar-mengajar, (7) menilai prestas anak didik buat kepentingan pedagogi, (8) mengenal fungsi serta program Bimbingan Penyuluhan pada sekolah, (9) mengenal serta menyelenggarakan administrasi sekolah, (10) tahu prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. 

d. Kompetensi sosial 
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik menjadi bagian berdasarkan masyarakat buat berkomunikasi dan berteman secara efektif menggunakan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali siswa, dan masyarakat kurang lebih. Memiliki kompetensi sosiaol ialah ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial yang baik, mempunyai seni pergaulan (the social arts) yg baik, baik pergaulan menggunakan anak didik-muridnya, juga menggunakan sesama pengajar serta dengan ketua sekolah, bahkan menggunakan masyarakat luas. Di sini guru dituntut buat bisa menerapkan “multiple intellegence” secara sempurna. Dengan penerapan “multiple intellegence” secara tepat tersebut, maka pengajar akan bisa dengan mudah menyesuaikan menggunakan banyak sekali syarat masyarakat yang dilayaninya. 

Dengan mempunyai kompetensi sosial yg baik tadi, maka akan bisa mendukung terjadinya interaksi yang baik antara guru menggunakan “stakeholders”- nya. Dengan adanya hubungan yang baik antara pengajar dengan “stakeholders” nya tersebut, maka eksistensi profesi pengajar akan bisa diterima secara luas sang semua lapisan rakyat, utamanya stakeholders pendidikan. Jika ini terjadi maka pengakuan terhadap profesi guru akan lebih meluas. Hal inilah yang dapat menguatkan eksistensi profesi pengajar di pada masyarakat.

Apabila digambarkan, sosok utuh guru yang profesional tadi dapat ditinjau pada gambar angka sebagai berikut:

Gambar  Gambaran sosok utuh pengajar yang profesional

Dalam upaya aplikasi profesionalisasi jabatan guru, menurut UU No. 14/2005 Bab III, Pasal 7, ayat (1), ditegaskan, bahwa jabatan pengajar adalah pekerjaan khusus yg dilaksnakan dari pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Mempunyai bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 
b. Memiliki komitmen buat menaikkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 
c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai menggunakan bidang tugas; 
d. Mempunyai kompetensi yang dibutuhkan sinkron dengan bidang tugas; 
e. Mempunyai tanggung jawab atas aplikasi tugas keprofesionalan; 
f. Memperoleh penghasilan yang dipengaruhi sesuai dengan prestasi kerja; 
g. Memiliki kesempatan buat mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan menggunakan belajar sepanjang hayat; 
h. Mempunyai agunan perlindungan aturan pada melaksanakan tugas keprofesionalan; serta 
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan menggunakan tugas keprofesionalan guru.

B. Kompetensi Tambahan Bagi Guru Yang memegang Jabatan Kepala Sekolah
Profesi kepala sekolah sebenarnya nir sanggup terlepas berdasarkan profesi guru, karena pada hakikatnya kepala sekolah merupakan pengajar yang diberi tugas tambahan sebagai ketua sekolah (Peraturan Menteri pendidikan nasional No. 13/2007). Lantaran merupakan pengajar yg diberi tugas tambahan sebagai ketua sekolah, maka profesi ini tidak mampu terlepas berdasarkan profesi pengajar. Oleh karenanya pemegang jabatan kepala sekolah juga wajib memiliki kompetensi yang dipersyaratkan kepada guru. Dengan demikian ketua sekolah jua terikat dengan semua peraturan yg berkaitan menggunakan guru, terutama UU No. 14/2005 ditambah menggunakan beberapa perangkat peraturan khusus tentang jabatan kepala sekolah. Semua persyaratan profesi pengajar, termasuk kewajiban mempunyai sertifikat sebagai guru yang professional juga inheren dalam jabatan kepala sekolah.

Dengan demikian kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang kepala sekolah menjadi pejabat professional dalam bidang kependidikan merupakan mencakup 4 kompetensi yg diwajibkan pada pengajar menurut UU No. 14 tahun 2005 mengenai pengajar dan dosen, yaitu mencakup: (1) kompetensi pedagogig, (dua) kompetensi kepribadian (personal), (3) kompetensi professional, serta (4) kompetensi sosial. Di samping keempat kompetensi di atas, bagi pengajar yang menerima tugas tambahan sebagai kepala sekolah masih diharuskan menguasai tiga macam kompetensi tambahan misalnya yg diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 13/2007. Ketiga kompetensi tadi merupakan meliputi: (1) kompetensi manajerial, (dua) kompetensi kewirausahaan, dan (3) kompetensi supervsi. 

Keempat kompetensi yang pertama (yaitu kompetensi menjadi pengajar professional) telah dibahas pada pembahasan guru menjadi jabatan professional pada bidang kependidikan. Sedangkan 3 kompetensi tamahan tadi akan diuraikan dalam bagian berikut.

