PENGERTIAN MANAJEMEN PELAYANAN MASYARAKAT

Pengertian Manajemen Pelayanan Masyarakat 
Pelayanan adalah suatu cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus serta menuntaskan keperluan kebutuhan mayarakat, baik secara perorangan, kelompok serta atau golongan, organisasi ataupun sekelompok anggota organisasi).

Dalam pengertian pelayanan tadi terkandung suatu kondisi bahwa yang melayani mempunyai suatu keterampilan, keahlian dibidang eksklusif. Berdasarkan keterampilan dan keahlian tadi pihak aparat yang melayani memiliki posisi atau nilai lebih dalam kecakapan tertentu, sehingga sanggup menaruh bantuan dalam menuntaskan suatu keperluan, kebutuhan individu atau organisasi.

Dalam pengertian pelayanan tadi secara konkrit diutarakan : 
  1. Pelayanan adalah salah satu tugas utama aparatur pemerintah, termasuk pelaku usaha.
  2. Obyek yg dilayani : rakyat (publik)
  3. Bentuk pelayanan itu berupa barang serta jasa yang sesuai menggunakan kepentingan kebutuhan masyarakat serta peraturan perundang-undangan yg berlaku.
Dengan demikian pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yg berkaitan menggunakan kepentingan generik dan kepentingan golongan atau individu pada bentuk barang serta jasa.

Pelayanan adalah suatu bentuk aktivitas pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik pada sentra serta daerah maupun BUMN serta BUMD dalam rangka pemenuhan kebutuhan rakyat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan publik merupakan suatu bisnis buat membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diharapkan orang lain. 

Dalam pelaksanaannya pelayanan dilakukan secara pelayanan profesional, dan prima artinya dilakukan secara konkrit bahwa yg melayani harus mempunyai suatu kemampuan dalam melayani, menanggapi kebutuhan spesial (unik, spesifik, istimewa) orang lain agar mereka puas. Pelayanan prima adalah pelayanan yang memenuhi standar pelayanan terhadap permintaan, impian, dan asa masyarakat yang mempunyai nilai yang tinggi dan bermutu (berkualitas). 

Selanjutnya, Drs. H. Tamaruddin pada Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima mengungkapkan : Tujuan berdasarkan pelayanan prima adalah memuaskan dan atau sinkron menggunakan keinginan pelanggan. Untuk mencapai hal itu, dibutuhkan kualitas pelayanan yang sinkron menggunakan kebutuhan serta atau harapan pelanggan. Zeithaml et el, (1990) seperti dikutip Yun, Yong, serta Loh (1998) menyatakan bahwa mutu pelayanan didefinisikan oleh pelanggan, yaitu kesesuaian antara harapan serta atau cita-cita menggunakan fenomena.

Konsepsi Pelayanan 
Kekuasaan serta kewenangan pemerintah bersumber berdasarkan masyarakat. Oleh karenanya, maju atau mundurnya suatu pemerintah ditentukan dukungan masyarakat. Untuk mempertahankan serta menaikkan pelayanan diharapkan dukungan, agama, loyalitas masyarakat, seyogyanya aparat pemerintah pada semua bidang serta tingkat menerapkan suatu konsep pelayanan berwawasan dalam pemenuhan kebutuhan, keperluan, kepentingan rakyat. Segala kebijakan, peraturan, acara yang ditetapkan hendaknya berorientasi kepada kepuasan rakyat. 

Menurut Sianipar aparatur pemerintah hendaknya selalu lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, lebih meningkatkan kecepatan proses penyelesaian urusan masyarakat, menaruh yang lebih berkualitas, lebih baik, lebih murah, lebih cepat, lengkap serta tuntas. 

Aparat pemerintah hendaknya telah meninggalkan konsep menjual, yakni memperlihatkan secara militan produk-produk yang dihasilkan berupa kebijaksanaan, peraturan, acara yang belum tentu kondusif menggunakan kebutuhan warga yg berubah cepat, hasrat dan kepuasan masyarakat. Aparat harus cepat tanggap terhadap tuntutan serta perubahan kebutuhan masyarakat. Melakukan banyak sekali pemugaran, perubahan atas aneka macam cara, prosedur kerja, peraturan, kebijakan, acara dalam seluruh bidang kehidupan.

Selanjutnya Sianipar menyebutkan bahwa sejalan menggunakan konsepsi pelayanan yg berwawasan rakyat, maka timbul cara pandang baru yakni merubah posisi warga yg dilayani menurut pada bawah manajemen garis depan menjadi diatas manajemen. Konsepsi memposisikan warga dalam puncak manajemen, merupakan suatu cara pengaktualisasian fungsi aparatur pemerintah sebagai abdi warga . Konsepsi ini pula merupakan pencerminan pemikiran bahwa pelanggan adalah raja. 

Semua aparatur pemerintah mereformasi konsepsi, wawasan berfikir, merubah paradigma, dan -prilaku mereka dari dilayani sebagai melayani. Melayani menggunakan cepat, sempurna pada setiap level dibidang masing-masing sinkron dengan tugas utama dan fungsi. Cara kerja usang yang terkesan lamban diubah, didesain menjadi pelayanan yg cepat, tepat, lebih efektif, lebih efisien. Cara-cara berfikir yang kurang terbuka, yg kaku pada mengartikan, menerapkan peraturan, disiplin, direformasi sebagai pemikir yg kreatif, inovatif, serta adaptif terhadap perubahan. Peraturan kebijakan yg kurang aman terhadap tuntutan rakyat, dikaji, disempurnakan, atau diganti.

Sistem Pelayanan Nasional 
Sebagai titik tolak, esensi pada penyelenggaraan pelayanan publik yang perlu disadari adalah masalah pelayanan publik bersumber pada :
  • Adanya kewajiban pada pihak administrasi negara buat menjalankan fungsi dan wewenangnya menurut prinsip-prinsip pemerintahan yg baik serta bersih.
  • Adanya pengakuan terhadap hak-asasi setiap warganegara atas pemerintahan, perilaku administratif, dan kualitas output pelayanan yang baik.
  • Adanya keanekaragaman jenis serta bidang pelayanan publik pada Indonesia sebagai dampak berdasarkan adanya keragaman urusan dan kepentingan warga yg harus dipenuhi. 
Terlepas berdasarkan disparitas jenis dan bidang pelayanan di atas, aktivitas pelayanan publik hampir selalu berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pada mana seluruh tugas yg wajib diselenggarakan dalam rangka merealisasikan kebijakan umum (public policies) pemerintah harus dapat didelegasikan pada pihak-pihak atau institusi eksklusif yg mempunyai kewenangan (authority), kompetensi (competensi), dan asal-sumber daya (resources) buat menyelenggarakan pelayanan publik.

Sejalan dengan itu, beberapa hal pokok yg selalu inheren sebagai ciri berdasarkan Pelayanan Publik serta Penyelenggaraan Pelayanan Publik (public servants) adalah : 
a. Umumnya diselenggarakan sebagai pengejawantahan menurut serta dalam rangka realisasi kebijaksanaan negara yang ditujukan buat rakyat generik (pada wujud penetapan hak dan kewajiban bagi warga rakyat) yg ditetapkan melalui aturan-aturan serta perundang-undangan.
b. Diselenggarakan sang petugas-petugas atau instansi yg dari hukum dan peraturan perundang-undangan diberi kewenangan serta diwajibkan buat memenuhi kualifikasi eksklusif pada menaruh pelayanan. 
c. Menyangkut penyelenggaraan pelayanan kepada rakyat yg dijalankan dari kerangka prosedural tertentu yg telah distandarisasi berdasarkan segi kinerja maupun kualitasnya.
d. Menyangkut pelbagai urusan serta kepentingan masyarakat pada berbagai bidang kehidupan pemenuhannya sebagai tanggung jawab negara, dan penyelenggaraannya dapat berkenaan dengan pelayanan administratif, penyediaan barang, penyediaan jasa bagi masyarakat atau adonan menurut jenis-jenis pelayanan itu.
e. Tingkat keberhasilannya diukur dari tingkat kepuasan masyarakat penerima pelayanan, baik menurut segi kualitas pelayanan, praktikabilitas, taraf biaya pelayanan yang harus dikeluarkan, kualitas produk (barang/jasa/status), taraf responsitivitas terhadap keanekaragaman kepentingan serta kebutuhan warga , serta tingkat responsivitas terhadap keluhan-keluhan yang disampaikan oleh warga .
f. Selalu harus diselenggarakan dari baku kualitas hasil kerja tertentu yang mengikat para penyelenggara pelayanan publik sehingga bisa dijamin pencapaian tingkat kepuasan rakyat penerima pelayanan publik yang minimal seragam secara nasional dan atau seragam pada pelbagai sektor pelayanan publik yg ada.
g. Selalu berhadapan dengan pluralitas di pada masyarakat, baik menurut segi kepentingan (interest), kebutuhan (necessities), latar belakang ekonomi, sosial, politik, budaya dan sebagainya, sehingga pada penyelenggaraannya tercakup pula adanya jaminan buat bersifat non-diskriminatif, proporsional, obyektif serta imparsial. Artinya, apabila masih ada penyimpangan hanya bisa dibenarkan apabila terdapat justifikasinya pada pada aturan.
h. Lantaran dalam tingkat realisasinya dilaksanakan sang petugas atau pejabat publik eksklusif, adanya standar konduite yg meliputi baku etik maupun manajerial pada wujud code of good conduct sebagai keharusan. Standar semacam itu sebagai pedoman konduite bagi para petugas/pejabat serta panduan penilaian terhadap pemenuhan hak-hak rakyat buat memperoleh pelayanan prima.

Dari citra di atas, bisa disimpulkan bahwa Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Publik Indonesia perlu bersinergi dan saling mengisi pada mendukung bekerjanya keseluruhan sistem itu secara optimal. Faktor-faktor penentu meliputi :

a) Regulasi mengenai Pelayanan Publik
Regulasi pelayanan publik berwujud seperangkat peraturan perundang-undangan, yg sebagian akbar adalah kaidah-kaidah hukum administrasi negara, yg memberikan dasar hukum menurut beroperasinya sistem palayanan publik. Peraturan-peraturan hukum yang menjadi dasar keabsahan merupakan :
  1. Keberadaan aturan (legal existence) institusi-institusi administrasi negara penyelenggara pelayanan publik.
  2. Bekerjanya struktur organisasi, pengisian jabatan serta fungsi penyelenggara pelayanan publik menggunakan pejabat dengan kualifikasi dan kompetensi tertentu.
  3. Penetapan dan pelaksanaan tugas, tanggung jawab, wewenang serta hak-hak penyelenggaraan pelayanan publik.
  4. Pengakuan kedudukan, serta penegakan hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga masyarakat pengguna pelayanan jasa publik.
  5. Penetapan berlakunya proses/mekanisme penyeleng- garaan pelayanan jasa publik serta baku minimum pelayanan (tolok ukur kinerja/output kerja kualitas produk) termasuk indeks kepuasan warga serta proses/prosedur pengajuan serta pelayanan keluhan publik (publik complaint/public grievance).
  6. Berlakunya standar konduite (standard of conduct) para penjabat penyelenggara pelayanan publik.
b) Asas-asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dimaksud menggunakan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik adalah prinsip-prinsip dasar yg menjadi acuan dalam pengorganisasian, acuan kerja, serta panduan penilaian kerja bagi setiap forum penyelenggara pelayanan publik. Asas-asas penyelenggaraan dikategorikan menjadi asas-asas generik administrasi publik yg baik (general principles of good administra-tion) serta azas bersifat adaptif.

Bersifat umum karena asas ini secara langsung menyentuh hakekat pelayanan publik menjadi wujud menurut upaya melaksanakan tugas pemerintah pada pemenuhan kebutuhan warga banyak dan/atau tugas aplikasi perintah peraturan perundang-undangan.

Bersifat adaptif, lantaran asas-asas ini secara tidak pribadi bersentuhan dengan anugerah pelayanan kepada warga umum, baik pada bidang pelayanan administratif, pelayanan jasa, pelayanan barang, ataupun kombinasi menurut pelayanan-pelayanan tadi. 

Menurut Cadbury Committee pada Inggris ( 1992) Asas-asas utama, yg melekat secara inherent dalam esensi Pelayanan Publik adalah : 
1) Asas Keterbukaan (openness)
Keterbukaan sebagai salah satu asas primer buat menjamin bahwa para stakeholders yang mengandalkan proses pengambilan keputusan, tindakan-tindakan oleh institusi publik, pengelolaan kegiatan, serta pengelolaan asal daya manusia dalam melaksanakan pelayanan publik. Keterbukaan (mungkin setara dengan asas transparansi) yg diwujudkan melalui pembinaan komunikasi secara penuh, terinci serta jelas menggunakan para stakeholders yang sebagai salah satu prinsip primer berdasarkan suatu good governance.

