Konsep-Konsep Dalam Fungsi Pengawasan Dari Pengendalian
Perlu adanya fungsi manajemen yg diarahkan buat memastikan apakah planning yang diimplementasikan berjalan sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan yang ditetapkan ataukah tidak. Selain memastikan, juga perlu diketahui apa yg sebagai penyebab, misalnya, bila sebuah planning ternyata nir berjalan sebagaimana mestinya, dan lalu bagaimana tindakan koreksi yang bisa dilakukan. Fungsi manajemen yang diarahkan untuk melakukan supervisi atas apa yg sudah direncanakan serta bagaimana langkah-langkah koreksinya dinarnakan menggunakan fungsi supervisi atau pengendalian. Dalam tertninologi bahasa Inggris, fungsi ini acapkali dinamakan menggunakan fungsi Controlling, Evaluating, Appraising, serta Correcting. Semua kata ini memiliki arti yg hampir sarna, yaitu mengontrol atau mengendalikan, mengevaluasi, menilai atau mengukur, serta mengoreksi. Akan tetapi, dikarenakan fungsi manajemen yang diperlukan nir hanya pengawasan, natnun meliputi juga penetapan standar Kinerja perusahaan, pertgberukuran Kinerja yg dicapai perusahaan, serta pengambilan tindakan koreksi sekiranya baku Kinerja menyimpang berdasarkan sernestinya, maka penamaan fungsi controlling lebih poly dipakai, serta dalam bahasa Indonesia istilah "pengawasan" lebih poly dipakai. Fungsi pengawasan dalam dasarnya adalah proses yang dilakukan untuk memastikan supaya apa yang sudah direncanakan berjalan sehagaimana tnestinya. Termasuk ke pada fungsi supervisi merupakan identifikasi berbagai faktor yang ulenghambat sebuah aktivitas, serta pula pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan supaya tujuan organisasi bisa permanen tercapai. Sebagai kesimpulan, fungsi pengawasan diharapkan buat memastikan apakah apa yang telah direncanakan dan diorganisasikan berjalan sebagairnana mestinya ataukah nir. Apabila tidak berjalan menggunakan sernestinya, maka fungsi supervisi pula melakukan proscs untuk mengoreksi kegiatan yang sedang berjalan agar dapat permanen medcapai apa yg telah direncanakan.
Beberapa Pengertian menurut Pengawasan
Beberapa pengertian pengawasan sudah dikemukakan sang poly penulis di bidang manajemen, pada antaranya oleh Schermerhorn (2002), Stoner, Freeman, serta Gilbert (2000), dan Mockler. Schermerhorn mendefinisikan supervisi sebagai proses dalam tetapkan berukuran Kinerja dan pengambilan tindakan yg bisa mendukung pencapaian hasil yg diharapkan sinkron menggunakan Kinerja yang telah ditetapkan Cersebut.
(Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results). Berdasarkan pengertian ini, Schermerhorn menekankan fungsi pengawasan dalam penetapan standar Kinerja serta tindakan yang wajib dilakukan pada rangka pencapaian Kinerja yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, manajer pada pc-rusahaan perlu memutuskan standar Kinerja buat setiap pekerjaan yg akan dilakukan, apakah di-contohnya-bagian sumber daya manusia, produksi, pemasaran, ataupun bagian lain dalam perusahaan. Standar Kinerja ini akan menjadi ukuran apakah dalam pelaksanaannya nanti, manajer perlu melakukan tindakan koreksi ataukah tidak sekiranya ditemukan beberapa atau banyak sekali penyimpangan. Penjelasan ini sejalan dengan pengertian supervisi berdasarkan Stoner, Freeman, dan Gilbert (2000) pada mana mcnurut mereka Control merupakan the process of ensuring that actual activities conform the planned activities. Jadi, supervisi merupakan proses buat memastikan bahwa segala kegiatan yg terlaksana sinkron dengan apa yg sudah direncanakan.
Secara lebih lengkap, Mockler, dalam Stoner, Freeman, serta Gilbert (2000) mengemukakan fungsi pengawasan sebagai a systematic effort to set performance standards with rencana objectives, to design information feedback systems, to compare actual performance with these predetermmed standards, to determme whether there are any deviations and to measure their significance, and to take any action required to assure that all corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives, Fungsi pengawasan dalam manajemen merupakan upaya sistematis dalam tetapkan standar Kinerja serta berbagai tujuan yg direncanakan, mendesain sistem kabar umpan batik, membandingkan antara Kinerja yang dicapai menggunakan standar yg telah ditetapkan sebelumnya, menentukan apakah terdapat defleksi dan tingkat signifikansi menurut setiap defleksi tersebut, serta mengambil tindakan yg padaperlukan buat memastikan bahwa semua asal daya perusahaan digunakan secara efektif dan efisien pada pencapaian tujuan perusahaan.
Pengertian Mockler secara lengkap menguraikan bahwa dalam pada dasarnya pengawasan nir hanya berfungsi buat menilai apakah sesuatu itu berjalan ataukah tidak, akan namun termasuk tindakan koreksi yang mungkin diharapkan juga penentuan sekaligus penyesuaian standar yang terkait menggunakan penCapaian tujuan menurut ketika ke ketika.
Tujuan berdasarkan Fungsi Pengawasan
Griffin (2000) menyebutkan bahwa terdapat empat tujuan menurut fungsi supervisi. Keempat tujuan tadi adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan kegagalan, meminimumkan biaya , dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi.