1. Kompetensi Manajerial.
Yang dimaksudkan menggunakan kompetensi manajerial dalam konteks kompetensi kepala sekolah tersebut merupakan kompetensi yg berkaitan dengan merencanakan, melaksanakan, mengkordinasikan, memonitor atau mengawasi, serta menilai semua substansi acara aktivitas pada sekolah. Dalam Peraturan Menteri pendidikan Nasional No. 13/2007, kompetensi manajerial kepala sekolah ini dijabarkan secara rinci sebagai 16 macam kompetensi menjadi berikut:
  • Menyusun perencanaan sekolah/madrasah buat aneka macam tingkatan perencanaan; 
  • Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah buat banyak sekali kebutuhan; 
  • Memimpin sekolah/madrasah pada rangka mendayagunakan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal’ 
  • Mengelola perubahan dan pengembangan madrasah/sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif; 
  • Menciptakan budaya serta iklim sekolah/madrasah yg kondusif serta inovatif bagi pembelajaran peserta didik; 
  • Mengelola pengajar serta staf pada rangka pendayagunaan asal daya manusia secara optimal; 
  • Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah pada rangka pendayagunaan secara optimal; 
  • Mengelola interaksi sekolah/madrasah menggunakan masyarakat pada rangka pencapaian dukungan wangsit, asal belajar, serta pembiayaan sekolah/madrasah; 
  • Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, serta penempatan dan pengembangan kapasitas siswa; 
  • Mengelola pengembangan kurikulum kegiatan pembelajaran sinkron dengan arah serta tujuan pendidikan nasional; 
  • Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai menggunakan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan efisien; 
  • Mengelola ketata usahaan sekolah/madrasah dalam mendukung tujuan sekolah/madrasah; 
  • Mengelola unit layanan spesifik sekolah/madrasah pada mendukung aktivitas pembelajaran dan aktivitas siswa di sekolah/madrasah; 
  • Mengelola sistem liputan sekolah/madrasah pada mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan; 
  • Memanfaatkan kemajuan teknologi kabar bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah, serta 
  • Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan acara aktivitas sekolah/madrasah dengan mekanisme yg tepat, dan merencanakan tindak lanjutnya. 
2. Kompetensi Kewirausahaan.
Kompetensi kewirausahaan yang dimaksudkan di sini merupakan kompetensi dalam megusahakan serta memperjuangkan terciptanya kehidupan sekolah yg lebih baik, mau serta mampu bekerja keras buat mencapai keberhasilan sekolah, mempunyai motivasi untuk sukses pada mengelola forum yg dipimpinnya, dan pantang menyerah pada setiap usaha peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.madrasah yang ia pimpin. Dalam Peraturan Menteri pendidikan Nasional No. 13/2007, kompetensi kewirausahaan kepala sekolah ini dijabarkan secara rinci menjadi 5 macam kompetensi sebagai berikut:
  • Menciptakan penemuan yg bermanfaat bagi pengembangan sekolah/madrasah; 
  • Bekerja keras buat mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; 
  • Memiliki motivasi yang kuat buat sukses pada melaksanakan utama serta kegunaannya menjadi pemimpin sekolah/madrasah; 
  • Pantang menyerah serta selalu mencari solusi terbaik dalam mengatasi hambatan yang dihadapi sekolah/madrasah; serta 
  • Memiliki naluri kewirausahaan pada mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/ madrasah sebagai asal belajar peserta didik. 
3. Kompetensi Supervisi
Yang dimaksudkan menjadi kompetensi supervisi di sini adalah kompetensi supervise akademik pada membina serta membuatkan guru supaya bisa mencapai peningkatan dalam kemampuan mengajar serta pada rangka menaikkan profesionalisme pengajar. Dengan demikian kineja guru pada pembelajaran dibutuhkan akan selalu semakin tinggi. Dengan meningkatnya kineja pembelajaran guru tadi diharapkan akan dapat dicapai kemajuan pendidikan pada sekolah secara kontinyu. Dalam Peraturan Menteri pendidikan Nasional No. 13/2007, kompetensi pengawasan kepala sekolah ini dijabarkan secara rinci menjadi 3 macam kompetensi sebagai berikut:
  • Merencanakan acara pengawasan akademik pada rangka peningkatan profesionalisme pengajar; 
  • melaksanakan supervisi akademik terhadap pengajar menggunakan memakai pendekatan dan teknik supervise yang sempurna; serta 
  • menindak hasil supervisi akademik terhadap pengajar pada rangka peningkatan profesionalisme guru. 
Dengan berbekal 7 macam kompetensi tersebut diharapkan ketua sekolah/madrasah akan dapat sukses pada menjalankan tugas dan kegunaannya sebagai kepala sekolah, yaitu sebagai pengelola dan Pembina serta pengembang seluruh kegiatan pendidikan di sekolah. Dalam pelaksanaan pada lapangan, nir seluruh kepala sekolah sanggup menguasai 7 macam kompetensi tadi secara baik. Untuk itulah dibutuhkan penilaian, pelatihan serta pengembangan menurut pengawas sekolah. Dengan demikian pengawas sekolah juga harus menguasai kompetensi tadi secara baik supaya dapat melakukan tugas serta fungsinya secara baik. 

