MANAJER SEBAGAI PELAKSANA MANAJEMEN

Manajer Sebagai Pelaksana Manajemen 
Peran Manajer dalam Organisasi
Sebagaimana halnya kita telah tak jarang mendengar istilah manajemen, maka kita pun tidak asing lagi dengan kata "manajer". Manajer dalam dasarnya adalah subjek dari kegiatan manajemen. Artinya, manajer adalah orang yang melakukan kegiatan manajemen. Lebih lengkap lagi manajer merupakan individu yang bertanggung jawab secara langsung buat memastikan aktivitas pada sebuah organisasi dijalankan bersama para anggota berdasarkan organisasi.


Dalam setiap organisasi bisnis, para manajer ini bertugas buat memastikan bahwa keseluruhan tujuan yg telah ditetapkan sang organisasi bisa diwujudkan melalui rangkaian aktivitas manajemen, baik yang bersifat fungsional maupun bersifat operasi­onal, sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya.


Tugas manajer-atau istilah apa pun sebagai padanannya-adalah buat memastikan mewujudkan supaya tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif serta efisien melalui serangkaian kegiatan manajemen secara fungsional maupun operasional.


Keahlian-keahlian Manajemen
Untuk bisa mengimplementasikan aktivitas manajemen tadi sinkron menggunakan manfaatnya masing-masing, maka diperlukan beberapa keahlian manajemen (managerial skills) yg diharapkan oleh setiap orang yg terlibat dalam kegiatan organisasi, khususnya organisasi usaha. Keahlian-keahlian tadi mencakup menjadi berikut:

· Keahlian teknis (technical skills), yaitu keahlian yg diharapkan buat melaku­kan pekerjaan spesifik tertentu, seperti mengoperasikan personal komputer , mendesain bangunan, membuat layout perusahaan, dan lain sebagainya.

· Keahlian berkomunikasi serta berinteraksi dengan warga (human relation skills), yaitu keahlian pada memahami dan melakukan interaksi dengan ber­bagai jenis orang di masyarakat. Di antara contoh keahlian ini adalah keahlian dalam bernegosiasi, memotivasi, meyakinkan orang, dan lain sebagainya.

· Keahlian konseptual (conceptual skills), yaitu keahlian dalam berpikir secara abstrak, sistematis, termasuk di dalamnya mendiagnosa dan menganalisis ber­bagai perkara dalam situasi yg berbeda-beda, bahkan keahlian untuk mem­prediksi di masa yang akan datang.

· Keahlian dalamn pengambilan keputusan (decision making skills), yaitu keahlian untuk mengidentifikasi kasus sekaligus menawarkan aneka macam alternatif solusi atas konflik yg dihadapi.
Keahlian dalam mengelola saat (time management skills), yaitu keahlian pada memanfaatkan saat secara efektif dan efisien. 

· Beberapa keahlian lain waktu ini juga menjadi keahlian yg dibutuhkan dalam manajemen atau pengelolaan usaha, terutama bila dikaitkan dengan persaingan usaha global. Di antara keahlian tadi merupakan:

o Keahlian dalam manajemen dunia (global management skills), yaitu keahlian manajerial yang nir saja terfokus dalam satu keadaan pada negara eksklusif, akan tetapi juga lintas negara bahkan lintas budaya.
Keahlian dalam hat teknologi (technological skills), yaitu keahlian manajerial dalam mengikuti dan menguasai banyak sekali perkembangan teknologi yg terjadi. 


Keseluruhan keahlian manajemen tersebut tentunya perlu buat dimiliki oleh setiap pelaku bisnis sekiranya ingin mewujudkan tujuan bisnisnya. Terlebih bila dikaitkan menggunakan persaingan usaha yang semakin ketat serta perkembangan teknologi yg sangat cepat, keahlian tunggal saja tidak relatif buat memenangkan persaingan.


Tingkatan-strata Manajemen
Pada praktiknya, sangat sporadis seorang dapat menguasai secara sekaligus aneka macam keahlian manajemen tersebut. Pada praktiknya banyak sekali keahlian tersebut dibutuhkan pada aktivitas usaha berdasarkar kiprah serta tugas masing-masing orang pada sebuah organisasi bisnis. Tugas serta peran berdasarkan setiap orang tersebut secara organisasional dibagi menjadi beberapa tingkatan yg dinamakan sebagai strata-strata manajemen atau hierarki manajemen.


Ada beberapa tingkatan manajemen sebagaimana dikemukakan sang Nickels McHugh and McHugh (1997). Tingkatan-strata manajemen tadi mencakup:

· Manajemen Tingkat Puncak atau Top Management, yg umumnya terdiri berdasarkan direktur, primer, presiden direktur, atau wakil direktur. Untuk manajemen tingkat ini, keahlian yang terutama diharapkan merupakan keahlian dalam hal konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen dunia, dan manajemen ketika.

· Manajemen Tingkat Menengah atau Middle Management, yang umumnya terdiri dari para manajer, kepala divisi atau departemen, atau ketua cabang. Untuk manajemen taraf menengah ini, keahlian yg diperlukan di antaranya merupakan keahlian konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu, serta juga teknikal.

· Manajemen Supervisi atau Tingkat Pertama atau Supervisory or First-Lme Management, yg umumnya terdiri menurut para supervisi, kepala gerombolan , serta lain sebagainya. Di antara keahlian yg terutama perlu dimiliki merupakan keahlian komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu, serta teknikal.

· Manajemen Nonsupervisi atau Non-Supervisory Management, yg umumnya terdiri berdasarkan para tenaga kerja taraf bawah dalam umumnya seperti buruh, pekerja bangunan, dan lain-lain. Keahlian yg terutama perlu dimiliki pada level ini merupakan keahlian teknikal, komunikasi, serta manajemen waktu.


Secara diagram, dapat dilihat tingkatan-strata manajemen di atas dalam Gambar dibawah ini.


Pada Gambar diatas ditunjukkan strata-tingkatan manajemen melalui gambar segitiga pada mana manajemen tingkat puncak berada pada bagian paling atas dan manajemen nonsupervisi berada di bagian yang paling bawah menurut segitiga tersebut. Hal ini me­nunjukkan bahwa manajemen tingkat zenit secara jumlah merupakan paling sedikit dari sebuah organisasi akan tetapi merupakan penanggung jawab tertinggi di sebuah organisasi. Sedangkan manajemen nonsupervisi merupakan jumlah yang paling banyak dalam sebuah organisasi serta lebih cenderung sebagai pelaksana teknis menurut sebuah organisasi. 

Dalam sebuah organisasi, posisi berdasarkan setiap tingkatan manajemen bisa pada­lihat dalam bagan organisasi sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar diatas. Contoh menurut manajemen tingkat puncak , contohnya, buat posisi direktur dan wakil direktur. Sebagai manajer taraf puncak yang jumlahnya paling sedikit di sebuah organisasi, seseorang manajer tingkat puncak bertanggung jawab atas holistik jalannya organisasi. Untuk manajer tingkat menengah umumnya ditempati oleh para manajer bagian operasional dari mulai pemasaran, personalia, produksi, serta keuangan. Masing-masing manajer dalam taraf menengah inilah yg paling bertanggung jawab atas keseluruhan aktivitas perusahaan yg terkait dengan bagian operasional tadi. Untuk manajer tingkat pertama atau supervisi umumnya bertugas sebagai pembantu manajer operasional buat mengawasi para energi teknis atau buruh supaya pekerjaan yg dibebankan kepadanya nir terbengkalai, dan apa yg telah direncanakan di setiap bagian operasional bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adapun bagi manajemen nonsupervisi umumnya ditempati oleh para pekerja teknis atau buruh yg bertugas menjalankan aktivitas-aktivitas implementatif sebagaimana telah ditugaskan sang manajer tingkat zenit melalui manajer tingkat menengah dan supervisor.

Pada praktiknya, beberapa keahlian manajemen yg sangat majemuk menurut tingkatan-tingkatan manajemennya sangat bersifat relatif, serta tergantung pada budaya organisasi usaha yg dijalankan. Apabila budaya perusahaan yg dikembangkan


cenderung terbuka dan demokratis, maka mampu jadi hampir semua personel di perusahaan dituntut buat menguasai keahlian-keahlian manajemen sebagaimana diterangkan pada atas. Bahkan sulit buat dibedakan keahlian mana yang harus dimiliki sang setiap strata manajemen. Perbedaan dalam taraf manajemen hanya bisa pada­lihat pada saat masing-masing personel mengimplementasikan pekerjaan yg ditugas­kan kepadanya. Namun, sekiranya budaya perusahaan yang dikembangkan cenderung tertutup serta bersifat top-down policy, maka sanggup jadi jenis-jenis keahlian tadi akan dapat dibedakan menurut strata-strata manajemennya.


Manajemen Sebagai Seni Dan Sains 
Salah satu keunikan dari ilmu manajemen merupakan bahwa mereka yg menguasai pengetahuan manajemen belum tentu mempunyai pengalaman atau sanggup buat menjalankan aktivitas manajemen dalam praktik. Sebaliknya juga, mereka yang telah berpengalaman dalam aktivitas manajemen secara praktik, belum tentu mengerti akan kerangka teoritis atau pengetahuan tentang aktivitas manajemen yang telah di­jalankannya. Yang terbaik tentu saja apabila kedua-duanya dapat dipadukan, seorang yang poly mengetahui serta menguasai pengetahuan tentang manajemen sebaiknya mengimbangi pengetahuannya secara teoritis menggunakan pengalaman melalui praktik pada dunia konkret, contohnya pada global organisasi. Seorang mahasiswa jurusan manajemen, misalnya, sebaiknya juga mengikuti banyak sekali aktivitas organisasi agar pengetahuan manajemen yg dipelajarinya akan semakin dimengerti secara praktik.


Pengetahuan kita akan manajemen akan semakin kita pahami sekiranya kita padu menggunakan aktivitas praktik. Banyak pengusaha-pengusaha yg sudah berhasil pada aktivitas bisnisnya, padahal tidak pernah mengecap pendidikan pada jurusan manajemen. Sebaliknya poly juga lulusan sekolah manajemen nir bisa berbuat apa-apa ketika pertama kali bekerja dikarenakan miskin pengalaman secara praktik. Tidak heran mengapa sekarang sekolah-sekolah manajemen mulai mengubah kerangka berpikir pem­belajarannya menggunakan memadukan antara teori dan praktik. Salah satu caranya merupakan dengan mengundang para praktisi buat mengajar pada sekolah-sekolah manajemen atau menaruh kesempatan para mahasiswanya buat melalui proses magang di perusahaan-perusahaan supaya bisa belajar secara aplikatif. Bentuk lain jua dapat dilakukan seperti melakukan metode yang bergerak maju dalam pembelajaran manajemen di kelas. Role playing, dinamika grup, studi perkara, adalah di antara beberapa metode yang cukup efektif mendekatkan para mahasiswa menurut teori kepada pemahaman praktik.


Manajemen: Seni atau Sains?
Berdasarkan pengertian pada atas, maka sering didapati pertanyaan apakah manajemen itu seni ataukah sains? Seni di satu sisi bersifat bergerak maju, nir berpola tunggal, dan menuntut adanya kreativitas dan keterlibatan pada dalanulya. Sedangkan di sisi lain sains cenderung bersifat tidak aktif, berpola tunggal dari verifikasi ilmiah, dan menuntut adanya tahapan-tahapan yg sistematis. Kedua pendapat sebagai pedoman adaptasi organisasi terhadap lingkungan eks­tern mikro dan makro, namun juga menuntut usaha-bisnis organisasi buat mempengaruhi perilaku faktor-faktor dalam lingkungan eks­tern mikro.


Tanggung Jawab Sosial Manajer
Tanggung jawab sosial berarti bahwa manajemen mempertim­bangkan dampak sosial serta ekonomi di pada pembuatan keputus­annya. Tanggung jawab sosial perusahaan ini adalah keliru satu tugas yg harus dilakukan oleh para manajer organisasi perusahaan, karena aspek ini adalah kondisi primer bagi berhasilnya perusaha­an, terutama buat jangka panjang. Dengan demikian manajer se­karang dituntut buat mengimplementasikan etika berusaha (the ethics of managers), terutama dalam hubungannya dengan langganan, karyawan, penemu teknologi, forum-forum pendidikan, per­usahaan-perusahaan lain, para penyedia, kreditur, pemegang saham, pemerintah serta warga pada umumnya.


Etika berkenaan menggunakan pendapat mengenai benar dan salah , le­bih khusus, dengan kewajiban moral seseorang dalam warga . Etika ini merupakan sistem ungkapan-ungkapan yang menyangkut perilaku, perbuatan dan sikap manusia terhadap peristiwa-peristiwa yang dianggap penting dalam hidupnya. Penentuan etika sahih serta galat adalah sulit, karena pada kenyataannya baku-baku mo­ral berubah setiap waktu. Kelompok-grup yg tidak sinkron dalam masyarakat yg sama mungkin memiliki gagasan-gagasan ten­tang benar serta keliru yang saling bertentangan. Bagaimanapun jua, etika para manajer akan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan dan kegiatan-aktivitas organisasi. Tentunya etika manajer wajib men­dasarkan diri pada nilai-nilai atau standar moral yg dianggap baik serta luhur pada suatu lingkungan atau warga .


Ada lima faktor yg mempengaruhi keputusan-keputusan dalam masalah etika, yaitu : (1) hukum, (2) peraturan-peraturan pemerin­tah, (tiga) kode etik industri serta perusahaan, (4) tekanan-tekanan so­sial , serta (lima) tegangan antara baku perorangan dan kebutuhan or­ganisasi. Faktor-faktor ini mempengaruhi etika manajer dengan ting­katan dan dalam bidang-bidang fungsi yang bhineka.


Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada dasa warsa kini ini, para manajer semakin dituntut buat mengikuti atau mentaati aturan dan baku-baku etika rakyat. Pada ketika yang sama, perhatian manajer wajib dipusatkan pada pemberian tanggapan-tang­gapan organisasi terhadap kasus-perkara sosial. Hal ini mempunyai dua konsekuensi primer. Pertama, banyak organisasi kini menge­sampingkan tujuan utamanya maksimalisasi laba, serta menga­lihkan ke pemenuhan kebutuhan-kebutuhan warga dengan per­olehan keuntungan yg secukupnya. Kedua, pencapaian output-hasil yg lebih baik dalam aplikasi fungsi tanggung jawab sosial per­usahaan sekarang sebagai semacam alat-alat buat membantu suk­ses orgdnisasi. Bagaimana para manajer memelihara penanganan ma­galat-kasus sosial akan mencerminkan etika pribadinya, kebijaksa­naan-kebijaksanaan organisasi, serta nilai-nilai sosial perusahaan dalam periode ketika tertentu.