Adaptasi Lingkungan, Tujuan pertama menurut fungsi supervisi merupakan supaya perusahaan dapat terus beradaptasi dengan perubahan yg terjadi di lingkungan perusahaan, baik lingkungan yang bersifat internal juga lingkungan eksternal. Sebagai contoh, saat teknologi kabar dan personal komputer belum secartggih saat ini, kualifikasi minimum energi kerja di sebuah perusahaan barangkali hanya dibatasi pada kemampuan mengetik, atau kualifikasi pendidikan minimum, misalnya SMU serta lain-lain. Natnun waktu ini, waktu hampir semua perusahaan memakai komputer sebagai ujung tombak aktivitas sehari-harinya, yaitu menurut mulai pengetikan, pemrosesan data, laporan keuangan, dan lain sebagainya, maka kualifikasi minimum buat tenaga kerja menjadi berubah. Saat ini, seseorang yang ingin bekerja di perusahaan eksklusif sudah dipersyaratkan buat mempunyai kernampuan dalam mengoperasikan komputer. Dalam hal ini, perusahaan perlu mengikuti keadaan pada hal penggunaan tenaga kerjanya. Ketika aktivitas perusahaan perlu mengikuti keadaan dengan penggunaan teknologi personal komputer , maka perusahaan pun perlu melakukan supervisi serta evaluasi atas energi kerja yang dimilikinya. Standar kualifikasi energi kerja akhirnya wajib disesuaikan.
Pengawasan serta pengendalian perlu dilakukan supaya perusahaan tetap bisa mengikuti keadaan terus dengan perubahan lingkungan. Dengan demikian, fungsi pengawasan tidak saja dilakukan buat memastikan agar kegiatan perusahaan berjalan sebagaimana rencana yg telah ditetapkan, akan tetapi juga supaya aktivitas yang dijalankan sinkron dengan perubahan lingkungan, lantaran sangat memungkinkan perusahaan pula mengubah rencana perusahaan disebabkan terjadinya aneka macam perubahan di lingkungan yg dihadapi perusahaan.
Meminimumkan Kegagalan, Tujuan kedua berdasarkan fungsi pengawasan merupakan buat meminimumkan kegagalan. Ketika perusahaan melakukan aktivitas produksi contohnya, perusahaan berharap supaya kegagalan seminimal mungkin. Ketika perusahaan memiliki sasaran produksi sebesar 10.000 unit, maka perusahaan berharap bahwa bagian produksi bisa membentuk produk sebanyak unit tadi. Katakanlah, ketika bagian produksi ternyata hanya sanggup menghasilkan 9.000 unit yang memenuhi baku, serta 1.000 unit yg tidak memenuhi baku, maka perusahaan mengalami 1.000 unit kegagalan pada produksi, dan hal tadi akan sangat merugikan perusahaan karena sasaran nir tercapai.
Oleh karena itu perusahaan perlu menjalankan fungsi pengawasan agar kegagalankegagalan tersebut dapat diminimumkan.
Meminimumkan Biaya, Tujuan ketiga menurut fungsi supervisi adalah buat meminimumkan biaya . Sebagaimana model yg telah dikemukakan pada atas, saat perusahaan mengalami kegagalan sebesar 1.000 unit, maka akan ada pemborosan biaya sebesar 1.000 unit yg tidak menaruh laba bagi perusahaan. Oleh karenanya, fungsi supervisi melalui penetapan standar tertentu pada meminimumkan kegagalan dalam produksi contohnya, akan bisa meminimumkan biaya yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan. Sebagai contoh lain, supervisi terhadap energi kerja menurut kasus korupsi. Korupsi bisa berupa korupsi jam kerja, penggunaan fasilitas perusahaan bukan buat kepentingan perusahaan, sampai korupsi berupa penggelapan uang. Fungsi pengawasan terhadap tenaga kerja sangat diharapkan agar nir terjadi tindak korupsi ini. Bagaimana hat ini dapat meminimumkan porto? Kita bisa kalkulasikan, contohnya apabila dalam sebuah perusahaan yg terdiri menurut 1000 orang pegawai, katakanlah 10 % menurut pegawai memakai fasilitas perusahaan, katakanlah memakai telepon buat kepentingan langsung per harinya selama 10 mnt, dan buat setiap 10 menit tersebut porto percakapan via telepon merupakan sebesar 5.000 rupiah (baik telepon biasa maupun selular), berarti perusahaan harus mengeluarkan sekitar 500.000 rupiah buat per harinya (lima.000 rupiah x 10% x 1000 pegawai) atau 10 juta rupiah per bulannya (perkiraan 20 hari kerja) buat pengeluaran melalui percakapan telepon yang nir terkait menggunakan kegiatan perusahaan. Dari model ini, kita bisa memperkirakan berapa poly biaya yg bisa dihemat sekiranya hat tadi pada atas tidak terjadi melalui optimalisasi menurut fungsi supervisi.
Antisipasi Kompleksitas Organisasi, Tujuan terakhir berdasarkan fungsi supervisi merupakan agar perusahaan bisa mengantisipasi aneka macam kegiatan organisasi yang kompleks. Kompleksitas tadi berdasarkan mulai pengelolaan terhadap produk, energi kerja, sampai banyak sekali prosedur yg terkait dengan manajemen organisasi. Oleh karena itu, kentara fungsi supervisi memiliki peran krusial buat merijamin bahwa kompleksitas tadi dapat diantisipasi dengan baik.
Agar keempat tujuan berdasarkan fungsi pengawasan tersebut dapat lebih dipahami, maka berikut adalah akan diuraikan langkah-langkah dari proses supervisi sehingga kaitan antara apa yang dikerjakan oleh perusahaan dengan fungsi pengawasan akan lebih bisa dipahami.
