PENGERTIAN SISTEM HUKUM NASIONAL MENURUT AHLI

Pengertian Sistem Hukum Nasional 
Sistem adalah kesatuan yang terdiri menurut bagian-bagian yg satu dengan yg lain saling bergantung buat mencapai tujuan eksklusif. Ada jua yang menyampaikan bahwa sistem merupakan keseluruhan yg terdiri dari poly bagian atau komponen yang terjalin dalam interaksi antara komponen yg satu dengan yang lain secara teratur. Sedangkan aturan nasional adalah hukum atau peratuan perundang-undangan yang dibuat serta dilaksanakan untuk mencapai tujuan, dasar, dan cita hukum suatu negara. Dalam konteks ini, aturan nasional Indonesia merupakan kesatuan hukum atau perundang-undangan yg dibangun buat mencapai tujuan negara yang bersumber pada Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945. 

Dikatakan demikian, karena pada dalam Pembukaan dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itulah terkandung tujuan, dasar, dan cita aturan negara Indonesia. Di dalamnya terkandung nilai-nilai spesial budaya bangsa Indonesia yg tumbuh serta berkembang pada kesadaran hidup bermasyarakat selama berabad-abad. 

Dengan demikian, sistem hukum nasional Indonesia merupakan sistem hukum yang berlaku di seluruh daerah Indonesia yang meliputi seluruh unsur aturan (seperti isi, struktur, budaya, wahana, peraturan perundang-undangan, dan seluruh sub unsurnya) yg antara satu menggunakan yg lain saling bergantung serta yg bersumber dari Pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 (Mahfud, 2006:21). 

Unsur-unsur sistem hukum 
Ketika menyebut unsur-unsur utama sistem aturan, poly orang mengacu dalam Friedman yang menyebutkan adanya tiga unsur yakni substance(materi/substansi), structure (struktur), serta culture (budaya). Tetapi, banyak jua yang lalu mengembangkannya ke dalam unsur-unsur yg lebih spesifik sehingga komponennya bukan hanya 3 tetapi lebih berdasarkan itu. GBHN-GBHN menjelang masa akhir Orde Baru pada politik pembangunan hukumnya misalnya menyebut empat unsur yakni isi, aparat, budaya, dan sarana-prasarana (Mahfud, 2006:22). 

Sebagai pembanding, Sunaryati Hartono merinci unsur-unsur sistem aturan ke pada 12 unsur yaitu (1) filsafat (termasuk asas-asas aturan), (dua) substansi atau materi hukum, (3) keseluruhan lembaga-forum aturan, (4) proses serta prosedur hukum, (5) sumber daya insan (brainware), (6) sistem pendidikan aturan, (7) susunan dan sistem organisasi serta koordinasi antarlembaga aturan, (8) alat-alat perkantoran lembaga-forum hukum (hardware), (9) perangkat lunak (software) misalnya petunjuk pelaksanaan yang sempurna, (10) keterangan hukum, perpustakaan dan penerbitan dokumen-dokumen serta kitab atau website (melalui internet), (11) pencerahan hukum serta konduite warga (budaya hukum), serta (12) anggaran belanja negara yang disediakan bagi aplikasi tugas-tugas forum hukum serta penyelenggaraan pembangunan aturan yang profesional. Sementara itu, Soerjono Soekanto mengungkapkan bahwa kasus-perkara yang dipersoalkan pada sistem hukum mencakup lima hal, yaitu (1) elemen atau unsur-unsur sistem hukum, (2) bidang-bidang sistem hukum, (tiga) konsistensi sistem hukum, (4) pengertianpengertian dasar sistem hukum, serta (5) kelengkapan sistem hukum. 

Peradilan Nasional 
Kebebasan lembaga peradilan dari campur tangan serta intervensi kekuatan di luarnya adalah perkara yg sangat esensial dalam penegakan hukum. Di Indonesia, masalah ini telah menjadi diskusi resmi di kalangan pendiri Republik Indonesia di BPUPKI serta menjadi diskusi publik semenjak awal Orde Baru sampai sekarang (Mahfud, 2006:89). 

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sendiri menegaskan keharusan kemerdekaan forum peradilan ini, tetapi Undang-Undang Dasar ini nir menegaskan prinsip kebebasan itu apakah ke dalam struktur ataukah cukup kegunaannya saja. Di banyak sekali negara yg penegakan hukumnya telah nisbi indah, secara struktural memang tidak terdapat keharusan adanya pemisahan tegas antara lembaga yudikatif serta eksekutif, karena yang primer adalah fungsinya. Tetapi, buat Indonesia ada pertimbangan tertentu yg mendorong adanya pemisahan struktural itu. 

Salah satu hal yg perlu ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 tidaklah menganut paham Trias Politika sepenuhnya. Ini penting ditegaskan lantaran sering timbul pandangan bahwa negara demokrasi itu wajib menganut konsep Trias Politika seperti apa adanya. Namun, pelembagaan banyak sekali kekuasaan negara di Indonesia menerangkan menggunakan tegas bahwa para perumus UUD 1945 sangat dipengaruhi oleh ajaran Trias Politika. Dikatakan sebagai dipengaruhi tetapi tidak menganut Trias Politika lantaran poros-poros kekuasaan di Indonesia bukan hanya tiga, melainkan semula terdapat 5 yang sejajar, yaitu legislatif (Presiden dan DPR), eksekutif (Presiden), yudikatif (Mahkamah Agung), auditif (BPK), serta konsultatif (DPA). Kemudian pada atas kelima poros itu ada MPR yg adalah lembaga suprematif. Selain itu, poros kekuasaan yang dipengaruhi UUD 1945 itu tidaklah diletakkan pada posisi yang terpisah secara mutlak melainkan dijalin sang satu interaksi kerjasama fungsional. Setelah amandemen atas UUD 1945, lembaga-forum negara permanen lebih menurut 3 tetapi tidak ada lagi yg lebih tinggi antara satu menggunakan yg lain. 

1. Kekuasaan Kehakiman Era Orde Lama 
Sejak kemerdekaan, pada waktu pembentukan Kabinet pertama (dua September 1945), di lingkungan eksekutif telah dibentuk Departemen Kehakiman yang eksistensinya berlanjut hingga kini . 

Di dalam era Demokrasi Terpimpin yang pula disebut era Orde Lama ini, sistem politik yg dibangun Bung Karno merupakan sistem politik otoriter yang mengkonsentrasikan kekuasaan pada tangan presiden. Sistem politik yg semacam ini berimbas jua pada dilemahkannya forum peradilan dan dihilangkannya kebebasannya. UU No. 19 Tahun 1964 dan UU No. 13 Tahun 1965 memuat ketentuan yg kentara-jelas menghilangkan kebebasan kekuasan peradilan. 

Pada pasal 19 UU No. 19 tahun1964 dicantumkan ketentuan bahwa : “Demi kehormatan revolusi, negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yg sangat mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan pada soal-soal pengadilan. 

Ketentuan ini menampakan bahwa betapa campur tangan Presiden dalam soal-soal pengadilan diberi pembenaran sang undnag-undang. Meskipun disebutkan bahwa campur tangan itu hanya dapat dilakukan menggunakan alasan demi kehormatan revolusi, negara, serta bangsa atau kepentingan rakyat yg sangat mendesak, kriteria alasan-alasan tersebut batas-batasnya nir dipengaruhi sebagai akibatnya beliau lebih banyak diserahkan pada pandangan dan kemauan presiden. Seumpama terdapat kriterianya pun, campur tangan pemerintah atas forum peradilan menggunakan alasan apa pun tetap tidak dapat dibenarkan pada pada negara konstitusional. 

2. Pembenahan Masa Orde Baru 
Setelah Orde Baru lahir, menggunakan tema menegakkan kehidupan yg konstitusional atau melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, maka upaya menaruh kemerdekaan dalam kekuasaan kehakiman mulai diteriakkan. Orde Baru memang lahir dengan semangat konstitusionalisme. 

Krisis politik serta ekonomi yg melilit negara pada masa Demokrasi Terpimpin dinilai sebagai dampak menurut terlalu otoriter serta inkonstitusionalnya Bung Karno sebagai Presiden. Untuk mengatasi krisis tadi, maka ajakan hayati bernegara secara konstitusional diteriakkan pada mana-mana. Komitmen buat menegakkan Pancasila serta UUD 1945 diperkokoh dan demokratisasi ditawarkan sebagai babakan baru pada kehidupan bernegara. Sejauh menyangkut independensi kekuasaan kehakiman, somasi-gugatan atas keberadaan UU No. 19 Tahun 1964 serta UU No. 13 Tahun 1965 diteriakkan secara gencar. 

Keluarnya Tap MPRS No. XIX Tahun 1966 dapat dianggap sebagai pernyataan tentang inkonstitusionalnya kedua UU produk Orde Lama itu, terutama sejauh menyangkut campur tangan presiden. 

Pada awal Orde Baru, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Jawa Tengah menyampaikan pendapat supaya badan-badan peradilan baik secara organisatoris maupun secara administratif finansial diletakkan di bawah Mahkamah Agung sebagai alat kelengkapan negara yg berdiri sendiri. Namun, langkah awal tersebut ternyata harus surut saat dalam tahun 1970 diundangkan UU No. 14 Tahun 1970 mengenai Pokok-Pokok kekuasaan kehakiman yg ternyata masih menganut sistem training administratif serta finansial hakim oleh eksekutif. Hal ini permanen dapat menjadi persoalan bila dia dikaitkan dengan asa buat mengimplementasikan prinsip kekuasaan kehakiman yang bebas merdeka. 

3. Era Reformasi 
Setelah pemerintahan Orde Baru jatuh melalui reformasi pada bulan Mei tahun 1998, seluruh produk hukum era Orde baru yang berwatak ortodok segera diubah. Ini sinkron menggunakan dalil bahwa menjadi produk politik maka aturan-hukum akan berubah sejalan dengan perubahan politik. Hukum-aturan yg diubah saat itu adalah hukum-aturan di bidang politik yang terkait menggunakan interaksi kekuasaan yang perubahannya diarahkan menurut tabiat sentralistik serta otoriter sebagai partisipatif serta demokratis. 

Hukum pada bidang kekuasaan kehakiman yang selama Orde Baru terlalu membuka peluang bagi campur tangan pihak eksekutif kemudian diubah serta diganti. UU No. 14 Tahun 1970 diganti dengan UU No. 35 Tahun 1999 yg galat satu politik hukumnya adalah menyatuatapkan kekuasaan kehakiman pada bawah Mahkamah Agung. Dengan penyatuatapan ini, maka pelatihan hakim yang semula dipencar ke eksekutif (pada hal kepegawaian, administratif serta finansial) serta ke yudikatif atau MA (pada hal teknis yudisial) menurut UU tersebut disatukan semua di bawah Mahkamah Agung. 

Perkembangan yg lebih maju dalam politik aturan kekuasaan kehakiman ini kemudian dituangkan pula dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pada amandemen ketiga tahun 2001, pasal 24 ayat (dua) UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan sang Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi menggunakan kompetensi yg tidak sama. Mahkamah Konstitusi dimunculkan sebagai lembaga negara menggunakan hak melakukan uji materi (judicial review atau secara lebih khusus melakukan constitutional review) UU terhadap UUD. Mahkamah Konstitusi pula memiliki tugas khusus lain yaitu memutus pendapat DPR bahwa Presiden/Wakil Presiden nir lagi memenuhi kondisi; memutus pendapat DPR bahwa Presiden sudah melanggar hal-hal tertentu yang disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar sebagai akibatnya mereka dapat diproses untuk diberhentikan; memutus sengketa wewenang antar forum negara yang kewenangannya diberikan sang Undang-Undang Dasar; memutus pembubaran parpol serta memutus sengketa hasil pemilu. Sementara itu, Mahkamah Agung mengadili kasus-perkara konvensional lainnya ditambah menggunakan hak uji materi peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundangan yang lebih tinggi. 

Selain mengatur pembentukan Mahkamah Konstitusi perubahan ketiga UUD 1945 jua memperkenalkan forum negara baru pada rumpun kekuasaan kehakiman sebagai forum pembantu (auxiliary institution) yaitu Komisi Yudisial (KY). UU tentang Komisi Yudisial dibuat dalam tahun 2004 melalui UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, sedangkan Komisi Yudisial sendiri baru dibentuk dalam pertengahan tahun 2005. 