MANAJER SEBAGAI PELAKSANA MANAJEMEN

Manajer Sebagai Pelaksana Manajemen 
Peran Manajer dalam Organisasi
Sebagaimana halnya kita telah tak jarang mendengar kata manajemen, maka kita pun tidak asing lagi menggunakan kata "manajer". Manajer dalam dasarnya adalah subjek dari kegiatan manajemen. Artinya, manajer merupakan orang yang melakukan aktivitas manajemen. Lebih lengkap lagi manajer merupakan individu yg bertanggung jawab secara langsung buat memastikan aktivitas pada sebuah organisasi dijalankan beserta para anggota dari organisasi.


Dalam setiap organisasi bisnis, para manajer ini bertugas buat memastikan bahwa holistik tujuan yg sudah ditetapkan oleh organisasi dapat diwujudkan melalui rangkaian aktivitas manajemen, baik yg bersifat fungsional maupun bersifat operasi­onal, sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya.


Tugas manajer-atau istilah apa pun sebagai padanannya-merupakan buat memastikan mewujudkan supaya tujuan organisasi bisa tercapai secara efektif serta efisien melalui serangkaian kegiatan manajemen secara fungsional juga operasional.


Keahlian-keahlian Manajemen
Untuk bisa mengimplementasikan kegiatan manajemen tersebut sinkron dengan manfaatnya masing-masing, maka diperlukan beberapa keahlian manajemen (managerial skills) yang diperlukan sang setiap orang yg terlibat pada kegiatan organisasi, khususnya organisasi usaha. Keahlian-keahlian tersebut mencakup sebagai berikut:

· Keahlian teknis (technical skills), yaitu keahlian yg diharapkan buat melaku­kan pekerjaan khusus tertentu, misalnya mengoperasikan komputer, mendesain bangunan, menciptakan layout perusahaan, serta lain sebagainya.

· Keahlian berkomunikasi dan berinteraksi dengan rakyat (human relation skills), yaitu keahlian dalam tahu serta melakukan interaksi menggunakan ber­bagai jenis orang di masyarakat. Di antara model keahlian ini merupakan keahlian pada bernegosiasi, memotivasi, meyakinkan orang, dan lain sebagainya.

· Keahlian konseptual (conceptual skills), yaitu keahlian pada berpikir secara abstrak, sistematis, termasuk pada dalamnya mendiagnosa dan menganalisis ber­bagai kasus pada situasi yang berbeda-beda, bahkan keahlian buat mem­prediksi di masa yg akan datang.

· Keahlian dalamn pengambilan keputusan (decision making skills), yaitu keahlian buat mengidentifikasi kasus sekaligus memberikan berbagai alternatif solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Keahlian dalam mengelola ketika (time management skills), yaitu keahlian pada memanfaatkan ketika secara efektif serta efisien. 

· Beberapa keahlian lain ketika ini juga menjadi keahlian yang dibutuhkan dalam manajemen atau pengelolaan bisnis, terutama jika dikaitkan menggunakan persaingan usaha global. Di antara keahlian tersebut adalah:

o Keahlian dalam manajemen dunia (dunia management skills), yaitu keahlian manajerial yg nir saja terfokus pada satu keadaan di negara tertentu, akan namun juga lintas negara bahkan lintas budaya.
Keahlian dalam hat teknologi (technological skills), yaitu keahlian manajerial pada mengikuti dan menguasai berbagai perkembangan teknologi yang terjadi. 


Keseluruhan keahlian manajemen tersebut tentunya perlu buat dimiliki oleh setiap pelaku usaha sekiranya ingin mewujudkan tujuan bisnisnya. Terlebih apabila dikaitkan menggunakan persaingan bisnis yg semakin ketat dan perkembangan teknologi yg sangat cepat, keahlian tunggal saja nir cukup buat memenangkan persaingan.


Tingkatan-tingkatan Manajemen
Pada praktiknya, sangat jarang seseorang dapat menguasai secara sekaligus banyak sekali keahlian manajemen tadi. Pada praktiknya aneka macam keahlian tadi dibutuhkan pada aktivitas bisnis berdasarkar kiprah dan tugas masing-masing orang pada sebuah organisasi usaha. Tugas serta peran dari setiap orang tersebut secara organisasional dibagi sebagai beberapa strata yang dinamakan sebagai tingkatan-tingkatan manajemen atau hierarki manajemen.


Ada beberapa strata manajemen sebagaimana dikemukakan oleh Nickels McHugh and McHugh (1997). Tingkatan-strata manajemen tadi mencakup:

· Manajemen Tingkat Puncak atau Top Management, yg umumnya terdiri berdasarkan direktur, utama, presiden direktur, atau wakil direktur. Untuk manajemen taraf ini, keahlian yg terutama dibutuhkan merupakan keahlian pada hal konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen dunia, serta manajemen ketika.

· Manajemen Tingkat Menengah atau Middle Management, yg umumnya terdiri dari para manajer, ketua divisi atau departemen, atau kepala cabang. Untuk manajemen tingkat menengah ini, keahlian yg diharapkan di antaranya adalah keahlian konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen saat, dan jua teknikal.

· Manajemen Supervisi atau Tingkat Pertama atau Supervisory or First-Lme Management, yg umumnya terdiri menurut para pengawasan, ketua grup, serta lain sebagainya. Di antara keahlian yg terutama perlu dimiliki merupakan keahlian komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu, dan teknikal.

· Manajemen Nonsupervisi atau Non-Supervisory Management, yg umumnya terdiri berdasarkan para tenaga kerja taraf bawah pada umumnya seperti buruh, pekerja bangunan, serta lain-lain. Keahlian yg terutama perlu dimiliki dalam level ini merupakan keahlian teknikal, komunikasi, dan manajemen ketika.


Secara diagram, dapat ditinjau strata-tingkatan manajemen pada atas pada Gambar dibawah ini.


Pada Gambar diatas ditunjukkan strata-tingkatan manajemen melalui gambar segitiga di mana manajemen tingkat zenit berada pada bagian paling atas serta manajemen nonsupervisi berada pada bagian yang paling bawah menurut segitiga tersebut. Hal ini me­nunjukkan bahwa manajemen taraf puncak secara jumlah adalah paling sedikit dari sebuah organisasi akan tetapi adalah penanggung jawab tertinggi di sebuah organisasi. Sedangkan manajemen nonsupervisi adalah jumlah yg paling poly dalam sebuah organisasi dan lebih cenderung menjadi pelaksana teknis menurut sebuah organisasi. 

Dalam sebuah organisasi, posisi menurut setiap tingkatan manajemen dapat pada­lihat pada bagan organisasi sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar diatas. Contoh dari manajemen taraf zenit, contohnya, buat posisi direktur serta wakil direktur. Sebagai manajer taraf zenit yang jumlahnya paling sedikit di sebuah organisasi, seorang manajer tingkat puncak bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya organisasi. Untuk manajer tingkat menengah umumnya ditempati oleh para manajer bagian operasional menurut mulai pemasaran, personalia, produksi, serta keuangan. Masing-masing manajer dalam tingkat menengah inilah yang paling bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan perusahaan yang terkait menggunakan bagian operasional tadi. Untuk manajer tingkat pertama atau pengawasan biasanya bertugas sebagai pembantu manajer operasional buat mengawasi para energi teknis atau buruh supaya pekerjaan yang dibebankan kepadanya tidak terbengkalai, dan apa yang telah direncanakan di setiap bagian operasional bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adapun bagi manajemen nonsupervisi biasanya ditempati sang para pekerja teknis atau buruh yg bertugas menjalankan aktivitas-aktivitas implementatif sebagaimana telah ditugaskan oleh manajer tingkat puncak melalui manajer tingkat menengah dan supervisor.

Pada praktiknya, beberapa keahlian manajemen yg sangat beragam berdasarkan strata-tingkatan manajemennya sangat bersifat nisbi, serta tergantung kepada budaya organisasi bisnis yang dijalankan. Apabila budaya perusahaan yang dikembangkan


cenderung terbuka dan demokratis, maka sanggup jadi hampir semua personel di perusahaan dituntut buat menguasai keahlian-keahlian manajemen sebagaimana diterangkan di atas. Bahkan sulit buat dibedakan keahlian mana yg harus dimiliki oleh setiap tingkatan manajemen. Perbedaan pada taraf manajemen hanya sanggup di­lihat pada saat masing-masing personel mengimplementasikan pekerjaan yg ditugas­kan kepadanya. Tetapi, sekiranya budaya perusahaan yg dikembangkan cenderung tertutup serta bersifat top-down policy, maka mampu jadi jenis-jenis keahlian tersebut akan dapat dibedakan berdasarkan tingkatan-tingkatan manajemennya.


Manajemen Sebagai Seni Dan Sains 
Salah satu keunikan dari ilmu manajemen adalah bahwa mereka yg menguasai pengetahuan manajemen belum tentu memiliki pengalaman atau bisa buat menjalankan aktivitas manajemen pada praktik. Sebaliknya jua, mereka yang telah berpengalaman pada kegiatan manajemen secara praktik, belum tentu mengerti akan kerangka teoritis atau pengetahuan tentang kegiatan manajemen yg sudah pada­jalankannya. Yang terbaik tentu saja bila kedua-duanya dapat dipadukan, seseorang yg poly mengetahui serta menguasai pengetahuan mengenai manajemen usahakan mengimbangi pengetahuannya secara teoritis dengan pengalaman melalui praktik pada global konkret, contohnya dalam global organisasi. Seorang mahasiswa jurusan manajemen, misalnya, sebaiknya pula mengikuti aneka macam aktivitas organisasi agar pengetahuan manajemen yang dipelajarinya akan semakin dimengerti secara praktik.


Pengetahuan kita akan manajemen akan semakin kita pahami sekiranya kita padu menggunakan kegiatan praktik. Banyak pengusaha-pengusaha yang sudah berhasil dalam kegiatan bisnisnya, padahal tidak pernah mengecap pendidikan di jurusan manajemen. Sebaliknya banyak pula lulusan sekolah manajemen nir dapat berbuat apa-apa ketika pertama kali bekerja dikarenakan miskin pengalaman secara praktik. Tidak heran mengapa sekarang sekolah-sekolah manajemen mulai mengganti paradigma pem­belajarannya dengan memadukan antara teori dan praktik. Salah satu caranya adalah dengan mengundang para praktisi untuk mengajar pada sekolah-sekolah manajemen atau menaruh kesempatan para mahasiswanya buat melalui proses magang di perusahaan-perusahaan agar dapat belajar secara aplikatif. Bentuk lain jua dapat dilakukan misalnya melakukan metode yang dinamis dalam pembelajaran manajemen pada kelas. Role playing, dinamika grup, studi masalah, adalah di antara beberapa metode yang relatif efektif mendekatkan para mahasiswa menurut teori kepada pemahaman praktik.


Manajemen: Seni atau Sains?
Berdasarkan pengertian pada atas, maka tak jarang didapati pertanyaan apakah manajemen itu seni ataukah sains? Seni di satu sisi bersifat dinamis, tidak berpola tunggal, serta menuntut adanya kreativitas dan keterlibatan pada dalanulya. Sedangkan di sisi lain sains cenderung bersifat tidak aktif, berpola tunggal berdasarkan pembuktian ilmiah, dan menuntut adanya tahapan-tahapan yang sistematis. Kedua pendapat menjadi panduan adaptasi organisasi terhadap lingkungan eks­tern mikro serta makro, namun pula menuntut bisnis-bisnis organisasi untuk menghipnotis perilaku faktor-faktor dalam lingkungan eks­tern mikro.


Tanggung Jawab Sosial Manajer
Tanggung jawab sosial berarti bahwa manajemen mempertim­bangkan dampak sosial serta ekonomi di dalam pembuatan keputus­annya. Tanggung jawab sosial perusahaan ini merupakan keliru satu tugas yg harus dilakukan oleh para manajer organisasi perusahaan, karena aspek ini adalah kondisi primer bagi berhasilnya perusaha­an, terutama buat jangka panjang. Dengan demikian manajer se­karang dituntut buat mengimplementasikan etika berusaha (the ethics of managers), terutama dalam hubungannya menggunakan langganan, karyawan, penemu teknologi, forum-lembaga pendidikan, per­usahaan-perusahaan lain, para penyedia, kreditur, pemegang saham, pemerintah serta warga pada umumnya.


Etika berkenaan menggunakan pendapat tentang benar serta keliru, le­bih khusus, menggunakan kewajiban moral seseorang dalam rakyat. Etika ini merupakan sistem ungkapan-ungkapan yang menyangkut perilaku, perbuatan dan perilaku insan terhadap peristiwa-peristiwa yg dipercaya penting pada hidupnya. Penentuan etika benar dan keliru adalah sulit, karena dalam kenyataannya standar-baku mo­ral berubah setiap saat. Kelompok-gerombolan yg tidak selaras pada rakyat yang sama mungkin mempunyai gagasan-gagasan ten­tang sahih dan keliru yang saling bertentangan. Bagaimanapun pula, etika para manajer akan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan serta kegiatan-kegiatan organisasi. Tentunya etika manajer wajib men­dasarkan diri dalam nilai-nilai atau standar moral yg dipercaya baik serta luhur pada suatu lingkungan atau masyarakat.


Ada 5 faktor yg menghipnotis keputusan-keputusan pada kasus etika, yaitu : (1) hukum, (dua) peraturan-peraturan pemerin­tah, (3) kode etik industri serta perusahaan, (4) tekanan-tekanan so­naas, dan (5) tegangan antara baku perorangan dan kebutuhan or­ganisasi. Faktor-faktor ini mensugesti etika manajer dengan ting­katan serta pada bidang-bidang fungsi yang bhineka.


Secara ringkas bisa dikatakan bahwa dalam dasa warsa kini ini, para manajer semakin dituntut buat mengikuti atau mentaati aturan dan baku-standar etika rakyat. Pada saat yang sama, perhatian manajer wajib dipusatkan pada anugerah tanggapan-tang­gapan organisasi terhadap perkara-masalah sosial. Hal ini mempunyai 2 konsekuensi primer. Pertama, poly organisasi sekarang menge­sampingkan tujuan utamanya maksimalisasi laba, dan menga­lihkan ke pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rakyat dengan per­olehan laba yang secukupnya. Kedua, pencapaian output-output yg lebih baik pada pelaksanaan fungsi tanggung jawab sosial per­usahaan sekarang menjadi semacam peralatan buat membantu suk­ses orgdnisasi. Bagaimana para manajer memelihara penanganan ma­keliru-masalah sosial akan mencerminkan etika pribadinya, kebijaksa­naan-kebijaksanaan organisasi, dan nilai-nilai sosial perusahaan dalam periode waktu tertentu.