C. Hak serta Kewajiban Profesional Guru
Apabila guru telah memiliki keempat komponen kompetensi sebagaimana diuraikan di atas, maka dia akan bisa memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat pemakainya (siswa, masyarakat, serta stakeholders lainnya). Pelayanan yg diperlukan menurut seseorang tenaga profesional merupakan pelayanan yang mengutamakan nilai-nilai humanisme dari dalam benda-benda material. Jika seorang guru telah mempunyai kompetensi tersebut di atas, maka berdasarkan Winarno Surachmat (1973) pengajar tadi telah memiliki hak profesional karena dia telah menggunakan konkret :
1) Mendapat pengakuan serta perlakuan hukum terhadap batas kewenangan keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.
2) Memiliki kebebasan buat mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya serta ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat. 
3) Menikmati kepemimpinan teknis serta dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari. 
4) Menerima perlindungan dan penghargaan yang masuk akal terhadap bisnis-bisnis dan prestasi yg inovatif dalam bidang pengabdiannya. 
5) Menghayati kebebasan menyebarkan kompetensi profesionalnya secara individual, juga secara institusional.

Hak-hak profesional seseorang guru yg dimaksudkan sang Winarno Surachmat di atas, hingga waktu ini memang belum dapat diaktualisasikan. Gagasan untuk memberikan hak-hak tadi memang sudah ada. Bahkan pada Pasal 14 UU No. 14 tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen, ditegaskan, bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, pengajar memiliki 11 macam hak profesional. Hak-hak tersebebut meliputi menjadi berikut:
a. Memperoleh penghasilan pada atas kebutuhan hidup minimum dan agunan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hayati minimum tadi mencakup: 
(1) gaji utama. Pengajar yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah wilayah diberi gaji sinkron dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengajar yg diangkat oleh satuan pendidikan yg diselenggarakan oleh rakyat diberi gaji dari perjanjian kerja atau kesepakatan kerja beserta.
(2) tunjangan yang inheren pada honor , 
(tiga) tunjangan profesi. Tunjangan profesi sebagaimana dimaksudkan tersebut diberikan setara menggunakan 1 (satu) kali honor utama pengajar;
(4) tunjangan fungsional, 
(5) tunjangan spesifik. Tunjangan ini diberikan pada guru yg bertugas di wilayah spesifik. Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud diberikan setara menggunakan 1 (satu) kali honor pokok guru; dan 
(6) maslahat tambahan yg terkait dengan tugasnya menjadi guru yg ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Maslahat tambahan ini menurut pasal 19 dapat berupa: tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, premi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, dan kemudahan buat memperoleh pendidikan bagi putra serta putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.

b. Mendapatkan kenaikan pangkat dan penghargaan sesuai dengan tugas serta prestasi kerja;
c. Memperoleh proteksi dalam melaksanakan tugas serta hak atas kekayaan intelektual;
d. Memperoleh kesempatan buat menaikkan kompetensi;
e. Memperoleh serta memanfaatkan sarana serta prasarana pembelajaran buat menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. Mempunyai kebebasan dalam menaruh penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, serta/atau sanksi pada siswa sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, serta peraturan perundang-undangan;
g. Memperoleh rasa kondusif dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. Mempunyai kebebasan buat berserikat dalam organisasi profesi;
i. Memiliki kesempatan buat berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. Memperoleh kesempatan buat berbagi dan mempertinggi kualifikasi akademik serta kompetensi; serta/atau
k. Memperoleh pelatihan serta pengembangan profesi dalam bidangnya.

Di samping hak-hak istimewa guru tadi, dalam UU No. 14/2005 pengajar pula diikat dengan berbagai kewajiban profesional. Kewajban tadi dituangkan pada Bab IV Pasal 20. Kewajiban profesional tadi meliputi sebagai berikut:
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yg bermutu, dan menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 
b. Menaikkan serta mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni;
c. Bertindak objektif serta nir diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, kepercayaan , suku, ras, dan syarat fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, serta status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, dan nilai-nilai kepercayaan serta etika; dan
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Apabila dipandang hak dan kewajiban guru sebagaimana diuraikan tadi, maka jabatan guru sebenarnya adalah jabatan yang sangat prospektif, cukup menjanjikan kesejahteraan bagi pemegangnya. Sayangnya, hak-hak yg terdapat tersebut masih belum bisa direalisasikan sepenuhnya, karena untuk merealisasikan hak-hak istimewa guru tersebut masih diperlukan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai acuan operasionalnya. Paling nir UU No. 14 tersebut masih membutuhkan 8 buah Peraturan pemerintah (PP) buat dapat diarealisaikan. Kita belum dapat mengetahui secara pasti, kapan Peraturan Pemerintah (PP) yg diperlukan buat merealisasikan UU No. 14 tersebut bisa diwujudkan. Hingga ketika ini satu PP pun yang diperlukan buat itu belum diterbitkan. Rasa psimispun timbul, sebab 38 Peraturan Pemerintah (PP) yg diperlukan menjadi perangkat pelaksanaan UU No. 20/2003 yang lebih dulu saja sampai saat ini baru diterbitkan satu PP. Lalu kapan giliran penerbitan PP yg berkaitan menggunakan UU No. 14/2005. Semoga UU No. 14/2005 ini nir menaruh harapan yg hampa bagi guru.

