UNDANG UNDANG INTERNASIONAL TENTANG TRANSHIPMENT

Undang-undang Internasional tеntаng Transhipment - Transhipment dі bahari kadang-kadang absah secara aturan, tеtарі pada poly kasus mеrеkа melakukan secara ilegal atau tаnра ѕеtіар biar . 

Apakah resmi atau tіdаk resmi, transhipment dі laut ѕеrіng memfasilitasi IUU karena ketidakmampuan pemerintah pesisir serta negara buat memantau bagaimana, оlеh ѕіара dan dі mаnа ikan ditangkap. 

Transhipment dі bahari Selama ini sangat merugikan negara , dimana output perikanan yang pada dapatkan pada indonesia dengan sangat mudah pada klaim menjadi produk luar negeri karena alur dari penangkapan pada putus menggunakan adanya aktivitas transhipment

UNDANG UNDANG INTERNASIONAL TENTANG TRANSHIPMENT


Selain itu Transhipment juga adalah penyebab utama dаrі kurangnya transparansi pada perikanan global уаng mеmungkіnkаn IUU fishing. Selain kejahatan pada dunia perikanan, transhipment jua membawa kegiatan kegiatan illegal lainnya seperti penyelundupan senjata, narkoba serta perdagangan orang.

Serta memfasilitasi bajak laut dalam hal penangkapan ikan, Enviromental Justice Foundation mendokumentasikan bаhwа kru dі kapal уаng memindahkan satu alat pengangkutan kе indera pengangkutan yang lаіn dі bahari.

ѕеrіng sebagai korban pelanggaran HAM serta pelanggaran tenaga kerja karena mеrеkа ѕеrіng tinggal dі bahari buat ketika уаng usang dan sporadis pergi kе pelabuhan.

United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, mеѕkірun undang-undang іnі tіdаk mengatur tеntаng IUU Fishing serta transhipment. Undang-undang іnі hаnуа mengatur secara umum tеntаng penegakan hukum dilaut teritorial maupun ZEE ѕuаtu negara. 

Jіkа pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan negara pantai terjadi dі laut teritorial ataupun perairan ѕuаtu negara, maka sesuai dеngаn kedaulatan уаng diberikan оlеh pasal 2 UNCLOS 1982, 

negara pantai dараt memberlakukan anggaran peraturan hukum pidananya terhadap kapal tadi, аkаn tеtарі hаnуа bila pelaanggaran tersevut membawa efek bagi negara pantai atau mengganggu keamanan negara pantai.

International plan of Action (IPOA). IPOA – IUU merupakan instrument sukarela (voluntary instrument) уаng dараt diberlakukan dalam seluruh negara. Mekanisme іnі memfokuskan dalam tanggung jawab dan kiprah semua negara dі global. 

Semua rakyat global tidak hanya Negara pantai, negara pelabuhan, organisasi penelitian dan Regional Fisheries Management Organization (REMOs) yg bertanggungjawab memberantas trashipment namun negara negara lain pun wajib ikut menjaga berdasarkan kejahatan kejahatan transhipment.

Code of Conduct for Responsile Fisheries (CCRF). Efektifitas Code of Conduct for Responsile Fisheries dilakukan dеngаn cara mewajibkan negara-negara anggota buat memberikan laporan perkembangan kemajuan (progress report) ѕеtіар dua tahun pada FAO. 

Laporan negara-negara anggota аkаn menjadi acum dalam penentuan kasus kepatuhan negara terhadap praktek penangkapan ikan secara bertanggung jawab serta dalam gilirannya menghindari ѕuаtu negara dаrі tuduhan melakukan praktek IUU Fishing.


HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional 
Wacana ham terus berkembang seiring menggunakan intensitas pencerahan insan atas hak dan kewajiban yg dimilikinya, gerakan diseminasi ham terus berlangsung bahkan menembus batas-batas teritori sebuah negara. Para pakar memberikan julukan pada abad XX ini sebagai jaman hak asasi insan, sebagaimana yang disampaikan oleh Manfred Nowak serta Ruth Gavinson : the twentieth century is often described as ”the age of rigths”. 

Bagi Indonesia, perihal Ham diterima, di pahami serta diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan sosio politis yg berkembang, dan mementum yg semakin mengokohkan agunan terhadap hak asasi manusia adalah waktu dimasukannya perlindungan ham dalam perubahan konstitusi indonesia saat reformasi. Kondisi ini sekaligus diyakini menjadi warta sejarah sekaligus sebagai starting poin bagi penhuatan demokrasi yg berbasis perilindungan HAM.

Dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yg selanjutnya disebut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 tertulis:

“Everyone is entitled to all rights of freedom ... Without discrimation on any kind, such as race , colour, sex, language, religion or other opinion, national or sosial origin, property, birth or other status”

Secara generik hak asasi manusia diberi pengertian menjadi hak yang inheren pada diri manusia yg merupakan anugerah Tuhan semenjak insan lahir, sehingga tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Hak asasi insan (selanjutnya disingkat HAM) ini tidak boleh tidak wajib inheren dalam insan, lantaran apabila tidak; manusia akan kehilangan sifat humanisme serta keluhurannya.

Dari pengertian di atas, lalu lahirlah paham persamaan kedudukan serta hak atas umat insan dari prinsip keadilan yg menaruh pengakuan bahwa manusia mempunyai hak serta kewajiban yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, status sosial dan sebagainya. Maka pada sejarah kehidupan politik, manusia kemudian melakukan perjanjian (kontrak) buat membentuk negara guna melindungi kepentingan-kepentingan atau hak-hak mereka. Menurut Ralp Cranshaw: Hak asasi insan adalah hak yang inheren menggunakan eksistensi kita menjadi manusia. Hak-hak ini memungkinkan kita mengembangkan diri serta memenuhi kebutuhan kita menjadi insan. Hak-hak ini pula melindungi kehidupan, keutuhan fisik serta psikologis. 

Leach Levin seorang aktivis hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemukakan bahwa konsep hak asasi insan terdapat dua pengertian dasar, yaitu : Pertama, bahwa hak asasi manusia nir mampu dipisahkan serta dicabut, hak asasi insan merupakan hak insan lantaran ia seseorang insan. Hak adalah hak-hak moral yg berasal berdasarkan kemanusiaan setiap insan serta hak-hak itu bertujuan buat menjamin martabat setiap manusia (Natural Rights). Kedua, hak asasi manusia adalah hak-hak berdasarkan hukum, yang dibuat melalui proses pembentukan hukum berdasarkan warga itu sendiri, baik secara nasional maupun secara internasional. Dasar dari hak-hak ini merupakan persetujuan dari yg diperintah, yaitu persetujuan menurut para rakyat negara, yang tunduk kapada hak-hak itu serta nir hanya tata tertib alamiah yg adalah dasar menurut arti yg pertama.

Perjuangan atas penegakan HAM sudah berlangsung berabad-abad yang melahirkan poly sekali instrumen HAM yang bercorak lokal/kaukus. Puncak atas usaha ini adalah dengan lahirnya The Universal Declaration of Human Right pada tanggal 10 Desember 1948 yg kemudian menjadi acuan atau bahan rujukan negara-negara pada global dalam membentuk instrumen HAM. Kesadaran dan pemahaman akan HAM, terutama pengakuan dan penghormatannya dalam kehidupan bermasyarakat serta berpolitik bhineka pelaksanaannya. Semuanya bertolak berdasarkan perumusan HAM yg sangat tergantung dalam situasi serta kondisi negara-negara yang bersangkutan, terutama aspek sosiokulturnya.

Permasalahan HAM ketika ini telah sebagai sorotan utama global internasional dalam kaitannya menggunakan kehidupan berbangsa serta bernegara. Wawasan HAM pada dimensi global selalu dikaitkan dengan hak-hak politik, sosial, ekonomi serta kehidupan budaya. Nanang Pamuji Mugasejati serta Ucu Martanto, mengutip Robertson dan Giddens mengartikan globalisasi sebagai pemadatan dunia dan intensifikasi kesadaran dunia sebagai satu holistik atau intensifikasi rekanan-relasi sosial seluruh global yang menghubungkan lokalitas-lokalitas berjauhan sedemikian rupa sebagai akibatnya insiden-peristiwa di suatu loka ditentukan sang insiden lain yang terjadi bermil-mil jaraknya menurut situ dan demikian sebaliknya.

Sejak para filosof Yunani, hingga kebudayaan timur, khususnya Islam sudah ikut andil dalam menciptakan aturan bangsa-bangsa yang berkembang di Romawi. Penjabaran hak-hak hukum, sosial dan politik masyarakat negara, baik secara individual maupun kolektif sudah sedemikian rupa diatur. Tetapi pada realisasinya, menurut dulu hingga kini , HAM seringkali sangat bergantung dalam willingness of the states. Begitu jua ajaran agama dan budaya setempat sudah sangat mensugesti perilaku warga terhadap HAM. 

Timbulnya disparitas persepsi HAM antara masyarakat Barat dan Timur, khususnya Asia Tenggara pertanda adanya impak positif pada luar aspek-aspek HAM itu sendiri. Djawahir Thontowi menguraikan, disparitas persepsi HAM Barat dan Timur yang terjadi lantaran adanya perbedaan formulasi dalam arti, konsep, praktik dan pula kepentingan-kepentingan penguasa.

Konsep negara terbaru mensyaratkan adanya demokrasi, rule of law serta proteksi HAM. Indonesia sebagai negara aturan telah memiliki instrumen-­instrumen HAM. Dalam sejarah ketatanegaraan RI, telah banyak dikenal banyak sekali dokumen konstitusional juga peraturan perundangan yg memuat nilai serta kebiasaan penegakan HAM, termasuk dalam konstitusi seperti Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi RIS serta Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. 

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi berupa kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
a. Memberi sumbangan pemikiran tentang proteksi HAM dalam konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, sehingga diharapkan sanggup memberi kontribusi positif bagi upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya penegakan aturan pada bidang HAM. 
b. Menambah bahan surat keterangan mengenai konstitusi serta HAM, sebagai akibatnya selain membantu pembaca memahami permasalahan konstitusi dan HAM, pula diperlukan bisa menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya yg mengarahkan perhatian pada globalisasi serta pengaruhnya dalam kehidupan kenegaraan Indonesia.

Menurut pengetahuan peneliti, selesainya mengadakan pengamatan, maka penelitian mengenai dinamika pengaturan HAM pada konstitusi Indonesia, UUD 1945 dalam perspektif globalisas, belum pernah dilakukan.

Namun demikian, kajian-kajian mengenai HAM dan konstitusi sudah poly dilakukan. Misalnya Muladi dalam Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana yang membahas HAM berkaitan menggunakan aturan pidana secara generik, tidak sampai pada pembahasan HAM yg berkaitan menggunakan konstitusi. Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, karya Gunawan Setiardja, isinya meninjau proses terbentuknya Pancasila serta hukum dasar UUD 1945 hingga pada pembahasan pemuatan HAM dalam konstitusi. 