4. Hukum serta Peradilan Internasional 
Dalam interaksi antarnegara sangat mungkin timbul pertikaian akibat ketidaksepahaman 2 atau beberapa negara tentang suatu hal. Lantaran itu diperlukan suatu anggaran yang disepakati bersama dan dihormati secara internasional oleh negara-negara yg ada di global. Dua atau lebih negara bisa menjalin konvensi tentang maslaah bersama. Kesepakatan semacam ini diharapkan supaya tercipta ketertiban dunia. 

Menurut Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa aturan internasional merupakan holistik kaidah serta asas yg mengatur interaksi atau duduk perkara yg melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara. Hukum internasional diberlakukan pada rangka menjaga interaksi dan kolaborasi antarnegara. Lantaran itu, hukum tadi nir boleh dibentuk tanpa memperhatikan kepentingan masing-masing negara. Untuk itu, aturan internasional wajib memperhatikan asas-asas berikut: 

a. Asas teritorial 
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan aturan bagi semua orang dan seluruh barang di daerahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada pada luar wilayah tersebut berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya. 

b. Asas kebangsaan 
Asas ini berdasarkan pada kekuasaan negara buat mengatur warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga negara pada manapun berada, tetap berada di bawah jangkauan hukum negara asalnya. Asas ini memiliki kekuatan exteritorial. Artinya, hukum suatu negara permanen berlaku bagi rakyat negaranya walaupun beliau berada di negara lain. 

c. Asas kepentingan umum 
Asas ini berdasarkan pada kewenangan negara buat melindungi serta mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara bisa mengikuti keadaan dengan seluruh keadaan dan insiden yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat dalam batas-batas wilayah suatu negara. 

Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan dalam hubungan antarbangsa (internasional). Oleh sebab itu, antara satu negara menggunakan negara lain perlu ada hubungan yang teratur serta tertib dalam bentuk hukum internasional.

PENGERTIAN SISTEM HUKUM NASIONAL MENURUT AHLI

Pengertian Sistem Hukum Nasional 
Sistem merupakan kesatuan yg terdiri menurut bagian-bagian yang satu dengan yg lain saling bergantung buat mencapai tujuan tertentu. Ada juga yang mengungkapkan bahwa sistem adalah holistik yang terdiri dari banyak bagian atau komponen yg terjalin dalam hubungan antara komponen yang satu menggunakan yg lain secara teratur. Sedangkan hukum nasional merupakan hukum atau peratuan perundang-undangan yang dibuat dan dilaksanakan buat mencapai tujuan, dasar, dan cita aturan suatu negara. Dalam konteks ini, hukum nasional Indonesia adalah kesatuan hukum atau perundang-undangan yg dibangun buat mencapai tujuan negara yg bersumber dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945. 

Dikatakan demikian, karena pada dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 itulah terkandung tujuan, dasar, serta cita hukum negara Indonesia. Di dalamnya terkandung nilai-nilai spesial budaya bangsa Indonesia yg tumbuh serta berkembang dalam pencerahan hidup bermasyarakat selama berabad-abad. 

Dengan demikian, sistem aturan nasional Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku di semua wilayah Indonesia yang mencakup semua unsur aturan (seperti isi, struktur, budaya, wahana, peraturan perundang-undangan, dan seluruh sub unsurnya) yg antara satu dengan yang lain saling bergantung serta yg bersumber berdasarkan Pembukaan serta pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 (Mahfud, 2006:21). 

Unsur-unsur sistem hukum 
Ketika menyebut unsur-unsur utama sistem aturan, poly orang mengacu dalam Friedman yg menjelaskan adanya 3 unsur yakni substance(materi/substansi), structure (struktur), serta culture (budaya). Tetapi, banyak juga yg lalu mengembangkannya ke dalam unsur-unsur yg lebih khusus sehingga komponennya bukan hanya 3 namun lebih berdasarkan itu. GBHN-GBHN menjelang masa akhir Orde Baru pada politik pembangunan hukumnya contohnya menyebut empat unsur yakni isi, aparat, budaya, serta wahana-prasarana (Mahfud, 2006:22). 

Sebagai pembanding, Sunaryati Hartono merinci unsur-unsur sistem aturan ke dalam 12 unsur yaitu (1) filsafat (termasuk asas-asas hukum), (dua) substansi atau materi aturan, (3) keseluruhan lembaga-lembaga hukum, (4) proses serta mekanisme aturan, (5) asal daya insan (brainware), (6) sistem pendidikan hukum, (7) susunan dan sistem organisasi serta koordinasi antarlembaga aturan, (8) alat-alat perkantoran forum-forum hukum (hardware), (9) aplikasi (aplikasi) misalnya petunjuk aplikasi yg tepat, (10) kabar aturan, perpustakaan serta penerbitan dokumen-dokumen serta buku atau website (melalui internet), (11) pencerahan aturan serta konduite rakyat (budaya hukum), serta (12) anggaran belanja negara yg disediakan bagi pelaksanaan tugas-tugas lembaga aturan dan penyelenggaraan pembangunan hukum yang profesional. Sementara itu, Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa kasus-perkara yang dipersoalkan pada sistem hukum mencakup 5 hal, yaitu (1) elemen atau unsur-unsur sistem aturan, (dua) bidang-bidang sistem aturan, (tiga) konsistensi sistem hukum, (4) pengertianpengertian dasar sistem hukum, serta (lima) kelengkapan sistem aturan. 

Peradilan Nasional 
Kebebasan lembaga peradilan berdasarkan campur tangan serta intervensi kekuatan pada luarnya merupakan kasus yang sangat esensial pada penegakan aturan. Di Indonesia, masalah ini sudah sebagai diskusi resmi di kalangan pendiri Republik Indonesia di BPUPKI dan sebagai diskusi publik semenjak awal Orde Baru sampai sekarang (Mahfud, 2006:89). 

Penjelasan UUD 1945 sendiri menegaskan keharusan kemerdekaan forum peradilan ini, tetapi UUD ini nir menegaskan prinsip kebebasan itu apakah ke dalam struktur ataukah relatif kegunaannya saja. Di aneka macam negara yg penegakan hukumnya sudah nisbi cantik, secara struktural memang nir ada keharusan adanya pemisahan tegas antara forum yudikatif serta eksekutif, lantaran yg utama merupakan kegunaannya. Namun, buat Indonesia terdapat pertimbangan eksklusif yg mendorong adanya pemisahan struktural itu. 

Salah satu hal yg perlu ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 tidaklah menganut paham Trias Politika sepenuhnya. Ini krusial ditegaskan karena tak jarang muncul pandangan bahwa negara demokrasi itu wajib menganut konsep Trias Politika misalnya apa adanya. Namun, pelembagaan banyak sekali kekuasaan negara di Indonesia memberitahuakn dengan tegas bahwa para perumus Undang-Undang Dasar 1945 sangat ditentukan oleh ajaran Trias Politika. Dikatakan menjadi ditentukan tetapi nir menganut Trias Politika lantaran poros-poros kekuasaan pada Indonesia bukan hanya tiga, melainkan semula terdapat 5 yang sejajar, yaitu legislatif (Presiden serta DPR), eksekutif (Presiden), yudikatif (Mahkamah Agung), auditif (BPK), dan konsultatif (DPA). Kemudian di atas kelima poros itu ada MPR yg adalah lembaga suprematif. Selain itu, poros kekuasaan yg dipengaruhi Undang-Undang Dasar 1945 itu tidaklah diletakkan dalam posisi yang terpisah secara absolut melainkan dijalin sang satu interaksi kerjasama fungsional. Setelah amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945, forum-lembaga negara tetap lebih berdasarkan 3 namun nir terdapat lagi yang lebih tinggi antara satu dengan yg lain. 

1. Kekuasaan Kehakiman Era Orde Lama 
Sejak kemerdekaan, pada saat pembentukan Kabinet pertama (2 September 1945), di lingkungan eksekutif sudah dibuat Departemen Kehakiman yg eksistensinya berlanjut hingga sekarang. 

Di pada era Demokrasi Terpimpin yg pula diklaim era Orde Lama ini, sistem politik yg dibangun Bung Karno merupakan sistem politik otoriter yg mengkonsentrasikan kekuasaan di tangan presiden. Sistem politik yang semacam ini berimbas juga pada dilemahkannya lembaga peradilan dan dihilangkannya kebebasannya. UU No. 19 Tahun 1964 dan UU No. 13 Tahun 1965 memuat ketentuan yg kentara-jelas menghilangkan kebebasan kekuasan peradilan. 

Pada pasal 19 UU No. 19 tahun1964 dicantumkan ketentuan bahwa : “Demi kehormatan revolusi, negara serta bangsa atau kepentingan rakyat yg sangat mendesak, Presiden bisa turut atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan. 

Ketentuan ini memperlihatkan bahwa betapa campur tangan Presiden dalam soal-soal pengadilan diberi pembenaran oleh undnag-undang. Meskipun disebutkan bahwa campur tangan itu hanya bisa dilakukan dengan alasan demi kehormatan revolusi, negara, serta bangsa atau kepentingan warga yang sangat mendesak, kriteria alasan-alasan tadi batas-batasnya tidak dipengaruhi sehingga beliau lebih poly diserahkan pada pandangan serta kemauan presiden. Seumpama terdapat kriterianya pun, campur tangan pemerintah atas lembaga peradilan menggunakan alasan apa pun tetap tidak bisa dibenarkan di dalam negara konstitusional. 

2. Pembenahan Masa Orde Baru 
Setelah Orde Baru lahir, menggunakan tema menegakkan kehidupan yang konstitusional atau melaksanakan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni serta konsekuen, maka upaya memberikan kemerdekaan pada kekuasaan kehakiman mulai diteriakkan. Orde Baru memang lahir menggunakan semangat konstitusionalisme. 

Krisis politik serta ekonomi yang melilit negara pada masa Demokrasi Terpimpin dinilai menjadi dampak dari terlalu otoriter dan inkonstitusionalnya Bung Karno menjadi Presiden. Untuk mengatasi krisis tadi, maka ajakan hidup bernegara secara konstitusional diteriakkan di mana-mana. Komitmen buat menegakkan Pancasila serta UUD 1945 diperkokoh dan demokratisasi ditawarkan menjadi babakan baru pada kehidupan bernegara. Sejauh menyangkut independensi kekuasaan kehakiman, somasi-somasi atas keberadaan UU No. 19 Tahun 1964 serta UU No. 13 Tahun 1965 diteriakkan secara gencar. 

Keluarnya Tap MPRS No. XIX Tahun 1966 bisa dipercaya sebagai pernyataan mengenai inkonstitusionalnya kedua UU produk Orde Lama itu, terutama sejauh menyangkut campur tangan presiden. 

Pada awal Orde Baru, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Jawa Tengah mengungkapkan pendapat agar badan-badan peradilan baik secara organisatoris maupun secara administratif finansial diletakkan di bawah Mahkamah Agung sebagai alat kelengkapan negara yang berdiri sendiri. Tetapi, langkah awal tersebut ternyata wajib surut ketika dalam tahun 1970 diundangkan UU No. 14 Tahun 1970 mengenai Pokok-Pokok kekuasaan kehakiman yg ternyata masih menganut sistem pelatihan administratif dan finansial hakim oleh eksekutif. Hal ini permanen bisa menjadi problem bila dia dikaitkan dengan harapan buat mengimplementasikan prinsip kekuasaan kehakiman yg bebas merdeka. 

3. Era Reformasi 
Setelah pemerintahan Orde Baru jatuh melalui reformasi pada bulan Mei tahun 1998, seluruh produk aturan era Orde baru yg berwatak konservatif segera diubah. Ini sinkron menggunakan dalil bahwa sebagai produk politik maka hukum-aturan akan berubah sejalan dengan perubahan politik. Hukum-aturan yg diubah waktu itu merupakan hukum-aturan pada bidang politik yg terkait dengan hubungan kekuasaan yg perubahannya diarahkan berdasarkan tabiat sentralistik dan otoriter sebagai partisipatif dan demokratis. 

Hukum pada bidang kekuasaan kehakiman yang selama Orde Baru terlalu membuka peluang bagi campur tangan pihak eksekutif kemudian diubah serta diganti. UU No. 14 Tahun 1970 diganti menggunakan UU No. 35 Tahun 1999 yg salah satu politik hukumnya merupakan menyatuatapkan kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung. Dengan penyatuatapan ini, maka pelatihan hakim yg semula dipencar ke eksekutif (pada hal kepegawaian, administratif dan finansial) dan ke yudikatif atau MA (pada hal teknis yudisial) berdasarkan UU tadi disatukan semua pada bawah Mahkamah Agung. 