Walaupun secara ideal hak-hak profesional seseorang pengajar sudah dirumuskan seperti diuraikan di atas, tetapi dalam kenyataan, kondisi-kondisi guru pada Indoinesia saat ini masih jauh berbeda menggunakan harapan tersebut. Hak-hak profesional guru ketika ini masih rendah. Dengan perkataan lain kondisi obyektif guru ketika ini masih belum layak diklaim menjadi jabatan profesional, karena dilihat dari penghasilannya, homogen-homogen guru masih menerima penghasilan yg rendah, belum memenuhi standart hayati layak menjadi suatu profesi. Apa lagi bila penghasilan tadi masih harus dipotong buat biaya pengembangan profesi, misalnya membeli buku-kitab , mengikuti pendidikan, penataran membeli majalah profesi menggunakan porto mandiri, tentu penghasilan tersebut akan sangat tidak mencukupi. Belum lagi bila dipandang menurut kebebasan penemuan serta kreativitas pengajar. Banyaknya peraturan yang bersifat teknis tentang aplikasi kegiatan belajar-mengajar di sekolah bisa Mengganggu kreativitas serta sifat inovatif guru, karena guru secara kaku wajib mengikuti peraturan serta ketentuan yg sudah ada. 

Berdasarkan uraian pada atas dapat dikemukakan, bahwa eksistensi profesi pengajar pada Indonesia belum dapat dikatakan sepenuhnya profesional; melainkan baru pada tingkat embriyonal. Artinya profesi guru di Indonesia saat ini masih baru dalam taraf pertumbuhan, dan berada para taraf peralihan menurut rutinitas ke profesional. Walaupun demikian indikasi-indikasi ke arah profesional sudah nampak secara konkret, misalnya upaya-upaya yang telah dilakukan sebagai berikut: 
1) adanya upaya mempertinggi taraf pendidikan para pengajar yang sudah berdinas, semula untuk pengajar SD minmal D2, buat SLTP minimal D3. Dan untuk SMU/Sekolah Menengah Kejuruan harus S1. Saat ini berdasarkan PP No. 19/2005 dan UU No. 14/2005, seluruh pengajar mulai berdasarkan TK hingga SLTA wajib memiliki kualifikasi pendidikan S1 atau D4 sinkron menggunakan bidang studi yg diajar. Semua itu dimaksudkan agar para pengajar selalu bisa mengikuti perkembangan keilmuan, terutama yang berkaitan menggunakan bidang profesinya, sehingga selalu dapat menaruh pelayanan sinkron dengan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.

2) Di samping itu juga adanya perubahan pengakuan kedudukan jabatan pengajar menurut pegawai biasa sebagai fungsional, yang ditandai dengan adanya perubahan sistem promosi berdasarkan regule ke promosi pilihan dan keharusan buat mengumpulkan nomor kredit eksklusif untuk menduduki jenjang jabatan pengajar tertentu menurut SK Menpan No. 26/1989. Pengakuan keprofesional jabatan pengajar tadi kemudian diperkuat dengan UU 20/2003, PP. No 19/2005 serta lalu UU No. 14/2005 mengenai pengajar dan dosen.

3) Diberikannya tunjangan fungsional sejak tahun 1985, walaupun jumlahnya masih sangat kecil. Seiring dengan mulai diakuinya jabatan guru sebagai jabatan fungsional, maka guru mulai diberikan tunjangan fungsional yg besarnya menurut golongan pangkatnya. Pada awalnya tunbjangan fungsional guru diberikan menurut jenjang sekolah yg diajar, kemudian anugerah tunjangan tersebut berdasarkan pada golongan pangkatnya tanpa memperhatikan di mana dia mengajar. Hal itu merupakan bukti kongkrit adanya pengakuan jabatan guru sebagai jabatan profesional, meski belum optimal. Akan namun dengan adanya UU No. 14/2005 tentu penghargaan pengajar sebagai jabatan profesional akan lebih akbar lagi.

Upaya-upaya itulah yg kita anggap menjadi indikator positif untuk menuju profesionalisasi jabatan guru secara penuh pada Indonesia. Tentu saja masih poly faktor penentu jabatan profesional yang wajib dipenuhi buat menunju dalam era jabatan profesinal pengajar secara penuh.

