PENGERTIAN TUGAS & TANGGUNG JAWAB MANAGER

Pengertian Tugas & Tanggung Jawab Manager - Sebuah perusahaan, organisasi maupun instansi yg sukses maka haruslah mempunyai manager yang handal serta profesional. Dalam tata bahasa manager merupakan penyusun atau orang yg menyusun standar kerja para bawahannya sinkron perintah atasan maupun bidang jabatan yang diembannya. Sama seperti tugas serta tanggung jawab supervisor maka manager inipun mempunyai tugas serta tanggung jawab yg akbar. Seorang manager haruslah orang yg benar-benar mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi, berwawasan luas, memiliki pandangan hidup kerja yang tinggi sanggup membina serta melakukan komunikasi yg baik antara atasan dan bawahannya. Tugas setiap manager di perusahaan instansi juga organisasi tergantung berdasarkan jabatan yang ia emban atau sinkron menggunakan kebijaksanaan perusahaan, instansi maupun organisasi. Nah berikut ini merupakan tugas seseorang manager antara lain adalah sebagai berikut:

Menetapkan, menyetujui dan mengkomunikasikan standar kinerja dan perilaku.
Tugas manager merupakan menjelaskan juga memberi instruksi kerja kepada staff secara sempurna, dan memiliki baku kerja yang wajib dipenuhi, serta selalu meyakinkan para bawahannya bahwa mereka akan melaksanakannya menggunakan baik serta lancar.
Mengomunikasikan ke atasan dan ke staff.
Anda menjadi seorang manager wajib memiliki komunikasi yg baik antara atasan dan bawahan anda. Banyak masalah didalam organisasi yang disebabkan oleh kurangnya komunikasi yg jelas antara manajemen serta staff. Sebagai seseorang manager, Anda wajib sangat aktif dan tepat pada memberikan kabar dari para manager dan staff Anda, serta pula pada memberikan laporan dari staff ke manager Anda sehingga perkara-masalah bisa diselesaikan.
Memonitor penampilan kerja staff.
Sebagai seseorang manager Anda wajib poly memakai saat Anda di lapangan, memastikan bahwa staff Anda mengerjakan apa yg harus mereka kerjakan, Anda tidak dapat mengontrol secaraa efektif apabila Anda mempergunakan seluruh ketika Anda dengan duduk pada tempat kerja saja. Melakukan "coaching" dan memberikan umpan kembali kepada staff. Ketika Anda memonitor staff Anda, tugas Anda bukanlah buat mencari kesempatan buat menghukum kesalahan-kesalahannya. Tugas Anda adalah buat menghargai pekerjaan yang sudah dilakukannya dengan baik, serta membantu staff memperbaiki kesalahan-kesalahan yg sudah dibuatnya. Ini berarti bekerja menggunakan mereka secara terus menerus buat menaikkan penampilan kerja mereka setiap saat.
Memecahkan masalah-kasus kerja yg ada.
Ketika Anda menemukan kasus-perkara di tempat kerja, Anda wajib melakukan lebih dari sekedar melaporkan masalah-kasus tersebut kepada atasan Anda, apabila Anda bisa, Anda seharusnya secara aktif merampungkan kasus-masalah dengan staff Anda. Seorang manager yang baik adalah seseorang pemecah masalah (duduk perkara solver), bukan menjadi seseorang yang melaporkan perkara saja.
Menegakkan disiplin.
Seorang manager yg profesional dapat meyakinkan staffnya buat mengikuti aturan dan kebijakan organisasi. Dia mengoreksi staffnya yang melanggar aturan menggunakan cara yg manusiawi serta efektif. Menghargai serta menegakkan hak-hak pekerja. Seorang manager yang profesional menyadari bahwa semua pekerja memiliki hak-hak yg harus dilindungi, Para manager bekerja keras buat meyakinkan bahwa hak-hak pekerjanya dihargai.

EMPAT KONSEKUENSI UTAMA DARI SEBUAH STRUKTUR ORGANISASI

Empat Konsekuensi Utama Dari Sebuah Struktur Organisasi
Desain organisasi melahirkan empat konsep yg pula penting pada struktur organisasi, yaitu kekuasaan (power), wewenang (authority), tanggung jawab (responsibility), dan pelimpahan kewenangan (delegation). Setiap bagian dalam suatu orgariisasi memiliki kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab. Ketika kekuasaan, kewenangan, dan tanggung jawab nir dapat sepenuhnya dipegang oleh seseorang, maka dapat dilakukan apa yang dinamakan menjadi pelimpahan kekuasaan dan kewenangan sekaligus jua tanggung jawab atau apa yg dinamakan sebagai delegation.

KEKUASAAN (POWER)
Kekuasaan sering kali dikonotasikan negatif apabila dikaitkan dengan berita politik. Padahal pada pengertian yg paling sederhana, kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan buat memengaruhi orang atau merubah orang atau situasi. Apabila perubah­an dalam orang atau situasi adalah perubahan yang baik, tentunya power tersebut mem­berikan konotasi yg positif bahkan sangat dibutuhkan. Konotasi negatif dari kekuasaan sering kali ada dikarenakan terdapat aneka macam kasus di mana seseorang atau sebuah organisasi yang diberi kekuasaan tidak menggunakannya buat hal yang positif.

Kekuasaan sesungguhnya adalah konsekuensi logis yg muncul menurut setiap organisasi yg pada dalamnya terdapat pimpinan serta bawahan, atau manajemen zenit dan manajemen taraf bawah. Lantaran organisasi adalah deretan orang pada pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan buat membarui situasi melalui orang­orang supaya perubahan terjadi. Agar perubahan ini dapat terjadi, maka kekuasaan di­perlukan.

Faktor yg Mendasari Adanya Kekuasaan
Menurut French serta Raven, sebagaimana dikutip sang Stoner, Freeman serta Gilbert (1995), terdapat 5 faktor yang mendasari lahirnya sebuah kekuasaan(sources of power). Kelima faktor tersebut merupakan reward power, coercive power, legitimate power, expert power, dan referent power.

Reward Power
Reward power atau kekuasaan buat menaruh penghargaan merupakan kekuasaan yang muncul menjadi akibat menurut seseorang yang posisinya memungkinkan dirinya buat . Menaruh penghargaan terhadap orang-orang yg berada di bawahnya. Sebagai contoh adalah kekuasaan yg dimiliki oleh seseorang manajer personalia atau manajer SDM. Disebabkan posisi dirinya membawahi seluruh asal daya insan organisasi atau energi kerja berdasarkan sebuah perusahaan contohnya, maka seseorang manajer personalia mempunyai reward power dikarenakan bagian yg lebih tinggi dari manajer personalia tadi akan menanyakan mengenai Kinerja tenaga kerja perusahaan melalui manajer personalia tadi. Akibatnya, manajer personalia mempunyai kekuasaan tadi. Orang­orang atau tenaga kerja yang berada di bawah manajer personalia menggunakan sendirinya memiliki semacam ketergantungan terhadap manajer personalia, sehingga manajer personalia tersebut bisa, dikatakan mempunyai semacam kekuasaan yang dinamakan sebagai reward power lantaran penghargaan terhadap Kinerja SDM dapat dikatakan sangat tergantung pada evaluasi dari manajer personalia tadi.

Coercive Power
Coercive power atau kekuasaan buat menaruh sanksi adalah kebalikan atau sisi negatif menurut reward power. Kekuasaan ini adalah kekuasaan seorang buat memberikan hukuman atas Kinerja yang jelek yang ditunjukkan oleh SDM atau energi kerja pada sebuah organisasi. Setiap pimpinan dalam dasarnya memiliki reward sekaligus coercive power ini. Oleh karenanya, setiap pimpinan perlu buat sangat berhati-hati dalam menggunakan jenis kekuasaan ini, karena dalam dasarnya setiap manusia tidak terdapat yang menginginkan buat menerima sanksi.

Legitimate Power
Legitimate power atau kekuasaan yg sah adalah kekuasaan yg timbul menjadi dampak berdasarkan suatu legitimasi eksklusif. Misalnya, seorang yg diangkat menjadi pemimpin, secara otomatis dia meroniliki semacam kekuasaan yg absah atau terlegitimasi. Demikian juga seorang yg diangkat sebagai manajer, direktur, serta hierarki pimpinan lainnya.

Expert Power
Expert power atau kekuasaan yg berdasarkan keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yang ada sebagai dampak menurut kepakaran atau keahlian yg dimiliki sang seseorang. Seorang dokter, misalnya, mempunyai semacam kekuasaan ini. Dikarenakan dirinya memiliki keahlian dalam mendiagnosa suatu penyakit, maka secara sadar mau­pun nir sadar, seorang pasien yang berkonsultasi kepada dokter akan mengikuti apa saja yg diusulkan atau dianjurkan oleh sang dokter sejauh hal tersebut mampu membantu oleh pasien buat sembuh berdasarkan penyakitnya. Demikian juga dengan pakar-ahli pada bidang lainnya.

Referent Power
Referent power merupakan kekuasaan yang ada akibat adanya karakteristik yg diperlukan sang seorang atau sekelompok orang terhadap seseorang yg mempunyai dampak terhadap seseorang atau sekelompok orang tadi. Ketika masyarakat meng­inginkan sosok pemitnpin yang jujur contohnya, maka waktu ada sosok calon presiden yang dikenal menjadi seseorang yg amanah menggunakan sendirinya sang calon presiden tersebut memiliki apa yang dinamakan menjadi referent power tersebut dikarenakan orang-orang tengah menginginkan karakteristik yg dimiliki sang sang calon presiden tadi, yaitu kejujuran.

Setiap bagian menurut struktur organisasi sebagaimana diterangkan pada bagian awal bab ini memiliki jenis kekuasaannya masing-masing, terutama di bagian yang berada pada hierarki yg paling tinggi pada suatu organisasi, seperti direktur, presiden direktur, serta sejenisnya. Pada umumnya kekuasaan tadi lebih disebabkan lantaran legitimasi tertentu yg dipengaruhi sang mekanisme dalam organisasi. Kekuasaan ter­sebut mencakup kekuasaan buat memerintah, mengoreksi, atau pun mengoordinasikan bagian yg berada di bawahnya. Tetapi, dikarenakan kekuasaan pengertiannya sangat luas serta lebih poly dipakai pada istilah politik, maka dalam organisasi, kata kekuasaan cenderung sporadis dipergunakan. Sebagai gantinya istilah kewenangan atau authority lebih acapkali digunakan. 