Perkembangan yang lebih maju dalam politik aturan kekuasaan kehakiman ini lalu dituangkan jua pada amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pada amandemen ketiga tahun 2001, pasal 24 ayat (dua) Undang-Undang Dasar 1945 mengungkapkan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan sang Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi menggunakan kompetensi yg tidak sama. Mahkamah Konstitusi dimunculkan sebagai lembaga negara menggunakan hak melakukan uji materi (judicial review atau secara lebih spesifik melakukan constitutional review) UU terhadap Undang-Undang Dasar. Mahkamah Konstitusi pula memiliki tugas spesifik lain yaitu memutus pendapat DPR bahwa Presiden/Wakil Presiden nir lagi memenuhi syarat; memutus pendapat DPR bahwa Presiden sudah melanggar hal-hal tertentu yang disebutkan pada dalam UUD sehingga mereka dapat diproses untuk diberhentikan; memutus sengketa wewenang antar forum negara yg kewenangannya diberikan sang Undang-Undang Dasar; memutus pembubaran parpol serta memutus konkurensi output pemilu. Sementara itu, Mahkamah Agung mengadili kasus-perkara konvensional lainnya ditambah dengan hak uji materi peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundangan yang lebih tinggi. 

Selain mengatur pembentukan Mahkamah Konstitusi perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 juga memperkenalkan lembaga negara baru pada rumpun kekuasaan kehakiman menjadi lembaga pembantu (auxiliary institution) yaitu Komisi Yudisial (KY). UU mengenai Komisi Yudisial dibentuk pada tahun 2004 melalui UU No. 22 Tahun 2004 mengenai Komisi Yudisial, sedangkan Komisi Yudisial sendiri baru dibentuk dalam pertengahan tahun 2005. 

4. Hukum serta Peradilan Internasional 
Dalam hubungan antarnegara sangat mungkin muncul konfrontasi akibat ketidaksepahaman dua atau beberapa negara mengenai suatu hal. Karena itu diperlukan suatu aturan yang disepakati bersama serta dihormati secara internasional sang negara-negara yg terdapat pada global. Dua atau lebih negara bisa menjalin konvensi mengenai maslaah bersama. Kesepakatan semacam ini diharapkan agar tercipta ketertiban dunia. 

Menurut Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa hukum internasional merupakan holistik kaidah serta asas yg mengatur hubungan atau duduk perkara yg melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara. Hukum internasional diberlakukan dalam rangka menjaga interaksi serta kolaborasi antarnegara. Karena itu, hukum tersebut nir boleh dibuat tanpa memperhatikan kepentingan masing-masing negara. Untuk itu, aturan internasional harus memperhatikan asas-asas berikut: 

a. Asas teritorial 
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi seluruh orang dan semua barang pada daerahnya. Jadi, terhadap seluruh barang atau orang yg berada di luar daerah tersebut berlaku aturan asing (internasional) sepenuhnya. 

b. Asas kebangsaan 
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara buat mengatur rakyat negaranya. Menurut asas ini, setiap warga negara di manapun berada, tetap berada pada bawah jangkauan hukum negara asalnya. Asas ini mempunyai kekuatan exteritorial. Artinya, aturan suatu negara permanen berlaku bagi warga negaranya walaupun beliau berada pada negara lain. 

c. Asas kepentingan generik 
Asas ini didasarkan pada wewenang negara buat melindungi serta mengatur kepentingan pada kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan diri menggunakan seluruh keadaan serta insiden yg bersangkut paut menggunakan kepentingan generik. Jadi, hukum nir terikat dalam batas-batas daerah suatu negara. 

Apabila ketiga asas ini nir diperhatikan, akan timbul kekacauan dalam hubungan antarbangsa (internasional). Oleh sebab itu, antara satu negara menggunakan negara lain perlu terdapat interaksi yg teratur serta tertib dalam bentuk hukum internasional.

PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN MELALUI SURAT KETERANGAN FISKAL MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Pemungutan Pajak Penghasilan Melalui Surat Keterangan Fiskal Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan 
Negara Indonesia adalah negara hukum atau Rechtsstaat yang mengutamakan prinsip negara kesejahteraan (Welfare State). Dalam mewujudkan negara aturan, secara konstitusional membawa konsekuensi keterlibatan pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan publik yang sangat kompleks, luas ruang lingkupnya dan memasuki hampir semua sektor kehidupan. Tugas pelayanan publik tadi memberikan implikasi pengeluaran aturan negara yang mengharuskan pemerintah buat mengali serta menaikkan sumber penerimaan negara, khususnya berdasarkan sektor pajak sebagai perwujudan partisipasi rakyat dalam pencapaian tujuan negara. 

Pajak merupakan iuran warga pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) menggunakan tiada menerima jasa timbal balik (kontraprestasi) secara pribadi bisa ditunjukan dan yang dipakai untuk membayar pengeluaran generik (Rochmat Soemitro,1977 :22). Sementara itu R Santoso Brotodihardjo menyatakan, bahwa pajak merupakan iuran pada negara (yg bisa dipaksakan) yg terhutang sang yg harus membayarnya berdasarkan peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi pulang, yang langsung bisa ditunjuk serta gunanya adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara buat menyelegarakan pemerintahan (Santoso Brotodihardjo, 1981: dua ). 

Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa pada dasarnya pajak adalah pungutan yg bersifat memaksa yang dikenakan sang negara. Dengan perkataan lain, pajak merupakan peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor publik, sang sebab itu pada pemungutan pajak tidak terdapat kontraprestasi. Dari pengertian di atas, sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo maka unsur-unsur hukum pajak menurut adalah, antara lain: 
1. Iuran berdasarkan rakyat pada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang)
2. Beradasarkan undang-undang, pajak dipungut menurut atau menggunakan kekuatan undang-undang dan anggaran pelaksanaannya
3. Tanpa jasa timbal pulang atau kontraprestasi menurut negara yg secara lansung bisa ditunjukkan adanya kontraprestasi individual sang pemerintah
4. Digunakan buat membiayai tempat tinggal tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yg bermanfaat bagi warga luas (Mardiasmo, 1995: 11 ).

Fungsi mengatur dalam hukum pajak dewasa ini sangat penting peranannya sebagai indera kebijaksanaan pemerintah (fiskal policy) dalam penyelenggaraan politik pemerintah. Sebab kaitan pajak, politik serta pembangunan merupakan bagian berdasarkan pembangunan ekonomi dalam penajaman fungsi pajak dalam rangka melahirkan fungsi-fungsi baru yang dirangkup sebagai fungsi demokrasi (Bomer Pasaribu, 1988: 72). Dalam negara terkini fungsi mengatur justru sebagai tujuan politik berdasarkan fungsi pajak, serta fungsi mengatur terletak di suatu lapangan yang luas bagi perpajakan, baik dalam bidang ekonomi juga pada bidang sosial budaya.

Pajak sebenarnya adalah jiwa negara, karena tanpa pajak negara nir akan atau sukar hidup, kecuali apabila negara itu memiliki pendapatan menurut sumber alam (minyak, gas bumi, tambang emas dan lain-lain) serta atau dari perdagangan/industri (Rochmat Soemitro, 1977: 45). Seiring menggunakan hal tadi pada atas, dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 yg mengatur tentang pajak pengahasilan, implementasinya terlihat pada Pasal 1 huruf (a) UU Nomor 6 Tahun 1983 yg menentukan: Wajib pajak merupakan orang langsung atau badan yg dari ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan buat melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak eksklusif. Realitas ini dapat diperhatikan terhadap Pasal 25 ayat (8) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan berkaitan menggunakan Surat Keterangan Fiskal yang menyebutkan: Bagi wajib pajak orang langsung yang bertolak ke luar negeri harus membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Memperhatikan surat warta fiskal tadi, dikaitkan menggunakan pajak pengahasilan dapat adalah suatu wahana buat menaikkan pendapatan negara berdasarkan sektor pajak. Surat informasi fiskal ini adalah suatu kebijakan pemerintah terhadap orang yang akan bertolak ke luar negeri dan terakhir diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 477/KMK.02/2002 mengenai pengaturan terhadap pajak orang yang akan bertolak ke luar negeri. Rochmat Soemitro (1977), mengemukakan, bahwa pelaksanaan pemungutan pajak harus didasarkan pada aturan-anggaran hukum yang belaku tentang pajak. Berdasarkan hal ini bisa dikatakan bahwa hukum pajak adalah menitikberatkan pada pendekatannya berdasarkan segi yuridisnya, yang dalam akhirnya menyebabkan hak serta kewajiban.

Berdasarkan hal tadi pada atas, akan terlihat hubungan aturan antara pemeritah menjadi pemungut pajak dan warga menjadi pembayar pajak dari hak serta kewajiban tersebut, dalam akhirnya fungsi pajak akan mengadung suatu pengertian antara hak serta kewajiban dalam negara, antara lain:
1. Siapa-siapa harus pajak (subjek pajak)
2. Objek-objek apa yg dikenakan (objek pajak)
3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
4. Timbulnya dan hapusnya hutan pajak
5. Cara penagihan pajak

Untuk membangun fungsi pajak dalam aturan pajak adalah berkaitan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan warga sebagai harus pajak, dalam kaitan ini dapat menaruh suatu pengertian tentang interaksi aturan pajak menggunakan pajak (Rochmat Soemitro, 1990: 23). Selanjutnya Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa Hukum pajak artinya formasi peraturan-peraturan yang mengatur interaksi antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat menjadi pembayar pajak. Dengan lain perkataan hukum pajak menampakan siapa-siapa wajib pajak (subjek) dan apa kewajiban-kewajiban mareka terhadap pemerintah, objek apa yang dikenakan pajak, timbulnya dan hapusnya hutang pajak, cara penagihan serta cara mengajukan keberatan-keberatan dan lain sebagainya.

Selanjutnya, mengatakan bahwa hukum pajak mempunyai kedudukan di antara banyak sekali hukum, diantaranya (Mardiasmo, 1996: 05 ):
1. Hukum perdata, yaitu mengatur hubungan antara satu individu menggunakan lainnya
2. Hukum publik, yaitu mengatur interaksi antara pemerintah dengan rakyatnya.

Berdasarkan hal ini interaksi hukum pajak merupakan terletak di bidang hukum publik, karena mengatur interaksi aturan antara pemerintah menggunakan rakyatnya. Dengan demikian aturan pajak merupakan bagian menurut publik dengan memperhatikan ajaran Lex Specialis derogat Lex Generalis, sebab peraturan khusus lebih diutamakan menurut peraturan generik. 

Bertitik tolak menurut kerangka tadi di atas, maka interaksi aturan pajak secara umum masih ada menurut beberapa aspek hukum. Artinya, secara sempit aturan pajak diatur sang hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi) sebab hukum pajak mengatur hubungan antara masyarakat dengan pemerintah sebagai pelaksana publik. Sebagai gosip sentral pada karya ilmiah ini merupakan pemungutan pajak oleh negara terhadap kekayaan dihubungkan menggunakan surat warta fiskal.

I. PERUMUSAN MASALAH
Adapun pertarungan yang akan pada bahas pada karya ilmiah ini merupakan :
1. Hubungan surat keterangan fiskal menggunakan pajak penghasilan
2. Kedudukan Hukum Pajak Dilihat Surat Keterangan Fiskal
3. Peranan Surat Keterangan Fiskal Dalam Pemungutan Pajak Penghasilan

II. PEMBAHASAN
A . Hubungan Surat Keterangan Fiskal dengan Pajak Penghasilan
Negara Indonesia sebagai negara aturan bersarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjunjung tinggi hak serta kewajiban setiap orang. Salah satu berdasarkan kewajiban tersebut adalah pada bidang perpajakan, yang pembayarannya bertujuan buat kegontongroyongan buat pembangunan nasional. Pembayaran pajak ini adalah perwujudan pembiayaan negara dalam rangka tugas-tugas publik. Salah satu pembayaran pajak yang berpotensi buat digali adalah terhadap orang yg bertolak ke luar negeri, sang karena itu perlu dilakukan supervisi oleh instansi terkait baik secara fungsional juga secara struktural pada bawah koordinasi Menteri Keuangan. 