Kemudian kitab Saafroedin Bahar Hak Asasi Manusia Analis Komnas HAM serta Jajaran Hankam/ABRI berisi tentang apa saja yang menjadi pedoman penerapan HAM, mampukah Komnas HAM sebagai penegak HAM serta bagaimana pandangan ABRI dalam berbagai masalah HAM. Buku Demokrasi, HAM serta Masyarakat Madani adalah karya Tim ICCE UIN Jakarta yang berusaha memaparkan serta mensosialisasikan demokrasi serta HAM pada tengah arus transisi Indonesia menuju demokrasi yang berkeadaban (civilitezed democracy). 

Selanjutnya, Muh. Budairi Idjehar dalam kitab HAM Versus Kapitalisme berupaya menginspirasi membentuk bangsa pada perspektif demokrasi dan HAM dan memberikan perlawanan kapitalisme melalui gerakan HAM serta Bagir Manan dkk dalam Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM pada Indonesia menyimpulkan bahwa HAM di Indonesia sudah dikenal semenjak 1908, serta menelaah perlunya pemajuan HAM dan perlunya pemerintah mengambil langkah konkret pada masalah degradasi HAM.

Hestu Cipto Handoyo, dalam Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan serta Hak Asasi Manusia, menguraikan implementasi prinsip-prinsip demokrasi pemerintahan, hak asasi insan pada kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. Melalui bukunya, Hestu ingin memahamkan proses konsolidasi sistem demokrasi pada Indonesia secara luas.

Dalam Mendudukkan UUD, Satjipto Rahardjo melakukan penelusuran terhadap konstitusi menjadi suatu tipe perundang-undangan yg spesial serta membawanya ke ranah ilmu hukum yang tidak hanya berkutat pada perundang-undangan, melainkan pada konteks yg lebih luas, yaitu hukum serta masyarakatnya. 

Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian terhadap Dinamika Pembaharuan Undang-Undang Dasar 1945, karya Ni’matul Huda, difokuskan dalam menelaah hasil-output perubahan ketatanegaraan Indonesia khususnya lembaga kepresidenan, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dilema-persoalan lain yang melingkupi Mahkamah Konstitusi dan pengujian terhadap undang-undang.

Hendarmin, dalam bukunya Dinamika Konstitusi Indonesia, menilai serta mengevaluasi apa saja yang sesungguhnya terjadi dengan konstitusi yg sempat berlaku dan sedang diberlakukan pada Indonesia. Sementara, Menengok Sejarah Konstitusi Indonesia, karya Anhar Gonggong memberi citra singkat mengenai sejarah konstitusi Indonesia, sekaligus memberi pemahaman tentang makna strategis berdasarkan amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

Dimyati Hartono, pada Problematik serta Solusi Amandemen UUD 1945 memandang problem amandemen menyangkut keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta implementasi berdasarkan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat tadi yg nir konsisten karena menggunakan pendekatan yg praktis, pragmatis, simplitis dan parsial pada memahami serta melakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Rekomendasi berdasarkan kitab ini antara lain adalah melakukan lagi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan dasar landasan, tujuan yang sinkron dengan jiwa Proklamasi 17 agustus 1945 menggunakan memberlakukan pulang UUD 1945 maupun penjelasannya, sedangkan dinamika dan tuntutan kebutuhan hayati bermasyarakat, berbangsa, bernegara disusun dalam bentuk amandemen.

Sementara, buku karya Jimly Asshiddiqie Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, adalah sumber yang membahas sejarah mula konstitusi serta sejarah konstitusi Indonesia hingga pada pembahasan nomokrasi serta demokrasi. Dan, Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Sesudah Empat Kali Diubah oleh MPR, karya Harun Alrasid, berisi naskah Undang-Undang Dasar 1945 sebelum serta selesainya amandemen menurut amandemen pertama hingga amandemen keempat disertai analisis tajam mengenai proses serta hasil amandemen itu sendiri.

Penelitian Udiyo Basuki, dkk, “Konstitusionalisme HAM Indonesia (Kajian Yuridis atas Dinamika Pengaturan HAM Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945)” mengurai penerangan impak amandemen UUD 1945 terhadap pengaturan HAM di dalamnya serta mengungkapkan pengaruhnya terhadap pengaturan HAM pada peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Suparman Marzuki dalam bukunya Pengadilan HAM pada Indonesia Melanggengkan Impunity menyebutkan, perubahan politik sudah membangkitkan asa akan tuntasnya berbagai perkara pelanggaran HAM masa lalu. Pada kenyataannya, itu hanya asa semu. Dengan keluarnya UU Peradilan HAM ataupun peradilan HAM ad hoc tumbuh keyakinan atas terbitnya keadilan. Dikatakan asa yg semu lantaran prosesi pradilan seperti ritual yang kaya simbol, namun miskin makna. Peradilan malah sebagai pelindung dan medan pembelaan para penjahat HAM. Tidak saja ini mengacuhkan keberadaan korban, tetapi jua jadi loka untuk menyucikan kembali motif serta tindakan pelaku.

Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, karya Bahder Johan Nasution menyampaikan, telah semenjak lama problem negara hukum serta hak asasi insan, selalu diperbincangkan dikalangan ahli-pakar hukum ketatanegaraan dan dikalangan para pemikir-pemikir politik. Tujuannya untuk mencari suatu konsep yg ideal, tentang negara hukum dan perlindungan hak asasi manusia yg dianggap ideal, selalu menjadi perdebatan. Terlebih hak asasi manusia tak jarang dipahami secara dangkal lantaran hanya dipercaya sebagai panduan moral semata-mata. Pemahaman yg demikian adalah pemahaman yang keliru, pemahamannya bukan hanya pada tatanan moral akan tetapi juga pada tatanan aturan. Kenyataan menunjukkan dampak pemahaman yg dangkal terhadap hak asasi insan, penghormatan serta penegakan terhadap hak asasi tadi acapkali tidak dilaksanakan secara sempurna sebagaimana dicita-citakan oleh negara hukum.

Harifin A. Tumpa dalam bukunya Peluang serta Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di Indonesia, menyebutkan, hak asasi manusia adalah perwujudan eksistensi serta kemandirian seorang sebagai seorang insan. Yang harus dihormati serta dijaga kehormatannya, sebagai akibatnya bisa bertahan berdasarkan bernalitas pragmatis kekuasaan, ambisi, dan impian, dan sebagai landasan yang bertenaga bagi pembentukan sebuah bangsa yg demokratis dan ideal, karena hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada dalam diri langsung individu, dan hak ini adalah hak yang paling mendasar bagi setiap individu buat berdiri serta hidup secara merdeka pada komunitas-komunitas warga . 

Tragedi Politik Hukum serta HAM, karya Suparman Marzuki menyebutkan, memutus rantai politik otoriter hanya bisa apabila melalui jalan penegakan HAM. Pengalaman poly negeri membawa bukti bahwa penegakan HAM sudah menancapkan episode masa depan politik yang demokratis, menghormati hak dan melindungi minoritas. Akan tetapi, pada fenomena Indonesia mengalami peristiwa dalam upaya menembus keadilan. Praktek penegakan HAM meluncur dalam serangkaian pengadilan yang nir membawa pelaku serta nir bisa mengembalikan keadilan.

Mien Rukmini dalam bukunya yg berjudul Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Pradilan Pidana pada Indonesia, mengungkapkan, di pada UUD 1945 tidak ada satu pasalpun yg secara tegas mencantumkan asas praduga tidak bersalah, berbeda dengan KRIS 1949 serta UUDS 1950, yaitu pada dalam pasal 14 ayat (1). Meskipun demikian, keberadaan asas tersebut sudah ditemukan serta diatur dalam Pasal 8 UU No.4 Tahun 1970 sebagaimana sudah diubah dengan UU No.35 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, serta di pada pasal 18 UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan asas persamaan kedudukan pada hukum, asas ini secara tegas diatur baik di dalam KRIS 1949 serta UUDS 1950 maupun UUD 1945 yaitu pada pada pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

METODOLOGI PENELITIAN 
A. Pendekatan 
1. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Yuridis, yaitu menyelidiki konsep normatif atau peraturan perundang-undangan pada hal ini, Undang-Undang Dasar 1945 mengenai HAM. Empiris, yaitu menelaah fenomena empiris yang berpijak pada fenomena, pada hal ini empiris globalisasi yg menghipnotis konsep pemikiran HAM.

2. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan memakai data berupa dokumen-dokumen, kitab -buku, artikel serta bahan-bahan hukum lainnya yg berkaitan dengan konstitusionalisme dan hak asasi insan. Dalam pelaksanaannya, mengingat banyaknya kepustakaan yg hendak diteliti, penelitian ini akan melibatkan dua mahasiswa. 

3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu penelitian buat menyelesaikan masalah demgam cara menggambarkan perkara melalui pengumpulan, penyusunan dan penganalisisan data, kemudian dijelaskan serta selanjutnya diberi penilaian

4. Data Penelitian 
Data yang dipakai pada penelitian ini meliputi data primer, data sekunder serta data tersier, yaitu:
a. Data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yg mencakup:
1) Naskah Undang-Undang Dasar 1945 yg asli
2) Naskah Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen pertama hingga amandemen keempat
3) Berbagai peraturan perundang-undangan tentang HAM
4) Berbagai kitab mengenai globalisasi

b. Data sekunder, yaitu bahan aturan yang memberi penerangan mengenai bahan primer, meliputi buku-buku hukum, buku-buku mengenai globalisasi, hasil penelitian, jurnal, makalah dan literatur lain yg berkaitan menggunakan fokus penelitian, baik tentang hukum secara generik, HAM, konstitusi serta globalisasi.

c. Data tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk atau penerangan terhadap bahan utama serta bahan sekunder, mencakup:
1) Kamus hukum
2) Ensiklopedi hukum
3) Kamus Besar Bahasa Indonesia

5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, nir menggunakan angka-nomor , rumus-rumus dan penghitungan eksakta lainnya sebagai alat bantu analisis.

B. Landasan Teori
1. Globalisasi: Kesejagatan, Keniscayaan 
Globalisasi telah menjadi realita harian yang nir bisa dihindari. Prosesnya yang berlangsung sangat cepat serta kompleks dengan jangkauan aspek-aspek yang luas, tanpa dapat dilarang masuk ke semua bidang kehidupan umat insan. Globalisasi adalah proses multidimensional pada aspek sosial, ekonomi, politik, kultural yg bergerak secara ekstensif dan intensif ke dalam rakyat dunia. 

Globalisasi merupakan kata yg mengerikan menggunakan makna yg kabur, pertama digunakan pada 1960, serta sebagai mode yg makin terkenal dalam 1990. Bagi banyak pendukungnya dia adalah kekuatan tidak tertahankan yg diinginkan yang menyapu batas-batas, menjungkalkan pemerintahan-pemerintahan despot, memperlemah pemajakan, membebaskan individu, dan memperkaya apa saja yg disentuhnya. Bagi banyak penentangnya, beliau jua kekuatan tidak tertahankan, akan tetapi tak diinginkan. Menurut Anne Krueger, First Deputy Managing Director, Dana Moneter Internasional, Dalam kuliah John Binyhton, disampaikan pada australia dalam 2000 mendefinisikan globalisasi adalah sesuatu fenomena pada mana agen-agen ekonomi di bagian manapun di global jauh lebih terkena impak insiden yg terjadi di loka lain di global berdasarkan dalam sebelumnya.