KEWENANGAN (AUTHORITY)
Kewenangan atau authority dalam dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang acapkali kali digunakan dalam sebuah organisasi. Kewenangan adalah kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam sebuah organisasi, seorang yg ditunjuk atau dipilih buat memimpin suatu organisasi, bagian, atau departemen memiliki ke­wenangan atau kekuasaan yg terlegitimasi. Seseorang yang ditunjuk buat menjadi manajer personalia dengan sendirinya terlegitimasi buat memiliki wewenang pada mengatur aneka macam hal yg terkait menggunakan sumber daya manusia atau orang-orang yg terdapat pada pada organisasi.

Dua Pandangan Mengenai Kewenangan Formal
Terdapat 2 pandangan mengenai kewenangan formal, yaitu pandangan klasik (classical view) dan pandangan berdasarkan penerimaan (acceptance, view).

Pandangan Klasik
Pandangan klasik mengenai kewenangan formal memperlihatkan bahwa kewenangan pada dasarnya terlahir menjadi dampak adanya wewenang yg lebih tinggi dari kewenangan yang diberikan. Misalnya saja, seseorang manajer menerima wewenang formal akibat adanya pemberian kewenangan menurut pihak yg memiliki kewenangan yg lebih tinggi, contohnya saja direktur utama. Seorang kapten dalam tradisi militer memiliki kewenangan formal buat memerintah para prajurit dikarenakan kewenangan tersebut diterimanya berdasarkan seseorang yg memiliki kewenangan yang lebih tinggi menurut­nya, misalnya dari jenderal. Dengan demikian, kewenangan formal menurut pandangan klasik bersifat pendekatan top-down, atau dari hierarki yg atas ke hierarki yg lebih bawah.

Pandangan Berdasarkan Penerimaan
Pandangan kedua cenderung tidak selaras menggunakan pandangan yang pertama. Tidak setiap wewenang yg bersifat top-down serta-merta akan dijalankan oleh bawahan. Kadangkala kita mendapati apa yg diperintahkan sang atasan contohnya nir dijalankan oleh bawahan. Hal tersebut barangkali bukan ditimbulkan bahwa oleh atasan nir memiliki kewenangan, akan tetapi apa yg lalu dilakukan sang atasan nir dapat diterima sang bawahan. Pandangan yg dari penerimaan (acceptance view) memandang bahwa wewenang formal akan cenderung dijalankan atau diterima sang bawahan tergantung menurut beberapa persyaratan. Persyaratan tadi sebagaimana dikemukakan sang Chester Barnard terdiri berdasarkan empat hal, yaitu (1) bawahan dapat tahu apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan; (dua) pada saat oleh bawahan tetapkan buat menjalankan apa yg diperintahkan sang atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau tidak bertentangan menggunakan planning pencapaian tujuan organisasi; (tiga) dalam waktu oleh bawahan tetapkan buat menjalankan apa yg diperintahkan oleh atasannya, beliau meyakini bahwa apa yg diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif langsung atau kelompoknya; serta (4) sang bawahan mampu secara mental juga fisik menjalankan apa yg diperintahkannya.

Berdasarkan kedua pandangan ini, mampu dikatakan bahwa nir setiap kewenangan bisa mengganti situasi ke arah yang diinginkan. Berbagai jenis organisasi tentunya mempunyai kekhasannya sendiri, apakah cenderung mengikuti pandangan klasik atau pandangan yg menurut penerimaan. Hal tadi sangat bergantung pada banyak sekali faktor internal dan eksternal yg dihadapi oleh organisasi David McClelland mengemukakan ada "2 muka menurut kekuasa­an'; yaitu sisi negatif serta sisi positif. Sisi negatif mengandung arti bahwa memiliki kekuasaan berarti menguasai orang lain yg lebih lemah. Kepemimpinan yg didasarkan atas sisi negatif kekuasaan memperlakukan orang sebagai tidak lebih menurut "bidak" yg diguna­kan atau dikorbankan bila perlu. Hal ini kentara merugikan, lantaran orang-orang yg merasa hanya sebagai "bidak" akan cenderung me­nentang kepemimpinan atau menjadi pasif.

Sisi positif kekuasaan ditandai menggunakan perhatian dalam pencapai­an tujuan kelompok. Ini meliputi penggunaan imbas atas nama, serta bukan kekuasaan di atas orang lain. Manajer yg memakai kekuasaan positif mendorong anggota gerombolan buat mekar­kan kekuatan serta kecakapan yg mereka butuhkan buat me­raih sukses sebagai perseorangan atau an.U!Ota suatu organisasi. Peng­gunaan kekuasaan secara tepat adalah motivator akbar bagi ang­gota organisasi.

Keluasan kewenangan serta kekuasan. Semua anggota organisasi mem­punyai peraturan, kode etik, atau batasan-batasan tertentu dalam we­wenangnya, misalnya yang ditunjukkan dalam tabel berikut adalah:

Tabel Batasan-batasan internal dan eksternal untuk wewenang serta kekuasaan


Lingkupan wewenang serta kekuasaan manajerial ini akan sema­kin luas pada manajemen zenit suattt organisasi dan semakin me­nyempit dalam strata yg lebih rendah berdasarkan rantai komando, se­perti terlihat pada gambar diatas.

Tanggung jawab serta akuntabilitas. Tanggung jawab (responsibility) adalah kewajiban buat melakukan sesuatu yang muncul bila seseorang bawahan mendapat wewenang manajer buat mendelegasikan tugas atau fungsi eksklusif. Istilah lain yang seringkali dipakai adalah akunta­bilitas (accountability) yg berkenaan menggunakan fenomena bahwa ba­wahan akan selalu diminta pertanggungjawabannya atas pemenuhan tanggung jawab yg dilimpahkan kepadanya.

Jadi, nir seperti tanggung jawab, akuntabilitas merupakan faktor di luar individu dan perasaan pribadinya. Pemegang akuntabilitas berarti bahwa seorang atasan dapat memberlakukan hukuman atau balas­ jasa kepadanya tergantung bagaimana beliau menjadi bawahan sudah menjalankan tanggung jawabnya.

Persamaan kewenangan serta tanggung jawab. Salah satu prinsip organi­sasi penting adalah bahwa indi%zdu-individu seharusnya diberi wewe­nang untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Sebagai model, jika tanggung jawab seseorang manajer adalah mempertahankan kapasitas produksi eksklusif, maka dia wajib diberi kebebasan secukupnya un­tuk membuat keputusan-keputusan yang mensugesti kapasitas produksi.

Persamaan tanggung jawab serta kewenangan tadi adalah baik pada teori, tetapi sukar dicapai. Terjadi banyak pertentangan pen- . Dapat pada kasus ini. Secara ringkas bisa disimpulkan, wewe­nang serta tanggung jawab merupakan sama pada jangka panjang (in the long run). Dalam jangka pendek (in the short run), bagaimanapun juga, tanggung jawab seseorang manajer hampir selalu lebih akbar dari wewenangnya, lantaran ini merupakan karakteristik delegasi.

Pengaruh. Pengaruh (influence) merupakan suatu transaksi sosial di mana seseorang atau grup dibujuk oleh seorang atau kelompok lain buat melakukan aktivitas sesuai dengan harapan mereka yg menghipnotis. Pengaruh tercermin pada perubahan konduite atau si­kap yang diakibatkan secara pribadi berdasarkan tindakan atau keteladanan orang atau kelompok lain. Pengaruh bisa muncul lantaran status ja­batan, kekuasaan mengawasi dan menghukum, pemilikan fakta lebih lengkap, ataupun penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik. Proses efek tergantung pada 3 unsur, yaitu pihak yang mensugesti, metoda menghipnotis dan pihak yg dipenga­ruhi.

STRUKTUR LINI DAN STAF
Konsep lini dan staf tak jarang membingungkan, sehingga pada sub bab ini akan dibahas bentuk organisasi lini serta staf; kewenangan lini, staf dan fungsional; dan sumber pertarungan lini-staf.

Organisasi Lini
Semua organisasi memiliki sejumlah fungsi-fungsi dasar yang harus dilaksanakan. Sebagai model, organisasi perusahaan biasanya paling sedikit memiliki tiga fungsi dasar - produksi (manufactur­ing atau operasi), pemasaran (atau penjualan) dan keuangan. Fungsi­fungsi dasar tadi dilaksanakan sang seluruh organisasi, baik manu­facturer, pedagang eceran, perusahaan jasa, ataupun organisasi "nonprofit". Fungsi-fungsi ini umumnya disusun pada suatu organi­sasi lini dimana rantai perintah adalah kentara dan mengalir kebawah melalui strata-tingkatan manajerial. Gambar 10.4. Memperlihatkan sebuah contoh organisasi lini (tidak lengkap). Seperti terlihat, indivi­du-individu dalam departemen-departemen melaksanakan kegiatan­aktivitas utama perusahaan - produksi, pemasaran dan keuangan. Setiap orang mempunyai hubungan pelaporan hanya menggunakan satu atasan, sehingga ada kesatuan perintah.


Organisasi Lini serta Staf
Staf merupakan individu atau grup (terdiri para ahli) da­lam struktur organisasi yg fungsi utamanya menaruh saran dan pelayanan pada fungsi lini. Karyawan staf atau staf departemen ti­dak secara pribadi terlibat pada aktivitas primer organisasi atau departemen. Sebagai model, staf seorang ahli pemeliharaan nir men­ciptakan produk, menjual, serta mengelola keuangan. Gambar dibawah ini mendeskripsikan orgarusasi lini serta staf, pada mana posisi staf dibubuhi buat memberikan saran serta pelay-anan departe­men-departemen lini (Ian membantu mereka mencapai tujuan orga­nisasi dengan lebih efektif.

Beberapa alasan mengapa organisasi perlu membedakan antara kegiatan-kegiatan lini dan staf. Pertama, lantaran aktivitas-aktivitas lini mencerminkan pekerjaan pokok organisasi; manajemen puncak wajib secara spesifik memperhatikan kebutuhan integritas serta dampak de­partemen-departemen tersebut. Pembatasan aplikasi departemen lini menggunakan melimpahkan terlalu banyak wewenang kepada staf bisa mengurangi moral dan efisiensi departemen bersangkutan. Kedua, pengetatan yg wajib dibuat organisasi pada ketika krisis sangat pada­tentukan oleh pilihan terhadap departemen lini atau staf. Sebagai model, suatu perusahaan yg sedang menghadapi penurunan per­mintaan produknya (lantaran kondisi ekonomi yang tidak mengun­tungkan) cenderung melakukan pengetatan terutama pada departe­men lini. Namun jika permintaan tetap bertenaga tetapi organisasi perlu menekan biaya , maka pengetatan lebih cenderung dilakukan dalam departemen staf.