Pengawasan ini bertujuan buat menaikkan hubungan surat berita fiskal menggunakan harus pajak yang akan bertolak ke luar negeri. Kalau diperhatikan secara yuridis interaksi surat warta fiskal dengan pajak penghasilan tertuang pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yg mengatur, bahwa: "Bagi harus pajak orang langsung yg bertolak ke luar negeri harus membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah". Hubungan ini adalah interaksi antara hak dan kewajiban pada bidang hukum pajak misalnya sudah diatur dalam undang-undang pajak penghasilan. Pajak ini dikenakan kepada orang eksklusif yang akan bertolak ke luar negeri, sebagai akibatnya sebelum keberangkatannya terlebih dahulu yg bersangkutan wajib harus melunasi pajaknya menurut surat setoran pajak untuk menerima surat informasi fiskal berdasarkan Kantor pelayanan pajak. 

Tujuan yg hendak diwujudkan pada konteks ini adalah buat menaikkan penerimaan negara dari sektor pajak penghasilan melalui surat informasi fiskal. Pemerintah menjadi pemungut pajak dapat mengkaitkan dengan surat setoran pajak. Secara yuridis hal ini bertujuan untuk menaikkan pencerahan harus pajak terhadap kewajibannya pada pembayaran pajak. Di samping itu juga buat meningkatkan pencerahan aturan harus pajak terhadap peraturan perundang-undangan pada bidang perpajakan nasional. 

Berdasarkan hal tadi, akan terlihat interaksi surat keterangan fiskal dengan pajak penghasilan yang mekanisme pemungutannya bisa dilakukan melalui beberapa cara, antara lain:
1. Mempergunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan menyetorkannya dalam Bank Persepsi atau Kantor Pos pada tempat pemberangkatan,
2. Mempergunakan pertanda bukti pembayaran fiskal luar negeri dilakukan melalui: 
a. Bank Persepsi yg ditunjuk adalah loka perlunasan fiskal luar negeri menjadi unit pelaksana fiskal luar negeri,
b. Pembayaran dapat dilakukan dalam Bank Persepsi menjadi unit pelaksana fiskal luar negeri pada kota pelabuhan loka pemberangkatan,
c. Unit pelaksana fiskal luar negeri menyerahkan lembaran:
1) Untuk yg bersangkutan,
2) Diserahkan kepada pihak imigrasi pada saat pemberangkatan, dan
3) Merupakan arsip bagi Bank Persepsi atau Kantor Pos serta Giro.

Memperhatikan prosedur pembayaran fiskal ke luar negeri tadi, pengaturannya dilakukan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 477/KMK.02/2002 dan adalah tindak lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003. Berdasarkan hal ini surat keterangan fiscal memiliki peranan dalam menentukan pajak penghasilan yang berlandaskan "Tatbestand" merupakan utang pajak timbul berdasarkan undang-undang. Mengacu dalam hal tersebut pada atas, bahwa surat liputan fiskal adalah kewajiban wajib pajak buat bertolak ke luar negeri berdasarkan surat setoran pajak (SSP) yang adalah keliru kondisi mutlak dalam aplikasi hadiah surat berita fiskal. 

Seiring menggunakan interaksi tersebut, terhadap pajak penghasilan bagi orang eksklusif yang bertolak ke luar negeri pembayarannya dapat dilakukan menjadi berikut:
1. Pembayaran pajak penghasilan yg dilakukan sang orang eksklusif yang bertolak ke luar negeri dilakukan menggunakan memakai Surat Setoran Pajak (SSP) atau menggunakan melunasi Tanda Bukti Fiskal Luar Negeri (TBFLN),
2. Pembayaran pajak penghasilan dengan mengunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dilakukan waktu pemberangkatan,
3. Pembayaran pajak penghasilan dengan memakai TBFLN wajib dilakukan pada unit pelaksana fiskal luar negeri di pelabuhan loka peberangkatan serta ditentukan oleh Dirjen Pajak.

Berdasarkan beberapa ketentuan pada atas, maka akan terlihat bahwa interaksi surat liputan fiskal menggunakan pajak penghasilan merupakan klasifikasi menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 yg mengungkapkan: Surat kabar fiskal diterbitkan sang Kantor pelayanan pajak terhadap orang yang bertolak ke luar negeri. Jika dianalisis secara yuridis administratif merupakan bertujuan buat menertibkan administrasi wajib pajak penghasilan agar jangan melepaskan tanggung jawabnya dalam negara melalui pembayaran pajak secara lansung menggunakan bertolak ke luar negeri.

B. Kedudukan Hukum Pajak Dilihat Surat Keterangan Fiskal
Hukum pajak menganut paham imperatif, adalah pelaksanaannya tidak bisa ditunda. Oleh karena itu pengenaan pajak didasarkan dalam objek (penghasilan yang nyata) sebagai akibatnya pemungutannya dilakukan dari penghasilan yang sesungguhnya sinkron menggunakan ajaran yang mengatur tentang ada serta hapusnya utang pajak, di antaranya:
1. Ajaran Formil, yaitu utang pajak muncul lantaran dikeluarkannya surat ketetapan pajak sang fiskus, ajaran ini diterapkan dalam official assessment system, yaitu: Suatu sistem pemungutan yg memberikan kewenangan pada pemerintah (fiskus) buat menentukan besarnya pajak terhutang
2. Ajaran Materiil, yaitu utang pajak muncul lantaran berlakunya undang-undang, merupakan seorang dikenakan pajak karena suatu keadaan serta perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system, yaitu: Suatu sistem pemungutan pajak yg menaruh wewenang kepada harus pajak buat memilih sendiri besarnya pajak terutang.

Dari ajaran pada hukum pajak tersebut, akan terlihat kedudukan hukum pajak bila dikaitkan menggunakan surat warta fiskal, seperti peningkatkan penerimaan pemerintah berdasarkan sektor pajak. Oleh karena itu aturan pajak adalah hukum positif, yang mengatur mengenai orang yg akan bertolak ke luar negeri melalui pembayaran fiskal dengan mempergunakan Surat Setoran Pajak (SSP) kepada Bank dan Kantor Pos serta Giro menurut SPPT yg mareka bayar pada pemerintah.

Berkaitan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), maka kedudukan harus pajak adalah sebagai objek pajak dalam pajak penghasilan, dan surat informasi fiskal adalah subjek pajak yang pembayaran atau penyetoran pajak yg terutang ke negara dilakukan ketempat pembayaran sebagaimana yg sudah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan hal ini, maka fungsi SSP adalah menjadi bukti pada laporan pembayaran pajak. 

Memperhatikan hal ini bahwa kedudukan surat berita fiskal pada aturan pajak adalah merupakan perwujudan berdasarkan aturan fiskal, sedangkan pengertian aturan pajak berdasarkan Santoso Brotodihardjo sebagaimana dikutip sang Rochmat Sumitro "Bahwa hukum pajak yg diklaim hukum fiskal adalah keseluruhan berdasarkan peraturan-peraturan yg mencakup kewenangan pemerintah buat merogoh kekayaan seorang dan menyerahkannya kembali pada masyarakat melalui kas negara" (Rochmat Sumitro, 1993: 50).

Berdasarkan hal tadi pada atas, akan terlihat bahwa kedudukan aturan pajak pada surat liputan fiskal merupakan mengatur tentang pembayaran pajak penghasilan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003. Di samping itu kedudukan surat kabar fiskal dalam aturan pajak akan dapat berfungsi buat mengatur peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak eksklusif supaya bisa berhasil guna serta berdaya guna pada peningkatan penerimaan dalam negeri menurut sektor pajak langsung, khususnya berdasarkan pajak penghasilan dari peraturan perundang-undangan perpajakan nasional.

C. Peranan Surat Keterangan Fiskal dalam Pemungutan Pajak Penghasilan
Hukum pajak dianggap jua hukum fiskal, merupakan merupakan keseluruhan berdasarkan peraturan-peraturan yg mencakup wewenang pemerintah buat merogoh kekayaan seorang dan menyerahkannya kembali kepada warga melalui kas negara, sehinga aturan pajak dianggap jua bagian berdasarkan aturan publik. Menurut P.J.A. Adriani bahwa pajak merupakan iuran pada negara (yang bisa dipaksakan) sang yg membayarnya berdasarkan peraturan-peraturan menggunakan tidak menerima prestasi kembali (Dikutip sang Bohari, 1993: 19). Artinya yang dimaksud dengan aturan pajak merupakan suatu perpaduan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan masyarakat sebagai pembayar pajak. Oleh karenanya yg terkait pada pemungutan pajak, diantaranya:
1. Siapa-siapa harus pajak (subjek pajak)
2. Objek-objek apa yang dikenakan pajak (objek pajak)
3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
4. Timbulnya serta hapusnya hutang pajak
5. Cara penagihan pajak

Memperhatikan hal tersebut, dikaitkan menggunakan pelaksanaan pemungutan surat berita fiskal terhadap orang pribadi yang ke luar negeri adalah bertitik tolak menurut Surat Setoran Pajak (SSP). Surat Setoran Pajak (SSP) merupakan surat yang sang harus pajak digunakan buat melakukan pembayaran atau penyetoran pajak terhutang ke Kas Negara atau ketempat pembayaran lain yg ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 

Berdasarkan SSP ini, maka pemungutan pajak terhadap surat informasi fiskal memegang peranan yg tata cara pembayaran pajaknya dan bisa dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut:
1. Pembayaran pajak penghasilan yg dilakukan sang orang eksklusif yg bertolak ke luar negeri dilakukan menggunakan mengunakan surat setoran pajak atau dengan melunasi pertanda bukti pembayaran fiskal luar negeri
2. Pembayaran pajak penghasilan dengan memakai surat setoran pajak harus dilakukan pada Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro yang terdapat pada kota pelabuhan atau loka pemberangkatan. 
3. Pembayaran pajak penghasilan menggunakan menggunakan pertanda bukti pembayaran fiskal ke luar negeri wajib dilakukan pada unit aplikasi fiskal luar negeri di pelabuhan atau loka pemberangkatan serta di loka lain yang ditentukan sang Direktur Jenderal Pajak.

Bertitik tolak mengenai rapikan cara pembayaran pajak terhadap orang langsung yg akan bertolak ke luar negeri merupakan bertujuan buat menaikkan peranan pajak di semua sektor, termasuk di dalamnya dengan hadiah surat fakta fiskal. Di samping itu pula bertujuan untuk mengali potensi pajak dikaitkan menggunakan pajak penghasilan adalah keliru satu upaya buat semakin tinggi pajak penghasilan sebagai pajak langsung pada perundang-undangan aturan pajak. 

Selanjutnya buat memilih besarnya pajak yang wajib dibayar oleh orang eksklusif yg dimaksud, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 memberikan batasan mengenai wahana yg digunakan oleh harus pajak tersebut pada pembayarnya, yg mengungkapkan:
1. Bagi setiap orang buat setiap kali bertolak ke luar negeri dengan memakai pesawat udara dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp 250.000,00
2. Bagi setiap orang untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan memakai kapal bahari dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp 100.000,00
3. Bagi setiap orang buat setiap kali bertolak ke luar negeri melalui darat dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp 50.000,00

Memperhatikan batasan tadi dikaitkan pajak penghasilan tidak bisa disangkal lagi bahwa surat kabar fiskal memiliki peranan dalam peningkatan penerimaan pajak yang bersumber berdasarkan surat liputan fiskal. Persoalannya, bagaimanakah memasyarakatkan fungsi surat keterangan fiskal tersebut terhadap harus pajak yang akan bertolak ke luar negeri, supaya kedudukan dan fungsinya tercermin pada undang-undang perpajakan nasioanal. Sebab, bila dianalisis bahwa setiap orang yg akan bertolak ke luar negeri dapat saja menghindarkan diri berdasarkan pembayaran pajak. Oleh karenanya diharapkan peningkatan supervisi sang aparatur pada lingkungan Dirjen pajak pada rangka mengali potensi pajak menurut sektor pajak penghasilan yang merupakan bagian berdasarkan pajak eksklusif.

III. PENUTUP
Berdasarkan uraian tadi diatas maka sebagai akhir/penutup menurut tulisan ini dapatlah dirumuskan konklusi menjadi berikut:
1. Surat informasi fiskal memiliki peranan yg strategis pada mengali potensi pajak, khususnya berdasarkan pajak penghasilan buat menambah devisa negara dalam pelaksanaan pembangunan dalam peningkatkan kesejahteraan rakyat yg adil serta makmur. 