D. Faktor Penetu Profesi Guru
Meskipun ketika ini telah ada Undang-undang mengenai Pengajar serta dosen, yaitu UU No. 14/2005, namun eksistensi profesi guru di Indonesia hingga waktu ini masih berada dalam tingkat embriyonal, andaipun demikian indikasi-tanda ke arah profesional yang sebenarnya sudah nampak. Penerapan Undang Undang No. 14 tersebut masih membutuhkan saat yang panjang, lantaran keterbatasan-keterbatasan yg dimiliki sang pemerintah, terutama berdasarkan segi keuangan negara. Penerapan undang-undang tersebut membutuhkan porto yang relatif mahal. 

Dari aneka macam kajian bisa dikemukakan, bahwa keberadaan profesi pengajar, dalam arti bertenaga-tidanya posisinya ditentukan sang beberapa faktor. Faktor-faktor tadi anta lain merupakan sebagai beriku: (1) akuntabilitas rata-rata LPTK rendah, (2) pendidikan pada jabatan (inservice pelatihan) kurang baik, (3) organisasi profesi lemah, (4) kode etik profesi longgar, (lima) penghargaan terhadap jabatan pengajar selama ini kurang baik, serta (lima) kurang adanya perlindungan jabatan. Kelima faktor tersebut dibahas lebih rinci dalam bagian berikut ini.

1. Akuntabilitas LPTK Rata-Rata Rendah. 
Akuntabilitas acara LPTK sebagai penghasil energi kependidikan hingga saat ini homogen-rata umumnya masih rendah. Hal itu dapat dimaklumi, sebab dilihat menurut acara/kurikulum, energi guru, wahana serta prasarana pendidikan, pembiayaan serta input atau masukannya masih kurang memenuhi standart. Hal yang demikian ini dapat berpengaruh terhadap mutu lulusan yang didapatkan. Lantaran mutu lulusa yg didapatkan rendah, maka keterpercayaan terhadap lembaga ini huga rendah. Dampak lebih lanjut berdasarkan hal ini adalah adanya penghargaan yang rendah dalam para lulusan. Kondisi yang demikian ini semakin diperparah dengan kontrol yg kurang ketat terhadap keberadaan LPTK-LPTK yang kurang memenuhi persyaratan serta penyelenggrraraan pendidikannya yg carut-marut pada beberapa LPTK pinggiran, maka hal itu semakin menaruh image, bahwa penyelenggara pendidikan guru kurang profesional.

Akuntabilitas kurikulum sebagian akbar LPTK relatif rendah. LPTK kurang akomodatif pada penyusunan dan pengembangan kurikulumnya. Umumnya LPTK menyusun serta membuatkan kurikulum sendiri, tanpa melibatkan kebutuhan ataupun tuntutan kebutuhan stake-holder lainnya sehingga tidak bisa mengakomodasikan kebutuhan riil profesi di lapangan. Mestinya penyusunan dan pengembangan kurikulum LPTK perlu melibatkan gerombolan -grup profesi, pengamat dan pengguna lulusan LPTK sehingga kurikulumnya dapat relevan menggunakan kebutuhan riil pada lapangan.

Demikian pula mengenai tenaga pengajar LPTK. Umumnya energi pengajar pada LPTK, terutama pada beberapa LPTK swasta kurang memenuhi persyaratan professional juga akademis tertentu. Banyak dosen LPTK yg sembarangan, baik menurut segi kesesuaian atau relevansi matakuliah yang diampu dengan bidang keahliannya dosen pengampunya, maupun dari segi jenjang pendidikan yg kurang memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan pada Undang-Undang No. 14 tahun 2005 dan PP No. 19 tahun 2005. Hal demikian itu menyebabkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh para energi dosen tadi kurang. Dampak lebih lanjut, hal itu dapat mengurangi keterpercayaan pada lulusan LPTK yg didapatkan. Bahkan efek yang lebih parah adalah adanya generalisasi terhadap semua lulusan LPTK, karena para lulusan tadi sulit didentifikasi beral berdasarkan LPTK mana.

Manajemen dan faktor kepemimpinan forum pula turut menjadi galat satu penyebab rendahnya akuntabilitas LPTK. Banyak LPTK yang dimanaj sembarangan, baik yg berkaitan dengan manajemen pembelajaran atau akademik, wahana serta prasarana, kemahasiswaan, maupun substansi bidang manajemen lainnya kurang berjalan menggunakan baik. Dari sisi manajemen akademik misalnya, banyak LPTK yang menyelenggarakan perkuliahan sembarangan serta kurang menunjukkan proses pembelajaran yang baik. Ada LPTK yg menyelenggarakan kelas jauh dan diselenggarakan pada tempat yg kurang memenuhi persyaratan (seperti di gedung SD), demikian juga perkuliahan dilaksanakan secara borongan setiap seminggu sekali, bahkan ada yang sebulan sekali serta tidak menuntut kehadiran mahasiswanya secara optimal. Hal ini tentu saja akan membuat lulusan yg kurang berkualitas. Lebih-lebih perkuliahan diselenggarakan dengan dosen dan wahana prasarana seadanya, maka hal itu akan lebih memperburuk kualitas lulusan LPTK dan selanjutnya bila lulusan LPTK tadi diangkat sebagai pengajar, maka hal tadi akan bisa memperpuruk citra pengajar sebagai energi profesional dalam bidang pendidikan. 