WEWENANG LINI, STAF DAN FUNGSIONAL 
Wewenang Lini
Wewenang Lini (lme authority) merupakan kewenangan dimana atasan me­lakukannya atas bawahannya pribadi. Ini diwujudkan pada wewe­nang perintah serta secara pribadi tercermin sebagai rantai perintah, serta diturunkan kebawah melalui strata organisasi.

Wewenang Staf
Wewenang staf (staff authority) adalah hak yang dipunyai sang satu­an-satuan staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi reko­mendasi, atau konsultasi pada personalia lini. Ini tidak memberi­kan kewenangan pada anggota staf buat'memerintah lini menger­jakan aktivitas tertentu. 

Wewenang Staf Fungsional
Wewenang staf fungsional (functional staff authority) adalah hubung­an terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Jika pada­limpahi wewenang fungsional sang manajemen puncak

SUMBER KONFLIK LINI-STAF
Beberapa faktor dapat menimbulkan aneka macam kontlik di antara departemen serta orang-orang lini dan staf. Faktor-faktor tersebut mencakup :
1. Perbedaan umur serta pendidikan, orang-orang staf umumnya le­bih belia serta lebih berpendidikan daripada orang-orang staf, sebagai akibatnya menyebabkan "generation gap".
2. Perbedaan tugas, dimana orang lini lebih teknis serta generalis, sedang staf spesialis. Hal ini mengakibatkan peristiwa-insiden se­bagai berikut :
a. Karena staf sangat spesialis, mungkin menggunakan kata­
b. Istilah serta bahasa yg tidak dapat dipahami orang lini,
c. Orang lini mungkin merasa bahwa staf seorang ahli nir sepe­
d. Nuhnya mengerti kasus-perkara lini serta menganggap
e. Saran mereka nir bisa diterapkan atau dikerjakan.

3. Perbedaan sikap, ini tercermin dalam :
a. Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cen­derung menaruh perintah-perintah kepada orang lini buat menunjukan eksistensinya.
b. Orang staf cenderung merasa yg paling berjasa buat ga­gasan-gagasan yang diimplementasikan sang lini;sebaliknya,
c. Orang lini mungkin nir menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan perkara-masalahnya.
d. Orang staf selalu merasa pada bawah perintah orang lini; dilain
e. Pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin mem­perluas kekuasannya.

4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin nir mengko­munikasikan• secara jelas luasnya wewenang staf pada hubung­annya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempat kan nisbi dalam posisi tinggi dekat manajemen zenit. Depar­temen lini menggunakan strata lebih rendah cenderung tidak se­nang menggunakan hal tadi.

Ada dua tipe staf, yaitu staf pribadi dan staf spesialis. Staf pri­badi (personal staff) dibentuk buat memberikan saran, bantuan serta jasa pada seseorang manajer (individual). Staf pribadi kadang-ka­dang diklaim menjadi "asisten" atau "asisten staf", yang memiliki tugas bermacam-macam buat atasan serta umumnya generalis.

Sedangkan staf seorang ahli memberikan saran, konsultasi, donasi, serta melayani seluruh lini dan unsur organisasi. Disebut staf "spe­sialis" karena fungsinya sempit dan membutuhkan keahlian spesifik. Staf spesialis mencakup seorang ahli pembelian, personalia, hukum, pemeliharaan serta sebagainya. Staf seorang ahli mung­kin bertanggung jawab ke tingkatan-tingkatan organisasi yang berma­cam-macam, misalnya tingkatan divisi, strata bagian, ataupun ting­katan cabang yg berdiri sendiri.

DELEGASI WEWENANG
Delegasi dapat didefinisikan sebagai pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk melaksanakan ke­giatan tertentu. Delegasi wewenang adalah proses pada mana para mana­jer mengalokasikan wewenang ke bawah pada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat kegiatan terjadi waktu delegasi dilaku­kan :
a. Pendelegasi tetapkan serta memberikan tujuan serta tugas ke­dalam bawahan.
b. Pendelegasi melimpahkan kewenangan yang diharapkan buat mencapai tujuan atau tugas.
c. Penerimaan delegasi, baik tersirat atau eksplisit, menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab.
d. Pendelegasi mendapat pertanggungjawaban bawahan buat ha­sil-output yg dicapai.

Efektivitas delegasi adalah faktor utama yg membedakan ma­najer sukses serta manajer tidak sukses.
Alasan-alasan Pendelegasian
Ada beberapa alasan mengapa perlu pendelegasian. Pertama, pendelegasian memungkinkan manajer dapat mencapai lebih dari apabila mereka menangani setiap tugas sendiri. Delegasi kewenangan berdasarkan atas­an ke bawahan merupakan proses yg diharapkan supaya organisasi dapat berfungsi lebih efisien. Delegasi pula memungkinkan manajer memusatkan tenaganya pada tugas-tugas prioritas yg lebih krusial. Di lain pihak, delegasi memungkinkan bawahan untuk turmbuh serta berkembang, bahkan bisa digunakan sebagai indera buat belajar menurut kesalahan.

Delegasi dibutuhkan lantaran manajer tidak selalu mempunyai se­mua pengetahuan yang diharapkan buat membuat keputusan. Me­reka mungkin menguasai "the big picture" namun tidak relatif me­ngerti mengenai perkara lebih jelas. Sehingga, supaya organisasi da­pat memakai sumber daya-sumber dayanya lebih efisien maka aplikasi tugas-tugas tertentu didelegasikan pada tingkatan or­ganisasi yang serendah mungkin di mana masih ada relatif kemampu­an dan berita buat menyelesaikannya.

Pedoman Klasik untuk Delegasi Efektif 
Ada pada satu atau beberapa manajer puncak saja. Suatu organi­sasi yg tumbuh semakin akbar serta kompleks, ada kecende­rungan buat menaikkan desentralisasi. Begitu jua, tingkat pertumbuhan yang semakin cepat akan memaksa manajemen mempertinggi delegasi wewenangnya.

Prinsip-prinsip klasik yang bisa dijadikan dasar buat delegasi yang efektif merupakan :
1. Prinsip Skalar. Dalam proses pendelegasian harus ada garis we­wenang yang kentara mengalir setingkat demi setingkat berdasarkan ting­katan organisasi paling atas ke strata paling bawah. Garis we­wenang yg kentara akan menciptakan lebih mudah bagi setiap ang­gota organisasi buat mengetahui :(a) kepada siapa beliau bisa mendelegasikan, (b) dari siapa dia akan menerima delegasi, serta (c) pada siapa beliau wajib menaruh pertanggungjawaban. 

Dalam proses pembuatan garis wewenang diharapkan dele­gasi penuh, ) yg berarti bahwa seluruh tugas organisasi yang. Pada­perlukari' harus dibagi habis. Proses ini buat menghindari ter­jadinya (a) gaps, yaitu tugas-tugas yg tidak ada penanggung jawabnya, (b) overlaps, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan kepada lebih dari satu orang individu, serta (c) splits, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan ke­pada lebih berdasarkan satu satuan or( granisasi. Bila hal-hal ini terjadi akan menimbulkan kebaiauan wewenang dan aktuitabilitas.

2. Prinsip kesatuan perintah. Prinsip kesatuan perintah menyata­kan bahwa setiap bawahan pada organisasi seharusnya melapor hanya kepada seorang atasan. Pelaporan pada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami kesulitan buat mengeta­hui kepada siapa pertanggung jawaban diberikan serta instruksi mana yang harus diikuti. Disamping itu, bawahan dapat meng­hindari tanggung jawab atas pelaksanaan tugas yg jelek de­ngan alasan banyaknya tugas menurut atasan lain.

3. Tanggung jawab, kewenangan serta akuntabiditas. Seperti telah ba­nyak dibahas pada muka, prinsip ini menyatakan bahwa (a) agar orgazusasi bisa menggunakan asal daya-sumber dayanya de­ngan lebih efisien, tanggung jawab buat tugas-tugas tertentu diberikan ke tingkatan organisasi yg paling bawah di mana terdapat cukup kemampuan serta fakta buat menyeiesaikannya; (b) konsekuensi masuk akal peranan tadi adalah bahwa setiap individu pada organisasi buat melaksanakan tugas yang dilim­pahkan kepadanya menggunakan efektif, dia harus diberi kewenangan secukupnya; serta (c) bagian krusial menurut delegasi tanggung ja­wab dan wewenang adalah akuntabilitas-penerimaan tanggung jawab serta wewenang berarti individu pula sepakat buat meneri­ma tuntutan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas. Bagi ma­najer, selain harus mempertanggung tawabkan tugas-tugasnya sendiri, juga wajib mempertanggung jawabkan aplikasi tugas bawahannya.

Pengembangan komunikasi antara manajer dan bawahan akan meningkatkan saling pengertian dan membuat delegasi lebih efektif. Yang mengetahui kemampuan bawahannya dapat lebih rea­listis memilih tugas-tugas mana dapat didelegasikan kepada ba­wahan eksklusif. Bawahan yg didorong buat memakai ke­mampuannya serta merasa manajer mereka akan memberikan "du­kungan" akan lebih bersemangat dalam mendapat tanggung jawab.

Louis Allen sudah mengemukakan beberapa teknik spesifik untuk membantu manajer melakukan delegasi dengan efektif.
1. Tetapkan tujuan. Bawahan wajib diberitahu maksud serta pen­tingnya tugas-tugas yang didelegasikan pada mereka.
2. Tegaskan tanggung jawab dan kewenangan. Bawahan wajib diberi kabar menggunakan jelas "mengenai apa yg mereka wajib pertang­gung jawabkan serta bagian menurut sumber daya-sumber daya orga­nisasi mana yg ditempatkan di bawah wewenangnya.
3. Berikan motivasi pada bawahan. Manajer bisa mendorong : bawahan melalui perhatian dalam kebutuhan dan tujuan mereka yg sensitif.
4. Meminta penyelesaian kerja. Manajer memberikan panduan, donasi serta liputan pada bawahan, sedangkan para bawah­an wajib melaksanakan pekerjaan sesungguhnya yang telah pada­delegasikan.
5. Berikan latihan. Manajer perlu mengarahkan bawaharn buat mengembangkan aplikasi kerjanya.
6. Adakan supervisi yg memadai. Sistem pengawasan yang terpercaya (seperti laporan mingguan) dibentuk supaya manajer tidak perlu menghabiskan waktunya menggunakan menyelidiki pekerjaan ba­wahan terus menerus.

