KESULTANAN ACEH


Cara flexi----Kesultanan Aceh sebagai keliru satu kerajaan Islam, didirikan oleh Muzaffar Syah dalam abad ke 15 M, namun sebagai kesultanan penuh sesudah diperintah sang Ali Mughayat. Ia berhasil menggabungkan dua kesultanan Lamuri menggunakan Aceh Dar al-Kama'l sebagai kesultanan Aceh. Pada waktu pemerintahan Sultan Alaudddin Ridyat Syah, Aceh mengalami kejayaan lantaran menjadi pelabuhan dagang bagi pedagang rempah-rempah. Para pedagang Muslim berdasarkan mancanegara dan Nusantara enggan berdagang di Malaka sehabis dikuasai Portugis.

Karena majunya perdagangan menjadikan Aceh bisa membangun armada angkatan laut yg sangat bertenaga. Hubungan diplomatik jua dilakukan menggunakan kesultanan Ottomon Turki yang ketika itu merupakan pemegang kekuasaan Islam tertinggi. Kejayaan Aceh mencapai puncaknya dalam saat pemerintahan Sulatan Iskandar Muda (1607-1636). Kekuasaan Aceh mencakup Johor, Pahang, Perlak, Kedah, serta Pantai Barat Sumatera misalnya Tiku, Pariaman, dan Bengkulu. Sultan Iskandar Muda pula mencoba merebut Malaka dari tangan Portugis tetapi gagal.

Sepeninggal Iskandar Muda, digantikan Sultan Iskandar Tsani. Dalam pemerintahannya Sultan Iskandar Tsani banyak menyebarkan masalalah pada negerinya, dan kasus agama dengan membangun poly masjid. Ia pula dibimbing oleh Nuruddin seorang ulama berdasarkan Gujarat. Di era pemerintahan Sultan Iskandar Tsani inilah ilmu keagamaan Islam sangat berkembang pesat pada Aceh.

Dalam perjalanan selanjutnya Aceh mengalami krisis selesainya meninggalnya Sultan Iskandar Tsani, karena dia nir meninggalkan seorang putra mahkota. Akibat krisis tadi poly wilayah yang berani melepaskan diri berdasarkan kekuasaan Aceh. Tetapi meskipun terus mengalami kemunduruan, kesultanan Aceh permanen bertahan hingga abad ke-20, hingga akhirnya jatuh ke tangan penjajahan Belanda. 



* * *

Sumber Gambar: Google

MALAHAYATI MUSLIMAH PERTAMA LAKSAMANA TANAH RENCONG




Laksamana Keumala Hayati. Panglima perang Kerajaan Aceh. Dia merupakan muslimah pertama pada nusantara serta bahkan dunia yang menjadi laksamana pada zaman pelayaran terbaru. Saat sebagian besar masyarakat negeri ini belum memikirkan emansipasi, dia telah mendobrak batas-batas gender yang baru dibincangkan kemudian.

Enam abad silam, wanita yang juga disebut dengan nama Malahayati ini memimpin seribu lebih perempuan . Mereka para janda prajurit Kerajaan Aceh yg gugur pada pertempuran melawan Portugis di Teluk Haru alias Selat Malaka.

Di dalam tubuh Malahayati memang mengalir darah kesatria. Bapaknya adalah Laksamana Mahmud Syah, panglima Kerajaan Aceh. Kakeknya, Muhammad Said Syah, juga seorang laksamana terkemuka.

Kakek buyutnya, Sultan Salahuddin Syah, memimpin Aceh dalam tahun 1530-1539. Sultan Salahuddin adalah putra Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah, pendiri kerajaan Aceh Darussalam.

Malahayati mengenyam pendidikan militer selepas berdasarkan pesantren. Dia masuk jurusan angkatan laut akademi militer Kerajaan Aceh, Ma'had Baitul Makdis. Akademi militer kenamaan Kerajaan Aceh yg dibangun atas dukungan Sultan Selim II, penguasa Turki Utsmaniyah.

Di akademi militer itu, Malahayati tumbuh menjadi sosok brilian. Di situ puladia bertemu menggunakan kakak angkatan yg kemudian sebagai suaminya. Lulus dari akademi, Malahayati diangkat menjadi Komandan Protokol Istana Darud-Dunia Kerajaan Aceh Darussalam. Sang suami menjadi laksamana.

Namun sayang, suaminya gugur pada palagan Selat Malaka ketika melawan Portugis. Setelah suaminya gugur, Malahayati memohon kepada Sultan al-Mukammil, raja Aceh yang berkuasa menurut 1596-1604, untuk membentuk armada perang. Prajuritnya merupakan para janda pejuang Aceh yg gugur dalam pertempuran di Selat Malaka itu.

Gayung bersambut. Saat itu Kerajaan Aceh memang tengah meningkatkan keamanan lantaran gangguan Portugis. Usul membentuk armada dikabulkan, Malahayati diangkat jadi Panglima Armada Inong Balee atau Armada Perempuan Janda.

Pasukan itu berkantor pada Teluk Lamreh Kraung Raya. Benteng Kuto Inong Balee dengan tinggi lebih kurang tiga meter dibangun. Lengkap dengan meriam. Sisa-sisa benteng itu kini masih mampu dicermati di Aceh.

Tak hanya menyusun pertahanan di darat. Pasukan Inong Balee dilengkapi seratus lebih kapal perang. Pasukan yang semula hanya seribu, usang-usang bertambah sampai mencapai 2 ribu orang. Armada asing yang melintas pada Selat Malaka pun menjadi gentar.

Pada 21 Juni 1599, pasukan ekspedisi berdasarkan Belanda yg baru selesai berperang dengan Kesultanan Banten datang pada Aceh. Rombongan yg dipimpin Cornelis serta Frederick de Houtman itu disambut baik. Tetapi armada asing itu malah menyerbu pelabuhan Aceh.
Kerajaan Aceh melawan. Laskar Inong Balee pimpinan Malahayati jadi tembok terdepan. Pasukan janda itu sangatlah tangguh. Armada Belanda dilibas. Bahkan dalam 11 September, de Houtman tewas di tangan Malahayati. Frederick de Houtman ditawan selama 2 tahun.
Tak kapok, Belanda mengirim pasukan pada 21 November 1600. Kali ini pada bawah komando Paulus van Caerden. Mereka menjarah dan menenggelamkan kapal-kapal yg penuh rempah-rempah pada pantai Aceh.

Juni tahun berikutnya, Malahayati berhasil menangkap Laksamana Belanda, Jacob van Neck, yang tengah berlayar pada pantai Aceh. Setelah aneka macam peristiwa, Belanda mengirim surat diplomatik serta memohon maaf pada Kesultanan Aceh melalui utusan Maurits van Oranjesent.

Tak hanya menjadi laksamana, Malahayati ternyata jua merupakan sosok negosiator ulung. Pada Agustus 1601, Malahayati memimpin Aceh buat berunding dengan 2 utusan Maurits van Oranjesent, Laksamana Laurens Bicker serta Gerard de Roy. Mereka putusan bulat melakukan gencatan senjata. Belanda juga harus membayar 50 ribu gulden sebagai kompensasi penyerbuan yg dilakukan van Caerden.

Sepak terjang Malahayati hingga jua ke telinga Ratu Elizabeth, penguasa Inggris. Sehingga negeri super besar itu memilih cara tenang saat hendak melintas Selat Malaka. Pada Juni 1602, Ratu Elizabeth menentukan mengutus James Lancaster buat mengirim surat kepada Sultan Aceh buat membuka jalur pelayaran menuju Jawa.

Malahayati diklaim masih memimpin pasukan Aceh menghadapi armada Portugis pada bawah Alfonso de Castro yg menyerbu Kreung Raya Aceh dalam Juni 1606. Sejumloah asal sejarah menyebut Malahayati gugur pada pertempuran melawan Portugis itu. Dia lalu dimakamkan di lereng Bukit Kota Dalam, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer menurut Banda Aceh.

Malahayati benar-benar melegenda. Namanya saat ini digunakan buat jalan, tempat tinggal sakit, universitas pada Pulau Sumatera, hingga kapal perang TNI Angakatan Laut. Tetapi sayang, sangat sedikit literatur tentang tokoh sebesar Malahayati ini. Sehingga tidak diketahui niscaya kapan tahun lahir serta meninggalnya. 
Sumber  Dream.co.id 

KESULTANAN INDRAGIRI

 
Kesultanan Inderagiri merupakan sebuah Kesultanan Melayu yg pernah berdiri, sekarang dengan wilayahnya berada dalam Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, Indonesia.
Sebelumnya Kesultanan ini merupakan bawahan (vazal) Kesultanan Pagaruyung serta sekaligus sebagai tempat pelabuhan. Kemudian Kesultanan ini diperebutkan oleh Kesultanan Jambi, Kesultanan Siak, serta Kesultanan Aceh.
Dalam sumber laian disebutkan, Sampai tahun 1515, menurut catatan perjalanan Tomé Pires pada Suma Oriental kawasan Indragiri masih disebutkan sebagai tempat pelabuhan raja Minangkabau, tetapi Kesultanan ini diberi kebebasan mengatur urusan dalam serta luar negerinya sendiri. Wilayah Kesultanan ini dilewati sang Batang Kuantan (atau diklaim pula Sungai Indragiri pada kawasan hilirnya), pada mana hasil bumi berdasarkan tempat pedalaman Minangkabau dulunya didistribusikan melalui sungai ini, yang berhulu pada Danau Singkarak (sekarang masuk wilayah Provinsi Sumatera Barat) serta bermuara dalam kawasan pesisir timur Pulau Sumatera.
Inderagiri asal berdasarkan bahasa Sanskerta, yaitu Indera yg raja atau mahligai dan Giri yang berarti bukit atau kedudukan yang tinggi, sehingga kata inderagiri secara harfiah berarti Raja Bukit, negeri dengan kedudukan tinggi.
Kesultanan Indragiri diperintah langsung dari Kesultanan Malaka, pada masa Raja Iskandar yg bergelar Nara Singa I. Istana Kesultanan Indragiri lalu dibangun sang generasi raja yg keempat, yaitu Paduka Maulana Sri Sultan Alaudin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin yg bergelar Nara Singa I. Nara Singa II beristrikan Putri Dang Purnama. Bersamaan menggunakan dibangunnya Istana Kesultanan, didirikanpula Rumah Tinggi di Kampung Dagang.
Kesultanan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja pertama bergelar Raja Merlang I berkedudukan pada Malaka. Demikian juga menggunakan penggantinya Raja Narasinga I serta Raja Merlang II, permanen berkedudukan pada Malaka, sedangkan untuk urusan sehari-hari dilaksanakan oleh Datuk Patih atau Perdana Menteri. Pada tahun 1473, sewaktu Raja Narasinga II yang bergelar Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam (Sultan Indragiri IV), beliau menetap di ibu kota Kesultanan yg berlokasi pada Pekan Tua kini .
Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim, bunda kota Kesultanan dipindahkan ke Rengat. Dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim ini, Belanda mulai campur tangan terhadap Kesultanan dengan mengangkat Sultan Muda yg berkedudukan di Peranap menggunakan batas daerah ke Hilir hingga dengan batas Japura.
 Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang - orang dari suku Banjar dan suku Bugis menjadi akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus buat suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kesultanan Banjar sang Gubernement dalam tahun 1859 sehingga terjadi peperangan hingga tahun 1863.
Sultan terakhir yang yang memerintah pada Indragiri merupakan Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah. Ia memerintah pada tahun 1912 hingga menggunakan 1963 serta adalah Sultan Indiragiri ke duapuluh lima.