Banyak temuan perkara dalam pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), pelatihan pengajar-guru yang nir lulus tunjangan profesi profesi pengajar melalui jalur portofolio pada rayon 16 (Universitas Jember) yg menerangkan, bahwa guru nir memenuhi kreteria profesional, khususnya dalam penguasaan bidang studi yg wajib diajarkan. Banyak pengajar yang mengikuti sertifikasi dalam bidang pendidikan bahasa Inggris, tetapi waktu praktik mengajar (peer teaching), mereka nir mampu dan bahkan nir berani mengajar Bahasa Inggris ataupun banyak salah konsep pada melakukan pembelajaran. Demikian pula dalam kasus pengajar matematika, poly guru peserta PLPG tersebut ternyata jua membuat kesalahan konsep yg sangat fundamental dalam melaksanakan pembelajaran pada peer teaching, pada hal mereka sudah sebagai pengajar relatif usang. Inilah diantaranya merupakan salah satu pengaruh menurut proses pendidikan calon guru yg dilaksanakan menggunakan kurang baik dan sembarangan. Semua itu jika nir segera diatasi akan bisa semakin memperpuruk citra profesi pengajar.

Di samping itu, faktor kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan serta rendahnya pembiayaan pendidikan pula merupakan galat satu kendala pada meningktkan kualitas proses dan output pembelajaran dalam sebagian akbar LPTK. Sebagian besar LPTK memiliki kelengkapan wahana dan prasarana pendidikan yang relatif memprihatinkan. Bahkan beberapa komponen sarana yang vital sekalipun tidak dimiliki, misalnya laboratorium bahasa, laboratorium IPA, laboratorium microteaching, dan peralatan pembelajaran lainnya. Hal demikian itu menyebabkan kurang optimalnya proses pembelajaran yang berlangsung. Belajar nahasa, contohnya tidak dapat mempraktikkan pada laboratorium sebagai akibatnya tingkat akurasinya kurang. Demikian jua dalam belajar ekamatra juga tidak bisa dilakukan dengan percobaan-percobaan laboratorium. Belajar fisika hanya dilakukan menggunakan ceramah serta diskusi, sehingga hingga terlontar insinuasi, apakah ini sedang belajar ekamatra ataukah “sastra ekamatra”? Sindiran itu ada lantaran pembelajaran fisika yang seharusnya poly dipraktikkan ternyata hanya dilakukan dengan cerita belaka, bagaikan pembelajaran sastra. Demikian juga berdasarkan segi biaya pendidikan, biasanya LPTK merupakan perguruan tinggi yang miskin, sebagai akibatnya pembiayaan proses pembelajaran yg berlangsung juga sangat minim. Padahal pembelajaran yang berkualitas sanga memerlukan pembiayaan yg cukup mahal, baik buat kesejahteraan dosennya, juga buat porto-porto operasional pembelajaran yang lainnya. Dampak berdasarkan hal itu akan mengakibatkan kurang berkualitasnya lulusan yg didapatkan LPTK, dan imbas lebih lanjut hal itu merupakan bisa mengurangi akuntabilitas LPTK yang ada.

Rendahnya input LPTK pula menjadi keliru satu faktor penyebab rendahnya akuntabilitas LPTK. Secara sistemik kesemua komponen pembelajaran di LPTK memang sangat berpengaruh, termasuk berpengaruh pada masukan atau input LPTK tadi. Sebagai suatu misal, lantaran eksistensi jabatan pengajar masih belum menarik, maka hal itu bisa berdampak dalam perolehan input yg kurang berkualitas pula. Para anak didik SLTA yg potensial biasanya tidak tertarik buat memasuki forum pendidikan guru, dan mereka lebih cenderung untuk menentukan profesi-profesi yang keren dan bergengsi, misalnya dokter, teknologi, farmasi, komputer dan lain sebagainya karena profesi tersebut lebih menjanjikan nasib mereka pada masa yang akan tiba. Dengan tidak bisa direkrutnya input yg berkualitas, maka hal itu akan berdampak dalam kurang berkualitasnya lulusan LPTK, serta impak lebih lanjut hal itu merupakan bisa mengurangi akuntabilitas LPTK itu senndiri.

2. Pendidikan Dalam Jabatan (inservice training) Kurang Baik 
Pembinaan guru melalui penataran selama ini dirasa kurang intensif, kurang mengena target, sehingga dapat menghipnotis mutu guru. Penataran ternyata nir dapat mempertinggi profesional-itas pengajar. Penataran hanya dapat menambah pengetahuan pengajar serta belum terdapat bukti mampu membarui prilaku dan perilaku profesionalisme pengajar. Bahka hasil penelitian memberitahuakn, bahwa para pengajar yang ditatar dan yg tidak ditatar menunjukkan perilaku yg sama pada hal penerapan CBSA sebagai pembaharuan pendidikan (Sulthon, 1997). Banyak kegiatan penataran yg dilakukan dengan sia-sia, karena tidak diawali dengan identifikasi kebutuhan riil pada lapangan. Penataran umumnya dilakukan menggunakan pendekatan “top-down”, sebagai akibatnya materi penataran kurang menyentuh kebutuhan riil pada lapangan. Dampaknya pengajar yg ditatar kurang berminat terhadap materi penataran yang disampaikan. 