2. Terhadap orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri harus membayar fiskal luar negeri sinkron dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yg berlaku pada rangka menaikkan penerimaan pajak menggunakan bekerjasa dengan instansi terkait seperti Bank Persepsi dan Kantor Pos serta Giro dengan pihak Bea dan Cukai pada pelabuhan tempat pemberangkatan.

3. Pembayaran pajak penghasilan melalui surat kabar fiskal adalah usaha pemerintah atau instansi terkait buat menggali potensi pajak dari sektor fiskal ke luar negeri melalui koornidasi menggunakan beberapa instansi terkait .

DAFTAR PUSTAKA
Bohari, H. 1993. Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Bomer Pasaribu. 1988. Strategi Perpajakan Dalam Mendukung Pembangunan, PWI Pusat, Jakarta.

Himpunan Perubahan Undang-undang Perpajakan, Eko Jaya.1994. Jakarta. 

Masdiasmo. 1996. Perpajakan Edisi tiga, Andi Offset, Yogyakarta.

Rochmat Soemitro.1997. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan. Cetakan ke VII, Eresco, Bandung.

————. 1990. Asas-asas Dasar Perpajakan, Eresco Bandung, 1990

————.1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1992

————. 2000. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan 

Santoso Brotodihardjo.R. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Eresco Bandung. 

Zainal Muttaqin. 1992. Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Pajak Terhadap Badan Usaha Milik Negara. Tesis, Program Pascasarjana, Unpad Bandung.

PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN MELALUI SURAT KETERANGAN FISKAL MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Pemungutan Pajak Penghasilan Melalui Surat Keterangan Fiskal Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan 
Negara Indonesia adalah negara hukum atau Rechtsstaat yg mengutamakan prinsip negara kesejahteraan (Welfare State). Dalam mewujudkan negara aturan, secara konstitusional membawa konsekuensi keterlibatan pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan publik yg sangat kompleks, luas ruang lingkupnya serta memasuki hampir seluruh sektor kehidupan. Tugas pelayanan publik tadi memberikan implikasi pengeluaran anggaran negara yang mengharuskan pemerintah buat mengali serta menaikkan asal penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak sebagai perwujudan partisipasi rakyat dalam pencapaian tujuan negara. 

Pajak adalah iuran masyarakat pada kas negara dari undang-undang (yang bisa dipaksakan) menggunakan tiada menerima jasa timbal balik (kontraprestasi) secara pribadi dapat ditunjukan serta yg digunakan buat membayar pengeluaran umum (Rochmat Soemitro,1977 :22). Sementara itu R Santoso Brotodihardjo menyatakan, bahwa pajak merupakan iuran pada negara (yang bisa dipaksakan) yg terhutang sang yang wajib membayarnya dari peraturan-peraturan, dengan tidak menerima prestasi pulang, yang eksklusif dapat ditunjuk dan gunanya merupakan membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara buat menyelegarakan pemerintahan (Santoso Brotodihardjo, 1981: 2 ). 

Berdasarkan hal tadi di atas, bahwa dalam dasarnya pajak adalah pungutan yang bersifat memaksa yang dikenakan sang negara. Dengan perkataan lain, pajak merupakan peralihan kekayaan berdasarkan sektor swasta ke sektor publik, sang karena itu pada pemungutan pajak nir terdapat kontraprestasi. Dari pengertian di atas, sebagaimana dikemukakan sang Mardiasmo maka unsur-unsur aturan pajak berdasarkan merupakan, diantaranya: 
1. Iuran berdasarkan masyarakat pada negara, yg berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang)
2. Beradasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang dan aturan pelaksanaannya
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi menurut negara yg secara lansung bisa ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah
4. Digunakan buat membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang berguna bagi masyarakat luas (Mardiasmo, 1995: 11 ).

Fungsi mengatur dalam aturan pajak dewasa ini sangat krusial peranannya menjadi indera kebijaksanaan pemerintah (fiskal policy) pada penyelenggaraan politik pemerintah. Sebab kaitan pajak, politik serta pembangunan adalah bagian dari pembangunan ekonomi pada penajaman fungsi pajak pada rangka melahirkan fungsi-fungsi baru yang dirangkup sebagai fungsi demokrasi (Bomer Pasaribu, 1988: 72). Dalam negara terbaru fungsi mengatur justru sebagai tujuan politik berdasarkan fungsi pajak, dan fungsi mengatur terletak pada suatu lapangan yg luas bagi perpajakan, baik dalam bidang ekonomi juga pada bidang sosial budaya.

Pajak sebenarnya adalah jiwa negara, sebab tanpa pajak negara nir akan atau sukar hidup, kecuali bila negara itu mempunyai pendapatan berdasarkan sumber alam (minyak, gas bumi, tambang emas serta lain-lain) dan atau menurut perdagangan/industri (Rochmat Soemitro, 1977: 45). Seiring menggunakan hal tadi di atas, dikaitkan menggunakan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 yang mengatur tentang pajak pengahasilan, implementasinya terlihat dalam Pasal 1 huruf (a) UU Nomor 6 Tahun 1983 yg memilih: Wajib pajak merupakan orang eksklusif atau badan yang dari ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan buat melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau mutilasi pajak tertentu. Realitas ini bisa diperhatikan terhadap Pasal 25 ayat (8) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan berkaitan dengan Surat Keterangan Fiskal yg mengungkapkan: Bagi wajib pajak orang pribadi yg bertolak ke luar negeri harus membayar pajak yang ketentuannya diatur menggunakan peraturan pemerintah.

Memperhatikan surat fakta fiskal tadi, dikaitkan dengan pajak pengahasilan bisa adalah suatu sarana buat menaikkan pendapatan negara dari sektor pajak. Surat berita fiskal ini merupakan suatu kebijakan pemerintah terhadap orang yang akan bertolak ke luar negeri serta terakhir diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 477/KMK.02/2002 tentang pengaturan terhadap pajak orang yg akan bertolak ke luar negeri. Rochmat Soemitro (1977), mengemukakan, bahwa aplikasi pemungutan pajak wajib didasarkan kepada anggaran-aturan aturan yg belaku tentang pajak. Berdasarkan hal ini bisa dikatakan bahwa aturan pajak adalah menitikberatkan dalam pendekatannya dari segi yuridisnya, yg pada akhirnya mengakibatkan hak serta kewajiban.

Berdasarkan hal tersebut di atas, akan terlihat interaksi hukum antara pemeritah sebagai pemungut pajak dan rakyat menjadi pembayar pajak dari hak dan kewajiban tersebut, pada akhirnya fungsi pajak akan mengadung suatu pengertian antara hak dan kewajiban pada negara, diantaranya:
1. Siapa-siapa wajib pajak (subjek pajak)
2. Objek-objek apa yg dikenakan (objek pajak)
3. Kewajiban harus pajak terhadap pemerintah
4. Timbulnya dan hapusnya hutan pajak
5. Cara penagihan pajak

Untuk membentuk fungsi pajak dalam aturan pajak adalah berkaitan antara pemerintah menjadi pemungut pajak dan masyarakat sebagai harus pajak, pada kaitan ini dapat memberikan suatu pengertian mengenai interaksi hukum pajak menggunakan pajak (Rochmat Soemitro, 1990: 23). Selanjutnya Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa Hukum pajak ialah perpaduan peraturan-peraturan yang mengatur interaksi antara pemerintah menjadi pemungut pajak serta rakyat menjadi pembayar pajak. Dengan lain perkataan hukum pajak menerangkan siapa-siapa wajib pajak (subjek) dan apa kewajiban-kewajiban mareka terhadap pemerintah, objek apa yg dikenakan pajak, timbulnya dan hapusnya hutang pajak, cara penagihan serta cara mengajukan keberatan-keberatan dan lain sebagainya.

Selanjutnya, mengatakan bahwa aturan pajak mempunyai kedudukan pada antara aneka macam aturan, diantaranya (Mardiasmo, 1996: 05 ):
1. Hukum perdata, yaitu mengatur interaksi antara satu individu menggunakan lainnya
2. Hukum publik, yaitu mengatur hubungan antara pemerintah menggunakan rakyatnya.

Berdasarkan hal ini interaksi hukum pajak adalah terletak di bidang aturan publik, lantaran mengatur interaksi aturan antara pemerintah menggunakan rakyatnya. Dengan demikian hukum pajak merupakan bagian dari publik dengan memperhatikan ajaran Lex Specialis derogat Lex Generalis, sebab peraturan khusus lebih diutamakan menurut peraturan umum. 

Bertitik tolak menurut kerangka tadi di atas, maka interaksi aturan pajak secara umum masih ada berdasarkan beberapa aspek aturan. Artinya, secara sempit hukum pajak diatur sang hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi) karena aturan pajak mengatur interaksi antara masyarakat menggunakan pemerintah menjadi pelaksana publik. Sebagai info sentral dalam karya ilmiah ini adalah pemungutan pajak sang negara terhadap kekayaan dihubungkan dengan surat liputan fiskal.

I. PERUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan pada bahas pada karya ilmiah ini adalah :
1. Hubungan surat keterangan fiskal menggunakan pajak penghasilan
2. Kedudukan Hukum Pajak Dilihat Surat Keterangan Fiskal
3. Peranan Surat Keterangan Fiskal Dalam Pemungutan Pajak Penghasilan

II. PEMBAHASAN
A . Hubungan Surat Keterangan Fiskal dengan Pajak Penghasilan
Negara Indonesia menjadi negara aturan bersarkan Pancasila dan UUD 1945 menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Salah satu menurut kewajiban tersebut merupakan di bidang perpajakan, yg pembayarannya bertujuan buat kegontongroyongan buat pembangunan nasional. Pembayaran pajak ini adalah perwujudan pembiayaan negara dalam rangka tugas-tugas publik. Salah satu pembayaran pajak yang berpotensi buat digali merupakan terhadap orang yg bertolak ke luar negeri, sang karenanya perlu dilakukan pengawasan oleh instansi terkait baik secara fungsional juga secara struktural pada bawah koordinasi Menteri Keuangan. 

Pengawasan ini bertujuan untuk menaikkan hubungan surat keterangan fiskal menggunakan harus pajak yg akan bertolak ke luar negeri. Kalau diperhatikan secara yuridis hubungan surat warta fiskal menggunakan pajak penghasilan tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang mengatur, bahwa: "Bagi harus pajak orang eksklusif yang bertolak ke luar negeri harus membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah". Hubungan ini merupakan interaksi antara hak serta kewajiban dalam bidang hukum pajak misalnya telah diatur pada undang-undang pajak penghasilan. Pajak ini dikenakan kepada orang eksklusif yg akan bertolak ke luar negeri, sehingga sebelum keberangkatannya terlebih dahulu yg bersangkutan harus harus melunasi pajaknya menurut surat setoran pajak buat mendapat surat kabar fiskal menurut Kantor pelayanan pajak. 

Tujuan yang hendak diwujudkan dalam konteks ini merupakan buat menaikkan penerimaan negara berdasarkan sektor pajak penghasilan melalui surat informasi fiskal. Pemerintah sebagai pemungut pajak dapat mengkaitkan dengan surat setoran pajak. Secara yuridis hal ini bertujuan buat menaikkan kesadaran wajib pajak terhadap kewajibannya dalam pembayaran pajak. Di samping itu pula buat mempertinggi pencerahan aturan harus pajak terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan nasional. 

Berdasarkan hal tersebut, akan terlihat hubungan surat warta fiskal menggunakan pajak penghasilan yang prosedur pemungutannya bisa dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya:
1. Mempergunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan menyetorkannya dalam Bank Persepsi atau Kantor Pos di loka pemberangkatan,
2. Mempergunakan pertanda bukti pembayaran fiskal luar negeri dilakukan melalui: 
a. Bank Persepsi yang ditunjuk adalah loka perlunasan fiskal luar negeri menjadi unit pelaksana fiskal luar negeri,
b. Pembayaran dapat dilakukan dalam Bank Persepsi sebagai unit pelaksana fiskal luar negeri di kota pelabuhan tempat pemberangkatan,
c. Unit pelaksana fiskal luar negeri menyerahkan lembaran:
1) Untuk yang bersangkutan,
2) Diserahkan kepada pihak imigrasi dalam ketika pemberangkatan, dan
3) Merupakan file bagi Bank Persepsi atau Kantor Pos serta Giro.