KESULTANAN DELI

Kesultanan Deli adalah kesultanan Melayu yg terletak diSumatra Utara. Pada awalnya masih ada empat raja di sebuah wilayah Batak Karoyang sudah memeluk Islam. Kemudian, empat raja tersebut mengangkat LaksamanaGocah Pahlawan menjadi raja Deli pada tahun 1630 M. Dengan insiden itu,Kesultanan Delitelah resmi berdiri, dan Laksamana Gocah Pahlawan menjadi SultanDeli  pertama.

Kesultanan Deli berdiri sampai pertengahan abad ke 20,selama rentang masa yang relatif panjang tersebut, Kesultanan Deli mengalami masamasa pasang surut silih berganti. Selama 2 kali, Deli berada pada bawataklukan  Kesultanan Aceh. Ketikakerajaan Siak menguat di Bengkalis, Deli menjadi daerah taklukan penjajahBelanda.

Pemerintahan
Wialayah kekuasaan Kesultanan Deli mencakup kota Medansekarang ini, Langkat, Suka Piring, Buluh Cina, serta beberapa negeri mini dipesisir pantai timur Sumatra. Kekuasaan tertingggi berada pada tangan Sultan.permaisuri Sultan bergelar Tengku Maha Suri Raja, atau Tengkun Permaisuri, sedangkanputra mahkota bergelar Tengku Mahkota. Putra serta Putri yg lain hanya bergelarTengku. Keturunan yang lain menurut garis patrilineal hinggga generrasikelima pula bergelar Tengku. Dalam kehidupan sehari-hari, Sultan nir hanyaberfungsi menjadi ketua pemerintahan, akan tetapi pula menjadi ketua urusan Agamadan sekaligus sebagai kepala tata cara Melayu. Untuk menjalankan tugasnya, Sultandiabantu oleh Bendahara, Syahbandar (perdagangan) serta pembantu lainnya.

Pada masa Kolonial tahun 1858, Tanah Deli sebagai milikBelanda sesudah Sultan Siak, Sultan Al-Sayyid Sharif Ismail, menyerahkan tanahkekuasaannya tersebut pada mereka. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secararesmi diakui merdeka dari Siak juga Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Delibebas buat menaruh hak-hak huma kepada Belanda maupunperusahaan-perusahaan luar negeri lainnya.

Sedangkan pada masa Jepang,eksistensi kesultanan Deli permanen diakui tetapi hak istimewah kebangsawanan danperkebunan dicabut dan serta diambil alih oleh para buruh. Dan hal ini akan menjadisalah satu faktor keengganan kaum bangsawan mendukung proklamasi kemerdekaanIndonesia.

Beberapa asal sejarah menyebutkan bila golongankomunis pula memainkan kiprahnya pada menghapus kekuasaan para bangsawanMelayu, termasuk Kesultanan Deli. Puncak dari manuver politik golongan komunisyang anti feodalisme adalah revolusi sosial yg berlangsung dalam tahun 1946. Revolusi sosial ini muncul akibat hasutan kaum komunis pecah dalam Maret1946. Berawal di Kesultanan Asahan, revolusi menjalar ke semua monarkiSumatera Timur, termasuk Kesultanan Deli. Istana Sultan Deli (Istana Maimun)bersama Sultan dan para bangsawan berhasil terlindungi lantaran penjagaan TRI danadanya benteng pertahanan tentara sekutu pada Medan.

Sultan

Sultan Deli dipanggil menggunakan gelar Sri Paduka Tuanku Sultan. Jika mati, oleh Sultan akan digantikan oleh putranya. Sultan Deli ketika ini merupakan Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam, Sultan Deli XIV, yg bertahta sejak tahun 2005.


Silsilah :

Daftar raja yang pernah memerintah di Deli :
Sri Paduka Gocah Pahlawan (1632-1653)
  1. Tuanku Panglima Perunggit (1653-1698)
  2. Tuanku Panglima Paderap (1698-1728)
  3. Sultan Panglima Gendar Wahid (1728-1761)
  4. Tuanku Panglima Amaludin (1761-1824)
  5. Sultan Osman Perkasa Alam (1824-1857)
  6. Sultan Amaludin Mahmud Perkasa Alam Syah (1857-1873)
  7. Sultan Mahmud al-Rasyid Perkasa Alam Syah (1873-1924)
  8. Sultan Amaludin II Perkasa Alam Syah (1925-1945)
  9. Sultan Osman II Perkasa Alam Syah (1945-1967)
  10. Sultan Azmi Perkasa Alam Syah (1967-1998)
  11. Sultan Osman III Mahmud Ma‘mun Paderap Perkasa Alam Syah (1998-2005)
  12. Sultan Mahmud Arfa Lamanjiji Perkasa Alam Syah (2005)
Sumber: Wikipedia


KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM



Sejarah berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam nir terlepas dariruntuhnya Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-12. Kerajaan Sriwijaya runtuh akibatdikalahkan oleh Kerajaan Majapahit. Ketika Sriwijaya runtuh menjadi pusatniaga, maka lahirlah suatu wilayah atau kota yg pada ejaan China disebutdengan sebutan Palinfong (yang kini lebih dikenal dengan sebutan KotaPalembang). Sepeninggalan Sriwijaya, kota ini tetap eksis menjadi kota niagayang di dalamnya masih terdapat suatu tumpuan aktivitas ekonomi serta perdaganganyang masih dikenal sebagai Ku-kang (dalam bahasa China) atau PelabuhanLama. Kota Palembang sebagai tumpuan pelabuhan internasional yg secara khususbanyak disinggahi pedagang-pedagang berdasarkan China. Bahkan, kota ini pernah menjadienclave (wilayah kantong) China selama sekitar 200 tahun.
Ketika KotaPalembang berada pada kontrol ekonomi para pedagang China, Pangeran Palembang,Parameswara, terpaksa meninggalkan kota ini dalam tahun 1397. Pada ketika itu,Kerajaan Majapahit jua tidak bisa menempatkan adipatinya di kota ini karenaChina sudah menentukan Liang Tau Ming sebagai pemimpin Palembang. Sayangnya, padamasa kekuasaan China, Palembang pernah sebagai sarang para bajak bahari Chinayang mengakibatkan konflik akut di kota ini.
Sebelum KesultananPalembang Darussalam sebagai kesultanan yg lebih bercorak Melayu ini berdiri,sebenarnya telah terdapat Kerajaan Palembang terlebih dahulu (sebagai cikal bakalnantinya). Sebelum Kerajaan Palembang (Palembang Lama) berdiri, Kota Palembangsudah terdapat terlebih dahulu menjadi salah suatu daerah kekuasaan Majapahit padasaat itu. Tulisan di bawah ini akan mengulas sejarah Kerajaan Palembang danKesultanan Palembang Darussalam secara terpisah.
a. Sejarah Kerajaan Palembang
Kerajaan Palembang berdiri lebih kurang abad ke-15. Ario Damar merupakan pendirikerajaan ini. Ia sebenarnya mewakili Kerajaan Majapahit di Palembang Lamo(atau nantinya disebut Kerajaan Palembang), menggunakan gelar Adipati Ario Damaryang berkuasa antara tahun 1455 hingga tahun 1486. Ketika ia datang kePalembang, rakyat serta penduduk pada wilayah ini sebenarnya sudah masuk Islam.diperkirakan, dia akhirnya ikut memeluk Islam menggunakan membarui namanya menjadiArio Abdillah atau Ario Dillah (pada bahasa Jawa, dillah berartilampu). Ario Dillah pernah menerima hadiah menurut Prabu Kertabumi Brawijaya V,yaitu diberikan salah seorang selirnya yang berketurunan China serta telahmemeluk Islam, yg bernama Puteri Champa. Ketika dibawa ke Palembang, PuteriChampa tengah mengandung. Lahirlah kemudian seseorang bernama Raden Fatah diistana Ario Dillah yang dulu dinamakan Candi Ing Laras. Raden Fatahkemudian dididik sang Ario Dillah dengan pengetahuan Islam yang kemudianmengantarkan dirinya sebagai ulama besar . Anak kandung Ario Dillah sendiri yangmerupakan hasil perkawinan menggunakan Puteri Champa merupakan Raden Kusen. Jadi, RadenFatah adalah saudara lain bapak dengan Raden Kusen. Setelah Ario Dillah wafat,kekuasaan Kerajaan Palembang sempat kosong hingga tahun 1486. Hal itu terjadikarena Palembang termasuk pada kekuasaan Majapahit. Banyak keturunan ArioDillah, termasuk Raden Fatah yang lalu hijrah ke Demak. Berikut ini akandijelaskan bagaimana kemudian eksistensi Kerajaan Palembang kembali berdirisetelah Kerajaan Demak musnah.  
Tidak ada sumbertertulis resmi yang bisa menyebutkan kapan Kerajaan Majapahit hancur.majapahit diperkirakan runtuh pada tahun 1478 dampak serangan kerajaan-kerajaanIslam. Pada waktu itu, Sunan Ampel menunjuk Raden Fatah sebagai penguasa seluruhtanah Jawa. Pusat kekuasaan kemudian dipindahkan ke Demak. Pada tahun 1481,Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam Demak. Pendirian kerajaan tersebut jugamendapat donasi menurut wilayah-wilayah lainnya yg sudah lepas menurut Majapahit,seperti Jepara, Tuban, serta Gresik. Kerajaan Demak pernah menjadi sentra niagapada abad ke-15. Raden Fatah menerima gelar Senapati Jimbun Ngabdu‘r-RahmanPanembahan Palembang Sayidin Panata‘Gama. Ia wafat pada tahun 1518, dandigantikan puteranya, yaitu Pati-Unus atau Pangeran Sabrang Lor.
Setelah PangeranSabrang Lor wafat dalam tahun 1521, tahta kekuasaan kemudian dipegang olehsaudaranya, yaitu Pangeran Trenggono hingga tahun 1546. Setelah itu, diKerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan antara saudara Pangeran Trenggono(Pangeran Seda ing Lepen) serta anaknya (Pangeran Prawata). Perebutan kekuasaanini menyebabkan terjadi pertumpahan darah antar saudara. Pangeran Seda ingLepen dibunuh oleh Pangeran Prawata. Sebagai buntut dari peristiwa ini,Pangeran Prawata beserta keluarganya dibunuh oleh anak Pangeran Seda ing Lepenyang bernama Arya Penangsang atau Arya Jipang. Menantu Raden Trenggono yangbernama Pangeran Kalinyamatdari Jepara jugadibunuh. Pertumpahan tidak berhenti di sini, bahkan masih berlanjut. Pada tahun1549, Arya Penangsang dibunuh sang Adiwijaya yg jua seorang menantu dariPangeran Trenggono atau populer dengan sebutan Jaka Tingkir yg ketika itu menjabat Adipati KerajaanPajang. Pada masa Jaka Tingkir ini, Keraton Demak dipindahkan ke Pajang akibatserangan Kerajaan Pajang. Perpindahan ini sebagai pertanda berakhirnyakekuasaan Kerajaan Demak yg berdiri sejak tahun 1481 sampai tahun 1546.
Ketika Kerajaan Pajang menyerang Demak, masih ada kurang lebih 24 orang keturunanPangeran Trenggono (atau juga keturunan Raden Fatah) berhijrah ke Palembangyang dipimpin sang Ki Gede Sedo ing Lautan. Pada tahun 1547, Ki Gede Sedo IngLautan menempati posisi Kerajaan Palembang yg telah usang vakum sebagai rajake-dua. Ia berkuasa hingga tahun 1552. Salah seseorang suro (perwira) KerajaanDemak bernama Ki Gede Ing Suro yang jua ikut dalam rombongan Ki Gede Sedo IngLautan lalu sebagai raja ke-tiga di Kerajaan Palembang (1552-1573). Meskisudah hijrah ke luar Jawa, ia serta para keturunannya masih memiliki ikatanideologis menggunakan sentra keraton di Jawa sampai zaman Mataram. Setelah JakaTingkir wafat, Kerajaan Pajang kemudian dipimpin oleh Arya Pangiri. Pada masakepemimpinannya, terjadi pergolakan politik yg amat pelik. Ia diserang olehkekuatan massal yang terdiri berdasarkan Pangeran Benowo (putra Jaka Tingkir yangtersingkir) serta kekuatan Mataram (dipimpin Panembahan Senapati atau SenapatiMataram, putra Kyai Ageng Pemanahan atau Kyai Gede Mataram). Arya Pangirikemudian bisa dikalahkan sang Senapati Mataram, yg menyebabkan terjadinya pemindahanKeraton Pajang ke Mataram pada tahun 1587. Tahun ini dikenal menjadi awalberdirinya Kerajaan Mataram. Pangeran Mataram adalah keturunan menurut RadenFatah serta Raden Trenggono. Adanya pertalian darah inilah yang menyebabkanterjadinya hubungan yang baik antara Kerajaan Palembang serta Kerajaan Matarampada ketika itu. Hubungan tadi masih terjalin erat hingga masa kekuasaan RajaAmangkurat I (raja ke-4). Di samping itu, hubungan ke 2 kerajaan tadi jugadalam bentuk kerjasama. Hingga akhir tahun 1677, Kerajaan Palembang masih setiakepada Kerajaan Mataram yang dipercaya menjadi pelindungnya, terutama dariserangan Kerajaan Banten yang telah dilakukan sejak tahun 1596. Pada tahun1610, Kerajaan Palembang pernah melakukan kontak menggunakan VOC. Awalnya, VOCenggan herbi Kerajaan Palembang. Bahkan, semasa pemerintahan Pangeran Sideng Kenayan,telah dibuka Kantor Perwakilan Dagang VOC (Factorij)di Palembang, yaitu melalui perantara Gubernur Jendral pada Batavia, Jacob Specx(1629-1632). Namun, pada tahun 1659, Keraton Kuta Gawang besertabenteng-bentengnya hancur dampak diserbu sang VOC.
Hancurnya keratontersebut menjadi indikasi berakhirnya keberadaan Kerajaan Palembang. Kehancurantersebut berpengaruh dalam pemindahan keraton serta pemukiman penduduk ke arahyang lebih ke hulu, yang terletak antara Sungai Rendang serta Sungai Tengkuruk.daerah ini lalu dikenal menggunakan kata Beringin Janggut. Keraton KutaGawang sekarang berada pada kompleks PT. Pusri, Kota Palembang, Provinsi SumateraSelatan, Indonesia. Dari bentuknya, keraton ini menandai adanya akulturasikebudayaan antara budaya Jawa serta Melayu, yg lalu diklaim dengankebudayaan Palembang. Setelah kehancuran Kerajaan Palembang, maka lahirlahPalembang yg memiliki kepribadian sendiri serta mencicipi hak kemerdekaansendiri juga, yaitu Kesultanan Palembang Darussalam.
b. Sejarah KesultananPalembang Darusalam
Pada tahun 1659, di Palembang jua berdiri sebuah kesultanan yang memilikicorak tersendiri serta tidak sinkron dengan Kerajaan Palembang sebelumnya, yaituKesultanan Palembang Darussalam. Pendiri kesultanan ini merupakan SultanJamaluddin atau dikenal dengan sebutan Sultan Ratu Abdurrahman KholifatulMukminin Sayidul Iman, yang dalam masa akhir hayatnya bergelar Sunan CindeWalang. Sejarah kekuasaan dirinya bersama sultan-sultan setelahnya akan dibahastersendiri dalam bagian periode pemerintahan.