Langkah-langkah dalam Proses Pengawasan
Langkah-langkah yg dilakukan dalam fungsi supervisi terdiri dari:
1. Penetapan standar serta metode penilaian Kinerja
2. Penilaian Kinerja
3. Penilaian apakah Kinerja memenuhi standar ataukah nir
4. Pengambilan tindakan koreksi
Penetapan Standar dan Metode Penilaian Kinerja
Idealnya, tujuan yg ingin dicapai organisasi usaha atau perusahaan sebaiknya ditetapkan menggunakan jelas dan lengkap dalam waktu perencanaan dilakukan. `Lengkap' di sini berarti bahwa penetapan baku sebaiknya jua dilakukan pada waktu perencanaan dilakukan. Terdapat 3 alasan mengapa tujuan wajib ditetapkan menggunakan kentara serta memuat baku pencapaian tujuan. Pertama merupakan bahwa acapkali kali tujuan terlalu bersifat umum sehingga sulit untuk dievaluasi dalam waktu implementasi dilakukan. Misalnya buat bagian pemasaran, perusahaan memiliki tujuan untuk "menaikkan penjualan". Tujuan ini kentara tetapi sangat sulit buat diukur, sehingga bila dilakukan penilaian apakah tujuan peningkatan ini tercapai atau nir menjadi tidak mudah buat dievaluasi. Sebagai contoh, penjualan tahun ini sebanyak 2.001 unit bila dibandingkan dengan penjualan tahun lalu sebanyak 2000 unit adalah termasuk ke pada peningkatan penjualan. Tetapi, apakah ini yg diinginkan? 1 unit peningkatan merupakan pula peningkatan bukan? Kedua, berdasarkan alasan pertama tersebut, sebaiknya tujuan yg ditetapkan memuat baku yang lebih jelas dinyatakan. Misalnya saja, "menaikkan penjualan sebanyak 50 %". Dengan rumusan tujuan misalnya ini, maka tujuan lebih jelas serta lebih lengkap sebagai akibatnya gampang buat dinilai pada saat implementasi apakah tercapai ataukah nir. Berdasarkan contoh pada atas, bila peningkatan penjualan yg diinginkan adalah 50 %, maka penjualan tahun ini yg diharapkan merupakan sebanyak 3.000 unit karena jumlah tadi adalah peningkatan sebesar 50 persen berdasarkan penjualan tahun kemudian yang sebesar dua.000 unit. Fungsi pengawasan dalam hal ini akan lebih gampang lantaran manajemen telah mempunyai batasan contohnya jika penjualan ternyata berada pada bawah 3.000 unit berarti jumlah penjualan kurang menurut standar, sebagai akibatnya manajemen perlu mencari faktor-faktor yg menyebabkan ketidakmampuan perusahaan mencapai baku tadi, apakah disebabkan karena faktor yg disengaja ataukah nir, dan seterusnya. Alasan ketiga mengapa penetapan tujuan perlu dilakukan secara jelas serta lengkap merupakan bahwa kejelasan dan kelengkapan tujuan memudahkan manajemen pada melakukan komunikasi pada organisasi termasuk juga menentukan metode yg akan digunakan dalam mengevaluasi baku yg telah ditetapkan. Manajemen akan menggunakan mudah menyebutkan pada seluruh pihak pada organisasi bila tujuan organisasi jelas dirumuskan. Peningkatan penjualan sebanyak 50 % adalah lebih mudah buat dikomunikasikan apabila dibandingkan menggunakan "peningkatan penjualan" saja. Seba.gaimana model pada atas, peningkatan penjualan sebanyak 1 unit jua merupakan peningkatan, akan tetapi tentu saja bukan sekadar itu yang dimaksud pada umumnya.
Penilaian Kinerja, Pada dasarnya evaluasi Kinerja adalah upaya buat membandingkan Kinerja yg dicapai menggunakan tujuan dan baku yg sudah ditetapkan semula. Penilaian Kinerja merupakan sebuah proses yg berkelanjutan serta terus-menerus. Terdapat beberapa kegiatan yg hanya dapat dicermati kualitas pengerjaannya pada saat akhir dari aktivitas tersebut. Misalnya saja sebuah proses produksi dari sepasang sepatu. Setelah sepasang sepatu jadi, maka kita dapat melihat kualitas sepatu tadi berdasarkan produk akhir atau produk jadinya. Namun demikian, kita jua dapat mengevaluasi bahwa sekiranya. Kualitas sepatu yang dinilai ternyata tidak sebagaimana mestinya, maka hat tersebut sanggup saja terjadi dalam ketika pengerjaan, juga sebelum pengerjaan sepatu tersebut dilakukan. Tetapi pada termin fokus supervisi lebih pada penentuan menggunakan cara bagaimana evaluasi akan dilakukan? Berapa lama sekali? Apa saja yg perlu dievaluasi? Dan lain sebagainya. Apabila pada tahap sebelumnya kita telah tetapkan bahwa standar yg kita hendak capai merupakan peningkatan penjualan sebesar 50 %, maka pada tahap ini kita menetapkan bahwa penilaian akan dilakukan oleh manajer penjualan contohnya setiap 1 tahun sekali menggunakan menilai taraf penjualan yang dicapai selama satu tahun tadi. Lantaran yang akan kita nilai adalah taraf penjualan, maka variabel yg akan kita nilai jua kita tentukan, yaitu contohnya jumlah penjualan dalam tahun itu.
