KESULTANAN BARUS


Barus, sebuah nama wilayah terpencil pada pesisir pantai barat Sumatra Utara. Namun, sejarah daerah ini sebenarnya sangat tua, setua waktu kapal-kapal asing beribu tahun sebelum Masehi singgah mencari kapur barus pada sana. Dari Barus juga, kepercayaan Islam dan Kristen pertama-pertama dikenalkan ke semua Nusantara.

Barus atau yang biasa diklaim Fansur telah disebut semenjak awal abad Masehi dalam riteratur Yunani, Mesir, Syiriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China (Tiongkok), Melayu serta Jawa. Berita mengenai kejayaan Barus menjadi bandar niaga iternasional dikuatkan oleh sebuah peta kuno yang dibuat sang Claudius Ptolemius, seseorang gubernur dari kerajaan Yunani yg berpusat di Alexanderia, Mesir dalam abad ke 2.  Juga telah menyebutkan bahwa Barousai (Barus) yang pada kenal menjadi daerah pembuat wewangian menurut kapur barus. Bahkan, dikisahkan pula bahwa kapur barus yg diolah berdasarkan kayu kamfer menurut kota itu telah dibawa ke Mesir buat digunakan bagi pembalseman mayat dalam zaman kekuasaan Fir’aun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
Berdasarkan bukuNuchbatuddarkarya Addimasqi, Barus jua dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam pada Nusantara lebih kurang abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno pada kompleks pemakaman Mahligai, Barus, pada batu nisannya tertulis bahwa Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi serta terdapat jua makam Syaikh Ushuluddin yg panjangnya kira-kira 7 meter. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim pada Barus telah ada dalam era itu. Sebuah tim Arkeolog yg asal dariEcole Francaise D’extreme-Orient (EFEO)Perancis yang berkerjasama dengan peneliti menurut Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa dalam lebih kurang abad ke 9-12 M, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis berdasarkan aneka macam suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu dan sebagainya.

Tim tadi menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya telah ratusan tahun, dan ini menandakan dahulu kala kehidupan pada Barus itu sangatlah makmur. Hal ini bisa dibuktikan berdasarkan banyaknya pedagang Islam yg terdiri menurut orang Arab, Aceh dan sebagainya, hayati dengan berkecukupan di kota Barus serta sekitarnya.

Barus Hulu

Negeri Sionomhudon pada abad 15-16 dikenal sebagai bagian menurut kerajaan Barus Hulu. Sejak berdirinya sebuah kerajaan dengan Rajanya yg bernama Sultan Marah Sifat. Di negeri inilah Sisingamangaraja XII menerima suaka politik dan mendirikan benteng perhtahanan terakhir dan sekaligus memerintahkan in exile, kerajaan Batak melawan kekuatan kolonial Belanda.

Negeri Sionomhudon atau pada bahasa Pakpak disebut Sienemkodin (Enam Periuk) terletak pada daerah pegunungan bagian barat Danau Toba membentang hinggga pinggir Samudra Hindia, di barat perbatasan adalah Barus serta Singgil. Sejarah Negeri Sionomhudon Kerajaan Barus Hulu yg diperintah sang Sultan Marah Sifat meliputi delapan propinsi: Negeri Rambe, Negeri Simanullang, Negeri Tukka Holbun Sijunkang, Negeri Pasuk,Negeri Pasuk, Negeri Tukka Dolok, Negeri Siambaton, serta Negeri Sianambaton.

Kerajaan ini diperkirakan masuk pada kedaulatan Kerajaan Hutorusan semenjak 1000-1300 SM. Kerajaan itu menjadi bagian berdasarkan dinasti Sorimangaraja pimpimnan Raja Uti (Raja Miok Miok atau raja Hatorusan atau Bia-Biak alias Gumelleng-gelleng) yg berpusat di Sianjur.

Mula-mula kerajaan Uti merupakan konfederasi kerajaan kecil yg membentang di seluruh tanah Batak, timur Sumatra, hingga ke pesisir Singkil di Aceh serta pesisir barat, Sumatra Utara. Ibu Kotanya pernah pindah-pindah, diantara ke Aceh (pesisir).