KONSEPKONSEP DALAM FUNGSI PENGAWASAN DARI PENGENDALIAN

Konsep-Konsep Dalam Fungsi Pengawasan Dari Pengendalian
Perlu adanya fungsi manajemen yg diarahkan untuk memastikan apakah planning yang diimplementasikan berjalan sebagaimana mestinya serta mencapai tujuan yang ditetapkan ataukah nir. Selain memastikan, juga perlu diketahui apa yg sebagai penyebab, misalnya, bila sebuah rencana ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya, serta kemudian bagaimana tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Fungsi manajemen yang diarahkan buat melakukan supervisi atas apa yang sudah direncanakan dan bagaimana langkah-langkah koreksinya dinarnakan menggunakan fungsi supervisi atau pengendalian. Dalam tertninologi bahasa Inggris, fungsi ini acapkali dinamakan menggunakan fungsi Controlling, Evaluating, Appraising, dan Correcting. Semua istilah ini memiliki arti yg hampir sarna, yaitu mengontrol atau mengendalikan, mengevaluasi, menilai atau mengukur, dan mengoreksi. Akan namun, dikarenakan fungsi manajemen yg dibutuhkan tidak hanya pengawasan, natnun mencakup pula penetapan standar Kinerja perusahaan, pertg­berukuran Kinerja yg dicapai perusahaan, serta pengambilan tindakan koreksi sekiranya baku Kinerja menyimpang dari sernestinya, maka penamaan fungsi controlling lebih poly dipakai, dan pada bahasa Indonesia istilah "pengawasan" lebih banyak dipakai. Fungsi supervisi pada dasarnya adalah proses yg dilakukan buat memastikan agar apa yang sudah direncanakan berjalan sehagaimana tnestinya. Termasuk ke pada fungsi pengawasan adalah identifikasi banyak sekali faktor yang uleng­hambat sebuah aktivitas, dan juga pengambilan tindakan koreksi yg diperlukan supaya tujuan organisasi bisa tetap tercapai. Sebagai kesimpulan, fungsi pengawasan diperlukan buat memastikan apakah apa yg sudah direncanakan serta diorganisasikan berjalan sebagairnana mestinya ataukah nir. Jika nir berjalan menggunakan sernestinya, maka fungsi supervisi jua melakukan proscs buat mengoreksi aktivitas yang sedang berjalan supaya bisa tetap medcapai apa yg sudah direncanakan.

Beberapa Pengertian berdasarkan Pengawasan
Beberapa pengertian supervisi telah dikemukakan sang poly penulis pada bidang manajemen, pada antaranya sang Schermerhorn (2002), Stoner, Freeman, dan Gilbert (2000), dan Mockler. Schermerhorn mendefinisikan supervisi sebagai proses pada memutuskan ukuran Kinerja serta pengambilan tindakan yang bisa mendukung pencapaian output yang diharapkan sinkron dengan Kinerja yg telah ditetapkan Cersebut.

(Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results). Berdasarkan pengertian ini, Schermerhorn menekankan fungsi supervisi dalam penetapan baku Kinerja serta tindakan yang harus dilakukan pada rangka pencapaian Kinerja yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, manajer pada pc-rusahaan perlu menetapkan baku Kinerja buat setiap pekerjaan yg akan dilakukan, apakah di-contohnya-bagian sumber daya manusia, produksi, pemasaran, ataupun bagian lain pada perusahaan. Standar Kinerja ini akan menjadi berukuran apakah pada pe­laksanaannya nanti, manajer perlu melakukan tindakan koreksi ataukah nir sekira­nya ditemukan beberapa atau berbagai penyimpangan. Penjelasan ini sejalan menggunakan pengertian pengawasan menurut Stoner, Freeman, serta Gilbert (2000) di mana mcnurut mereka Control merupakan the process of ensuring that actual activities conform the planned activities. Jadi, pengawasan adalah proses buat memastikan bahwa segala aktivitas yang terlaksana sesuai dengan apa yg telah direncanakan.

Secara lebih lengkap, Mockler, pada Stoner, Freeman, dan Gilbert (2000) me­ngemukakan fungsi supervisi sebagai a systematic effort to set performance standards with rencana objectives, to design information feedback systems, to compare actual performance with these predetermmed standards, to determme whether there are any deviations and to measure their significance, and to take any action required to assure that all corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives, Fungsi supervisi pada manajemen merupakan upaya sistematis pada tetapkan baku Kinerja dan banyak sekali tujuan yg direncanakan, mendesain sistem fakta umpan batik, membandingkan antara Kinerja yang dicapai menggunakan baku yg sudah ditetapkan sebelumnya, menentukan apakah masih ada penyimpangan serta tingkat signifikansi berdasarkan setiap penyimpangan tadi, dan mengambil tindakan yg di­perlukan untuk memastikan bahwa seluruh sumber daya perusahaan dipergunakan secara efektif serta efisien pada pencapaian tujuan perusahaan.

Pengertian Mockler secara lengkap menguraikan bahwa pada intinya pengawasan nir hanya berfungsi buat menilai apakah sesuatu itu berjalan ataukah nir, akan tetapi termasuk tindakan koreksi yg mungkin dibutuhkan juga penentuan sekaligus penyesuaian standar yg terkait menggunakan penCapaian tujuan menurut saat ke saat.

Tujuan dari Fungsi Pengawasan
Griffin (2000) menyebutkan bahwa masih ada empat tujuan berdasarkan fungsi pengawasan. Keempat tujuan tadi merupakan adaptasi lingkungan, meminimalkan kegagalan, me­minimumkan porto, serta mengantisipasi kompleksitas menurut organisasi.

Adaptasi Lingkungan, Tujuan pertama dari fungsi pengawasan merupakan agar perusahaan bisa terus ber­adaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan perusahaan, baik lingkungan yg bersifat internal juga lingkungan eksternal. Sebagai contoh, waktu teknologi warta serta personal komputer belum secartggih ketika ini, kualifikasi minimum tenaga kerja pada sebuah perusahaan barangkali hanya dibatasi pada kemampuan mengetik, atau kualifikasi pendidikan minimum, misalnya SMU serta lain-lain. Natnun saat ini, waktu hampir semua perusahaan memakai personal komputer menjadi ujung tombak aktivitas sehari-harinya, yaitu menurut mulai pengetikan, pemrosesan data, laporan keuangan, dan lain sebagainya, maka kualifikasi minimum untuk energi kerja sebagai berubah. Saat ini, seorang yang ingin bekerja pada perusahaan tertentu telah dipersyaratkan buat memiliki kernampuan pada mengoperasikan personal komputer . Dalam hal ini, perusahaan perlu mengikuti keadaan pada hal penggunaan energi kerjanya. Ketika aktivitas perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan penggunaan teknologi personal komputer , maka perusahaan pun perlu melakukan pengawasan serta evaluasi atas energi kerja yang pada­milikinya. Standar kualifikasi tenaga kerja akhirnya wajib diubahsuaikan. 

Pengawasan serta pengendalian perlu dilakukan agar perusahaan permanen bisa mengikuti keadaan terus dengan perubahan ling­kungan. Dengan demikian, fungsi supervisi tidak saja dilakukan untuk memastikan supaya kegiatan perusahaan berjalan sebagaimana rencana yg telah ditetapkan, akan namun pula agar kegiatan yang dijalankan sinkron menggunakan perubahan lingkungan, lantaran sangat memungkinkan perusahaan juga mengubah rencana perusahaan ditimbulkan terjadinya aneka macam perubahan pada lingkungan yang dihadapi perusahaan.

Meminimumkan Kegagalan, Tujuan ke 2 berdasarkan fungsi supervisi adalah buat meminimumkan kegagalan. Ketika perusahaan melakukan kegiatan produksi contohnya, perusahaan berharap supaya kegagalan seminimal mungkin. Ketika perusahaan mempunyai target produksi sebesar 10.000 unit, maka perusahaan berharap bahwa bagian produksi dapat membentuk produk sebesar unit tadi. Katakanlah, saat bagian produksi ternyata hanya mampu membuat 9.000 unit yang memenuhi standar, serta 1.000 unit yg tidak memenuhi baku, maka perusahaan mengalami 1.000 unit kegagalan dalam produksi, serta hal tersebut akan sangat merugikan perusahaan karena sasaran tidak tercapai.

Oleh karena itu perusahaan perlu menjalankan fungsi pengawasan supaya kegagalan­kegagalan tersebut dapat diminimumkan.

Meminimumkan Biaya, Tujuan ketiga menurut fungsi pengawasan adalah buat meminimumkan porto. Sebagai­mana contoh yang telah dikemukakan di atas, waktu perusahaan mengalami kegagalan sebanyak 1.000 unit, maka akan ada pemborosan porto sebanyak 1.000 unit yg tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Oleh karenanya, fungsi supervisi melalui penetapan standar tertentu pada meminimumkan kegagalan pada produksi misalnya, akan bisa meminimumkan porto yg wajib dimuntahkan oleh perusahaan. Sebagai contoh lain, pengawasan terhadap tenaga kerja menurut perkara korupsi. Korupsi dapat berupa korupsi jam kerja, penggunaan fasilitas perusahaan bukan buat kepentingan per­usahaan, hingga korupsi berupa penggelapan uang. Fungsi pengawasan terhadap tenaga kerja sangat dibutuhkan supaya tidak terjadi tindak korupsi ini. Bagaimana hat ini dapat meminimumkan biaya ? Kita dapat kalkulasikan, misalnya apabila pada sebuah perusahaan yang terdiri berdasarkan 1000 orang pegawai, katakanlah 10 % dari pegawai memakai fasilitas perusahaan, katakanlah menggunakan telepon buat kepentingan pribadi per harinya selama 10 menit, dan buat setiap 10 mnt tersebut porto dialog via telepon merupakan sebesar 5.000 rupiah (baik telepon biasa maupun selular), berarti perusahaan wajib mengeluarkan lebih kurang 500.000 rupiah buat per harinya (lima.000 rupiah x 10% x 1000 pegawai) atau 10 juta rupiah per bulannya (perkiraan 20 hari kerja) buat pengeluaran melalui percakapan telepon yang tidak terkait dengan kegiatan perusaha­an. Dari model ini, kita bisa memperkirakan berapa banyak porto yg bisa dihemat sekiranya hat tersebut pada atas nir terjadi melalui optimalisasi menurut fungsi supervisi.

Antisipasi Kompleksitas Organisasi, Tujuan terakhir dari fungsi supervisi merupakan agar perusahaan bisa meng­antisipasi aneka macam kegiatan organisasi yang kompleks. Kompleksitas tadi menurut mulai pengelolaan terhadap produk, energi kerja, hingga aneka macam mekanisme yang terkait menggunakan manajemen organisasi. Oleh karenanya, kentara fungsi supervisi mempunyai peran penting buat merijamin bahwa kompleksitas tadi dapat diantisipasi dengan baik.

Agar keempat tujuan dari fungsi pengawasan tadi bisa lebih dipahami, maka berikut adalah akan diuraikan langkah-langkah berdasarkan proses supervisi sehingga kaitan antara apa yang dikerjakan sang perusahaan menggunakan fungsi pengawasan akan lebih bisa dipahami.

Langkah-langkah dalam Proses Pengawasan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam fungsi pengawasan terdiri berdasarkan:
1. Penetapan standar serta metode penilaian Kinerja 
2. Penilaian Kinerja
3. Penilaian apakah Kinerja memenuhi baku ataukah nir 
4. Pengambilan tindakan koreksi

Penetapan Standar serta Metode Penilaian Kinerja
Idealnya, tujuan yg ingin dicapai organisasi usaha atau perusahaan usahakan ditetapkan dengan jelas serta lengkap pada saat perencanaan dilakukan. `Lengkap' pada sini berarti bahwa penetapan baku usahakan juga dilakukan dalam ketika perencanaan dilakukan. Terdapat 3 alasan mengapa tujuan harus ditetapkan menggunakan kentara serta memuat standar pencapaian tujuan. Pertama adalah bahwa sering kali tujuan terlalu bersifat generik sehingga sulit buat dievaluasi dalam waktu implementasi dilakukan. Misalnya untuk bagian pemasaran, perusahaan mempunyai tujuan buat "mempertinggi penjual­an". Tujuan ini kentara tetapi sangat sulit buat diukur, sebagai akibatnya bila dilakukan evaluasi apakah tujuan peningkatan ini tercapai atau tidak sebagai nir gampang buat dinilai. Sebagai contoh, penjualan tahun ini sebanyak dua.001 unit bila dibandingkan menggunakan penjualan tahun lalu sebesar 2000 unit merupakan termasuk ke dalam peningkatan pen­jualan. Tetapi, apakah ini yang diinginkan? 1 unit peningkatan adalah jua peningkatan bukan? Kedua, berdasarkan alasan pertama tersebut, sebaiknya tujuan yg ditetapkan memuat standar yg lebih jelas dinyatakan. Misalnya saja, "menaikkan penjualan sebanyak 50 %". Dengan rumusan tujuan misalnya ini, maka tujuan lebih kentara serta lebih lengkap sebagai akibatnya gampang buat dievaluasi pada ketika implementasi apakah tercapai ataukah nir. Berdasarkan contoh di atas, bila peningkatan penjualan yang diinginkan adalah 50 persen, maka penjualan tahun ini yang diharapkan adalah sebesar tiga.000 unit karena jumlah tadi merupakan peningkatan sebesar 50 % menurut penjualan tahun lalu yg sebesar dua.000 unit. Fungsi pengawasan pada hal ini akan lebih gampang karena manajemen sudah memiliki batasan contohnya bila penjualan ternyata berada pada bawah tiga.000 unit berarti jumlah penjualan kurang berdasarkan standar, sehingga manajemen perlu mencari faktor-faktor yg menyebabkan ketidakmampuan per­usahaan mencapai baku tadi, apakah disebabkan karena faktor yg disengaja ataukah tidak, serta seterusnya. Alasan ketiga mengapa penetapan tujuan perlu dilakukan secara kentara serta lengkap adalah bahwa kejelasan serta kelengkapan tujuan memudahkan manajemen pada melakukan komunikasi pada organisasi termasuk jua menentukan metode yg akan digunakan dalam mengevaluasi standar yang telah ditetapkan. Manajemen akan dengan gampang mengungkapkan kepada seluruh pihak pada organisasi apabila tujuan organisasi kentara dirumuskan. Peningkatan penjualan sebesar 50 persen adalah lebih gampang buat dikomunikasikan jika dibandingkan menggunakan "peningkatan penjualan" saja. Seba.gaimana model pada atas, peningkatan penjualan sebesar 1 unit pula adalah peningkatan, akan tetapi tentu saja bukan sekadar itu yg dimaksud dalam umumnya.

Penilaian Kinerja, Pada dasarnya penilaian Kinerja merupakan upaya buat membandingkan Kinerja yg dicapai dengan tujuan serta baku yang telah ditetapkan semula. Penilaian Kinerja adalah sebuah proses yg berkelanjutan serta monoton. Terdapat beberapa aktivitas yg hanya bisa dicermati kualitas pengerjaannya dalam ketika akhir berdasarkan kegiatan tadi. Misalnya saja sebuah proses produksi berdasarkan sepasang sepatu. Setelah sepasang sepatu jadi, maka kita bisa melihat kualitas sepatu tersebut dari produk akhir atau produk jadinya. Tetapi demikian, kita pula bisa mengevaluasi bahwa sekiranya. Kualitas sepatu yang dinilai ternyata nir sebagaimana mestinya, maka hat tadi bisa saja terjadi dalam waktu pengerjaan, maupun sebelum pengerjaan sepatu tadi dilakukan. Namun pada tahap fokus pengawasan lebih kepada penentuan menggunakan cara bagaimana evaluasi akan dilakukan? Berapa usang sekali? Apa saja yg perlu dinilai? Serta lain sebagainya. Apabila pada tahap sebelumnya kita telah menetapkan bahwa standar yg kita hendak capai merupakan peningkatan penjualan sebesar 50 %, maka dalam termin ini kita memutuskan bahwa evaluasi akan dilakukan sang manajer penjualan misalnya setiap 1 tahun sekali menggunakan menilai taraf penjualan yg dicapai selama satu tahun tadi. Lantaran yang akan kita nilai merupakan taraf penjualan, maka variabel yang akan kita nilai jua kita tentukan, yaitu misalnya jumlah penjualan pada tahun itu.

