PENGERTIAN TES PENGUKURAN EVALUASI DAN PENILAIAN

Cara flexi----Kualitas pendidikan sangat dipengaruhi pula oleh kemampuan satuan pendidikan pada melaksanakan evaluasi serta evaluasi Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan bisa melihat sejauh mana keberhasilan kegiatan proses pembelajaran yg dilakukannya. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, dalam akhir program perlu dilakukan tes, pengukuran, serta evaluasi penilaian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan dan ketercapaian proses pembelajaran tadi. Berikut ini pengertian berdasarkan tes, pengukuran, dan penilaian penilaian tadi;
1.Pengertian Tes :

Tes dapat didefinisikan menjadi seperangkat tugas yang direncanakan buat memperoleh keterangan mengenai sifat pendidikan yang memiliki jawaban atau ketentuan yang dianggap sahih.

Menurut Riduwan (2006: 37) tes adalah serangkaian pertanyaan yg digunakan buat mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu / kelompok.menurut Allen Philips (1979:1-2) test diartikan sebagai indera digunakan untuk memperoleh data tentang suatu ciri dari individu atau gerombolan ). Menurut Rusli Lutan (2000:21) tes merupakan instrument yg dipakai buat memperoleh liputan tentang seorang atau obyek. 



2.Etika Tes

Kegiatan pengujian berperan sangat akbar pada system pendidikan dan system persekolahan.karena pentingnya itu maka setiap tindakan pengujian selalu menyebabkan kritik yg tajam menurut rakyat.

Kritik tadi antara lain:

a. Tes senantiasa akan mencampuri misteri pribadi peserta tes. Setiap tes berusaha mengetahui pengetahuan dan kemampuan peserta tes, yg dapat berarti membuka kelemahan serta kekuatan langsung seseorang. Di pada rakyat yang sangat melindungi akan hak dan misteri langsung,kasus ini seslalu akan menjadi somasi atau keluhan.


b. Tes selalu menimbulkan rasa cemas peserta tes.memang hingga bats eksklusif rasa cemas itu diperlukan buat bisa mencapai prestasi terbaik, namun tes tak jarang mengakibatkan rasa cemas yang nir perlu, yg justru dapat merusak seseorang mampu mendemonstrasikan kemampuan terbaiknya

c. Tes acapkali justru menghukum siswa yg kreatif.karena tes itu selalu menuntut jawaban yg telah ditentukan pola dan isinya, maka tentu saja hal itu tidak memberi ruang mobilitas yg cukup bagi anak yang kreatif.

d. Tes selalu terikat pad kebudayaan tertentu. Tidak ada tes hasil belajar yang bebas budaya. Karena itu kemampuan peserta tes buat memberi jawaban terbaik turut ditentukan oleh kebudayaan penyusun tes.

e. Tes hanya mengukur hasil belajar yg sederhana serta yang remeh. Hampir nir pernah terdapat tes hasil belajar yg sanggup menyampaikan tingkah laris peserta didik secara menyeluruh, yang justru sebagai tujuan utama pendidikan formal apapun.


3.Konsep Pengukuran


Pengukuran (measurement) merupakan proses anugerah nomor atau bisnis memperoleh pelukisan numeric menurut suatu tingkatan dimana seorang peserta didik sudah mencapai ciri tertentu. 
Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. 

Menurut beberapa pakar konsep pengkuruan diungkapkan seperti di bawah ini :
a. Menurut Kerlinger yang dikutip Sridadi (2007) pengukuran : menjadi pemberian angka pada obyek atau kejadian dari anggaran eksklusif.

b. Menurut Rusli Lutan (2000:21) pengukuran ialah proses pengumpulan berita.

c. Menurut Gronlund yang dikutip Sridadi (2007) pengukuran : suatu aktivitas buat memperoleh pelukisan numerik spesifik yang dimiliki individu.

d. Menurut wikipedia. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, ataukapasitas, satuan pengukuran.

e. Menurut Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu proses yg dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif menurut suatu obyek tertentu menggunakan menggunakan alat ukur yg baku.

4.Konsep Evaluasi

Menurut John M. Echols serta Hasan Shadily: (1983)pengertian evaluasi asal menurut bahasa Inggris evaluation yg berarti penilaian atau penaksiran.dengan demikianEvaluasi merupakan aktivitas mengukur dan menilai. Mengukur lebih besifat kuantitatif, sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif.
Definisi Evaluasi :
a.Menurut Rusli Lutan (2000:22) evaluasi merupakan proses penentuan nilai atau kelayakan data yang terhimpun.
b.Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php). Evaluasi adalah suatu aktivitas atau proses buat memilih nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan misalnya program pendidikan termasuk perencanaan suatu program, substansi pendidikan seperti kurikulum, pengadaan dan peningkatan kemampuan pengajar, pengelolaan pendidikan, dan lain-lain.
c.Menurut Sridadi (2007) penilaian : suatu proses yang dirancang secara sistematis serta terjadwal dalam rangka buat menciptakan cara lain -cara lain keputusan atas dasar pengukuran dan evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya.
d.Allen Philips (1979: 1-2) evaluation is a complex term that often is misused by both teachers and students. It involves making decicions or judgements about students based on the extent to which instructional objectives are achieved by them. (evaluasi adalah suatu istilah kompleks yang tak jarang disalahgunakan sang para pengajar serta para anak didik. Evaluasi melibatkan pembuatan keputusan atau penghakiman tentang para siswa didasarkan pada tingkat sasaran hasil yg dicapai oleh mereka.
e.Menurut Sutarsih dan Kadarsih yg dikutip oleh Sridadi (2007) penilaian : suatu proses buat menaruh atau memilih nilai pada obyek eksklusif dari suatu kriteria eksklusif.
f.Adams (1964) pada bukunya “Measurement and evaluation in education, psychology, and guidance” menjelaskan bahwa kita mengukur berbagai kemampuan siswa.
g.Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinkfield (1985) penilaian merupakan kegiatan membandingkan tujuan menggunakan output serta juga adalah studi yg mengkombinasikan penampilan dengan suatu nilai eksklusif.
h.Robert L. Thorndike serta Elizabeth Hagen (1961) penilaian berhubungan dengan pengukuran.evaluasi pula meliputi evaluasi tentang apa yang baik serta apa yang diperlukan. Dengan demikian hasil pengukuran yg sahih merupakan dasar yg kokoh buat melakukan penilaian.
i.Evaluasi bisa dibagi sebagai 2, yaitu penilaian formatif serta penilaian sumatif.evaluasi formatif dilakukan menggunakan maksud memantau sejauh manakah suatu proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yg direncanakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan buat mengetahui sejauhmana peserta didik sudah bisa berpindah dari suatu unit pedagogi ke unit berikutnya.

5.Konsep Penilaian


Penilaian (assessment) merupakan penerapan aneka macam cara untuk memperoleh kabar tentang sejauh mana output belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana guru (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) sudah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari aktivitas pembelajaran yang dikelola bisa dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional menurut aktivitas pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Konsep Penilaian menurut peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan, Penilaian terhadap proses dan hasil belajar secara internal serta eksternal. Penilaian internal adalah evaluasi yg dilakukan oleh pengajar pada ketika pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi eksternal adalah penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yg nir melaksanakan proses pembelajaran, umumnya dilakukan sang suatu institusi /lembaga baik didalam juga diluar negeri.
Ada empat macam kata yg berkaitan menggunakan konsep penilaian dan sering kali digunakan buat mengetahui keberhasilan belajar berdasarkan peserta didik yaitu : (1) pengukuran, (dua) pengujian, (3) penilaian dan (4) evaluasi. Namun diantara keempat istilah tadi pengertiannya masih seringkali dicampuradukan, padahal keempat kata tadi mempunyai pengertian yang tidak sinkron.
Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, penilaian dan pengujian adalah suatu kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya aktivitas dilakukan secara berurutan serta berjenjang yaitu dimulai berdasarkan proses pengukuran kemudian evaluasi serta terakhir penilaian. Sedangkan proses pengujian adalah bagian menurut pengukuran yg dilanjutkan menggunakan aktivitas penilaian.

6.Pengertian Assesment

a.Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php). Assessment adalah alih-bahasa berdasarkan kata penilaian. Penilaian digunakan dalam konteks yg lebih sempit daripada penilaian dan umumnya dilaksanakan secara internal. Penilaian atau assessment adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-nir berhasil, serta semacamnya sesuai menggunakan kriteria atau tolak ukur yg sudah ditetapkan sebelumnya.

b. Menurut www.elook.org/dictionary/assessment.htmpenilaian adalah penggolongan seorang atau sesuatu berkenaan dengan harganya.

c.Menurut Angelo (1991: 17) Penilaian Kelas adalah suatu metode yg sederhana bisa memakai fakultas (sekolah) buat mengumpulkan umpan balik , awal dan setelahnya, pada seberapa baik para murid mereka belajar apa yg mereka ajarkan.

d.Menurut Suharsimi yg dikutip oleh Sridadi(2007) penilaian adalah suatu usaha yg dilakukan pada pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-tidak baik → bersifat kualitatif.

e.Menurut Depag yang dikutip Sridadi (2007) evaluasi merupakan suatu usaha buat mengumpulkan aneka macam berita secara berkesinambungan dan menyeluruh mengenai proses dan hasil belajar yg sudah dicapai oleh anak didik melalui kegiatan belajar mengajar yg ditetapkan sehingga dapat dijadikan dasar buat memilih langkah selanjutnya.

f.Menurut Rusli Lutan (2000:9) “assessment termasuk aplikasi tes serta evaluasi. Asessment bertujuan untuk menyediakan keterangan yg selanjutkan dipakai buat keperluan fakta.