Membandingkan Kinerja dengan Standar, Setelah kita menetapkan bahwa yg akan kita nilai adalah tingkat penjualan setiap satu tahun sekali sang manajer penjualan, maka dalam termin ini manajer penjualan akan melakukan perbandingan menurut apa yang sudah diperoleh pada bagian penjualan dengan baku yg telah ditetapkan. Sebagai model, lantaran kita sudah tetapkan standar yang akan kita capai adalah peningkatan penjualan sebesar 50 % menurut tahun sebelumnya, maka manajer penjualan lalu melakukan pengecekan dari data penjualan tingkat penjualan yg telah dicapai dalam tahun ini, serta kemudian juga data penjualan dalam tahun yg kemudian. Setelah kedua data penjualan berdasarkan tahun kemudian dan tahun ini diperoleh, manajer penjualan kemudian melakukan perbandingan atas apa yang dicapai tahun ini dengan yg sudah dicapai dalam tahun kemudian. Sebagai model, contohnya kita dapatkan data menurut bagian penjualan menjadi berikut:
Penjualan tahun ini: 10.000 unit Penjualan tahun lalu: 9.000 unit
Manajer penjualan kemudjan melakukan perbandingan sederhana menggunakan membandingkan Kinerja (penjualan tahun ini dibandingkan tahun kemudian) dengan standar yg telah ditetapkan, yaitu peningkatan sebesar 50 % sehingga baku yang perlu dicapai adalah 150 % (100 % apabila sama dengan tahun lalu ditambah 50 % menjadi target baku pencapaian).
Dengan memakai data pada atas, maka kita dapatkan Kinerja dan baku sebagai berikut:
Standar yang ditetapkan = 150%
Lalu kita bandingkan antara Kinerja yg diperoleh dengan baku yang sudah ditetapkan. Kita dapatkan bahwa Kinerja yg dicapai (111,1%) ternyata pada bawah standar yang telah ditetapkan (150%), maka dapat disimpulkan Kinerja yg dicapai tidak memenuhi baku.
Secara garis besar , terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi antara Kinerja dengan standar, yaitu:
- Kinerja > Standar, di mana pada syarat ini organisasi mencapai Kinerja yang terbaik karena berada pada atas standar.
- Kinerja = Standar, pada mana pada kondisi ini organisasi mencapai Kinerja baik, namun pada taraf yg paling minimum lantaran Kinerjanya sama menggunakan standar.
- Kinerja < Standar di mana pada syarat ini organisasi mencapai Kinerja yang buruk atau nir sesuai menggunakan yg diperlukan karena berada di bawah standar.
Ukuran penilaian Kinerja dalam praktiknya berbeda-beda tergantung apa yang dinilai. Contoh pada atas merupakan evaluasi taraf penjualan. Untuk produksi barang barangkali kita bisa gunakan standar dengan memakai persentase keberhasilan produk sesuai menggunakan baku. Jika kita menetapkan 5 % sebagai % kegagalan yg dapat diterima, adalah baku keberhasilan produksi adalah 95 persen, maka saat kita dapatkan data menurut bagian produksi bahwa berdasarkan 10.000 unit produk yang diproduksi kita dapati sebanyak 300 unit rusak, maka kita bisa menilai Kinerjanya sebagai berikut:
- Jumlah produk yg diproduksi: 10.000 unit, Jumlah produk yang rusak: 300 unit .
- Standar keberhasilan yang diharapkan: 95% (yg berarti 5% maksimum kegagalan)
- Maka Kinerja dapat dihitung menjadi berikut:
Jika kita lakukan perbandingan kinerja (97%) menggunakan baku yg ditetapkan (95%), maka kita simpulkan bahwa bagian produksi mencapai Kinerja yang baik lantaran persentasenya di atas baku yg sudah ditetapkan.
Untuk kondisi yang lain, berukuran yang dipakai mungkin tidak sinkron. Kehadiran pegawai ke kantor, kita gunakan standar persentase kehadiran dan kita nilai Kinerjanya dari persentase kehadiran yang dicapai setiap pegawai per bulannya contohnya. Bagian keuangan, kita bisa membandingkan realisasi anggaran dengan yang dianggarkan. Ukuran baku dipengaruhi oleh perusahaan berdasar taraf kepentingannya. Penilaian umumnya akan dilakukan dengan membandingkan antara Kinerja menggunakan standar.
Melakukan Tindakan Koreksi apabila Terdapat Masalah, Dari tahap sebelumnya, melalui perbandingan antara Kinerja menggunakan standar, kita bisa kabar berdasarkan proses supervisi yg kita lakukan bahwa Kinerja berada di atas standar, sama menggunakan baku, atau pada bawah baku. Ketika Kinerja berada pada bawah standar berarti perusahaan mendapatkan masalah. Oleh karena itu perusahaan kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu menggunakan mencari jawaban mengapa perkara tersebut terjadi, yaitu Kinerja berada di bawah baku, kemudian kemudian perusahaan melakukan aneka macam tindakan buat mengoreksi perkara tersebut. Pengendalian ini perlu buat dilakukan supaya perusahaan bisa memastikan bahwa apa yang tengah dilakukan sang perusahaan benar-benar diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, di mana indikator pencapaian tujuan pada antaranya merupakan menyesuaikan capaian perusahaan supaya sesuai menggunakan baku. Ketika misalnya-sebagaimana model pada atas-ternyata tingkat penjualan di bawah baku, maka perusahaan perlu mencari penyebabnya, apakah contohnya disebabkan karena kenaikan pangkat yang kurang, kurangnya tenaga penjual, bertatnbahnya pesaing, turunnya daya beli rakyat, atau mungkin penyebab lainnya. Ketika misalnya penjualan kurang diketahui lantaran kenaikan pangkat yg kurang, barangkali tindakan koreksi yg perlu dilakukan merupakan menambah pengeluaran buat promosi. Ketika penyebab kurangnya tenaga penjual, mungkin tindakan koreksinya merupakan merekrut tenaga marketing yang baru. Demikian pula buat aneka macam faktor penyebab lainnya. Pada pada dasarnya, manajer atau perusahaan berusaha buat mencari penyebab ketidakmampuan mencapai Kinerja sinkron dengan standar buat kemudian tindakan koreksinya.