2) Asas Integritas 
Integritas mengandung makna ”berurusan secara langsung” (straightforward dealings) serta ketuntasan (completeness) pada pelaksanaan fungsi-fungsi pelayanan publik. Asas moral yang mendasari asas integritas ini terutama merupakan kejujuran, obyektivitas dan standar kesantunan yg tinggi, serta tanggung jawab atas penggunaan dana-dana serta asal daya publik.

3) Asas Akuntabilitas 
Asas ini berkenaan dengan proses di mana unit-unit pelayanan publik dan orang-orang yang berfungsi pada dalamnya harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang dibuatnya. Singkatnya, akuntabilitas melahirkan kewajiban buat bertanggung jawab atas fungsi serta kewenangan yg secara absah dipercayakan kepada setiap public servant.

4) Asas Legalitas 
Berdasarkan asas lawfulness ini, setiap tindakan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan fungsi suatu institusi pelayanan publik wajib sejalan menggunakan peraturan perundang-undangan yg berlaku, dan dijalankan sinkron dengan aturan serta mekanisme yg ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

6) Asas Non-Diskriminasi serta Perlakuan yang Sama 
Institusi penyelenggara pelayanan publik harus bekerja atas dasar prinsip pemberian pelayanan yg sama dan setara kepada warga , tanpa membedakan gender, ras, agama/agama, kemampuan fisik, aspirasi politik, serta sebagainya.

7) Asas Proporsionalitas 
Asas ini meletakkan kewajiban dalam setiap penyeleng- gara pelayanan publik buat menjamin bahwa beban yang wajib ditanggung oleh masyarakat pengguna jasa layanan publik dampak tindakan-tindakan yang diambil institusi pelayanan publik berbanding proporsional dengan tujuan serta manfaat yg hendak diperoleh warga . Asas ini berkaitan erat dengan beban administratif, biaya serta waktu pelayanan yg wajib ditanggung sang masyarakat jika mereka hendak memperoleh pelayanan publik.

8) Asas Konsistensi 
Berdasarkan asas ini, warga warga dan/atau stakeholders layanan publik dalam umumnya memperoleh agunan bahwa institusi pelayanan publik akan bekerja secara konsisten sinkron pola kerjanya yang normal pada konduite administratifnya. Penyimpangan terhadap asas ini (dispensasi, perlakuan spesifik, serta sebagainya) harus memperoleh pembenarannya secara absah (duly justified).

PENGERTIAN MANAJEMEN PELAYANAN MASYARAKAT

Pengertian Manajemen Pelayanan Masyarakat 
Pelayanan adalah suatu cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus dan merampungkan keperluan kebutuhan mayarakat, baik secara perorangan, kelompok serta atau golongan, organisasi ataupun sekelompok anggota organisasi).

Dalam pengertian pelayanan tersebut terkandung suatu syarat bahwa yg melayani mempunyai suatu keterampilan, keahlian dibidang eksklusif. Berdasarkan keterampilan dan keahlian tersebut pihak aparat yg melayani mempunyai posisi atau nilai lebih dalam kecakapan tertentu, sebagai akibatnya sanggup menaruh donasi dalam menuntaskan suatu keperluan, kebutuhan individu atau organisasi.

Dalam pengertian pelayanan tadi secara konkrit diutarakan : 
  1. Pelayanan merupakan keliru satu tugas utama aparatur pemerintah, termasuk pelaku bisnis.
  2. Obyek yang dilayani : masyarakat (publik)
  3. Bentuk pelayanan itu berupa barang serta jasa yg sinkron dengan kepentingan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yg berlaku.
Dengan demikian pelayanan publik bisa diartikan sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan rakyat terutama yg berkaitan menggunakan kepentingan umum dan kepentingan golongan atau individu pada bentuk barang dan jasa.

Pelayanan merupakan suatu bentuk kegiatan pelayanan yg dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik pada pusat dan daerah maupun BUMN dan BUMD pada rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sinkron peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kamus akbar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan publik adalah suatu bisnis buat membantu menyiapkan (mengurus) apa yg diharapkan orang lain. 

Dalam pelaksanaannya pelayanan dilakukan secara pelayanan profesional, dan prima merupakan dilakukan secara konkrit bahwa yg melayani wajib memiliki suatu kemampuan pada melayani, menanggapi kebutuhan spesial (unik, spesifik, istimewa) orang lain supaya mereka puas. Pelayanan prima merupakan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan terhadap permintaan, keinginan, serta asa masyarakat yg memiliki nilai yg tinggi serta bermutu (berkualitas). 

Selanjutnya, Drs. H. Tamaruddin pada Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima menyebutkan : Tujuan dari pelayanan prima adalah memuaskan dan atau sinkron dengan keinginan pelanggan. Untuk mencapai hal itu, dibutuhkan kualitas pelayanan yg sinkron menggunakan kebutuhan serta atau cita-cita pelanggan. Zeithaml et el, (1990) misalnya dikutip Yun, Yong, dan Loh (1998) menyatakan bahwa mutu pelayanan didefinisikan oleh pelanggan, yaitu kesesuaian antara harapan dan atau asa menggunakan kenyataan.

Konsepsi Pelayanan 
Kekuasaan dan kewenangan pemerintah bersumber berdasarkan rakyat. Oleh karenanya, maju atau mundurnya suatu pemerintah ditentukan dukungan rakyat. Untuk mempertahankan serta menaikkan pelayanan dibutuhkan dukungan, kepercayaan , loyalitas warga , seyogyanya aparat pemerintah dalam semua bidang dan taraf menerapkan suatu konsep pelayanan berwawasan dalam pemenuhan kebutuhan, keperluan, kepentingan masyarakat. Segala kebijakan, peraturan, program yang ditetapkan hendaknya berorientasi pada kepuasan masyarakat. 

Menurut Sianipar aparatur pemerintah hendaknya selalu lebih mengutamakan kepentingan warga , lebih mempercepat proses penyelesaian urusan masyarakat, menaruh yg lebih berkualitas, lebih baik, lebih murah, lebih cepat, lengkap dan tuntas. 

Aparat pemerintah hendaknya telah meninggalkan konsep menjual, yakni menawarkan secara militan produk-produk yg dihasilkan berupa kebijaksanaan, peraturan, acara yang belum tentu kondusif dengan kebutuhan masyarakat yang berubah cepat, asa dan kepuasan warga . Aparat wajib cepat tanggap terhadap tuntutan serta perubahan kebutuhan warga . Melakukan berbagai perbaikan, perubahan atas banyak sekali cara, prosedur kerja, peraturan, kebijakan, program pada semua bidang kehidupan.

Selanjutnya Sianipar mengungkapkan bahwa sejalan dengan konsepsi pelayanan yang berwawasan warga , maka ada cara pandang baru yakni merubah posisi warga yg dilayani dari pada bawah manajemen garis depan sebagai diatas manajemen. Konsepsi memposisikan warga dalam zenit manajemen, merupakan suatu cara pengaktualisasian fungsi aparatur pemerintah menjadi abdi masyarakat. Konsepsi ini juga adalah pencerminan pemikiran bahwa pelanggan merupakan raja. 

Semua aparatur pemerintah mereformasi konsepsi, wawasan berfikir, merubah paradigma, serta -prilaku mereka dari dilayani sebagai melayani. Melayani dengan cepat, tepat pada setiap level dibidang masing-masing sinkron dengan tugas utama dan fungsi. Cara kerja usang yang terkesan lamban diubah, dibuat sebagai pelayanan yang cepat, sempurna, lebih efektif, lebih efisien. Cara-cara berfikir yg kurang terbuka, yg kaku dalam mengartikan, menerapkan peraturan, disiplin, direformasi menjadi pemikir yg kreatif, inovatif, serta adaptif terhadap perubahan. Peraturan kebijakan yang kurang aman terhadap tuntutan warga , dikaji, disempurnakan, atau diganti.

Sistem Pelayanan Nasional 
Sebagai titik tolak, esensi pada penyelenggaraan pelayanan publik yg perlu disadari merupakan masalah pelayanan publik bersumber pada :
  • Adanya kewajiban dalam pihak administrasi negara buat menjalankan fungsi dan wewenangnya dari prinsip-prinsip pemerintahan yang baik serta higienis.
  • Adanya pengakuan terhadap hak-asasi setiap warganegara atas pemerintahan, konduite administratif, serta kualitas hasil pelayanan yg baik.
  • Adanya keanekaragaman jenis dan bidang pelayanan publik di Indonesia sebagai dampak menurut adanya keragaman urusan serta kepentingan rakyat yg harus dipenuhi. 
Terlepas berdasarkan perbedaan jenis serta bidang pelayanan pada atas, aktivitas pelayanan publik hampir selalu berkaitan dengan aplikasi tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pada mana semua tugas yang wajib diselenggarakan pada rangka merealisasikan kebijakan umum (public policies) pemerintah wajib bisa didelegasikan dalam pihak-pihak atau institusi tertentu yg mempunyai kewenangan (authority), kompetensi (competensi), serta sumber-asal daya (resources) buat menyelenggarakan pelayanan publik.

Sejalan dengan itu, beberapa hal utama yang selalu inheren menjadi ciri berdasarkan Pelayanan Publik serta Penyelenggaraan Pelayanan Publik (public servants) adalah : 
a. Umumnya diselenggarakan menjadi pengejawantahan dari dan dalam rangka realisasi kebijaksanaan negara yg ditujukan buat warga generik (dalam wujud penetapan hak dan kewajiban bagi masyarakat warga ) yg ditetapkan melalui aturan-aturan serta perundang-undangan.
b. Diselenggarakan sang petugas-petugas atau instansi yg berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan diberi kewenangan serta diwajibkan buat memenuhi kualifikasi eksklusif dalam memberikan pelayanan. 
c. Menyangkut penyelenggaraan pelayanan kepada rakyat yang dijalankan berdasarkan kerangka prosedural eksklusif yg telah distandarisasi berdasarkan segi kinerja juga kualitasnya.
d. Menyangkut pelbagai urusan serta kepentingan rakyat dalam aneka macam bidang kehidupan pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara, serta penyelenggaraannya dapat berkenaan dengan pelayanan administratif, penyediaan barang, penyediaan jasa bagi warga atau gabungan berdasarkan jenis-jenis pelayanan itu.
e. Tingkat keberhasilannya diukur berdasarkan tingkat kepuasan warga penerima pelayanan, baik berdasarkan segi kualitas pelayanan, praktikabilitas, tingkat biaya pelayanan yg harus dimuntahkan, kualitas produk (barang/jasa/status), taraf responsitivitas terhadap keanekaragaman kepentingan dan kebutuhan warga , serta tingkat responsivitas terhadap keluhan-keluhan yg disampaikan oleh masyarakat.
f. Selalu harus diselenggarakan dari standar kualitas output kerja eksklusif yang mengikat para penyelenggara pelayanan publik sebagai akibatnya dapat dijamin pencapaian tingkat kepuasan masyarakat penerima pelayanan publik yang minimal seragam secara nasional dan atau seragam pada pelbagai sektor pelayanan publik yang terdapat.
g. Selalu berhadapan menggunakan pluralitas di dalam rakyat, baik menurut segi kepentingan (interest), kebutuhan (necessities), latar belakang ekonomi, sosial, politik, budaya serta sebagainya, sebagai akibatnya dalam penyelenggaraannya tercakup pula adanya jaminan buat bersifat non-diskriminatif, proporsional, obyektif dan imparsial. Artinya, apabila terdapat defleksi hanya dapat dibenarkan bila terdapat justifikasinya pada dalam hukum.
h. Lantaran pada tingkat realisasinya dilaksanakan oleh petugas atau pejabat publik tertentu, adanya standar konduite yg mencakup baku etik juga manajerial dalam wujud code of good conduct menjadi keharusan. Standar semacam itu sebagai panduan perilaku bagi para petugas/pejabat serta panduan penilaian terhadap pemenuhan hak-hak rakyat buat memperoleh pelayanan prima.