DAFTAR PUSTAKA
Angelo, T.A., (1991). Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning (#46), Summer, 17-31.
Buana.(2005).ujian NasionalPenilaian atau Evaluasi. www.fajar.co.id/news.diakses tanggal 20 September 2007
Phillips, Allen D. (1979). Measurement and Evaluation in physical education. Canada: John Whiley & Sons, Inc.
Rusli Lutan. (2000). Pengukuran dan Evaluasi Penjaskes. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY
William Shockley. Id.wilkipedia.org/wiki/pengukuran). Diakses tanggal 20 September 2007
Wolf, Richard, M. (1984). Evaluation in education. New York: Praeyer Publishers

PENGERTIAN PENDIDIKAN ANTISIPATORIS

Pengertian Pendidikan Antisipatoris 
Abad Melinium yang dicirikan menggunakan era dunia sudah menuntut peningkatakan daya saing dan kompetisi yang terbuka. Hal itu, sudah menimbulkan orientasi baru pada pendidikan, yaitu sangat perlunya diciptakan dan ditekankan adanya pendidikan yg bermakna, lantaran menggunakan pendidikan yg bermakna akan bisa menolong kita, sedangkan pendidikan yang nir bermakna hanya menjadi beban hidup. Karena itu pembelajaran yg bermakna menjadi isu krusial dalam pendidikan misalnya yg sudah dilaporkan sang the International Commission on Education for the Twenty-first Century (Delors, 1995), suatu komisi yg dibentuk oleh UNESCO serta bertugas menelaah pendidikan yg sempurna buat abad ke-21.

Laporan itu mengungkapkan bahwa buat memenuhi tuntutan kehidupan masa depan, pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar sepanjang hayat; baik buat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku maupun buat dapat mengikuti keadaan menggunakan dunia yang kompleks serta penuh menggunakan saling ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan wajib bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu (1) learning to know, yakni peserta didik menyelidiki pengetahuan, (2) learning to do, yakni peserta didik memakai pengetahuannya buat menyebarkan keterampilan, (3) learning to be, yakni peserta didik belajar memakai pengetahuan dan keterampilannya buat hidup, dan (4) learning to live together, yakni siswa belajar buat menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga dibutuhkan adanya saling menghargai antara sesama insan. Dengan demikian, pendidikan saat ini harus mampu membekali setiap siswa dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai serta sikap, dimana proses belajar bukan semata-mata mencerminkan pengetahuan (knowledge-based) namun mencerminkan keempat pilar di atas. Melalui keempat pilar itulah bisa terbentuk kompetensi. 

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, perilaku serta nilai yang dimiliki serta dikuasai peserta didik yg dapat tertampilkan secara konkret pada memecahkan /menyelesaikan tugas-tugas dalam kehidupan. Jadi seseorang dikatakan kompeten jika padanya terbentuk suatu kemampuan yang bisa diandalkannya dalam menghadapi tuntutan kehidupan. Dengan kata lain, kompetensi dibangun supaya setiap individu bisa survived dalam menghadapi kehidupan yang penuh menggunakan tantangan dalam era dunia ini.

Pembentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yg bersifat komprehensif, pada arti, asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Bila pada masa yang kemudian fokus pembelajaran adalah pada produk belajar, pada masa sekarang proses serta produk mendapat porsi perhatian yg seimbang. Hal ini didasari oleh perkiraan bahwa suatu produk yg baik seyogyanya didahului sang proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tersebut, perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping itu, menggunakan dilakukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi peserta didik buat menerima umpan kembali yang bisa digunakannya buat membentuk produk terbaik.

1. Terminologi dalam Khasanah Asesmen
Dalam konteks pendidikan dewasa ini, istilah asesmen lebih banyak digunakan dibandingkan dengan pada masa-masa yang lalu. Penggunaan istilah asesmen dipakai bersama-sama menggunakan istilah evaluasi dan pengukuran. Memang, dari Popham (1975), pengertian pengukuran dan penilaian tidak selaras. Pengukuran merupakan suatu tindakan memilih sejauhmana (the degree to which) seorang memiliki suatu atribut eksklusif. Penentuan itu dilakukan menggunakan memberikan nomor (disebut skor) terhadap atribut tadi. Evaluasi adalah keseluruhan proses buat memutuskan apakah sesuatu baik atau tidak, berguna atau nir, dan seterusnya. Jadi, pengukuran merupakan status determination, sedangkan penilaian merupakan worth determination. 

Dalam kaitannya menggunakan asesmen, Popham mengatakan bahwa asesmen sering dimaksudkan sama dengan evaluasi. Kata asesmen dipercaya lebih ‘ramah’ dibandingkan dengan penilaian. Setelah 2 puluh tahun, Popham (1995) lebih menekankan lagi bahwa dalam hakikatnya kata asesmen juga evaluasi secara prinsip tidaklah berbeda, serta menggunakannya menggunakan makna yg sama. 

Menurut Salvia dan Ysseldike (1994) asesmen merupakan suatu proses mengumpulkan data menggunakan tujuan agar bisa dilakukan keputusan tentang suatu objek. Popham (1975) menyampaikan bahwa asesmen adalah suatu upaya formal buat memilih status objek pada aneka macam aspek yg dievaluasi. Nitko (1996) mengatakan bahwa asesmen adalah suatu proses menerima data yang dipakai untuk pengambilan keputusan mengenai pebelajar, acara pendidikan, serta kebijakan pendidikan. Apabila dikatakan ’mengases kompetensi pebelajar’, maka itu berarti pengumpulan fakta buat dapat ditentukan sejauhmana seorang pebelajar sudah mencapai suatu sasaran belajar.

2. Asesmen Berbasis Kompetensi
Pendidikan adalah proses pemenusiaan insan, maka dari itu dalam tataran yang lebih operasioanal bisa dikatakan bahwa tuntutan pendidikan merupakan terbentuknya kompetensi dalam siswa (terlepas berdasarkan apakah kurikulum yang kini tetap dipakai atau diganti, tetapi pembentukan kompetensi adalah adalah suatu keharusan). Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan dalam praktik pembelajaran pada sekolah, termasuk praktek asesmennya. Asesmen berbasis kompetensi adalah asesmen yang dilakukan buat mengetahui kompetensi seseorang. Kompetensi merupakan atribut individu siswa, oleh karenanya asesmen berbasis kompetensi bersifat individual; sehingga dia diklaim asesmen berbasis kelas. Untuk memastikan bahwa yang diases tadi sahih-sahih merupakan kompetensi riil individu (peserta didik) tadi, maka asesmen wajib dilakukan secara otentik (nyata, riil misalnya kehidupan sehari-hari). Asesmen otentik bersifat on-going atau berkelanjutan, oleh karenanya asesmen harus dilakukan kepada proses dan produk belajar. Dengan demikian, asesmen berbasis kompetensi memiliki sifat otentik, berkelanjutan, dan individual.

Sifat-sifat asesmen berbasis kompetensi tersebut menandakan bahwa jenis tes objektif (misalnya tes pilihan ganda, benar-galat, dan lain-lain) yang dimasa kemudian mendominasi evaluasi pada sekolah nir lagi relevan saat ini. Sudah saatnya (serta secepat mungkin) proses pembelajaran ditopang secara kukuh menggunakan penggunaan asesmen otentik misalnya asesmen kinerja, evaluasi diri, esai, asesmen portofolio, serta projek.

3. Implementasi Asesmen Otentik
a. Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja merupakan suatu prosedur yang memakai aneka macam bentuk tugas-tugas buat memperoleh kabar tentang apa serta sejauhmana yang telah dilakukan pada suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yg ditunjukkan pada merampungkan suatu tugas atau konflik yang diberikan. Hasil yg diperoleh adalah suatu output menurut unjuk kerja tadi.

Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan menjadi basis buat dilakukan suatu pemantauan tentang perkembangan menurut satu pencapaian program tersebut. 

Terdapat 3 komponen primer pada asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja merupakan suatu tugas yg berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan syarat penyelesaian tugas. Rubrik performansi adalah suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, serta deskriptor dari setiap komponen tadi. Cara penilaian kinerja terdapat 3, yaitu (1) holistic scoring, yaitu hadiah skor dari impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu hadiah skor terhadap aspek-aspek yg berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu anugerah skor berdasarkan beberapa unsur secara umum dikuasai berdasarkan suatu performansi. 

b. Evaluasi Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005) evaluasi diri adalah suatu cara buat melihat kedalam diri sendiri. Melalui penilaian diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, buat selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian, siswa lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya.

Salvia serta Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi serta penilaian diri merupakan cara buat menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yg dilakukan serta didapatkan peserta didik tadi memang merupakan hal yang berguna bagi diri serta kehidupannya. 

Rolheiser serta Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik buat memperlihatkan donasi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tadi menekankan bahwa, waktu mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk tetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, siswa harus melakukan bisnis yg lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini memilih prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini mengakibatkan pada evaluasi terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) misalnya ‘Apa yang saya rasakan menurut prestasi ini?’

Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction bisa terpadu buat membangun agama diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, penilaian diri merupakan kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction pada model pada atas. Model tersebut digambarkan pada bagan berikut.