Berdasarkan uraian menurut tahapan proses supervisi di atas, maka bisa kita pelajari bahwa fungsi supervisi terkait dengan upaya yg dilakukan sang perusahaan buat mengawasi kegiatan perusahaan dan memastikannya supaya sinkron menggunakan rencana yang telah ditetapkan. Selain itu pula bisa kita pelajari bahwa fungsi supervisi jua mencakup aktivitas pengendalian, yaitu waktu perusahaan berusaha buat mengantisipasi berbagai faktor yang mungkin akan merusak jalannya kegiatan perusahaan, misalnya misalnya melakukan tindakan koreksi terhadap berbagai defleksi yang terjadi. Tak heran apabila sebagian teoritisi kadangkala mengartikan fungsi controlling ini nir saja menjadi fungsi pengawasan, tetapi pula fungsi pengendalian.
Beberapa Gejala yang Memerlukan Pengawasan dan Pengendalian
Bagaimana caranya supaya perusahaan dapat mengenali adanya masalah aktivitas organisasi sebagai akibatnya memerlukan fungsi supervisi dan pengendalian yang lebih intensif? Bagaimana perusahaan mengenali bahwa masih ada fenomena yang menunjukkan bahwa kontrol perusahaan lemah? Salah satu jawabannya adalah dengan mengenali secara niscaya tanda-tanda dari setiap yg dilakukan sang perusahaan. Di antara beberapa gejala yang biasanya memberitahuakn perlu adanya kontrol atau supervisi dan pengendalian perusahaan sebagaimana diterangkan sang Kreitner (1992) adalah sebagai berikut:
- Terjadi penurunan pendapatan atau profit, tetapi nir begitu jelas faktor penyebabnya
- Penurunan kualitas pelayanan (teridentifikasi dari adanya keluhan pelanggan)
- Ketidakpuasan pegawai (teridentifikasi menurut adanya keluhan pegawai, produktivitas kerja yang menurun, serta lain sebagainya)
- Berkurangnya kas perusahaan
- Banyaknya pegawai atau pekerja yang menganggur
- Tidak terorganisasinya setiap pekerjaan dengan baik
- Biaya yang melebihi anggaran
- Adanya penghamburan dan mefisiensi
TIPE-TIPE PENGAWASAN
Ada 3 tipe dasar supervisi, yaitu (1) pengawasan pendahuluan, (2) supervisi "concurrent", serta (3) pengawasan umpan kembali.
Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawasan pendahuluan, atau seringkali disebut steering controls, dibuat buat mengantisipasi kasus-kasus atau penyimpangan-penyimpangan dari baku atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibentuk sebelum suatu termin kegiatan eksklusif diselesaikan. Jadi, pendekatan supervisi ini lebih aktif serta militan, menggunakan mendeteksi masalah-masalah serta merogoh tindakan yang diharapkan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu menerima warta seksama dan sempurna dalam waktunya mengenai perubahan-perubahan pada lingkungan atau mengenai perkembangan terhadap tujuan yang diinginkan.
Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, tak jarang disebut supervisi "Ya-Tidak".screening control atau "berhenti--terus'; dilakukan seusang suatu aktivitas berlangsung. Tipe supervisi ini merupakan proses pada mana aspek tertentu dari suatu mekanisme wajib disetujui dulu, atau syarat eksklusif harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan sanggup dilanjutkan, atau sebagai semacam peralatan "double-check" yang lebih menjamin ketepatan aplikasi suatu aktivitas.
Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan kembali, juga dikenal sebagai pastaction controls, mengukur hasil-hasil menurut suatu kegiatan yang sudah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan menurut planning atau baku ditentukan, serta inovasi-penemuan diterapkan untuk aktivitas-aktivitas serupa pada masa yg akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan selesainya aktivitas terjadi.
Gambar type pengawasan
Ketiga bentuk supervisi tersebut sangat berguna bagi manaemen. Pengawasan pendahuluan serta "berhenti-terus", cukup memadai buat memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi serta tetap bisa mencapai tujuan. Namun ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan disamping kegunaan 2 bentuk supervisi itu. Pertama, porto keduanya mahal. Kedua, banyak kegiatan nir memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. Ketiga, pengawasan yg hiperbola akan menjadikan produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen harus memakai sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.
TAHAP-TAHAP DALAM PROSES PENGAWASAN
Proses pengawasan umumnya terdiri paling sedikit lima tahap (langkah), adalah :
1) penetapan standar pelaksanaan (perencanaan), dua) penentuan pengukuran aplikasi aktivitas, tiga) pengukuran aplikasi kegiatan konkret, 4) pembandingan aplikasi kegiatan dengan standar serta penganalisaan defleksi-defleksi, serta lima) pengambilan tindakan koreksi apabila perlu. Tahap-tahap ini akan diperinci berikut.
Tahap 1 : Penetapan Standar
Tahap pertama dalam pengawasan merupakan penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang bisa digunakan menjadi "patokan" buat penilaian output-hasil. Tujuan, target, kuota serta sasaran pelaksanaan bisa digunakan sebagai baku. Bentuk baku yg lebih spesifik antara lain sasaran penjualan, anggaran, bagian pasar (market-share), marjin laba, keselamatan kerja, dan target produksi.