SENTRALISASI dan DESENTRALISASI
Faktor krusial lainnya yg memilih efektifitas organisasi adalah derajat sentralisasi atau desentralisasi kewenangan. Konsep sen­tralisasi, misalnya konsep delegasi, berhubungan dengan derajat pada ma­na kewenangan dipusatkan atau disebarkan. Bila delegasi umumnya ber­hubungan menggunakan seberapa jauh manajer mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan yang secara pribadi melapor kepadanya, desentralisasi adalah konsep yg lebih luas dan berhu­bungan menggunakan seberapa jauh manajemen puncak mendelegasikan kewenangan ke bawah ke divisi-divisi, cabang-cabang atau satuan-sa­tuan organisasi taraf lebih bawah lainnya.

Sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan serta wewenang pada strata atas suatu organisasi. Desentralisasi merupakan penyebaran atau pelimpahan secara meluas kekuasaan serta pembuatan keputusan ke­strata-tingkatan organisasi yang lebih rendah.

Keuntungan-laba desentralisasi adalah sama dengan ke­untungan-keuntungan delegasi, yaitu mengurangi beban manajer pun­cak, memperbaiki pembuatan keputusan lantaran dilakukan dekat de­ngan permasalahan, mempertinggi latihan, moral dan inisiatif mana­jemen bawah, serta menciptakan lebih fleksibel serta lebih cepat dalam pembuatan keputusan. Keuntungan-laba ini nir berarti bahwa desentralisasi "baik" dan sentralisasi "jelek", lantaran tidak ada organisasi yang sepenuhnya bisa disentralisasi atau di desentra­lisasi. Oleh sebab itu, pertanyaarnya merupakan bukan apakah organisasi wajib didesentralisasi, tetapi hingga seberapa jauh desentralisasi per­lu dilakukan.

Faktor-faktor yg Mempengaruhi Derajat Desentralisasi
Desentralisasi memiliki nilai hanya bila bisa membantu or­ganisasi mencapai tujuannya menggunakan efisien. Penentuan derajat de­sentraligasi sangat dipengaruhi sang faktor-faktor menjadi beriku t:
1. Filsafat manajemen. Banyak manajer puncak yg sangat oto­kratik dan menginginkan supervisi sentra yang bertenaga. Hal ini akan menghipnotis kesediaan manajemen buat mendelegasi­kan wewenangnya.
2. Ukuran serta tingkat pertumbuhan organisasi. Organisasi tidak mungkin efisien jika semua wewenang pembuatan keputusan
3. Strategi dan lingkungan organisasi. Strategi organisasi akan menghipnotis tipe pasar, lingkungan teknologi, dan persaingan yang wajib dihadapinya. Faktor-faktor ini selanjutnya akan menghipnotis derajat desentralisasi.
4. Penyebaran geografis organisasi. Pada umumnya, semakin me­nyebar satuan-satuan organisasi secara geografis, organisasi akan cenderung melakukan desentralisasi, karena pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan syarat lokal masing-ma­sing.
5. Tersedianya alat-alat supervisi yang efektif. Organisasi yang kekurangan alat-alat-alat-alat efektif buat melakukan penga­wasan satuan-satuan taraf bawah akan cenderung melakukan sentralisasi bila manajemen nir dapat menggunakan gampang memoni­tor pelaksanaan kerja bawahannya.
6. Kualitas manajer. Desentralisasi memerlukan lebih poly ma­najer-manajer yang berkualitas, lantaran mereka wajib menciptakan keputusan sendiri.
7. Keaneka-ragaman produk dan jasa. Makin beraneka-ragam pro­duk atau jasa yang ditawarkan, organisasi cenderung melakukan desentralisasi, dan kebalikannya semakin nir beraneka-ragam, le­bih cenderung sentralisasi.
8. Karakteristik-karakteristik organisasi lainnya, misalnya biaya serta risiko yg berhubungan dengan pembuatan keputusan, sejarah pertumbuhan organisasi, kemampuan manajemen bawah, dan sebagainya.

Faktor-faktor yg mempengaruhi derajat sentralisasi dan desentralisasi dalam, suatu organisasi, mungkin tidak sinkron menggunakan berbe­danya divisi atau departemen organisasi atau perubahan lingkunaan internal juga eksternai. Jadi, pendekatan paling logik yang bisa dipakai organisasi adalah mengamati segala kemungkinan yang terjadi (contingency approach).

EMPAT KONSEKUENSI UTAMA DARI SEBUAH STRUKTUR ORGANISASI

Empat Konsekuensi Utama Dari Sebuah Struktur Organisasi
Desain organisasi melahirkan empat konsep yg pula krusial dalam struktur organisasi, yaitu kekuasaan (power), wewenang (authority), tanggung jawab (responsibility), dan pelimpahan wewenang (delegation). Setiap bagian dalam suatu orgariisasi memiliki kekuasaan, kewenangan, dan tanggung jawab. Ketika kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab nir dapat sepenuhnya dipegang sang seorang, maka dapat dilakukan apa yg dinamakan menjadi pelimpahan kekuasaan dan wewenang sekaligus pula tanggung jawab atau apa yg dinamakan menjadi delegation.

KEKUASAAN (POWER)
Kekuasaan acapkali kali dikonotasikan negatif apabila dikaitkan menggunakan info politik. Padahal dalam pengertian yang paling sederhana, kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk memengaruhi orang atau merubah orang atau situasi. Apabila perubah­an dalam orang atau situasi adalah perubahan yang baik, tentunya power tadi mem­berikan konotasi yg positif bahkan sangat diharapkan. Konotasi negatif menurut kekuasaan sering kali ada dikarenakan terdapat berbagai perkara di mana seseorang atau sebuah organisasi yg diberi kekuasaan nir menggunakannya buat hal yg positif.

Kekuasaan sesungguhnya adalah konsekuensi logis yang muncul menurut setiap organisasi yang di dalamnya masih ada pimpinan serta bawahan, atau manajemen zenit dan manajemen tingkat bawah. Lantaran organisasi adalah deretan orang pada pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan buat mengganti situasi melalui orang­orang supaya perubahan terjadi. Agar perubahan ini bisa terjadi, maka kekuasaan pada­perlukan.

Faktor yang Mendasari Adanya Kekuasaan
Menurut French serta Raven, sebagaimana dikutip oleh Stoner, Freeman dan Gilbert (1995), terdapat lima faktor yang mendasari lahirnya sebuah kekuasaan(sources of power). Kelima faktor tersebut adalah reward power, coercive power, legitimate power, expert power, dan referent power.

Reward Power
Reward power atau kekuasaan buat memberikan penghargaan merupakan kekuasaan yg timbul menjadi akibat dari seseorang yang posisinya memungkinkan dirinya untuk . Menaruh penghargaan terhadap orang-orang yang berada pada bawahnya. Sebagai contoh merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh seorang manajer personalia atau manajer SDM. Disebabkan posisi dirinya membawahi seluruh asal daya manusia organisasi atau tenaga kerja menurut sebuah perusahaan misalnya, maka seseorang manajer personalia mempunyai reward power dikarenakan bagian yg lebih tinggi dari manajer personalia tadi akan menanyakan mengenai Kinerja energi kerja perusahaan melalui manajer personalia tersebut. Akibatnya, manajer personalia mempunyai kekuasaan tadi. Orang­orang atau tenaga kerja yang berada di bawah manajer personalia dengan sendirinya mempunyai semacam ketergantungan terhadap manajer personalia, sebagai akibatnya manajer personalia tadi dapat, dikatakan mempunyai semacam kekuasaan yang dinamakan menjadi reward power karena penghargaan terhadap Kinerja SDM bisa dikatakan sangat tergantung pada evaluasi dari manajer personalia tadi.

Coercive Power
Coercive power atau kekuasaan buat memberikan sanksi adalah kebalikan atau sisi negatif berdasarkan reward power. Kekuasaan ini adalah kekuasaan seseorang buat menaruh hukuman atas Kinerja yg jelek yg ditunjukkan sang SDM atau energi kerja pada sebuah organisasi. Setiap pimpinan pada dasarnya mempunyai reward sekaligus coercive power ini. Oleh karenanya, setiap pimpinan perlu buat sangat berhati-hati dalam memakai jenis kekuasaan ini, karena pada dasarnya setiap insan nir ada yang menginginkan buat menerima hukuman.

Legitimate Power
Legitimate power atau kekuasaan yang absah adalah kekuasaan yang timbul menjadi akibat berdasarkan suatu legitimasi tertentu. Misalnya, seorang yg diangkat menjadi pemimpin, secara otomatis beliau meroniliki semacam kekuasaan yang sah atau terlegitimasi. Demikian jua seseorang yang diangkat menjadi manajer, direktur, serta hierarki pimpinan lainnya.

Expert Power
Expert power atau kekuasaan yang menurut keahlian atau kepakaran merupakan kekuasaan yang ada menjadi dampak berdasarkan kepakaran atau keahlian yang dimiliki sang seorang. Seorang dokter, contohnya, mempunyai semacam kekuasaan ini. Dikarenakan dirinya mempunyai keahlian pada mendiagnosa suatu penyakit, maka secara sadar mau­pun nir sadar, seorang pasien yang berkonsultasi pada dokter akan mengikuti apa saja yg diusulkan atau dianjurkan oleh oleh dokter sejauh hal tadi bisa membantu sang pasien buat sembuh berdasarkan penyakitnya. Demikian jua dengan ahli-pakar di bidang lainnya.

Referent Power
Referent power merupakan kekuasaan yg timbul dampak adanya karakteristik yang dibutuhkan sang seseorang atau sekelompok orang terhadap seorang yang mempunyai dampak terhadap seseorang atau sekelompok orang tersebut. Ketika rakyat meng­inginkan sosok pemitnpin yang jujur contohnya, maka waktu ada sosok calon presiden yang dikenal sebagai seorang yang amanah menggunakan sendirinya oleh calon presiden tersebut mempunyai apa yang dinamakan sebagai referent power tersebut dikarenakan orang-orang tengah menginginkan karakteristik yang dimiliki sang sang calon presiden tersebut, yaitu kejujuran.