Evaluasi diri merupakan suatu unsur metakognisi yg sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karenanya, supaya evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar peserta didik dilatih buat melakukannya. Kedua peneliti mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan seluruh komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan seluruh peserta didik tahu bagaimana caranya memakai kriteria tersebut buat menilai kinerjanya, (3) berikan umpan kembali dalam mereka berdasarkan output evaluasi dirinya, serta (4) arahkan mereka buat mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.

Untuk langkah pertama, yaitu memilih kriteria evaluasi. Guru mengajak peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk pengenalan tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat sempurna dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan istilah lain, kriteria evaluasi adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis penilaian diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama menggunakan membuatkan rubrik evaluasi dalam asesmen kinerja. Ceklis penilaian diri dikembangkan menurut hakikat tujuan tersebut serta bagaimana mencapainya. 

c. Esai 
(Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, serta mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti siswa nir menentukan jawaban, akan namun memberikan jawaban dengan istilah-pungkasnya sendiri secara bebas.

Tes esai bisa digolongkan sebagai 2 bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) serta hal ini tergantung pada kebebasan yg diberikan pada siswa buat mengorganisasikan atau menyusun pandangan baru-idenya serta menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya buat: (1) menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (tiga) menyusun ilham-idenya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis serta koheren. Sedangkan dalam tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi dalam bentuk dan ruang lingkup jawabannya, lantaran secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang wajib diberikan sang siswa. Esai terbuka/tak terstruktur adalah bentuk asesmen otentik.

Tes esai memiliki potensi buat mengukur output belajar dalam strata yg lebih tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik buat menyusun, menganalisis, serta mensintesiskan ide-inspirasi, dan siswa harus membuatkan sendiri buah pikirannya dan menuliskannya dalam bentuk yg tersusun atau terorganisasi. Kelemahan esai adalah berkaitan menggunakan penskoran. Ketidakkonsistenan pembaca adalah penyebab kurang objektifnya dalam memberikan skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Tetapi hal ini bisa diminimalkan melalui penggunaan rubrik penilaian, serta penilai ganda (inter-rater).

d. Asesmen Portofolio
Portofolio merupakan sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) menjadi bukti (evidence) yg menerangkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan portofolio pada kegiatan penilaian sebenarnya telah lama dilakukan, terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, menggunakan adanya orientasi kurikulum yang berbasis kompetensi, asesmen portofolio sebagai primadona dalam asesmen berbasis kelas.

Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (umumnya ditaruh pada folder) bukan semata-mata formasi bukti yang nir bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt serta Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, serta showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sinkron dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak didapatkan sebagai sangat krusial, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat menggunakan kentara. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri sang pemilik portofolio serta diberikan karena. Karya terbaik bisa lebih menurut satu. Showcase portfolio adalah portofolio yg lebih dipakai untuk tujuan pajangan, sebagai hasil berdasarkan suatu kinerja tertentu.

Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target kompetensi? Asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yg komprehensif lantaran: (1) bisa meliputi ranah kognitif, afektif, serta psikomotor secara beserta-sama, (2) berorientasi baik dalam proses maupun produk belajar, dan (tiga) bisa memfasilitasi kepentingan serta kemajuan siswa secara individual. Dengan demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yg sangat tepat untuk menjawab tantangan KBK.

Asesmen portofolio mengandung 3 elemen pokok yaitu: (1) sampel karya peserta didik, (dua) penilaian diri, serta (tiga) kriteria evaluasi yang kentara dan terbuka. 

(1) Sampel Karya Peserta didik
Sampel karya peserta didik memberitahuakn perkembangan belajarnya berdasarkan saat ke waktu. Sampel tersebut bisa berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, masalah matematika, maupun eksperimen. Isi berdasarkan sampel tadi disusun secara sistematis tergantung dalam tujuan pembelajaran, preferensi pengajar, maupun preferensi peserta didik. Asesmen portoflolio menilai proses maupun output. Oleh karenanya proses dan hasil sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yg berarti proses menerima porsi penilaian yg akbar (bandingkan menggunakan asesmen konvensional yg hanya menilai hasil belajar) namun kualitas hasil sangat krusial. Dan memang, evaluasi proses yang dilakukan tadi sesungguhnya memberi kesempatan siswa mencapai produk yg sebaik-baiknya.

Isi folder adalah berbagai produk yg dihasilkan sang siswa, baik yg berupa bahan/draf juga karya (terbaik), dan dianggap entri (entry). Sumber keterangan dapat diperoleh menurut tes juga non-tes (menggunakan tes objektif diupayakan minimal). Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yg bisa memperlihatkan perkembangan siswa sebagai pebelajar. Catatan dan bahan penilaian-diri jua adalah bagian dalam folder.

(2) Evaluasi Diri pada Asesmen Portofolio
O’Malley serta Valdez Pierce (1994) bahkan berkata bahwa ‘self-assessment is the key to portfolio’. Hal ini ditimbulkan karena melalui evaluasi diri siswa bisa membentuk pengetahuannya dan merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yg ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik bisa melihat kelebihan juga kekurangannya, buat selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan pemugaran (improvement goal). Dengan demikian peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya serta pencapaian tujuan belajarnya.

Evaluasi diri dalam asesmen portofolio persis sama menggunakan evaluasi diri yg dibahas pada bagian b. Pada atas. Memang, asesmen portofolio merupakan asesmen otentik yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis asesmen yang lain misalnya asesmen kinerja dan esai. 

(3) Kriteria Penilaian yg Jelas serta Terbuka
Bila dalam jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi ‘misteri’ pengajar atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru wajib disosialisasikan kepada peserta didik secara kentara. Kriteria tadi dalam hal ini meliputi mekanisme dan baku evaluasi. Para ahli menganjurkan bahwa sistem serta baku asesmen tersebut ditetapkan bersama-sama menggunakan siswa, atau paling nir diumumkan secara kentara. Rubrik evaluasi yang digunakan pengajar buat menilai kinerja siswa (contohnya, kriteria penilaian kemampuan menulis) 

(4) Model Asesmen Portofolio
Untuk memperoleh citra komprehensif melalui asesmen portofolio, diperlukan suatu pendekatan yg dapat mewakili keseluruhan proses asesmen. Wyaatt III dan Looper (1999) menyebarkan suatu contoh portofolio yang diakronimkan sebagai CORP, yg mencakup (1) collecting, yaitu pengumpulan data seperti karya-karya serta dokumen-dokumen lain termasuk draft, (2) organizing, yaitu proses penyusunan dan pemilihan data-data itu dari aturan yang diinginkan, seperti secara kronologi, berdasarkan focus, atau karya terbaik (tiga) reflecting, yaitu refleksi terhadap proses belajar yg telah dilalui serta penilaian atas karya sendiri, dan (4) presenting, yaitu menampilkan semua hasil seleksi serta refleksi tadi pada suatu dokumen yg seringkali dianggap folder.

Folder portofolio adalah bahan yang akan diases oleh pengajar. Pada umumnya, beberapa hal yang harus ada pada folder portofolio merupakan (1) cover letter, yaitu rangkuman berdasarkan apa yg sudah dibentuk peserta didik sebagai bukti output belajarnya, (2) daftar isi portofolio, (tiga) entri (menggunakan lepas pada setiap entri). Entri dibedakan sebagai dua, yaitu entri wajib serta entri pilihan; (4) draf setiap entri (buat pemantauan proses yg dilewati), dan (5) refleksi dan penilaian diri.

Berikut ini merupakan modifikasi berdasarkan model asesmen portofolio sang Moya dan O’Malley (1994). Model tersebut (Portfolio Assessment Model) diubahsuaikan menggunakan 3 komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, dan Analisis.

a). Perencanaan
(1) Menentukan tujuan dan fokus (baku kompetensi, kompetensi dasar, kriteria keberhasilan)
(dua) Merencanakan isi portofolio, yg meliputi pemilihan mekanisme asesmen, memilih isi/topik, serta memutuskan frekuensi dan waktu dilakukannya asesmen.
(tiga) Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau kriteria penilaian, memutuskan cara memadukan output penilaian berdasarkan aneka macam sumber, serta memutuskan ketika analisis.
(4) Merencanakan penggunaan portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa pemberian umpan kembali.
(5) Menentukan mekanisme pengujian keakuratan warta, yaitu tetapkan cara mengetahui reliabilitas berita dan validitas penilaian.

b). Implementasi model (terpadu dengan pembelajaran)
(1) Mengumumkan tujuan serta fokus pembelajaran kepada siswa.
(2) Menyepakati prosedur asesmen yg dipakai serta kriteria penilaiannya.
(3) Mendiskusikan cara-cara yang perlu dilakukan buat mencapai output maksimal .
(4) Melaksanakan asesmen portofolio (folder, penilaian diri)
(4) Memberikan umpan kembali terhadap karya dan evaluasi diri

c). Analisis portofolio peserta didik
(1) Mengumpulkan folder
(2) Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi
(3) Memadukan aneka macam berita yang ada
(4) Menerapkan kriteria evaluasi yg sudah disepakati
(5) Melaporkan hasil asesmen

e. Projek
Projek, atau tak jarang diklaim pendekatan projek (project approach) merupakan pemeriksaan mendalam tentang suatu topik konkret. Dalam projek, siswa mendapat kesempatan mengaplikasikan keterampilannya. Pelaksanaan projek dapat dianalogikan dengan sebuah cerita, yaitu mempunyai awal, pertengahan, serta akhir projek. Karena itu, projek biasanya memiliki 3 fase primer, yaitu: 

(1) Fase Perencanaan; dalam fase ini pengajar menyusun suatu Tugas Projek yang berisi: tema atau topik projek, serta petunjuk tentang apa yg mesti dilakukan sang peserta didik. Biasanya, sebelumnya hal-hal tersebut pada atas didiskusikan dulu sang pengajar dengan peserta didik.