Memperhatikan prosedur pembayaran fiskal ke luar negeri tadi, pengaturannya dilakukan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 477/KMK.02/2002 dan merupakan tindak lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003. Berdasarkan hal ini surat informasi fiscal mempunyai peranan pada menentukan pajak penghasilan yang berlandaskan "Tatbestand" merupakan utang pajak ada menurut undang-undang. Mengacu dalam hal tersebut pada atas, bahwa surat kabar fiskal merupakan kewajiban wajib pajak buat bertolak ke luar negeri dari surat setoran pajak (SSP) yang merupakan salah syarat absolut dalam aplikasi pemberian surat berita fiskal. 

Seiring menggunakan hubungan tadi, terhadap pajak penghasilan bagi orang langsung yang bertolak ke luar negeri pembayarannya bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Pembayaran pajak penghasilan yang dilakukan sang orang pribadi yg bertolak ke luar negeri dilakukan menggunakan memakai Surat Setoran Pajak (SSP) atau menggunakan melunasi Tanda Bukti Fiskal Luar Negeri (TBFLN),
2. Pembayaran pajak penghasilan menggunakan mengunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dilakukan waktu pemberangkatan,
3. Pembayaran pajak penghasilan dengan memakai TBFLN harus dilakukan pada unit pelaksana fiskal luar negeri di pelabuhan tempat peberangkatan dan dipengaruhi sang Dirjen Pajak.

Berdasarkan beberapa ketentuan pada atas, maka akan terlihat bahwa hubungan surat keterangan fiskal dengan pajak penghasilan adalah penjabaran dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 yg menjelaskan: Surat fakta fiskal diterbitkan oleh Kantor pelayanan pajak terhadap orang yg bertolak ke luar negeri. Apabila dianalisis secara yuridis administratif adalah bertujuan untuk menertibkan administrasi wajib pajak penghasilan agar jangan melepaskan tanggung jawabnya pada negara melalui pembayaran pajak secara lansung menggunakan bertolak ke luar negeri.

B. Kedudukan Hukum Pajak Dilihat Surat Keterangan Fiskal
Hukum pajak menganut paham imperatif, ialah pelaksanaannya tidak bisa ditunda. Oleh karena itu pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang konkret) sebagai akibatnya pemungutannya dilakukan berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya sesuai menggunakan ajaran yang mengatur tentang muncul dan hapusnya utang pajak, di antaranya:
1. Ajaran Formil, yaitu utang pajak muncul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus, ajaran ini diterapkan pada official assessment system, yaitu: Suatu sistem pemungutan yang menaruh wewenang kepada pemerintah (fiskus) buat memilih besarnya pajak terhutang
2. Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang, adalah seseorang dikenakan pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system, yaitu: Suatu sistem pemungutan pajak yang menaruh wewenang pada harus pajak buat menentukan sendiri besarnya pajak terutang.

Dari ajaran dalam aturan pajak tadi, akan terlihat kedudukan hukum pajak bila dikaitkan menggunakan surat keterangan fiskal, misalnya peningkatkan penerimaan pemerintah dari sektor pajak. Oleh karenanya hukum pajak adalah hukum positif, yang mengatur tentang orang yang akan bertolak ke luar negeri melalui pembayaran fiskal dengan mempergunakan Surat Setoran Pajak (SSP) kepada Bank dan Kantor Pos serta Giro dari SPPT yg mareka bayar kepada pemerintah.

Berkaitan dengan Surat Setoran Pajak (SSP), maka kedudukan wajib pajak merupakan sebagai objek pajak pada pajak penghasilan, serta surat keterangan fiskal merupakan subjek pajak yang pembayaran atau penyetoran pajak yg terutang ke negara dilakukan ketempat pembayaran sebagaimana yg telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan hal ini, maka fungsi SSP merupakan menjadi bukti pada laporan pembayaran pajak. 

Memperhatikan hal ini bahwa kedudukan surat berita fiskal pada aturan pajak adalah adalah perwujudan berdasarkan hukum fiskal, sedangkan pengertian hukum pajak menurut Santoso Brotodihardjo sebagaimana dikutip oleh Rochmat Sumitro "Bahwa aturan pajak yang diklaim aturan fiskal adalah keseluruhan berdasarkan peraturan-peraturan yg meliputi kewenangan pemerintah buat mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya pulang pada rakyat melalui kas negara" (Rochmat Sumitro, 1993: 50).

Berdasarkan hal tersebut pada atas, akan terlihat bahwa kedudukan hukum pajak dalam surat warta fiskal merupakan mengatur tentang pembayaran pajak penghasilan sebagaimana yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003. Di samping itu kedudukan surat liputan fiskal dalam hukum pajak akan bisa berfungsi buat mengatur peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak eksklusif agar bisa berhasil guna serta berdaya guna pada peningkatan penerimaan dalam negeri menurut sektor pajak langsung, khususnya berdasarkan pajak penghasilan dari peraturan perundang-undangan perpajakan nasional.

C. Peranan Surat Keterangan Fiskal pada Pemungutan Pajak Penghasilan
Hukum pajak disebut pula hukum fiskal, ialah adalah keseluruhan menurut peraturan-peraturan yang mencakup kewenangan pemerintah buat mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya balik pada rakyat melalui kas negara, sehinga aturan pajak disebut pula bagian dari aturan publik. Menurut P.J.A. Adriani bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yg bisa dipaksakan) sang yang membayarnya dari peraturan-peraturan dengan tidak menerima prestasi pulang (Dikutip sang Bohari, 1993: 19). Artinya yang dimaksud dengan aturan pajak adalah suatu perpaduan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah menjadi pemungut pajak serta rakyat sebagai pembayar pajak. Oleh karena itu yang terkait dalam pemungutan pajak, diantaranya:
1. Siapa-siapa wajib pajak (subjek pajak)
2. Objek-objek apa yang dikenakan pajak (objek pajak)
3. Kewajiban harus pajak terhadap pemerintah
4. Timbulnya dan hapusnya hutang pajak
5. Cara penagihan pajak

Memperhatikan hal tadi, dikaitkan menggunakan pelaksanaan pemungutan surat liputan fiskal terhadap orang eksklusif yg ke luar negeri adalah bertitik tolak dari Surat Setoran Pajak (SSP). Surat Setoran Pajak (SSP) merupakan surat yang oleh harus pajak digunakan buat melakukan pembayaran atau penyetoran pajak terhutang ke Kas Negara atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 

Berdasarkan SSP ini, maka pemungutan pajak terhadap surat kabar fiskal memegang peranan yg tata cara pembayaran pajaknya dan bisa dilakukan melalui hal-hal menjadi berikut:
1. Pembayaran pajak penghasilan yang dilakukan oleh orang langsung yg bertolak ke luar negeri dilakukan dengan mengunakan surat setoran pajak atau dengan melunasi pertanda bukti pembayaran fiskal luar negeri
2. Pembayaran pajak penghasilan dengan memakai surat setoran pajak wajib dilakukan dalam Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro yang terdapat di kota pelabuhan atau loka pemberangkatan. 
3. Pembayaran pajak penghasilan dengan memakai pertanda bukti pembayaran fiskal ke luar negeri wajib dilakukan pada unit pelaksanaan fiskal luar negeri pada pelabuhan atau loka pemberangkatan dan di tempat lain yg dipengaruhi sang Direktur Jenderal Pajak.

Bertitik tolak mengenai tata cara pembayaran pajak terhadap orang eksklusif yg akan bertolak ke luar negeri adalah bertujuan buat menaikkan peranan pajak pada seluruh sektor, termasuk di dalamnya menggunakan anugerah surat keterangan fiskal. Di samping itu jua bertujuan buat mengali potensi pajak dikaitkan menggunakan pajak penghasilan merupakan galat satu upaya buat semakin tinggi pajak penghasilan sebagai pajak langsung pada perundang-undangan aturan pajak. 

Selanjutnya buat memilih besarnya pajak yg harus dibayar sang orang pribadi yg dimaksud, dari Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 menaruh batasan tentang wahana yang digunakan sang wajib pajak tadi pada pembayarnya, yang menyebutkan:
1. Bagi setiap orang buat setiap kali bertolak ke luar negeri dengan memakai pesawat udara dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp 250.000,00
2. Bagi setiap orang buat setiap kali bertolak ke luar negeri menggunakan memakai kapal laut dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp 100.000,00
3. Bagi setiap orang buat setiap kali bertolak ke luar negeri melalui darat dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp 50.000,00

Memperhatikan batasan tersebut dikaitkan pajak penghasilan nir bisa disangkal lagi bahwa surat kabar fiskal memiliki peranan pada peningkatan penerimaan pajak yang bersumber berdasarkan surat warta fiskal. Persoalannya, bagaimanakah memasyarakatkan fungsi surat warta fiskal tadi terhadap wajib pajak yang akan bertolak ke luar negeri, agar kedudukan serta fungsinya tercermin pada undang-undang perpajakan nasioanal. Sebab, bila dianalisis bahwa setiap orang yg akan bertolak ke luar negeri dapat saja menghindarkan diri dari pembayaran pajak. Oleh karenanya diperlukan peningkatan pengawasan oleh aparatur pada lingkungan Dirjen pajak dalam rangka mengali potensi pajak menurut sektor pajak penghasilan yang merupakan bagian berdasarkan pajak pribadi.

III. PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka menjadi akhir/epilog berdasarkan goresan pena ini dapatlah dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Surat fakta fiskal mempunyai peranan yang strategis pada mengali potensi pajak, khususnya menurut pajak penghasilan buat menambah devisa negara dalam aplikasi pembangunan pada peningkatkan kesejahteraan warga yang adil serta makmur. 

2. Terhadap orang langsung yang akan bertolak ke luar negeri harus membayar fiskal luar negeri sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yg berlaku pada rangka menaikkan penerimaan pajak dengan bekerjasa menggunakan instansi terkait seperti Bank Persepsi serta Kantor Pos dan Giro dengan pihak Bea dan Cukai di pelabuhan tempat pemberangkatan.

3. Pembayaran pajak penghasilan melalui surat berita fiskal merupakan usaha pemerintah atau instansi terkait buat menggali potensi pajak menurut sektor fiskal ke luar negeri melalui koornidasi menggunakan beberapa instansi terkait .

DAFTAR PUSTAKA
Bohari, H. 1993. Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Bomer Pasaribu. 1988. Strategi Perpajakan Dalam Mendukung Pembangunan, PWI Pusat, Jakarta.

Himpunan Perubahan Undang-undang Perpajakan, Eko Jaya.1994. Jakarta. 

Masdiasmo. 1996. Perpajakan Edisi tiga, Andi Offset, Yogyakarta.

Rochmat Soemitro.1997. Dasar-dasar Hukum Pajak serta Pajak Pendapatan. Cetakan ke VII, Eresco, Bandung.

————. 1990. Asas-asas Dasar Perpajakan, Eresco Bandung, 1990

————.1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1992

————. 2000. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan 

Santoso Brotodihardjo.R. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Eresco Bandung. 

Zainal Muttaqin. 1992. Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Pajak Terhadap Badan Usaha Milik Negara. Tesis, Program Pascasarjana, Unpad Bandung.

EKSISTENSI DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Eksistensi Dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam
Pengertian Cara Belajar
Dalam kamus bahasa Indonesia, cara merupakan jalan ( anggaran, sistem ) melakukan ( berbuat ) sesuatu, gaya, ragam, norma kebiasaan, usaha atau ikhtiar. Sedangkan belajar merupakan suatu proses bisnis yang pada lakukan seseorang buat memperoleh suatu perubahan tingkah laris yang baru secara holistik, menjadi hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi menggunakan lingkungannya.

Dengan demikian cara belajar anak didik yang di maksud sang penulis, merupakan perilaku individu murid yang lebih spesifik berkaitan menggunakan bisnis yg sedang atau telah biasa dilakukan sang murid buat memperoleh ilmu pengetahuan. 

Pada umumnya setiap orang pada melakukan suatu usaha terpengaruh oleh efisiensi. Efisiensi adalah sebuah pengertaian atau konsepsi yanag mengggambarkan perbandingan terbaik antara suatu usaha menggunakan hasilnya, yaitu kalau output yg diinginkan dapat tercapai menggunakan bisnis terkecil, atau menggunakan usaha eksklusif memberikan kwalitas dan kwantitas output terbesar

Pengertian tersebut bisa diterapkan pada banyak sekali bidang kegiatan termasuk usaha belajar. Apabila diterapkan dalam belajar, maka terdapatlah efisiensi belajar, yaitu perbandingan terbaik antara suatu bisnis belajar menggunakan hasilnya yang dicapai. ( The Liang Gie, 1985:14 ). 