2. Silsilah
Silsilah berikut adalah akan dibagi berdasarkan 2 bentukperiodeisasi, yaitu periode Kerajaan Palembang (sebagai cikal bakal KesultananPalembang) serta periode Kesultanan Palembang Darussalam itu sendiri.
a. Periode Kerajaan Palembang:
  1. Ario Abdillah (Ario Dila, sebelumnya bernama Ario Damar) (1455-1486)
  2. Pangeran Sedo Ing Lautan (1547-1552)
  3. Kiai Gede Ing Suro Tuo (1552-1573)
  4. Kiai Gede Ing Suro Mudo (Kiai Mas Anom Adipati Ing Suro) (1573-1590)
  5. Kiai Mas Adipati (1590-1595)
  6. Pangeran Madi Ing Angsoko (1595-1629)
  7. Pangeran Madi Alit (1629-1630)
  8. Pangeran Sedo Ing Puro (1630-1639)
  9. Pangeran Sedo Ing Kenayan (1639-1650)
  10. Pangeran Sedo Ing Pesarean (1651-1652)
  11. Pangeran Sedo Ing Rajek (1652-1659)
b. PeriodeKesultanan Palembang Darussalam:
  1. Sultan Ratu Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam (1659-1706)
  2. Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706-1714)
  3. Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1714-1724)
  4. Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (1724-1758)
  5. Sultan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo (1758-1776)
  6. Sultan Muhammad Bahaudin (1776-1804)
  7. Sultan Mahmud Badaruddin II (1804-1821)
  8. Sultan Ahmad Najamuddin II atau Husin Dhiauddin (1813-1817)
  9. Sultan Ahmad Najamuddin III atau Pangeran Ratu (1819-1821)
  10. Sultan Ahmad Najamuddin IIV atau Prabu Anom (1821-1823)
  11. Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin (2006-...)
3. Periode Pemerintahan
Kesultanan Palembang Darussalam berdiri selama hampir dua abad, yaitu sejaktahun 1659 hingga tahun 1825. Sebelum kesultanan ini berdiri sebenarnya telahada terlebih dahulu Kerajaan Palembang yg merupakan cikal bakal berdirinyaKesultanan Palembang Darussalam. Bedanya dengan Kerajaan Palembang, KesultananPalembang Darussalam lebih bercorak Islam lantaran menerapkan syariat Islam sertamenjadikan al-Quran serta hadits menjadi konstitusi pemerintahan. 
Sultan RatuAbdurrahman Kholifatul Mukminin Sayidul Iman atau dianggap dengan Sunan CindeWalang adalah raja pertama di Kesultanan Palembang Darussalam. Ia memerintahselama 45 tahun. Dengan masa kekuasaan yg begitu panjang, beliau telah meletakkantata kehidupan sosial, ekonomi, serta politik yang kuat di kesultanan ini. Dalambidang pemerintahan, dia menerapkan sistem perwakilan pada wilayah pedalaman ataudikenal dengan kata raban serta jenang. Undang-undang danperaturan-peraturan yg dibuatnya dituangkan pada bentuk piagem(piagam), yang harus dilaksanakan oleh setiap daerah yang masuk dalam pengaruhkekuasaan Palembang, seperti Bangka, Belitung, sebagian Jambi (Muara Tembesi),Bengkulu (Kepahiang/Rejang), serta Lapung (Tulang Bawang/Mesuji).
Sunan Cinde Walangpernah melakukan aliansi internasional antara Palembang, Jambi, serta Johor.aliansi ini hanya bersifat insidentil serta situasional. Namun, aliansi inikadang justru menimbulkan konflik di antara mereka sendiri karena adanyaperbedaan kepentingan. Dalam bidang pertanian, ia mewajibkan bagi daerah-daerahtertentu untuk mengembangkan tanaman lada. Ia juga membuat sistem perairan yangdibuat antara Ogan, Komering, serta Mesuji, yang tidak saja digunakan untukpertanian, namun juga untuk kepentingan pertahanan. Setelah Sunan Cinde Walangmeninggal pada tahun 1706, tahta kekuasaan kesultanan kemudian dipegang olehputranya yang bernamanya Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706-1714). Iamerupakan sultan yang dikenal gagah berani serta banyak menyelesaikanpermasalahan dengan senjata. Akibatnya, Kesultanan Palembang pernah kehilangansalah satu daerah kekuasaannya, yaitu Muara Tembesi di Jambi. Ketika Jayo IngLago tidak lagi berkuasa, terjadi kemelut politik pada saat itu perihal siapayang pantas menggantikannya. Pangeran Purbaya, yang seharusnya menggantikanJayo Ing Lago meninggal karena diracun. Tahta kekuasaan kemudian dipegang adikJayo Ing Lago, Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1714-1724). Putra-putra JayoIng Lago, yaitu Raden Lembu serta Pangeran Mangkubumi Mohamad Ali menolakkeputusan tersebut dengan melakukan pemberontakan. 
Sultan AgungKomaruddin kemudian berinisiatif untuk berdamai dengan kedua keponakannyatersebut dengan cara mengangkat Pangeran Mangkubumi Mohamad Ali sebagai SultanAnom Muhamad Alimudin serta Raden Lembu sebagai Pangeran Jayo Wirakmo. Tetap sajakeputusan tersebut belum dapat memuaskan kedua belah pihak karena ternyataPangeran Jayo Wikramo lebih diuntungkan dengan mendapatkan putri Sultan AgungKomaruddin sebagai pasangannya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya konflikantar saudara. Pangeran Jayo Wirakmo memenangkan peperangan tersebut yangmengantarkan dirinya sebagai sultan dengan gelar Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo(1724-1758).
Sultan MahmudBadaruddin Jayo Wikramo (Badaruddin I) merupakan sosok pemimpin yang berwawasanluas serta memiliki pengalaman yang amat memadai. Ia pernah mengagas pentingnyamemperbarui kesultanan dengan mengintrodusir pengetahuan serta teknologi yangbaru, tanpa meninggalkan tradisi serta agama yang telah lama mapan. Ia telahmelakukan perubahan serta pembangunan Kesultanan Palembang ke arah yang lebihmaju. Di antara bentuk bangunan fisik yang didirikan pada masanya, yaitu:Masjid Agung, Kuta Batu (Kuta Lama), Makam Lemabang, tambang timah Bangka,terusan-terusan di pedalaman. Ia juga mengembangkan sistem perdagangan danekonomi Kesultanan Palembang ke arah yang lebih maju. Pada masanya syiar dandakwah keagamaan Islam mulai berkembang pesat. Maka, tidak aneh jika dikatakanbahwa banyak ulama di Nusantara yang berasal dari wilayah Kesultanan Palembangini. Setelah Sultan Badaruddin I meninggal, tahta kekuasaan kesultanan kemudiandipegang oleh Sultan Ahmad Najamuddin (1758-1776). Tidak banyak data yangmembincang sejarah kepemimpinan sultan ini. Namun, yang pasti bahwa ia lebihbanyak mengembangkan perkembangan Islam serta pemikiran tentang kesusasteraan.setelah ia meninggal, tahta kekuasaan kemudian digantikan oleh Sultan MuhammadBahauddin (1776-1804).
Masa kekuasaanSultan Muhammad Bahauddin juga dikenal sebagai periode pemerintahan KesultananPalembang Darussalam yang cukup berhasil. Pada masanya, perekonomian kesultananmeningkat tajam karena sultan sangat menguasai teknik bagaimana caranyaberdagang yang bagus, termasuk berdagang dengan VOC. Bahkan, VOC merasa kesaldengan monopoli perdagangan Sultan Bahauddin yang menyebabkan kontrak-kontrakmereka sering ditolaknya. Ternyata, Sultan Bahauddin lebih suka berdagang denganInggris, China, serta orang-orang Melayu di Riau. Dampak dari kebijakan sepertiini justru menghasilkan kekayaan yang sangat besar bagi kekuangan kesultanan.sehingga, kemakmuran Kesultanan Palembang Darussalam meningkat tajam. 
Bentuk-bentuk darikemakmuran tersebut dapat dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan bersejarahyang bernilai sangat penting. Pada tahun 1780, Sultan Bahauddin pernahmembangun Keraton Kuto Besak yang boleh dianggap sebagai keraton terbesar danterindah di Nusantara. Bentuk kemakmuran kesultanan juga berupa berkembangnyabidang kesenian serta kesusasteraan pada saat itu. Dalam kurun waktu 1750-1800,Kesultanan Palembang Darussalam pernah menjadi pusat sastra Melayu setelahKesultanan Aceh yang menjadi pusat kesusasteraan sebelumnya mengalami masastagnasi. Pada tahun 1804, Sultan Mahmud Badaruddin II menggantikan ayahnya(Sultan Bahauddin). Masa pemerintahan Sultan badaruddin II dikenal sebagai masaperjuangan melawan kolonialisme Inggris serta Belanda. Pada tahun 1811, SultanBadaruddin II berperang dengan Belanda-Perancis yang dikenal dengan PeristiwaLoji Sungai Aur. Pada tahun 1812, ia menghadapi serbuan armada Inggris. Selainitu, ia juga berperan dalam peperangan lain, seperti Perang Palembang 1819Babak I serta II serta Perang Palembang 1821. Atas perjuangannya melawankolonialisme, ia dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional.
Sultan AhmadNajamudin II atau Sunan Husin Dhiauddin meneruskan tahta kesultanan berikutnya(1813-1817). Ia merupakan saudara dari Sultan Mahmud Badaruddin II. Secaraberselingan, mereka berdua bergantian dalam memimpin kesultanan. Hal ituterjadi karena Sultan Mahmud Badaruddin II pernah hijrah ke Muara Rawas, dandalam kurun waktu antara tahun 1813 hingga tahun 1818, ia juga pernah dipecatoleh Inggris serta Belanda yang pernah menguasai wilayah Kesultanan Palembang.meski demikian, posisi dirinya sebagai sultan yang sah masih tetap eksis hinggatahun 1821. Sultan yang ke-9 di Kesultanan Palembang Darussalam adalah SultanAhmad Najamuddin III atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Ratu(1919-1921). Ia merupakan putra dari Sultan Badaruddin II, yang dilantik padatahun 1819. Ia memimpin secara bergantian dengan ayahnya hingga tahun 1921.pada tahun ini, ayahnya (Sultan Badaruddin II) ditangkap oleh pemerintahBelanda. Sebelum diasingkan ke Ternate, ia beserta keluarga serta para pengikutsetianya yang mencakup permaisuri, sejumlah anaknya, para ulama, serta panglimakesultanan, diasingkan ke Batavia terlebih dahulu. Tidak semua keluarga danpara pengikut setianya, termasuk selir serta sebagian anak-anaknya, dibawa kepengasingan karena keterbatasan kapal. 
Setelah SultanBadaruddin II tidak lagi memimpin karena berada di pengasingan, tahtakesultanan kemudian dipegang oleh Sultan Ahmad Najamuddin IV atau yang lebihdikenal sebagai Prabu Anom (1821-1823). Ia merupakan anak dari Husin Dhiauddin(Sultan Najamuddin II). Pada masa kepemimpinan Prabu Anom, Kesultanan PalembangDarussalam berada di bawah kontrol kekuasaan Belanda. Pada tahun 1823, iamelakukan pemberontakan kepada Belanda karena kontrak yang dibuat pihakkolonial sangat merugikan kedudukannya sebagai sultan. Pada tahun ini pula iasudah tidak lagi memimpin kesultanan karena dipecat oleh Belanda serta pada tahun1925 ia baru bisa ditangkap yang menyebabkan dirinya dibuang ke Manado.pemerintah Belanda membubarkan Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1925.pemerintah Belanda sebenarnya berharap bahwa Kesultanan Palembang Darussalammasih tetap eksis. Berdasarkan pengakuan dari keluarga keturunan SultanBadaruddin II di Ternate yang diteliti oleh seorang budayawan, Djohan Hanafiah,pihak Belanda pernah menawarkan kepada Sultan Badaruddin II agar mau memimpinkembali. Namun, Sultan Badaruddin II menolak secara tegas. Alasannya, ia tidakingin terjadi perpecahan. Ia pun berpesan agar sebaiknya Kesultanan PalembangDarussalam Darussalam dibubarkan saja.
Setelah usang tidakeksis lagi, masih ada salah seorang keturunan Kesultanan Palembang Darussalambernama Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin yang sebagai Sultan ke-11 semenjak tahun2006. Ia merupakan keturunan berdasarkan Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago danjuga Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Berdasarkan websitewww.sultanpalembang.com, pengukuhan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin telahdirestui oleh pakar nasab Kesultanan Palembang Darussalam, yakni R.M Yusuf PrabuTenaya yang merupakan zuriat berdasarkan Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu binSultan Mahmud Badaruddin II, dan R.M. Syarifuddin Prabu Anom dari zuriatSultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom.
4. Wilayah Kekuasaan
Kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam merupakan mencakup daerah yg kinidikenal dengan Provinsi Sumatera Selatan.