Tugas projek dapat berbentuk pertunjukan (contohnya, drama), konstruksi (misalnya, membentuk sebuah kolam ikan), karya tulis (misalnya, KIR). Contoh tugas projek:
1. Tema : Pertunjukan Drama
2. Petunjuk :
- Pilihlah salahsatu drama karya Putu Wijaya
- Setiap gerombolan terdiri dari lima – 10 orang peserta didik
- Pertunjukan akan dilakukan dalam lepas 16 Agustus 2006 pada auditorium sekolah
- Lama saat pertunjukan merupakan satu jam buat setiap grup, karena itu naskah bisa dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya

(dua) Fase Pengembangan; pada fase ini siswa mencari bahan, memodifikasi naskah, berdiskusi dengan ahli, berlatih secara terbimbing maupun berdikari.
(3) Fase Akhir; pada fase ini siswa menampilkan output kerja mereka, yaitu berupa petunjukan drama.

PENGERTIAN PENDIDIKAN ANTISIPATORIS

Pengertian Pendidikan Antisipatoris 
Abad Melinium yg dicirikan dengan era dunia telah menuntut peningkatakan daya saing serta kompetisi yang terbuka. Hal itu, sudah menyebabkan orientasi baru dalam pendidikan, yaitu sangat perlunya diciptakan dan ditekankan adanya pendidikan yg bermakna, lantaran dengan pendidikan yang bermakna akan dapat menolong kita, sedangkan pendidikan yg tidak bermakna hanya menjadi beban hidup. Karena itu pembelajaran yg bermakna sebagai info penting dalam pendidikan misalnya yg sudah dilaporkan oleh the International Commission on Education for the Twenty-first Century (Delors, 1995), suatu komisi yang dibuat oleh UNESCO serta bertugas mempelajari pendidikan yg tepat buat abad ke-21.

Laporan itu mengungkapkan bahwa buat memenuhi tuntutan kehidupan masa depan, pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar sepanjang hayat; baik untuk menaikkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap juga buat dapat mengikuti keadaan menggunakan dunia yang kompleks dan penuh dengan saling ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan wajib bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu (1) learning to know, yakni siswa mempelajari pengetahuan, (dua) learning to do, yakni peserta didik menggunakan pengetahuannya buat membuatkan keterampilan, (3) learning to be, yakni peserta didik belajar memakai pengetahuan dan keterampilannya buat hayati, serta (4) learning to live together, yakni siswa belajar buat menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sebagai akibatnya dibutuhkan adanya saling menghargai antara sesama manusia. Dengan demikian, pendidikan saat ini harus bisa membekali setiap siswa dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai serta sikap, dimana proses belajar bukan semata-mata mencerminkan pengetahuan (knowledge-based) tetapi mencerminkan keempat pilar pada atas. Melalui keempat pilar itulah bisa terbentuk kompetensi. 

Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki serta dikuasai siswa yg dapat tertampilkan secara konkret dalam memecahkan /menuntaskan tugas-tugas pada kehidupan. Jadi seorang dikatakan kompeten apabila padanya terbentuk suatu kemampuan yang dapat diandalkannya dalam menghadapi tuntutan kehidupan. Dengan istilah lain, kompetensi dibangun agar setiap individu bisa survived dalam menghadapi kehidupan yang penuh menggunakan tantangan dalam era global ini.

Pembentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yg bersifat komprehensif, dalam arti, asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Jika pada masa yg lalu fokus pembelajaran adalah pada produk belajar, dalam masa sekarang proses dan produk menerima porsi perhatian yg seimbang. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului sang proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tadi, perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping itu, menggunakan dilakukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi siswa untuk menerima umpan pulang yang dapat digunakannya buat membentuk produk terbaik.

1. Terminologi pada Khasanah Asesmen
Dalam konteks pendidikan dewasa ini, kata asesmen lebih poly dipakai dibandingkan dengan pada masa-masa yang kemudian. Penggunaan istilah asesmen digunakan bersama-sama dengan kata evaluasi dan pengukuran. Memang, menurut Popham (1975), pengertian pengukuran serta penilaian tidak sinkron. Pengukuran merupakan suatu tindakan memilih sejauhmana (the degree to which) seorang mempunyai suatu atribut tertentu. Penentuan itu dilakukan menggunakan memberikan nomor (disebut skor) terhadap atribut tadi. Evaluasi merupakan keseluruhan proses buat tetapkan apakah sesuatu baik atau tidak, berguna atau tidak, dan seterusnya. Jadi, pengukuran merupakan status determination, sedangkan penilaian merupakan worth determination. 

Dalam kaitannya dengan asesmen, Popham menyampaikan bahwa asesmen seringkali dimaksudkan sama menggunakan evaluasi. Kata asesmen dianggap lebih ‘ramah’ dibandingkan dengan penilaian. Setelah dua puluh tahun, Popham (1995) lebih menekankan lagi bahwa pada hakikatnya istilah asesmen juga penilaian secara prinsip tidaklah tidak selaras, dan menggunakannya dengan makna yang sama. 

Menurut Salvia serta Ysseldike (1994) asesmen adalah suatu proses mengumpulkan data dengan tujuan supaya bisa dilakukan keputusan mengenai suatu objek. Popham (1975) menyampaikan bahwa asesmen merupakan suatu upaya formal buat menentukan status objek pada aneka macam aspek yg dievaluasi. Nitko (1996) menyampaikan bahwa asesmen adalah suatu proses menerima data yg dipakai buat pengambilan keputusan mengenai pebelajar, acara pendidikan, serta kebijakan pendidikan. Apabila dikatakan ’mengases kompetensi pebelajar’, maka itu berarti pengumpulan berita buat dapat ditentukan sejauhmana seorang pebelajar sudah mencapai suatu target belajar.

2. Asesmen Berbasis Kompetensi
Pendidikan merupakan proses pemenusiaan insan, maka berdasarkan itu pada tataran yg lebih operasioanal bisa dikatakan bahwa tuntutan pendidikan merupakan terbentuknya kompetensi pada peserta didik (terlepas berdasarkan apakah kurikulum yang kini tetap dipakai atau diganti, tetapi pembentukan kompetensi adalah adalah suatu keharusan). Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan dalam praktik pembelajaran pada sekolah, termasuk praktek asesmennya. Asesmen berbasis kompetensi merupakan asesmen yg dilakukan buat mengetahui kompetensi seseorang. Kompetensi merupakan atribut individu siswa, sang karenanya asesmen berbasis kompetensi bersifat individual; sebagai akibatnya ia disebut asesmen berbasis kelas. Untuk memastikan bahwa yang diases tersebut sahih-benar adalah kompetensi riil individu (peserta didik) tadi, maka asesmen wajib dilakukan secara otentik (nyata, riil misalnya kehidupan sehari-hari). Asesmen otentik bersifat on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen wajib dilakukan kepada proses serta produk belajar. Dengan demikian, asesmen berbasis kompetensi memiliki sifat otentik, berkelanjutan, dan individual.

Sifat-sifat asesmen berbasis kompetensi tersebut menandakan bahwa jenis tes objektif (misalnya tes pilihan ganda, sahih-galat, dan lain-lain) yg dimasa kemudian mendominasi evaluasi di sekolah tidak lagi relevan waktu ini. Sudah saatnya (dan secepat mungkin) proses pembelajaran ditopang secara kukuh menggunakan penggunaan asesmen otentik misalnya asesmen kinerja, evaluasi diri, esai, asesmen portofolio, dan projek.

3. Implementasi Asesmen Otentik
a. Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja merupakan suatu prosedur yang memakai aneka macam bentuk tugas-tugas buat memperoleh keterangan tentang apa dan sejauhmana yg sudah dilakukan dalam suatu acara. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan pada merampungkan suatu tugas atau pertarungan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu output dari unjuk kerja tersebut.

Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yg ditunjukkan dalam proses aplikasi acara itu dipakai sebagai basis buat dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian acara tadi. 

Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), serta cara evaluasi (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, baku tugas, pelukisan tugas, serta syarat penyelesaian tugas. Rubrik performansi adalah suatu rubrik yg berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, serta deskriptor berdasarkan setiap komponen tersebut. Cara evaluasi kinerja ada 3, yaitu (1) holistic scoring, yaitu anugerah skor dari impresi penilai secara generik terhadap kualitas performansi; (dua) analytic scoring, yaitu hadiah skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; serta (3) primary traits scoring, yaitu anugerah skor berdasarkan beberapa unsur lebih banyak didominasi menurut suatu performansi. 

b. Evaluasi Diri
Menurut Rolheiser serta Ross (2005) evaluasi diri merupakan suatu cara buat melihat kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan juga kekurangannya, buat selanjutnya kekurangan ini sebagai tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses serta pencapaian tujuan belajarnya.

Salvia serta Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi serta evaluasi diri adalah cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan serta dihasilkan siswa tersebut memang merupakan hal yg bermanfaat bagi diri serta kehidupannya. 