Membandingkan Kinerja menggunakan Standar, Setelah kita menetapkan bahwa yang akan kita nilai merupakan tingkat penjualan setiap satu tahun sekali sang manajer penjualan, maka dalam termin ini manajer penjualan akan melakukan perbandingan berdasarkan apa yg sudah diperoleh pada bagian penjualan dengan baku yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh, karena kita telah menetapkan standar yang akan kita capai merupakan peningkatan penjualan sebesar 50 % berdasarkan tahun sebelumnya, maka manajer penjualan kemudian melakukan pengecekan dari data penjualan taraf penjualan yang telah dicapai pada tahun ini, dan kemudian juga data penjualan pada tahun yg lalu. Setelah ke 2 data penjualan dari tahun lalu serta tahun ini diperoleh, manajer penjualan kemudian melakukan perbandingan atas apa yang dicapai tahun ini dengan yg sudah dicapai dalam tahun lalu. Sebagai model, misalnya kita dapatkan data menurut bagian penjualan sebagai berikut:


Penjualan tahun ini: 10.000 unit Penjualan tahun lalu: 9.000 unit
Manajer penjualan kemudjan melakukan perbandingan sederhana menggunakan membandingkan Kinerja (penjualan tahun ini dibandingkan tahun kemudian) dengan baku yang telah ditetapkan, yaitu peningkatan sebesar 50 % sehingga baku yg perlu dicapai adalah 150 % (100 persen bila sama menggunakan tahun lalu ditambah 50 persen menjadi sasaran baku pencapaian).

Dengan memakai data di atas, maka kita dapatkan Kinerja dan baku sebagai berikut:

Standar yang ditetapkan = 150%

Lalu kita bandingkan antara Kinerja yang diperoleh dengan standar yg telah ditetapkan. Kita dapatkan bahwa Kinerja yang dicapai (111,1%) ternyata di bawah baku yang sudah ditetapkan (150%), maka bisa disimpulkan Kinerja yang dicapai tidak memenuhi baku. 

Secara garis besar , ada 3 kemungkinan hasil evaluasi antara Kinerja menggunakan standar, yaitu:
  • Kinerja > Standar, di mana dalam kondisi ini organisasi mencapai Kinerja yg terbaik lantaran berada di atas standar. 
  • Kinerja = Standar, pada mana dalam syarat ini organisasi mencapai Kinerja baik, namun dalam taraf yg paling minimum lantaran Kinerjanya sama dengan standar. 
  • Kinerja < Standar pada mana pada kondisi ini organisasi mencapai Kinerja yang buruk atau nir sesuai dengan yang dibutuhkan lantaran berada di bawah standar. 
Ukuran penilaian Kinerja pada praktiknya berbeda-beda tergantung apa yg dievaluasi. Contoh pada atas merupakan evaluasi tingkat penjualan. Untuk produksi barang barangkali kita mampu pakai standar dengan memakai persentase keberhasilan produk sinkron menggunakan standar. Jika kita memutuskan 5 % menjadi % kegagalan yang bisa diterima, merupakan baku keberhasilan produksi merupakan 95 persen, maka ketika kita dapatkan data menurut bagian produksi bahwa dari 10.000 unit produk yg diproduksi kita dapati sebanyak 300 unit rusak, maka kita dapat menilai Kinerjanya sebagai berikut:
  • Jumlah produk yg diproduksi: 10.000 unit, Jumlah produk yang rusak: 300 unit .
  • Standar keberhasilan yang dibutuhkan: 95% (yg berarti 5% maksimum kegagalan)
  • Maka Kinerja bisa dihitung sebagai berikut:

Jika kita lakukan perbandingan kinerja (97%) dengan baku yang ditetapkan (95%), maka kita simpulkan bahwa bagian produksi mencapai Kinerja yang baik lantaran persentasenya pada atas standar yang telah ditetapkan.

Untuk syarat yg lain, ukuran yang dipakai mungkin tidak selaras. Ke­hadiran pegawai ke kantor, kita pakai standar persentase kehadiran dan kita nilai Kinerjanya dari persentase kehadiran yg dicapai setiap pegawai per bulannya contohnya. Bagian keuangan, kita bisa membandingkan realisasi aturan menggunakan yg dianggarkan. Ukuran baku ditentukan sang perusahaan berdasar tingkat kepentingannya. Penilaian umumnya akan dilakukan menggunakan membandingkan antara Kinerja menggunakan baku.

Melakukan Tindakan Koreksi Jika Terdapat Masalah, Dari termin sebelumnya, melalui perbandingan antara Kinerja dengan standar, kita dapat berita menurut proses supervisi yg kita lakukan bahwa Kinerja berada di atas baku, sama dengan baku, atau di bawah baku. Ketika Kinerja berada di bawah baku berarti perusahaan menerima perkara. Oleh karenanya perusahaan kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu menggunakan mencari jawaban mengapa perkara tersebut terjadi, yaitu Kinerja berada di bawah baku, kemudian kemudian perusahaan melakukan aneka macam tindakan buat mengoreksi perkara tersebut. Pengendalian ini perlu untuk dilakukan agar perusahaan bisa memastikan bahwa apa yg tengah dilakukan sang perusahaan sahih-sahih diarahkan pada pencapaian tujuan yg telah ditetapkan, pada mana indikator pencapaian tujuan pada antaranya adalah menyesuaikan capaian perusahaan agar sesuai dengan baku. Ketika contohnya-sebagaimana model pada atas-ternyata tingkat penjualan di bawah standar, maka perusahaan perlu mencari penyebabnya, apakah misalnya ditimbulkan karena promosi yg kurang, kurangnya energi penjual, bertatnbahnya pesaing, turunnya daya beli warga , atau mungkin penyebab lainnya. Ketika contohnya penjualan kurang diketahui karena kenaikan pangkat yang kurang, barangkali tindakan koreksi yang perlu dilaku­kan merupakan menambah pengeluaran buat kenaikan pangkat . Ketika penyebab kurangnya tenaga penjual, mungkin tindakan koreksinya merupakan merekrut energi marketing yg baru. Demikian jua untuk berbagai faktor penyebab lainnya. Pada intinya, manajer atau perusahaan berusaha buat mencari penyebab ketidakmampuan mencapai Kinerja sinkron menggunakan baku untuk kemudian tindakan koreksinya.

Berdasarkan uraian berdasarkan tahapan proses supervisi pada atas, maka bisa kita pelajari bahwa fungsi pengawasan terkait dengan upaya yang dilakukan oleh perusahaan buat mengawasi kegiatan perusahaan serta memastikannya supaya sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Selain itu juga bisa kita pelajari bahwa fungsi pengawasan jua meliputi aktivitas pengendalian, yaitu saat perusahaan berusaha buat meng­antisipasi aneka macam faktor yg mungkin akan menghambat jalannya aktivitas per­usahaan, misalnya misalnya melakukan tindakan koreksi terhadap banyak sekali penyimpangan yg terjadi. Tak heran bila sebagian teoritisi kadangkala mengartikan fungsi controlling ini nir saja sebagai fungsi supervisi, tetapi jua fungsi pengendalian.

Beberapa Gejala yang Memerlukan Pengawasan serta Pengendalian
Bagaimana caranya supaya perusahaan dapat mengenali adanya kasus kegiatan organisasi sebagai akibatnya memerlukan fungsi pengawasan dan pengendalian yang lebih intensif? Bagaimana perusahaan mengenali bahwa masih ada fenomena yang menunjukkan bahwa kontrol perusahaan lemah? Salah satu jawabannya merupakan dengan mengenali secara pasti tanda-tanda berdasarkan setiap yang dilakukan oleh perusahaan. Di antara beberapa tanda-tanda yg umumnya menerangkan perlu adanya kontrol atau supervisi dan pengendalian perusahaan sebagaimana diterangkan sang Kreitner (1992) adalah menjadi berikut:
  • Terjadi penurunan pendapatan atau profit, tetapi nir begitu jelas faktor penyebabnya 
  • Penurunan kualitas pelayanan (teridentifikasi menurut adanya keluhan pelanggan) 
  • Ketidakpuasan pegawai (teridentifikasi menurut adanya keluhan pegawai, produk­tivitas kerja yg menurun, serta lain sebagainya) 
  • Berkurangnya kas perusahaan 
  • Banyaknya pegawai atau pekerja yang menganggur 
  • Tidak terorganisasinya setiap pekerjaan dengan baik 
  • Biaya yang melebihi anggaran 
  • Adanya penghamburan dan mefisiensi 
TIPE-TIPE PENGAWASAN­
Ada 3 tipe dasar pengawasan, yaitu (1) supervisi penda­huluan, (2) pengawasan "concurrent", dan (3) supervisi umpan balik .

Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawasan penda­huluan, atau sering diklaim steering controls, didesain buat meng­antisipasi masalah-masalah atau defleksi-defleksi menurut standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu termin kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan supervisi ini lebih aktif dan militan, menggunakan mendeteksi perkara-perkara dan mengambil tindakan yang diharapkan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer bisa menerima informasi seksama serta tepat pada waktunya mengenai perubahan-per­ubahan pada lingkungan atau mengenai perkembangan terhadap tuju­an yg diinginkan.

Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan aplikasi aktivitas (concurrent control). Pengawasan ini, acapkali dianggap supervisi "Ya-Tidak".screening control atau "berhenti--terus'; dilakukan se­lama suatu aktivitas berlangsung. Tipe supervisi ini merupakan proses di mana aspek eksklusif menurut suatu prosedur wajib disetujui du­lu, atau syarat eksklusif harus dipenuhi dulu sebelum aktivitas-kegiat­an bisa dilanjutkan, atau sebagai semacam peralatan "double-check" yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu aktivitas.

Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan kembali, pula dikenal sebagai pastaction controls, mengukur hasil-ha­sil dari suatu kegiatan yg sudah diselesaikan. Sebab-sebab penyim­pangan menurut planning atau baku dipengaruhi, serta inovasi-penemu­an diterapkan buat aktivitas-aktivitas serupa pada masa yg akan da­tang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan selesainya aktivitas terjadi.

Gambar type pengawasan

Ketiga bentuk pengawasan tadi sangat berguna bagi mana­emen. Pengawasan pendahuluan dan "berhenti-terus", cukup me­madai buat memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi dan tetap bisa mencapai tujuan. Namun terdapat beberapa faktor yg perlu dipertimbangkan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, porto keduanya mahal. Kedua, poly aktivitas tidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. Ketiga, peng­awasan yang berlebihan akan berakibat produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen harus menggunakan sistem pengawasan yg paling sesuai bagi situasi tertentu.

TAHAP-TAHAP DALAM PROSES PENGAWASAN
Proses pengawasan umumnya terdiri paling sedikit lima tahap (langkah), adalah :
1) penetapan standar aplikasi (perencanaan), dua) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, tiga) pengukuran aplikasi ke­giatan konkret, 4) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan stan­dar serta penganalisaan penyimpangan-penyimpangan, dan 5) pengam­bilan tindakan koreksi apabila perlu. Tahap-termin ini akan diperinci ber­ikut.

Tahap 1 : Penetapan Standar
Tahap pertama dalam supervisi adalah penetapan standar pe­laksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat dipakai menjadi "patokan" buat evaluasi hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan sasaran pelaksanaan bisa dipakai seba­gai standar. Bentuk standar yang lebih spesifik diantaranya sasaran pen­jualan, anggaran, bagian pasar (market-share), marjin laba, ke­selamatan kerja, dan sasaran produksi.

Tiga bentuk standar yg generik merupakan :
1. Standar-baku phisik, mungkin mencakup kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk.
2. Standar-baku moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah serta mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, serta sejenisnya.
3. Standar-baku saat, mencakup kecepatan produksi atau batas ketika suatu pekerjaan harus diselesaikan.

Gambar. Proses supervisi 

Setiap tipe baku tersebut bisa dinyatakan pada bentuk-­bentuk output yg dapat dihitung. Ini memungkinkan manajer buat mengkomunikasikan aplikasi kerja yg diharapkan pada pa­ra bawahan secara lebih jelas serta tahapan-tahapan lain pada proses perencanaan dapat ditangani menggunakan lebih efektif. Standar harus dite­tapkan secara akurat serta diterima mereka yang bersangkutan.

Tahap 2 : Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Penetapan baku merupakan sia-sia apabila nir disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan konkret. Oleh karena itu, termin kedua dalam supervisi merupakan menentukan pengukuran pelaksana­an aktivitas secara sempurna. Beberapa pertanyaan yg krusial berikut ini bisa digunakan : Berapa kali (how often) pelaksanaan seharus­nya diukur setiap jam, harian, mingguan, bulanan ? Dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan laporan tertulis, ins­peksi visual, melalui telephone ? Siapa (who) yang akan terlibat - manajer, staf departemen ? Pengukuran ini usahakan gampang dilak­sanakan dan tidalc mahal, serta dapat diterangkan pada para karya­wan.

Tahap tiga: Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Setelah frekuensi pengukuran serta sistem monitoring ditentu­kan, pengukuran pelaksanaan dilakukan menjadi proses yg ber­ulang-ulang serta monoton. Ada banyak sekali cara buat melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1) pengamatan (observasi), 2) la­poran-laporan, baik verbal dan tertulis, tiga) metoda-metoda otomatis serta 4) inspeksi, pengujian (test), atau dengan pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang memperggunakan pemeriksa intern (in­ternal auditor) sebagai pelaksana pengukuran.

Tahap 4 : Pembandingan Pelaksanaan menggunakan Standar serta Analisa Penyimpangan
Tahap kritis dari proses supervisi adalah pembandingan pe­laksanaan nyata menggunakan pelaksanaan yang direncanakan atau baku yang sudah ditetapkan. Walaupun termin ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi dalam ketika menginterpretasikan ada­nya defleksi (deviasi).

Tahap 5: Pengambilan Tindakan Koreksi Jika Diperlukan
Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tin­dakan ini harus diambil. Tindakan koreksi bisa diambil pada ber­bagai bentuk. Standar mungkin diubah, aplikasi diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan, tindakan koreksi mung­kin berupa :
1. Mengubah.baku mula-muia (barangkali terlalu tinggi atau ter­lalu rendah).
2. Mengubah,pengukuran pelaksanaan (inspeksi terlalu tak jarang fre­kuensinya atau kurang atau bahkan membarui sistem pengukur­an itu sendiri).
3. Mengubah cara pada menganalisa serta menginterpretasikan pe­nyimpangan-penyimpangan.