5. Struktur Pemerintahan
Pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam didasarkan pada prinsiptradisional, yaitu adanya hubungan antara makrokosmos serta mikrokosmos. Artinya,sultan adalah orang yang mendapat kharisma serta legitimasi, yang memilikikekuatan diri sebagai gusti serta kawula karena mendapat wahyu dariTuhan. Sedangkan struktur pemerintahannya berbentuk feodalisme, yaitu sultanberperan sebagai pemimpin, priyayi pembantu perantara kekuasaan, serta jugasekaligus sebagai rakyat atau abdi kesultanan.
Wewenangpemerintahan sepenuhnya dipegang sang sultan yang bertindak sebagai kepalaeksekutif sekaligus kepala keagamaan, yg bertanggung jawab kepada Tuhan.dalam melaksanakan tugas harian pemerintahan, sultan dibantu oleh 3 orangeksekutif. Pertama, Pangeran Penghulu Nataagama yang bertugas dalamurusan keagamaan serta syariat Islam. Kedua, Pangeran Natadirajo, yaitupembantu sultan dalam bidang pelaksanaan kebijaksanaan, hukum, serta ekonomi ataukeuangan di ibukota serta mancanegaro. Pangeran Natadirajo dibantu oleh PangeranCitra sebagai hulubalang yang juga bertindak sebagai aparat keamanan. Ketiga,Syahbandar, yaitu pembantu sultan yang bertanggung jawab dalam mengurusimasalah perdagangan serta urusan luar negeri, seperti memungut bea serta cukai bagikesultanan serta sultan, serta melaksanakan serta menjaga hukum laut Melayu.  
Pemerintahan tersusun dengan adanya pembagian menurut wilayah serta hukum,yaitu ibukota kesultanan yang berupa keraton serta mancanegaro yang berupalingkungan di luar wilayah ibukota kesultanan. Pembagian wilayah mancanegarotidak didasarkan atas pertimbangan teritorial, namun lebih disebabkan karenafaktor kegunaan atau manfaat wilayah tersebut. Atas dasar itulah, maka munculwilayah-wilayah
sebagaimana berikut:
  1. Sindang, yaitu wilayah yg dimanfaatkan menjadi batas Kesultanan Palembang supaya warganya dapat mempertahankan daerahnya dari serangan menurut luar. Warga di daerah ini dibebaskan menurut kewajiban membayar pajak atau pungutan eksklusif.
  2. Sikep, yaitu dusun atau marga yang secara khusus menjadi tanggung jawab golongan priyayi yg dianggap menggunakan “jenang”. Hanya saja, kekuasaannya sebatas masa jabatannya saja. Sebagai golongan masyarakat, pihak petani sanggup diperkenankan buat membuka tanah (sikep), namun harus membayar pajak atas tanah serta hasil pertanian. Meskipun demikian, baik golongan priyayi maupun rakyat petani, mereka sama-sama tidak berhak mewariskan jabatan serta tanahnya.
  3. Daerah yang dikuasai eksklusif sang sultan atau dianggap menggunakan “pungutan”. Pajak nir berlaku di daerah ini, namun yg berlaku merupakan “siban” serta “tukon”, yaitu semacam monopoli komoditi sang sultan yg dijual kepada masyarakat. Dikatakan sebagai bentuk monopoli karena memang harganya lebih tinggi berdasarkan pasaran di ibukota kesultanan. Dalam pajak contoh tiban, yang dibayarkan adalah hasil bumi, sedangkan pada tukon adalah berupa uang. Dengan kata lain, pungutan tersebut menjadi ganti pajak terhadap rakyat yang menempati daerah ini.
Pada masa KesultananPalembang usang, pernah populer suatu forum elit yang dianggap menggunakan istilah “Fexo”atau saudagar raja Melayu. Kriteria orang yang masuk dalam lembaga ini adalahorang yang kaya (hartanya). Lembaga ini umumnya menempati posisi sebagai wakilsultan, seperti menjadi pembesar keraton atau sebagai pemimpin di beberapadistrik kesultanan. Proses penempatannya umumnya dipengaruhi atas dasarkemampuan yg dimilikinya. Lembaga ini adalah sumber keuangan bagi sultansehingga orang-orang yg termasuk dalam fexo menerima kepercayaan dankasih sayang menurut sultan. 
6. Kehidupan Sosial-Budaya
Struktur penduduk dalam pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalamterbagi ke pada 2 golongan, yaitu:
  1. Priyayi. Golongan ini adalah turunan raja-raja (sultan-sultan) atau kaum ningrat. Kedudukan ini umumnya diperoleh atas dasar keturunan atau atas perkenan menurut sultan sendiri.
  2. Rakyat. Golongan ini terbagi dalam dua gerombolan . Pertama, grup “miji” atau pada daerah pedalaman disebut dengan kata “mata-gawe”, yang mencakup seperti petani serta sebagainya. Kelompok ini biasanya menggalang orang-orang yang mau berperang bersama sultan atau melakukan pekerjaan tangan serta karya-karya seni. Setiap miji memiliki sejumlah “alingan” (keluarga), yg tugasnya merupakan membantu pekerjaan miji. Kedua, grup “senan”, yaitu golongan rakyat yg lebih rendah menurut miji, namun memiliki keistimewaan tersendiri. Maksudnya, kelompok ini tidak boleh dipekerjakan oleh siapapun kecuali hanya untuk sultan, misalnya membuat atau memperbaiki perahu-perahu serta rumah-rumah sultan atau mendayung perahu untuknya.
Setelah KesultananPalembang Darussalam runtuh, banyak hal yg mulai luntur seiring perkembanganzaman. Misalnya, corak Kota Palembang yang dulunya lebih bernuansa Islam kinisudah tidak kentara lagi. Di samping itu, kota ini mengalami perubahan yangcukup pesat menggunakan bertambahnya jumlah penduduk. Sebab, banyak penduduk dariberbagai daerah di Sumetara Selatan yang tiba ke Palembang buat mencarikehidupan yang lebih baik. 