Dari gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Publik Indonesia perlu bersinergi serta saling mengisi dalam mendukung bekerjanya holistik sistem itu secara optimal. Faktor-faktor penentu meliputi :

a) Regulasi tentang Pelayanan Publik
Regulasi pelayanan publik berwujud seperangkat peraturan perundang-undangan, yang sebagian besar adalah kaidah-kaidah hukum administrasi negara, yang memberikan dasar aturan berdasarkan beroperasinya sistem palayanan publik. Peraturan-peraturan hukum yg sebagai dasar keabsahan merupakan :
  1. Keberadaan aturan (sah existence) institusi-institusi administrasi negara penyelenggara pelayanan publik.
  2. Bekerjanya struktur organisasi, pengisian jabatan dan fungsi penyelenggara pelayanan publik dengan pejabat dengan kualifikasi serta kompetensi tertentu.
  3. Penetapan dan pelaksanaan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak-hak penyelenggaraan pelayanan publik.
  4. Pengakuan kedudukan, dan penegakan hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga rakyat pengguna pelayanan jasa publik.
  5. Penetapan berlakunya proses/prosedur penyeleng- garaan pelayanan jasa publik serta baku minimum pelayanan (tolok ukur kinerja/hasil kerja kualitas produk) termasuk indeks kepuasan warga serta proses/prosedur pengajuan dan pelayanan keluhan publik (publik complaint/public grievance).
  6. Berlakunya standar konduite (standard of conduct) para penjabat penyelenggara pelayanan publik.
b) Asas-asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dimaksud menggunakan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik merupakan prinsip-prinsip dasar yg sebagai acuan pada pengorganisasian, acuan kerja, serta pedoman evaluasi kerja bagi setiap forum penyelenggara pelayanan publik. Asas-asas penyelenggaraan mengkategorikan menjadi asas-asas umum administrasi publik yang baik (general principles of good administra-tion) dan azas bersifat adaptif.

Bersifat umum lantaran asas ini secara eksklusif menyentuh hakekat pelayanan publik menjadi wujud berdasarkan upaya melaksanakan tugas pemerintah pada pemenuhan kebutuhan rakyat poly serta/atau tugas pelaksanaan perintah peraturan perundang-undangan.

Bersifat adaptif, karena asas-asas ini secara tidak langsung bersentuhan menggunakan hadiah pelayanan pada masyarakat generik, baik di bidang pelayanan administratif, pelayanan jasa, pelayanan barang, ataupun kombinasi dari pelayanan-pelayanan tersebut. 

Menurut Cadbury Committee pada Inggris ( 1992) Asas-asas utama, yg inheren secara inherent dalam esensi Pelayanan Publik merupakan : 
1) Asas Keterbukaan (openness)
Keterbukaan sebagai galat satu asas primer buat mengklaim bahwa para stakeholders yg mengandalkan proses pengambilan keputusan, tindakan-tindakan sang institusi publik, pengelolaan kegiatan, serta pengelolaan asal daya manusia pada melaksanakan pelayanan publik. Keterbukaan (mungkin setara dengan asas transparansi) yang diwujudkan melalui pelatihan komunikasi secara penuh, naratif dan jelas menggunakan para stakeholders yg sebagai galat satu prinsip utama menurut suatu good governance.

2) Asas Integritas 
Integritas mengandung makna ”berurusan secara pribadi” (straightforward dealings) serta ketuntasan (completeness) dalam aplikasi fungsi-fungsi pelayanan publik. Asas moral yang mendasari asas integritas ini terutama merupakan kejujuran, obyektivitas serta standar kesantunan yang tinggi, dan tanggung jawab atas penggunaan dana-dana dan asal daya publik.

3) Asas Akuntabilitas 
Asas ini berkenaan dengan proses pada mana unit-unit pelayanan publik serta orang-orang yg berfungsi di dalamnya harus bertanggung jawab atas keputusan serta tindakan yang dibuatnya. Singkatnya, akuntabilitas melahirkan kewajiban buat bertanggung jawab atas fungsi serta wewenang yang secara sah dipercayakan kepada setiap public servant.

4) Asas Legalitas 
Berdasarkan asas lawfulness ini, setiap tindakan, pengambilan keputusan, dan aplikasi fungsi suatu institusi pelayanan publik harus sejalan menggunakan peraturan perundang-undangan yg berlaku, dan dijalankan sesuai dengan aturan serta prosedur yg ditetapkan dari peraturan perundang-undangan. 

6) Asas Non-Diskriminasi dan Perlakuan yang Sama 
Institusi penyelenggara pelayanan publik wajib bekerja atas dasar prinsip hadiah pelayanan yg sama dan setara pada warga , tanpa membedakan gender, ras, kepercayaan /kepercayaan , kemampuan fisik, aspirasi politik, dan sebagainya.

7) Asas Proporsionalitas 
Asas ini meletakkan kewajiban pada setiap penyeleng- gara pelayanan publik buat menjamin bahwa beban yg harus ditanggung sang masyarakat pengguna jasa layanan publik dampak tindakan-tindakan yang diambil institusi pelayanan publik berbanding proporsional menggunakan tujuan dan manfaat yg hendak diperoleh rakyat. Asas ini berkaitan erat menggunakan beban administratif, porto serta saat pelayanan yg harus ditanggung sang rakyat bila mereka hendak memperoleh pelayanan publik.

8) Asas Konsistensi 
Berdasarkan asas ini, rakyat warga dan/atau stakeholders layanan publik pada umumnya memperoleh jaminan bahwa institusi pelayanan publik akan bekerja secara konsisten sesuai pola kerjanya yg normal pada konduite administratifnya. Penyimpangan terhadap asas ini (dispensasi, perlakuan spesifik, serta sebagainya) wajib memperoleh pembenarannya secara sah (duly justified).

PENGEMBANGAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK DAN ISUISU KONTEMPORER ADMINISTRASI NEGARA DI INDONESIA

Pengembangan Ilmu Administrasi Publik Dan Isu-Isu Kontemporer Administrasi Negara Di Indonesia
Administrasi Publik memainkan peranan yang krusial datam penyelenggaraan Pemerintahan. Baik buruknya penyetenggaraan pemerintahan dan pelayanan Publik sangat dipengaruhi oleh kuatitas Administrasi Publik yg diiniliki oleh suatu negara. Dalam konteks Negara Kesatuan RePublik Indonesia, keberadaan Administrasi Publik merupakan instrumen krusial buat mewujudkan tujuan-tujuan negara yang termaktub pada UUD 1945 diantaranya buat memajukan kesejahteraaan urnum serta mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Dalam teori serta praktek, Administrasi Publik telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Perkembangan itu dimulal pada masa sebelum lahirnya konsep Negara Bangsa sampai lahirnya ilmu terkini dan Administrasi Publik yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali pergeseran kerangka berpikir, mulai berdasarkan model klasik yg berkembang daam kurun ketika 1855/1887 hingga akhir 1980an; New Public Management (NPM) yg berkembang dälam kurun waktu akhir 1980an sampai pertengahan 1990an; sampai pada Good Governance yg berkembang semenjak pertengahan 1990an hingga saat ini. 

Pergeseran kerangka berpikir Administrasi Publik tersebut, sudah membawa akibat terhadap penyelenggaraan peran Administrasi Publik khususnya terkait dengan pendekatan yg digunakan dalam pembuatan serta pelaksanaan strategi; pengelolaan organisasi secara internal; dan hubungan antara Administrasi Publik dengan politisi, warga dan aktor Lainnya. Implikasi yang demikian tentu saja pada akhirnya akan sangat memilih corak dan ragam pada penyelengaraan Pemerintahan serta sebuah Negara, termasuk Indonesia. Corak dan ragam tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi lokal yang ada pada Negara tersebut, dalam artian sejauhmana Administrasi Publik di Negara tersebut telah beradaptasi dengan perkembangan paradigma yg ada; dan sejauhmana penyesuaian tersebut dilakukan dengan memperhatikan konteks lokal serta konflik yang ada pada Negara tadi. 

Perkembangan ilmu Administrasi Publik ditandai dengan bergesernya paradigma dalam Administrasi Publik. Kita mengetahui paling nir ada tiga paradigma yang sudah serta akan sedang berlangsung pada Administrasi Publik; yaltu (1) Classic Public Adininistrastion, (dua) New Public Management, dan (3) Good Governance and the new public services. Perubahan paradigma pada Ilmu Administrasi Publik tadi menuntut perubahan kurikulum dan materi pedagogi pada pendidikan tinggi. 

1. Paradigma Administrasi Publik 
1 .1. Administrasi Publik Model Kiasik (Classici Old Public Administration) 
a. Konsep yg dipakai 
Dalam pandangan klasik, Administrasi Publik seringkali dipandang sebagai seperangkat Institusi Negara, proses, prosedur, sistem serta struktur organisasi, serta praktek dan periilaku buat mengelola urusan-urusan Publik pada rangka melayani kepentingan Publik (Econoinic and Social Council UN, 2004). Sebagai organisasi birokrasi, Administrasi Publik dari ESC-UN (2004) bekerja melalui seperangkat aturan menggunakan legitimasi, delegasi, kewenangan rasional sah, keahlian, tidak berat sebelah, terus menerus, cepat serta seksama:, dapat diprediksi, mempunyai standar, integnitas dan profesionalisme dalam rangka memuaskan kepentingan rakyat generik. Dengan demikian, Administrasi Publik sebagai sebuah instrumen Negara diperlukan buat menyediakan basis fundamental bagi perkembangan manusia dan rasa aman, termasuk pada dalamnya kebebasan individu, proteksi akan kehidupan serta kepemilikan, keadilan, perlindungan terhadap hak asasi insan, stabilitas, dan resolusi konflik secara damai baik pada mengalokasikan atau mendistribusikan surnberdaya juga dalam hal-hal lalnnya (Econoinic and Social Council UN, 2004). Dengan kata lain, Administrasi Negara yang efektif harus ada untuk menjamin keberlanjutan anggaran aturan (Econoinic and SociaL CounciL UN, 2004). 

Sehigga bisa dikatakan bahwa Administrasi Publik contoh klasik ini cenderung menggunakan pendekatan yang legalistik. 

Studi Administrasi Publik pada awalnya tentu saja tidak melupakan donasi Woodrow Wilson (1887) pada “A Study of Administration”. Wilson secara tegas berkeinginan mengungkapkan bahwa harus terdapat pemisahan antara politik serta Administrasi. Politik “who should maka Law and what the law should be”. Sedangkan Administrasi “ how Law should be administered”. Kajian yang sama dilakukan oleh Frank J. Goodnow (1900) dalam “Politic and Administration: A Study in Government, yang memandang agar Administrasi bebas serta impak politik, meskipun Administrasi membantu dalam hukuman kebijakan/Keputusan politik. 

Paradigma Administrasi Publik model klasik juga dapat dipandang melalui contoh “old chesnuts” menurut Peters (1996 serta 2001), dimana Administrasi Publik berdasarkan pada Pegawai Negeri yang politis serta terinstitusionalisasi; organisasi yang hirarkhis serta dari peraturan; penugasan yg permanen serta stabil; banyaknya pengaturan internal; serta menghasilkan keluaran yg seragam (lihat pada Oluwu, 2002 serta Frederickson, 2004). Dalam hal ini kharakter Old Public Administration dicirikan oleh aktivitas pemèrintah yang terfokus dalam anugerah pelayanan pada rakyat yg dilakukan oleh administrator Publik yg akuntabel serta bertanggungjawab secara demokratis kepada elected officiaL. Nilai dasar primer yang diperjuangkan pada Old Public Administration merupakan efisiensi dan rasionalitas sebagai sebuah sistem tertutup. Fungsi administrator Publik didefinisikan menjadi rencana, organizing, staffing, directig, coordinating dan budgeting. 

b. Kritik terhadap contoh kiasik 
Kritik yang ditujukan terhadap Administrasi Publik model klasik tersebut juga dikaitkan dengan ciri serta Administrasi Publik yg dipercaya inter Qua, red tape, lamban, tidak sensltif terhadap kebutuhari warga , penggunaan sumberdaya Publik yg sia-sia akibat hanya berfokus dalam proses serta prosedur dibandingkan kepada hasil, sebagai akibatnya dalam akhirnya mengakibatkan munculnya pandangan negatif serta rakyat yang menganggap Administrasi Publik sebagai beban besar para pembayar pajak (Econoinic and SociaL Council UN, 2004). 

Kritik terhadap Administrasi Publik contoh kiasik pula bisa ditinjau pada kaitannya dengan eksistensi konsep “Birokrasi Ideal” dan Weber. Terdapat setidaknya dua (dua) titik kritis terhadap Birokrasi Weberian tadi (Prasojo, 2003), yakni: pertama, pada interaksi antara warga serta negara, implementasi birokrasi ditandai menggunakan meningkatnya intensitas perundang-undangan dan juga kompleksitas peraturan; kedua, struktur birokrasi dalam hubungannya dengan rakyat sering dikritisi sebagai` penyebab menjamurnya meja-meja pelayanan sekaligus sebagai penyebab jauhnya birokrasi serta warga . Peningkatan intensitas dipercaya memiliki resiko dimana pada akhirnya akan mengakibatkan intervensi negara yg akan menyentuh seluruh aspek kehidupan warga serta pada akhirnya menyebabkan biaya penyelenggaraan birokrasi menjadi sangat mahal (Prasojo, 2003). Kritik lainnya adatah bahwa Administrasi Publik sebagai sistem yg tertutup dengan pendekatan hirakis yg top down serta berukuran kinerja yang hanya berbasis dalam efisiensi bukan responsiveness. Itu sebabnya birokrasi sebagai lamban dan kurang responsif dengan perubahan dan kebutuhan warga . Kritik-kritik sebagaimana tadi pada atas kemudian mengakibatkan dukungan bagi adanya pembaharuan dalam Administrasi Publik. 