Brink Lindsey pada bukunya Against the Dead Hand mendefinisikan istilah globalisasi dalam 3 makna yang tidak sama yaitu: Pertama, untuk mendeskripsikan fenomena ekonomi berdasarkan peningkatan integrasi pasar lintas perbatasan politik. Kedua, buat mendeskripsikan fenomena politik yang terbatas tentang runtuhnya rinntangan-rintangan yg dipasang sang pemerintah oleh arus internasional barang, jasa, dan kapital.

Secara harfiah global berarti sedunia, sejagat. Kata ini selanjutnya sebagai kata yang merujuk pada suatu keadaan pada mana antara satu negara dengan negara lain sudah menyatu. Batas teritorial, kultural, dan sebagainya telah bukan merupakan kendala lagi untuk melakukan penyatuan tersebut. Situasi ini tercipta berkat adanya dukungan tehnologi canggih pada bidang komunikasi, misalnya radio, televisi, telephon, faxsimile, internet dan sebagainya.

Globalisasi sebagai kelanjutan multinasionalisasi serta transnasionalisasi telah merobohkan batas-batas kebudayaan secara meluas lebih dari sekadar melintasi batas geografis administrasi antar negara. Proses ini berakibat manusia dengan rekanan-rekanan sosial budayanya sebagai sub-human pada pusaran pasar global global. Globalisasi bahkan adalah zenit menurut kapitalisme dunia pada penghujung abad ke-20 ini, yang memberikan kemungkinan akbar pada global kemanusiaan menjadi tersubordinasi dan terkooptasi sang mesin kapitalisme dunia yang keras serta serba melintasi. Sejumlah krisis kemanusiaan diduga akan semakin massive dan kompleks. 

Setidaknya ada lima pengaruh tidak baik globalisasi bagi masyarakat. 
Pertama, pengaburan batas-batas kultural serta geografis/ekologis tidak diperhatikan, sehingga kemampuan beradaptasi serta daya tahan menurun, terutama bagi masyarakat atau negara lemah. 
Kedua, gaya pikir akan ditentukan oleh penghasil kabar serta penyebarannya yg mayoritas sehingga mengakibatkan gangguan yang tidak bisa diadaptasi.
Ketiga, hak-hak insan yg dipropagandakan adalah versi Barat dengan bersandar dalam individualisme. Hak-hak gerombolan banyak terlanggar, namun diabaikan saja. Hak-hak insan acapkali dikalahkan oleh hak-hak kapital, sebagai akibatnya globalisme dapat dianggap perang pembebasan modal. 
Keempat, terancamnya demokrasi sang globalisme. Demokrasi berarti poly pilihan, multiopsional, tiap-tiap manusia serta negara bebas memilih yang terbaik buat dirinya. Sedangkan globalisme mengurangi penganekaragaman di global yg sangat bervariasi. 
Kelima, hubungan budaya akan terjadi dalam skala akbar, cepat, multidimensional dan serempak, sehingga tidak bisa dielakkan terjadinya peniadaan budaya, kesalahan adaptasi, dan kegoncangan budaya. Pengaruh yang mencolok terlihat dari perubahan pola hubungan antar anggota rakyat. Masyarakat sebagai individu lebih bersikap individualistik, hedonis serta acuh terhadap orang lain. 

Kelima hal pada atas merupakan sedikit catatan menurut efek tidak baik globalisasi. Globalisasi yg ditandai menggunakan pesatnya inovasi hal baru baik dalam ilmu pengetahuan serta teknologi semakin mendorong masyarakat buat berubah menggunakan cepat. Melalui berbagai alat-alat tadi banyak sekali peristiwa atau insiden yang terjadi pada belahan dunia yg lain pun dapat dengan gampang diketahui bahkan diakses. Semakin banyak insan memakai alat-alat tersebut semakin poly liputan yg dapat diketahui. Selanjutnya, mengingat arus warta tadi demikian banyak dan padat, maka taraf kecepatan buat mendapatkan informasi tadi menjadi meningkat.

Pada dataran empirik globalisasi berarti proses kaitan yg semakin erat menurut seluruh aspek kehidupan, suatu tanda-tanda yang timbul menurut interaksi yg semakin intensif dalam perdagangan, transaksi finansial, media dan tehnologi. 

Globalisasi mengandung ambivalensi. Di satu sisi, proses globalisasi merupakan kesempatan akbar pada zaman ini yg membawa kepada perkembangan yg semakin manusiawi sampai ke pojok-pojok global serta memberikan keuntungan bagi semuanya. Namun di sisi lain, globalisasi melahirkan kontradiksi antar insan pada muka bumi ini, yg disebabkan oleh arus penyeragaman budaya yang memaksa.

Selain membawa efek positif berupa peningkatan akumulasi modal, teknologi, jaringan yg semakin luas; globalisasi jua membawa efek negatif misalnya syarat ketergantungan baik bagi individu, grup rakyat juga Negara serta semakin parahnya kemiskinan yang melanda penduduk di Negara-negara berkembang. Secara tajam dapat dirumuskan, dengan kata lain, globalisasi adalah tanda-tanda yang sekaligus dirayakan dan diratapi. 

Oleh karena globalisasi terkait dengan situasi nyata serta hayati mati manusia pada planet bumi, maka sudah selayaknya dirumuskan suatu standar etika sosial berhadapan dengannya. German Bishop’s Conference (GBS), merumuskan dua premis menyangkut standar etika sosial tersebut. 
Pertama, rakyat hendaknya menjadi pusat setiap perkembangan atau pembangunan. Yang sebagai dasar premis ini adalah prestise insan. Orientasi konkretnya, kaum miskin yg tidak sanggup dan nir punya peluang buat ambil bagian pada proses pembangunan.
Kedua, ekonomi, pasar, kemajuan tehnologi, dan globalisasi bukan demi dirinya sendiri, melainkan adalah wahana demi kesejahteraan hayati serta perkembangan insan. Yang menjadi orientasi di sini merupakan tanggung jawab beserta pada aneka macam taraf buat tujuan bonum communae, kebaikan bersama.

Globalisasi dilukiskan sebagai penyusutan ruang serta ketika yang belum pernah terjadi sebelumnya, yg mencerminkan peningkatan interkoneksi serta interdependensi sosial, politik, ekonomi dan kultural dalam skala dunia. Ia dipahami sebagai tatanan rakyat baru yg tidak lagi mengungkapkan hal-hal yg sifatnya lokal. Transformasi dunia sudah merambah ke semua dunia, yg mana tidak lagi terdapat batas-batas yg jelas dalam suatu negara, budaya, transformasi, ekonomi, hukum serta bahkan perilaku warga . 

Globalisasi mengakibatkan kian meredupnya keutamaan faham negara bangsa (nation state) bahkan adalah kenyataan krusial yang nir sanggup dihindarkan sang siapapun, bangsa manapun dan negara manapun, termasuk masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

2. Konstitusi serta Kostitusionalisme
Konstitusi dari Rukmana Amanwinata, berpadanan menggunakan “constitution” (bahasa Inggris), “constitutie” (bahasa Belanda) “constitutional” (bahasa Perancis), “Verfassung” (bahasa Jerman), “constitution” (bahasa Latin).

Dalam Ilmu Hukum seringkali digunakan beberapa kata menggunakan arti yang sama. Sebaliknya nir tertutup kemungkinan untuk arti tidak sama digunakan kata yang sama. Demikian pula halnya yang terjadi menggunakan istilah konstitusi. Selain konstitusi, dikenal istilah lain, yaitu Undang-Undang Dasar serta aturan dasar.

Mengenai kata konstitusi serta Undang-Undang Dasar terbagi menjadi dua, yaitu pertama, pendapat yang membedakan konstitusi menggunakan UUD dan ke 2, pendapat yg menyamakan konstitusi menggunakan UUD. Saat ini sepertinya pendapat ke 2 lebih diterima.

Konstitusi juga dapat dibedakan pada 2 kategori, yaitu konstitusi politik serta konstitusi sosial. Konstitusi politik merupakan semata-mata dokumen hukum yang berisi pasal-pasal yg mengandung norma-kebiasaan dasar dalam penyelenggaraan Negara, hubungan rakyat menggunakan Negara, antar lembaga Negara dan sebagainya. Sedangkan konstitusi sosial lebih luas dari itu, lantaran mengandung cita-cita sosial bangsa yg menciptkannya, rumusan filosofis tentang Negara, rumusan sistem sosial dan ekonomi, dan sistem politik yg dikembangkan.

Dari catatan sejarah klasik masih ada 2 perkataan yang berkaitan erat dengan pengertian kita sekarang ten­tang konstitusi, yaitu dalam per­kataan Yunani Kuno poli­teia dan perkataan bahasa Latin constitutio yg pula berkaitan dengan kata juz. Dalam ke 2 perkataan poli­teia dan constitutio itulah awal mula gagasan konstitu­sio­nalisme diekspresikan sang umat manusia. Kata politeia menurut kebu­daya­an Yunani bisa dianggap yg paling tua usianya. Pengertiannya secara luas mencakup all the innumerable characteristics which determine that state’s peculiar nature, and these include its whole economic and social texture as well as matters govern­mental in our narrower modern sense. It is a purely descriptive term, and as inclusive in its meaning as our own use of the word ‘constitution’ when we speak gene­rally of a man’s constitution or of the constitu­tion of matter.

Dalam bahasa Yunani Kuno tidak dikenal ada­nya kata yang mencerminkan pengertian ka­ta juz ataupun constitutio sebagaimana dalam tra­disi Romawi yang tiba kemudian. Dalam ke­se­luruhan sistem berpikir para filosof Yunani Kuno, perkataan constitution merupakan seperti apa yang kita maksudkan kini ini. Perkata­an consti­tution pada zaman Kekaisaran Romawi (Roman Empire), pada bentuk bahasa latinnya, mula-mula dipakai se­ba­gai kata teknis buat menyebut the acts of legisla­tion by the Empe­ror. Bersamaan dengan poly aspek dari aturan Romawi yang dipinjam ke pada sistem pemikiran aturan di kalangan gereja, maka kata teknis constitution juga dipinjam buat menyebut peraturan-peraturan eklesiastik yg berlaku pada semua gereja atau­pun buat beberapa peraturan eklesiastik yg ber­laku pada gereja-gereja tertentu (ecclesiastical province). Oleh karena itu, buku-kitab Hukum Romawi serta Hukum Ge­reja (Kano­nik) itulah yg seringkali dipercaya menjadi sum­ber rujukan atau surat keterangan paling awal mengenai peng­gu­na­an perkataan constitution pada sejarah.

Pengertian konstitusi di zaman Yunani Kuno masih bersifat materiil, pada arti belum berbentuk misalnya yg dime­nger­ti di zaman mo­dern sekarang. Namun, per­bedaan antara konstitusi de­ngan hukum biasa telah tergambar dalam pembedaan yang dila­kukan sang Aristoteles terhadap pengertian istilah politea serta nomoi. Pengertian politiea bisa dise­pa­dankan dengan pengertian konstitusi, sedang­kan nomoi merupakan undang-undang biasa. 