Sumber:


10 KESULTANANKESULTANAN ISLAM DI NUSANTARA INDONESIA

Cara flexi---Warga belajar dan siswa sekalian, pembahasan materi sejarah kali initentang kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara, yaitu kerajaan kesultananIslam yg ada pada Indonesia. Dalam beberapa literatur serta naskah-naskahpeninggalan masa kemudian, tercatat terdapat 10 Kesultanan yang terdapat di Nusantara ini.kesultanan-kesultanan ini pernah mengalami masa dan zaman keemasan yg membuatkerajaan menggunakan latar belakang ajaran Islam itu berkembang menggunakan baik. Banyakwarisan kebudayaan kesultanan kesultanan Islam pada Nusantara ini, yg secaraumum  terdiri menurut warisan arsitektur, Warisan Seni Sastra dan WarisanTradisi dan Islam Nusantara. Warisan-warisan tadi menjadi bukti jikaKesultanan Islam pada Nusantara pernah terdapat serta berkembang sampai mencapai puncakkeemasan dan kejayaannya.

Berikut ini adalah 10 (sepuluh) kesultanan-kesultanan Islam yg ada pada Nusantara kita yang dapat para siswa dan rakyat belajar pelajari sebagai bagian dari sejarahnya sbb:

1. Kesultanan Samudra Pasai (Baca selengkapnya !!)


2. Kesultanan Malaka (Baca selengkapnya !!)


3. Kesultanan Aceh (Baca selengkapnya !!)


4. Kesultanan Demak (Baca selengkapnya !!)


5. Kesultanan Pajang (Baca selengkapnya !!)


6. Kesultanan Mataram (Baca selengkapnya !!)


7. Kesultanan Cirebon (Baca selengkapnya !!)


8. Kesultanan Banten (Baca selengkapnya !!)


9. Kesultanan Makasar (Baca selengkapnya !!)


10. Kesultanan Ternate dan Tidore (Baca selengkapnya !!).



Sumber Gambar : berbagaireviews.com

Sumber Referensi:
Bactiar, Harsja (Eds). 1980. Ensiklopedi Indonesia, Jilid 1,2,3,4,6. Jakarta. Ichtia Baru-Van Hoeve
Kartodirdjo, Sartono; Poesponegoro Mawwati Djoened; Notosusanto, Nugroho. 1975. Sejarah nasional Indonesia, I, II, III, IV, V, VI, Jakarta Departemen Pendidikan serta Kebudayaan.
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Penerjemah: Satrio Wahono, dkk. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Sudarmanti, Y.B. 1996. Jejak-jejak Pahlawan: berdasarkan Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.


KESULTANAN MALAKA

Cara flexi----Salah satu Kerajaan terpenting pada Nusantara pada abad ke 15 M adalah Kesultanan Malaka. Didirikan oleh Parameswara, seorang Pangeran beragama Hindu berdasarkan Palembang. Malaka yang tadinya hanya sebuah desa nelayan kecil dan sederhana berhasil dibangun dan berkembang sebagai bandar dan pusat perdangan yang sangat krusial dijalur perdagangan dan pelayaran yg melintasi Malaka. 

Tahun 1414 Parameswara masuk Islam dan bergelar Sultan Iskandar Syah. Lantaran Malaka diperintah penguasa Muslim, menjadikan pedagang Muslim berdasarkan Arab, India serta wilayah lain mulai berdagang menggunakan Malaka, semakin poly yg datang serta semakin ramailah bandar perdagangan di Malaka ini.


Malaka menjadi sangat mahsyur dan makmur, terutama pada waktu diperintah oleh Sultan Mansyur Syah. Wilayahnya bertambah luas sesudah menaklukkan Pahang, Kedah, Trengganu, dan beberapa daerah di Sumatera. Penaklukan wilayah-wilayah itu disertai dengan penyebaran kepercayaan Islam, sehingga daerah Aceh, Kampar, Idragiri dan Riau penduduknya memeluk agama Islam. Kejayaan serta  masa keemasan kesultanan ini semakin semakin tinggi. Sayangnya usia kesultanan ini hanya terdapat satu abad. Pada saat diperintah sang Sultan Mahmud Syah, kepentingan pemerintahan kurang dipedulikan, sehingga korupsi dikalangan para pejabat merajalela. Hal ini diperparah dengan pertengkaran penduduk dari Melayu menggunakan Muslim India. Selain itu pertahanan negara pula lemah lantaran hanya mengandalkan tentara bayaran menurut Jawa, yg bertempur demi uang. Ketika tahun 1511 M Portugis penyerang Malaka, tentara bayaran dari Jawa banyak yang malah lari menyelamatkan diri, sebagai akibatnya Malaka kalah serta jatuh ketangan Portugis.



* * * 
Sumber Gambar: Google

KESULTANAN SAMUDRA PASAI


Cara flexi---Kerajaan Samudera Pasai adalah Islam pertama pada Indonesia. Kerajaan ini didiriakn oleh Malik Al Saleh. Sebelum menganut agama Islam, beliau bernama Marah Sile atau Marah Selu yg adalah Putra dari Marah Gajah, bangsawan berdasarkan Persia.

Setelah Sultan Malik Al Saleh wafat, Pada tahun 1326 Sultan Mahmud jua wafat. Selanjutnya pemerintahan kerajaan Islam Samudra pasai dipimpin oleh Sultan Ahmad yang bergelar Sultan Malik Al Tahir. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad, kerajaan Samudra Pasai menerima kunjungan Ibnu Batuta, utusan Sultan Delhi. Ibnu Batuta menceritakan bahwa Samudra Pasai merupakan bandar primer pelabuhan yang sangat penting. Lantaran pada pelabuhan ini menjadi loka bongkar muat barang-barang dagangan yang dibawa oleh para pedagang berdasarkan dalam serta luar negeri (India dan Cina). Sultan Muhammad Malik At Thahir yg pula wafat lalu digantikan oleh Sultan Muhammad Malik Al Zahir. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran. Adiknya yang bernama Mansur Malik Al Zahir yg nir sependapatnya melakukan pemberontakan serta memisahkan diri sehingga kerajaan terpecah. Pada tahun 1521 M, kerajaan Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis selama 3 tahun. Kemudian pada tahun 1524 M, dikuasai sang Ali Mughayat Syah berdasarkan Aceh.

Dari beberapa penggalian dan penelitan yang ada, Sumber sejarah yang membuktikan adanya kerajaan Samudra Pasai antara lain adalah:
  1. Berita berdasarkan perjalanan Marcopolo, saudagar Venesia. Pada tahun 1292 ia mendatangi Perlak dan tempat-loka lainnya di bagian utara Aceh. Menurutnya, rakyat Perlak telah menganut agama Islam serta poly para pedagang India yang ulet menyebarkan kepercayaan Islam di sana.
  2. Adanya penemuan dari nisan Sultan Malik al Saleh pada tepi Sungai Pasai (Sungai Pasangan) yg bertuliskan tahun 635 H, atau tahun 1297 M.



KESULTANAN BARUS


Barus, sebuah nama wilayah terpencil pada pesisir pantai barat Sumatra Utara. Namun, sejarah daerah ini sebenarnya sangat tua, setua waktu kapal-kapal asing beribu tahun sebelum Masehi singgah mencari kapur barus pada sana. Dari Barus juga, kepercayaan Islam dan Kristen pertama-pertama dikenalkan ke semua Nusantara.

Barus atau yang biasa diklaim Fansur telah disebut semenjak awal abad Masehi dalam riteratur Yunani, Mesir, Syiriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China (Tiongkok), Melayu serta Jawa. Berita mengenai kejayaan Barus menjadi bandar niaga iternasional dikuatkan oleh sebuah peta kuno yang dibuat sang Claudius Ptolemius, seseorang gubernur dari kerajaan Yunani yg berpusat di Alexanderia, Mesir dalam abad ke 2.  Juga telah menyebutkan bahwa Barousai (Barus) yang pada kenal menjadi daerah pembuat wewangian menurut kapur barus. Bahkan, dikisahkan pula bahwa kapur barus yg diolah berdasarkan kayu kamfer menurut kota itu telah dibawa ke Mesir buat digunakan bagi pembalseman mayat dalam zaman kekuasaan Fir’aun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
Berdasarkan bukuNuchbatuddarkarya Addimasqi, Barus jua dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam pada Nusantara lebih kurang abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno pada kompleks pemakaman Mahligai, Barus, pada batu nisannya tertulis bahwa Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi serta terdapat jua makam Syaikh Ushuluddin yg panjangnya kira-kira 7 meter. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim pada Barus telah ada dalam era itu. Sebuah tim Arkeolog yg asal dariEcole Francaise D’extreme-Orient (EFEO)Perancis yang berkerjasama dengan peneliti menurut Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa dalam lebih kurang abad ke 9-12 M, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis berdasarkan aneka macam suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu dan sebagainya.