Rolheiser serta Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik buat menerangkan kontribusi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tadi menekankan bahwa, saat mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk memutuskan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik wajib melakukan bisnis yg lebih keras (effort). Kombinasi menurut goals serta effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini mengakibatkan dalam penilaian terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi misalnya pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’

Goals, effort, achievement, self-judgment, serta self-reaction dapat terpadu buat membangun agama diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, penilaian diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment serta self-reaction dalam contoh di atas. Model tersebut digambarkan pada bagan berikut.

Evaluasi diri merupakan suatu unsur metakognisi yg sangat berperan pada proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi bisa berjalan menggunakan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar siswa dilatih buat melakukannya. Kedua peneliti mengajukan empat langkah pada berlatih melakukan penilaian diri, yaitu: (1) libatkan semua komponen pada menentukan kriteria penilaian, (dua) pastikan seluruh peserta didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tadi buat menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada mereka menurut hasil evaluasi dirinya, serta (4) arahkan mereka buat membuatkan sendiri tujuan dan planning kerja berikutnya.

Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria evaluasi. Guru mengajak peserta didik bersama-sama tetapkan kriteria penilaian. Pertemuan pada bentuk pengenalan tujuan pembelajaran serta curah pendapat sangat sempurna dilakukan. Kriteria ini dilengkapi menggunakan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tadi dipantau menggunakan menggunakan ceklis penilaian diri. Cara membuatkan kriteria evaluasi sama menggunakan membuatkan rubrik evaluasi pada asesmen kinerja. Ceklis penilaian diri dikembangkan menurut hakikat tujuan tersebut serta bagaimana mencapainya. 

c. Esai 
(Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, serta mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban, akan namun memberikan jawaban menggunakan kata-katanya sendiri secara bebas.

Tes esai bisa digolongkan sebagai 2 bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-response) serta jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung dalam kebebasan yg diberikan pada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyusun pandangan baru-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya buat: (1) menjelaskan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (tiga) menyusun ilham-idenya, serta (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi dalam bentuk serta ruang lingkup jawabannya, karena secara spesifik dinyatakan konteks jawaban yg harus diberikan sang siswa. Esai terbuka/tak terstruktur adalah bentuk asesmen otentik.

Tes esai mempunyai potensi untuk mengukur hasil belajar pada strata yang lebih tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan pada peserta didik buat menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ilham, serta peserta didik harus berbagi sendiri butir pikirannya dan menuliskannya pada bentuk yang tersusun atau terorganisasi. Kelemahan esai merupakan berkaitan dengan penskoran. Ketidakkonsistenan pembaca adalah penyebab kurang objektifnya dalam menaruh skor serta terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan melalui penggunaan rubrik penilaian, dan penilai ganda (inter-rater).

d. Asesmen Portofolio
Portofolio merupakan sekumpulan artefak (bukti karya/aktivitas/data) sebagai bukti (evidence) yang menerangkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan portofolio dalam kegiatan penilaian sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama pada pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yg berbasis kompetensi, asesmen portofolio sebagai primadona pada asesmen berbasis kelas.

Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (umumnya ditaruh pada folder) bukan semata-mata deretan bukti yg nir bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) mengungkapkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio bisa berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sinkron menggunakan langkah-langkah kronologis perkembangan yg terjadi. Oleh karenanya, pencatatan tentang kapan suatu artefak dihasilkan sebagai sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut bisa dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio merupakan portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri sang pemilik portofolio dan diberikan karena. Karya terbaik bisa lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yg lebih dipakai untuk tujuan pajangan, sebagai hasil berdasarkan suatu kinerja eksklusif.

Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yg komprehensif lantaran: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, serta psikomotor secara bersama-sama, (dua) berorientasi baik pada proses juga produk belajar, dan (tiga) dapat memfasilitasi kepentingan serta kemajuan peserta didik secara individual. Dengan demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat sempurna buat menjawab tantangan KBK.

Asesmen portofolio mengandung tiga elemen utama yaitu: (1) sampel karya peserta didik, (dua) penilaian diri, dan (tiga) kriteria penilaian yg kentara dan terbuka. 

(1) Sampel Karya Peserta didik
Sampel karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari ketika ke saat. Sampel tadi bisa berupa goresan pena/karangan, audio atau video, laporan, masalah matematika, maupun eksperimen. Isi berdasarkan sampel tadi disusun secara sistematis tergantung dalam tujuan pembelajaran, preferensi guru, maupun preferensi siswa. Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karenanya proses serta output sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yg berarti proses mendapatkan porsi penilaian yg akbar (bandingkan dengan asesmen konvensional yg hanya menilai hasil belajar) namun kualitas output sangat penting. Dan memang, penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan siswa mencapai produk yang sebaik-baiknya.

Isi folder adalah berbagai produk yang didapatkan sang peserta didik, baik yang berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), serta diklaim entri (entry). Sumber keterangan bisa diperoleh berdasarkan tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal). Bahan non-tes diantaranya karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yg bisa menampakan perkembangan siswa menjadi pebelajar. Catatan serta bahan evaluasi-diri juga adalah bagian pada folder.

(dua) Evaluasi Diri pada Asesmen Portofolio
O’Malley serta Valdez Pierce (1994) bahkan berkata bahwa ‘self-assessment is the key to portfolio’. Hal ini ditimbulkan karena melalui penilaian diri siswa dapat membentuk pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yg ditempuhnya sudah sesuai. Melalui evaluasi diri siswa bisa melihat kelebihan juga kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini sebagai tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian siswa lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya serta pencapaian tujuan belajarnya.

Evaluasi diri dalam asesmen portofolio persis sama menggunakan penilaian diri yg dibahas dalam bagian b. Pada atas. Memang, asesmen portofolio merupakan asesmen otentik yg paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis asesmen yg lain seperti asesmen kinerja serta esai. 

(3) Kriteria Penilaian yang Jelas serta Terbuka
Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi ‘misteri’ pengajar atau pun tester, pada asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada siswa secara kentara. Kriteria tadi pada hal ini meliputi prosedur dan standar penilaian. Para pakar menganjurkan bahwa sistem serta standar asesmen tersebut ditetapkan beserta-sama dengan siswa, atau paling nir diumumkan secara kentara. Rubrik evaluasi yg digunakan pengajar buat menilai kinerja siswa (contohnya, kriteria penilaian kemampuan menulis) 

(4) Model Asesmen Portofolio
Untuk memperoleh gambaran komprehensif melalui asesmen portofolio, diharapkan suatu pendekatan yg bisa mewakili holistik proses asesmen. Wyaatt III serta Looper (1999) mengembangkan suatu model portofolio yang diakronimkan menjadi CORP, yg meliputi (1) collecting, yaitu pengumpulan data seperti karya-karya dan dokumen-dokumen lain termasuk draft, (2) organizing, yaitu proses penyusunan dan pemilihan data-data itu dari aturan yg diinginkan, misalnya secara kronologi, dari focus, atau karya terbaik (3) reflecting, yaitu refleksi terhadap proses belajar yg telah dilewati serta penilaian atas karya sendiri, serta (4) presenting, yaitu menampilkan seluruh hasil seleksi dan refleksi tersebut dalam suatu dokumen yg seringkali diklaim folder.

Folder portofolio adalah bahan yg akan diases sang guru. Pada umumnya, beberapa hal yg sine qua non pada folder portofolio merupakan (1) cover letter, yaitu rangkuman berdasarkan apa yg sudah dibentuk siswa menjadi bukti hasil belajarnya, (dua) daftar isi portofolio, (tiga) entri (menggunakan lepas dalam setiap entri). Entri dibedakan sebagai dua, yaitu entri wajib serta entri pilihan; (4) draf setiap entri (buat pemantauan proses yang dilalui), serta (5) refleksi dan evaluasi diri.

Berikut ini merupakan modifikasi menurut contoh asesmen portofolio oleh Moya serta O’Malley (1994). Model tadi (Portfolio Assessment Model) diadaptasi menggunakan 3 komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, serta Analisis.

a). Perencanaan
(1) Menentukan tujuan dan penekanan (baku kompetensi, kompetensi dasar, kriteria keberhasilan)
(dua) Merencanakan isi portofolio, yg mencakup pemilihan prosedur asesmen, memilih isi/topik, dan tetapkan frekuensi serta ketika dilakukannya asesmen.
(3) Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu menggunakan tetapkan standar atau kriteria penilaian, memutuskan cara memadukan output evaluasi menurut aneka macam sumber, dan tetapkan waktu analisis.
(4) Merencanakan penggunaan portofolio pada pembelajaran, yaitu berupa anugerah umpan pulang.
(lima) Menentukan mekanisme pengujian keakuratan fakta, yaitu menetapkan cara mengetahui reliabilitas berita serta validitas penilaian.

b). Implementasi contoh (terpadu dengan pembelajaran)
(1) Mengumumkan tujuan serta fokus pembelajaran pada peserta didik.
(dua) Menyepakati mekanisme asesmen yang dipakai dan kriteria penilaiannya.
(3) Mendiskusikan cara-cara yg perlu dilakukan untuk mencapai output aporisma.
(4) Melaksanakan asesmen portofolio (folder, evaluasi diri)
(4) Memberikan umpan kembali terhadap karya dan evaluasi diri

c). Analisis portofolio peserta didik
(1) Mengumpulkan folder
(dua) Menganalisis banyak sekali asal dan bentuk informasi
(3) Memadukan banyak sekali warta yang ada
(4) Menerapkan kriteria penilaian yg telah disepakati
(5) Melaporkan hasil asesmen

e. Projek
Projek, atau acapkali disebut pendekatan projek (project approach) merupakan pemeriksaan mendalam mengenai suatu topik konkret. Dalam projek, peserta didik mendapat kesempatan mengaplikasikan keterampilannya. Pelaksanaan projek bisa dianalogikan menggunakan sebuah cerita, yaitu memiliki awal, pertengahan, serta akhir projek. Lantaran itu, projek umumnya mempunyai 3 fase utama, yaitu: 

(1) Fase Perencanaan; dalam fase ini pengajar menyusun suatu Tugas Projek yg berisi: tema atau topik projek, dan petunjuk tentang apa yg mesti dilakukan sang peserta didik. Biasanya, sebelumnya hal-hal tadi di atas didiskusikan dulu oleh guru dengan siswa.