Pada Abad ke 10-12, Kerajaan Hutorusan diserang oleh kerajaan Sriwijaya. Raja Utipun kehilangan kontrol terhadap kerajaan-kerajan kecilnya. Diperkirakan Barus Hilir serta Hulu takluk. Setelah Sriwijaya berhasil diusir kerajaan-kerajaan Barus Hulu da Hilir lalu membngun daerahnya. Kontrol Hutorusan melemah, begitu jua  terhadap singkil dan beberapa kerajaan dipesisir barat.

Abad ke 14, gelombang pasukan Majapahit pimpinan Patih Gajah Mada melakukan perluasan melalui timur sumatra. Beberapa wilayah Batak pernah dikuasai sampai ke Sionomhudon. Pergerakan mereka ke barat terhenti lantaran mereka berhasil dihalau kelauar tanah Batak. Namun begitu kerajaan Majapahit permanen melakukan interaksi dagang menggunakan Barus. Elemen Majapahit yang tidak menyempatkan diri kemabali ke tanah Jawa, mendirikan komunitas di Dairi. Sumber-sumber sejarah dinasti Ming pada China menjelaskan bahwa pada tahun 1418s ebuah rombongan utusan menurut kerajaan Majapahit menemui Raja Barus disertai orang China yang telah lama tinggal di situ.

Kerajaan Pagaruyung pernah berkeinginan menaklukkan Barus pada abad 15. Namun, dalam abad ke 16 galat satu keturunan Raja Uti, Sultan Ibrahimsyah Pasaribu berhasil membentuk kekuatan Barus yang lebih kuat dan disegani. Sebuah kerajaan yg terpisah menurut kerajaann Uti yg tertinggla residu-sisanya di pedalaman. Namun, Dia menggunakan nama Hoturusan, mengikuti nama kerajaan Nenek moyangnya, menjadi kerajaan Barus tadi.

Dinasti Sorimangaraja diketahui akhirnya dikudeta oleh famili Manullang. Kedaulatan Kerajaan Batak akhirnya di tranfer ke Raja Mahkota alias Manghuntal yang sebagai pendiri Dinasti Sisingamangaraja. Dia mantan panglima kerajaan Hatorusan yang berhasil menumpas para pembrontak pada pedalaman Tano Batak. Dinasti Sisingamangaraja berpusat di Bakkara.

Pada zaman inilah, abad ke 16 diketahui bahwa barus Hulu sudah berdiri kerajaan tersendiri denga Rajanya Sultan Marah Sifat, kerajaan inipun pecahan berdasarkan Kerajaan Hatorusan versi baru, memeberi ultimatum pada Barus Hulu untuk tunduk pada Kerajaan Hatorusan, Kerajaan Barus Hulu lalu tunduk pada kerajaan Barus Raya pimpinan Sultan Ibrahimsyah Pasaribu.

Awal abad ke 17, Aceh melakukan ekspansi, Sultan Ibrahimsyah gugur membela negerinya, kerajaan Barus Hulu akhinya dipegang oleh Sultan Yusuf Pasaribu serta sehabis mangkat digantikan sang Sultan Hidayat Pasaribu dan beberapa keturunannya, kerajaan Hatorusan baru ini merupakan aliansi menggunakan Si Singamangaraja XII dalam menghadapi kekuatan kolonialis Belanda. Beberapa kali surat-menyurat serta negosiasi dilakukan buat mengatur taktik pertahanan. Setelah tewasnya Si Singamangaraja XII tahun 1907, warga Barus Hulu serta Hili tetap berjuang melawan Belandawalu dalam jumlah kecil hingga tahun 1920, Barus Hulu sepeninggal Sultan Marah wafat digantikan oleh anaknya Maharaja Bongsudan keturunannya, akhirnya takluk ke Belandadan menjadi Onderafdelling Boven Barus berpusat di Pakkat. Hanya saja belum semua propinsi takluk.

Ketika Si Singa Mangaraja XII mengambil suaka politik pada Pearaja, negeri Sionomhutong, propinsi Barus Hulu, turut besertanya 800 orang yg sebagain besar terdiri menurut pasukan spesifik pengawal raja donasi Aceh. Pearaja sebagai basis pemerintahan in exile Kerajaan Batak selama 17 Tahun, sebelumnya akhirnya takhluk pada Belanda.