Setiap bagian berdasarkan struktur organisasi sebagaimana diterangkan pada bagian awal bab ini mempunyai jenis kekuasaannya masing-masing, terutama di bagian yg berada pada hierarki yang paling tinggi pada suatu organisasi, misalnya direktur, presiden direktur, serta sejenisnya. Pada umumnya kekuasaan tadi lebih disebabkan karena legitimasi eksklusif yang dipengaruhi sang mekanisme pada organisasi. Kekuasaan ter­sebut mencakup kekuasaan buat memerintah, mengoreksi, atau pun mengoordinasikan bagian yg berada di bawahnya. Tetapi, dikarenakan kekuasaan pengertiannya sangat luas dan lebih poly digunakan pada istilah politik, maka pada organisasi, kata kekuasaan cenderung jarang dipergunakan. Sebagai gantinya kata wewenang atau authority lebih acapkali dipergunakan. 

KEWENANGAN (AUTHORITY)
Kewenangan atau authority dalam dasarnya adalah bentuk lain menurut kekuasaan yg seringkali kali dipergunakan pada sebuah organisasi. Kewenangan adalah kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam sebuah organisasi, seorang yg ditunjuk atau dipilih buat memimpin suatu organisasi, bagian, atau departemen mempunyai ke­wenangan atau kekuasaan yg terlegitimasi. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia menggunakan sendirinya terlegitimasi untuk mempunyai wewenang dalam mengatur berbagai hal yang terkait dengan asal daya insan atau orang-orang yg terdapat pada pada organisasi.

Dua Pandangan Mengenai Kewenangan Formal
Terdapat dua pandangan mengenai wewenang formal, yaitu pandangan klasik (classical view) serta pandangan menurut penerimaan (acceptance, view).

Pandangan Klasik
Pandangan klasik tentang wewenang formal menampakan bahwa wewenang pada dasarnya terlahir menjadi akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari wewenang yg diberikan. Misalnya saja, seseorang manajer menerima wewenang formal dampak adanya pemberian kewenangan dari pihak yang memiliki wewenang yang lebih tinggi, misalnya saja direktur primer. Seorang kapten pada tradisi militer mempunyai wewenang formal buat memerintah para prajurit dikarenakan wewenang tersebut diterimanya dari seorang yang mempunyai kewenangan yg lebih tinggi berdasarkan­nya, contohnya berdasarkan jenderal. Dengan demikian, wewenang formal dari pandangan klasik bersifat pendekatan top-down, atau dari hierarki yg atas ke hierarki yg lebih bawah.

Pandangan Berdasarkan Penerimaan
Pandangan ke 2 cenderung tidak selaras menggunakan pandangan yang pertama. Tidak setiap wewenang yang bersifat top-down dan-merta akan dijalankan oleh bawahan. Kadangkala kita mendapati apa yg diperintahkan oleh atasan contohnya tidak dijalankan sang bawahan. Hal tadi barangkali bukan ditimbulkan bahwa oleh atasan nir memiliki kewenangan, akan namun apa yg kemudian dilakukan sang atasan tidak bisa diterima sang bawahan. Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa kewenangan formal akan cenderung dijalankan atau diterima sang bawahan tergantung berdasarkan beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Chester Barnard terdiri berdasarkan empat hal, yaitu (1) bawahan bisa tahu apa yg diinginkan atau dikomunikasikan sang pimpinan atau atasan; (2) dalam saat oleh bawahan tetapkan buat menjalankan apa yg diperintahkan sang atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau nir bertentangan menggunakan rencana pencapaian tujuan organisasi; (3) dalam ketika oleh bawahan tetapkan buat menjalankan apa yg diperintahkan sang atasannya, dia meyakini bahwa apa yg diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau kelompoknya; dan (4) sang bawahan mampu secara mental juga fisik menjalankan apa yang diperintahkannya.

Berdasarkan kedua pandangan ini, mampu dikatakan bahwa nir setiap kewenangan dapat mengganti situasi ke arah yg diinginkan. Berbagai jenis organisasi tentunya memiliki kekhasannya sendiri, apakah cenderung mengikuti pandangan klasik atau pandangan yg berdasarkan penerimaan. Hal tadi sangat bergantung dalam aneka macam faktor internal serta eksternal yg dihadapi oleh organisasi David McClelland mengemukakan ada "2 muka berdasarkan kekuasa­an'; yaitu sisi negatif serta sisi positif. Sisi negatif mengandung arti bahwa mempunyai kekuasaan berarti menguasai orang lain yg lebih lemah. Kepemimpinan yg didasarkan atas sisi negatif kekuasaan memperlakukan orang sebagai tidak lebih berdasarkan "bidak" yang diguna­kan atau dikorbankan jika perlu. Hal ini jelas merugikan, karena orang-orang yang merasa hanya sebagai "bidak" akan cenderung me­nentang kepemimpinan atau menjadi pasif.

Sisi positif kekuasaan ditandai dengan perhatian dalam pencapai­an tujuan grup. Ini meliputi penggunaan dampak atas nama, serta bukan kekuasaan di atas orang lain. Manajer yang memakai kekuasaan positif mendorong anggota gerombolan buat mengembang­kan kekuatan dan kecakapan yang mereka butuhkan buat me­raih sukses menjadi perseorangan atau an.U!Ota suatu organisasi. Peng­gunaan kekuasaan secara tepat merupakan motivator besar bagi ang­gota organisasi.

Keluasan kewenangan dan kekuasan. Semua anggota organisasi mem­punyai peraturan, kode etik, atau batasan-batasan eksklusif dalam we­wenangnya, misalnya yang ditunjukkan dalam tabel berikut adalah:

Tabel Batasan-batasan internal dan eksternal buat wewenang dan kekuasaan


Lingkupan wewenang serta kekuasaan manajerial ini akan sema­kin luas dalam manajemen puncak suattt organisasi serta semakin me­nyempit pada strata yg lebih rendah dari rantai komando, se­perti terlihat pada gambar diatas.

Tanggung jawab serta akuntabilitas. Tanggung jawab (responsibility) adalah kewajiban buat melakukan sesuatu yg muncul apabila seseorang bawahan mendapat wewenang manajer buat mendelegasikan tugas atau fungsi tertentu. Istilah lain yg seringkali digunakan merupakan akunta­bilitas (accountability) yg berkenaan dengan fenomena bahwa ba­wahan akan selalu diminta pertanggungjawabannya atas pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya.

Jadi, tidak misalnya tanggung jawab, akuntabilitas adalah faktor di luar individu dan perasaan pribadinya. Pemegang akuntabilitas berarti bahwa seseorang atasan dapat memberlakukan hukuman atau balas­ jasa kepadanya tergantung bagaimana dia sebagai bawahan telah menjalankan tanggung jawabnya.

Persamaan wewenang serta tanggung jawab. Salah satu prinsip organi­sasi penting adalah bahwa indipersenzdu-individu seharusnya diberi wewe­nang buat melaksanakan tanggung jawabnya. Sebagai model, jika tanggung jawab seorang manajer adalah mempertahankan kapasitas produksi tertentu, maka dia harus diberi kebebasan secukupnya un­tuk menciptakan keputusan-keputusan yang mensugesti kapasitas produksi.

Persamaan tanggung jawab dan wewenang tadi adalah baik pada teori, tetapi sukar dicapai. Terjadi banyak kontradiksi pen- . Bisa dalam kasus ini. Secara ringkas dapat disimpulkan, wewe­nang serta tanggung jawab merupakan sama dalam jangka panjang (in the long run). Dalam jangka pendek (in the short run), bagaimanapun jua, tanggung jawab seorang manajer hampir selalu lebih akbar dari wewenangnya, lantaran ini merupakan karakteristik delegasi.

Pengaruh. Pengaruh (influence) adalah suatu transaksi sosial pada mana seorang atau kelompok dibujuk sang seorang atau kelompok lain buat melakukan aktivitas sesuai menggunakan harapan mereka yg menghipnotis. Pengaruh tercermin pada perubahan konduite atau si­kap yang diakibatkan secara langsung berdasarkan tindakan atau keteladanan orang atau gerombolan lain. Pengaruh bisa muncul lantaran status ja­batan, kekuasaan mengawasi dan menghukum, pemilikan informasi lebih lengkap, ataupun penguasaan saluran komunikasi yg lebih baik. Proses dampak tergantung dalam 3 unsur, yaitu pihak yg mensugesti, metoda menghipnotis dan pihak yang dipenga­ruhi.

STRUKTUR LINI DAN STAF
Konsep lini serta staf tak jarang membingungkan, sehingga pada sub bab ini akan dibahas bentuk organisasi lini serta staf; kewenangan lini, staf serta fungsional; dan asal konflik lini-staf.

Organisasi Lini
Semua organisasi mempunyai sejumlah fungsi-fungsi dasar yg harus dilaksanakan. Sebagai model, organisasi perusahaan umumnya paling sedikit memiliki tiga fungsi dasar - produksi (manufactur­ing atau operasi), pemasaran (atau penjualan) serta keuangan. Fungsi­fungsi dasar tersebut dilaksanakan oleh semua organisasi, baik manu­facturer, pedagang eceran, perusahaan jasa, ataupun organisasi "nonprofit". Fungsi-fungsi ini umumnya disusun dalam suatu organi­sasi lini dimana rantai perintah adalah kentara dan mengalir kebawah melalui strata-tingkatan manajerial. Gambar 10.4. Memperlihatkan sebuah contoh organisasi lini (nir lengkap). Seperti terlihat, indivi­du-individu pada departemen-departemen melaksanakan kegiatan­kegiatan utama perusahaan - produksi, pemasaran serta keuangan. Setiap orang mempunyai interaksi pelaporan hanya menggunakan satu atasan, sebagai akibatnya ada kesatuan perintah.


Organisasi Lini serta Staf
Staf adalah individu atau grup (terdiri para pakar) da­lam struktur organisasi yang fungsi utamanya memberikan saran dan pelayanan pada fungsi lini. Karyawan staf atau staf departemen ti­dak secara eksklusif terlibat dalam kegiatan primer organisasi atau departemen. Sebagai contoh, staf seorang ahli pemeliharaan nir men­ciptakan produk, menjual, serta mengelola keuangan. Gambar dibawah ini mendeskripsikan orgarusasi lini serta staf, di mana posisi staf dibubuhi buat memberikan saran serta pelay-anan departe­men-departemen lini (Ian membantu mereka mencapai tujuan orga­nisasi menggunakan lebih efektif.