Tugas projek bisa berbentuk pertunjukan (contohnya, drama), konstruksi (contohnya, menciptakan sebuah kolam ikan), karya tulis (misalnya, KIR). Contoh tugas projek:
1. Tema : Pertunjukan Drama
2. Petunjuk :
- Pilihlah salahsatu drama karya Putu Wijaya
- Setiap gerombolan terdiri berdasarkan 5 – 10 orang peserta didik
- Pertunjukan akan dilakukan pada lepas 16 Agustus 2006 di auditorium sekolah
- Lama waktu pertunjukan adalah satu jam buat setiap grup, karena itu naskah bisa dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya

(2) Fase Pengembangan; pada fase ini peserta didik mencari bahan, memodifikasi naskah, berdiskusi menggunakan pakar, berlatih secara terbimbing juga mandiri.
(3) Fase Akhir; pada fase ini peserta didik menampilkan hasil kerja mereka, yaitu berupa petunjukan drama.

PENGERTIAN DAN FANFAAT DATA

Pengertian Dan Fanfaat Data 
Ada poly pengertian tentang data, secara sederhana data dapat diartikan sebagai berita mengenai sesuatu (www.ketut.web.id). Menurut Vercellis,(2009:6) pada risyana.wordpress.com, data menggambarkan sebuah representasi kabar yang tersusun secara terstruktur, menggunakan kata lain bahwa “Generally, data represent a structured codification of single primary entities, as well as of transactions involving two or more primary entities .” Sedangkan dari Wawan dan Munir (2006:1) dalam risyana.wordpress.com bahwa “Data merupakan nilai yang merepresantasikan deskripsi menurut suatu objek atau insiden.”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, data merupakan fakta yang benar dan nyata. Data pula bisa diartikan menjadi sesuatu yang digunakan atau diperlukan dalam penelitian menggunakan menggunakan parameter tertentu yang telah dipengaruhi (Priyatno:2008). Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa data merupakan suatu objek, insiden, atau liputan yg terdokumentasikan dengan mempunyai kodifikasi terstruktur buat suatu atau beberapa entitas. 

A. JENIS-JENIS DATA
Dalam sebuah penelitian, terdapat 2 macam jenis data (Priyatno:2008), yaitu :

1. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yg dinyatakan pada bentuk bukan angka, tetapi berbentuk istilah, kalimat, gambar, atau bagan.

2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data yg dinyatakan pada bentuk angka. Tipe-tipe data kuantitatif merupakan menjadi berikut :

a. Data Nominal
Data nominal merupakan ukuran yg paling sederhana, dimana angka yang diberikan pada objek memiliki arti sebagai label saja, dan tidak memberitahuakn tingkatan apapun (Moh. Nazir.2003). 

Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama. Data nominal merupakan data kontinum serta nir mempunyai urutan. Bila objek dikelompokkan ke pada set-set, serta kepada semua anggota set diberikan angka, set-set tadi tidak boleh tumpang tindih dan bersisa. Misalnya tentang jenis olah raga yakni tenis, basket serta renang. Kemudian masing-masing anggota set pada atas kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (dua) serta renang (tiga). Jelas kelihatan bahwa nomor yg diberikan tidak memberitahuakn bahwa tingkat olah raga basket lebih tinggi berdasarkan tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi berdasarkan tenis. Angka tersebut nir memberikan arti apa-apa bila dibubuhi. Angka yg diberikan hanya berfungsi sebagai label saja. 

b. Data Ordinal
Bagian lain dati data kontimun adalah data ordinal. Data ini selain memiliki nama (atribut) jua mempunyai peringkat atau urutan. Angka yg diberikan mengandung tingkatan. Ini dipakai buat mengurutkan objek menurut yg paling rendah sampai paling tinggi atau kebalikannya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya menaruh peringkat saja. Jika kita mempunyai sebuah set objek yg dinomori, menurut 1 sampai n, contohnya peringkat 1, dua, 3, 4, lima dan seterusnya, apabila dinyatakan pada skala, maka jeda antara data yang satu dengan lainnya tidak sama. Ia akan mempunyai urutan mulai berdasarkan yg paling tinggi hingga paling rendah. Atau paling baik hingga ke yang paling jelek. Misalnya pada skala Likert (Moh Nazir.2003), mulai menurut sangat setuju, putusan bulat, ragu-ragu, tidak sepakat hingga sangat nir putusan bulat. Atau jawaban pertanyaan tentang kecenderungan warga buat menghadiri kedap generik pemilihan kepala daerah, mulai berdasarkan tidak pernah absen menghadiri, dengan kode lima, kadang-kadang saja menghadiri, menggunakan kode 4, kurang menghadiri, dengan kode 3, nir pernah menghadiri, dengan kode 2 hingga tidak ingin menghadiri sama sekali, dengan kode 1. Dari hasil pengukuran dengan memakai skala ordinal ini akan diperoleh data ordinal.

c. Data Interval
Pemberian nomor kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat berukuran ordinal serta ditambah satu sifat lain, yakni jeda yg sama dalam pengukuran dinamakan data interval. Data ini memberitahuakn jeda yg sama dari karakteristik atau sifat objek yg diukur. Akan namun ukuran interval nir memberikan jumlah mutlak dari objek yg diatur. Data yang diperoleh berdasarkan output pengukuran menggunakan skala interval dinamakan data interval. Misalnya tentang nilai ujian 6 orang mahasiswa, yakni A, B, C, D, E dan F diukur menggunakan ukuran interval dalam skala prestasi menggunakan berukuran 1, 2, tiga, 4, lima, dan 6, maka bisa dikatakan bahwa beda prestasi antara C dan A adalah tiga – 1 = 2. Beda prestasi antara C serta F merupakan 6 – 3 = tiga. Akan tetapi nir sanggup dikatakan bahwa prestasi E merupakan lima kali prestasi A ataupun prestasi F merupakan 3 kali lebih baik dari prestasi B. Dari output pengukuran menggunakan menggunakan skala interval ini akan diperoleh data interval.

d. Data Rasio
Data rasio merupakan data yg memiliki rentang nilai 0 dan plus serta minus berdasarkan semua nomor (Muhajir, 2007). Ukuran ratio dapat dibentuk perkalian ataupun pembagian. Angka dalam skala ratio bisa menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yg diukur. Apabila terdapat 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai pendapatan masing-masing perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp. 50.000. Bila dipandang dengan ukuran ratio maka pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan D adalah lima kali pendapatan A. Pendapatan C merupakan 4/3 kali pendapatan B. Dengan istilah lain, ratio antara C dan A adalah 4 : 1, ratio antara D dan A adalah lima : 1, sedangkan rasio antara C dan B merupakan 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A serta C merupakan 30.000. Dan pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh lainnya merupakan berat badan bayi yg diukur dengan skala ratio. Bayi A mempunyai berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika diukur menggunakan skala Ratio, maka bayi A mempunyai ratio berat badan 3 kali dari berat badan bayi C. Bayi B mempunyai ratio berat badan dua kali menurut berat badan bayi C, dan bayi C mempunyai ratio berat badan 1/3 kali berat badan bayi A, dst. Dari output pengukuran menggunakan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data ratio. 