Tim tadi menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya telah ratusan tahun, dan ini menandakan dahulu kala kehidupan pada Barus itu sangatlah makmur. Hal ini bisa dibuktikan berdasarkan banyaknya pedagang Islam yg terdiri menurut orang Arab, Aceh dan sebagainya, hayati dengan berkecukupan di kota Barus serta sekitarnya.

Barus Hulu

Negeri Sionomhudon pada abad 15-16 dikenal sebagai bagian menurut kerajaan Barus Hulu. Sejak berdirinya sebuah kerajaan dengan Rajanya yg bernama Sultan Marah Sifat. Di negeri inilah Sisingamangaraja XII menerima suaka politik dan mendirikan benteng perhtahanan terakhir dan sekaligus memerintahkan in exile, kerajaan Batak melawan kekuatan kolonial Belanda.

Negeri Sionomhudon atau pada bahasa Pakpak disebut Sienemkodin (Enam Periuk) terletak pada daerah pegunungan bagian barat Danau Toba membentang hinggga pinggir Samudra Hindia, di barat perbatasan adalah Barus serta Singgil. Sejarah Negeri Sionomhudon Kerajaan Barus Hulu yg diperintah sang Sultan Marah Sifat meliputi delapan propinsi: Negeri Rambe, Negeri Simanullang, Negeri Tukka Holbun Sijunkang, Negeri Pasuk,Negeri Pasuk, Negeri Tukka Dolok, Negeri Siambaton, serta Negeri Sianambaton.

Kerajaan ini diperkirakan masuk pada kedaulatan Kerajaan Hutorusan semenjak 1000-1300 SM. Kerajaan itu menjadi bagian berdasarkan dinasti Sorimangaraja pimpimnan Raja Uti (Raja Miok Miok atau raja Hatorusan atau Bia-Biak alias Gumelleng-gelleng) yg berpusat di Sianjur.

Mula-mula kerajaan Uti merupakan konfederasi kerajaan kecil yg membentang di seluruh tanah Batak, timur Sumatra, hingga ke pesisir Singkil di Aceh serta pesisir barat, Sumatra Utara. Ibu Kotanya pernah pindah-pindah, diantara ke Aceh (pesisir).

Pada Abad ke 10-12, Kerajaan Hutorusan diserang oleh kerajaan Sriwijaya. Raja Utipun kehilangan kontrol terhadap kerajaan-kerajan kecilnya. Diperkirakan Barus Hilir serta Hulu takluk. Setelah Sriwijaya berhasil diusir kerajaan-kerajaan Barus Hulu da Hilir lalu membngun daerahnya. Kontrol Hutorusan melemah, begitu jua  terhadap singkil dan beberapa kerajaan dipesisir barat.

Abad ke 14, gelombang pasukan Majapahit pimpinan Patih Gajah Mada melakukan perluasan melalui timur sumatra. Beberapa wilayah Batak pernah dikuasai sampai ke Sionomhudon. Pergerakan mereka ke barat terhenti lantaran mereka berhasil dihalau kelauar tanah Batak. Namun begitu kerajaan Majapahit permanen melakukan interaksi dagang menggunakan Barus. Elemen Majapahit yang tidak menyempatkan diri kemabali ke tanah Jawa, mendirikan komunitas di Dairi. Sumber-sumber sejarah dinasti Ming pada China menjelaskan bahwa pada tahun 1418s ebuah rombongan utusan menurut kerajaan Majapahit menemui Raja Barus disertai orang China yang telah lama tinggal di situ.

Kerajaan Pagaruyung pernah berkeinginan menaklukkan Barus pada abad 15. Namun, dalam abad ke 16 galat satu keturunan Raja Uti, Sultan Ibrahimsyah Pasaribu berhasil membentuk kekuatan Barus yang lebih kuat dan disegani. Sebuah kerajaan yg terpisah menurut kerajaann Uti yg tertinggla residu-sisanya di pedalaman. Namun, Dia menggunakan nama Hoturusan, mengikuti nama kerajaan Nenek moyangnya, menjadi kerajaan Barus tadi.

Dinasti Sorimangaraja diketahui akhirnya dikudeta oleh famili Manullang. Kedaulatan Kerajaan Batak akhirnya di tranfer ke Raja Mahkota alias Manghuntal yang sebagai pendiri Dinasti Sisingamangaraja. Dia mantan panglima kerajaan Hatorusan yang berhasil menumpas para pembrontak pada pedalaman Tano Batak. Dinasti Sisingamangaraja berpusat di Bakkara.

Pada zaman inilah, abad ke 16 diketahui bahwa barus Hulu sudah berdiri kerajaan tersendiri denga Rajanya Sultan Marah Sifat, kerajaan inipun pecahan berdasarkan Kerajaan Hatorusan versi baru, memeberi ultimatum pada Barus Hulu untuk tunduk pada Kerajaan Hatorusan, Kerajaan Barus Hulu lalu tunduk pada kerajaan Barus Raya pimpinan Sultan Ibrahimsyah Pasaribu.

Awal abad ke 17, Aceh melakukan ekspansi, Sultan Ibrahimsyah gugur membela negerinya, kerajaan Barus Hulu akhinya dipegang oleh Sultan Yusuf Pasaribu serta sehabis mangkat digantikan sang Sultan Hidayat Pasaribu dan beberapa keturunannya, kerajaan Hatorusan baru ini merupakan aliansi menggunakan Si Singamangaraja XII dalam menghadapi kekuatan kolonialis Belanda. Beberapa kali surat-menyurat serta negosiasi dilakukan buat mengatur taktik pertahanan. Setelah tewasnya Si Singamangaraja XII tahun 1907, warga Barus Hulu serta Hili tetap berjuang melawan Belandawalu dalam jumlah kecil hingga tahun 1920, Barus Hulu sepeninggal Sultan Marah wafat digantikan oleh anaknya Maharaja Bongsudan keturunannya, akhirnya takluk ke Belandadan menjadi Onderafdelling Boven Barus berpusat di Pakkat. Hanya saja belum semua propinsi takluk.

Ketika Si Singa Mangaraja XII mengambil suaka politik pada Pearaja, negeri Sionomhutong, propinsi Barus Hulu, turut besertanya 800 orang yg sebagain besar terdiri menurut pasukan spesifik pengawal raja donasi Aceh. Pearaja sebagai basis pemerintahan in exile Kerajaan Batak selama 17 Tahun, sebelumnya akhirnya takhluk pada Belanda.


SEJARAH WANITA DARI SEJARAH ANDROSENTRIS KE SEJARAH ANDROGYNOUS

Sejarah Wanita : Dari Sejarah Androsentris Ke Sejarah Androgynous
A. Perempuan pada Historiografi Indonesia
Dalam perkembangan penulisan sejarah (historiografi) modern pada Indonesia, hingga saat ini belum ada penulis yang secara spesifik menulis sejarah perempuan . Meskipun ada biografi mengenai tokoh-tokoh perempuan , dalam umumnya nir ditulis oleh sejarawan. Sebagai perbandingan, pada Amerika, sejak tahun 1980-an kajian sejarah wanita sudah merupakan spesialisasi tersendiri sebagai bagian menurut sejarah sosial (Kuntowijoyo, 1988) Tulisan-goresan pena sosiologi yang membicarakan wanita menjadi penyumbang dalam sektor-sektor sosial memang sudah relatif banyak. Bahkan, akhir-akhir ini di beberapa universitas telah terdapat Pusat Kajian Wanita (bukan: wanita). Sejarah wanita yg dikaitkan menggunakan kasus gender, yg pada dua dasa warsa terakhir ini poly dibicarakan orang di Indonesia, baru menyentuh kulit luarnya saja.

Mengapa wanita sporadis sekali dijadikan tokoh sentral dalam historiografi (penulisan sejarah)? Jika melihat perkembangan historiografi di dunia, pula di Indonesia, dapat dikatakan bahwa sejarah adalah milik kaum pria. Tema-tema sentral dalam sejarah dipenuhi menggunakan tema sejarah politik serta militer yg erat kaitannya menggunakan perkara kekuasaan serta keperkasaan, yg bisa dikatakan milik kaum laki-laki (Kuntowijoyo, 1988). Corak sejarah yang androsentris misalnya ini menempatkan wanita hanya menjadi figuran. Keadaan ini memang tidak adil karena sesungguhnya perempuan dapat ditinjau sebagai eksklusif yg berdikari, yang sanggup menggerakkan sejarah.

Selain itu, tulisan sejarah pada masa lalu dalam umumnya bersifat elitis, hanya menyampaikan orang besar , mengungkapkan kelompok penguasa. Jadi, tidak terdapat tempat bagi masyarakat mini . Sumber sejarah yg mampu menyampaikan tentang peran wanita Indonesia dalam masa lalu, merupakan historiografi tradisional, itu pun hanya menyangkut perempuan kalangan elite serta menjadi tulisan yang bersifat androsentris, historiografi tradisional itu pun hanya sedikit saja menyinggung mengenai kaum wanita. Apa boleh buat, ayo kita lihat bagaimana wanita Indonesia digambarkan dalam historiografi tradisional. 

Historiografi tradisional merupakan tulisan sejarah yang dibuat menurut tradisi yg telah berlangsung selama berabad-abad serta ditulis oleh para pujangga, para empu, atau penulis-penulis khusus yang terdapat di istana-istana atau pendopo-pendopo kabupaten. Historiografi tradisional ini dikenal menggunakan sebutan wawacan, babad, sejarah, serat, lontarak, hikayat, tambo, dll. Historiografi tradisional dapat dibedakan dengan historiografi modern karena pada historiografi tradisional, selain fakta sejarah, juga dimuat unsur-unsur sastra serta mitos. Seringkali kebenaran historis tidak dibedakan dari kebenaran mitis (Ricklefs, 1987). Meskipun demikian, historiografi tradisional sangat krusial merupakan bagi sejarah karena pada dalamnya terkandung nilai-nilai budaya rakyat yg membentuk karya tersebut (Kartodirdjo, 1988). Oleh karena itu, menurut historiografi tradisional yang poly memuat aspek non-historis sekalipun, kita bisa menangkap bagaimana gambaran wanita Indonesia dalam sejarah masa kemudian. 

B. Peran Perempuan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Peran perempuan Indonesia dalam aneka macam aspek kehidupan sangat menarik buat ditinjau. Dalam global ekonomi, kaum perempuan Indonesia sesungguhnya telah mempunyai kesetaraan menggunakan kaum laki-laki sejak dulu. Lihat saja bagaimana perempuan lebih dominan di pasar Laweyan pada Solo. Di Sumatra Barat, yang menganut garis matriarkhat, semenjak dulu kaum wanita menguasai urusan harta norma. Di Bali, tenaga kerja wanita bukan hanya menguasai pekerjaan halus tetapi pula pekerjaan kasar, misalnya tukang batu. Jangan lupa juga bagaimana Ratu Kalinyamat menguasai galangan kapal di Jepara pada abad ke-16. Bahkan kini , nir terhitung lagi perempuan yang menduduki jabatan tinggi di global bisnis. Bukankah Direktur Utama Pertamina sekarang juga adalah seseorang wanita?