Politea mengandung ke­kuasaan yang lebih tinggi berdasarkan dalam nomoi, lantaran politea mem­punyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi nir terdapat, karena beliau hanya merupakan materi yg wajib di­bentuk agar su­paya tidak bercerai-berai. Dalam kebudayaan Yunani istilah konstitusi ber­hubungan erat menggunakan ucapan Res­pub­lica Consti­tuere yg melahirkan slogan, Prinsep Legibus Solutus Est, Salus Publica Suprema Lex, yg arti­­nya ”Rajalah yg berhak memilih struk­tur orga­ni­sasi negara, karena dialah satu-satunya produsen un­dang-undang”.

Di Inggris, peraturan yang pertama kali dikaitkan menggunakan istilah konstitusi merupakan “Consti­tutions of Cla­rendon 1164” yg disebut sang Henry II menjadi const­i­tutions, avitae constitu­tions or leges, a recordatio vel recognition, me­nyangkut interaksi antara gereja dan pemerintahan Negara pada masa pemerintahan kakeknya, yaitu Henry I. Isi peraturan yang diklaim menjadi kon­stitusi tersebut masih bersifat eklesiastik, meskipun pemasyarakatannya dila­ku­kan oleh pemerintahan seku­ler. Tetapi, di masa-masa selanjutnya, istilah constitutio itu seringkali pula dipertukarkan satu sama lain dengan istilah lex atau edictum untuk menyebut aneka macam secular administrative enactments. Glanvill seringkali meng­guna­kan istilah constitution buat a royal edict (titah raja atau ratu). Glanvill jua mengaitkan Henry II’s writ creating the remedy by grand assize as ‘legalis is a constitutio’, serta menyebut the assize of novel disseisin menjadi a re­cog­nitio sekaligus menjadi a constitutio. 

Beberapa tahun sesudah diberlakukannya Undang-Undang Merton pada tahun 1236, Brac­ton menulis arti­kel yg menyebut salah satu ketentuan dalam undang-undang itu sebagai a new constitution, serta mengaitkan satu bagian dari Magna Carta yg dimuntahkan kembali pada tahun 1225 sebagai constitutio libertatis. Dalam waktu yg hampir bersamaan (satu zaman), Beauma-noir pada Perancis beropini bahwa “speaks of the re­medy in novel disseisin as ’une nouvele constitucion’ made by the kings”. Ketika itu serta selama mudun-abad sesudahnya, per­kata­an constitution selalu diartikan se­bagai a particular administrative enactment much as it had meant to the Roman lawyers. Perkataan consti­­tution ini dipakai buat membedakan antara particular enactment dari consuetudo atau ancient custom (kebia­saan).

Pierre Gregoire Tholosano (of Toulouse), pada bukunya De Republica (1578) meng­gunakan kata con­stitution pada arti yg hampir sama dengan penger­tian sekarang. Hanya saja kandungan maknanya lebih luas serta lebih generik, lantaran Gregoire menggunakan frase yg lebih tua, yaitu status reipublicae. Dapat dikatakan bahwa di zaman ini, arti perkataan constitution tercer­min pada pernyataan Sir James Whitelocke dalam se­kitar tahun yang sama, yaitu “the natural frame and con­stitution of the policy of this Kingdom, which is juz pub­licum regni”. Bagi James White­locke, juz publicum regni itulah yg adalah kerangka alami serta konstitusi po­li­tik bagi kerajaan.

Dari sini, kita bisa tahu pengertian konsti­tusi dalam 2 konsepsi. Pertama, konsti­tusi menjadi the natural frame of the state yg dapat ditarik ke belakang menggunakan mengaitkannya dengan pengertian politeia da­lam tradisi Yunani Kuno. Kedua, konstitusi dalam arti juz publicum regni, yaitu the public law of the realm. Ci­cero bisa dianggap sebagai sarjana pertama yg meng­gunakan perkataan constitutio dalam pengertian kedua ini, seperti tergambar dalam bukunya “De Re Pub­lica”. Di lingkungan Kerajaan Romawi (Roman Empire), per­kataan constitutio ini pada bentuk Latinnya juga digunakan sebagai istilah teknis buat menyebut the acts of legislation by the Emperor. Menurut Cicero, “This con­s­ti­tution (haec constitution) has a great measure of equa­bi­lity without which men can hardly remain free for any length of time”. Selanjutnya dikatakan oleh Cice­ro 

Now that opinion of Cato becomes more certain, that the constitution of the republic (consitutionem rei publicae) is the work of no single time or of no single man. 

Pendapat Cato dapat dipahami bahwa konstitusi republik bukanlah hasil ker­ja satu wak­tu ataupun satu orang, melainkan kerja kolektif serta saya­mu­indah. Oleh karena itu, dari sudut etimologi, konsep kla­­sik tentang konsti­tusi dan konstitusionalisme dapat ditelusuri lebih mendalam pada perkembangan penger­tian dan penggunaan perkataan politeia dalam bahasa Yunani serta perkataan constitutio dalam bahasa Latin, serta interaksi di antara keduanya satu sama lain di se­panjang sejarah pemikiran maupun pengalaman praktik kehidupan kenegaraan serta hukum. 

Perkembangan-perkembangan demikian itu­lah yg dalam akhirnya mengantarkan umat ma­nu­sia pada pe­ngertian kata constitution itu dalam bahasa Inggris terkini. Dalam Oxford Dictionary, perkataan consti­tution dikaitkan menggunakan beberapa arti, yaitu: “… the act of establishing or of ordai­ning, or the ordinance or re­gu­lation so establi­shed”. Selain itu, istilah constitution juga diartikan menjadi pembuatan atau penyusunan yang me­nentukan hakikat sesuatu (the “make” or com­po­sition which determines the nature of any­thing). Oleh karenanya, constitution bisa pula digunakan buat menyebut “… the body or the mind of man as well as to external ob­jects”. 

Dalam pengertiannya yang demikian itu, kon­stitusi selalu dipercaya “mendahului” dan “menga­tasi” pemerin­ta­han serta segala keputusan dan peraturan lainnya. A Constitution, istilah Thomas Paine, “is not the act of a go­vern­ment but of the people constituting a govern­ment”. Kon­stitusi dianggap mendahului, bukan karena urutan waktunya, melainkan dalam sifatnya yg supe­rior dan kewenangannya buat mengikat.

Konstitusionalisme, merupakan pemikiran yang telah lama berkembang. Pemikiran ini menghendaki pembatasan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan ini terutama dilakukan melalui hukum, lebih khusus lagi melalui konstitusi. Constitutionalisme is belief in imposition of retrains on government by means of constitution. Menurut Lev, pada pada dasarnya konstitusionalisme adalah proses aturan.

Asshiddiqie, memaparkan gagasan konstitusionalisme sebagai seperangkat prinsip yang tercermin pada kelembagaan suatu bangsa serta tidak terdapat yang mengatasinya menurut luar dan nir ada pula yg mendahuluinya.

Fredrich berpendapat konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu formasi aktivitas yg diselenggarakan atas nama masyarakat yg tunduk pada beberapa pembatasan buat menjamin kekuasaan yg dibutuhkan pemerintah itu tidak disalahgunakan oleh orang-orang yg ditugasi memerintah.

Berdasarkan inspirasi konstitusionalisme, semua pemegang kekuasaan harus dibatasi. Di satu sisi tidak ada satu pihak atau satu lembaga pun yg boleh mempunyai kekuasaan tanpa batas. Di sisi lain, setiap hadiah kekuasaan senantiasa perlu disertai dengan pembatasan kekuasaan.

3. Konstitusionalisme, Negara Hukum dan HAM 
Konstitusi, artinya kerangka warga politik, yang diorganisir berdasarkan hukum, yang membangun forum-lembaga tetap dengan tugas dan kewenangan eksklusif. Dengan demikian konstitusi merupakan perpaduan prinsip-prinsip yg mengatur kekuasaan pemerintah, hak-hak rakyat dan interaksi antara kedua hal tersebut.

Konstitusi digunakan pada dua pengertian, yakni konstitusi pada arti abstrak dan konkret. Konstitusi abstrak adalah sistem aturan, norma, dan konvensi yg memutuskan susunan serta kewenangan alat perlengkapan negara itu satu dengan yg lain dan dengan rakyat negara. Adapun konstitusi dalam arti konkret adalah dokumen yg berisi aturan konstitusi yang sangat krusial yang ditetapkan secara resmi. Konstitusi dalam arti konkret pula disebut UUD.

Negara yang berdasar konstitusi merupakan yang kekuasaan pemerintahnya, hak-hak rakyatnya dan interaksi antara kekuasaan pemerintah serta hak-hak rakyat negaranya diatur dengan hukum.

Motivasi yg menjadi latar belakang pembuatan Undang-Undang Dasar bagi negara yg satu tidak selaras dengan negara lain. Hal ini ditimbulkan karena beberapa hal, diantaranya: sejarah yg dialami bangsa yg bersangkutan, cara memperoleh kemerdekaannya, situasi serta syarat dalam waktu menjelang kemerdekaan dan lain sebagainya.

Menurut Bryce, hal-hal yang menjadi alasan sebagai akibatnya sesuatu negara mempunyai Undang-Undang Dasar, terdapat beberapa macam, yaitu:
a. Adanya kehendak masyarakat negara menurut negara yang bersangkutan supaya terjamin hak-haknya, serta bertujuan buat membatasi tindakan-tindakan para penguasa negara tadi.
b. Adanya kehendak menurut penguasa negara serta atau rakyatnya untuk menjamin supaya masih ada pola atau sistem tertentu atas pemerintah negaranya.
c. Adanya kehendak menurut pembentuk negara tadi agar terdapat kepastian tentang cara penyelenggaraan kenegaraannya.
d. Adanya kehendak beberapa negara yang masing-masing semula berdiri sendiri, buat mengklaim kerjasama.

Berdasarkan pendapat Bryce di atas, motivasi adanya konstitusi pertama RI, yaitu UUD 1945 yang dimiliki sesaat selesainya kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945 merupakan kehendak para pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia agar terjamin penyelenggaraan ketatanegaraannya serta mengklaim kepastian aturan.

Negara hukum, dari Aristoteles, merupakan negara yang diperintah menggunakan konstitusi serta berkedaulatan aturan. Terdapat tiga unsur pemerintahan berkonstitusi, yaitu pemerintahan yang dilaksanakan buat kepentingan generik, pemerintahan menurut aturan berdasar ketentuan generik, dan pemerintahan atas kehendak rakyat.

Kant, membicarakan gagasan negara hukum formil, menggunakan mengemukakan unsur-unsurnya, yaitu proteksi HAM dan pemisahan kekuasaan. Stahl, menguraikan unsur negara aturan materiil, dengan menambah dua unsur lain, yaitu tindakan pemerintah wajib berdasar aturan serta adanya peradilan administrasi yg berdiri sendiri.