PENTINGNYA -PENGAWASAN
Ada aneka macam faktor yang membuat pengawasan semakin diper­lukan oleh setiap organisasi. Faktor-faktor itu adalah : 
1. Perubahan lingkungan organisasi. Berbagai perubahan lingkung­an organisasi terjadi terus menerus dan tak bisa dihindari, se­perti munculnya inovasi produk serta pesaing baru, diketemukan­nya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Melalui fungsi supervisi manajer mendeteksi per­ubahan-perubahan yg berpengaruh path barang serta jasa orga­nisasi, sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaat­kan kesempatan yg diciptakan perubahan-perubahan yg ter­jadi.

2. Peningkatan kompleksitas Organisasi. Semakin besar organisasi semakin memerlukan supervisi yang lebih formal dan hati-ha­ti. Berbagai jenis produk hams diawasi buat menjamin bahwa kualitas dan profitabilitas permanen terjaga, penjualan eceran pada para penyalur perlu pada analisa serta dicatat secara tepat; berma­cam-macam pasar organisasi, luar dan dalam negeri, perlu selalu dimonitor. Di samping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi, dengan banyak agen-agen atau cabang-cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang ter­pisah secara geografis, atau fasilitas-fasilitas penelitian yg ter­sebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawas­an menggunakan lebih efisien dan efektif.

3. Kesalahan-kesalahan. Jika para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Namun kebanyakan anggota organisasi sering mem­buat kesalahan-kesalahan memesan barang atau komponen yang keliru, membuat penentuan harga yg terlalu rendah, ma­keliru-perkara didiagnosa secara tidak sempurna. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan sebelum sebagai kritis.

4. Kebutuhan Manajer buat mendelegasikan Wewenang. Bila ma­najer mendelegasikan kewenangan pada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer bisa men entukan apakah bawahan telah me­lakukan tugas-tugas yg telah dilimpahkan kepadanya adalah menggunakan mengimplementasikan sistem pengawasan. Tanpa sistem tadi, manajer tidak bisa menyelidiki pelaksanaan tugas ba­wahan.

Kata "pengawasan" sering memiliki konotasi yang nir me­nyenangkan, lantaran dipercaya akan mengancam kebebasan serta oto­nomi pribadi. Padahal organisasi sangat memerlukan supervisi un­tuk mengklaim tercapainya tujuan. Sehingga tugas manajer adalah me­nemukan ekuilibrium antara pengawasan organisasi dan kebebasan langsung atau mencari taraf supervisi yg sempurna. Pengawasan yg berlebihan akan menimbulkan birokrasi, mematikan kreatifitas, serta sebagainya, yang akhirnya merugikan organisasi sendiri. Sebalik­nya pengawasan yang tidak mencukupi dapat menyebabkan pembo­rosan sumber daya serta membuat sulit pencapaian tujuan.

PERANCANGAN PROSES PENGAWASAN
William H.newman telah mengemukakan mekanisme buat pene­tapan sistem supervisi. Tiga) Pendekatannya terdiri atas 5 langkah dasar yang dapat diterapkan buat seluruh tipe kegiatan supervisi :
1. Merumuskan output yg diz'nginkan. Manajer wajib merumuskan hasil yang akan dicapai sejelas mungkin. Tujuan yg dinyata­kan secara generik atau kurang jelas seperti "pengurangan porto overhead" atau "menaikkan pelayanan langganan", perlu pada­rumuskan Iebih kentara seperti "pengurangan porto overhead de­ngan 12 %" atau "merampungkan setiap keluhan konsumen da­lam saat paling usang tiga hari". Di samping itu, hasil yang di­inginkan harus dihubungkan menggunakan individu yang bertanggung jawab atas pencapaiannya.

2. Menetapkan penunjuk (predictors) output. Tujuan pengawasan sebelum menurut selama aktivitas dilaksanakan adalah agar manajer bisa mengatasi dan memperbaiki adanya penyimpangan sebe­lum aktivitas diselesaikan. Tugas krusial manajer adalah merancang program supervisi buat menemukan sejumlah indika­tor-indikator yg terpercaya menjadi penunjuk apabila tindakan koreksi perlu diambil atau tidak. Newman telah mengidentifika­sikan beberapa "early warning predictors" yang dapat membantu manajer memperkirakan apakah output yg diinginkan terca­pai atau tidak, yaitu :
a. Pengukuran masukan. Perubahan dalam masukan utama akan mengisyaratkan manajer buat merubah atau merogoh tindakan koreksi. Sebagai model, pesanan-pesanan yang masuk akan menunjukkan volume produksi, atau porto bahan baku akan mensugesti harga produk.
b. Hasil-hasil dalam termin-tahap permulaan. Bila output menurut termin permulaan lebih baik atau tidak baik daripada yg diperkirakan, maka perlu dilakukan evaluasi balik . Penjualan awal yang menggembirakari akan adalah tanda yg sangat bermanfaat bagi keberhasilan di saat yang akan datang.
c. Gejala gejala (symptoms). Ini adalah syarat yg tampak­nya herbi hasil akhir, namun nir secara eksklusif mempengaruhinya. Sebagai contoh, apabila agen pen­jualan terlambat mengungkapkan laporan, manajer penjualan dapat menganggap bahwa kuota belum tercapai. Kelemahan ge­jala adalah dapat mengakibatkan interpretasi yang keliru.
d. Perubahan dalam syarat yg diasumsikan. Perkiraan mula­mula pada dasarkan atas perkiraan-perkiraan dengan syarat "nor­mal". Perubahan-perubahan yg tidak diperlukan, seperti pengembangan produk baru sang pesaing, atau kekurangan bahan, akan menampakan perlunya evaluasi balik tidak­tik serta tujuan perusahaan.

Manajer pula perlu menggunakan output-output di ketika yg lalu untuk membuat perkiraan daur berikutnya.
3. Menetapkan standar penunjuk serta output. Penetapan baku un­tuk penunjuk serta hasil akhir adalah bagian penting perancangan proses supervisi. Tanpa penetapan standar, manajer mungkin memberikan perhatian yang lebih terhadap defleksi mini atau nir bereaksi terhadap penyimpangan besar . Standar wajib sinkron dengan keadaan tertentu. Sebagai con­toh, 200 keluhan langganan sebulan dalam waktu terjadi proses re­organisasi nir terlalu memprihatinkan dibanding 50 keluhan sebulan pada saat organisasi berfungsi normal. Standar pula ha­rus fleksibel buat menyesuaikan dengan perubahan syarat.

4. Menetapkan jaringan keterangan dan umpan pulang. Langkah ke­empat pada perancangan suatu siklus pengawasan adalah me­netapkan wahana buat pengumpulan liputan penunjuk dan pembandingan penunjuk terhadap baku. Jaringan kerja ko­munikasi dianggap baik apabila aliran tidak hanya ke atas namun juga ke bawah pada siapa yg harus merogoh tindakan koreksi. Disamping itu, jaringan ini wajib cukup efisien buat menyediakan informasi pulang yang relevan : pada personalia kunci yg memerlukannya. Komunikasi supervisi acapkali didasarkan pada prinsip "management by exception". Prinsip ini menyarankan bahwa atasan hanya diberi fakta jika terjadi penyimpangan besar berdasarkan baku atau rencana.

5. Menilai liputan serta merogoh -tindakan koreksi. Langkah terakhir merupakan pembandingan penunjuk menggunakan standar, penen­tuan apakah tindakan koreksi perlu diambil, serta kemudian pengambilan tindakan.

Informasi tentang penyimpangan menurut standar wajib dieva­luasi terlebih dulu, sebelum tindakan-tindakan koreksi alter­natif dikembangkan, dinilai/dinilai serta diimplementasikan.

BIDANG-BIDANG PENGAWASAN STRATEGIK
Agar manajer bisa merancang sistem pengawasan efektif, maka perlu didentifikasikan bidang-bidang strategik satuan kerja atau organisasi. Bidang-bidang ini merupakan aspek-aspek satuan kerja atau or­ganisasi yg wajib berfungsi secara efektif supaya keseluruhan organisa_ si meraih sukses. Bidang-bidang strategik (kunci) biasanya menyang_ kut kegiatan-aktivitas utama organisasi - seperti transaksi-transaksi keuangan, interaksi manajer-bawahan, atau operasi-operasi produk­si. Penetapan bidang-bidang supervisi strategik akan membantu perumusan sistem supervisi dan standar yg lebih terang bagi manajer-manajer strata bawah.

Di samping itu, krusial pula buat memilih titik-titik kri­tis dalam sistem pada mana monitoring dan pengumpulan fakta ha­rus dilakukan, atau yang disebut titik-titik supervisi strategik (strategic control). Metoda penentuannya merupakan menggunakan menganalisa bidang-bidang operasi di mana perubahan selalu terjadi dan pemusat­an pada unsur-unsur paling vital pada operasi eksklusif.

ALAT BANTU PENGAWASAN MANAJERIAL
Ada banyak teknik yang bisa membantu manajer agar pelaksa­naan supervisi sebagai lebih efektif. Dua teknik yg paling terke­nal merupakan manajemen menggunakan pengecualian (management by excep­tion) serta sistem fakta manajemen (management information sys­tems)-Management By Exception ( MBE ). 

Management By Exception ( MBE ), atau prinsip pengecualian, memungkinkan manajer buat mengarahkan perhatiannya pada bidang-bidang supervisi yg pa­ling kritis dan mempersilahkan para karyawan atau strata mana­jemen rendah buat menangani variasi-variasi rutin. Hal ini bisa dipraktekkan sang manajer-manajer penjualan, produksi, keuangan, personalia, pembelian, pengawasan mutu, dan bidang-bidang fungsional lainnya. Bahkan manajer-manajer lini per­tama dapat mempergunakan prinsip ini pada pengawasan harian me­reka. 

Pengawasan yang ditujukan pada terjadinya kekecualian ini mu­rah, tetapi defleksi baru bisa diketahui selesainya kegiatan ter­laksana. Biasanya supervisi ini dipergunakan buat operasi-operasi organisasi yg bersifat otomatis serta rutin.

Management - Information System ( MIS )
Sistem liputan manajemen atau management-information system memainkan peranan penting dalam aplikasi fungsi-fungsi manajemen perencanaan dan supervisi dengan efektif. MIS dapat didefinisikan menjadi suatu metoda formal pengadaan serta penyediaan bagi manajemen, berita yg diperlukan dengan akurat dan tepat ketika untuk membantu proses pembuatan keputusan serta memung­kinkan fungsi fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional orga­nisasi dilaksanakan secara efektif. MIS adalah sistem pengadaan, pe­mrosesan, penyimpanan dan penyebaran warta yg direncana­kan supaya keputusan-keputusan manajemen yang efektif dapat dibentuk. Sistem menyediakan kabar waktu yang lalu, sekarang dan yg akan tiba dan peristiwa-kejadian pada pada serta di luar organisasi.

MIS dirancang melalui beberapa termin primer, yaitu :
1) termin survei pendahuluan dan perumusan perkara, 
2) termin di­sain konsepsual, 
3) tahap disain jelas, dan 
4) tahap implemen­tasi akhir. 

Agar perancangan MIS berjalan efektif, manajemen perlu memperhatikan 5(lima) panduan berikut ini :
1. Mengikut sertakan pemakai (unsur) ke pada tim perancang.
2. Mempertimbangkan secara hati-hati biaya sistem.
3. Memperlakukan keterangan yg relevan serta terseleksi lebih menurut­ dalam pertimbangan kuantitas belaka.
4. Pengujian pendahuluan sebelum diterapkan.
5. Menyediakan latihan serta dokumentasi tertulis yg mencukupi bagi para operator serta pemakai sistem.

Konsep MIS bekerjasama sangat erat dengan teknologi kompu­ter, yg meliputi kapasitas komputer, program serta bahasa pro­gr, terminal jeda jauh, diskette, dan lain-lainnya. Organisasi mungkin memiliki MIS tanpa personal komputer , tetapi sistem akan kehi­langan sebagian "keampuhannya" tanpa bantuan personal komputer . Jadi, pa­da dasarnya MIS membantu manajemen melalui penyediaan persona­lia yang sempurna menggunakan jumlah yg sempurna dari warta yang sempurna pula dalam ketika yg sempurna.

KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG EFEKTIF
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kri­teria tertentu. Kriteria-kriteria primer adalah bahwa sistem seharus­nya 1) mengawasi aktivitas-kegiatan yang sahih, dua) tepat saat, 3) dengan biaya yang efektif, 4) sempurna-akurat, serta lima) bisa diterima sang yang bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria terse­but semakin efektif sistem pengawasan. Karakteristik-karakteristik pengawasan yg efektif bisa lebih diperinci menjadi berikut :
1. Akurat . Informasi mengenai aplikasi aktivitas harus seksama. Data yang tidak akurat menurut sistem pengawasan bisa menye­babkan organisasi mengambil tindakan koreksi yg galat atau bahkan membangun kasus yg sebenarnya nir ada.
2. Tepat-Waktu. Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dinilai secepatnya jika aktivitas perbaikan wajib dilakukan segera.
3. Obyektif serta menyeluruh. Informasi harus gampang dipahami dan bersifat obyektif dan lengkap. . .
4. Terpusat dalam titik-titik supervisi strategik. Sistem supervisi wajib memusatkan perhatian pada bidang-bidang pada mana pe­nyimpangan-penyimpangan berdasarkan standar paling seringkali terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5. Realistik secara irit. Biaya aplikasi sistem pengawasan wajib lebih rendah, atau paling nir sama, menggunakan kegunaan yg diperoleh menurut sistem tersebut.
6. Realistik secara organisasional. Sistem supervisi harus cocok atau harmonis menggunakan fenomena-fenomena organisasi.
7. Terkoordinasi dengan genre kerja organisasi. Informasi peng­awasan harus terkoordinasi dengan genre kerja organisasi, kare­na (1) setiap tahap dari proses pekerjaan bisa mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan (dua) keterangan supervisi wajib sampai pada seluruh personalia yg memer­lukannya.
8. Fleksibel. Pengawasan harus memiliki fleksibilitas buat menaruh tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan berdasarkan lingkungan.
9. Bersifat menjadi petunjuk serta operasional. Sistem pengawasan efektif wajib menerangkan, baik deteksi atau deviasi menurut stan­dar, tindakan koreksi apa yg seharusnya diambil.
10. Diterima para anggota organisasi. Sistem supervisi harus mampu mengarahkan aplikasi kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab serta ber­prestasi.