2. Gelombang Pertama Pembaharuan: 
2.1. Progressive Era Public Administration (PPA) 
Dalam perkembangan kerangka berpikir Administrasi Publik, di negara-negara industri maju, pembaharuan terhadap Administrasi Publik [ama metiputi du.A gelombang reformasi yang radikat. Gelombang pertama datam Administrasi Publik disebut dengan Progressive Era Public Administration (PPA) (Wallis, DoUery, McLaughlin, 2007). Gelombang pertama perbaharuan ini berupaya menaikkan profesionalisme pelayanan publik melalui jaminan seleksi serta kenaikan pangkat dalam birokrasi yang berbasis merit dan bukan patronase, berdasarkan pada hukum dan peraturan bukan dalam diskresi yg tidak terbatas, aplikasi pelayanan publik yg berbasis impersonalitas, prosedur modernisasi pada sebuah transformasi yang sangat cepat dan merogoh tempat pada produksi ekonomi negara-negara industri maju (Hood, 1994).

2.dua. New public Management (NPM)
a. Konsep yang digunakan
Dari banyak perkara yg terdapat, NPM dipercaya sudah banyak berbuat buat menggoyang organisasi publik yang tidur serta melayani dirinya sendiri melalui penggunaan inspirasi-wangsit menurut sektor privat (Oluwu, 2002). NPM menyediakan banyak pilihan buat mencoba mencapai biaya yg efektif pada penyampaian barang publik misalnya adanya organisasi yang terpisah buat kebijakan serta implementasi, kontrak kinerja, pasar internal, sub kontrak serta metode lainnya (Oluwu, 2002). NPM memiliki fokus yg kuat terhadap organisasi internalnya (Oluwu, 2002). Dalam bahasa penulis, NPM berusaha buat memperbaiki kinerja organisasi sektor publik menggunakan memakai metode yg biasa digunakan sang sektor privat dan melalui prosedur pasar. Pada dasarnya hal yg baru dalam NPM (what is new public management) merupakan mereformasi kerangka berpikir administrasi publik usang yang berbasis traditional ruled based, authority driven process menggunakan pendekatan baru yg berbasis market-based dan compettition driven based.

Terdapat sejumlah prinsip dasar menurut NPM menurut pendapat dari sejumlah ahli sebagaimana uraian berikut (Hoods 1991 serta Owens 1998 dalam Oluwu, 2002; dan Borins and Warrington 1996 pada Samaratunge and Bennington, 2002).
  • Penanganan oleh manajemen profesonaL. 
  • Keberadaan baku dan ukuran kinerja. 
  • Penekanan pada pengawasan keluaran serta manajenien wirausaha. 
  • Kompetisi pada pelayanan Publik. 
  • Penekanan dalam gaya sektor privat dalam praktek manajemen. 
  • Penekanan yang lebih akbar pada disiplin dan penghematan. 
  • Penekanan terhadap kiprah serta manajer Publik pada menyediakan pelayanan yg berkualitas tinggi 
  • Mengadvokasi otonoini manajerial menggunakan mengurangi pengawasan peran forum pusat 
  • Tuntutan, pengukuran serta penghargaan terhadap kinerja individu serta organinasi.
  • Menyadari pentingnya penyediaan sumberdaya insan dan teknologi yg diperlukan manajer pada memenuhi target kinerjanya. 
  • Menjaga penerimaan terhadap kompetisi serta wawasan yg terbuka menenai bagaimana tujuan Publik wajib dilaksanakan sang aparat pemerintah. 
Beberapa prinsip yang dikembangkan oteh para pakar Administrasi Publik tersebut pada dasarnya bertujuan buat mencapai ` pada poly hal, Publik seringkati nir ditibatkan buat berpartisipasi pada memilih, meencanakan, mengawasi serta mengevaluasi tindakan-tindakan yg diambiL untuk dapat menjarnin bahwa Publik permanen menjadi sentra dan tindakan-tindakan pemeritah. Lebih jauh, Drechsler (2005) mengingatkan bahwa rnenganggap warga hanya menjadi konsumen semata menyebabkan warga dijauhkan dan haknya buat berpartisipasi. 

Kritik Lain dikemukakan oleh Janet Denhardt dan Robert Denhardt datam bukunya “The New Public Services”. Menurut Denhardt dan Denhardt rakyat seharusnya melayani masyarakat masyarakat bukan pelanggan (service citizen, not customers), mengutamakan kepentingan Publik bukan private (seek the pubtic interest), lebih menghargai masyarakat negara daripada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship, melayani daripada mengendatikan (serve rather than steer), serta menghargai orang bukan semata-mata karena produktivitasnya (value people, not just productivity). 

C.tiga. Kritik terhadap NPM
Pelaksanaan NPM bukanlah tanpa kritik. Terdapat sejumlah hal yg dianggap sebagai kelemahan berdasarkan NPM, misalnya yang dinyatakan oleh Oluwu (2002).

Menurut OLuwu, ketika Administrasi Pubtik berusaha memaharni pesan yang ditawarkan oleh pendekatan pasar maka perseteruan yang ada ada1ah terkait dengan pernyataan bahwa nir terdapat perbedaan antara manajemen sektor publik dengan sektor privat pada mengimplementasikan NPM. Setain itu, terdapat sejumlah pertanyaan lain yang mengemuka tentang validitas empirik dan NPM pada hal klaimnya terhadap manajemen sektor privat yg dianggap ideal buat sektor publik. Terdapat sejumlah kontradiksi antara klaim datam NPM terhadap syarat yang terdapat pada sektor publik. Model usahawan acapkali bisa mengurangi esensi dan nilai-nilai demokratis misalnya keaditan, peradilan, keterwakitan serta partisipasi. Hal ini menurut ESC UN (2004) dakibatkan oleh adanya disparitas akbar antara kekuatan pasar menggunakan kepentingari publik, dan kekuatan pasar ini nir selalu dapat memenuhi apa yg menjadi kepentingan publik. Bahkan pada poly hal, publik acapkali nir dilibatkan buat berpartisipasi dalam menentukan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi tindakan-tindakan yang diambil buat bisa menjamin bahwa publik tetap sebagai pusat serta tindakan-tindakan pemeritah. Lebih jauh, Drechster (2005) mengingatkan bahwa rnenganggap rakyat hanya menjadi konsumen semata menyebabkan masyarakat dijauhkan dan haknya buat berpartisipasi.

Kritik lain dikemukakan oleh Janet Denhardt serta Robert Denhardt dalam bukunya “The New Public Services”. Menurut Denhardt serta Denhardt warga seharusnya metayani masyarakat rakyat bukan pelanggan (service citizen, not customers), mengutamakan kepentingan publik bukan private (seek the public interest), lebih menghargai rakyat negara daripada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship, melayani daripada mengendatikan (serve rather than steer), serta menghargai orang bukan semata-mata lantaran produktivitasnya (value people, not just productivity). 

3. The New Governance: Membangun Jejaring antara Pemerintah dengan Aktor Iainnya 
Pengertian dan good governance bisa dipandang serta pemahaman yg dimiliki baik sang IMF juga World Bank yang melihat Good Governance sebagai sebuah cara buat memperkuat “kerangka kerja institusional serta pemerintah” (Bappenas, 2002). Hal ini berdasarkan mereka berarti bagaimana memperkuat anggaran aturan serta prediktibilitas serta imparsialitas dan penegakannya (Bappenas, 2002). Ini jua berarti mencabut akar dan korupsi serta kegiatan-aktivitas rent seeking, yang dapat dilakukan melal.ui transparansi din aliran warta dan menjamin bahwa keterangan mengenal kebijakan serta kinerja dan institusi pemerintah dikumpulkan serta diberikan kepada warga secara memadai sebagai akibatnya warga dapat memonitor dan mengawasi manajemen serta dana yang berasal. Serta masyarakat (Bappenas, 2002). Pengertian mililiter sejatan menggunakan endapat Bovaird and Loffler (2003) yang rnengatakán bahwa good governance mengusung sejumlah gosip seerti: ketenlibtan stokeholder; cransparansi; agenda kesetaraan (gender, etnik, usia, kepercayaan , serta Lainnya); etika dan perilaku jujur; akuntabititas; serta keberlanjutan. 

Paradigma The New Governance menitikberatkan dalam nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan dan kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang bisa meningkatkan partisipasi rakyat pada pencapain tujuan nasional serta keadilan sosial. Paradigma the new Governance lahir buat memberikan keseimbangan antara kuatnya semangat pnivat di pada Publik sektor menggunakan kiprah masyarakat pada pembangunan serta pelayanan Publik. Karya terakhir yg memperkuat kerangka berpikir the new governance merupakan The New Public Sevices Serving rather than steering (Denhardt and Denhardt, 2002). Denhardt serta Denhardt mengajukan kritik yg keras terhadap paradigma The New Pubtic Management yang dianggapnya [ebih mengedepankan pasar dalarn pengetotaan sektor Publik.

B. ISU-ISU ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER
Berdasarkan pembahasan terhadap kerangka berpikir yg berkembang dalam Administrasi Publik, maka masih ada sejumlah info yg dapat dijelaskan sesual menggunakan perkembangan kekinian (Zeitgeist). Isu-info ini krusial buat segera direspons oleh para akademisi dan praktisi administrasi Publik dalam pendidikan tinggi administrasi Publik.

1. Reformasi Administrasi
Di kebanyakan negara-negara berkembang yang telah mengalami transformasi ke negara maju, reformasi administrasi negara adalah langkah awal dan prioritas pada pembangunan. Administrasi negara sebagai sektor pembangunan (administrative Development) sekaligus menjadi instrumen krusial pembangunan (Development Ac’ininistration). Reformasi administrasi negara pada negara-negara tersebut pada umumnya dilakukan melalui dua strategi yaitu; (1) merevitalisasi kedudukan, peran serta fungsi kelembagaan yg sebagai motor penggerak reformasi Administrasi, serta (2) menata balik sistem administrasi negara baik pada hal struktur, proses, asal daya insan (PNS) serta retasi antara negara serta warga .

Isu reformasi administrasi ini sejalan dengan upaya buat melakukan modernisasi administrasi pemerintahan. Belajar serta pengataman beberapa negara, maka kunci dari keberhasilan pembangunan bangsa adalah bagaimana merevitalisasi administrasi negara. Sebagai contoh milsalnyaa Korea Selatan yang sudah melakukan reposisi serta revitalisasi peran administrasi negara dari tahun 1980-an. Beberapa reformasi yang dilakukan dalam waktu itu merupakan melalui civil servant ethics act dalam tahun 1981, civil servant property registration, civil servant gifts control, civil servant consciuosness reform movement, dan social purification movement (Hwang, 2004) Pada masa pemerintahan Rho Tae Woo tahun 1988, reformasi administrasi negara diperkuat melalui deregutasi serta simplifikasi mekanisme, restrukturisasi pemerintah pusat serta penguatan kiprah komisi reformasi administrasi. Semua bisnis Korea Setatan buat merevitatisasi administrasi negara tidaklah sia-sia, karena hasilnya adalah efisiensi dan terciptanya Administrasi negara yang profesional, higienis serta berwibawa, Beberapa gosip dan rencana yg tengah berkembang pada kaitan dengan efonnasi birokrasi adal.ah: (1) Modernisasi Manajemen Kepegawaian, (dua) Restrukturisasi, downsizing serta iightsizing, perubahan manajemen serta organsasi (3) Rekayasa Proses Administrasi Pemerintahan, (3) Anggaran berbasis kinerja dan proses perencanaan yang partisipatif, (4) dan interaksi-hubungan baru antara pemerintah dan rakyat datam pembangunn serta pemerintahan. 

Dalam konteks praktek pemerintahan di Indonesia, berita reformasi birokrasi ini sebagai sangat retevan utamanya datam mempercepat krisis multidimensi yg belum selesai. Sistem Birokrasi di Indonesia yg menjadi pilar pelayanan Publik menghadapi perkara yang sangat fundamental. Pertama, menjadi liputan sejarah bangsa sistem administrasi yg kini diterapkan. Merupakan peninggalan pemerintah kotonial. Yang jua memiliki dasar-dasar aturan serta kepentingan kolonial. Struktur, norma, nilai dan regulasi yg ada masih berorientasi pada pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan Hak Sipil. Masyarakat negara (lihot Thoha: 2003). Tidak mengherankan bila struktur serta proses yang dibangun adalah instrumen buat mengatur serta mengawasi konduite masyarakat, bukan sebaliknya buat mengatur pemerintah pada tugas menaruh pelayanan pada warga . Misi utama administrasi negara dengan paham kolonial tadi adalah buat mempertahankan kekuasaan serta mengontrol perilaku individu. 