Menurut Dicey, unsur utama pemerintahan yang kekuasaannya di bawah aturan (rule of law), yaitu supremacy of law, equality before the law, serta constitution based on individual rights. Ismail Suny menandaskan bahwa suatu rule of law harus mempunyai syarat-syarat esensial eksklusif, diantaranya harus masih ada kondisi-syarat minimum dari suatu sistem aturan dimana hak-hak asasi manusia dan human dignity dihormati. 

Negara aturan sudah muncul jauh sebelum terjadinya revolusi 1689 di Inggris tetapi sulit buat mewujudkannya dalam kehidupan bernegara hingga ketika ini. Di Indonesia kata negara hukum adalah terjemahan eksklusif berdasarkan rechsstaat, kata rechsstaat mulai terkenal di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran tentang negara hukum sudah lama adanya. Istilah the rule of law mulai terkenal menggunakan terbitnya sebuah buku berdasarkan Albert Venn Dicey tahun 1885 menggunakan judul Introduction to the study of Law of The Constitution. Perbedaan tadi memunculkan konsep rechsstaat dan konsep the rule of law yang sama-sama mengarahkan pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia walaupun keduanya permanen berjalan dalam target yang sama namun keduanya tetap berjalan menggunakan sistem sendiri yaitu aturan sendiri.

Konsep rechsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut civil law yg mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut, yaitu: 
(1) Adanya pembagian kekuasaan.
(2) Pemerintahan berdasarkan konstitusi
(tiga) Perlindungan hak asasi insan.
(4) Peradilan administrasi negara. 

Dan negara aturan the rule of law bertumpu pada common law, yg menekankan dalam tiga (tiga) tolok ukur atau unsur primer, yaitu:
(1) Supremasi hukum atau supremacy of law
(dua) Persamaan di hadapan aturan atau equality before the law
(3) Konstitusi yang didasarkan dalam hak-hak perorangan atau the constitution based on individual rights.

Jika karakteristik-karakteristik tersebut dikaitkan menggunakan ketentuan aturan yang berlaku pada Indonesia, maka dapat dinyatakan bahwa secara generik Indonesia sudah memenuhi persyaratan menjadi negara hukum bisa terlihat berdasarkan Konstitusi Indonesia. Maka bisa dijabarkan menjadi berikut yaitu adanya pengakuan serta perlindungan atas hak-hak asasi manusia, bisa ditemukan jaminannya pada pada pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, yaitu pada dalam Pembukaan alinea I bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, lalu pada pada alinea IV disebutkan pula keliru satu dasar yaitu ”humanisme yg adil serta beradab”, sedangkan pada pada Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bisa ditemui dalam Pasal 27 (persamaan kedudukan rakyat negara di dalam aturan serta pemerintahan serta persamaan hak atas pekerjaan serta penghidupan yang layak), Pasal 28 (jaminan kemerdekaan buat berserikat dan berkumpul dan mengeluarkan pendapat), Pasal 29 (kebebasan memeluk kepercayaan ), Pasal 30 (kewajiban melakukan usaha pertahanan dan keamanan negara), serta Pasal 31 (jaminan hak buat menerima pengajaran).

Ciri kedua yaitu peradilan yg bebas menurut impak sesuatu kekuasaan, dapat dicermati pada Pasal 24 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa ”kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka buat menyelenggarakan peradilan guna menegakkan aturan dan keadilan”. Ciri selanjutnya tentang legalitas dalam arti hukum segala bentuknya serta kekuasaan yg dijalankan dari atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan serta kebijakannya wajib menurut ketentuan hukum (due process of law) saling keterkaitan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (tiga) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Muchsan beropini bahwa Undang-Undang Dasar sebagai asal aturan yg tertinggi mempunyai dua fungsi, yaitu:
a. Menjamin hak-hak para masyarakat warga , terutama rakyat negaranya berdasarkan tindakan sewenang-wenang para penguasa. Dalam Negara aturan modern yg bertipe welfare state, tujuan ini diteruskan serta diperluas, yakni hingga menggunakan terselenggaranya kepentingan warga sebagai akibatnya nir hanya sekadar terjaminnya perlindungan aturan terhadap hak-hak anggota masyarakat, akan namun juga setiap anggota masyarakat Negara dapat mengembangkan hak-hak sebagai insan.

b. Sebagai landasan struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan suatu sistem ketatanegaraan yang pasti yang ketentuannya sudah digambarkan dalam anggaran-anggaran dan ketentuan Undang-Undang Dasar.

C. Hipotesis
Bahwa pengaturan HAM dalam konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, sangat dipengaruhi sang globalisasi pemikira HAM yang telah sangat mendunia.

D. Tahapan Penelitian 
Penelitian ini dilakukan dalam banyak sekali tahap yg bisa dirinci menjadi berikut:

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan penelusuran pengumpulan serta inventarisasi bahan pustaka tentang aturan, konstitusi HAM serta aneka macam peraturan perundang-undangan, dan surat keterangan tentang globalisasi dan pengaruhnya.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada termin ini dilakukan pengumpulan serta pengkajian terhadap data primer, sekunder serta tersier.

3. Tahap Penyelesaian
Kegiatan yg dilakukan dalam termin ini adalah menganalisa data output penelitian, dilanjutkan menggunakan penyusunan data serta kemudian dilakukan penyusunan laporan penelitian.

PERKEMBANGAN PERBANKAN DI INDONESIA

Perkembangan Perbankan Di Indonesia
A. Kondisi Sebelum Deregulasi
Kondisi sebelum deregulasi sangat ditentukan oleh berbagai kepentingan ekonomi serta politik menurut Pemerintah. Tingkat inflasi yagn tinggi dan syarat ekonomi makro secara umum yg nir indah terjadi bersamaan menggunakan syarat perbankan yagn nir dapat memobilisasikan dana dengan baik, hal tadi adalah fenomena yg terjadi dalam masa sebelum deregulasi tadi seolah – olah sebagai suatu lingkaran yang nir terdapat ujung pangkalnya dan saling mensugesti.

Untuk mengatasi situasi tadi, ditempuh dengan cara melakukan serangkaian kebijakan berupa dergulasi pada sektor riil serta sektor moneter. Pada tahap awal deregulasi lebih cepat dampaknya dalam sektor moneter melalui perubahan pada dunia perbankan. Perubahan yg terjadi jua termasuk peningkatan peraturan pada bidang-bidang eksklusif, sehingga deregulasi ini lebih tepat diartikan menjadi perubahan-perubahan yang dimotori oleh otoritas moneter buat menaikkan kinerja pada global perbankan, serta dalam akhirnya jua diperlukan akan menaikkan kinerja sektor riil.

Fungsi primer perbankan pada masa sehabis kemerdekaan hingga dengan sebelum adanya deregulasi tidak poly mengalami perubahan, yaitu :
· Memobilisasikan dana berdasarkan investor buat membiaya kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik pemerintah serta swasta.
· Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan akbar.
· Mengadministrasikan anggaran pemerintah buat membiayai aktivitas pemerintah
· Menyalurkan dana anggaran buat membiayai acara serta proyek dalam sektor-sektor yang ingin dikembangkan sang pemerintah.

Keadaan perbankan masa belum adanya perangkat peraturan dan perundang-undangan yg secara khusus mengatur global perbankan, merupakan :
· Tidak adanya peraturan perundangan yg mengatur secara kentara mengenai perbankan pada Indonesia.

Sampai akhir tahun 1960-an hanya ada UU No. 13 tahun 1968 yang isinya nir mengatur secara kentara tentang perbankan di Indonesia, lebih cenderung mempertegas kuatnya campur tangan pemerintah di dunia perbankan, yaitu tentang kedudukan bank sentral dan dewan moneter.

· Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank-bank tertentu
KLBI diberikan bukan pada pengertian yg baku, yaitu buat mengatasi kesulitan likuiditas, melainkan diberikan justeru buat tujuan ekspansif.

· Bank poly menanggung program pemerintah 
Bank harus menjalankan kegiatan perbankan yang erat kaitannya dengan acara atau proyek pemerintah.

· Instrumen pasar uang yg terbatas. 
Instrumen yang masih ada dalam pasar uang, yaitu berupa Surat Berharga Pasar Uang(SBPU) serta belum mengenal adanya Serifikat Bank Indonesia (SBI).

· Jumlah bank swasta yg nisbi sedikit, yaitu :
  • BRI (1951) semula bernama Algemene Volkcrediet Bank.
  • Bank Ekpor Impor (1968) menjadi nasionalisasi dari banyak sekali aktivitas Nederlandshe Handel Maatschappij di bidang kemudian lintas pembayaran internasional.
  • Bank Bumi Daya (1968) sebagai nasionalisasi menurut sebagian aktivitas Nederlandshe Handel Maatschappij di bidang perkebunan-perkebunan akbar.
  • Bank dagang Negara (1960) sebagai nasionalisasi berdasarkan aktivitas Escomptobank NV.
  • Bank Tabungan Negara (1963) sebagai nasionalisasi dari Bank Tabungan Pos dalam jaman Hindia Belanda.
  • BNI (1946) didirikan dalam awalnya sebagai bank sentral selama masa perjuangan melawan serangan militer Belanda tahun 1946-1949.
  • Bank Pembangunan Indonesia (1960) didirikan dalam awalnya buat mendorong pembangunan industri manufaktur, pertambangan, serta perkebunan.

· Sulitnya pendirian bank baru. 
Dominasi bank pemerintah yang sangat bertenaga menggunakan segala fasilitas dan kemudahannya menyebabkan sulit sekali bagi bank swasta baru buat masuk dalam persaingan apalagi buat berkembang sebagai bank yg besar .

· Persaingan antar bank yg nir ketat.
Adanya kebijakan bahwa tingkat bunga simpanan serta pinjaman secara sepihak ditentukan oleh bank senral semakin menyebabkan tidak adanya iklim persaingan.

· Posisi tawar menawar (bergaining position) bank relatif lebih kuat daripada nasabah
Bank (pemerintah) seolah-olah tidak merasa membutuhkan nasabah, nasabahlah yang membutuhkan bank.

· Prosedur herbi bank yang rumit 
Bank merasa tidak terlalu membutuhkan nasabah, maka bank jua merasa tidak perlu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada nasabahnya.

· Bank bukan adalah alternatif utama bagi amsyarakat luas buat menyimpan serta meminjam dana.
Masyarakat mini lebih poly herbi pegadaian serta rentenir buat memperoleh pinjaman dana.

· Mobilisasi dana lewat perbankan yg sangat rendah.
Hal-hal pada atas menyebabkan sangat rendahnya mobilisasi dana dari warga luas yang masuk ke perbankan dan kebalikannya arus dana dari perbankan yang disalurkan pada rakyat luas juga sangat rendah.

B. Kondisi Sesudah Deregulasi
Meskipun istilah yg digunakan “deregulasi”, namun tidak berarti bahwa perubahan yg dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan restriksi atau pengaturan di global perbankan. Deregulasi lebih tepat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dimotori sang otoritas moneter buat menaikkan dunia perbankan dan dalam akhirnya jua diharapkan akan menaikkan kinerja sektor riil.