Tiga bentuk standar yg umum merupakan :
1. Standar-baku phisik, mungkin mencakup kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk.
2. Standar-baku moneter, yg ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup porto tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya.
3. Standar-baku waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan wajib diselesaikan.
Gambar. Proses pengawasan
Setiap tipe baku tadi dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk output yg bisa dihitung. Ini memungkinkan manajer untuk mengkomunikasikan aplikasi kerja yang diharapkan kepada para bawahan secara lebih jelas serta tahapan-tahapan lain pada proses perencanaan dapat ditangani menggunakan lebih efektif. Standar wajib ditetapkan secara seksama dan diterima mereka yang bersangkutan.
Tahap 2 : Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Penetapan baku merupakan sia-sia bila nir disertai berbagai cara buat mengukur aplikasi kegiatan konkret. Oleh karena itu, tahap ke 2 pada supervisi merupakan menentukan pengukuran pelaksanaan aktivitas secara sempurna. Beberapa pertanyaan yg penting berikut ini bisa digunakan : Berapa kali (how often) pelaksanaan seharusnya diukur setiap jam, harian, mingguan, bulanan ? Dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan laporan tertulis, inspeksi visual, melalui telephone ? Siapa (who) yang akan terlibat - manajer, staf departemen ? Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan serta tidalc mahal, dan dapat diterangkan pada para karyawan.
Tahap tiga: Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Setelah frekuensi pengukuran serta sistem monitoring ditentukan, pengukuran aplikasi dilakukan menjadi proses yg berulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara buat melakukan pengukuran aplikasi, yaitu 1) pengamatan (observasi), dua) laporan-laporan, baik verbal dan tertulis, tiga) metoda-metoda otomatis serta 4) pemeriksaan, pengujian (test), atau dengan pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang memperggunakan pemeriksa intern (internal auditor) menjadi pelaksana pengukuran.
Tahap 4 : Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar serta Analisa Penyimpangan
Tahap kritis menurut proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan aplikasi yang direncanakan atau standar yang sudah ditetapkan. Walaupun termin ini paling mudah dilakukan, namun kompleksitas dapat terjadi dalam ketika menginterpretasikan terdapatnya penyimpangan (deviasi).
Tahap lima: Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan
Bila output analisa menerangkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini wajib diambil. Tindakan koreksi bisa diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, aplikasi diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan, tindakan koreksi mungkin berupa :
1. Mengubah.baku mula-muia (barangkali terlalu tinggi atau terlalu rendah).
2. Mengubah,pengukuran aplikasi (inspeksi terlalu acapkali frekuensinya atau kurang atau bahkan mengubah sistem pengukuran itu sendiri).
3. Mengubah cara dalam menganalisa serta menginterpretasikan penyimpangan-defleksi.
PENTINGNYA -PENGAWASAN
Ada berbagai faktor yang membuat supervisi semakin diperlukan sang setiap organisasi. Faktor-faktor itu adalah :
1. Perubahan lingkungan organisasi. Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus menerus dan tak bisa dihindari, seperti keluarnya penemuan produk serta pesaing baru, diketemukannya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi perubahan-perubahan yg berpengaruh path barang dan jasa organisasi, sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yg diciptakan perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Peningkatan kompleksitas Organisasi. Semakin akbar organisasi semakin memerlukan pengawasan yg lebih formal serta hati-hati. Berbagai jenis produk hams diawasi buat mengklaim bahwa kualitas serta profitabilitas tetap terjaga, penjualan eceran dalam para penyalur perlu di analisa serta dicatat secara tepat; bermacam-macam pasar organisasi, luar dan dalam negeri, perlu selalu dimonitor. Di samping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi, menggunakan poly agen-agen atau cabang-cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang terpisah secara geografis, atau fasilitas-fasilitas penelitian yg tersebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan menggunakan lebih efisien serta efektif.
3. Kesalahan-kesalahan. Bila para bawahan nir pernah menciptakan kesalahan, manajer bisa secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Namun kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan-kesalahan memesan barang atau komponen yg keliru, menciptakan penentuan harga yg terlalu rendah, makeliru-perkara didiagnosa secara tidak sempurna. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan sebelum sebagai kritis.
4. Kebutuhan Manajer buat mendelegasikan Wewenang. Jika manajer mendelegasikan wewenang pada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer bisa men entukan apakah bawahan telah melakukan tugas-tugas yg sudah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplementasikan sistem supervisi. Tanpa sistem tadi, manajer nir dapat mempelajari aplikasi tugas bawahan.
Kata "supervisi" tak jarang mempunyai konotasi yang tidak menyenangkan, karena dianggap akan mengancam kebebasan dan otonomi eksklusif. Padahal organisasi sangat memerlukan supervisi untuk menjamin tercapainya tujuan. Sehingga tugas manajer merupakan menemukan keseimbangan antara supervisi organisasi serta kebebasan langsung atau mencari tingkat supervisi yg sempurna. Pengawasan yg berlebihan akan menyebabkan birokrasi, mematikan kreatifitas, serta sebagainya, yang akhirnya merugikan organisasi sendiri. Sebaliknya pengawasan yang tidak mencukupi bisa mengakibatkan pemborosan asal daya serta menciptakan sulit pencapaian tujuan.
PERANCANGAN PROSES PENGAWASAN
William H.newman telah mengemukakan mekanisme buat penetapan sistem supervisi. Tiga) Pendekatannya terdiri atas 5 langkah dasar yang bisa diterapkan buat seluruh tipe kegiatan supervisi :
1. Merumuskan output yang diz'nginkan. Manajer wajib merumuskan hasil yg akan dicapai sejelas mungkin. Tujuan yang dinyatakan secara generik atau kurang jelas seperti "pengurangan porto overhead" atau "menaikkan pelayanan langganan", perlu padarumuskan Iebih kentara seperti "pengurangan porto overhead dengan 12 %" atau "menuntaskan setiap keluhan konsumen dalam saat paling usang 3 hari". Di samping itu, output yg padainginkan harus dihubungkan menggunakan individu yg bertanggung jawab atas pencapaiannya.