KONSEPKONSEP DALAM FUNGSI PENGAWASAN DARI PENGENDALIAN

Konsep-Konsep Dalam Fungsi Pengawasan Dari Pengendalian
Perlu adanya fungsi manajemen yg diarahkan buat memastikan apakah planning yang diimplementasikan berjalan sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan yang ditetapkan ataukah tidak. Selain memastikan, juga perlu diketahui apa yg sebagai penyebab, misalnya, bila sebuah planning ternyata nir berjalan sebagaimana mestinya, dan lalu bagaimana tindakan koreksi yang bisa dilakukan. Fungsi manajemen yang diarahkan untuk melakukan supervisi atas apa yg sudah direncanakan serta bagaimana langkah-langkah koreksinya dinarnakan menggunakan fungsi supervisi atau pengendalian. Dalam tertninologi bahasa Inggris, fungsi ini acapkali dinamakan menggunakan fungsi Controlling, Evaluating, Appraising, serta Correcting. Semua kata ini memiliki arti yg hampir sarna, yaitu mengontrol atau mengendalikan, mengevaluasi, menilai atau mengukur, serta mengoreksi. Akan tetapi, dikarenakan fungsi manajemen yang diperlukan nir hanya pengawasan, natnun meliputi juga penetapan standar Kinerja perusahaan, pertg­berukuran Kinerja yg dicapai perusahaan, serta pengambilan tindakan koreksi sekiranya baku Kinerja menyimpang berdasarkan sernestinya, maka penamaan fungsi controlling lebih poly dipakai, serta dalam bahasa Indonesia istilah "pengawasan" lebih poly dipakai. Fungsi pengawasan dalam dasarnya adalah proses yang dilakukan untuk memastikan supaya apa yang sudah direncanakan berjalan sehagaimana tnestinya. Termasuk ke pada fungsi supervisi merupakan identifikasi berbagai faktor yang uleng­hambat sebuah aktivitas, serta pula pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan supaya tujuan organisasi bisa permanen tercapai. Sebagai kesimpulan, fungsi pengawasan diharapkan buat memastikan apakah apa yang telah direncanakan dan diorganisasikan berjalan sebagairnana mestinya ataukah nir. Apabila tidak berjalan menggunakan sernestinya, maka fungsi supervisi pula melakukan proscs untuk mengoreksi kegiatan yang sedang berjalan agar dapat permanen medcapai apa yg telah direncanakan.

Beberapa Pengertian menurut Pengawasan
Beberapa pengertian pengawasan sudah dikemukakan sang poly penulis di bidang manajemen, pada antaranya oleh Schermerhorn (2002), Stoner, Freeman, serta Gilbert (2000), dan Mockler. Schermerhorn mendefinisikan supervisi sebagai proses dalam tetapkan berukuran Kinerja dan pengambilan tindakan yg bisa mendukung pencapaian hasil yg diharapkan sinkron menggunakan Kinerja yang telah ditetapkan Cersebut.

(Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results). Berdasarkan pengertian ini, Schermerhorn menekankan fungsi pengawasan dalam penetapan standar Kinerja serta tindakan yang wajib dilakukan pada rangka pencapaian Kinerja yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, manajer pada pc-rusahaan perlu memutuskan standar Kinerja buat setiap pekerjaan yg akan dilakukan, apakah di-contohnya-bagian sumber daya manusia, produksi, pemasaran, ataupun bagian lain dalam perusahaan. Standar Kinerja ini akan menjadi ukuran apakah dalam pe­laksanaannya nanti, manajer perlu melakukan tindakan koreksi ataukah tidak sekira­nya ditemukan beberapa atau banyak sekali penyimpangan. Penjelasan ini sejalan dengan pengertian supervisi berdasarkan Stoner, Freeman, dan Gilbert (2000) pada mana mcnurut mereka Control merupakan the process of ensuring that actual activities conform the planned activities. Jadi, supervisi merupakan proses buat memastikan bahwa segala kegiatan yg terlaksana sinkron dengan apa yg sudah direncanakan.

Secara lebih lengkap, Mockler, dalam Stoner, Freeman, serta Gilbert (2000) me­ngemukakan fungsi pengawasan sebagai a systematic effort to set performance standards with rencana objectives, to design information feedback systems, to compare actual performance with these predetermmed standards, to determme whether there are any deviations and to measure their significance, and to take any action required to assure that all corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives, Fungsi pengawasan dalam manajemen merupakan upaya sistematis dalam tetapkan standar Kinerja serta berbagai tujuan yg direncanakan, mendesain sistem kabar umpan batik, membandingkan antara Kinerja yang dicapai menggunakan standar yg telah ditetapkan sebelumnya, menentukan apakah terdapat defleksi dan tingkat signifikansi menurut setiap defleksi tersebut, serta mengambil tindakan yg pada­perlukan buat memastikan bahwa semua asal daya perusahaan digunakan secara efektif dan efisien pada pencapaian tujuan perusahaan.

Pengertian Mockler secara lengkap menguraikan bahwa dalam pada dasarnya pengawasan nir hanya berfungsi buat menilai apakah sesuatu itu berjalan ataukah tidak, akan namun termasuk tindakan koreksi yang mungkin diharapkan juga penentuan sekaligus penyesuaian standar yang terkait menggunakan penCapaian tujuan menurut ketika ke ketika.

Tujuan berdasarkan Fungsi Pengawasan
Griffin (2000) menyebutkan bahwa terdapat empat tujuan menurut fungsi supervisi. Keempat tujuan tadi adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan kegagalan, me­minimumkan biaya , dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi.

Adaptasi Lingkungan, Tujuan pertama menurut fungsi supervisi merupakan supaya perusahaan dapat terus ber­adaptasi dengan perubahan yg terjadi di lingkungan perusahaan, baik lingkungan yang bersifat internal juga lingkungan eksternal. Sebagai contoh, saat teknologi kabar dan personal komputer belum secartggih saat ini, kualifikasi minimum energi kerja di sebuah perusahaan barangkali hanya dibatasi pada kemampuan mengetik, atau kualifikasi pendidikan minimum, misalnya SMU serta lain-lain. Natnun waktu ini, waktu hampir semua perusahaan memakai komputer sebagai ujung tombak aktivitas sehari-harinya, yaitu menurut mulai pengetikan, pemrosesan data, laporan keuangan, dan lain sebagainya, maka kualifikasi minimum buat tenaga kerja menjadi berubah. Saat ini, seseorang yang ingin bekerja di perusahaan eksklusif sudah dipersyaratkan buat mempunyai kernampuan dalam mengoperasikan komputer. Dalam hal ini, perusahaan perlu mengikuti keadaan pada hal penggunaan tenaga kerjanya. Ketika aktivitas perusahaan perlu mengikuti keadaan dengan penggunaan teknologi personal komputer , maka perusahaan pun perlu melakukan supervisi serta evaluasi atas energi kerja yang di­milikinya. Standar kualifikasi energi kerja akhirnya wajib disesuaikan. 

Pengawasan serta pengendalian perlu dilakukan supaya perusahaan tetap bisa mengikuti keadaan terus dengan perubahan ling­kungan. Dengan demikian, fungsi pengawasan tidak saja dilakukan buat memastikan agar kegiatan perusahaan berjalan sebagaimana rencana yg telah ditetapkan, akan tetapi juga supaya aktivitas yang dijalankan sinkron dengan perubahan lingkungan, lantaran sangat memungkinkan perusahaan pula mengubah rencana perusahaan disebabkan terjadinya aneka macam perubahan di lingkungan yg dihadapi perusahaan.

Meminimumkan Kegagalan, Tujuan kedua berdasarkan fungsi pengawasan merupakan buat meminimumkan kegagalan. Ketika perusahaan melakukan aktivitas produksi contohnya, perusahaan berharap supaya kegagalan seminimal mungkin. Ketika perusahaan memiliki sasaran produksi sebesar 10.000 unit, maka perusahaan berharap bahwa bagian produksi bisa membentuk produk sebanyak unit tadi. Katakanlah, ketika bagian produksi ternyata hanya sanggup menghasilkan 9.000 unit yang memenuhi baku, serta 1.000 unit yg tidak memenuhi baku, maka perusahaan mengalami 1.000 unit kegagalan pada produksi, dan hal tadi akan sangat merugikan perusahaan karena sasaran nir tercapai.

Oleh karena itu perusahaan perlu menjalankan fungsi pengawasan agar kegagalan­kegagalan tersebut dapat diminimumkan.

Meminimumkan Biaya, Tujuan ketiga menurut fungsi supervisi adalah buat meminimumkan biaya . Sebagai­mana model yg telah dikemukakan pada atas, saat perusahaan mengalami kegagalan sebesar 1.000 unit, maka akan ada pemborosan biaya sebesar 1.000 unit yg tidak menaruh laba bagi perusahaan. Oleh karenanya, fungsi supervisi melalui penetapan standar tertentu pada meminimumkan kegagalan dalam produksi contohnya, akan bisa meminimumkan biaya yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan. Sebagai contoh lain, supervisi terhadap energi kerja menurut kasus korupsi. Korupsi bisa berupa korupsi jam kerja, penggunaan fasilitas perusahaan bukan buat kepentingan per­usahaan, sampai korupsi berupa penggelapan uang. Fungsi pengawasan terhadap tenaga kerja sangat diharapkan agar nir terjadi tindak korupsi ini. Bagaimana hat ini dapat meminimumkan porto? Kita bisa kalkulasikan, contohnya apabila dalam sebuah perusahaan yg terdiri menurut 1000 orang pegawai, katakanlah 10 % menurut pegawai memakai fasilitas perusahaan, katakanlah memakai telepon buat kepentingan langsung per harinya selama 10 mnt, dan buat setiap 10 menit tersebut porto percakapan via telepon merupakan sebesar 5.000 rupiah (baik telepon biasa maupun selular), berarti perusahaan harus mengeluarkan sekitar 500.000 rupiah buat per harinya (lima.000 rupiah x 10% x 1000 pegawai) atau 10 juta rupiah per bulannya (perkiraan 20 hari kerja) buat pengeluaran melalui percakapan telepon yang nir terkait menggunakan kegiatan perusaha­an. Dari model ini, kita bisa memperkirakan berapa poly biaya yg bisa dihemat sekiranya hat tadi pada atas tidak terjadi melalui optimalisasi menurut fungsi supervisi.

Antisipasi Kompleksitas Organisasi, Tujuan terakhir berdasarkan fungsi supervisi merupakan agar perusahaan bisa meng­antisipasi aneka macam kegiatan organisasi yang kompleks. Kompleksitas tadi berdasarkan mulai pengelolaan terhadap produk, energi kerja, sampai banyak sekali prosedur yg terkait dengan manajemen organisasi. Oleh karena itu, kentara fungsi supervisi memiliki peran krusial buat merijamin bahwa kompleksitas tadi dapat diantisipasi dengan baik.

Agar keempat tujuan berdasarkan fungsi pengawasan tersebut dapat lebih dipahami, maka berikut adalah akan diuraikan langkah-langkah dari proses supervisi sehingga kaitan antara apa yang dikerjakan oleh perusahaan dengan fungsi pengawasan akan lebih bisa dipahami.

Langkah-langkah dalam Proses Pengawasan
Langkah-langkah yg dilakukan dalam fungsi supervisi terdiri dari:
1. Penetapan standar serta metode penilaian Kinerja 
2. Penilaian Kinerja
3. Penilaian apakah Kinerja memenuhi standar ataukah nir 
4. Pengambilan tindakan koreksi

Penetapan Standar dan Metode Penilaian Kinerja
Idealnya, tujuan yg ingin dicapai organisasi usaha atau perusahaan sebaiknya ditetapkan menggunakan jelas dan lengkap dalam waktu perencanaan dilakukan. `Lengkap' di sini berarti bahwa penetapan baku sebaiknya jua dilakukan pada waktu perencanaan dilakukan. Terdapat 3 alasan mengapa tujuan wajib ditetapkan menggunakan kentara serta memuat baku pencapaian tujuan. Pertama merupakan bahwa acapkali kali tujuan terlalu bersifat umum sehingga sulit untuk dievaluasi dalam waktu implementasi dilakukan. Misalnya buat bagian pemasaran, perusahaan memiliki tujuan untuk "menaikkan penjual­an". Tujuan ini kentara tetapi sangat sulit buat diukur, sehingga bila dilakukan penilaian apakah tujuan peningkatan ini tercapai atau nir menjadi tidak mudah buat dievaluasi. Sebagai contoh, penjualan tahun ini sebanyak 2.001 unit bila dibandingkan dengan penjualan tahun lalu sebanyak 2000 unit adalah termasuk ke pada peningkatan pen­jualan. Tetapi, apakah ini yg diinginkan? 1 unit peningkatan merupakan pula peningkatan bukan? Kedua, berdasarkan alasan pertama tersebut, sebaiknya tujuan yg ditetapkan memuat baku yang lebih jelas dinyatakan. Misalnya saja, "menaikkan penjualan sebanyak 50 %". Dengan rumusan tujuan misalnya ini, maka tujuan lebih jelas serta lebih lengkap sebagai akibatnya gampang buat dinilai pada saat implementasi apakah tercapai ataukah nir. Berdasarkan contoh pada atas, bila peningkatan penjualan yg diinginkan adalah 50 %, maka penjualan tahun ini yg diharapkan merupakan sebanyak 3.000 unit karena jumlah tadi adalah peningkatan sebesar 50 persen berdasarkan penjualan tahun kemudian yang sebesar dua.000 unit. Fungsi pengawasan dalam hal ini akan lebih gampang lantaran manajemen telah mempunyai batasan contohnya jika penjualan ternyata berada pada bawah 3.000 unit berarti jumlah penjualan kurang menurut standar, sebagai akibatnya manajemen perlu mencari faktor-faktor yg menyebabkan ketidakmampuan per­usahaan mencapai baku tadi, apakah disebabkan karena faktor yg disengaja ataukah nir, dan seterusnya. Alasan ketiga mengapa penetapan tujuan perlu dilakukan secara jelas serta lengkap merupakan bahwa kejelasan dan kelengkapan tujuan memudahkan manajemen pada melakukan komunikasi pada organisasi termasuk juga menentukan metode yg akan digunakan dalam mengevaluasi baku yg telah ditetapkan. Manajemen akan menggunakan mudah menyebutkan pada seluruh pihak pada organisasi bila tujuan organisasi jelas dirumuskan. Peningkatan penjualan sebanyak 50 % adalah lebih mudah buat dikomunikasikan apabila dibandingkan menggunakan "peningkatan penjualan" saja. Seba.gaimana model pada atas, peningkatan penjualan sebanyak 1 unit jua merupakan peningkatan, akan tetapi tentu saja bukan sekadar itu yang dimaksud pada umumnya.