Kebijakan deregulasi yang sudah dilakukan :
a. Paket 1 Juni 1983 yang berisi tentang
1. Penghapusan pagu kredit serta restriksi aktiva lain sebagai instrument pengendali jumlah uang yang tersebar (JUB)
2. Pengurangan KLBI kecuali buat sector – sector tertentu
3. Pemberian kebebasan bank generik buat tetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman kecuali buat sector – sector tertentu
b. Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBL
c. Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SPBU dan fasilitas diskonto sang BI
d. Paket 27 Oktober 1988 yang berisi tentang:
1. Pengerahan dana rakyat, yg meliputi:
Kemudahan pembukaan kantor bank:
· Bank pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta nasional, serta bank koperasi dapat membuka cabang pada seluruh wilayah Indonesia.
Pembukaan tempat kerja cabang pembantu cukup dilakukan dengan memberitahu Bank Indonesia. 

Kejelasan aturan pendirian bank swasta
  • Modal disetor bank umum minimal Rp. 10 Miliar
  • Modal disetor BPR minimal Rp. 50 Juta.
  • BPR bisa ditingkatkan sebagai benk umum
  • BPR dapat menghimpun dana menurut warga pada bentuk giro, deposito serta tabungan.
  • Pembukaan kemungkinan buat mendirikan bank adonan antara bank nasional serta bank asing
  • Bank dan lebambaga keuangan bukan bank mampu menerbitkan sertifikat deposito tanpa memerlukan izin
  • Semua bank bisa memberikan layanan tabanas serta tabungan lainnya.
2. Efisiensi forum keuangan, yg meliputi :
BUMN dan BUMD bukan bank dapat menempatkan sampai dengan 50 % dana dalam bank nasional manapun. 
Batas maksimum hadiah kredit (BMPK) bagi bank serta forum bukan bank 


3. Pengendalian kebijakan moneter, yang meliputi :
  • Likuditas wajib minimum perbankan dan lembaga keuangan bukan bank diturunkan menurut 15% menjadi 2 % berdasarkan jumlah dana pihak ketiga 
  • SBI serta SPBU yang semula hanya berjangka saat 7 hari, kini ditambah dengan yg berjangka saat hingga 6 bulan 
  • Batas maksimum pinjaman antar bank ditiadakan 
4. Pengembangan pasar modal, yg meliputi:
  • Bunga deposito berjangka serta sertifikat depositodikenakan pajak penghasilan sebesar 15 % supaya dunia perbankan menerima perlakuan yang sama dengan pasar modal 
  • Penangguhan pengenaan pajak penghasilan terhadap bunga tabungan 
  • Perluasan bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat dilakukan dengan penjualan saham baru melalui pasar modal pada samping peningkatan penyertaan oleh pemegang saham 
e. Paket 20 Desember 1988 yg berisi tentang :
1. Aturan penyelenggaraan bursa efek oleh swasta
2. Alternative asal pembiayaan berupa sewa guna bisnis, anjak piutang, kapital ventura, perdagangan surat berharga, kartu kredit, anjak piutang serta pembiayaan konsumen.
3. Bank serta lembaga keuangan bukan bank dapat melakukan kegiatan perdagangan surat berharga, kartu kredit, anjak piutang serta pembiayaan konsumen.
4. Kesempatan pendirian perusahaan iuran pertanggungan kerugian, premi jiwa, reasuransi, broker iuran pertanggungan, adjuster premi dan aktuaria.

f. Paket 25 Maret 1989 yang berisi tentang:
1. Penyempurnaan paket sebelumnya.
2. Bank serta forum keuangan bukan bank bisa memiliki net open position maksimum sebesar 25 % berdasarkan modal sendiri

g. Paket 29 Januari 1990 yg berisi tentang penyempurnaan paket sebelumnya menuju usaha mini agar dilakukan secara luas sang seluruh bank.

h. Paket 28 Februari 1991 yang berisi tentang penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan lembaga keuangan dengan prinsip kehati-hatian sehingga dapat permanen mempertahankan agama masyarakat terhadap forum keuangan.
i. UU Nomor 7 Tahun 1992 mengenai Perbankan
j. Paket 29 Mei 1993 yg berisi mengenai penyempurnaan anggaran kesehatan bank meliputi:
1. Rasio kecukupan kapital ( capital adequacy ratio )
2. Batas maksimum anugerah kredit ( BMPK )
3. Kredit Usaha Kecil ( KUK )
4. Pembentukan cadangan piutang
5. Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga ( loan to deposit ratio )

Sehingga dalam masa sehabis deregulasi ini perbankan di Indonesia mempunyai ciri-karakteristik sbb : 
• Peraturan yang memberikan kepastian hukum.
• Jumlah bank partikelir bertambah banyak.
• Tingkat persaingan bank semakin bertenaga, lantaran:
a) Pemberia KLBI buat kesulitan nonlikuiditas semakin dikurangi.
b) Bank lebih leluasa menentukan sektor-sektor yang ingin dikembangan.
c) BUMN bebas menyalurkan 50% penempatan dana ke semua bank nasional.
d) Bunga bebas dipengaruhi sang masing-masing bank.
• Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang.
• Kepercayaan rakyat terhadap bank yg semakin tinggi.
• Mobilisasi dana melalui sector perbankan yang semakin besar .

C. Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an
1) Tingkat kepercayaan masyarakat pada serta luar negeri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastis.
Kepercayaan rakyat buat menyimpan dana dalam bank turun karena masyarakat poly memperoleh warta mengenai pertarungan yg masih ada dalam bank-bank yang terdapat. Banyak bank yg melanggar anggaran-anggaran kesehatan bank berdasarkan Bank Indonesia, poly bank yang likuiditas, banyak kabar tentang kredit macet, poly bank yang ditutup, adanya perkara pengembalian dana simpanan nasabah, dan poly perkara perbankan yg lain.

2) Sebagian akbar bank pada keadaan tidak sehat.
Peraturan kesehatan bank sulit sekali buat diterapkan pada syarat krisis ekonomi ini, karena bila aturan diterapkan apa adanya maka sebagian akbar bank sudah nir lagi layak buat meneruskan aktivitas usahanya.pelanggaran yang paling menonjol merupakan tidak terpenuhinya rasio kecukupan kapital serta batas maksimum hadiah kredit.

3) Adanya spread negatif.
Kepercayaan masyarakat sangat rendah terhadap perbankan serta kebijakan uang ketat sang otoritas moneter melalui pernaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mengakibatkan perbankan nir memiliki alternative lain umtuk menghimpun dan menyalurkan dana. Konsekuensi dari kebijakan spread negative ini adalah bank harus menanggung rugi pada aktivitas bisnis penghimpunan serta penyaluran dananya.

4) Munculnya penggunaan peraturan perundangan yg baru.
Peraturan serta perundangan baru yang ditetapkan sesudah adanya krisis ekonomi ini diantaranya adalah:
a) Undang-undang Nomer 3 Tahun 2004 tentang Perubahaan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
b) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
c) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
d) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/33/KEP/DIR lepas 12 Mei 1999 tentang Bank Umum.
e) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 mengenai Bank Umum Berdasarkan prinsip Syariah.
f) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat.
g) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 mengenai Bank Perkreditan Rakyat prinsip Syariah.
h) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/37/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 mengenai Bank Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kator Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan berdasarkan Bank Yang Berkedudukan pada Luar Negeri.
i) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/50/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan serta Tata Cara Pembelian Saham Bank Umum.
j) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/51/KEP/DIR lepas 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dab Tata Cara Merger, Konsolidasi serta Akusisi Bank Umum.
k) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dab Tata Cara Merger, Konsolidasi serta Akusisi Bank Perkreditan Rakyat.
l) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/53/KEP/DIR lepas 14 Mei 1999 mengenai Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran serta Likuidasi Bank Umum.
m) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/53/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran serta Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat.

5) Jumlah bank menurun.
Kondisi sektor rill yang sanngat lemah, proporsi kredit bermasalah yg semakin akbar, dan likuditas yg semakin rendah menyebabkan bank makin usang makin sulit buat meneruskan bisnis.

D. Kondisi Terakhir
Tiga hal krusial menandai kondisi terakhir sector perbankan di Indonesia. Ketiga hal tadi merupakan:
1) Selesainya penyusutan Arsitektur Pernbankan Indonesia (API).munculnya API ini dipicu oleh adanya krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi pada Indonesia mulai tahun 1997.
2) Serangkaian planning serta komitmen pemerintah, DPR dan Bank Indonesia untuk membentuk atau menyusun:
a) Lembaga penjamin simpanan
b) Lembaga pengawas perbankan yg idependen
c) Otoritas jasa keuangan
3) Kinerja perbankan yang lebih pertanda syarat masa peralihan atau awal masa pemulihan menurut krisis ekonomi kea rah kondisi perbankan yg lebih sesuai menggunakan praktik-praktik perbankan yang lebih baik. 

Praktik perbankan yg lebih baik ini diantaranya menunjuk pada:
a) Manajemen pengelolaan risiko yang lebih baik.
b) Struktur perbankan nasonal yg lebih baik.
c) Penerapan prinsip kehati-hatian yang konsisten.

4) Penyaluran dana masyarakat kearah yg lebih mencerminkan bank menjadi perantara keuangan menggunakan permanen berlandaskan prinsip kehati-hatian.

JENIS BANK
Bank didefinisikan oleh undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagai ‘badan usaha yg menghimpun dana berdasarkan masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkan pada masyarakat pada bentuk kredit serta atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka menaikkan taraf hayati warga poly.’Penggolongan bank nir hanya berdasarkan jenis aktivitas usahanya, melainkan jua meliputi bentuk badan hukumnya, pendirian serta kepemilikannya, sasaran pasarnya, dan menurut aktivitas operasionalnya.