Ketidakmampuan pemerintah buat melakukan perubahan struktur, kebiasaan, nilai dan regulasi yang berorientasi kolonial tadi sudah menyebabkan gagalnya upaya buat memenuhi aspirasi serta kebutuhan warga . Kualitas dan kinerja birokrasi pada memberikan pelayanan Publik masih jauh dan asa. Masih belum tercipta budaya pelayanan Publik yg berorientasi pada kebutuhan pelanggan (service delivery culture). Sebaiknya, yg terbentuk adalah obsesi para birokrat serta politisi buat mengakibatkan birokrasi sebagai lahan pemenuhan keinginan dan kekuasaan (power culture). Dalam kultur yang demikian, korups, kolusi serta nepotisme sebagai hal yg umum, sehingga kualitas pelayanan serta pemerintahan. Seringkali terabaikan. 

Dalam kaitan menggunakan reformasi birokrasi pada Indonesia, maka berita-info yang terkait menggunakan menggunakan reformasi birokrasi pada kerangka tecritik serta perbandingan menggunakan negara lain harus sebagai baian yang nir terpisahkan kurikulum. 

Ketiadaan komitmen dan paradigma mengenai kiprah, kedudukan serta fungsi administrasi negara dalam pembangunan negara telah menjadi penyebab reformasi birokrasi di Indonesia nir mempunyai visi, kehilangan ruh serta berjalan sangat sporadis. Sampai sekarang tidak terlihat bentuk atau grand design yang diinginkan dalam rangka reformasi birokrasi, nir adanya kemauan potitik serta pemerintah. Semua bentuk reformasi yang dijalankan di negara lain diadopsi tanpa satu tujuan yang terkait serta terintegrasi. 

Ketidakpahaman ini sudah menyebabkan nir saja gagalnya program pembangunan, namun juga marjinalisasi peningkatan kapasitas administrasi negara sebagai agen pembangunan. 

2. Desentralisasi 
Isu lain yg berkembang secara teoritik serta praktek dalam administrasi Publik adalah desentralisasi. Perkembangan informasi desentralisasi ini terkait menggunakan bantuan-donasi negara asing serta lembaga-lembaga donor buat memperkuat proses demokratisasi. Sejatinya isu ini berkembang telah .sejak usang bersamaan dengan mengalirnya dana donasi donor ke negara-negara berkembangan. Meskipun demikian, pada waktu ini informasi tersebut semakin bertenaga serta dirasakan perlu dalam konteks Indonesia. Terlebih bahwa interaksi antara pemerintah pusat dan pemerintah wilayah adalah sesuatu yg bergerak maju dan tidak berada dalam ruang yang vacum.

Pasang surut hubungan antara Pusat dan Daerah, sejatinya selalu mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara pada Indonesia (lihat Mackie, 1980:671). Bahkan semenjak kita merdeka, aneka macam gerakan separatis yang ada pada wilayah seperti PRRI serta Pernesta pula sangat terkait menggunakan aspek vertical distribution of power. Pergolakan tadi merupakan reaksi terhadap kekuatan sentripetal yang hiperbola dalam penyelenggaraan negara (Hoessein, 1995:12). Pasca jatuhnya Soeharto tahun 1998, interaksi antara Pusat dan Daerah mempunyai ancaman sekaligus harapan. Menjadi ancaman karena berbagai tuntutan yang mengarah pada disintegrasi bangsa semakin akbar. Gerakan sentrifugal masih sangat dirasakan, bahkan pada MOU Helsinki yg membuat UU Pemerintahan Aceh (Prasojo, 2005:22). Efek domino gerakan sentrifugal ini menurut saya tidak berhenti, melainkan akan terus berlanjut hingga ditemukannya titik ekuilibrium baru antara pusat serta wilayah. Pada sisi lainnya, pasca kejatuhan Soeharto jua memberikan harapan pada kemungkinan terjadinya perubahan huhungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah. Hal ini terbukti dengan ditetapkannya UU No. 22 tahun 1999, yg tetah direvisi menggunakan UU No. 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Kedua UU ini secara radikal telah merubah corak hubungan antara Pusat dan Daerah di Indonesia. Dalam perspektif politik, UU No. 22 tahun 1999 bisa dikatakan berhasil. Meredam gerakan sentrifugal yang terjadi di daerah. 

Desentratisasi yg merupakan refleksi interaksi antara sentra serta daerah terus akan bergulir pada proses demokratisasi. Administrasi Publik berperan penting buat ikut menentukan konstruksi interaksi sentra dan wilayah pada Indonesia, pula ikut membentuk kapasitas pemerintahan daerah. Lantaran informasi ini bukan berita sesaat tetapi gosip yang terus dan akan berlanjut pada kehidupan berbangsa serta bernegara. Dalam informasi ini terkandung substansi yg sangat luas terutama buat mencipatkan pemerintahan yang efisien serta efektif, jua untuk meriingkatkan proses demokrasi pada taraf lokal.

Hasil penelitian pada lapangan terhadap 14 kabupaten dan kota pula propinsi yg dilakukan penulis menampakan banyaknya ketidaksetaraan politik (political equality) antar banyak sekali stakeholdes dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pada dasarnya ketidaksetaraan tadi meliputi rekanan antara ketua wilayah serta DPRD, ketidaksetaraan relasi antara pemerintah daerah serta warga , ketidaksetaraan antara pemerintah wilayah dan pemerintah sentra, antara KPUD, Pemerintah Daerah dan warga pada pelaksanaan pilkada.. Berbagai bentuk ketidaksetaraan tadi telah mengakibatkan sulitnya peningkatan partisipasi warga pada proses-proses pembuatan kebijakan serta keputusan politik serta kontrol atas pengunaan resources pada daerah. Ketidaksetaraan ini mengakibatkan pengaruh berantai berupa sulitnya pencapaian local responsiveness dan local acountability dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam kaitan ini administrasi Publik wajib mengisi kapasitas pemerintahan wilayah buat membangun dan menjalankan pemerintahan. 

3. Kualitas Petayanan Publik 
Isu yg relatif krusial serta menghiasi literatur dalam administrasi Publik merupakan peningkatan kualitas pelayanan Publik. Meskipun ini terkait ini menggunakan reformasi birokrasi, tetapi pada pandangan penulis informasi ini mempunyai dimensi aplikasi yang wajib mendapatkan perhatian tersendiri dalam kajian administrasi Publik. Perkembangan paradigma New Public Management sudah memasukkan unsur-unsur serta metode sektor swasta dalam sektor Publik. Hal ini contohnya dapat ditinjau dalam aneka macam literatur yg terkait dengan judul-judul. Buku serta seminar “Performance Management in Public Services, Building Partnership for Public Service, E-government, Public Private Partnership, the New Public Services, Reeinventing Government, Improved Public Service” dan berbagai judul lainnya. 

Berbagai hal yg perlu menerima perhatian dalam peningkatan kualitas pelayanan Publik adalah bagaimana membangun semangat dan jiwa entrepreneurship dalam pemerintahan serta dan perubahan peran negara dalam pelayanan Publik. Improvisasi pelayanan Publik ini dilakukan antara lain melalui rasionalisasi proses dan profesionalisasi kinerja PNS. Metode yang dipergunakan diantaranya melalui Kontrak Kinerja, Privatisasi, Kemitraan Publik serta partikelir, pemanfaatan teknologi fakta serta komunikasi dalam pelayanan Publik. Berbagai strategi pelayanan Publik sudah menjadi alternatif diantaranya dengan apa yg diklaim Market Oriented Enabling Authority, Communitas Enhler Authority, Residual Enabler Authority clan atau metode (ama TraditionaL Bureacucratic Control Authority. 

Dalam konteks kebijakan internasional, Indonesia tetah meratifikasi Covenant Ecosob menjadi jaininan legal pada pemberian pelayanan Publik pada warga . Disamping itu, ketika ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara juga sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Pelayanan Publik yang sebentar lagi akan dibahas pada DPR.

Meskipun demikian, praktek New Public Management yg berupaya untuk mempertinggi kualitas pelayanan Publik tidaklah tanpa kritik. Denhardt and Denhardt, Juga Georger Frederickson mengingatkan hilangnya kharakter keseteraan dalam pelayanan Publik. Dimana warga yang berstatus sosial ekonomi rendah acapkali secara mudah terabaikan. Dalam kaitan ini perlu jua kalangan akademisi public administration menaruh formula yang lebih konstektual denqan kondisi Indonesia. 

4. Good Governance 
Sesuai dengan perkembangan kerangka berpikir Good Governance pada Administrasi Publik maka, informasi Governance sebagai kunci pembahasan daam administrasi Publik. Hal ini terkait dengan upaya buat menciptakan akses partisipasi masyarakat pada pelayanan Publik serta penyelenggaraan pemerintahan. Penguatan partisipasi ini bertujuan buat menaikkan impak lain berupa akuntabilitas serta transparansi pada pemerintahan, pelayanan dan pembangunan. 

Dalam konteks ini Governance diartikan menjadi suatu hubungan yang interakti. Serta berbasis pertukaran liputan antara banyak sekali pemangku kepentingan dalam pemerintahan. Pemerintah bukanlah satu-satunya pemangku kepentingan pemerintahan, melainkan juga wajib melibatkan rakyat dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya. Penguatan partisipasi dilakukan melalui diantaranya apa yang diklaim dengar Citizen’s Charter dan Complain Mechanism. Melalui penguatan partisipasi rakyat dalam pelayanan Publik pemerintah wajib memiliki kinerja serta orientasi pemenuhan hak-hal. Sipil warga . Dan melalui mekanisme pengaduan, rakyat bisa mengungkapkan keberatan-keberatan dan masukan terhadap kinerja pemerintah. Dalam hal ini Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang menaruh penguatan terhadap kedudukan pemerintah. 

5. Globalisasi serta Iniltenium Development Goals serta ECOSOB 
isu lain yg adalah faktor eksternal adalah menguatnya globalisasi dan regionalisasi. Hal ini diantaranya menyebabkan berkurangnya peran serta otoritas negara dalam pembuatan kebijakan. Sehingga kebijakan-kebijakan yg. Dibuat oleh pemerintah harus memperhatikan covenant, prinsip-prinsip serta kesepakatan internasional lainnya yang sudah diratifikasi. Termasuk dalam hal ini merupakan contohnya perjanjian perdagangan internasional, WTO, perjanjian internasional mengenai pemberantasan korupsi, dan covenant ECOSOB. Perkembangan lainnya merupakan pencanangan millenium Development Goals yg harus dipenuhi sang pemerintah. Dalam MDGs ini pemerintah wajib menaruh penguatan pada masyarakat buat lepas dari kemiskinan struktural yg terjadi. Dengan demikian isi ini jua akan menghipnotis kebijakan-kebijakan yang akan dibuat sang pemerintah. 

6. Kebijakan Publik 
Yang jua sebagai informasi dalam administrasi publik adalah terkait menggunakan proses penyusunan kebijakan Publik yang harus semakin baik serta aman bagi pelayanan, pemerintahan dan pembangunan. Dalam hal ini terkait menggunakan proses penyusunan kebijakan yg semakin partisipatif dengan banyak sekali pendekatan. Masyarakat sebagai penerima kebijakan harus sebagai aktor yang aktif dalam kebijakan publik. Pada sisi lainnya, informasi ini pula terkait dengan proses potitik yg terjadi di Parlemen pada kaitanya menggunakan Pemerintahan. Perubahan sistem parlementer ke sistem presidensial di Indonesia memberikan tantangan tersendiri dalam kebijakan Publik. Hal ini lantaran sistem birokrasi yang masih terkooptasi dengan politik, proses political merit system yang belum terbangun, dan sistem multi party. Respon administrasi Publik terhadap perubahan sistem politik pada kebijakan Publik harus semakin rasional dan profesional. 

Untuk memperkuat proses pembuatan kebijakan Publik perlu kirang dikembangkan metode/toots yang aplikatif. Misalnya pemanfaatan perangkat lunak-perangkat lunak kebijakan Publik yang dapat merasionalisasi secara kuntitatif. Penguasaan metode decision support system (misalnya AHP serta System Dynainic) wajib dikuasai pada sang para produsen kebijakan. Termasuk merupakan dominasi metode system thinking serta system dynainic buat memperkuat proses pembuatan keputusan. Perkembangan baru seperti knowledge management wajib menjadi kurikulum pada administrasi Publik. 