Adapun dari Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam ( 1980 : 220 ) mengartikan cara belajar yang efisien, yaitu cara belajar yg tepat, simpel, irit, terarah, sinkron menggunakan situasi dan tuntutan yang ada guna mencapai tujuan belajar. 

Masing masing anak didik memiliki potensi, kemampuan, situasi, kondisi dan latar belakang individu yg berbeda beda. Dengan istilah lain, murid itu adalah individualitas yang unik. Sehingga cara belajarpun sebagai berbeda beda pula sesuai menggunakan apa adanya murid. Tugas siswa selanjutnya adalah mengembangkan dirinya, sehingga menemukan cara belajar yg cocok bagi dirinya. Bimbingan guru pada hal ini amat di perlukan. Dengan anugerah bimbingan menurut guru, anak didik akan mengenal dirinya dan segala yg memungkinkan dirinya bisa berkembang secara utuh dan menemukan gaya belajarnya sendiri. Penemuan itu wajib secepatnya dia peroleh karena tuntutan belajar itu makin usang makin semakin tinggi serta makin kompleks. 

Supaya cara belajar yg efisien tersebut dapat pada terapkan pada masing masing murid, maka murid perlu buat terus dimotivasi baik secara mental maupun psikomotorik sang guru atau orang tua. Lantaran Syaiful Bahri Djamarah (2002 : 9 ) menjelaskan, bahwa rahasia sukses belajar terletak dalam pemikiran sikap mental cendekia serta satu kata kunci, yaitu penguasaan cara belajar yang baik menjadi penuntun ke arah dominasi ilmu yg optimal.

Setelah anak didik dapat memilih serta memposisikan dirinya pada kondisi yang kondusif, maka siswa perlu menggunakan cara belajar yang efektif.

Berdasarkan syarat belajarnya, cara belajar mencakup cara belajar pada tempat tinggal , di sekolah serta cara belajar beserta (kelompok)

a. Cara belajar berdikari di rumah
1. Pemenuhan fasilitas serta perabot belajar
Fasilitas serta perabot belajar merupakan indera perlengkapan belajar yang krusial untuk dipenuhi oleh seseorang pelajar, lantaran bila nir terpenuhi bisa menimbulkan dampak negatif bagi kelancaran proses belajar. Proses belajar dapat berhenti dan setidaknya mengganggu motivasi dan konsentrasi pada belajar.

Fasilitas belajar ini berdasarkan The Liang Gie (1985 :43), terdiri menurut peralatan tulis serta perabot buat kamar yaitu meja, kursi dan lemari kitab .

2. Mengatur waktu belajar
Agar belajar bisa berjalan menggunakan baik serta berhasil, perlulah murid mempunyai jadwal yg baik serta bisa melaksanakannya dengan teratur serta disiplin. Adapun cara buat menciptakan jadwal yg baik, adalah :

3. Membaca buku
Kegiatan membaca merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar. Dan persoalannya yg primer saat beliau sudah dapat membaca artinya bagaimana cara membaca yang baik serta efisien.

Hary dexter Kitson dalam bukunya How to use Your Mind, Yang dikutip the Liang Gie (1985; 94), mengemukakan ketentuan-ketentuan mengenai reading hygiene :
a. Sewaktu membaca hendaknya pembaca sekali-kali memejamkan matanya atau melihat ke loka yg jauh.
b. Cahaya penerang hendaknya datang berdasarkan arah belakang
c. Pada pagina buku tidak masih ada bayangan
d. Buku dipegang oleh tangan serta nir terletak mendatar diatas permukaan meja.

Terhadap ketentuan-ketentuan diatas ditambahkan hal-hal berikut ini 
e. Ada cahaya penerangan yang cukup, tidak terlalu gelap dan tidak terlalu terang sebagai akibatnya menyilaukan dan bergetar.
f. Jarak antara mata serta yg dibaca kira-kira 25-30 cm
g. Tidak sembari tiduran
h. Beristirahat sementara waktu, kira-kira 1/4 jam sehabis membaca selama satu sampai satu setengah jam.

Langkah pertama (survei), siswa mengusut atau meneliti secara singkat semua struktur teks. Tujuannya agar anak didik mengetahui panjangnya teks, judul bagian, judul sub bagian, istilah serta kata kunci, serta sebagainya. Dalam melakukan survei ini siswa dianjurkan menyiapkan pensil, kertas dan indera pembuat ciri, misalnya stabilo buat menandai bagian-bagian eksklusif yg krusial.

Langkah kedua (question), anak didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kentara, singkat serta relevan menggunakan bagian-bagian teks yg sudah ditandai dalam langkah pertama.

Langkah yang ketiga (Read), siswa membaca secara aktif pada rangka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. Membaca secara aktif berarti membaca yg difokuskan pada paragraf-paragraf yg diperkirakan relevan dengan pertanyaan tadi.

Langkah selanjutnya recite, siswa menyebutkan lagi jawaban atas pertanyaan yg sudah tersusun.
Dan langkah terakhir review, siswa meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawaban secara singkat. (Muhibbin Syah, 2004: 141). Apabila materi telah tersusun pada sebuah modul, maka hal ini lebih memudahkan bagi siswa, karena materi telah tersusun pada sebuah kompendium, tetapi buat menguatkan pemahaman serta memotivasi keingintahuan tentang materi itu, maka boleh menggunakan metode tersebut.

4. Membuat Ringkasan
Kegiatan ini tidak kalah pentingnya berdasarkan seluruh aktivitas belajar anak didik. Siswa menciptakan kompendium merupakan bertujuan buat memudahkannya pada menghafal dan mengulangi pelajaran.

Adapun langkah-langkah membuat kompendium yang baik, merupakan :
a. Membaca pelajaran yg akan diringkas dengan penuh perhatian, pengertian dan konsentrasi sembari memberi pertanda-tanda pada hal-hal yg dipercaya pokok serta penting. Dalam hal ini murid dapat menggarisbawahi kalimat-kalimat penting atau memakai stabilo atau menuliskan kata-istilah kunci pada pinggir paragraf.
b. Membuat kerangka kompendium dengan membaca sekali lagi serta menuliskan pada atas kertas hal-hal yg sudah ditandai.
c. Membaca kalimat-kalimat yang telah ditulis di kertas tersebut sambil menyelipkan istilah-istilah atau pertanda-tanda penghubung yg perlu, sehingga terdapat pertalian yang erat antara kalimat-kalimat itu.
d. Kalu masih tebal halaman luas serta banyak, maka tulisan tersebut bisa dipersempit menggunakan mengambil utama-pokoknya saja serta menghilangkan hal-hal yang dipercaya kecil atau kurang penting. (Judi Al Falansani serta Fauzan Naif,2002: 38).

5. Menghafal Bahan Pelajaran
Dalam belajar, menghafal adalah salah satu aktivitas pada rangka penguasaan bahan pelajaran.

Ada beberapa syarat buat bisa menghafal menggunakan baik, yaitu:
a. Menyadari sepenuhnya tujuan belajar
b. Mengetahui benar -betul mengenai makna bahan yang dihafal
c. Mencurahkan perhatian sepenuhnya sewaktu menghafal
d. Menghafal secara teratur sesuai kondisi badan yang sebaik-baiknya dan daya serap otak terhadap bahan yg harus dihafal. (Slamento, 1995: 86).

Sedangkan berkaitan menggunakan metode menghafal supaya sesuai menggunakan karakter siswa dibagi menjadi tiga macam :
a. Menghafal melalui pandangan. Bahan pelajaran dibaca pada dalam batin penuh perhatian sambil otak bekerja buat mengingat-jangan lupa. Dapat jua dengan cara menciptakan catatan akbar yg menarik, lalu disampingkan atau ditempelkan pada loka-tempat yg sering dicermati.
b. Menghafal menggunakan telinga melalui penyimakan sendiri. Siswa dapat memakai cara lain yang bertujuan sama, seperti menyuruh temannya membacakan ringkasan atau mendengarkan rekaman kaset yg dibuat sendiri.
c. Menghafal malalui gerakan-gerakan tangan, yatu menggunakan menulis-nulis kompendium berulang-ulang hingga hafal atau menggerakkan jari tangan sambil berfikir.

Ada pula metode yg lain, yaitu metode cantol, metode lokasi, akronim serta kalimat-kalimat kreatif 

Metode cantol digunakan buat menghafal daftar apa saja. Caranya, yaitu menggunakan mencocokkan angka-angka menggunakan istilah-kata berirama sama atau petunjuk-petunjuk visual tertentu. Contohnya paku mirip dengan bunyi satu dan paku menyerupai nomor satu.

Metode lokasi adalah metode yg menggunakan loka yang paling dikenal dan paling mengesankan menjadi contoh (1) pendahuluan tentang hal yg akan dipelajari (dituliskan di pintu depan), (2) Tombol lampu membicarakan dan meyoroti mengenai karakteristik-ciri khusus suatu informasi, konsep atau suatu prinsip pada materi yang sedang dipelajari, dan seterusnya.

Akronim atau singkatan adalah istilah yang dibentuk dari alfabet atau huruf-alfabet awal atau masing-masing bagian menurut sekelompok kata atau istilah adonan Misalnya, Program Pembangunan Lima Tahun di Indonesia disebut PELITA. PSSI merupakan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia.

Sedangkan kalimat-kalimat kreatif digunakan buat menghafal kata-kata yang berurutan, model : buat menghafal susunan planet maka bisa menggunakan kalimat kreatif yaitu Memainkan Violin Bisa Memunculkan Jalinan Suara Unik Tetapi Pasti (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Uranus, Neptunus, Pluto).

6. Mengulangi Bahan Pelajaran
Siswa sepulang sekolah jangan lupa buat mengulangi bahan pelajarannya pada tempat tinggal , karena nir semua bahan ajar yg disampaikan guru terkesan dengan baik.

Cara mengulangi bahan pelajaran adalah menggunakan cara membaca kembali catatan yang sudah ditulis ketika guru sedang memperlihatkan pelajran, atau bila bahan pelajaran berupa tatacara, cara menghafalnya merupakan menggunakan cara mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari supaya pelajaran tetap pada ingatan.

7. Mengerjakan Tugas
Selama belajar, murid tidak akan pernah terlepas dari keharusan mengerjakan tugas-tugas belajar, baik itu tugas harian, pekerjaan tempat tinggal , tugas semesteran, tugas grup maupun tugas individu. Siswa wajib mengerjakan sinkron perintah pengajar menggunakan sempurna waktu. Mengabaikan tugas tadi boleh jadi murid akan menerima sangsi berdasarkan guru.

8. Persiapan Menghadapi Ujian
Dalam menghadapi ujian, murid wajib mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah-kasus perbaikan buat mengingat kembali bahan-bahan yg telah dipelajari dengan cara membaca balik , memperbaiki catatan, menciptakan ikhtisar dan menyusun pengetahuan yang lengkap serta akhirnya tinggal menghafal. Pada waktu-saat menjelang ujian siswa usahakan menghindari belajarterlalu poly karena dapat mengganggu kondisi kesehatan. Siswa juga nir boleh lupa mempersiapkan semua indera tulis buat kelancaran ujian.

9. Menempuh Ujian
Setelah siswa melaksanakan persiapan menghadapi ujian dengan matang, selanjutnya sampailah dalam saat ujian. Maka pada ketika hari ujian, siswa seharusnya datang lebih awal serta menunggu dengan tenang. Masuklah dengan tertib dan duduk di tempat yang sudah dipengaruhi, kemudian baca dan pahami petunjuk soal dengan baik dan menjawabnya sesuai petunjuk tadi. Jangan lupa murid memperhitungkan saat yg disediakan, supaya lebih berhemat ketika soal-soal yg mudah usahakan dikerjakan lebih dahulu. Tulisan wajib kentara, baik serta rapi. Apabila telah terselesaikan murid harus mempertimbangkan lagi apakah jawaban yang sudah dikerjakan sesuai menggunakan permintaannya. Segera kumpulkan jawaban, bila ketika ujian sudah habis.

Siswa dalam menempuh ujian haruslah memiliki rasa percaya diri yg tinggi. Dan rasa percaya diri itu ada saat mereka melakukan persiapan yang matang jauh sebelum ujian dan penyempurnaan waktu mendekati ujian. Sehingga nir ada kecurangan-kecurangan misalnya menyontek atau melihat pekerjaan orang.

b. Cara Belajar pada Sekolah
Adapun beberapa hal yang berkenaan dengan cara belajar yg dilakukan oleh anak didik pada sekolah.