1. Jenis Bank Menurut Kegiatan Usahanya
Sebelum diberlakukannya undang- undang Nomor 7 Tahun 1992, bank dapat digolongkan menurut jenis kegiatan usahanya, misalnya bank tabungan, bank pembangunan, dan bank ekspor impor. Setelah undang- undang tersebut berlaku, jenis bank yg diakui secara resmi hanya terdiri atas 2 jenis, yaitu Bank Umun serta Bank Perkreditan Rakyat(BPR). Jika hingga sampai saat ini masih terdapat bank menggunakan nama depan Bank Pembangunan atau bank tabungan dan lain- lain, maka kata tersebut hanyalah sekedar nama dan bukan menerangkan gerombolan bank tertentu. Dijelaskan lebih lanjut pada undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 ayat 2 pasal lima bahwa ‘bank umum bisa mengkhususkan diri buat melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar pada aktivitas eksklusif’sebagai akibatnya meskipun jenisnya dibatasi hanya bank umum dan BPR, bank umum bisa saja berspesialisasi dalam bidang ataupun jenis aktivitas eksklusif tanpa harus menjadi suatu kelompok eksklusif. 

a. Bank Umum
Bank generik didefinisikan sang Undang- undang nomor 10 Tahun 1998 sebagai bank yg melaksanakan aktivitas usaha secara konvensional dan dari prinsip syariah yg dalam kegiatannya memberikan jasa dalam kemudian lintas pembayaran. Kegiatan- aktivitas bisnis yang bisa dilakukan oleh bank umum secara lengkap merupakan:
1) Menghimpun dana berdasarkan rakyat pada bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya yg dapat dipersamakan menggunakan itu.
2) Memberikan kredit.
3) Menerbitkan surat pengakuan utang.
4) Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri juga buat kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
a) Surat- surat wesel termasuk wesel yg diakseptasi oleh bank yg masa berlakunya tidak lebih usang daripada kebiasaan pada perdagangan surat- surat dimaksud.
b) Surat pengakuan utang serta kertas dagang lainnya yg masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat- surat dimaksud.
c) Kertas perbendaharaan Negara dan surat jaminan pemerintah
d) Sertifikat Bank Indonesia.
e) Obligasi
f) Surat dagang berjangka waktu hingga menggunakan satu tahun.
g) Instrument surat berharga lain yg berjangka saat hingga dengan satu tahun.
5) Memindahkan uang baik buat kepentingan sendiri juga buat kepentingan nasabah(transfer).
6) Menempatkan dana dalam, meminjam dana berdasarkan, atau meminjam dana pada pihak lain, baik menggunakan memakai surat, wahana telekomunikasi maupun dengan wesel tunjuk, cek, atau wahana lainnya.
7) Menerima pembayaran menurut tagihan atas surat berharga serta melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8) Menyediakan loka buat menyimpan barang serta surat berharga (safe deposit box).
9) Melakukan aktivitas penitipan buat kepentingan pihak lain menurut suatu kontrak.
10) Melakukan penempatan dana berdasarkan nasabah pada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yg tidak tercatat di bursa impak.
11) Melakukan aktivitas anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
12) Menyediakan pembiayaan atau melakukan aktivitas lain berdasarkan prinsip syariah, sinkron menggunakan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
13) Melakukan aktivitas pada valuta asing menggunakan memenuhi ketentuan yang ditetapkan sang Bank Indonesia.
14) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain pada bidang keuangan misalnya sewa guna usaha, kapital ventura, perusahaan efek, premi, serta forum kliring penyelesaian serta penyimpanan, menggunakan memenuhi ketentuan yg ditetapkan sang Bank Indonesia.
15) Melakukan aktivitas penyertaan kapital ad interim buat mengatasi dampak kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan dari prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, menggunakan memenuhi ketentuan yg ditetapkan sang Bank Indonesia.
16) Bertindak menjadi pendiri dana purna tugas dan pengurus dana pensiun sesuai ketentuan pada peraturan perundang- undangan dana pension yang berlaku.
17) Membeli sebagian atau semua agunan, baik melalui pelelangan mau;pun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara senang rela sang pemilik jaminan pada hal nasabah debitor tidak memenuhi kewajibannya dalam bank, dengan ketentuan jaminan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
18) Melakukan kegiatan lain yg lazim dilakukan sang bank sepanjang tidak bertentangan menggunakan undang- undang dan peraturan perundangan lain yang berlaku.

Disamping kegiatan- aktivitas yang bisa dilaksanakan sang bank umum pada atas, masih ada juga aktivitas yang adalah embargo bagi bank generik sebagai berikut:
1) Melakukan penyertaan modal kecuali pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan dan kecuali penyertaan modal sementara untuk mengatasi dampak kegagalan kredit atau kegagalan penbiayaan berdasarkan prinsip syariah.
2) Melakukan bisnis peransuransian.
3) Melakukan bisnis lain diluar aktivitas usaha sebagaimana diuraikan di atas.

b. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat didefinisikan oleh Undang- undang nomor 10 Tahun 1998 menjadi bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional serta/atau dari prinsip syariah yg pada kegiatannya nir memberikan jasa pada lalu lintas pembayaran. Kegiatan- kegiatan bisnis yg bisa dilakukan sang Bank Perkreditan Rakyat secara lengkap adalah:
1) Menghimpun dana berdasarkan masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yg dipersamakan dengan itu.
2) Memberikan kredit
3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai menggunakan ketentuan yg ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Menempatkan dananya pada bentuk Sertifikat Bank Indonesia(SBI), deposito berjangka, dan tabungan dalam bank lain.

Disamping kegiatan- kegiatan yg bisa dilaksanakan sang BPR pada atas, masih ada pula aktivitas yang merupakan larangan bagi BPR menjadi berikut:
1) Menerima simpanan berupa giro serta ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2) Melakukan kegiatan bisnis pada valuta asing
3) Melakukan penyertaan modal
4) Melakukan usaha perasuransian
5) Melakukan usaha lain diluar aktivitas bisnis sebagaimana dimaksud pada atas.

Berdasarkan kegiatan usaha serta larangan- larangan pada atas, maka secara umum BPR mempunyai aktivitas bisnis yg lebih terbatas dibandingkan Bank Umum. Bank umum bisa menghimpun dana dalam bentuk simpanan berdasarkan warga berupa giro, tabungan, dan deposito, sedangkan BPR tidak boleh menghimpun dana dalam bentuk giro serta juga nir boleh ikut dan dalam kemudian lintas pembayaran. Bank umum bisa melakukan kegiatan bisnis dalam valuta asing, sedangkan BPR nir dibolehkan. Bank Umum dapat melakukan penyertaan kapital pada forum keuangan serta buat mengatasi kredit macet, sedangkan BPR sama sekali nir boleh melakukan penyertaan modal. Dalam hal melakukan usaha perasuransian. BPR dan Bank Umum sama- sama nir boleh diperbolehkan.

2. Jenis Bank Menurut Bentuk Badan Usaha
Setiap pihak yg melakukan aktivitas menghimpun dana dari warga dalam bentuk simpanan harus terlebih dahulu memperoleh bisnis menjadi bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali bila kegiatan menghimpun dana berdasarkan rakyat dimaksud diatur dalam undang- undang tersendiri. Untuk memperoleh biar usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat, suatu forum keuangan harus memenuhi persyaratan mengenai:
  • susunan organisasi serta prmodalan 
  • permodalan 
  • kepemilikan 
  • keahlian di bidang perbankan 
  • kelayakan planning kerja 
Badan aturan suatu bank generik dapat berupa :
  • Perseroan terbatas 
  • Koperasi 
  • Perusahaan wilayah 
Sedangkan badan aturan Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa :
  • Perusahaan wilayah 
  • Koperasi 
  • Persereoan terbatas 
  • Bentuk lain yg pada memutuskan peraturan Pemerintah 
Di samping itu mengingat pada ketika diterapkannya UU No7 Tahun 1992 banyak terdapat lembaga-lembaga keuangan terutama pada pedesaan yang mempunyai kegiatan seperti Bank Perkreditan warga , maka lembaga-forum keuangan tadi di berikan status menjadi BPR yang tata caranya pada terapkan menggunakan Peraturan Pemerintah. Lembaga-lembaga keuangan tersebut antara lain : Bank Desa, lumbung Desa, Bank pasar, dan lain-lain.

3. Jenis Bank Menurut Pendirian serta Kepemilikan
Undang- undang No10 Tahun 1998 serta Surat Keputusan Direktur BI No 32/33/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999 mengenai Bank generik tetapkan ketentuan-ketentuan mengenai pendirian dan kepemilikan Bank misalnya di uraikan di bawah ini:

a. Bank Umum
1) Pendirian
Bank umum hanya bisa didirikan serta melakukan kegiatan bisnis dengan ijin Direksi Bank Indonesia sang:
a) Warga Negara Indonesia atau Badan aturan Indonesia.
b) Warga Negara Indonesia atau Badan aturan Indonesia menggunakan warga Negara asing dan Badan Hukum asing secara kemitraan.

Modal disetor buat mendirikan bank ditetapkan sekurang- kurangnya sebanyak Rp tiga.000.000.000.000,00(3 triliun rupiah). Modal disetor bagi bank yang berbadan hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan harus, serta hadiah sebagaimana diatur pada UU mengenai perkoperasian. Sedangkan modal disetor yang asal menurut masyarakat Negara asing atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada atas dengan tinggi- tingginya sebanyak 99% menurut modal disetor bank. Pemberian biar pada bank umum dilakukan pada dua termin. Pertsetujuan prinsip, yaitu persetujuan buat melakukan persiapan pendirian bank, serta lalu biar usaha, yaitu izin yang diberikan buat melakukan aktivitas usaha sesudah persiapan terselesaikan dilakukan.

2) Persetujuan Prinsip
Permohonan untuk menerima persetujuan prinsip diajukan sekurang- kurangnya sang seseorang calon pemilik kepada Direksi Bank Indonesia sinkron menggunakan format yang telah dipengaruhi, serta dilampiri menggunakan:

a) Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yg sekurang- kurangnya memuat:
  • Nama dan tempat kedudukan 
  • Kegiatan usaha menjadi bank 
  • Permodalan 
  • Kepemilikan 
  • Wewenang, tanggung jawab, serta masa jabatan dewan komisaris serta direksi 
b) Data kepemilikan berupa:
  • Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing- masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan wilayah 
  • Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan harus serta daftar bantuan gratis bagi bank yg berbentuk badan hukum koperasi 
c) Rencana susunan organisasi
d) Rencana kerja buat tahun pertama yg sekurang- kurangnya memuat:
  • Hasil penelaahan mengenai peluang pasar serta potensi ekonomi 
  • Rencana kegiatan usaha yg meliputi penghimpunan serta penyaluran dana serta langkah- langkah aktivitas yg akan dilakukan pada mewujudkan planning dimaksud 
  • Rencana kebutuhan pegawai 
  • Proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulan yg dimulai sejak bank melakukan aktivitas operasional dan proyeksi neraca dalam perhitungan keuntungan rugi. 
e) Bukti setoran modal sekurang- kurangnya 30% berdasarkan kapital disetor minimum, dalam bentuk fotocopi bilyet deposito dalam Bank Indonesia dan atas nama “Direksi bank Indonesia qq.keliru seseorang calon pemilik utnuk pendirian bank bersangkutan”, menggunakan mencantumkan informasi bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis berdasarkan Direksi Bank Indonesia.

f) Surat pernyataan menurut calon pemegang saham bagi bank yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas/ Perusahaan Daerah atau menurut calon anggota bagi bank yang berbentuk badan hokum Koperasi,bahwa setoran kapital tadi”
Tidak berasal berdasarkan pinjaman atau fasilitas pembiayaan pada bentuk apapun berdasarkan bank serta pihak lain pada Indonesia. 
Tidak berasal dari serta untuk tujuan pencucian uang(money loundering) 

Persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip diberikan selambat- lambatnya 60 hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka menaruh persetujuan atau penolokan, Bank Indonesia harus melakukan:
a) Penelitian atas kelengkapan serta kebenaran dokumen
b) Analisis yang mencakup diantaranya tingkat persaingan yang sehat antar bank, taraf kejenuhan jumlah bank, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional
c) Wawancara terhadap calon pemilik, dewan komisaris, dan direksi

Persetujuan prinsip tadi berlaku buat jangka waktu 360 hari terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip dikeluarkan. Pihak yg menerima persetujuan prinsip tidak boleh melakukan aktivitas usaha, sebelum mendapat izin bisnis.