Beberapa alasan mengapa organisasi perlu membedakan antara kegiatan-aktivitas lini dan staf. Pertama, lantaran aktivitas-aktivitas lini mencerminkan pekerjaan pokok organisasi; manajemen puncak wajib secara spesifik memperhatikan kebutuhan integritas serta efek de­partemen-departemen tadi. Pembatasan aplikasi departemen lini dengan melimpahkan terlalu poly kewenangan pada staf bisa mengurangi moral serta efisiensi departemen bersangkutan. Kedua, pengetatan yang harus dibuat organisasi pada saat krisis sangat pada­tentukan oleh pilihan terhadap departemen lini atau staf. Sebagai model, suatu perusahaan yg sedang menghadapi penurunan per­mintaan produknya (lantaran syarat ekonomi yang tidak mengun­tungkan) cenderung melakukan pengetatan terutama pada departe­men lini. Namun apabila permintaan permanen bertenaga tetapi organisasi perlu menekan porto, maka pengetatan lebih cenderung dilakukan dalam departemen staf.

WEWENANG LINI, STAF DAN FUNGSIONAL 
Wewenang Lini
Wewenang Lini (lme authority) adalah wewenang dimana atasan me­lakukannya atas bawahannya langsung. Ini diwujudkan dalam wewe­nang perintah dan secara langsung tercermin menjadi rantai perintah, dan diturunkan kebawah melalui tingkatan organisasi.

Wewenang Staf
Wewenang staf (staff authority) merupakan hak yang dipunyai oleh satu­an-satuan staf atau para spesialis buat menyarankan, memberi reko­mendasi, atau konsultasi pada personalia lini. Ini tidak memberi­kan wewenang pada anggota staf buat'memerintah lini menger­jakan kegiatan tertentu. 

Wewenang Staf Fungsional
Wewenang staf fungsional (functional staff authority) adalah hubung­an terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Bila di­limpahi wewenang fungsional oleh manajemen puncak

SUMBER KONFLIK LINI-STAF
Beberapa faktor bisa menimbulkan aneka macam kontlik pada antara departemen dan orang-orang lini serta staf. Faktor-faktor tersebut meliputi :
1. Perbedaan umur dan pendidikan, orang-orang staf umumnya le­bih muda dan lebih berpendidikan daripada orang-orang staf, sehingga menimbulkan "generation gap".
2. Perbedaan tugas, dimana orang lini lebih teknis serta generalis, sedang staf seorang ahli. Hal ini menyebabkan peristiwa-insiden se­bagai berikut :
a. Lantaran staf sangat seorang ahli, mungkin memakai istilah­
b. Kata serta bahasa yg nir bisa dipahami orang lini,
c. Orang lini mungkin merasa bahwa staf seorang ahli nir sepe­
d. Nuhnya mengerti kasus-perkara lini dan menganggap
e. Saran mereka nir dapat diterapkan atau dikerjakan.

3. Perbedaan sikap, ini tercermin dalam :
a. Orang staf cenderung memperluas wewenangnya serta cen­derung memberikan perintah-perintah kepada orang lini untuk mengambarkan eksistensinya.
b. Orang staf cenderung merasa yg paling berjasa buat ga­gasan-gagasan yg diimplementasikan sang lini;sebaliknya,
c. Orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf pada membantu pemecahan perkara-masalahnya.
d. Orang staf selalu merasa pada bawah perintah orang lini; dilain
e. Pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin mem­perluas kekuasannya.

4. Perbedaan posisi. Manajemen zenit mungkin tidak mengko­munikasikan• secara jelas luasnya wewenang staf dalam hubung­annya menggunakan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempat kan relatif dalam posisi tinggi dekat manajemen zenit. Depar­temen lini dengan strata lebih rendah cenderung nir se­nang menggunakan hal tersebut.

Ada dua tipe staf, yaitu staf pribadi dan staf spesialis. Staf pri­badi (personal staff) dibuat buat menaruh saran, donasi dan jasa pada seorang manajer (individual). Staf pribadi kadang-ka­dang diklaim menjadi "asisten" atau "asisten staf", yg mempunyai tugas bermacam-macam buat atasan serta umumnya generalis.

Sedangkan staf spesialis menaruh saran, konsultasi, bantuan, dan melayani semua lini dan unsur organisasi. Disebut staf "spe­sialis" lantaran fungsinya sempit serta membutuhkan keahlian khusus. Staf seorang ahli meliputi spesialis pembelian, personalia, hukum, pemeliharaan serta sebagainya. Staf seorang ahli mung­kin bertanggung jawab ke strata-tingkatan organisasi yg berma­cam-macam, seperti strata divisi, tingkatan bagian, ataupun ting­katan cabang yg berdiri sendiri.

DELEGASI WEWENANG
Delegasi dapat didefinisikan sebagai pelimpahan kewenangan serta tanggung jawab formal pada orang lain untuk melaksanakan ke­giatan eksklusif. Delegasi wewenang adalah proses pada mana para mana­jer mengalokasikan wewenang ke bawah pada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat kegiatan terjadi waktu delegasi dilaku­kan :
a. Pendelegasi memutuskan dan menaruh tujuan dan tugas ke­pada bawahan.
b. Pendelegasi melimpahkan kewenangan yang dibutuhkan buat mencapai tujuan atau tugas.
c. Penerimaan delegasi, baik tersirat atau eksplisit, mengakibatkan kewajiban atau tanggung jawab.
d. Pendelegasi menerima pertanggungjawaban bawahan buat ha­sil-output yg dicapai.

Efektivitas delegasi adalah faktor utama yg membedakan ma­najer sukses dan manajer nir sukses.
Alasan-alasan Pendelegasian
Ada beberapa alasan mengapa perlu pendelegasian. Pertama, pendelegasian memungkinkan manajer dapat mencapai lebih berdasarkan bila mereka menangani setiap tugas sendiri. Delegasi kewenangan berdasarkan atas­an ke bawahan adalah proses yang dibutuhkan agar organisasi bisa berfungsi lebih efisien. Delegasi juga memungkinkan manajer memusatkan tenaganya pada tugas-tugas prioritas yang lebih penting. Di lain pihak, delegasi memungkinkan bawahan buat turmbuh serta berkembang, bahkan dapat dipakai sebagai indera buat belajar dari kesalahan.

Delegasi diharapkan karena manajer nir selalu mempunyai se­mua pengetahuan yang diperlukan buat membuat keputusan. Me­reka mungkin menguasai "the big picture" tetapi tidak cukup me­ngerti tentang perkara lebih terperinci. Sehingga, supaya organisasi da­pat memakai asal daya-asal dayanya lebih efisien maka aplikasi tugas-tugas eksklusif didelegasikan pada tingkatan or­ganisasi yg serendah mungkin pada mana masih ada relatif kemampu­an serta warta untuk menyelesaikannya.

Pedoman Klasik buat Delegasi Efektif 
Ada dalam satu atau beberapa manajer puncak saja. Suatu organi­sasi yang tumbuh semakin akbar dan kompleks, ada kecende­rungan buat menaikkan desentralisasi. Begitu pula, tingkat pertumbuhan yang semakin cepat akan memaksa manajemen menaikkan delegasi wewenangnya.

Prinsip-prinsip klasik yg bisa dijadikan dasar buat delegasi yg efektif adalah :
1. Prinsip Skalar. Dalam proses pendelegasian sine qua non garis we­wenang yang jelas mengalir setingkat demi setingkat menurut ting­katan organisasi paling atas ke tingkatan paling bawah. Garis we­wenang yang jelas akan membuat lebih gampang bagi setiap ang­gota organisasi buat mengetahui :(a) kepada siapa beliau bisa mendelegasikan, (b) dari siapa dia akan menerima delegasi, serta (c) pada siapa dia harus memberikan pertanggungjawaban. 

Dalam proses pembuatan garis kewenangan diharapkan dele­gasi penuh, ) yg berarti bahwa semua tugas organisasi yg. Di­perlukari' wajib dibagi habis. Proses ini buat menghindari ter­jadinya (a) gaps, yaitu tugas-tugas yang tidak terdapat penanggung jawabnya, (b) overlaps, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan kepada lebih dari satu orang individu, serta (c) splits, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan ke­pada lebih menurut satu satuan or( granisasi. Jika hal-hal ini terjadi akan mengakibatkan kebaiauan kewenangan serta aktuitabilitas.

2. Prinsip kesatuan perintah. Prinsip kesatuan perintah menyata­kan bahwa setiap bawahan dalam organisasi seharusnya melapor hanya kepada seseorang atasan. Pelaporan kepada lebih menurut satu atasan menciptakan individu mengalami kesulitan buat mengeta­hui pada siapa pertanggung jawaban diberikan dan instruksi mana yg wajib diikuti. Disamping itu, bawahan bisa meng­hindari tanggung jawab atas pelaksanaan tugas yg tidak baik de­ngan alasan banyaknya tugas berdasarkan atasan lain.

3. Tanggung jawab, kewenangan serta akuntabiditas. Seperti sudah ba­nyak dibahas di muka, prinsip ini menyatakan bahwa (a) supaya orgazusasi bisa menggunakan asal daya-asal dayanya de­ngan lebih efisien, tanggung jawab buat tugas-tugas eksklusif diberikan ke tingkatan organisasi yg paling bawah pada mana ada relatif kemampuan serta liputan buat menyeiesaikannya; (b) konsekuensi lumrah peranan tersebut merupakan bahwa setiap individu pada organisasi buat melaksanakan tugas yg dilim­pahkan kepadanya menggunakan efektif, beliau harus diberi wewenang secukupnya; serta (c) bagian penting dari delegasi tanggung ja­wab serta wewenang merupakan akuntabilitas-penerimaan tanggung jawab serta wewenang berarti individu pula putusan bulat untuk meneri­ma tuntutan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas. Bagi ma­najer, selain wajib mempertanggung tawabkan tugas-tugasnya sendiri, juga wajib mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas bawahannya.