Di global pendidikan, jumlah sarjana wanita bukan dilema, malah yg duduk menjadi guru besar balatak (istilah Sunda yang menunjuk pada jumlah banyak serta tersebar). Perubahan sosial yang deras terjadi dalam pergantian abad ke-19 menuju abad ke-20. Seiring menggunakan bergulirnya roda sejarah, status sosial kaum wanita perlahan-lahan berubah. Perubahan terjadi diantaranya lantaran adanya tokoh-tokoh penggerak emansipasi yg membuka jalan bagi pendidikan kaum perempuan . Tokoh-tokoh penggerak emansipasi ini diantaranya Raden Dewi Sartika (dari Bandung), R.A. Kartini (menurut Jepara), Rohana Kudus (dari Kotogadang), Rahmah El-Yunusiyah (menurut Padang Panjang), R. Ayu Lasminingrat (dari Garut), serta R. Siti Jenab (berdasarkan Cianjur). Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, keadaan berubah secara drastis. Kebebasan terbuka lebar bagi bangsa Indonesia untuk bergerak di segala bidang. Jelas pula perubahan yang terjadi. Sekarang, perempuan sudah setara menggunakan pria buat menerima hak atas pendidikan. Tetapi, pada sisi lain, masih poly perempuan yang sarjana yang terpaksa buat mengikuti ke kota mana suami pindah tugas (sporadis ada suami yg ikut ke mana isteri pindah tugas). 

Faktanya ternyata berbeda saat kita berbicara soal kiprah perempuan Indonesia pada global politik. Yang dimaksud dengan urusan politik di sini adalah urusan bagaimana memperoleh kekuasaan dan bagaimana menyelenggarakan kekuasaan/pemerintahan. Kita mampu memperhatikan data ini: Jumlah menteri wanita dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid dua (2009-2014) terdapat 5 orang dari 34 menteri (dan baru bulan ini dikurangi satu orang), sedangkan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 1 (2004-2009), hanya ada empat orang berdasarkan 36 menteri (indocashregister.com/.../daftar-menteri-kabinet-indonesia-manunggal-jilid-dua-pengumuman-resmi/). Jadi, semula terdapat kenaikan sebanyak 25%, tetapi selesainya Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan diganti oleh Agus Martowardoyo dalam lepas 20 Mei 2010, berarti persentase ini menurun balik .

Sementara itu, anggota DPR perempuan periode 2009-2014, ada 101 orang berdasarkan 560 anggota DPR, atau 18,03%, sedangkan pada periode 2004-2009, anggota DPR wanita hanya 62 orang berdasarkan 550 orang, jadi hanya 11,6 %. Berarti ada peningkatan sebesar enam % dibanding periode sebelumnya. Bandingkan menggunakan periode 1992-1997, masih ada 60 orang anggota wanita atau 12,15% serta periode 1999-2004 menggunakan 44 orang anggota perempuan atau 8,80 % (Prastya, 2010 dalam gagasanhukum.wordpress.com/.../implikasi-putusan-mk-terhadap-keterwakilan-wanita/, 22 Mei 2010). Sementara itu, gubernur perempuan hingga hari ini hanya terdapat satu orang (yaitu gubernur Banten) dari 33 orang gubernur yang ada di Indonesia atau hanya tiga%. Sementara itu, kaum wanita yg sebagai bupati/walikota hanya delapan orang dari 440 kepala wilayah kabupaten/kota pada seluruh Indonesia atau 1,8 %; dan yg menjadi wakil bupati/walikota, hanya 18 orang menurut 440 wakil ketua wilayah di semua Indonesia.

Masih terasa ada ganjalan ketika seorang perempuan menjadi menteri ad interim suaminya “bukan siapa-siapa”. Keadaan misalnya itu “kurang enak dirasakan, kurang bisa diterima”. Hal ini memperlihatkan bahwa cara pandang warga kita masih androgynus (menganggap dunia merupakan milik pria). Sekarang itu sebenarnya telah bukan zamannya lagi bicara soal emansipasi antara kaum perempuan dan kaum pria. Namun kenyataannya, pada kalangan warga kita kini masih saja terdengar ungkapan yang menyebutkan bahwa wanita itu hanya konco wingking, swargo nunut neroko katut (bahasa Jawa) atau pada ungkapan bahasa Sunda awewe mah dulang tinande, secara ironis pula terdapat yang mengungkapkan bahwa wanita itu kodratnya hanya “pada dapur, pada sumur, pada kasur”. Adanya ungkapan-ungkapan seperti ini, secara tersirat menampakan betapa status sosial kaum perempuan belum sanggup semakin tinggi secara ajeg. Ada lagi sebuah masalah yang terasa ironis, pada tahun 2004, terdapat tujuh orang wanita yg mendaftarkan diri buat sebagai walikota Bandung. Ini menggembirakan, meski tak usah dipertanyakan mengenai kesempatan mereka buat bisa sebagai walikota. Ada orang yang sinis berkata “ah, itu sekadar meramaikan”. Tentu saja ucapan ini tidak menggembirakan, serta menyisakan pertanyaan yang harus dipikirkan jawabannya.

Dengan memperhatikan capaian yang diperoleh kaum wanita Indonesia di bidang politik dewasa ini, memang masih belum mencapai target yaitu 30 % menurut yg ditargetkan. Mengapa begitu sulit buat menaikkan peran perempuan pada bidang politik pada Indonesia? Apakah sahih keterlibatan wanita dalam global pemerintahan/global politik, sekadar “meramaikan”? Jelas sekali bahwa pandangan semacam ini sangat kontraproduktif bila dikaitkan dengan MDGs di atas. Tetapi, mengapa masih harus terjadi? Bagaimana pula cara mengatasinya? Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi, mari kita menengok ke masa kemudian.

C. Perempuan dalam Sejarah Politik di Indonesia 
Dalam bepergian sejarah pada beberapa daerah di Indonesia, kita mengenal beberapa tokoh wanita yg menduduki posisi tinggi. Dalam sejarah Aceh contohnya, ada empat orang yg pernah menjadi Sultanah (sultan perempuan ). Menurut tradisi Kerajaan Aceh, yg berhak sebagai raja/sultan merupakan anak laki-laki tertua berdasarkan permaisuri, apabila tidak ada maka bolehlah kaum perempuan . Jadi, permanen saja wanita menempati prioritas selesainya kaum pria. Ketika Sultan Iskandar Thani meninggal dunia pada tahun 1641, dengan tidak meninggalkan anak, maka isterinya diangkat menjadi Sultan Aceh dengan gelar Sultanah Syafiatuddin Syah. Penobatan ini bukannya tanpa perdebatan lebih dahulu pada kalangan ulama. Barulah sehabis Tengku Abdurrauf berdasarkan Singkel, seorang ulama terkemuka pada Kerajaan Aceh ketika itu, mengemukakan pendapatnya bahwa urusan kepercayaan wajib dipisahkan menurut urusan pemerintahan, maka penobatan pun sanggup dilangsungkan dengan selamat. Sultanah Syafiatuddin Syah berhasil bertahan memerintah sampai wafatnya pada tahun 1675. Ia lalu digantikan berturut-turut oleh 3 orang raja wanita yaitu Sultanah Nurul Alam Naqiatuddin Syah (1675-1678), Ratu Inayat Zakiatuddin Syah (1677-1688), serta Ratu Kamalat Zainatuddin Syah (1688-1699). 

Selain para sultanah, tidak boleh dilupakan merupakan seorang wanita Aceh yang gagah berani yaitu Keumalahayati, yg sebagai Laksamana Kerajaan Aceh (Admiral) yang sebagai keliru seseorang pemimpin armada bahari dalam masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayatsyah (1589-1604). Seorang wanita Aceh terkemuka lainnya, yang berjuang melawan Belanda, yaitu Cut Nyak Dhien, menduduki peran krusial yaitu memimpin perjuangan masyarakat Aceh melawan Belanda, setelah suaminya, Teuku Umar, gugur ditembak Belanda. Cut Nyak Dhien yang dilahirkan tahun 1848 itu, nir mengenal kata menyerah, beliau berjuang berdasarkan jurang ke jurang, dari hutan ke hutan, bahkan sesudah dia dibuang ke Sumedang, ia permanen berjuang serta wafat di pembuangannya. Pejuang lainnya dalah Cut Nyak Meutia, yg lahir dalam tahun 1870, dan gugur ditembak Belanda pada tahun 1910 setelah memimpin usaha bersenjata yang sangat keras (Sofyan et al., 1994: 28-96).

Jangan lupa juga dalam sejarah Jawa, disebutkan mengenai adanya Ratu Sima, seseorang Raja dari Kerajaan Kalingga abad ke-7 yang dikenal sebagai raja yg adil bijaksana. Kemudian seorang ratu yang populer menurut Majapahit yaitu Sri Gitarja bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350), ibunda Raja Hayam Wuruk serta Ratu Suhita yang memerintah antara 1429-1447 (Soekmono, 1995: 36-37,.70-71). Orang pula nir pernah melupakan seorang Ratu dari Jepara, yang sudah disebut pada atas yaitu Ratu Kalinyamat, yang bukan saja menduduki jabatan politik tertinggi pada Jepara dalam abad ke-16, namun dia jua merupakan seseorang ratu yang berani menggempur Portugis di Malaka. Bahkan, beliau pula mempersiapkan kapal-kapal penggempur yang dibentuk di galangan kapal miliknya yg sangat besar (De Graaf, 1985: 127-131).

Dalam perjalanan sejarah Kesultanan Banten, pernah jua seorang wanita menduduki jabatan sebagai Mangkubumi Banten yaitu Ratu Syarifah Fatimah, terlepas dari citranya yang kurang baik. Ia menduduki jabatan ini pada tahun 1748, menggunakan terlebih dahulu menyingkirkan para pewaris yg absah atas donasi VOC (Lubis, 2004:71-72).