7. Hukum Administrasi Negara 
Isu lainnya yang relevan menggunakan kajian administrasi Publik merupakan Hukum Administrasi Negara. Kedua bidang ilmu ini sejatinya mempunyai interaksi yang sangat dekat sebagaimana telah sebagai tradisi pada administrasi publik di negara-negara Eropa Kontinental. Sulitnya melakukan reformasi dalam administrasi Publik disebabkan jua oleh lemahnya integrasi antara Administrasi Publik menggunakan Hukum Administrasi Negara. 

Padahal perubahan Administrsi Publik juga membutuhkan perubahan perangkat keras Hukum Administrasi Negara. Para ilmuwan administrasi Publik generasi ke 2 dan ketiga di Indonesia kurang memahami konteks hukum administrasi negara. Hal ini berbeda menggunakan ilmuwan administrasi Publik generasi pertama misalnya Prof. Prajudi Atmosudirdjo. Oleh karena itu, telah saatnya memikirkan pulang perubahan kurikulum administrasi Publik yg berorientasi jua dalam kajian Hukum Administrasi Negara pada kaitannya dengan studi administrasi Publik.

C. NEGARA, PEMERINTAH DA ADMINISTRASI NEGARA 
Administrasi Publik di Indonesia mengalami masalah krusial lantaran sulitnya memisahkan antara negara (Stoat), pemerintah (Regierung) serta Administrasi Publik (Verwaltung). Di Indonesia ketiganya seakan-akan manunggal sebagai akibatnya sulit rnembedakan secara sahih penggunaan dan fungsi negara, pemerintah dan administrasi. Kajian pemisahan unsur-unsur negara ini kurang mendapatkan perhatian sebagai akibatnya sering pekerjaan administrasi Publik dengan mudah diintervensi sang pemerintah. 

Presiden adalah ketua negara serta kepala pemerintahan, sekaligus ketua administrasi. Tetapi fungsi ini harus dapat dipisahkan dengan baik, lantaran negara adalah bukan hanya pémerintah. Demikian juga pemerintah yg dipilih secara demokratis serta administrasi Publik yg diangkat dan bekerja menurut Undang-undang wajib terdapat pembagian fungsi dan peran yang tegas. Tentu saja pada pengertian yg luas ruang linkup kajian administrasi Publik dapat meliputi negara, pemerintah serta administrasi Publik. Tetapi dalam kehidupan praktek administrasi Publik perlu dipikirkan upaya buat mempertegas garis batas antara negara, pemerintah dan administrasi Publik. Beban berat administrasi Publik buat melaksanakan keputusan-keputusan politik acapkali disebabkan sang tidak tegasnya garis antara negara, pemerintah dan masyarakat. 

PENGEMBANGAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK DAN ISUISU KONTEMPORER ADMINISTRASI NEGARA DI INDONESIA

Pengembangan Ilmu Administrasi Publik Dan Isu-Isu Kontemporer Administrasi Negara Di Indonesia
Administrasi Publik memainkan peranan yg krusial datam penyelenggaraan Pemerintahan. Baik buruknya penyetenggaraan pemerintahan dan pelayanan Publik sangat dipengaruhi oleh kuatitas Administrasi Publik yang diiniliki sang suatu negara. Dalam konteks Negara Kesatuan RePublik Indonesia, eksistensi Administrasi Publik merupakan instrumen krusial buat mewujudkan tujuan-tujuan negara yg termaktub pada UUD 1945 antara lain untuk memajukan kesejahteraaan urnum serta mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Dalam teori serta praktek, Administrasi Publik telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Perkembangan itu dimulal pada masa sebelum lahirnya konsep Negara Bangsa sampai lahirnya ilmu terkini dan Administrasi Publik yang hingga ketika ini telah mengalami beberapa kali pergeseran paradigma, mulai menurut model klasik yang berkembang daam kurun saat 1855/1887 hingga akhir 1980an; New Public Management (NPM) yg berkembang dälam kurun ketika akhir 1980an sampai pertengahan 1990an; hingga kepada Good Governance yang berkembang sejak pertengahan 1990an sampai waktu ini. 

Pergeseran kerangka berpikir Administrasi Publik tersebut, telah membawa akibat terhadap penyelenggaraan kiprah Administrasi Publik khususnya terkait dengan pendekatan yg digunakan dalam pembuatan dan aplikasi strategi; pengelolaan organisasi secara internal; dan hubungan antara Administrasi Publik dengan politisi, rakyat dan aktor Lainnya. Implikasi yang demikian tentu saja dalam akhirnya akan sangat memilih corak dan ragam pada penyelengaraan Pemerintahan dan sebuah Negara, termasuk Indonesia. Corak serta ragam tadi akan sangat ditentukan sang syarat lokal yg terdapat di Negara tadi, dalam artian sejauhmana Administrasi Publik di Negara tadi telah mengikuti keadaan dengan perkembangan paradigma yang terdapat; serta sejauhmana penyesuaian tadi dilakukan menggunakan memperhatikan konteks lokal dan permasalahan yang ada pada Negara tadi. 

Perkembangan ilmu Administrasi Publik ditandai menggunakan bergesernya kerangka berpikir pada Administrasi Publik. Kita mengetahui paling nir terdapat 3 paradigma yg sudah serta akan sedang berlangsung dalam Administrasi Publik; yaltu (1) Classic Public Adininistrastion, (dua) New Public Management, serta (3) Good Governance and the new public services. Perubahan paradigma pada Ilmu Administrasi Publik tadi menuntut perubahan kurikulum dan materi pengajaran pada pendidikan tinggi. 

1. Paradigma Administrasi Publik 
1 .1. Administrasi Publik Model Kiasik (Classici Old Public Administration) 
a. Konsep yang digunakan 
Dalam pandangan klasik, Administrasi Publik sering dicermati menjadi seperangkat Institusi Negara, proses, mekanisme, sistem serta struktur organisasi, dan praktek dan periilaku buat mengelola urusan-urusan Publik dalam rangka melayani kepentingan Publik (Econoinic and Social Council UN, 2004). Sebagai organisasi birokrasi, Administrasi Publik berdasarkan ESC-UN (2004) bekerja melalui seperangkat anggaran dengan legitimasi, delegasi, kewenangan rasional sah, keahlian, tidak berat sebelah, terus menerus, cepat dan akurat:, dapat diprediksi, mempunyai standar, integnitas dan profesionalisme pada rangka memuaskan kepentingan rakyat umum. Dengan demikian, Administrasi Publik sebagai sebuah instrumen Negara diperlukan buat menyediakan basis fundamental bagi perkembangan manusia serta rasa aman, termasuk pada dalamnya kebebasan individu, perlindungan akan kehidupan dan kepemilikan, keadilan, perlindungan terhadap hak asasi manusia, stabilitas, serta resolusi konflik secara hening baik dalam mengalokasikan atau mendistribusikan surnberdaya maupun pada hal-hal lalnnya (Econoinic and Social Council UN, 2004). Dengan istilah lain, Administrasi Negara yang efektif harus ada untuk mengklaim keberlanjutan anggaran aturan (Econoinic and SociaL CounciL UN, 2004). 

Sehigga dapat dikatakan bahwa Administrasi Publik contoh klasik ini cenderung menggunakan pendekatan yg legalistik. 

Studi Administrasi Publik pada awalnya tentu saja tidak melupakan donasi Woodrow Wilson (1887) pada “A Study of Administration”. Wilson secara tegas berkeinginan menyampaikan bahwa wajib terdapat pemisahan antara politik serta Administrasi. Politik “who should maka Law and what the law should be”. Sedangkan Administrasi “ how Law should be administered”. Kajian yg sama dilakukan oleh Frank J. Goodnow (1900) pada “Politic and Administration: A Study in Government, yang memandang agar Administrasi bebas serta efek politik, meskipun Administrasi membantu dalam hukuman kebijakan/Keputusan politik. 

Paradigma Administrasi Publik contoh klasik jua dapat dilihat melalui contoh “old chesnuts” dari Peters (1996 dan 2001), dimana Administrasi Publik dari dalam Pegawai Negeri yg politis serta terinstitusionalisasi; organisasi yang hirarkhis dan dari peraturan; penugasan yg permanen dan stabil; banyaknya pengaturan internal; serta membuat keluaran yang seragam (lihat pada Oluwu, 2002 serta Frederickson, 2004). Dalam hal ini kharakter Old Public Administration dicirikan oleh kegiatan pemèrintah yg terfokus dalam hadiah pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan sang administrator Publik yg akuntabel dan bertanggungjawab secara demokratis kepada elected officiaL. Nilai dasar utama yg diperjuangkan pada Old Public Administration adalah efisiensi serta rasionalitas sebagai sebuah sistem tertutup. Fungsi administrator Publik didefinisikan sebagai rencana, organizing, staffing, directig, coordinating dan budgeting. 

b. Kritik terhadap contoh kiasik 
Kritik yg ditujukan terhadap Administrasi Publik model klasik tersebut jua dikaitkan dengan karakteristik serta Administrasi Publik yang dipercaya inter Qua, red tape, lamban, tidak sensltif terhadap kebutuhari masyarakat, penggunaan sumberdaya Publik yang sia-sia akibat hanya berfokus dalam proses dan mekanisme dibandingkan pada hasil, sehingga pada akhirnya menyebabkan keluarnya pandangan negatif serta warga yg menduga Administrasi Publik sebagai beban besar para pembayar pajak (Econoinic and SociaL Council UN, 2004). 

Kritik terhadap Administrasi Publik model kiasik pula bisa dilihat pada kaitannya menggunakan eksistensi konsep “Birokrasi Ideal” dan Weber. Terdapat setidaknya 2 (dua) titik kritis terhadap Birokrasi Weberian tadi (Prasojo, 2003), yakni: pertama, dalam interaksi antara rakyat serta negara, implementasi birokrasi ditandai menggunakan meningkatnya intensitas perundang-undangan dan jua kompleksitas peraturan; ke 2, struktur birokrasi dalam hubungannya menggunakan rakyat tak jarang dikritisi sebagai` penyebab menjamurnya meja-meja pelayanan sekaligus menjadi penyebab jauhnya birokrasi serta masyarakat. Peningkatan intensitas dipercaya mempunyai resiko dimana pada akhirnya akan menyebabkan intervensi negara yang akan menyentuh seluruh aspek kehidupan warga serta dalam akhirnya mengakibatkan biaya penyelenggaraan birokrasi menjadi sangat mahal (Prasojo, 2003). Kritik lainnya adatah bahwa Administrasi Publik sebagai sistem yang tertutup menggunakan pendekatan hirakis yg top down dan ukuran kinerja yang hanya berbasis dalam efisiensi bukan responsiveness. Itu sebabnya birokrasi menjadi lamban dan kurang responsif dengan perubahan dan kebutuhan rakyat. Kritik-kritik sebagaimana tersebut pada atas lalu mengakibatkan dukungan bagi adanya pembaharuan dalam Administrasi Publik. 

2. Gelombang Pertama Pembaharuan: 
2.1. Progressive Era Public Administration (PPA) 
Dalam perkembangan paradigma Administrasi Publik, pada negara-negara industri maju, pembaharuan terhadap Administrasi Publik [ama metiputi du.A gelombang reformasi yg radikat. Gelombang pertama datam Administrasi Publik diklaim menggunakan Progressive Era Public Administration (PPA) (Wallis, DoUery, McLaughlin, 2007). Gelombang pertama perbaharuan ini berupaya menaikkan profesionalisme pelayanan publik melalui jaminan seleksi dan kenaikan pangkat dalam birokrasi yg berbasis merit dan bukan patronase, menurut pada aturan serta peraturan bukan dalam diskresi yg tidak terbatas, aplikasi pelayanan publik yang berbasis impersonalitas, mekanisme modernisasi dalam sebuah transformasi yg sangat cepat dan merogoh tempat pada produksi ekonomi negara-negara industri maju (Hood, 1994).

2.dua. New public Management (NPM)
a. Konsep yang digunakan
Dari banyak masalah yg ada, NPM dianggap telah poly berbuat untuk menggoyang organisasi publik yang tidur serta melayani dirinya sendiri melalui penggunaan wangsit-pandangan baru dari sektor privat (Oluwu, 2002). NPM menyediakan poly pilihan buat mencoba mencapai biaya yang efektif pada penyampaian barang publik misalnya adanya organisasi yang terpisah buat kebijakan serta implementasi, kontrak kinerja, pasar internal, sub kontrak dan metode lainnya (Oluwu, 2002). NPM memiliki fokus yg kuat terhadap organisasi internalnya (Oluwu, 2002). Dalam bahasa penulis, NPM berusaha buat memperbaiki kinerja organisasi sektor publik menggunakan memakai metode yg biasa digunakan oleh sektor privat serta melalui mekanisme pasar. Pada dasarnya hal yang baru pada NPM (what is new public management) merupakan mereformasi kerangka berpikir administrasi publik usang yang berbasis traditional ruled based, authority driven process dengan pendekatan baru yang berbasis market-based dan compettition driven based.