3) Izin Usaha
Permohonan buat menerima biar bisnis diajukan sang direksi bank pada Direksi Bank Indonesia sinkron menggunakan format yang sudah ditentukan dan dilampiri dengan:
a) Akta pendirian badan aturan, termasuk anggaran dasar yang sudah disahkan oleh instansi berwenang
b) Data kepemilikan berupa:
Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing- masing kepemilikan saham bagi bank yg berbentuk badan aturan Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah 
Daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan utama serta simpanan harus, dan daftar bantuan gratis bagi bank yg berbentuk badan hukum Koperasi 
c) Daftar susunan dewan komisaris serta direksi
d) Susunan organisasi serta system serta mekanisme kerja, termasuk susunan personalia
e) Bukti pelunasan modal disetor minimum, dalam bentuk fotokopi bilyet deposito dalam Bank Indonesia serta atas nama “Direksi bank Indonesia qq.galat seseorang calon pemilik utnuk pendirian bank bersangkutan”, menggunakan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah menerima persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indonesia.
f) Bukti kesiapan operasional diantaranya berupa:
  • Daftar aktifa tetap dan investaris 
  • Bukti kepemilikan, dominasi atau perjanjian sewa- menyewa gedung tempat kerja 
  • Foto gedung kantor dan rapikan letak ruangan 
  • Contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional bank 
  • NPWP serta tanda daftar perusahaan 
g) Surat pernyataan menurut pemegang saham bagi bank yg berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau menurut anggota bagi bank yang berbentuk badan hokum koperasi, bahwa pelunasan kapital disetor tadi:
  • Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank dan pihak lain pada Indonesia 
  • Tidak berasal menurut serta utnuk tujuan pembersihan uang 
h) Surat pernyataan nir merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi anggota dewan komisaris
i) Surat pernyataan tidak merangkap jabatan bagi anggota direksi
j) Surat pernyataan berdasarkan anggota dewan komisaris bahwa yg bersangkutan tidak memiliki hubungan keluarga sinkron ketentuan
k) Surat pernyataan berdasarkan anggota direksi bahwa yang bersangkutan nir memiliki interaksi famili sinkron ketentuan.
l) Surat pernyataan berdasarkan anggota direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri- sendiri juga bersama- sama nir memiliki saham melebihi 25% menurut kapital disetor dalam suatu perusahaan lain

Persetujuan atau penolakan atas permohonan biar usaha diberikan selambat- lambatnya 60 hari selesainya dokumen permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka menaruh persetujuan atau penolakan tersebut, Bank Indonesia wajib melakukan:
a) Penelitian atas kelengkapan serta kebenaran dokumen
b) Wawancara terhadap calon pemilik, dewan komisaris, serta direksi, dlam hal masih ada penggantian atas calon yg diajukan sebelumnya.

Bank yg sudah menerima biar usaha menurut Direksi Bank Indonesia wajib melakukan aktivitas usaha selambat- lambatnya60hari terhitung semenjak tanggal izin bisnis dikeluarkan. Laporan pelaksanaan kegiatan usaha harus disampaikan oleg direksi bank pada Bank Indonesia selambat- lambatnya 10 hari selesainya tanggal dimulainya aktivitas operasional. Apabila selesainya jangka saat tadi bank belum melakukan aktivitas usaha, Direksi Bank Indonesia membatalkan izin bisnis yang telah dikeluarkan.

4) Kepemilikan
Kepemilikan bank sang badan hukun Indonesia setinggi-tingginya sebesar kapital sendiri higienis badan hukum yang bersangkutan. Modal sendiri bersih merupakan:
a) Penjumlahan dari kapital disetor, cadangan serta keuntungan, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah
b) Penjumlahan dari simpanan utama, simpanan harus, hadiah, kapital penyertaan, dana cadangan, serta sisa hasil bisnis, dikurangi penyertaan serta kerugian, bagi badan aturan koperasi

Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank dihentikan:
a) berasal berdasarkan pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun berdasarkan bank serta pihak lain pada Indonesia
b) berasal menurut serta buat tujuan pencucian uang yang dapat menjadi pemilik bank merupakan pihak- pihak yang:
a) tidak termasuk pada daftar orang tercela pada bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan sang Bank Indonesia
b) menurut evaluasi Bank Indonesia yg bersangkutan memiliki integritas yg baik

Perubahan komposisi kepemilikan yg tidak menyebabkan penggantian serta penambahan pemilik bank, harus dilaporkan sang direksi bank pada Bank Indonesia selambat- lambatnya 10 hari setelah perubahan dilakukan.

5) Dewan komisaris serta direksi
Anggota dewan komisaris serta direksi harus memenuhi ketentuan- ketentuan sebagai berikut:

a) Persyaratan generik anggota dewan komisaris dan direksi:
tidak termasuk pada daftar orang tercela pada bidang perbankan sinkron menggunakan yg ditetapkan sang Bank Indonesia 
memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya 
menurut evaluasi Bank Indonesia yg bersangkutan memiliki integritas yg baik 

b) bank yg sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing bisa menempatkan rakyat Negara asing sebagai anggota dewan komisaris serta direksi

c) jumlah anggota dewan komisaris sekurang- kurangnya 2 orang dan wajib mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang perbankan.

d) Anggota dewan komisaris hanya dapat merangkap jabatan:
Sebagai anggota dewan komisaris sebanyak- banyaknya dalam satu bank lain atau Bank Perkreditan Rakyat. 
Sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif yg memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak- banyaknya dalam 2 perusahaan lain bukan bank atau bukan Bank Perkreditan Rakyat 

e) Mayoritas anggota dewan komisaris dilarang mempunyai hubungan keluarga hingga dengan derajat kedua termasuk suami/ istri, menantu, serta ipar menggunakan anggota dewan komisaris lain

f) Direksi bank sekurang- kurangnya berjumlah tiga orang serta mayoritas berdasarkan anggota direksi harus berpengalaman dalam operasional bank sekurang- kurangnya lima tahun sebagai pejabat eksekutif pada bank

Laporan pengangkatan anggota dewan komisaris atau direksi wajib disampaikan sang direksi bank kepada bank Indonesia selambat- lambatnya 10 hari setelah pengangkatan dimaksud disahkan oleh kedap umum pemegang saham atau rapat anggota, disertai dengan notulen kedap umum pemegang saham atau notulen rapat anggota.

b. Bank Perkreditan Rakyat
BPR hanya bisa didirikan serta dimiliki sang masyarakat Negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia yg seluruh pemiliknya masyarakat Negara Indonesia, Pemerintah Daerah, atau bisa di miliki beserta pada antar ketiganya.bank umum serta BPR yg bentuk badan hukumnya perseroan terbatas sangat di mungkinkan mengalami perubahan kepemilikan. Perubahan kepemilikan ini terutama lantaran Bank Umum serta BPR yang bentuk hukumnya Perseroan Terbatas bisa menerbitkan saham, meskipun hanya saham atas nama. Khusus untuk Bank Umum dapat menjual sahamnya melalui emisi saham di Bursa Efek. Saham yg wajib diterbitkan berupa saham atas nama supaya Bank Indonesia dapat memonitor perubahan kepemilikan bank. Meskipun kepemilikan sangat mungkin terjadi menggunakan cara jual beli saham di bursa imbas, namun mengingat sahamnya atas nama maka perubahan tadi bisa terus dipantau sang Bank Indonesia buat tujuan supervisi dan pembinaan

4. Jenis Bank Menurut Target Pasar
a. Retail Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayanan serta transaksi pada nasabah- nasabah retail. Pengertian retail di sini adalah nasabah- nasabah individual, perusahaan, dan forum lain yg skalanya kecil. Meskipun menurut pengertian kata ‘mini ’ atau ‘retail’(retail) adalah relative, namun umumnya jika dicermati menurut jasa kredit yg diberikan, nasabah debitor yg dilayani merupakan yg memerlukan fasilitas kredit tidak lebih besar berdasarkan Rp 20 miliar. 

b. Corporate Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi pada nasabah- nasabah yang berskala besar . Pelayanan dan transaksi yang diberikan kepada suatu perusahaan sering kali membawa konsekuensi berupa pelayanan yg harus diberikan jua kepada karyawan, direksi, dan komisaris menurut perusahaan tadi secara individual. Pelayanan yang diberikan secara perorangan pada sini diarahkan buat menjalin kerjasama yang lebih baik menggunakan nasabah- nasabah korporasi.

c. Retail- Corporate Bank
Bank jenis ini menaruh pelayanan tidak hanya kepada nasabah retail namun jua pada nasabah korporasi. Penyebab munculnya bank jenis ini tidaklah seragam. Ada bank yg sejak awal sudah memilih buat menjadi bank yg melayani baik nasabah retail maupun korporasi. Bank jenis ini memandang bahwa potensi baik pasar ritel serta korporasi harus dimanfaatkan untuk mengoptimalkan keuntungan aporisma, meskipun masih ada kemungkinan penurunan efisiensi. .

5. Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
a. Bank Konvensional
Bank yg dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah terdapat terlebih dahulu, sebagai norma serta sudah dipakai secara meluas dibandingkan menggunakan metode bagi output.

Bank konvensional pada umumnya beroperasi menggunakan mengeluarkan produk-produk buat menyerap dana warga antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang sudah dihimpun menggunakan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit kapital kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya misalnya jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, serta perdagangan impak.

Bank konvensional bisa memperoleh dana menurut pihak luar, contohnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, serta obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling akbar. Pendapatan bank tadi, kemudian dialokasikan buat cadangan utama, cadangan sekunder, penyaluran kredit, serta investasi. Bank konvensional misalnya bank generik dan BPR

b. Bank Syariah
Bank syariah timbul pada Indonesia pada athun baru 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.bank syariah adalah bank yang beroperasi sinkron dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya merupakan bank yg pada operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yg menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yg menjiwai semua interaksi transaksinya adalah efesiensi, keadilan, serta kebersamaan. Efisiensi mengacu dalam prinsip saling membantu secara sinergis buat memperoleh laba sebanyak mungkin.keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, lapang dada, menggunakan persetujuan yg matang atas proporsi masukan serta keluarannya. Kegiatan bank syariah pada hal penentuan harga produknya sangat tidak sama menggunakan bank konvensional.

Penentuan harga bagi bank syariah berdasarkan pada kesepakatan antara bank menggunakan nasabah penyimpan dana sinkron dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yg akan menentukan besar kecilnya porsi bagi output yg akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku padabank syariah.
1) Pembiayaan dari prinsip bagi hasil (mudharabah).
2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan kapital (musharakah).
3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
4) Pembiayaan barang kapital menurut sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
5) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yg disewa menurut pihak bank sang pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan dalam Alquran serta hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya menggunakan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank merupakan riba.