B. JENIS-JENIS METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Dalam proses pengumpulan data tentu diharapkan sebuah indera atau instrument pengumpul data. Arti konsep instrument dalam penelitian adalah indera ukur, yaitu menggunakan instrument penelitian ini dapat dikumpulkan data sebagai indera buat menyatakan besaran atau persentase serta lebih kurangnya dalam bentuk kualitatif serta kuantitatif. Sehingga menggunakan memakai instrument yg dipakai tersebut berguna sebagai alat, baik buat mengumpulkan data juga bagi pengukurannya. Sebelum tetapkan pemilihan serta penyusunan instrument perlu diperhatikan mengenai validitas serta reliabilitas instrument yg digunakan. Sebab dikhawatirkan terjadinya penggunaan instrument yang tidak valid dan nir reliable, buat itu perlu diketahui validitas serta reliabilitas suatu instrument terlebih dahulu. Alat pengumpul data dapat dilakukan dengan menggunakan metode test serta metode non test.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada proses pengumpulan data adalah menjadi berikut :
a. Peneliti wajib mengetahui dimana, bagaimana data itu diperoleh. Hal ini telah terpikirkan sewaktu peneliti melihat variable-variabel yg terdapat pada kasus serta hipotesa penelitian.
b. Menyusun instrument sebagai indera buat mengumpulkan data tersebut, dan telah memutuskan data mana yg benar -benar dibutuhkan serta data mana yang perlu diabaikan. Semuanya sudah disusun oleh peneliti dalam instrument yg digunakan.
c. Sudah memikirkan siapa-siapa yang jadi responden peneliti dan bagaimana cara menghubunginya serta siapa-siapa yang dapat membantu peneliti pada membuatkan kuosioner atau instrument tersebut.
d. Orang yang membantu mengumpulkan data ini apakah sudah dipersiapkan dengan pengetahuan buat itu atau dengan kata lain apakan peneliti telah melatih atau memberi petunjuk dalam melakukan tugasnya. Apabila instrument peneliti merupakan wawancara maka apakah pembantu peneliti ini sudah dibekali dengan cara-cara yg baik buat berwawancara menggunakan responden.
e. Apakah birokrasi yg perlu ditembus telah kita persiapkan menggunakan adanya surat-surat biar buat meneliti seseorang atau instansi tertentu.
f. Jika semuanya telah dilakukan peneliti bertanya berapa jumlah data yang dibutuhkan. Apakah tidak mungkin terjadinya kekurangan jumlah yang peneliti inginkan lantaran ada instrument saat pengisian tidak lengkap, tidak sempurna serta yang hilang, dan sebagainya. Untuk dapatnya data sesuai menggunakan yg diinginkan maka dibutuhkan supaya peneliti memperkirakan kerusakan misalnya 10%. Untuk itu sebelum dijalankan sengaja kita tambahkan jumlahnya dengan 10% yg diperkirakan akan berkurang.
g. Setelah seluruh teknisnya dipenuhi, maka yg tidak kalah pentingnya merupakan biaya transportasi buat mengumpulkan data tersebut. Karena kadang kala seorang harus berkali-kali menemui seorang utnuk wawancara atau buat mengisi instrument yang digunakan. Oleh karenanya dalam suatu proposal, peneliti umumnya sudah bisa memperkirakan berapa porto yang dibutuhkan buat biaya transportasi tadi pada samping porto lainnya.

Untuk beberapa metode, kata bagi instrumentnya memang sama menggunakan metodenya, yaitu :
1) Instrumen buat metode tes merupakan tes atau soal tes.
2) Instrumen buat metode angket atau kuosioner merupakan angket atau kuosioner.
3) Instrumen buat metode observasi merupakan check-list.
4) Instrumen buat metode dokumentasi adalah panduan dokumentasi atau bisa juga check list.

Untuk detail, maka akan dibahas metode serta instrument pengumpulan data satu per satu.

a. Pengumpulan data dengan Metode Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan dan indera lain yg digunakan buat mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang pada miliki oleh individu atau grup. Dalam menyampaikan tes ini akan disampaikan sekaligus indera ukur lain yg sifatnya terstandar. Ditinjau berdasarkan target atau objek yanga kan dievaluasi, maka dibedakan adanya beberapa macam tes dan alat ukur lain. 

1. Tes kepribadian atau personality tes
Yaitu tes yang dipakai buat mengungkap kepribadian seorang. Yang diukur bisa self konsep, kreativitas, disiplin, kemampuan khusus, dsb.

2. Tes bakat atau aptitude tes
Yaitu tes yg dipakai buat mengukur atau mengetahui bakat seseorang. 

3. Tes intelegensi 
Yaitu tes yg dipakai buat mengadakan perkiraan atau perkiraan terhadap tingkat intelektual seseorang menggunakan cara memberikan tugas pada orang yang akan diukur intelegensinya. 

4. Tes perilaku atau attitude tes
Yaitu indera yg digunakan buat mengadakan pengukuran terhadap aneka macam perilaku seorang. 

5. Tes minat
Yaitu indera buat menggali minat seorang terhadap sesuatu. 

6. Tes prestasi atau achievement tes
Yaitu tes yg dipakai buat mengukur pencapaian seorang sehabis mempelajari sesuatu. Berbeda dengan yg lain-lain sebelum ini, tes prestasi diberikan sehabis orang yg dimaksud mengusut hal-hal sinkron menggunakan apa yang akan di teskan. 

Dalam memakai metode tes, peneliti menggunakan instrument berupa tes, atau soal-soal tes. Soal tes terdiri dari banyak butir tes (item) yg masing-masing mengukur satu jenis variabel.

b. Pengumpulan data dengan metode non tes
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya apabila dipadukan menggunakan data-data yg dihasilkan dengan menggunakan tehnik yang berbeda, berikut disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes.

1. Angket atau kuesioner
Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yg berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis dalam seseorang atau sekumpulan orang untuk menerima jawaban atau tanggapan dan informasi yg diharapkan sang peneliti. Kuesioner lebih baik dipakai buat mengumpulkan data atau berita daripada teknik wawancara, karena dalam wawancara peneliti harus mengadakan hubungan pribadi. Pertemuan pribadi antara responden menggunakan peneliti ini memerlukan waktu yg banyak, apalagi jika harus menghubungi ratusan orang. Wawancara wajib dilakukan sang orang yg mahir dalam hubungan personal dan nir bisa dilakukan oleh semua orang. Sedangkan memakai informasi lapangan bisa dilakukan oleh poly orang untuk mengantar dan menjemput informasi lapangan tersebut selesainya diisi oleh responden dan dapat pula dilakukan oleh peneliti secara masal pada suatu kelas tehadap anak didik-murid atau mahasiswa dalam saat yang singkat. Kuesioner mampu disusun dibelakang meja menggunakan hening serta dapat direvisi setiap ketika jika terjadi kesalahan. Kuesioner dapat jua dilakukan pngirimanya melalui tempat kerja pos dan pengembaliannya dapat melalui tempat kerja pos tersebut.

Bentuk informasi lapangan bisa jua berstruktur dab nir berstruktur seperti dalam persiapan wawancara, isinya sangat tergantung berdasarkan kebutuhan peneliti. Dalam menyusun berita umum agar lebih tepat sasarannya serta lebih mudah dalam menganalisisnya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Mardalis:1989) :
1. Kuesioner disusun sejelas mungkin, buat menghindari keliru tafsir berdasarkan responden yang bervariasi.
2. Diusahakan pertanyaannya sesingkat mungkin dan jangan berbeli-belit.
3. Setelah terselesaikan disusun, sebelm diedarkan buat kegiatan yang sebenarnya. Sebaiknya dilakukan uji coba dulu terhadap sebagaian responden lalu dianalisa serta apabila ditemui kelemahan serta keuranan perlu dilakukan revisi.
4. Kalimat pada pertanyaan disusun yg dapat dimengerti serta diapahami sang setiap responden ( peneliti wajib tau terlebih dahulu, bagaimana asumsi jawaban responden).
5. Alternative jawaban yg dikendaji dibentuk selengkap mungkin. Misalnya, jika dikatakan alat tulis, apakah pensil, boolpoin, dll).
6. Hindari pertanyaan yg merendah atau menyinggung perasaan responden.
7. Setelah berita umum dibuat peneliti mestinya telah mengetahui bagaimana cara menghitung atau analisanya nanti. 

Dalam penyusunan instrument umumnya atau survey bertitik tolak menurut variable yang dikemukakan pada hipotesa atau masalah penelitian, menurut sana lalu baru dijabarkan kedalam item-item serta dimensi-dimensi pertanyaan. Jangan hingga mengajukan serta membuat pertanyaan yang nir ada kaitanya dengan kasus yg sedang ditelitikarena akan merugikan serta tidak ada gunanya.

Kuesioner dapat dibedakan sebagai beberapa jenis, tergantung pada sudut pandangan :

a. Dipandang dari cara menjawab, maka terdapat :
1. Kuesioner terbuka, yang member kesempatan kepad responden buat menjawab menggunakan kalimatnya sendiri.
2. Kuesioner tertutup, yg telah disediakan jawabannya sebagai akibatnya responden tinggal memilih.

b. Dipandang menurut jawaban yg diberikan, yaitu:
1. Kuesioner pribadi, yaitu responden menjawab mengenai dirinya.
2. Kuesioner tidak langsung, yaitu bila responden menjawab tentang orang lain.

c. Dipandang menurut bentuknya, yaitu :
1. Kuesioner pilihan ganda, yg dimaksud merupakan sama menggunakan survey tertutup.
2. Kuesioner isian, yang dimaksud adalah informasi lapangan terbuka.
3. Check List, sebuah daftar dimana responden tinggal membubuhkan tanda cek pada kolom yang sinkron.
4. Rating-Scale (Skala Bertingkat), yaitu sebuah pernyataan yang diikuti sang kolom-kolom yg memperlihatkan tingkatan-strata. Misalnya mulai berdasarkan sangat setuju sampai sangat nir setuju

Keuntungan Kuesioner :
1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
2. Dapat dibagikan secara serentak kepada poly responden.
3. Dapat dijawab sang responden dari kecepatannya masing-masing, serta menurut saat senggang responden.
4. Dapat dibuat anonym, sebagai akibatnya responden bebas jujur dan tidak memalukan-memalukan menjawab.
5. Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden bisa diberi pertanyaan yg benar-benar sama.

Kelemahan Kuesioner :
1. Responden acapkali tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yg terlewati tidak dijawab, pdahal sukar diulangi diberikan kembali kepadanya.
2. Sering kali sukar dicari validitasnya.
3. Walaupun dibentuk anonym, kadang-kadang responden menggunakan sengaja menaruh jawaban yg tidak betul atau nir jujur.
4. Sering kali nir balik , terutama bila dikirim lewat pos.
5. Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yg terlalu usang sehingga terlambat.