Di Sumedang, dalam abad ke-18 pernah terdapat seseorang wanita yang sebagai bupati dan dikenal sebagai Dalem Isteri Raja Ningrat (1744-1759). Puteri sulung Pangeran Kusumahdinata ini diangkat menjadi bupati karena saat ayahandanya tewas, ketiga adik laki-lakinya belum dewasa, cucu sulungnya yg pria juga masih mini . Lima belas tahun bukan waktu yg sementara waktu buat memerintah sebuah kabupaten yg wilayahnya cukup luas. Sebenarnya jua, leluhur Bupati Isteri ini terdapat yang pernah sebagai ratu di Kerajaan Sumedanglarang (bawahan Kerajaan Sunda), yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan yang lalu digantikan sang puterinya yaitu Nyi Mas Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun. Jadi, setidak-tidaknya di Sumedang pernah terdapat dua orang Ratu (Raja Puteri) dan seseorang bupati wanita. Ini menampakan bahwa ada perempuan (kebetulan berdasarkan kalangan atas) Sunda yg memiliki kedudukan sejajar menggunakan laki-laki , meski tentu ini hanya bersifat kasuistis (Lubis et al., 2008). Jangan lupa juga bahwa dalam mitologi Sunda dikenal tokoh Sunan Ambu, tokoh primer pada kahyangan, yg mempunyai para pembantu, para bujangga, yang jelas-kentara laki-laki . Jika ada konflik di Buana Pancatengah, maka para bujangga ini diutus ke bumi untuk merampungkan kasus. Ada juga pembantunya yang wanita yaitu Pohaci (Sanghyang Sri), yg kadang dikenal menjadi Dewi Sri, dewi padi. Jika menghadapi dilema di Buana Pancatengah, maka para bujangga mengadukan persoalan kepada Sunan Ambu, pemilik solusi yg segala mampu. Setidaknya Sunan Ambu adalah simbolisasi “indung” (mak ) yang memiliki kedudukan sangat terhormat dalam tatanan nilai masyarakat Sunda usang. Kepadanyalah segala dilema diadukan (Sumardjo, 2003:234-243).

Demikianlah sekelumit kiprah perempuan dalam dunia politik Indonesia masa kemudian. Namun, pada pulang citra status sosial yang tinggi di dunia politik tradisional itu, kita pula akan mendapat citra kebalikannya. Citra wanita menjadi mahluk kelas dua, konco wingking, bisa kita kenali berdasarkan bebagai historiografi tradisional yg ada di Indonesia. Penulis merogoh model menurut historiografi tradisional yg terdapat di Tatar Sunda, yg telah penulis dalami selama ini.

Status sosial wanita Sunda dalam abad ke-19 diantaranya implisit dalam keliru satu historiografi tradisional yg berjudul Sajarah Sukapura. Karya yg ditulis dalam tahun 1886 sang Raden Kanduruan Kertinagara (1835-1915) alias Haji Abdullah Soleh, mantan Wedana Manonjaya ini berisi kisah para leluhur Sukapura, ceritera Dipati Ukur, serta pemerintahan para bupati Sukapura semenjak yang pertama hingga bupati ke-12, yaitu Bupati R.A.A Wirahadiningrat (1875-1906). 

Ada bagian yang menarik dalam karya ini yang berkaitan menggunakan wanita, yaitu pada bagian VIII. Pada bagian ini dikisahkan tentang tiga orang anak butir Dipati Ukur, yang bernama Wirawangsa, Samahita, serta Astramanggala. Ketiga orang ini dianugerahi kebebasan menurut tugas serta kewajiban oleh Sultan Mataram, karena mereka dipercaya berjasa dalam penangkapan Dipati Ukur yang dipercaya berkhianat pada Sultan Mataram. Akan namun ketiganya merasa tidak puas atas anugerah itu. Lalu ketiga orang itu sepakat buat mempersembahkan 3 orang gadis anggun pada Sultan Mataram. Ternyata sultan merasa senang atas persembahan itu, dan menjadi imbalan atas kesetiaan mereka, ketiganya kemudian diangkat menjadi mantri agung (setingkat bupati). Jelaslah bahwa pada sini perempuan dipercaya sama dengan benda yg sanggup dipersembahkan menjadi upeti .

Kaum menak (laki-laki ) sampai perempatan ketiga abad ke-19, memiliki suatu tradisi yang dianggap nyanggrah. Jika menginginkan seekor kuda milik warga (somah), oleh menak relatif menggunting bulu surai kuda tadi, maka kuda tersebut telah beralih pemilik. Bila mereka mengadakan bepergian ke desa (turne), lalu melihat seseorang gadis manis, relatif baginya mengatakan “Anak gadis siapa itu?” maka semenjak saat itu si gadis sudah mampu dipastikan akan sebagai miliknya. Hal ini mencerminkan betapa besar kekuasaan kaum menak dahulu, sekaligus mencerminkan betapa rendahnya kedudukan wanita yang dianggap sama menggunakan kuda atau ternak lainnya. Ada kisah tragis berkaitan menggunakan norma nyanggrah ini. Bupati Cianjur, yg kemudian dikenal sebagai Dalem Dicondre, mengalami nasib buruk karena ia menginginkan seorang gadis desa yg manis akan tetapi telah punya tunangan. Tunangan si gadis, tidak mau menerima perlakuan dalem-nya, dan dia nekad membunuh oleh dalem menggunakan memakai condre (homogen badik) hingga mangkat . Akhirnya bupati tersebut dikenal sebagai Dalem Dicondre. Kisah ini bisa dibaca pada Sajarah Cikundul. 

Dalam Wawacan Carios Munada, dikisahkan tentang salah seseorang Bupati Bandung pada abad ke-19 yg memiliki begitu banyak selir. Konon, jumlahnya hingga ratusan orang. Asisten residen Bandung ketika itu meminta pada bupati agar galat seorang selirnya dipinjamkan buat tinggal bersamanya. Tanpa susah-payah, oleh bupati meminjamkan keliru seorang selirnya. Ketika si selir itu hamil, mudah saja oleh asisten residen menyerahkan balik si selir ke kabupaten. Tidak jua sebagai perkara ketika si anak lahir dengan wajah indo, ia dipercaya anak sang bupati tersebut. Dalam kasus ini, sangat kentara betapa seseorang perempuan di-alung-boyong (dilempar ke sana ke yuk) bagai mainan belaka. 

Kisah semacam ini jua mampu dibaca dalam Wawacan Sajarah Galuh. Dalam historiografi tradisional, yg salinannya diperkirakan dibentuk antara tahun 1889-1894 ini, dikisahkan mengenai Nyi Tanduran Gagang, seseorang puteri keturunan Pajajaran yg mengalami nasib tragis. Mula-mula beliau dinikahi Sultan Cirebon, namun tidak lama kemudian diceraikan karena bagian badan sang puteri mengeluarkan barah. Tak usang kemudian dia dinikahi Sultan Banten, serta perkawinan berakhir segera lantaran alasan yg sama. Akhirnya sang puteri dinikahi Sultan Mataram. Pernikahan pun berakhir tidak usang kemudian. Ketiga Sultan sepakat menjual Nyi Tanduran Gagang pada pemerintah Inggris (pada bagian lain kepada pemerintah Belanda). Akhirnya pemerintah asing itu bersedia menukar Nyi Tanduran Gagang menggunakan tiga pucuk meriam. Tiap sultan mendapat sepucuk meriam. Meskipun kisah ini mempunyai latar belakang politis, namun secara tersurat wanita digambarkan menjadi piala bergilir, yg dengan gampang di-alung-boyong.

Dalam carita-carita pantun ataupun pada historiografi tradisional seperti Babad Pajajaran, Cariosan Prabu Siliwangi, dsb, diceritakan bahwa Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yg legendaris itu, beristri 151 orang. Salah seorang isteri kesayangannya adalah Nyai Rajamantri. Dalam hal ini, tanpa melihat apakah jumlah 151 orang itu faktual atau tidak, setidak-tidaknya menyiratkan bahwa wanita hanya dipercaya komoditi politik atau barang jaminan karena perkawinan Prabu Siliwangi dengan kebanyakan perempuan ini lebih bersifat politik yaitu buat menjaga loyalitas elit-elit dari daerah yg dikuasainya (Lubis, 1998:232).

Mengapa kedudukan wanita misalnya digambarkan dalam historiografi tradisional itu begitu rendah, baik pada famili juga pada warga ? Apakah nir ada pilihan bagi mereka? Tidak gampang menjawabnya, lantaran keadaan ini adalah masalah struktural. Salah satu contoh, orang tua wanita somah sangat menginginkan anak gadisnya dijadikan selir sang kaum menak (tidak peduli apakah dinikahi atau nir nantinya), sebab keturunannya nanti mampu sebagai menak, sehingga status sosial mereka semakin tinggi. 

D. Perempuan Tidak Punya Pilihan
Dalam sejarah Sunda, kaum menak pria, terutama para bupati, biasanya beristeri serta berselir banyak. Para isteri ataupun para selir, selain asal berdasarkan kalangan menak, banyak juga yg asal dari kalangan santana, bahkan berdasarkan kalangan somah. Garwa padmi (isteri yang kedudukannya setara menggunakan permaisuri) seorang bupati umumnya berasal dari kalangan menak tinggi (umumnya puteri bupati), sedangkan isteri-isteri lainnya mampu berdasarkan kalangan bukan menak tinggi, sedangkan selir, poly yg asal dari kalangan somah. Misalnya saja, Bupati Sumedang yang terkenal menggunakan sebutan Pangeran Sugih, mempunyai empat orang isteri (tiga orang pada antaranya puteri bupati) dan 27 selir, dan hanya seorang selir saja yang asal dari kalangan menak, sisanya asal berdasarkan kalangan yg berstatus sosial lebih rendah (Lubis, 1998: 226).

Kaum wanita menak bisa dikatakan lebih beruntung daripada kaum perempuan santana ataupun somah. Misalnya saja ketika seseorang wanita somah dinikahi seseorang Bupati Garut, pernikahan dilangsungkan diam-diam, tanpa pesta, cukup menggunakan membagi-bagi berekat, lain menggunakan pesta pernikahan seorang puteri bupati Galuh yang diselenggarakan selama 40 hari 40 malam menggunakan segala kemewahan dan kemegahannya. Seorang wanita bukan menak menggunakan gampang diceraikan tanpa kesalahan apapun, selain kesalahan karena ia menyandang status sosial yg lebih rendah dari menak. Ada sebuah masalah yang terkenal dalam awal abad ke-20 pada Bandung. Aom Ogog, putera Bupati Bandung, yang akan dipromosikan sebagai bupati, dipaksa oleh keluarganya buat menceraikan isteri tercintanya, Oma, karena sang isteri bukan puteri seseorang dalem. Kisah tragis ini digambarkan pada sebuah tembang berjudul Ceurik Oma yang menyayat hati. Lain halnya saat garwa padmi bupati Garut minta cerai (bukan diceraikan), lantaran tidak sepakat suaminya menikah lagi. Ketika ke luar kabupaten, harta-benda berlimpah didapatkannya (Lubis, 1998: 231-237).

Demikianlah citra betapa rendah kedudukan perempuan Sunda dalam masyarakat tradisional. Meskipun citra di atas menyangkut wanita bangsawan, tetapi kedudukan wanita menurut kalangan warga biasa agaknya tidak akan jauh menurut itu. Dan kedudukan kaum wanita etnis lain pada Indonesia, jua tidak akan jauh tidak selaras berdasarkan kedudukan kaum wanita Sunda.

Stigma tentang perempuan menjadi warga kelas 2 itu, yg ditanamkan semenjak beraba-abad kemudian, ternyata cukup mengakar dan belum mampu diatasi sang gerakan emansipasi yg sudah dicanangkan seabad yg kemudian. Itulah jawaban mengapa sampai sekarang peran perempuan di global politik sekarang ini masih belum mencapai sasaran.