2. Menetapkan penunjuk (predictors) output. Tujuan supervisi sebelum menurut selama aktivitas dilaksanakan merupakan agar manajer bisa mengatasi dan memperbaiki adanya penyimpangan sebelum kegiatan diselesaikan. Tugas krusial manajer adalah merancang acara supervisi buat menemukan sejumlah indikator-indikator yang terpercaya menjadi penunjuk bila tindakan koreksi perlu diambil atau nir. Newman telah mengidentifikasikan beberapa "early warning predictors" yang bisa membantu manajer memperkirakan apakah hasil yg diinginkan tercapai atau tidak, yaitu :
a. Pengukuran masukan. Perubahan dalam masukan utama akan mengisyaratkan manajer buat merubah atau mengambil tindakan koreksi. Sebagai model, pesanan-pesanan yang masuk akan menampakan volume produksi, atau biaya bahan baku akan menghipnotis harga produk.
b. Hasil-hasil dalam tahap-termin permulaan. Bila output berdasarkan tahap permulaan lebih baik atau jelek daripada yang diperkirakan, maka perlu dilakukan penilaian pulang. Penjualan awal yg menggembirakari akan merupakan pertanda yg sangat berguna bagi keberhasilan pada saat yang akan tiba.
c. Gejala tanda-tanda (symptoms). Ini adalah syarat yang tampaknya berhubungan dengan hasil akhir, namun tidak secara eksklusif mempengaruhinya. Sebagai model, apabila agen penjualan terlambat mengungkapkan laporan, manajer penjualan dapat menduga bahwa kuota belum tercapai. Kelemahan gejala merupakan dapat menyebabkan interpretasi yg keliru.
d. Perubahan dalam kondisi yg diasumsikan. Perkiraan mulamula pada dasarkan atas asumsi-perkiraan menggunakan kondisi "norharta benda". Perubahan-perubahan yg nir dibutuhkan, seperti pengembangan produk baru sang pesaing, atau kekurangan bahan, akan memberitahuakn perlunya penilaian balik taktik serta tujuan perusahaan.
Manajer juga perlu menggunakan output-hasil di ketika yang kemudian buat menciptakan perkiraan daur berikutnya.
3. Menetapkan standar penunjuk serta output. Penetapan standar untuk penunjuk dan hasil akhir merupakan bagian penting perancangan proses supervisi. Tanpa penetapan baku, manajer mungkin menaruh perhatian yg lebih terhadap defleksi kecil atau nir bereaksi terhadap defleksi akbar. Standar harus sesuai dengan keadaan tertentu. Sebagai contoh, 200 keluhan langganan sebulan dalam waktu terjadi proses reorganisasi tidak terlalu memprihatinkan dibanding 50 keluhan sebulan pada waktu organisasi berfungsi normal. Standar juga harus fleksibel buat menyesuaikan dengan perubahan syarat.
4. Menetapkan jaringan berita serta umpan pulang. Langkah keempat dalam perancangan suatu siklus pengawasan merupakan menetapkan wahana buat pengumpulan keterangan penunjuk dan pembandingan penunjuk terhadap standar. Jaringan kerja komunikasi dipercaya baik bila aliran nir hanya ke atas tetapi jua ke bawah pada siapa yang harus mengambil tindakan koreksi. Disamping itu, jaringan ini wajib cukup efisien buat menyediakan informasi balik yg relevan : kepada personalia kunci yang memerlukannya. Komunikasi supervisi tak jarang berdasarkan dalam prinsip "management by exception". Prinsip ini menyarankan bahwa atasan hanya diberi warta bila terjadi defleksi besar dari standar atau planning.
5. Menilai berita serta merogoh -tindakan koreksi. Langkah terakhir merupakan pembandingan penunjuk menggunakan baku, penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil, dan lalu pengambilan tindakan.
Informasi mengenai penyimpangan berdasarkan baku wajib dievaluasi terlebih dulu, sebelum tindakan-tindakan koreksi alternatif dikembangkan, dievaluasi/dievaluasi serta diimplementasikan.
BIDANG-BIDANG PENGAWASAN STRATEGIK
Agar manajer dapat merancang sistem pengawasan efektif, maka perlu didentifikasikan bidang-bidang strategik satuan kerja atau organisasi. Bidang-bidang ini merupakan aspek-aspek satuan kerja atau organisasi yang harus berfungsi secara efektif supaya keseluruhan organisa_ si meraih sukses. Bidang-bidang strategik (kunci) biasanya menyang_ kut kegiatan-kegiatan primer organisasi - misalnya transaksi-transaksi keuangan, interaksi manajer-bawahan, atau operasi-operasi produksi. Penetapan bidang-bidang supervisi strategik akan membantu perumusan sistem supervisi dan standar yang lebih jelas bagi manajer-manajer strata bawah.
Di samping itu, penting pula buat menentukan titik-titik kritis pada sistem pada mana monitoring serta pengumpulan warta harus dilakukan, atau yang dianggap titik-titik supervisi strategik (strategic control). Metoda penentuannya merupakan dengan menganalisa bidang-bidang operasi pada mana perubahan selalu terjadi serta pemusatan dalam unsur-unsur paling penting pada operasi eksklusif.