Contoh Angket :
a. Bentuk Skala Liert
Bentuk ini dipakai apabila peneliti menginginkan data mengenai pendapat responden mengenai masalah yg diteliti. Bentuk ini bisa dilakukan untuk evaluasi kuantitatif terhadap keseluruhan atau setiap responden. Cara ini menggunakan tetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item atau sub item yang ditetapkan, pertanyaannya berbentuk positif atau negative. 

2. Interview (Wawancara)
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yg digunakan peneliti buat menerima keterangan-kabar lisan melalui bercakap-cakap serta berhadap-hadapan mika dengan orang yg dapat memberikan informasi pada sipeneliti. Wawancara ini bisa dipakai buat melengkapi data yang diperoleh melalui observasi. Apabila peneliti akan memakai teknik wawancara pada penelitiannya perlu diketahui terlebih dulu: target, maksud, serta masalah apa yg dibutuhkan sipeneliti karena dalam suatu wawancara dapat diperoleh warta yang berlainana serta terdapat kalanya tidak sinkron menggunakan maksud si peneliti. 

Secara fisik, interview bisa dibedakan atas interview terstruktur serta nir terstruktur. Seperti halnya kuesioner, interview terstruktur terdiri dari serenteten pertanyaan dimana pewawancara tinggal memberikan indikasi cek (√) dalam pilihan jawaban yang sudah disiapkan. Interview terstandar kadang-kadang disembunyikan oleh pewawancara, akan tetapi tidak juga diperlihatkan kepada responden, bahkan respondenlah yg dipersilahkan memberikan tanda.

Ditinjau berdasarkan pelaksanaannya, maka dibedakan atas :
a. Interview Bebas, inguided interview, dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja tetapi juga mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan. Dalam pelaksanaannya pewawancara tidak membawa pedoman apa yang akan ditanyakan. Kebaikan metode ini merupakan bahwa responden nir menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diinterview. Kelemahannya merupakan arah pertanyaan kadang-kadang kurang terkendali.
b. Interview Terpimpin (Guided Interview), yaitu interview yg dilakukan sang pewawancara menggunakan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terang misalnya yang dimaksud pada interview terstruktur.
c. Interview Bebas Terpimpin, kombinasi antara interview bebas serta terpimpin. Dalam melaksanakan interview, pewawancara membawa panduan yang hanya adalah garis akbar mengenai hal-hal yg akan ditanyakan. 

Menginterview bukanlah pekerjaan yang mudah. Dalam hal ini pewawancara harus bisa membentuk suasana santai namun berfokus. Artinya bahwa interview dilakukan dengan sungguh-sungguh, nir main-main, namun nir kaku. Suasana ini penting dijaga supaya responden mau menjawab apa saja yang dikehendaki oleh pewawancara secara jujur.sang karena sulitnya pekerjaan ini, maka perlu adanya pembinaan bagi pewawancara. Sebagai instrument interview adalah interview guide atau pedoman wawancara.

Waktu mempersiapkan wawancara menggunakan responden perlu diperhatikan hal-hal berikut (Mardalis:1989):
a. Responden yang akan diwawancarai usahakan diseleksi agar sinkron dengan data yg dibutuhkan.
b. Waktu berwawancara sedapatnya dilakukan sinkron menggunakan kesediaan responden.
c. Permulaan wawancara usahakan peneliti memperkenalkan diri dan menyebutkan maksud serta tujuan wawancara yang dilakukan.
d. Ketika bewawancara, peneliti sebaiknya berlaku seperti orang ingin memahami dan belajar berdasarkan responden serta jangan seperti orang menggurui terhadap responden. Hal ini penting buat kelancaran wawancara.
e. Jangan sampai ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak diinginkan sang responden.
f. Peneliti sebaiknya menunjukkan perhatian penuh terhadap pembicaraan responden. Jika terjadi pengalihan pembicaraan oleh responden peneliti menggunakan hati-hati meluruskannya ke target utama.
g. Melakukan penutupan pembicaraan dengan ucapan terima kasih.

3. Observasi
Observasi sering kali diartikan sebagai suatu arti yg sempit, yakni memperhatiakn sesuatu memakai mata. Di pada pengertian psikologig, observasi atau yang disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan penguatan perhatian terhadap sesuatu objek menggunakan memakai seluruh alat indera. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, indera pendengaran, raba, serta pengecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah pengamatan pribadi. Di dalam artian penelitian observasi bisa dilakukan dengan tes, berita umum, rekaman gambar, rekaman suara. 

Jika diperhatikan lebih lanjut, observasi atau pengamatan ini dapat dibedakan sebagai 2 observasi, yaitu :

a. Observasi Partisipasi
Dalam melakukan observasi partisipasi pengamat ikut terlibat dalam aktivitas yang sedang diamatinya atau bisa dikatakan si pengamat ikut serta menjadi pemain. Pengamat mengamati sambil iktu berperan pada aktivitas tadi. Yg perlu diperhatikan pada observasi partisipasi ini adalah agar si pengamat tidak lupa tugas pokoknya, yaitu mengamati serta mencari data.

b. Observasi Simulasi
Diharapkan pengamat bisa mensimulasikan keinginannya pada responden yang dituju sehingga responden dapat memenuhi cita-cita pengamat yang membutuhkan kabar atau data berdasarkan responden. 

Observasi dapat dilakukan menggunakan 2 cara yang kemudian dipakai buat menyebut jenis observasi yaitu:
a. Observasi non sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan. 
b. Observasi sistematis, yang dilakukan sang pengamat dengan memakai panduan sebagai instrument pengamatan. 

Pedoman observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin ada dan akan diamati. Dalam proses observasi, pengamat hanya menaruh tanda dalam kolom loka insiden muncul itulah sebabnya maka cara bekerja seperti ini diklaim menggunakan sistem pertanda ( sign system).

Sign system dipakai sebagai instrumen pengamatan situasi pengajaran menjadi sebuah potret sesuai pedagogi menjadi sebuah potret selintas (snap shot). Instrument tadi berisi sederetan sub_variable misalnya: guru memberitahuakn, pengajar menulis dipapan tulis, pengajar bertanya dalam gerombolan , pengajar menjawab, anak didik bertanya, dll. Setelah pengamatan pada satu periode eksklusif contohnya 5 mnt, semua insiden yang timbul di cek. Kejadian yang muncul lebih dari satu kali pada satu periode pengamatan, hanya di cek satu kali. Dengan demikian akan diperoleh gambar mengenai apa kejadian yg timbul pada situasi pengajaran. 

Dalam hal ini pengamat nir bisa memperhatikan variable yg terlalu poly. Dengan demikian pada akhir pengamatan bisa disimpulkan di kelas mana partisipasi anak didik terjadi paling besar .

4. Skala bertingkat (Rating) atau Rating Scale 
Rating atau skala bertingkat adalah suatu ukuran subjektif yg dibuat berskala. Walaupun bertingkat ini mengahasilkan data yang kasar, tetapi relatif menaruh kabar. Instrumen ini bisa menggunakan gampang memberikan citra penampilan, terutama penampilan pada pada orang menjalankan tugas, yang memperlihatkan frekuensi munculnya sifat-sifat.

Rating-scale harus diinterpretasikan secara hati-hati lantaran disamping membentuk gambaran yang kasar jua jawaban responden tidak begitu saja mudah dipercaya. Sehubungan dengan ini Bregman serta Siegel dalam Arikunto:2006 mendaftar hal-hal yang menghipnotis ketidakjujuran jawaban responden yaitu: 
a). Persahabatan, 
b). Kecepatan mengira, 
c). Cepat menetapkan, 
d). Jawaban kesan pertama, 
e). Penampilan instrument, 
f). Prasangka.

Di pada menyusun skala, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memilih variable skala. Apa yang ditanyakan harus apa yg dapat diamati responden. Misalnya seorang pengajar ditanya mengenai jam kehadiran dan kepulangan kepala sekolah. Dia nir akan menjawab apabila beliau sendiri selalu tiba siang dan pulang awal.

5. Dokumentasi
Dokumentasi, berdasarkan asal pungkasnya dokumen, yg artinya barang-barang tertulis. Di pada melaksanakan metode dokumentasi, peneliti mempelajari benda-benda tertulis misalnya buku-kitab , majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen kedap, catatan harian, dsb.

Dengan memakai serentetan kotak-kotak seperti ini dalam ketika mengumpulkan data melalui catatan-catatan yg menerangkan keadaan karyawan atau pegawai yang sebagai subjek penelitian menaruh indikasi centang pada kotak yg sinkron. Untuk merekam data berdasarkan beberapa orang karyawan, peneliti dapat menderetkan nama-nama subjek dibawah kotak-kotak tadi yg dalam setiap aspek dijadikan menjadi judul table.

a. Check list, yaitu daftar variabel yang akan dikimpulkan datanya. Dalam hal ini peneliti tinggal menaruh indikasi atau tally setiap pemunculan data yg dimaksud.

Dalam pengertian yg lebih luas, dokumen bukan hanya yang berwujud tulisan saja, namun bisa berupa benda-benda peninggalan seperti prasasti serta symbol-simbol. Metode dokumentasi ini dapat merupakan metode primer apabila peneliti melakukan pendekatan analisis isi . Buat penelitian menggunakan pendekatan lain pun metode dokumentasi pula memiliki kedudukan penting. Apabila peneliti memang cermat dan mencari bukti-bukti dari landasan aturan dan peraturan atau ketentuan, maka penggunaan metode dokumentasi menjadi tidak terhindarkan.