Pengembangan komunikasi antara manajer serta bawahan akan menaikkan saling pengertian dan membuat delegasi lebih efektif. Yang mengetahui kemampuan bawahannya bisa lebih rea­listis menentukan tugas-tugas mana dapat didelegasikan kepada ba­wahan tertentu. Bawahan yg didorong buat memakai ke­mampuannya serta merasa manajer mereka akan menaruh "du­kungan" akan lebih bersemangat pada menerima tanggung jawab.

Louis Allen telah mengemukakan beberapa teknik khusus buat membantu manajer melakukan delegasi menggunakan efektif.
1. Tetapkan tujuan. Bawahan wajib diberitahu maksud serta pen­tingnya tugas-tugas yg didelegasikan kepada mereka.
2. Tegaskan tanggung jawab dan wewenang. Bawahan harus diberi keterangan menggunakan jelas "tentang apa yg mereka wajib pertang­gung jawabkan dan bagian dari asal daya-sumber daya orga­nisasi mana yang ditempatkan di bawah wewenangnya.
3. Berikan motivasi kepada bawahan. Manajer bisa mendorong : bawahan melalui perhatian pada kebutuhan dan tujuan mereka yang sensitif.
4. Meminta penyelesaian kerja. Manajer menaruh panduan, donasi dan keterangan kepada bawahan, sedangkan para bawah­an harus melaksanakan pekerjaan sesungguhnya yang telah pada­delegasikan.
5. Berikan latihan. Manajer perlu mengarahkan bawaharn untuk mengembangkan pelaksanaan kerjanya.
6. Adakan pengawasan yg memadai. Sistem pengawasan yang terpercaya (misalnya laporan mingguan) dibuat supaya manajer tidak perlu menghabiskan waktunya dengan mengusut pekerjaan ba­wahan terus menerus.

SENTRALISASI dan DESENTRALISASI
Faktor krusial lainnya yang memilih efektifitas organisasi adalah derajat sentralisasi atau desentralisasi wewenang. Konsep sen­tralisasi, seperti konsep delegasi, herbi derajat di ma­na wewenang dipusatkan atau disebarkan. Jika delegasi umumnya ber­hubungan menggunakan seberapa jauh manajer mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab pada bawahan yang secara langsung melapor kepadanya, desentralisasi adalah konsep yg lebih luas serta berhu­bungan menggunakan seberapa jauh manajemen zenit mendelegasikan kewenangan ke bawah ke divisi-divisi, cabang-cabang atau satuan-sa­tuan organisasi taraf lebih bawah lainnya.

Sentralisasi merupakan pemusatan kekuasaan dan wewenang pada tingkatan atas suatu organisasi. Desentralisasi merupakan penyebaran atau pelimpahan secara meluas kekuasaan serta pembuatan keputusan ke­strata-strata organisasi yg lebih rendah.

Keuntungan-laba desentralisasi adalah sama menggunakan ke­untungan-keuntungan delegasi, yaitu mengurangi beban manajer pun­cak, memperbaiki pembuatan keputusan karena dilakukan dekat de­ngan konflik, menaikkan latihan, moral dan inisiatif mana­jemen bawah, dan membuat lebih fleksibel serta lebih cepat pada pembuatan keputusan. Keuntungan-laba ini nir berarti bahwa desentralisasi "baik" dan sentralisasi "tidak baik", lantaran nir ada organisasi yang sepenuhnya bisa disentralisasi atau di desentra­lisasi. Oleh karena itu, pertanyaarnya adalah bukan apakah organisasi wajib didesentralisasi, tetapi hingga seberapa jauh desentralisasi per­lu dilakukan.

Faktor-faktor yg Mempengaruhi Derajat Desentralisasi
Desentralisasi mempunyai nilai hanya jika bisa membantu or­ganisasi mencapai tujuannya menggunakan efisien. Penentuan derajat de­sentraligasi sangat dipengaruhi sang faktor-faktor sebagai beriku t:
1. Filsafat manajemen. Banyak manajer zenit yg sangat oto­kratik serta menginginkan pengawasan pusat yg kuat. Hal ini akan mempengaruhi kesediaan manajemen buat mendelegasi­kan wewenangnya.
2. Ukuran dan tingkat pertumbuhan organisasi. Organisasi nir mungkin efisien apabila semua wewenang pembuatan keputusan
3. Strategi dan lingkungan organisasi. Strategi organisasi akan mensugesti tipe pasar, lingkungan teknologi, serta persaingan yg harus dihadapinya. Faktor-faktor ini selanjutnya akan mensugesti derajat desentralisasi.
4. Penyebaran geografis organisasi. Pada umumnya, semakin me­nyebar satuan-satuan organisasi secara geografis, organisasi akan cenderung melakukan desentralisasi, lantaran pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan syarat lokal masing-ma­sing.
5. Tersedianya alat-alat supervisi yang efektif. Organisasi yg kekurangan peralatan-alat-alat efektif buat melakukan penga­wasan satuan-satuan taraf bawah akan cenderung melakukan sentralisasi apabila manajemen nir dapat dengan gampang memoni­tor pelaksanaan kerja bawahannya.
6. Kualitas manajer. Desentralisasi memerlukan lebih poly ma­najer-manajer yg berkualitas, karena mereka harus menciptakan keputusan sendiri.
7. Keaneka-ragaman produk dan jasa. Makin beraneka-ragam pro­duk atau jasa yang ditawarkan, organisasi cenderung melakukan desentralisasi, serta sebaliknya semakin tidak beraneka-ragam, le­bih cenderung sentralisasi.
8. Karakteristik-karakteristik organisasi lainnya, seperti porto dan risiko yang herbi pembuatan keputusan, sejarah pertumbuhan organisasi, kemampuan manajemen bawah, dan sebagainya.

Faktor-faktor yang mensugesti derajat sentralisasi serta desentralisasi pada, suatu organisasi, mungkin berbeda dengan berbe­danya divisi atau departemen organisasi atau perubahan lingkunaan internal maupun eksternai. Jadi, pendekatan paling logik yg bisa dipakai organisasi merupakan mengamati segala kemungkinan yang terjadi (contingency approach).

MANAJER SEBAGAI PELAKSANA MANAJEMEN

Manajer Sebagai Pelaksana Manajemen 
Peran Manajer dalam Organisasi
Sebagaimana halnya kita telah tak jarang mendengar kata manajemen, maka kita pun tidak asing lagi menggunakan kata "manajer". Manajer dalam dasarnya adalah subjek dari kegiatan manajemen. Artinya, manajer merupakan orang yang melakukan aktivitas manajemen. Lebih lengkap lagi manajer merupakan individu yg bertanggung jawab secara langsung buat memastikan aktivitas pada sebuah organisasi dijalankan beserta para anggota dari organisasi.


Dalam setiap organisasi bisnis, para manajer ini bertugas buat memastikan bahwa holistik tujuan yg sudah ditetapkan oleh organisasi dapat diwujudkan melalui rangkaian aktivitas manajemen, baik yg bersifat fungsional maupun bersifat operasi­onal, sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya.


Tugas manajer-atau istilah apa pun sebagai padanannya-merupakan buat memastikan mewujudkan supaya tujuan organisasi bisa tercapai secara efektif serta efisien melalui serangkaian kegiatan manajemen secara fungsional juga operasional.


Keahlian-keahlian Manajemen
Untuk bisa mengimplementasikan kegiatan manajemen tersebut sinkron dengan manfaatnya masing-masing, maka diperlukan beberapa keahlian manajemen (managerial skills) yang diperlukan sang setiap orang yg terlibat pada kegiatan organisasi, khususnya organisasi usaha. Keahlian-keahlian tersebut mencakup sebagai berikut:

· Keahlian teknis (technical skills), yaitu keahlian yg diharapkan buat melaku­kan pekerjaan khusus tertentu, misalnya mengoperasikan komputer, mendesain bangunan, menciptakan layout perusahaan, serta lain sebagainya.

· Keahlian berkomunikasi dan berinteraksi dengan rakyat (human relation skills), yaitu keahlian dalam tahu serta melakukan interaksi menggunakan ber­bagai jenis orang di masyarakat. Di antara model keahlian ini merupakan keahlian pada bernegosiasi, memotivasi, meyakinkan orang, dan lain sebagainya.

· Keahlian konseptual (conceptual skills), yaitu keahlian pada berpikir secara abstrak, sistematis, termasuk pada dalamnya mendiagnosa dan menganalisis ber­bagai kasus pada situasi yang berbeda-beda, bahkan keahlian buat mem­prediksi di masa yg akan datang.

· Keahlian dalamn pengambilan keputusan (decision making skills), yaitu keahlian buat mengidentifikasi kasus sekaligus memberikan berbagai alternatif solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Keahlian dalam mengelola ketika (time management skills), yaitu keahlian pada memanfaatkan ketika secara efektif serta efisien. 

· Beberapa keahlian lain ketika ini juga menjadi keahlian yang dibutuhkan dalam manajemen atau pengelolaan bisnis, terutama jika dikaitkan menggunakan persaingan usaha global. Di antara keahlian tersebut adalah:

o Keahlian dalam manajemen dunia (dunia management skills), yaitu keahlian manajerial yg nir saja terfokus pada satu keadaan di negara tertentu, akan namun juga lintas negara bahkan lintas budaya.
Keahlian dalam hat teknologi (technological skills), yaitu keahlian manajerial pada mengikuti dan menguasai berbagai perkembangan teknologi yang terjadi. 


Keseluruhan keahlian manajemen tersebut tentunya perlu buat dimiliki oleh setiap pelaku usaha sekiranya ingin mewujudkan tujuan bisnisnya. Terlebih apabila dikaitkan menggunakan persaingan bisnis yg semakin ketat dan perkembangan teknologi yg sangat cepat, keahlian tunggal saja nir cukup buat memenangkan persaingan.


Tingkatan-tingkatan Manajemen
Pada praktiknya, sangat jarang seseorang dapat menguasai secara sekaligus banyak sekali keahlian manajemen tadi. Pada praktiknya aneka macam keahlian tadi dibutuhkan pada aktivitas bisnis berdasarkar kiprah dan tugas masing-masing orang pada sebuah organisasi usaha. Tugas serta peran dari setiap orang tersebut secara organisasional dibagi sebagai beberapa strata yang dinamakan sebagai tingkatan-tingkatan manajemen atau hierarki manajemen.