Di samping itu, permasalahan lain menurut lemahnya penyelenggaraan penataran tersebut adalah berkaitan dengan energi penatar atau pembinaan. Kebanyakan tenaga penatar atau pelatih yg ditugasi buat melatih kurang menguasai materi dengan baik. Demikian pula bila dipandang berdasarkan proses penyelenggraan penataran jua kurang sempurna. Selama ini penataran guru sering nir berdasarkan atas kebutuhan riil para guru. Kebanyakan penataran dilaksanakan aas cita-cita pengambil kebijakan, serta bukan didasarkan atas kebutuhan pengajar pada lapangan, sebagai akibatnya output penataran juga kurang optimal.

Semestinya penataran diselenggarakan berdasarkan output pemetaan kebutuhan pengajar di lapangan. Sebelum penataran perlu dilakukan identifikasi kebutuhan pengajar. Pemetaan kebutuhan pengajar pula dapat dilakukan dari hasil ujian nasional (UNAS/UN). Dari output UN tersebut bisa dipetakan kebutuhan guru di lapangan. Jika hasil UN di wilayah tertentu menampakan, bahwa sebagian besar siswa pada daerah tertentu nilai matematikanya buruk, maka guru matematika memerlukan penataran matematika, apabila bahasa Inggris rata-rata buruk, maka guru bahasa Inggris perlu mendapatkan penataran, serta sebagainya. Dengan demikian program penataran pengajar akan menjadi lebih fungsional serta mengena pada sasaran yang dibutuhkan. 

3. Organisasi Profesi Guru Lemah
Keberadaan organisasi profesi pengajar yang ada sampai saat ini masih rendah. Organisasi tadi masih seringkali terpancing dalam kegiatan-aktivitas non-profesional, seperti politk serta kepentingan eksklusif yang nir terdapat kaitannya dengan kepentingan profesional. Dengan demikian fungsi organisasi sebagai indera buat pengembangan dan usaha gerombolan profesi kurang optimal. 

Untuk mengatasi hal itu, maka perlu dilakukan reorientasi organisasi profesi pengajar. Organisasi profesi pengajar hasus diorientasikan dalam pengembangan profesionalitas guru dengan cara acapkali melakukan identifikasi kebutuhan dan perseteruan profesional, dan menindaklanjuti menggunakan training pada anggotanya. Organisasi ini pula harus dapat mengendalikan keanggotaannya secara ketat, artinya hanya mereka yg memenuhi persyaratan sebagai guru saja yg dapat diterima menjadi anggota serta berpraktik menjadi guru, meskipun mengajar di swasta. Organisasi ini pula wajib memegang kendali profesi, dalam pengertian bahwa organisasi ini jua harus berperan pada memberikan rekomendasi kelayakan bagi setiap orang yang akan berpraktik sebagai pengajar. Apabila organisasi ini belum menaruh rekomendasi, maka siapapun, termasuk pemerintah tidak boleh memberikan ijin atau mengangkatnya menjadi guru. Untuk melaksanakan tugas ini, perlengkapan organisasi wajib dibenahi secara baik.

Di samping itu, organisasi ini jua harus dapat membentuk solidaritas profesi yang tinggi di antara anggotanya. Sesama anggota organisasi profesi wajib ditumbuhkan rasa kebersamaan, rasa saling membutuhkan, rasa saling mengisi, dan rasa saling memilki yg tinggi. Solidaritas yg tinggi ini terutama dibutuhkan untukm peningkatan profesionalitas serta kesejahteraan para anggotanya. Apabila hal itu dapat diwujudkan, maka nilai bargaining organisasi ini jua akan tinggi. Organisasi ini akan diakui dan disegani siapa saja, baik sang rakyat, pemerintah, maupun gerombolan profesi lainnya. Dengan demikian, maka eksistensi profesi guru pada masa akan tiba akan dapat terangkat kredibiltasnya. 

4. Kode Etik Profesi Guru Longgar 
Kode etik menjadi landasan moral dan rambu-rambu tingkah laku bagi setiap anggota sangat menghipnotis kuat-tidaknya suatu profesi. Hingga ketika ini kode etik profesi guru kurang bisa berfungsi dengan baik. Kode etik tadi kurang ”membumi” dan terkesan sebagai pelengkap organisasi saja. Bahkan kebanyakan guru kurang mengenalnya dengan baik. Akibatnya, kode etik tadi kurang mewarnai perilaku guru pada menjalankan tugas sehari-hari. 