Penilaian Kinerja, Pada dasarnya evaluasi Kinerja adalah upaya buat membandingkan Kinerja yg dicapai menggunakan tujuan dan baku yg sudah ditetapkan semula. Penilaian Kinerja merupakan sebuah proses yg berkelanjutan serta terus-menerus. Terdapat beberapa kegiatan yg hanya dapat dicermati kualitas pengerjaannya pada saat akhir dari aktivitas tersebut. Misalnya saja sebuah proses produksi dari sepasang sepatu. Setelah sepasang sepatu jadi, maka kita dapat melihat kualitas sepatu tadi berdasarkan produk akhir atau produk jadinya. Namun demikian, kita jua dapat mengevaluasi bahwa sekiranya. Kualitas sepatu yang dinilai ternyata tidak sebagaimana mestinya, maka hat tersebut sanggup saja terjadi dalam ketika pengerjaan, juga sebelum pengerjaan sepatu tersebut dilakukan. Tetapi pada termin fokus supervisi lebih pada penentuan menggunakan cara bagaimana evaluasi akan dilakukan? Berapa lama sekali? Apa saja yg perlu dievaluasi? Dan lain sebagainya. Apabila pada tahap sebelumnya kita telah tetapkan bahwa standar yg kita hendak capai merupakan peningkatan penjualan sebesar 50 %, maka pada tahap ini kita menetapkan bahwa penilaian akan dilakukan oleh manajer penjualan contohnya setiap 1 tahun sekali menggunakan menilai taraf penjualan yang dicapai selama satu tahun tadi. Lantaran yang akan kita nilai adalah taraf penjualan, maka variabel yg akan kita nilai jua kita tentukan, yaitu contohnya jumlah penjualan dalam tahun itu.

Membandingkan Kinerja dengan Standar, Setelah kita menetapkan bahwa yg akan kita nilai adalah tingkat penjualan setiap satu tahun sekali sang manajer penjualan, maka dalam termin ini manajer penjualan akan melakukan perbandingan menurut apa yang sudah diperoleh pada bagian penjualan dengan baku yg telah ditetapkan. Sebagai model, lantaran kita sudah tetapkan standar yang akan kita capai adalah peningkatan penjualan sebesar 50 % menurut tahun sebelumnya, maka manajer penjualan lalu melakukan pengecekan dari data penjualan tingkat penjualan yg telah dicapai dalam tahun ini, serta kemudian juga data penjualan dalam tahun yg kemudian. Setelah kedua data penjualan berdasarkan tahun kemudian dan tahun ini diperoleh, manajer penjualan kemudian melakukan perbandingan atas apa yang dicapai tahun ini dengan yg sudah dicapai dalam tahun kemudian. Sebagai model, contohnya kita dapatkan data menurut bagian penjualan menjadi berikut:


Penjualan tahun ini: 10.000 unit Penjualan tahun lalu: 9.000 unit
Manajer penjualan kemudjan melakukan perbandingan sederhana menggunakan membandingkan Kinerja (penjualan tahun ini dibandingkan tahun kemudian) dengan standar yg telah ditetapkan, yaitu peningkatan sebesar 50 % sehingga baku yang perlu dicapai adalah 150 % (100 % apabila sama dengan tahun lalu ditambah 50 % menjadi target baku pencapaian).

Dengan memakai data pada atas, maka kita dapatkan Kinerja dan baku sebagai berikut:

Standar yang ditetapkan = 150%

Lalu kita bandingkan antara Kinerja yg diperoleh dengan baku yang sudah ditetapkan. Kita dapatkan bahwa Kinerja yg dicapai (111,1%) ternyata pada bawah standar yang telah ditetapkan (150%), maka dapat disimpulkan Kinerja yg dicapai tidak memenuhi baku. 

Secara garis besar , terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi antara Kinerja dengan standar, yaitu:
  • Kinerja > Standar, di mana pada syarat ini organisasi mencapai Kinerja yang terbaik karena berada pada atas standar. 
  • Kinerja = Standar, pada mana pada kondisi ini organisasi mencapai Kinerja baik, namun pada taraf yg paling minimum lantaran Kinerjanya sama menggunakan standar. 
  • Kinerja < Standar di mana pada syarat ini organisasi mencapai Kinerja yang buruk atau nir sesuai menggunakan yg diperlukan karena berada di bawah standar. 
Ukuran penilaian Kinerja dalam praktiknya berbeda-beda tergantung apa yang dinilai. Contoh pada atas merupakan evaluasi taraf penjualan. Untuk produksi barang barangkali kita bisa gunakan standar dengan memakai persentase keberhasilan produk sesuai menggunakan baku. Jika kita menetapkan 5 % sebagai % kegagalan yg dapat diterima, adalah baku keberhasilan produksi adalah 95 persen, maka saat kita dapatkan data menurut bagian produksi bahwa berdasarkan 10.000 unit produk yang diproduksi kita dapati sebanyak 300 unit rusak, maka kita bisa menilai Kinerjanya sebagai berikut:
  • Jumlah produk yg diproduksi: 10.000 unit, Jumlah produk yang rusak: 300 unit .
  • Standar keberhasilan yang diharapkan: 95% (yg berarti 5% maksimum kegagalan)
  • Maka Kinerja dapat dihitung menjadi berikut:

Jika kita lakukan perbandingan kinerja (97%) menggunakan baku yg ditetapkan (95%), maka kita simpulkan bahwa bagian produksi mencapai Kinerja yang baik lantaran persentasenya di atas baku yg sudah ditetapkan.

Untuk kondisi yang lain, berukuran yang dipakai mungkin tidak sinkron. Ke­hadiran pegawai ke kantor, kita gunakan standar persentase kehadiran dan kita nilai Kinerjanya dari persentase kehadiran yang dicapai setiap pegawai per bulannya contohnya. Bagian keuangan, kita bisa membandingkan realisasi anggaran dengan yang dianggarkan. Ukuran baku dipengaruhi oleh perusahaan berdasar taraf kepentingannya. Penilaian umumnya akan dilakukan dengan membandingkan antara Kinerja menggunakan standar.

Melakukan Tindakan Koreksi apabila Terdapat Masalah, Dari tahap sebelumnya, melalui perbandingan antara Kinerja menggunakan standar, kita bisa kabar berdasarkan proses supervisi yg kita lakukan bahwa Kinerja berada di atas standar, sama menggunakan baku, atau pada bawah baku. Ketika Kinerja berada pada bawah standar berarti perusahaan mendapatkan masalah. Oleh karena itu perusahaan kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu menggunakan mencari jawaban mengapa perkara tersebut terjadi, yaitu Kinerja berada di bawah baku, kemudian kemudian perusahaan melakukan aneka macam tindakan buat mengoreksi perkara tersebut. Pengendalian ini perlu buat dilakukan supaya perusahaan bisa memastikan bahwa apa yang tengah dilakukan sang perusahaan benar-benar diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, di mana indikator pencapaian tujuan pada antaranya merupakan menyesuaikan capaian perusahaan supaya sesuai menggunakan baku. Ketika misalnya-sebagaimana model pada atas-ternyata tingkat penjualan di bawah baku, maka perusahaan perlu mencari penyebabnya, apakah contohnya disebabkan karena kenaikan pangkat yang kurang, kurangnya tenaga penjual, bertatnbahnya pesaing, turunnya daya beli rakyat, atau mungkin penyebab lainnya. Ketika misalnya penjualan kurang diketahui lantaran kenaikan pangkat yg kurang, barangkali tindakan koreksi yg perlu dilaku­kan merupakan menambah pengeluaran buat promosi. Ketika penyebab kurangnya tenaga penjual, mungkin tindakan koreksinya merupakan merekrut tenaga marketing yang baru. Demikian pula buat aneka macam faktor penyebab lainnya. Pada pada dasarnya, manajer atau perusahaan berusaha buat mencari penyebab ketidakmampuan mencapai Kinerja sinkron dengan standar buat kemudian tindakan koreksinya.

Berdasarkan uraian menurut tahapan proses supervisi di atas, maka bisa kita pelajari bahwa fungsi supervisi terkait dengan upaya yg dilakukan sang perusahaan buat mengawasi kegiatan perusahaan dan memastikannya supaya sinkron menggunakan rencana yang telah ditetapkan. Selain itu pula bisa kita pelajari bahwa fungsi supervisi jua mencakup aktivitas pengendalian, yaitu waktu perusahaan berusaha buat meng­antisipasi berbagai faktor yang mungkin akan merusak jalannya kegiatan per­usahaan, misalnya misalnya melakukan tindakan koreksi terhadap berbagai defleksi yang terjadi. Tak heran apabila sebagian teoritisi kadangkala mengartikan fungsi controlling ini nir saja menjadi fungsi pengawasan, tetapi pula fungsi pengendalian.

Beberapa Gejala yang Memerlukan Pengawasan dan Pengendalian
Bagaimana caranya supaya perusahaan dapat mengenali adanya masalah aktivitas organisasi sebagai akibatnya memerlukan fungsi supervisi dan pengendalian yang lebih intensif? Bagaimana perusahaan mengenali bahwa masih ada fenomena yang menunjukkan bahwa kontrol perusahaan lemah? Salah satu jawabannya adalah dengan mengenali secara niscaya tanda-tanda dari setiap yg dilakukan sang perusahaan. Di antara beberapa gejala yang biasanya memberitahuakn perlu adanya kontrol atau supervisi dan pengendalian perusahaan sebagaimana diterangkan sang Kreitner (1992) adalah sebagai berikut:
  • Terjadi penurunan pendapatan atau profit, tetapi nir begitu jelas faktor penyebabnya 
  • Penurunan kualitas pelayanan (teridentifikasi dari adanya keluhan pelanggan) 
  • Ketidakpuasan pegawai (teridentifikasi menurut adanya keluhan pegawai, produk­tivitas kerja yang menurun, serta lain sebagainya) 
  • Berkurangnya kas perusahaan 
  • Banyaknya pegawai atau pekerja yang menganggur 
  • Tidak terorganisasinya setiap pekerjaan dengan baik 
  • Biaya yang melebihi anggaran 
  • Adanya penghamburan dan mefisiensi 
TIPE-TIPE PENGAWASAN­
Ada 3 tipe dasar supervisi, yaitu (1) pengawasan penda­huluan, (2) supervisi "concurrent", serta (3) pengawasan umpan kembali.

Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawasan penda­huluan, atau seringkali disebut steering controls, dibuat buat meng­antisipasi kasus-kasus atau penyimpangan-penyimpangan dari baku atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibentuk sebelum suatu termin kegiatan eksklusif diselesaikan. Jadi, pendekatan supervisi ini lebih aktif serta militan, menggunakan mendeteksi masalah-masalah serta merogoh tindakan yang diharapkan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu menerima warta seksama dan sempurna dalam waktunya mengenai perubahan-per­ubahan pada lingkungan atau mengenai perkembangan terhadap tuju­an yang diinginkan.

Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, tak jarang disebut supervisi "Ya-Tidak".screening control atau "berhenti--terus'; dilakukan se­usang suatu aktivitas berlangsung. Tipe supervisi ini merupakan proses pada mana aspek tertentu dari suatu mekanisme wajib disetujui du­lu, atau syarat eksklusif harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiat­an sanggup dilanjutkan, atau sebagai semacam peralatan "double-check" yang lebih menjamin ketepatan aplikasi suatu aktivitas.

Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan kembali, juga dikenal sebagai pastaction controls, mengukur hasil-ha­sil menurut suatu kegiatan yang sudah diselesaikan. Sebab-sebab penyim­pangan menurut planning atau baku ditentukan, serta inovasi-penemu­an diterapkan untuk aktivitas-aktivitas serupa pada masa yg akan da­tang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan selesainya aktivitas terjadi.

Gambar type pengawasan

Ketiga bentuk supervisi tersebut sangat berguna bagi mana­emen. Pengawasan pendahuluan serta "berhenti-terus", cukup me­madai buat memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi serta tetap bisa mencapai tujuan. Namun ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan disamping kegunaan 2 bentuk supervisi itu. Pertama, porto keduanya mahal. Kedua, banyak kegiatan nir memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. Ketiga, peng­awasan yg hiperbola akan menjadikan produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen harus memakai sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.

TAHAP-TAHAP DALAM PROSES PENGAWASAN
Proses pengawasan umumnya terdiri paling sedikit lima tahap (langkah), adalah :
1) penetapan standar pelaksanaan (perencanaan), dua) penentuan pengukuran aplikasi aktivitas, tiga) pengukuran aplikasi ke­giatan konkret, 4) pembandingan aplikasi kegiatan dengan stan­dar serta penganalisaan defleksi-defleksi, serta lima) pengam­bilan tindakan koreksi apabila perlu. Tahap-tahap ini akan diperinci ber­ikut.

Tahap 1 : Penetapan Standar
Tahap pertama dalam pengawasan merupakan penetapan standar pe­laksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang bisa digunakan menjadi "patokan" buat penilaian output-hasil. Tujuan, target, kuota serta sasaran pelaksanaan bisa digunakan seba­gai baku. Bentuk baku yg lebih spesifik antara lain sasaran pen­jualan, anggaran, bagian pasar (market-share), marjin laba, ke­selamatan kerja, dan target produksi.

Tiga bentuk standar yg umum merupakan :
1. Standar-baku phisik, mungkin mencakup kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk.
2. Standar-baku moneter, yg ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup porto tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya.
3. Standar-baku waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan wajib diselesaikan.

Gambar. Proses pengawasan 

Setiap tipe baku tadi dapat dinyatakan dalam bentuk-­bentuk output yg bisa dihitung. Ini memungkinkan manajer untuk mengkomunikasikan aplikasi kerja yang diharapkan kepada pa­ra bawahan secara lebih jelas serta tahapan-tahapan lain pada proses perencanaan dapat ditangani menggunakan lebih efektif. Standar wajib dite­tapkan secara seksama dan diterima mereka yang bersangkutan.

Tahap 2 : Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Penetapan baku merupakan sia-sia bila nir disertai berbagai cara buat mengukur aplikasi kegiatan konkret. Oleh karena itu, tahap ke 2 pada supervisi merupakan menentukan pengukuran pelaksana­an aktivitas secara sempurna. Beberapa pertanyaan yg penting berikut ini bisa digunakan : Berapa kali (how often) pelaksanaan seharus­nya diukur setiap jam, harian, mingguan, bulanan ? Dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan laporan tertulis, ins­peksi visual, melalui telephone ? Siapa (who) yang akan terlibat - manajer, staf departemen ? Pengukuran ini sebaiknya mudah dilak­sanakan serta tidalc mahal, dan dapat diterangkan pada para karya­wan.

Tahap tiga: Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Setelah frekuensi pengukuran serta sistem monitoring ditentu­kan, pengukuran aplikasi dilakukan menjadi proses yg ber­ulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara buat melakukan pengukuran aplikasi, yaitu 1) pengamatan (observasi), dua) la­poran-laporan, baik verbal dan tertulis, tiga) metoda-metoda otomatis serta 4) pemeriksaan, pengujian (test), atau dengan pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang memperggunakan pemeriksa intern (in­ternal auditor) menjadi pelaksana pengukuran.

Tahap 4 : Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar serta Analisa Penyimpangan
Tahap kritis menurut proses pengawasan adalah pembandingan pe­laksanaan nyata dengan aplikasi yang direncanakan atau standar yang sudah ditetapkan. Walaupun termin ini paling mudah dilakukan, namun kompleksitas dapat terjadi dalam ketika menginterpretasikan terdapat­nya penyimpangan (deviasi).