Terdapat sejumlah prinsip dasar berdasarkan NPM menurut pendapat menurut sejumlah ahli sebagaimana uraian berikut (Hoods 1991 dan Owens 1998 dalam Oluwu, 2002; serta Borins and Warrington 1996 pada Samaratunge and Bennington, 2002).
  • Penanganan oleh manajemen profesonaL. 
  • Keberadaan baku dan ukuran kinerja. 
  • Penekanan dalam supervisi keluaran serta manajenien wirausaha. 
  • Kompetisi dalam pelayanan Publik. 
  • Penekanan pada gaya sektor privat pada praktek manajemen. 
  • Penekanan yang lebih akbar pada disiplin serta penghematan. 
  • Penekanan terhadap peran dan manajer Publik dalam menyediakan pelayanan yang berkualitas tinggi 
  • Mengadvokasi otonoini manajerial menggunakan mengurangi supervisi kiprah forum pusat 
  • Tuntutan, pengukuran serta penghargaan terhadap kinerja individu serta organinasi.
  • Menyadari pentingnya penyediaan sumberdaya insan dan teknologi yg diharapkan manajer dalam memenuhi target kinerjanya. 
  • Menjaga penerimaan terhadap kompetisi serta wawasan yg terbuka menenai bagaimana tujuan Publik harus dilaksanakan oleh aparat pemerintah. 
Beberapa prinsip yang dikembangkan oteh para pakar Administrasi Publik tadi dalam dasarnya bertujuan buat mencapai ` pada poly hal, Publik seringkati tidak ditibatkan buat berpartisipasi dalam memilih, meencanakan, mengawasi serta mengevaluasi tindakan-tindakan yg diambiL buat bisa menjarnin bahwa Publik tetap sebagai pusat dan tindakan-tindakan pemeritah. Lebih jauh, Drechsler (2005) mengingatkan bahwa rnenganggap warga hanya menjadi konsumen semata menyebabkan warga dijauhkan serta haknya untuk berpartisipasi. 

Kritik Lain dikemukakan sang Janet Denhardt dan Robert Denhardt datam bukunya “The New Public Services”. Menurut Denhardt serta Denhardt masyarakat seharusnya melayani rakyat warga bukan pelanggan (service citizen, not customers), mengutamakan kepentingan Publik bukan private (seek the pubtic interest), lebih menghargai warga negara daripada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship, melayani daripada mengendatikan (serve rather than steer), dan menghargai orang bukan semata-mata karena produktivitasnya (value people, not just productivity). 

C.tiga. Kritik terhadap NPM
Pelaksanaan NPM bukanlah tanpa kritik. Terdapat sejumlah hal yang dipercaya menjadi kelemahan dari NPM, seperti yg dinyatakan sang Oluwu (2002).

Menurut OLuwu, saat Administrasi Pubtik berusaha memaharni pesan yang ditawarkan sang pendekatan pasar maka pertarungan yg muncul ada1ah terkait menggunakan pernyataan bahwa nir ada perbedaan antara manajemen sektor publik menggunakan sektor privat pada mengimplementasikan NPM. Setain itu, terdapat sejumlah pertanyaan lain yg mengemuka tentang validitas empirik serta NPM dalam hal klaimnya terhadap manajemen sektor privat yg dianggap ideal buat sektor publik. Terdapat sejumlah pertentangan antara klaim datam NPM terhadap syarat yang ada di sektor publik. Model usahawan sering dapat mengurangi esensi dan nilai-nilai demokratis misalnya keaditan, peradilan, keterwakitan dan partisipasi. Hal ini dari ESC UN (2004) dakibatkan oleh adanya disparitas besar antara kekuatan pasar dengan kepentingari publik, dan kekuatan pasar ini nir selalu dapat memenuhi apa yang menjadi kepentingan publik. Bahkan dalam banyak hal, publik tak jarang nir dilibatkan buat berpartisipasi dalam memilih, merencanakan, mengawasi serta mengevaluasi tindakan-tindakan yg diambil buat dapat mengklaim bahwa publik permanen sebagai sentra serta tindakan-tindakan pemeritah. Lebih jauh, Drechster (2005) mengingatkan bahwa rnenganggap warga hanya sebagai konsumen semata menyebabkan warga dijauhkan serta haknya buat berpartisipasi.

Kritik lain dikemukakan sang Janet Denhardt serta Robert Denhardt dalam bukunya “The New Public Services”. Menurut Denhardt dan Denhardt warga seharusnya metayani masyarakat masyarakat bukan pelanggan (service citizen, not customers), mengutamakan kepentingan publik bukan private (seek the public interest), lebih menghargai rakyat negara daripada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship, melayani daripada mengendatikan (serve rather than steer), serta menghargai orang bukan semata-mata karena produktivitasnya (value people, not just productivity). 

3. The New Governance: Membangun Jejaring antara Pemerintah menggunakan Aktor Iainnya 
Pengertian dan good governance dapat ditinjau dan pemahaman yang dimiliki baik sang IMF maupun World Bank yang melihat Good Governance sebagai sebuah cara buat memperkuat “kerangka kerja institusional serta pemerintah” (Bappenas, 2002). Hal ini berdasarkan mereka berarti bagaimana memperkuat aturan hukum dan prediktibilitas dan imparsialitas dan penegakannya (Bappenas, 2002). Ini pula berarti mencabut akar serta korupsi dan aktivitas-kegiatan rent seeking, yang bisa dilakukan melal.ui transparansi din genre warta dan mengklaim bahwa fakta mengenal kebijakan serta kinerja dan institusi pemerintah dikumpulkan serta diberikan kepada rakyat secara memadai sebagai akibatnya rakyat bisa memonitor dan mengawasi manajemen serta dana yang berasal. Serta rakyat (Bappenas, 2002). Pengertian ml sejatan menggunakan endapat Bovaird and Loffler (2003) yg rnengatakán bahwa good governance mengusung sejumlah gosip seerti: ketenlibtan stokeholder; cransparansi; rencana kesetaraan (gender, etnik, usia, agama, dan Lainnya); etika serta konduite amanah; akuntabititas; dan keberlanjutan. 

Paradigma The New Governance menitikberatkan pada nilai-nilai yg menjunjung tinggi impian serta kehendak rakyat, serta nilai-nilai yang dapat menaikkan partisipasi rakyat pada pencapain tujuan nasional dan keadilan sosial. Paradigma the new Governance lahir buat memberikan keseimbangan antara kuatnya semangat pnivat pada dalam Publik sektor menggunakan peran rakyat dalam pembangunan serta pelayanan Publik. Karya terakhir yg memperkuat paradigma the new governance merupakan The New Public Sevices Serving rather than steering (Denhardt and Denhardt, 2002). Denhardt serta Denhardt mengajukan kritik yang keras terhadap paradigma The New Pubtic Management yang dianggapnya [ebih mengedepankan pasar dalarn pengetotaan sektor Publik.

B. ISU-ISU ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER
Berdasarkan pembahasan terhadap paradigma yang berkembang pada Administrasi Publik, maka terdapat sejumlah informasi yg bisa dijelaskan sesual menggunakan perkembangan kekinian (Zeitgeist). Isu-informasi ini krusial buat segera direspons oleh para akademisi dan praktisi administrasi Publik pada pendidikan tinggi administrasi Publik.

1. Reformasi Administrasi
Di kebanyakan negara-negara berkembang yang sudah mengalami transformasi ke negara maju, reformasi administrasi negara adalah langkah awal serta prioritas pada pembangunan. Administrasi negara menjadi sektor pembangunan (administrative Development) sekaligus sebagai instrumen krusial pembangunan (Development Ac’ininistration). Reformasi administrasi negara di negara-negara tersebut dalam umumnya dilakukan melalui 2 strategi yaitu; (1) merevitalisasi kedudukan, kiprah serta fungsi kelembagaan yg menjadi motor penggerak reformasi Administrasi, dan (dua) menata kembali sistem administrasi negara baik pada hal struktur, proses, asal daya insan (PNS) serta retasi antara negara dan warga .

Isu reformasi administrasi ini sejalan menggunakan upaya buat melakukan modernisasi administrasi pemerintahan. Belajar dan pengataman beberapa negara, maka kunci berdasarkan keberhasilan pembangunan bangsa merupakan bagaimana merevitalisasi administrasi negara. Sebagai contoh milsalnyaa Korea Selatan yg sudah melakukan reposisi serta revitalisasi kiprah administrasi negara dari tahun 1980-an. Beberapa reformasi yg dilakukan dalam waktu itu adalah melalui civil servant ethics act pada tahun 1981, civil servant property registration, civil servant gifts control, civil servant consciuosness reform movement, serta social purification movement (Hwang, 2004) Pada masa pemerintahan Rho Tae Woo tahun 1988, reformasi administrasi negara diperkuat melalui deregutasi dan simplifikasi mekanisme, restrukturisasi pemerintah pusat dan penguatan kiprah komisi reformasi administrasi. Semua bisnis Korea Setatan buat merevitatisasi administrasi negara tidaklah sia-sia, lantaran hasilnya merupakan efisiensi dan terciptanya Administrasi negara yang profesional, bersih serta berwibawa, Beberapa info dan agenda yg tengah berkembang dalam kaitan dengan efonnasi birokrasi adal.ah: (1) Modernisasi Manajemen Kepegawaian, (2) Restrukturisasi, downsizing dan iightsizing, perubahan manajemen serta organsasi (3) Rekayasa Proses Administrasi Pemerintahan, (tiga) Anggaran berbasis kinerja serta proses perencanaan yang partisipatif, (4) dan hubungan-interaksi baru antara pemerintah serta masyarakat datam pembangunn serta pemerintahan. 

Dalam konteks praktek pemerintahan di Indonesia, info reformasi birokrasi ini sebagai sangat retevan utamanya datam meningkatkan kecepatan krisis multidimensi yang belum selesai. Sistem Birokrasi pada Indonesia yg sebagai pilar pelayanan Publik menghadapi perkara yg sangat mendasar. Pertama, menjadi fakta sejarah bangsa sistem administrasi yg kini diterapkan. Merupakan peninggalan pemerintah kotonial. Yang jua memiliki dasar-dasar aturan dan kepentingan kolonial. Struktur, kebiasaan, nilai dan regulasi yang terdapat masih berorientasi dalam pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan Hak Sipil. Rakyat negara (lihot Thoha: 2003). Tidak mengherankan apabila struktur dan proses yg dibangun adalah instrumen untuk mengatur dan mengawasi perilaku masyarakat, bukan kebalikannya buat mengatur pemerintah pada tugas menaruh pelayanan kepada masyarakat. Misi utama administrasi negara dengan paham kolonial tadi merupakan buat mempertahankan kekuasaan serta mengontrol perilaku individu. 

Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan perubahan struktur, norma, nilai serta regulasi yg berorientasi kolonial tadi telah mengakibatkan gagalnya upaya buat memenuhi aspirasi serta kebutuhan rakyat. Kualitas dan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan Publik masih jauh dan asa. Masih belum tercipta budaya pelayanan Publik yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan (service delivery culture). Sebaiknya, yg terbentuk merupakan obsesi para birokrat dan politisi buat membuahkan birokrasi sebagai lahan pemenuhan keinginan serta kekuasaan (power culture). Dalam kultur yg demikian, korups, kongkalikong serta nepotisme sebagai hal yang umum, sehingga kualitas pelayanan dan pemerintahan. Acapkali terabaikan. 

Dalam kaitan menggunakan reformasi birokrasi di Indonesia, maka gosip-isu yg terkait menggunakan dengan reformasi birokrasi pada kerangka tecritik serta perbandingan menggunakan negara lain harus sebagai baian yang nir terpisahkan kurikulum. 

Ketiadaan komitmen serta kerangka berpikir mengenai kiprah, kedudukan dan fungsi administrasi negara pada pembangunan negara telah menjadi penyebab reformasi birokrasi pada Indonesia tidak mempunyai visi, kehilangan ruh serta berjalan sangat sporadis. Sampai sekarang nir terlihat bentuk atau grand design yg diinginkan dalam rangka reformasi birokrasi, nir adanya kemauan potitik serta pemerintah. Semua bentuk reformasi yg dijalankan pada negara lain diadopsi tanpa satu tujuan yang terkait dan terintegrasi. 

Ketidakpahaman ini sudah menyebabkan tidak saja gagalnya acara pembangunan, tetapi pula marjinalisasi peningkatan kapasitas administrasi negara sebagai agen pembangunan. 