Permasalahan lain, pada negeri kita ini yang merasa terikat menggunakan berbagai peraturan hanyalah guru negeri, sedangkan pengajar partikelir tidak merasa terikat. Selama ini pengajar partikelir merasa terbebas berdasarkan segala peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, lantaran mereka tidak dibayar sang pemerintah. Pada hal jumlah guru partikelir relatif banyak, dan bahkan kemungkinan sanggup lebih poly berdasarkan dalam pengajar negeri. Demikian pula, apabila terjadi masalah pelanggaran pada keliru satu guru, meskipun itu pengajar swasta dampaknya relatif luas bagi profesi pengajar secara keseluruhan. Hal inilah yg perlu segera aicarikan penyelesaiannya. Kode etik guru wajib dikembangkan dan disosialisasikan secara terus menerus, baik pada guru negeri maupun partikelir, serta bahkan kepada calon pengajar. Apabila perlu kode etik guru harus masuk pada kurikulum pendidikan guru. Dengan demikian ”jiwa guru” yang melekat dalam kode etik guru tadi telah dapat dihafal serta dijiwai sang para calon guru sejak pada proses pendidikan guru. Jika ini dapat dicapai, maka di masa mendatang nir akan ada pengajar yang masih asing lagi terhadap kode etik jabatan pengajar. 

5. Penghargaan terhadap Jabatan Guru Kurang Baik
Nilai suatu jabatan keliru satu di antaranya merupakan dipengaruhi sang tinggi rendahnya penghargaan terhadap jabatan tersebut. Jika jabatan tersebut mendapat penghargaan yang tinggi (terutama penghargaan finansial atau gaji tinggi), maka jabatan tersebut bisa dipercaya bernilai tinggi sehingga dihargai dan diminati banyak orang. Sebaliknya bila berdasarkan jabatan tersebut nir dapat memberikan penghasilan yg tinggi, maka jabatan tersebut dianggap kurang bernilai tinggi sehingga kurang dihargai dan kurang diminati banyak orang.

Jabatan guru selama ini termasuk jabatan yang kurang mendapatkan penghargaan yang layak. Gaji serta penghasilan pengajar selama ini sangat rendah. Penghasilan yg diperoleh menurut jabatan pengajar selama ini kurang dapat menjamin kelayakan hidup famili, apa lagi buat pembiayaan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan famili. Bahkan poly di antara para guru terpaksa harus mencari tambahan penghasilan lain pada luar profesinya, misalnya sebagai ”tukang ojek” seusai mengajar atau bekerja di sektor pertukangan dan jasa lainnya. Semua itu jelas dapat menurunkan nilai jabatan guru.

Apabila hal-hal tadi tidak segera ditangani secara baik, maka sampai kapanpun jabatan pengajar nir akan memperoleh penghargaan yg baik. Dampak lebih jauh merupakan kurang tertariknya generasi belia buat sebagai guru. Jika hal itu terjadi, maka upaa untuk menerima pengajar-guru yg baik akan sulit diwujudkan, sebab dengan kurang menariknya jabatan pengajar tersebut, maka generasi belia yang baik serta potensial akan enggan menadi pengajar, ia akan menentukan profesi lain yg lebih menarik.

Untuk menaikkan keberadaa profesi pengajar tersebut kiranya perlu segera direalisasikan hak-hak pengajar yang tercantum pada UU No. 14 tahun 2005. Apabila hal itu te;lah dilaksanakan, maka pada masa yg akan tiba, profesi guru akan sebagai profesi yg cukup bergengsi. Dengan demikian profesi guru akan sebagai profesi yang diminati, termasuk generasi muda yg baik serta potensial.

6. Kurang Adanya Perlindungan Jabatan Guru
Selama ini profesi pengajar kurang menerima perlindungan secara aturan. Ringannya persyaratan sebagai pengajar, terutama di forum swasta dapat menurunkan eksistensi profesi ini. Profesi ini terkesan “murahan”, dan siapa saja boleh memangkunya. Kondisi yg demikian ini membuat eksistensi profesi guru menjadi lemah. Untuk menaikkan eksistensi profesi guru tersebut perlu adanya persyaratan yg ketat buat sebagai pengajar, baik dalam sekolah-sekolah negeri, juga partikelir. Siapa saja yang melakukan tugas sebagai pengajar harus memiliki sertifikat kelayakan menjadi guru yang memadai. 

Berdasarkan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidkan serta UU No. 14/2005 mengenai Guru dan Dosen, ditegaskan bahwa guru mulai TK hingga SLTA wajib memiliki ijazah minimal S1 atau D-IV. Hal itu mestinya wajib diterapkan secara ketat. Demikian juga supervisi serta sangsi terhadap pelanggarannya jua wajib dilakukan secara ketat jua. Seharusnya, siapa saja yang berpraktik menjadi guru tanpa mempunyai sertifikat kelayakan menjadi guru yg sah dan siapa saja yang memakai/memperkerjakan seorang menjadi pengajar tanpa disertai sertifikat menjadi guru yang sah dinyatakan bersalah serta dapat ditindak secara tegas. Dengan cara demikian itu diperlukan eksistensi profesi guru akan terlindungi.