1. Masuk kelas sempurna waktu
Masuk kelas sempurna ketika adalah suatu sikap mental yang poly mendatangkan keuntungan. Pengajar memuji lantaran disiplin, kawan-mitra tidak terganggu ketika sedang memperhatikan pelajaran guru, konsentrasi pun akan terpelihara menggunakan baik. Kondisi tubuh akan damai, jauh berdasarkan keringat dan alam pikiran murid sudah siap menerima pelajaran menurut pengajar Oleh karenanya kedisiplinan masuk kelas mempengaruhi keberhasilan belajar murid.

2. Memperhatikan penerangan guru
Setelah pelajaran dimulai, siswa harus sudah siap buat memperhatikan seluruh pelajaran pengajar, yaitu dengan melihat mobilitas-geriknya, mendengarkan penjelasannya serta jangan lupa menulis kata-kata penting berdasarkan penerangan itu.

3. Bertanya tentang hal-hal yang belum jelas dan menjawab setiap pertanyaan dari pengajar.
Bertanya tentang hal yang belum kentara adalah galat satu cara buat bisa mengerti bahan pelajaran yg belum dimengerti. Siswa jangan memalukan buat bertanya kepada pengajar mengenai bahan pelajaran atau informasi guru yg belum kentara, karena malu akan Mengganggu dominasi bahan yang akan diterima dari pengajar dalam pertemuan yg akan tiba. Bertanyalah menggunakan spesifik jangan berbelit-belit, bila perlu pertanyaan ditulis terlebih dahulu dengan singkat serta kentara, kemudian dibacakan atau dihafalkan.

Berkaitan menggunakan semua pertanyaan yang diutarakan sang pengajar pada ketika proses belajar mengajar, murid wajib berani menjawab semua pertanyaan itu dengan baik dan jelas sebagai bukti bahwa dirinya memperhatikan pelajaran. Cara menjawabnya menggunakan sistematis sinkron apa yg sudah diterangkan oleh guru dengan bahasa yg sederhana dan mudah dimengerti.

4. Memanfaatkan ketika istirahat
Di sekolah terdapat bebarapa ketika buat istirahat agar syarat anak didik segar pulang. Menghilangkan kelelahan mata serta pengalihan konsentrasi anak didik buat ad interim. Untuk itu anak didik harus memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan cara bersantai, mengarahkan pandangan mata ke angkasa biru, mengerak-gerakkan badan agar dapat memperlancar aliran darah pada pada tubuh, sebagai akibatnya rasa lelah dan rasa kantuk dapat diusir dengan segera. Apabila haus atau lapar maka segera pergi ke kantin buat minum atau makan secukupnya supaya kesehatan tubuh tetap terjaga. Atau ketika istirahat itu dimanfaatkan buat berkunjung ke perpustakaan.

5. Memanfaatkan perpustakaan sekolah
Perpustakaan sekolah memiliki 3 manfaat, yaitu :
a. Sebagai asal belajar,
b. Sebagai asal kabar,
c. Sebagai asal rekreasi (Choiruddin Hadhiri Suprapto, 2003 : 68)

Perpustakaan bisa dipakai buat memperdalam pemahaman serta pengahayatan pengetahuan yg diperoleh anak didik berdasarkan pengajar, memeperluas cakrawala pengetahuan serta keterampilan siswa serta buat menaruh hiburan, memupuk keterampilan, nilai dan sikap hidup melaluli koleksi ringan dan segar,

Sedangkan cara memanfaatkan perpustakaan tergantung juga pada kesempatan atau waktu-saat eksklusif, contohnya ketika jam-jam istirahat kalu masih ada waktu lebih menurut kepentingan yang lain, seperti makan serta minum, jam-jam kosong dan apabila ada tugas dari guru.

c. Cara Belajar Bersama (kelompok)
Belajar bersama bisa dilakukan di tempat tinggal atau pada loka lain contohnya di perpustakaan, pada sekolah atau di tempat tertentu yang disepakati beserta.

Belajar bersama pada dasarnya memecahkan duduk perkara secara beserta, merupakan setiap anggota turut memberikan sumbangan pikiran pada memecahkan dilema tadi, sebagai akibatnya diperoleh output atau jawaban yang lebih baik. Pikiran menurut banyak orang umumnya lebih paripurna daripada satu orang.

”Ada beberapa petunjuk untuk belajar bersama yg lebih efektif, yaitu :
a. Pilih teman yg cocok untuk bergabung pada satu gerombolan yg terdidri menurut tiga-5 orang. Anggota yang terlalu banyak umumnya kurang efektif.
b. Tentukan dan sepakati kapan, pada mana dan apa yang akan pada bahas serta apa yg diharapkan pada diskusi itu. Lakukan secara rutin minimal satu kali dalam seminggu.
c. Setelah berkumpul secara bergilir, tetapkan siapa pemimpin kelompok yang akan mengatur diskusi dan siapa penulis yg akan mencatat diskusi.
d. Rumuskan pertanyaan atau pertarungan yg akan dipecahkan bersama dan batasi ruang lingkupnya agar pembahasan tidak menyimpang.
e. Bahas dan pecahkan setiap persoalan satu persatu hingga tuntas, dengan cara memberi kesempatan setiap anggota mengajukan pendapat. Dari setiap pendapat yg ada dikaji secara bersama manakah yang paling tepat. Kesimpulan jawaban yg sudah disepakati bersama dicatat oleh penulis. 
f. Bila ada masalah yg tidak dapat dipecahkan, tangguhkan persoalan itu untuk dimintakan pendapatnya kepada guru. Lanjutkan saja pada dilema berikutnya supaya nir membuang ketika.
g. Kesimpulan output diskusi dicatat oleh penulis, kemudian dibagikan pada anggota kelompok buat dipelajaridirumah masing-masing.” (Nana Sudjana, 1989: 168-169).

2. Pengertian Prestasi Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah dominasi pengetahuan atau keterampilan yg dikembangkan sang suatu pelajaran yang lazimnya ditunjukkan menggunakan nilai tes atau nomor yg diberikan sang guru. (Depdikbud, 1993 : 700).

Prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan murid sehabis mengikuti suatu mata pelajaran tertentu yg ditunjukkan menggunakan nilai tes berupa angka yg diberikan oleh guru, menjadi contoh nilai mid semester, nilai semester, nilai tugas, nilai ulangan, nilai raport serta sebagainya.

Prestasi dalam arti luas adalah kemampuan anak didik setelah mengalami belajar. Hal ini dapat diperoleh atau diketahui dari akhir kegiatan serta diperoleh atau diketahui dari akhir aktivitas dan diperoleh bukan karena kebetulan, tetapi prestasi diperoleh menggunakan penuh dengan kesadaran dan mengalami proses eksklusif.

Pada prinsipnya, pengungkapan output belajar mencakup 3 ranah, yaitu ranah cipta, rasa juga karsa (kognitif, afektif, psikomotorik). Walaupun pengungkapan tingkah laris semua ranah tadi, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini ditimbulkan perubahan hasil belajar itu ada yg bersifat intangible (tidak dapat diraba), tetapi yang bisa dilakukan sang guru merupakan hanya merogoh cuplikan perubahan tingkah laris yg dianggap krusial dan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi menjadi hasil belajar siswa.

Secara dunia, faktor yg mensugesti prestasi belajar murid, merupakan :
a. Faktor intern siswa
1) Fisiologis, misalnya kesehatan mata dan pendengaran.
2) Fsikologis, seperti intelegensi, perilaku, talenta, minat serta motivasi siswa

b. Faktor ekstern siswa
1). Lingkungan sosial, seperti: guru, sahabat-tema sekelas, tetangga, orang tua serta keadaan masyarakat.
2). Lingkungan non sosial, seperti: rumah, gedung sekolah, sarana dan prasarana, dan sebagainya.

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learn), yakni jenis upaya belajar anak didik yang mencakup taktik dan metode yg digunakan murid buat melakukan aktivitas pembelajaran materi-materi pembelajaran.

Pendekatan belajar terdapat 3 yaitu :
1) Pendekatan surface. Manusia belajar lantaran dorongan dari luar antara lain takut tidak lulus yang menyebabkan dia malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya kalem, asal hafal serta nir mementingkan pemahaman yg gampang.
2) Pendekatan deep. Siswa ini dimotivasi menurut pada dirinya (intrinsik). Oleh karenanya, gaya belajarnya serius serta berusaha tahu materi secara mendalam dan memikirkan cara mengaplikasikannya. Bagi anak didik ini yang lebih krusial adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan berguna bagi kehidupannya dibanding lulus dengan nilai baik.
3) Pendekatan achieving. Pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yg dianggap ego-enhanchment, yaitu ambisi eksklusif yg besar dalam menaikkan prestasi keakuan dirinya menggunakan cara meraih indeks prestasi stinggi-tingginya. Gaya belajarnya lebih berfokus, mempunyai keterampilan belajar (study skill) pada arti sangat cerdik serta efisien pada mengatur ketika, ruang kerja dan perangkat silabus. Baginya, berkompetisi menggunakan temannya pada meraih nilai tertinggi merupakan penting, sebagai akibatnya beliau sangat disiplin, rapi dan sistematis dan berencanauntuk terus maju ke depan (plans ahead).

3. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Ada beberapa pengertian Pendidikan Agama Islam menurut pakar pendidikan, yaitu :
a. Chabib Thoha (1999: 4), Pendidikan Agama Islam adalah sebutan yang diberikan dalam slaah satu pelajaran anak didik muslim pada menuntaskan pendidikannya dalam taraf eksklusif.
b. Ahmad D. Marimba (1986: 47), Pendidikan Islam merupakan bimbingan jasmani rohani dari hukum-aturan agama Islam menuju terbentuknya kepribadian primer menurut berukuran-ukuran Islam.
c. Zuhairini dkk. (1983 : 27), Pendidikan kepercayaan berarti usaha-bisnis secara sistematis serta pragmatis pada membantu murid supaya supaya mereka hidup sesuai denagn ajaran Islam.

Jadi, Pendidikan Agama Islam, merupakan usaha-bisnis secara sistematis dan pragmatis yang telah terbentuk mata pelajaran berisi bimbingan jasmani rohani yang menurut hukum-aturan Islam menuju pada terbentuknya kepribadian muslim sejati.

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

Abin Syamsuddin Makmun, (2001), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdarkarya.
Ahmad D. Marimba, (1997), Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT. AL-MA’arif
Anas Sudjiono, (2000), Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Bobbi De Porter, Mike Hernacki (2003), Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung : Kaifa. 
Bobbi De Porter dkk., (2001), Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, Bandung : Kaifa.
Chabib Thoha dan Abdul Muti, (1999), PBM-PAI pada Sekolah, , Yogyakarata: Pustaka Belajar.
Choiruddi Hadhiri Suprapto, (2003), Jalan Pintas Menjadi Bintang Pelajar, Panduan Untuk Pelajar Islami, Bandung: Mujahid Press.
Departemen Agama RI, (1996), Al-Qur’an Al-Karim serta Terjemahannya, Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (tanpa tahun), Laporan Penilaian Hasil Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), tanpa penerbit.
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, (1980), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama / IAIN Pusat.
Gordon Dryen dan Jeannete Vos, (2001), The Learning Revolution (Terjemahan ration service) Bandung: Kaifa.
Muhaimin, (2002), Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Muhibbin Syah, (2004), Psikology Belajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada.
Nana Sudjana, (1991), Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru.
Rohmad Qomari, (1999), Insania, ”Tehnik Penentuan Ukuran Sampel Dalam Penelitian” Edisi Mei-Juli, Purwokerto : P3M STAIN.
Sanafiah Faisal, (1982), Metode Penelitian Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional.
Slamento, (1995), Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sugiyono, (2004), Statistika Untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.
Suharsimi Arikunto, (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah, (2002), Rahasia Sukses Belajar, Jakarta : PT Rineka Cipta.
The Liang Gie, (1985). Cara Belajar Yang Efisien, Yogyakarta : Pusat Kemajuan Study.
Thursan Hakim, (2002), Belajar Secara Efektif: Panduan Menemukan Teknik Belajar, Memilih Jurusan, serta Menentukan Cita-cita, Jakarta: Puspa Swara.
Zuhairini dkk, (1983), Metodology Pendidikan Agama, Solo: Ramadhani.