Tahap lima: Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan
Bila output analisa menerangkan perlunya tindakan koreksi, tin­dakan ini wajib diambil. Tindakan koreksi bisa diambil dalam ber­bagai bentuk. Standar mungkin diubah, aplikasi diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan, tindakan koreksi mung­kin berupa :
1. Mengubah.baku mula-muia (barangkali terlalu tinggi atau ter­lalu rendah).
2. Mengubah,pengukuran aplikasi (inspeksi terlalu acapkali fre­kuensinya atau kurang atau bahkan mengubah sistem pengukur­an itu sendiri).
3. Mengubah cara dalam menganalisa serta menginterpretasikan pe­nyimpangan-defleksi.

PENTINGNYA -PENGAWASAN
Ada berbagai faktor yang membuat supervisi semakin diper­lukan sang setiap organisasi. Faktor-faktor itu adalah : 
1. Perubahan lingkungan organisasi. Berbagai perubahan lingkung­an organisasi terjadi terus menerus dan tak bisa dihindari, se­perti keluarnya penemuan produk serta pesaing baru, diketemukan­nya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi per­ubahan-perubahan yg berpengaruh path barang dan jasa orga­nisasi, sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaat­kan kesempatan yg diciptakan perubahan-perubahan yang ter­jadi.

2. Peningkatan kompleksitas Organisasi. Semakin akbar organisasi semakin memerlukan pengawasan yg lebih formal serta hati-ha­ti. Berbagai jenis produk hams diawasi buat mengklaim bahwa kualitas serta profitabilitas tetap terjaga, penjualan eceran dalam para penyalur perlu di analisa serta dicatat secara tepat; berma­cam-macam pasar organisasi, luar dan dalam negeri, perlu selalu dimonitor. Di samping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi, menggunakan poly agen-agen atau cabang-cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang ter­pisah secara geografis, atau fasilitas-fasilitas penelitian yg ter­sebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawas­an menggunakan lebih efisien serta efektif.

3. Kesalahan-kesalahan. Bila para bawahan nir pernah menciptakan kesalahan, manajer bisa secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Namun kebanyakan anggota organisasi sering mem­buat kesalahan-kesalahan memesan barang atau komponen yg keliru, menciptakan penentuan harga yg terlalu rendah, ma­keliru-perkara didiagnosa secara tidak sempurna. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan sebelum sebagai kritis.

4. Kebutuhan Manajer buat mendelegasikan Wewenang. Jika ma­najer mendelegasikan wewenang pada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer bisa men entukan apakah bawahan telah me­lakukan tugas-tugas yg sudah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplementasikan sistem supervisi. Tanpa sistem tadi, manajer nir dapat mempelajari aplikasi tugas ba­wahan.

Kata "supervisi" tak jarang mempunyai konotasi yang tidak me­nyenangkan, karena dianggap akan mengancam kebebasan dan oto­nomi eksklusif. Padahal organisasi sangat memerlukan supervisi un­tuk menjamin tercapainya tujuan. Sehingga tugas manajer merupakan me­nemukan keseimbangan antara supervisi organisasi serta kebebasan langsung atau mencari tingkat supervisi yg sempurna. Pengawasan yg berlebihan akan menyebabkan birokrasi, mematikan kreatifitas, serta sebagainya, yang akhirnya merugikan organisasi sendiri. Sebalik­nya pengawasan yang tidak mencukupi bisa mengakibatkan pembo­rosan asal daya serta menciptakan sulit pencapaian tujuan.

PERANCANGAN PROSES PENGAWASAN
William H.newman telah mengemukakan mekanisme buat pene­tapan sistem supervisi. Tiga) Pendekatannya terdiri atas 5 langkah dasar yang bisa diterapkan buat seluruh tipe kegiatan supervisi :
1. Merumuskan output yang diz'nginkan. Manajer wajib merumuskan hasil yg akan dicapai sejelas mungkin. Tujuan yang dinyata­kan secara generik atau kurang jelas seperti "pengurangan porto overhead" atau "menaikkan pelayanan langganan", perlu pada­rumuskan Iebih kentara seperti "pengurangan porto overhead de­ngan 12 %" atau "menuntaskan setiap keluhan konsumen da­lam saat paling usang 3 hari". Di samping itu, output yg pada­inginkan harus dihubungkan menggunakan individu yg bertanggung jawab atas pencapaiannya.

2. Menetapkan penunjuk (predictors) output. Tujuan supervisi sebelum menurut selama aktivitas dilaksanakan merupakan agar manajer bisa mengatasi dan memperbaiki adanya penyimpangan sebe­lum kegiatan diselesaikan. Tugas krusial manajer adalah merancang acara supervisi buat menemukan sejumlah indika­tor-indikator yang terpercaya menjadi penunjuk bila tindakan koreksi perlu diambil atau nir. Newman telah mengidentifika­sikan beberapa "early warning predictors" yang bisa membantu manajer memperkirakan apakah hasil yg diinginkan terca­pai atau tidak, yaitu :
a. Pengukuran masukan. Perubahan dalam masukan utama akan mengisyaratkan manajer buat merubah atau mengambil tindakan koreksi. Sebagai model, pesanan-pesanan yang masuk akan menampakan volume produksi, atau biaya bahan baku akan menghipnotis harga produk.
b. Hasil-hasil dalam tahap-termin permulaan. Bila output berdasarkan tahap permulaan lebih baik atau jelek daripada yang diperkirakan, maka perlu dilakukan penilaian pulang. Penjualan awal yg menggembirakari akan merupakan pertanda yg sangat berguna bagi keberhasilan pada saat yang akan tiba.
c. Gejala tanda-tanda (symptoms). Ini adalah syarat yang tampak­nya berhubungan dengan hasil akhir, namun tidak secara eksklusif mempengaruhinya. Sebagai model, apabila agen pen­jualan terlambat mengungkapkan laporan, manajer penjualan dapat menduga bahwa kuota belum tercapai. Kelemahan ge­jala merupakan dapat menyebabkan interpretasi yg keliru.
d. Perubahan dalam kondisi yg diasumsikan. Perkiraan mula­mula pada dasarkan atas asumsi-perkiraan menggunakan kondisi "nor­harta benda". Perubahan-perubahan yg nir dibutuhkan, seperti pengembangan produk baru sang pesaing, atau kekurangan bahan, akan memberitahuakn perlunya penilaian balik tak­tik serta tujuan perusahaan.

Manajer juga perlu menggunakan output-hasil di ketika yang kemudian buat menciptakan perkiraan daur berikutnya.
3. Menetapkan standar penunjuk serta output. Penetapan standar un­tuk penunjuk dan hasil akhir merupakan bagian penting perancangan proses supervisi. Tanpa penetapan baku, manajer mungkin menaruh perhatian yg lebih terhadap defleksi kecil atau nir bereaksi terhadap defleksi akbar. Standar harus sesuai dengan keadaan tertentu. Sebagai con­toh, 200 keluhan langganan sebulan dalam waktu terjadi proses re­organisasi tidak terlalu memprihatinkan dibanding 50 keluhan sebulan pada waktu organisasi berfungsi normal. Standar juga ha­rus fleksibel buat menyesuaikan dengan perubahan syarat.

4. Menetapkan jaringan berita serta umpan pulang. Langkah ke­empat dalam perancangan suatu siklus pengawasan merupakan me­netapkan wahana buat pengumpulan keterangan penunjuk dan pembandingan penunjuk terhadap standar. Jaringan kerja ko­munikasi dipercaya baik bila aliran nir hanya ke atas tetapi jua ke bawah pada siapa yang harus mengambil tindakan koreksi. Disamping itu, jaringan ini wajib cukup efisien buat menyediakan informasi balik yg relevan : kepada personalia kunci yang memerlukannya. Komunikasi supervisi tak jarang berdasarkan dalam prinsip "management by exception". Prinsip ini menyarankan bahwa atasan hanya diberi warta bila terjadi defleksi besar dari standar atau planning.

5. Menilai berita serta merogoh -tindakan koreksi. Langkah terakhir merupakan pembandingan penunjuk menggunakan baku, penen­tuan apakah tindakan koreksi perlu diambil, dan lalu pengambilan tindakan.

Informasi mengenai penyimpangan berdasarkan baku wajib dieva­luasi terlebih dulu, sebelum tindakan-tindakan koreksi alter­natif dikembangkan, dievaluasi/dievaluasi serta diimplementasikan.

BIDANG-BIDANG PENGAWASAN STRATEGIK
Agar manajer dapat merancang sistem pengawasan efektif, maka perlu didentifikasikan bidang-bidang strategik satuan kerja atau organisasi. Bidang-bidang ini merupakan aspek-aspek satuan kerja atau or­ganisasi yang harus berfungsi secara efektif supaya keseluruhan organisa_ si meraih sukses. Bidang-bidang strategik (kunci) biasanya menyang_ kut kegiatan-kegiatan primer organisasi - misalnya transaksi-transaksi keuangan, interaksi manajer-bawahan, atau operasi-operasi produk­si. Penetapan bidang-bidang supervisi strategik akan membantu perumusan sistem supervisi dan standar yang lebih jelas bagi manajer-manajer strata bawah.

Di samping itu, penting pula buat menentukan titik-titik kri­tis pada sistem pada mana monitoring serta pengumpulan warta ha­rus dilakukan, atau yang dianggap titik-titik supervisi strategik (strategic control). Metoda penentuannya merupakan dengan menganalisa bidang-bidang operasi pada mana perubahan selalu terjadi serta pemusat­an dalam unsur-unsur paling penting pada operasi eksklusif.

ALAT BANTU PENGAWASAN MANAJERIAL
Ada banyak teknik yang dapat membantu manajer agar pelaksa­naan pengawasan menjadi lebih efektif. Dua teknik yg paling terke­nal merupakan manajemen dengan pengecualian (management by excep­tion) dan sistem liputan manajemen (management information sys­tems)-Management By Exception ( MBE ). 

Management By Exception ( MBE ), atau prinsip pengecualian, memungkinkan manajer buat mengarahkan perhatiannya pada bidang-bidang pengawasan yang pa­ling kritis serta mempersilahkan para karyawan atau tingkatan mana­jemen rendah buat menangani variasi-variasi rutin. Hal ini bisa dipraktekkan oleh manajer-manajer penjualan, produksi, keuangan, personalia, pembelian, pengawasan mutu, serta bidang-bidang fungsional lainnya. Bahkan manajer-manajer lini per­tama dapat mempergunakan prinsip ini dalam pengawasan harian me­reka. 

Pengawasan yang ditujukan dalam terjadinya kekecualian ini mu­rah, namun penyimpangan baru bisa diketahui selesainya kegiatan ter­laksana. Biasanya supervisi ini dipergunakan buat operasi-operasi organisasi yg bersifat otomatis serta rutin.

Management - Information System ( MIS )
Sistem informasi manajemen atau management-information system memainkan peranan krusial pada pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen perencanaan serta pengawasan menggunakan efektif. MIS dapat didefinisikan menjadi suatu metoda formal pengadaan serta penyediaan bagi manajemen, fakta yg diharapkan dengan akurat dan tepat saat buat membantu proses pembuatan keputusan dan memung­kinkan fungsi fungsi perencanaan, pengawasan serta operasional orga­nisasi dilaksanakan secara efektif. MIS merupakan sistem pengadaan, pe­mrosesan, penyimpanan dan penyebaran warta yang direncana­kan supaya keputusan-keputusan manajemen yg efektif bisa dibuat. Sistem menyediakan berita saat yang lalu, kini serta yg akan datang dan kejadian-peristiwa pada pada dan di luar organisasi.

MIS dirancang melalui beberapa tahap utama, yaitu :
1) tahap survei pendahuluan serta perumusan kasus, 
2) termin pada­sain konsepsual, 
3) termin disain terang, dan 
4) termin implemen­tasi akhir. 

Agar perancangan MIS berjalan efektif, manajemen perlu memperhatikan lima(lima) pedoman berikut ini :
1. Mengikut sertakan pemakai (unsur) ke dalam tim perancang.
2. Mempertimbangkan secara hati-hati porto sistem.
3. Memperlakukan fakta yg relevan dan terseleksi lebih dari­ pada pertimbangan kuantitas belaka.
4. Pengujian pendahuluan sebelum diterapkan.
5. Menyediakan latihan dan dokumentasi tertulis yg mencukupi bagi para operator dan pemakai sistem.

Konsep MIS berafiliasi sangat erat dengan teknologi kompu­ter, yang meliputi kapasitas personal komputer , program dan bahasa pro­gr, terminal jeda jauh, diskette, serta lain-lainnya. Organisasi mungkin mempunyai MIS tanpa komputer, tetapi sistem akan kehi­langan sebagian "keampuhannya" tanpa bantuan personal komputer . Jadi, pa­da dasarnya MIS membantu manajemen melalui penyediaan persona­lia yang tepat dengan jumlah yang tepat menurut kabar yg tepat jua pada ketika yg sempurna.

KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG EFEKTIF
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan wajib memenuhi kri­teria eksklusif. Kriteria-kriteria primer merupakan bahwa sistem seharus­nya 1) mengawasi kegiatan-aktivitas yang benar, 2) tepat saat, tiga) menggunakan porto yg efektif, 4) sempurna-akurat, serta lima) bisa diterima oleh yg bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria terse­but semakin efektif sistem supervisi. Karakteristik-ciri pengawasan yg efektif bisa lebih diperinci sebagai berikut :
1. Akurat . Informasi mengenai aplikasi aktivitas wajib seksama. Data yang tidak seksama berdasarkan sistem pengawasan bisa menye­babkan organisasi merogoh tindakan koreksi yg keliru atau bahkan membangun masalah yang sebenarnya nir ada.
2. Tepat-Waktu. Informasi wajib dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan pemugaran harus dilakukan segera.
3. Obyektif dan menyeluruh. Informasi wajib gampang dipahami serta bersifat obyektif dan lengkap. . .
4. Terpusat pada titik-titik supervisi strategik. Sistem pengawasan wajib memusatkan perhatian dalam bidang-bidang pada mana pe­nyimpangan-penyimpangan berdasarkan standar paling seringkali terjadi atau yg akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5. Realistik secara hemat. Biaya pelaksanaan sistem pengawasan wajib lebih rendah, atau paling tidak sama, dengan kegunaan yg diperoleh berdasarkan sistem tersebut.
6. Realistik secara organisasional. Sistem supervisi harus cocok atau serasi menggunakan fenomena-kenyataan organisasi.
7. Terkoordinasi menggunakan aliran kerja organisasi. Informasi peng­awasan wajib terkoordinasi menggunakan genre kerja organisasi, kare­na (1) setiap tahap menurut proses pekerjaan bisa mensugesti sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, serta (2) keterangan supervisi wajib hingga dalam seluruh personalia yg memer­lukannya.
8. Fleksibel. Pengawasan wajib memiliki fleksibilitas buat menaruh tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan berdasarkan lingkungan.
9. Bersifat menjadi petunjuk dan operasional. Sistem pengawasan efektif harus menerangkan, baik deteksi atau deviasi menurut stan­dar, tindakan koreksi apa yg seharusnya diambil.
10. Diterima para anggota organisasi. Sistem supervisi harus bisa mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi menggunakan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab serta ber­prestasi.