2. Desentralisasi 
Isu lain yg berkembang secara teoritik serta praktek pada administrasi Publik adalah desentralisasi. Perkembangan berita desentralisasi ini terkait menggunakan donasi-donasi negara asing serta lembaga-lembaga donor buat memperkuat proses demokratisasi. Sejatinya gosip ini berkembang telah .semenjak lama bersamaan menggunakan mengalirnya dana bantuan donor ke negara-negara berkembangan. Meskipun demikian, pada waktu ini info tadi semakin bertenaga dan dirasakan perlu pada konteks Indonesia. Terlebih bahwa interaksi antara pemerintah pusat serta pemerintah wilayah adalah sesuatu yg dinamis serta tidak berada pada ruang yang vacum.

Pasang surut hubungan antara Pusat dan Daerah, sejatinya selalu mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara pada Indonesia (lihat Mackie, 1980:671). Bahkan semenjak kita merdeka, aneka macam gerakan separatis yg timbul pada wilayah seperti PRRI serta Pernesta pula sangat terkait menggunakan aspek vertical distribution of power. Pergolakan tadi adalah reaksi terhadap kekuatan sentripetal yg hiperbola dalam penyelenggaraan negara (Hoessein, 1995:12). Pasca jatuhnya Soeharto tahun 1998, hubungan antara Pusat serta Daerah mempunyai ancaman sekaligus asa. Menjadi ancaman lantaran aneka macam tuntutan yang mengarah pada disintegrasi bangsa semakin akbar. Gerakan sentrifugal masih sangat dirasakan, bahkan pada MOU Helsinki yg membuat UU Pemerintahan Aceh (Prasojo, 2005:22). Efek domino gerakan sentrifugal ini berdasarkan saya nir berhenti, melainkan akan terus berlanjut sampai ditemukannya titik ekuilibrium baru antara pusat serta daerah. Pada sisi lainnya, pasca kejatuhan Soeharto pula memberikan harapan pada kemungkinan terjadinya perubahan huhungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah. Hal ini terbukti menggunakan ditetapkannya UU No. 22 tahun 1999, yg tetah direvisi menggunakan UU No. 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Kedua UU ini secara radikal sudah merubah corak hubungan antara Pusat serta Daerah pada Indonesia. Dalam perspektif politik, UU No. 22 tahun 1999 bisa dikatakan berhasil. Meredam gerakan sentrifugal yang terjadi pada wilayah. 

Desentratisasi yg adalah refleksi interaksi antara pusat dan daerah terus akan bergulir pada proses demokratisasi. Administrasi Publik berperan penting buat ikut memilih konstruksi hubungan sentra dan wilayah di Indonesia, juga ikut membentuk kapasitas pemerintahan wilayah. Karena gosip ini bukan gosip sesaat namun gosip yang terus serta akan berlanjut pada kehidupan berbangsa serta bernegara. Dalam isu ini terkandung substansi yg sangat luas terutama untuk mencipatkan pemerintahan yg efisien serta efektif, pula buat meriingkatkan proses demokrasi di taraf lokal.

Hasil penelitian di lapangan terhadap 14 kabupaten serta kota pula propinsi yg dilakukan penulis memperlihatkan banyaknya ketidaksetaraan politik (political equality) antar aneka macam stakeholdes pada penyelenggaraan pemerintahan. Pada dasarnya ketidaksetaraan tadi mencakup rekanan antara kepala wilayah dan DPRD, ketidaksetaraan rekanan antara pemerintah wilayah serta warga , ketidaksetaraan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, antara KPUD, Pemerintah Daerah dan masyarakat pada aplikasi pilkada.. Berbagai bentuk ketidaksetaraan tersebut telah mengakibatkan sulitnya peningkatan partisipasi masyarakat pada proses-proses pembuatan kebijakan serta keputusan politik serta kontrol atas pengunaan resources pada daerah. Ketidaksetaraan ini menyebabkan pengaruh berantai berupa sulitnya pencapaian local responsiveness serta local acountability dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam kaitan ini administrasi Publik wajib mengisi kapasitas pemerintahan wilayah buat menciptakan serta menjalankan pemerintahan. 

3. Kualitas Petayanan Publik 
Isu yang relatif penting serta menghiasi literatur pada administrasi Publik merupakan peningkatan kualitas pelayanan Publik. Meskipun ini terkait ini menggunakan reformasi birokrasi, namun pada pandangan penulis berita ini memiliki dimensi software yg wajib menerima perhatian tersendiri dalam kajian administrasi Publik. Perkembangan kerangka berpikir New Public Management telah memasukkan unsur-unsur dan metode sektor partikelir dalam sektor Publik. Hal ini misalnya bisa dicermati pada aneka macam literatur yang terkait menggunakan judul-judul. Kitab serta seminar “Performance Management in Public Services, Building Partnership for Public Service, E-government, Public Private Partnership, the New Public Services, Reeinventing Government, Improved Public Service” dan banyak sekali judul lainnya. 

Berbagai hal yg perlu mendapatkan perhatian pada peningkatan kualitas pelayanan Publik adalah bagaimana menciptakan semangat dan jiwa entrepreneurship dalam pemerintahan dan serta perubahan peran negara dalam pelayanan Publik. Improvisasi pelayanan Publik ini dilakukan antara lain melalui rasionalisasi proses serta profesionalisasi kinerja PNS. Metode yg dipergunakan diantaranya melalui Kontrak Kinerja, Privatisasi, Kemitraan Publik serta partikelir, pemanfaatan teknologi liputan serta komunikasi pada pelayanan Publik. Berbagai taktik pelayanan Publik sudah menjadi cara lain antara lain menggunakan apa yang dianggap Market Oriented Enabling Authority, Communitas Enhler Authority, Residual Enabler Authority clan atau metode (ama TraditionaL Bureacucratic Control Authority. 

Dalam konteks kebijakan internasional, Indonesia tetah meratifikasi Covenant Ecosob sebagai jaininan legal dalam pemberian pelayanan Publik pada masyarakat. Disamping itu, ketika ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara juga sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Pelayanan Publik yang sementara waktu lagi akan dibahas di DPR.

Meskipun demikian, praktek New Public Management yang berupaya buat meningkatkan kualitas pelayanan Publik tidaklah tanpa kritik. Denhardt and Denhardt, Juga Georger Frederickson mengingatkan hilangnya kharakter keseteraan pada pelayanan Publik. Dimana rakyat yang berstatus sosial ekonomi rendah sering secara mudah terabaikan. Dalam kaitan ini perlu juga kalangan akademisi public administration menaruh formula yg lebih konstektual denqan syarat Indonesia. 

4. Good Governance 
Sesuai menggunakan perkembangan paradigma Good Governance dalam Administrasi Publik maka, isu Governance sebagai kunci pembahasan daam administrasi Publik. Hal ini terkait dengan upaya buat menciptakan akses partisipasi warga pada pelayanan Publik dan penyelenggaraan pemerintahan. Penguatan partisipasi ini bertujuan buat menaikkan imbas lain berupa akuntabilitas dan transparansi pada pemerintahan, pelayanan dan pembangunan. 

Dalam konteks ini Governance diartikan menjadi suatu interaksi yang interakti. Dan berbasis pertukaran berita antara aneka macam pemangku kepentingan pada pemerintahan. Pemerintah bukanlah satu-satunya pemangku kepentingan pemerintahan, melainkan jua wajib melibatkan rakyat dan gerombolan -gerombolan kepentingan lainnya. Penguatan partisipasi dilakukan melalui antara lain apa yg disebut dengar Citizen’s Charter dan Complain Mechanism. Melalui penguatan partisipasi warga pada pelayanan Publik pemerintah harus mempunyai kinerja dan orientasi pemenuhan hak-hal. Sipil warga . Dan melalui mekanisme pengaduan, warga bisa mengungkapkan keberatan-keberatan dan masukan terhadap kinerja pemerintah. Dalam hal ini Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang menaruh penguatan terhadap kedudukan pemerintah. 

5. Globalisasi serta Iniltenium Development Goals serta ECOSOB 
isu lain yg merupakan faktor eksternal merupakan menguatnya globalisasi serta regionalisasi. Hal ini diantaranya mengakibatkan berkurangnya kiprah serta otoritas negara dalam pembuatan kebijakan. Sehingga kebijakan-kebijakan yang. Dibuat sang pemerintah harus memperhatikan covenant, prinsip-prinsip dan kesepakatan internasional lainnya yang sudah diratifikasi. Termasuk pada hal ini adalah contohnya perjanjian perdagangan internasional, WTO, perjanjian internasional tentang pemberantasan korupsi, serta covenant ECOSOB. Perkembangan lainnya adalah pencanangan millenium Development Goals yg wajib dipenuhi oleh pemerintah. Dalam MDGs ini pemerintah harus memberikan penguatan pada warga untuk lepas berdasarkan kemiskinan struktural yg terjadi. Dengan demikian isi ini juga akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yg akan dibuat sang pemerintah. 

6. Kebijakan Publik 
Yang pula menjadi gosip dalam administrasi publik merupakan terkait dengan proses penyusunan kebijakan Publik yang wajib semakin baik serta aman bagi pelayanan, pemerintahan dan pembangunan. Dalam hal ini terkait dengan proses penyusunan kebijakan yg semakin partisipatif menggunakan banyak sekali pendekatan. Masyarakat sebagai penerima kebijakan harus menjadi aktor yg aktif dalam kebijakan publik. Pada sisi lainnya, info ini juga terkait dengan proses potitik yang terjadi pada Parlemen pada kaitanya menggunakan Pemerintahan. Perubahan sistem parlementer ke sistem presidensial pada Indonesia menaruh tantangan tersendiri pada kebijakan Publik. Hal ini lantaran sistem birokrasi yang masih terkooptasi dengan politik, proses political merit system yang belum terbangun, serta sistem multi party. Respon administrasi Publik terhadap perubahan sistem politik pada kebijakan Publik harus semakin rasional dan profesional. 

Untuk memperkuat proses pembuatan kebijakan Publik perlu kirang dikembangkan metode/toots yang aplikatif. Misalnya pemanfaatan aplikasi-perangkat lunak kebijakan Publik yg dapat merasionalisasi secara kuntitatif. Penguasaan metode decision support system (misalnya AHP dan System Dynainic) harus dikuasai dalam oleh para pembuat kebijakan. Termasuk merupakan penguasaan metode system thinking serta system dynainic buat memperkuat proses pembuatan keputusan. Perkembangan baru misalnya knowledge management wajib sebagai kurikulum dalam administrasi Publik. 

7. Hukum Administrasi Negara 
Isu lainnya yg relevan menggunakan kajian administrasi Publik merupakan Hukum Administrasi Negara. Kedua bidang ilmu ini sejatinya memiliki interaksi yang sangat dekat sebagaimana sudah menjadi tradisi dalam administrasi publik di negara-negara Eropa Kontinental. Sulitnya melakukan reformasi dalam administrasi Publik ditimbulkan pula oleh lemahnya integrasi antara Administrasi Publik menggunakan Hukum Administrasi Negara. 

Padahal perubahan Administrsi Publik juga membutuhkan perubahan perangkat keras Hukum Administrasi Negara. Para ilmuwan administrasi Publik generasi kedua dan ketiga pada Indonesia kurang tahu konteks aturan administrasi negara. Hal ini tidak sama menggunakan ilmuwan administrasi Publik generasi pertama seperti Prof. Prajudi Atmosudirdjo. Oleh karena itu, sudah saatnya memikirkan balik perubahan kurikulum administrasi Publik yg berorientasi jua pada kajian Hukum Administrasi Negara dalam kaitannya dengan studi administrasi Publik.

C. NEGARA, PEMERINTAH DA ADMINISTRASI NEGARA 
Administrasi Publik di Indonesia mengalami persoalan krusial lantaran sulitnya memisahkan antara negara (Stoat), pemerintah (Regierung) dan Administrasi Publik (Verwaltung). Di Indonesia ketiganya seakan-akan bersatu sehingga sulit rnembedakan secara benar penggunaan dan fungsi negara, pemerintah dan administrasi. Kajian pemisahan unsur-unsur negara ini kurang menerima perhatian sehingga acapkali pekerjaan administrasi Publik menggunakan gampang diintervensi oleh pemerintah. 

Presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan, sekaligus kepala administrasi. Tetapi fungsi ini harus dapat dipisahkan dengan baik, lantaran negara adalah bukan hanya pémerintah. Demikian juga pemerintah yang dipilih secara demokratis serta administrasi Publik yang diangkat serta bekerja dari Undang-undang wajib masih ada pembagian fungsi serta peran yang tegas. Tentu saja pada pengertian yang luas ruang linkup kajian administrasi Publik dapat meliputi negara, pemerintah dan administrasi Publik. Tetapi pada kehidupan praktek administrasi Publik perlu dipikirkan upaya buat mempertegas garis batas antara negara, pemerintah dan administrasi Publik. Beban berat administrasi Publik buat melaksanakan keputusan-keputusan politik seringkali ditimbulkan sang tidak tegasnya garis antara negara, pemerintah dan rakyat.