Ada beberapa strata manajemen sebagaimana dikemukakan oleh Nickels McHugh and McHugh (1997). Tingkatan-strata manajemen tadi mencakup:

· Manajemen Tingkat Puncak atau Top Management, yg umumnya terdiri berdasarkan direktur, utama, presiden direktur, atau wakil direktur. Untuk manajemen taraf ini, keahlian yg terutama dibutuhkan merupakan keahlian pada hal konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen dunia, serta manajemen ketika.

· Manajemen Tingkat Menengah atau Middle Management, yg umumnya terdiri dari para manajer, ketua divisi atau departemen, atau kepala cabang. Untuk manajemen tingkat menengah ini, keahlian yg diharapkan di antaranya adalah keahlian konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen saat, dan jua teknikal.

· Manajemen Supervisi atau Tingkat Pertama atau Supervisory or First-Lme Management, yg umumnya terdiri menurut para pengawasan, ketua grup, serta lain sebagainya. Di antara keahlian yg terutama perlu dimiliki merupakan keahlian komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu, dan teknikal.

· Manajemen Nonsupervisi atau Non-Supervisory Management, yg umumnya terdiri berdasarkan para tenaga kerja taraf bawah pada umumnya seperti buruh, pekerja bangunan, serta lain-lain. Keahlian yg terutama perlu dimiliki dalam level ini merupakan keahlian teknikal, komunikasi, dan manajemen ketika.


Secara diagram, dapat ditinjau strata-tingkatan manajemen pada atas pada Gambar dibawah ini.


Pada Gambar diatas ditunjukkan strata-tingkatan manajemen melalui gambar segitiga di mana manajemen tingkat zenit berada pada bagian paling atas serta manajemen nonsupervisi berada pada bagian yang paling bawah menurut segitiga tersebut. Hal ini me­nunjukkan bahwa manajemen taraf puncak secara jumlah adalah paling sedikit dari sebuah organisasi akan tetapi adalah penanggung jawab tertinggi di sebuah organisasi. Sedangkan manajemen nonsupervisi adalah jumlah yg paling poly dalam sebuah organisasi dan lebih cenderung menjadi pelaksana teknis menurut sebuah organisasi. 

Dalam sebuah organisasi, posisi menurut setiap tingkatan manajemen dapat pada­lihat pada bagan organisasi sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar diatas. Contoh dari manajemen taraf zenit, contohnya, buat posisi direktur serta wakil direktur. Sebagai manajer taraf zenit yang jumlahnya paling sedikit di sebuah organisasi, seorang manajer tingkat puncak bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya organisasi. Untuk manajer tingkat menengah umumnya ditempati oleh para manajer bagian operasional menurut mulai pemasaran, personalia, produksi, serta keuangan. Masing-masing manajer dalam tingkat menengah inilah yang paling bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan perusahaan yang terkait menggunakan bagian operasional tadi. Untuk manajer tingkat pertama atau pengawasan biasanya bertugas sebagai pembantu manajer operasional buat mengawasi para energi teknis atau buruh supaya pekerjaan yang dibebankan kepadanya tidak terbengkalai, dan apa yang telah direncanakan di setiap bagian operasional bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adapun bagi manajemen nonsupervisi biasanya ditempati sang para pekerja teknis atau buruh yg bertugas menjalankan aktivitas-aktivitas implementatif sebagaimana telah ditugaskan oleh manajer tingkat puncak melalui manajer tingkat menengah dan supervisor.

Pada praktiknya, beberapa keahlian manajemen yg sangat beragam berdasarkan strata-tingkatan manajemennya sangat bersifat nisbi, serta tergantung kepada budaya organisasi bisnis yang dijalankan. Apabila budaya perusahaan yang dikembangkan


cenderung terbuka dan demokratis, maka sanggup jadi hampir semua personel di perusahaan dituntut buat menguasai keahlian-keahlian manajemen sebagaimana diterangkan di atas. Bahkan sulit buat dibedakan keahlian mana yg harus dimiliki oleh setiap tingkatan manajemen. Perbedaan pada taraf manajemen hanya sanggup di­lihat pada saat masing-masing personel mengimplementasikan pekerjaan yg ditugas­kan kepadanya. Tetapi, sekiranya budaya perusahaan yg dikembangkan cenderung tertutup serta bersifat top-down policy, maka mampu jadi jenis-jenis keahlian tersebut akan dapat dibedakan berdasarkan tingkatan-tingkatan manajemennya.


Manajemen Sebagai Seni Dan Sains 
Salah satu keunikan dari ilmu manajemen adalah bahwa mereka yg menguasai pengetahuan manajemen belum tentu memiliki pengalaman atau bisa buat menjalankan aktivitas manajemen pada praktik. Sebaliknya jua, mereka yang telah berpengalaman pada kegiatan manajemen secara praktik, belum tentu mengerti akan kerangka teoritis atau pengetahuan tentang kegiatan manajemen yg sudah pada­jalankannya. Yang terbaik tentu saja bila kedua-duanya dapat dipadukan, seseorang yg poly mengetahui serta menguasai pengetahuan mengenai manajemen usahakan mengimbangi pengetahuannya secara teoritis dengan pengalaman melalui praktik pada global konkret, contohnya dalam global organisasi. Seorang mahasiswa jurusan manajemen, misalnya, sebaiknya pula mengikuti aneka macam aktivitas organisasi agar pengetahuan manajemen yang dipelajarinya akan semakin dimengerti secara praktik.


Pengetahuan kita akan manajemen akan semakin kita pahami sekiranya kita padu menggunakan kegiatan praktik. Banyak pengusaha-pengusaha yang sudah berhasil dalam kegiatan bisnisnya, padahal tidak pernah mengecap pendidikan di jurusan manajemen. Sebaliknya banyak pula lulusan sekolah manajemen nir dapat berbuat apa-apa ketika pertama kali bekerja dikarenakan miskin pengalaman secara praktik. Tidak heran mengapa sekarang sekolah-sekolah manajemen mulai mengganti paradigma pem­belajarannya dengan memadukan antara teori dan praktik. Salah satu caranya adalah dengan mengundang para praktisi untuk mengajar pada sekolah-sekolah manajemen atau menaruh kesempatan para mahasiswanya buat melalui proses magang di perusahaan-perusahaan agar dapat belajar secara aplikatif. Bentuk lain jua dapat dilakukan misalnya melakukan metode yang dinamis dalam pembelajaran manajemen pada kelas. Role playing, dinamika grup, studi masalah, adalah di antara beberapa metode yang relatif efektif mendekatkan para mahasiswa menurut teori kepada pemahaman praktik.


Manajemen: Seni atau Sains?
Berdasarkan pengertian pada atas, maka tak jarang didapati pertanyaan apakah manajemen itu seni ataukah sains? Seni di satu sisi bersifat dinamis, tidak berpola tunggal, serta menuntut adanya kreativitas dan keterlibatan pada dalanulya. Sedangkan di sisi lain sains cenderung bersifat tidak aktif, berpola tunggal berdasarkan pembuktian ilmiah, dan menuntut adanya tahapan-tahapan yang sistematis. Kedua pendapat menjadi panduan adaptasi organisasi terhadap lingkungan eks­tern mikro serta makro, namun pula menuntut bisnis-bisnis organisasi untuk menghipnotis perilaku faktor-faktor dalam lingkungan eks­tern mikro.


Tanggung Jawab Sosial Manajer
Tanggung jawab sosial berarti bahwa manajemen mempertim­bangkan dampak sosial serta ekonomi di dalam pembuatan keputus­annya. Tanggung jawab sosial perusahaan ini merupakan keliru satu tugas yg harus dilakukan oleh para manajer organisasi perusahaan, karena aspek ini adalah kondisi primer bagi berhasilnya perusaha­an, terutama buat jangka panjang. Dengan demikian manajer se­karang dituntut buat mengimplementasikan etika berusaha (the ethics of managers), terutama dalam hubungannya menggunakan langganan, karyawan, penemu teknologi, forum-lembaga pendidikan, per­usahaan-perusahaan lain, para penyedia, kreditur, pemegang saham, pemerintah serta warga pada umumnya.


Etika berkenaan menggunakan pendapat tentang benar serta keliru, le­bih khusus, menggunakan kewajiban moral seseorang dalam rakyat. Etika ini merupakan sistem ungkapan-ungkapan yang menyangkut perilaku, perbuatan dan perilaku insan terhadap peristiwa-peristiwa yg dipercaya penting pada hidupnya. Penentuan etika benar dan keliru adalah sulit, karena dalam kenyataannya standar-baku mo­ral berubah setiap saat. Kelompok-gerombolan yg tidak selaras pada rakyat yang sama mungkin mempunyai gagasan-gagasan ten­tang sahih dan keliru yang saling bertentangan. Bagaimanapun pula, etika para manajer akan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan serta kegiatan-kegiatan organisasi. Tentunya etika manajer wajib men­dasarkan diri dalam nilai-nilai atau standar moral yg dipercaya baik serta luhur pada suatu lingkungan atau masyarakat.


Ada 5 faktor yg menghipnotis keputusan-keputusan pada kasus etika, yaitu : (1) hukum, (dua) peraturan-peraturan pemerin­tah, (3) kode etik industri serta perusahaan, (4) tekanan-tekanan so­naas, dan (5) tegangan antara baku perorangan dan kebutuhan or­ganisasi. Faktor-faktor ini mensugesti etika manajer dengan ting­katan serta pada bidang-bidang fungsi yang bhineka.


Secara ringkas bisa dikatakan bahwa dalam dasa warsa kini ini, para manajer semakin dituntut buat mengikuti atau mentaati aturan dan baku-standar etika rakyat. Pada saat yang sama, perhatian manajer wajib dipusatkan pada anugerah tanggapan-tang­gapan organisasi terhadap perkara-masalah sosial. Hal ini mempunyai 2 konsekuensi primer. Pertama, poly organisasi sekarang menge­sampingkan tujuan utamanya maksimalisasi laba, dan menga­lihkan ke pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rakyat dengan per­olehan laba yang secukupnya. Kedua, pencapaian output-output yg lebih baik pada pelaksanaan fungsi tanggung jawab sosial per­usahaan sekarang menjadi semacam peralatan buat membantu suk­ses orgdnisasi. Bagaimana para manajer memelihara penanganan ma­keliru-masalah sosial akan mencerminkan etika pribadinya, kebijaksa­naan-kebijaksanaan organisasi, dan nilai-nilai sosial perusahaan dalam periode waktu tertentu.