ALAT BANTU PENGAWASAN MANAJERIAL
Ada banyak teknik yang dapat membantu manajer agar pelaksanaan pengawasan menjadi lebih efektif. Dua teknik yg paling terkenal merupakan manajemen dengan pengecualian (management by exception) dan sistem liputan manajemen (management information systems)-Management By Exception ( MBE ).
Management By Exception ( MBE ), atau prinsip pengecualian, memungkinkan manajer buat mengarahkan perhatiannya pada bidang-bidang pengawasan yang paling kritis serta mempersilahkan para karyawan atau tingkatan manajemen rendah buat menangani variasi-variasi rutin. Hal ini bisa dipraktekkan oleh manajer-manajer penjualan, produksi, keuangan, personalia, pembelian, pengawasan mutu, serta bidang-bidang fungsional lainnya. Bahkan manajer-manajer lini pertama dapat mempergunakan prinsip ini dalam pengawasan harian mereka.
Pengawasan yang ditujukan dalam terjadinya kekecualian ini murah, namun penyimpangan baru bisa diketahui selesainya kegiatan terlaksana. Biasanya supervisi ini dipergunakan buat operasi-operasi organisasi yg bersifat otomatis serta rutin.
Management - Information System ( MIS )
Sistem informasi manajemen atau management-information system memainkan peranan krusial pada pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen perencanaan serta pengawasan menggunakan efektif. MIS dapat didefinisikan menjadi suatu metoda formal pengadaan serta penyediaan bagi manajemen, fakta yg diharapkan dengan akurat dan tepat saat buat membantu proses pembuatan keputusan dan memungkinkan fungsi fungsi perencanaan, pengawasan serta operasional organisasi dilaksanakan secara efektif. MIS merupakan sistem pengadaan, pemrosesan, penyimpanan dan penyebaran warta yang direncanakan supaya keputusan-keputusan manajemen yg efektif bisa dibuat. Sistem menyediakan berita saat yang lalu, kini serta yg akan datang dan kejadian-peristiwa pada pada dan di luar organisasi.
MIS dirancang melalui beberapa tahap utama, yaitu :
1) tahap survei pendahuluan serta perumusan kasus,
2) termin padasain konsepsual,
3) termin disain terang, dan
4) termin implementasi akhir.
Agar perancangan MIS berjalan efektif, manajemen perlu memperhatikan lima(lima) pedoman berikut ini :
1. Mengikut sertakan pemakai (unsur) ke dalam tim perancang.
2. Mempertimbangkan secara hati-hati porto sistem.
3. Memperlakukan fakta yg relevan dan terseleksi lebih dari pada pertimbangan kuantitas belaka.
4. Pengujian pendahuluan sebelum diterapkan.
5. Menyediakan latihan dan dokumentasi tertulis yg mencukupi bagi para operator dan pemakai sistem.
Konsep MIS berafiliasi sangat erat dengan teknologi komputer, yang meliputi kapasitas personal komputer , program dan bahasa progr, terminal jeda jauh, diskette, serta lain-lainnya. Organisasi mungkin mempunyai MIS tanpa komputer, tetapi sistem akan kehilangan sebagian "keampuhannya" tanpa bantuan personal komputer . Jadi, pada dasarnya MIS membantu manajemen melalui penyediaan personalia yang tepat dengan jumlah yang tepat menurut kabar yg tepat jua pada ketika yg sempurna.
KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG EFEKTIF
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan wajib memenuhi kriteria eksklusif. Kriteria-kriteria primer merupakan bahwa sistem seharusnya 1) mengawasi kegiatan-aktivitas yang benar, 2) tepat saat, tiga) menggunakan porto yg efektif, 4) sempurna-akurat, serta lima) bisa diterima oleh yg bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut semakin efektif sistem supervisi. Karakteristik-ciri pengawasan yg efektif bisa lebih diperinci sebagai berikut :
1. Akurat . Informasi mengenai aplikasi aktivitas wajib seksama. Data yang tidak seksama berdasarkan sistem pengawasan bisa menyebabkan organisasi merogoh tindakan koreksi yg keliru atau bahkan membangun masalah yang sebenarnya nir ada.
2. Tepat-Waktu. Informasi wajib dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan pemugaran harus dilakukan segera.
3. Obyektif dan menyeluruh. Informasi wajib gampang dipahami serta bersifat obyektif dan lengkap. . .
4. Terpusat pada titik-titik supervisi strategik. Sistem pengawasan wajib memusatkan perhatian dalam bidang-bidang pada mana penyimpangan-penyimpangan berdasarkan standar paling seringkali terjadi atau yg akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5. Realistik secara hemat. Biaya pelaksanaan sistem pengawasan wajib lebih rendah, atau paling tidak sama, dengan kegunaan yg diperoleh berdasarkan sistem tersebut.
6. Realistik secara organisasional. Sistem supervisi harus cocok atau serasi menggunakan fenomena-kenyataan organisasi.
7. Terkoordinasi menggunakan aliran kerja organisasi. Informasi pengawasan wajib terkoordinasi menggunakan genre kerja organisasi, karena (1) setiap tahap menurut proses pekerjaan bisa mensugesti sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, serta (2) keterangan supervisi wajib hingga dalam seluruh personalia yg memerlukannya.
8. Fleksibel. Pengawasan wajib memiliki fleksibilitas buat menaruh tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan berdasarkan lingkungan.
9. Bersifat menjadi petunjuk dan operasional. Sistem pengawasan efektif harus menerangkan, baik deteksi atau deviasi menurut standar, tindakan koreksi apa yg seharusnya diambil.
10. Diterima para anggota organisasi. Sistem supervisi harus bisa mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi menggunakan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab serta berprestasi.